Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah...

19
2 PENDAHULUAN Inflasi merupakan fenomena moneter yang sering terjadi di semua negara. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Inflasi merupakan variabel ekonomi yang sangat dijaga agar tetap stabil, karena dengan inflasi yang stabil akan tercapai stabilitas perekonomian yang akhirnya akan mencapai kesejahteraan masyarakat. Indonesia pernah mengalami sejarah inflasi yang tinggi pada tahun 1966 dan 1998. Pada tahun 1966 inflasi di Indonesia mencapai angka tiga digit yaitu sebesar 636%. Kondisi itu disebabkan oleh instabilitas politik pada saat itu dan adanya kebijakan pemerintah mencetak uang untuk membiaya konfrontasi dengan Malaysia. Namun demikian kondisi berangsur membaik, dimana pada era 1980-1996 inflasi di Indonesia bisa dikatakan cukup stabil. Sampai pada terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Pada tahun 1997/1998 Indonesia kembali menghadapi inflasi yang tinggi yaitu mencapai 58%. Berikut data inflasi Indonesia dari tahun 1967 2011 Grafik 1. Inflasi Indonesia 1967-2011 0 20 40 60 80 100 120 140 1967 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 inflasi inflasi

Transcript of Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah...

Page 1: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

2

PENDAHULUAN

Inflasi merupakan fenomena moneter yang sering terjadi di semua negara. Secara sederhana

inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan

harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas

(atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Tingkat inflasi yang tinggi dapat

mengganggu stabilitas ekonomi. Inflasi merupakan variabel ekonomi yang sangat dijaga agar

tetap stabil, karena dengan inflasi yang stabil akan tercapai stabilitas perekonomian yang

akhirnya akan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Indonesia pernah mengalami sejarah inflasi yang tinggi pada tahun 1966 dan 1998. Pada tahun

1966 inflasi di Indonesia mencapai angka tiga digit yaitu sebesar 636%. Kondisi itu disebabkan

oleh instabilitas politik pada saat itu dan adanya kebijakan pemerintah mencetak uang untuk

membiaya konfrontasi dengan Malaysia. Namun demikian kondisi berangsur membaik, dimana

pada era 1980-1996 inflasi di Indonesia bisa dikatakan cukup stabil. Sampai pada terjadinya

krisis ekonomi pada tahun 1997. Pada tahun 1997/1998 Indonesia kembali menghadapi inflasi

yang tinggi yaitu mencapai 58%. Berikut data inflasi Indonesia dari tahun 1967 – 2011

Grafik 1.

Inflasi Indonesia 1967-2011

0

20

40

60

80

100

120

140

19

67

19

69

19

71

19

73

19

75

19

77

19

79

19

81

19

83

19

85

19

87

19

89

19

91

19

93

19

95

19

97

19

99

20

01

20

03

20

05

20

07

20

09

20

11

inflasi

inflasi

Page 2: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

3

Sumber : worlbank, diolah

Dengan pengalaman tingginya laju inflasi yang pernah di hadapi oleh Indonesia, maka Bank

Indonesia sebagai salah satu pihak yang bertanggungjawab mengendalikan inflasi di Indonesia,

pada tahun 2005 mulai memberlakukan kerangka kerja penargetan inflasi (inflation targeting

framework/ITF) sesuai dengan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada

publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara

eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama kebijakan

moneter. Inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka panjang, diyakini akan mendukung

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.(www.bi.go.id).

Dalam ITF yang menjadi target adalah inflasi nasional, namun demikian perlu diingat bahwa

inflasi nasional tidak dapat terlepas dari inflasi yang terjadi di setiap daerah di Indonesia. Hal ini

dapat terlihat dari kontribusi sumbangan inflasi daerah terhadap inflasi nasional yang mencapai

77% (Kompas,2010). Pada kenyataannya tingkat inflasi di tiap kota dalam satu negara, bahkan

dalam satu propinsi sekali pun sering kali mengalami perbedaan. Sebagai gambaran, ketika

terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008, inflasi di Indonesia cukup bervariasi dengan rata-

rata inflasi 12,11%; sementara inflasi tertinggi dan terendah sebesar masing-masing 20,51% dan

6,96%. Sebaliknya ketika terjadi penurunan harga BBM pada awal tahun 2009, tercatat inflasi

rata-rata 3,33%, dengan inflasi tertinggi dan terendah masing-masing sebesar 7,52% dan 0,80%.

(Subekti, 2011). Berikut adalah data inflasi daerah pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2011

rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87

persen dan inflasi terendah di Kendari sebesar 3,87 persen. Sedangkan pada tahun 2012 inflasi

rata-rata daerah adalah sebesar 3,92 persen dengan inflasi tertinggi di Bima yaitu sebesar 7,19

persen dan inflasi terendah di Manado sebesar 0,67 persen.

Page 3: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

4

Tabel 2.

Inflasi Daerah 2011-2012

N0. provinsi 2011 2012 1 Lhokseumawe 7,19 3,55 2 Banda Aceh 4,64 3,32 3 Pdg Sidempuan 7,42 4,66 4 Sibolga 11,83 3,71 5 Pmtg Siantar 9,68 4,25 6 Medan 7,65 3,54 7 Padang 7,84 5,37 8 Pekanbaru 7,00 5,09 9 Dumai 9,05 3,09

10 Batam 7,40 3,76 11 Tanjung Pinang 6,17 3,32 12 Jambi 10,52 2,76 13 Bengkulu 9.08 3.96 9,08 3,96 14 Palembang 6,02 3,78 15 Pangkal Pinang 9,36 5,00 16 Bandar Lampung 9.95 4.24 9,95 4,24 17 Jakarta 6.21 3.97 6,21 3,97 18 Serang 6,18 2,78 19 Cilegon 6,12 2,35 20 Tangerang 6,08 3,78 21 Tasikmalaya 5,56 4,17 22 Bandung 4.53 2.75 4,53 2,75 23 Cirebon 6,70 3,20 24 Bogor 6,57 2,85 25 Sukabumi 5,43 4,26 26 Bekasi 7,88 3,45 27 Depok 7,97 2,95 28 Purwokerto 6,04 3,40 29 Surakarta 6,65 1,93 30 Semarang 7,11 2,87 31 Tegal 6,73 2,58 32 Yogyakarta 7,38 3,88 33 Jember 7,09 2,43 34 Kediri 6,80 3,62 35 Malang 6,70 4,05 36 Surabaya 7,33 4,72 37 Sumenep 6,75 4,18 38 Probolinggo 6,68 3,78 39 Madiun 6,54 3,49 40 Pontianak 8,52 4,91 41 Singkawang 7,10 6,72 42 Palangkaraya 9,49 5,28 43 Sampit 9,53 3,60 44 Banjarmasin 9,06 3,98 45 Balikpapan 7,38 6,45 46 Samarinda 7,00 6,23 47 Tarakan 7,92 6,43 48 Manado 6,28 0,67 49 Palu 6,40 4,47 50 Makassar 6,82 2,87 51 Watampone 6,74 3,94 52 Parepare 5,79 1,60 53 Palopo 3,99 3,35 54 Kendari 3,87 5,09 55 Gorontalo 7,43 4,08 56 Ambon 8,78 2,85 57 Ternate 5,32 4,52 58 Jayapura 4,48 3,40 59 Manokwari 4,68 3,64 60 Sorong 8.13 0.90 8,13 0,90 61 Mamuju 5,12 4,91 62 Denpasar 8,10 3,75 63 Mataram 11,07 6,38 64 Bima 6,35 7,19 65 Kupang 9,97 4,32 66 Maumere 8,48 6,59

Rata-rata 7,21 3,92 Minimum 3,87 0,67 Maksimum 11,83 7,19

Page 4: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

5

Sumber: Bank Indonesia

Bervariasinya inflasi pada tataran provinsi menunjukkan bahwa disparitas inflasi antar provinsi

di Indonesia masih cukup tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter.

Isu penting yang berkaitan dengan inflasi pada tingkat regional pada saat ini adalah otonomi

daerah. Sejak diberlakukanya otonomi daerah tahun 2001 yang ditandai dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 kemudian di revisi dengan Undang- Undang Nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang

kemudian juga di revisi dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat-Daerah pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur wilayahnya

sendiri. Dengan demikian kondisi perekonomian setiap daerah akan sangat beragam dan

tergantung pada potensi daerah masing – masing dan cara pengelolaanya. Selain itu penerapan

otonomi daerah juga berimplikasi pada kebijakan – kebijakan setiap daerah dalam hal ini adalah

kebijakan fiskal di tiap – tiap daerah dikarenakan pemberlakuan desentralisasi fiskal sesuai

dengan konsep otonomi daerah.

Salah satu implikasi adanya otonomi daerah tersebut adalah penetapan upah minimum regional

pada tingkat provinsi yang dikenal sebagai upah minimum provinsi (UMP). Semenjak

pemberlakuan sistem desentralisasi, upah minimum provinsi menunjukkan kenaikan yang cukup

tinggi, bahkan besarannya menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (Subekti,2011).

Kenaikan upah minimum yang dituntut oleh para pekerja setiap tahunnya diduga memiliki

potensi menyebabkan inflasi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari

(2003) yang menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi pada perekonomian

di 26 propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa upah berpengaruh signifikan terhadap inflasi

di 26 propinsi di Indonesia.

Selain menetapkan upah minimum provinsi, pemerintah daerah juga melaksanakan

kebijakan baik fiskal ekspansif maupun kontraktif salah satunya terlihat dari pengeluaran

Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah. Pengeluaran pemerintah daerah bertujuan untuk

mengatasi berbagai masalah, sesuai dengan tujuan desentralisasi fiskal. Bila pemerintah

melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif, yaitu dengan meningkatkan belanja pemerintah

daerah, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan harga yang akan menyebabkan

terjadinya inflasi.

Page 5: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

6

Adanya kebijakan yang berbeda – beda di setiap daerah disinyalir menjadi salah satu

faktor pendorong terjadinya perbedaan inflasi setiap daerah yang nantinya akan berkontribusi

dalam pembentukan inflasi nasional. Oleh karena itu dalam pengendalian inflasi nasional, Bank

Indonesia sebagai otoritas moneter juga perlu memperhatikan pergerakan inflasi regional

mengingat sumbangan inflasi regional yang cukup tinggi bagi terbentuknya inflasi nasional.

Menurut Sukirno (2004) ada 8 faktor yang diduga berpengaruh terhadap inflasi regional

diantaranya adalah kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), Indeks Harga Konsumen (IHK), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Jumlah

Uang Beredar (JUB), tingkat suku bunga dan kurs dollar.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Paula (2012) yang mengkaji faktor – faktor

yang mempengaruhi volatilitas inflasi di Indonesia baik dari sisi moneter maupun dari sisi fiskal

dengan melibatkan 26 Provinsi yang ada di Indonesia. Moneter diwakili oleh JUB (sesuai teori

kuantitas uang), sedangkan sisi Fiskal diwakili oleh Utang Daerah (dari 25 Provinsi yang diteliti)

guna menutup defisit anggaran belanja daerah. Namun, bukti empirik di Indonesia menunjukkan

bahwa sisi moneter lebih dominan dalam mempengaruhi volatilitas inflasi di Indonesia tahun

1999-2009 daripada sisi fiskal.

Penelitian mengenai inflasi regional yang lain juga pernah dilakukan oleh Subekti(2011)

yang meneliti tentang dinamika inflasi pada tataran Provinsi. Penelitian tersebut memberikan

hasil bahwa selama tahun 2000 – 2009, dinamika inflasi pada tataran provinsi dipengaruhi oleh

inersia inflasi, penyesuaian BI rate, gejolak nilai tukar, penyesuaian harga BBM dan penyesuaian

gaji PNS/TNI/POLRI, sementara kesenjangan output, pertumbuhan M1, penetapan UMP dan

belanja pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap volatilitas inflasi.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Asmanto dan Soebagyo (2007) yang menganalisis

tentang pengaruh kebijakan moneter dan kebijakan fiskal regional terhadap stabilitas harga dan

pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Timur (periode 1995 - 2004). Penelitian ini memberikan

hasil bahwa variabel pertumbuhan pendapatan asli daerah, pertumbuhan pengeluaran rutin,

pertumbuhan dana pihak ketiga dan suku bunga riil berpengaruh signifikan terhadap inflasi

regional di Jawa Timur.

Page 6: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

7

Selain penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, beberapa penelitian mengenai

perilaku inflasi ditingkat regional juga dilakukan oleh Marques et al (2009) yang menganalisis

tentang faktor – faktor penentu inflasi untuk 98 komoditas di 23 kota besar di Chili, menemukan

bahwa perbedaan inflasi dapat diamati di seluruh daerah yang terpengaruh oleh jenis yang sama

yaitu terpengaruh oleh guncangan ekonomi makro. Jarak geografis memiliki peran yang penting

dalam penentuan inflasi untuk kota –kota yang berbeda. .

Aldasoro dan Zd’arek (2009) meneliti tentang diferensial inflasi di kawasan Eropa dan

determinannya. Dalam penelitianya, mereka menyimpulkan bahwa masih ada dispersi yang luar

biasa dari tingkat inflasi HICP di seluruh Negara anggota. Sebagai pendorong utama dispersi

dapat ditandai sektor Jasa (proxy untuk sektor non-tradable), yang memberikan kontribusi

terhadap penyebaran inflasi. Sebaliknya, beberapa sektor yang dapat disebut sebagai tradable

(barang-barang industri selain dari energi) memiliki kekuatan yang relatif rendah dalam

menentukan dan menjelaskan dispersi harga. Dengan mengandalkan estimasi generalized method

of moments (GMM) menunjukkan bahwa kesenjangan output dan proxy untuk konvergensi

tingkat harga signifikan dalam mempengaruhi diferensial inflasi di kawasan Eropa. Sedangkan

nilai tukar efektif nominal tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap diferensial inflasi.

Berbeda dengan penelitian - penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di Indonesia yang

hanya meneliti faktor – faktor penentu inflasi pada tataran provinsi, penelitian yang penulis

lakukan ini lebih spesifik kepada faktor – faktor yang mempengaruhi disparitas inflasi antar

daerah dengan melibatkan 66 kota di Indonesia.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka timbul pertanyaan yang

harus dijawab dalam penelitian ini yaitu: “Faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

disparitas inflasi antar daerah di Indonesia?”

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang berpengaruh terhadap

disparitas inflasi antar daerah di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai faktor - faktor yang berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah di

Indonesia yang dapat dijadikan rujukan bagi pengambil keputusan pada sektor moneter maupun

fiskal

Page 7: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

8

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan kajian pustaka di atas, maka hipotesis yang dirumuskan

sebagai berikut :

Belanja daerah berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia tahun 2008

– 2012.

Upah Minimum Provinsi berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia

tahun 2008 – 2012.

Biaya transportasi berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia tahun

2008 – 2012.

Kenaikan harga BBM berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia tahun

2008 – 2012.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini dibutuhkan data untuk mendukung analisis. Adapun jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik,

Bank Indonesia. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder panel tahunan dari kota – kota di

Indonesia. Jumlah kota yang dianalisis adalah 66 kota yang tersebar diseluruh provinsi Indonesia

dengan mengambil sampel dari periode 2008 sampai dengan 2012. Adapun data – data yang

dimaksud adalah data inflasi regional 66 kota, upah minimum provinsi (UMP), belanja

pemerintah daerah 66 kota, biaya transportasi yang diproksi dengan jarak dan data pendukung,

yaitu inflasi nasional Indonesia.

Definisi operasional

Variabel – variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah belanja pemerintah daerah , upah,

biaya transportasi dan dummy kebijakan kenaikan harga bbm, sebagai variabel independen dan

disparitas inflasi sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini definisi operasional masing –

masing variabel sebagai berikut :

1. inflasi adalah perubahan indeks harga konsumen (IHK) 66 kota di Indonesia periode 2008 –

2012. Dalam penelitian ini inflasi diukur dalam persen.

Page 8: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

9

2. Disparitas inflasi adalah kesenjangan inflasi yang terjadi antar daerah.

3. Belanja pemerintah daerah yaitu semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana, dan merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan

tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.Belanja pemerintah daerah

dihitung dengan menjumlahkan seluruh belanja pemerintah daerah untuk barang dan jasa

pada tingkat kota periode 2008 – 2012 dengan satuan milyar rupiah.

4. Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam

setiap provinsi di Indonesia periode 2008 – 2012 dengan satuan juta rupiah.

5. Biaya transportasi di proksi dengan jarak antara ke–66 kota dengan ibukota negara Indonesia

yaitu Jakarta karena Jakarta dianggap sebagai pusat kegiatan perekonomian.

Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini penulis seutuhya menggunakan data sekunder. Adapun data – data tersebut

diperoleh dari berbagai sumber diantaranya:

a. Badan Pusat Statistik

b. Bank Indonesia melalui web resmi www.bi.go.id

c. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI melalui web resmi

www.djpk.depkeu.go.id

d. Berbagai sumber yang relevan seperti jurnal, internet, buku panduan dan sumber – sumber

lainya yang dinyatakan pantas untuk dijadikan acuan dalam penelitian ini.

Teknik analisis

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel Random Effect Model. Baltagi

(2005) menyatakan bahwa teknik analisis panel data memiliki kelebihan antara lain:

a. Dapat mengontrol heterogenitas individu

b. Panel data memberikan data yang lebih lengkap dengan kolinearitas yang rendah dan derajat

bebas yang lebih besar serta lebih efisien

c. Panel data baik digunakan untuk mengkaji mengenai penyesuaian dinamis (dynamic of

adjustment)

Page 9: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

10

d. Panel data lebih handal dalam mengidentifikasi dan mengukur efek individu maupun efek

waktu yang tidak dapat dilakukan dalam teknik analisis deret waktu (time series) maupun

analisis antar individu (cross section)

e. Panel data dapat digunakan untuk membangun dan menguji model dengan perilaku yang

kompleks.

Ada 3 teknik pendekatan mendasar yang digunakan dalam menganalisis panel data:

1. Pooled Least Square (PLS)

Metode estimasi Pooled Least Square (PLS) merupakan teknik yang paling sederhana untuk

mengestimasi data panel, yaitu hanya dengan mengkombinasikan data time series dan cross

section. Dengan hanya menggabungkan data tersebut tanpa melihat perbedaan antar dimensi

individu dan waktu, maka kita bisa menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square)

untuk mengestimasi model data panel. Diasumsikan bahwa perilaku data antara individu

sama dalam berbagai kurun waktu.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model FEM adalah, karena adanya variabel-

variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya

intercept yang tidak konstan. Atau dengan kata lain, intercept ini mungkin berubah untuk

setiap individu dan waktu (Nachrowi dan Usman, 2006). Model dengan fixed effect

menambahkan dummy variables untuk mengizinkan adanya perubahan intercept ini. Asumsi

pendekatan fixed effect adalah adanya perbedaan intersep sedangkan slopenya sama antar

individu.

3. Random Effect Model (REM)

Dimasukkannya variabel dummy di dalam model Fixed Effect bertujuan untuk mewakili

ketidaktahuan kita tentang model yang sebenarnya. Namun, ini memiliki konsekuensi

berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi

efisiensi parameter. Masalah ini bisa diatasi dengan menggunakan variabel gangguan (error

terms) yang dikenal sebagai metode random effect. Di dalam model ini akan mengestimasi

data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar

Page 10: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

11

individu. Keuntungan Random Effect Model dibandingkan Fixed effect Model adalah dalam

hal derajat kebebasan. Tidak perlu melakukan estimasi terhadap intersep N cross-sectional

Menurut Nachrowi dalam Chadidjah dan Elfiyan (2009) untuk memilih Fixed Effect Model atau

Random Effect Model sebagai model yang sesuai ada beberapa cara untuk menentukan, yaitu :

1. Jika T (jumlah data time-series) > N (jumlah data cross-sectional), maka disarankan

menggunakan Fixed Effect Model (FEM).

2. Jika N (jumlah data cross-sectional) > T (jumlah data time-series), maka disarankan

menggunakan Random Effect Model (REM).

3. Jika efek cross-sectional berkorelasi dengan salah satu atau lebih variabel X, maka penaksir

FEM yang tak bias dan sesuai

Asumsi yang digunakan pada data panel adalah bahwa semua variabel bebas adalah

nonstochastic dan error term mengikuti asumsi klasik yaitu berdistribusi normal.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel Random Effect Model (REM).

Alasan pemilihan Random Effect Model (REM) adalah:

1. Mengacu kepada Nachrowi, Jika N (jumlah data cross-sectional) > T (jumlah data time-

series), maka disarankan menggunakan Random Effect Model (REM). Penelitian ini

menggunakan 66 data cross section dan 5 data time-series sehingga N (66) > T (5).

2. Berdasarkan hausman test. Hausman test ini bertujuan untuk membandingkan antara metode

fixed effect dan random effect.

H0 = Random Effect Model

Ha = Fixed Effect Model

H0 ditolak jika prob < 0.05. Nilai probabilitas hausman test adalah 0.0759 > α (0.05) sehingga

menolak Ha dan tidak dapat menolak H0. Berdasarkan hasil tersebut maka model yang dipilih

dalam penelitian ini adalah Random Effect Model.

Page 11: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

12

Model empiris dalam penelitian ini pada dasarnya mengacu pada model yang dikembangkan

Aldasoro dan Zd’arek (2009) yang telah dimodifikasi, persamaan tersebut adalah sebagai berikut

:

𝐼𝑁𝐹𝑖 ,𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝐺𝑖,𝑡 + 𝛽2𝑈𝑀𝑃𝑖 ,𝑡 + 𝛽3𝑇𝐶𝑂𝑆𝑇𝑖,𝑡 + 𝛽4𝐷𝑢𝑚𝑚𝑦 + 휀𝑖 ,𝑡

Dimana:

𝐼𝑁𝐹𝑖 ,𝑡 = Disparitas inflasi

UMP = Upah minimum provinsi

G = Belanja pemerintah daerah.

TCOST = Biaya transportasi

BBM = Dummy kenaikan harga BBM

β0 =....=βn = Koefisien regresi

εit = Koefisien error

Berdasarkan penelitian Aldasoro dan Zd’arek disparitas inflasi dapat dihitung dengan

menggunakan standar deviasi namun metode ini memiliki kelemahan yaitu datanya bias. Oleh

karena itu dalam penelitian ini tidak menggunakan standar deviasi dalam perhitungan disparitas

inflasi melainkan menggunakan rumus yang digunakan oleh Aldasoro dan Zd’arek dalam

penelitianya, yaitu sebagai berikut :

𝛿𝑡𝑖 = 𝜋𝑡

𝑖 − 𝜋𝑡

dimana 𝛿𝑡𝑖 adalah disparitas inflasi daerah i tahun ke-t, 𝜋𝑡

𝑖 adalah inflasi daerah i tahun t dan 𝜋𝑡

adalah inflasi nasional tahun t.

dan dispersi Δᵢ diukur dengan akar kuadrat, dinotasikan sebagai berikut:

∆ᵢ = 𝛿𝑡

𝑖2𝑁𝑖=1

𝑁

12

Page 12: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Estimasi Random Effect Model

Berdasarkan hasil hausman test, maka model yang dipakai adalah Random Effect Model. Berikut

hasil dari estimasi Random Effect Model

Tabel 1

Hasil Regresi Random Effect Model Tahun 2008 – 2012

Variabel bebas Koefisien t-stat prob

Konstanta 0.0083 1.553707 0.1212

G -4.69E-07 -1.213962 0.2256

UMP 0.00297 0.443293 0.6578

TCOST 5.91E-06 3.322217 0.0010

Dummy 0.01509 5.316285 0.0000

R2

= 0.146758

F-stat = 13.975

DW = 1.65638

Sumber : Data diolah penulis

Dari hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan derajat keyakinan 95% (α = 5%) diperoleh hasil

bahwa disparitas inflasi dipengaruhi oleh variabel biaya transportasi dan kebijakan kenaikan

harga BBM (Dummy). Nilai determinasi (R2) sebesar 0.146758 hal ini berarti bahwa variabel

belanja pemerintah daerah(G), upah minimum provinsi (UMP), biaya transportasi(TCOST) dan

kebijakan kenaikan harga BBM (Dummy) hanya mampu menjelaskan variasi pengaruh dari

disparitas inflasi sebesar 14.68%. Berdasarkan nilai probabilitas F-stat yaitu sebesar 0.00000,

Page 13: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

14

maka secara keseluruhan variabel penjelas signifikan mempengaruhi disparitas inflasi antar

daerah di Indonesia tahun 2008 – 2012.

Pembahasan

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 1diatas, dapat diketahui bahwa biaya transportasi dan

kebijakan harga BBM positif dan signifikan mempengaruhi disparitas inflasi dengan derajat

keyakinan 1%. Semakin meningkatnya biaya transportasi akan menyebabkan disparitas inflasi

antar daerah juga semakin besar. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan maka, semakin

jauh jarak suatu daerah yang merupakan proksi dari biaya transportasi dengan ibu kota negara,

dalam kasus ini adalah Jakarta yang merupakan pusat kegiatan ekonomi akan menyebabkan

biaya angkut yang harus ditanggung oleh perusahaan semakin mahal. Selain itu biaya

transportasi juga akan meningkat dengan buruknya infrastruktur khususnya jalan raya. Hal ini

disebabkan karena rusaknya kondisi jalan raya akan membuat waktu tempuh pengiriman lebih

lama sehingga akan menaikkan biaya transportasi. Biaya transportasi merupakan salah satu biaya

produksi perusahaan. Jika biaya produksi mengalami peningkatan, maka perusahaan akan

mengambil tindakan menaikkan harga barang produksi karena tidak mau mengalami kerugian.

Selain biaya transportasi, dummy kebijakan harga BBM juga berpengaruh signifikan dan positif

terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia tahun 2008 – 2012 dengan derajat keyakinan

1%. Setiap terjadi kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan disparitas inflasi antar

daerah di Indonesia. Harga bahan bakar minyak (BBM) ditentukan oleh pemerintah pusat

(administered price) karena mengusai hajat hidup orang banyak. Lonjakan kenaikan harga

minyak dipasar internasional menjadi beban berat bagi anggaran negara. Mengingat selama ini

pemerintah Indonesia masih memberikan subsidi untuk harga BBM. Oleh sebab itu kondisi

naiknya harga minyak dunia mengharuskan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Selama

periode penelitian ini pemerintah diketahui menaikkan harga BBM pada tahun 2008. Adanya

kenaikan harga BBM tersebut memicu terjadinya kenaikan harga barang secara umum dan

menimbulkan inflasi.

Jika dilihat lebih jauh variabel belanja pemerintah daerah dan upah minimum provinsi tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap disparitas inflasi antar daerah di Indonesia.

Seperti terlihat pada tabel 1 bahwa nilai koefisien variabel belanja pemerintah daerah bernilai

Page 14: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

15

negatif. Hasil temuan ini tentu saja tidak sesuai dengan hipotesis dan landasan teori yang berlaku

secara umum karena seharusnya berpengaruh positif terhadap inflasi. Hal ini diduga karena

adanya korelasi yang cukup kuat antara pengeluaran belanja pemerintah daerah dengan

penerimaan daerah yang terdiri dari pajak daerah dan retribusi. Artinya, semakin besar

pengeluaran belanja daerah, maka pemerintah daerah akan berusaha meningkatkan penerimaan

dari pajak daerah dan retribusi demi menutup pengeluarannya tersebut. Hal ini tentu saja sejalan

dengan desentralisasi fiskal yang memberi kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah

untuk mengelola keuangan daerah termasuk mencari sumber-sumber penerimaan daerah yang

sah (Subekti, 2011).

Selanjutnya, berkenaan dengan dampak upah minimum provinsi yang tidak signifikan

berpengaruh terhadap disparitas inflasi di Indonesia, menurut hasil penelitian Subekti (2011)

bahwa yang terjadi di Indonesia adalah arah hubungan yang sebaliknya yaitu inflasi

mempengaruhi UMP bukan sebaliknya.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari peneltian ini adalah :

- Biaya Transportasi dan kebijakan kenaikan harga BBM terbukti berpengaruh terhadap

disparitas Inflasi antar daerah di Indonesia.

- Pengeluaran pemerintah daerah tidak terbukti berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar

daerah di Indonesia. Hal ini diduga karena adanya korelasi yang cukup kuat antara

pengeluaran belanja pemerintah daerah dengan penerimaan daerah yang terdiri dari pajak

daerah dan retribusi.

- Upah Minimum Provinsi terbukti tidak berpengaruh terhadap disparitas inflasi antar daerah

di Indonesia. Hal ini diduga karena arah hubungan antara UMP dan inflasi yang terjadi di

Indonesia adalah inflasi mempengaruhi UMP tetapi tidak sebaliknya

Page 15: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

16

Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka implikasi kebijakan adalah sebagai

berikut :

- Berdasarkan hasil peneltian bahwa kebijakan kenaikan harga BBM berpengaruh secara

signifikan terhadap disparitas Inflasi antar daerah di Indonesia, maka pada saat terjadi

koreksi terhadap harga BBM perlu disertai dengan kebijakan yang dapat meredam dampak

inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan koreksi harga BBM.

- Selain itu dengan adanya bukti bahwa biaya transportasi berpengaruh terhadap disparitas

Inflasi antar daerah di indonesia, maka dalam rangka pengendalian inflasi nasional yang

menjadi tugas pokok Bank Indonesia, perlu adanya dukungan dari pemerintah dalam hal

perbaikan infrastruktur terutama jalan raya. Mengingat rusaknya jalan raya akan berdampak

pada biaya produksi dan pada akhirnya akan mendorong inflasi.

Daftar Pustaka

Aldasoro,Juan Ignacio and Václav Žďárek.2009.Inflation Differentials in the Euro Area And

Their Determinants – an empirical view. William Davidson Institute Working Paper

Number 958 April 2009

Apriliawan, Tarno dan Yasin.2013.Pemodelan Laju Inflasi Di Provinsi Jawa Tengah

Menggunakan Regresi Data Panel.Jurnal Gaussian. Vol. 2, No. 4, Tahun 2013. 301-321

Asmanto, Priadi dan Soebagyo.2007.Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Dan Kebijakan

Fiskal Regional Terhadap Stabilitas Harga dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Di Jawa

Timur (Periode 1995 – 2004). Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,April, Bank

Indonesia

Atmadja, A. S. (1999) : “Inflasi di Indonesia : Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya”,

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, pp. 54-67

Baltagi, B. H., (2005), Econometric Analysis of Panel Data, Third Edition, John Wiley & Son,

Ltd. England.

Page 16: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

17

Bank Indonesia.2012.Tinjauan ekonomi Regional Triwulan IV 2012. Jakarta

------------------------. Kegiatan Tim Pengendali Inflasi Daerah Triwulan II 2012. Jakarta

------------------.2013.Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV 2012. Jakarta

Blanchard, O. (2004) : “Macroeconomics”, 4th Ed. Prentice Hall. New Jersey

Chadidjah, Anna dan Elfiyan.2009.Model Regresi Data Panel untuk Menaksir Realisasi Total

Investasi Asing dan Dalam Negeri (Studi Kasus di Provinsi Jawa Barat). ISBN: 978-979-

16353-3-2

Firdausi, Rizka, Rahma, Fitriani dan Loekito. Pengaruh Banyaknya Unit Cross-Sectional

Terhadap Pemilihan Model Efek Tetap Dan Model Efek Acak Pada Model Regresi Panel

Komponen Dua Arah. Universtitas Brawijaya

Gujarati, Damodar N.2006.Dasar – dasar Ekonometrika edisi ketiga jilid 1 .Jakarta:Erlangga

Lestari, Novi.2003.Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Pada Perekonomian

Regional Indonesia : Studi Kasus 26 Provinsi di Indonesia (Periode 1991 – 2001).

Perpustakaan Universitas Indonesia, Universitas Indonesia

Martellato, Dino.2006.Growth and Inflation Disparities in Corridor V.Working papers.Ca’

Foscari University of Venice

Marques, H., G. Pino and J.D. Tena.2009.Regional inflation dynamics using space-time models.

CRENOS Working Paper. No. 2009/15

Masri, Marius.2010.Analisis Pengaruh Kebijakan Fiskal Regional Terhadap Inflasi Di Provinsi

Nusa Tenggara Timur (Periode 2001 – 2008). Tesis Universitas Diponegoro Semarang.

Nanga,Muana.2001.makroekonomi: teori, masalah dan kebijakan edisi perdana.Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada hal 241 – 251

Prastowo, N.J., Tri Yunuarti, dan Yoni, Depari.2008.Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan

Harga Komoditas Dan Implikasinya Terhadap Inflasi. Working Paper No.WP/07/2008:

Bank Indonesia

Solikin.2007. “Karakteristik Tekanan Inflasi Di Indonesia : Pengaruh Dinamis Sisi Permintaan-

Penawaran dan Prospek Ke Depan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari,

Bank Indonesia

Page 17: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

18

Subekti, Adji.2011. Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran Provinsi. Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor

Wimanda, R. E. (2006). Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence, and

Determinants dalam Subekti, Adji.2011. Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran

Provinsi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Estimasi Random Effect Model/REM Pengaruh Belanja Pemerintah

daerah (G), Upah Minimum Provinsi (UMP), Biaya Transportasi (COST)

dan Kenaikan BBM (DBBM) Terhadap Disparitas Inflasi Antar Daerah

Tahun 2008-2012

Dependent Variable: INF?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)

Date: 01/28/14 Time: 17:58

Sample: 2008 2012

Included observations: 5

Cross-sections included: 66

Total pool (balanced) observations: 330

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.008299 0.005341 1.553707 0.1212

G? -4.69E-07 3.86E-07 -1.213962 0.2256

UMP? 0.002974 0.006709 0.443293 0.6578

TCOST? 5.91E-06 1.78E-06 3.322217 0.0010

Dummy? 0.015093 0.002839 5.316285 0.0000

Random Effects (Cross)

_ACEH--C 6.23E-05

_LOKSUMAWE--C 9.09E-05

_SIBOLGA--C 0.000620

_PEMATANGSIANTAR--

C -0.000972

_MEDAN--C -0.002314

_PADANGSIDIMPUAN--

C -0.002549

_PADANG--C -0.000784

_PEKANBARU--C -0.000705

_DUMAI--C 0.001409

_JAMBI--C 0.000217

_PALEMBANG--C -0.001478

Page 18: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

19

_BENGKULU--C 0.000489

_BANDARLAMPUNG--C 0.001752

_PANGKALPINANG--C 0.005020

_TANJUNGPINANG--C -0.001448

_BATAM--C -0.000249

_JAKARTA--C 0.000415

_BOGOR--C 0.000575

_SUKABUMI--C -0.000647

_BANDUNG--C 0.000603

_CIREBON--C 0.000138

_BEKASI--C -0.000553

_DEPOK--C -0.000682

_TASIKMALAYA--C -3.95E-05

_PURWOKERTO--C -0.001137

_SURAKARTA--C 0.002001

_SEMARANG--C 0.000293

_TEGAL--C 0.000308

_YOGYAKARTA--C -0.001540

_JEMBER--C -0.001703

_KEDIRI--C -0.001511

_MALANG--C -0.001949

_PROBOLINGGO--C -0.001952

_MADIUN--C -0.000749

_SURABAYA--C -0.000378

_SUMENEP--C -0.001001

_TANGERANG--C -0.000962

_CILEGON--C 0.000402

_SERANG--C 0.000789

_DENPASAR--C -0.000756

_MATARAM--C 0.001530

_BIMA--C 0.001258

_MAUMERE--C 0.003634

_KUPANG--C 3.82E-05

_PONTIANAK--C 0.000852

_SINGKAWANG--C 0.000220

_SAMPIT--C 0.000323

_PALANGKARAYA--C 0.000419

_BANJARMASIN--C -0.000464

_BALIKPAPAN--C -9.18E-05

_SAMARINDA--C -0.000879

_TARAKAN--C 0.006325

_MANADO--C -0.000871

_PALU--C -0.000598

_WATAMPONE--C 0.000430

_MAKASAR--C -0.002731

_PAREPARE--C 0.000100

_PALOPO--C 0.002270

_KENDARI--C 0.002023

_GORONTALO--C -0.001723

_MAMUJU--C -0.000992

_AMBON--C 0.000871

_TERNATE--C -0.002619

_JAYAPURA--C -0.003985

_SORONG--C 0.001877

_MONOKWARI--C 0.003662

Effects Specification

Page 19: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia ...€¦ · rata-rata inflasi nasional adalah 7,21 persen dengan inflasi tert inggi di Sibolga sebesar 11,87 persen dan inflasi

20

S.D. Rho

Cross-section random 0.004012 0.0453

Idiosyncratic random 0.018425 0.9547

Weighted Statistics

R-squared 0.146758 Mean dependent var 0.017410

Adjusted R-squared 0.136257 S.D. dependent var 0.019974

S.E. of regression 0.018564 Sum squared resid 0.111998

F-statistic 13.97507 Durbin-Watson stat 1.656383

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.153350 Mean dependent var 0.019365

Sum squared resid 0.117151 Durbin-Watson stat 1.583538

Lampiran 2 Hasil Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test

Pool: DISPARITAS

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 6.877241 3 0.0759