ANALISIS DEBIT PUNCAK ALIRAN SUNGAI CILIWUNG PADA … · PADA OUTLET KATULAMPA RIZKY SEPTIANA...

52
ANALISIS DEBIT PUNCAK ALIRAN SUNGAI CILIWUNG PADA OUTLET KATULAMPA RIZKY SEPTIANA NUGRAHA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of ANALISIS DEBIT PUNCAK ALIRAN SUNGAI CILIWUNG PADA … · PADA OUTLET KATULAMPA RIZKY SEPTIANA...

ANALISIS DEBIT PUNCAK ALIRAN SUNGAI CILIWUNG

PADA OUTLET KATULAMPA

RIZKY SEPTIANA NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Debit Puncak

Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Rizky Septiana Nugraha

NIM A14100057

ABSTRAK

RIZKY SEPTIANA NUGRAHA. Analisis Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung

pada Outlet Katulampa. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan ENNI DWI

WAHYUNIE.

Perubahan cuaca yang ekstrim dan penggunaan lahan yang intensif

menyebabkan fluktuasi debit aliran Sungai Ciliwung. Peningkatan debit aliran

sungai pada musim hujan sering menyebabkan banjir di hilir, khususnya di

Provinsi DKI Jakarta. Penelitian bertujuan menganalisis karakteristik hujan di

DAS Ciliwung Hulu, hubungan curah hujan dan intensitas hujan dengan debit

puncak aliran sungai, serta pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit

puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa. Karakteristik hujan

dianalisis dari data pias hujan harian (Stasiun Citeko) dan data curah hujan harian

(Stasiun Katulampa) tahun 2007-2013, sedangkan perubahan penggunaan lahan

diidentifikasi dari peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2006, 2009,

dan 2012. Curah hujan (harian, bulanan, tahunan) DAS Ciliwung di bagian hulu

lebih rendah daripada curah hujan yang jatuh di daerah outlet. Jumlah curah hujan

berhubungan erat dengan debit puncak aliran sungai. Jumlah curah hujan dihulu

(Stasiun Citeko) memiliki hubungan yang lebih erat dengan debit puncak aliran

Sungai Ciliwung dibandingkan jumlah curah hujandi daerah outlet (Stasiun

Katulampa), yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) tahun 2011,

2012, dan 2013 sebesar 0.56, 0.65, dan 0.42. Jumlah curah hujan di hulu (Stasiun

Citeko) juga memiliki hubungan yang lebih erat dengan debit puncak aliran

Sungai Ciliwung dibandingkan dengan intensitas hujan 30 menit. Meskipun

demikian, jumlah curah hujan dan intensitas hujan 30 menit memiliki pengaruh

nyata terhadap debit puncak aliran sungai.Perubahan penggunaan lahan paling

besar terjadi selama periode 2006-2009, dimana lahan permukiman meningkat

seluas 463.39 ha (3.09%). Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan

debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa sebesar 394.81

m3/detik yang terjadi bulan Februari 2010. Debit tersebut menyebabkan banjir

yang tersebar luas di Provinsi DKI Jakarta.

Kata Kunci : curah hujan, debit puncak aliran sungai, intensitas hujan 30 menit,

perubahan penggunaan lahan

ABSTRACT

RIZKY SEPTIANA NUGRAHA. Analysis of Peak Discharge in Upper Ciliwung

Watershed. Supervised by YAYAT HIDAYAT and ENNI DWI WAHYUNIE.

Cilmate and land use changes were increase fluctuation river discharge of

Upper Ciliwung Watershed. Increasing river discharge in rainy season often cause

flood in lower area, especially in DKI Jakarta Province. This research aims to

analyze the characteristics of rainfall, the relation between rainfall and rainfall

intensity on peak discharge, and the effect of land use changes on peak discharge

in Upper Ciliwung Watershed. Characteristics of rainfall were analyzed by daily

rainfall charts (Citeko Station) and daily rainfall data (Katulampa Station) 2007-

2013, while landuse changes were identified from land use map on 2006, 2009,

and 2012. Rainfall (daily, monthly, yearly) on the Upper Ciliwung Watershed is

lower than rainfall in the outlet area. The amount of daily rainfall has astrongly

relation with peak discharge. The amount of daily rainfall in the upper (Citeko

Station) has stronger relation with peak discharge of Ciliwung River than the

amount of daily rainfall in the outlet area (Katulampa Station),with determination

coefficient (R2) on 2011, 2012 and 2013 are 0.56, 0.65, and 0.42respectively. The

amount of daily rainfall in the upper (Citeko Station) has also stronger relation

with peak discharge of Ciliwung River than rainfall intensity 30 minutes. But, the

amount of daily rainfall and rainfall intensity30 minutes have a real influence on

peak discharge of Ciliwung River. The greatest land use change was happened on

2006-2009, which residential area increased about 463.39 ha (3.09%). This land

use change was causepeak discharge of Ciliwung about 394.81 m3/s, which

occurred on February 2010. This peak discharge was cause widespread flood in

DKI Jakarta Province.

Keywords:landuse changes, rainfall, rainfall intensity 30 minutes, peak

discharge

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ANALISIS DEBIT PUNCAK ALIRAN SUNGAI CILIWUNG

PADA OUTLET KATULAMPA

RIZKY SEPTIANA NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi :Analisis Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet

Katulampa

Nama : Rizky Septiana Nugraha

NIM : A14100057

Disetujui oleh

Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si

Pembimbing I

Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, M.Si

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah

debit puncak aliran sungai, dengan judul Analisis Debit Puncak Aliran Sungai

Ciliwung Hulu pada Outlet Katulampa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Yayat Hidayat, M.Si dan

Ibu Dr. Ir.Enni Dwi Wahyunie, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan, ide,

kritik, saran, kesabaran, dan ilmu yang telah diajarkan selama penulis menempuh

pendidikan, serta kepada Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc selaku penguji

atas kritik dan sarannya. Ucapan terima kasih penulis juga tak lupa diberikan

kepada kedua orang tua (Mama dan Papa) yang selalu memberikan kasih sayang,

cinta, perhatian, motivasi, kesabaran, pengorbanan, dan doa yang tidak pernah

putus, juga untuk adik-adik tersayang “Nurul Fitri Annisa Rokoyah, Siti Aisyah

Rahmalia Effendi, dan Raihan Siti Maryam Affandi”. Miftahul Jannah yang telah

banyak membantu, mendukung, dan memberi motivasi kepada penulis selama

proses penyelesaian skripsi. Rekan-rekan MSL 47, Mayang, Fatimah, Prista, Ayu,

dan Jaya untuk kebersamaan dan dukungannya selama ini.Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Alidia selaku Kepala Stasiun

Meteorologi Kelas III Citekobeserta para staf dari Badan Meteorologi Klimatologi

dan Geofisika, Bapak Andi beserta staf Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air

Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane,Ibu Nina Susilawati beserta stafBalai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum - Ciliwung,dan Bapak Tri beserta staf

dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane yang telah membantu

selama pengumpulan data.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Rizky Septiana Nugraha

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Penelitian 2

Persiapan dan Pengumpulan Data 2

Analisis Data 3

Analisis Hujan 3

Analisis Debit Aliran Sungai 4

Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai 4

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Puncak Aliran Sungai 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu 6

Karakteristik Hujan 7

Curah Hujan 7

Intensitas Hujan 9

Intensitas Hujan 30 Menit (I30) 10

Erosivitas Hujan (EI30) 10

Debit Puncak Aliran Sungai 12

Hubungan Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai 14

Hubungan Curah Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit dengan Debit 16

Puncak Aliran Sungai

Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Aliran Sungai 17

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 36

DAFTAR TABEL

1 Intensitas Hujan Harian Tertinggi Tiap Tahun (2007-2013) 9

2 Erosivitas Hujan Harian Tertinggi Tiap Tahun (2007-2013) 11

3 Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa (2007- 12

2013)

4 Kejadian Banjir Jakarta Tahun 2007-2013 13

5 Persamaan Regresi Linear Curah Hujan Antar Stasiun dengan Debit 15

Puncak Aliran Sungai Ciliwung

6 Persamaan Regresi Linear Berganda Curah Hujan Stasiun Citeko dan 15

Stasiun Katulampa dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung

7 Persamaan Regresi Linear Curah Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit 16

dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung

8 Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006, 2009, dan 2012 17

9 Karakteristik Debit Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa dan 18

Curah Hujan (2007-2013)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu) 6

2 Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2007 - 2013 7

3 Curah Hujan Rataan Bulanan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2013) 8

4 Curah Hujan Rataan Harian DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2013) 9

5 Hubungan antara Curah Hujan Harian dengan Intensitas Hujan 30 10

Menit (Stasiun Citeko) Tahun 2007 - 2013

6 Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai 14

Ciliwung pada Outlet Katulampa (2007 – 2013)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2007 23

2 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2008 24

3 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2009 25

4 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2010 26

5 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2011 27

6 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2012 28

7 Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2013 29

8 Contoh Perhitungan Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko 30

9 Curah Hujan Harian Stasiun Katulampa (2007-2013) 31

10 Tinggi Muka Air Maksimum dan Debit Maksimum Harian Aliran 32

Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa (2007 - 2013)

11 Grafik Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran 33

Sungai Ciliwung Tahun 2011, 2012, dan 2013

12 Grafik Hubungan antara Intensitas Hujan 30 Menit dengan Debit 34

Puncak Aliran Sungai Ciliwung Tahun 2011, 2012, dan 2013

13 Peta Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2012 35

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahancuaca yang ekstrim danpenggunaan lahan yang intensif

menyebabkan debit puncak aliran Sungai Ciliwung menjadi fluktuatif. Perbedaan

cuaca antara satu tempat dengan tempat lain disebabkan oleh perbedaan

kelembaban udara dan suhu kedua tempat tersebut. Perubahan penggunaan lahan

akibat kemajuan pembangunan di suatu wilayah yang sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk selalu diiringi olehpeningkatan kualitas dan kuantitas kebutuhan

hidup (Widjaya 1998).Lahan pertanian, hutan, dan daerah konservasi yang

berfungsi untuk menyerap air telah dikonversi menjadi lahan

terbangun.Keseimbangan alam menjadi terganggu karena infiltrasi semakin

rendah sedangkan aliran permukaan semakin banyak dan cepat mengalir ke badan

sungai.Banjir yang terjadi di hilir merupakan salah satu dampaknya, walaupun

kejadian hujan bagian hulu DAS Ciliwung tidak tersebar merata.

Proses hidrologi dalam suatu DASsecara sederhana dapat

digambarkandengan adanya hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses,

dan keluaranyaitu berupa aliran. Curah hujan dengan intensitas tertentu akan

menghasilkan laju aliran tertentu pula. Laju aliran atau debit aliran sungai

dipengaruhi oleh karakteristik hujan yang jatuh dan karakteristik

DAS.Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas, dan durasi hujan.Adapun

karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, geomorfologi, tanah, penutup

lahan/vegetasi, dan pengelolaan lahan (Hadi 2006).Perubahan fisik yang terjadi di

DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS menahan

banjir.Retensi DAS tersebut adalah kemampuan DAS untuk menahan air di

bagian hulu (Maryono 2005).Salah satu indikator kerusakan bagian hulu Sungai

Ciliwung terlihat darisemakin menurunnyadebit rendah (baseflow) pada musim

kemarau dan semakin meningkatnya debit puncak aliran pada musimhujan

(BPDAS Citarum - Ciliwung 2003).Perubahan penggunaan lahan di DAS

Ciliwung Hulu akan secara otomatis merubah pola aliran dan distribusi debit

sungai bagian hilir.

Perumusan Masalah

Curah hujan mempunyai keragaman yang besar dalam ruang dan waktu

(Bruce and Clark 1966).Keragaman curah hujan menurut ruang sangat

dipengaruhi oleh letak geografi (letak terhadap lautan dan benua), topografi,

ketinggian tempat, arah angin umum, dan letak lintang.Keragaman curah hujan

terjadi juga secara lokal di suatu tempat, yang disebabkan oleh adanya perbedaan

kondisi topografi seperti adanya bukit, gunung atau pegunungan, yang

menyebabkan penyebaran hujan tidak merata.Keragaman curah hujan menurut

waktu dibedakan menjadi hujan tahunan, musiman, bulanan, atau jangka waktu

yang lebih pendek (Hudoyo 1981).DAS Ciliwung Hulu seluas 14.920 hektar

merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 sampai 3000 m di atas

permukaan laut (dpl) sehingga memiliki variasi curah hujan yang cukup besar.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis karakteristik hujan di bagian hulu

danhubungannya dengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung.Selain itu,

2

perubahan penggunaan lahan yang terus terjadi di bagian hulu juga turut

mempengaruhi debit puncak aliran sungai yang dapat menyebabkan banjir di hilir,

sehingga perlu dilakukan analisis perubahan penggunaan lahan terhadap debit

puncak aliran Sungai Ciliwung.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menganalisis karakteristik hujan yang terjadi di

DAS Ciliwung Hulu,menganalisis hubungan curah hujan dan intensitas

hujandengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa, serta

menganalisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit puncak aliran

Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2014 yang

berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.Daerah penelitian

mencakup bagian hulu mulai dari Telaga Warna (Puncak), Tugu Cisarua, Ciawi,

dan Katulampa.

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Data pias hujan harian tahun 2007-2013 yang diperoleh dari Stasiun

Meteorologi Kelas III Citeko

2. Data curah hujan harian Stasiun Katulampa tahun 2007-2013 yang diperoleh

dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung - Cisadane

3. Data tinggi muka air per jam Bendung Katulampa tahun 2007-2013 yang

diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung - Cisadane

4. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2006, 2009, dan 2012 yang

diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-

Ciliwung

Alat

Alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan program

Microsoft Office Words 2007 dan Microsoft Office Excel 2007, program ArcGIS

9.3, program Statistica 7, alat tulis, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Persiapan dan Pengumpulan Data

3

Tahap persiapan diawali dengan studi literatur, pembuatan proposal, dan

pengumpulan data. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari karya ilmiah yang

berkaitan dengan debit puncak aliran sungai, curah hujan, dan perubahan

penggunaan lahan. Data yang dikumpulkan antara lain data pias hujan, data curah

hujan harian, data tinggi muka air, dan peta penggunaan lahan.

Analisis Data

AnalisisHujan

Analisis hujan dilakukan dari data pias hujan harian Stasiun Citeko tahun

2007-2013 yang diukur menggunakan alat penakar hujan otomatis tipe Hellman.

Analisis pias hujan dilakukan dengan menghitung curah hujan harian, lama hujan

harian, intensitas hujan harian (I),intensitas hujan harian 30 menit (I30), dan

erosivitas hujan harian (EI30). Analisis pias hujan dilakukan dengan membagi

kurva kejadian hujan dalam kertas pias menjadi segmen hujan. Setiap segmen

hujan mempunyai intensitas hujan yang sama yang pada pias dicirikan oleh

sudut/kemiringan kurva yang seragam. Intensitas hujan setiap segmen hujan (I)

dihitung dengan persamaan :

Is =

x 60...............................................................................................(1)

dimana,

Is = intensitas hujan setiap segmen (mm/jam)

CHs = jumlah curah hujan setiap segmen (mm)

ts = lama (jangka waktu) hujan setiap segmen (menit)

Intensitas hujan 30 menit (I30) dihitung pada setiap data pias hujan harian.

Intensitas hujan 30 menit (I30) diperoleh dengan cara menghitung jumlah curah

hujan tertinggi yang terjadi selama 30 menit. Intensitas hujan 30 menit (I30)

berkaitan erat dengan erosivitas hujan. Erosivitas hujan dihitung dengan

menggunakan persamaan menurut Wischmeier dan Smith (1958) sebagai berikut :

EI30 = E (I30. 10-2

)......................................................................................(2)

dimana,

E = 210 + 89 log i

E = energi kinetik hujan (ton.m/ha)

I30 = intensitas hujan maksimum 30 menit (cm/jam)

i = intensitas hujan (cm/jam)

Curah hujan harian dari hasil analisis pias hujan merupakan jumlah curah

hujan dari setiap segmen yang terjadi dalam satu hari. Intensitas hujan harian

dihitung dengan cara jumlah curah hujan dalam sehari dibagi dengan lama hujan

dalam sehari seperti pada persamaan (1). Curah hujan bulanan merupakan jumlah

curah hujan yang terjadi dalam satu bulan, sedangkan curah hujan tahunan

merupakan jumlah curah hujan yang terjadi dalam satu tahun.

Data curah hujan harian dari Stasiun Katulampa tahun 2007-2013

digunakan sebagai pembanding untuk melihat keragaman curah hujan DAS

Ciliwung Hulu. Selain itu, data tersebut juga digunakan sebagai pembanding

4

untuk melihat curah hujan yang lebih berpengaruh terhadap debit puncak aliran

Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa.

Selanjutnya dihitung curah hujan rataan harian, bulanan, dan tahunan baik

pada Stasiun Citeko maupun Stasiun Katulampa. Curah hujan rataan harian

diperoleh dengan cara jumlah hujan pada bulan tertentu dibagi dengan jumlah hari

hujan pada bulan tersebut. Curah hujan rataan bulanan diperoleh dengan cara

jumlah hujan pada bulan tertentu dari berbagai tahun (2007-2013) dibagi dengan

jumlah bulan hujan, sedangkan curah hujan rataan tahunan diperoleh dengan cara

jumlah hujan dari berbagai tahun (2007-2013) dibagi dengan jumlah tahun.

Analisis Debit Aliran Sungai

Debit aliran sungai dihitung menggunakan data Tinggi Muka Air (TMA)

per jam Bendung Katulampa tahun 2007-2013 yang diukur menggunakan AWLR

(Automatic Water Level Recorder). Data tersebutdikonversi menjadi data debit

aliran sungai menggunakan persamaan kurva lengkung debit. Lengkung debit

aliran (Discharge Rating Curve) adalah kurva yang menunjukkan hubungan

antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang sungai tertentu.

Lengkung debit aliran dibuat berdasarkan data pengukuran aliran yang

dilaksanakan pada muka air dan waktu yang berbeda-beda(Suryatmojo 2006).

Tinggi muka air digambarkan pada sumbu horizontal sedangkan debit sumbu

vertikal.Persamaan kurva lengkung debit aliran sungai di Stasiun Pengamatan

Aliran Sungai (SPAS) Katulampadiperoleh dari Balai Pendayagunaan

Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung - Cisadane, yaitu sebagai berikut :

Q = 25.89 x (H + 0.00)2.48

……………………………………...(3)

dimana,

Q : debit aliran (m3/s)

H : tinggi muka air (m)

Pada persamaan (3) tersebut, nilai 0.00 merupakan Ho, yaitu tinggi muka air

saat debit nol (Q = 0). Ho bisa bernilai positif atau negatif. Ho yang bernilai

positif mengindikasikan bahwa sungai tersebut tergolong sungai parrenial

river yaitu sungai yang dialiri air sepanjang tahun. Adapun Ho yang bernilai

negatif tergolong sungai intermittent river, yaitu sungai yang dialiri air selama

musim hujan dan tidak dialiri air selama musim kering (kecuali bila ada hujan)

karena muka air tanah akan turun pada musim kering (Harto 1983).Sungai

Ciliwung merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun sehingga dalam

persamaan tersebut, Ho bernilai positif.

Nilai tinggi muka air tiap jam dalam suatu kejadian hujan dimasukkan ke

dalam persamaan (3), sehingga diperoleh nilai debit aliran sungai tiap jam dari

kejadian hujan. Nilai debit puncak aliran hasil pengukuran tiap kejadian hujan

diperoleh dari nilai debit aliran maksimum pada kejadian hujan.

Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai

Analisis regresi dilakukan untuk melihat hubungan yang lebih nyata antara

curah hujan dengan debit puncak aliran sungai. Analisis regresi dipergunakan

untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk

5

menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna,

atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel bebas(prediktor

X atau independent variable) mempengaruhi variabel terikat (respon Y atau

dependent variable) dalam suatu fenomena yang kompleks (Walpole 1995).

Varibel bebas atau peubah bebas dalam penelitian ini adalah curah hujan

dan intensitas hujan 30 menit.Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan di

bagian hulu (Stasiun Citeko) dan curah hujan di daerah outlet (Stasiun

Katulampa) tahun 2011-2013.Intensitas hujan 30 menit yang digunakan adalah

intensitas hujan 30 menit dari hasil analisis data pias hujan Stasiun Citeko tahun

2011-2013. Adapun peubah respon dalam penelitian ini adalah debit puncak

aliran sungai yang terjadi selama tahun 2011-2013. Debit puncak aliran sungai

yang digunakan adalah debit maksimum harian yang terjadi pada musim hujan

maupun musim kemarau untuk mendapat hasil yang representatif.

Hubungan antara curah hujan dengan debit sungai dianalisis dengan

menggunakan grafik yang menggambarkan kurva antara debit aliran sungai

dengan curah hujan secara simultan dan menggunakan model regresi linear

sederhana (Draper and Smith 1981 dalam Mappangaja 1994). Dengan demikian,

analisis regresi linear digunakan untuk melihat hubungan antara curah hujan

(Stasiun Citeko dan Katulampa) dengan debit puncak aliran sungai, serta

hubungan antara intensitas 30 menit dengan debit puncak aliran sungai pada setiap

kejadian hujan.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Puncak Aliran Sungai

Perubahan penggunaan lahan diidentifikasi berdasarkan perubahan

keadaan penggunaan lahan atau posisinya pada kurun waktu tertentu (Murchacke

1990).Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan menggunakan ArcGIS 9.3

untuk penggunaan lahan tahun 2006, 2009, dan 2012.Peta batasDAS Ciliwung

Hulu di-clipdengan peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor.Clip merupakan

salah satu bagian dari Extract dalam menu Analysis Tools pada ArcGIS yang

berfungsi untuk memotong sebuah theme yang bertipe titik, garis atau polygon

dengan mengambil bagian dalam dan membuang bagian luarnya dengan bantuan

sebuah theme polygon lain. Dalam hal ini, peta penggunaan lahan Kabupaten

Bogor sebagai Input Features, sedangkan peta batas DAS Ciliwung Hulu sebagai

Clip Features sehingga akan menghasilkan peta penggunaan lahan DAS Ciliwung

Hulu pada Output Features Class.Perubahan penggunaan lahan dilihat dari tabel

atribut hasil clip peta tersebut.

Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit puncak

aliran sungai dijelaskan secara deskriptif. Adapun analisis kondisi kesehatan DAS

Ciliwung Hulu dilakukan dengan menghitung rasio antara nilai debit maksimum

dengan debit minimum yang terjadi pada setiap tahun.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu

Secara geografis DAS Ciliwung Hulu terletak pada 106° 49’ 40” BT -

107° 00’ 15” BT dan 6° 38’ 15” LS - 6° 46’ 05” LS. Secara administratif DAS

Ciliwung Hulu mencakup7 kecamatan, yaitu Kecamatan Babakan Madang,

Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Ciawi, Kecamatan

Cisarua, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Bogor Timur (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

Bagian hulu mencakup areal seluas 14.920 ha yang merupakan daerah

pegunungan dengan elevasi antara 300 sampai 3000 m dpl.Keadaan topografi

wilayah DAS Ciliwung Hulu merupakan dataran tinggi dengan kelerengan yang

didominasi datar (32,95%) dan bergelombang (25,19%), dan sisanya berupa

dataran dengan topografi landai (12,60%), curam (13,14%) dan sangat curam

(16,12%). Topografi datar sampai landai dapat dijumpai di Kecamatan

Ciawi.Topografi landai sampai sangat curam dapat dijumpai di wilayah

7

Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua.Batas wilayah Utara, Timur

dan Selatan banyak dijumpai lahan dengan topografi curam sampai sangat curam

(>26%).Kondisi demikian disebabkan oleh posisi DAS Ciliwung Hulu yang

keberadaaannyadikelilingi oleh beberapa gunung yaitu Gunung Gede Pangrango,

Gunung Mandalawangi, Gunung Kencong, dan lain-lain (BPDAS Citarum -

Ciliwung 2003).

Berdasarkan sistem klasifikasi Smith dan Ferguson yang didasarkan pada

intensitas curah hujan. yaitu bulan basah (>200 mm) dan Bulan Kering (<100

mm), tipe iklim DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk Tipe Iklim A. Sedangkan

berdasarkan klasifikasi Oldeman, termasuk tipe iklim B2 yang mempunyai 7-9

bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering.

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Kabupaten Bogor skala 1 : 250.000 dari

Pusat Penelitian Tanah Bogor, jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu meliputi

kompleks Aluvial Kelabu, Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol

Coklat, Latosol Coklat Kemerahan, serta Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan

Latosol Coklat. Dari kelima jenis tanah tersebut, Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Latosol Coklat adalah jenis tanah yang paling dominan. Adapun

berdasarkan Peta Tanah Semidetil Tahun 1992 skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan

oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, beberapa jenis tanah di DAS

Ciliwung Hulu adalah order Inceptisol (48%), Andosol (38,9%), Ultisol (11%),

dan sisanya Entisol (2,1%) (BRLKT 2000).

Karakteristik Hujan

Curah Hujan

Curah hujan diartikan sebagai jumlah air yang jatuh di permukaan tanah

selama periode waktu tertentu dan diukur dengan suatu ketinggian di atas

permukaan horizontal (Redjekiningrum 1998).Curah hujan rataan tahunan DAS

Ciliwung bagian hulu (Stasiun Citeko) dan daerahoutlet (Stasiun Katulampa)

termasuk sangat tinggi, yaitu sebesar 3437 mm dan 4089 mm. Distribusi hujan

cukup bervariasi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2007-2013

Berdasarkan gambar tersebut, curah hujan yang jatuh di hulu lebih rendah

dibandingkan dengan curah hujan yang jatuh didaerahoutlet.Curah hujan di

bagianhulu selama periode tahun 2007-2013 berkisar antara 2700 – 4200 mm,

sedangkan curah hujan di daerahoutlet berkisar antara 2900 – 5100 mm.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh BMKG (Badan Meteorologi

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Citeko

Katulampa

8

Klimatologi dan Geofisika), curah hujan DAS Ciliwung bagian hulu dan

daerahoutlet termasuk tinggi (2500-3000 mm per tahun) sampai sangat tinggi

(lebih dari 3000 mm per tahun).Curah hujan tertinggi dihulu terjadi pada tahun

2013 sebesar 4149 mm, sedangkan curah hujan tertinggi di daerahoutlet terjadi

pada tahun 2010 sebesar 5164 mm. Hal ini menunjukkan curah hujan di hulu dan

daerahoutlet tidak tersebar merata. Curah hujan tahunan terendah terjadi pada

tahun 2011 baik di hulu maupun daerahoutlet, dimana masing-masing sebesar

2743 mm dan 2970 mm.

Curah hujan rataan bulanan DAS Ciliwung di bagian hulu selama periode

2007-2013 sedikit berbeda dengan daerah outlet seperti yang disajikan pada

Gambar 3.Keragaman curah hujan bulanan lebih jelas daripada curah hujan

tahunan.Biasanya bulan-bulan dengan jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi

menunjukkan keragaman yang relatif kecil, sedangkan keragaman terbesar

terdapat pada periode-periode kering dari tahun yang bersangkutan (Hudoyo

1981).Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh BMKG, curah hujan

bulanan DAS Ciliwung bagian hulu dan daerah outlet termasuk sangat tinggi

(lebih dari 400 mm) pada bulan Januari, Februari, dan Desember, dan termasuk

tinggi (301-400 mm) pada bulan Maret dan April. Pada bulan-bulan tersebut

perbedaan antara curah hujan di hulu dan daerahoutlet relatif kecil.Perbedaan

terbesar antara curah hujan di hulu dan daerahoutlet terjadi pada bulan Juni, Juli,

Agustus, dan September.

Gambar 3. Curah Hujan Rataan Bulanan DAS Ciliwung Hulu (2007-2013)

Berdasarkan distribusi curah hujan bulanan tersebut, pola hujan DAS

Ciliwung bagian hulu menunjukkan pola Moonson yang dicirikan oleh distribusi

curah hujan bulanan berbentuk V dengan jumlah curah hujan musiman rendah

pada bulan Juni, Juli atau Agustus. Pola hujan Moonson dipengaruhi oleh angin

musiman yang bertiup sepanjang tahun dan berganti arah dua kali dalam setahun

karena adanya perbedaan tekanan antara Benua Asia dan Benua Australia. Pada

pola hujan Moonson wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode

musim hujan dan periode musim kemarau. Hal tersebut ditunjukkan pada tipe

grafik curah hujan bulanan DAS Ciliwung bagian hulu (Gambar 3) yang bersifat

unimodial, yakni memiliki satu puncak musim hujan. Puncak maksimum musim

hujan terjadi pada bulan Januari, sedangkan lembah minimum terjadi pada bulan

Juli saat musim kemarau.

Curah hujan rataan harian DAS Ciliwung bagianhulu lebih rendah

dibandingkan dengan daerah outlet Katulampa.Hujan lebih sering terjadi di hulu

dengan jumlah hari hujan yang lebih banyak, sedangkan hujan lebih jarang terjadi

di daerah outlet Katulampa dengan jumlah hari hujan yang lebih sedikit dan curah

0

100

200

300

400

500

600

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Citeko

Katulampa

9

hujan yang lebih tinggi.Menurut kriteria yang ditetapkan BMKG, curah hujan

harian DAS Ciliwung Hulu selama periode 2007-2013 termasuk ringan sampai

sedang dengan kriteria curah hujan ringan apabila curah hujan sebesar 5-20 mm

per hari dan sedang apabila curah hujan sebesar 20-50 mm per hari. Curah

hujanrataan harian DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Curah HujanRataan Harian DAS Ciliwung Hulu (2007-2013)

Curah hujan harian yang relatif tinggi di bagian hulu umumnya terjadi

pada bulan Januari dan Februari, sedangkan curah hujan harian yang jatuh di

daerah outlet sangat fluktuatif.Curah hujan harian yang relatif rendah di bagian

hulu terjadi saat musim kemarau, seperti pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan

September.Berbeda dengan daerah outlet, curah hujan harian pada bulan-bulan

tersebut justru relatif tinggi. Hal ini disebabkan jenis hujan yang jatuh di hulu dan

daerah outlet berbeda. Hujan yang jatuh di hulu adalah hujan orografik, yaitu jenis

hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan dimana ketika massa udara

bergerak ke tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai

saatnya terjadi proses kondensasi. Semakin tinggi suatu tempat maka kuantitas

hujan pun semakin rendah, karena suhu yang rendah akan mengurangi penguapan

di tempat tersebut (Tjasyono 2004).Adapun hujan yang jatuh di daerah outlet

adalah hujan konvektif, yaitu hujan yang disebabkan oleh adanya perbedaan panas

yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara di

atas permukaan tanah tersebut. Perbedaan panas umumnya terjadi pada musim

kering yang akan mengakibatkan hujan dengan intensitas tinggi, berlangsung

relatif cepat, dan mencakup wilayah yang tidak terlalu luas (Handoko 1994).

Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu

(Sosrodarsono 1978).Intensitas hujan biasanya dinyatakan dengan satuan mm/jam

atau cm/jam.Hujan dengan intensitas yang tinggi dikatakan sebagai hujan

lebat.Kondisi tersebut sangat berbahaya karena dapat menimbulkan banjir,

longsor dan efek negatif terhadap tanaman.Intensitas hujan harian tertinggi DAS

Ciliwung Hulu tiap tahun selama periode 2007-2013 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Intensitas Hujan Harian Tertinggi Tiap Tahun (2007-2013) Tanggal Intensitas Hujan (cm/jam) Klasifikasi (Kohnke and Bertrand 1959)

6 Februari 2007 4.50 Lebat

22 Mei 2008 4.68 Lebat

24 Desember 2009 9.96 Sangat Lebat

27 Agustus 2010 7.50 Sangat Lebat

5 Februari 2011 9.15 Sangat Lebat

0

10

20

30

40

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Citeko

Katulampa

10

21 Mei 2012 3.76 Lebat

4 November 2013 5.03 Sangat Lebat

Intensitas hujan berbeda dengan curah hujan harian karena intensitas hujan

merupakan jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu yang relatif

singkat.Semakin pendek jangka waktu curah hujan, maka intensitasnya semakin

besar.Sebaliknya, semakin panjang jangka waktu curah hujan, maka intensitasnya

semakin kecil. Menurut beberapa pengamatan, jika curah hujan harian dianggap

100%, maka curah hujan 1 jam dalam sehari adalah kira-kira 20%, curah hujan 2

jam dalam sehari kira-kira 32%, curah hujan 5 jam dalam sehari kira-kira 50%

dan curah hujan 14 jam dalam sehari kira-kira 80% (Sosrodarsono 1983).

Intensitas Hujan 30 Menit (I30)

Intensitas hujan 30 menit (I30) merupakan intensitas hujan paling

maksimum yang terjadi selama 30 menit dalam suatu hari.Hubungan antara curah

hujan harian dengan intensitas hujan 30 menit menghasilkan suatu bentuk

persamaan regresi linear sebagai berikut :

y = 0.16 + 0.09 x…………………………………………………………(4)

dimana,

y = intensitas hujan 30 menit (cm/jam)

x = curah hujan harian (mm)

Persamaan (4) dapat digunakan untuk menghitung intensitas hujan 30

menitdari data curah hujan harian apabila data pias hujan harian sulit untuk

diperoleh.Persamaan tersebut berlaku untuk dapat mengetahui nilai intensitas

hujan 30 menit dari data curah hujan harian yang jatuh di hulu, khususnya Stasiun

Citeko, maupun stasiun penakar hujan di sekitarnya yang memiliki daerah

topografi yang sama, dengan syarat curah hujan harian lebih dari nol. Persamaan

(4) tidak berlaku apabila tidak ada hujan. Hubungan antara curah hujan harian

dengan intensitas hujan 30 menit disajikan dalam bentuk scatterplot pada Gambar

5.Scatterplot adalah sebuah grafik yang biasa digunakan untuk melihat suatu

polahubungan antara dua variabel (Sudjana, 1984).

Gambar 5. Hubungan antara Curah Hujan Harian dengan Intensitas Hujan 30 Menit

(Stasiun Citeko) Tahun 2007-2013

Erosivitas Hujan (EI30)

R2 = 0,78

11

Jumlah curah hujan dan intensitas hujan merupakan faktor-faktor hidrologi

yang sangat mempengaruhi erosi lahan.Kekuatan menghancurkan tanah dari curah

hujan pada suatu lahan jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuatan

pengangkut dari aliran permukaan (Hardjowigeno 1995). Semakin besar curah

hujan akan semakin banyak pula jumlah sedimen yang terbawa hanyut dalam

aliran air akibat proses erosi. Pengukur kemampuan suatuhujan untuk

menimbulkan erosi disebut indeks erosi hujan.Salah satu indeks erosi hujan

adalah term interaksi antara energi kinetik hujan dengan intensitas hujan

(Wischmeier dan Smith 1958).Term ini adalah hasil kali total energi hujan dengan

intensitas hujan maksimum 30 menit. Kemampuan hujan untuk menimbulkan atau

menyebabkan erosi disebut daya erosi hujan atau erosivitas hujan (Arsyad 2010).

Erosivitas hujan harian tertinggi di DAS Ciliwung Hulu setiap tahun

selama periode 2007-2013 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.Erosivitas Hujan Harian Tertinggi Tiap Tahun (2007-2013) Tanggal Intensitas Hujan 30 Menit

(cm/jam)

Curah Hujan Harian

(mm)

Erosivitas Hujan

(ton.m/ha)

29 Januari 2007 5.10 104.3 127.77

12 Maret 2008 8.60 84.4 204.52

1 Februari 2009 10.60 106.5 270.09

17 Maret 2010 7.23 107.4 201.07

17 November 2011 6.00 67.0 110.12

8 Desember 2012 9.82 55.3 157.36

18 Desember 2013 10.50 111.8 322.49

Berdasarkan Tabel 2, erosivitas hujan yang tinggi dipengaruhi oleh

intensitas hujan 30 menit dan curah hujan harian.Semakin tinggi intensitas hujan

30 menit dan curah hujan yang jatuh dalam suatu hari, maka nilai erosivitas hujan

harian pun semakin tinggi, seperti yang terjadi pada tanggal 18 Desember

2013.Erosivitas hujan juga dipengaruhi oleh energi kinetik hujan.Energi kinetik

hujan merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat tanah.Energi

kinetik hujan dipengaruhi oleh intensitas hujan dari setiap segmen hujan yang

terjadi dalam suatu hari.

Bulan November, Desember, Januari, Februari, dan Maret merupakan

periode puncak hujan di lokasi penelitian sehingga berpotensi erosi.Pengolahan

tanah secara intensifperlu dihindari terutama pada bulan-bulan tersebut.

Pengolahan tanah menyebabkan tanah menjadi longgar dan lebih cepat menyerap

air hujan sehingga mengurangi aliran permukaan (Musgrave and Free 1936dalam

Arsyad 2010), akan tetapi pengaruh ini bersifat sementara. Tanah yang telah

diolah sehingga menjadi longgar lebih mudah tererosi (Arsyad 2010).Untuk itu,

sebaiknya dilakukan pengolahan tanah minimum atau pengolahan tanah

konservasi. Pengolahan tanah konservasi adalah setiap cara pengolahan tanah

yang bertujuan untuk mengurangi besarnya erosi, aliran permukaan, dan jika

memungkinkan dapat mempertahankan atau meningkatkan produksi. Pengolahan

tanah harus dapat menghasilkan permukaan tanah yang kasar sehingga simpanan

depresi dan infiltrasi meningkat, serta dapat memberikan sisa-sisa tanaman pada

permukaan tanah (Sinukaban 2007).Sisa-sisa tanaman sebagai mulsa dapat

melindungi permukaan tanah dari energi pukulan hujan (rain drop impact) dan

mengurangi kecepatan aliran permukaan.Hal ini sangat besar pengaruhnya dalam

menurunkan jumlah butiran tanah yang terdispersi oleh energi pukulan hujan dan

12

butiran yang dapat diangkut oleh aliran permukaan sehingga besarnya erosi

ditekan secara drastis (Sinukaban 1981).Di samping menurunkan jumlah tanah

yang hilang melalui erosi dan aliran permukaan, pemakaian sisa tanaman sebagai

mulsa dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah.Pemakaian mulsa dapat

meningkatkan kapasitas tanah menahan air, porositas, dan infiltrasi (Suwardjo

1981).

Debit Puncak Aliran Sungai

Debit aliran sungai adalah laju aliran air dalam satuan volume air yang

melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, biasanya dalam

satuan meter kubik per detik (m3/detik) (Asdak 2004). Debit puncak aliran sungai

merupakan debit aliran sungai yang berpotensi menimbulkan banjir. Informasi

mengenai besarnya debit aliran sungai membantu dalam merancang bangunan

pengendalian banjir. Di samping itu, data debit minimum diperlukan untuk

pemanfaatan air terutama pada musim kemarau. Dengan adanya data debit aliran

sungai, pengendalian air baik dalam keadaan berlebih atau kurang dapat

diperhitungkan sebagai usaha untuk mengendalikan banjir pada saat terjadinya

debit maksimum (puncak) dan kekeringan atau defisit air saat musim kemarau.

Debit puncak aliran sungai tertinggi DAS Ciliwung pada outlet Katulampa

tiap tahun selama periode 2007-2013 sebesar 362.98, 123.89, 115.88, 394.81,

78.00, 102.26, dan 251.20 m3/detik yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2007, 12

Maret 2008, 13 Januari 2009, 12 Februari 2010, 17 November 2011, 23 Desember

2012, dan 4 Maret 2013. Nilai debit puncak aliran sungai tersebut disajikan pada

Tabel 3. Nilai debit puncak aliran sungai tertinggi pada waktu tersebut berkorelasi

dengan kejadian banjir yang pernah terjadi di Jakarta, seperti yang disajikan pada

Tabel 4.

Tabel 3. Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwungpada Outlet Katulampa (2007-2013)

Bulan Debit Puncak Aliran (Qmaks) (m

3/s) Debit Puncak

(Qmaks) Bulanan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Januari 127.19 103.72 115.88 50.58 66.18 32.06 135.65 90.18

Februari 362.98 51.54 106.69 394.81 32.06 46.83 24.01 145.56

Maret 27.19 123.89 103.72 81.77 43.26 33.54 251.20 94.94

April 53.50 95.12 79.24 38.21 49.63 67.31 38.21 60.17

Mei 18.86 13.98 74.33 63.95 58.59 29.92 100.81 51.49

Juni 34.29 13.54 54.50 74.33 30.62 36.62 35.06 39.85

Juli 9.95 11.86 84.35 48.68 42.39 14.43 86.97 42.66

Agustus 14.89 53.50 13.54 159.19 4.87 15.35 146.24 58.23

September 4.64 47.75 20.49 90.99 9.24 27.86 25.25 32.32

Oktober 31.33 50.58 60.70 93.73 59.64 44.14 58.59 56.96

November 88.30 86.97 95.12 70.77 78.00 50.58 45.93 73.67

Desember 80.50 54.50 58.59 83.05 56.52 102.26 50.58 69.43

Debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa relatif tinggi

dan cukup fluktuatif (Tabel 3). Debit puncak aliran sungai bulanan DAS Ciliwung

pada outlet Katulampa bernilai tinggi pada bulan Januari, Februari, dan Maret,

sedangkan bernilai rendah pada bulan Juni, Juli, dan September.

13

Tabel 4. Kejadian Banjir Jakarta Tahun 2007-2013 Tanggal Daerah yang Terkena Banjir Jumlah Korban dan Kerusakan

1-12 Februari 2007 Jakarta Pusat (Jatibaru, Tanah

Abang, dan Petamburan), Jakarta

Utara (Marunda, Rorotan, Koja,

Kelapa Gading, Sunter, Tanjung

Priok, Pademangan, Angke, Pluit,

dan Kapuk), Jakarta Barat

(Kembangan), dan Jakarta Timur

(Jatinegara, Pasar Rebo, Cakung,

Cawang, Cililitan, Cipinang dan

Kampung Melayu)

Jumlah korban meninggal : 48

orang

Jumlah korban mengungsi :

236.553 orang

Jumlah rumah rusak berat :

4.172 buah

Jumlah rumah rusak ringan :

13.810 buah

Jumlah jalan rusak ringan

sampai berat : 22.650 m2(Jakarta

Utara), 22.520 m2 (Jakarta

Timur), 16.670 m2

(Jakarta

Selatan), 11.090 m2(Jakarta

Pusat), 9.220 m2(Jakarta Barat)

13 Februari 2007 Jakarta Selatan (Kemang dan

Petogogan) yang merupakan banjir

susulan

17 Februari 2007 Jakarta Selatan (Pancoran,

Kebayoran Baru, Jatinegara, dan

Kramat Jati) yang juga merupakan

banjir susulan

1-2 Februari 2008 Jakarta Barat (Cengkareng, Grogol

Petamburan), Jakarta Selatan

(Kebayoran Baru, Semanggi),

Jakarta Utara (Tanjung Priok), dan

Jakarta Pusat (Gambir)

Jumlah korban meninggal : 5

orang

Jumlah korban mengungsi :

58.215 orang

13 Januari 2009 Jakarta Utara (Sunter, Tanjung

Priok, dan Pluit), Jakarta Timur

(Kampung Melayu, Cipinang Besar

Utara, Cawang, dan Rawa Terate),

Jakarta Selatan (Bukit Duri,

Manggarai, Rawa Jati, dan Bintaro),

Jakarta Barat (Tegal Alur dan Rawa

Buaya)

Jumlah korban mengungsi :

23.379 orang

15 Januari 2009 Jakarta Pusat (Petamburan) yang

merupakan banjir susulan

12-18 Februari 2010 Jakarta Timur (Kampung Melayu,

Bidaracina, Cililitan, Kampung

Melayu, dan Cawang), Jakarta

Selatan (Bukit Duri, Kebon Baru,

Pejaten Timur, Rawajati 1 dan 2,

Cikoko, Kalibata, Pengadegan),

Jakarta Barat (Grogol Petamburan

dan Kebon Jeruk), Jakarta Utara

(Ancol, Penjaringan, dan Tanjung

Priok), dan Jakarta Pusat

(Jatipinggir, Johar Baru, Senen,

Gunung Sahari, dan Sawah Besar),

Jumlah korban meninggal : 1

orang

Jumlah korban luka-luka : 11

orang

Jumlah korban mengungsi :

14.254 orang

24 Desember 2012 Jakarta Selatan (Bukit Duri), Jakarta

Timur (Ciracas), dan Jakarta

Selatan (Kawasan Jalan Casablanca

Tebet)

Jumlah korban mengungsi :

7.307orang

5 Maret 2013 Jakarta Selatan (Pejaten Timur) dan

Jakarta Timur (Kampung Melayu)

Jumlah korban mengungsi :

2.236 orang Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Debit puncak aliran Sungai Ciliwung tertinggi pada outlet Katulampa

(2007-2013) sebesar 394.81 m3/detik terjadi pada tanggal 12 Februari 2010,

14

dimana ketinggian air pada outlet Katulampa mencapai 3 meter dan merupakan

siaga 1. Debit tersebut menyebabkan banjir selama 1 minggu yang tersebar luas

menggenangi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur,

dan Jakarta Selatan. Adapun kejadian banjir Jakarta tahun 2007 melanda hampir

60% wilayah Jakarta.Bencana banjir mulai menggenangi Jakarta dan sekitarnya

sejak tanggal 1 Februari 2007.Debit puncak aliran Sungai Ciliwung tertinggi pada

outlet Katulampa mencapai 362.98 m3/detik yang terjadi pada tanggal 3 Februari

2007, dimana ketinggian air di outlet Katulampa mencapai 2.9 meter (Siaga 1).

Banjir berlangsung selama ±12 hari kemudian diikuti oleh banjir susulan.Banjir

tersebut disebabkan oleh sistem drainase yang buruk dan hujan deras yang

berlangsung terus menerus, baik di hulu maupun hilir. Hal ini menyebabkan

volume air dari 13 sungai yang melintasi Jakarta meningkat, sehingga banjir tahun

2007 berlangsung lebih lama dan menghasilkan kerusakan serta jumlah korban

yang lebih banyak dibandingkan dengan banjir tahun 2010.

Kejadian banjir di Jakarta tidak selalu berbanding lurus dengan debit

puncak aliran Sungai Ciliwung yang tinggi di outlet Katulampa. Salah satu

contohnya banjir yang terjadi pada tanggal 1-2 Februari 2008 disebabkan oleh

hujan deras yang terjadi terus menerus di hilir (DKI Jakarta).

Hubungan Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai

Pada umumnya, debit puncak aliran sungai berbanding lurus dengan hujan.

Salah satunya debit puncak aliran sungai tertinggi tahun 2007 sebesar 362.98

m3/detik yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2007 dimana curah hujan harian

tertinggi Stasiun Citeko dan Katulampa pada bulan tersebut sebesar 162.8 mm dan

172 mm.

Gambar 6. Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung

pada Outlet Katulampa (2007-2013)

Untuk melihat hubungan yang lebih jelas antara jumlah curah hujan

dengan debit puncak aliran sungai dilakukan analisis regresi linear. Berdasarkan

analisis regresi linear (Tabel 5), curah hujan yang jatuh di bagian hulu (Stasiun

Citeko) berhubungan erat dengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet

Katulampa, seperti yang ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.56,

0.65, dan 0.42. Koefisien determinasi adalah proporsi keragaman atau variansi

total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai peubah X melalui hubungan

0

100

200

300

400

5000

120

240

360

480

600

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

CH Citeko (mm) CH Katulampa (mm) Debit Puncak (m3/detik)

Deb

it P

un

cak

(m3

/det

ik)

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

15

linear (Draper 1992). Dalam hal ini peubah Y merupakan debit puncak aliran

sungai, sedangkan peubah X merupakan curah hujan.

Meskipun demikian, curah hujan yang jatuh di hulu (Stasiun Citeko) dan

daerah outlet (Stasiun Katulampa) berpengaruh nyata terhadap debit puncak aliran

Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa, seperti yang ditunjukkan oleh nilai p

yang mendekati nol (0.00). Nilai p adalah peluang peneliti melakukan kesalahan

dari hasil perhitungan statistik, sedangkan nilai α adalah batas kesalahan

maksimal yang dijadikan patokan oleh peneliti (Kurniawan 2008). Dalam hal ini

peneliti menetapkan nilai α sebesar 1%, sehingga apabila nilai p kurang dari taraf

nyata α 0.01, maka curah hujan sebagai peubah bebas berpengaruh nyata terhadap

debit puncak aliran sungai sebagai peubah respon.

Tabel 5. Persamaan Regresi Linear Curah Hujan Antar Stasiun dengan Debit Puncak

Aliran Sungai Ciliwung Tahun Peubah Bebas R

2 n Persamaan Regresi Linear

2011 CH Citeko 0.56

346 y = 7.04 + 0.59 x

CH Katulampa 0.38 y = 7.87 + 0.44 x

2012 CH Citeko 0.65

339 y = 6.41 + 0.74 x

CH Katulampa 0.42 y = 8.51 + 0.41 x

2013 CH Citeko 0.42

331 y = 7.92 + 0.53 x

CH Katulampa 0.32 y = 8.85 + 0.38 x Keterangan :R2 = koefisien determinasi ; n= jumlah data; y = debit puncak aliran sungai (m3/detik); x = curah

hujan (mm)

Curah hujan yang jatuh di Stasiun Citeko memiliki hubungan yang lebih

erat dengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa daripada

curah hujan yang jatuh di Stasiun Katulampa. Hal ini disebabkan Stasiun Citeko

mewakili bagian hulu yang lebih luas dibandingkan Stasiun Katulampa yang

hanya mewakili daerah outlet, meskipun curah hujan yang jatuh di daerah outlet

lebih tinggi.Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng DAS

Ciliwung di bagian hulu yang didominasi oleh lereng yang agak terjal dan pada

bagian selatan termasuk sangat curam, yaitu lebih dari 40%. Topografi

menyangkut kemiringan lereng akan mempengaruhi debit aliran permukaan,

sehingga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari titik

terjauh secara hidrologi ke titik pembuangan (outlet). Hujan yang jatuh pada

kemiringan lereng curam akan banyak menjadi aliran permukaan dibandingkan

pada lereng yang landai (Prihatin 2012).

Hubungan antara curah hujan Stasiun Citeko dan Stasiun Katulampa

sebagai peubah bebas(secara bersamaan) terhadap debit puncak aliran Sungai

Ciliwung pada outlet Katulampa sebagai peubah respon menggunakan analisis

regresi linear berganda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6.Persamaan Regresi Linear Berganda Curah Hujan Stasiun Citeko dan Stasiun

Katulampa dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung

Tahun Peubah Bebas R2 n Persamaan Regresi Linear Berganda

2011 CH (Citeko dan Katulampa) 0.64 346 y = 6.15 + 0.46 x1 + 0.24 x2

2012 CH (Citeko dan Katulampa) 0.70 339 y = 5.86 + 0.59 x1 + 0.19 x2

2013 CH (Citeko dan Katulampa) 0.55 331 y = 5.91 + 0.42 x1 + 0.26 x2

Keterangan :R2 = koefisien determinasi ; n = jumlah data; y = debit puncak aliran sungai (m3/detik); x1 = CH

Citeko (mm); x2 = CH Katulampa (mm)

16

Besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dipengaruhi oleh banyaknya

peubah bebas yang digunakan.Semakin banyak jumlah peubah bebas yang

digunakan dapat mempengaruhi peubah respon, maka nilai koefisien determinasi

(R2) semakin besar. Nilai koefisien determinasi (R

2) pada Tabel 5 tidak terlalu

besar karena hanya satu peubah bebas yang digunakan, sedangkan peubah bebas

lain yang mempengaruhi peubah respon tidak dimasukkan. Jika faktor-faktor lain

yang mempengaruhi debit puncak aliran sungai semuanya dimasukkan ke dalam

model regresi, maka nilai koefisien determinasi (R2) akan semakin besar seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 6.

HubunganCurah Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit di Stasiun Citeko

terhadap Debit Puncak Aliran Sungai

Tabel 7.Persamaan Regresi Linear Curah Hujan dan Intensitas Hujan 30 menit dengan

Debit PuncakAliran Sungai Ciliwung Tahun Peubah Bebas R

2 n Persamaan Regresi Linear

2011 CH Citeko 0.56

346 y = 7.04 + 0.59 x

I 30 menit Citeko 0.48 y = 6.55 + 6.27 x

2012 CH Citeko 0.65

339 y = 6.41 + 0.74 x

I 30 menit Citeko 0.43 y = 7.25 + 5.66 x

2013 CH Citeko 0.42

331 y = 7.92 + 0.53 x

I 30 menit Citeko 0.35 y = 7.67 + 5.57 x Keterangan : R2 = koefisien determinasi; n = jumlah data; y = debit puncak aliran sungai (m3/detik); x = curah

hujan (mm)

Berdasarkan hasil analisis regresi linear, jumlah curah hujan memiliki

hubungan yang lebih erat dengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung

dibandingkan dengan intensitas hujan 30 menit, seperti yang ditunjukkan oleh

koefisien determinasi (R2) yang terdapat pada Tabel 7.Meskipun demikian,

intensitas hujan 30 menit berpengaruh nyata terhadap debit puncak aliran Sungai

Ciliwung, dimana nilai p mendekati nol (0.00).

Jumlah curah hujan memiliki hubungan yang lebih erat dengan debit

puncak aliran sungai dikarenakan curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di

permukaan tanah selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi kolom

air (mm). Dalam hal ini curah hujan yang digunakan adalah curah hujan harian,

artinya jumlah air hujan yang jatuh selama satu hari (24 jam). Adapun intensitas

hujan 30 menit adalah jumlah hujan maksimum yang terjadi selama 30

menit.Apabila dalam satu hari terjadi hujan deras terus menerus, maka nilai

intensitas hujan 30 menit yang diambil hanya nilai yang paling maksimum

saja.Dengan demikian, intensitas hujan 30 menit kurang berkorelasi dengan debit

puncak aliran sungai dibandingkan dengan jumlah curah hujan.

Meskipun demikian, menurut Seyhan (1990), hubungan antara curah hujan

dan limpasan permukaan tidaklah langsung. Air hujan akan mengalami proses

evaporasi, intersepsi, cadangan depresi, maupun infiltrasi. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi limpasan, antara lain faktor meteorologis dan faktor DAS.

Faktor-faktor meteorologis, yaitu tipe presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya

curah hujan, distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan

hujan, frekuensi terjadinya hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban

tanah.Adapun faktor-faktor DAS, yaitu kondisi penggunaan lahan, topografi

17

(bentuk, kemiringan, dan ukuran daerah aliran sungai), geologi, jenis tanah, dan

jaringan drainase.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Aliran Sungai

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

topografi, hidrologi dan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan

mempengaruhi penggunaan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Penggunaan lahanadalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia

terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

maupun spiritual. Sistem penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan

besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Penggunaan lahan

pertanian adalah tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan produksi,

hutan lindung, dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara lain

penggunaan lahan perkotaan atau perdesaan, industri, rekreasi, pertambangan, dan

sebagainya (Arsyad 2000).

Penggunaan lahan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu, antara lain hutan

primer, hutan sekunder, hutan tanaman, semak belukar, perkebunan teh, lahan

terbuka, permukiman, pertanian lahan kering, dan kebun campuran. Penggunaan

lahan DAS Ciliwung Hulu selama periode 2006-2012 didominasi oleh pertanian

lahan kering, sedangkan yang memiliki luasan paling sempit adalah lahan terbuka.

Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2006, 2009, dan 2012

Tipe Penggunaan Lahan 2006 2009 2012

Ha % Ha % Ha %

Hutan Primer 432.95 2.90 432.95 2.90 432.95 2.90

Hutan Sekunder 1544.06 10.35 1544.06 10.35 1544.06 10.35

Hutan Tanaman 540.29 3.62 540.29 3.62 540.29 3.62

Semak Belukar 106.84 0.72 106.84 0.72 99.48 0.67

Perkebunan Teh 3500.10 23.46 3500.10 23.46 3500.10 23.46

Permukiman 1176.55 7.90 1639.94 10.99 1647.29 11.04

Lahan Terbuka 20.31 0.14 20.31 0.14 20.31 0.14

Pertanian Lahan Kering 6907.33 46.30 6474.60 43.40 6474.60 43.40

Kabun Campuran 688.97 4.62 661.05 4.43 661.05 4.43

Total 14920.13 100 14920.13 100 14920.13 100

Penggunaan lahan merupakan salah satu sumberdaya lahan yang cepat

mengalami perubahan (dinamis).Perubahan penggunaan lahan adalah

bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan

yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu

waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu

yang berbeda (Martin 1993 dalam Wahyunto dkk 2001). Perubahan penggunaan

lahan akan terus berlangsung sejalan dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas

penduduk (Basyar 2009). Selama periode 2006-2012, luasan hutan primer, hutan

sekunder, hutan tanaman, perkebunan teh, dan lahan terbuka tidak mengalami

perubahan.Perubahan penggunaan lahan terjadi pada lahan permukiman, semak

belukar, pertanian lahan kering, dan kebun campuran.

18

Berdasarkan Tabel 8, selama periode 2006-2009 luas lahan pemukiman

mengalami peningkatan, sedangkan luas lahan pertanian lahan kering dan kebun

campuran mengalami penurunan.Lahan permukiman meningkat sebesar 463.39 ha

atau 3.09%. Pertanian lahan kering menurun sebesar 432.73 ha atau 2.90%,

sedangkan kebun campuran menurun sebesar 27.92 ha atau 0.19%. Pertanian

lahan kering dan kebun campuranmenurun karena beralih fungsi menjadi daerah

permukiman.Pada periode 2009-2012 lahan permukimanmasih meningkat

sedangkan semak belukar menurun. Lahan permukiman meningkat sebesar 7.35

ha atau 0.05%, sedangkan semak belukar menurun sebesar 7.36 ha atau 0.05%

karena beralih fungsi menjadi lahan permukiman.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan dibedakan

menjadi faktor umum dan faktor khusus. Faktor umum yang menyebabkan

perubahan penggunaan lahan adalah faktor iklim, peningkatan jumlah penduduk,

dan proses transmigrasi. Faktor khusus yang menyebabkan perubahan penggunaan

lahan adalah faktor fisik, biologi, sosial, politik dan ekonomi yang terjadi dalam

dimensi ruang dan waktu (Wu et al 2008 dalam As Syukur 2011).

Perubahan penggunaan lahan yang paling besar di DAS Ciliwung Hulu

selama periode 2007-2013 adalah meningkatnya lahan permukiman (Tabel 8). Hal

ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan lahan

untuk tempat tinggal juga semakin meningkat. Perubahan lahan terbuka menjadi

lahan terbangun dapat menyebabkan luas lahan kedap air meningkat. Menurut

Wibowo (2005) meluasnya lahan kedap air dan berubahnya hutan menjadi

penggunaan lain dapat mengurangi peresapan air hujan kedalam tanah, sehingga

dapat meningkatkan air limpasan dan debit aliran sungai.

Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi erat kaitannya dengan

fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat

meningkatkan kapasitas infiltrasi.Semakin tertutupnya suatu lahan oleh vegetasi,

jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah semakin banyak sehingga aliran air

bawah tanah (baseflow) pun meningkat.Di samping itu, secara fisik vegetasi akan

menahan aliran permukaan sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan

besarnya aliran yang masuk ke sungai (Widyaningsih 2008).

Penggunaan lahan mempengaruhi nilai debit maksimum dan debit minimum

aliran sungai. Jika kondisi penggunaan lahan semakin tertutup oleh vegetasi, maka

nilai debit maksimum aliran sungai akan lebih rendah dibandingkan dengan

kondisi penggunaan lahan yang semakin terbuka. Perbandingan debit maksimum

dengan debit minimum dapat dijadikan kriteria kesehatan DAS. Tabel 9

menunjukkan data debit Katulampa tahun 2007-2013.

Tabel 9. Karakteristik Debit Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa dan Curah

Hujan (2007-2013) Debit

(m3/detik)

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Qmax 362.98 123.89 115.88 394.81 78.00 102.26 251.20

Qmin 0.48 5.36 6.71 5.88 2.84 2.20 2.84

Qrataan 5.75 13.44 17.22 13.77 6.99 8.39 8.59

Qmax/Qmin 756.21 23.11 17.27 67.14 27.46 46.48 88.45

Stasiun Curah Hujan saat Terjadi Qmax

CH Citeko 162.8 84.4 94.4 62.8 67 100 - *)

CH Katulampa 172 24 52 74 62 84 103

Keterangan :Qmax = debit maksimum (puncak) harian (m3/detik); Qmin = debit minimum harian (m3/detik);

Qrataan = debit rataan tahunan (m3/detik); CH = curah hujan harian (mm); - *) = tidak ada data

akibat kerusakan alat

19

Nilai rasio tertinggi antara debit maksimum terhadap debit minimum

terjadi tahun 2007. Debit maksimum disebabkan oleh curah hujan yang sangat

tinggi di hulu dan daerah outlet serta dipengaruhi oleh pertanian lahan kering yang

dominan. Pertanian lahan kering tanpa teknik konservasi dan pengolahan yang

intensif di daerah aliran sungai bagian hulu dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan.Lahan kering di DAS bagian hulu umumnya mempunyai curah hujan

tinggi dan topografi curam (Syam 2003). Debit minimum terjadi pada bulan

Agustus dan September dimana curah hujan pada bulan tersebut sangat rendah.

Rasio antara debit maksimum dengan debit minimum tahun 2008 dan

2009 bernilai rendah. Pada tahun-tahun tersebut, curah hujan saat terjadi debit

maksimum maupun beberapa hari sebelumnya tidak merata dan cenderung rendah

sehingga debit maksimum tidak terlalu tinggi. Debit minimum tahun 2008 dan

2009 meningkat, yaitu lebih dari 5 m3/detik. Namun pada saat terjadinya debit

minimum maupun beberapa hari sebelumnya, curah hujan rendah bahkan tidak

ada hujan. Kondisi tersebutakibat dari pengendapan sedimen dan material laindi

dasar sungai yang terangkut saat banjir besar tahun 2007 sehingga tinggi muka air

yang tercatat oleh alat AWLR (Automatic Water Level Recorder) menjadi tinggi.

Debit maksimum tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007.

Hal ini disebabkan oleh kondisi penggunaan lahan tahun 2007 yang berbeda

dengan tahun 2010, dimana lahan permukiman meningkat cukup tinggi selama

periode 2006-2009 dan masih meningkat hingga tahun 2012.Perubahan penutupan

lahan memberikan respon hidrologis berupa terjadinya perubahan limpasan

permukaan, erosi dan tingkat pengisian air bumi (Schulze 2000). Dalam skala

lokal, perubahan penutupan lahan akan memberikan efek secara cepat terhadap

proses hidrologi lokal (Hutjes et al 2003) seperti peningkatan pada limpasan

permukaan (Dulbahri et al 1995, Calder 1998).

Debit maksimum terendah terjadi pada tahun 2011 dikarenakan curah

hujan saat terjadinya debit maksimum maupun beberapa hari sebelumnya sangat

rendah. Peningkatan nilai rasio antara debit maksimum terhadap debit minimum

terjadi pada tahun 2012 dan 2013. Peningkatan nilai rasio tersebut menunjukkan

kondisi penggunaan lahan yang semakin terbuka sehingga jumlah air yang dapat

diinfiltrasikan semakin rendah dan debit puncak aliran sungai semakin tinggi.

Penurunan nilai rasio antara debit maksimum terhadap debit minimum

menunjukkan penggunaan lahan yang semakin tertutup oleh vegetasi sehingga

jumlah air yang dapat diinfiltrasikan semakin tinggi dan debit puncak aliran

sungai semakin rendah. Penurunan nilai rasio yang terjadi pada tahun 2011 bukan

disebabkan oleh penggunaan lahan yang semakin tertutup oleh vegetasi,

melainkan curah hujan pada tahun tersebut paling rendah. Adapun nilai rasio yang

rendah pada tahun 2008 dan 2009 diduga akibat pengendapan sedimen dan

material lain di dasar sungai pasca kejadian banjir besar tahun 2007 sehingga

mempengaruhi nilai tinggi muka air yang tercatat oleh alat pengukur otomatis.

Kajian hubungan sifat-sifat hujan dengan debit puncak aliran sungai akan

dapat memberikan hasil yang lebih baik bila data hujan yang digunakan lebih

detail. Data curah hujan yang mewakili seluruh DAS Ciliwung Hulu dalam jangka

waktu yang lebih panjang akan memudahkan peneliti dalam menganalisis curah

hujan wilayah maupun sifat hujan dari tiap stasiun yang paling berpengaruh

terhadap debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa.

20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Berdasarkan kriteria Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),

jumlah curah hujan DAS Ciliwung Hulu termasuk sangat tinggi (3437 mm

dan 4089 mm), dengan jumlah curah hujan di daerah outlet (Stasiun

Katulampa) lebih tinggi daripada jumlah curah hujan di hulu (Stasiun Citeko).

Jumlah curah hujan di Stasiun Citeko memiliki hubungan yang lebih erat

dengan debit puncak aliran Sungai Ciliwung dibandingkan jumlah curah hujan

di Stasiun Katulampa.

2. Hubungan antara curah hujan dengan intensitas hujan 30 menit menghasilkan

persamaan y = 0.16 + 0.09 x, dimana y adalah intensitas hujan 30 menit dan x

adalah curah hujan.

3. Debit puncak aliran Sungai Ciliwung pada outlet Katulampa yang sangat

tinggi selama periode 2007-2013 sebesar 394.81 m3/detik terjadi pada tanggal

12 Februari 2010 dan 362.98 m3/detik pada tanggal 3 Februari 2007. Debit

puncak aliran sungai tersebut menyebabkan banjir yang luas di Jakarta.

4. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi debit puncak aliran sungai.

Perubahan penggunaan lahan terbesar di DAS Ciliwung Hulu terjadi pada

lahan permukiman sebesar 3.09% sehingga berdampak pada debit puncak

aliran sungai yang sangat tinggi pada tahun 2007 dan 2010.

Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan data curah hujan, debit aliran sungai,

maupun penggunaan lahan dengan rentang tahun yang lebih panjang dan lebih

lengkap dari setiap Stasiun Penakar Hujan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu

sehingga mewakili seluruh daerah yang mencakup DAS Ciliwung Hulu.

21

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):

UGM Press. As Syakur AR. 2011.Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali.Ecotrophic

vol. 6 no. I [Internet] [ Diunduh 2014 Agustus 25] PPLh. Unud.ac.id.wp-

content/uploads/2012/02/perubahan-penggunaan-lahan-diprovinsi-Bali.pdf

Bali (ID): Pusat Penelitian Lingkungan Hidup.

Bruce JP and Clark RH. 1966. Introduction to Hydrometeorology. Oxford (UK):

Pergamon Press.

Basyar AH.2009. Evaluasi Penerapan Kebijakan Konversi Hutan untuk

Perkebunan Kelapa Sawit. [diunduh 2014 Agustus 25]. Tersedia pada:

http//www.bappenas.go.id/node/48/2333/evaluasi-penerapan-kebijakan-

konversi-hutan-untuk-perkebunan-kelapa-sawit-oleh-a-hakim-basyar.

[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 2003. Rencana Pengelolaan

DAS Ciliwung Terpadu. Kegiatan DIK-S DR Tahun Dinas 2003. Bogor.

[BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. 2000. Rencana Teknik

Lapangan RLKT sub DAS Ciliwung Hulu. Buku Utama. Bogor

Calder IR. 1998.Water-resource and land-use issues. SWIM Paper 3. Colombo,

Sri Lanka : International Water Management Institute.

Draper NR dan Smith H. 1992.Analisis Regresi Terapan. Jakarta (ID): PT

Gramedia Pustaka Utama.

Dulbahri, Suharyono, Hartono, dan Herlian. 1995. Degradasi kualitas lingkungan

di Pantai Utara Jawa Tengah. Manusia dan Lingkungan 5: 34-52.

Hadi P. 2006.Pemahaman Karakteristik Hujan Sebagai Dasar Pemilihan Model

Hidrologi (Studi Kasus DAS Bengawan Solo Hulu). Fakultas Geografi

UGM. Yogyakarta.

Haerdjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo

Hardjowigeno S dan Widiatmaka.2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): UGM Press.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): Pustaka Jaya.

Harto S. 1983. Hidrologi Terapan. Yogyakarta (ID): Biro Penerbit Keluarga

Mahasiswa Teknik sipil Universitas Gadjah Mada.

Hudoyo SA. 1981. Perkiraan Keadaan Kering Mingguan di Beberapa Tempat di

Jawa Tengah Berdasarkan Data Curah Hujan. Fakultas Pasca Sarjana IPB.

Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Hutjes RWA, P Kabat, and AJ Dolman. 2003. Land cover and the climate system.

In: AJ Dolman, A Verhagen, and CA Rovers. Global environmental

change and land use. Kluwer Academic Publisher: Dordrecht-Boston-

London. Page: 73-110.

Kohnke H and Bertrand AR. 1959.Soil Conservation.USA : McGraw-Hil Bok

Company Inc.

Kurniawan D. 2008.Regresi Linear (Linear Regression). [diunduh 2014 Agustus

22]. Tersedia pada:http//www.academia.edu/6771017/LINEAR_

REGRESSION

Mappangaja B. 1994. Beberapa Indikator Penilaian Kualitas Daerah Aliran

Sungai di Sulawesi Selatan Berdasarkan Analisis Debit Sungai dan

Muatan Sedimen.Tesis. Universitas Padjadjaran, Bandung.

22

Maryono A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Yogyakarta

(ID): UGM Press.

Murchacke Philip C. 1990. Map Use: Reading, Analysis and Interpretation, J.P.,

Publication Medison, Wisconsin.

Musgrave GW and GR Free. 1936. Some Factors Which Modify The Rate and

Total Amount of Infiltration of Field. J. Amer. Soc. Agron., 28: 727-

739.dalam. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB

Press.

Prihatin N. 2012. Aplikasi Model HEC-WMS untuk Memprediksi Debit Puncak

Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu.Skripsi.Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan.IPB.

Redjekiningrum P. 1998.Analisis Curah Hujan untuk Mengantisipasi Risiko

Kegagalan Pertanian di Pantura Jawa Tengah.Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen

Pertanian. ISSN : 0854-5588.

Schulze RE. 2000. Modelling Hydrological Responses to Land use and Climate

change: A Southern African Perspective. Ambio 29(1): 12-22.

Seyhan. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): UGM Press.

Sinukaban N. 1981. Erosion Selectivity as Affected by Tillage Planting Systems.

PhD Thesis.University of Wisconsin. Madison.

Sinukaban N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan

Berkelanjutan. Bogor (ID): IPB Press.

Sosrodarsono S dan Takeda K. 1978.Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID): PT

Pradnya Paramita.

Subarkah I. 1978.Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung (ID):

Idea Dharma.

Sudjana. 1984. Metode Statistika. Bandung (ID): Tarsito.

Suryatmadjo H. 2007. Metode Pengukuran Debit Aliran.[diunduh 2014 Mei 29] .

Tersedia pada :http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=110.

Suwardjo.1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air

pada Usahatani Tanaman Semusim.Disertasi. Pascasarjana IPB. Bogor.

Syam A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai Bagian

Hulu. Jurnal Litbang Pertanian. 22(4).

Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): ITB Press.

Wahyunto MZ, Abidin A, Priyono, dan Sunaryo. 2001. “Studi Perubahan

Penggunaan Lahan Di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang,

Jawa Tengah”. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah.

Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Walpole RE.1995. Pengantar Statistik Edisi3. Alih Bahasa: Bambang Sumantri.

Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Pengguaan Lahan Terhadap

Debit Sungai (Studi Kasus Sub DAS Cikapundung Gadok, Bandung).

Tek.Lingkungan.P3TL-BPPT.6 (1): 283-290.

Widjaja A. 1998. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Widyaningsih IW. 2008.Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS

Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi.Tesis. Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

Wischmeier WH and Smith DD. 1958.A Rainfall Erosion Index for a Universal

Soil-Loss Equation.dalam S. Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan

Air.Edisi kedua. Bogor (ID): IPB Press.

23

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2007

Tahun 2007

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E I30

(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 1.94 4.68 0.41 1.03 4.10 Ringan

2 Jan 1.34 2.50 0.54 1.23 3.66 Sedang

3 Jan 0 0 0 0 0 -

4 Jan 0 0 0 0 0 -

5 Jan 0 0 0 0 0 -

6 Jan 0 0 0 0 0 -

7 Jan 0 0 0 0 0 -

8 Jan 0 0 0 0 0 -

9 Jan 0.40 1.32 0.27 0.72 0.61 Ringan

10 Jan 0 0 0 0 0 -

11 Jan 0 0 0 0 0 -

12 Jan 0 0 0 0 0 -

13 Jan 0 0 0 0 0 -

14 Jan 0.02 0.07 0.30 0.30 0.01 Ringan

15 Jan 0.43 0.17 2.58 2.58 3.18 Sangat Lebat

16 Jan 2.20 0.85 2.59 4.18 24.75 Sangat Lebat

17 Jan 1.40 2.27 0.62 1.65 5.10 Sedang

18 Jan 0.26 0.20 1.30 1.30 0.74 Lebat

19 Jan 2.48 2.05 1.21 3.11 18.73 Lebat

20 Jan 0 0 0 0 0 -

21-31 Jan*) ……

1-28 Feb*) 66.42**)

1-31 Mar*) 37.33**)

1-30 Apr*) 38.48**)

1-31 Mei*) 14.45**)

1-30 Juni*) 11.09**)

1-31 Juli*) 2.78**)

1-31 Agust*) 8.92**)

1-30 Sept*) 3.65**)

1-31 Okt*) 15.19**)

1-30 Nov*) 25.77**)

1-11 Des*) ……

12 Des 1.54 4.07 0.38 1.07 3.18 Ringan

13 Des 3.07 8.48 0.36 2.38 16.36 Ringan

14 Des 2.28 3.95 0.58 3.53 19.52 Sedang

15 Des 5.12 4.68 1.09 4.00 29.87 Lebat

16 Des 0.16 0.95 0.17 0.13 0.03 Ringan

17 Des 1.52 3.38 0.45 1.34 4.14 Ringan

18 Des 3.50 7.85 0.45 3.33 26.55 Ringan

19 Des 2.20 5.58 0.39 1.32 6.23 Ringan

20 Des 0.80 2.30 0.35 1.13 1.86 Ringan

21 Des 2.52 6.37 0.40 1.89 9.71 Ringan

22 Des 2.20 7.50 0.29 0.90 3.72 Ringan

23 Des 1.18 6.27 0.19 0.42 0.86 Ringan

24 Des 1.11 4.82 0.23 0.93 1.98 Ringan

25 Des 1.48 4.10 0.36 1.07 3.00 Ringan

26 Des 2.39 5.93 0.40 2.12 11.62 Ringan

27 Des 2.35 4.57 0.51 2.32 11.17 Sedang

28 Des 1.54 8.35 0.18 0.70 1.72 Ringan

29 Des 0.79 3.55 0.22 0.43 0.56 Ringan

30 Des 0.30 1.45 0.21 0.26 0.12 Ringan

24

31 Des 2.30 3.95 0.58 1.68 8.62 Sedang

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

24

Lampiran 2. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2008

Tahun 2008

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 8.42 10.52 0.80 3.04 60.13 Sedang

2 Jan 2.93 10.25 0.29 1.62 9.03 Ringan

3 Jan 5.22 7.35 0.71 1.60 14.86 Sedang

4 Jan 2.64 6.52 0.41 1.35 7.33 Ringan

5 Jan 0.22 1.07 0.21 0.31 0.11 Ringan

6 Jan 0.08 0.23 0.34 0.34 0.05 Ringan

7 Jan 0 0 0 0 0 -

8 Jan 0 0 0 0 0 -

9 Jan 0 0 0 0 0 -

10 Jan 0 0 0 0 0 -

11 Jan 0 0 0 0 0 -

12 Jan 0 0 0 0 0 -

13 Jan 0.49 0.50 0.98 0.94 1.13 Sedang

14 Jan 0.97 0.30 3.23 3.23 8.00 Sangat Lebat

15 Jan 0.52 2.40 0.22 0.51 0.49 Ringan

16 Jan 0.03 0.17 0.18 0.18 0.01 Ringan

17 Jan 0 0 0 0 0 -

18 Jan 0 0 0 0 0 -

19 Jan 0 0 0 0 0 -

20 Jan 0 0 0 0 0 -

21-31 Jan*) ……

1-29 Feb*) 57.58**)

1-31 Mar*) 48.46**)

1-30 Apr*) 39.13**)

1-31 Mei*) 23.18**)

1-30 Juni*) 6.39**)

1-31 Juli*) 1.05**)

1-31 Agust*) 16.10**)

1-30 Sept*) 17.07**)

1-31 Okt*) 23.48**)

1-30 Nov*) 50.85**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0 0 0 0 0 -

13 Des 0.46 1.63 0.28 0.73 0.67 Ringan

14 Des 0.56 4.35 0.13 0.21 0.17 Ringan

15 Des 6.42 6.67 0.96 3.18 46.49 Sedang

16 Des 0.10 1.27 0.08 0.08 0.01 Ringan

17 Des 0 0 0 0 0 -

18 Des 0 0 0 0 0 -

19 Des 0.39 1.32 0.30 0.34 0.24 Ringan

20 Des 0 0 0 0 0 -

21 Des 0.88 1.68 0.52 0.69 1.19 Sedang

22 Des 2.82 4.92 0.57 1.27 7.17 Sedang

23 Des 1.91 4.63 0.41 0.79 2.76 Ringan

24 Des 0 0 0 0 0 -

25 Des 1.60 2.75 0.58 1.15 3.77 Sedang

26 Des 0.07 0.13 0.53 0.90 0.12 Sedang

27 Des 0.02 0.08 0.24 0.24 0.01 Ringan

28 Des 0.20 0.50 0.40 0.60 0.26 Ringan

29 Des 0.21 4.95 0.04 0.14 0.04 Ringan

30 Des 0.08 0.67 0.12 0.15 0.02 Ringan

31 Des 0.14 0.22 0.65 0.65 0.20 Sedang

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

24

25

Lampiran 3. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2009

Tahun 2009

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 1.04 0.88 1.18 0.92 2.38 Lebat

2 Jan 0 0 0 0 0 -

3 Jan 0 0 0 0 0 -

4 Jan 0 0 0 0 0 -

5 Jan 0 0 0 0 0 -

6 Jan 2.75 1.78 1.54 3.83 26.68 Lebat

7 Jan 0.08 0.15 0.53 1.05 0.17 Sedang

8 Jan 4.18 8.83 0.47 3.96 36.41 Ringan

9 Jan 0.46 2.97 0.16 0.40 0.29 Ringan

10 Jan 0.10 1.77 0.06 0.09 0.01 Ringan

11 Jan 1.40 2.08 0.67 1.52 4.49 Sedang

12 Jan 6.00 6.47 0.93 6.24 92.15 Sedang

13 Jan 9.44 9.12 1.04 4.03 88.69 Lebat

14 Jan 10.55 8.30 1.27 4.20 102.36 Lebat

15 Jan 5.43 5.72 0.95 1.92 23.12 Sedang

16 Jan 2.34 4.20 0.56 1.00 5.00 Sedang

17 Jan 8.50 5.12 1.66 4.67 96.10 Lebat

18 Jan 0 0 0 0 0 -

19 Jan 3.00 3.13 0.96 3.65 24.12 Sedang

20 Jan 1.40 5.85 0.24 0.54 1.33 Ringan

21-31 Jan*) ……

1-28 Feb*) 64.98**)

1-31 Mar*) 49.12**)

1-30 Apr*) 33.15**)

1-31 Mei*) 38.34**)

1-30 Juni*) 12.41**)

1-31 Juli*) 5.16**)

1-31 Agust*) 0.89**)

1-30 Sept*) 3.58**)

1-31 Okt*) 43.40**)

1-30 Nov*) 39.83**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0.08 0.50 0.16 0.16 0.02 Ringan

13 Des 0.27 0.60 0.45 0.51 0.27 Ringan

14 Des 0.07 0.58 0.12 0.13 0.01 Ringan

15 Des 1.10 0.87 1.27 2.07 5.42 Lebat

16 Des 0 0 0 0 0 -

17 Des 0 0 0 0 0 -

18 Des 0 0 0 0 0 -

19 Des 0 0 0 0 0 -

20 Des 0.10 0.58 0.17 0.19 0.03 Ringan

21 Des 0 0 0 0 0 -

22 Des 0.27 0.77 0.35 0.46 0.23 Ringan

23 Des 1.80 3.25 0.55 1.04 4.01 Sedang

24 Des 0.83 0.08 9.96 24.90 69.08 Sangat Lebat

25 Des 6.60 6.30 1.05 5.64 92.67 Lebat

26 Des 1.59 4.28 0.37 0.80 2.47 Ringan

27 Des 1.80 5.05 0.36 1.13 3.95 Ringan

28 Des 1.02 3.43 0.30 1.08 2.13 Ringan

29 Des 0.02 0.08 0.24 0.24 0.01 Ringan

30 Des 1.23 4.68 0.26 1.34 3.13 Ringan

31 Des 0.93 1.40 0.66 1.09 2.10 Sedang

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

26

Lampiran 4. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2010

Tahun 2010

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 0 0 0 0 0 -

2 Jan 0 0 0 0 0 -

3 Jan 0.20 0.33 0.61 0.60 0.23 Sedang

4 Jan 2.23 2.60 0.86 1.86 9.60 Lebat

5 Jan 0.48 0.80 0.60 0.66 0.64 Sedang

6 Jan 2.63 4.20 0.63 3.66 23.02 Sedang

7 Jan 2.62 3.92 0.67 2.29 13.37 Sedang

8 Jan 0.86 2.08 0.41 0.89 1.49 Ringan

9 Jan 6.20 9.22 0.67 2.65 39.04 Sedang

10 Jan 0.20 0.47 0.43 0.43 0.18 Ringan

11 Jan 1.78 5.25 0.34 1.39 4.93 Ringan

12 Jan 0.08 0.03 2.40 2.40 0.47 Sangat Lebat

13 Jan 3.90 6.95 0.56 2.15 18.16 Sedang

14 Jan 1.65 3.18 0.52 1.32 4.66 Sedang

15 Jan 2.65 7.40 0.36 0.70 3.36 Ringan

16 Jan 3.38 11.27 0.30 1.28 7.95 Ringan

17 Jan 0.20 0.77 0.26 0.23 0.07 Ringan

18 Jan 0.01 0.03 0.30 0.30 0.01 Ringan

19 Jan 5.36 3.82 1.40 3.60 49.73 Lebat

20 Jan 0.92 1.07 0.86 1.81 4.18 Sedang

21-31 Jan*) ……

1-28 Feb*) 52.96**)

1-31 Mar*) 64.13**)

1-30 Apr*) 13.03**)

1-31 Mei*) 29.19**)

1-30 Juni*) 11.24**)

1-31 Juli*) 13.21**)

1-31 Agust*) 17.65**)

1-30 Sept*) 24.39**)

1-31 Okt*) 38.80**)

1-30 Nov*) 32.04**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0.35 1.48 0.24 0.32 0.18 Ringan

13 Des 0 0 0 0 0 -

14 Des 1.94 4.37 0.44 1.88 7.91 Ringan

15 Des 0.58 0.95 0.61 0.83 1.02 Sedang

16 Des 3.14 1.90 1.65 4.46 35.90 Lebat

17 Des 1.12 1.70 0.66 1.09 2.72 Sedang

18 Des 1.68 1.38 1.21 1.98 7.74 Lebat

19 Des 0.13 0.37 0.35 0.36 0.09 Ringan

20 Des 0.24 0.75 0.32 0.39 0.16 Ringan

21 Des 0.41 1.08 0.38 0.50 0.39 Ringan

22 Des 1.78 3.28 0.54 1.99 7.80 Sedang

23 Des 0 0 0 0 0 -

24 Des 0 0 0 0 0 -

25 Des 0.40 0.40 1.00 1.00 0.83 Sedang

26 Des 0.73 2.70 0.27 0.81 1.07 Ringan

27 Des 0.85 1.63 0.52 1.37 2.57 Sedang

28 Des 0 0 0 0 0 -

29 Des 0.03 0.10 0.30 0.30 0.001 Ringan

30 Des 1.75 1.65 1.06 1.82 7.26 Sedang

31 Des 2.90 1.20 2.42 4.34 32.30 Sangat Lebat

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

27

Lampiran 5. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2011

Tahun 2011

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 0.47 1.03 0.45 0.66 0.59 Ringan

2 Jan 0.01 0.07 0.15 0.15 0.002 Ringan

3 Jan 1.58 5.88 0.27 0.96 2.70 Ringan

4 Jan 0.44 0.37 1.19 1.19 1.20 Lebat

5 Jan 1.57 5.33 0.29 0.72 2.10 Ringan

6 Jan 1.77 3.12 0.57 2.09 8.50 Sedang

7 Jan 0.04 0.10 0.40 0.40 0.03 Ringan

8 Jan 0.11 0.38 0.29 0.29 0.06 Ringan

9 Jan 8.34 5.92 1.41 4.76 99.00 Lebat

10 Jan 0.26 1.13 0.23 0.16 0.07 Ringan

11 Jan 0.84 0.17 5.04 5.04 11.54 Sangat Lebat

12 Jan 2.90 1.20 2.42 4.34 32.30 Sangat Lebat

13 Jan 3.02 1.82 1.66 2.08 15.98 Lebat

14 Jan 0.05 0.50 0.10 0.10 0.01 Ringan

15 Jan 0.63 2.43 0.26 0.41 0.43 Ringan

16 Jan 0.45 2.07 0.22 0.45 0.36 Ringan

17 Jan 1.30 1.13 1.15 1.38 4.32 Lebat

18 Jan 0.24 1.00 0.24 0.22 0.09 Ringan

19 Jan 0 0 0 0 0 -

20 Jan 0.23 0.57 0.41 0.08 0.03 Ringan

21-31 Jan*) ……

1-28 Feb*) 25.80**)

1-31 Mar*) 23.39**)

1-30 Apr*) 33.52**)

1-31 Mei*) 28.19**)

1-30 Juni*) 18.24**)

1-31 Juli*) 1.91**)

1-31 Agust*) 2.11**)

1-30 Sept*) 6.40**)

1-31 Okt*) 24.19**)

1-30 Nov*) 36.73**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0 0 0 0 0 -

13 Des 0.85 2.48 0.34 0.88 1.49 Ringan

14 Des 0.20 2.50 0.08 0.10 0.02 Ringan

15 Des 1.00 0.40 2.50 2.50 6.32 Sangat Lebat

16 Des 0.01 0.03 0.30 0.30 0.005 Ringan

17 Des 0.25 2.37 0.11 0.13 0.05 Ringan

18 Des 0.07 0.03 2.10 2.10 0.35 Sangat Lebat

19 Des 0.18 1.25 0.14 0.17 0.04 Ringan

20 Des 0.08 0.93 0.09 0.08 0.01 Ringan

21 Des 0.22 3.42 0.06 0.08 0.02 Ringan

22 Des 0.18 0.30 0.60 0.60 0.22 Sedang

23 Des 0.32 0.30 1.07 0.62 0.43 Lebat

24 Des 0.94 2.97 0.32 1.04 1.91 Ringan

25 Des 4.06 4.88 0.83 4.05 38.67 Sedang

26 Des 1.60 1.80 0.89 1.34 4.90 Sedang

27 Des 11.75 11.03 1.06 3.71 103.08 Lebat

28 Des 0 0 0 0 0 -

29 Des 0.67 0.20 3.35 3.35 6.13 Sangat Lebat

30 Des 1.07 6.12 0.17 0.78 1.49 Ringan

31 Des 0.51 0.98 0.52 0.94 1.01 Sedang

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

28

Lampiran 6. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2012

Tahun 2012

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 3.95 7.32 0.54 2.39 19.89 Ringan

2 Jan 0.38 0.78 0.49 0.65 0.51 Ringan

3 Jan 1.35 1.23 1.09 1.76 5.45 Ringan

4 Jan 0 0 0 0 0 Lebat

5 Jan 0.84 4.13 0.20 0.75 1.14 Ringan

6 Jan 2.53 1.83 1.38 2.35 13.67 Sedang

7 Jan 2.04 6.60 0.31 1.20 4.87 Ringan

8 Jan 0 0 0 0 0 Ringan

9 Jan 0.12 1.17 0.10 0.18 0.03 Lebat

10 Jan 1.16 3.60 0.32 0.85 1.83 Ringan

11 Jan 0.85 3.30 0.26 0.43 0.67 Sangat Lebat

12 Jan 3.00 5.48 0.55 1.19 7.40 Sangat Lebat

13 Jan 2.42 11.75 0.21 0.90 3.63 Lebat

14 Jan 1.00 2.85 0.35 0.39 0.71 Ringan

15 Jan 0.37 1.47 0.25 0.38 0.24 Ringan

16 Jan 1.30 1.25 1.04 1.73 5.16 Ringan

17 Jan 2.47 1.93 1.28 3.90 24.06 Lebat

18 Jan 0.65 0.80 0.81 1.10 1.55 Ringan

19 Jan 0 0 0 0 0 -

20 Jan 0.68 0.83 0.82 1.29 2.02 Ringan

21-31 Jan*) ……

1-29 Feb*) 44.62**)

1-31 Mar*) 25.11**)

1-30 Apr*) 31.13**)

1-31 Mei*) 15.41**)

1-30 Juni*) 5.53**)

1-31 Juli*) 4.53**)

1-31 Agust*) 0.68**)

1-30 Sept*) 6.93**)

1-31 Okt*) 26.86**)

1-30 Nov*) 38.05**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0.99 2.20 0.45 1.26 2.62 Ringan

13 Des 0 0 0 0 0 -

14 Des 1.27 4.73 0.27 1.16 2.67 Ringan

15 Des 0.17 2.50 0.07 0.10 0.02 Ringan

16 Des 0.98 1.52 0.65 1.56 3.33 Sedang

17 Des 1.89 6.95 0.27 0.91 3.01 Ringan

18 Des 0.35 4.60 0.08 0.17 0.07 Ringan

19 Des 0.05 1.50 0.03 0.03 0.001 Ringan

20 Des 3.59 5.43 0.66 3.43 28.47 Sedang

21 Des 0.99 1.07 0.93 1.38 2.91 Sedang

22 Des 3.79 9.22 0.41 2.28 18.09 Ringan

23 Des 10.00 8.12 1.23 5.00 123.37 Lebat

24 Des 0.06 0.47 0.13 0.13 0.01 Ringan

25 Des 2.35 3.83 0.61 3.18 17.50 Sedang

26 Des 0.01 0.17 0.06 0.06 0.001 Ringan

27 Des 0.07 0.63 0.11 0.10 0.01 Ringan

28 Des 0.55 2.38 0.23 0.79 0.89 Ringan

29 Des 0.32 0.65 0.49 0.38 0.25 Ringan

30 Des 0.74 0.53 1.39 1.45 2.58 Lebat

31 Des 1.99 5.37 0.37 1.57 6.59 Ringan

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

29

Lampiran 7. Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko Tahun 2013

Tahun 2013

Tanggal CH (cm) Lama Hujan

(jam)

Intensitas

(cm/jam)

I30(cm/jam) E

I30(ton.m/ha)

Kriteria Hujan

(BMKG)

1 Jan 4.11 7.80 0.53 4.80 47.36 Sedang

2 Jan 0.04 0.15 0.27 0.27 0.02 Ringan

3 Jan 0.05 0.18 0.27 0.27 0.02 Ringan

4 Jan 4.08 10.00 0.41 2.59 21.71 Ringan

5 Jan 3.57 9.77 0.37 1.35 9.13 Ringan

6 Jan 0.90 5.22 0.17 0.47 0.67 Ringan

7 Jan 0.91 3.45 0.26 0.77 1.41 Ringan

8 Jan 8.59 11.02 0.78 3.00 58.62 Sedang

9 Jan 8.87 8.35 1.06 8.20 189.05 Lebat

10 Jan 0.10 0.50 0.20 0.20 0.03 Ringan

11 Jan 1.87 5.33 0.35 1.21 4.24 Ringan

12 Jan 2.39 4.65 0.51 2.34 12.33 Sedang

13 Jan 4.49 9.75 0.46 1.88 17.23 Ringan

14 Jan 9.19 6.90 1.33 6.80 162.09 Lebat

15 Jan 2.03 2.73 0.74 1.10 5.40 Sedang

16 Jan 7.35 7.65 0.96 3.24 55.50 Sedang

17 Jan 12.60 10.10 1.25 9.48 307.75 Lebat

18 Jan 3.10 5.90 0.53 1.42 9.14 Sedang

19 Jan 1.07 1.47 0.73 1.43 3.45 Sedang

20 Jan 0.35 0.28 1.24 1.24 0.97 Lebat

21-31 Jan*) ……

1-28 Feb*) 36.70**)

1-31 Mar*) 23.73**)

1-30 Apr*) 30.09**)

1-31 Mei*) 45.85**)

1-30 Juni*) 17.67**)

1-31 Juli*) 31.11**)

1-31 Agust*) 13.88**)

1-30 Sept*) 8.63**)

1-31 Okt*) 30.77**)

1-30 Nov*) 26.58**)

1-11 Des*) ……

12 Des 0.54 2.23 0.24 0.77 0.77 Ringan

13 Des 3.90 8.75 0.45 2.08 16.30 Ringan

14 Des 1.62 5.28 0.31 1.37 3.94 Ringan

15 Des 0.14 1.63 0.09 0.22 0.04 Ringan

16 Des 1.33 4.58 0.29 0.56 1.28 Sedang

17 Des 0 0 0 0 0 -

18 Des 11.18 6.12 1.83 10.50 322.49 Lebat

19 Des 1.74 5.27 0.33 1.28 4.20 Ringan

20 Des 1.10 3.95 0.28 1.19 2.53 Ringan

21 Des 0.21 1.83 0.11 0.11 0.03 Ringan

22 Des 7.14 11.53 0.62 3.40 51.26 Sedang

23 Des 0.76 3.17 0.24 0.35 0.43 Ringan

24 Des 2.84 1.78 1.59 4.24 30.55 Lebat

25 Des 0.48 0.20 2.40 2.40 2.83 Sangat Lebat

26 Des 0 0 0 0 0 -

27 Des 0 0 0 0 0 -

28 Des 0 0 0 0 0 -

29 Des 0.62 1.03 0.60 1.02 1.37 Sedang

30 Des 3.50 8.33 0.42 1.64 11.35 Ringan

31 Des 0.86 0.87 0.99 1.53 3.31 Sedang

Keterangan : *) data tidak ditampilkan secara lengkap karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

30

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Analisis Pias Hujan Harian Stasiun Citeko

30 Januari 2013

Segmen

CH

(mm)

[A]

CH

(cm)[

B]

Lama Hujan

(menit)

[C]

Lama Hujan

(jam)

[D]

Intensitas

(mm/jam)

[E]

Intensitas

(cm/jam)[F

]

I30

(mm/jam)[

G]

I30

(cm/jam)

[H]

Log I

[I]

E

(ton.m/ha cm)

[J]

E (ton.m/ha)

[K]

E I30

[L]

a - b 1.9 0.19 10 0.17 11.40 1.14

16.85 1.69

0.06 215.06 40.86

4.56

b - c 0.7 0.07 8 0.13 5.25 0.53 -0.28 185.09 12.96

c - d 2.4 0.24 5 0.08 28.80 2.88 0.46 250.89 60.21

d - e 5.0 0.50 10 0.17 30.00 3.00 0.48 252.46 126.23

e - f 1.0 0.10 14 0.23 4.29 0.43 -0.37 177.25 17.73

f - g 0.7 0.07 30 0.50 1.40 0.14 -0.85 134.01 9.38

g - h 0.2 0.02 10 0.17 1.20 0.12 -0.92 128.05 2.56

Total 11.9 1.19 87 1.45 82.34 8.23 16.85 1.69 -1.43 1342.81 269.93 4.56

Cara Perhitungan :

1. [B] =

=

= 0.19 cm ; [D] =

=

= 0.17 jam

2. [E] =

x 60 Intensitas hujan per segmen =

x 60 = 11.40 mm/jam = 1.14 cm/jam [F]

Intensitas hujan harian =

=

= 8.20mm/jam= 0.82 cm/jam

3. [G] =

Intensitas hujan 30 menit (I30) =

(( ) ) )

= 16.85 mm/jam = 1.69 cm/jam [H]

[M] adalah besarnya curah hujan segmen c-d, d-e, e-f, dan sebagian f-g

4. [J] didapat dari persamaan : E = 210 + 89 log I [J] = 210 + 89 [I] = 210 + 89 (0.06) = 215.06 ton.m/ha cm

5. [K] = [J] x [B] [K] = 215.06 ton.m/ha cm x 0.19 cm = 40.86 ton.m/ha

6. [L] = ∑ [K] x ∑ [H] x 10-2

[L] = 269.93 ton.m/ha x 1.69 cm/jam x 10-2

= 4.56

31

Lampiran 9. Curah Hujan Harian Stasiun Katulampa (2007-2013)

Tanggal Curah Hujan (mm)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Jan 2 92 9 0 0 11 0

2 Jan 0 24 9 0 0 0 0

3 Jan 0 0 0 0 8 0 5

4 Jan 0 43 0 0 3 5 26

5 Jan 0 0 0 0 49 29 3

6 Jan 0 0 45 0 26 27 31

7 Jan 0 24 0 30 0 13 5

8 Jan 0 0 54 0 0 5 50

9 Jan 0 0 7 68 27 0 43

10 Jan 0 0 0 4 0 12 2

11 Jan 0 0 28 8 9 8 24

12 Jan 0 0 18 10 0 8 21

13 Jan 0 0 52 7 58 59 17

14 Jan 0 0 45 25 0 27 8

15 Jan 5 7 16 0 0 29 114

16 Jan 6 0 6 10 6 32 56

17 Jan 36 78 9 14 3 15 56

18 Jan 0 0 0 0 0 0 21

19 Jan 30 22 50 15 0 34 0

20 Jan 0 27 78 3 2 3 9

21 Jan 5 0 0 1 1 4 3

22 Jan 25 20 0 4 0 0 5

23-31 Jan*) ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………...

1-28 Feb*) 699 **) 374 **) 417 **) 612 **) 179 **) 450 **) 344 **)

1-31 Mar*) 221 **) 575 **) 326 **) 660 **) 202 **) 162 **) 367 **)

1-30 Apr*) 492 **) 370 **) 334 **) 213 **) 318 **) 257 **) 322 **)

1-31 Mei*) 189 **) 191 **) 283 **) 378 **) 391 **) 266 **) 654 **)

1-30 Juni*) 278 **) 114 **) 190 **) 335 **) 220 **) 160 **) 116 **)

1-31 Juli*) 127 **) 39 **) 115 **) 312 **) 232 **) 37 **) 493 **)

1-31 Agust*) 84 **) 72 **) 97 **) 473 **) 17 **) 101 **) 322 **)

1-30 Sept*) 119 **) 534 **) 302 **) 630 **) 139 **) 370 **) 304 **)

1-31 Okt*) 245 **) 430 **) 431 **) 432 **) 305 **) 374 **) 350 **)

1-30 Nov*) 502 **) 641 **) 392 **) 383 **) 251 **) 636 **) 297 **)

1-8 Des*) ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………...

9 Des 9 0 7 0 0 9 6

10 Des 69 23 0 50 3 6 38

11 Des 49 7 0 0 0 0 19

12 Des 13 0 5 0 0 55 0

13 Des 40 8 6 0 0 0 5

14 Des 9 5 19 21 45 6 40

15 Des 27 14 2 2 17 4 6

16 Des 0 0 0 6 0 5 55

17 Des 4 0 0 12 0 13 0

18 Des 0 0 0 37 0 11 7

19 Des 40 16 0 11 17 0 0

20 Des 30 0 0 0 2 11 2

21 Des 9 9 0 1 0 5 2

22 Des 0 15 0 5 0 47 34

23 Des 0 11 81 40 19 84 7

24 Des 0 28 32 5 102 0 54

25 Des 0 38 12 3 22 25 12

26 Des 0 0 33 0 2 0 0

27 Des 35 0 75 0 99 5 0

28 Des 8 0 0 11 2 0 0

29 Des 18 0 11 0 0 5 6

30 Des 0 0 55 3 57 0 14

31 Des 17 0 7 7 0 0 0

Keterangan : *) data tidak ditampilkan karena keterbatasan ruang

**) jumlah curah hujan bulanan

32

Lampiran 10. Tinggi Muka Air Maksimum dan Debit Maksimum Harian Aliran Sungai Ciliwung pada Outlet Katulampa (2007-2013)

Tanggal

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

TMA

(m)

Debit

(m3/detik)

1 Jan 0.86 17.81 1.75 103.72 0.81 15.35 0.79 14.43 0.65 8.90 0.99 25.25 1.08 31.33

2 Jan 0.86 17.81 1.27 46.83 0.81 15.35 0.77 13.54 0.63 8.23 0.65 8.90 0.95 22.80

3 Jan 0.79 14.43 1.07 30.62 0.77 13.54 0.77 13.54 0.73 11.86 0.71 11.07 0.81 15.35

4 Jan 0.73 11.86 1.27 46.83 0.75 12.68 1.31 50.58 0.63 8.23 0.64 8.56 0.99 25.25

5 Jan 0.69 10.32 1.03 27.86 0.73 11.86 0.95 22.80 0.79 14.43 0.65 8.90 0.87 18.33

6 Jan 0.68 9.95 0.89 19.39 0.85 17.30 0.91 20.49 1.07 30.62 0.87 18.33 0.83 16.31

7 Jan 0.68 9.95 0.81 15.35 0.75 12.68 1.13 35.06 0.96 23.40 0.79 14.43 0.79 14.43

8 Jan 0.67 9.59 0.73 11.86 1.05 29.22 0.95 22.80 0.67 9.59 0.75 12.68 1.47 67.31

9 Jan 0.77 13.54 0.69 10.32 0.93 21.63 1.23 43.26 1.32 51.54 0.66 9.24 1.37 56.52

10 Jan 0.66 9.24 0.67 9.59 0.78 13.98 1.11 33.54 0.91 20.49 0.67 9.59 0.99 25.25

11-31 Jan*) ……. ……......... ……. ……........ ……. ……......... ……. ……......... ……... ……......... ……... ……......... ……... …….........

1-28 Feb*) 2.90 362.98 **) 1.32 51.54 **) 1.77 106.69 **) 3.00 394.81 **) 1.09 32.06 **) 1.27 46.83 **) 0.97 24.01 **)

1-31 Mar*) 1.02 27.19 **) 1.88 123.89 **) 1.75 103.72 **) 1.59 81.77 **) 1.23 43.26 **) 1.11 33.54 **) 2.50 251.20 **)

1-30 Apr*) 1.34 53.50 **) 1.69 95.12 **) 1.57 79.24 **) 1.17 38.21 **) 1.30 49.63 **) 1.47 67.31 **) 1.17 38.21 **)

1-31 Mei*) 0.88 18.86 **) 0.78 13.98 **) 1.53 74.33 **) 1.44 63.95 **) 1.39 58.59 **) 1.06 29.92 **) 1.73 100.81 **)

1-30 Juni*) 1.12 34.29 **) 0.77 13.54 **) 1.35 54.50 **) 1.53 74.33 **) 1.07 30.62 **) 1.15 36.62 **) 1.13 35.06 **)

1-31 Juli*) 0.68 9.95 **) 0.73 11.86 **) 1.61 84.35 **) 1.29 48.68 **) 1.22 42.39 **) 0.79 14.43 **) 1.63 86.97 **)

1-31 Agust*) 0.80 14.89 **) 1.34 53.50 **) 0.77 13.54 **) 2.08 159.19 **) 0.51 4.87 **) 0.81 15.35 **) 2.01 146.24 **)

1-30 Sept*) 0.50 4.64 **) 1.28 47.75 **) 0.91 20.49 **) 1.66 90.99 **) 0.66 9.24 **) 1.03 27.86 **) 0.99 25.25 **)

1-31 Okt*) 1.08 31.33 **) 1.31 50.58 **) 1.41 60.70 **) 1.68 93.73 **) 1.40 59.64 **) 1.24 44.14 **) 1.39 58.59 **)

1-30 Nov*) 1.64 88.30 **) 1.63 86.97 **) 1.69 95.12 **) 1.50 70.77 **) 1.56 78.00 **) 1.31 50.58 **) 1.26 45.93 **)

1-22 Des*) ……. ……......... ……. ……........ ……. ……......... ……. ……......... ……... ……......... ……... ……......... ……... …….........

23 Des 0.78 13.98 1.08 31.33 1.33 52.52 1.03 27.86 0.56 6.15 1.74 102.26 0.74 12.27

24 Des 0.75 12.68 0.87 18.33 0.99 25.25 0.67 9.59 0.60 7.29 1.16 37.41 0.97 24.01

25 Des 0.80 14.89 0.91 20.49 1.39 58.59 0.70 10.69 0.82 15.83 0.81 15.35 0.69 10.32

26 Des 0.73 11.86 0.83 16.31 1.05 29.22 0.63 8.23 0.61 7.60 0.75 12.68 0.65 8.90

27 Des 0.80 14.89 0.83 16.31 0.95 22.80 0.64 8.56 1.37 56.52 0.68 9.95 0.65 8.90

28 Des 0.86 17.81 0.81 15.35 0.91 20.49 0.74 12.27 1.11 33.54 0.63 8.23 0.63 8.23

29 Des 0.80 14.89 0.79 14.43 0.85 17.30 0.61 7.60 0.69 10.32 0.61 7.60 0.79 14.43

30 Des 0.85 17.30 0.82 15.83 0.87 18.33 0.74 12.27 0.67 9.59 0.59 7.00 0.73 11.86

31 Des 0.99 25.25 0.81 15.35 0.83 16.31 0.71 11.07 0.65 8.90 0.81 15.35 0.69 10.32

Keterangan : *) data tidak ditampilkan karena keterbatasan ruang

**) debit maksimum pada bulan tersebut

33

Lampiran 11. Grafik Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Tahun 2011, 2012, dan 2013

Hubungan antara Curah Hujan (Stasiun Citeko) dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Tahun 2011 (a), 2012 (b), dan 2013 (c)

Hubungan antara Curah Hujan (Stasiun Katulampa) dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Tahun 2011 (a), 2012 (b), dan 2013 (c)

(a) (b) (c)

(a) (b) (c)

33

34

Lampiran 12. Grafik Hubungan antara Intensitas Hujan 30 Menit dengan Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Tahun 2011 (a) 2012 (b)

2013 (c)

(a) (b)

(c)

34

35

Lampiran 12. Peta Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Tahun 2012

36

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Rizky Septiana Nugraha, dilahirkan di Kota Bogor

pada tanggal 17 September 1992.Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak

Mahfud Effendi dan Ibu Emma Noor Rochmah.Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pertiwi Bogortahun 2004

dan melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor hingga

lulus tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA

Negeri 3 Bogor dan lulus tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima

menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan di Departemen

Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah

mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan dan pernah menjadi asisten Fisika Tanah

pada tahun 2014.Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa

Bantuan Belajar Mahasiswa pada tahun 2011-2014.