ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA...

4
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PASAR EKSPOR INDONESIA Oleh : Erna M. Lokollo Budiman F. Hutabarat Reni Kustiari Hermanto Khairina M. Noekman Helena J. Purba PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

Transcript of ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA...

Page 1: ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM ... mewakili hortikultura biofarmaka (purposive).

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2011

ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAMUPAYA MENINGKATKAN PASAR EKSPOR INDONESIA

Oleh :Erna M. Lokollo

Budiman F. HutabaratReni Kustiari

HermantoKhairina M. Noekman

Helena J. Purba

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2011

Page 2: ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM ... mewakili hortikultura biofarmaka (purposive).

iv

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Indonesia memiliki potensi dan peluang yang besar di panggung perdagangan dunia. Yang menjadi tantangan Indonesia Indonesia saat ini adalah bagaimana meningkatkan daya saingnya. Saat ini (tahun 2011), Indonesia menduduki peringkat ke-17 dari 139 negara yang memiliki daya saing sumberdaya alam dan peringkat ke-39 ditinjau dari kekayaan budaya. Di dalam era globalisasi dan tata perdagangan dunia yang bebas/liberal, maka Indonesia harus dapat menangkap peluang tersebut untuk mengembangkan perekonomiannya.

2. Untuk dapat memanfaatkan situasi perdagangan yang terbuka, maka kinerja produksi maupun perdagangan dari komoditas ekspor Indonesia harus lah mampu bersaing dengan negara-negara produsen utama lainnya yang bermain di pasar dunia. Kinerja perdagangan hortikultura Indonesia sepuluh tahun terakhir mengalami variasi pertumbuhan yang tidak menggembirakan. Upaya menembus pasar ekspor komoditas hortikultura-pun masih mengalami hambatan.

3. Secara umum penelitian ini bertujuan mempelajari potensi produk hortikultura Indonesia dalam mengikuti arah permintaannya sebagai produk ekspor di pasar internasional. Tujuan penelitian secara rinci adalah sebagai berikut: (i) mempelajari potensi pasar internasional komoditas kubis, manggis dan jahe Indonesia; (ii) mengkaji daya saing komoditas kubis, manggis dan jahe; dan (iii) merumuskan saran kebijakan untuk pengembangan pasar komoditas kubis, manggis dan jahe, sebagai upaya pengembangan pasar ekspor Indonesia. Komoditi kubis dipilih untuk mewakili hortikultura sayuran, manggis mewakili tanaman buah tahunan, dan jahe mewakili hortikultura biofarmaka (purposive). Alat analisis yang digunakan adalah Supply Chain Management (SCM), Constant Market Share (CMS) dan Policy Analysis Matrix atau Matriks Analisis Kebijakan (PAM atau MAK).

4. Pelaku SCM kubis, manggis dan jahe bila di generalisir adalah petani - pedagang pengumpul - konsumen. Meskipun aliran barang, jasa dan uang/tunai berjalan lancar terdapat hambatan yaitu asymetric information atau tidak adanya informasi yang mengalir timbal balik antara pelaku yang di hilir dan pelaku yang di hulu, yang berarti informasi tidak ter-transmisi dengan sempurna, baik itu informasi harga, informasi jumlah/volume yang diinginkan, maupun informasi akan kualitas atau standar yang diinginkan konsumen akhir. Hal ini menyebabkan produsen atau petani seringkali hanya sebagai “price-taker” saja dari komoditas yang dihasilkannya.

5. Potensi pasar internasional untuk kubis, manggis dan jahe Indonesia cukup baik, walaupun Indonesia belum dapat memanfaatkan dengan sepenuhnya. Daya saing kubis dan manggis Indonesia menurun selama kurun waktu 10 tahun terakhir, tetapi daya saing jahe Indonesia terus meningkat dan pangsa pasar jahe Indonesia di pasar dunia semakin membaik. Meskipun demikian negara-negara pesaing utama Indonesia selalu dapat lebih cepat tanggap me-respons perubahan permintaan pasar dunia dan dapat mengambil/merebut pangsa pasar Indonesia. Pemilihan pasar tujuan ekspor Indonesia untuk ke tiga komoditi yang di teliti sudah baik, namun perlu diikuti pula dengan diversifikasi produk ekspor dari bahan mentah (raw dan fresh) menjadi yang lebih tahan lama (di kaleng kan atau di buat sirop atau bahan olahan lainnya). Diversifikasi pasar tujuan ekspor juga dapat merupakan jalan untuk merebut atau menambah pangsa Indonesia di pasar dunia. Contohnya walaupun permintaan manggis dunia meningkat , namun karena daya saing manggis Indonesia menurun, maka pangsa pasar Indonesia tersebut direbut dan diisi oleh negara Thailand. Demikian pula untuk komoditas jahe, Indonesia yang

Page 3: ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM ... mewakili hortikultura biofarmaka (purposive).

v

tadinya adalah nomor tiga di dunia sebagai negara pengisi perdagangan dunia jahe, tergeser menjadi nomor 4 setelah negara India, Ethiopia dan Thailand.

6. Selain pasar internasional, peluang dan potensi yang harus dimanfaatkan adalah pasar domestik Indonesia sendiri. Meningkatnya pendapatan dan bangkitnya lapisan kelas menengah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran permintaan produk ke arah life style (health-concern, kemasan yang lebih fancy dan lain sebagainya). Peluang ini dapat dimanfaatkan setiap pelaku SCM agar nilai tambah dan penerimaan menjadi lebih besar.

7. Pasar tujuan ekspor utama Indonesia untuk kubis pada tahun 2000-2004 adalah Brunei, Jepang, Singapura dan Malaysia; namun pada tahun lima tahun terakhir (2005-2009), Cina dan Korea mengungguli Indonesia karena Indonesia memiliki daya saing yang terus menurun. Pasar tujuan ekspor manggis Indonesia pada kurun waktu yang sama adalah Hongkong, China, Middle East dan Malaysia. Meskipun pemilihan pasar tujuan ekspor manggis Indonesia sudah baik, namun negara pesaing utama Indonesia di pasar manggis dunia lebih dapat dan lebih cepat memanfaatkan kenaikan permintaan dunia dan merebut pangsa pasar yang tersedia (Thailand, Meksiko, India dan Brasil). Pemilihan pasar tujuan ekspor jahe Indonesia sudah baik dan permintaan dunia akan jahe terus meningkat. Negara pesaing utama Indonesia untuk ekspor jahe di pasar dunia adalah India, Ethiopia dan Thailand.

8. Analisis PAM untuk komoditi kubis, manggis dan jahe menghasilkan beberapa indikator yang mengindikasikan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Indikator yang dihasilkan, diantaranya adalah indikator Private Cost Ratio (PCR) dan nilai Domestic Resource Cost (DRC). Nilai PCR dan DRC semuanya lebih kecil dari satu (<1) menunjukkan bahwa usahatani kubis, manggis dan jahe adalah efisien secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif. Namun demikian nilai PCR yang lebih besar dari DRC untuk ke tiga komoditi yang diteliti meng-indikasi-kan bahwa tidak terdapat kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan efisiensi produsen atau petani dalam melaksanakan usahatani.

9. Indikator-indikator Subsidy ratio to Producers (SRP), Effective Protection Coefficient (EPC) dan Profitability Coefficent (PC) untuk komoditas kubis, manggis dan jahe masing-masing adalah sebagai berikut: -0.74, 0.18 dan 0.16 untuk kubis; -0.43, 0.40 dan 0.30 untuk manggis; dan -0.28, 0.90 dan 0.84 untuk jahe. Nilai SRP yang negatif serta nilai EPC yang lebih kecil dari satu meng-indikasi-kan bahwa kurangnya bahkan tidak adanya kebijakan yang bersifat protektif dari pemerintah terhadap komoditas kubis, manggis maupun jahe. Demikian pula dengan adanya nilai PC yang sangat rendah (0.16 pada kubis, 0.30 pada manggis dan 0.84 pada jahe) mengandung arti bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah masih belum dapat memberikan insentif kepada petani/produsen ke tiga komoditi tersebut di atas.

10. Indikator-indikator Nominal Protection Coefficient on Tradable Inputs (NPCI) dan Nominal Protection Coefficient on Tradable Outputs (NPCO) untuk kubis, manggis dan jahe masing-masing menunjukkan nilai kurang dari satu, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah bersifat protektif terhadap input yang berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable. Hal ini mengandung arti bahwa subsidi pupuk yang diberikan pemerintah menyebabkan terjadinya transfer pendapatan dari produsen input ke petani kubis, manggis dan jahe (untuk NPCI < 1). Untuk nilai NPCO < 1 mengindikasikan bahwa harga domestik kubis, manggis dan jahe lebih kecil dari harga ekspor nya sehingga terdapat transfer output dari produsen/petani ke konsumen. Hal ini berarti konsumen di dalam negeri membeli kubis, manggis dan jahe dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya diterima petani ke tiga komoditi tersebut. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah bersifat

Page 4: ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM … · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 ANALISIS DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA DALAM ... mewakili hortikultura biofarmaka (purposive).

vi

disinsentif jika NPCO < 1. Namun demikian bila dibandingkan diantara ke tiga komoditi yang diteliti, maka jahe memiliki NPCO dan NPCI yang paling besar (mendekati 1). Hal ini memperjelas fakta bahwa komoditas jahe adalah yang paling ber potensi untuk dikembangkan karena memiliki daya saing yang tinggi.

11. Kebijakan yang dapat diambil pemerintah (baik pusat maupun daerah) adalah menyediakan teknologi budidaya tepat guna dan spesifik lokasi di sentra-sentra produksi, penyediaan dan pendampingan pengelolaan infrastruktur pemasaran untuk pasar tujuan ekspor (cold-storage, standardisasi mutu dan info pasar ekspor yang lebih transparan), serta dukungan pengolahan pasca panen kubis, manggis dan jahe (diversifikasi produk dan by-products).

12. Untuk meningkatkan ekspor kubis, manggis dan jahe Indonesia; maka perlu dijajagi upaya penetrasi pasar-pasar baru di negara-negara “emerging economies” (seperti China, Brazil, India dan Middle-East). Selain diversifikasi pasar tujuan ekspor, kebijakan yang dapat diambil- baik oleh pemerintah dan para pelaku SCM- lebih lanjut adalah diversifikasi produk ekspor. Tidak hanya berupa bahan mentah (raw) saja tetapi juga di olah (dikeringkan, dirajang, dikalengkan atau dibuat sirop atau di buat jamu).

13. Ketersediaan informasi, baik informasi jenis dan produk yang diinginkan konsumen akhir (pasar domestik maupun pasar internasional) maupun informasi harga; dapat meningkatkan posisi produsen/petani di ujung mata rantai sehingga memiliki posisi daya tawar yang sama (bargaining position) yang sama dengan pedagang pengumpul, eksportir maupun pelaku hilir lainnya. Pola kerjasama/kemitraan yang sudah ada pada beberapa SCM manggis (di Jawa Barat) dan jahe (di Jawa Barat dan Jawa Tengah) antara petani dan pedagang pengumpul dan eksportir dapat di tingkatkan dan di perluas ke daerah kawasan sentra produksi manggis dan jahe lainnya di Indonesia.

14. Pengamatan dan analisa terhadap indikator-indikator perdagangan sangatlah penting agar dapat para pelaku dapat mengikuti trend perubahan permintaan pasar dunia dan dapat lebih cepat tanggap me-respons-nya untuk kesejahteraan petani, pedagang, maupun konsumen Indonesia. Data dan informasi tersebut seyogjanya tersedia dan dapat diakses publik dengan mudah melalui media massa, kelompok-kelompok (kelompok tani, kelompok PKK, RT/RW dan lain sebagainya), maupun individu.

15. Penelitian lebih lanjut dan berkesinambungan yang menganalisis daya saing komoditas pertanian Indonesia sangat diperlukan agar potensi dan peluang yang ada di pasar dunia dapat kita antisipasi dan manfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.