Analisis Dan LI Skenario F 2015

20
NAMA : VALERIA R S NIM : 04121001144 1. There were no significant antenatal complications. She had been prescribed ferrous sulphate and folic acid during the pregnancy as anemia prophylaxis, and her last haemoglobin was 10,9 g/dL at 38 weeks Bagaimana pengaruh (efek samping) kedua obat terhadap kehamilan? Pada kasus ini, Ny.Anita sudah diberikan preparat asam folat dan besi oral untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrisi dan anemia dalam kehamilan dengan segala konsekuensinya. Hasilnya, pada usia gestasi ke 38, Hb Ny.Anita adalah 10,9 mg/dL sedikit mendekati normal. Efek samping yang paling sering timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (7-20%),konstipasi (10%),diare dan kolik. 2. As this was a twin pregnancy, an intravenous cannula had been inserted when labor was established. The lochia has been heavy since delivery but the woman is now bleeding very heavily and passing large clots of blood. On arrival in the room you find that the sheets are soaked with blood and there is also approximately 500 ml of blood clot in a kidney dish on the bed. Apa tatalaksana awal yang dapat kita lakukan untuk kasus perdarahan seperti pada kasus? Penatalaksanaan : 1. hentikan perdarahan 2. cegah/atasi syok 3. ganti darah yang hilang 3. The woman is conscious but drowsy and pale. Height = 155 cm; weight 50 kg In the examination findings:

description

gygu

Transcript of Analisis Dan LI Skenario F 2015

NAMA : VALERIA R S

NIM : 04121001144

1. There were no significant antenatal complications. She had been prescribed ferrous sulphate and folic acid during the pregnancy as anemia prophylaxis, and her last haemoglobin was 10,9 g/dL at 38 weeksBagaimana pengaruh (efek samping) kedua obat terhadap kehamilan?Pada kasus ini, Ny.Anita sudah diberikan preparat asam folat dan besi oral untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrisi dan anemia dalam kehamilan dengan segala konsekuensinya. Hasilnya, pada usia gestasi ke 38, Hb Ny.Anita adalah 10,9 mg/dL sedikit mendekati normal.Efek samping yang paling sering timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (7-20%),konstipasi (10%),diare dan kolik.

2. As this was a twin pregnancy, an intravenous cannula had been inserted when labor was established. The lochia has been heavy since delivery but the woman is now bleeding very heavily and passing large clots of blood. On arrival in the room you find that the sheets are soaked with blood and there is also approximately 500 ml of blood clot in a kidney dish on the bed.Apa tatalaksana awal yang dapat kita lakukan untuk kasus perdarahan seperti pada kasus?Penatalaksanaan :1. hentikan perdarahan 2. cegah/atasi syok3. ganti darah yang hilang

3. The woman is conscious but drowsy and pale.Height = 155 cm; weight 50 kgIn the examination findings:The temperature is 35,9oC, blood pressure 120/70 mmHg and heart rate 112/min. The peripheral extremities are cold. The uterus is palpable to the umbilicus and felt soft. The abdomen is otherwise soft and non-tender. On vaginal inspection there is a second-degree tear which has been sutured but you are unable to assess further due to the presence of profuse bleeding.Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik?

Sa sadar tapi mengantuk dan pucat mengantuk: kehilangan banyak vol. darah → suplai darah ke jaringan ↓→ pembentukan ATP ↓  DAN O2 ↓→ drowsy

pucat: kehilangan banyak vol. darah → mempertahankan perfusi ke organ vital → suplai darah kepermukaan kulit ↓ → tampak pucat

TB 155 cm, BB 50 kg B BMI: 20,8In terpretasi: normalP Pada kasus ini, nilai TB, dan BB yang tertera, diperoleh setelah Ny.Utami

melahirkan, dimana terjadi pengeluaran janin, cairan amnion, dan kehilangan darah. Sehingga berat badan menjadi turun.

Temperature 35,9 ° C interpretasi menurun Normal: 36,5-37,2° C Perdarahan yang terjadi mengakibatkan suhu rendah pada Ny. Rima,

karena fungsi lain dari darah adalah untuk menghangatkan tubuh

BP 120/70 mmHg, HR: 112x/menit

Normal

Nadi 112/min, normal: 60-100/min, interpretasi: meningkat (Takikardi)

Perdarahan yang terjadi mengakibatkan jantung harus memompa darah dengan cepat untuk memenuhi anggota tubuh yang lain

Ekstremitas perifer dingin Interpretasi: abnormal PPH → kehilangan banyak vol. darah → vasokontriksi perifer aliran darah

ke kulit ↓ → panas berkurang (dingin)

Uterus teraba pada umbilikus dan lembut

Interpretasi: abnormalNormal: Firm (keras) dan teraba 2 jari di bawah umbilikusAkibat terjadi atonia uteri, tidak adanya kontraksi miometrium sehinggauterus menjadi lunak. Akibat uterus yang tidak berkontraksi,menyebabkan terjadinya perdarahan sehingga uterus teraba padaumbilicus.

Abdomen lembut dan non-tender

Normal

Inspeksi vaginal: second-degree tear

Normal

Klasifikasi Rupture perineum: Derajat satu: Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva

bagian depan, kulit perineum. Derajat dua: Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,

kulit perineum dan otot perineum. Derajat tiga: Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,

kulit perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna. Derajat empat: Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan

sfingter ani yang meluas sampai ke mukosa rectum

L laserasi pada perineum dapat dilakukan dengan menjahit laserasi tersebut. Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan laserasi perineum tingkat 2: Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus

diratakan lebih dahulu Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem, kemudian

digunting Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara

terputus-putus atau jelujur. jahitan mukosa vagina melalui dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur

4. Mrs. Anita mengalami PPH et causa atonia uteri, suspect laserasi jalan lahir, dengan faktor resiko kehamilan ganda dan usia tua saat hamil.Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998):

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

Tatalaksana1. remas uterus dengan menggunakan tangan yg dominan

2. remas kuat uterus sampai teraba keras3. pastikan 2 lubang besar kanula dimasukan dengan darah cocok4. cek kembali CBC dan faktor koagulan5. berikan cairan IV 6. berikan 500 μg ergometrine IM/IV untuk meningkatkan kontraksi uterus7. mulai infuse syntocinon untuk mempertahankan kontraksi uterus pertimbangkan uterotonika lainnya seperti misoprostol atau carboprost 8. rujuk untuk penilaian adanya trauma vaginal,laserasi serviks atau jaringan plasenta yg tertahan dengan anastesi terlebih dulu8. dokter atau bidan sebaiknya melanjutkan kompresi bimanual sampai keadaan klinis terkontrol9. jika perdarahan tidak berhenti dengan tindakan diatas maka langkah berikutnya adalah dengan embolisasi arteri uterine atau laparotomi dengan metoda B-Lynch,ligasi arteri uterine atau histerektomi

Learning issuePERDARAHAN POSTPARTUM

A. DEFINISIPerdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).

B. ETIOLOGIPenyebab perdarahan postpartum antara lain:a. Atonia uteri 50% - 60%

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelahpersalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan.Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepaskeseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengahtersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, denganadanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan . Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :1.Partus lama2.Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar3.Multiparitas4.Anestesi yang dalam5.Anestesi lumbal

b. Retensio plasenta 16% - 17%Keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan :

1.Plasenta belum lepas dari dinding uterus2.Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkanBila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :1.Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) 2.Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta) 3.Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

c. Sisa plasenta 23% - 24%Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensipotongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan

d. Laserasi jalan lahir 4% - 5%Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi

e. Inversio uteriInversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Pada inversio uteri

bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat:1.Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut2.Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina3.Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.

f. Kelainan darah 0,5% - 0,8%

C. EPIDEMIOLOGI Insiden

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5 – 8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.

Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal, hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998):

1.Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2.Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

E. FAKTOR RISIKO Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.

ParitasParitas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi.

Jarak antar kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Riwayat persalinan buruk sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.

Anemia

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

F. MANIFESTASI KLINIS

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah

tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).

G. DIAGNOSIS PERDARAHAN POST PARTUMa. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterib. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidakc. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

Sisa plasenta dan ketuban Robekan rahim Plasenta succenturiata

d. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.

e. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain – lain

No. Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

1. - Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)

- Syok - Atonia Uteri

2. - Perdarahan segera (P3) - Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap

- Pucat - Lemah - Menggigil

- Robekan jalan lahir

3. - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik

- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan - Perdarahan lanjutan

- Retensio Plasenta

4. - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap - Perdarahan segera (P3)

- Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

- Tertinggalnya sebagian plasenta

5. - Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera (P3) - Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik - Pucat dan limbung

- Inversio uteri

6. - Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah - Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. - Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

- Anemia - Demam

- Perdarahan terlambat - Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)

7. - Perdarahan segera (P3) (Perdarahan intraabdominal dan atau vaginum) - Nyeri perut berat

- Syok - Nyeri tekan perut - Denyut nadi ibu cepat

- Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

H. PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUMa. Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar

fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).

b. Manajemen Aktif Kala IIIManajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane, 2002): Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu

dua menit setelah kelahiran bayiPenyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama. Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga

efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkanPada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut.