ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKILIMA (PKL) … fileHERI DESTRIANTO. Analisis Dampak Relokasi...

44
ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKILIMA (PKL) DI BLOK G PASAR TANAH ABANG JAKARTA PUSAT (PERIODE TAHUN 2013 2014) HERI DESTRIANTO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKILIMA (PKL) … fileHERI DESTRIANTO. Analisis Dampak Relokasi...

ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKILIMA (PKL)

DI BLOK G PASAR TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

(PERIODE TAHUN 2013 – 2014)

HERI DESTRIANTO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak

Relokasi Pedagang Kakilima (PKl) di Blok G Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat

(Periode Tahun 2013 – 2014) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Heri Destrianto

NIM H14080093

ABSTRAK

HERI DESTRIANTO. Analisis Dampak Relokasi Pedagang Kakilima (PKl) di

Blok G Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat (Periode Tahun 2013 – 2014).

Dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI A.

Kebijakan penertiban PKl oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta

mulai menjadi prioritas. Salah satu yang sudah dilakukan adalah relokasi PKl di

Pasar Tanah Abang ke Blok G. Hasilnya, kini jalan di sekitar Pasar Tanah Abang

lancar dan bersih dari PKl, namun relokasi tersebut juga memberikan dampak

terhadap pendapatan PKl. Penelitian ini menganalisis dampak pendapatan dengan

uji t berpasangan, dan faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan PKl sebelum

dan sesudah relokasi menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang

digunakan adalah data primer hasil wawancara. Hasil yang didapatkan

menunjukan setelah direlokasi terjadi penurunan pendapatan PKl sebesar 99

persen dari pendapatan sebelum direlokasi. Turunnya pendapatan ini akibat

berkurangnya jumlah pembeli di Blok G. Berdasarkan analisis regresi, faktor yang

memengaruhi pendapatan hanya omset. Faktor-faktor lain seperti modal, lama

usaha, jam kerja perhari, umur pedagang, jenis kelamin, pendidikan, dan biaya

kerja harian tidak berpengaruh terhadap pendapatan.

Kata kunci: Jakarta, Pasar Tanah Abang, pedagang kakilima, sektor informal

ABSTRACT

HERI DESTRIANTO. Analysis of The Impact of Relocating Street Vendors on

The Block G Tanah Abang Market in Central Jakarta (period 2013 – 2014).

Supervised by MUHAMMAD FINDI A.

A policy to control the street vendor by Jakarta Provincial Government start

to become priority. One that has been done is relocating street vendors on the road

around Tanah Abang Market to Block G. Now the road around Tanah Abang

Market does not have a traffic jam and clean from street vendors, but this

relocation also provide impact on revenue of street vendors. In this study the

impact of the relocation analyzed with t-paired test, and factors that influence

income before and after relocating street vendors were analyzed using multiple

linear regression. This study used the primary data from the interview. The results

from the analysis showed that after relocation the revenue was decline amounted

to 99 persen of revenue before being relocated. This declining revenue is caused

by slack of buyers that come to block G. Factors that influence income only

turnover. Other factors such as capital, the long effort, the working hours per day,

the age of the trader, gender, education, and the cost of daily work does not have

an effect on income.

Keywords : informal sector, Jakarta, street vendor, Tanah Abang Market

Skripsi

sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI BLOK G PASAR TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

(PERIODE TAHUN 2013 – 2014)

HERI DESTRIANTO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Analisis Dampak Relokasi Pedagang Kakilima (PKl) di Blok G

Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat (Periode Tahun 2013 – 2014)

Nama : Heri Destrianto

NIM : H14080093

Disetujui oleh

Dr. Muhammad Findi A, M.E.

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya, sekalipun mengalami berbagai kesulitan karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul “Analisis Dampak Relokasi Pedagang

Kakilima (PKl) di Blok G Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat (Periode Tahun 2013

– 2014)” selain menjadi pembelajaran bagi penulis, semoga juga bermanfaat

untuk kebutuhan ilmu pengetahuan dan pengkayaan kajian mengenai PKl di

Indonesia.

Skripsi ini melihat bagaimana fenomena PKl di Pasar Tanah Abang yang

sudah berlangsung begitu lama hingga memenuhi jalan raya ditertibkan. Mereka

dipindahkan ke Blok G yang juga selalu kososng dan tidak digunakan. Fenomena

tersebut dilihat dari sudutpandang pedagang yaitu dengan mengukur kenaikan

atau penurunan pendapatan mereka setelah direlokasi dan mencari tahu faktor-

faktor yang memengaruhi pendapatan PKl.

Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Ungkapan

terima kasih saya sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala

doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada pembimbing Bapak Dr Muhammad

Findi A, M.E. yang dengan kesabarannya terus berupaya mendorong semangat

penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Terimakasih kepada ibu

Widyastutik, M.Si dan bapak Salahuddin El Ayyubi, MA sebagai dosen penguji

atas masukannya untuk lebih menyempurnakan karya ilmiah ini.

Terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang telah

menjadi sumber inspirasi penulis dalam menentukan judul karya ilmiah ini.

Harapan dan Doa penulis panjatkan untuk kesejahteraan responden, para

pedagang kakilima di Tanah Abang yang telah bersedia memberikan informasi

berharga bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dari karya ilmiah ini, maka

kritik dan saran perbaikan penulis terima dengan senang hati. Semoga karya

ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Heri Destrianto

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

PKl Sebagai Sektor Informal 4

Penanganan PKl 4

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pendapatan 5

Kerangka Pemikiran 6

METODE 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Metode Pengambilan Sampel 6

Jenis dan Sumber Data 7

Prosedur Analisis Data 7

Pengujian Asumsi Klasik 7

Definisi Operasional Variabel 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum DKI Jakarta 10

Gambaran Umum Blok G Pasar Tanah Abang 10

Keberadaan PKl di Pasar Tanah Abang 11

Dasar Hukum Relokasi PKl 12

Karakteristik Responden 13

Dampak Relokasi Terhadap Pendapatan 16

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan 18

Strategi Pascarelokasi 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

RIWAYAT HIDUP 32

DAFTAR TABEL

1 Jumlah tenaga kerja sektor informal di Indonesia (jumlah dalam juta) 13 2 Kondisi lapak pascarelokasi 16 3 Variabel yang tidak dimasukkan dalam model 19

DAFTAR GAMBAR

1 Presentase responden berdasarkan daerah asal 14 2 Jumlah responden berdasarkan pendidikan 14 3 Jumlah responden berdasarkan umur 15 4 Jumlah responden berdasarkan lama berdagang 15

5 Jumlah responden berdasarkan lama berdagang dalam sehari 17 6 Perubahan pendapatan responden sebelum dan sesudah relokasi 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil output analisis regresi sebelum dipindahkan 25 2 Hasil output analisis regresi sesudah dipindahkan 27 3 Hasil output uji t berpasangan 28 4 Kuisioner penelitian 30 5 Dokumentasi penelitian 31

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketimpangan pembangunan di Indonesia masih cukup tinggi, meskipun

kebijakan desentralisasi telah lama diterapkan. Pembangunan infrastruktur dan

industrialisasi masih terpusat pada daerah perkotaan. Perbandingan Pendapatan

Daerah Regional Bruto (PDRB) tertinggi dengan terendah pada tingkat provinsi di

Indonesia begitu jauh. DKI Jakarta sebagai provinsi dengan PDRB tertinggi

mencapai angka Rp 1.103.738 milyar, sedangkan Lampung sebagai salah satu

provinsi di Pulau Sumatera yang terdekat dengan Jakarta hanya Rp 144.561

milyar (BPS 2013). Akibat dari ketimpangan ini menimbulkan fenomena migrasi

dari desa ke kota. Perkembangan sosial ekonomi yang pesat di Jakarta dan

wilayah sekitarnya menarik banyak penduduk untuk bermigrasi ke Jabodetabek.

Mereka datang dengan harapan untuk mendapat pekerjaan dan pendapatan yang

lebih baik.

Para migran yang datang ke Jakarta pada awalnya mencari kerja di sektor

formal. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Jakarta melampaui laju

pertambahan lapangan kerja formal. Keterbatasan lapangan kerja formal yang

tersedia menyebabkan sebagian besar pendatang bekerja di sektor informal, yaitu

sebagai pedagang kecil, eceran atau Pedagang Kakilima (PKl). Sektor informal

telah menjadi penopang ekonomi dengan daya serapnya yang tinggi terhadap

pengangguran di Jakarta. Tahun 2001 jumlah PKl di Jakarta sebesar 141.073

(BPS DKI Jakarta 2001 dalam Yatmo 2008), pada sensus usaha kaki lima di

Provinsi DKI Jakarta tahun 2005, yang dilaksanakan oleh BPS Provinsi DKI

Jakarta, menunjukkan bahwa terdapat 92.751 usaha PKl, yang menyerap 139.394

orang pekerja. Dari jumlah tersebut, hanya 19.960 usaha (sekitar 21,5 persen)

yang beroperasi dengan status resmi, dan sisanya sebanyak 72.791 usaha (sekitar

78,5 persen) merupakan usaha dengan status tidak resmi (Agustinus 2010).

Sektor informal yang didominasi oleh perdagangan memiliki sumbangan

yang besar terhadap PDRB. Pedagang besar dan eceran menyumbang 14,92

persen PDRB Jakarta pada tahun 2011 dengan laju pertumbuhan mencapai 7,66

persen. Adanya PKl juga dapat menjadi penyedia barang dan jasa yang murah

bagi warga berpendapatan rendah. Kondisi yang membutuhkan modal kecil dan

biaya operasional rendah membuat harga barang yang dijual oleh PKl sangat

murah. Bahkan pedagang besar dan sektor produksi sangat bergantung pada

keberadaan PKl. Merekalah yang menjadi penyalur barang-barang produksi

maupun barang-barang yang dijual oleh toko besar kepada konsumen. Meskipun

tak jarang PKl juga menjual barang kepada pedagang lain.

Sayangnya, tumbuhnya PKl secara tak terkendali menimbulkan dampak

negatif bagi kondisi perkotaan. Pedagang kakilima sering berjualan di tempat-

tempat yang bukan seharusnya, seperti di trotoar, taman kota, bahkan di badan

jalan raya. Data mengenai PKl di Jakarta menunjukkan bahwa mayoritas PKl

menempati lokasi ilegal (83,4%), hanya 16,6 persen yang menempati kawasan

legal yang memang difungsikan untuk lokasi PKl (Yatmo 2008). Kebanyakan PKl

tidak terorganisir dengan baik, menimbulkan bau tidak sedap, dan penataan

barang yang tidak teratur. Sampah yang mereka produksi menyebabkan

2

lingkungan yang tidak sehat dan kumuh. Keberadaan PKl selain menimbulkan

ketidaknyamanan juga menimbulkan ketidakamanan bagi masyarakat.

Sejak tahun 1978 PKl telah menjadi masalah di Ibu Kota. Pemerintah

Daerah DKI Jakarta telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi

permasalahan PKl. Salah satunya melalui peraturan daerah yang menyatakan

bahwa para pedagang kakilima dapat menjalankan usahanya di tempat yang telah

ditentukan, dan dilarang berjualan diluar lokasi yang telah ditentukan

(Chandrakirana 1994). Meski begitu regulasi yang dibuat tidak mampu

mengontrol PKl yang jumlahnya sangat besar di Jakarta. Relokasi semua PKl

yang ada ke tempat legal juga tidak mungkin dilakukan PKl, sehingga seringkali

pemerintah melakukan jalan pintas dengan kebijakan penutupan dan penggusuran

paksa (Yatmo 2008). Namun upaya tersebut juga tidak memberikan hasil yang

memuaskan. Seringkali PKl yang terkena gusur kembali lagi ke lokasi semula.

Perumusan Masalah

Permasalahan klasik Provinsi DKI Jakarta yang selalu menjadi sorotan dan

prioritas kebijakan adalah masalah banjir dan kemacetan. Jika banjir datang secara

musiman, berbeda dengan kemacetan. Kemacetan merupakan masalah yang

dirasakan masyarakat setiap hari sepanjang tahun. Banyak faktor yang

menyebabkan kemacetan di Jakarta, seperti jumlah kendaraan yang terlalu besar

melebihi kapasitas jalan yang ada, padatnya penduduk dan pekerja komuter dari

sekitar Jakarta, dan tidak tertibnya para PKl. Mayoritas PKl di Jakarta menempati

trotoar (±40%) dan jalan (±30%) yang menyebabkan PKl selalu identik dengan

kemacetan (Yatmo 2008). Salah satu kasusnya adalah PKl di Pasar Tanah Abang.

Pasar Tanah Abang merupakan kawasan perdagangan yang sangat ramai.

Pasar ini melayani penjualan domestik maupun luar negeri, baik dalam jumlah

besar (partai) maupun eceran. Ramainya perdagangan di Pasar Tanah Abang telah

menarik para PKl untuk datang. Namun keberadaan mereka telah menyebabkan

kemacetan permanen di lokasi mereka berdagang. Jalan K.H. Mas Mansyur, jalan

Jembatan Tinggi dan jalan Jatibaru Raya di Tanah Abang selalu penuh dengan

PKl dan kendaraan yang terjebak macet.

Bagi pedagang, kemacetan tidak menjadi masalah tetapi menjadi berkah.

Mereka memanfaatkan kondisi macet untuk mendapatkan tambahan pembeli dari

pengguna jalan yang melintas. Namun dari sudut pandang pengguna jalan tentu

berbeda. Kemacetan sangat merugikan dari segi waktu, tenaga dan biaya. Jika kita

bandingkan dengan kemacetan di daerah lain, misalnya jalur Cicurug –

Parungkuda Kabupaten Sukabumi yang diteliti oleh Farhani (2011) dapat

berpotensi merugikan secara ekonomi sebesar Rp 4.609.120.990,10 per tahun.

Perkiraan kerugian yang dialami oleh supir dalam satu tahun mencapai Rp

13.418.247.456,00. Kemacetan di jakarta yang lebih padat tentu mengalami

kerugian yang lebih besar.

Untuk mengatasi dampak buruk dari adanya PKl tersebut, pemerintah

melakukan penataan para PKl dengan memindahkan mereka dari jalan ke Blok G

Pasar Tanah Abang. Blog G yang sebelumnya kosong pada lantai 3 dan sebagian

lantai 2, kini ditempati oleh para PKl yang sebelumnya berjualan di jalan sekitar

Tanah Abang. Jalanan yang dulu ramai dengan para pedagang, pembeli, dan

kendaraan yang terjebak macet kini bersih dari para pedagang.

3

Usaha pemerintah mengatasi kemacetan dengan pemindahan PKl memang

berhasil, namun tentu saja hal ini memiliki dampak terhadap para PKl yang

dipindahkan. Penataan ini sudah pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 2005,

namun mereka kembali lagi ke jalanan. Alasannya karena pedagang mengalami

penurunan omset secara tajam. Lokasi baru mereka di Blok G sangat sepi pembeli

sehingga pada saat itu pedagang memilih kembali memadati badan jalan di sekitar

Pasar Tanah Abang. Jika permasalahan yang dihadapi PKl tidak segera diatasi

maka kemungkinan kejadian pada tahun 2005 akan terulang kembali, mereka akan

kembali ke jalan lagi dan menimbulkan kemacetan kembali.

Hal paling mendasar yang menjadi tuntutan para pedagang dari adanya

pemindahan ini adalah meminimalisir dampak terhadap pendapatan mereka. Agar

para PKl tersebut tidak kembali lagi, Pemerintah Daerah DKI Jakarta perlu

merancang langkah berikutnya. Perlu dilihat seberapa besar dampak yang dialami

para PKl dari segi pendapatan dan faktor-faktor apa yang memengaruhinya.

Permasalahan yang akan dibahas dalan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak relokasi pedagang kakilima Tanah Abang ke Blok G

terhadap pendapatan pedagang?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pendapatan pedagang kakilima

di Tanah Abang?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perubahan pendapatan pedagang kakilima Tanah Abang

setelah relokasi ke Blok G.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan pedagang

kakilima di Tanah Abang

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi Pemerintah Provinsi

Jakarta dalam menjalankan kebijakan pembangunan wilayahnya, khususnya

dalam penataan dan pemberdayaan pedagang kakilima. Hasil dari penelitian ini

bisa menjadi evaluasi terhadap program penataan pedagang kakilima yang telah di

lakukan, khususnya di Tanah Abang. Selain itu juga bisa menjadi acuan dalam

penataan pedagang kakilima di lokasi lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang dikaji adalah relokasi pedagang kakilima di Tanah

Abang, tepatnya relokasi di Blok G Pasar Tanah Abang. Penelitian ini mengkaji

perubahan pendapatan pedagang kaki lima setelah direlokasi dari jalan raya ke

Blok G.

4

TINJAUAN PUSTAKA

PKl Sebagai Sektor Informal

Gagasan mengenai sektor informal pertama kali disampaikan oleh Keith

Hart, seorang antropolog Inggris pada tahun 1973 (Manning dan Effendi 1985).

Sejak munculnya konsep itu banyak penelitian dan kebijakan mengenai

kesempatan kerja kelompok miskin di kota secara khusus. Hart dalam Manning

(1995) membagi tiga sektor pekerjaan menjadi formal, informal sah, dan informal

tidak sah. Namun dalam kenyataan perbedaan antara sektor informal sah dan tidak

sah sukar untuk di bedakan secara jelas.

Sektor informal ditandai oleh beberapa karakteristik unik seperti variasi

bidang produksi barang dan jasa yang tinggi, berskala kecil, dimiliki perorangan

atau keluarga, padat karya, teknologi yang di pakai sederhana (Todaro dan Smith

2006). Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta No 8 Tahun 2007 Pedagang kakilima

adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang

menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat

izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah

antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan,

jembatan penyeberangan.

Salah satu karakteristik pedagang kakilima adalah memiliki mobilitas tinggi,

mereka dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah. Mereka

dapat menggelar dagangan dan membongkarnya dengan mudah. Kemudahan ini

juga menjadikan PKl sebagai usaha musiman, terkadang ada terkadang tidak

(Yatmo 2008). Ciri yang lainnya, untuk menjadi pedagang kakilima tidak harus

memiliki pengalaman dan keahlian khusus. Penelitian Akliyah (2008) di

Tasikmalaya juga mendukung penyataan ini. Penelitiannya menunjukkan tidak

ada hubungan antara keuntungan dengan tingkat pendidikan, lama usaha, modal

usaha, dan umur.

Penanganan PKl

Banyak penelitian yang memberikan saran kepada pemerintah untuk

menangani sisi negatif dari sektor informal. Saran yang paling utama adalah

perubahan sikap pemerintah agar setiap kebijakan yang dibuat berorientasi untuk

mendukung sektor informal. Kebijakan teknis lainnya seperti menyediakan

kredit, pendidikan dan latihan keterampilan, pengembangan sumberdaya dan

teknologi (Manning dan Effendi 1985).

Akliyah (2008) memberikan dua alternatif kebijakan yang dapat dilakukan

pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan pedagang kakilima. Kebijakan

tersebut condong ke arah penataan lokasi.

“… Alternatif model penataan PKl yang dihasilkan pada penelitian ini terdiri atas

dua alternatif. Alternatif pertama, relokasi in-situ yaitu pengaturan lapak,

penyeragaman sarana berjualan (gerobak, bangku/jongko), pengaturan jenis

dagangan, dan pengaturan waktu berjualan. Alternatif kedua, relokasi eks-situ,

yaitu memindahkan kegiatan PKl dari jalan – jalan di wilayah kota ke suatu tempat

yang dikhususkan untuk menampung para PKl. Masing-masing alternatif

5

memerlukan prasyarat dan pengaturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan

ruangnya.

Pengaturan zonasi (zoning regulation) ini sangat bermanfaat sebagai

instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang PKl sehingga merupakan hal

penting yang harus ada dalam penataan PKl. Pengaturan zonasi baik untuk

alternatif 1 dan alternatif 2 hampir sama, hanya dalam model 2 harus disertai

pengaturan zonasi untuk lokasi bekas PKl agar PKl benar-benar tidak kembali ke

tempat asal berupa aturan-aturan disertai penguatan kelembagaan yang ada di

lokasi bekas PKl untuk menolak kembalinya PKl. Pengaturan Zonasi (Zoning

Regulation) ini memegang peranan yang penting dalam penataan PKl Kota

Tasikmalaya agar tercipta ketertiban, keteraturan, dan kenyamanan kota. ...”

Dalam mengelola pedagang kakilima di perkotaan, Mubarok (2012)

merumuskan beberapa langkah. Pertama mengadakan registrasi dan pembuatan

database PKl untuk mendapatkan kejelasan data PKl, pemberdayaan ekonomi

pelaku PKl, menyatukan persepi dalam pengelolaan PKl, penundaan penggusuran

dan dialog dengan pemda, pembatasan jumlah pedagang dalam satu lokasi dan

mensyaratkan setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk

menyediakan lokasi tertentu bagi PKl. Langkah-langkah tersebut membutuhkan

kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah, para pedagang sendiri, dan

masyarakat.

Dukungan pemerintah terhadap pedagang kakilima kini sudah cukup baik.

Pemerintah telah melihat PKl sebagai suatu peluang bukan ancaman. Untuk

menangani masalah itu pilihan tindakan pemerintah adalah merelokasi PKl ke

tempat yang strategis dan mendukung dengan pembangunan sarana dan prasarana

yang memadai. Sedangkan keinginan pedagang sederhana, mereka hanya ingin

lokasi yang strategis dan ramai untuk menunjang kemajuan usaha mereka

(Ramawisada 2003)

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pendapatan

Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan

menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Penelitian Pratiwi (2013) terhadap PKl di stasiun kota Bogor menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi besaran omset adalah usia, lama usaha, jam

operasional dan jumlah pembeli. Penelitian Mubarok (2012) menunjukkan bahwa

variabel omzet, modal awal dan dummy lokasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pendapatan pedagang kakilima.

Beberapa penelitian lain menunjukan bahwa faktor-faktor tersebut tidak

berpengaruh. Seperti penelitian Akliyah (2008) di Tasikmalaya yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara keuntungan dengan tingkat pendidikan, lama usaha,

modal usaha, dan umur. Namun setiap tempat dan waktu tertentu memiliki

karakteristik yang berbeda, oleh sebab itu masih relevan untuk mencoba menganalisis

setiap variabel yang mungkin berpengaruh.

6

Kerangka Pemikiran

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pasar Tanah Abang Blok G Tanah Abang Jakarta

Pusat. Lokasi ini merupakan tempat relokasi pedagang kakilima yang sebelumnya

berada di jalan raya Tanah Abang selama bertahun-tahun. Lokasi ini merupakan

lokasi pertama program penataan pedagang kakilima di Jakarta era kepemimpinan

Joko Widodo. Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari

2014. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data

dan informasi, pengolahan data dan analisis data, serta penulisan dan konsultasi.

Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian terdiri dari pelaku PKl yang mengalami relokasi dari

jalan raya menuju Blok G Pasar Tanah Abang. Pada penelitian ini digunakan

teknik penarikan contoh tanpa-peluang (nonprobability sampling) dengan

prosedur penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel

yang diambil ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik yang dimiliki

untuk menjawab tujuan penelitian. Ukuran sampel yang digunakan sebanyak 32

Dampak Positif :

Menyerap tenaga kerja,

Share PAD tinggi,

Penyedia kebutuhan

masyarakat.

Dampak Negatif :

Mengganggu ketertiban

dan kenyamanan kota.

Relokasi,

Pembuatan pasar

tradisional

Laju pertumbuhan penduduk

tinggi dan kelangkaan

lapangan kerja

Sektor Informal

Pedagang kakilima (PKl)

Perubahan

Pendapatan Faktor-

faktor yang

memengaruhi

pendapatan pedagang.

Strategi pascarelokasi

PKL kembali

ke lokasi

semula

Pendapatan

naik/tetap

Pendapatan

turun

7

responden pedagang kakilima. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada

beberapa informan kunci yang dirasa mendukung untuk memberikan informasi

mengenai relokasi PKl tersebut.

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan

kuisioner terhadap pedagang dan informan kunci. Wawancara digunakan untuk

mengetahui pengaruh pemindahan pedagang kakilima ke Blok G terhadap

pendapatan mereka. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada pengelola Blok

G Pasar Tanah Abang. Untuk data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) DKI Jakarta dan publikasi di media internet.

Prosedur Analisis Data

Analisis dampak relokasi dan strategi setelah adanya relokasi dilakukan

dengan analisis deskriptif terhadap data hasil wawancara yang didapatkan. Untuk

memunculkan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan

pedagang kakilima, data dianalisis menggunakan model regresi linier berganda.

Data pendapatan yang diregresi adalah pendapatan sebelum relokasi dan

pascarelokasi. Model regresi yang digunakan sebagai berikut:

Yi = β0+β1X1i+β2X2i+β3X3i+β4X4i+β5X5i+β6X6i+β7X7i+β8D1i+β9D2i+ei

Dimana:

Yi = Pendapatan rata-rata PKl (Rp/bulan)

X1i = Omset rata-rata PKl (Rp/ bulan)

X2i = Modal awal/investasi PKl (Rp)

X3i = Lama usaha pada jenis usaha yang bersangkutan PKl (tahun)

X4i = Biaya kerja PKl (Rp/hari)

X5i = Jam kerja PKl (jam/hari)

X6i = Umur responden (tahun)

X7i = Tingkat Pendidikan (SD, SMP, SMA, S1)

D1i = Asal pedagang (Jakarta, luar Jakarta)

D2i = Jenis kelamin (laki-laki, perempuan)

ei = error standard.

β0 = Intersep

β1,… β9, = Koefisien

Model tersebut digunakan untuk analisis sebelum dan sesudah relokasi

dengan tambahan indeks “s” untuk sebelum dan “r” untuk sesudah. Analisis

model regresi sebelum dan sesudah secara terpisah dapat menunjukkan apakah

ada perbedaan respon pedagang. Respon ini dilihat dari ada atau tidaknya

perbedaan pengaruh variabel-variabel bebasnya sebelum dan sesudah relokasi.

Pengujian Asumsi Klasik

Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik atau terhindar

dari masalah-masalah heterkodastisitas, multikolinearitas dan autokolerasi. Suatu

8

model akan baik apabila jika suatu penaksir berbentuk linear, tak bias, dan

mempunyai varians terendah dalam kelompok penaksir tak bias linear dari sebuah

parameter.

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah model memiliki distribusi

normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik, apabila memiliki distribusi

normal ataupun mendekati normal. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat

data menyebar secara normal atau tidak. Data menyebar secara normal jika

dengan menggunakan software SPSS, nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada N-par test,

lebih besar dari alpha, maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi.

Uji Heteroskedastisitas

Suatu model mengalami heteroskedastisitas jika ragam error tidak konstan,

sedangkan salah satu asumsi dasar metode regresi linear adalah asumsi bahwa

semua sisaan menyebar identik dengan ragam sama atau homogen yang dikenal

sebagai homoskedastitas. Penyebab adanya heteroskedastisitas ini adalah adanya

data pencilan. Pada data crossaction, variasi dapat ditimbulkan dari kolerasi yang

tinggi antara x dan y. Akibat adanya heteroskedastisitas yaitu dugaan koefisien

regresi menjadi tidak bias tapi tetap konsisten dan penduganya tidak efisien.

Berdasarkan hasil uji analisis statistik, probabilitas yang diperoleh dari uji breuch

pagan harus lebih besar dari alpha yang artinya homoskedastisitas.

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah terjadinya kolerasi yang tinggi antara peubah bebas

Xi yang berarti terdapat hubungan linear antarvariabel penjelas X. Multikolinear

terdiri dari multikolinear tidak sempurna (near multicolinear) dan multicolinear

sempurna (perfect multicolinear). Multikolinear tidak sempurna terjadi akan

berakibat sebagai berikut:

1. Interpretasi dari koefisien dugaan menjadi sulit.

2. Nilai varian dari dugaan koefisien regresi menjadi lebih besar.

3. Banyak variabel Xi tidak signifikan.

4. Koefisien dugaan regresi menjadi lebih sensitif jika terjadi perubahan.

Cara untuk mendeteksi multikolinear antara lain yang pertama dengan uji

kolerasi pearson dimana dikatakan terdapat multikolinear jika t hitung lebih besar

dari t-tabel atau nilai p-value kurang dari alpha. Kedua dengan melihat nilai VIF.

Uji Autokolerasi

Autokolerasi adalah terjadinya kolerasi yang tinggi antarnilai error dari

periode waktu (time series). Konsekuensi dari adanya autokolerasi:

1. Estimator kuadrat terkecil masil linear dan tak bias.

2. Tapi estimator tersebut tidak efisien yang artinya tidak memiliki variasi

minimum bila dibandingkan dengan prosedur yang mempertimbangkan

kolerasi.

3. Varian taksiran dari estimator OLS bersifat bias.

4. Tes t dan F yang biasa tidak andal.

5. Varian dan kesalahan standar peramalan yang dihitung secara konvensional

mungkin tidak efisien.

9

Pengujian ada tidaknya autokolerasi pada model dengan menggunakan uji statistik

durbin watson dilihat dari nilai probabilitas (chi-square) harus lebih besar dari

alpha, yang artinya tidak ada autokorelasi.

Definisi Operasional Variabel

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai

variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan pendapatan

pedagang kakilima. Variabel kontrol merupakan variabel yang dimasukkan ke

dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu

pada model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi.

Variabel bebas adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain.

Variabel terikat dan bebas yang digunakan untuk melihat pengaruh dari relokasi

PKl antara lain:

a. Pendapatan Penjualan (Yi) adalah pendapatan yang diterima pelaku usaha

PKl yang merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya

untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut. Pendapatan dinyatakan

dalam rupiah per bulan yang dihitung dengan cara mengalikan pendapataan

harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan.

b. Omset PKl (X1i) adalah rata-rata hasil penjualan barang atau jasa PKl ke-i

yang dinyatakan dalam rupiah per bulan, dihitung dengan cara mengalikan

omset penjualan harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan.

c. Modal Awal Investasi (X2i) adalah uang dan atau nilai barang dan peralatan

yang digunakan PKl ke-i untuk memulai usaha yang dinyatakan dalam

rupiah.

d. Lama Usaha (X3i) Adalah lamanya berusaha (pengalaman usaha) pada jenis

usaha yang bersangkutan dari PKl ke-i, dinyatakan dalm satuan tahun.

e. Biaya Kerja (X6i) Adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan PKl ke-i,

terkait dengan aktivitas usahanya seperti biaya transportasi, makan,

penyewaan peralatan, sewa lahan, uang keamanan, listrik dan sebagainya,

dinyatakan dalam rupiah per bulan.

f. Jam Kerja (X7i) Adalah banyaknya jam kerja PKl ke-i yang digunakan untuk

melakukan usaha, dinyatakan dalam jam per hari.

g. Usia (X6i) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang

tahun terakhir.

h. Tingkat Pendidikan (X7i) Adalah ijazah pendidikan terakhir yang dimiliki

pedagang ke-i:

0 = SD; 1 = SMP; 2 = SMA; 3 = S1

i. Asal Pedagang (D2i) Adalah daerah atau kota asal PKl ke-i:

1 = Luar Jakarta

0 = Dalam Jakarta

j. Jenis Kelamin (D3i) Adalah jenis kelamin pelaku PKl ke-i:

1 = Laki-laki

0 = Perempuan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum DKI Jakarta

Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Menurut

BPS DKI Jakarta pada 2013 jumlah penduduk Jakarta diperkirakan mencapai

10,09 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduknya pertahun 0,99 juta jiwa. Jumlah

penduduk sebesar ini menempati Jakarta yang hanya seluas 662,33 Km2. Kondisi

ini semakin padat dengan adanya penduduk yang sifatnya komuter pada jam-jam

kerja di siang hari. Mereka tinggal di kota-kota di sekitar Jakarta. Secara

administratif, Jakarta berbatasan dengan provinsi Banten di sebelah barat, dan

provinsi Jawa Barat di sebelah timur. Kota-kota di sekitar Jakarta yaitu Bogor,

Depok, Tangerang dan Bekasi menjadi daerah buffer yang menampung limpahan

penduduk Jakarta, membentuk megapolitan Jabodetabek. Kini kota tujuan migrasi

bukan hanya Jakarta, namun juga kota sekitarnya yang juga sedang tumbuh

dengan sangat cepat.

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada 2012 sebesar 6,53 persen. Tingkat

partisipasi angkatan kerja 70,83 persen dengan tingkat pengangguran terbuka di

Jakarta 10,72 persen. PDRB pada tahun 2012 di Jakarta Rp 1.103,74 triliun

rupiah. Kemajuan yang pesat ini tentu sangat menarik masyarakat di seluruh

Indonesia, terutama masyarakat di daerah tertinggal untuk mencari hidup yang

lebih baik di Jakarta. Hal inilah kemudian yang menimbulkan penambahan

penduduk tinggi, dan pada akhirnya mengakibatkan tumbuhnya PKl yang tak

terkendali.

Secara administrasi Jakarta dibagi dalam enam wilayah, yaitu Kotamadya

Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara

serta kabupaten administrasi Kepulauan Seribu. Kecamatan yang ada di Jakarta

sebanyak 44 kecamatan, dan terdapat 267 kelurahan. Sebagai ibu kota negara,

Jakarta memiliki keistimewaan dan otonomi khusus. Seluruh kebijakan mengenai

pemerintahan dan anggaran ditentukan pada tingkat provinsi karena lembaga

legislatif hanya ada pada tingkat provinsi.

Gambaran Umum Blok G Pasar Tanah Abang

Pasar Tanah Abang adalah komplek pasar di kecamatan Tanah Abang

Jakarta Pusat. Pasar ini buka setiap hari dan menyediakan berbagai macam

barang, baik kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan dan kebutuhan lain

seperti pakaian jadi. Pasar ini dibagi menjadi beberapa Blok gedung, yaitu Blok

A, Blok B, Blok C, Blok F dan Blok G serta ada Metro Tanah Abang di depan

Blok B. Pasar Blok A, B, C dan F menyediakan barang-barang tekstil, seperti kain

dan pakaian jadi baik eceran maupun grosir. Blok G menyediakan bahan

kebutuhan pokok di lantai 1, sedangkan di lantai 2 menyediakan aksesoris dan

pakaian.

Blok G Pasar Tanah Abang menjadi lokasi pemindahan PKl yang

sebelumnya biasa berjualan di pinggir jalan di sekitar Pasar Tanah Abang. Karena

mengganggu lalu lintas dengan menyebabkan macet para PKl dipindahkan oleh

pemerintah DKI Jakarta ke Blok G pada 1 september 2013. Mereka menempati

sebagian lantai 2 dan lantai 3. Sebelum adanya pemindahan PKl, kios di Blok G

11

banyak yang kosong, terutama di lantai 2 dan 3. Padahal pasar ini sudah ada sejak

lama.

Lantai 1 Blok G ini menyediakan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari.

Berbeda dengan lantai 2 dan 3, lantai 1 sudah penuh dengan pedagang sejak lama,

dan ramai dengan pengunjung. Untuk lantai 2, sebagian kios sudah ada pedagang

sejak lama, namun sebagian kios kosong. Kini kios-kios yang sebelumnya kosong

telah diisi oleh PKl. Rata-rata mereka, para PKl yang menempati tempat baru di

Blok G tersebut menjual baju. Ada 807 PKl yang di pindahkan ke Blok G, namun

kini tidak semua pedagang membuka kiosnya. Banyak kios-kios pedagang yang

tutup, karena merasa dagangan mereka di Blok G sepi.

Kondisi pedagang yang sepi memengaruhi keinginan pengungjung untuk

berbelanja ke Blok G. Pada hasil wawancara, salah satu penjual berpendapat

bahwa jika semua pedagang di lantai 3 kurang bekerja sama, banyak dari mereka

yang tidak membuka kiosnya. Sehingga pedagang yang datang tidak bersemangat

untuk berbelanja, karena jika pedagang sepi mereka tidak memiliki banyak pilihan

barang untuk di beli.

Kondisi pasar di Blok G memang tidak sebanding dengan Blok A ataupun

Blok B. Blok G jauh lebih sederhana, tak ada lift atau eskalator disini. Lorong dan

tangga yang menghubungkan antar lantai sempit. Kios yang tersedia untuk

pedagang juga tidak selebar yang ada di Blok B. Memang harga kios di Blok G

tidak semahal kios di Blok A dan Blok B, namun kondisi tersebut membuat

pelanggan lebih nyaman berbelanja di Blok A ataupun Blok B dari pada di Blok

G.

Blok A, B dan F juga lebih mudah di akses pengunjung karena ketiga Blok

di pasar ini terhubung. Saat penelitian ini berlangsung, sedang dibangun juga jalan

penghubung antara Blok F dan Blok G. Proyek pembangunan jalan penghubung

ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun hingga saat ini belum juga

selesai. Fasilitas yang sudah tersedia di Blok G ini antara lain ada masjid yang

cukup luas dan nyaman, ATM, puskesmas, dan toilet.

Keberadaan PKl di Pasar Tanah Abang

Pasar Tanah Abang merupakan pusat lokasi perdagangan tekstil yang sangat

terkenal. Pengunjung pasar ini tidak hanya dari dalam negeri, namun juga luar

negeri. Usia Pasar Tanah Abang cukup tua dibanding dengan pasar-pasar lain di

Jakarta, tumbuhnya pasar disini telah berlangsung sejak tahun 1920-an (Hardjanto

1999). Seiring dengan pertumbuhan pasar, tumbuh juga pedagang kaki lima di

sekitar pasar. Kebanyakan dari para PKl ini juga menjual produk yang sama, yaitu

produk tekstil pakaian jadi. Barang-barang yang dijual oleh PKl berasal dari

produsen secara langsung dari daerah masing-masing, namun sebagian juga

menjual pakaian yang mereka beli dari pedagang di pasar Blok A maupun Blok B.

Sebelum direlokasi para PKl mengambil lapak untuk berdagang di jalan

raya di sekitar Pasar Tanah Abang. Jalan yang mereka tempati antara lain di jalan

Kebonjati, jalan Fakhrudin, dan jalan KH Mas mansyur. Akibatnya jalanan ini

macet setiap hari yang diakibatkan aktifitas para PKl, para pembeli, dan angkot

yang menunggu penumpang. Akibat dari adanya PKl ini menimbulkan kerugian

yang cukup besar bagi pengguna jalan raya. Hal inilah yang mendorong

Pemerintah DKI Jakarta untuk memindahkan PKl dari jalan menuju Blok G

12

Tanah Abang.

Tidak seperti para pengguna jalan raya, keadaan macet dan tidak teratur ini

justru menguntungkan para PKl. Ramainya jalan tersebut menarik masyarakat

yang lewat untuk berbelanja disana. Suksesnya para pedagang kakilima tersebut,

dilihat dari rata-rata pendapatan mereka yang setara dan bahkan melebihi UMR

menyebabkan laju migrasi ke kota semakin besar. Cerita kesuksesan ini membuat

jumlah PKl semakin hari akan terus menjamur karena semakin banyak orang yang

tertarik untuk menjadi PKl.

Para PKl di Pasar Tanah Abang kebanyakan bukanlah warga sekitar.

Mereka memiliki tempat tinggal yang relatif jauh dari tempat mereka berdagang.

Para pedagang tersebut mendapatkan lapak untuk berdagang dengan cara

menyewa secara tidak resmi pada oknum pemburu rente. Oknum-oknum tersebut

preman sekitar. Biaya yang mereka keluarkan bermacam-macam pertahunnya

sekitar Rp 300.000,00 sampai Rp 1.500.000,00.

Para PKl juga harus menyewa gudang untuk menyimpan barang dagangan.

Hal ini untuk memudahkan PKl mengatur barang-barangnya. Sehingga mereka

tidak perlu membayar biaya transportasi barang setiap harinya, dan juga tidak

perlu banyak tenaga karena gudang dan lokasi berdagang mereka berdekatan.

Bahkan ada gudang yang menyediakan jasa antarjemput barang ke lokasi

berdagang. PKl harus membayar jasa gudang ini dengan biaya sekitar Rp

10.000,00 – Rp 15.000,00.

Kebanyakan PKl menjaga lapak miliknya sendiri. Jarang ada PKL yang

menggunakan jasa pegawai atau saudaranya untuk menjaga lapaknya. Malah ada

yang memilik lebih dari satu kios dengan penjaganya adalah suami istri. Dalam

penelitian yang dilakukan hanya dijumpai dua kios yang dijaga bukan oleh

pemiliknya dari 32 responden yang diwawancarai.

Dasar Hukum Relokasi PKl

Penataan PKl di Pasar Tanah Abang mengacu pada perda DKI Jakarta

nomor 8 tahun 2007 tentang ketertiban umum. Peraturan ini yang menjadi dasar

penertiban PKl di sekitar Pasar Tanah Abang. Dalam perda tersebut disebutkan

pengertian tentang PKl pada pasal 1 ayat 14 yaitu pedagang kaki lima adalah

seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati

tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari

pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah antara

lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan

penyeberangan. Pasal 3 huruf i menyatakan larangan penggunaan bahu jalan atau

trotoar yang tidak sesuai dengan fungsinya tanpa seijin Gubernur.

Peraturan mengenai PKl dicantumkan secara lengkap pada pasal 25. Pada

ayat (1) diatur mengenai lokasi yang boleh digunakan untuk usaha PKl adalah

lokasi yang ditetapkan oleh gubernur. Ayat (2) merupakan penegasan bahwa

setiap orang atau badan dilarang berdagang di tempat-tempat umum di luar

ketentuan yang diatur pada ayat (1). Pasal ini tidak hanya mengatur pelaku PKl

saja, tetapi juga larangan bagi pembeli yang tertuang pada ayat (3) dimana setiap

orang dilarang membeli barang dagangan pedagang kaki lima sebagaimana

dimaksud pada ayat (2). Pasal 26 mengatur tentang usaha PKl yang diijinkan oleh

gubernur sesuai dengan pasal 25 ayat (1)

13

Pemidanaan akibat pelanggaran pasal 25 diatur pada pasal 61. Pelaku PKl

yang melanggar peraturan dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10

(sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp

100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp 20.000.000,00 (Dua

Puluh Juta Rupiah). Perda tersebut sudah cukup jelas mengatur tentang ketertiban

para PKl. Sejauh ini implementasi pemerintah terhadap perda tersebut terbatas

pada penertiban, penggusuran dan relokasi PKl belum sampai pada pidana.

Kebijakan relokasi PKl di Pasar Tanah Abang sebenarnya cukup berpihak

terhadap PKl, karena mereka tidak di denda namun direlokasi dan masih bisa

meneruskan usahanya. Namun para PKl masih saja melakukan penolakan

kebijakan pemerintah tersebut tanpa memerhatikan undang-undang dan kerugian

yang ditanggung masyarakat lain, dalam hal ini pengguna jalan raya.

Karakteristik Responden

Responden penelitian ini sebanyak 32 orang pedagang yang menempati blok

G Pasar Tanah Abang. Pedagang yang dipilih adalah pedagang yang sebelumnya

menjadi PKl di sekitar Pasar Tanah Abang. Komoditas yang dijual oleh para

pedagang yang diwawancarai mayoritas tekstil.

Jenis Kelamin Pedagang

Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yang diwawancarai memiliki

proporsi laki-laki yang lebih sedikit yaitu 14 responden (44%) dibanding

perempuan 19 responden (56%). Peran perempuan dalam bidang ini memang

cukup besar. Perempuan yang menjadi PKl biasanya membantu suami untuk

menambah pendapatan keluarga mereka. Tidak jarang juga ada pasangan suami-

istri yang sama-sama berdagang menjadi PKl. Mahalnya biaya hidup di Jakarta

menyebabkan pendapatan dari kepala keluarga saja tidak mencukupi kehidupan

mereka.

Chandrakirana (1995) juga menyatakan bahwa tenaga kerja perempuan

mempunyai kecenderungan besar untuk bekerja pada ekonomi informal karena

jam dan tempat kerjanya fleksibel. Bahkan menurut Sigit dalam Chandrakirana

(1995) separuh dari tenaga kerja informal di Indonesia adalah perempuan.

Tabel 1 Jumlah tenaga kerja sektor informal di Indonesia (jumlah dalam juta)

Jenis kelamin / Tahun 2001 2003 2006 2009

Tenaga kerja pria 33.07 37.05 38.48 38.56

Tenaga kerja wanita 22.74 21.40 22.29 26.28

Sumber: Nazar dalam Mishra 2010

14

Daerah Asal PKl

Para PKl yang berdagang di Blok G Pasar Tanah Abang mayoritas berasal

dari daerah luar Jakarta. Sebanyak 78 persen pedagang berasal dari luar Jakarta,

mereka bermigrasi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Mayoritas para pedagang

tersebut datang memang dengan niat untuk berdagang. Hanya sebagian kecil yang

menjadi pedagang karena mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya.

Banyaknya PKl yang berasal dari luar Jakarta tidak lepas dari sejarah

munculnya PKl di sekitar Pasar Tanah Abang. Berdasarkan penelitian Hardjanto

(1999) pada mulanya PKl yang ada di Pasar Tanah Abang adalah para pendatang

dari Padang, jumlahnya sekitar 100 orang pada tahun 1970an. Jumlah ini

kemudian terus bertambah, tidak hanya dari suku Minang (Padang) tetapi juga

dari suku Sunda dan Jawa. Penduduk setempat (Betawi) malah hanya beberapa

saja yang tertarik untuk ikut berdagang.

Gambar 1 Presentase responden berdasarkan daerah asal

Pendidikan PKl

Tingkat pendidikan sebagian besar responden PKl adalah SMA. Jumlah

responden terbanyak kedua berdasarkan pendidikan adalah lulusan SD yaitu

sebanyak 6 orang. Responden yang berpendidikan terakhir SMP sebanyak 2

orang. Hanya ada satu responden yang lulus S1. Responden tersebut baru 3 tahun

menjadi PKl. Sebelumnya dia bekerja sebagai guru honorer. Namun setelah dia

melihat bahwa usaha PKl memberikan keuntungan yang tidak sedikit, akhirnya

dia memutuskan untuk berusaha sebagai PKl.

Gambar 2 Jumlah responden berdasarkan pendidikan

Luar Jakarta

25

78%

Jakarta

7

22%

6

2

23

1

SD SMP SMA S1

15

Umur

PKl yang menjadi responden memiliki umur minimal 20 tahun dan

maksimal 60 tahun. Responden dengan umur antara 31-45 tahun memiliki jumlah

yang paling banyak yaitu sebesar 62 persen. Kelompok umur terbanyak kedua

adalah kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebesar 25 persen. Kelompok umur 46 –

60 tahun memiliki jumlah paling sedikit sebesar 13 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa para PKl memiliki usia dewasa dan memiliki pertimbangan rasional dalam

berusaha (Mubarok 2012).

Gambar 3 Jumlah responden berdasarkan umur

Lama berdagang

Mayoritas responden telah menjadi PKl selama 11-20 tahun yaitu sebanyak

14 orang. Terbanyak lainnya adalah rentang waktu 6-10 tahun dengan jumlah 10

orang. Pedagang yang telah berdagang lebih dari 20 tahun hanya berjumlah 4

orang. Tingginya jumlah pedagang yang telah menjadi PKl sejak 20 tahun terakhir

menunjukkan besarnya dampak krisis ekonomi di era 90an yang mendorong

masyarakat untuk bertahan hidup dengan bekerja pada sektor informal.

Gambar 4 Jumlah responden berdasarkan lama berdagang

8

25%

20

62%

4

13%

20-30 tahun 31-45 tahun 46-60 tahun

4

10

14

2 2

1-5 tahun 6-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun >30 tahun

16

Sebaran jumlah PKl berdasarkan lama usaha ini juga menunjukkan bahwa

PKl cenderung semakin bertambah. Seiring dengan kenyataan bahwa semakin

sering usaha pemerintah menahan pertambahan PKl dan melakukan penertiban

PKl di ruang-ruang publik, keberadaan PKl semakin nyata dan semakin

bertambah. Apalagi dengan adanya cerita kesuksean PKl dengan rata-rata

pendapatan tinggi tanpa modal besar.

Dampak Relokasi Terhadap Pendapatan

Berdasarkan hasil analisis uji t, terdapat perbedaan yang nyata pada

pendapatan sebelum dan sesudah relokasi dengan nilai Sig. (2-tailed) 0,000.

Pemindahan PKl dari jalan raya ke Blok G Pasar Tanah Abang memiliki dampak

yang besar terhadap pandapatan mereka. Rata-rata pedagang mengalami

penurunan pendapatan hingga 99 persen. Selama berdagang di jalan raya, para

pedagang memiliki pendapatan rata-rata perbulan sebesar Rp 7.112.500. Kini

setelah mereka di relokasi ke Blok G Tanah Abang pendapatan perbulan mereka

rata-rata hanya Rp 51.656. Hasil analisis korelasi antara pendapatan sebelum dan

sesudah relokasi menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,241 dengan signifikansi

0,183, yang berarti tidak ada hubungan antara pendapatan sebelum relokasi

dengan sesudah relokasi.

Turunnya pendapatan secara drastis ini diakibatkan oleh sepinya pembeli di

Blok G. Para pedagang merasa memiliki penurunan jumlah pembeli secara drastis.

Hanya 2 orang yang menyatakan bahwa keadaan pembeli mereka sama saja,

mereka percaya bahwa sepinya pengunjung bukan karena dipindahkan tetapi

karena memang bulan saat data diambil adalah bulan-bulan sepi pengunjung.

Tidak ada pedagang yang menyatakan pengunjung bertambah setelah mereka

dipindahkan.

Beberapa kasus menunjukkan, ketika PKl menjual barang-barang yang sama

dengan yang di jual di toko, bisnis toko tersebut akan terancam. Hal ini sering

terjadi di pasar tradisional indonesia. Mereka melihat bahwa PKl sebagai

kompetitor langsung dan tidak adil, semenjak PKl mengambil pembeli mereka di

luar, sebelum pembeli masuk ke pasar. Pada kenyataannya PKl melawan PKl

yang lainnya, menolak pendekatan pemerintah untuk direlokasi hingga PKl yang

lainnya juga di relokasi scara berkala (Dimas 2008).

Tabel 2 Kondisi lapak pascarelokasi

Jumlah Pembeli Luas Lapak Kenyamanan

Berkurang 30 6 1

Tetap 2 26 6

Bertambah 0 0 25

Luas lapak yang mereka gunakan saat ini dengan ketika berdagang di jalan

menurut 26 pedagang tidak jauh berbeda. Sedangkan 6 orang menyatakan

berkurang dan tidak ada yang menyatakan bertambah. Terkait masalah

kenyamanan 25 orang menyatakan kenyamanan memang bertambah, karena

sudah tidak khawatir dengan hujan dan mereka tidak menyebabkan kemacetan.

Masih ada pedagang yang menyatakan sama saja, karena mereka mendapat kios di

17

pinggir pasar yang jika turun hujan, mereka tetap terkena air yang tertiup angin.

Satu orang menyatakan turun, dengan mengkritisi tidak adanya tangga berjalan.

Sepinya pembeli membuat turunnya waktu berdagang PKl dalam sehari.

Rata-rata para PKl di Pasar Tanah Abang bekerja 10,6 jam perhari sebelum

mereka di relokasi ke Blok G. Sesudah relokasi rata-rata mereka berdagang

selama 7,7 jam perhari. Sebelum di relokasi, paling cepat para pedagang

membuka kios mereka selama 8 jam sehari dan paling lama hingga 14 jam sehari.

Ketika berada di Blok G para pedagang paling lama buka 10 jam sehari, bahkan

paling cepat hanya 5 jam dalam sehari.

Gambar 5 Jumlah responden berdasarkan lama berdagang dalam sehari

Biaya berupa pungutan yang harus mereka bayarkan ketika berdagang di

jalan raya dengan dipasar memang berkurang. Ketika berjualan di jalan mereka

harus membayar iuran kepada preman dengan jumlah yang tidak tentu. Dalam

sebulan rata-rata pedagang mengeluarkan biaya Rp 1.296.250,00 untuk pungutan

uang keamanan ditambah uang sewa lahan dan uang sewa gudang untuk

menyimpan barang dagangan mereka. Setelah dipindahkan ke Blok G, para

pedagang hanya diwajibkan untuk membayar uang kebersihan sebesar Rp

4.000,00 sehari, sedangkan uang sewa lahan masih digratiskan oleh Gubernur

DKI, dan barang-barang dagangan dapat disimpan di kios masing-masing.

Akibat dari penurunan yang drastis ini banyak pedagang yang gulung tikar.

Banyak kios-kios di Pasar Tanah Abang tutup dan terdapat tanda silang dari

pengelola pasar. Tanda silang tersebut adalah tanda peringatan dari pengelola

pasar bagi para pedagang yang tidak membayar iuran harian untuk kebersihan

pasar sebesar Rp 4.000,00 selama sebulan. Beberapa pedagang yang masih buka

namun juga mendapat tanda silang mengaku bahwa mereka memang sengaja tidak

membayar uang iuran tersebut. Menurut mereka, pendapatan untuk biaya harian

saja tidak mencukupi apalagi untuk membayar iuran tersebut.

0 2 4 6 8 10 12 14

5 jam sehari

6 jam sehari

7 jam sehari

8 jam sehari

9 jam sehari

10 jam sehari

11 jam sehari

12 jam sehari

13 jam sehari

14 jam sehari

Jumlah PKL

La

ma

Ber

da

ga

ng

Sesudah Relokasi Sebelum Relokasi

18

Gambar 6 Perubahan pendapatan responden sebelum dan sesudah relokasi

Akibat dari berkurangnya pendapatan, para pedagang menggunakan omset

mereka untuk menutup kebutuhan sehari-hari, sehingga modal berjalan yang

mereka miliki untuk melakukan usaha perdagangan terus berkurang. Beberapa

pedagang mengatasi hal tersebut dengan membuka lapak di tempat lain yang

ramai pada malam harinya, seperti di Monas setiap hari sabtu dan minggu, atau

mencari keramaian lain seperti adanya pasar malam.

Pedagang masih bertahan di pasar sebagian besar karena tidak punya pilihan

lain. mereka bertahan selama mendapatkan keringanan mendapatkan sewa gratis

selama enam bulan pertama. Mereka memilih untuk tidak meneruskan menyewa

lapak di Blok G, jika kondisi yang sepi ini tidak berubah hingga wajib membayar

sudah jatuh tempo. Para pedagang tidak melakukan usaha khusus untuk mengatasi

sepinya pengunjung di Blok G. Mereka cenderung pasif dan mengharapkan solusi

dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan

Faktor-faktor yang memengaruhi pandapatan Pedagang kaki lima dianalisis

menggunakan regresi linier berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least

Square) dan teknik stepwise. Variabel bebas yang dianalisis dan diperkirakan

memengaruhi pendapatan sebelum dilakukan pemindahan antara lain omset

perbulan sebelum dipindahkan, modal usaha, lama usaha yang sudah dijalankan,

biaya perbulan sebelum dipindahkan, jam kerja perhari sebelum dipindahkan, asal

pedagang, jenis kelamin, dan pendidikan. Analisis pendapatan setelah direlokasi

menggunakan variabel bebas yang beberapa berbeda dengan sebelum

dipindahkan, variabel yang berbeda adalah omset sesudah relokasi, jam kerja

perhari setelah dipindahkan, dan untuk biaya operasional tidak di masukkan

karena nilainya sama bagi semua responden.

0

2000000

4000000

6000000

8000000

10000000

12000000

14000000

16000000

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Pen

da

pa

tan

Observasi

pendapatan sebelumnya Pendapatan sesudahnya

19

Model persamaan regresi yang didapatkan sebagai berikut :

Ys = 1889694.669 + 0,130 Xs1*

(0,021) (0,000)

R = 0,817; R2 = 0,668; Sig-F = 0.000 …………. (Sebelum Relokasi)

Yr = -5950.672 + 0,172 Xr1*

(0,433) (0,000)

R = 0,935; R2 = 0,875; Sig-F = 0.000 …………. (Sesudah Relokasi)

Probabilitas = (….); * = Nyata pada α = 5%

Variabel yang tidak signifikan ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3 Variabel yang tidak dimasukkan dalam model

Variabel Sebelum Relokasi Sesudah Relokasi

Koefisien Probabilitas Koefisien Probabilitas

Modal 0,008 0,944 -0,098 0,135

Lama Usaha -0,144 0,194 0,102 0,117

Jam Kerja -0,026 0,811 -0,006 0,935

Usia -0,03 0,784 0,087 0,193

Asal Pedagang -0,011 0,925 0,007 0,913

Jenis Kelamin -0,073 0,521 0,09 0,168

Pendidikan 0,149 0,17 0,02 0,727

Biaya Kerja 0,127 0,234 - -

Kedua model, sebelum dan sesudah relokasi, menunjukkan bahwa variabel

bebas yang berpengaruh terhadap pendapatan hanyalah omset dengan probabilitas

keduanya (0,000) kurang dari taraf nyata 5 persen. Koefisien yang lain memiliki

probabilitas lebih dari taraf nyata 5 persen. Nilai R2 untuk pendapatan sebelum

relokasi (Ys) sebesar 0.668. Hal ini berarti bahwa model yang didapatkan dapat

menjelaskan kondisi sebenarnya sebesar 66.8 persen. Sisanya sebesar 33,2 persen

dipengaruhi faktor-faktor diluar model. Nilai R2 untuk pendapatan setelah

direlokasi (Yr) sebesar 0,875 lebih besar daripada R2 pendapatan sebelum

direlokasi.

Nilai koefisien Xs1 sebesar 0.130 menunjukkan bahwa peningkatan omset

rata-rata sebelum relokasi sebesar Rp 1.000,00/hari akan meningkatkan

pendapatan rata-rata sebesar Rp 130,00/hari. Sedangkan nilai Xr1 sebesar 0,172

menunjukkan bahwa peningkatan omset rata-rata setelah direlokasi sebesar Rp

1000,00/hari akan meningkatkan pendapatan rata-rata sebesar Rp 172,00/hari.

Nilai koefisien disini dapat diartikan sebagai presentase keuntungan pedagang dari

omset mereka. Dari perbedaan nilai koefisien antara Xs1 dengan Xs2, pedagang

lebih banyak mengambil untung ketika berada di Blok G. Mereka meningkatkan

persentase keuntungan untuk menutupi kerugian akibat sepinya pengunjung.

Variabel lainnya tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang ditunjukkan

dari nilai probabilitasnya yang lebih dari taraf nyata 5 persen. Berdasarkan

penelitian Akliyah (2008) keuntungan dari PKL memang tidak dipengaruhi lama

usaha, tingkat pendidikan, modal usaha, maupun umur, namun keuntungan PKL

dipengaruhi lokasi PKL berdagang dan tingkat keragaman serta jenis dagangan di

20

lokasi. Penelitian dari Mubarok (2012) menunjukkan hasil bahwa jenis kelamin,

biaya internal dan pungutan-pungutan, dan modal kerja tidak berpengaruh

terhadap pendapatan.

Variabel modal awal seharusnya berkorelasi positif terhadap pendapatan

tapi ternyata tidak signifikan secara statistik. Modal yang digunakan tergantung

pada barang yang dijual. Semakin mahal nilai barang yang dijual maka modal

yang dibutuhkan semakin tinggi. Namun, belum tentu keuntungan barang yang

membutuhkan modal besar lebih tinggi dari barang yang membutuhkan modal

lebih kecil. Menurut penuturan salah seorang responden yang berdagang sandal,

dia mengklaim bahwa keuntungan yang dia dapatkan lebih tinggi daripada

keuntungan istrinya yang berdagang baju. Meskipun modal yang dibutuhkan

istrinya untuk berdagang baju lebih besar daripada modal yang dia butuhkan.

Lama usaha dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan.

Menjadi PKl tidak membutuhkan keahlian khusus, orang dari berbagai latar

pendidikan apapun dapat melakukannya. Kemudahan ini juga menjadi alasan

tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk terbiasa menjadi pedagang kaki lima.

Jam kerja PKl yang beragam juga tidak memengaruhi pendapatan PKl. Setiap PKl

memiliki strategi masing-masing untuk berdagang. Meskipun ada PKl yang lebih

cepat jam berdagang dalam seharinya, namun mereka tidak melewatkan

momentum padat pengunjung. Sehingga tidak terdapat perbedaan antara pedagang

yang buka lebih lama dengan yang lebih cepat.

Usia pedagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan, mereka memiliki

usaha yang sama dalam melakukan kegiatan perdagangan. Biaya kerja juga tidak

berpengaruh terhadap pendapatan. Besaran biaya yang harus mereka keluarkan

untuk menjadi PKl tidak terasa dibanding dengan pendapatan yang mereka

hasilkan. Antara pedagang yang berasal dari dalam Jakarta dengan dari Luat

Jakarta juga tidak berbeda. Adanya penyedia jasa penyewaan gudang

memudahkan pedagang yang berasal dari luar Jakarta. Kebanyakan masyarakat

pendatang juga sudah bertempat tinggal di Jakarta cukup lama. Antara pedagang

laki-laki dengan wanita juga tidak berbeda. Peran wanita dalam mencari nafkah

keluarga saat ini sudah sejajar dengan peran laki-laki.

Strategi Pascarelokasi

Ada dua permasalahan turunan yang muncul setelah relokasi PKl dari jalan

raya ke Blok G. Permasalahan yang utama adalah menurunnya pendapatan

pedagang yang dipindahkan akibat dari sepinya PKl. Permasalahan yang kedua

adalah munculnya PKl baru atau kembalinya PKl lama di lokasi sebelumnya.

Berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi di Jakarta, para pedagang yang

dipindahkan akan kembali lagi ke jalan ketika mereka merasa dagangannya lebih

sepi setelah dipindahkan. Selain faktor sepinya pengunjung, adanya PKl yang

memaksa tetap berjualan di lokasi lama juga memicu para PKl lama untuk

kembali ke jalan.

Pada 2004 PKl Tanah Abang sudah pernah direlokasi menempati Blok G,

namun karena sepinya pengunjung dan kurang ketatnya pemerintah untuk

menertibkan PKl di jalan, mereka akhirnya kembali lagi ke jalan. Model kebijakan

relokasi memang tidak selalu berjalan lancar, pada tahun 1988 dari pemberdayaan

58 pasar Inpres untuk PKl dan pedagang ekonomi lemah oleh Pemerintah DKI

21

Jakarta hanya 3 yang terisi penuh, dua kosong sama sekali dan 27 pasar diisi

sekitar 21 persen sampai 75 persen (Chandrakirana 1995).

Pemerintah DKI sebenarnya telah melakukan berbagai kebijakan untuk

menarik pembeli agar pasar Blok G ramai dengan pengunjung. Dari mulai

promosi ke berbagai media hingga pemberian hadiah mobil bagi pengunjung yang

berbelanja ke Blok G. Pada hari sabtu dan minggu juga ada kegiatan live music di

depan Blok G untuk menarik minat pengunjung. Namun semua kebijakan itu

belum mampu memberikan keuntungan bagi PKl yang sama besarnya seperti

ketika mereka berdagang di jalan. Sebagian besar pembeli PKl bukanlah

pelanggan tetap atau pembeli yang memiliki niatan untuk berbelanja ke PKl.

Menurut penuturan pedagang, pembeli mereka adalah orang yang lewat dan

tertarik karena melihat dagangan yang ditawarkan. Perpindahan ke Blok G

membuat kesempatan pedagang mendapatkan “pembeli tidak sengaja” tersebut

semakin kecil.

Lokasi Blok G yang berdekatan dengan Blok A, B dan F juga menjadi

alasan sepinya pengunjung di Blok G. Pembeli akan lebih memilih berbelanja di

Blok A, B atau F yang terdapat barang yang jauh lebih lengkap dibanding Blok G.

Karena sifat pembeli yang mengharapkan mendapatkan barang dalam waktu

tertentu dengan harga yang semurah mungkin. Lokasi yang memberikan mereka

banyak pilihan, membuat mereka dapat membandingkan harga antar penjual satu

dengan lainnya dengan mudah (Mubarok 2012). Hal ini berlaku sebaliknya ketika

PKl berada di jalan, pedagang di Blok A,B dan F yang menjadi korban dari

perebutan pembeli secara ilegal (karena lokasi PKl yang berada di trotoar dan

jalan).

Permasalahan sepinya pengunjung di Blok G dapat diatasi dengan

mengondisikan Blok G agar menjadi jalut lalu lintas pengunjung yang akan ke

atau dari Blok A, B dan F. Pembuatan jalur penghubung antara Blok G dengan

Blok yang lainnnya cukup penting untuk meningkatkan jumlah pembeli di PKl.

Rencana pembuatan jalur penghubung Blok G dengan pintu keluar Stasiun Kereta

Api Tanah Abang juga dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang melintas di

Blok G. Namun perlu dianalisis lebih lanjut mengenai efektifitas kebijakan

tersebut. Sebagai perbandingan, penataan PKl di jalur keluar Stasiun Kereta Api

Bogor saja mampu mendapatkan omset rata-rata Rp 532.895,00 perhari (Pratiwi

2013).

Permasalahan kedua dari relokasi ini adalah pencegahan para pedagang

untuk kembali lagi ke lokasi semula. Perlu kontrol yang tegas dari pemerintah

terhadap penjagaan lokasi. Munculnya PKl di lokasi lama akan menimbulkan

kecemburuan bagi pedagang yang direlokasi di Blok G. Saat ini penjagaan jalan di

sekitar Pasar Tanah Abang diperketat oleh petugas Satpol PP agar para pedagang

tidak kembali lagi. Penjagaan yang lebih ketat dan tegas ini didukung oleh para

pedagang. Para pedagang berharap dengan tidak adanya PKl baru ataupun lama

yang kembali lagi ke jalan, para pembeli akan mendatangi mereka di Blok G. Jika

penjagaan tidak diperketat, mereka menjamin bahwa para PKl di jalanan sekitar

Tanah Abang akan penuh lagi seperti sebelumnya.

Kecenderungan PKl akan terus bertambah jika dilihat dari rata-rata umur

usaha PKl yang sudah ada saat ini. Adanya kontrol yang tegas terhadap PKl

sebaiknya juga diimbangi dengan sosialisasi Undang-undang (UU) mengenai

ketertiban umum di DKI Jakarta. Sosialisai ini penting agar PKl yang sudah ada

22

dan calon PKl di masa depan tidak hanya terkesan dikekang kebebasannya tetapi

juga upaya mengajak mereka menaati UU dengan tidak menempati lokasi-lokasi

yang dilarang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan PKl

dipengaruhi oleh omset dan lokasi berdagang. Pengaruh dari omset ditunjukan

dari hasil analisis regresi yang signifikan pada taraf kepercayaan sebesar 95

persen dengan nilai koefisiennya 0,13 sebelum direlokasi dan 0,172 sesudah

direlokasi. Faktor lainnya seperti modal awal, lama usaha, biaya kerja, lama kerja

sehari, umur pedagang, pendidikan pedagang, jenis kelamin pedagang dan daerah

asal pedagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Pengaruh lokasi berdagang

dapat dilihat dari perubahan pendapatan mereka ketika di jalan dengan di Blok G.

Relokasi PKl di Blok G Pasar Tanah Abang memberikan dampak yang

besar bagi pedagang sekaligus lingkungan di Tanah Abang. Kondisi jalanan kini

menjadi lancar dan bersih dari para PKl, namun pendapatan PKl menurun drastis

hingga 99 persen. Pendapatan PKl sebelum dipindahkan rata-rata Rp 7.112.500,00

dan setelah dipindahkan rata-rata Rp 5.656,00. Jumlah pembeli di Blok G tidak

seramai ketika para PKl berada di jalan, meskipun Blok G lebih nyaman baik bagi

pedagang maupun pembeli.

Kemacetan lalu lintas memang menjadi alasan utama relokasi PKl ke Blok

G. Namun Pemerintah provinsi DKI tetap memerhatikan keberlangsungan usaha

PKl. Kepedulian pemerintah terhadap pedagang dibuktikan dengan adanya

promosi Blok G dengan pemberian hadiah mobil bagi pembeli dan juga adanya

panggung hiburan setiap akhir pekan. Tetapi usaha pemerintah tersebut masih

belum mampu meningkatkan pendapatan pedagang di Blok G Pasar Tanah Abang.

Saran

Tipe pembeli di PKl rata-rata orang yang tidak dengan sengaja ingin untuk

berbelanja. Mereka adalah orang yang lewat dan tertarik dengan barang yang

dipamerkan oleh PKl. Rencana pemerintah untuk membuat jembatan penghubung

antara Blok F dengan Blok G dan penghubung Blok G dengan pintu keluar

Stasiun Kereta Api Tanah Abang harus segera terealisasi.

Selama masa krisis bagi PKl yang direlokasi, penjagaan oleh petugas satpol

PP untuk menertibkan jalanan di sekitar tanah abang tetap harus diperketat. Hal

ini untuk mencegah kembalinya PKl menempati jalan raya lagi. Dalam proses

penertiban sebaiknya juga dilakukan sosialisasi peraturan pemerintah mengenai

ketertiban umum.

Sebaiknya PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar juga melakukan

pengaturan ulang kios-kios para pedagang. Kios yang sudah lama tutup namun

memiliki lokasi yang strategis digantikan oleh pedagang yang masih rajin

membuka kiosnya. Sehingga pedagang yang masih buka dapat terlokalisir.

23

Dengan pemusatan pedagang yang masih buka ini diharapkan menambah

kesempatan mereka untuk didatangi oleh pembeli.

Perlu adanya penelitian dari sudut pandang pembeli yang berbelanja di PKl.

Pengetahuan mengenai karakteristik pembeli dapat digunakan sebagai bahan

menyusun strategi sebelum maupun sesudah relokasi.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2013. Jakarta Dalam Angka

2013. Jakarta (ID): BPS Provinsi DKI Jakarta.

Agustinus TH. 2010. Strategi Penanganan Pedagang Kaki Lima Di Kota

Administrasi Jakarta Utara [Tesis]. Depok (ID) : Universitas Indonesia.

Akliyah LS. 2008. Kajian Penataan Pedagang Kakilima (PKL) di Kota

Tasikmalaya Secara Partisipatif [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian

Bogor.

Chandrakirana K, Sadoko I. 1995. Dinamika Ekonomi Informal di Jakarta :

Industri Daur Ulang, Angkutan Becak dan Dagang Kakilima. Jakarta (ID) :

UI - PRESS

Dimas H. 2008. Street Vendors : Urban Problem and Economic Potential.

Working Paper in Economics and Development Studies. No. 200803

Farhani N. 2011. Kerugian Sosial Ekonomi Dan Alternatif Kebijakan Dalam

Mengatasi Permasalahan Kemacetan Di Sepanjang Jalan Cicurug-

Parungkuda, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian

Bogor.

Hardjanto ST. 1999. Pedagang Kaki Lima di Pasar Regional Tanah Abang

[Tesis]. Depok (ID) : Universitas Indonesia.

Manning C, Effendi TN. 1985. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal

di Kota. Usman AG, Ala AB, Penerjemah. Jakarta (ID) : PT Gramedia.

Mishra SC. 2010. Keterbatasan Pembuatan Kebijakan Ekonomi Informal di

Indonesia: Pelajaran Dekade Ini. Muhamad T, editor. Jakarta (ID) : ILO.

Mubarok A. 2012. Karakteristik dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Serta Strategi Penataan dan Pemberdayaan Dalam Kaitan Dengan

Pembangunan Ekonomi Wilayah Kota Bogor [Disertasi]. Bogor (ID) :

Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta

Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Jakarta (ID): Pemda Provinsi

DKI Jakarta.

Pratiwi K. 2013. Analisis Dampak Penataan dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Omset Pedagang Kakilima di Kota Bogor (Periode Tahun

2012-2013) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Ramawisada IK. 2003. Analisis Kebijakan Publik Revitalisasi kawasan Perkotaan

Dalam Rangka Penataan dan Pembinaan Padagang Kaki Lima (PKL) di

Kota Pangkalpinang [Tesis]. Depok (ID) : Universitas Indonesia.

Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Haris M, penerjemah;

Devri B, Suryadi S, Wibi H, editor. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga.

Terjemahan dari: Economic Develoment. Ed ke-9.

24

Yatmo YA. 2008. Street Vendors as ‘Out of Place’ Urban Elements. Journal of

Urban Design. 13(3) : 387–402.

25

Lampiran 1 Hasil output analisis regresi sebelum dipindahkan

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Omset .

Stepwise (Criteria:

Probability-of-F-to-

enter <= ,050,

Probability-of-F-to-

remove >= ,150).

a. Dependent Variable: Pendapatan

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .817a .668 .656 2.16030E6 1.631

a. Predictors: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.811E14 1 2.811E14 60.243 .000a

Residual 1.400E14 30 4.667E12

Total 4.212E14 31

a. Predictors: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1889694.669 773714.797 2.442 .021

Omset .130 .017 .817 7.762 .000 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Pendapatan

26

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig.

Partial

Correlation

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

Minimum

Tolerance

1 Modal .008a .071 .944 .013 .982 1.019 .982

LamaUsaha -.144a -1.330 .194 -.240 .924 1.082 .924

BiayaKerja .127a 1.216 .234 .220 1.000 1.000 1.000

JamKerja -.026a -.242 .811 -.045 .980 1.020 .980

Usia -.030a -.277 .784 -.051 .965 1.036 .965

AsalPedagang -.011a -.095 .925 -.018 .893 1.120 .893

JenisKelamin -.073a -.650 .521 -.120 .904 1.106 .904

Pendidikan .149a 1.408 .170 .253 .960 1.042 .960

a. Predictors in the Model: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Statist

ic df Sig.

Unstandardized

Residual .104 32 .200

* .957 32 .233

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

27

Lampiran 2 Hasil output analisis regresi sesudah dipindahkan

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Omset .

Stepwise (Criteria:

Probability-of-F-to-

enter <= ,050,

Probability-of-F-to-

remove >= ,100).

a. Dependent Variable: Pendapatan

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .935a .875 .871 35836.19591 2.488

a. Predictors: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regressi

on 2.690E11 1 2.690E11

209.4

76 .000

a

Residual 3.853E10 30 1.284E9

Total 3.075E11 31

a. Predictors: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -5950.672 7481.607 -.795 .433

Omset .172 .012 .935 14.473 .000 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Pendapatan

28

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig.

Partial

Correlation

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

Minimum

Tolerance

1 Modal -.098a -1.536 .135 -.274 .978 1.022 .978

Lamausaha .102a 1.614 .117 .287 .992 1.008 .992

Jamkerja -.006a -.082 .935 -.015 .921 1.086 .921

Umur .087a 1.332 .193 .240 .960 1.042 .960

Pendidikan .025a .352 .727 .065 .865 1.156 .865

Asal .007a .110 .913 .020 .971 1.030 .971

Gender .090a 1.414 .168 .254 .989 1.011 .989

a. Predictors in the Model: (Constant), Omset

b. Dependent Variable: Pendapatan

Lampiran 3 Hasil output uji t berpasangan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pendsesudah 51656.2500 32 99602.95674 17607.48153

pendsebelum 7.1125E6 32 3.68587E6 6.51576E5

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pendsesudah &

pendsebelum 32 .241 .183

29

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Pendsesudah

-

pendsebelum

-7.06084E6 3.66312E6 6.47554E5 -8.38154E6 -5.74015E6 -10.904 31 .000

30

Nama Surveyor :

Hari dan Tanggal Survey :

Nomor Kuisioner :

I. Data Responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan

3. jumlah anak :………

4. Daerah asal : Jakarta / bukan Jakarta :

5. Pendidikan terakhir : SD SMP SMA S1

6. Jenis usaha :

II. Pertanyaan

7. Sudah berapa lama saudara berdagang? …….. tahun

8. Sebelumnya saudara bekerja sebagai apa?

9. Berapa modal yang di butuhkan untuk berdagang seperti ini?

10. Adakah perubahan omzet sebelum dan sesudah dipindahkan?

a. Berapa omzet sebelum pemindahan (Rp/bulan)?

b. Berapa omzet sesudah pemindahan (Rp/bulan)?

11. Retribusi dan pungutan liar

a. Sebelum dipindahkan, adakah retribusi?

- Resmi berapa (Rp/bulan)?

- Tidak resmi berapa (Rp/bulan)?

b. Sesudah dipindahkan adakah retribusi ?

- Resmi berapa (Rp/bulan)?

- Tidak resmi berapa (Rp/bulan)?

12. Berapa jam bapak bekerja perhari?

a. Sebelum (jam/hari)? b. Sesudah (jam/hari)?

13. Dari omzet sebesar itu berapa pendapatan bapak, setelah dikurangi

retribusi dan kebutuhan lainnya?

a. Sebelum (Rp/bulan)?

b. Sesudah (Rp/bulan)?

14. Bagaimana jumlah pembeli setelah dipindahkan?

15. Bagaimana luas lapak setelah dipindahkan?

16. Bagaimana kenyamanan kebersihan dan kerapihan tempat setelah

dipindahkan?

17. Apa saran saudara untuk pengelola pasar?

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI BLOK G PASAR TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

(PERIODE TAHUN 2013 – 2014)

Lampiran 4 Kuisioner penelitian

31

Lampiran 5 Dokumentasi penelitian

Jembatan Penghubung Blok F dengan Blok G yang masih dalam pengerjaan

Pedagang di lantai dua Blok G

Kios-kios kosong di lantai tiga Blok G

Jalanan di depan Blok G

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar Jawa Timur pada 12 Desember 1989. Putra

ketiga dari Prihati dan Suhartono. Mengawali pendidikan di SDN Khayangan II

Jombang, saat kelas 5 pindah ke SDN Nglegok 1 Blitar. Pada tahun 2005 lulus

dari SMPN 3 Blitar. Tahun 2008 diterima di IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur USMI setelah dinyatakan lulus

dari SMA 1 Blitar.

Penulis sangat tertarik dalam gerakan pelestarian lingkungan. Selama

menjadi mahasiswa IPB penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Uni

Konservasi Fauna IPB. Penulis juga terlibat langsung dalam pengembangan Pusat

Penelitian Hutan Hujan Tropika di Situgunung Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango. Penulis memiliki spesialisasi dalam study tentang serangga.