ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ......

54
ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) TERHADAP EKSPOR IKAN TUNA INDONESIA KE NEGARA TUJUAN UTAMA OKTAVINA WIDYA KRISTRIANA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Transcript of ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ......

Page 1: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs)

TERHADAP EKSPOR IKAN TUNA INDONESIA KE NEGARA

TUJUAN UTAMA

OKTAVINA WIDYA KRISTRIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...
Page 3: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak Non-

Tariff Measures (NTMs) Terhadap Ekspor Ikan Tuna Indonesia ke Negara Tujuan

Utama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Oktavina Widya Kristriana

NIM H14110033

Page 4: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

ABSTRAK

OKTAVINA WIDYA KRISTRIANA. Analisis Dampak Non Tariff

Measures (NTMs) Terhadap Ekspor Tuna Indonesia ke Negara Tujuan Utama.

Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.

Dewasa ini, perdagangan internasional mengalami hambatan baik tarif

maupun non tarif. Negara- negara pelaku perdagangan cenderung memberlakukan

tindakan non tarif (NTM). Kebijakan NTM yang paling banyak diberlakukan

adalah Sanitary and Phitosanitary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT).

Salah satu ekspor potensial Indonesia yang menghadapi hambatan NTM yaitu

komoditi ikan tuna. Beberapa negara tujuan utama ekspor ikan tuna antara lain

China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja ekspor serta dampak NTM terhadap

ekspor komoditi tuna Indonesia. Metode yang digunakan yakni pendekatan

inventory (coverage ratio dan frequency index) dan model gravity. Hasil

pendekatan inventory menunjukkan Amerika Serikat sebagai negara yang

memberlakukan NTM terbanyak dan kelompok komoditi tuna yang paling banyak

terkena NTM adalah tuna beku. Hasil estimasi menunjukkan SPS dan TBT

berpengaruh nyata terhadap ekspor ikan tuna dengan koefisien positif sebesar 0,011

dan 0,015.

Kata kunci: ikan tuna, model gravity, NTM, SPS, dan TBT

ABSTRACT

OKTAVINA WIDYA KRISTRIANA. Impact Analysis of The Major

Destination Countries’ Non Tariff Measures (NTM) on The Indonesian Tuna

Exports. Supervised by WIWIEK RINDAYATI

Currently, International trading is hampered in both tariff and non-tariff.

Non-Tariff Measures (NTM) is likely applied by some major trading countries.

Sanitary and Phytosanitary (SPS) and Technical Barrier to Trade (TBT) are the

most widely applied NTM policy. Tuna commodities is one of Indonesian potential

exports facing NTM barriers. Some of Indonesian tuna export major destinations

are China, Japan, Thailand, United States, South Korea, Singapore, and Vietnam.

This study aims to analyze the export performance and NTM impact on the

Indonesian tuna export commodities. The methods used are descriptive analysis

through inventory approach (coverage ratio and frequency index) and gravity

model. The results show that United States as a country imposing highest NTM and

frozen tuna as the most affected commodity group by NTM effects. The estimation

results SPS and TBT affect tuna fish exports with positive coefficient of each 0,011

and 0,015

Keywords: gravity model, NTM, SPS, TBT, and tuna fish.

Page 5: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs)

TERHADAP EKSPOR IKAN TUNA INDONESIA KE

NEGARA TUJUAN UTAMA

OKTAVINA WIDYA KRISTRIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 6: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...
Page 7: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...
Page 8: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunianya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Dampak Non- Tariff Measures

(NTMs) Terhadap Ekspor Ikan Tuna Indonesia ke Negara Tujuan Utama ini dapat

diselesaikan. Penyusunan tulisan ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

program Strata-1 pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu

dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih disampaikan

kepada:

1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis, dan moril selama proses

penyelesaian skripsi sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si dan Dr. Eka Puspitawati selaku penguji atas

kritik dan masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Orang tua dan keluarga penulis Tri Imam H. (Ayah) dan Kristintien Mulyani

(Ibu), dan Yusril W. Mahendra (Adik) atas doa dan dukungan baik secara

moril maupun materil yang diberikan kepada penulis dalam proses

penyelesaian tugas akhir ini.

4. Ibu Darmiati Dahar alumni Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB yang

telah memberikan ilmu dan bantuan mengenai informasi Non-Tariff

Measures (NTMs) kepada penulis.

5. Teman- teman satu bimbingan yaitu Annisa Meidianty, Dian Rahmadhani,

Khairunnisa, dan Selamet Widodo yang senantiasa mendukung dan saling

membantu dalam penyusunan skripsi. Sahabat- sahabat terbaik yaitu

Chintia A.M, Anggun Tina, Indah Hardiyanti, Seftiyana, Aurora Fathyaa,

Octavianne D. M, Ika Fauziah, Rusy Laytifah M, Latifa Dinna P, Danu

Pramudia, Dani Arwan, dan Kemal Akbar, sebagai partner bertukar pikiran

dalam berbagai hal dan juga berbagi semangat. Keluarga Power Rangers

Astri Septiani, Khairunnisa M, Diana F.L, Asma Zakiyah, Desy S, Soleha,

Puti H, Nurul Hikmah, Panny W, yang senantiasa berbagi keceriaan dan doa.

6. Teman- teman Ilmu Ekonomi FEM IPB Angkatan 48 yang telah sama- sama

berproses dalam dunia kampus dan berbagi pengalaman selama hampir

empat tahun.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

Oktavina Widya Kristriana

Page 9: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

METODE PENELITIAN 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Analisis 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Gambaran Umum Subsektor Perikanan dan Industri Ikan Tuna Indonesia 17

Kinerja Perdagangan Komoditi Ikan Tuna Indonesia 18

Pemberlakuan Non Tariff Measures (NTM) pada Komoditi Ikan Tuna

Indonesia 21

Dampak NTMs Pada Ekspor Komoditi Tuna Indonesia ke Negara Tujuan

Utama 27

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 35

RIWAYAT HIDUP 42

Page 10: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

DAFTAR TABEL

1 Tabel 1 Nilai PDB menurut lapangan usaha tahun 2011- 2013 2 2 Tabel 2 Volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama

dan negara tujuan 2011-2012 3 3 Tabel 3 Jenis dan sumber data 14 4 Tabel 4 Produksi perikanan tangkap di laut menurut komoditas utama

2008-2013 18 5 Tabel 5 Perkembangan ekspor ikan tuna segar Indonesia tahun 2009-2013

ke negara tujuan utama 19 6 Tabel 6 Perkembangan ekspor ikan tuna beku Indonesia tahun 2009-2013

ke negara tujuan utama 19

7 Tabel 7 Perkembangan ekspor ikan tuna olahan Indonesia tahun 2009-

2013 ke negara tujuan utama 20 8 Tabel 8 Jumlah NTMs SPS dan TBT yang diberlakukan pada komoditi

ikan tuna di negara tujuan utama tahun 2002- 2013 21 9 Tabel 9 Hasil Uji Chow dan Hausman 28 10 Tabel 10 Hasil estimasi model dampak SPS dan TBT 28

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 1 Kontribusi perikanan terhadap PDB sektor pertanian 2013 2 2 Gambar 2 Klasifikasi baru NTM 9

3 Gambar 3 Kerangka Pemikiran 13 4 Gambar 4 PDB sektor pertanian atas dasar harga berlaku 2008-2013 17 5 Gambar 5 Nilai ekspor ikan tuna Indonesia ke negara tujuan utama tahun

2013 (000 USD) 20 6 Gambar 6 Frequency index SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2009- 2013 22 7 Gambar 7 Frequency index TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2009- 2013 23 8 Gambar 8 Frequency index SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi 24 9 Gambar 9 Frequency index TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi 24

10 Gambar 10 Coverage ratio SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2009- 2013 25

11 Gambar 11 Coverage ratio TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2009- 2013 26 12 Gambar 12 Coverage ratio SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi 26 13 Gambar 13 Coverage ratio TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara

tujuan utama tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi 27

Page 11: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lampiran 1 Cakupan Kode HS Ikan Tuna 35 2 Lampiran 2 Cakupan Kode HS Ikan Tuna 35 3 Lampiran 3 Neraca perdagangan tuna Indonesia ke negara- negara tujuan

utama tahun 2009- 2013 (000 USD) 36 4 Lampiran 4 Neraca perdagangan tuna Indonesia ke negara- negara tujuan

utama berdasarkan kelompok komoditi tahun 2010- 2013 (000 USD) 37 5 Lampiran 5 Cross sections effect 37 6 Lampiran 6 Hasil uji normalitas 38 7 Lampiran 7 Hasil uji multikolinearitas 38

8 Lampiran 8 Hasil uji heteroskedastisitas 38 9 Lampiran 9 Klasifikasi SPS dan TBT 40

Page 12: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...
Page 13: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekspor merupakan mesin penggerak bagi percepatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, ekspor

merupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan kelangsungannya.

Peranan ekspor menjadi semakin penting seiring dengan perubahan strategi

industrialisasi dari industri substitusi impor menuju industri promosi ekspor.

Perdagangan yang dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekspor

mengalami hambatan baik tarif maupun non tarif. World Trade Organization

(WTO) telah menetapkan tingkat tarif yang diberlakukan untuk komoditas di

seluruh dunia, baik untuk negara maju maupun berkembang. Melalui perjanjian

preferensi dalam perdagangan global, berbagai macam bentuk tarif telah semakin

berkurang. Adanya batasan tarif ini membuat negara memberlakukan tindakan non

tarif (non tariff measures/ NTMs) sebagai bentuk proteksi pada produsen domestik

dalam menghadapi persaingan impor dengan produk asing (Dahar 2014).

Dewasa ini terdapat dua kecenderungan dalam sektor pertanian, yaitu

peningkatan konsumsi masyarakat dan persoalan mengenai keaslian produk serta

komposisinya. Masyarakat akan lebih memperhatikan keamanan produk serta

keberlanjutan lingkungan dalam sebuah proses produksi sehingga nantinya akan

berdampak pada keputusan konsumen untuk membeli sebuah produk pertanian.

Akan tetapi keputusan membeli tentu saja tidak dapat ditentukan oleh masyarakat

sendiri, sehingga dalam hal ini, peran non tariff measures menjadi sangat penting

(Boza 2013). Tujuan diberlakukannya NTMs yakni melakukan tindakan untuk

melindungi manusia, hewan, dan tumbuhan pada suatu negara dari penyakit, serta

untuk menjamin kesejahteraan nasional yang berkelanjutan dengan memperbaiki

kegagalan pasar.

Saini (2009) mendefinisikan NTMs sebagai tindakan selain tarif yang

berkaitan dengan aktivitas administratif negara dan mempengaruhi harga, kuantitas,

struktur dan/ atau arah dari arus perdagangan internasional berupa barang atau jasa

serta sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi produk atau jasa tersebut.

UNCTAD mengklasifikasikan NTMs secara mendetail, dimana klasifikasi tersebut

merupakan taksonomi dari semua langkah tindakan yang dianggap relevan dalam

perdagangan internasional saat ini (Rahmaniar 2013). Secara garis besar, regulasi

teknis dibagi menjadi dua kategori besar, yakni sanitary or phytosanitary (SPS) dan

technical barriers to trade (TBT). Kedua regulasi ini dimaksudkan sebagai bentuk

proteksi terhadap manusia, hewan atau tumbuhan pada suatu negara dari penyakit,

dan juga mencakup segala macam regulasi teknis, standar, serta prosedurnya

(UNCTAD 2013).

Indonesia merupakan salah satu negara anggota yang tergabung dalam

sebuah organisasi yang disebut World Trade Organization (WTO). Dengan menjadi

anggota WTO, berarti Indonesia harus bersedia membuka pasar dalam negeri bagi

negara lain dan menerima segala konsekuensi perdagangan bebas. Kebijakan

perdagangan internasional setiap negara berbeda antara negara satu dengan yang

lainnya, sehingga sebagai negara pengekspor, Indonesia berusaha untuk memenuhi

Page 14: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

2

persayaratan kebijakan yang diberlakukan oleh negara pengimpor serta

memaksimalkan potensi ekspornya dalam rangka mendorong surplus neraca

perdagangan nasional

Tabel 1 Nilai PDB menurut lapangan usaha tahun 2011- 2013

Sumber: BPS 2013

Terdapat sembilan sektor utama pilar perekonomian nasional, dimana sektor

pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan satu dari sembilan

sektor utama penopang perekonomian Indonesia. Tabel 1 memperlihatkan kinerja

sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan terhadap nilai PDB yang

mengalami tren peningkatan sepanjang tahun 2011- 2013. Nilai PDB sektor

pertanian, peternakan, kehutanan atas dasar harga konstan meningkat dari 315

triliun rupiah pada tahun 2011 menjadi 328,3 triliun rupiah pada 2012 dan 339.9

triliun rupiah pada 2013.

Sumber: Dirjen Kelautan dan Perikanan, 2013

Gambar 1 Kontribusi perikanan terhadap PDB sektor pertanian 2013

Kehutanan4%

Perikanan 21%

Tanaman Bahan

Makanan50%

Peternakan dan Hasil-hasilnya

12%

Tanaman Perkebunan

13%

Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku

(triliun rupiah)

Atas Dasar Harga Konstan

2000 (triliun rupiah)

2011 2012 2013 2011 2012 2013

Pertanian, Peternakan,

Kehutanan, dan Perikanan 1 091.4 1 193.5 1 311.0 315.0 328.3 339.9

Pertambangan dan Penggalian 877.0 970.8 1 020.8 190.1 193.1 195.7

Industri Pengolahan 1 806.1 1 972.5 2 152.6 633.8 670.2 707.5

Listrik, Gas, dan Air Bersih 55.9 62.2 70.1 18.9 20.1 21.2

Bangunan 753.6 844.1 907.3 159.1 170.9 182.1

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1 023.7 1 148.7 1 301.5 437.5 473.1 501.2

Pengangkutan dan

Komunikasi 491.3 549.1 636.9 241.3 265.4 292.4

Keuangan, Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 535.2 598.5 683.0 236.2 253.0 272.1

Jasa- jasa 785.0 890.0 1 000.8 232.7 244.8 258.2

Produk Domestik Bruto (PDB) 7 419.2 8 229.4 9 048.0 2 464.6 2 618.9 2 770.3

PDB Tanpa Migas 6 785.9 7 588.3 8 416.0 2 322.7 2 481.8 2 637.0

Page 15: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

3

Gambar 1 menunjukkan kontribusi masing- masing subsektor dalam PDB

sektor pertanian. Kontribusi terbesar yakni tanaman bahan makanan (tabama)

sebesar 50% dan disusul oleh subsektor perikanan sebesar 21%. Dalam periode

2009-2012, capaian PDB sub sektor perikanan berdasarkan harga berlaku

mengalami peningkatan rata- rata sebesar 13.07%, dan pada periode yang sama

PDB nasional mengalami peningkatan sebesar 13.95%.

Dirjen Kelautan dan Perikanan (2013) mencatat bahwa pada tahun 2013,

volume ekspor hasil perikanan sebesar 802 ribu ton dengan nilai total USD 2.6

milyar. Salah satu komoditas penyumbang nilai ekpor terbesar yaitu ikan tuna,

dengan nilai USD 515 juta.

Tabel 2 Volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama dan

negara tujuan 2011-2012

Negara Tujuan

Tahun Perubahan

2011 2012 2011/2012

Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai

(ton) (USD 000) (ton) (USD 000) % %

Jepang 123 830 806 060 118 732 842 118 -4.12 4.47

Udang 37 897 427 301 33 521 372 825 -11.55 -12.75

Tuna/ Cakalang 44 604 174 060 38 526 171 203 -13.63 -1.64

Kepiting 1 149 12 892 383 2 763 -66.67 -78.57

Lainnya 5 601 23 611 2 900 27 414 -48.22 16.11

Amerika Serikat 126 931 1 070 484 133 476 1 147 191 5.16 7.17

Udang 70 059 615 055 62 194 500 307 -11.23 -18.66

Tuna/ Cakalang 15 062 71 374 14 545 91 357 -3.43 28.00

Kepiting 10 016 198 319 4 976 91 236 -50.32 -54.00

Lainnya 4 032 14 614 29 376 298 299 628.57 1941.19

China 242 397 220 998 295 486 284 664 21.90 28.81

Udang 5 920 25 432 6 136 39 804 3.65 56.51

Tuna/ Cakalang 711 1 518 6 640 5 684 833.90 274.44

Kepiting 4 379 16 033 6 950 41 622 58.71 159.60

Lainnya 110 961 93 549 147 176 116 041 32.64 24.04

Negara Lainnya 563 858 963 626 594 304 1 133 795 5.40 17.66

Udang 27 527 97 652 43 858 279 302 59.33 186.02

Tuna/ Cakalang 51 263 154 159 113 645 358 242 121.69 132.39

Kepiting 6 386 23 756 14 642 181 477 129.28 663.92

Lainnya 79 593 184 346 105 847 1 896 32.99 -98.99

Total 1 159 349 3 521 091 1 229 114 3 853 658 6.02 9.44

Udang 158 062 1 309 674 162 068 1304 149 2.53 -0.42

Tuna/ Cakalang 141 774 498 591 201 159 749 992 41.89 50.42

Ikan lainnya 618 294 1 075 401 538 723 965 062 -12.87 -10.26

Kepiting 23 089 262 321 28 212 329 724 22.19 25.69

Lainnya 218 130 375 105 298 952 504 731 37.05 34.56

Sumber: KKP 2012

Dari empat komoditas terbesar sektor perikanan, tabel 2 memperlihatkan

potensi nilai ekspor tuna ke beberapa negara tujuan utama seperti Jepang, China,

Page 16: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

4

dan Amerika Serikat. Perubahan nilai komoditas tuna untuk semua negara kecuali

Jepang menunjukkan angka yang positif dengan persentase terbesar jika

dibandingkan dengan komoditas lain. Persentase nilai perubahan terbesar pada

tahun 2011-2012 adalah ekspor ke China yang mencapai 274.44%.

Ikan tuna merupakan salah satu dari sepuluh komoditas potensial Indonesia

(Kemendag 2015). Beberapa negara tujuan utama ekspor ikan tuna antara lain

China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam.

Adanya pertumbuhan nilai ekspor yang positif ke negara tujuan utama serta pasar

yang terus berkembang di negara- negara tersebut memberikan peluang besar bagi

Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor ikan tunanya. Peluang ini pun

semakin diperkuat dengan keanggotaan Indonesia dalam berbagai asosiasi dunia

berkaitan dengan ikan tuna, diantaranya Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat

dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/ WCPFC), Komisi

untuk Konservasi Tuna Sirip Biru (Commisssion for the the Conservation of

Southern Bluefin Tuna/ CCSBT) dan Komisi Tuna Samudera Hindia (Indian Ocean

Tuna Commission/ IOTC). Keanggotaan Indonesia dalam berbagai asosiasi tersebut

semakin memperkuat posisi tawar Indonesia sebagai eksportir tuna di pasar dunia.

Maraknya isu non tarif seperti SPS dan TBT yang telah banyak ditetapkan

oleh negara pengimpor sebagai bentuk proteksi dapat menjadi hambatan bagi

ekspor tuna Indonesia. Akan tetapi, peranan asosiasi tuna domestik seperti Asosiasi

Tuna Longline Indonesia (ATLI), Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN), Asosiasi

Perikanan Pole and Line and Hand Line (AP2HI), serta Komisi Tuna Indonesia

(KTI) agaknya menjadi salah satu kunci penting dalam industri tuna dalam

menghadapi isu tersebut, yakni dalam rangka menekan biaya perdagangan

sekaligus mendorong daya saing tuna Indonesia melalui peningkatan standar mutu

dan kualitas. Adanya dukungan asosiasi dalam rangka menghadapi kebijakan non

tarif pada komoditi tuna Indonesia membuat hal ini menjadi menarik untuk diteliti,

yakni dengan menganalisis apakah dampak kebijakan non tariff tetap menjadi

hambatan atau justru menciptakan peluang baru bagi komoditi ikan tuna Indonesia.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menghasilkan implikasi kebijakan sebagai

upaya dalam rangka meningkatkan kinerja ekspor ikan tuna Indonesia ke negara-

negara tujuan utama.

Perumusan Masalah

Perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara- negara di seluruh

dunia seharusnya dapat dilakukan secara leluasa sehingga menguntungkan dua

belah pihak yang melakukan perdagangan. Berbagai macam bentuk perjanjian

preferensial baik regional maupun bilateral dilakukan semata untuk dapat

mengurangi tingkat tarif demi mempermudah arus ekspor dan impor. Dengan tetap

memperhatikan standar- standar tertentu untuk menjamin keamanan dan kualitas

produk, NTMs merupakan satu bentuk pengawasan perdagangan yang mulai

banyak diterapkan di negara- negara pelaku perdagangan internasional. Sebuah

studi dilakukan oleh OECD berfokus pada NTMs yang berlaku di negara- negara

berkembang. Hasil penelitian menunjukkan rasio frekuensi dari kuantitas dan

tindakan pengendalian harga yang cenderung lebih tinggi di negara- negara dengan

tingkat pendapatan perkapita dan keterbukaan lebih rendah (Rahmaniar 2013).

Page 17: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

5

Terlepas dari tujuan penerapan kebijakan perdagangan sebagai proteksi atau

mengatasi kegagalan pasar, NTMs diperkirakan memiliki efek distorsi pada

perdagangan internasional. Kebijakan non tarif yang ditetapkan oleh negara- negara

pengimpor komoditas justru memberikan hambatan baru dalam perdagangan

internasional dan membatasi akses pasar menggantikan kebijakan tarif pada periode

sebelumnya. Hal ini dijelaskan melalui studi yang dilakukan oleh International

Trade Centre (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa intensi proteksi

sekalipun, NTMs dapat meningkatkan biaya perdagangan, mengalihkan perhatian

manajerial, serta menekan eksportir kecil terutama pada negara berkembang

dimana akses hukum dan informasi regulasi cenderung sulit dilakukan. Adanya

regulasi teknis dan standar produk misalnya, dapat meningkatkan biaya

perdagangan melalui dua cara. Pertama, meningkatkan beban biaya tetap bagi

eksportir yang harus menyesuaikan produk dengan standar dan regulasi yang

diberlakukan oleh negara pengimpor. Kedua, prosedur penilaian kesesuaian seperti

pengujian untuk menunjukkan bahwa suatu produk telah sesuai dengan regulasi

teknis juga dapat menjadi biaya tambahan.

Sanitary and Phytosanytary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT)

merupakan dua bentuk penerapan NTMs yang paling banyak diberlakukan untuk

subsektor perikanan khususnya komoditas tuna. UNCTAD (2013) menyatakan SPS

dan TBT sebagai kebijakan non tarif yang paling banyak diberlakukan oleh seluruh

negara di dunia, dengan nilai permberlakuan regulasi 15- 30% dari komoditas yang

diperdagangkan. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan oleh negara

pengekspor dalam mencapai kualitas dan keamanan produk untuk memenuhi

ketentuan- ketentuan tersebut dan memperluas akses pasar di negara tujuan ekspor.

Berdasarkan data Dirjen Kelautan dan Perikanan (2014) total produksi

perikanan Indonesia tahun 2013 mencapai 11.06 juta ton dengan total nilai sebesar

Rp 126 triliun. Sub sektor perikanan tangkap mengalami pertumbuhan sebesar

3.53% dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dan didominasi oleh komoditas tuna

dan cakalang masing masing 269.5 ton dan 381 ton. Total volume ekspor hasil

perikanan Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 3.51%. Komoditas tuna,

tongkol, dan cakalang (TTC) merupakan salah satu penyumbang terbesar nilai hasil

ekspor perikanan dengan nilai USD 515 juta.

Angka pertumbuhan baik dalam segi nilai ekspor maupun produksi

menunjukkan potensi ekspor yang besar untuk komoditas ikan tuna. Akan tetapi,

penerapan hambatan non tariff pada komoditas tuna oleh negara pengimpor NTMs

mengharuskan Indonesia untuk memperhatikan persyaratan yang harus dipenuhi

dan secara tidak langsung berdampak bagi peningkatan biaya perdagangan

komoditas tersebut. Peranan berbagai asosiasi tuna Indonesia seperti ATLI,

ASTUIN, AP2HI, dan KTI menjadi penting. Keanggotaan nelayan serta eksportir

tuna Indonesia dalam asosiasi- asosiasi tersebut merupakan salah satu upaya

menekan biaya perdagangan yang harus ditanggung dalam memenuhi persyaratan

dan standar yang diberlakukan oleh negara- negara pengimpor, terlebih karena

masing- masing negara memiliki standar yang berbeda- beda sehingga biaya yang

dibutuhkan akan menjadi lebih besar.

Penerapan SPS dan TBT oleh negara tujuan utama ekspor yang berpotensi

menjadi hambatan perdagangan perlu dikaji lebih lanjut, sehingga terdapat

beberapa permasalahan untuk diteliti yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja ekspor ikan tuna Indonesia?

Page 18: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

6

2. Bagaimana pemberlakuan NTMs pada komoditas ikan tuna di negara-

negara tujuan ekspor?

3. Bagaimana dampak NTMs pada ekspor ikan tuna Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan pada uraian sebelumnya, tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan kinerja ekspor komoditas ikan tuna Indonesia.

2. Mendeskripsikan pemberlakuan NTMs pada ekspor komoditas ikan tuna

Indonesia di negara- negara tujuan utama.

3. Menganalisis dan mengestimasi dampak pemberlakuan NTMs terhadap

kinerja ekspor komoditas ikan tuna Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharpkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta

pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam rangka mendorong

potensi ekspor komoditas ikan tuna Indonesia.

2. Bagi pelaku sektor perikanan khususnya untuk komoditas ikan tuna,

penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran untuk meningkatkan

kinerja ekspor komoditas ikan tuna.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan

baik secara umum maupun khusus mengenai kebijakan perdagangan Non

Tariff Measures (NTMs), serta mengetahui dampak NTMs terhadap arus

ekspor pada komoditas ikan tuna Indonesia. Hasil dari penelitian ini juga

diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian lanjutan.

4. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu

pengetahuan dan wawasan penulis tentang kebijakan perdagangan Non

Tariff Measures (NTMs), serta mengetahui dampak NTMs terhadap arus

ekspor komoditas ikan tuna Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup arus ekspor perdagangan Indonesia

dengan negara negara tujuan ekspor (China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat,

Korea Selatan, Vietnam, dan Singapura). Penelitian ini membahas mengenai

kinerja ekspor dan dampak pemberlakuan NTMs (SPS dan TBT) pada komoditi

ikan tuna Indonesia. Komoditas yang digunakan berdasarkan HS 96

pengelompokan 6 digit yakni 030231, 030232, 030233, 030239, 030240, dan

030250 untuk tuna segar, 030341, 030342, 030343, dan 030349 untuk tuna beku,

serta 160414 untuk tuna olahan (Lampiran 1). Metode pada penelitian ini

menggunakan model data panel dengan pendekatan gravity. Data yang digunakan

untuk analisis pada penelitian ini dengan periode tahun 2009- 2013.

Page 19: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

7

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan dan pertukaran secara ekonomi dapat didefinisikan sebagai proses

tukar- menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela. Suatu perdagangan akan

terjadi apabila pihak- pihak pelaku perdagangan mendapatkan manfaat atau

keuntungan. Demikian pula dengan perdagangan internasional. Dalam arti sempit,

perdagangan internasional merupakan suatu gugusan masalah yang timbul

sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Apabila tidak ada

perdagangan internasional maka masing- masing negara harus mengkonsumsi hasil

produksinya sendiri (Salvatore 1997).

Kebijakan Perdagangan Internasional Kebijakan perdagangan internasional merupakan tindakan atau kebijaksanaan

ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

komposisi, arah, serta bentuk dari perdagangan internasional (Nopirin, 1999).

Instrumen- instrumen kebijakan perdagangan internasional yaitu:

1. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap current account dari neraca

pembayaran internasional, khususnya ekspor dan impor barang dan jasa.

2. Kebijakan pembayaran internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap capital account dalam neraca

pembayaran internasional.

3. Kebijakan bantuan luar negeri

Meliputi tindakan pemerintah berhubungan dengan bantuan (grants),

pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi

serta pembangunan, dan bantuan militer terhadap negara lain.

Non Tariff Measures (NTMs)

Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, khususnya pada sektor manufaktur,

pemerintah berbagai negara memiliki kecenderungan untuk melindungi industri-

industri domestik dengan memberlakukan berbagai macam hambatan non tariff

(Salvatore 1997). Berdasarkan hasil perundingan GATT pada putaran Uruguay,

terdapat beberapa kesepakatan mengenai jenis- jenis hambatan non tarif, antara

lain:

1. Kuota Impor

Kuota impor digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu. Pada

negara maju, hambatan ini umumnya digunakan untuk melindungi sektor

pertanian, sementara pada negara berkembang digunakan untuk melindungi

sektor manufaktur.

2. Subsidi Ekspor

Subsidi ekspor diberikan oleh negara kepada perusahaan- persuahaan

untuk meningkatkan ekspor. Bentuk subsidi berupa pinjaman ekspor

sebenarnya telah disepakati untuk dilarang dalam perdagangan

internasional. Peningkatan pemberian subsidi yang berlebihan dapat

Page 20: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

8

menimbulkan daya saing yang berlebihan pula sehingga dapat menjadi

ancaman bagi kelangsungan perdagangan internasional. Antisipasi untuk

bentuk kecurangan ini yakni dengan menetapkan pajak atau tariff pada

produk yang diduga memperoleh subsidi ekspor dari pemerintahnya. Sari

2014).

3. Pembatasan Ekspor Secara Sukarela

Tindakan pembatasan ekspor secara sukarela merupakan implikasi dari

adanya pemaksaan untuk pengurangan ekspor yang dilakukan bersamaan

dengan hambatan perdagangan yang lebih keras oleh suatu negara

pengimpor. Tujuannya yakni untuk melindungi sektor tertentu yang

menurun karena adanya produk impor. Selain pembatasan produk impor,

langkah lain yang dapat ditempuh untuk menghindari ancaman produk

impor yakni dengan memaksa negara pengekspor untuk membayar

kompensasi sebagai akibat dari dampak yangditimbulkan pada industri

domestik negara tujuan ekspor (World Trade Organization 2013).

4. Hambatan Birokrasi

Pemerintah suatu negara memberlakukan kontrol ketat terhadap standar

kesehatan, keamanan, dan prosedur kepabeanan. Tindakan ini dinilai efisien

untuk membatasi impor. Akan tetapi, pada praktiknya pemerintah ingin

membatasi impor tanpa mengumumkannya secara formal sehingga

seringkali menimbulkan hambatan dalam perdagangan internasional.

5. Kartel Internasional

Kartel merupakan bentuk sebuah organisasi produsen tertentu yang

anggotanya terdiri dari beberapa negara. Tujuan pembentukan kartel yakni

untuk membatasi output serta mengendalikan kegiatan ekspor sehingga

dapat digunakan untuk memaksimalkan keuntungan bagi negara- negara

tertentu. Praktik kartel menjadi merugikan bagi negara onsumen karena

harus membeli produk yang terbayas dengan harga relatif mahal.

6. Tindakan Anti- Dumping

Tindakan anti-dumping merupakan langkah yang dilakukan pemerintah

sebagai respon terhadap adanya pengaduan serta keluhan produsen

domestik karena perusahaan asing tertentu menjual komoditasnya dengan

harga dibawah biaya produksi atau lebih murah dibandingkan harga pasar

negara asalnya.

Dumping secara umum diartikan sebagai diskriminasi harga secara

internasional. Keadaan tersebut terjadi ketika harga komoditas yang dijual

di negara importir lebih rendah dibandingkan harga komoditas di pasar

domestik negara eksportir. Dalam jangka panjang, dumping dapat

menyebabkan kerugian pada negara tujuan ekspor, sebab tidak selamanya

negara pengekspor akan memberikan harga murah pada negara tujuan

ekspor. Setelah negara tujuan ekspor bergantung pada komoditas negara

pengekspor, maka negara pengekspor akan menaikkan harga komoditasnya.

7. Sanitasi dan Fitosanitasi

Salah satu hasil kesepakatan negara- negara WTO dalam Kongres WTO

putaran Doha tahun 2001 yaitu peraturan pemerintah suatu negara dalam

menjaga kemanan makanan, kesehatan hewan dan tumbuhan (sanitary and

phytosanitary). Tujuannya adalah untuk melindungi hak- hak konsumen

akan produk yang dikonsumsi dan juga untuk melindungi produk- produk

Page 21: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

9

yang dihasilkan oleh produsen domestik. Implikasi dari ukuran standar

kualitas yang lebih tinggi akan mampu mendorong negara lain untuk

meningkatkan kualitas produknya sehingga memiliki daya saing yang lebih

tinggi di negara tujuan ekspornya.

8. Standar Lingkungan

Isu standar lingkungan yang semakin gencar dibahas dan telah

diberlakukan oleh negara- negara maju berdampak pada perdagangan

negara- negara berkembang. Standar lingkungan yang diberlakukan oleh

negara maju dikhatarikan menjadi hambatan perdagangan terutama dalam

segi kinerja ekspor bagi negara- negara berkembang. Bagi negara maju,

standar lingkungan seringkali digunakan untuk tujuan tidak langsung yaitu

untuk melindungi industri- industri dalam negerinya (Verbruggen et al.

1995).

Non tariff measures (NTMs) sendiri didefinisikan sebagai kebijakan-

kebijakan selain tariff yang secara potensial memiliki pengaruh ekonomi

perdagangan komoditas internasional dengan mengubah kuantitas perdagangan

atau harga atau keduanya (UNCTAD 2013). Secara garis besar, klasifikasi NTMs

terbagi menjadi import measures dan export measures (gambar 2). Pada import

measures terbagi menjadi dua bagian yakni technical measures dan non technical

measures, sementara untuk export measures hanya memiliki satu klasifikasi yaitu

export related measures.

Sumber : UNCTAD 2013

Gambar 2 Klasifikasi baru NTM

Page 22: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

10

Pada perkembangannya, kebijakan non tariff pada perdagangan internasional

telah mengalami kemajuan sehingga dilakukan perubahan dalam metodologi,

klasifikasi, penghitungan, dan pengumpulan data NTMs. Pada tahun 2006,

UNCTAD membentuk Multi Agency Team Support dalam rangka menyusun dan

memperbaharui klasifikasi NTMs. Modifikasi dalam penyusunan NTMs dilakukan

dengan dengan penambahan beberapa cabang klasifikasi yang merefleksikan

kondisi perdagangan internasional saat ini.

Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT)

Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT)

merupakan bagian dari technical measures. Kedua kebijakan ini dimaksudkan

sebagai tindakan perlindungan terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan, serta

mencakup berbagai regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian.

Penggunaan SPS secara spesifik banyak diberlakukan pada sektor pertanian

dan produk yang berasal dari hewan. Cadot (2012) menjelaskan SPS sebagai

kebijakan yang diaplikasikan untuk melindungi kehidupan manusia atau hewan dari

zat- zat lain, kontaminasi, racun, atau organisme penyebab penyakit dalam

makanan; untuk melindungi kehidupan manusia dari penyakit bawaan baik hewan

maupun tumbuhan; untuk mencegah atau membatasi kerusakan negara dari

masuknya hama; dan untuk melindungi biodiversitas.

Penggunaan TBT diterapkan secara lebih luas pada berbagai sektor dan

berkaitan pada regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian. Definisi TBT

menurut UNCTAD (2013) yaitu tindakan yang mengacu pada regulasi teknis, dan

prosedur penilaian kesesuaian dengan peraturan teknis dan standar, termasuk

langkah- langkah yang tercakup dalam perjanjian SPS. Regulasi teknis merupakan

dokumen yang menetapkan mengenai karakteristik produk atau yang terkait dengan

proses produksi serta ketentuan administratif. Hal ini juga mencakup symbol,

pengemasan, atau pelabelan seperti yang digunakan pada produk, proses, maupun

cara produksi. Sedangkan prosedur penilaian kesesuaian adalah prosedur yang

digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menentukan bahwa

persayaratan telah relevan atau memenujhi standar dalam peraturan teknis.

Pendekatan Inventory

Pendekatan inventory adalah inventarisasi kebijakan- kebijakan non tarif

oleh setiap negara, dilakukan dengan menghitung frequency index dan coverage

ratio pada periode waktu yang yang disesuaikan dengan ketersediaan data.

Keduanya merupakan indikator agregat yang paling sederhana dalam mengukur

pemberlakuan NTMs pada suatu negara. Frequency index merupakan share total

tariff pada satu a

tau lebih NTMs yang diberlakukan, sementara coverage ratio merupakan

persentase dari perdagangan suatu produk yang dikenakan NTMs pada negara

pengimpor. Coverage ratio memberikan ukuran pentingnya NTMs impor secara

keseluruhan.

Model Gravity

Alat analisis yang digunakan untuk menganalisa perdagangan bilateral

antarnegara adalah model data panel dengan pendekatan gravity. Model ini

Page 23: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

11

merupakan adaptasi dari model gravitasi yang dikemukakan oleh Sir Isaac Newton,

dan kemudian berkembang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai disiplin

ilmu. Pada disiplin ilmu ekomomi, model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh

Jan Timbergen pada 1962 dan digunakan sebagai alat analisis perdagangan

internasional antarnegara.

Pada konteks perdagangan, model gravity menyatakan bahwa intensitas

perdagangan antarnegara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan

nasional masing- masing negara, dan berhubungan terbalik dengan jarak antar

keduanya (Yuniarti 2007).

Dahar (2014) menjelaskan persamaan gravitasi dapat dianggap sebagai

semacam representasi singkat penawaran dan permintaan. Jika i adalah negara asal,

maka Mi mewakili jumlah total yang bersedia dipasok ke semua pelanggan,

sementara Mj mewakili “wedge” yang memberlakukan biaya perdagangan dan

menghasilkan arus keseimbangan perdagangan yang lebih rendah. Secara

matematis, seperti yang dikemukakan oleh Anderson (2011), gravity model

dinyatakan dengan persamaan berikut:

𝐹𝑖𝑗 = 𝑅𝑗𝑀𝑖𝑀𝑗

𝐷𝑖𝜃𝑗

Anderson juga menjelaskan bahwa dari perkalian persamaan gravitasi dapat

diperoleh logaritma natural sehingga didapatkan hubungan linier antara arus

perdagangan dan ukuran ekonomi dan jarak:

Ln Fij = α ln Mij + β ln Mj – θ ln Dij + ρ ln Rj + ϵij Disertakannya error term ϵij menjelaskan bahwa persamaan dapat diestimasi

oleh regresi kuadrat terkecil biasa (ordinary least square) sehingga diharapkan

dapat diperoleh estimasi dengan α= β = ρ = 1.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Studi yang dilakukan oleh Rastikaranty (2008) mengenai pengaruh

kebijakan tarif dan non tariff Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia

menggunakan model regresi berganda dengan dummy intersep. Hasil penelitian

menunjukkan hasil bahwa kebijakan hambatan tarif berpengaruh nyata dan bersifat

inelastis, sementaa kebijakan hambatan non tarif tidak berpengaruh nyata terhadap

model. Tidak adanya pengaruh signifikan ini didukung oleh fakta bahwa Indonesia

diijinkan untuk teris melakukan ekspor ke Uni Eropa namun harus diimbangi

dengan penyetaraan standar.

Penelitian yang dilakukan oleh Fasarella et al mengenai dampak sanitary

dan standar teknis pada ekspor daging unggas Brazil pada 2011. Model yang

digunakan adalah gravity menggunakan beberapa variabel yakni GDP perkapita

negara pengimpor, bilateral tarif, serta lima dummy NTM meliputi dummy untuk

tindakan terkait proses, dummy untuk tindakan terkait dengan pelabelan, dummy

untuk tindakan terkait dengan pengawasan dan karantina, serta dummy tindakan

terkait penilaian kesesuaian. Hasil penelitian menujukkan bahwa pemberlakuan

NTM terkait dengan penilaian kesesuaian menunjukkan pengaruh yang signifikan

dan negatif, NTM terkait tindakan pelabelan dan pengemasan menunjukkan hasil

Page 24: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

12

positif dan signifikan, sementara NTM terkait tindakan pengawasan dan karantina

menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan.

Pada tahun 2014, Dahar melakukan penelitian mengenai analisis dampak

kebijakan non-tarif terhadap kinerja ekspor hortikultura Indonesia di negara

ASEAN +3. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap

kinerja ekspor antara lain GDP perkapita negara pengimpor, populasi negara

pengimpor, serta jarak ekonomi. Kebijakan non tariff berupa SPS dan TBT yang

diukur dengan pendekatan variabel coverage ratio dan frequency index menujukkan

pegaruh signifikan dengan koefisien negatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Devadason (2009) mengenai NTM di ASEAN

yang dipertanyakan sebagai hambatan perdagangan intra regional. Model yang

digunakan digunakan adalah gravity dengan variabel export coverage ratio (ECR)

yang diadaptasi dari pendekatan inventory untuk menangkap coverage ratio dari

subjek perdagangan yang terkena NTM pada hubungan perdagangan intra-regional

ASEAN. Komoditi yang diteliti mencakup 97 produk dalam HS dua digit, sehingga

dimasukkan variabel dummy untuk sektor pertanian dan industri sebagai pembeda

efek perdagangan antara kedua pasar tersebut. Hasil penelitian ternyata

menunjukkan bahwa ECR memiliki dampak yang positif baik pada produk

pertanian maupun industri. Akan tetapi, bagi beberapa negara seperti Cambodia,

Laos, Myanmar, dan Vietnam, NTM dapat menjadi hambatan apabila permasalahan

internal dalam industri domestic tidak bisa diatasi dengan baik oleh pemerintah

setempat.

Fontagne et al (2005) mengestimasi dampak SPS dan TBT pada perdagangan

internasional menggunakan model gravity. Negara yang diteliti meliputi negara

maju (developing country/ DC), negara berkembang (least developed country/

LDC), dan negara- negara OECD (Organization of Economic Co-operation and

Development). Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPS dan TBT memiliki

dampak negatif dan signifikan pada negara- negara maju, dampak positif dan

signifikan pada negara- negara berkembang meskipun dengan elastisitas yang kecil,

sedangkan untuk negara- negara OECD tidak memiliki dampak signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Bratt (2014) mengestimasi mengenai dampak

bilateral non-tariff measures pada 85 negara menggunakan gravity model yang

mencakup variabel keunggulan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

secara keseluruhan NTM memiliki dampak negatif. Bagi negara eksportir

berpendapatan rendah, NTM yang diberlakukan oleh negara pengimpor

berendapatan tinggi cenderung memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan

dengan NTM oleh negara berkembang yang diberlakukan pada eksportir negara

maju.

Kerangka Pemikiran

Kerjasama antarnegara pelaku perdagangan internasional dilakukan dalam

rangka memperluas akses pasar dan memajukan kesejahteraan antarnegara anggota

WTO. Salah satu kebijakan perdagangan internasional yang banyak diberlakukan

oleh negara- negara WTO adalah Non- Tariff Measures (NTMs). Kebijakan ini

diberlakukan sebagai bentuk proteksi terhadap produsen domestic dalam rangka

menghadapi persaingan impor. Implementasi dari NTMs yang paling banyak

Page 25: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

13

digunakan yaitu sanitary and phytosanitary (SPS) dan technical barriers to trade

(TBT).

Salah satu komoditi potensial ekspor Indonesia yang tidak terlepas dari

pemberlakuan NTMs adalah Ikan tuna. Jumlah produksi yang memberikan

sumbangan besar pada subsektor perikanan serta pertumbuhan nilai ekspor ke

beberapa negara tujuan utama yang positif merupakan sebuah peluang besar jika

dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Penggunaan SPS dan TBT yang banyak

diberlakukan pada komoditi ikan tuna oleh negara- negara tujuan utama

dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap manusia, hewan, dan

tumbuhan dari berbagai penyakit, serta sebagai bentuk regulasi teknis dan prosedur

penilaian kesesuaian.

Pendekatan inventory digunakan untuk menganalisis pemberlakuan SPS dan

TBT oleh negara pengimpor pada komoditi ikan tuna Indonesia, sedangkan untuk

menganalisis bagaimana dampak dari pemberlakuan kedua kebijakan tersebut

menggunakan model gravity. Hasil dari penelitian ini adalah implikasi kebijakan

terkait ekspor ikan tuna yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah.

Hipotesis

Hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini adalah:

1. GDP per kapita suatu negara berhubungan positif dengan arus ekspor.

Pada hubungan bilateral, peningkatan GDP perkapita suatu negara

Kebijakan Perdagangan

Implikasi Kebijakan

Hambatan Tarif

Implementasi Non

Tarif (SPS dan

TBT) pada ekspor

ikan tuna

Hambatan Non Tarif

Model Panel Gravity Pendekatan Inventory

(Frequency Index dan

Coverage Ratio)

Dampak NTM pada ekspor ikan tuna

Instrumen Kebijakan Perdagangan Internasional

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Page 26: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

14

akan meningkatkan permintaan ekspor dan berhubungan positif

dengan GDP perkapita partner dagangnya.

2. Populasi negara importir berhubungan positif dengan arus ekspor

negara eksportir. Besarnya populasi akan meningkatkan GDP suatu

negara dan mendorong permintaan impornya.

3. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap hubungan perdagangan

antar negara. Semakin besar jarak ekonomi, maka akan semakin kecil

arus perdagangan bilateral.

4. Nilai tukar riil berpegaruh positif dengan arus ekspor antarnegara

dagang.

5. Penerapan NTMs (SPS dan TBT) oleh negara pengimpor berdampak

terhadap arus ekspor.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder time-

series tahun 2011-2013 dengan cross section negara tujuan utama meliputi China,

Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Korea Selatan, Vietnam, dan Singapura. Data

berasal dari berbagai sumber dengan rincian pada tabel 4.

Tabel 3 Jenis dan sumber data

Jenis Data Sumber Satuan

Non Tariff Measures (NTMs) I- TIP WTO

Populasi World Bank jiwa

GDP perkapita World Bank Juta USD

Ekspor dan Impor Ikan Tuna WITS Juta USD

Jarak geografis CEPII Km

Nilai tukar World Bank, OECD Rp/ USD

IHK World Bank

Metode Analisis

Terdapat dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yakni

analisis deskriptif dengan pendekatan inventory dan analisis data panel dengan

model gravity.

Pendekatan Inventory

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai

kinerja perdagangan ikan tuna dan kebijakan NTMs yang diberlakukan negara-

Page 27: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

15

negara tujuan ekspor. Analisis pemberlakuan kebijakan NTMs dilakukan dengan

pendekatan inventory yang menggunakan frequency index dan coverage ratio

sebagai indikatornya.

Fugazza (2013) menjelaskan frequency index hanya digunakan untuk

mengukur ada atau tidaknya suatu NTMs, dan merangkum persentase produk

dimana satu atau lebih kebijakan NTMs diterapkan. Frequency index menunjukkan

persentase dari transaksi impor yang tercakup dalam sejumlah NTMs untuk negara

ekspor sedangkan coverage ratio merupakan persentase dari subjek perdagangan

yang dikenakan NTMs pada negara pengimpor dan memberikan ukuran pentingnya

NTMs impor secara keseluruhan. Kedua indikator tersebut dirumuskan sebagai

berikut:

𝐹𝑖𝑗𝑡 = [ (𝐷𝑘𝑡 𝑀𝑘𝑇)

𝑀𝑘𝑇] × 100

𝐶𝑖𝑗𝑡 = [ (𝐷𝑘𝑡 𝑉𝑘𝑇)

𝑉𝑘𝑇] × 100

Dimana:

Fijt = Frequency index negara pengekspor i ke negara pengimpor j pada

tahun t (%)

Dkt = variabel dummy yang menunjukkan ada atau tidaknya satu atau

lebih NTM pada produk k pada tahun t

MkT = jumlah produk k dengan total tahun dari jumlah yang diimpor

Cijt = Coverage ratio negara pengekspor i ke negara pengimpor j pada

tahun t (%)

VkT = nilai produk k dengan total tahun dari jumlah yang diimpor

j = negara pengimpor

i = negara pengekspor

k = produk yang diimpor

t = tahun diberlakukannya NTMs

T = total tahun dari jumlah yang diimpor ke negara tujuan

Nilai frequency index dan coverage ratio berada pada rentang 0-100. Nilai

frequency index yang semakin kecil menunjukkan semakin sedikit penggunaan

NTMs oleh suatu negara, begitupun sebaliknya. Nilai coverage ratio yang semakin

kecil menunjukkan semakin sedikitnya cakupan produk yang terkena kebijakan

NTMs, sementara coverage ratio yang semakin besar menujukkan semakin luasnya

cakupan produk yang terkena kebijakan NTMs.

Model Gravity Model gravity merupakan alat analisis untuk pendekatan ex-post yang

digunakan dalam mengukur dampak NTMs dalam ekspor suatu produk. Variabel

independen yang digunakan dalam rancangan model yakni nilai ekspor ikan tuna

Indonesia pada negara tujuan utama. Variabel bebasnya mencakup GDP perkapita

negara pengimpor, populasi negara pengimpor, jarak ekonomi bilateral antara

negara pengekspor dan pengimpor, pemberlakuan NTMs (TBT, dan SBS), dan nilai

tukar riil. Periode waktu data yang digunakan dari 2009- 2013.

Page 28: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

16

Model yang digunakan dalam penelitian untuk melihat dampak NTMs

merujuk pada model gravity mengacu pada model penelitian Fontagne et al (2005).

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan coverage ratio sebagai variabel

bebasnya. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut:

ln 𝐸𝑋𝑖𝑗𝑡 = 𝛼 + 𝛽1𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝐶𝑗𝑡 + 𝛽2𝑙𝑛𝑃𝑂𝑃𝑗𝑡 + 𝛽3𝑙𝑛𝐸𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗𝑡 + 𝛽4𝑙𝑛𝑅𝐸𝑅𝑖𝑗𝑡

+ 𝛽5𝐶𝑅 𝑇𝐵𝑇𝑖𝑗𝑡 + 𝛽6𝐶𝑅 𝑆𝑃𝑆𝑖𝑗𝑡 + 𝜇𝑖𝑗𝑡

Dimana:

EXijt = nilai ekspor ikan tuna Indonesia ke negara j pada tahun t

(juta US $)

POPijt = populasi negara pengimpor j pada tahun t (jiwa)

GDPCjt = GDP perkapita negara pengimpor j pada tahun t (juta USD)

EDISTijt = jarak ekonomi antara negara eksportir j dan Indonesia (km)

RERijt = nilai tukar riil Indonesia terhadap negara pengimpor j pada

tahun t

CR TBTijt = coverage ratio TBT negara pengimpor j terhadap tuna

Indonesia pada tahun t (%)

CR SPSijt = coverage ratio SPS negara pengimpor j terhadap tuna

Indonesia pada tahun t (%)

Definisi Operasional

Definisi operasioanl variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Ekspor (EX) adalah total nilai ekspor komoditi tuna Indonesia ke negara

tujuan utama.

2. GDP perkapita (GDPC) merupakan jumlah pendapatan rata- rata dari

penduduk suatu negara pada periode tertentu.

3. Populasi (POP) yaitu total jumlah penduduk di negara tujuan ekspor dalam

satu tahun.

4. Jarak ekonomi (EDIST) merupakan variabel yang mewakili biaya

transportasi, diperoleh dari:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑔𝑒𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 × 𝐺𝐷𝑃𝐷𝐽

𝐺𝐷𝑃𝑗

5. Real Exchange Rate (RER) merupakan nilai tukar riil negara pengekspor

terhadap negara pengimpor yang diperoleh dari:

𝑅𝐸𝑅 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 × 𝐼𝐻𝐾 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟

𝐼𝐻𝐾 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑠𝑘𝑝𝑜𝑟

6. Coverage Ratio TBT (CR TBT) adalah pemberlakuan NTM berupa TBT

yang dihitung dengan nilai impor suatu produk dan diukur dalam satuan

persen.

Page 29: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

17

7. Coverage Ratio TBT (CR TBT) adalah pemberlakuan NTM berupa TBT

yang dihitung dengan nilai impor suatu produk dan diukur dalam satuan

persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Subsektor Perikanan dan Industri Ikan Tuna Indonesia

Perikanan merupakan salah satu dari empat subsektor dalam sektor pertanian.

Subsektor ini memiliki juga memiliki peran penting jika dilihat dengan

kontribusinya terhadap PDB. Grafik 1 memperlihatkan subsektor perikanan

memiliki kontribusi terbesar kedua setelah kelompok tanaman bahan makanan.

Berdasarkan data KKP, pada triwulan III tahun 2013, subsektor ini memberikan

kontribusi yang cukup signifikan yaitu sebesar 5.1% dibandingkan dengan share

subsektor lainnya.

Sumber : BPS 2014

Gambar 4 PDB sektor pertanian atas dasar harga berlaku 2008-2013

Salah satu bagian dari subsektor perikanan yang memiliki peran penting

adalah ikan tuna. Tabel 5 memperlihatkan hasil produksi subsektor perikanan

selama 2008-2013. Komoditi ikan tuna memiliki kenaikan rata- rata terbesar

sepanjang enam tahun terakhir yakni tuna besar (Thunnus spp.) sebesar 6.95%,

diikuti dengan cakalang (skipjack tuna) sebesar 5.68%. Jumlah produksi ikan tuna

dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan hingga tahun 2012, kemudian

mengalami penurunan pada tahun 2013.

-

20,000.00

40,000.00

60,000.00

80,000.00

100,000.00

120,000.00

140,000.00

160,000.00

180,000.00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

PD

B H

arga

Ko

nst

an 2

00

0 (

Mil

yar

Rp

)

Tahun

Tanaman Bahan Makanan

Tanaman Perkebunan

Peternakan dan hasil-

hasilnya

Kehutanan

Perikanan

Page 30: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

18

Tabel 4 Produksi perikanan tangkap di laut menurut komoditas utama 2008-2013

Jenis Ikan

Tahun Kenaikan Rata-

rata (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008-

2013

2012-

2013

Produksi

Total 4 701 933 4 812 236 5 039 446 5 345 729 5 435 633 5 503 620 3.22 1.25

Ikan 4 221 635 4 327 259 4 540 145 4 713 439 4 821 574 4 657 710 2.03 -3.40

Tuna 194 173 203 269 213 796 241 364 275 778 269 530 6.95 -2.27

Cakalang 296 769 338 034 329 949 372 211 429 024 381 070 5.68 -11.18

Tongkol 421 905 404 283 367 320 415 331 432 138 419 490 0.17 -2.93

Ikan

Lainnya 3 308 788 3 381 673 3 629 080 3 684 533 3 684 634 3 587 620 1.68 -2.63

Binatang

Berkulit

Keras 304 872 302 601 302 544 343 644 337 439 350 920 3.00 4.00

Udang 236 922 236 870 227 326 260 618 263 032 262 020 2.23 -0.38

Binatang

berkulit

keras

lainnya 67 950 65 731 75 218 83 026 74 407 88 900 2.23 19.48

Lainnya 175 426 182 375 196 757 288 646 88 900 494 990 6.13 78.94

Sumber: Dirjen Kelautan dan Perikanan 2014

Usaha penangkapan ikan tuna dimulai pada 1970, setelah PT. Perikanan

Samudera Besar (PSB) berdiri. Basis perikanan terkonsentrasi di Benoa Bali, dan

terus dikembangkan hingga Sabang Aceh. Pada 1980, armada perikanan beroperasi

hampir di seluruh perairan Indonesia, dan terus berkembang seiring dengan

dukungan perusahaan- perusahaan nasional, penanaman modal asing (PMA), dan

pertumbuhan sarana penunjang lainnya. Kapal yang digunakan sebagai

mediapenangkapan berukuran > 100 Gross Tonage (GT) yang dilengkapi dengan

unit refrigrasi hingga -50o C dengan lama operasi lebih dari 30 hari/ trip. Khusus

untuk produk tuna segar, dikembangkan kapal- kapal berukuran <60 GT dengan

lama waktu operasi sekitar dua minggu karena dinilai lebih efisien dan ekonomis

untuk menjaga mutu produk tersebut.

Basis perikanan untuk industri tuna longlinier skala besar menyebar di daerah

Jakarta dan Cilacap, sementara di kawasan timur Indonesia dikembangkan industri

pole and linier, pursuiner, dan hand linier yang melibatkan nelayan dalam jumlah

besar serta kemitraan dengan pengusaha industri tuna (Hanudi 2005). Pengusaha

yang bergerak dalam industri perikanan tuna tergabung dalam organisasi-

organisasi seperti Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), Asosiasi Tuna Longline

Indonesia (ATLI), Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (GAPPINDO), dan

Komisi Tuna Indonesia (KTI).

Kinerja Perdagangan Komoditi Ikan Tuna Indonesia

Indonesia memiliki potensi perairan dengan kepemilikan berbagai jenis ikan

termasuk tuna. Selain itu, nilai ekonomis tuna yang lebih tinggi dibandingkan

produk lainnya menciptakan peluang besar bagi pengembangan kinerja ekspor tuna

Indonesia. Jenis tuna yang diperdagangkan dan memiliki potensi dalam pangsa

Page 31: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

19

internasional terdiri dari bentuk ikan tuna segar (fresh/chilled), beku (frozen) dan

ikan tuna olahan.

Ekspor Ikan Tuna Segar (HS 0302.3)

Ekspor ikan tuna segar yang digunakan dalam penelitian ini tercakup pada

Lampiran 1. Berdasarkan tabel 5, kinerja ekspor ikan tuna segar mengalami tren

menurun dilihat dari nilai ekspornya yang terus mengalami pertumbuhan negative

sepanjang 2010- 2013, sementara untuk volume ekspor mengalami kenaikan pada

tahun 2013 hingga mencapai angka 10.6%.

Tabel 5 Perkembangan ekspor ikan tuna segar Indonesia tahun 2009-2013 ke

negara tujuan utama

Tahun Nilai ekspor

(000 USD)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

Volume

Ekspor (Kg)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

2009 91 986.06 0 24 562 072 0

2010 103 059.9 12.03865 16 577 891 -32.5061

2011 85 829.35 -16.719 13 933 143 -15.9535

2012 70 758.28 -17.5593 10 865 197 -22.0191

2013 69 941.25 -1.15468 12 017 471 10.60518

Sumber: UNCOMTRADE 2015 (diolah)

Ekspor Ikan Tuna Beku (HS 0303.4)

Kinerja ekspor ikan tuna beku Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan yang

cukup baik. Tabel 6 memperlihatkan tingkat pertumbuhan ekspor ikan tuna beku

baik nilai maupun volume tahun 2009-2013 Tingkat pertumbuhan nilai ekspor pada

tahun 2010 mencapai 93.91%, hal ini juga berkaitan dengan pertumbuhan volume

ekspor pada tahun tersebut yang mencapai 74.29%. Akan tetapi, pada tahun 2013,

baik nilai maupun volume ekspor mengalami penurunan pada tingkat

pertumbuhannya.

Tabel 6 Perkembangan ekspor ikan tuna beku Indonesia tahun 2009-2013 ke

negara tujuan utama

Tahun Nilai ekspor

(000 USD)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

Volume Ekspor

(Kg)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

2009 54 401.36 0 42 115 439 0

2010 61 166.48 12.43557 35 152 128 -16.5339

2011 93 580.04 52.99237 45 466 840 29.34307

2012 181 469 93.91847 79 246 367 74.29486

2013 149 540 -17.5947 77 127 855 -2.67332

Sumber: UNCOMTRADE 2015 (diolah)

Ekspor Ikan Tuna Olahan (HS 1604.14)

Cakupan HS 6 digit untuk ekspor ikan tuna hanya HS 1600414. Berdasarkan

tabel 7, nilai ekspor ikan tuna olahan Indonesia selama tahun 2010-2012 mengalami

pertumbuhan positif yang meningkat setiap tahunnya, namun sama seperti kedua

komoditas tuna lainnya, pertumbuhan mengalami penurunan baik pada nilai ekspor

maupun volume sebesar minus 16.04% dan minus 10.11%.

Page 32: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

20

Tabel 7 Perkembangan ekspor ikan tuna olahan Indonesia tahun 2009-2013 ke

negara tujuan utama

Tahun Nilai ekspor

(000 USD)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

Volume Ekspor

(Kg)

Tingkat

Pertumbuhan (%)

2009 103 125.6 0 27 576 084 0

2010 106 813.4 3.576109 28 142 181 2.052855

2011 122 472.2 14.65991 25 706 945 -8.65333

2012 147 672.9 20.57666 26 540 699 3.243303

2013 123 985.5 -16.0405 23 855 641 -10.1168

Sumber: UNCOMTRADE 2015 (diolah)

Ekspor Ikan Tuna ke Negara Tujuan Utama

Neraca perdagangan komoditas ikan tuna Indonesia ke negara tujuan utama

menunjukkan perkembangan kinerja perdagangan yang cukup baik dalam beberapa

tahun terakhir. Hal ini membuktikan ikan tuna sebagai salah satu komoditi potensial

untuk mendorong neraca perdagangan nasional. Indonesia sebagai eksportir ikan

tuna terbesar kedua setelah Thailand, ditambah dengan potensi perairan yang luas

merupakan peluang besar sehingga kinerja ekspornya perlu terus dikembangkan.

Ilustrasi gambar 5 memperlihatkan tujuan ekspor utama ikan tuna Indonesia

pada tahun 2013 didominasi oleh Jepang dengan total nilai 151 223.6 juta USD,

diikuti oleh Thailand sebesar 102 744,769 USD, dan Amerika Serikat sebesar

73406.125 juta USD. Selama lima tahun terakhir, Jepang juga menjadi negara

tujuan utama yang mendominasi ekspor ikan tuna Indonesia. Hal ini disebabkan

karena konsumsi ikan yang tinggi di negara tersebut sehingga memiliki permintaan

impor ikan tuna yang besar.

Sumber: UNCOMTRADE 2015

Gambar 5 Nilai ekspor ikan tuna Indonesia ke negara tujuan utama tahun 2013 (000

USD)

Kinerja ekspor komoditi tuna ditunjukkan oleh neraca perdagangan ikan tuna

sepanjang 2009-2013 ke negara- negara tujuan utama (Lampiran 2). Hampir

keseluruhan neraca mengalami surplus kecuali pada tahun 2010 dan 2011 untuk

2911.653

151223.607

102744.769

73406.125

1389.451463.445 4832.31

China

Jepang

Thailand

Amerika Serikat

Korea Selatan

Singapura

Vietnam

Page 33: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

21

negara China, dan pada tahun 2013 untuk tujuan Korea Selatan. Defisit neraca

perdagangan untuk negara tujuan Korea Selatan juga merupakan satu- satunya

defisit pada tahun 2013, sementara negara lain yakni China, Jepang, Thailand,

Amerika Serikat, Vietnam, dan Singapura mengalami surplus.

Defisit nilai ekspor ikan tuna untuk negara tujuan Korea Selatan pada tahun

2013 disebabkan karena adanya defisit pada komoditi ikan tuna beku sebesar 5.64

USD dan ikan tuna olahan sebesar 226.08 USD (Lampiran 3). Khusus untuk ikan

tuna olahan ke negara Korea Selatan terus mengalami defisit semenjak 2010 dan

angka ini terus meningkat, sehingga hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan

ekspor tuna olahan yang mengalami penurunan. Pada tahun 2013, surplus terbesar

ikan tuna olahan yakni ke negara Jepang sebesar 43 674.69 USD. Jepang juga

merupakan negara tujuan yang menyumbang surplus terbesar untuk komoditi ikan

segar sebesar 66 390.6 USD. Sementara untuk komoditi ikan tuna beku yaitu ke

negara tujuan Thailand dengan nilai 68 933.8 USD.

Pemberlakuan Non Tariff Measures (NTM) pada Komoditi Ikan Tuna

Indonesia

Selama beberapa tahun terakhir, non tariff measures telah menjadi isu penting

dalam lingkup perdagangan internasional. Adanya kecenderungan perhatian

masyarakat mengenai kemanan sebuah produk dan serta proses yang erat kaitannya

dengan keberlanjutan lingkungan menjadi salah satu faktor diberlakukannya

kebijakan perdagangan internasional berupa NTMs dalam upaya peningkatan

kesejahteraan nasional.

Terdapat dua kebijakan NTMs yang paling banyak diberlakukan terutama

dalam subsektor perikanan, yakni Sanitary and Phitosanitary (SPS) dan Technical

Barrier to Trade (TBT). Tabel 8 memperlihatkan jumlah kebijakan SPS dan TBT

yang diberlakukan oleh negara tujuan utama ekspor tuna Indonesia selama tahun

2002-2013.

Tabel 8 Jumlah NTMs SPS dan TBT yang diberlakukan pada komoditi ikan tuna

di negara tujuan utama tahun 2002- 2013

Negara Tujuan SPS TBT Total

China 51 3 54

Jepang 40 7 47

Amerika 15 66 81

Thailand 44 6 50

Korea Selatan 11 13 24

Vietnam 2 0 2

Singapura 0 0 0

Total 163 95 258 Sumber: WTO 2015

Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa hampir semua negara tujuan ekspor

komoditi ikan tuna memberlakukan kebijakan SPS dan TBT kecuali Singapura.

Mayoritas negara tersebut memberlakukan kebijakan SPS dalam jumlah yang lebih

Page 34: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

22

besar dibandingkan TBT. Hanya negara Amerika Serikat yang dominan

memberlakukan kebijakan TBT pada impor komoditi tuna.

Amerika Serikat juga merupakan negara tujuan utama yang paling banyak

memberlakukan NTMs, dengan total 81 kebijakan meliputi 15 kebijakan SPS dan

66 kebijakan TBT. Kebijakan TBT yang paling banyak diberlakukan oleh Amerika

Serikat yaitu standar pangan yang mencakup standar proses produksi sebanyak 28

kebijakan, serta pelabelan sebanyak 26 kebijakan. Negara dengan pemberlakuan

NTM terbanyak kedua adalah China dengan total 54 kebijakan. Pemberlakuan SPS

sebagian besar fokus pada kesehatan manusia dan standar nasional keamanan

pangan, sementara ketiga jumlah TBT semuanya diberlakukan untuk kebijakan

pelabelan. Thailand memberlakukan 44 kebijakan SPS dan 6 kebijakan TBT.

Sebanyak 38 dari 40 kebijakan SPS yang diterapkan berkaitan dengan standar

keamanan pangan nasional sekaligus kesehatan manusia. Jepang memberlakukan

47 kebijakan dengan SPS sejumlah 40 kebijakan. Hampir keseluruhan kebijakan

SPS yang diberlakukan mencakup aturan mengenai standar nasional keamanan

pangan, kesehatan manusia, dan maximum residue limits (MRLs).

Komposisi pemberlakuan SPS dan TBT pada negara tujuan utama ekspor

tuna Indonesia terdiri dari berbagai macam kebijakan. Kebijakan SPS yang paling

banyak diberlakukan yakni mengenai standar nasional keamanan pangan dan

kesehatan manusia, sementara untuk TBT umumnya mencakup kebijakan pelabelan.

Frequency index dan Coverage ratio

Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur besaran suatu NTM yang

diberlakukan oleh sebuah negara adalah dengan pendekatan inventory. Pendekatan

ini merupakan sebuah pengukuran sederhana dengan menggunakan dua indikator

yaitu frequency index dan coverage ratio. Frequency index digunakan untuk

menghitung ada atau tidaknya pemberlakuan NTM serta persentase dari produk

yang menggunakan satu atau lebih NTM. Sedangkan coverage ratio digunakan

untuk mengukur persentase dari subjek perdagangan yang terkena NTM pada

negara pengimpor (UNCTAD 2013).

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 6 Frequency index SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2009- 2013

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0

69.14 71.82

97.75

0

100

0

100 100

0

98.58

0 00

100

0 00

82.46

100 99.96

0 0

Fre

quen

cy I

nd

ex S

PS

(%

)

Negara

2009

2010

2011

2012

2013

Page 35: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

23

Ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama yang terkena SPS selama

2009- 2013 berdasarkan frequency index menunjukkan angka yang cukup tinggi,

yakni berkisar 69% hingga 100%. Gambar 6 menampilkan Jepang, Thailand, dan

Amerika Serikat yang konsisten memberlakukan kebijakan SPS pada komoditi tuna

selama lima tahun berturut- turut. Penggunaan SPS di Jepang pada tahun 2010

sebesar 69.14% dan terus meningkat hingga mencapai 82.46% pada tahun 2013.

Persentase pemberlakuan SPS untuk Thailand cenderung fluktuatif.

Penggunaannya mencapai 100% pada tahun 2010, kemudian turun ke angka

76.43%, dan pada 2013 kembali memberlakukan SPS hingga 100%. Pada negara

Amerika Serikat, penggunaan SPS mencapai 100% pada tahun 2010, dan berturut-

turut pada 2012 dan 2013. Sementara untuk Korea Selatan, nilainya berfluktuasi

tajam. Hal in diperlihatkan dari penggunaan yang tinggi pada 2009, 2011, dan 2013

sebesar 97.75%, 98.13%, dan 99.96% sangat kontras dengan tahun 2010 dan 2012

dimana tidak diberlakukan SPS sama sekali.

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 7 Frequency index TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2009- 2013

Gambar 7 memperlihatkan penggunaan TBT pada negara tujuan ekspor ikan

tuna Indonesia. Frequency index ekspor yang terkena TBT umumnya lebih rendah

dibandingkan dengan frequency index SPS. Thailand dan Amerika Serikat

merupakan dua negara tujuan yang konsisten memberlakukan TBT mulai tahun

2010 hingga 2013. Selama kurun waktu lima tahun, China hanya memberlakukan

TBT pada komoditi tuna selama dua tahun, yaitu sebesar 99.18 pada 2010 dan

menurun pada 2011 sebesar 98.58.

Penggunaan TBT tertinggi yakni pada negara Thailand tahun 2012 yang

mencapai 100%. Amerika Serikat, meskipun tidak memberlakuukan TBT sebanyak

SPS, namun frequency index menunjukkan angka yang terus meningkat dari

22.67% pada 2010 dan mencapai 31.45% pada 2013. Sementara itu, negara tujuan

lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam tidak memberlakukan

kebijakan TBT pada komoditi tuna Indonesia.

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0 0 0 0 0 0 0

99.12

0

23.1

0 0 00 0 0 00 0

100

31.14

0 0 00 0

12.58

31.45

0 0 0

Fre

quen

cy I

nd

ex T

BT

(%

)

Negara

2009

2010

2011

2012

2013

Page 36: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

24

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 8 Frequency index SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi

Komposisi penggunaan NTM berupa SPS pada tahun 2013 dengan melihat

nilai frequency index ditampilkan pada gambar 8. Berdasarkan gambar 8, terdapat

keseragaman nilai frequency index sebesar 100% untuk negara Jepang, Thailand,

Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Pada negara Thailand dan Amerika Serikat,

kebijakan SPS dikenakan pada ketiga jenis komoditi tuna, yakni tuna segar, tuna

beku, dan tuna olahan dengan nilai masing- masing frequency index mencapai

100%. Persentase ini juga berkaitan dengan angka frequency index total SPS untuk

komoditi ikan tuna pada tahun 2013 yang juga mencapai 100%. Frequency index

untuk negara Jepang dan Korea Selatan juga memiliki kesamaan karakteristik.

Keduanya memiliki frequency index sebesar 100% pada jenis tuna segar dan tuna

beku. Akan tetapi, meskipun memiliki keseragaman nilai frequency index pada dua

jenis komoditi, kedua negara ini memiliki nilai total frequency index SPS yang

berbeda.

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 9 Frequency index TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0

100 100 100

0 00

100

0 00 0 0 0 0

Fre

quen

cy I

nd

ex S

PS

(%

)

Negara

Tuna Segar

Tuna Beku

Tuna Olahan

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0 0 0

100

0 0 00 0 0 0 0 00 0

100

0 0 0 0

Fre

quen

cy I

nd

ex T

BT

(%

)

Negara

Tuna Segar

Tuna Beku

Tuna Olahan

Page 37: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

25

Pada gambar 9, ditampilkan pula komposisi penggunaan NTM yakni TBT

pada tahun 2013. Berkaitan dengan gambar 7, dimana pada tahun 2013 hanya

Thailand dan Amerika Serikat yang memberlakukan kebijakan TBT, maka hanya

dua negara tersebut yang nilainya tertera pada gambar 7. Jepang hanya

menggunakan TBT untuk jenis tuna olahan, sedangkan Amerika memberlakukan

kebijakan TBT pada jenis tuna segar dan tuna beku.

Indikator lain yang digunakan dalam pedekatan inventory adalah coverage

ratio. Nilai coverage ratio yang semakin besar memperlihatkan besarnya cakupan

produk impor yang terkena dampak NTM di negara yang bersangkutan. Berbeda

dengan nilai frequency index SPS yang cenderung tinggi, coverage ratio ekspor

ikan tuna Indonesia ke negara tujuan utama memiliki nilai yang beragam.

Berdasarkan gambar 10, terdapat tiga negara yang konsisten

memberlakukan SPS selama 2009-2013, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan

Thailand. Nilai coverage ratio Amerika Serikat tertinggi pada 2010 mencapai

65.24%. Akan tetapi nilai ini menurun menjadi 64.00% pada 2013. Pada 2012,

Thailand memiliki nilai sebesar 46.77% dan mengalami peningkatan pada 2013

sebesar 5.51% menjadi 52.28%. Korea Selatan hanya memberlakukan SPS pada

tahun 2009, 2011, dan 2013. Sedangkan China hanya memberlakukan kebijakan

SPS pada 2011 dengan nilai yang terhitung rendah yakni 2.19%.

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 10 Coverage ratio SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2009- 2013

Persentase cakupan komoditi tuna Indonesia yang terkena dampak TBT

sepanjang 2009-2013 disajikan pada gambar 11. Amerika Serikat memiliki

coverage ratio TBT sebesar 20.23% pada 2009, dan nilai ini terus mengalami

peningkatan hingga mencapai 28.86% pada 2013. Pada tahun 2012, Thailand

memiliki nilai coverage ratio yang sangat tinggi mencapai 44,81%. Hal ini

disebabkan karena nilai ekspor tuna ke Thailand pada tahun tersebut yang cukup

tinggi dibandingkan dengan tahun sebelum atau setelahnya. Sedangkan untuk

negara Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam tidak memberlakukan NTMs TBT

dalam kurun lima tahun tersebut.

0

10

20

30

40

50

60

70

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

26.92

0

23.94

58.39

65.24

0 02.19 0 00 0 00

52.28

44.21

64

13.07

0 0Co

ver

age

Rat

io S

PS

(%

)

Negara

2009

2010

2011

2012

2013

Page 38: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

26

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 11 Coverage ratio TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2009- 2013

Adanya keragaman pada nilai coverage ratio SPS secara spesifik ditunjukkan

oleh gambar 12. Tuna beku merupakan jenis produk yang memiliki keragaman nilai

pada negara Jepang, Thailand, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Penggunaan

SPS dengan cakupan terbanyak yakni negara Amerika Serikat dengan coverage

ratio mencapai 100% untuk jenis tuna segar dan tuna olahan, dan 42.45% untuk

tuna beku. Thailand juga memiliki coverage ratio mencapai 100% untuk jenis tuna

segar dan olahan, sementara nilai untuk tuna beku sebesar 34.72%. Jepang dan

Korea Selatan sama- sama tidak memberlakukan SPS pada jenis tuna olahan dan

memiliki cakupan hingga 100% untuk jenis tuna segar. Akan tetapi, keduanya

memiliki perbedaan coverage ratio pada jenis tuna beku dimana Jepang memiliki

persentase 43.25%, lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan yang hanya sebesar

11.13%. Perbedaan nilai ini juga didasarkan pada adanya perbedaan nilai impor

untuk jenis tuna beku pada kedua negara tersebut.

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 12 Coverage ratio SPS pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi

0

10

20

30

40

50

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0 0 0 0 0 00 0 0 02.19

0

23.7

0 0 00

44.81

0 0 00 0

14.5

28.86

0 0 0Co

ver

age

Rat

io T

BT

(%

)

Negara

2009

2010

2011

2012

2013

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0

100 100 100 100

0 00

43.25

12.13

0 00 0

100 100

0 0 0

Co

ver

age

Rat

io S

PS

(%

)

Negara

Tuna Segar

Tuna Beku

Tuna Olahan

Page 39: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

27

Sumber: Data setelah diolah 2015

Gambar 13 Coverage ratio TBT pada ekspor komoditi tuna ke negara tujuan utama

tahun 2013 berdasarkan kelompok komoditi

Berdasarkan gambar- gambar yang telah disajikan dapat diketahui bahwa

selama kurun waktu 2009-2013, setiap negara tujuan ekspor memberlakukan NTMs

kecuali negara Singapura dan Belanda. Kebijakan SPS diberlakukan oleh hampir

semua negara tujuan tersebut, sementara kebijakan TBT hanya diberlakukan oleh

Thailand dan Amerika Serikat pada jenis produk tertentu. Selain itu, Amerika

Serikat juga merupakan negara dengan pemberlakuan NTMs tertinggi baik dalam

nilai frequency index maupun coverage ratio.

Tuna segar merupakan jenis yang paling banyak terkena NTMs, dengan

frequency index mencapai 100% pada semua negara tujuan yang memberlakukan

kebijakan SPS dan TBT. Sedangkan kelompok yang paling sedikit terkena NTMs

adalah jenis tuna olahan. Persentase frequency index memperlihatkan tingginya

frekuensi pemberlakuan NTMs di negara tujuan ekspor utama tuna Indonesia.

Berkaitan dengan itu, maka Indonesia dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas

dan daya saing komoditi tuna. Upaya ini perlu dilakukan dalam rangka memenuhi

kebijakan- kebijakan tersebut sehingga dapat bersaing dengan negara lain terutama

eksportir tuna dan memaksimalkan potensi ekspor ikan tuna Indonesia.

Dampak NTMs Pada Ekspor Komoditi Tuna Indonesia ke Negara Tujuan

Utama

Pada bagian ini dibahas mengenai dampak NTMs (SPS dan TBT) terhadap

kinerja ekspor komoditi ikan tuna Indonesia. Analisis dampak diawali dengan

pembahasan mengenai pengujian model gravity untuk menghasilkan model yang

layak dan estimasi yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator),

kemudian menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor tuna Indonesiia.

Tahap yang terakhir yakni menganalisis dampak SPS dan TBT sesuai dengan model

yang telah diperoleh.

0

20

40

60

80

100

China Jepang Thailand Amerika

Serikat

Korea

Selatan

Singapura Vietnam

0 0 0

100

0 0 00 0 0

42.45

0 0 00 0

100

0 0 0 0

Co

ver

age

Rat

io T

BT

(%

)

Negara

Tuna Segar

Tuna Beku

Tuna Olahan

Page 40: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

28

Pengujian Model

Tahap awal metode data panel adalah mengestimasi model untuk

mendapatkan model yang dapat menjelaskan faktor- faktor yang memengaruhi

ekspor ikan tuna Indonesia. Estimasi dilakukan melalui tiga pendekatan model,

yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect

Model (REM). Penentuan model terbaik dilakukan melalui uji Chow dan uji

Hausman yang ditunjukkan oleh tabel 10.

Tabel 9 Hasil Uji Chow dan Hausman

Uji Model Terbaik Nilai Probabilitas Hasil Hipotesis

Uji Chow 0.0000 Tolak H0, maka FEM

Uji Hausman 0.0000 Tolak H0, maka FEM

Berdasarkan tabel 10, hasil uji Chow menunjukkan nilai probabilitas 0,0000

kurang dari taraf nyata 5% sehingga cukup bukti untuk melakukan penolakan H0.

Model FEM lebih baik digunakan daripada model PLS. Hasil estimasi uji Hausman

juga memiliki probabilitas 0,0000 yang kurang dari taraf nyata 5% sehingga cukup

bukti untuk menolak H0. Model FEM lebih baik digunakan dibandingkan model

REM. Adapun hasil estimasi dari pendekatan model FEM dapat dilihat pada tabel

11.

Tabel 10 Hasil estimasi model dampak SPS dan TBT

Variabel Koefisien Prob.

C 468.5537 0.0000

GDP perkapita 2.363025 0.0007*

Populasi -25.9055 0.0000*

Jarak Ekonomi -0.9882 0.0089*

Nilai Tukar riil 0.049087 0.8623

CR SPS 0.011215 0.0048*

CR TBT 0.015269 0.0136*

R-squared 0.989646

Prob(F-statistic) 0.000000

Keterangan: *)signifikan pada taraf nyata 5%

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 11, didapatkan nilai R-squared sebesar

98.9%. Nilai ini menunjukkan bahwa 98.9% perubahan nilai ekspor tuna Indonesia

dapat dijelaskan oleh variabel GDP perkapita negara pengimpor, populasi negara

pengimpor, jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara pengimpor, coverage

ratio SPS, dan coverage ratio TBT, sedangkan sisanya sebesar 1.1% dijelaskan

oleh faktor lain diluar model.

Uji- F statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel eksogen secara

bersama- sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen pada taraf nyata 5%.

Hasil estimasi pada tabel 11 menunjukkan nilai probabilitas F-statistic sebesar

0.0000 kurang dari taraf nyata 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

setidaknya satu variabel eksogen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor

tuna Indonesia.

Page 41: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

29

Uji-t statistic digunakan untuk mengetahui apakan koefisien masing- masing

variabel eksogen memberikan pengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Hasil

estimasi pada tabel 11 menunjukkan bawa variabel eksogen yakni GDP perkapita

negara pengimpor, populasi negara pengimpor, jarak ekonomi antara Indonesia

dengan negara pengimpor, coverage ratio SPS, dan coverage ratio TBT memiliki

nilai probabilitas kurang taraf nyata dari 5%. Hal ini berarti bahwa variabel eksogen

tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor tuna

Indonesia.

Uji normalitas (Lampiran 5) dilakukan untuk mendeteksi apakah error term

berdistribusi normal atau tidak, dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih

besar dari taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil estimasi nilai probabilitas Jarque Bera

sebesar 0.24 sehingga dapat disimpulkan bahwa error telah terdistribusi secara

normal dalam model.

Uji multikolinearitas (Lampiran 6) pada model menunjukkan bahwa nilai

korelasi parsial antar peubah eksogen lebih kecil dari 0.8 (Spearmen’s Rho

Correlation), atau nilai peubah eksogen tidak melebihi nilai R-squared, sehingga

dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.

Statistik Durbin Watson pada lampiran 8 menunjukkan nilai 2.38. Nilai

tersebut terletak diantara 1.54 dan 2.46 yaitu pada daerah tidak ada autokorelasi

sehingga dapat disimpulkan model tidak mengandung gejala autokorelasi.

Pada lampiran 8, Sum Square Residual Weighted Statistics sebesar 2.83 lebih

kecil dibandingkan dengan Sum Square Residual Unweighted Statistics sebesar

3.52. Dengan demikian, model terindikasi masalah heteroskedastisitas sehingga

diberikan perlakuan cross section weighting dan coefficient of covariance white

cross section untuk mengatasinya.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Komoditi Tuna Indonesia

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 11, diketahui bahwa terdapat beberapa

faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor komoditi tuna Indonesia. Faktor-

faktor tersebut yakni GDP perkapita negara pengimpor, populasi negara pengimpor,

jarak ekonomi, dan NTMs berupa SPS dan TBT yang diukur dengan variabel

coverage ratio. Hasil model menunjukkan bahwa kebijakan SPS dan TBT yang

diberlakukan pada komoditi tuna berpengaruh positif pada ekspor tuna Indonesia.

Sedangkan variabel nilai tukar riil tidak berpengaruh nyata pada ekspor komoditi

tuna Indonesia.

GDP perkapita merepresentasikan ukuran daya beli masyarakat di suatu

negara terhadap barang dan jasa. Hasil estimasi menunjukkan variabel GDP

perkapita negara pengimpor berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5% dengen

koefisien sebesar 2,363. Hal ini berarti bahwa peningkatan GDP perkapita negara

pengimpor sebesar 1% akan meningkatkan ekspor komoditi tuna Indonesia sebesar

2.363%, ceteris paribus. Berdasarkan teori ekonomi, maka GDP perkapita negara

pengimpor memiliki hubungan positif dengan perdagangan bilateral. Peningkatan

GDP perkapita negara pengimpor menyebabkan peningkatan peningkatan kapasitas

absorsi sehingga terjadi peningkatan impor. Hasil pada model sesuai dengan

hipotesis dan teori ekonomi tersebut.

Populasi negara pengimpor pada model berpengaruh signifikan pada taraf

nyata 5% dengan nilai koefisien yang negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa

penurunan 1% pada populasi negara pengimpor akan meningkatkan ekspor sebesar

Page 42: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

30

25.9%, ceteris paribus. Kondisi ini berlawanan dengan hipotesis dan teori ekonomi

yang menjelaskan bahwa populasi negara pengimpor berpengaruh positif terhadap

ekspor komoditi tuna Indonesia. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan

dengan Tilova (2013) yang memperoleh nilai populasi negara pengimpor signifikan

dengan koefisien yang negatif.

Ketidaksesuaian ini diduga karena komoditi ikan tuna lebih banyak

digunakan untuk bahan baku industri pengolahan dibandingkan dengan konsumsi

masyarakat secara langsung. Negara pengimpor yang sebagian besar merupakan

eksportir tuna olahan dengan pangsa besar seperti China, Vietnam, dan Thailand

mengolah tuna Indonesia untuk kemudian diekspor kembali ke negara lain. Selain

itu, adanya komoditi substitusi seperti ikan salmon juga diduga menjadi penyebab

koefisien negatif ini. Khusus bagi negara tujuan Jepang, terdapat pula dugaan

penurunan tingkat konsumsi sebagai akibat perubahan komposisi penduduk yang

lebih didominasi oleh usia dewasa dan lanjut usia. Hal ini memberikan pengaruh

besar bagi variabel populasi dalam penelitian karena posisi Jepang sebagai tujuan

ekspor tuna Indonesia yang paling besar selama kurun 2009-2013.

Jarak ekonomi mengindikasikan biaya ekspor (biaya transportasi) yang harus

dikeluarkan pada saat terjadi perdagangan. Hasil estimasi yang diperoleh

menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi berpengaruh signifikan pada taraf

nyata 5% dengan koefisien negatif sebesar 0.988. Nilai tersebut berarti bahwa

semakin jauh jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor sebesar 1%, maka akan

terjadi penurunan nilai ekspor komoditi tuna Indonesia sebesar 0.988%, ceteris

paribus. Nilai koefisien dengan tanda yang negatif tersebut sesuai dengan hipotesis

dan juga teori gravity dimana jarak mempengaruhi interaksi antara dua objek.

Semakin jauh jarak Indonesia dengan negara tujuan, maka semakin besar biaya

trasnportasi untuk perdagangan komoditi tuna Indonesia. Peningkatan pada biaya

transportasi kemudian akan menyebabkan penurunan nilai ekspor komoditi tuna

Indonesia ke negara tujuan utama.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang

negara pengimpor yang diteliti tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor komoditi

tuna Indonesia. Hasil ini sejalan dengan Dahar (2014) yang memperoleh nilai tukar

riil tidak signifikan dan berakibat tidak adanya pengaruh terhadap ekspor. Nilai

yang diperoleh pada model menunjukkan koefisien positif, namun memiliki

probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tidak berpengaruh nyata

terhadap ekspor tuna Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara tujuan utama

yang diteliti sebagian besar merupakan golongan negara high income. Pendapatan

yang tinggi menyebabkan daya beli masyarakat tidak terlalu terpengaruh oleh

fluktuasi nilai tukar.

Estimasi pada model menunjukkan hasil sesuai hipotesis awal penelitian yang

menyatakan bahwa kebijakan non tariff berpengaruh terhadap ekspor komoditi tuna

Indonesia. Dampak kebijakan NTMs pada model menggunakan pendekatan

coverage ratio SPS dan TBT. Variabel coverage ratio baik SPS maupun TBT pada

model menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%. Keduanya menunjukkan

koefisien positif dengan nilai masing- masing sebesar 0.011 dan 0.015. Hal ini

berarti ketika terjadi peningkatan pada coverage ratio SPS dan TBT sebesar 1%,

maka akan menyebabkan peningkatan nilai ekspor tuna Indonesia sebesar 0.011%

dan 0.015%.

Page 43: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

31

Analisis Dampak NTMs Pada Ekspor Komoditi Tuna Indonesia ke Negara

Tujuan Utama

Pemberlakuan NTMs pada suatu negara dilandasi oleh berbagai alasan baik

dari segi ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan. Hal ini semata dilakukan

sebagai bentuk proteksi sehingga dapat menjamin taraf hidup masyarakat dan

berdampak pada peningkatan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan sebuah negara.

SPS dan TBT merupakan kebijakan impor yang paling banyak diberlakukan pada

berbagai sektor oleh negara- negara anggota WTO, tidak terkecuali Indonesia.

Pemberlakuan NTMs khususnya SPS dan TBT dilakukan sebagai tindakan

proteksi perdagangan pada suatu negara. SPS merupakan kebijakan yang

diaplikasikan untuk melindungi kehidupan manusia, hewan, atau tumbuhan, serta

kesehatan dan lingkungan. Sedangkan TBT diterapkan untuk menangani regulasi

teknis dan prosedur penilaian kesesuaian (UNCTAD 2013). Peraturan WTO

membolehkan pemberlakuan SPS dan TBT pada suatu negara jika didasari dengan

alasan penting berkaitan dengan perlindungan, kesehatan, dan keamanan baik untuk

manusia, hewan, tanaman, serta lingkungan hidup. Selain itu, kebijakan juga

diterapkan untuk peningkatan kualitas, pengemasan, pelabelan, dan standar suatu

produk.

Variabel coverage ratio SPS maupun TBT pada model menujukkan

pengaruh nyata pada taraf 5% dengan nilai masing- masing sebesar 0.011 dan 0.015.

Hal ini berarti bahwa kebijakan SPS dan TBT mempengaruhi nilai ekspor komoditi

tuna Indonesia meskipun memiliki nilai elastisitas yang kecil.

Koefisien positif pada dua variabel tersebut memperlihatkan bahwa ternyata

kebijakan SPS dan TBT tidak selalu memiliki dampak negatif pada perdagangan.

Hasil koefisien coverage ratio SPS yang positif sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Crivelli (2012). Dampak positif ini dapat dijelaskan oleh fakta

bahwa penerapan kebijakan SPS menyediakan informasi mengenai keamanan

produk pada konsumen. Jika kebijakan SPS lebih banyak berpengaruh pada

kepercayaan konsumen mengenai kualitas produk impor dibandingkan dengan

penambahan pada biaya perdagangan, maka akan meningkatkan pangsa pasar

produsen. Pangsa pasar yang meningkat ini kemudian akan berdampak pada

peningkatan volume perdagangan bagi para eksportir yang berhasil mengatasi biaya

tetap ketika memasuki pasar.

Koefisien positif pada TBT juga sejalan dengan penelitian Shah (2014).

Adanya regulasi teknis telah mendorong pertukaran barang dengan meningkatkan

kompatibilitas dan kegunaan produk. Selain itu, kebijakan TBT membantu

meningkatkan kesejahteraan konsumen melalui implementasi standar kemanan dan

keamanan pangan.

Studi yang dilakukan oleh Chen et al (2008) memberikan hasil bahwa

standar kualitas dan pelabelan memiliki dampak positif pada volume dan cakupan

ekspor, sementara prosedur sertifikasi memberikan dampak yang berlawanan.

Adanya dampak positif disebabkan karena peningkatan standar kualitas telah

mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan willingness to pay konsumen. Selain

itu, adanya standar juga memastikan kompabilitas sebuah produk dan mengurangi

kegagalan koordinasi antar produsen. Di lain sisi, adanya keperluan pengecekan

serta prosedur sertifikasi justru berpengaruh pada peningkatan biaya yang harus

ditanggung oleh produsen.

Page 44: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

32

Pentingnya peran NTMs diketahui melalui dampak nyatanya terhadap

perdagangan internasional. Hasil model yang menunjukkan dampak positif pada

kedua kebijakan tersebut membuktikan bahwa Indonesia telah mampu untuk

memenuhi standar dan aturan yang diberlakukan oleh negara tujuan utama pada

impor tuna Indonesia. Hal ini diduga berkaitan dengan peranan asosiasi- asosiasi

perikanan tuna sebagai salah satu wadah dalam pengembangan industri tuna

Indonesia. Adanya organisasi-organisasi seperti ASTUIN, ATLI, dan AP2HI ini

telah berhasil menyediakan fasilitas (seperti armada dan unit-unit pasca

penangkapan ikan) dan modal yang mampu mendukung kemudahan akses bagi para

eksportir tuna, sehingga mampu untuk menekan biaya perdagangan yang

meningkat akibat pemenuhan standar sesuai ketentuan yang diberlakukan oleh

negara- negara pengimpor tuna Indonesia. Selain itu, peran aktif Indonesia dalam

berbagai asosiasi tuna internasional turut mempengaruhi kuatnya posisi tawar dan

pangsa pasar tuna pada perdagangan internasional sehingga mampu bersaing dan

unggul sebagai salah satu eksportir tuna terbesar di dunia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah disajikan pada bagian sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Kinerja perdagangan ikan tuna Indonesia selama tahun 2009-2013

menunjukkan kondisi yang cukup baik, dilihat dari neraca perdagangan

Indonesia yang positif meskipun terjadi penurunan pada tahun 2013. Tuna

beku merupakan kelompok komoditi tuna yang paling banyak diekspor.

Arus ekspor komoditi terbesar adalah ke Jepang.

2. Non-tariff measures berupa sanitary and phitosanitary (SPS) dan technical

barrier to trade (TBT) yang dikenakan oleh negara tujuan utama

diberlakukan pada seluruh kelompok komoditi tuna. Berdasarkan nilai

coverage ratio dan frequency index, tuna segar menjadi kelompok komoditi

yang paling banyak terkena NTMs. Kebijakan NTMs yang lebih banyak

diberlakukan adalah SPS, dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan

utama yang paling banyak memberlakukan NTMs (SPS dan TBT).

3. GDP perkapita negara pengimpor, populasi negara pengimpor, dan jarak

ekonomi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi ekspor tuna

Indonesia. Nilai tukar riil tidak memberikan pengaruh signifikan. SPS dan

TBT yang diukur dengan pendekatan coverage ratio memiliki pengaruh

nyata yang positif terhadap ekspor tuna Indonesia ke negara- negara tujuan

utama dengan koefisien masing- masing sebesar 0.011 dan 0.015.

Saran

Adanya pengaruh positif kebijakan SPS dan TBT pada komoditi tuna

membuktikan bahwa Indonesia sebagai pengekspor telah mampu memenuhi

Page 45: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

33

persayaratan dan standar yang diberlakukan oleh negara partner dagang. Akan

tetapi, pemerintah perlu memberikan dukungan secara penuh kepada pelaku usaha

komoditi tuna untuk memaksimalkan potensi ekspor yang menurun pada tahuun

2013. Dukungan ini bisa diberikan melalui fasilitasi serta sosialisasi efektif untuk

meningkatkan mutu dan volume produksi tuna Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Winanti. 2011. Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia di

Pasar Internasional. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bora B, Kuwahara A, Laird S. 2002. Quantification of Non-Tariff Measures: Policy

Issues In International Trade and Commodities. Geneva: UNCTAD.

Bratt, Michael. 2014. Estimating The Bilateral Impact of Non Tariff Measures

(NTMs). [Working Paper 2014]. Geneva: Universite de Geneve.

Cahya, Indry Nilam. 2010. Analisis Daya Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar

Internasional. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Cadot O, Malouche M, Saez S. 2012. Streamlining Non Tariff Measures: A Toolkit

for Policy Makers. Washington, D.C: The World Bank.

Carrere, Celine. 2009. Notes on Detecting The Effects of Non Tariff Measures.

Geneva: CERDI.

[CEPII] Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales. Data jarak

geografis [internet]. [diunduh 2015 Maret 15]. Tersedia pada:

http://www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip

Criveli P, Groschl J. 2012. The Impact of Sanitary and Phytosanitary Measures on

Market Entry and Trade Flows. [Working Paper 2012]. Geneva: Universite de

Geneve.

Dahar, Darmiati. 2014. Analisis Dampak Kebijakan Non Tarif Terhadap Kinerja

Ekspor Hortikultura Indonesia ke Negara- negara ASEAN +3. [Tesis]. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Devadason, Evelyn S. 2011. Non Tariff Measures in ASEAN: Barriers to Intra-

Regional Trade?. Kuala Lumpur: University of Malaya.

Disdier A-C, Lionel F, Mondher M. 2007. The Impact of Regulations on

Agricultural Trade: Evidence From SPS and TBT Agreements. [Working Paper].

American Agricultural Economics Association. Doi: 10.1111/j.1467-

8276.2007.01127.x

Fassarella LM., Souza M.J.P., Burnquist H.L. 2011. Impact of Sanitary and

Technical Measures on Brazilian Exports of Poultry Meat. Pennsylvania:

Agricultural and Applied Economics Association.

Fontagne L., Mimouni M., Pasteels J-M. 2005. Estimating The Impact of

Environmental SPS and TBT on International Trade. Geneva: International

Trade Center (UNCTAD-WTO).

Fridhowati, Nila. 2013. Danpak Non Tariff Measures (NTM) ASEAN Terhadap

Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia. [Tesis]. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Fugazza, Marco. 2013. The Economical Behind Non Tariff Measures: Theoritical

Insights and Empirical Evidence. Geneva: UNCTAD.

Page 46: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

34

Gourdon, Julien. 2014. CEPII NTM- MAP: A Tool for Assesting The Economic

Impact of Non Tariff Measures. [Working Paper]. Paris: CEPII.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Kelautan dan Perikanan Dalam

Angka 2013. [Buletin]. [diunduh 2015 Februari 22]. Tersedia pada:

http://www.statistik.kkp.go.id

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Ekspor Hasil

Perikanan Menurut Negara Tujuan 2012. [Buletin]. [diunduh 2015 Februari 22].

Tersedia pada: http://www.statistik.kkp.go.id

Natalia D., Nurozy. 2012. Kinerja Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Pasar

Global. Jakarta: Kementerian Perdagangan.

Rastikarany, Hikmah. 2008. Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni

Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Ed ke-5. Munandar H,

penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari

International Economics, Ed ke-5.

Sari, Kartika Rahma. 2014. Daya Saing, Hambatan Non Tarif, dan Faktor- faktor

yang Memengaruhi Ekspor Kayu Lapis Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor.

[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Shah A, S.M. Ali. 2014. The Impact of Technical Barrier to Trade on Pakistan

Industry. Pakistan Science Journal Vol. 66. Pakistan.

Tilova, Reni. 2012. Analisis Faktor- Faktor yang Memengaruhi Permintaan Batu

Bara Indonesia di Empat Negara Tujuan Ekspor Terbesar. [Skripsi]. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

[UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2015. Data

populasi penduduk 2002- 2012 [internet]. [diunduh 2015 Januari 25]. Tersedia

pada: http://www.unctadstat.unctad.org

[WITS] World Integrated Trade Solution. 2015. Data Ekspor- Impor Ikan Tuna

Indonesia ke negara tujuan utama 2002- 2013 [internet]. [terhubung berkala].

Tersedia pada: http://www.wits.worldbank.org

[WTO] World Trade Organization. 2015. Data NTM komoditi tuna pada negara

tujuan utama [internet]. [terhubung berkala]. Tersedia pada: http://www.i-

tip.wto.org

[WORLDBANK]. 2015. Data IHK 2002- 2013 [internet]. [diunduh 2015 Januari

25]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org

[WORLDBANK]. 2015. Data GDP Perkapita 2002- 2013 [internet]. [diunduh 2015

Januari 25]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org

[WORLDBANK]. 2015. Data Nilai Tukar Nominal 2002- 2013 [internet]. [diunduh

2015 Januari 25]. Tersedia pada: http://www.data.worldbank.org

Yuniarti, Dini. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia

Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12. Yogyakarta:

Universitas Ahmad Dahlan.

Page 47: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

35

LAMPIRAN

0302 Fish, fresh or chilled, excluding fish fillets and other fish meat

030231 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Albacore or longfinned tunas (Thunnus alalunga)

030232 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Yellowfin tunas (Thunnus albacares)

030233 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Skipjack or stripe- bellied bonito

030239 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Other

030240 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Herrings (Clupea harengus, Clupea pallasii), excluding livers and

roes

030250 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes Cod

(Gadus morhua, Gadus ogac, Gadus microcephalus), excluding

livers and roes

0303 Fish, frozen, excluding fish fillets and other fish meat

030341 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Albacore or longfinned tunas (Thunnus alalunga)

030242 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Yellowfin tunas (Thunnus albacares)

030243 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Skipjack or stripe- bellied bonito

030349 Tunas (of the genus Thunnus) skipjack or stripe- belied bonito

(Euthynnus (Katsuwonus) pelamis), excluding livers and roes

Other

1604 Prepared or preserved fish; caviar and caviar substitues

prepared from fish eggs

160414 Fish, whole pr in pieces, but not minced Tunas, skipjack, and

bonito (Sarda spp)

Lampiran 1 Cakupan Kode HS Ikan Tuna

Lampiran 2 Cakupan Kode HS Ikan Tuna

Page 48: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

36

Lampiran 3 Neraca perdagangan tuna Indonesia ke negara- negara tujuan utama

tahun 2009- 2013 (000 USD)

Negara Tujuan Tahun Ekspor Impor Neraca

Perdagangan

China 2009 2 411.01 1 388.99 1 022.01

2010 1 220.60 3 597.75 -2 377.16

2011 1 523.21 8 805.47 -7 282.26

2012 5 684.32 607.23 5 077.10

2013 2 911.65 0.00 2 911.65

Jepang 2009 130 813.28 6 762.34 124 050.94

2010 159 927.99 7 956.15 151 971.84

2011 174 059.81 17 701.44 156 358.37

2012 171 203.43 10 713.49 160 489.95

2013 151 223.61 5 125.99 146 097.62

Thailand 2009 24 783.09 3 563.49 21 219.60

2010 16 293.55 7 847.32 8 446.24

2011 36 618.83 6 194.48 30 424.35

2012 111 471.01 2 529.82 108 941.20

2013 102 744.77 1 149.06 101 595.71

Amerika Serikat 2009 71 382.85 748.86 70 633.99

2010 75 763.17 122.02 75 641.15

2011 71 519.46 740.91 70 778.55

2012 91 619.96 0.00 91 619.96

2013 73 406.13 106.40 73 299.73

Korea Selatan 2009 1 503.72 45.97 1 457.76

2010 2 103.69 158.71 1 944.98

2011 3 076.24 131.36 2 944.88

2012 5 181.82 154.05 5 027.78

2013 1 389.45 1 506.83 -1 17.38

Vietnam 2009 9 830.67 35.86 9 794.81

2010 8 940.72 85.68 8 855.04

2011 7 688.55 58.40 7 630.15

2012 7 704.51 91.52 7 612.99

2013 4 832.31 0.00 4 832.31

Singapura 2009 4 459.90 227.74 4 232.16

2010 4 409.24 63.18 4 346.07

2011 1 825.08 12.94 1 812.14

2012 1 534.37 0.01 1 534.36

2013 1 463.45 0.00 1 463.45 Sumber : UNCOMTRADE 2015 (diolah)

Page 49: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

37

Lampiran 4 Neraca perdagangan tuna Indonesia ke negara- negara tujuan utama

berdasarkan kelompok komoditi tahun 2010- 2013 (000 USD)

Negara

Tujuan

Kelompok

Komoditi

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

China Segar 822.66 149.32 416.16 192.80 26.85

Beku 152.30 -2 474.57 -7 571.26 5 370.14 2 718.70

Olahan 47.05 -51.91 -127.15 -485.85 166.10

Jepang Segar 74 080.88 93 207.11 73 746.83 61 602.90 66 390.58

Beku 4 702.77 14 288.02 26 796.88 39 455.25 36 032.36

Olahan 4 5267.29 44 476.72 55 814.66 59 431.80 43 674.69

Thailand Segar 1 814.13 116.56 649.65 722.40 106.47

Beku 1 3417.48 -32.21 13 321.76 76 341.89 68 933.83

Olahan 5 987.99 8 361.89 16 452.94 31 876.90 32 555.42

Amerika Segar 7 984.85 5 778.36 6 249.27 5 037.28 2 653.45

Serikat Beku 16 104.15 17 660.02 18 740.34 37 249.05 30 342.20

Olahan 46 545 52 202.77 45 788.94 49 333.63 40 304.07

Korea Segar 757.07 347.75 174.58 371.39 114.35

Selatan Beku 695.121 1 627.48 2 736.85 4 788.86 -5.64

Olahan 5.56 -30.25 33.44 -132.47 -226.09

Vietnam Segar 4 712.36 1 135.87 2 179.38 1 543.81 95.26

Beku 4 929.42 7 352.57 5 426.67 5 822.56 4 737.05

Olahan 153.03 366.60 24.09 246.61 0

Singapura Segar 1 641.36 735.10 307.46 279.47 433.52

Beku 2 325.49 3 369.48 1 329.52 995.90 746.96

Olahan 265.30 241.48 175.15 258.98 282.95

Sumber: UNCOMTRADE 2015 (diolah)

Lampiran 5 Cross sections effect

CROSSID Effect

1 China 70.42180

2 Jepang 7.789999

3 Thailand -8.833161

4 Amerika Serikat 31.74261

5 Singapura -83.75004

6 Vietnam -1.488277

7 Korea Selatan -15.88294

Page 50: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

38

Lampiran 6 Hasil uji normalitas

Lampiran 7 Hasil uji multikolinearitas

LN_GDPC LN_POP LN_EDIST LN_RER CR_SPS CR_TBT

LN_GDPC 1.000000 -0.189064 0.385210 -0.762787 0.520259 0.197933

LN_POP -0.189064 1.000000 0.727630 -0.044842 0.254420 0.165489

LN_EDIST 0.385210 0.727630 1.000000 -0.391253 0.589119 0.258836

LN_RER -0.762787 -0.044842 -0.391253 1.000000 -0.234286 -0.343277

CR_SPS 0.520259 0.254420 0.589119 -0.234286 1.000000 0.492881

CR_TBT 0.197933 0.165489 0.258836 -0.343277 0.492881 1.000000

Lampiran 8 Hasil uji heteroskedastisitas

Weighted Statistics

R-squared 0.989646 Mean dependent var 15.17451

Adjusted R-squared 0.983999 S.D. dependent var 10.30654

S.E. of regression 0.359009 Sum squared resid 2.835527

F-statistic 175.2399 Durbin-Watson stat 2.387804

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.966855 Mean dependent var 9.449890

Sum squared resid 3.522088 Durbin-Watson stat 2.470422

0

2

4

6

8

10

12

-0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6

Series: Standardized Residuals

Sample 2009 2013

Observations 35

Mean -1.38e-15

Median 0.018326

Maximum 0.680095Minimum -0.636502

Std. Dev. 0.312517

Skewness -0.178171

Kurtosis 3.206735

Jarque-Bera 0.247506

Probability 0.883598

Page 51: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

39

Lampiran 8 Penetapan Model Terbaik

Dependent Variable: LN_EX_VALUE

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Date: 04/09/15 Time: 15:54

Sample: 2009 2013

Periods included: 5

Cross-sections included: 7

Total panel (balanced) observations: 35

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 468.5537 51.80104 9.045256 0.0000

LN_GDPC 2.363025 0.595618 3.967351 0.0007

LN_POP -25.90553 3.073017 -8.429999 0.0000

LN_EDIST -0.988198 0.344470 -2.868747 0.0089

LN_RER 0.049087 0.279623 0.175549 0.8623

CR_SPS 0.011215 0.003573 3.139128 0.0048

CR_TBT 0.015269 0.005692 2.682679 0.0136

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.989646 Mean dependent var 15.17451

Adjusted R-squared 0.983999 S.D. dependent var 10.30654

S.E. of regression 0.359009 Sum squared resid 2.835527

F-statistic 175.2399 Durbin-Watson stat 2.387804

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.966855 Mean dependent var 9.449890

Sum squared resid 3.522088 Durbin-Watson stat 2.470422

Page 52: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

40

A. Sanitary and Phytosanitary Measures

A1. Prohibitions/ restrictions of imports for SPS reasons

A11. Temporary geographic prohibitions for SPS reasons

A12. Geographical restrictions on eligibility

A13. Systems approach

A14. Special authorization requirement for SPS reasons

A15. Registration requirements for importers

A19. Prohibitions/ restrictions of imports for SPS reasons, not

elsewhere specified (n.e.s)

A2. Tolerance limits for residues and restricted use of substances

A21. Tolerance limits for residues of or contamination by certain (non-

microbiological) substances

A22. Restricted use of certain substances in foods and feeds and their

contact materials

A3. Labelling, marking, and packaging requirements

A31. Labelling requirements

A32. Marking requirements

A33. Packaging requirements

A4. Hygienic requirements

A41. Microbiological criteria of the final product

A42. Hygienic practices during production

A49. Hygienic requirements, n.e.s

A5. Treatment for elimination of plant and animal pests and disease-causing

organisms in the final product (e.g. post-harvest treatment)

A51. Cold/ heat treatment

A52. Irradiation

A53. Fumigation

A59. Treatment for elimination of pant and animal pests and disease-

causing organisms in the final product, n.e.s

A6. Other requirements on production or post-production process

A61. Plant-growth processes

A62. Animal-raising or catching processes

A63. Food and feed processing

A64. Storage and transport conditions

A69. Other requirements on production or post-production processes,

n.e.s

A8. Conformity assessment related to SPS

A81. Product registration requirement

A82. Testing requirement

A83. Certification requirement

A84. Inspection requirement

A85. Tracecability requirement

A851. Origin of materials and parts

A852. Processing history

A853. Distribution and location of products after delivery

A859. Traceability requirements, n.e.s

Lampiran 9 Klasifikasi SPS dan TBT

Page 53: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

41

A86. Quarantine requirement

A89. Conformity assessment related to PS, n.e.s

B. Technical Barriers to Trade

B1. Prohibitons/ restrictions of imports for objectives set out I the TBT

agreement

B11. Prohibition for TBT reasons

B14. Authorization requirement for TBT reasons

B15. Registration requirement for TBT reasons

B19. Prohibitions/ restrictions of imports for objectives set out in the

TBT agreement, n.e.s

B2. Tolerance limits for residues and restricted use of substances

B21. Tolerance limits for residues of or contamination by certain

substances

B22. Restricted use of certain substances

B3. Labeling, marking, and packaging requirements

B31. Labelling requirements

B32. Marking requirements

B33. Packaging requirements

B4. Production or post-production requirements

B41. TBT regulations on production processes

B42. TBT regulations on transport and storage

B49. Production or post-production requirements, n.e.s

B6. Product identity requirement

B7. Product- quality or performance requirements

B8. Conformity assessment related to TBT

B81. Product registration requirement

B82. Testing requirement

B83. Certification requirement

B84. Inspection requirement

B85. Traceability information requirement

B851. Origin of materials and parts

B852. Processing history

B859. Traceability requirements, n.e.s

B89. Conformity assessment related to TBT, n.e.s

B9. TBT measures, n.e.s

Page 54: ANALISIS DAMPAK NON-TARIFF MEASURES (NTMs) … · China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, ... dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. ... Dani Arwan, dan Kemal Akbar ...

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Oktavina Widya Kristriana, lahir di

Magelang pada tanggal 1 Oktober 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara, dari pasangan Tri Imam H. dan Kristintien M. Penulis mengawali

pendidikan di TK YPI pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah

dasar selama enam tahun di SDN Jatinegara Kaum 01 Pagi Jakarta Timur. Pada

tahun 2005 hingga 2008, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah

pertama di SMPN 92 Jakarta. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan sekolah

menengah atas di SMAN 12 Jakarta selama 2008 hingga 2011. Pada tahun 2011,

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur undangan SNMPTN.

Selain mengikuti kegiatan akademik, penulis juga mengikuti berbagai

kegiatan non-akademik. Selama menempuh pendidikan di SMA penulis aktif

menjadi pengurus OSIS SMAN 12 sebagai anggota bidang Sastra, Seni, dan

Budaya selama periode 2008-2009 dan Bendahara Umum selama periode 2009-

2010. Selain itu, penulis juga menjadi pengurus ROHIS SMAN 12 selama dua

periode yaitu 2009-2010 sebagai Ketua Divisi Putri bidang Hubungan Masyarakat

dan Informasi Islam dan 2010-2011 sebagai anggota divisi INTEL. Setelah

menempuh pendidikan di bangku perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan jasa

sketsa dan karikatur. Selain itu, penulis juga memiliki beberapa prestasi selama

bangku kuliah. Penulis menjadi juara favorit lomba cerpen dan karyanya

dimasukkan ke dalam buku kompilasi cerpen SJFF 2012 oleh penerbit Matahari.

Pada tahun 2013- 2014, penulis mengikuti PKM-M dan berhasil lolos menjadi salah

satu peserta PIMNAS 27 pada tahun 2014.