Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

15
ADKL ANALISIS RISIKO PADA KEJADIAN BENCANA BANJIR Disusun oleh Sinta Amelya G0A007001 Debiyanto Wirasetyo G0A007003 Fauzan Ma`ruf G0A007005 Gramelia G0A007007 Hadi winarso G0A007009 Annisa Uswatun Hasanah G0A007011 Arry Setiwan G0A007016 R.R Desiarini G0A007017 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Transcript of Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

Page 1: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

ADKL

ANALISIS RISIKO PADA KEJADIAN BENCANA BANJIR

Disusun oleh

Sinta Amelya G0A007001

Debiyanto Wirasetyo G0A007003

Fauzan Ma`ruf G0A007005

Gramelia G0A007007

Hadi winarso G0A007009

Annisa Uswatun Hasanah G0A007011

Arry Setiwan G0A007016

R.R Desiarini G0A007017

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FKIK PROGRAM DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN

PURWOKERTO

2009

Page 2: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

Latar Belakang

Di seluruh Indonesia, tercatat 5.590 sungai induk dan 600 di antaranya berpotensi

menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup sungai-sungai induk ini mencapai 1,4

juta hektar. Dari berbagai kajian yang telah dilakukan, banjir yang melanda daerahdaerah rawan,

pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya

perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah

hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya.1 Ketiga, degradasi

lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan

sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya.

Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan

meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial

ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa.

Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggunya, bahkan

terhentinya. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata.

terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan

negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi parasana publik yang rusak.

Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun,

menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan.

Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural (structural approach), ternyata belum

sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir,

selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk

mengurangi dampak bencana.

Selain itu, meskipun kebijakan non fisik --yang umumnya mencakup partisipasi

masyarakat-- dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplementasikan secara

baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan.

Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak

sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi

stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana.2 Pertanyaannya adalah siapa yang

disebut masyarakat? Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi? Dan pada tahapan mana

masyarakat dapat berpartisipasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, harus menjadi

pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan partisipasi masyarakat dalam

penanggulangan banjir. Kekeliruan perumusan kebijakan tersebut menyebabkan berbagai

kepentingan individu/kelompok lebih dominan, kemudian kebijakan dimanfaatkan untuk

kepentingan negatif.

Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif, bahkan batal. Dengan demikian,

Page 3: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

penanggulangan banjir yang hanya melulu pembangunan fisik (structural approach), harus

disinergikan dengan pembangunan non fisik (non-structural approach), yang menyediakan ruang

lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat, sehingga hasilnya lebih optimal.

Dari penjelasan di atas, maka kebijakan penanggulangan banjir yang bersifat fisik, harus

diimbangi dengan langkah-langkah non-fisik, sehingga peran masyarakat dan stakeholder lainnya

diberi tempat yang sesuai.

Agar penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif, diperlukan tidak hanya

koordinasi di tingkat pelaksanaan, tetapi juga di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk

partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya. Atas pertimbangan tersebut, sebagai institusi

yang ditugaskan mengkoordinasikan perencanaan pembangunan, Bappenas mengkaji kebijakan

penanggulangan banjir yang komprehensif dan tidak bias sektor dan wilayah, dengan penekanan

pada partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.

Page 4: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir
Page 5: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

ANALISIS RISIKO

SIMPUL IDENTIFIKASI DAN EVALUASI DALAM BENCANA BANJIR

NO S1 (sumber) S2

(media)

S3

(pemajanan)

S4

(Dampak)

Standar minimal

1 Tahap Pencegahan Sampah,

drainase, curah

hujan

Penyakit

melaluiVector

- Leptospirosis

- Diare

- Gatal-gatal

Tidak di daerah rawan banjir

2. Lokasi Pengungsian

- Tempat Tinggal Udara, air

tanah

Kontak langsung Influenza, Ispa,

Gatal-gatal

Tidak berdekatan dengan lokasi

yang berisiko terjadinya bencana

susulan

- Ruang Ventilasi

(perhawaan)

Cross

contamination

Influenza Kapasitas ruangan memenuhi

- Lantai Lantai tidak

kedap air

(terbuat dari

tanah)

Kontak langsung Gatal-gatal,

cacingan

Tidak berhubungan langsung

dengan tanah

- Dapur umum Sanitasi tempat Kontak langsung /

kontaminasi silang

Keracunan,

diare, cacingan

- Dapur jauh dari sumber

pencemar

- Jauh dari TPA/TPS

Page 6: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

- Air bersih Kucukupan air,

air telah

tercemar

bakteri

pathogen

Lontal secara

langsung

Diare - Air bersih disesuaikan

dengan kebutuhan

- Pemakaian secara sefisien

mungkin

- MCK Tanah Kontak secara

lngsung dari tanah

ke bahan makanan

Cacingan, diare - Jamban harus tertutup

- Konstruksi jamban kokoh

- Jarak 15 meter dari lokasi

- 1 jamban digunakan

maksimal 100 orang

- Sampah buangan

dan limbah cair

Tanah, air,

udara disekitar

lokasi

Kontaminasi ke

tanah dan air

Kecelakaan,

diare,

kecacingan,

penyakit kulit

- Dibuat sesuai dengan

kebutuhan timbulan

sampah

- Pengambilan secara rutin 3

kali sehari

- Jarak minimal 15 meter

- Makanan Bahan

makanan

Tercemarnya bahan

makana

Keracunan,

diare, thypus

- Kebersihan tempat

penyimpanan, pengolahan

- Tenaga pengolah makanan

- Makanan sesuaidengan

kubutuhan konsumen

Page 7: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

Komunikasi Risiko

Setelah melalui analisis dengan melalui pendekatan teori simpul maka hasil analisis

perlu dikomunikasikan kepada halayak dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari

masyarakat serta mencari jalan keluar, adapun upaya komunikasi hasil dari analisi adalah

sebagai berikut

Pengawalan Pelaksanaan PekerjaanTahapannya secara garis besar adalah :

1. Sosialisasi

- Isinya pemberitahuan adanya program terkait (penaganan banjir), selain itu akan

diberitahukan tentang perangkat-perangkatnya dalam pelaksanaan program tersebut.

- Pembekalan-pembekalan dan pelatihan-pelatihan.

- Fasilitator ini akan dibekali dari Dinas atau berbagai lintas sector yang terkait

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian bencana banjir dengan

tugasnya di lapangan.

2. Pembentukan Panitia Pembangunan

- Musyawarah Desa melaksanakan pembentukan Panitia Pelaksana ditingkat desa.

Dihadiri oleh TIP, BKM/TPK, relawan, kaum perempuan, karang taruna dll. Panitia

Pembangunan ini akan bertugas melaksanakan pembangunan infrastruktur yang

diusulkan dalam penyusunan program dan bertanggungjawab kepada program

tersebut sesuai bidang dan secara moril kepada Musyawarah Desa.

3. Pelatihan

- Pelatihan seperti simulasi tentang penanganan bencana banjir kepada masyarakat

sehingga masyarakat akan siap menghadapi bencana banjir yang sewaktu-waktu

terjadi bencana banjir, hal tersebut dirasa penting untuk dilakukan

mangingantbanyaknya masyarakat yang belum tahu tentang penanganan bancir

secara benar sebagai akibatnya banyak memakan koprban baik jiwa dan harta benda.

4. Tahap Survey Teknis dan pengumpulan data teknis.

- Survey ini bersifat penyelidikan dengan mengidentifikasi segala potensi banjir, tahap

survey disini untuk mendapatkan data baik Data primer (pemantauan, pengukuran

secara langsung dari peneliti) maupun data sekunder dapat diperoleh dari pemerintah

daerah, kecamatan, puskesmas/rumah sakit dan data tentang korban jiwa dari korban

bencana banjir selanjutnya untuk diolah data tersebut untuk dijadikan sebgai bahan

perimbangan tentang rencana apa yang akan dilakukan untuk menangani bencana

banjir..

Page 8: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

Tahap pengelolaan risiko

Berdasarkan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah menggunakan

kerangka teori sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulannya sebagai berikut :

1. Partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholder masih sangat kurang. Peran

pemerintah masih sangat dominan pada setiap tahap bencana. Partisipasi masyarakat

yang merupakan critical player pada tahap sebelum bencana, memiliki pengaruh sangat

kecil dalam proses dan implementasi kebijakan. Tingkat partisipasi terbaik yang terjadi

baru pada tingkat consultation. Pada beberapa kegiatan masih pada tingkat information.

Di tahap ini masyarakat masih sebagai obyek program/kegiatan pemerintah. Partisipasi

telah dimulai pada tingkat partnership pada lingkup lingkungan setempat yang

dilaksanakan secara spontan. Kegiatan tanggap darurat, di saat bencana banjir datang,

partisipasi masyarakat seimbang dengan stakeholder lainnya. Tingkat partisipasi yang

dicapai adalah partnership, baik secara individu maupun kelompok organisasi sosial.

Pada tahapan rehabilitasi setelah bencana, pemerintah kembali dominan, terutama dalam

kegiatan fisik. Partisipasi masyarakat hanya sebatas consultation. Tingkat partisipasi risk

sharing dan partnership dilakukan lingkup lingkungan setempat.

2. Kebijakan pemerintah daerah tentang penanggulangan bencana masih sangat

terbatas.maka Peraturan daerah yang sudah tersedia terbatas pada kegiatan prevention.

Sedangkan kebijakan pada saat bencana menggunakan pedoman-pedoman yang

dikeluarkan pemerintah pusat, dan belum berbentuk peraturan daerah. Demikian halnya

pada tahapan rehabilitasi pasca bencana.

3. Peraturan perundangan, terutama di daerah masih terbatas. Dengan demikian penegakan

hukum juga belum banyak dilakukan. Penegakan hukum hanya dilakukan pada

penggunaan lahan secara ilegal dan pelanggaran garis sempadan sungai.

4. Pendanaan penanggulangan bencana masih sangat tergantung dari APBN dan APBD

Propinsi maupun Kabupaten/Kota, terutama pada tahap prevention dan rehabilitation.

Sumber pendanaan dari masyarakat sebagai langkah spontanitas kemanusiaan sudah

berkembang di tahap tanggap darurat (intervention). Prakarsa swasta dalam pembiayaan

program penanggulangan banjir (pada tahapan prevention) sudah dimulai di beberapa

daerah

Page 9: Analisi Risiko Pada Kejadian Bencana Banjir

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.rekompakjrf.org/download/Dokumen%20DTPL.pdf

2. http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/

2008/12/27_akhmad_ulangi285- 293.pd