ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE …repository.utu.ac.id/499/1/BAB I_V.pdf · ANALISA...

75
ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SKRIPSI MUHAMMAD ISA 08C10432097 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2014

Transcript of ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE …repository.utu.ac.id/499/1/BAB I_V.pdf · ANALISA...

ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARANIKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SKRIPSI

MUHAMMAD ISA08C10432097

PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH

2014

ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARANIKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SKRIPSI

MUHAMMAD ISA08C10432097

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikananpada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH

2014

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan LeleSangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten Aceh Barat Daya

Nama : Muhammad Isa

NIM : 08C10432097

Program Studi : Perikanan

Menyetujui,Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Erlita, S.Pi Dewi Fithria, S.P, M.P

NIDN: 0108117203

Mengetahui,

Dekan Fakultas PerikananKetua Prodi Perikanan dan Ilmu Kelautan

Yusran Ibrahim, S.Pi Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si

NIDN: 0121057802

Tanggal ujian sarjana: 06-08-2014

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi/tugas akhir dengan judul

ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARANIKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Yang disusun oleh

Nama : Muhammad Isa

NIM : 08C10432097

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prodi : Perikanan

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 06 Agustus 2014

dengan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima

Susunan dewan penguji

1. Erlita, S.Pi

(Dosen penguji I)

2. Dewi Fithria, S.P, M.P

(Dosen penguji II)

3. Said Mahjali, MM

(Dosen Penguji III)

4. Safrizal, M.Sc

(Dosen Penguji IV)

Alue Peunyareng, 06 Agustus 2014Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Uswatun Hasanah, S.Si, M.SiNIDN: 0121057802

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi” Analisa Usaha Budidaya Pembesaran

Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Di Kabupaten Aceh Barat Daya” adalah karya

saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam

bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah

yang diterbitkan maupun tidak, diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Meulaboh, Agustus 2014

Penulis

ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARANIKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI

KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Oleh

Muhammad Isa 1) Erlita, S.Pi 2) Dewi Fithria, S.P, M.P 2)

ABSTRAK

Ikan lele sangkuriang (Clarias sp) menjadi salah satu komoditi hasilperikanan yang sangat digemari oleh masyarakat Aceh. Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui tingkat potensi usaha budidaya pembesaran ikan lelesangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode Analisis data secara deskritifkuantitatif dengan teknik survey menggunakan kuesioner. Sampel yang digunakansebanyak 5 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter usahabudidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Keuntungan, R/C ratio, PaybackPeriod dan Break Event Point) di Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagaiberikut; keuntungan berkisar 6.986.677 – 15.948.750 rupiah per periode, R/Cratio berkisar 1,5 – 2,17 per rupiah, Payback period berkisar 3,3 – 6,8 bulan, danBreak event point berkisar 10.138 – 14.115 rupiah per kg. Kesimpulan dari hasilpenelitian ini adalah bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang diKabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.

Kata kunci: Analisa, usaha budidaya, lele sangkuriang

1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar

ANALYSIS THE GROWOUT CULTURED SANGKURIANGCATFISH IN THE DISTRICT OF ACEH BARAT DAYA

By

Muhammad Isa 1) Erlita, S.Pi 2) Dewi Fithria, S.P, M.P 2)

ABSTRAK

Sangkuriang catfish became the commodity that is very popular fisheryresult in Aceh society. The objective of this study was to determine the prospectgrowout cultured sangkuriang catfish in district of Aceh Barat Daya. The analysisthrough deskriptif quantitative with survey using questioner. The sample that usedis as many as 5 respondests. The results showed that the growout culturedsangkuriang catfish in district of Aceh Barat Daya were; profit was around about6.986.677 – 15.948.750 rupiah/period, R/C ratio was around about 1,5 –2,17/rupiah, Payback period was around about 3,3 – 6,8 month, and Break eventpoint was around about 10.138 – 14.115 rupiah/kg. The conclusion of thisresearch was the growout cultured sangkuriang catfish in district of Aceh BaratDaya feasible to be implemented.

Key words: Analysis, cultured, sangkuriang catfish

1) Student in Fisheries and Marine Science Faculty, University of Teuku Umar

2) Lecturer in Fisheries and Marine Science Faculty, University of Teuku Umar

RINGKASAN

MUHAMMAD ISA. 08C10432097. ANALISA USAHA BUDIDAYAPEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DIKABUPATEN ACEH BARAT DAYA. DI BAWAH BIMBINGAN IBUERLITA, S.Pi DAN IBU DEWI FITHRIA, S.P, M.P

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014, di Daerah Kabupaten

Aceh Barat Daya pada lima gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi,

Alue Sungai Pinang dan Kuta Jempa). Sampel yang digunakan sebanyak lima

responden (tiap-tiap gampong satu responden). Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui tingkat potensi dan permasalahan dalam usaha budidaya pembesaran

ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kuantitatif melalui survey

menggunakan kuesioner. Selanjutnya data dianalisis dan ditabulasikan ke dalam

bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter kelayakan usaha

budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Keuntungan, R/C ratio, Payback

Period dan Break Event Point) di Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagai

berikut; keuntungan berkisar 6.986.677 – 15.948.750 rupiah per periode, R/C

ratio berkisar 1,5 – 2,17 per rupiah, Payback period berkisar 3,3 – 6,8 bulan, dan

Break event point berkisar 10.138 – 14.115 rupiah per kg.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa usaha budidaya

pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya layak

dilaksanakan.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Alue Sungai Pinang Kabupaten

Aceh Barat Daya pada tanggal 02 September 1988, dari ayah

yang bernama Amiruddin dan ibu bernama Marlita. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Alue Seulaseh selama 6

tahun. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri No. 1 Blang

Pidie. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Swasta Kuta Jeumpa

dan lulus pada tahun 2007. Setelah tamat SMA, penulis melanjutkan jenjang

pendidikan di perguruan tinggi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh dan

diterima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan Program Studi SI

Perikanan. Selama diperkuliahan, penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan

(PKL) di BBI Kuta Cane Aceh tenggara dengan judul Teknik Pembenihan Ikan

Nila Gesit Secara Alami. Kemudian, penulis menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata

(KUKERTA) di Desa Pulau Raga, Beutong Bawah Kabupaten Nagan Raya.

Selanjutnya, penulis menyelesaikan tugas akhir/skripsi dengan judul “Analisa

Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten

Aceh Barat Daya”, dan telah menyelesaikan ujian sarjana pada tanggal 06

Agustus 2014.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan skripsi ini dengan judul

Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di

Kabupaten Aceh Barat Daya.

Terselesaikannya laporan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan.

2. Bapak Yusran Ibrahim, S.Pi selaku ketua Prodi Perikanan.

3. Ibu Erlita, S.Pi (Dosen penguji I), Ibu Dewi Fithria, S.P, M.P (Dosen

penguji II), Bapak Said Mahjali, MM (Dosen penguji III), dan Bapak

Safrizal, M.Sc (Dosen penguji IV), yang telah banyak memberikan

masukan-masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi

penulis, baik yang berupa kritik maupun saran.

4. Kepada seluruh staf Dosen pengajar yang selama ini telah banyak

memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis, baik yang

sifatnya teori maupun lapangan.

5. Ayahanda (Amiruddin) dan Ibunda (Marlita) yang selalu senantiasa

memberikan dukungan, bimbingan dan nasehat yang baik.

6. Teman-teman saya yang selalu membantu dan memberikan masukan-

masukan yang bermanfaat.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan skripsi ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.

Meulaboh, Agustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanABSTRAK ......................................................................................................... vRINGKASAN .................................................................................................... viiRIWAYAT HIDUP .......................................................................................... viiiKATA PENGANTAR....................................................................................... ix

DAFTAR ISI.............................................................................................. xDAFTAR TABEL ............................................................................................. xiiDAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 11.2 Perumusan Masalah .................................................................... 21.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 21.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

2.1 Biologi dan Ekologi Ikan Lele Sangkuriang............................... 32.2 Kualitas Air................................................................................. 52.3 Pemilihan Lokasi ........................................................................ 62.4 Fasilitas ....................................................................................... 92.5 Sarana Produksi .......................................................................... 132.6 Hama dan Penyakit ..................................................................... 152.7 Panen dan Pasca Panen ............................................................... 172.8 Modal .......................................................................................... 18

III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 20

3.1 Waktu dan Tempat...................................................................... 203.2 Alat dan Bahan............................................................................ 203.3 Jenis Penelitian............................................................................ 203.4 Metode Pengambilan Data.......................................................... 213.5 Analisa Usaha ............................................................................ 223.6 Analisa Data ........................................................................................ 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 244.1 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat Daya.................................. 244.2 Daerah Lokasi Penelitian..................................................................... 25

4.3 Permasalahan yang Dialami Petani Lele Sangkuriang di -Kabupaten Aceh Barat Daya....................................................... 25

4.4 Cara memperoleh benih .............................................................. 274.5 Harga Jual Lele Sangkuriang Ukuran Konsumsi........................ 274.6 Pemasaran ................................................................................... 284.7 Analisis Usaha Para Responden .......................................................... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 545.1 Kesimpulan.......................................................................................... 545.2 Saran.................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 55

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Alat dan bahan dalam penelitian ................................................... 202. Tempat-tempat lokasi penelitian ................................................... 253. Harga biaya tetap (Responden I)................................................... 294. Harga biaya tetap (Responden II) ................................................. 345. Harga biaya tetap (Responden III) ................................................ 396. Harga biaya tetap (Responden IV)................................................ 437. Harga biaya tetap (Responden V) ................................................. 488. Penerimaan rata-rata usaha petani lele sangkuriang ..................... 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lele Sangkuriang (Clarias sp) ............................................................. 3

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi cukup besar

untuk melakukan pengembangan budidaya ikan air tawar. Salah satu komoditas

ikan air tawar yang sangat potensial adalah ikan lele. Ikan lele merupakan salah

satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan ini sudah

dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya lele

berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang

terbatas dengan padat tebar tinggi, pemasarannya relatif mudah, dan modal yang

dibutuhkan relatif rendah (Effendie, 2003).

Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah

masuknya jenis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ke Indonesia pada tahun

1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat,

dan lebih tahan penyakit. Namun demikian, perkembangan budidaya yang pesat tanpa

didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami

penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding),

seleksi induk yang salah dan penggunaan induk yang berkualitas rendah. Sebagai

upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Pengembangan Benih Air Tawar (BPBAT)

Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik dengan cara silang balik

untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele sangkuriang

(Nasrudin, 2010). Belakangan ini lele sangkuriang sangat populer di Aceh, seperti

yang telah diketahui bahwa ikan lele sangkuriang memiliki potensi untuk tumbuh

lebih cepat dibandingkan jenis ikan lele lainnya. Prospek pembudidayaan ikan lele

sangkuriang sangat cerah, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya warung-

warung atau rumah makan yang menyediakan menu ikan lele. Namun demikian,

tidak semua petani ikan di Aceh dapat memahami sepenuhnya bagaimana cara

pembudidayaan lele sangkuriang yang baik, terutama dalam kegiatan budidaya

pembesarannya. Sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal.

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten

Aceh Barat Daya memiliki prospek yang sangat baik. Selain memiliki tingkat

toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, lele sangkuriang juga banyak diminati

oleh masyarakat dan memiliki nilai jual di pasar. Namun dalam pelaksanaannya,

para petani lele sangkuriang juga terkadang dihadapi oleh berbagai permasalahan,

seperti ketersediaan modal, masalah pakan, dlll. Analisa usaha diperlukan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dan pendapatan para petani lele

sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan dalam usaha

budidaya pembesaran lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya, dan

mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi para pembudidaya serta

cara penanggulangannya.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi suatu gambaran dan informasi

kepada masyarakat mengenai prospek dan keuntungan yang diperoleh dalam

usaha pembesaran lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi dan Ekologi Ikan Lele Sangkuriang

2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang

Menurut Lukito (2002), kedudukan ikan lele sangkuriang dalam sistematika

(taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut: Phyllum: Chordata, Kelas:

Pisces, Subkelas :Teleostei, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Siluroidea, Famili:

Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias sp.

Gambar 1. Lele sangkuriang (Clarias sp)

Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak

perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal

tersebut dikarenakan lele sangkuriang merupakan hasil persilangan dari induk lele

dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang,

berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng dengan

mulut yang relatif lebar. Ikan lele sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal, yaitu

sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Pada sirip dada dijumpai sepasang

patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan dapat

dipakai untuk berjalan di permukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas

ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent)

berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah untuk

membantu mengikat oksigen dari udara. Mulutnya terdapat di bagian ujung dan

terdapat empat pasang sungut. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala

bagian belakang. Ikan lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan dan

bersifat karnivora dan kanibal, yaitu memangsa jenisnya sendiri jika kekurangan

jumlah pakan dan lambat memberikan pakan (Najiyati, 1992).

2.1.2. Habitat

Menurut Suyanto (1999), habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah

semua perairan air tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di

perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan

kecil seperti kolam, merupakan lingkungan hidup bagi ikan lele.

2.1.3. Tingkah Laku

Ikan lele Sangkuriang ini memiliki sifat yang sama dengan lele dumbo yaitu

hidup di air tawar. Jika ikan ini mengalami stres atau kaget maka warna tubuhnya

akan berubah menjadi terang. Ikan lele memiliki patil yang tidak beracun dan

pertumbuhannya cepat. Salah satu sifat lele sangkuriang yaitu suka meloncat

kedarat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele sangkuriang

merupakan hewan yang banyak melakukan aktivitas dimalam hari ( nocturnal ).

Sifat ini akan tampak saat lele sangkuriang akan mencari makan. Itulah sebabnya

lele sangkuriang akan lebih suka berada ditempat gelap dibanding ditempat yang

terang (Sunarma, 2004).

2.1.4. Makanan

Seperti halnya sifat biologi ikan lele dumbo terdahulu, ikan lele

Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat

memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai

makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat

dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan

produktivitas (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2006).

2.2. Kualitas Air

2.2.1. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang berpengaruh dalam

kelangsungan hidup ikan.Ikan lele dapat hidup pada perairan yang nilai

kandungan oksigen terlarutnya rendah, karena memiliki alat pernafasan tambahan

yang disebut arborescen organ. Meskipun lele sangkuriang mampu bertahan

hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang

agar ikan lele dapat tumbuh secara optimal diperlukan lingkungan perairan

dengan kadar oksigen yang cukup. Menurut Lukito (2002), kandungan oksigen

terlarut yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu sebesar 6 ppm.

Sedangkan menurut Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut yang menunjang

pertumbuhan dan proses reproduksi ikan lele yaitu lebih dari 5 ppm.

2.2.2. Suhu

Suhu memiliki peranan yang penting dalam perairan karena suhu air akan

mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan, dan nafsu makan ikan

serta kelarutan oksigen dalam air. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan

lele sangkuriang berkisar antara 22-32°C (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,

2006). Sedangkan menurut Lukito (2002), suhu yang baik untuk pertumbuhan lele

sangkuriang yaitu berkisar antara 24-26 0C.

2.2.3. Tingkat Keasaman (pH)

PH memiliki peranan penting dalam bidang perikanan karena berhubungan

dengan kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi. Menurut Arifin (1991),

tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah

kotoran dalam lingkungan perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme

pada ikan. Suyanto (1999), menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk lele

berkisar antara 6,5-8,5. Sedangkan menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

(2006), bahwa nilai pH yang baik untuk pertumbuhan lele berkisar 6-9.

2.3. Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat terkait dengan

lahan. Lahan adalah tanah yang akan digunakan untuk membangun fasilitas

produksi. Oleh karena lele sangkuriang akan dibesarkan ditempat ini, maka

memilih lahan tidak boleh sembarangan. Hal ini akan berkaitan erat dengan

kelangsungan hidup lele sangkuriang, manajemen usaha, penyediaan sarana

produksi, dan pemasaran hasil. Untuk menetapkan sebidang tanah sebagai lahan

usaha, harus didasarkan pada beberapa pertimbangan pokok, yaitu syarat lahan,

luas lahan, jenis tanah, dan air. Pertimbangan lainnya adalah izin usaha dan pola

hidup masyarakat setempat (Soetomo, 2002).

2.3.1. Syarat Lahan

Memilih lahan untuk membangun fasilitas produksi lele sangkuriang tidak

hanya melihat dari harganya yang murah, tetapi harus disesuaikan dengan

persyaratannya agar bisa menerapkan kaidah-kaidah atau cara budidaya ikan yang

baik. Selain itu, proses produksi juga dapat berjalan dengan lancar sehingga

produksi bisa mencapai hasil yang maksimal. Pemilihan lahan untuk fasilitas

produksi lele sangkuriang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan

sosial. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dekat dengan sumber air, tetapi bukan merupakan daerah banjir

b. Kualitas airnya baik, tidak tercemar oleh limbah industri dan logam berat

c. Air mengalir secara kontinu sepanjang musim

d. Jenis tanahnya baik

e. Luas lahan disesuaikan dengan jumlah produksi (Soetomo, 2002).

2.3.2. Luas Lahan

Luas lahan harus ditentukan sebelum usaha pembesaran lele sangkuriang

dimulai. Penentuan luas lahan didasarkan pada luas lahan produktif dan luas lahan

yang tidak porduktif. Lahan produktif adalah lahan yang langsung digunakan

untuk membangun fasilitas utama, misalnya kolam pembesaran. Sedangkan lahan

yang tidak produktif adalah lahan yang digunakan untuk fasilitas pendukung,

seperti rumah karyawan, kantor, gudang, dan ruang pertemuan (Soetomo, 2002).

2.3.3. Jenis Tanah

Jenis tanah perlu diperhatikan dan perlu diketahui sebelum dijadikan

sebagai lahan usaha. Hal ini karena jenis tanah harus memenuhi persyaratan, baik

kemampuan dalam menampung massa air kolam maupun kesuburannya.

Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap biaya operasional, seperti

ketersediaan pakan dan produktifitas kolam. Tidak semua jenis tanah dapat

digunakan sebagai lahan kegiatan pembesaran lele sangkuriang karena tanah

sangat berpengaruh terhadap kesuburan air kolam. Kolam yang subur akan mudah

menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan oleh ikan. Adapun tanah yang baik

dalam pembuatan kolam lele sangkuriang adalah jenis tanah lempung berpasir

(tanah liat) karena tanah ini mengandung pasir 30% sehingga mudah dibuat kolam

dengan pematang yang kokoh dan kondisi tanahnya subur (Soetomo, 2002) .

2.3.4. Air

Air merupakan faktor utama dan mutlak diperlukan dalam kegiatan

pembesaran lele sangkuriang. Sebagai media hidup ikan, air perlu diketahui

sebelum memulai usaha. Berhasil atau tidaknya pembesaran lele tersebut sangat

ditentukan oleh kondisi airnya. Kualitas air yang baik dapat memberikan hasil

yang memuaskan. Sebaliknya, kualitas air yang kurang baik tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan. Ada dua faktor yang harus diperhatikan pada

air, yaitu sumber dan kualitas airnya (Effendie, 2003).

1. Sumber Air

Air untuk kolam pembesaran lele sangkuriang dapat berasal dari sungai,

irigasi, atau saluran air kecil. Ketiga sumber air itu memiliki kelebihan dan

kekurangan, terutama bila ditinjau dari segi ekonomis dan skala usahanya. Dari

ketiga jenis sumber air ini, air yang berasal dari saluran kecil cocok untuk kolam

yang sempit atau kecil karena tidak diperlukan pembuatan bendungan atau pintu

air, tetapi cukup dibuat gundukan batu. Air dari sumber air ini kurang cocok untuk

perkolaman yang luas karena debit airnya sangat kecil (Effendie, 2003).

2. Kualitas Air

Faktor utama yang harus diperhatikan dari air adalah kualitasnya.

Kelangsungan hidup ikan tergantung dari kualitas air karena kualitas air sangat

berpengaruh pada keseimbangan fisiologis dan organ-organ tubuh ikan serta akan

berdampak pada pertumbuhan dan reproduksi ikan. Tiga sifat air yang perlu

diperhatikan yaitu sifat fisika, sifat kimia, dan sifat biologi. Parameter sifat fisika

seperti warna, kekeruhan dan suhu. Parameter sifat kimia seperti oksigen,

karbondioksida, pH, dan amoniak. Sedangkan parameter sifat biologi seperti

adanya binatang-binatang yang hidup diperairan tersebut (Effendie, 2003).

2.4. Fasilitas

Fasilitas untuk memproduksi lele sangkuriang terdiri dari bangunan utama,

yaitu bangunan yang langsung digunakan untuk budidaya dan bangunan

pendukung, yaitu bangunan yang tidak langsung digunakan untuk kegiatan

budidaya, tetapi sangat mendukung kegiatan produksi. Bangunan utama dalam

pembesaran lele adalah kolam pembesaran. Sementara fasilitas pendukung

meliputi rumah karyawan atau rumah jaga, kantor dan gudang (Soetomo, 2002).

2.4.1. Kolam Pembesaran

Kolam pembesaran lele sangkuriang adalah tempat untuk memelihara benih

yang berasal dari kolam pendederan (atau benih beli) hingga menjadi ikan lele

siap konsumsi.Ukuran luas kolam bisa bervariasi dari 200-500 m2 atau tergantung

pada sistem budidaya yang diterapkan. Bila sistem budidaya intensif, luas kolam

pembesaran lele biasanya hanya berukuran 50-100 m2. Kolam pembesaran lele

sangkuriang ada tiga, yaitu kolam tanah (kolam irigasi, kolam tadah hujan, dan

kolam rawa), kolam beton serta kolam terpal (Nasrudin, 2010).

1. Kolam Tanah

Lele sangkuriang pada dasarnya senang hidup dalam keadaan air yang agak

tenang dengan kedalaman yang cukup sekalipun kondisi airnya jelek, keruh,

kotor, dan miskin akan kandungan oksigen terlarut. Dengan kondisi demikian, lele

sangkuriang dapat dipelihara dan tetap bisa tumbuh dengan baik di berbagai jenis

kolam.

A. Kolam Irigasi

Kolam irigasi adalah kolam yang memperoleh pengairan dari sumber irigasi.

Penggunaan kolam irigasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat dianjurkan

karena pengairan kolam ini selalu tersedia sepanjang waktu dan jauh dari

kekhawatiran kemungkinan kekurangan air. Dengan demikian, proses pembesaran

dapat berjalan sepanjang tahun. Disamping itu, penentuan luas kolam irigasi juga

lebih leluasa sehingga kolam bisa dibuat dengan berbagai bentuk dan ukuran.

B. Kolam Tadah Hujan

Kolam tadah hujan adalah kolam yang hanya mendapat sumber air dari air

hujan. Kolam tadah hujan ini dibuat bila disekitar lokasi tidak terdapat sumber air

irigasi atau air tanah. Jadi, sumber air untuk mengisi air kolam sepenuhnya berasal

dari air hujan. Oleh karena mengandalkan air hujan maka curah hujan akan

menentukan jumlah atau volume air kolam. Namun, kolam air diam ini masih

cukup baik untuk pembesaran lele sangkuriang karena lele ini mampu hidup

dalam kondisi air yang minim oksigen, asal proses persediaan air selama

produksinya cukup. Untuk menjamin tersedianya air selama proses produksi, jenis

tanah yang akan dijadikan kolam tadah hujan mutlak dari jenis tanah yang cukup

kedap air sehingga mampu menampung air dalam waktu yang lama.

C. Kolam Rawa

Kolam rawa adalah kolam yang dibangun di daerah dataran rendah, tetapi

bukan daerah pasang surut.Umumnya kolam rawa bersifat sangat asam (pH

rendah, kurang dari 4). Sifat tanah dan air kolam yang asam sebenarnya tidak

cukup baik untuk pembesaran lele sangkuriang. Namun hal ini dapat diatasi

dengan teknik reklamasi (pencucian). Caranya, kolam rawa tersebut dialiri air

baru untuk mempercepat proses material asam dan selanjutnya dibuang ke

perairan yang lebih luas. Upaya lain untuk menaikan pH pada kolam rawa adalah

dengan pengapuran. Biasanya efek kapur akan sangat membantu bila terlebih

dahulu kolam direklamasi sebelum dikapur. Pengapuran dilakukan di dasar kolam

dan selanjutnya untuk menjaga stabilitas air dapat ditambahkan kapur dengan

dosis yang lebih rendah.

2. Kolam Beton

Kolam beton adalah kolam yang bagian dasar kolam dan pematangnya

dibeton sehingga tidak mudah rusak. Pematang beton dibuat tegak lurus. Untuk

luas kolam 100 m2, lebar pematang cukup dibuat dengan lebar 30-40 cm.

Ketinggian pematang 1-1,5 m dengan konstruksi dasar kolam melandai ke titik

pusat pintu pengeluaran dengan kemiringan 5-10%. Saluran pemasukan air berupa

pipa PVC berdiameter 3 inci dipasang agak menjulur ke tengah dengan ketinggian

dari permukaan air minimal 50 cm karena lele suka melompat mengikuti aliran air

masuk. Pipa pengeluaran diusahakan agar dapat mengeluarkan lapisan dasar

karena lapisan tersebut banyak mengandung bahan endapan lumpur dan sisa-sisa

makanan serta kotoran ikan yang dapat mengurangi mutu air.

3. Kolam Terpal

Kolam terpal adalah jenis kolam yang menggunakan terpal sebagai bahan

utamanya dan didukung oleh bahan lainnya. Jenis kolam ini bisa dibongkar

pasang sehingga bisa di pindahtempatkan. Selain itu, biaya untuk pembuatan

kolam ini juga tidak terlalu mahal dan proses pembuatannya relatif mudah dan

praktis. Namun kelemahannya adalah kolam ini tidak bisa bertahan lama.

Jenis kolam terpal ada dua, yaitu kolam terpal yang terletak di atas

permukaan tanah dan kolam terpal yang berada di dalam tanah. Konstruksi pada

kolam terpal yang berada di atas tanah menggunakan kerangka yang bisa dibuat

dari bambu, pipa ledeng, dan batu bata. Sementara kolam terpal yang berada di

dalam tanah merupakan kolam tanah biasa yang dilapisi terpal di bagian dasar dan

dindingnya. Sama seperti jenis kolam lainnya, kolam terpal juga dilengkapi

dengan saluran pemasukan air dan saluran pengeluaran air untuk menjamin

kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air.

2.4.2. Fasilitas Pendukung

Fasilitas pendukung usaha lele sangkuriang adalah rumah untuk karyawan,

kantor dan gudang. Rumah karyawan bisa dibangun di dekat kolam pembesaran

sehingga memudahkan karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Kantor

merupakan ruangan yang digunakan untuk manajemen kepegawaian, tata usaha,

tempat transaksi, dan tempat menerima tamu. Gudang didirikan untuk menyimpan

alat dan sarana produksi yang penting, seperti pakan, pupuk, dan lain-lainnya.

Gudang dan kantor ini dapat dibuat secara berdampingan. Ukurannya masing-

masing 3x3 m. Tempatnya bisa dibuat di depan atau di belakang kolam

pembesaran (Nasrudin, 2010).

2.5. Sarana Produksi

Dalam budidaya lele sangkuriang, selain fasilitas harus memadai, sarana

produksi pun harus tersedia. Hal ini bertujuan agar kegiatan produksi dapat

berjalan dengan lancar dan target produksi dapat tercapai. Jumlah sarana produksi

yang harus disediakan tergantung dari skala usaha dan target usaha yang akan

dicapai (Nasrudin, 2010).

2.5.1. Benih

Benih adalah anak ikan yang akan dipelihara pada masa pembesaran. Benih

yang akan dipelihara pada masa pembesaran adalah benih yang telah berukuran 7-

9 cm dengan berat antara 2,30-3,60 g. Jenis lele yang akan dibesarkan dipilih dari

jenis lele sangkuriang karena telah terbukti memiliki tingkat pertumbuhan yang

lebih tinggi dibandingkan lele lokal maupun lele dumbo (Simanjutak, 1989).

Keseragaman benih perlu diperhatikan agar pertumbuhan semua benih

serempak. Benih yang terlalu besar akan menghabiskan pakan dalam jumlah yang

banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat. Sementara benih yang terlalu

kecil akan kalah merebut pakan sehingga konsumsi pakannya lebih sedikit.

Akibatnya, pertumbuhannya akan terhambat. Untuk mendapatkan benih yang

seragam, perlu dilakukan seleksi. Baskom berlubang yang besar bisa digunakan

untuk seleksi benih. Adapun cara seleksinya sebagai berikut:

a. Masukan benih ke dalam baskom yang berlubang-lubang. Ukuran lubang

diameter ini sekitar 1,5 cm.

b. Goyang-goyangkan baskom sehingga ukuran lele yang terlalu kecil akan lolos

dari lubang tersebut.

c. Sementara benih yang tertinggal dalam baskom adalah benih yang berukuran

besar. Benih-benih itulah yang akan digunakan dalam pembesaran

(Simanjutak, 1989).

2.5.2. Pakan

Sarana produksi kedua yang harus disediakan dalam pembesaran lele

sangkuriang adalah pakan. Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan

kepada hewan ternak (baik berupa bahan organik maupun anorganik) yang

sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatannya. Zat

pakan adalah bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan

bermanfaat bagi tubuh (ada 6 macam zat pakan: air, mineral, karbohidrat, lemak,

protein dan vitamin). Seperti halnya hewan lain, ikan pun membutuhkan zat gizi

tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-

sel yang rusak dan untuk tumbuh (Mujiman, 2000).

Pakan yang dimakan ikan berasal alam (disebut pakan alami) dan dari

buatan manusia (disebut pakan buatan). Dalam praktiknya, pakan alami sudah

terdapat secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami

sangat bagus diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. Sedangkan

pakan buatan diramu dari beberapa bahan baku yang memilii kandungan nutrisi

spesifik. Bahan baku diolah secara sederhana atau diolah di pabrik secara masal

dan menghasilkan pakan buatan berbentuk pellet, tepung, remeh atau crumble dan

pasta (Mujiman, 2000).

2.6. Hama dan Penyakit

2.6.1. Hama

Hama ikan adalah hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar

dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan. Menurut Afriantono dan

Liviawaty (1992), Secara umum hama ikan dapat dibagi menjadi tiga kelompok

berdasarkan sifat hidupnya, yaitu :

1. Predator

Predator secara harfiah diartikan sebagai pemangsa. Pada dasarnya predator

adalah binatang yang sifatnya karnivora (pemakan daging) dengan cara memangsa

atau menyantap targetnya. Predator adalah hewan pemangsa yang secara sengaja

maupun tidak sengaja masuk ke areal budidaya ikan dan memangsa ikan yang

dibudidayakan. Jenisnya dapat berupa ikan yang lebih besar, hewan air jenis lain,

hewan darat dan beberapa jenis serangga/insekta air. Contohnya seperti ikan

gabus atau pemangsa lainnya seperti linsang, ular atau burung.

2. Kompetitor

Kompetitor adalah organisme yang menimbulkan persaingan dalam

mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak. Hama ini tidak dikehendaki

keberadaannya dalam wadah atau areal budidaya. Contohnya ikan sejenis yang

berukuran lebih besar, kepiting, katak, keong dan sebagainya.

3. Pengganggu/Pencuri

Pengganggu adalah organisme atau aktivitas lain diluar ikan budidaya yang

keberadaannya dapat mengganggu ikan budidaya. Perlakuan manusia yang kurang

baik dalam mengelola ikan dapat dikategorikan sebagai pengganggu, seperti saat

sampling yang tidak sesuai aturan atau cara panen yang kurang baik. Selain itu,

ada juga literatur yang mengelompokkan hama ketiga ini dalam istilah ”pencuri”,

yang merupakan hama menakutkan bagi petani ikan.

2.6.2. Penyakit

Menurut Yuasa (2003), Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik,

morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena

beberapa penyebab, yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal).

Penyakit internal yaitu berupa kelainan genetik, saraf dan metabolik. Sedangkan

penyakit eksternal terdiri dari penyakit patogen (bersifat parasit; penyakit viral,

jamur dan bakteri) dan non patogen (bersifat lingkungan atau kualitas air dan

nutrisi; pH, zat beracun, kekurangan nutrisi, kelarutan gas, dll).

Sama seperti ikan lainnya, lele sangkuriang tidak terlepas dari ancaman

hama dan penyakit. Menurut Amri (2008), Penyakit yang menyerang lele

sangkuriang umumnya disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang

mendukung, misalnya kualitas air (terutama suhu) di bawah standar atau akibat

stres karena penanganan yang salah sehingga ikan sakit. sedangkan organisme

patogen yang menyerang berupa Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea

sp., dan Dactylogyrus sp. Penanggulangan organisme patogen dapat dilakukan

dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik serta pemberian pakan yang

teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang

direkomendasikan. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan

persiapan kolam secara baik. Jika perlu memperbaiki kondisi air kolam dengan

menambahkan bahan probiotik. Sedangkan pengobatan ikan yang sudah terserang

penyakit dapat dilakukan dengan memberikan obat yang sesuai dengan jenis

penyakitnya (Kordi, 2004).

2.7. Panen dan Pasca Panen

Ikan lele sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan

selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15-

20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan

berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan

menggunakan waring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa

ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air

kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka

dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan

dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang

airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut

untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan

karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya

dan dengan jumlah air yang sedikit (Nasrudin, 2010).

Setelah semua kegiatan pemanenan selesai, maka ikan-ikan tersebut siap

untuk dipasarkan. Menurut Kotler (2001), pemasaran adalah salah satu kegiatan

pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa

dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut

disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana

secara langsung berhubungan dengan konsumen. Dengan kata lain, pemasaran

berarti bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial

dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.

2.8. Modal

Modal adalah sejumlah uang atau barang yang dibutuhkan untuk mendirikan

sebuah usaha. Modal juga dapat digunakan untuk mengembangkan usaha yang

telah dijalankan untuk membuat usaha tersebut menjadi lebih besar skalanya

dibandingkan waktu sebelumnya. Modal tersebut dapat diperoleh dari dua sumber

yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri adalah modal yang

didapatkan dari pendanaan yang diperoleh dari diri sendiri. Sedangkan modal

pinjaman adalah modal yang didapatkan dari pihak luar dan bukan dari diri sendiri

(Rahardi, 1998).

2.8.1. Arus Biaya

1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan mulai kegiatan itu

berlangsung sampai kegiatan tersebut mulai berjalan. Contoh biaya investasi

pada kegiatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang adalah : pengadaan

lahan, pembuatan kolam, pembelian bahan dan peralatan, dan lain-lain.

2. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pembelian peralatan,

sewa lahan, kolam, dan kantor/rumah jaga, yang lebih dicenderungkan kepada

biaya penyusutan.

3. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dalam

faktor produksi dan bersifat variabel atau dapat berubah-ubah sesuai dengan

hasil produksi yang akan dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan,

maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan, seperti :

a. Upah tenaga kerja

Upah tenaga kerja merupakan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja

atas jasa yang dipakai untuk membuat produksi.

b. Pembelian bahan baku

Pembelian bahan baku berupa benih ikan lele sangkuriang yang selanjutnya

akan dibesarkan di kolam pembesaran.

c. Biaya bahan pendukung

Biaya bahan pendukung berupa pembelian pakan dan obat-obatan, guna

menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele sangkuriang

yang akan dibesarkan.

d. Biaya transportasi

Biaya transportasi (BBM) merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai biaya

oprasional dalam perjalanan. Contohnya saat melakukan pemasaran ikan di

tempat-tempat yang telah ditargetkan (pasar ikan, rumah makan,

masyarakat, dll).

4. Biaya Total

Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

5. Biaya Penyusutan

Biaya Penyusutan adalah penurunan atau pengurangan nilai modal suatu alat

tahan lama akibat pertambahan umurnya. Contohnya biaya penyusutan pada

terpal, baskom, jaring, serok, dll.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu danTempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014, di Kabupaten Aceh

Barat Daya. Lokasi penelitian: Gampong Alue Sungai Pinang, Gampong

Babahrot, Gampong Sikabu, Gampong Kuta Jempa dan Gampong Kuta Tinggi.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1. Alat dan bahan dalam penelitian

No Alat/Bahan Fungsi

1 Lembar kuesioner Lembar pertanyaan

2 Buku catatanUntuk menyimapan informasi atau hasilketerangan yang didapat

3 PulpenUntuk mencatat keterangan-keterangan yangdidapat

4 Kamera photo Sebagai dokumentasi

3.3. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kuantitatif. Menurut

Nawawi (2005: 63), Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek

penelitian (seseorang lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana. Sedangkan penelitian

kuantitatif menurut Suharsimi Arikunto (2010), merupakan metode pengumpulan,

menafsirkan dan menampilkan data.

Pada penelitian ini dilakukan survey dengan cara pemberian kuesioner dan

wawancara kepada para responden, dimana para responden tersebut masing-

masing merupakan pembudidaya ikan yang sedang menggeluti usaha budidaya

pembesaran ikan lele sangkuriang. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak

5 responden dari 10 total populasi, atau sekitar 50%. Gay dan Diehl (1992),

mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel yang diambil maka hasilnya akan

semakin representatif. Jika penelitiannya bersifat deskriptif, maka sampel

minimunya adalah 10% dari populasi.

Adapun 5 (lima) informan yang menjadi responden adalah sebagai berikut:

1. Abdul Rahman (35 thn) : Gampong Sikabu

2. Amiruddin (48 thn) : Gampong Babahrot

3. Anwar (38 thn) : Gampong Kuta Tinggi

4. Muklis (32 thn) : Gampong Alue Sungai Pinang

5. Herman (28 thn) : Gampong Kuta Jempa

3.4. Metode Pengambilan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung di

lapangan. Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui

observasi (pengamatan), atau juga data hasil wawancara (interview) peneliti

dengan nara sumber secara langsung (Uma Sekaran, 2006).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah

ada. Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa

gaji, laporan keuangan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari sumber

referensi, majalah, dan lain sebagainya (Uma Sekaran, 2006).

3.5. Analisa Usaha

Analisa usaha merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana kegiatan usaha mengalami keuntungan atau tidak, serta mengukur

keberlanjutan usaha tersebut. Analisa usaha dalam bidang perikanan merupakan

pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai

selama kegiatan usaha perikanan dilaksanakan (Rahardi, 1998).

3.5.1. Parameter Analisa Usaha

Beberapa parameter yang digunakan dalam analisa usaha adalah

keuntungan, Revenue-Cost Ratio (R/C Ratio), Break Even Point (BEP), dan

Payback Period (PP) (Rahardi, 1998).

1. Keuntungan (laba)

Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang dikeluarkan.

Keuntungan yang dimaksud adalah bahwa biaya pendapatan harus lebih besar

daripada biaya total.

Laba per periode = Penerimaan – Biaya total

2. R/C Rasio

R/C Rasio (Revenue per Cost) adalah digunakan untuk mengetahui setiap

nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan

sejumlah nilai rupiah penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki

nilai R/C yang besar.

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

3. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) atau masa balik modal adalah digunakan untuk

mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi.

Total investasiPayback Period =

Laba usaha

4. Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) atau titik pulang pokok adalah merupakan suatu

nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga

pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas.

Biaya totalBEP HargaProduksi =

Jumlah produksi

3.6. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kuantitatif. Data yang

diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi dikumpulkan dan

dikelompokkan berdasarkan indikator-indikator yang ada. Data tersebut kemudian

dianalisis dan disajikan ke dalam bentuk tabel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat Daya

Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan salah satu dari 23 kabupaten/kota

di Provinsi Aceh yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan.

Secara geografis terletak antara 96º 34’ 57” – 97º 09 ’19” Bujur Timur dan 3º 34’

24” - 4º 05’ 37” Lintang Utara. Kabupaten Aceh Barat Daya berdasarkan data

BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2011 memiliki luas wilayah sebesar 2.334,01

Km2 atau 233.401 Ha. Berdasarkan hasil hitungan digitasi GIS (Geographic

Information System) diatas peta citra SPOT, luas Kabupaten Aceh Barat Daya

adalah 1.882,05 km2 atau 188.205,02 Ha. Kabupaten ini dikelilingi bentang alam

yang cukup keras dan menantang yaitu Lautan Hindia dan dataran tinggi yang

terjal dan curam. Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya sendiri merupakan

hamparan datar, sedangkan bagian tengah merupakan kawasan Bukit Barisan

yang terdiri dari gunung dan bukit-bukit dan sebagian lagi hamparan laut. Banyak

potensi kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup

masyarakat.

Batas-batas administrastif Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagai

berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

- Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Nagan Raya

4.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2: Lokasi penelitian

No Petani Keterangan Tempat Usaha

1 Abdul Rahman (35 thn) Sikabu

2 Amiruddin (48 thn) Babahrot

3 Anwar (38 thn) KutaTinggi

4 Muklis (32 thn) Alue Sungai Pinang

5 Herman (28 thn) Kuta Jempa

4.3. Permasalahan yang Dialami Petani Lele Sangkuriang di Kabupaten

Aceh Barat Daya

4.3.1. Hama dan Penyakit

1. Hama

Salah satu hama yang sering menyerang lele sangkuriang di Daerah

Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya di Daerah Babahrot adalah berang-

berang. Hama ini memakan ikan dengan cara masuk ke dalam kolam pada saat

malam hari. Afriantono dan Liviawaty (1992), menyatakan bahwa hama ikan

adalah hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu

menimbulkan gangguan pada ikan, baik yang sifatnya predator, kompetitor

maupun pengganggu. Untuk mengatasinya, petani membuat jaring disekitar area

kolam ikan guna mencegah masuknya hewan ini ke dalam kolam. Sedangkan

untuk jenis hama lainnya tidak ditemukan.

2. Penyakit

Penyakit merupakan suatu keadaan fisik, morfologi atau fungsi yang

mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, yaitu

penyebab dari dalam dan dari luar (Yuasa, 2003). Penyakit yang biasa menyerang

lele sangkuriang di Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya biasanya berupa jamur,

karena tubuh ikan terlihat luka atau bercak-bercak seperti jamur. Serangan jamur

ini kemungkinan terjadi karena kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi

air rendah, kadar oksigen terlalu rendah, atau kadar amoniak terlalu tinggi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Amri (2008), bahwa Penyakit yang menyerang lele

sangkuriang umumnya disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang

mendukung, misalnya kualitas air. Cara mengatasinya, para petani ikan sering

melakukan pergantian air di dalam kolam dengan memanfaatkan perairan irigasi

sebagi sumber air kolam. Dengan demikian, sirkulasi air dan supply oksigen

selalu tercukupi. Sehingga diharapkan kolam dapat terbebas dari serangan jamur.

Namun bila ikan telah terserang oleh jamur tersebut, maka cara pengobatan

yang biasa dilakukan oleh para petani lele sangkuriang yaitu dengan memberikan

larutan garam (NaCl) dan larutan PK dengan dosis tertentu ke dalam kolam lele

sangkuriang.

4.3.2. Pakan

Pakan merupakan suatu kebutuhan penting bagi ikan yang harus selalu

disediakan oleh para petani ikan dalam melaksanakan kegiatan budidaya. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Mujiman (2000), bahwa ikan membutuhkan pakan

sebagai zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga,

menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Bagi petani ikan, pakan

termasuk salah satu masalah yang harus dihadapi, mengingat kini harga pakan

yang dijual semakin mahal yaitu berkisar Rp 600.000/sak (50 kg/sak). Apalagi

kebutuhan pakan harus tersedia setiap harinya. Untuk itu, petani ikan terkadang

harus membuat pakan tambahan sendiri guna menghemat biaya oprasional

pembelian pakan. Pakan tambahan yang dibuat sendiri biasanya berupa keong

mas yang dicincang kecil-kecil, atau berupa campuran dedak. Dengan demikian,

biaya oprasional pembelian pakan dapat terkontrol.

4.4. Cara Memperoleh Benih

Para petani ikan biasanya memperoleh benih dengan cara membeli benih di

tempat-tempat pembudidayaan ikan air tawar seperti di BBI Krueng Batee,

ataupun di tempat-tempat petani ikan lainnya yang menjual benih lele

sangkuriang. Harga benih lele sangkuriang biasanya dibeli dengan kisaran harga

Rp 350 – 400/ekor, tergantung dari besar kecilnya ukuran benih ataupun daerah

lokasi pembeliannya.

4.5. Harga Jual Lele Sangkuriang Ukuran Konsumsi

Benih-benih lele sangkuriang yang telah diperoleh, dipelihara di dalam

kolam pembesaran selama kurang lebih 3 bulan hingga menjadi ikan yang

memiliki ukuran konsumsi. Biasanya ukuran lele sangkuriang konsumsi memiliki

ukuran sekitar 15 – 20 cm dengan bobot 200 – 250 gram/ekor. Lele sangkuriang

konsumsi biasanya dijual per kilo (4 – 5 ekor/kg) dengan harga jual berkisar Rp

20.0000 – 22.000/kg.

4.6. Pemasaran

Pemasaran merupakan target penting yang harus diketahui oleh petani ikan.

Karena untuk dapat mengembalikan modal yang diinvestasikan sekaligus

mendapatkan keuntungan yang lebih, maka petani ikan terlebih dahulu harus

mengetahui pasar. Kotler (2001), menyatakan bahwa pemasaran adalah salah satu

kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang

atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.

Adapun tempat-tempat pemasaran ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi adalah

di tempat-tempat yang telah ditargetkan seperti di tempat-tempat rumah makan,

pasar ikan, masyarakat setempat (lokal), ataupun didatangi secara langsung oleh

para pembeli.

4.7. Analisis Usaha Para Responden (Petani Ikan Lele Sangkuriang)

4.7.1. Analisa Usaha Responden I (Abdul Rahman)

4.7.1.1. Biaya

1. Biaya tetap

Biaya tetap disini merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan

lahan kolam dan pembelian peralatan seperti happa, jaring, serok, baskom, pipa

paralon, terpal, sanyo, timbangan, dan lain-lain, dimana biaya tersebut lebih

dicenderungkan kepada biaya penyusutan. Biaya penyusutan merupakan biaya

yang harus diperhitungkan sebagai dampak dari pengurangan nilai ekonomi suatu

barang setiap waktunya. Setelah masa nilai ekonomi suatu barang tersebut

berakhir maka barang tersebut tidak layak lagi untuk digunakan, kecuali kolam

harus diperbaiki ulang (lihat tabel 3) :

Tabel 3: Harga biaya tetap (responden I)

Nama Jenis Biaya Harga (Rp)Umur

Ekonomi(Thn)

Penyusutan

1 Priode/3 bln(Rp)

1 tahun(Rp)

Abdul -Rahman(35 thn)Sikabu

2 buah happa(2 x 110.000)

220.0002 27.500 110.000

4 buah pipa(4 x 80.000)

320.0003 26.660 106.640

4 buahbaskom

(4 x 20.000)80.000

1,5 13.330 53.320

2 buahjarring

(2 x 200.000)400.000

2 50.000 200.000

1 buahTimbangan

400.000 3 33.333 133.332

Pembuatanlahan kolam

500.000 5 25.000 100.000

Jumlah 1.920.000 175.823 703.292

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya harga biaya tetap

yang dikeluarkan oleh petani ikan Abdul Rahman (35 tahun) dalam pembuatan

lahan kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri

dari happa, pipa, baskom, jaring dan timbangan adalah sebesar 1.920.000 rupiah.

Sedangkan biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) adalah sebesar

175.823 rupiah, dan per tahunnya (4 periode) adalah sebesar 703.292 rupiah.

2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)

Adapun jenis biaya oprasional yang dikeluarkan oleh Abdul rahman dalam

pelaksanaan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang setiap periodenya

meliputi: pembelian pakan 10 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan

tambahan, tenaga kerja 1 orang dan biaya transportasi dengan total keseluruhan

biaya oprasional setiap periodenya sebesar 9.637.500 rupiah. Rincian biaya

oprasionalnya adalah sebagai berikut:

a. Pakan 10 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 10

= Rp 6.000.000

b. Tenaga Kerja = Rp 1.800.000

1 orang

c. Obat-obatan = Rp 100.000

d. Benih = Rp 350/ekor x 3.250 ekor

= Rp 1.137.500

e. Pakan tambahan = Rp 300.000

f. Transportasi = Rp 300.000

Total = Rp 9.637.500

Berdasarkan rincian biaya oprasional di atas, diketahui bahwa jenis biaya

oprasional yang banyak dikeluarkan adalah pembelian pakan (Pellet) yaitu

600.000/sak. Hal ini dikarenakan pakan merupakan kebutuhan yang setiap harinya

harus selalu tersedia dan diberikan kepada ikan lele sangkuriang guna

mempercepat pertumbuhannya hingga nanti menjadi lele sangkuriang yang

memiliki ukuran konsumsi. Sebagaimana pernyataan Mujiman (2000), bahwa

ikan membutuhkan pakan sebagai zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu

untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh.

Mengingat pentingnya pakan tetapi harganya mahal, Abdul Rahman menyelingi

pakan utama dengan pakan tambahan berupa dedak dan ikan runcah, guna

menghemat biaya oprasional pakan yang dibeli.

Biaya oprasional yang besar lainnya adalah pembelian benih. Hal ini jelas

bahwa produksi utama dalam usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang adalah

penyediaan benih. Benih lele sangkuriang tersebut nantinya akan dibudidayakan

di kolam pembesaran hingga tumbuh menjadi lele sangkuriang yang memiliki

ukuran konsumsi.

3. Biaya Total

Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional

= Rp 175.823 + Rp 9.637.500

= Rp 9.813.323

Adapun besarnya biaya total yang harus dikeluarkan setiap periodenya

adalah sebesar 9.813.323 rupiah.

4.7.1.2. Penerimaan dan Laba

Penerimaan dan laba merupakan input yang sebagian diantaranya akan

digunakan lagi untuk perputaran modal pada periode berikutnya.

1. Penerimaan

Penerimaan adalah jumlah yang diterima dari penjualan ikan lele

sangkuriang ukuran konsumsi.

Penerimaan = jumlah produksi x harga jual

= 3.250 ekor (sekitar 800 kg) x Rp 21.000/kg

= Rp 16.800.000

Besarnya penerimaan yang diterima oleh Abdul Rahman atas penjualan ikan

lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 800 kg dengan harga jual 21.000

rupiah/kg setiap periodenya adalah sebesar 16.800.000 rupiah.

2. Laba

Laba adalah nilai pendapatan setelah dikurangi dengan jumlah biaya total.

Laba dibedakan menjadi laba per periode dan laba per tahun.

a. Laba per periode = penerimaan – biaya total

= Rp 16.800.000 – Rp 9.813.323

= Rp 6.986.677

b. Laba per tahun = laba per periode x 4

= Rp 6.986.000 x 4

= Rp 27.946.708

Besarnya penerimaan laba yang diperoleh untuk setiap periodenya adalah

sebesar 6.986.677 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya adalah

sebesar 27.946.708 rupiah.

4.7.1.3. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui

tingkat keuangan dalam usaha pembesaran lele sangkuriang. Beberapa elemen

yang bisa dihitung dalam analisis usaha adalah keuntungan, R/C Ratio, Payback

period dan Break event point (Rahardi, 1998).

1. R/C Ratio

R/C Ratio (revenue per cost) atau perbandingan antara total penerimaan dan

total biaya pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

Rp 16.800.000=

Rp 9.813.323

= Rp 1,71

Besarnya nilai R/C Ratio 1,71. Artinya, setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan Abdul Rahman akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,71 rupiah.

2. Payback Period

Payback Period atau masa balik modal pada usaha pembesaran lele

sangkuriang adalah sebagai berikut:

Total investasiPayback Period =

Laba usaha

Rp 12.000.000=

Rp 27.946.708

= 0,42

Besarnya nilai payback period 0,42. Artinya, dalam jangka waktu 0,42

tahun atau sekitar 5 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Abdul Rahman

pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.

3. Break Event Point (BEP)

Adapun BEP harga produksi pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

Biaya totalBEP harga produksi =

Jumlah produksi

Rp 9.813.323=

800 kg

= Rp 12.226/kg

Nilai BEP harga produksi Rp 12.226/kg. Artinya, titik impas pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi

Rp 12.226/kg.

Berdasarkan data keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui

bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 16.800.000 rupiah, dengan

laba per periodenya sebesar 6.986.677 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar

12.226 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 21.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk

nilai R/C rationya sebesar 1,17. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria

kelayakan suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya

lebih besar dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya,

usaha pembesaran ikan lele sangkuriang milik petani ikan Abdul rahman di

Gampong Sikabu Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.

4.7.2. Analisa Usaha Responden II (Amiruddin)

4.7.2.1. Biaya

1. Biaya tetap

Tabel 4: Harga biaya tetap (responden II)

Nama Jenis Biaya Harga (Rp)Umur

Ekonomi(Thn)

Penyusutan

1 Periode(Rp)

1 tahun(Rp)

Amiruddin(45 thn)Babahrot

2 buah jarring(2 x 75.000)

150.0001,5 25.000 100.000

2 buah serok(2 x 15.000)

30.0002 3.750 15.000

2 buah pipa(2 x 75.000)

150.004 9.375 37.500

4 buah baskom(4 x 20.000)

80.0002 10.000 40.000

Timbangan 400.000 4 25.000 100.000

lahan kolam 700.000 5 35.000 140.000

Jumlah 1.510.000 108.125 432.500

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya harga biaya tetap

yang dikeluarkan oleh petani ikan Amiruddin (45 tahun) dalam pembuatan lahan

kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri dari

jaring, serok, pipa, baskom dan timbangan adalah sebesar 1.510.000 rupiah.

Sedangkan biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) adalah sebesar

108.125 rupiah, dan biaya penyusutan per tahunnya (4 periode) adalah sebesar

432.500 rupiah.

2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)

Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

a. Pakan 8 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 8

= Rp 4.800.000

b. Obat-obatan = Rp 50.000

c. Benih = Rp 350/ekor x 2.500 ekor

= Rp 875.000

d. Pakan tambahan = Rp 150.000

e. Transportasi = Rp 100.000

Total = Rp 5.975..000

Berdasarkan rincian di atas, biaya oprasional yang dikeluarkan Amiruddin

dalam pelaksanaan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang setiap periodenya

meliputi: pembelian pakan 8 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan

tambahan dan biaya transportasi dengan total keseluruhan biaya oprasional setiap

periodenya sebesar 5.975.000 rupiah. Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya

tersebut Amiruddin tidak menggunakan tenaga kerja yang diupah sebagaimana

para pembudidaya lainnya. Hal ini dilakukannya guna untuk menghemat

pengeluaran biaya oprasional berupa tenaga kerja.

3. Biaya Total

Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional

= Rp 108.125 + Rp 5.975.000

= Rp 6.083.125

Adapun besarnya biaya total yang harus dikeluarkan untuk setiap

periodenya adalah sebesar 6.083.125 rupiah.

4.7.2.2. Penerimaan dan Laba

1. Penerimaan

Penerimaan = jumlah produksi x harga jual

= 2.500 ekor (sekitar 600 kg) x Rp 22.000/kg

= Rp 13.200.000

Besarnya penerimaan yang diterima oleh Amiruddin dari hasil penjualan

ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sekitar 600 kg dengan harga jual 22.000

rupiah/kg adalah sebesar 13.200.000 rupiah.

2. Laba

a. Laba per periode = penerimaan – biaya total

= Rp 13.200.000 – Rp 6.083.125

= Rp 7.116.875

b. Laba per tahun = laba per periode x 4

= Rp 7.116.875 x 4

= Rp 28.467.500

Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Amiruddin untuk setiap

periodenya adalah sebesar 7.116.875 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap

tahunnya adalah sebesar 28.467.500 rupiah.

4.7.2.3. Analisis Kelayakan Usaha

1. R/C Ratio

R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

Rp 13.200.000=

Rp 6.083.125

= Rp 2,17

Besarnya nilai R/C ratio 2,17. Artinya, setiap rupiah biaya yang dikeluarkan

Amiruddin akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,17 rupiah.

2. Payback Period

Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

Total investasiPayback period =

Laba usaha

Rp 8.000.000=

Rp 28.467.500

= 0,28

Besarnya nilai payback period 0,28. Artinya, dalam jangka waktu 0,28

tahun atau sekitar 3,3 bulan, modal usaha yang diinvestasikan Amiruddin pada

usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.

3. Break Event Point (BEP)

Adapun BEP harga produksi adalah sebagai berikut:

Biaya totalBEP harga produksi =

Jumlah produksi

Rp 6.083.125=

600 kg

= Rp 10.138/kg

Nilai BEP harga produksi Rp 10.138/kg. Artinya, titik impas pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi

Rp 10.138/kg.

Berdasarkan data keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui

bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 13.200.000 rupiah, dengan

laba per periodenya sebesar 7.116.875 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar

10.138 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 22.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk

nilai R/C rationya sebesar 2,17. Dilihat dari tingkat efisiensi dan keuntungan

kelayakan usahanya, harga jual lebih tinggi bahkan melebihi dua kali harga BEP,

dan untuk R/C rationya mencapai 2,17 dan telah memenuhi kriteria suatu usaha

yang efisiensi (efisiensi: R/C > 1). Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya

pembesaran ikan lele sangkuriang milik petani ikan Amiruddin di Gampong

Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.

4.7.3. Analisa Usaha Responden III (Anwar)

4.7.3.1. Biaya

1. Biaya tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh Anwar (38 tahun) dalam pembuatan

kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya seperti

jaring, terpal, baskom, serok, sanyo, happa dan timbangan adalah sebagai berikut

(lihat tabel 5) :

Tabel 5: Harga biaya tetap (responden III)

Nama Jenis Biaya Harga (Rp)Umur

Ekonomi(Thn)

Penyusutan1 Periode

(Rp)1 tahun

(Rp)Anwar(38 thn)Kuta Tinggi

1 buah jaring 74.000 2 9.250 37.000

4 buah terpal(4 x 85.000)

340.0001,5 56.666 226.664

5 buahbaskom

(5 x 20.000)100.000

2 12.500 50.000

4 buah serok(4 x 20.000)

80.0002 10.000 40.000

1 buah sanyo 250.000 4 15.625 62.500

2 buah happa(2 x 80.000)

160.0002 20.000 80.000

Timbangan 480.000 5 24.000 96.000

Lahan kolam 1.500.000 5 75.000 300.000

Jumlah 2.984.000 223.041 892.164

Berdasarkan uraian tabel di atas, besarnya biaya tetap dalam pembuatan

kolam dan pengadaan peralatan budidaya adalah sebesar 2.984.000 rupiah. Biaya

penyusutan untuk setiap periodenya adalah sebesar 223.041 rupiah, dan biaya

penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode) adalah sebesar 892.164 rupiah.

Diantara jenis biaya tetap tersebut, terdapat jenis biaya pembelian terpal dan

sanyo. Terpal tersebut nantinya digunakan sebagai wadah kolam budidaya

pembesaran (kolam terpal) selain kolam tanah, sedangkan sanyo digunakan untuk

mengairi air ke dalam kolam terpal tersebut.

2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)

Biaya oprasional pada usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang milik

Anwar setiap periodenya meliputi: pembelian pakan 24 sak, tenaga kerja 1 orang,

obat-obatan, benih, pakan tambahan dan biaya trasportasi. Adapun rincian biaya

oprasionalnya adalah sebagai berikut:

a. Pakan 24 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 24

= Rp 14.400.000

b. Tenaga Kerja - = Rp 700.000/bln x 3

1 orang = Rp 2.100.000

c. Obat-obatan = Rp 150.000

d. Benih = Rp 400/ekor x 6.000 ekor

= Rp 2.400.000

e. Pakan tambahan = Rp 500.000

f. Transportasi = Rp 200.000

Total = Rp 19.750.000

Biaya oprasional yang dikeluarkan Anwar untuk memenuhi kegiatan usaha

budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya adalah sebesar

19.750.000 rupiah. Besarnya biaya oprasional tersebut terutama sekali

dipengaruhi oleh biaya dalam pembelian pakan, yaitu sebesar 14.400.000 rupiah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pakan merupakan faktor penting dan

harus selalu tersedia setiap waktu dalam usaha budidaya pembesaran.

3. Biaya Total

Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional

= Rp 223.041 + Rp 19.750.000

= Rp 19.973.041

Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh Anwar setiap periodenya

adalah sebesar 19.973.041 rupiah.

4.7.3.2. Penerimaan dan Laba

1. Penerimaan

Penerimaan = jumlah produksi x harga jual

= 6.000 ekor (sekitar 1.500 kg) x Rp 20.000/kg

= Rp 30.000.000

Besarnya penerimaan yang diterima oleh Anwar dari hasil penjualan ikan

lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 1.500 kg dengan harga jual 20.000

rupiah/kg adalah sebesar 30.000.000 rupiah.

2. Laba

a. Laba per periode = penerimaan – biaya total

= Rp 30.000.000 – Rp 19.973.041

= Rp 10.026.959

b. Laba per tahun = laba per periode x 4

= Rp 10.026.959 x 4

= Rp 40.107.836

Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Anwar untuk setiap periodenya

adalah sebesar 10.026.959 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya

adalah sebesar 40.107.836 rupiah.

4.7.3.3. Analisis Kelayakan Usaha

1. R/C Ratio

Adapun nilai R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang milik

Anwar adalah sebagai berikut:

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

Rp 30.000.000=

Rp 19.973.041

= Rp 1,5

Besarnya nilai R/C ratio Rp 1,5. Artinya, setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan oleh Anwar akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,5 rupiah.

2. Payback Period

Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

Total investasiPayback period =

Laba usaha

Rp 23.000.000=

Rp 40.107.836

= 0,57

Besarnya nilai payback period 0,57. Artinya, dalam jangka waktu 0,57

tahun atau sekitar 6,8 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Anwar pada

usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.

3. Break Event Point (BEP)

Adapun BEP harga produksi adalah sebagai berikut:

Biaya totalBEP harga produksi =

Jumlah produksi

Rp 19.973.041=

1.500 kg

= Rp 13.315/kg

Nilai BEP harga produksi Rp 13.315/kg. Artinya, titik impas pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi

Rp 13.315/kg.

Berdasarkan keterangan analisis kelayakan usaha tersebut, diketahui bahwa

penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 30.000.000 rupiah, dengan laba per

periodenya sebesar 10.026.959 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 13.315

rupiah/kg dengan harga jual sebesar 20.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C

rationya sebesar 1,5. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria kelayakan suatu

usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya lebih besar

dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya, usaha budidaya

pembesaran ikan lele sangkuriang milik Anwar di Gampong Kuta Tinggi

Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.

4.7.4. Analisa Usaha Responden IV (Muklis)

4.7.4.1. Biaya

1. Biaya tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh Muklis (32 tahun) dalam pembuatan

kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya seperti

happa, serok, baskom dan timbangan adalah sebagai berikut (lihat tabel 6) :

Tabel 6: Harga biaya tetap (responden IV)

Nama Jenis Biaya Harga (Rp)Umur

Ekonomi(Thn)

Penyusutan1 Periode

(Rp)1 tahun

(Rp)Muklis(32 thn)Alue SungaiPinang

2 buah happa(2 x 80.000)

160.0002 20.000 80.000

2 buah serok(2 x 20.000)

40.0002 5.000 20.000

5 buahbaskom

(5 x 20.000)100.000

2 12.500 50.000

Timbangan 400.000 3 33.333 133.332

Lahan kolam 1.000.000 4 62.500 250.000

Jumlah 1.700.000 133.333 533.332

Berdasarkan uraian tabel di atas, besarnya biaya tetap dalam pembuatan

kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya adalah

sebesar 1.700.000 rupiah. Biaya penyusutan untuk setiap periodenya adalah

sebesar 133.333 rupiah, dan biaya penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode)

adalah sebesar 533.332 rupiah.

2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)

Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang milik Muklis

adalah sebagai berikut:

a. Pakan 20 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 20

= Rp 12.000.000

b. Tenaga Kerja = Rp 500.000/bln x 3

1 orang = Rp 1.500.000

c. Obat-obatan = Rp 200.000

d. Benih = Rp 350/ekor x 5.000 ekor

= Rp 1.750.000

e. Pakan tambahan = Rp 400.000

f. Transportasi = Rp 250.000

Total = Rp 16.100.000

Biaya oprasional yang dikeluarkan oleh Muklis untuk melaksanakan

kegiatan usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya

adalah sebesar 16.100.000 rupiah. Total biaya oprasional tersebut meliputi

pembuatan lahan kolam dan pengadaan peralatan budidaya seperti pakan

sebanyak 20 sak, tenaga kerja sebanyak 1 orang, obat-obatan, benih, pakan

tambahan (berupa campuran dedak), dan biaya transportasi.

3. Biaya Total

Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional

= Rp 133.333 + Rp 16.100.000

= Rp 16.233.333

Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh Anwar setiap periodenya

adalah sebesar 19.973.041 rupiah.

4.7.4.2. Penerimaan dan Laba

1. Penerimaan

Penerimaan = jumlah produksi x harga jual

= 5.000 ekor (sekitar 1.150 kg) x Rp 22.000/kg

= Rp 25.300.000

Besarnya penerimaan yang diterima oleh Muklis dari hasil penjualan ikan

lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 1.150 kg dengan harga jual 22.000

rupiah/kg adalah sebesar 25.300.000 rupiah.

2. Laba

a. Laba per periode = penerimaan – biaya total

= Rp 25.300.000 – Rp 16.233.333

= Rp 9.066.667

b. Laba per tahun = laba per periode x 4

= Rp 9.066.667 x 4

= Rp 36.266.668

Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Muklis untuk setiap periodenya

adalah sebesar 9.066.667 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya

adalah sebesar 36.266.668 rupiah.

4.7.4.3. Analisis Kelayakan Usaha

1. R/C Ratio

Besarnya nilai R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang milik

Muklis adalah sebagai berikut:

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

Rp 25.300.000=

Rp 16.233.333

= Rp 1,55

Besarnya nilai R/C ratio Rp 1,55. Artinya, setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan oleh Muklis akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,55.

2. Payback Period

Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

Total investasiPayback period =

Laba usaha

Rp 18.000.000=

Rp 36.266.668

= 0,49

Besarnya nilai payback period 0,49. Artinya, dalam jangka waktu 0,49

tahun atau sekitar 5,8 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Muklis pada

usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.

3. Break Event Point (BEP)

Adapun BEP harga produksi lele sangkuriang ukuran konsumsi adalah

sebagai berikut:

Biaya totalBEP harga produksi =

Jumlah produksi

Rp 16.233.333=

1.150 kg

= Rp 14.115/kg

Nilai BEP harga produksi Rp 14.115/kg. Artinya, titik impas pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi

Rp 14.115/kg.

Berdasarkan keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui bahwa

penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 25.300.000 rupiah, dengan laba per

periodenya sebesar 9.066.667 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 14.115

rupiah/kg dengan harga jual sebesar 22.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C

rationya sebesar 1,55. Dilihat dari tingkat efisiensi dan keuntungan kelayakan

usahanya, harga jual lebih tinggi dibandingkan harga BEP, dan untuk R/C

rationya telah memenuhi kriteria suatu usaha yang efisiensi (efisiensi: R/C > 1).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang

milik Muklis di Gampong Alue Sungai Pinang Kabupaten Aceh Barat Daya layak

dilaksanakan.

4.7.5. Analisa Usaha Responden V (Herman)

4.7.5.1. Biaya

1. Biaya tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh Herman (28 tahun) dalam pembuatan

kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya seperti

serok, jaring, griding, baskom, pipa dan timbangan adalah sebagai berikut (lihat

tabel 7) :

Tabel 7: Harga biaya tetap (responden V)

Nama Jenis Biaya Harga (Rp)Umur

Ekonomi(Thn)

Penyusutan1 Periode

(Rp)1 tahun

(Rp)Herman(28 thn)Kuta –Jeumpa

2 buah serok(2 x 25.000)

50.0002 6.250 25.000

Jaring (30 m)(30 x 5.000)

150.0002 18.750 75.000

Jaring penutup(40 m)

(40 x 5.000)200.000

2 25.000 100.000

4 buah griding(4 x 20.000)

80.0004 5.000 20.000

3 buah baskom(3 x 20.000)

60.0003 5.000 20.000

4 buah pipa(4 x 65.000)

260.0004 16.250 65.000

Timbangan 450.000 4 31.250 125.000

Lahan kolam 1.500.000 4 93.750 375.000

Jumlah 2.800.000 201.250 805.000

Berdasarkan uraian tabel di atas, besarnya biaya tetap dalam pembuatan

kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya adalah

sebesar 2.800.000 rupiah. Biaya penyusutan untuk setiap periodenya adalah

sebesar 201.250 rupiah, dan biaya penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode)

adalah sebesar 805.000 rupiah. Diantara jenis biaya tetap tersebut, terdapat jenis

biaya pembelian berupa griding dan jaring penutup. Jaring penutup tersebut oleh

petani digunakan untuk menutupi sisi kolam, guna memudahkan saat melakukan

pemanenan. Sedangkan griding digunakan untuk menyeleksi lele sangkuriang

yang memiliki ukuran yang sama.

2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)

Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

a. Pakan 40 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 40

= Rp 24.000.000

b. Tenaga Kerja = Rp 500.000/bln x 2 orang x 3

c. 2 orang = Rp 3.000.000

d. Obat-obatan = Rp 200.000

e. Benih = Rp 350/benih x 9.000 ekor

= Rp 3.150.000

f. Pakan tambahan = Rp 500.000

g. Transportasi = Rp 250.000

Total = Rp 31.100.000

Biaya oprasional yang dikeluarkan oleh Herman untuk melaksanakan

kegiatan usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya

adalah sebesar 31.100.000 rupiah. Total biaya oprasional tersebut meliputi

pembuatan lahan kolam dan pengadaan peralatan budidaya seperti pakan

sebanyak 40 sak, tenaga kerja sebanyak 2 orang, obat-obatan, benih, pakan

tambahan (berupa dedak dan bekicot), dan biaya transportasi.

3. Biaya Total

Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional

= Rp 201.250 + Rp 31.100.000

= Rp 31.301.250

Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh Herman setiap periodenya

adalah sebesar 31.301.250 rupiah.

4.7.5.2. Penerimaan dan Laba

1. Penerimaan

Penerimaan = jumlah produksi x harga jual

= 9.000 ekor (sekitar 2.250 kg) x Rp 21.000/kg

= Rp 47.250.000

Besarnya penerimaan yang diterima oleh Herman dari hasil penjualan ikan

lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 2.250 kg dengan harga jual 21.000

rupiah/kg adalah sebesar 47.250.000 rupiah.

2.Laba

a. Laba per periode = penerimaan – biaya total

= Rp 47.250.000 – Rp 31.301.250

= Rp 15.948.750

b. Laba per tahun = laba per periode x 4

= Rp 15.948.750 x 4

= Rp 63.795.000

Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Herman untuk setiap periodenya

adalah sebesar 15.948.750 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya

adalah sebesar 63.795.000 rupiah.

4.7.5.3. Analisis Kelayakan Usaha

1. R/C Ratio

Besarnya nilai R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah

sebagai berikut:

Total penerimaanR/C Ratio =

Total biaya

Rp 47.250.000=

Rp 31.301.250

= Rp 1,5

Besarnya nilai R/C ratio Rp 1,5. Artinya, setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan oleh Herman akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,5 rupiah.

2. Payback Period

Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai

berikut:

Total investasiPayback period =

Laba usaha

Rp 34.000.000=

Rp 63.795.000

= 0,53

Besarnya nilai payback period 0,53. Artinya, dalam jangka waktu 0,53

tahun atau sekitar 6,3 bulan modal usaha yang diinvestasikan Herman pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.

3. Break Event Point (BEP)

Adapun BEP harga produksi lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

Biaya totalBEP harga produksi =

Jumlah produksi

Rp 31.301.250=

2.250 kg

= Rp 13.911/kg

Nilai BEP harga produksi Rp 13.911/kg. Artinya, titik impas pada usaha

pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi

Rp 13.911/kg.

Berdasarkan keterangan analisis kelayakan usaha di tersebut, diketahui

bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 47.250.000 rupiah, dengan

laba per periodenya sebesar 15.948.750 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar

13.911 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 21.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk

nilai R/C rationya sebesar 1,5. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria

kelayakan suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya

lebih besar dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya,

usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang milik Herman di Gampong

Kuta Jempa Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.

4.7.6. Penerimaan Rata-rata Usaha Budidaya Pembesaran Lele Sangkuriang.

Berdasarkan data analisis kelayakan usaha masing-masing petani lele

sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima gampong, diketahui bahwa

Penerimaan petani lele sangkuriang setiap periode/3 bulannya berkisar antara

13.200.000 – 47.250.000 rupiah, dengan rataan sebesar 26.510.000 rupiah. Laba

per periodenya berkisar antara 6.986.677 – 15.948.750 rupiah, dengan rataan

sebesar 9.829.185 rupiah. Dengan kata lain, bahwa pendapatan petani lele

sangkuriang bila dikonversikan dalam tiap bulannya berkisar antara 2.328.892 –

5.316.250 rupiah/bulan. Nilai statistik keseluruhannya adalah sebagai berikut

(lihat tabel 8):

Tabel 8: Penerimaan rata-rata usaha petani lele sangkuriang

No NamaPenerimaanper periode

Hargajual/kg

Laba/periode

R/CRatio

Paybackperiod(bln)

BEP(Rp/kg)

1 AbdulRahman

16.800.000 21.000 6.986.677 1,71 5 12.226

2 Amiruddin 13.200.000 22.000 7.116.875 2,17 3,3 10.138

3 Anwar 30.000.000 20.000 10.026.959 1,5 6,8 13.315

4 Muklis 25.300.000 22.000 9.066.667 1,55 5,8 14.115

5 Herman 47.250.000 21.000 15.948.750 1,5 6,3 13.911

Total = 132.550.000 106.000 49.145.928 8,43 27,2 63.705

Rata-rata = 26.510.000 21.200 9.829.185 1,7 5,5 12.741

Untuk nilai BEP harganya berkisar antara 10.138 – 14.115 rupiah/kg dengan

harga jual/kg berkisar antara 20.000 – 22.000 rupiah/kg. Sesuai dengan kriteria

kelayakan usaha bahwa suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila

harga jualnya lebih besar dibandingkan harga BEPnya. Sedangkan untuk nilai R/C

rationya berkisar antara 1,5 – 2,17. Nilai kisaran tersebut menurut Soekartawi

(1995) telah memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat kelayakan usaha, dimana

R/C > 1.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa secara keseluruhan usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya di lima

gampong layak untuk dilaksanakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Lele sangkuriang ukuran konsumsi yang di budidayakan di Kabupaten Aceh

Barat Daya memiliki bobot sekitar 200-250 gram (4 – 5 ekor/kg) dan panjang

tubuh antara 15 – 20 cm, dengan harga jual lele sangkuriang ukuran konsumsi

berkisar 20.000 – 22.000 rupiah/kg.

2. Perhitungan analisa usaha meliputi: Keuntungan, R/C Ratio, Payback Period

(PP) dan Break Even Point (BEP). Hasil perhitungan analisa usaha budidaya

pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima

gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi, Alue Sungai Pinang dan

Kuta Jempa), adalah sebagai berikut:

a. Keuntungan berkisar; 6.986.677 – 15.948.750 rupiah per periode.

b. R/C ratio berkisar: 1,5 – 2,17 per rupiah.

c. Payback period berkisar: 3,3 – 6,8 bulan.

d. Break event point: 10.138 – 14.115 rupiah/kg.

3. Berdasarkan hasil kajian analisis kelayakan usahanya, bahwa usaha budidaya

pembesaran ikan lele Sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima

gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi, Alue Sungai Pinang dan

Kuta Jempa) layak untuk dilaksanakan.

5.2 Saran

1. Perlu adanya penanganan yang baik dalam pemberian pakan, sehingga jumlah

pakan yang diberikan dan bobot ikan yang dihasilkan sesuai dengan yang

diharapkan.

2. Perlu adanya campur tangan pemerintah setempat guna membantu

permasalahan yang sedang dialami para petani lele sangkuriang, serta dalam

upaya meningkatkan kesejahteraannya.

DAFTAR PUSTAKA

Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.Yogyakarta: Kanisius.

Arifin, MZ. 1991. Budidaya Lele. Semarang: Dohara Prize.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Yogyakarta: Rineka Cipta.

Boyd, 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. AuburnUniversity. Elseveir Science Publishing Company, Albama, Inc. New York.318 pp.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan PenguatanKemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo“Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. DinasPendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya danLingkunganPerairan.Kanisius. Jakarta. 257 Hal.

Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992. Research Methods for Business and Management. Mac MillanPublishing Company. New York.

Khairul Amri. 2008. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Jakarta: AgromediaPustaka.

Kordi, M.G.H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: BinaAdiaksara.

Kotler, Philip. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis,Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.

Lukito, AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Jakarta: Agromedia.

Mujiman, A. 2000. Pakan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta: PenerbitSwadaya.

Nasrudin.2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: PT AgromediaPustaka.

Nawawi, H. Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: GadjahMada University.

Rahardi F. 1998. Agribisnis Perikanan. Jakarta. Penebar Swadaya.

Simanjutak RH. 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang dan Dumbo.Jakarta: Bharatara.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Bandung: SinarBaru Algensindo.

Sunarma. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progency Test) Lele Dumbo HasilSilang Balik (Backcross). Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Suyanto, S.R. 1999. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.

Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : SalembaEmpat.

Yuasa, at. al. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Teknik Diagnosa PenyakitIkan Budidaya Air Tawar di Indonesia. Balai Budidaya Air Tawar Jambi.Jambi.

Lampiran 1: DAFTAR KUESIONER

A. Identitas Responden

Nama :………………………

Umur :………………………

Status Pendidikan :………………………

Pekerjaan :………………………

Tempat tinggal :………………………

B. Keadaan Usaha Budidaya

1. Sudah berapa lamakah anda menjadi pembudidaya ikan lele sangkuriang?

2. Asal modal untuk budidaya: modal sendiri/pinjaman?

3. Biaya investasi?

a. Biaya tetap: jenis-jenis alat budidaya yang digunakan?

No Jenis biayaJumlah(Unit)

Harga (Rp)Umur

ekonomis(Tahun)

Biaya penyusutan

1 periode 1 Tahun1

2

3

4

5

b. Biaya oprasional?

No Jenis biaya Jumlah (Unit) Harga (Rp) Total (Rp)

1

2

3

4

5

4. Hasil budidaya per periode?

NoJenis hasil budidaya Jumlah hasil

budidaya(kg/periode)

Hrga jual(Rp/kg)

Total hasilbudidaya

(Rp/periode)1

2

3

4

5. Apakah Bapak dikenakan pajak atas usaha yang didirikan?

Jika iya, berapa lama waktu pembayarannya dan berapa besar jumlah yang

dibayarkan setiap kalinya?

6. Bagaimana cara anda memperoleh ikan lele angkuriang?

7. Kendala apa saja yang sering Anda hadapi dalam membudidayakan ikan lele?

8. Bagaimana Anda mengatasi masalah tersebut?

9. Bagaimana cara pemasaran hasil budidaya?

10. Bagaimana hasil budidaya dulu dengan sekarang?

Lampiran 2: PETA DAERAH LOKASI PENELITIANLampiran 2: PETA DAERAH LOKASI PENELITIANLampiran 2: PETA DAERAH LOKASI PENELITIAN

Lampiran 3: FOTO DOKUMENTASI

Wawancara bersama Pak Anwar Wawancara bersama salah seorangP pekerja milik Pak AnwarWawancara bersama Pak Muklis Wawancara bersama Pak Abdul

Rahman

Wawancara bersama Pak Herman Kolam ikan milik Pak Amiruddin