ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA...

93
ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG RATIZA ALIFA ASMARANTAKA H34080148 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA...

1

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG

JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA

H34080148

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

ii

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisa Tataniaga Kelapa

Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah

Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Ratiza Alifa Asmarantaka

NIM H34080148

1

ABSTRAK

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa

Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lampung. Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.

Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lampung

Tengah yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit di Provinsi Lampung yang

cukup potensial, mudah dijangkau, dan letaknya strategis dekat dengan dua lokasi

pabrik pengolahan, yaitu PT. Kalirejo Lestari dan PTPN VII Bekri. Dalam

memasarkan usahanya petani dibantu oleh pedagang pengumpul, dan agen

perantara. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit

yang terbentuk di Desa Tanjung Jaya, mengetahui serta menganalisa fungsi

tataniaga yang terjadi pada sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya,

dan menganalisis efisiensi sistem tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di

Desa Tanjung Jaya. Data diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif dan

kualitatif untuk mengetahui efisiensi tataniaga kelapa sawit. Penelitian analisa

kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit meliputi lembaga dan saluran pemasaran

tataniaga, serta fungsi tataniaga. Penelitian analisa kualitatif efisiensi tataniaga

kelapa sawit ini dijelaskan secara deskriptif untuk menjabarkan semua detail dari

saluran pemasaran, fungsi pemasaran, serta permasalahan yang terjadi. Sedangkan

analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share,

dan rasio keuntungan terhadap biaya. Berdasarkan analisa sistem tataniaga

disimpulkan bahwa saluran tataniaga yang melalui agen perantara lebih efisien.

Saluran tataniaga ini yang sebaiknya digunakan oleh petani di Desa Tanjung Jaya.

Alternatif lain yang diterapkan petani adalah meningkatkan kualitas TBS,

melakukan kemitraan dengan agen perantara, pedagang pengumpul, dan pabrik

pengolahan, menjaga kualitalitas TBS, serta mengikuti informasi mengenai

harga TBS, dan perkembangan pasar.

Kata Kunci : kelapa sawit, sistem tataniaga, efisiensi tataniaga

ABSTRACT

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analyze Of Palm Oil Marketing at Tanjung

Jaya Village, Bangun Rejo subdistrict, Lampung Tengah regency, Lampung

Province. Counseling by POPONG NURHAYATI.

Tanjung Jaya village is one of potential area in bangun rejo subdistrict,

Lampung Tengah regency, which produces palm on Lampung Province. The

location is easily reached and closed by two cultivate factories, PT. Kalirejo

Lestari and PTPN VII Bekri. For marketing their crops, the farmers helped by the

gatherer and supplier. The purposes of this research are to analyze the palm oil

marketing channel which is formed at Tanjung Jaya village, to analyze the

marketing function which occured on the palm oil marketing system at Tanjung

2

2

Jaya village, and to analyze the efficiency of farmer's marketing system on palm

oil marketing at Tanjung Jaya village. The data is made and analyzed by

quantitative and qualitative methods to know the efficiency of palm oil

marketing. The Qualitative analysis of palm oil marketing's efficiency includes

the institution and marketing channel and marketing function. This Qualitative

analysis of palm oil marketing's efficiency describes the marketing channel,

marketing function, and also the problems occured. The qualitative analysis

describes of marketing margin, farmer's share, and the profit ratio toward cost.

The result shows that there are two systems of oil palm marketing channel. The

first system is the channel which goes through the supplier, and the second oil

palm channel system is the channel which goes through is. Based on these

marketing system analysis, the conclusions this research sugest marketing channel

through supplier is more efficient. This marketing channel should be used by the

farmers at Tanjung Jaya village. Which can be applied by the farmers are

increasing the quality of TBS (fresh fruit bunch), partnering the suppliers,

collective sellers, and cultivate factories (processing unit), keeping the quality of

TBS (fresh fruit bunch), and also following the latest information of TBS (fresh

fruit bunch) and its market development.

Key words: palm oil, system, marketing, efficiency

3

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG

JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

4

4

5

Judul Skripsi : Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan

Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung Nama : Ratiza Alifa Asmarantaka

NIM : H34080148

Disetujui oleh

Ir. Popong Nurhayati, MM

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

6

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah karunia dan hidayah-

Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember

2012 ini ialah Tataniaga Agribisnis, dengan judul Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di

Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi

Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen

pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gultom

selaku Manager pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari dan bapak Andi Punoko selaku

Direktur utama PTPN VII Bekrie yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas

segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman agribisnis 45 yang

selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Ratiza Alifa Asmarantaka

NIM H34080148

7

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3uang

Lingkup

TINJAUAN PUSTAKA 4

Hasil Tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit 4

Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit 5

Hasil Penelitian Tentang Tataniaga 6

Penelitian Terdahulu 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis

Sistem Tataniaga

Lembaga dan Saluran Tataniaga

Fungsi Tataniaga 12

Pendekatan Struktur

Margin Tataniaga

Farmer’s Share

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Efisiensi Tataniaga

Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Metode Pengumpulan Data

Metode Analisis Data

Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga

Analisis Fungsi Tataniaga

Analisis Efisiensi Tataniaga

Analisis Margin Tataniaga 20

Analisis Farmer’s Share

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22

Keadaan Umum Daerah Penelitian 22

Keadaan Umum Kecamatan Bangun Rejo

Keadaan Umum Desa Tanjung Jaya 23

Karakteristik Petani Responden 24

Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga 26

Gambaran Umum Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya 27

Pemilihan Lokasi Budidaya 27

Pembibitan 28

Vii

Viii

Ix

1

1

2

3

3

3

4

5

6

7

8

8

8

11

12

13

13

15

15

16

16

18

18

18

18

19

19

19

20

20

20

21

22

22

22

23

24

26

27

27

8

8

Penanaman 29

Pemeliharaan 31

Pemanenan 32

Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Sistem Tataniaga 35

Saluran Tataniaga 36

Saluran Tataniaga I 37

Saluran Tataniaga II 39

Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga 40

Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani 40

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul 41

Fungsi Tataniaga di Tingkat Agen Perantara 42

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pabrik Pengolahan 42

Jumlah Pembeli dan Penjual Tataniaga Kelapa Sawit 4

Jenis dan Sifat Tanaman Kelapa Sawit

Hambatan dan Keluar Masuk Pasar

Informasi Pasar

Praktik Penjualan dan Pembelian

Sistem Penentuan Harga

Sistem Pembayaran

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

Analisis Margin Tataniaga 51

Analisis Farmer’s Share

Rasio Keuntungan dan Biaya

Efisiensi Tataniaga 54

SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 58

28

29

31

32

33

35

35

36

37

39

40

40

41

42

42

43

43

44

45

48

48

49

50

50

51

52

53

54

56

56

56

58

9

DAFTAR TABEL

1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Jaya

2 Karakteristik Responden Petani Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya

3 Karakteristik Individu Responden Lembaga Tataniaga Kelapa Sawit

Desa Tanjung Jaya 27

4 Standar Kematangan Buah Kelapa Sawit

5 Pola Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya

6 Harga Beli, Harga Jual dan Keuntungan pada Masing-Masing Pola

Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit 49

7 Marjin Tataniaga

8 Farmer’s Share Berdasarkan Pola Saluran Tataniaga

9 Rasio Keuntungan dan Biaya

10 Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-Masing Pola

11 Saluran Tataniaga

23

25

27

38

39

49

51

53

54

54

55

10

10

DAFTAR GAMBAR

1 Konsep Marjin Pemasaran 14

2 Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Tataniaga Kelapa

Sawit Desa Tanjung Jaya 17

3 Skema Pola Tataniaga Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya 35

11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas areal dan produksi kelapa sawit provinsi lampung

tahun 2011 62

2 Luas areal dan produksi kelapa sawit PR kabupaten

lampung tengah tahun 2011 63

3 Luas areal dan produksi kelapa sawit kecamatan bangun rejo

kabupaten lampung tengah tahun 2011 64

4 Pabrik pengolahan kelapa sawit provinsi lampung

tahun 2010 65

5 Berita acara penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit

produksi pekebun bulan November 2012 66

6 Rincian biaya harga beli harga jual TBS kelapa sawit desa tanjung

jaya pada masing-masing pola saluran tataniaga 68

7 Contoh kartu timbang 70

8 Rekapitulasi data hasil penelitian 71

9 Kuisioner petani responden 74

10 Kuisioner lembaga tataniaga 76

11 Kuisioner penelitian 78

12 Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur dan

kelas lahan 81

13 Foto dokumentasipenelitian 82

14 Riwayat Hidup

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri di Indonesia merupakan

salah satu pembangunan bidang ekonomi dalam rangka meningkatkan lapangan

kerja serta mengembangkan wilayah, dan peningkatan pendapatan masyarakat

sekaligus peningkatan bagi devisa negara. Pembangunan sektor pertanian dan

industri memerlukan dukungan sektor lain seperti jasa perhubungan, perdagangan,

dan pelayanan keuangan perbankan. Keterkaitan antara sektor pertanian, industri,

jasa, dan sektor lain sangat penting dalam mewujudkan jaringan agroindustri dan

agribisnis. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis,

menyerap tenaga kerja, meningkatkan devisa, dan mendorong industri lain untuk

lebih bersinergi. Pembangunan sektor pertanian dan sub sektor perkebunan di

Provinsi Lampung dalam rangka pengembangan wilayah, peningkatan

pendapatan, dan kesejahteraan petani dilaksanakan melalui berbagai

pengembangan komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, karet, tebu, dan

komoditi perkebunan lainnya.

Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2011

jumlah areal kelapa sawit mencapai 194.616 Ha, dengan produksi 390.906 ton

minyak sawit, Crude Palm Oil (CPO). Pengusahaan kelapa sawit dilakukan

melalui Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan

Perkebunan Rakyat (PR). Luas areal kelapa sawit PBN 11.787 Ha (6.05%), PBS

100.159 Ha (51.46%), dan PR 82.670 Ha (42.43%). Produktivitas kelapa sawit

PBN 3052 kg/Ha, PBS 3165 kg/Ha, dan PR 2914 kg/Ha. Pengusahaan Kelapa

Sawit PR di Provinsi Lampung Tahun 2011 rata-rata 0,7 Ha/Kk Dengan

Produktivitas 2,9 Ton CPO/Ha. Luas areal, Produksi, dan Produktivitas kelapa

sawit di provinsi Lampung tahun 2011 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2.

Luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 di kabupaten Lampung

Tengah mencapai 10.537 Ha, dengan produksi 25.541 ton, dan produktivitas

3045 kg/Ha dengan melibatkan 15.053 KK petani. Sedangkan di kecamatan

Bangun Rejo, luas areal tanaman kelapa sawitnya mencapai 2.305 Ha, dengan

produksi 5.932.8 ton, produktivitas 3200 kg/Ha, dengan jumlah petani mencapai

1.700 KK. Luas areal, produksi, produktivitas, dan jumlah petani yang terlibat

dalam usahatani tanaman kelapa sawit kabupaten Lampung Tengah dan

kecamatan Bangun Rejo, tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Pengusahaan kelapa sawit PR mulai digiatkan pada awal tahun 1990, melalui

program pemerintah, bekerja sama dengan pihak PBN dan PBS, dengan konsep

kemitraan. Sebagai perusahaan inti adalah PBN dan PBS dan petani PR, melalui

kelompok-kelompok tani sebagai plasma dan selanjutnya melalui koperasi unit

desa (KUD) bekerja sama lebih lanjut dalam layanan pemasaran dan pengolahan

hasil dengan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PBN dan PBS. Daftar nama

perusahaan pengolahan hasil produksi tanaman kelapa sawit di provinsi lampung

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pemerintah melalui dinas terkait yaitu, Dinas Perkebunan, Dinas

Perdagangan, dan Dinas Koperasi melakukan pembinaan teknis budidaya (on

farm) maupun pemasaran pengolahan hasil pasca panen (off farm). Permasalahan

2

2

yang dihadapi petani perkebunan rakyat (PR) dalam mengelola usaha tani kelapa

sawit adalah masih rendahnya produktivitas dan lemahnya akses dalam tata niaga

pemasaran dan pengolahan hasil.

Perumusan Masalah

Keberhasilan pengembangan kelapa sawit ditentukan oleh keberhasilan

usahatani, seperti penggunaan bibit unggul bermutu, penanaman, pemeliharaan,

pemupukan, dan pengendalian hama penyakit yang juga ditentukan oleh sistem

tataniaga dan pengolahan hasil. Petani perkebunaan rakyat (PR) dihadapkan pada

masalah teknis budidaya, seperti sulit serta mahalnya memperoleh bibit unggul

bermutu dan pupuk. Masalah lain yang dihadapi petani adalah pada proses pasca

panen, tataniaga, dan pengolahan hasil. Kelapa sawit di tingkat petani yang

dipasarkan berupa tandan buah segar (TBS), digunakan sebagai bahan baku atau

raw material untuk selanjutnya diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit, antara

lain produk yang dihasilkan berupa minyak kelapa sawit (CPO). Ditingkat petani

upaya peningkatan kualitas dilakukan dengan menjaga tingkat kematangan buah,

menjaga kebersihan buah dari kotoran atau tangkai, dan memisahkan buah yang

hampa. Kualitas yang dihasilkan akan diperhitungkan di pabrik melalui potongan

rafraksi maupun sortasi.

Di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung

Tengah Provinsi Lampung terdapat dua unit pabrik pengolahan kelapa sawit yaitu

PT. Kalirejo Lestari milik perusahaan swasta dan PTPN VII Bekri milik

pemerintah. Karena jumlah pabrik pengolahan yang minim, para petani dan

pelaku tataniaga mengalami kerugian yang disebabkan oleh jumlah anrian

kendaraan dan volume kendaraan yang besar ketika menuju pabrik pengolahan

menyebabkan kualitas tandan buah segar (TBS) kurang baik. Petani juga

mempunyai keterbatasan di dalam sarana transportasi berupa kendaraan (pick up)

maupun truk untuk mengangkut hasil panen. Pengangkutan TBS dari kebun petani

ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit dilakukan oleh pedagang pengumpul

atau agen perantara. Pengolahan hasil panen dilakukan di pabrik kelapa sawit

milik perkebunan besar negara dan swasta. Petani perkebunan rakyat tidak turut

serta dalam menentukan tingkat harga. Informasi harga diperoleh para petani

melalui melalui agen perantara (supplier). Para petani dalam memasarkan TBS

berada pada posisi tawar yang rendah. Secara umum pada panen besar seperti

akhir tahun 2012 saat penelitian ini dilakukan harga tandan buah segar kelapa

sawit (TBS) sedang jatuh, harga yang ditetapkan hanya berkisar Rp. 700 / kg.

Sementara pada saat panen kurang baik, seperti pada bulan maret dan april 2013,

harga dapat mencapai Rp 1.500 / kg.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka rumusan masalah dalam dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana saluran tataniaga yang dihadapi oleh petani kelapa sawit di

desa Tanjung Jaya?

2. Bagaimana penerapan fungsi–fungsi tataniaga pada komoditi kelapa sawit

di Desa Tanjung Jaya?

3. Apakah sistem tataniaga yang diterapkan oleh para petani di Desa

Tanjung Jaya, sudah efisien?

3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit yang terbentuk di Desa Tanjung

Jaya.

2. Mengetahui serta menganalisa fungsi tataniaga yang terjadi pada sistem

tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.

3. Menganalisa efisiensi tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di Desa

Tanjung Jaya.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Sebagai informasi bagi petani dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan

kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga kelapa sawit di Desa

Tanjung Jaya.

2. Bahan informasi dan kajian ilmiah dalam perencanaan kebijakan sosial

ekonomi komoditas kelapa sawit serta mencari alternatif pemecahan masalah

tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.

3. Sebagai bahan refrensi penelitian tentang sistem tataniaga selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu:

Lokasi penelitian terletak di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pilihan lokasi ini didasari

dengan mempertimbangkan bahwa Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu

wilayah di Kabupaten Lampung Tengah yang cukup luas untuk pengembangan

kelapa sawitnya dan relatif dekat dengan dua lokasi pabrik pengolahan kelapa

sawit, yaitu pabrik pengolahan kelapa sawit milik pemerintah PTPN VII Unit

Usaha Bekri (±10 km), dan pabrik pengolahan kelapa sawit milik swasta PT. Kali

Rejo Lestari (±15 km). Penelitian ini lebih dititikberatkan pada sistem tataniaga

pemasaran kelapa sawit dari petani sampai ke pabrik pengolahan. Masalah teknis

budidaya tidak dilakukan penelitian lebih mendalam. Pengambilan sampel

dilakukan acak meliputi 32 orang petani responden yang tersebar di beberapa

dusun di wilayah desa Tanjung Jaya, kecamatan Bangun Rejo, kabupaten

Lampung Tengah, provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data primer

berupa pengamatan langsung dan hasil wawancara serta data sekunder. Data yang

digunakan merupakan data pemasaran dan penjualan TBS di PTPN VII Bekrie

dan PT. Kalirejo Lestari.

4

4

TINJAUAN PUSTAKA

Hasil tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin,

sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak

sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan

sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu

melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai

daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang

kosmetik. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.

Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah

menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan

minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan

memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan

baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri

kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil,

bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit

buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak

goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas

yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan

makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Buah

diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.

Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan

cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan

cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan

ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.

Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan

ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Produk turunan CPO bisa

dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi minyak goreng kelapa sawit,

margarine, shortening, vanaspati (Vegetable ghee), ice creams, bakery fats,

instans noodle, sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan

coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats,

filled milk, lubrication, textiles oils dan bio diesel. Produk turunan minyak inti

sawit bisa dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi shortening, cocoa

butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar

confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent,

shampoo dan kosmetik. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak

makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri

farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya

karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan

tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut

lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada

tubuh dalam bidang kosmetik.

Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit

5

Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia selama dua

dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3% pertahun. Perkembangan

minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak sawit dari negara

Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar 80% dari produksi

dunia.Berdasarkan data Oil Word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan

akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.

Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan pengusaan

50% market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30%

penguasaan market dunia. Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen

utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80% pangsa pasar.

Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua

Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap.

Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003

mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut

ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai

12 juta ton.Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja

volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya

banyak kalangan optimis volume produksi CPO Indonesia bakal segera

mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian

terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas. Produksi minyak sawit (CPO)

di dalam negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan

industri non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar

paling besar adalah industri minyak goreng.

Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang

berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng.

Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton

dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk

memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak

sawit.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini

adalah penelitian yang terkait dengan usahatani dan sistem tataniaga dari berbagai

komoditi tanaman perkebunan dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga

pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Berikut

adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai

tanaman perkebunan dan pertanian.

Lestari (2006) mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi

dan Pendapaan Petani Tebu Lahan Kering” (studi kasus : kecamatan Trangkil

wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati – Jawa Tengah). Penelitian ini

membahas pengaruh faktor – faktor produksi terhadap pendapatan usahatani tebu

tanam dan tebu keprasan. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi

produksi Cobb – Douglas dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C

rasio). Persamaan penelitian ini adalah komoditi yang diteliti sama-sama berasal

dari tanaman perkebunan. Perbedaannya adalah topik penelitian dan dengan

penggunaan metode analisis yang digunakan dalam penelitian Sri Suci Purbo

Lestari menggunakan fungsi produksi Cobb–Douglas dan analisis R/C rasio

6

6

sedangkan topik penelitian ini adalah sistem tataniaga yang menggunakan marjin

pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Lokasi penelitian Lestari

di Kabupaten Pati sedangkan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung

Tengah.

Maimun (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usaha

Tani, Nilai Tambah, dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non

Organik Aceh Tengah” (Studi Kasus: Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di

Banda Aceh). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan kuantitaif. Hasil dari penelitian mengenai saluran pemasaran kopi arabika

organik dan non organik memiliki satu saluran pemasaran, yaitu petani –

pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kota (besar) – industri bubuk

kopi ulee kareng. Saluran pemasaran yang lebih efisien adalah saluran pemasaran

kopi arabika non organik karena memiliki marjin dan farmer’s share yang lebih

besar. Perbedaan marjin dan farmer’s share diantara kopi arabika organik dan non

organik kecil sehingga marjin dan farmer’s share harus lebih ditingkatkan.

Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu meningkatkan

kualitas produknya.

Yenni (2005) mengenai “Optimalisasi Pengadaaan Tebu Sebagai Bahan Baku

Gula” (studi kasus : PT Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah). Penelitian

ini membahas mengenai perlunya optimalisasi sumber daya yang dimiliki oleh

PT. GMT untuk meningkatkan keuntungan dan pengadaan tebu yang optimal.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sensitivitas dan

analisis post optimal. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah program

liniear yang mengasumsikan model mempunyai sifat linearitas, proporsionalitas,

additivitas, divisibilitas, dan deterministik. Persamaan penelitian ini adalah

komoditi yang diteliti merupakan tanaman perkebunan dan merupakan bahan

baku yang digunakan pada industri pengolahan. Perbedaannya adalah metode

analisis yang digunakan dalam penelitian Yenny menggunakan program liniear

sedangkan penelitian ini menggunakan marjin pemasaran, farmer’s share, rasio

keuntungan dan biaya. Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian

sebelumnya dengan menggunakan dua cara yaitu analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif, Analisis kualitatif digunakan dalam analisis sistem tataniaga, analisis

fungsi-fungsi tataniaga, analisisstruktur pasar dan analisis perilaku pasar. Analisis

kuantitatif digunakan dalam menghitung marjin tataniaga, farmer’s share dan

rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis terhadap saluran tataniaga

memperlihatkan bahwa jumlah saluran tatniaga untuk setiap komoditas bervariasi.

Banyaknya jumlah saluran tataniaga terutama dipengaruhi oleh jumlah lembaga

tataniaga yang terlibat dan jangkauan daerah distribusi dari komoditi yang

dipasarkan. Jika jumlah lembaga tataniaga yang terlibat sedikit maka saluran

pemasaran akan sedikit dan sebaliknya jika jumlah lembaga tataniaga yang

terlibat banyak maka saluran pemasaran juga akan banyak. Selain itu, semakin

luas jangkauan distribusi suatu komoditas maka akan semakin banyak saluran

tataniaga yang terlibat.

7

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan

dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

adalah sistem tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga,

efisiensi tataniaga, farmer’s share, marjin pemasaran, serta rasio keuntungan

terhadap biaya pemasaran.

Tataniaga

Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen

(petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat kaitannya dengan kegiatan

pemasaran. Tataniaga disebut juga pemasaran atau marketing merupakan salah

satu bagian dari ilmu pengetahuan ekonomi (Limbong dan Sitorus 1987).

Pemasaran adalah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu sistem

dari produsen ke konsumen (Downey and Erickson 1992).

Hanafiah dan Saefuddin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat

kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik

barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif.

Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat,

kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan.

Menurut Asmarantaka (2009) pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua

aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen.

Pengertian tataniaga dari aspek ilmu ekonomi adalah :

1. Tataniaga (pemasaran) produk agribisnis merupakan keragaan dari semua

aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen

(usahatani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga menjembatani jarak antara

petani produsen dengan konsumen akhir (Kohl and Uhl 2002, diacu dalam

Asmarantaka 2009)

2. Tataniaga pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam

menggerakkan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga

konsumen akhir. Tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub

sistem dari fungsi-fungsi tataniaga (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi

fasilitas) yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga

tataniaga (Hammond and Dahl 1977 diacu dalam Asmarantaka 2009)

3. Rangkaian fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas bisnis dan merupakan

kegiatan produktif sebagai proses meningkatkan atau menciptakan nilai

(value added) yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility),

waktu (time utility) dan kepemilikan (possession utility). Petani/peternak

dalam proses produksi merubah input-input pertanian menjadi output produk

pertanian (nilai guna bentuk dan kepemilikan). Pedagang pengumpul,

mengumpulakan produk dan mengemas, kemudian menjual (nilai guna

kepemilikan dan tempat). Pabrik penggilingan tepung dan pembuat kue

kemudian menjual kue (nilai guna bentuk dan tempat). Pabrik pengolah

memanfaatkan output dari petani sebagai bahan baku (gandum) menjadi

tepung dikemas dan kemudian menjual tepung ke grosir (nilai guna bentuk

8

8

dan kepemilikan), grosir ke pedagang eceran (nilai guna tempat dan waktu)

yang akhirnya ke pabrik roti (nilai guna bentuk) dan konsumen akhir

(kepuasan). Dari proses tataniaga ini banyak nilai guna yang terjadi dan

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

4. Tataniaga pertanian merupakan salah satu sub-sitem dari sistem agribisnis

yaitu sub-sistem sarana produksi pertanian, usahatani (produksi primer),

tataniaga dan pengolahan hasil pertanian dan sub-sistem penunjang

(penelitian, penyuluhan, pembiayaan, kebijakan tataniaga). Pelaksanaan

aktivitas tataniaga merupakan faktor penentu efisiensi dan efektivitas dari

pelaksanaan sistem agribisnis.

Sementara itu dari aspek manajemen tataniaga merupakan suatu proses sosial

dan manajerial yang didalamnya individu atau kelompok mendapatkan apa

yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan

mempertukarkan produk yang bernialai dengan pihak lain.

Menurut Asmarantaka (2009), dalam menganalisis suatu sistem tataniaga

dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Fungsi

Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui beragam fungsi

tataniaga yang diterapkan dalam suatu sistem tataniaga dalam upaya

menciptakan efisiensi pemasaran serta mencapai suatu tujuanya itu

meningkatkan kepuasan konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga meliputi fungsi

pertukaran yang meliputi fungsi pembelian, penjualan dan fungsi

pengumpulan; fungsi fisik yang terdiri dari fungsi penyimpanan,

pengangkutan dan pengolahan; dan fungsi fasilitas yang merupakan fungsi

yang memperlancar pelakasanaan fungsi pertukaran dan fungsi fisik,

fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi

penanggungan risiko dan fungsi intelijen pemasaran.

2. Pendekatan Kelembagaan

Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui para pelaku

serta pihak – pihak yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga. Para pelaku

yang terlibat dalam aktivitas tataniaga dikelompokkan dalam kelembagaan

tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau

kelompok bisnis yang melaksanaka atau mengembangkan aktivitas bisnis

berupa kegiatan – kegiatan produktif yang diwujudkan melalui pelaksanaan

fungsi-fungsi tataniaga. Para pelaku dalam aktivitas tataniaga terdiri dari

pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent

middlemen), spekulator (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan

(processors and manufactures) dan organisasi (facilitative organization).

3. Pendekatan Sistem

Pendekatan ini merupakan untuk mengetahui efisiensi serta kontinuitas

dari pelaksanaan suatu sitem tataniaga. Seperti yang telah dijelaskan pada

pendekatan kelembagaan bahwa dalam suatu sistem tataniaga terdapat

berbagai pelaku/lembaga tataniaga yang terlibat. Para pelaku/lembaga

tataniagadapat dipandang sebagai suatu sistem perilaku yang digunakan

dalam membuat suatu keputusan khusunya yang terkait dengan kegiatan

pemasaran/tataniaga dari suatu produk. Pendekatan ini terdiri dari input-

output system, power system, communications system, dan the behavioral

system for adapting to internal- external change.

9

Definisi tataniaga juga adalah sebagai wujud serangkaian aktifitas dari

fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk

mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl,

1977). Menurut Kotler (2002), tataniaga adalah suatu proses sosial yang yang

didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan

produk yang bernilai dengan pihak lain.

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala

aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan

saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan

distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya

kegiatan-keAgiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari

barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan

kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Sehingga tataniaga dapat

didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari

produsen hingga konsumen akhir.

Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas

bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk

tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen.

Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefenisikan tataniaga pertanian merupakan

keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas

pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang

mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga

dapat dilakukan melalui lima pendekatan (Purcell, 1977; Gonarsyah, 1996/1997;

Kohls dan Uhl, 1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009), yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach); yang terdiri dari fungsi

pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan

dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan

informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach); yang terdiri dari

pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang

memberikan fasilitas pemasaran.

3. Pendekatan Komoditas (Commodity Approach); pendekatan ini menekankan

kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi

sepanjang gap antara petani (the original point of production) dengan

konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini menggambarkan agar

penanganannya efisien.

4. Pendekatan Sistem (System Approach); pendekatan ini mempunyai arti

menekankan kepada keseluruhan sistem, efisien dan proses yang kontiniu

membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisa

keterkaitan yang kontiniu diantara subsistem- subsistem (misalnya subsitem

pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang

memberikan tingkat efisiensi tinggi.

5. Pendekatan Analisa Permintaan dan Harga; titik tolaknya adalah pendekatan

analitis dari kegiatan ekonomi di bidang pemasaran antara petani dan

konsumen. Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses

transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produk yang

diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini pada asasnya adalah

10

10

penciptaan suatu komoditas lebih berguna bagi konsumen.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya saluran tataniaga

yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :

1. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan

konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh suatu produk.

2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus

segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang

pendek dan cepat.

3. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka

jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak

menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan

demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian

saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.

4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat

cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang posisi

keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak

dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata

lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran

tataniaga.

Lembaga dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan

kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari

pihak produsen sampai pihak konsumen. Istilah lembaga tataniaga

ini termasuk produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.

(Hanafiah dan Saeffudin, 2002). Keberadaan lembaga – lembaga tataniaga

dimulai ketika produk dihasilkan oleh produsen primer hingga suatu

produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus

(1985), lembaga pemasaran merupakan suatu badan yang

menyelenggarakan kegiatan tataniaga atau pemasaran, yang menurut

fungsinya dapat dibedakan atas :

a. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga – lembaga yang menjalankan

fungsi fisik, misalnya badan pengangkut atau transportasi.

b. Lembaga perantara tataniaga adalah suatu lembaga khusus yang

melakukan fungsi pertukaran.

c. Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga yang menjalankan fungsi

fasilitas seperti Bank, Lembaga Perkreditan Desa, KUD.

Selain itu, lembaga pemasaran juga dibedakan menurut penguasaan

terhadap barang, yang terdiri dari :

a. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang,

misalnya agen, perantara dan broker. Badan – badan ini menjalankan

fungsinya untuk mempertemukan atau menyampaikan produk dari

produsen ke konsumen. Penguasaan terhadap barang dimaksudkan

bahwa perantara tidak berhak atas barang namun ia boleh

menyimpan, mengadakan sortasi serta melakukan pengepakan

kembali.

b. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang, seperti

11

pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir.

Badan yang tergolong pada kelompok ini menjalankan fungsinya

untuk memiliki dan menguasai barang dengan cara membeli barang

tersebut terlebih dahulu sebelum dijual kembali. Badan ini akan

menanggung risiko ekonomi maupun teknis.

c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,

yaitu badan yang menjalankan fungsi sebagai fasilitas pengangkutan,

pergudangan, asuransi dan lain – lain.

Produsen merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia produk

baik produk sebagai bahan konsumsi ataupun produk yang digunakan

sebagai bahan baku bagi industri terkait. Kemudian terdapat pedagang

perantara yang fungsinya menyalurkan produk dari produsen ke konsumen

apabila terdapat jarak dan ktiadaan akses bagi produsen untuk menyalurkan

produknya secara langsung kepada konsumen. Menurut Asmarantaka

(2009) yang termasuk kedalam kelompok pedagang perantara adalah

pedagang pengumpul (assembler), pedagang eceran (retailer) dan

pedagang grosir (wholesalers). Pedagang grosir adalah pedagang yang

menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang lainnya.

Biasanya volume usaha relatif besar daripada pedagang eceran. Pedagang

eceran adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk

konsumen akhir.

Selain itu, adapula yang disebut dengan agen perantara. Mereka

yang tergolong dalam kelompok agen perantara melaksanankan fungsi

tataniaga tertentu dengan menerima komisi sebagai balas jasa. Sementara

itu, ada juga yang disebut sebagai spekulator. Spekulator adalah pedagang

perantara yang membeli atau menjual suatu produk dan memanfaatkan

serta mencari keuntungan dari adanya pergerakan harga pada

komoditi/produk tersebut. Lembaga lain yang berperan dalam aktivitas

tataniaga adalah pengolah dan pabrikan. Kelompok ini berfungsi dalam

merubah suatu produk yang merupakan bahan baku sehingga menjadi

bahan setengah jadi atau produk akhir yang siap untuk dikonsumsi.

Organisasi juga bias menjadi lembaga atau pelaku dalam tataniaga,

misalnya pemerintah yang dalam hal ini berupaya menciptakan kebijakan

serta peraturan yang terkait dengan aktivitas tataniaga dan perdagangan

selain itu keterlibatan asosiasi eksportir dan importer juga dapat

dikategorikan sebagai lembaga tataniaga.

Penyaluran produk dari produsen hingga ke tangan konsumen yang

telah melibatkan berbagai lembaga tataniaga akan membentuk suatu

saluran tataniaga (marketing channel). Saluran pemasaran dapat

didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang

mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang

atau jasa tertentu sehingga berpindah dari produsen ke konsumen (

Limbong dan Sitorus 1987). Menurut Downey dan Erickson (1992)

salauran pemasaran adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke

konsumen akhir.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya

saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :

a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara

12

12

produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang

ditempuh oleh suatu produk.

b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak

harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki

saluran yang pendek dan cepat.

c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka

jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak

menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan

demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian

saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.

d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya

kuat cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang

posisi keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih

banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah.

Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung

memperpendek saluran tataniaga.

Fungsi Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu kegiatan produktif yang mencakup

proses pertukaran serta serangkaian kegiatan yang terkait pada proses

pemindahan produk baik berupa barang ataupun jasa dari sektor produksi

ke sektor konsumsi. Beragam kegiatan produktif yang terdapat di

dalam sistem tataniaga disebut dengan fungsi tataniaga. Pelaksanaan

fungsi – fungsi tataniaga akan menetukan efisiensi dari pelaksanaaan suatu

sitem tataniaga. Tujuan dari pelaksanaan fungsi tataniaga adalah untuk

meningkatkan kepuasan konsumen. Kemampuan suatu produk untuk

memuasakan keinginan konsumen dapat diukur dengan utilitas yang

mampu diberikan oleh produk tersebut. Utilitas merupakan nilai guna suatu

produk yang meliputi nilai guna bentuk yaitu bagaimana menciptakan

produk memiliki nilai guna misalnya dengan mengolah bahan mentah

menjadi barang jadi; nilai guna waktu yaiu membuat produk tersedia pada

waktu yang tepat sesuai dengan keinginan konsumen; nilai guna tempat

yaitu menyediakan produk di tempat yang sesuai bagi konsumen yang

membutuhkan; serta nilai guna kepemilikan yaitu bagaimana produk bisa

untuk dimiliki serta digunakan oleh konsumen.

Menurut Limbong dan Sitorus (1985) fungsi tataniaga

(pemasaran) dikelompokkan sebagai berikut :

1. Fungsi Pertukaran yang merupakan kegiatan dalam upaya memperlancar

pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi

pertukaran meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian.

- Fungsi penjualan, merupakan pengalihan produk kepada pihak pembeli

dengan tingkat harga tertentu sebagai akibat dari pemberian nilai tambah dari

produk tersebut. Fungsi penjualan diperlukan untuk melakukan penjualan

produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen dilihat dari jumlah,

bentuk dan mutu pada tempat dan waktu yang tepat.

- Fungsi pembelian terhadap produk–produk pertanian dilatarbelakangi oleh

beragam kebutuhan konsumen diantaranya pembelian untuk konsumsi

13

langsung ataupun pembelian untuk bahan baku produksi seperti pembelian

yang dilakukan oleh pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi barang

setengah jadi ataupun barang jadi yang siap pakai.

2. Fungsi Fisik merupakan semua aktivitas yang langsung berhubungan

dengan barang dan jasa sehingga memiliki nilai kegunaan tempat, bentuk dan

waktu. Fungsi ini terdiri dari :

- Fungsi pengangkutan, yaitu pemindahan barang-barang dari tempat

produksi/tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang-barang tersebut akan

dipakai. Proses pengangkutan akan menciptakan nilai guna tempat dan waktu.

Dalam fungsi ini tentunya aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh pelaku

tataniaga adalah penggunaan alternatif sarana pengangkutan yang selanjutnya

akan mempengaruhi biaya pengangkutan. Besarnya biaya pengangkutan yang

dikeluarkan akan berdampak pada penentuan dari harga produk tersebut ketika

sampai di tangan konsumen. Proses pengangkutan juga sangat bergantung pada

efektifitas dalam informasi dan komunikasi serta pemanfaatan teknologi yang

ada sehingga efisiensi dalam proses pengangkutan dapat tercapai.

- Fungsi penyimpanan, berarti menahan barang – barang selama jangka

waktu tertentu sejak produk dihasilkan atau diterima hingga sampai ke proses

penjualan. Kegiatan penyimpanan menciptakan nilai guna waktu pada produk.

Proses penyimpanan pada produk pertanian dilakukan mengingat produk –

produk pertanian memiliki karakteristik khusus yang bersifat musiman namun

terkadang produk – produk ini dikonsumsi sepanjang tahun. Pelaksanaan fungsi

penyimpanan dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga antara musim panen

dan musim paceklik.

- Fungsi pengolahan, merupakan suatu upaya mengubah bahan mentah

menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap pakai. Fungsi

pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang dalam rangka

memperkuat daya tahan barang maupun sebagai upaya untuk meningkatkan

nilai produk. Fungsi ini menciptakan nilai guna bentuk pada suatu produk.

Kegiatan pengolahan erat kaitannya dengan kegiatan penyimpanan khususnya

pada produk yang sifatnya musiman. Misalnya saja pada produk mangga yang

sifatnya musiman, ketika sedang musim mangga, perusahaan jus dapat

melakukan pengolahan terdapat buah mangga segar menjadi bentuk pasta dalam

rangka menjaga ketersediaan bahan baku jus mangga pada waktu buah mangga

tidak pada musimnya.

3. Fungsi Fasilitas atau Pelancar merupakan aktivitas yang memperlancar fungsi

pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan standarisasi dan

grading produk, informasi pasar, fungsi keuangan atau pembiayaan serta fungsi

penangulangan risiko.

- Standarisasi dan grading

Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang

dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia,

ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa

dan kriteria yang lain (Limbong dan Sitorus 1985). Dalam Asmarantaka

(2009) dijelaskan bahwa standarisasi kualitas adalah sifat umum yang diterima

oleh konsumen serta membuat diferensiasi dari nilai produk. Grading adalah

klasifikasi atau menggolongkan produk/ hasil pertanian berdasarkan suatu

standarisasi kualitas tertentu dan pemilahan dari produk- produk yang

14

14

kategorinya tidak seragam menjadi seragam. Menurut Downey dan Erickson

(1992), penggolongan mutu produk pertanian ke dalam kelas atau golongan

standar sangat mempermudah proses usaha pembelian dan penjualan serta

membantu sistem pemasaran bekerja lebih efisien.

- Informasi pasar

Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta

menafsirkan data informasi tersebut. Informasi mengenai pasar erat kaitannya

dengan keputusan yang akan diambil oleh pelaku tataniaga. Misalnya terkait

dengan perubahan harga di pasar, bagaimana pendistribusian serta

penanganan produk di mata konsumen. Sistem pemasaran yang efisien menuntut

agar pihak – pihak yang berperan serta

- Penanggulangan risiko

Dalam pemasaran suatu produk khususnya produk pertanian, kemungkinan

dalam menghadapi risiko pada kegiatan bisnisnya cukup besar. Risiko yang

terjadi di dalam proses pemasaran dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu

risiko fisik dan risiko ekonomi atau risiko penurunan harga (Limbong dan Sitorus

1987). Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kerusakan produk karena produk-

produk pertanian bersifat bulky, voluminous dan perishable; risiko fluktuasi

harga khususnya bagi komoditi yang bersifat musiman. Pengalihan risiko

dapat dilakukan melalui kontrak pembelian dan penjualan serta melalui

mekanisme hedging pada future market.

Marjin Tataniaga

Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang

dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Dapat

dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai

dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga tataniaga. Margin tataniaga sebagai bagian dari harga konsumen

yang tersebar pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (Kohl dan Uhl, 2002).

Tomek dan Robinson (1990), menyatakan bahwa marjin tataniaga sering

dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga

pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian marjin pemasaran ini sering

dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya

kesenjangan (gap) antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer.

Dua alternatif dari marjin pemasaran, yaitu:

1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima

produsen.

2. Merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya

permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut.

Hammond dan Dahl (1977), menyatakan bahwa marjin tataniaga

menggambarkan perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran (Pr) dengan

harga di tingkat produsen (Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing margin)

merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume produk yang terjual

[(Pr –Pf). Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge,

(gambar 1). Jadi pendekatan terhadap nilai marjin tataniaga dapat melalui returns

to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang

merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal,

15

P (Harga) Dr

Df

Pr

Pf

0 Qrf Q (jumlah)

investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya,

serta dengan pendekatan returns to institution (marketing charge), yaitu

pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses

penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul,

pengolah, grosir, agen dan pengecer).

Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi

yang dilakukan antarlembaga biasanya berbeda-beda, hal ini menyebabkan

perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya sampai ke tingkat

konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin

besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara

grafik marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut.

Sr

Sf

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat konsumen akhir

Pf : Harga di tingkat petani

Sr : Derived Supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk

di tingkat pedagang)

Sf : Primary Supply (kurva penawaran primer awal penawaran produk di tingkat

petani)

Dr : Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat

konsumen akhir)

Df : Primary Demand (kurva permintaan awal di tingkat konsumen akhir

terhadap petani)

Qrf : Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir

Gambar 1. Konsep Marjin Pemasaran

Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

16

16

Tinggi rendahnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk

penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum, tetapi tinggi rendahnya

marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi

kegiatan tataniaga. Marjin tataniaga yang rendah tidak otomatis dapat digunakan

sebagai ukuran efisien tidaknya pola pemasaran suatau komoditi. Tingginya

marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses

kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi,

pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, resiko kerusakan, dan lain-lain

(Limbong dan Sitorus, 1987).

Farmer’s Share (Bagian Harga yang Diterima oleh Petani)

Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan

harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang

diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan

Sitorus, 1987). Farmer’s share (Fsi) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr,

dimana Pf adalah harga di tingkat petani dan Pr adalah harga yang dibayarkan

oleh konsumen akhir. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh: (1)

tingkat pemprosesan, (2) biaya transpotasi, (3) keawetan, dan (4) jumlah produk.

Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja

suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak

menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan

besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (Value added) yang

dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan

konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah bukan besar kecilnya share,

melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan

produknya.

Farmer’s share mumpunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran.

Sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh

petani semakin rendah (Simamora S, 2007). Secara matematis farmer’s share

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Fsi : Persentase yang diterima petani

Pf : Harga di tingkat petani

Pr : Harga di tingkat konsumen akhir

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan

yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang

dikeluarkan. Tingkat efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga dapat pula diukur

melalui besarnya rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas

tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya

keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan

aktivitas tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) dalam Puspitasari

17

(2010) menyatakan bahwa semakin merata penyebaran rasio keuntungan dan

biaya tataniaga, maka dari segi (teknis) operasional sistem tataniaga tersebut

akan semakin efisien. Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat

berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing

lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Keuntungan dan Biaya = Keuntungan ke-i x 100 %

Biaya ke i

Keterangan:

Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp/Kg)

Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg)

Semakin tinggi nilai rasio tersebut, menunjukkan keuntungan yang tinggi

dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

Efisiensi Tataniaga

Efisiensi suatu sistem tataniaga diukur dari kepuasan konsumen, produsen

maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan suatu produk

dari produsen primer (petani) hingga sampai ke tangan konsumen. Terdapat

perbedaan pengertian efisiensi tataniaga di mata konsumen dan produsen.

Produsen mengganggap suatu sistem tataniaga yang efisien adalah jika penjualan

produknya mampu mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi si produsen,

sementara di mata konsumen suatu sistem tataniaga dinilai efisien jika

konsumen bisa mendapatkan suatu produk dengan harga yang rendah.

Dalam menentukan tingkat kepuasan dari para lembaga/pelaku tataniaga

sangatlah sulit dan sifatnya relatif. Efisiensi merupakan rasio dari nilai output

dengan input. Menurut Purcell (1979); Kohls and Uhl (2002) dalam

Asmarantaka (2009) indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk

agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu :

1. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan

aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-

input tataniaga. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas

penggunaan input-input tataniaga. Peningkatan efisiensi atau keuntungan

dapat dilakukan melalui tiga kondisi (Halcrow, 1981; Seitz, Nelson and Halcrow,

1994 dalam Asmarantaka 2009) yaitu : menurunkan biaya tanpa menurunkan

kepuasan konsumen, meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan

biaya, meningkatkan kepuasan konsumen dengan peningkatan biaya dimana

tambahan nilai output lebih besar dari tambahan nilai input. Keluaran per jam

kerja merupakan salah satu rasio produktivitas yang biasanya digunakan

sebagai tolak ukur efisiensi operasional (Downey dan Erickson 1992).

2. Efisiensi Harga menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam

mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi

pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan

konsumen. Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi

sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta

memaksimumkan output ekonomi.

18

18

Kerangka Pemikiran Operasional

Kelapa Sawit adalah salah satu komoditi pangan yang diberikan perhatian

khusus oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan nasional secara mandiri

melalui program swasembada pangan. Usaha pencapaian swasembada kelapa

sawit baru dapat memenuhi konsumsi industri, namun untuk konsumsi rumah

tangga belum tercapai. Hal ini mengakibatkan pemerintah masih memerlukan

kelapa sawit dari negara lain melalui kegiatan impor. Desa Tanjung Jaya

merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit di provinsi Lampung.

Dengan luas lahan tanaman kelapa sawit mencapai 304,25 ha (2011), petani dapat

menghasilkan 600-900 ton TBS kelapa sawit per bulannya. Harga kelapa sawit

berfluktuatif, pada saat panen raya harga turun dan pada saat panen mengalami

penurunan jumlah harga menjadi naik. Harga beli kelapa sawit tingkat PKS

ditentukan oleh kualitas TBS dari masing-masing petani, sejauh mana tingkat

kematangan buah, dan kebersihan buah TBS. Hal ini akan menentukan rendemen

dan potongan rafraksi serta sortasi yang dikenakan terhadap TBS petani. Semakin

bersih dan matangnya TBS semakin baik rendemen yang dihasilkan dan semakin

kecil potongan rafraksi serta sortasinya.

Informasi harga yang diterima oleh petani dan mengenai hasil rendemen yang

dihasilkan oleh petani sangat terbatas, hal ini juga disebabkan oleh rendahnya

posisi tawar petani kelapa sawit dalam sistem tataniaga. Maka dari itu, diperlukan

analisis mengenai tataniaga kelapa sawit untuk mengetahui tingkat efisiensi

tataniaga kelapa sawit sehingga dapat memberikan alternatif bagi petani untuk

mendapatkan bagian keuntungan yang lebih besar.

Efisiensi tataniaga kelapa sawit dapat diperoleh melalui analisis kualitatif dan

analisis kuantitatif. Penelitian analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit

meliputi lembaga dan saluran pemasaran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur

pasar, dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui

pendekatan majin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap

biaya. Efisiensi tataniaga sendiri dapat dilihat dari struktur pasar, analisis

saluran pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan

terhadap biaya. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar

2

19

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional

Bagaimana sistem tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya?

Tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo,

Kabupaten Lampung Tengah melibatkan lembaga pemasaran dan

melaksanakan fungsi pemasaran

Analisis efisiensi tataniaga

Analisis Kualitatif:

Lembaga dan Saluran Tataniaga

Fungsi Tataniaga

Analisis Kuantitatif:

Marjin Tataniaga

Farmer’s Share

Rasio Keuntungan dan Biaya

Rekomendasi alternatif saluran pemasaran yang efisien

20

20

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa tanjung jaya

Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu wilayah penghasil kelapa sawit di

provinsi Lampung, yang cukup potensial, mudah dijangkau dan dekat dengan dua

lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit, yaitu PTPN VII Unit Usaha Bekri dan PT.

Kalirejo Lestari. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2012

bertepatan dengan waktu panen raya.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung (observasi) dan

wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang tersaji pada kuesioner

kepada pelaku tataniaga kelapa sawit baik itu petani maupun pedagang

pengumpul serta agen perantara yang ada di Desa Tanjung Jaya. Pengamatan

secara langsung juga dilakukan terhadap kegiatan pemasaran kelapa sawit untuk

mengetahui saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat pada alur

pemasaran kelapa sawit.

Data sekunder pun diperlukan pada penelitian ini. Data sekunder didapatkan

dari studi literatur, tinjauan pustaka, serta beberapa penelitian terdahulu. Selain

itu, data yang menunjukkan data terhadap komoditi kelapa sawit yang menunjang

seperti dari Badan Pusat Statistika, Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen

Pertanian RI, dan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Data sekunder ini

dipergunakan sebagai pelengkap dari data primer.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan

kuesioner kepada pelaku tataniaga kelapa sawit baik itu petani maupun pedagang.

Responden petani dipilih dengan menggunakan teknik purposive atau sengaja, hal

ini dilakukan dengan cara memilih petani yang menggunakan saluran tataniaga

berbeda. Pemilihan yang sengaja ini ditujukan agar saluran tataniaga kelapa sawit

yang berada di Desa Tanjung Jaya ini terlihat. Jumlah petani yang dijadikan

responden adalah sebanyak 32 orang. Pengambilan kuisioner untuk pedagang atau

lembaga tataniaga selain petani kelapa sawit dilakukan dengan teknik purposive

sampling. Hal ini dilakukan karena penelitian dilakukan secara sengaja namun

dengan pertimbangan karakteristik tertentu, beberapa karakteristik petani kelapa

sawit yang akan dijadikan responden akan dilihat dari volume produksi rata-rata

setiap kali panen dan luasan lahan budidaya kelapa sawit yang diusahakan.

21

Selain para petani kelapa sawit lembaga tataniaga yang terlibat dalam

pemasaran kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya juga menjadi responden pada

penelitian ini. Lembaga pemasaran dalam hal ini adalah pedagang pengumpul,

dan agen perantara serta pabrik pengolahan kelapa sawit PKS. Penarikan

kuisioner akan dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu diambil

berdasarkan informasi yang diperoleh dari data sebelumnya yang dalam penelitian

ini adalah para petani kelapa sawit di Desa Tanjungjaya dengan melakukan

penelusuran saluran tataniaga dari pembudidayaan sampai konsumen akhir.

Dalam penelitian ini akan dilakukan pencarian informasi terkait dengan data

kuantitatif seperti biaya yang dikeluarkan oleh para lembaga - lembaga yang

terlibat dalam tataniaga kelapa sawit serta penetapan harga di masing – masing

lembaga yang selanjutnya akan dilakukan analisis dengan menggunakan berbagai

alat analisis dan melalui analisis tersebut dapat ditentukan saluran tataniaga yang

efisien untuk diterapkan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data. Data-

data dan informasi yang telah terkumpul diolah dengan bantuan program

Microsoft Excel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penelitian ini ditujukan untuk mencari

efisiensi tataniaga dari kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun

Rejo Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Efisiensi tataniaga kelapa

sawit dapat diperoleh melalui analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penelitian

analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit meliputi lembaga dan saluran

pemasaran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar.

Penelitian analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit ini dijelaskan secara

deskriptif untuk menjabarkan semua detail dari saluran pemasaran, fungsi

pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, serta permasalahan yang terjadi pada

daerah penelitian. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan

majin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Efisiensi

tataniaga sendiri dapat dilihat dari analisa saluran pemasaran, marjin pemasaran,

farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Analisa Kualitatif

Analisa Lembaga dan Saluran Tataniaga

Analisa lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui lembaga-

lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga, yaitu fungsi

pertukaran, fungsi fisik, dan juga fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga ini juga

berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa.

Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergatung yang

terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk

digunakan atau dikonsumsi. Analisa saluran tataniaga menggambarkan rantai

distribusi yang terjadi antara titik produksi hingga titik konsumsi dan fungsi -

fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait dalam

22

22

saluran tataniaga tersebut. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam

menggambar pola saluran tataniaga. Para petani yang berada di lokasi penelitian

melakukan pengelolaan kegiatan usaha kelapa sawit yang berjalan sebagaimana

aturan yang berlaku. Pada analisis ini juga akan dilihat perbandingan tingkat

efisiensi antara petani yang melakukan penjualan kepada agen perantara maupun

yang melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul.

Analisa Fungsi Tataniaga

Analisa fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan

tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk

dari produsen sampai ke pabrik pengolahan. Analisa fungsi tataniaga

dapat dilihat dari fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian

dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan, dan

pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi,

penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Data yang

diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi data sederhana.

Selain itu data tersebut juga akan dideskripsikan sehingga dapat

melihat perubahan nilai guna, baik nilai guna bentuk, tempat, waktu,

ataupun kepemilikan.

Analisa Efisiensi Tataniaga

Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga

tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga memperoleh kepuasan

dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus 1985).

Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tersebut tanpa

mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa,

menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi lembaga memerlukan biaya

yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga

tataniaga menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan

harga ditingkat produsen. Dengan demikian efisiensi tataniaga perlu

diwujudkan melalui penurunan biaya tataniaga.

Analisa Kuantitatif

Analisa Marjin Tataniaga

Total maarjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat

petani produsen (Pf) dengan harga ditingkat konsumen akhir (Pr)

dengan demikian marjin tataniaga adalah M = Pr - Pf. Melalui

penelusuran saluran tataniaga, diharapkan dapat diperoleh informasi

tentang marjin pada tiap lembaga tataniaga. Marjin tataniaga

merupakan perbedaan harga diantara lembaga tataniaga dan di setiap

tingkat lembaga tataniaga. Dan merupakan selisish harga beli dengan harga

jual. Analisa marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi

tataniaga kelapa sawit. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan

23

harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga

tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan

penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh

dari lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga dapat dipakai untuk

melihat keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987),

perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai

berikut:

Mi = Hji – Hbi

Mi = Ci + π

Sehingga: Hji – Hbi = Ci + πi

Analisa Farmer’s Share

Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani

produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang

dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share dapat digunakan dalam

menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan membandingkan

seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang

dibayarkan konsumen akhir.

Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga tataniaga semakin

tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi,

maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini

dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif

rendah. Dengan demikian dapat diketahui Farmer’s share berhubungan

negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga

maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer’s share) semakin

rendah. Farmer’s share akan menunjukkan apakah tataniaga

Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada

tingkat ke-i adalah:

πi = Hji – Hbi – Ci

Maka besarnya marjin tataniaga adalah:

MT = ΣMi = Pr-Pf

Keterangan:

MT = Total marjin tataniaga pada pasar

(Rp/kg) Hji = Harga penjualan pada pasar

tingkat ke-i (Rp/kg) Hbi = Harga pembelian

pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Ci = Biaya

pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

πi = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

i = 1,2,3,…….,n

MT = Total marjin tataniaga

24

24

memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat

dalam tataniaga. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan

dengan :

Fsi = x 100%

Keterangan: Fsi : Persentase yang diterima petani

Pf : Harga di tingkat petani

Pr : Harga di tingkat konsumen akhir atau pabrik pengolahan

Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga

pemasaran (pedagang), maka yang diterima oleh petani akan semakin sedikit,

karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal

ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara marjin pemasaran dengan

bagian yang diterima oleh petani. Semakin besar marjin maka penerimaan petani

relatif kecil.

Analisa Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya

keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya

tataniaga yang dikeluarkan. Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat

berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-

masing lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga

tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Keuntungan dan Biaya = Keuntungan ke-i x 100 %

Biayake i

Keterangan:

Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga(Rp/Kg)

Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg)

Semakin tinggi nilai raio tersebut, menunjukkan keuntungan yang tinggi

dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Karakteristik Petani Responden

Petani kelapa sawit yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini

berjumlah 32 orang. Para petani responden berasal dari berbagai dusun di Desa

Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, yang merupakan daerah dengan petani

kelapa sawit cukup besar sebagai pelaku kelompok tani dan anggota gabungan

kelompok tani yang berkecimpung di usaha bisnis pembudidayaan serta

pemasaran komoditi kelapa sawit. Para responden ini juga melakukan kerja sama

dengan pihak pemerintah PTPN VII Bekri serta pihak perusahaan swasta yaitu

25

PT. Kalirejo Lestari yang semuanya berbasis pada pengolahan serta pemasaran

komoditi kelapa sawit. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja

(purposive).

Para petani responden pada umumnya menjadikan mata pencaharian sebagai

petani kelapa sawit sebagai pekerjaan utama dan melakukan kegiatan budidaya

kelapa sawit secara rutin. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur,

tingkat pendidikan, pengalaman dalam berbudidaya kelapa sawit dilihat dari segi

waktu dan luas lahan garapan budidaya kelapa sawit yang dimiliki. Total petani

yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 32 orang. Petani responden

berasal dari dusun-dusun di Desa Tanjung Jaya. Yaitu dusun 1, dusun 2, dusun 4,

dusun 5, dusun 6, dusun 7 dan dusun 8. Jumlah petani responden ini juga terbagi

atas dasar petani yang tergabung dalam kelompok tani dan petani yang tidak

tergabung dalam anggota kelompok tani.

Di wilayah Desa Tanjung Jaya sendiri terdapat empat kelompok tani yang

masih ada namun kurang aktif, yaitu kelompok tani Rukun Tani Jaya, kelompok

tani Sinar Luas, kelompok tani Sritani Makmur Jaya, dan kelompok tani Mitra

Jaya. Kurang aktifnya kelompok-kelompok tani ini sejak kepengurusan KUD

Rukun Tani Jaya tidak aktif, sejak meninggalnya 2 orang pengurusnya.

Pengambilan responden petani kelapa sawit yang tergabung dalam kelompok tani

di wilayah desa Tanjung Jaya juga terdiri dari para anggota yang mewakili dari

empat kelompok tani yang ada. Umur petani responden dalam penelitian ini rata-

rata 46 tahun, di antara 20 – 70 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

sebanyak 32 petani atau semua petani responden yang memiliki lahan sendiri, 26

petani (81.25%) yang tergabung dalam kelompok tani, dan 6 petani tidak menjadi

anggota kelompok tani (18.75%).

Sementara itu petani dengan umur yang relatif muda 22 tahun, yang menjadi

responden dalam penelitian ini hanya berjumlah satu orang (3.125%). Data

tersebut merupakan bahwa ketertarikan pemuda untuk ikut serta dalam aktivitas

pembudidayaan kelapa sawit relatif jarang ditemui di lokasi penelitian, hal ini

dikarenakan sebagian besar pemuda di wilayah ini cenderung lebih memilih usaha

di sektor lain khususnya menjadi buruh.

Tingkat pendidikan menjadi salah satu hal yang diperhatikan dari identitas

petani responden. Sebanyak 22 orang (68.75%) petani responden hanya

mengenyam pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Sebanyak 1

orang (3.125%) mengenyam pendidikan hingga sarjana, sebanyak 6 orang

(18.75%) mengenyam pendidikan hingga SMA, dan sebanyak 3 orang (9.375%)

yang hanya mengenyam pendidikan hingga SMP.

Tingkat pendidikan petani tentunya dapat mempengaruhi kinerja petani

khususnya terkait perolehan informasi dalam kegiatan budidaya kelapa sawit,

sebanyak 32 petani responden baik yang menjalankan aktivitas tataniaga melalui

kelompok tani ataupun non kelompok tani telah menjalankan kegiatan usahatani

kelapa sawit selama lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman petani ini akan menjadi

salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan budidaya kelapa sawit. Data

mengenai identitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Karakteristik petani responden kelapa sawit di Desa Tanjungjaya

Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

26

26

Lampung

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase

Kelompok

Tani

Non

Kelompok

Tani

Kelompok

Tani

Non Kelompok

Tani

Umur ≤25tahun

25 – 50tahun

50-70 tahun

59

≥50tahun

1

9

16

-

4

2

3.125 %

28.125 %

50 %

-

12.5 %

6.25 %

TingkatPendidikan

SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

PerguruanTinggi

18

1

6

1

4

2

-

-

56.25 %

3.125 %

18.75 %

3.125 %

12.5 %

6.25 %

-

- Pengalaman Budidaya < 5 tahun

5 -10 tahun

≥10tahun

-

1

25

-

4

2

-

3.125%

78.125%

-

12.5 %

6.25 %

Luas Garapan ≤3 Ha

≥5 Ha

23

3

6

-

71.875 %

9,375 %

18.75 %

-

Luas lahan garapan milik petani berbeda-beda. Berdasarkan penelitian,

terdapat 3 responden petani (9,375%), yang memiliki luas lahan diatas 5 ha. Dan

29 (90,625%) responden petani yang memiliki luas lahan dibawah 3 ha.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani responden, rata-rata petani di

Desa Tanjung Jaya memiliki luas tanaman kelapa sawit 1.85 ha/kk.

Pada saat penelitian diketahui bahwa sebagian besar petani memasarkan

TBS kepada pabrik kelapa sawit milik swasta yaitu PT Kalirejo Lestari

dikecamatan Kalirejo, yang berjarak sekitar 15 km di Desa Tanjung Jaya. Hal ini

dikarenakan harga di PKS Kalirejo Lestari lebih baik dibandingkan harga di PKS

Unit Usaha Bekri.

Hasil produksi TBS petani di wilayah kecamatan Bangun Rejo diolah di

PKS PT. Kalirejo Lestari dan atau PKS PTPN VII Unit Usaha Bekri. Pihak

pabrik melakukan kerja sama dengan agen perantara di Desa Tanjungjaya dalam

hal jual beli TBS kelapa sawit siap olah. PT. Kalirejo Lestari juga mulai

pertengahan tahun 2013 akan membangun pabrik baru dengan jumlah daya muat

pabrik lebih besar dari dua pabrik sebelumnya di Desa Tanjung Jaya. Para petani

kelapa sawit yang menjadi responden dalam penelitian ini mengelola kegiatan

usaha budidaya kelapa sawit secara individu dan kelompok.

Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki

nilai tinggi di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Kelapa sawit juga menjadi

salah satu komoditi perkebunan yang memiliki tinggi nilai ekspornya, hal ini

tentunya mengakibatkan adanya keterlibatan beberapa lembaga dalam tataniaga

kelapa sawit. Peranan beberapa lembaga dalam tataniaga kelapa sawit juga dapat

dilihat dalam tataniaga kelapa sawit yang berasal dari wilayah Kecamatan Bangun

Rejo. Beberapa lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit ini diantaranya

adalah pedagang pengumpul, agen perantara, dan pabrik pengolahan.

27

Lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tataniaga kelapa sawit di

wilayah Kecamatan Bangun Rejo diperoleh melalui metode snowball samping

yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran yang

dilakukan, terdapat empat orang agen perantara yang terlibat dalam saluran

tataniaga kelapa sawit. Ke empat agen perantara (supplier) ini telah lama menjadi

mitra tetap pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya. Keempat agen

perantara merupakan warga asli yang menetap di Desa Tanjung Jaya Kecamatan

Bangun Rejo.

Para agen perantara ini setelah membeli dan mengambil hasil panen milik

petani dan pedagang pengumpul, selanjutnya akan memasarkan kelapa sawit

langsung kepada pihak pabrik pengolahan. Baik itu PTPN VII Bekri maupun PT.

Kalirejo Lestari. Selain itu agen perantara, dan pabrik pengolahan, mengirimkan

produk kelapa sawit yang berasal dari berbagai wilayah di sekitar Desa Tanjung

Jaya Kecamatan Bangun Rejo ke berbagai pihak mitra bisnisnya, biasanya TBS

dipasarkan dan dikirim ke luar wilayah Provinsi Lampung, seperti Jambi,

Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, dan Sumatera Utara. Masing –masing

individu dari lembaga tataniaga tersebut memiliki beberapa karakteristik yang

dapat mempengaruhi kinerja serta kegiatan usaha yang dilakukan, data mengenai

karakteristik individu dari responden lembaga tataniaga dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Individu dari Responden Lembaga Tataniaga Kelapa

Sawit di wilayah Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo,

Kabupaten Lampung Tengah

Karakteristik

Lembaga Tataniaga

Pedagang

Pengumpul

Agen

Perantara

Pabrik

Pengolahan

Orang % Orang % Unit

usaha %

Umur

≤ 25 tahun

25 – 50 tahun

≥ 50 tahun

-

2

1

-

66.66%

33.33%

2

-

100%

-

-

-

-

-

Tingkat Pendidikan

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Perguruan Tinggi

-

-

2

1

-

-

66,66%

33,33%

-

-

2

-

-

100%

-

-

-

-

-

2

-

-

-

100%

Pengalaman Usaha

<5 tahun

5 -10 tahun

-

3

-

100%

2

100%

-

2

-

100%

28

28

Lokasi

Desa Tanjung Jaya

Desa Kalirejo

Desa Bekri

3

100%

2

100%

1

1

100%

100%

Tabel 3 karakteristik individu pedagang pengumpul dan agen perantara

(supplier).

Budidaya Kelapa Sawit

Pemilihan Lokasi Budidaya

Pemilihan lokasi yang tepat menjadi faktor utama dalam menentukan

keberhasilan budidaya kelapa sawit. Hal ini dikarenakan petumbuhan kelapa sawit

sangat ditentukan oleh ekologi setempat, pertumbuhan kelapa sawit tentunya akan

mempengaruhi tingkat produksi dan kualitas. Penentuan lokasi harus disesuaikan

dengan metode budidaya yang digunakan.Namun biasanya budidaya kelapa sawit

dilakukan bersifat homogen dan monokultur. Pemilihan lokasi budidaya kelapa

sawit dilakukan berdasarkan Persiapan Areal Perkebunan.

Pada areal dengan topografi bergelombang hingga berbukit harus dibuatkan

jalan dengan sistem kontur. Jalan kontur dibuat melingkari bukit dengan sedikit

mendaki dan menurun (landai). Jalan yang melingkar pada setiap bukit disebut

juga dengan jalan koleksi, sedangkan jalan yang menghubungan antara jalan pada

satu bukit dengan jalan di bukit lainnya disebut jalan utama. Setelah

pembangunan sarana jalan selesai, perlu dibuat parit atau saluran drainase. Parit

ini sangat penting untuk daerah rendah atau daerah pasang surut karena sering

mengalami penggenangan. Pembuatan parit di sisi badan jalan juga tidak terlepas

dari pembuatan jembatan, terutama pada jalur-jalur parit yang akan dilalui

kendaraan. Lebar jembatan hendaknya dibuat minimal 1 meter lebih lebar dari

bagian sebelah kiri dan kanan parit.

Pembibitan

Benih dan bibit liar

Ada ratusan ribu areal tanaman sawit di Sumatera yang menggunakan benih

sawit palsu atau disebut juga sebagai benih liar. Cirri dari benih atau bibit

kelapa sawit liar adalah sebagai berikut.

a. Ciri-ciri fisik biji atau kecambah liar

1) Tempurung bijinya tipis.

2) Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor

3) Panjang radicula (calon akar) dan plumula (calon batang) tidak

seragam.

4) Persentase kematian dari biji atau kecambah cukup besar karena

sebelumnya biji tidak direndam dalam fungisida.

b. Ciri-ciri fisik bibit liar

1) Pertumbuhan bibit tidak seragam.

29

2) Persentase pertumbuhan bibit yang abnormal cukup tinggi.

3) Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi cadangan makanan

berukuran kecil.

4) Lebih mudah terserang hama penyakit

c. Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar

1) Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal.

2) Pertumbuhannya tidak seragam; baik tinggi, besar batang, maupun

lebar tajuk.

3) Produksi tanaman dan rendemen minyak rendah.

Produksi per tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar 25% tidak berbuah, 50%

berbuah dengan rendemen minyak rendah, dan 25% kemungkinan berbuah baik.

Biasanya biji untuk benih liar ini berasal dari banyak individu tanaman yang juga

tidak seragam. Bahkan, ada di sekitar tajuk tanaman, termasuk yang berkecambah

di batang tanaman. Kecambah itulah yang kemudian dipindahkan ke polibag dan

dipasarkan sebagai benih sawit komersial. Jika tanaman sawit dengan benih

unggul akan mampu berproduksi 30-40 ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun,

benih liar ini hanya akan berproduksi jauh di bawah 30 ton/ha/tahun.

Bibit unggul bermutu

Baik kecambah maupun bibit sawit bermutu, kelebihannya adalah memiliki kode

identifikasi.Dari kode tersebut dapat dilacak jenis varietas, dari pohon mana benih

dihasilkan, siapa yang melakukan persilangan dan kapan disilangkan.Tujuannya,

jika ditemui benih-benih yang memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan standar

maka dapat dilacak siapa dan darimana benih dihasilkan. Dengan demikian,

sumber benih dapat segera dilakukan perbaikan. Beberapa cirri umum yang dapat

digunakan untuk menandai kecambah yang diaktegorikan baik dan layak untuk

ditanam antara lain sebagai berikut.

1) Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan.

2) Ukuran radikula lebih panjang dari plumula.

3) Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah.

4) Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3cm.

Bibit kultur jaringan

Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa

sawit dengan perlakuan khusus dari bahan baiakan berupa jaringan muda.

Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplain) tanaman

kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar. Tujuan yang akan dicapai

sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit adalah

sebagai :

a) Satu alternative untuk meningkatkan produksi minyak dari 5-6

ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun.

b) Mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit secara

konvensional (dengan menggunakan biji).

c) Mengatasi masalah keslulitan perkecambahan , terutama pada jenis-jenis

atau varietas yang agak sulit dikecambahkan.

30

30

d) Meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit sehingga akan

emngurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak

e) Mempercepat waktu pemanenan

Kebutuhan Air di Pembibitan

a) umur bibit 0-3 bulan , per hari 1 liter, selama di pembibitan 90 liter

b) umur bibit 3-6 bulan , per hari 2 liter, selama di pembibitan 180 liter

c) umur bibit 6-12 bulan, per hari 3 liter, selama di pembibitan 540 liter

Total rata-rata 2,25 liter/ hari dan 720 liter selama pembibitan

Penanaman

Setelah lahan siap maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan penanaman

bibit tanaman. Kegiatan tersebut meliputi pembuatan lubang tanam, pembuatan

piringan dan pemberian pupuk dasar, persiapan bibit, pengangkutan bibit, serta

penanaman bibit.

1. Pembuatan lubang tanam

Pembuatan lubang tanam idealnya dilakukan satu minggu sebelum

penanaman, pembuatan lubang tanam lebih dari satu minggu akan

memungkinkan tertimbunnya kembali sebagian lubang yang sudah digali

dengan tanah yang berada di sekitar galian lubang tersebut, hal ini dapat

mengurangi produktivitas tenaga kerja penanaman bibit karena tenaga kerja

harus mengurangi kembali penggalian lubang yang telah tertimbun. Bergitu

pula sebaliknya, penggalian lubang tanam yang terlalu cepat atau kurang dari

satu minggu juga tidak dianjurkan karena semakin kecil persiapan untuk

mengontrol kebenaran ukuran dan posisi lubang. Pembuatan lubang tanah

cenderung berbeda untuk tanah mineral dengan tanah gambut.

a). Pembuatan lubang tanam pada tanah mineral

Lubang digali secara manual dengan menggunakan cangkul, anak pancang

digunakan sebagai titik tengah dari lubang tersebut. Pembuatan lubang pada tanah

pmineral, baik di areal datar pada teras individu maupun pada teras bersambung,

hanya dibuat satu lubang tanam (tunggal) untuk setiap tanaman dengan ukuran

lubang sebesar 60 cm x 60 cm x 60 cm, untuk posisi lubang tanam pada kedua

jenis terasan, lubang dibuat berjarak 1 meter dari dinding teras.

b). Pembuatan lubang tanam pada tanah gambut

pembuatan lubang secara manual di areal gambut dapat dibuat ganda (double

hole) atau yang disebut juga dengan lubang di dalam lubang (hole in hole). Pada

tahap awal, lubang bagian atas atau lubang pertama dibuat dengan ukuran 100 cm

x 100 cm x 30 cm (berbentuk balok sedalam 30 cm), kemudian tepat ditengah-

tengah lubang pertama digali lagi lubang tanaman yang kedua dengan ukuran 60

cm x 60 cm x 60 cm (berbentuk kubus). Lapisan tanah top soil dan sub soil

diletakkan seperti halnya yang sudah dilakukan pada tanah mineral.

Bibit Kultur Jaringan

Ada teknologi untuk menghasilkan benih secara missal melalui teknologi kultur

jaringan (tissue culture). Kultur jaringan bias dijadikan ujung tombak

31

perbanyakan kelapa sawit ke depan. Tahun 1970 an, tissue culture sawit pertama

dilakukan di Perancis oleh Institut de Recheeches les Huiles et

Oleagineux/IRHO). Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk

mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan

berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan

(eksplan) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar.

Tujuan yang akan dicapai sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada

tanamanan kelapa sawit adalah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan

produksi minyak dati 5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton

TBS/ha/tahun, untuk mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit

secara konvensional (dengan menggunakan biji), untuk mengatasi masalah

kesulitan perkecambahan, terutama pada jenis-jenis atau varietas yang agak sulit

dikecambahkan, untuk meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit

sehingga akan mengurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak. Dan

mempercepat waktu pemanenan.Waktu untuk memperoleh bahan tanam unggul

cukup lama bila menggunakan cara konvensional, untuk menghasilkan satu

varietas unggul saja perlu waktu puluhan tahun. Kultur jaringan bias digunakan

untuk mempercepat proses tersebut Caranya adalah dengan mencari tanaman

dengan produksi terbaik untuk diperbanyak secara kultur jaringan. Dengan

demikian, untuk mendapatkan bahan tanam unggul cukup mencontoh tanaman

dari blok yang meiliki produksi 40 ton/ha/tahun. Dipastikan keunggulan induknya

akan turun kepada anaknya. Karena kita ketahui bahwa dengan kultur jaringan

akan dihasilkann anak yang identik dengan induknya. Berbeda dengan cara

konvensional yang dipastikan anakannya masih memiliki variasi cukup tinggi

dengan induknya

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tindakan yang

sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman.Pemeliharaan bukan

hanya ditujukan terhadap tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah).

Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika perawatan tanah diabaikan

maka tidak akan banyak memberi manfaat. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit

yang belum menghasilkan (TBM) dan yang sudah menghasilkan (TM) relatif

memiliki perbedaan dalam beberapa hal :

1. Pemeliharaan TBM kelapa sawit

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) meliputi

perawatan tanaman penutup tanah, perawatan piringan tanaman, pembukaan

dan perawatan pasar control dan pasar pikul, pemupukan tanaman, penyisipan

tanaman, serta kastrasi dan pengadaan serangga penyerbuk kelapa sawit

(SPKS).

a) Perawatan tanaman penutup tanah (legume cover crop/LCC). Sekitar 3-4

minggu setelah tanam, pertumbuhan tanaman penutup tanah sudah mulai

terlihat.

b) Perawatan piringan tanaman. Pada masa TBM I-III, pelepah tanaman yang

terendah masih sangat dekat dengan permukaan tanah sehingga

32

32

penyiangan piringan sebaiknya dilakukan secara manual menggunakan

sabit atau arit.

c) Pembukaan dan Perawatan Pasar Kontrol dan Pasar Pikul.

Pasar kontrol berfungsi untuk memudahkan tenaga kerja dan tenaga

pengontrolan dalam melaksanakan pekerjannya. Pada masa TBM 1, pasar

kontrol dapat dibuat dengan angka perbandingan 8-2 , artinya untuk setiap

delapan baris tanaman akan terdapat satu jalur pasar kontrol. Pada masa

TBM II, tanaman telah semakin besar bentuknya maka angka

perbandingan 4 : 1 dan pada TBM III angka menjadi perbandingannya 2 :

1. Pada pertengahan TBM III, penyebutan pasar control ini sudah dapat

digantikan dengan pasar atau alan pikul. Selain untuk perawatan tanaman

dan pengontrolan areal, pasar pikul juga sudah lebih banyak dimanfaatkan

untuk berbagai jenis kegiatan produksi.

d) Pemupukan Tanaman

Salah satu tindakan perawatan tanaman kelapa sawit yang berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah

pemupukan.Pemupukan berpengaruh terhadap meningkatnya kesuburan

tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil

serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan

pengaruh iklim yang merugikan.Pempukan juga bermanfaat melengkapi

ketersediaan unsur hara di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan

tanaman. Unsur yang dibutuhkan tanaman terdiri atas 16 jenis, tiga

antaranya diperoleh dari udara dan air yaitu unsure C, H, dan O. Unsur

mineral esensial lainnya diperoleh tanaman dari dalam tanah dan secara

umum digolongkan sebagai unsure hara. Unsur hara terbagi menjadi unsur

hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsure yang dibutuhkan

oleh tanaman dalam jumlah besar yang kandungan nilai kritisnya 2-30

g/kg berat kering tanaman, di antaranya adalah unsure N. P. K, Ca, Mg,

dan S. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relative

sedikit dengan kandungan nilai kritisnya 0,3-50 mg/kg berat kering

tanaman. Unsur hara mikro diantaranya Fe, Mn, Zh, Cu, Cl, dan B.

Pemanenan

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga membentuk buah setelah umur 2-3

tahun. Buah akan menjadi masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses

pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya.

Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak,

kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah

kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh

tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit

meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, emmungut brondolan,dan

mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.

Dalam pelaksanaan pemanenan perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu

karena tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak

yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu

diperhatikan antara lain matang panen, cara penen, alat panen, rotasi dan sistem

panen, serta mutu panen.

33

1. Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat embantu pemanen agar

memotong buah pada saat yang tepat.kriteria matang panen ditentukan pada

saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free

fatty acid (ALB dan FFA) minimal. Pada saat ini, criteria umum yang banyak

dipakai adalah berdasarkan brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10

tahun. Jumlah brondolan kurang dari 10 butir. Tanaman dengan umur lebih

dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis

digunakan criteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS)

terdapat dua brondolan.

2. Cara Panen

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umumn dilakukan oleh

perkebunan kelapa sawit Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m

digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan

ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak

siam. Sementara itu, cara agrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih

dari 10 m, yaitu dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk

memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah

dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan. Tandan buah

yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya, maksimal ecm.

Tandan buah yang telah dipotong diletakkan teratur di piringan dan brondolan

dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan harus bersih dan tidak tercampur

tanah atau kotoran lain. Proporsi kotoran idealnya tidak melebihi 0,3 % dari

berat tandan. Selanjutnya tandan buah dan brondolan dikumpulkan di TPH

(tempat pengumpulan hasil).

3. Rotasi dan Sistem Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai

panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit di

Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, artinya satu

areal panen harus dimasuki (diancak) oleh pemetik tiap tujuh hari. Rotasi

panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang yaitu menggunakan system

5/7. Artinya, dalam satu minggu terdapatlima hari panen dan masing-masing

ancak panen diluangi (dipanen) pada tujuh hari berikutnya. Dikenal dua sistem

ancak panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap.

a. Sistem Giring

Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah

ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh amndor. Begitu seterusnya,

sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanenan dan hasil

panen lebih cepat sampai TPH dan pabrik. Namun, ada kecendrungan

pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah

atau brondolan yang tertinggal akrena pemanenannya menggunakan sistem

borongan.

b. Sistem Tetap

Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit,

topografi berbukit atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada

sistem ini pemanen diberi ancak dengan luas tertentu. Dan tidak berpindah-

pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang

optimal. Rendemen minyak yang dihasilakannya pun tinggi. Namun,

34

34

kelemahan sistem ini adalah buah lebih lambat keluar sehingga lambat juga

sampai ke pabrik.

Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjungjaya

Dari hasil penelitian terhadap 32 petani responden diperoleh luas areal

budidaya kelapa sawit di Desa Tanjungjaya sebesar 59,5 Ha, atau rata-rata

pengusahaan tanaman 1,85 Ha/Kk. keseluruhan areal merupakan milik sendiri dan

di usahakan secara monokultur.

Bibit kelapa sawit yang ditanam adalah jenis bibit unggul bermutu, yaitu

jenis Tenera perkawinan dari jenis Dura dan Pesifera. yang diperoleh dari

perkebunan PTP N VII Unit Usaha Bekri. Umur tanaman kelapa sawit rata-rata 13

tahun dengan kisaran 7-20 tahun. jumlah tanaman perhektar berkisar 140-145

batang/Ha. Jumlah produksi TBS pada saat penelitian sebesar 103.1 ton, dengan

Produktivitas 1,73 Ton/Ha. Apabila dalam 1 tahun dilakukan rata-rata 18 kali

panen, dan fdalam satu tahun rata-rata dua bulan tidak ada panen karena faktor

musim maka produksi TBS kelapa sawit petani di desa tanjung jaya pertahun

mencapai 29,41 Ton/Ha/Tahun. Produksi ini cukup baik apabila dilihat dari

potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur dan kelas lahan

(Lampiran 14)

Petani melakukan panen TBS rata-rata setiap 18 hari, dibantu oleh

pedagang pengumpul atau agen perantara, dalam pemetikan TBS dan

pengangkutan ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit. Petani melakukan

pemeliharaan tanaman berupa penyiangan dan pemupukan. pada saat penelitian

rata-rata kebun dalam kondisi bersih. Pemupukan dilakukan dengan pupuk

kimiawi dan pupuk kandang. Rata-rata pemupukan dengan pupuk kimia Urea 0,68

Kwt/Ha, atau 68 Kg/Ha, TSP/SP36 0,68 Kwt/Ha atau 68 Kg/Ha dan NPK Ponska

0,8 Kwt/Ha. atau sekitar 80 Kg/Ha.

Pada saat penelitian terdapat 6 orang petani yang melakukan pemupukan

hanya dengan pupuk kandang yaitu rata-rata 6,7 Kwt/Ha atau 670 Kg/Ha.

Luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman kelapa sawit responden dapat

dilihat di Lampiran 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Tataniaga

Analisa tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya dari kebun petani

hingga ke pabrik pengolahan melibatkan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga

yang terlibat adalah pedagang pengumpul, dan agen perantara. Pada penelitian

ini, budidaya kelapa sawit yang dijadikan lokasi penelitian berada di desa

Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo yang termasuk di dalam wilayah

kabupaten Lampung Tengah, provinsi Lampung. Hasil produksi kebun kelapa

sawit petani responden berupa tandan buah segar (TBS), yang selanjutnya

diangkut ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) di sekitar wilayah

Tanjung Jaya, yaitu pabrik PKS PTPN VII dan PKS Kalirejo Lestari.

Pada waktu panen raya seperti pada saat penelitian, bulan Oktober,

November, Desember 2012 produk TBS melimpah, antrian truk pengangkut

35

Petani

Petani

Pedagang

Pengumpul

Agen Perantara

(supplier)

Pabrik

pengolahan

Pabrik

Pengolahan

terjadi sedemikian rupa, proses dari kebun petani sampai diterima dipabrik bisa

memakan waktu 3-4 hari. Oleh karenanya menurut agen perantara pada saat itu

mereka memasarkan sampai ke luar kabupaten Lampung Tengah yaitu kabupaten

Tulang Bawang, bahkan sampai ke Provinsi Bengkulu. Kendati jarak ke Provinsi

Bengkulu relatif jauh, lebih dari 200 km, namun harga TBS saat itu di Bengkulu

mencapai Rp. 1.100/ kg. Sehingga perhitungan penerimaan agen pada tingkat

harga tersebut, setelah dikurangi biaya transportasi dan makan minum supir dapat

dikatakan sama dengan penjualan TBS di wilayah kabupaten Lampung Tengah,

yaitu PKS Unit Usaha Bekrie dan PKS Kalirejo.

Hasil penelitian terhadap 32 orang petani responden, dapat diketahui

bahwa pola tataniaga TBS melalui dua pola saluran, yaitu pola saluran I dan pola

saluran II. Pola saluran I TBS petani dijual kepada agen, kemudian diangkut ke

PKS. Pada pola saluran II, TBS petani dijual kepada pedagang pengumpul,

kemudian melalui agen diangkut ke PKS. Skema atau pola tataniaga kelapa sawit

di Desa Tanjung Jaya secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

Pola 1 : 17 Orang (53,12%), Volume 71,85 ton (69,7%)

Pola2 : 15 Orang (46,88%), Volume 31,25 ton (30,3%)

Gambar 3 Skema Saluran Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya,

Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

Berdasarkan skema yang terlihat pada Gambar 3, terbentuk suatu sistem

tataniaga yang merupakan kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain antar

lembaga tataniaga. Gambar 3 menunjukkan dua pola saluran tataniaga kelapa

sawit di Desa Tanjung Jaya, yaitu :

Pola 1 : petani agen perantara Pabrik Pengolahan

(ditunjukkan dengan garis penghubung berwarna biru)

Pola II : petani pedgang pengumpul Pabrik Pengolahan

(ditunjukkan dengan garis penghubung berwarna merah)

Aktivitas tataniaga kelapa sawit ditingkat petani yang berada dilokasi

penelitian terbagi menjadi dua pola saluran, tataniaga kelapa sawit melalui agen

perantara dan pedagang pengumpul. Pola saluran tataniaga kelapa sawit di

DesaTanjung Jaya cenderung membentuk rantai tataniaga yang pendek. Hal ini

mengingat bahwa produk yang dihasilkan merupakan bahan baku (raw material)

yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan, selanjutnya dihasilkan CPO

yang siap diolah lebih lanjut atau dieksport ke beberapa negara seperti India,

China, Singapore, Thailand, dan Amerika Serikat.

Pada saluran tataniaga I, petani biasanya menyerahkan proses panen,

pengangkutan langsung ke pihak agen perantara, selanjutnya dimuat dan

36

36

diangkut ke pabrik pengolahan. Pada waktu proses panen dikebun petani,

dilakukan proses pembersihan yaitu menghilangkan kotoran, buah yang hampa,

pemotongan tangkai tandan buah menjadi (standar 2,5-3 cm), selanjutnya TBS

diangkut menuju pabrik pengolahan. Pada pola ini, petani belum menerima uang

dari penjualan TBS nya. Setelah sampai di pabrik, TBS ditimbang, ditetapkan

potongan sortasi dan diketahui berat bersih TBS masing-masing kendaraan

pengangkut yang diterapkan di kartu timbang. Sebagai contoh kartu timbang,

dapat dilihat di dalam lampiran. Setelah diketahui berat bersih, petani menerima

uang dari penjualan TBS melalui agen perantara. Biasanya ini dilakukan sehari

setelah TBS diangkut.

Berbeda halnya dengan pola saluran dua, dimana petani melakukan

penjualan dan pemasaran kepada pedagang pengumpul dan pabrik pengolahan.

Para petani ini melakukan penjualan kelapa sawit kepada pedagang pengumpul

yang selanjutnya TBS akan dibawa dan diambil oleh pihak agen perantara menuju

pabrik pengolahan. Pada saluran dua ini, petani sudah menerima uang langsung

dari pedagang pengumpul pada waktu TBS diserahkan dan diangkut.

Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga atau dikenal juga sebagai saluran pemasaran adalah

sekelompok individu ataupun lembaga yang memiliki hubungan satu sama lain

dalam penyaluran produk dari produsen ke tangan konsumen. Saluran tataniaga

juga menggambarkan keterkaitan antar pelaku tataniaga kelapa sawit di Desa

Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah dan

pelaksanaan fungsi–fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga

tataniaga sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari kelapa sawit yang

dipasarkan. Penelusuran saluran tataniaga komoditi kelapa sawit dimulai dari

pihak petani sebagai produsen primer hingga pihak agen perantara dan pihak

pabrik pengolahan baik pabrik milik pemerintah maupun pabrik milik perusahaan

swasta. Penelusuran tidak dilakukan hingga tingkat konsumen akhir, karena

produk olahan kelapa sawityang disalurkan merupakan produk ekspor dengan

permintaan dalam berbagai olahan kelapa sawit yang biasanya dijadikan sebagai

bahan baku produk olahan kelapa sawit dan pangan di negara Indonesia maupun

di luar Indonesia. Lembaga tataniaga yang dijadikan konsumen akhir dalam

penelitian ini adalah pabrik pengolahan kelapa sawit milik swasta (PT. Kalirejo

Lestari) dan pabrik pengolahan kelapa sawit perusahaan milik pemerintah (PTPN

VII Bekri).

Saluran Tataniaga 1

Saluran tataniaga I merupakan saluran yang digunakan oleh para petani

kelapa sawit yang menjadi responden dalam penelitian ini dengan persentase

responden sebesar 17 orang (53,12 %), dengan volume TBS 71.85 ton (69,7%).

Pada saluran tataniaga I, petani menjual hasil panen berupa tandan buah segar

(TBS) siap olah ke pabrik pengolahan melalui agen perantara. Pada saluran ini

petani belum menerima uang hasil panen secara langsung dari agen perantara

maupun pabrik pengolahan. Alasan petani untuk menggunakan saluran ini

karena dengan menjual melalui pihak agen perantara selanjutnya ke pabrik

pengolahan petan lebih untung dibandingkan jika dijual melalui pedagang

37

pengumpul.

Pihak agen perantara memiliki kuantitas permintaan dalam volume yang

cukup besar, 50–100 ton untuk satu kali pengiriman tandan buah segar (TBS) ke

pabrik PKS. Sebagai persyaratan agen perantara minimal dapat melakukan

pengiriman TBS 20 ton/hari ke pabrik PKS. Apabila terdapat penawaran kelapa

sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang besar maka hal ini dinilai mampu

meningkatkan efisiensi khususnya dalam pengangkutan yang dilakukan oleh

agen perantara. Petani dan agen perantara menentukan jadwal terkait waktu

panen, pengumpulan, dan pengangkutan TBS ke pabrik. Waktu panen TBS bisa

dilakukan setiap dua kali dalam sebulan atau setiap 18 hari setiap panen, hal ini

disesuaikan dengan waktu periode kematangan TBS. Pengangkutan hasil panen

kelapa sawit dilakukan oleh pihak agen dengan menggunakan mobil pick up atau

truk milik agen perantara.

Petani dan Agen Perantara (supplier) berusaha memenuhi kesepakatan

syarat kualitas yang ditentukan oleh pembeli, pabrik PKS. Syarat yang ditetapkan

pada umumnya terkait dengan tingkat kematangan TBS, kadar air, dan

kebersihan. Standar kematangan buah segar kelapa sawit dapat dilihat pada tabel

berikut (Lubis, Adlin U. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit, Pusat

penelitian kelapa sawit, Medan 1994).

Tabel 4. Standar kematangan buah segar kelapa sawit

Fraksi Buah Persyaratan Sifat Jumlah Brondolan

Fraksi 1 Maksimal 3% Kurang

matang 12,5%-25%

Fraksi 2 Minimal 8% Matang 25%-50%

Fraksi 3 Minimal 85% Matang 50%-75%

Fraksi 4 Maksimal 10% Lewat matang 75%-100%

Fraksi 5 Maksimal 0% Terlalu

matang Buah membrondol

Brondolan 9,5%

Tandan kosong 0%

Panjang gagang Maksimal 2,5 cm

Para petani mengetahui informasi harga melalui agen perantara atau

pabrik pengolahan. Biasanya pabrik pengolahan mengumumkan harga TBS dan

potongan sortasi di depan pabrik, pada papan pengumuman. Agen perantara

secara berkala menginformasikan harga TBS yang berlaku pada pabrik, langsung

melalui pesan SMS. Pada saat penelitian harga jual TBS Rp. 750 per kg, di

pabrik pengolahan PT Kalirejo Lestari sedangkan di pabrik PTPN VII Unit

Usaha Bekri Rp 700 per kg. Para petani cenderung lebih memilih untuk menjual

ke pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari karena memperoleh harga jual yang

lebih tinggi.

Pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan rapat bersama petani,

agen perantara, dan seluruh pihak terkait, setiap bulan mengenai kesepakatan

harga TBS dan harga CPO di tingkat petani. Namun kenyataannya harga

kesepakatan tersebut tidak efektif, tidak dipatuhi oleh pabrik pengolahan. Pada

saat penelitian harga TBS rata-rata ditetapkan Rp. 1.060 per kg, kenyataannya

38

38

harga yang berlaku di pabrik hanya Rp. 750 per kg. Sebagai contoh berita acara

penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit yang merupakan harga kesepakatan

wakil-wakil perusahaan kelapa sawit dan wakil petani atau KUD serta

pemerintah, bulan November 2012 dapat dilihat secara detail pada lampiran 6.

Berdasarkan hasil penelitian, 17 orang petani dengan luas lahan 40 Ha dan

jumlah produksi 71,85 ton TBS melakukan pemasaran kelapa sawit

menggunakan pola saluran I, yaitu ke pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari

melalui agen perantara dengan harga jual rata-rata Rp 595,- /kg TBS.

Saluran Tataniaga II

Saluran tataniaga kedua memiliki pola yang hampir sama dengan saluran

tataniaga kesatu. Petani pada saluran tataniaga kedua ini berasal dari wilayah desa

Kalirejo maupun desa Tanjung Jaya yang termasuk dalam kecamatan Bangun

Rejo, kabupaten Lampung Tengah. Para petani responden pada saluran kedua ini

juga memasarkan kelapa sawit secara langsung kepada pedagang pengumpul,

agen, dan pabrik pengolahan. Berbeda halnya dengan petani pada saluran I, pada

saluran ini petani menjual hasil panen kelapa sawit berupa tandan buah segar

(TBS) kepada pedagang pengumpul, secara langsung petani menerima uang

penjualan TBS. Pada saluran ini pedagang pengumpul yang terlibat diberi

sebutan sebagai pedagang pengumpul mitra atau langganan. Pedagang

pengumpul mitra atau langganan dapat mendatangi langsung ke lokasi areal

perkebunan kelapa sawit milik petani untuk melakukan panen, pengangkutan ke

pabrik.

Pada saat penelitian melalui saluran tata niaga dua, petani yang menjual

TBS berjumlah 15 orang (46.88%) dengan volumen 31,25 ton TBS atau 33 %

dari lahan seluas 19,5 Ha. Harga rata-rata pembelian TBS oleh pedagang

pengumpul Rp. 490,27 per kg TBS. Jumlah petani, luas lahan, produksi, biaya-

biaya yang dikeluarkan(biaya panen, biaya angkut, dan biaya keamanan), serta

harga beli maupun harga jual petani responden di desa Tanjung Jaya menurut

saluran pola tataniaga dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Pola Saluran Tataniaga TBS di Desa Tanjung Jaya

Pola

Saluran

Jumlah

Petani

(orang)

Luas

(ha)

Jumlah

Produksi

(ton)

Jumlah

Biaya Yang

Dikeluarkan

Petani

(Rp/kg)

Harga

Beli

(Rp/kg)

Harga

Jual

(Rp/kg)

Saluran I 17 40 71.85 110 595,4 750

Saluran II 15 19.5 31.25 143 490 750

Jumlah 32 59.5 103.1

Pada saat periode penjualan, pedagang pengumpul mitra atau langganan

akan datang serta melakukan pembelian TBS, pengangkutan, dan selanjutnya

dibawa ke gudang atau halaman rumah milik pedagang pengumpul (lapak) atau

pedagang pengumpul. Pada saluran ini hanya menjalankan kegiatan pemanenan

dan pengangkutan tanpa melakukan pengemasan, selanjutnya dibawa ke pabrik.

39

Rincian biaya panen, angkut, keamanan, harga beli, dan harga jual TBS kelapa

sawit per petani pada masing-masing pola saluran tataniaga dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga

Pada sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun

Rejo terdiri atas beberapa lembaga tataniaga yang terlibat. Masing–masing

lembaga tataniaga tentunya menjalankan fungsi –fungsi tataniaga dengan tujuan

untuk memperlancar proses penyaluran produk. Fungsi tataniaga yang dijalankan

terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga

tataniaga dapat menjalankan lebih dari satu fungsi sesuai dengan peranan

masing– masing dalam keberlangsungan aktivitas tataniaga.

Fungsi pertukaran merupakan proses perpindahan hak milik atas suatu

barang dari produsen kepada konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi penjualan

dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan merupakan pelaksanaan dari hal–hal

yang berkaitan dengan cara penjualan. Sementara fungsi pembelian merupakan

penentuan jenis produk yang akan dibeli oleh pedagang pengumpul. Pada kedua

fungsi ini kegiatan utama yang dijalankan adalah menentukan jenis, kuantitas

dan mutu dari barang yang dijual petani kepada pedagang pengumpul atau

sebaliknya yang dibeli oleh pedagang pengumpul.

Fungsi fisik merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan

produk sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan

waktu. Fungsi fisik terdiri dari beberapa aktivitas seperti penyimpanan,

pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan untuk mengatur

keseimbangan suplai produk sepanjang tahun. Pada sistem tataniaga kelapa sawit

ini pelaksanaan fungsi pengangkutan dan sortasi memiliki peranan dalam

membantu petani meningkatkan kualitas produkyang dijual. Halini dikarenakan

permintaan dari pihak konsumen adalah kelapa sawit dalam bentuk tandan buah

segar (TBS) siap olah, karena dengan pemanenan dan pengolahan serta

penanganan yang baik akan meningkatkan kualitas dari kelapa sawit yang dijual.

Prinsip TBS segera mungkin diterima pabrik pengolahan.

Sementara itu, yang menjadi bagian dari kegiatan pada fungsi fasilitas

meliputi fungsi standarisasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko, dan

fungsi informasi pasar. Kegiatan yang termasuk dalam fungsi fasilitas merupakan

kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperlancar penyaluran dan

pertukaran antara producen dan konsumen. Lembaga–lembaga tataniaga kelapa

sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo pada umumnya

menjalankan fungsi–fungsi tataniaga.

Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani

Pada pelaksanaan penelitian ini, penjualan kelapa sawit yang dilakukan

oleh petani dibagi ke dalam dua bagian, pertama penjualan TBS milik petani

yang dikelola melalui pedagang pengumpul dan penjualan TBS milik petani yang

dijual ke agen perantara dengan tujuan akhir adalah pabrik pengolahan. Di

40

40

saluran satu petani belum menerima uang hasil panen, sedangkan pada saluran II

petani sudah memperoleh uang hasil panen yang didapatkan dari pedagang

pengumpul.

Kualitas dari kelapa sawit yang dijual telah memenuhi standar kualitas

yang ditetapkan, yaitu diantaranya kadar air dan fraksi kurang dari 18 persen dan

kebersihan dari tandan buah segar, tingkat kematangan TBS dalam keadaan pas,

tidak terlalu matang, warna merah kehitam-hitaman dan dalam keadaan masih

segar. Penjualan TBS kelapa sawit di desa Tanjung Jaya dijalankan oleh petani

dengan satu tujuan lembaga tataniaga, agen perantara dan pedagang pengumpul.

Total penjualan dari petani kelapa sawit tersebut mencapai angka 103,1 ton TBS,

dari 32 petani, dengan luasan tanaman kelapa sawit 59.5 ha (Tabel 6).

Sementara itu, dari 32 orang petani responden, sebanyak 17 orang atau

53,12 persen, dengan volume 71,85 ton (69,7%) menjual hasil panen kelapa sawit

berupa tandan buah segar (TBS) melalui saluran tataniaga pola I. Sebanyak 15

orang (46,88%) dengan volume 31,85 ton TBS (30,3 %) menjual melalui saluran

tata niaga pola II.

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan

Bangun Rejo umumnya menjalankan ketiga fungsi tataniaga yaitu fungsi

pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan

oleh pedagang pengumpul adalah pembelian kelapa sawit berupa tandan buah

segar (TBS) dari petani dan menjual kepada pihak pabrik yang berada di wilayah

Kabupaten Lampung Tengah. Penetapan harga baik harga jual maupun beli

ditingkat pedagang pengumpul biasanya disesuaikan terlebih dahulu dengan

informasi harga yang diperoleh dari pihak pabrik dan agen perantara.

Fungsi fisik yang dilaksanakan berupa kegiatan, pemanenan,

pengangkutan, keamanan, dan distribusi. Pelaksanaan berbagai fungsi

tersebut hampir sama dengan pelaksanaan fungsi pada tingkat petani. Fungsi

pemanenan tentunya adalah untuk mengambil hasil tandan buah segar (TBS)

petani yang siap untuk dijual dan diolah oleh pabrik PKSFungsi pengangkutan

dilakukan oleh pedagang pengumpul untuk mangangkut hasil kelapa sawit berupa

tandan buah segar (TBS) siap olah milik petani. Kegiatan pengangkutan dilakukan

dengan menggunakan alat pengangkutan berupa mobil pickup atau truk yang

mampu menampung kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) sekitar 1-2 ton

untuk pick up, dan sampai 10 ton untuk truk. Penggunaan sarana pengangkutan

dengankapasitas tersebut mengharuskan pedagang pengumpul berulang kali

melakukan pengangkutan. Hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat biaya

tataniaga yang dikeluarkan untuk pengangkutan.

Pedagang pengumpul dan agen perantara biasanya mengambil hasil panen

kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) setiap satu bulan sebanyak dua kali

panen atau biasanya dari pihak petani yang menghubungi pedagang pengumpul

atau agen perantara langsung sesuai dengan kesepakatan waktu. Pedagang

pengumpul atau agen perantara melakukan pemanenan pada waktu panen di

lapangan atau kebun petani. Pada fase ini, fungsi penyimpanan tidak berlaku

karena seluruh petani kelapa sawit tidak melakukan penyimpanan hasil panennya.

Sseluruh hasil panen berupa tandan buah segar (TBS) siap olah dijual langsung ke

41

pabrik melalui pedagang pengumpul atau agen perantara. Fungsi penanggungan

resiko yang dijalankan oleh pedagang pengumpul atau agen perantara adalah

terkait penurunan harga jual TBS kelapa sawit yang tersedia apabila tidak

memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh pihak pabrik.

Fungsi Tataniaga di Tingkat Agen Perantara

Agen perantara merupakan pihak yang memfasilitasi aktivitas tataniaga

antara petani pembudidaya kelapa sawit dengan pihak pabrik yang berada di

Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Agen perantara melakukan

fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Pada fungsi pertukaran, agen perantara

melakukan pembelian kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah

daripetaniyangberada di wilayah desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo.

Dalam aktivitas jual beli ini biasanya dari pihak petani menghubungi pihak agen

perantara untuk memberikan informasi mengenai kesiapan panen.

Selanjutnya penentuan harga yang akan dibayar diinformasikan oleh agen

perantara dari masing-masing pabrik. Pada aktivitas ini pihak agen perantara

murni menjadi perantara dalam kegiatan transaksi yang dilakukan antara petani

dengan pihak pabrik. Setelah melakukan kegiatan pembelian dari petani, agen

perantara selanjutnya langsung mengirim kelapa sawit berupa tandan buah segar

(TBS) tersebut menuju pabrik. Penetapan kualitas kelapa sawit yang diterima dari

kelompok tani disesuaikan dengan permintaan dari pihak pabrik.

Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pihak agen perantara adalah

mengangkut hasil panen kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah

dari lokasi budidaya petani ke pihak pabrik yang berada diwilayah kecamatan

Bangun Rejo yaitu pabrik PT. Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri. Dalam

menjalankan kegiatan pengangkutan ini, agen perantara menggunakan truk

tronton dengan muatan per truk sebesar 5-10 ton. Agen perantara tidak melakukan

fungsi penyimpanan, karena hasil kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS)

langsung dikirim langsung kepada pihak pabrik dengan tujuan ke berbagai daerah.

Pabrik Pengolahan

Pabrik merupakan lembaga tataniaga akhir dalam penelitian ini. Pabrik

yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan pabrik yang berada

diwilayah kecamatan Kalirejo yaitu PKS PT. Kalirejo Lestari, yang jaraknya dari

desa Tanjung Jaya ke kecamatan Bangunrejo sekitar 15 km, dan PKS PTPN VII

unit usaha Bekri yang berlokasi di kecamatan Bekri dengan jarak sekitar 10 km

dari desa Tanjung Jaya, Lokasi PKS dapat dilihat di Lampiran 1.

Pihak pabrik melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi

fasilitas. Pada fungsi pertukaran, pihak pabrik melakukan pembelian melalui agen

perantara yang berada di wilayah desa Tanjung Jaya kecamatan Bangunrejo

kabupaten Lampung Tengah. Selanjutnya pihak pabrik juga melakukan fungsi

penjualan dengan hasil olahan kelapa sawit berupa CPO, dan produk-produk lain

selanjutnya akan di ekspor ke luar negeri atau diolah lebih lanjut menjadi berbagai

produk seperti minyak makan, margarine dan lain-lain didalam negeri.

Pada pelaksanaan fungsi fisik, pihak pabrik hanya melakukan fungsi

pengolahanya itu perubahan hasil kelapa sawit berupa TBS menjadi CPO. Dalam

42

42

pelaksanaan fungsi fisik, pihak pabrik PTPN unit VII Bekri dan PKS Kalirejo

lestari tetap melakukan fungsi lainnya seperti penyortiran, penyimpanan, atau pun

pengemasan kembali. Pihak petani dan agen perantara yang terlibat pada saluran

tataniaga I mampu memenuhi permintaan kelapa sawit berupa TBS siap olah

sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.

Pihak pabrik juga melakukan fungsi fasilitas yaitu fungsi sortasi, di lokasi

pabrik PT. Kalirejo Lestari ada laboratorium khusus untuk memeriksa kadar air,

kadar minyak (rendemen) buah sawit, secara berkala. Selanjutnya TBS dibawa ke

ruangan khusus pengolahan. Setelah TBS diolah, akan dihasilkan minyak sawit

(CPO) dan minyak inti sawit.Fungsi fasilitas lain yang dilakukan oleh pabrik

pengolahan PT. Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri adalah fungsi

penanggungan risiko. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi oleh PT.

Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri adalah terkait fluktuasi harga kelapa

sawit yang disesuaikan dengan tingkat permintaan dunia serta fluktuasi terhadap

nilai tukar mata uang.

Jumlah Pembeli dan penjual Tataniaga Kelapa Sawit

Aktivitas tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun

Rejo, kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung terdiri dari lembaga

tataniaga yang membentuk pola saluran tataniaga. Kelapa sawit yang

dibudidayakan diwilayah ini menghasilkan TBS, merupakan bahan baku, sehingga

selanjutnya dihasilkan produk olahan berupa CPO, selanjutnya dieksport dan atau

diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk turunan dari CPO, seperti minyak

makan, margarine, dan lain-lain. Saluran tataniaga yang terbentuk menunjukkan

aliran tataniaga kelapa sawit dari petani hingga ke pabrik. Para petani yang

mengelola aktivitas tataniaga kelapa sawit secara individu pada umumnya

ketergantungan dengan keberadaan pedagang pengumpul dan atau agen perantara.

Penelitian ini meliputi dua orang responden sebagai agen perantara, dan

tiga orang responden sebagai pedagang pengumpul. Hubungan petani dengan

agen perantara atau pedagang pengumpul dapat dikatakan bersifat tetap atau

langganan. Jual beli antara petani dan pedagang pengumpul dan atau agen

perantara tidak terikat pada suatu kontrak formal. Para petani kelapa sawit bebas

menjual hasil panen kelapa sawit kepada pedagang pengumpul atau agen

manapun. Faktor mudahnya kerjasama yang telah terjalin antara petani dan

pedagang pengumpul atau agen perantara sehingga petani berkecenderungan

menjual kepada pedagang pengumpul atau agen perantara yang sama. Antara

pedagang pengumpul/ agen perantara kelapa sawit di kecamatan Bangun Rejo

umumnya dapat dikatakan bahwa tidak terdapat persaingan. Masing–masing

pedagang pengumpul umumnya telah memiliki petani langganan, yang rutin

menyerahkan hasil panen kelapa sawit, sehingga antar pedagang pengumpul dan

agen perantara tidak harus saling bersaing untuk memperoleh pasokan TBS kelapa

sawit. Penentuan harga jual ditingkat petani biasanya dilakukan oleh pedagang

pengumpul. Penetapan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul

umumnya disesuaikan dengan harga yang ditetapkan oleh pabrik.

Jenis dan Sifat Tanaman Kelapa Sawit

43

Jenis kelapa sawit yang dikembangkan didesa Tanjung Jaya adalah jenis

tenera (persilangan jenis Dura dan Pesifera), bibit berasal dari PTPN VII Unit

Usaha Bekri. Hasil produksi tanaman kelapa sawit yang diperjualbelikan dalam

aktivitas tataniaga dalam penelitian ini berupa tandan buah segar (TBS). Dalam

tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo pada

umumnya tidak terdapat aktivitas saving (penyimpanan), sesuai dengan sifatnya

bahwa TBS gampang rusak, sehingga harus diupayakan segera sampai ke pabrik

pengolahan. Apabila TBS lebih dari dua hari baru sampai ke pabrik pengolahan

akan mengalami penurunan kualitas, sehingga rendemen akan turun.

Pada tingkat petani standar persyaratan TBS yang dijual lebih ditekankan

pada tingkat kematangan buah, dan kebersihan TBS. Pada umumnya kualitas TBS

kelapa sawit sudah memenuhi standar pabrik Komposisi fraksi tandan yang

biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen.

Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat

kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa

tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat

mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan.

Yang umumnya dikenal di kalangan petani di Indonesia ada lima fraksi TBS.

Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan

terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar maka dalam suatu

pemanenan akan diperoleh komposisi fraksi tandan yang dapat diolah. Yaitu

jumlah brondolan di pabrik sekitar 25 persen dari berat tandan seluruhnya, tandan

yang terdiri dari fraksi 2 dan 3 minimal 65 persen dari jumlah tandan, tandan yang

terdiri dari fraksi 1 maksimal 20 persen dari jumlah tandan, tandan yang terdiri

dari fraksi 4 dan 5 maksimal 15 persen dari jumlah tandan. Dalam hal ini, petani

juga memiliki pengetahuan mengenai derajat kematangan buah. Karena

pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab

jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini.

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas

(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam

keadaan lewat matang maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam

persentase tinggi lebih dari 3 persen, namun rendemen minyaknya sudah mulai

menurun. Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum

matang, selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak diperoleh juga rendah.

Seluruh kriteria ini harus dipenuhi untuk kelapa sawit berupa tandan buah segar

(TBS) yang akan dijual ke pabrik. Termasuk syarat kebersihan dari tandan buah

segar itu sendiri. Kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) harus bebas dari

kotoran, seperti sisa-sisa daun kering, dan tanah yang turut terangkut di sela-

sela buah kelapa sawit.

Hambatan dan Keluar Masuk Pasar

Hambatan keluar dan masuk pasar menjadi salah satu hal yang dapat

dijadikan landasan dalam penentuan struktur pasar yang dihadapi masing–

masing lembaga tataniaga. Tinggi rendahnya hambatan yang akan dihadapi

tergantung dari kekuatan masing–masing lembaga yang bersangkutan. Hambatan

yang terlihat dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya

kecamatan Bangun Rejo kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung,

44

44

diantaranya terkait dengan ketersediaan modal, minimnya harga yang diterima

petani, rendahnya harga yang berlaku di pasaran, terbatasnya jaringan pemasaran,

dan keterikatan yang dimiliki oleh lembaga tataniaga. Ketersediaan modal yang

minim di tingkat petani mengharuskan adanya lembaga yang mampu membantu

permodalan di tingkat petani

Antar pedagang pengumpul dan agen perantara tidak terlihat hambatan

yang cukup berarti. Masing–masing pedagang pengumpul dan agen perantara

telah memiliki petani yang rutin menyerahkan hasil panen kelapa sawit, jika

dilihat dari sisi kuantitas kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang

mampu dikumpulkan. Para petani yang mengelola aktivitas tataniaga secara

individu tidak memiliki kekuatan jaringan untuk menjual langsung kepada pihak

pabrik. Sebaliknya kemampuan pedagang pengumpul/agen perantara dalam

membina jaringan yang cukup baik dengan pihak pabrik, menjadikan sebagai

suatu kelebihan untuk memperoleh keuntungan dalam aktivitas tataniaga kelapa

sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo. Berbeda halnya dengan

hambatan keluar dan masuk pasar ditingkat pabrik, kebutuhan terhadap modal

yang besar menjadi salah satu penghambat bagi pendatang baru pedagang

pengumpul dan agen perantara. Kebutuhan biaya dalam pengiriman relatif besar

mengingat akses menuju pabrik yang harus ditempuh. Jumlah pabrik yang

tersedia untuk wilayah kabupaten Lampung Tengah khususnya di wilayah

kecamatan Bangunrejo dan sekitarnya, hanya ada 2 unit pabrik, yaitu PT. Kalirejo

Lestari dan PTPN VII Unit Usaha Bekri, maka pada saat panen raya secara

bersamaan produk TBS petani diangkut menuju pabrik sehingga terjadi antrian

panjang. Diperlukan waktu sampai 3-4 hari untuk penerimaan TBS, terjadi

peningkatan biaya angkut dan penurunan kualitas TBS, hal ini dapat menjadi

hambatan untuk memasuki pasar.

Informasi Pasar

Ketersediaan informasi pasar dalam sistem tataniaga memiliki peranan

yang penting dalam menunjang keberlangsungan aktivitas tataniaga. Informasi

pasar yang diperlukan oleh lembaga tataniaga diantaranya mencakup kondisi

pasar, jenis dan mutu produk yang diinginkan, serta yang paling utama adalah

mengenai informasi harga pasar yang berlaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan

yang diungkapkan oleh Hammond dan Dahl (1977) bahwa informasi pasar dapat

digunakan oleh para pelaku pasar dalam mengarahkan keputusan yang akan

diambil dalam mengendalikan lingkungan pasar yang dihadapi.

Berdasarkan hasil wawancara, suplai kelapa sawit berupa tandan buah segar

(TBS) yang didapat oleh pihak agen perantara ataupun pabrik, tidak hanya berasal

dari para petani yang berada di wilayah kecamatan Bangun Rejo saja, juga berasal

dari petani kecamatan lain di lain wilayah, bahkan dari kabupaten lain, seperti

kabupaten Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Selatan. Dan Way Kanan.

Pada proses penetapan harga cendrung tidak dilakukan tawar menawar. Petani

menawar lebih tinggi apabila ia menjual kepada pedagang pengumpul. Apabila

menjual melalui agen perantara harga yang diberikan lebih besar, menyesuaikan

tingkat harga di pabrik. Dalam hal ini pihak pabrik memiliki bargaining position

lebih kuat. Produk TBS petani harus segera dijual, berapapun jumlahnya sesuai

tingkat harga yang ditetapkan oleh pabrik pengolahan.

45

Pedagang pengumpul dan agen perantara melakukan fungsi-fungsi

pemasaran, seperti fungsi pertukaran dan fungsi penjualan serta fungsi pembelian.

Pedagang pengumpul dan agen perantara di kecamatan Bangun Rejo berjumlah

cukup banyak. Dalam penelitian ini terdapat tiga responden pedagang pengumpul

dan dua agen perantara, yang menjadi tujuan pemasaran TBS kelapa sawit petani.

Menurut informasi dari salah satu agen perantara pada saat penelitian, di wilayah

desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo terdapat dua agen perantara, dan

delapan pedagang pengumpul. Responden pedagang pengumpul atau agen

perantara tersebut hanya menjual kepada satu atau dua pihak mitra penjualan

yaitu pabrik pengolahan yang sudah menjadi pembeli langganan untuk setiap

periode penjualan. Pedagang pengumpul memperoleh pasokan TBS kelapa sawit

dari responden petani. Penentuan harga dilakukan oleh pedagang pengumpul dan

agen perantara berdasarkan informasi dari pihak pabrik pengolahan.

Dalam proses pembelian masing–masing pedagang pengumpul telah

memiliki petani langganan. Sementara itu, pihak agen sebagai mitra dari pihak

pabrik memiliki kekuatan untuk bersedia membayar sesuai harga pabrik, setelah

dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan Berdasarkan fakta yang terlihat

dilapangan, terdapat perbedaan penetapan harga jual di masing–masing pedagang

pengumpul, seperti dapat dilihat pada lampiran. Hal tersebut menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan kekuatan diantara pedagang pengumpul. Pada kegiatan

transaksi penjualan kelapa sawit antara pedagang pengumpul dengan pihak pabrik

pengolah, harga jual yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga jual

yang diberikan pihak agen perantara. Namun, dalam hal ini tidak ada perjanjian

yang mengikat untuk transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan

pabrik pengolah.

Hal serupa juga berlaku bagi agen perantara. Sistem kepercayaan yang telah

berlangsung dengan baik antara agen perantara dengan pihak pabrik menjadikan

agen perantara lebih efisien dalam melakukan penjualan kalapa sawit kepada

pihak pabrik pengolahan. Peran agen perantara murni sebagai penghubung antara

pihak petani dengan pihak pabrik pengolahan.

Praktik Penjualan dan Pembelian

Pola saluran tataniaga yang terbentuk dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit

di Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo memperlihatkan bahwa praktik

pembelian dan penjualan dijalankan oleh seluruh lembaga tataniaga yang terlibat

kecuali ditingkat petani yang hanya menjalankan kegiatan penjualan. Saluran

tataniaga yang terbentuk diawali dari pihak petani yang menjual hasil panen

kelapa sawit. Pada saat penelitian, petani kelapa sawit di desa Tanjungjaya

memasarkan produk TBS secara individu, tidak melalui kelompok, kendati

sebagian besar petani responden, 28 orang (81,25 %) adalah anggota kelompok

tani, petani menjual hasil panennya berupa TBS (tandan buah segar) kepada

pedagang pengumpul dan agen perantara. Sementara itu bagi petani yang

memasarkan kelapa sawit secara langsung kepada agen perantara (supplier)

maupun pedagang pengumpul tidak mengeluarkan biaya pasca panen karena

petani tidak melakukan penanganan khusus pada hasil panen berupa tandan buah

segar (TBS), selain menjaga kualitas TBS setelah panen, yaitu menjaga

kematangan buah TBS, menjaga kebersihan TBS, membersihkan kotoran sisa-sisa

46

46

daun dari buah TBS, membuang bonggol panjang, dan langsung menjual kepada

pedagang pengumpul atau agen perantara.

Pedagang pengumpul atau agen perantara membeli dan mengangkut TBS

dari para petani yang sudah menjadi langganan setiap periode penjualan.

Pedagang pengumpul selanjutnya akan menjual hasil kelapa sawit kepada pihak

pabrik pengolahan, melalui DOP (surat izin masuk ke pabrik pengolahan) milik

agen perantara. Transaksi jual beli yang dilakukan antara pedagang pengumpul,

agen perantara dengan pihak pabrik pengolahan dilakukan secara bebas tanpa

ada kontrak tertentu yang mengikat kedua belah pihak. Sementara itu pada pihak

agen perantara, barang yang di terima dari petani sudah dalam kondisi siap

langsung diangkut ke pabrik. Sedangkan pada pedagang pengumpul, tidak

langsung diangkut ke pabrik, tetapi dikumplkan terlebih dahulu di halaman rumah

pedagang pengumpul untuk dilakukan penggabungan dengan TBS milik petani

lain, untuk selanjutnya di angkut ke pabrik.

Sistem Penentuan Harga

Tingkat pendapatan petani tentunya sangat dipengaruhi dengan tingkat

harga yang diperoleh dalam memasarkan suatu komoditi. Hal tersebut juga

Nampak dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit yang dijalankan oleh petani

kelapa sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan Bangunrejo. Perbedaan kualitas

produk TBS, sebagai akibat perbedaan kualitas kematangan buah, kebersihan di

tingkat petani memberikan dampak dalam mekanisme penentuan harga jual

kelapa sawit di tingkat petani. Hal tersebut memberikan gambaran mengenai

perbedaan (bargaining position) yang dihadapi oleh petani kelapa sawit.

Pada pola tataniaga saluran I, petani menjual produk TBS ke pabrik

melalui agen perantara. Penentuan harga ditingkat petani adalah berdasarkan

harga yang berlaku di pabrik pada saat itu yang dapat juga diinformasikan oleh

agen perantara. Pada saat penelitian harga di tingkat pabrik Rp.750,- per kg TBS.

Harga yang diterima petani adalah harga di tingkat pabrik dikurangi biaya-biaya

yang dikeluarkan oleh agen perantara, seperti biaya panen dan angkut, maka rata-

rata harga yang diterima petani sebesar Rp.595 per kg TBS.

Tabel.6 harga beli, harga jual dan Keuntungan pada masing-masing pola

saluran tataniaga TBS kelapa sawit.

Saluran ke Nama Harga

beli

(Rp/Kg)

Total biaya

(Rp)

Harga

jual

(Rp/Kg)

Keuntungan

(Rp)

Saluran I Marhabi 595.4 113 750 41.25

Masduki 595 107 750 48

Jumlah 1190.4 220 1500 89.25

Rata-rata 595,2 110 750 45

Saluran II Sarjono 462.5 155 750 152.5

Ngatno 483.33 146.66 750 120

Tutur 525 126.66 750 111.67

Jumlah 1470.83 428.32 2250 384.17

Rata-rata 490 143 750 128

47

Pada pola tataniaga saluran II, petani menjual TBS ke pabrik melalui

pedagang pengumpu. Pada pola ini penetapan harga lebih ditentukan oleh

pedagang pengumpul, posisi tawar petani rendah untuk mengajukan harga jual.

Harga beli yang ditentukan oleh pedagang pengumpul tersebut merupakan

penyesuaian terhadap harga jual yang ditawarkan oleh pihak pabrik PKS. Pada

pola ini harga TBS yang diterima petani Rp.490 per kg TBS. Harga ini setelah

memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.

Harga beli dan harga jual menurut pola saluran tataniaga I dan II, dapat dilihat

pada Tabel 6.

Harga pembelian TBS di pabrik PKS PT Kalirejo Lestari sebesar Rp. 750

per kg yang ditetapkan pihak pabrik setelah memperhitungkan biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan minyak sawit (CPO), rendemen dan tingkat

harga CPO dalam dan luar negeri. Sementara harga di pabrik PTPN VII berkisar

Rp 700,- hingga Rp 725,- per kg TBS. Apabila dibandingkan dengan harga rata-

rata TBS menurut kesepakatan tim penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit

PR, bulan November-Desember 2012, bulan November Rp 1.060,41, dan bulan

Desember Rp 996,36 per kg TBS (Lampiran 6), berarti harga TBS pabrik PT

Kalirejo Lestari dan PTPN VII jauh dibawah harga kesepakatan.

Sistem Pembayaran

Petani menerima pembayaran hasil penjualan TBS dari pabrik pengolahan

kepada semua petani yang terlibat baik yang menerapkan pola tataniaga saluran I

dan pola tataniaga saluran II dalam bentuk uang tunai. Pada pola tataniaga saluran

I, petani menerima uang tunai setelah TBS petani diterima di pabrik dan diketahui

berat bersih yang tertera dalam kartu timbang. Contoh kartu timbang dapat dilihat

pada Lampiran 8. Pembayaran biasanya dilakukan langsung oleh agen perantara

berdasarkan volume penjualan yang tertera dalam kartu timbang dan dikurangi

biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh agen perantara.

Pada pola tataniaga saluran II, petani menerima pembayaran langsung dari

pedagang pengumpul disesuaikan dengan total volume penjualan masing-masing.

Volume TBS diketahui setelah ditimbang di kebun petani. Sistem pembayaran

transfer dilakukan antara agen perantara dan pihak pabrik, berdasarkan volume

penjualan total dari masing-masing agen perantara. Langsung masuk ke rekening

bank agen yang bersangkutan .

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

Kerjasama yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terdapat dalam pola

saluran tataniaga kelapa sawit di desa Tanjungjaya, kecamatan Bangunrejo adalah

antara pedagang pengumpul dengan petani, antara agen perantara dengan petani,

antara pedagang pengumpul atau agen perantara dengan pabrik pengolahan.

Kerjasama yang dilakukan adalah terkait mengenai informasi harga, besaran

potongan sortasi dari pihak pabrik, selanjutnya disampaikan meluas kepada petani

melalui agen perantara atau pedagang pengumpul, bantuan panen, bantuan

angkutan TBS kepada para petani yang memerlukan. Kerjasama juga dalam

bentuk pemberian pinjaman sementara dari agen perantara kepada petani yang

memerlukan, dan dikembalikan dari penjualan TBS berikutnya. Bantuan pinjaman

48

48

ini juga sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan pasokan kelapa sawit berupa

TBS dari para petani kepihak pedagang pengumpul atau agen perantara. Dalam

pemberian pinjaman selain didasari oleh adanya hubungan dagang tetapi juga rasa

saling percaya antara petani dengan pihak pedagang pengumpul dan atau agen

perantara.

Analisis Marjin Tataniaga

Penentuan tingkat efisiensi suatu sistem tataniaga dapat dilakukan melalui

pendekatan análisis marjin tataniaga. Marjin tataniaga adalah penjumlahan dari

seluruh biaya pemasaran/tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dan

besarnya keuntungan yang diambil dalam aktivitas penyaluran komoditas dari

lembaga tataniaga yang satu ke lembaga tataniaga lainnya. Marjin tataniaga yang

diperhitungkan dalam penelitian ini berdasarkan pada pola saluran tataniaga yang

terbentuk dalam aktivitas tataniaga TBS kelapa sawit di desa Tanjungjaya

kecamatan Bangunrejo. Dalam penelitian ini, marjin tataniaga dapat dilihat di

masing-masing lembaga tataniaga maupun secara keseluruhan di setiap saluran

tataniaga.

Tabel 7. Margin Tataniaga

Saluran Tataniaga

I II

Harga Beli (Rp/Kg) 595,4 490

Harga Jual (Rp/Kg) 750 750

Farmer’s Share (%) 79.33 65.33

Margin (%) 20.67 34.67

Perhitungan marjin diperoleh dari nilai selisih antara harga jual dan harga

beli disetiap lembaga tataniaga serta selisih antara harga ditingkat petani dengan

harga di tingkat lembaga tataniaga akhir yang terdapat dalam pola saluran

tataniaga yang terbentuk. Beberapa komponen yang diperhitungkan dalam

penentuan marjin tataniaga meliputi biaya pemasaran atau tataniaga dan

keuntungan yang diperoleh. Biaya pemasaran atau tataniaga merupakan seluruh

biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan kelapa sawit

dari kecamatan Bangunrejo sampai ke pihak pabrik pengolahan maupun sampai

ke tangan pihak eksportir. Penentuan efisiensi menurut marjin tataniaga pada

suatu saluran dilihat dengan membandingkan nilai marjin yang ada pada setiap

saluran. Semakin kecil marjin yang diperoleh maka saluran tataniaga tersebut

dianggap semakin efisien.

Pada saluran I pengelolaan penjualan dilakukan petani langsung ke pabrik

melalui agen perantara, harga yang diterima petani adalah harga pabrik setelah

dikurangi biaya panen atau angkut yang dilakukan agen perantara. Harga TBS

rata-rata yang diterima petani melalui saluran ini Rp 595,4- per kg. Sementara

pada saluran II petani kelapa sawit menjual melalui pedagang pengumpul, pada

tingkat ini petani menerima hasil penjualan TBS langsung dari pedagang

pengumpul. Harga rata-rata yang diterima petani melalui saluran ini terlihat lebih

rendah, yaitu Rp 490,- per kg TBS. Selanjutnya pedagang pengumpul menjual ke

pabrik melalui agen perantara. Rincian biaya, harga beli dan harga jual perpetani

kelapa sawit desa Tanjung Jaya dapat dilihat pada Lampiran 7.

49

Pada saat penelitian kelompok-kelompok tani atau gabungan kelompok-

kelompok tani di desa Tanjung Jaya tidak melakukan kegiatan pemasaran

bersama. Sesungguhnya apabila kegiatan pemasaran bersama ini dilakukan oleh

kelompok tani maupun gabungan kelompok tani akan memberi keuntungan bagi

petani. Keuntungan yang dinikmati pedagang pengumpul atau agen perantara

selama ini dapat dinikmati para petani. Peran pemerintah untuk membina petani

dalam pemasaran sawit melalui Gabungan Kelompok Tani atau Koperasi sangat

diperlukan. Keberadaan dan status KUD Rukun Tani Jaya desa TanjungJaya

harus diperjelas dan diharapkan aktif kembali.

Biaya tata niaga pada saluran I rata-rata sebesar Rp 110,- lebih kecil bila

dibandingkan dengan biaya tata niaga pada saluran II, rata-rata sebesar Rp 143,-

Besarnya harga beli, harga jual dan biaya serta keuntungan masing-masing pola

saluran tata niaga dapat dilihat pada Tabel berikut. Keuntungan lebih besar

terdapat pada pola saluran tataniaga II dengan keuntungan rata-rata sebesar Rp

117,-per kg TBS, Keuntungan yang tinggi ini akibat pedagang pengumpul

memanfaatkan situasi, pada saat terjadi panen raya, petani ingin segera

mendapatkan uang maka petani memilih untuk segera menjual kepada pedagang

pengumpul. Pengangkutan ke pabrik tidak dilakukan langsung, karena terkadang

harus menunggu TBS petani lain untuk efisiensi pengangkutan, sehingga

kapasitas truk angkutan bisa terpenuhi, sekitar 10 ton. Sementara itu, pada

saluran tataniaga I memiliki keuntungan lebih kecil dengan nilai keuntungan

sebesar Rp 44,6,- per kilogram TBS. Pada saluran ini petani menjual TBS

langsung ke pabrik, melalui agen. Biasanya proses panen, sortasi dan

pengangkutan dilakukan agen perantara.

Peningkatan kualitas kelapa sawit ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran

biaya tataniaga ditingkat petani. Peningkatan kualitas akan memperkecil marjin

tataniaga pada saluran tataniaga II.

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dalam suatu

aktivitas tataniaga dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Nilai farmer’s share

diperoleh melalui perbandingan harga yang diterima ditingkat petani terhadap

harga yang dibayar ditingkat konsumen akhir. Pada penelitian ini, lembaga yang

dijadikan sebagai konsumen akhir dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit adalah

pihak pabrik pengolahan. menggunakan tingkat harga jual tandan buah segar saat

dijual di pabrik.

Nilai farmer’s share memiliki hubungan yang negative dengan nilai marjin

pemasaran yang terbentuk dalam suatu saluran tataniaga. Semakin tinggi farmer’s

share yang diperoleh petani pada suatu saluran tataniaga maka saluran tersebut

dinilai efisien. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa farmer’s share yang

tinggi tidak selalu mencerminkan bahwa aktivitas tataniaga tersebut berjalan

efisien. Hal ini tergantung dari upaya yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang

terlibat dalam memberikan value added pada produk sehingga produk yang

dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen. Nilai farmer’s share yang

diterima oleh petani dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung jaya

kecamatan Bangun Rejo dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data yang tersaji

pada Tabel 8, bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran

50

50

tataniaga I dengan nilai farmer’s share sebesar 79,33%. Dalam penelitian ini

penelusuran saluran tataniaga dilakukan hingga tingkat pabrik pengolahan, sama

halnya dengan saluran II.

Sementara itu pada saluran II nilai farmer’s share yang dihasilkan pada

masing–masing saluran adalah 65,33 persen. Pada saluran II terdapat pengulangan

pelaksanaan fungsi tataniaga yang sama antar lembaga tataniaga. Misalnya saja

ditingkat petani telah melakukan pensortiran dan pembuangan tangkai TBS yang

terlalu panjang serta pembersihan tandan dari dedaunan maupun yang dapat

menurunkan kualitas TBS. Namun terkadang hal tersebut tidak dilakukan cukup

baik sesuai stándar kualitas yang ditentukan, sehingga agen perantara pada saluran

I harus melakukan pensortiran kembali. Pengulangan pelaksanaan ini akan

mengakibatkan biaya tataniaga yang berlipat yang akan mempengaruhi penentuan

harga yang akan dibayar oleh konsumen akhir sehingga harga yang diterima

konsumen semakin tinggi dan persentase terhadap harga ditingkat petani akan

semakin kecil. Pada saluran I dan II, sumber informasi harga ditingkat pabrik

diperoleh langsung dari pihak pabrik pengolahan. Pada perhitungan nilai

farmer’s share juga dirumuskan perubahan farmer’s share yang akan diterima

petani apabila dilakukan peningkatan kualitas TBS yang dijual petani.

Tabel 8. Farmer’s Share berdasarkan pola saluran tataniaga

Saluran Tataniaga

Harga di

Tingkat

Petani

(Rp/kg)

Harga di Tingkat

Pabrik Pengolahan

(Rp/kg) Farmer’s Share (%)

Saluran I 595 750 79,33

Saluran II 490 750 65,33

Rasio Keuntungan dan Biaya

Biaya tataniaga merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga

tataniaga dalam menyalurkan TBS kelapa sawit dari tingkat petani hingga tingkat

konsumen akhir yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram TBS.

Sedangkan nilai keuntungan diperoleh dari selisih marjin tataniaga dengan biaya

tataniaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga. Rasio

keuntungan terhadap biaya dalam saluran tataniaga menunjukkan besarnya

keuntungan yang akan diperoleh setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan untuk

biaya tataniaga. Rincian mengenai keuntungan dan biaya yang terdapat pada

masing –masing saluran tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan

Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pada saluran tataniaga I total biaya yang dikeluarkan adalah Rp110,-

per kilogram TBS. Petani dalam saluran II mengeluarkan biaya tataniaga sebesar

Rp.143 per kilogram TBS. Dalam membandingkan tingkat rasio keuntungan

terhadap biaya tataniaga dari masing – masing saluran juga perlu dilakukan

penyamaan standarisasi kualitas kelapa sawit yang diperjualbelikan ditingkat

petani pada setiap saluran tataniaga yang terbentuk.

Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadi penambahan biaya

51

tataniaga yang dikeluarkan dalam menjalankan tataniaga kelapa sawit pada

saluran II. Namun, hal ini dinilai efisien karena penambahan biaya yang dilakukan

bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada tandan buah segar yang

diperdagangkan melalui adanya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ini

juga sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen akhir pada saluran ini

yaitu pihak pabrik pengolahan. Petani, pedagang pengumpul, dan agen perantara

membersihkan bonggol TBS yang panjang, membersihkan sisa-sisa ampas TBS

yang kotor, membuang TBS yang kosong, buah yang busuk dan kurang segar,

serta memnuhi syarat rendemen TBS yang ditentukan oleh pabrik pengolahan

yaitu sebesar 18-20 persen. Penetapan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga

berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rasio pada

saluran I dinilai relatif lebih efisien karena dapat dilihat bahwa biaya tataniaga

yang dikeluarkan pada saluran I relatif lebih rendah dibandingkan pada saluran II.

Saluran I mampu menghasilkan kualitas kelapa sawit yang setara dengan saluran

II dengan mengeluarkan biaya tataniaga paling rendah dibandingkan saluran

lainnya.

Sementara itu, perbedaan keuntungan diantara pedagang pengumpul

diakibatkan adanya pelaksanaan fungsi tataniaga yang berbeda diantara

pedagang pengumpul dan agen perantara. Hal ini mengakibatkan posisi

pedagang pengumpul I lebih baik dalam menjamin kualitas produk kelapa sawit

yang dijual sehingga dapat memperoleh marjin yang lebih tinggi yang

mengakibatkan tingginya keuntungan yang dapat diperoleh. Melalui nilai marjin

juga dapat dilihat bahwa pada saluran tataniaga I, marjin yang didaotkan lebih

kecil dibandingan marjin tataniaga pada saluran II.

Tabel 9. Rasio Keuntungan dan Biaya

Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga

I II

Pedagang Pengumpul

Πi (Rp) 45 -

Ci (Rp) 110 -

Rasio πi/Ci 0,4 -

Agen Perantara Πi (Rp) - 117

Ci (Rp) - 143

Rasio πi/Ci - 0,81

Dalam membandingkan tingkat rasio keuntungan terhadap biaya

tataniaga dari masing – masing saluran juga perlu dilakukan penyamaan

standarisasi kualitas kelapa sawit yang diperjualbelikan di tingkat petani pada

setiap saluran tataniaga yang terbentuk. Berikut ini adalah rumusan perhitungan

rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjungjaya

setelah dilakukan penyetaraan standar kualitas TBS kelapa sawit dengan

meningkatkan kualitas TBS dan penyetaraan rendemen TBS sebesar 18-20

persen. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9, menunjukkan bahwa setelah

adanya peningkatan kualitas terhadap TBS terjadi penurunan pada nilai rasio

keuntungan terhadap biaya pada saluran I dengan nilai masing – masing yaitu

52

52

0,4 dan pada saluran II sebesar 0,81.

Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadi penambahan biaya

tataniaga yang dikeluarkan dalam menjalankan tataniaga kelapa sawit pada

saluran II. Namun, hal ini dinilai efisien karena penambahan biaya yang

dilakukan bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada TBS yang

diperdagangkan melalui adanya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas

ini juga sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen akhir pada saluran

ini yaitu pihak pabrik pengolahan. Penetapan rasio keuntungan terhadap biaya

tataniaga baik berdasarkan data yang tersaji pada Lampiran 8 maupun Tabel 9

menunjukkan bahwa nilai rasio pada saluran I dinilai relatif lebih efisien karena

dapat dilihat bahwa biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran I relatif lebih

rendah dibandingkan pada saluran II. Pada Tabel 9 saluran I mampu

menghasilkan kualitas TBS yang setara diantara saluran II yang ada dengan

mengeluarkan biaya tataniaga paling rendah dibandingkan saluran II.

Efisiensi Tataniaga

Efisiensi merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam suatu

aktivitas tataniaga. Sistem tataniaga dapat dikatakan terlaksana secara efisien

apabila kepuasan dari setiap pihak atau lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan

sistem tataniaga dapat tercapai. Pihak atau lembaga tidak hanya terdiri dari para

pelaku yang terlibat dalam proses penyaluran produk, melainkan hingga tingkat

konsumen akhir. Hal yang dapat dijadikan sebagai indicator penentu efisiensi dari

Suatu aktivitas tataniaga diantaranya pola saluran tataniaga yang terbentuk,

penerapan fungsi tataniaga dalam penyaluran produk, struktur pasar, perilaku

pasar dan nilai marjin tataniaga serta farmer’s share yang terbentuk.

Pada penentuan efisiensi tataniaga kelapa sawit di Kecamatan Bangunrejo

dilakukan penyetaraan standarisasi kualitas tandan buah segar pada setiap saluran

tataniaga untuk membandingkan nilai efisiensi masing–masing saluran.

Komponen–komponen yang diperhitungkan dalam menentukan nilai efisiensi

tataniaga diperoleh dari hasil perhitungan pada kondisi kualitas TBS kelapa sawit

dengan rendemen sebesar 18-20 persen.

Tabel 10. Nilai Efisiensi Pemasaran pada masing–masing Pola Saluran

Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan Bangunrejo

Saluran

Tataniaga

Harga di

Tingkat

Petani

(Rp/kg)

Harga di

Pabrik (Rp

/ kg)

Marjin (%) Farmer’s

Share (%)

π/C

Saluran I 595 750 20,67 79,33 0,4

Saluran II 490 750 34,67 65,33 0,8

Tabel 10 menyajikan data mengenai nilai efisiensi tataniaga pada setiap

pola saluran tataniaga yang terbentuk dengan kondisi produk kelapa sawit dengan

kualitas yang relatif sama pada masing–masing saluran yaitu dengan kadar

rendemen sebesar 18-20 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat dari nilai

53

marjin dan farmer’s share maka saluran I relatif lebih efisien dibandingkan

saluran II, dengan nilai marjin sebesar 20,67 persen dan farmer’s share 79,33%,

volume produksi sebesar 71,85 ton atau sebesar 69,7%. Nilai rasio yang

dihasilkan lebih kecil, hal ini diduga akibat karakteristik dari lembaga yang

terlibat, tidak mengejar keuntungan dan pihak agen perantara yang menjadikan

aktivitas tataniaga yang dijalankan sebagai usaha sampingan sehingga tidak

memperhitungkan tingkat keuntungan yang diperoleh dengan menjalankan

kegiatan tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisa sistem

tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten

Lampung Tengah, Provinsi Lampung dapat ditarik beberapa kesimpulan

diantaranya :

1. Proses tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya yang dimulai dari petani

sebagai penghasil (produsen) hingga pabrik pengolahan, melibatkan beberapa

lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit di

lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul dan agen perantara. Saluran

yang paling banyak digunakan oleh petani responden dalam memasarkan

kelapa sawitnya adalah saluran pemasaran yang melibatkan agen perantara

dalam hal ini digambarkan pada saluran tataniaga I. Hal ini disebabkan

karena petani mendapatkan harga jual yang lebih besar sehingga keuntungan

yang diterima petani juga relatif lebih besar dibandingkan pada saluran

tataniaga II. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi

fasilitas sudah berjalan relatif baik, namun belum dilaksanakan secara tepat

oleh beberapa lembaga pemasaran khususnya petani.

2. Petani yang menjalani aktivitas tataniaga melalui saluran I memperoleh

pendapatan yang lebih baik, karena harga jual kelapa sawit yang di terima

petani lebih besar dibandingkan saluran II. Terdapat 17 orang petani

responden (53,12 persen) yang melakukan pemasaran kelapa sawitnya

melalui agen perantara dan 15 orang (46,88 persen) petani responden yang

melakukan pemasaran kelapa sawitnya kepada pedagang pengumpul. Petani

yang melakukan penjualan kelapa sawit melalui agen perantara memperoleh

harga jual yang lebih tinggi yaitu pada harga Rp 595,- per kilogram tandan

buah segar dibandingkan dengan petani yang melakukan penjualan melalui

pedagang pengumpul yaitu hanya Rp 490,- per kilogram tandan buah segar.

3. Hasil analisis pemasaran menunjukkan bahwa pada masing-masing lembaga

pemasaran terlihat bahwa marjin keuntungan dan marjin biaya yang

ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda sesuai

dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masin lembaga

pemasaran. Nilai marjin pada saluran I sebesar 20,67 persen dan nilai marjin

pada saluran II sebesar 34,67 persen. Secara operasional dari kedua saluran,

54

54

saluran I merupakan saluran yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin

pemasaran yang rendah, nilai farmer’s share yang paling tinggi. Namun,

pada nilai rasio π/C saluran ini memiliki nilai terkecil yaitu 0,4. Saluran ini

dinilai sebagai alternatif saluran yang efisien karena tercapainya

kesejahteraan petani yang terlibat dalam saluran ini terlihat dari nilai marjin

dan farmer’s share yang dihasilkan dan dengan volume penjualan 71,85 ton

atau sekitar 69,7 persen dari total produksi petani.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung

Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung,

hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan

produksi kelapa sawit untuk mendukung kegiatan tataniaga kelapa sawit, yaitu :

1. Petani di desa Tanjung Jaya sebaiknya melakukan pemasaran dan penjualan

kelapa sawit dengan melibatkan agen perantara..

2. Petani di desa Tanjung Jaya sebaiknya melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat

mengembangkan efisiensi dari pemasaran kelapa sawit. Salah satu contohnya

adalah pengembangan efisiensi dari pemasaran kelapa sawit melalui pengolahan

kelapa sawit yang baik dan benar agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh

pabrik pengolahan serta memiliki nilai tambah pada penjualan.

3. Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Perkebunan dan pihak instansi

swasta terkait, dapat menambah jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit dengan

daya tampung yang lebih besar. Sehingga saat panen berlimpah, semua hasil

panen kelapa sawit dapat ditampung dan di produksi, hal ini juga dapat

mengurangi resiko kerugian bagi para pelaku tataniaga.

DAFTAR PUSTAKA

[BKP] Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Direktori

Pengembangan Konsumsi Pangan 2011. Jakarta: Badan Ketahanan

Pangan

[BPS] Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. 2010. Statistical Yearbook of

Indonesia 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistika

[DISBUN] Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Statistik Komoditas Kelapa

Sawit. 2010-2011

[DISBUN] Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Statistik Komoditas Kelapa

Sawit. 2005-2010

[[KPPBUMN] Kantor Pelayanan Pajak BUMN. 2005. Ketentuan Rendemen dan

Bagi Hasil. Jakarta: Badan Usaha Milik Negara

Asmarantaka RW, Kusnadi N, editor. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian

dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Bogor: IPB Press

Dahl DC, Hammond I. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural

Industry. United State: Mc. Graw-Hill, Inc

Kartasasmita G. 1996. Pembangunan Sektor Pertanian dan Industri. Jakarta.

Kohl RL, Uhl JN. 1985. Marketing of Agricultural Products. New York: The

Macmillan Company

55

Kohl RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. London: New York

an Coller Macmillan Publishing

Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Lestari. 2006. Analisis Efisensi Penggunaan factor-Faktor Produksi dan

Pendapatan Petani Kelapa sawit lahan kering [skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Limbong WH, Sitorus P. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Program Studi

Manajer Koperasi Unit Desa (KUD). Bogor: Fakultas Politeknik

Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Lubis U Adlin. 1994. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis

Guineensis Jack). Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-Ilmu

Sosial Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Tani, Nilai Tambah, dan Saluran

Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik Aceh Tengah

[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Peranginangin. Boyle. Analisis Tataniaga Markisa Ungu Di Kab. Karo [skripsi].

Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Sihombing. Agus. Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sutardja E. 2008. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Jakarta: Bumi Aksara

Sukartawi, 2000. Pengantar Agroindustri dan Agribisnis. Jakarta. Prenhalindo

Tomek W.G, Robinson K.L. 1990. Agricultural Product Prices Third

Edition.New York : Cornell University Press.

Yenni. 2005. Optimalisasi Pengadaaan Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku

[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

56

56

Lampiran 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Provinsi Lampung 2011

No Pengusahan Luas areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas

(Kg/ha)

Jumlah

Petani (kk) Keterangan

1 Perkebunan Rakyat (PR) 82.670 167.820 2914 118100 Minyak Sawit

2 Perkebunan Besar (PBS) 100.159 195.097 3165 - Minyak Sawit

3 Perkebunan Negara (PBN) 11.787 27.989 3052 - Minyak Sawit

Jumlah 194.616 390.906 3.044

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung

57

57

57

Lampiran 2. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR)

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011

No KOMODITI

KOMPOSISI LUAS

AREAL (ha) JUMLAH

(ha)

PRODUKSI

(TON)

PRODUKTIVITAS

(Kg/Ha)

JUMLAH

PETANI

PEKEBUN

(KK)

BENTUK

HASIL TBM TM TR

TANAMAN

TAHUNAN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Aren

Kelapa dalam

Kelapa hibrida

Karet

Kelapa sawit

Kapuk

Jambu mete

Kemiri

Kenanga

Jarak merah

Jarak pagar

7

801

-

2.575

2.131

25

12

-

-

-

-

38

13.553

-

628

8.389

183

10

-

-

-

-

-

881

-

-

17

-

-

-

-

-

-

45

15.235

-

3.203

10.537

208

22

-

-

-

-

8

13.871

-

681

25.541

36

4

-

-

-

-

211

1.023

-

1.084

3.045

197

400

-

-

-

-

64

21.764

-

4.004

15.053

347

31

-

-

-

-

Gula merah

Kopra

Kopra

Slab

Minyak sawit

Serat

Biji kering

Biji kering

Bunga kering

Minyak jarak

Minyak jarak

Jumlah 5.551 22.801 898 29.250 40.141 - 41.263 -

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung

58

58

Lampiran 3 Luas Areal, Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Kecamatan Bangun Rejo, dan Jenis Tanaman di Kabupaten Lampung Tengah

Tahun 2011

No KOMODITI

KOMPOSISI LUAS

AREAL (ha)

JUMLAH

(ha)

PRODUKSI

(TON)

PRODUKTIVITAS

(Kg/Ha)

JUMLAH

PETANI

PEKEBUN

(KK)

BENTUK

HASIL TBM TM TR

TANAMAN

TAHUNAN

1

2

3

4

5

6

7

Aren

Kelapa dalam

Karet

Kelapa sawit

Kapuk

Jambu mete

kakao

2

225

157

451

-

-

46

2

947

21

1.854

-

-

247

-

-

-

-

-

-

2

4

1.172

178

2.305

-

-

295

4

1.136

25

5.933

-

-

309

2000

1.200

1.200

3.200

-

-

1.250

77

1.888

111

1.700

-

-

598

Gula merah

Kopra

Slab

CPO

Serat

Biji kering

Jumlah 881 3.071 2 3.954 7.407 4.372.00

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung

59

59

59

Lampiran 4 Unit Pengolahan Hasil kelapa sawit Perusahaan Negara dan Swasta Provinsi Lampung Tahun 2012

NO.

KOMODITAS OLAHAN

dan NAMA

PERUSAHAAN

UNIT KAPASITAS

TERPASANG LOKASI BAHAN OLAHAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

KELAPA SAWIT/CPO

PT. Sumber Indah Perkasa

PT. Sumber Indah Perkasa

PT. Menggala Sawitindo

PT. Tunas Baru Lampung

(Sungai budi Grup)

PT. Kriya Swarna Pubian

PT. Kalirejo Lestari

PTP. Nusantara VII

PTP. Nusantara VII

PT. Garuda Bumi Perkasa

PT. Tunas Baru Lampung

(Sungai Budi Grup)

PT. Lampung Inter Pertiwi

PT. Agro Bumi Waras

(Sungai Budi Grup)

PT. Palm Lampung P.

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

60 Ton TBS/Jam

61 Ton TBS/Jam

40 Ton TBS/Jam

60 Ton TBS/Jam

30 Ton TBS/Jam

30 Ton TBS/Jam

40 Ton TBS/Jam

25 Ton TBS/Jam

60 Ton TBS/Jam

80 Ton TBS/Jam

45 Ton TBS/Jam

45 Ton TBS/Jam

60 Ton TBS/Jam

Tulang Bawang

Tulang Bawang

Tulang Bawang

Lampung Tengah

Lampung Tengah

Lampung Tengah

Lampung Tengah

Lampung Selatan

Mesuji

Mesuji

Mesuji

Lampung Utara

Way Kanan

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

TBS

Jumlah 13

60

60

61

61

61

Lampiran 5 Berita acara penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi

perkebunan bulan November 2012

62

62

Lampiran 6 Biaya, Harga Beli, dan Harga Jual Kelapa Sawit Desa Tanjungjaya Pada Pola Saluran Tataniaga I

No. Nama Agen/Petani

Luas

Lahan

(Ha)

Produktivitas

(ton/Ha)

Jumlah

Produksi

(ton)

Biaya Jumlah

Biaya

Harga Beli

(Rp/Kg)

Harga Jual TBS

Pabrik (Rp/Kg)

Panen

(Rp/Kg)

Angkut

(Rp/Kg)

Ampera

(Rp/Kg)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

I MARHABI

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Sutarno

Hi. Ato

Marhabi

Zuhari

Ganda

Asep Nurdin

Abdul

Sarjono

Didin

Yani

Uyun

Junaedi

1.5

3

3

6

1

3

1.5

2

1.5

1

1.5

2

1.7

1.5

1

2.3

1.6

2

2

1.5

2

1.4

1.5

1.75

2.6

4.5

3

13.8

1.6

6

3

3

3

1.4

2.25

3.5

50

50

40

50

40

50

50

50

50

50

50

50

40

70

60

60

50

50

40

50

40

50

60

50

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

100

130

110

120

100

110

100

110

100

110

120

110

425

700

650

725

450

425

700

600

425

600

725

620

750

750

750

750

750

750

750

750

750

750

750

750

Jumlah I 27 1,76 47,65 580 620 120 1320 7145 9000

Rata-rata 110 595,4 750

II MASDUKI

1

2

3

4

5

Sukatman

Suyono

Deden

Entang

Rukhiyat

5.5

5

0.5

0.5

1.5

1.45

2.4

1.6

2

1.6

8

12

0.8

1

2.4

50

50

50

40

50

60

60

40

40

60

10

10

10

10

10

120

120

100

90

120

625

700

600

525

525

750

750

750

750

750

Jumlah II 13 1,86 24,2 240 260 50 550 2975 3750

Rata-rata 48 52 10 110 595 750

Jumlah I + Jumlah II 40 3,62 71,85 820 880 170 1870 10120 12750

63

Lampiran 6 (lanjutan) Biaya, Harga Beli, dan Harga Jual Kelapa Sawit Desa Tanjungjaya Pada Pola Saluran Tataniaga II

No Nama pedagang pengumpul

Luas

Lahan

(Ha)

Produksi Biaya (Rp/Kg)

Jumlah Biaya

(Rp/Kg)

Harga

Beli

(Rp/Kg)

Harga

Jual

Pabrik

(Rp/Kg)

Produkti

vitas

(Ton/Ha)

Jumlah

Produksi

(Ton)

Panen Angkut Sortasi Keamanan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

I SARJONO

1

2

3

4

5

6

Ohim

Aweng

Anas

Jumirin

Saimin

Turman

1

1.5

1

2

0.5

1.5

2

0.6

0.75

1

2

1.3

2

0.9

0.75

2

1

2

40

50

50

50

50

50

70

70

70

70

80

75

20

20

20

20

20

20

10

10

10

10

10

10

140

150

150

150

160

155

400

400

400

650

450

525

750

750

750

750

750

750

Jumlah I 7,5 1,15 8,65 290 435 120 60 905 2825 4500

Rata-rata 48,33 72,5 20 10 150,83 470,83 750

II NGATNO

1

2

3

4

5

6

Satmili

Safaat

Sumarno

Makruf

Ai

Ngatno

1.5

0.5

1.5

0.75

0.75

3

2

1.6

2

1.25

2.5

1.5

3

0.8

3

0.9

1.9

4.5

50

50

50

60

40

60

70

60

70

70

50

50

15

15

15

15

15

15

10

10

10

10

10

10

145

135

145

155

115

135

525

525

400

400

450

650

750

750

750

750

750

750

Jumlah II 8 1,76 14,1 310 390 90 60 850 2950 4500

Rata-rata 51,66 65 15 10 141,66 491,66 750

III TUTUR

1

2

3

Suprapto

Satnah

Abdul karim

1

2

1

2

2.75

1

2

5.5

1

50

50

50

50

60

70

15

15

15

10

10

10

125

135

145

525

600

400

750

750

750

Jumlah III 4 2,1 8,5 150 180 45 30 405 1525 2250

Rata-rata 50 60 15 10 135 508,33 750

Jumlah I+II+III 2160 7300 11250

64

64

Lampiran 7. Contoh Kartu Timbang

65

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian

1 Satmili 67 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 15 hari/panen 14 140

2 Safaat 35 Dusun 1 M SMA Milik Sendiri Ya 0.5 1.6 0.8 15 hari/panen 13 140

3 Sumarno 50 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 1.5 2 3.0 15 hari/panen 14 145

4 Makruf 80 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 0.75 1.25 0.9 15 hari/panen 9 134

5 Sutarno 51 Dusun 1 M SMP Milik Sendiri Ya 1.5 1.7 2.6 15 hari/panen 19 140

6 Hi. Ato 60 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Ya 3 1.5 4.5 20 hari/panen 13 145

7 Ayi 35 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 0.75 2.5 1.9 20 hari/panen 13 140

8 Ngatno 50 Dusun 2 M SMA Milik Sendiri Tidak 3 1.5 4.5 15 hari/panen 13 137

9 Marhabi 33 Dusun 2 M SMA Milik Sendiri Ya 3 1 3.0 20 hari/panen 20 137

10 Zuhcri 52 Dusun 2 M SD Milik Sendiri Ya 6 2.3 13.8 20 hari/panen 20 148

11 Ohim 37 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1 2 2.0 20 hari/panen 13 140

12 Ganda 27 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1 1.6 1.6 25 hari/panen 12 140

13 Asep Nurdin 40 Dusun 4 BM SMA Milik Sendiri Ya 3 2 6.0 20 hari/panen 13 140

14 Abdul 70 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 20 hari/panen 14 145

15 Sarjana 35 Dusun 5 M Sarjana Milik Sendiri Ya 2 1.5 3.0 20 hari/panen 18 150

16 Didin 50 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 15 hari/panen 13 140

17 Yani 51 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1 1.4 1.4 15 hari/panen 13 140

18 Uyun 40 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 1.5 2.3 20 hari/panen 13 14019 Junaidi 35 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 2 1.75 3.5 25 hari/panen 7 138

20 Aweng 45 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 1,5 0.6 0,9 25 hari/panen 7 145

21 Anas 65 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 1 0.75 0,75 15 hari/panen 7 130

22 Sukatman 40 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 5,5 1.45 8.0 20 hari/panen 13 140

23 Suyono 50 Dusun 6 M SMP Milik Sendiri Ya 5 2.4 12.0 20 hari/panen 9 145

24 Jumirin 55 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Ya 2 1 2.0 15 hari/panen 9 150

25 Saimin 58 Dusun 7 M SMA Milik Sendiri Ya 0.5 2 1.0 15 hari/panen 15 140

26 Turman 50 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Tidak 1.5 1.3 2.0 15 hari/panen 12 145

27 Suprapto 67 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Ya 1 2 2.0 15 hari/panen 17 140

28 Satnah 70 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Tidak 2 2.75 5.5 15 hari/panen 8 150

29 Deden Hidayat 22 Dusun 8 BM SMA Milik Sendiri Ya 0.5 1.6 0.8 20 hari/panen 13 140

30 Entang 37 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Ya 0.5 2 1.0 15 hari/panen 12 140

31 Ruhiyat 51 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 1.6 2.4 20 hari/panen 12 138

32 Abdul Karim 26 Dusun 8 M SM Milik Sendiri Ya 1 1 1.0 15 hari/panen 13 140

1156 59,5 53.55 103,1 575 hari/panen 411 4,662

46 1,85 1,73 1,96 18 hari/panen 13 145

No NamaUmur

(th)Alamat Status Pendidikan Status Lahan Luas (Ha)

Produktiv

itas

ton/ha

Jumlah

Produksi

(ton)

Masa Panen

Total

Rata-rata

Anggota

Kelompok

Tani

Umur

Tanaman

(tahun)

Jumlah

Tanaman

(Btg/Ha)

66

66

Lampiran 8 lanjutan Rekapitulasi Data Hasil Penelitian

Langsung T.Langsung

1 Satmili √ 50 70 15 10 525

2 Safaat √ 50 60 15 10 525

3 Sumarno √ 50 70 15 10 400

4 Makruf √ 60 70 15 10 400

5 Sutarno √ 50 40 10 425

6 Hi. Ato √ 50 70 10 700

7 Ayi √ 40 50 15 10 450

8 Ngatno √ 60 50 15 10 650

9 Marhabi √ 40 60 10 650

10 Zuhcri √ 50 60 10 725

11 Ohim √ 40 70 20 10 400

12 Ganda √ 40 50 10 450

13 Asep Nurdin √ 50 50 10 425

14 Abdul √ 50 40 10 700

15 Sarjana √ 50 50 10 600

16 Didin √ 50 40 10 425

17 Yani √ 50 50 10 600

18 Uyun √ 50 60 10 72519 Junaidi √ 50 50 10 620

20 Aweng √ 50 70 20 10 400

21 Anas √ 50 70 20 10 400

22 Sukatman √ 50 60 10 625

23 Suyono √ 50 60 10 700

24 Jumirin √ 50 70 20 10 650

25 Saimin √ 50 80 20 10 450

26 Turman √ 50 75 20 10 525

27 Suprapto √ 50 50 15 10 525

28 Satnah √ 50 60 15 10 600

29 Deden Hidayat √ 50 40 10 600

30 Entang √ 40 40 10 525

31 Ruhiyat √ 50 60 10 525

32 Abdul Karim √ 50 70 15 10 400

1,570 1,865 17,320

49 58,3 541,25

Total

Rata-rata

Pola Pemasaran TBS

No NamaHarga Beli

TBS (Rp/Kg)Panen

(Rp/Kg)

Angkutan

(Rp/Kg)

Sortasi

(Rp/Kg)

Biaya

Ampera

(Rp/Kg)

Keamanan

(Rp/Kg) Saluran I Saluran II

67

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian

Urea TSP/SP 36 KCL/NPK Kandang Urea TSP/SP 36 KCL/NPK Kandang

(ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha)

1 Satmili 0 0 0 2 0 0 0 4

2 Safaat 0 0 0 2 0 0 0 4

3 Sumarno 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2

4 Makruf 0.2 0.2 0.2 2 0.4 0.4 0.4 4

5 Sutarno 0.3 0.3 0.3 10 0.6 0.6 0.6 20

6 Hi. Ato 0 0 0 9 0 0 0 18

7 Ayi 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2

8 Ngatno 0.15 0.15 0.2 7 0.3 0.3 0.4 14

9 Marhabi 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

10 Zuhcri 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

11 Ohim 0 0 0 1 0 0 0 2

12 Ganda 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

13 Asep Nurdin 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2

14 Abdul 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

15 Sarjana 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2

16 Didin 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

17 Yani 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2

18 Uyun 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 219 Junaidi 0.15 0.15 0.2 1 0.3 0.3 0.4 2

20 Aweng 0.15 0.15 0.2 0 0.3 0.3 0.4 0

21 Anas 0.15 0.15 0.2 0 0.3 0.3 0.4 0

22 Sukatman 0.3 0.3 0.3 0 0.6 0.6 0.6 0

23 Suyono 0.3 0.3 0.3 1 0.6 0.6 0.6 2

24 Jumirin 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2

25 Saimin 0 0 0 4 0 0 0 8

26 Turman 0 0 0 13 0 0 0 26

27 Suprapto 0.5 0.5 1 0 1 1 2 0

28 Satnah 0.15 0.15 0.2 5 0.3 0.3 0.4 10

29 Deden Hidayat 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2

30 Entang 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2

31 Ruhiyat 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0

32 Abdul Karim 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2

4.05 4.05 4.8 40Total

Rata-rata

Pemupukan per Tahun

No Nama

Pemupukan per Aplikasi

68

68

Lampiran 10.

Kuisioner untuk Petani Kelapa Sawit

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : perempuan / laki-laki

3. Umur : .... tahun

4. Alamat Rumah :

5. Status : menikah / belum menikah

6. Pendidikan Terakhir :

7. Status lahan : a. Milik Sendiri b. Menyewa c. lainnya

8. Luas lahan :

9. Berapa lama Anda melakukan kegiatan usahatani kelapa sawit

10. Alasan menjadi petani kelapa sawit

11. Apakah usahatani kelapa sawit menjadi pekerjaan utama Anda? Ya / Tidak

12. Apakah Anda tergabung ke dalam kelompok tani? Ya / Tidak. Jika ya,

sebutkan

13. Jumlah produksi/panen

14. Jumlah panen dalam setahun

15. Apakah kegiatan pemanenan dilakukan sendiri? Ya / Tidak Jika ya, siapa

yang melakukan pemanenan? Biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan ?

16. Hasil pengelompokan kelapa sawit yang kurang baik untuk apa?

17. Apakah Anda melakukan penyimpanan kelapa sawit sebelum di jual? Ya /

Tidak

18. Apakah jika harga kelapa sawit di pasar turun, Anda tetap melakukan

budidaya kelapa sawit? Ya / Tidak. Jika ya, sebutkan alasannya

19. Harga kelapa sawit per kuintal yang Anda terima

20. Bagaimana teknik menjualnya? Kontrak / Langganan / Langsung Lainnya

21. Siapa yang menentukan harga jual?

22. Apakah lembaga pemasaran memiliki standar khusus mengenai kelapa sawit

yang dipanen? Ya / Tidak

23. Apakah Anda melakukan kerjasama atau kontrak dengan lembaga pemasaran

tertentu? Ya / Tidak Jika ya, apa alasan Anda melakukan kerjasama?

24. Apakah Anda mendapatkan informasi tentang pasar kelapa sawit? Ya / Tidak

25. Darimana Anda mendapatkan informasi tersebut?

26. Berapa jumlah biaya pemasaran yang dikeluaran setiap panen:

a. Biaya pemanenan : Rp

b. Biaya pengangkutan : Rp

c. Biaya penyimpanan : Rp

d. Biaya penyusutan : Rp

e. Biaya bongkar muat : Rp

f. Biaya sortir : Rp

g. Retribusi : Rp

h. Lainnya : Rp

27. Apakah ada kesulitan dalam menjual kelapa sawit? Ya / Tidak

Sumber modal : (modal sendiri / dapat bantuan / dapat pinjaman)

i. Besarnya modal : Rp

j. Jika dapat bantuan dalam bentuk jangka waktu

69

k. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal? Ya / Tidak

l. Jika ya, apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?

70

70

Lampiran 11.

Kuisioner untuk Lembaga Pemasaran

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : perempuan / laki-laki

3. Umur : ..... tahun

4. Alamat Rumah :

5. Status : menikah / belum menikah

6. Pendidikan Terakhir :

7. Nama lembaga :

8. Bentuk lembaga :

a. Perorangan

b. Firma /CV

c. Koperasi

d. Lainnya, sebutkan

9. Apakah menjadi salah satu lembaga pemasaran merupakan pekerjaan utama

Anda? Ya / Tidak

10. Apakah Anda melakukan kerjasama? Ya / Tidak

11. Apakah Anda menetapkan standar / pengelompokan dari kelapa sawit yang

Anda beli? Ya / Tidak

12. Apakah ada perbedaan harga berdasarkan perbedaan mutu? Ya / Tidak

13. Standar mutu apa yang Anda terapkan?

14. Berapa frekuensi Anda dalam melakukan pembelian kelapa sawit?

15. Berapa harga pembelian kelapa sawit per kilogramnya? Rp

16. Bagaimana sistem pembelian kelapa sawit?

a. Bebas b. Borongan

c. Kontrak d. Lainnya, sebutkan

17. Bagaimana cara pembayarannya?

a. Tunai b. Dibayar dimuka

c. Dibayar sebagian d. Lainnya, sebutkan

18. Bagaimana cara penentuan harga?

a. Petani b. Tawar-menawar

c. Pedagang d. Lainnya, sebutkan

19. Bagaimana penyerahan barang?

a. di tempat penjual b. Di tempat pembeli

20. Bagaimana mendapatkan informasi harga?

21. Besarnya biaya yang dikeluarkan :

a. Biaya pengangkutan : Rp

b. Biaya tenaga kerja : Rp

c. Biaya penyimpanan : Rp

d. Biaya penyusutan : Rp

e. Biaya bongkar muat : Rp

f. Biaya sortir : Rp

g. Retribusi : Rp

h. Lainnya : Rp

22. Apakah Anda melakukan pengelompokkan / standar mutu pada saat menjual

kelapa sawit? Ya / Tidak

71

23. Apakah ada perbedaan harga berdasarkan perbedaan mutu? Ya / Tidak

24. Standar mutu apa yang Anda terapkan?

25. Kemana biasanya Anda melakukan kegiatan penjualan?

26. Bagaimana cara pembayarannya?

a. Tunai b. Dibayar dimuka

b. Dibayar sebagian d. Lainnya, sebutkan

27. Bagaimana cara penentuan harga?

a. Anda b. Tawar-menawar

c. Pedagang d. Lainnya, sebutkan

28. Berapa banyak kelapa sawit yang Anda jual?

29. Berapa harga jual kelapa sawit per kg? Rp

30. Adakah hambatan yang Anda alami dalam menjual kelapa sawit saat ini? Ya

/Tidak Alasan:

31. Manakah pernyataan yang sesuai dengan keadaan saat ini?

a. Pembeli sedikit, penjual banyak

b. Kualitas kelapa sawit kurang bagus

c. Biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi

d. Harga yang diterima petani dan harga yang diterapkan di pasaran rendah

32. Bagaimana Anda mendapat informasi mengenai jumlah, waktu, mutu kelapa

sawit yang akan dijual?

72

72

Lampiran 11.

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA

KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

PROVINSI LAMPUNG

RESPONDEN PETANI

Nama : ...............................................................................................

Alamat : ...............................................................................................

Tanggal Pengisisan :..........................................................................

Peneliti

Ratiza Alifa Asmarantaka

H34080148

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Karakteristik Petani

Nama Petani

Jenis Kelamin

Umur

Pendidikan Terakhir

Jumlah Anggota Keluarga

Alamat

Pekerjaan tetap selain bertani

Kegiatan Usaha tani

1. Sudah berapa lama Anda bertani?......

2. Sudah berapa lama Anda berbudidaya kelapa sawit?.....

3. Apakah Anda hanya berbudidaya kelapa sawit? (ya/tidak) jika tidak, silahkan

menuliskan komoditi lain yang anda usahakan....

73

4. Berapa lahan yang Anda miliki?..... Ha

5. Berapa banyak jumlah kelapa sawit yang Anda miliki saat panen?.....kg

6. Apakah Anda tergabung dalam kelompok tani atau koperasi? (ya/tidak) jika

ya, silahkan menuliskan peranan kelompok tersebut dalam kegiatan budidaya

kelapa sawit Anda...

7. Berapa orang anggota keluarga anda yang ikut terlibat langsung dalam

kegiatan budidaya kelapa sawit?.....

Kegiatan Pasca panen

1. Bagaimana pola pemanenan yang Anda lakukan?

A. Sekali panen B. Panen bertahap dalam harian/mingguan

2. Berapa banyak jumlah produksi dalam sekali musim panen?..... kg

3. Apakah kegiatan panen dilakukan sendiri? (ya/tidak)

a. Jika tidak, siapa yang melakukan pemanenan?...

b. Jika ya, maka dalam satu kali musim panen, berapa banyak biaya yang

Anda keluarkan untuk :

ii. Tenaga kerja pemanen : ..... orang, dengan upah setiap orang Rp.....

iii. Tenaga kerja sortasi : ..... orang, dengan upah setiap orang Rp .....

iv. Biaya pengemasan Rp....

v. Biaya penyimpanan Rp.....

vi. Biaya pengangkutan Rp .....

vii. Biaya bongkar muat Rp ......

viii. Biaya penyusutan Rp ......

ix. Biaya Lainnya .....

4. Apakah Anda tetap melakukan pemanenan jika harga jual kelapa sawit sangat

rendah? (ya/tidak) tuliskan alasannya..

Kegiatan pemasaran

1. Kepada siapa Anda biasanya menjual hasil panen saat panen raya?

Lembaga

pemasaran

Kualitas

(grade)

Kuantitas

( kg)

Harga

(Rp/kg)

Sistem

pembayaran

Pasar yang

dituju

Pedagang

pengumpul

Agen

Perantara

Pabrik

Perngolahan

Lainnya

2. Kepada siapa Anda biasanya menjual hasil panen saat tidak panen raya

Lembaga

pemasaran

Kualitas

(grade)

Kuantitas ( kg) Harga

(Rp/kg)

Sistem

pembayaran

Pasaryang

dituju

Pedagang

pengumpul

81

Agen

Perantara

Pabrik

Pengolahan

m

Lainnya

3. Siapakah yang menentukan harga jual?....

4. Bagaimana cara penentuan harga jual?....

5. Dimanakah lokasi penyerahan barang?

A. Di tempat pembeli? B. Di tempat penjual

6. Apa saja yang menjadi pertimbangan anda menentukan kepada siapa hasil

panen dijual?...

7. Apakah Anda melakukan kerjasama atau kontrak tertentu dalam memasarkan

kelapa sawit? (ya/tidak) jika ya, tuliskan alasan Anda melakukan kerjasama

8. Apakah Anda mempunyai informasi tentang pasar kelapa sawit? (ya/tidak)

jika ya, darimana Anda memperoleh informasi?

9. Apakah Anda pernah menerima pinjaman atau bantuan modal dari pihak lain

untuk budidaya kelapa sawit? (ya/tidak), jika ya,

a. Dari siapa

b. Jenis kredit/bantuan

c. Jangka waktu pengembalian

d. Syarat kredit/bantuan

e. Jumlah kredit/bantuan

f. Apa saja yang dikeluhkan oleh pembeli dalam proses jual beli kelapa

sawit?

g. Permasalahan apa yang Anda alami dalam kegiatan pemasaran kelapa

sawit?

h. Bagaimana cara mengatasi permasalahan?

i. Apa yang menjadi harapan anda mengenai budidaya dan pemasaran

kelapa sawit?

82

82

Lampiran 13 Potensi Produksi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Umur dan

Kelas Lahan

Umur

Kelas

Produksi Tandan

Ton/Ha/Thn Rendemen

(%)

Minyak

Produksi Minyak

Ton/Ha/Thn

I II III I II III

5 22,5 21 14 19 4,3 4,0 3,4

10 32 30 27 24 7,7 7,2 6,5

15 30 27,5 25 24 7,2 6,6 6,0

20 25 22,5 20,5 24 6,0 5,4 4,9

25 18,5 17,5 14,5 24 4,4 4,2 4,0

Sumber : Ir. H. Adlin U Lubis, Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit

(Elaeis Guineensis Jack), Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, 1994)

83

Lampiran 14 Dokumentasi

Proses Pemanenan Kelapa Sawit

Proses pengangkutan dan pendistribusian TBS

Penampungan TBS Sementara dan Proses Pendistribusian TBS ke Pabrik Pengolahan

84

84

Lampiran 15 Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 29 April 1991 dari

ayah Ir. Hi. Muhammad Tibrizi Asmarantaka, MM dan ibu Hj. Amrina Hirnanti,

S.pd, M.pd. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan

pada tahun yang sama penulis lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi

negeri (SNMPTN) di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen angkatan 45.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi

kampus yaitu pada tahun 2008-2010 menjadi anggota HIPMA IPB, pada tahun

2010-2011 menjadi bendahara OMI ( Olimpiade Mahasiswa IPB) dan menjadi

anggota divisi sponsorship pada kegiatan IAC (IPB art and contest). Penulis juga

aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa Lampung. Selain itu, pada tingkat

kuliah pertama hingga tingkat ke tiga, penulis aktif di organisasi basket FEM IPB.

Penulis juga menjadi anggota PERHEPI IPB. Selain itu, pada tahun 2013 penulis

pernah mengikuti penelitian Di PTPN VII Bekrie unit usaha Lampung.