ANALISA SIFAT FISIK KERAMIK BERPORI DARI LUMPUR...

6
ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|1 http://www.untb.ac.id/Maret-2019/ Volume 5, No.1, Maret-2019 ANALISA SIFAT FISIK KERAMIK BERPORI DARI LUMPUR LAPINDO Oleh: M. Ali Ilyas Dosen Pada Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak : Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari keramik Teknik (keramik berpori) yang dibuat dari lumpur Lapindo. Pemilihan bahan dari lumpur Lapindo karena kandungan alumina dan silika yang tinggi dan bahan ini tersedia cukup melimpah. Sedangkan tannin merupakan senyawa organik polifenol hasil metabolit sekunder tanaman. Tannin ini dipergunakan sebagai cetakan pori pada saat pembuatan keramik berpori. Adapun kadar tanin dalam lumpur Lapindo yang digunkan dalam penelitian ini adalah 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%, sedangkan metode yang digunakan untuk mencetak keramik mirip dengan metode die pressing.Analisa sifat fisik meliputi susut bakar (susut volume dan massa), massa jenis, diameter pori dan kekerasan. Hasil analisa menunjukkanbahwa prosentase susut bakar mengalami peningkatan sebanding dengan peningkatan jumlah tanin, namun keramik dengan 0% tanin memperlihatkan nilai susut negatif setelah sintering. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil analisa XRD telah terjadi perubahan parameter sel yang meningkatkan volume secara signifikan pada oksida besi (Fe2O3). Analisa massa jenis dan diameter pori menunjukkan penurunan nilai dengan meningkatnya jumlah tanin dalam keramik, dan berdasarkan hasil uji SEM pada berbagai perbesaran tampak adanya berbagai bentuk dan ukuran pori. Hasil uji kekerasan dalam skala Vikers memperlihatkan penurunan nilai kekerasan, dan kekerasan tertinggi dimiliki oleh keramik dengan prosentase tanin 0% dengan nilai 99,07 Hv Kata kunci: lumpur Lapindo, tanin, die pressing, analisa sifat fisik. PENDAHULUAN Satria (2010), telah melakukan Uji coba pemanfaatan lumpur Lapindo sebagai bahan pembuatan keramik. Lumpur terlebih dahulu diekstrak dengan aquades agar garam-garam larut air dapat dihilangkan kemudian dibuat keramik. Hasil uji kekerasan dan densitas menunjukkan nilai lebih tinggi bila lumpur diekstraksi terlebih dahulu. Dilihat dari kandungan mineralnya maka lumpur Lapindo bisa dijadikan kandidat bahan untuk pembuatan keramik berpori. Keramik berpori merupakan salah satu jenis keramik Teknik yang kegunaannya sangat luas. Pemanfaatannya antara lain sebagai penyokong katalis, pemurnian air, filtrasi (udara, gas dan cairan), dan sebagainya. Lumpur Lapindo memiliki kandungan beberapa oksida, antara lain SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O dan SO2 dengan kandungan Alumina (Al2O3) sebesar 18,27%, hal ini didasarkan pada penelitian Aristianto (2006). Gunradi dan Joko (2007) juga telah melakukan penelitian yang sama terhadap lumpur Lapindo, bahwa Al2O3 digolongkan sebagai major elemen, karena kadungan Al2O3 sebesar 17,08 18,95%. Setyowati (2007) memanfaatkan tingginya kadar silika dalam lumpur lapindo sehingga sangat mendukung untuk digunakan sebagai bahan pembuatan keramik dan genteng keramik. Bahan organik yang digunakan sebagai cetakan pori dalam penelitian ini adalah tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol dari golongan flavonoid yang merupakan hasil dari metabolit sekunder tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang mengandung tanin adalah jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Selain itu tanin juga terdapat dalam tanaman teh (Risnasari, 2002). Wasrin (2000) memanfaatkan tanin dari kulit kayu Acacia decurrens sebagai bahan perekat dalam pembuatan papan serat. Dari beberapa uraian di atas maka dalam penelitian ini dibuat keramik berpori dari lumpur Lapindo dengan tanin sebagai cetakan pori. Pemilihan tanin karena selain memiliki ukuran molekul besar dengan berat molekul yang mencapai angka 3000 sampai 20000 juga karena bisa berperan sebagai perekat. Kemampuan tanin sebagai perekat ini diharapkanmampu mengikat butiran partikel lumpur lapindo menjadi lebih stabil dan mudah untuk dicetak dan disinter. Ketika disintering dengan suhu bertahap, tanin akan mulai terdekomposisi pada suhu 300 oC dan pada suhu

Transcript of ANALISA SIFAT FISIK KERAMIK BERPORI DARI LUMPUR...

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|1

http://www.untb.ac.id/Maret-2019/ Volume 5, No.1, Maret-2019

ANALISA SIFAT FISIK KERAMIK BERPORI DARI LUMPUR LAPINDO

Oleh:

M. Ali IlyasDosen Pada Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara Barat

Abstrak : Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari keramik Teknik (keramik berpori)yang dibuat dari lumpur Lapindo. Pemilihan bahan dari lumpur Lapindo karena kandungan alumina dansilika yang tinggi dan bahan ini tersedia cukup melimpah. Sedangkan tannin merupakan senyawa organikpolifenol hasil metabolit sekunder tanaman. Tannin ini dipergunakan sebagai cetakan pori pada saatpembuatan keramik berpori. Adapun kadar tanin dalam lumpur Lapindo yang digunkan dalam penelitianini adalah 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%, sedangkan metode yang digunakan untuk mencetak keramikmirip dengan metode die pressing.Analisa sifat fisik meliputi susut bakar (susut volume dan massa), massajenis, diameter pori dan kekerasan. Hasil analisa menunjukkanbahwa prosentase susut bakar mengalamipeningkatan sebanding dengan peningkatan jumlah tanin, namun keramik dengan 0% taninmemperlihatkan nilai susut negatif setelah sintering. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil analisaXRD telah terjadi perubahan parameter sel yang meningkatkan volume secara signifikan pada oksida besi(Fe2O3). Analisa massa jenis dan diameter pori menunjukkan penurunan nilai dengan meningkatnyajumlah tanin dalam keramik, dan berdasarkan hasil uji SEM pada berbagai perbesaran tampak adanyaberbagai bentuk dan ukuran pori. Hasil uji kekerasan dalam skala Vikers memperlihatkan penurunan nilaikekerasan, dan kekerasan tertinggi dimiliki oleh keramik dengan prosentase tanin 0% dengan nilai 99,07Hv

Kata kunci: lumpur Lapindo, tanin, die pressing, analisa sifat fisik.

PENDAHULUAN

Satria (2010), telah melakukan Uji cobapemanfaatan lumpur Lapindo sebagai bahanpembuatan keramik. Lumpur terlebih dahuludiekstrak dengan aquades agar garam-garam larutair dapat dihilangkan kemudian dibuat keramik.Hasil uji kekerasan dan densitas menunjukkan nilailebih tinggi bila lumpur diekstraksi terlebih dahulu.Dilihat dari kandungan mineralnya maka lumpurLapindo bisa dijadikan kandidat bahan untukpembuatan keramik berpori.

Keramik berpori merupakan salah satu jeniskeramik Teknik yang kegunaannya sangat luas.Pemanfaatannya antara lain sebagai penyokongkatalis, pemurnian air, filtrasi (udara, gas dancairan), dan sebagainya. Lumpur Lapindo memilikikandungan beberapa oksida, antara lain SiO2,Al2O3, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O danSO2 dengan kandungan Alumina (Al2O3) sebesar18,27%, hal ini didasarkan pada penelitianAristianto (2006). Gunradi dan Joko (2007) jugatelah melakukan penelitian yang sama terhadaplumpur Lapindo, bahwa Al2O3 digolongkansebagai major elemen, karena kadungan Al2O3sebesar 17,08 – 18,95%. Setyowati (2007)memanfaatkan tingginya kadar silika dalam lumpurlapindo sehingga sangat mendukung untuk

digunakan sebagai bahan pembuatan keramik dangenteng keramik.

Bahan organik yang digunakan sebagai cetakanpori dalam penelitian ini adalah tanin. Taninmerupakan senyawa polifenol dari golonganflavonoid yang merupakan hasil dari metabolitsekunder tumbuhan. Beberapa tumbuhan yangmengandung tanin adalah jenis bakau-bakauan ataujenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri sepertiakasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus(Pinus sp) dan sebagainya. Selain itu tanin jugaterdapat dalam tanaman teh (Risnasari, 2002).Wasrin (2000) memanfaatkan tanin dari kulit kayuAcacia decurrens sebagai bahan perekat dalampembuatan papan serat.

Dari beberapa uraian di atas maka dalampenelitian ini dibuat keramik berpori dari lumpurLapindo dengan tanin sebagai cetakan pori.Pemilihan tanin karena selain memiliki ukuranmolekul besar dengan berat molekul yangmencapai angka 3000 sampai 20000 juga karenabisa berperan sebagai perekat. Kemampuan taninsebagai perekat ini diharapkanmampu mengikatbutiran partikel lumpur lapindo menjadi lebih stabildan mudah untuk dicetak dan disinter. Ketikadisintering dengan suhu bertahap, tanin akan mulaiterdekomposisi pada suhu 300 oC dan pada suhu

2|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 1, Maret 2019 http://www.untb.ac.id/Maret-2019/

800 oC ikatan C-H pada gugus fenolik terputus(Sumin dkk, 2002). Pada proses ini tanin akanterurai dan meninggalkan pori pada keramik yangdibuat dari lumpur Lapindo.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian iniadalah lumpur yang diambil di daerah semburanpanas Lumpur Lapindo Porong di Desa SiringKecamatan Porong pada koordinat 7o31’39,72”LS, 112o42’14,58” BT, tawas [KAl(SO4)2], danaquades. Sedangkan tanin yang digunakan adalahtanin murni dari Riedel-de Haȅn.

Alat-alat yang digunakan antara lainmortar,OvenFisher Scientific 655 F, TanurNaberthermmodel N-31, desikator, neraca analitisMettler, botolsemprot, bola hisap, ayakan 40dan dan 60mesh,seperangkat alat sentrifugasilengkap dengantabung sentrifugasi, seperangkat peralatan gelas,pipettetes,pipet, 5mL, 10mL dan corong Buchner,shaker, XRD PANanalyticalX’pert PRO,DTAlainsesis

Sampel Lumpur Lapindo basah sekitar 1.5 – 2kg dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 oCselama 24 jam untuk menghilangkan kandunganair. Sampel berwarna abu-abu gelap. Kemudiansampel ditumbuk halus di dalam mortar kemudiandiayak dengan ayakan berukuran 60 mesh sehinggadidapatkan sampel yang berbentuk butiran halus.

Penentuan Lama Pengocokan dan JumlahPelarut Pada Pengurangan Garam-Garam Na+, K+,dan Mg2+

Ion-ion Na+, K+, dan Mg2+ merupakan ionlarut air yang merupakan pengganggu kekuatankeramik. Penentuan lama pengocokan dan jumlahpelarut untuk mengurngi garam-garam Na+, K+,dan Mg+ dilakukan menurut prosedur ekstraksigaram-garam larut air yang telah dilakukan olehSatria (2011). Pembuatan Keramik Berpori

Metode yang mirip dengan metode die pressingdipilih untuk pembuatana keramik, dimana bahankeramik dalam bentuk bubuk dicampur denganbinder atau pengikat. Bahan yang berperans ebagaibinder adalah tanin. Keramik yang dibuat denganprosentase tanin bervariasi mulai dari 0%, 10%,20%, 30% dan 40% dari berat total. Cetakan yangdigunakan dalm pembuatan keramik ini adalahcetakan berbentuk silinder dengan diameter 1,6 cmdan tinggi 1,55 cm. Berat total dari campuranlumpur kering dan tanin dengan prosentase 0-20%adalah 5 gram, sedangkan berat total dari campuranlumpur kering dan tanin dengan 30% dan 40%tanin adalah masing-masing 5,5 gram dan 6 gram.Untuk keramik dengan 0% tanin dibuat denganmeninbang 5 gram lumpur lapindo yang sudahdihaluskan kemudian ditetesi air sedikit demisedikit dan dihomogenkan selama 10 menit agar

mudah dibentuk dan dicetak. Keramik dengan 10%tanin dibuat dengan menimbang sampel lumpurLapindo sebanyak 4,5 gram kemudian ditambahkan0,5 gram tanin yang berbentuk bubuk atau butiranhalus, setelah itu dihomogenkan selama 5 menitdan ditambahkan air sedikit demi sedikit sambildihomogenkan kembali selam 10 menit. Setelahhomogen sampel dibentuk dan ditempatkan kedalam cetakan. Keramik dengan 20% tanin dibuatdengan cara yang sama tapi dengan perbandinganlumpur dan tanin yang berbeda yakni 4 gramlumpur dan 1 gram tanin. Sedangkan untukkeramik dengan 30% yaitu perbandingan lumpurdan tanin masing-masing 3,85 gram dan 1,65 gramdengan berat total 5,5 gram. Terakhir adalahkeramik dengan 40% tanin. Dibuat dengancampuran lumpur dan tanin masing-masing 3,6gram dan 2,4 gram.

Lumpur dengan variasi tanin yang sudahdicetak kemudian diangin-anginkan selama 24 jam.Setelah diangin-anginkan, dilepas dari cetakansehingga berbentuk keramik mentah yangkemudian disintering dengan perlakuan temperaturdan waktu yaitu 28 oC - 50 oC selama 30 menit, 50oC – 100 oC selama 30 menit, 100 oC – 100 oCselama 60 menit, 100 oC – 150 oC selama 15menit, 150 oC – 200 oC selama 15 menit, sampaidengan 1200 oC dengan masing-masing interval 50oC/15 menit. Pada suhu 350 oC dan 800 oCditahan selama satu jam.Pemanasan secarabertahap dimaksudkan agar pengeringan danpelepasan molekul air pada sampel keramik lebihmerata, sehingga mengurangi kerusakan ataukeretakan pada keramik sebelum memadat danmengeras. Pemanasan hingga suhu di atas 1000 oCdimaksudkan untuk menghilangkan tanin daridalam keramik sebagai cetakan pori. Kemudiandilakukan penimbangan keramik secara telitidilakukan sebelum dan sesudah sintering.

Karakterisasi keramik berpori yang dibuat darilumpur lapindo meliputi, Uji DTA, susut bakar, ujikekerasan keramik, uji difraksi sinar-X.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian ini didapatkan hasil yangdiperoleh dari beberapa parameter yang dijadikanobyek penelitian. Hasil yang diperoleh berupakarakterisasi sampel keramik berpori lumpurLapindo yang meliputi susut bakar (susut volumedan massa), massa jenis, diameter pori dankekerasan.

a. Penentuan Suhu Sintering dengan AnalisaDTA Keramik berpori dari LumpurLapindo.

Hasil analisa termal keramik mentah 30%ditunjukkan pada Gambar 1.

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|3

http://www.untb.ac.id/Maret-2019/ Volume 5, No.1, Maret-2019

Keterangan : ( )TGA, ( ) DTA, dan ( ) suhu

Gambar 1. Termogram analisa termal keramikmentah 30% tanin menggunakanTGA/DTA.

Penentuan suhu sintering dalam penelitian inidilakukan setelah analisa termal keramik dengan30% tanin menggunakan TGA/DTA. Data hasilpengukuran menunjukkan suhu terjadinyapengurangan berat keramik dan terjadinyaperubahan fasa beberapa mineral.Laju pemanasanpada analisa DTA adalah 10 oC/menit dengan beratsampel yang dianalisa adalah 90,29 mg.

Tabel 1. Interpretasi Hasil Analisa Termal KeramikMentah Menggunakan TGA/DTA

No.Suhu(oC)

InterpretasiPenyusutanmassa

1 100Lepasnya air pada sistemkeramik

6%

2 350Pengerasan pada badankeramik dan tanin, sertalepasnya air hidrat.

24,18%

3 800

Degradasi termal padatanin yang ditandaipemecahan ikatan C-Hpada gugus fenol danpembentukan CO2.

42,72%

Dari Tabel 1 tentang interpretasi hasil analisatermal, dilakukan berbagai perlakuan suhu terhadapkeramik mentah yang disinter. Tahap sinteringdilakukan dengan menahanan suhu selama 60menit pada suhu 100 oC, 350 oC, dan 800 oC. padasuhu 100 oC terjadi penguapan air pada sistemkeramik, hal ini terlihat dari pengurangan massasebesar 6%. Kemudian Pada suhu 300 sampai 500oC, terjadi curing atau pengerasan pada badankeramik dan tanin, serta terjadi pelepasan air hidratyang terikat pada mineral.Pada suhu ini terjadi jugaperubahantanin menjadi bentuk amorf. Pada suhu800 oC ditahan selama 60 menit untukmemaksimalkan penguraian tanin, karena padasuhu 560 – 800 oC ikatan antara C-H dalam gugusfenolik pada tanin akan pecah. Pada suhu 800 oC

hingga 1180 oC tidak terjadi pengurangan beratkeramik secara signifikan karena pada rentang suhuini hanya terjadi perubahan fasa pada keramik.Pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 50oC per 15 menit hingga suhu 1180 oC. Ketikamencapai suhu 1180 oC ditahan lagi selama 60menit. Pemanasan dilakukan hingga suhu 1180 oCkarena transformasi fasa θ-Al2O3 menjadi α-Al2O3(korundum) terjadi di atas suhu 1000 oC.Untuk aluminosilikat (Al2SiO5) stabil hingga suhu1250 oC dalam bentuk amorf. Pada 573 °C, α-quartz berubah menjadi β-quartz, umumnya keduabentuk ini memiliki struktur yang sama.Pemanasanquartzpada 867 °C terjadi perubahandari β-quartzke β-tridimit (Shackelford danDoremus, 2008). Perubahan fasa sebelum dansetelah sintering dijelaskan pada bagian tentanghasil analisa dengan XRD.

b. Analisa Sifat Fisik

Nainggoalan (2008) menyebutkan susut bakarumumnya terjadi akibat hilangnya air akibatpenguapan dan hilangnya zat aditif dari dalamkeramik dan butiran kecil menyatu aktif terhadapbutiran besar. Kekosongan yang terjadi akan diisioleh bagian fluks (pelebur). Hasil analisa susutbakar keramik berpori dari lumpur Lapindodilakukan dengan mengukur volume danmenimbang massa sebelum dan sesudah sintering.Keramik berpori lumpur Lapindo ini dicetakdengan menggunakan cetakan berbentuk silinderdengan diameter 1,6 cm dan tinggi 1,55 cm. Hasilyang diperoleh dari analisa susut bakar ini dapatdilihat dari grafik susut volume dan susut massapada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik hubungan prosentase susutvolume dan massa dengan prosentasejumlah tanin

Tanin akan mengikat partikel lumpur Lapindosetelah diberi air pada saat pencetakan sehinggameningkatkan kekuatan keramik sebelumdisintering, berbeda dengan keramik tanpa taninyang cenderung rapuh dan mudah pecah. Taninjuga akan memberikan warna hijau dan biru

1

2

4|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 1, Maret 2019 http://www.untb.ac.id/Maret-2019/

kehitaman bila bereaksi dengan besi (Browning1996).

Keramik berpori yang dibuat dari lumpurLapindo disintering hingga suhu 1180 oC, keramiksebelum dan sesudah sintering memperlihatkanperbedaan volume yang cukup signifikan. Keramikdengan prosentase tanin 10% sampai 40% denganinterval 10% mengalami susut bakar (massa danvolume) yang relatif meningkat dengan prosentaseberbeda seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisa sifat fisik keramik berpori

Dari data ini terlihat prosentase penyusutanvolume dan massa semakin meningkat seiringdengan peningkatan jumlah tanin dalam keramik(Gambar 2), penyusutan ini disebabkan karenatanin yang dicetak bersama sampel lumpur Lapindomengalami pembakaran dan terurai pada saatsintering. Dalam penelitian Sumin (2002),diperoleh data DTA bahwa tanin akan mengalamipemecahan ikatan C-H pada suhu 560 – 800 oC.Pada keramik tanpa tanin tidak terjadi penyusutanvolume melainkan terjadi peningkatan volume.Peningkatan volume ini diperkirakan karenatingginya kadar Fe dalam bentuk oksida besi(Fe2O3) pada sampel lumpur Lapindo, berdasarkanhasil analisa XRF yaitu sekitar 25,9%. Hasilanalisa XRF untuk lumpur sebelum ekstraksimemperlihatkan 3 unsur logam terbesar dengannilai prosentase di atas 10% adalah Si, Fe, dan Aldengan masing-masing 40,1%, 28,8%, dan 15%.Unsur logam ini terdapat pada sampel lumpurLapindo dalam bentuk oksida yang lebih lanjutdijelaskan pada bagian hasil analisa dengan XRD.Dengan mengetahui bahwa kandungan Si sebagaiSilika dan Al sebagai alumina, maka lumpurLapindo layak digunakan sebagai bahan pembuatkeramik. Setelah dilakukan ekstraksi, komposisimasing-masing 3unsur tersebut mengalamiperuberubahan dengan nilai 45,6% Si, 14% Al, dan25,9% Fe. Prosentase Al dan Fe mengalamipenurunan sedangkan Si mengalami peningkatan.

Dengan tingginya kandungan logam padalumpur Lapindo menyebabkan massa jenisnya jugalebih besar dari massa jenis air yaitu berkisar 1,24– 1,37 (Agustanto, 2007). Tingginya kadar Fe padasampel lumpur akan berpengaruh pada kekerasandan warna keramik setelah sintering.

Bertambahnya volume keramik 0% tanin dapatdijelaskan dengan hasil analisa XRD yang terterapada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa XRD keramik sebelum dansetelah sintering

Hasil analisa XRD keramik memperlihatkanoksida besi (Fe2O3) dengan fasa hematit munculpada sudut 2θ = 56,3o dengan prosentase fasa 7,5%pada keramik sebelum sintering. Perubahan sudut2θ terjadi setelah sintering keramik, dan Fe2O3muncul pada 69,43o. Selain perubahan sudut 2θ,terjadi juga penurunan prosentase fasa menjadi 6%.Hal ini disebabkan karena selama proses sinteringhingga suhu di atas 1180 oC berakibat padaberubahnya sistem kristal pada oksida besi, darirombohedral dengan parameter sel a=5,4200 Åmenjadi heksagonal dengan parameter sel a=5,0380Å, c=13,7720 Å. Menurut Cornell danSchwertmann (2003), pada sistem rombohedralhanya terdapat dua unit Fe2O3 dalam satu sel,sedangkan pada sistem heksagonal terdapat enamunit Fe2O3 dalam satu sel. Dengan adanyaperubahan sistem Kristal dan parameter sel,diperkirakan pengaruh terhadap volume keramiksecara makro adalah membesar dan menyebabkankeramik dengan tanin 0% mengalami penambahanvolume setelah sintering.

Perubahan parameter sel terjadi pada semuaoksida dan mineral pada keramik, namunperubahan yang paling signifikan terlihat padaoksida besi. Pada silika terjadi perubahan sebelumsintering dari α-quartzmenjadi β-tridimit setelahsintering. hal ini ditandai dengan perubahanparameter sel.

Berbeda dengan diameter pori, kekerasan danmassa jenis menunjukkan penurunan nilai, mulaidari prosentase tanin 0% sampai 40%. Hal dapatdilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Grafik masa jenis dan diameter porikeramik

ISSNNo.2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram|5

http://www.untb.ac.id/Maret-2019/ Volume 5, No.1, Maret-2019

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, volumekeramik tanpa tanin menjadi lebih besar setelahdisintering. Hal ini akan berpengaruh juga padadiameter pori, massa jenis, dan kekerasan keramikyang terbentuk selama proses sintering karenaadanya oksida besi berupa Fe2O3. Clay yang jugaterdiri atas kaolin dan feldspar menurut Diamond(1970) memiliki diameter pori 10 nm sampai10.000nm, sedangkan menurut IUPAC apabilasuatu pori memiliki diameter lebih besar dari 50nm maka pori tersebut digolongkan ke dalammakropori. Hasil dari penelitian inimemperlihatkan bahwa diameter pori keramik darilumpur Lapindo yang dianalisa dengan metodebubble pointberada dalam katergori makropori, dankeramik berdasarkan hasil analisa XRD terdiri darikaolin dan aluminosilikat. Adanya tanin yangberperan sebagai cetakan pori sekaligus perekatantarpartikel lumpur Lapindo menyebabkankeramik tidak merekah pada saat sintering danmenghasilkan pori yang cenderung semakin kecilsesuai dengan semakin banyaknya prosentase taninyang ditambahkan ke dalam keramik. Untuk massajenis keramik, semakin banyak tanin akanmenyebabkan semakin banyak ruang kosongberupa pori dengan berbagai ukuran dan bentuksetelah sintering seperti yang diperlihatkan padaGambar 4. dengan adanya pori ini akanmenyebabkan pengurangan massa yangberpengaruh pada pengurangan massa jenis.Penentuan jumlah penambahan tanin iniberdasarkan penelitian oleh HP Technical Ceramicsyang memproduksi keramik berpori dengan standarporositas 35-50%

a1. 100 X a2. 500 X a3. 1000 X a4. 2500 X a5. 5000 X a6. 10000 X

b1. 100 X b2. 500 X b3. 1000 X b4. 2500 X b5. 5000 X b6. 10000 X

Gambar 4. Struktur mikro keramik dengan 30%tanin a (sebelum sintering), b (setelahsintering) dengan perbesaran 100, 500,1000, 2500, 5000, dan 10.000 kali

Terlihat perbedaan antara keramik sebelumsintering dan setelah sintering. Perbedaan ini mulaiterlihat pada perbesaran 1000X yangmemperlihatkan banyaknya pori pada badankeramik, dan pada perbesaran 10000X terlihat jelas

ukuran dan bentuk pori yang memperlihatkanukuran makropori serta bentuk yang bervariasi.Hasil analisa dengan metode bubble point danSEM memperlihatkan adanya pori terbuka dantertutup. Adanya pori ini menyebabkanterbentuknya jarak atau ruang antar pertikelpenyusun keramik yang menyebabkan menurunnyakekerasan mulai dari keramik dengan tanin 0%sampai 40%. Nilai kekerasan yang paling tinggi(skala Vickers) ditunjukkan oleh keramik denganprosentase tanin 0% karena pada kondisi iniintesitas pori sangat sedikit karena tidak ada taninyang menghalagi interaksi antarpartikel selamaproses sintering

Gambar 5. Grafik hubungan kekerasan keramikdengan variasi tanin

Dari hasil analisa gambar mikro dan bubble pointdapat diketahui bahwa urkuran pori adalah dalamkategori makropori. Keramik alumina silika denganukuran seperti ini dapat dijadikan sebagai sistemkatalis plasma hibrid. Penelitian Hensel dkk (2005)memperlihatkan bahwa ukuran diameter pori antara10-15 μm menunjukkan lucutan plasma palingstabil dan efektif apabila digunakan untukmengurangi emisi gas buang kendaran berupanitrogen oksida dan hidrokarbon.

PENUTUP

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian iniantara lain:1. Sifat fisik keramik berpori berbahan dasar

lumpur Lapindo menunjukkan peningkatanprosentase susut bakar dengan prosentase tanin0%, 10%, 20%, 30% dan 40% namunkekerasan, massa jenis, dan diameter porimengalami penurunan nilai seiring denganjumlah prosentase tanin yang semakinmeningkat dari 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%.Sedangkan volume setelah sinteringmemperlihatkan bahwa volume terbesardimiliki oleh keramik dengan prosentase 0%,hal ini disebabkan karena berdasarkan hasilanlisa XRD memperlihatkan adanya Fe2O3

6|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 5, No. 1, Maret 2019 http://www.untb.ac.id/Maret-2019/

yang mengalami perubahan parameter sel yangsignifikan sebelum dan setelah sintering.

2. Pengaruh pemanasan bertahap terhadap taninmenyebabkan berkurangnya massa keramikyang diperlihatkan pada kurva TG/DTA, sertahasil analisa SEM memperlihatkan berbagaibentuk dan ukuran pori yang dihasilkan stelahsintering. Hal ini membuktikan bahwa taninbisa dijadikan cetakan pori pada pembuatankeramik berpori dengan ukuran pori yangtergolong makropori.

DAFTAR PUSTAKA

Browning, B. L. 1966. Methods of WoodChemistry. Vol I, II. IntersciencePublishers. New York.

Hensel, Katsura, dan Mizuno. 2005.DCMicrodischarges Inside Porous Ceramics.Ieee Transactions on Plasma Science, Vol.33, No. 2, April 2005

Hlavay. 1976. Characterization of the Particle Sizeand the Crystallinity of Certain Mineralsby IR Spectrophotometry and OtherInstrumentalMethods-II Investigations onQuartz and Feldspar. Veszprem Universityof Chemical Engineering, Veszprem,8201 Hungary

Joko dan Gunradi. 2007. Penelitian EndapanLumpur Di Daerah Porong KabupatenSidoarjo Provinsi Jawa Timur. ProceedingPemaparan Hasil Kegiatan Lapangan DanNon Lapangan Tahun 2007 Pusat SumberDaya Geologi.Kabupaten Sidoarjo.

Manap, N.R.A dan Jais, U.S. 2010. BiologicallySelf-Assembled Porous Ceramic asThermal Insulating Additive in Water-Based Paint. Malaysia: UniversitiTeknologi MARA. Solid State Science andTechnology, Vol. 18, No 1 (2010) 317-324ISSN 0128-7389

Nainggolan. 2008. Pembuatan Keramik Berporidengan Aditif Cangkang Kelapa SebagaiFilter Gas Buang Kendaraan Bermotor.Medan: Universitas Sumatera Utara.

Risnasari. 2002. Tanin. Fakultas Pertanian JurusanIlmu Kehutanan Universitas SumateraUtara.

Rungrodnimitchai, Phokhanusai, dan Sungkhaho.2009. Preparation of Silica Gel from RiceHusk Ash Using Microwave Heating.Department of Chemical Engineering,Faculty of Engineering, ThammasatUniversity Khlong Neung, Khlong Luang,Phatum Thani 12120, Thailand. Journal ofMetals, Materials and Minerals, Vol.19No.2 pp.45-50, 2009.

Satria, Rendy. 2011. Studi Pengaruh Kadar Mg,Na, dan K pada Bahan Baku TerhadapKarakter Keramik yang Dibuat DariLumpur Porong. Malang: Jurusan KimiaFakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Brawijaya.

Setyowati. 2007. Penggunaan Campuran LumpurLapindo Terhadap Peningkatan KualitasGenteng Keramik. Malang: Jurusan TeknikSipil, Fakultas Teknik UniversitasBrawijaya.

Shackelford dan Doremus. 2008. Ceramic andGlass Materials. University of California,Davis Dept. Chemical Engineering &Materials Science 1 Shields Avenue Davis,CA 95616.

Subiyanto dan Subowo. 2004. PengaruhTemperatur Sintering terhadap SifatMekanik Keramik Insulator Listrik.Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS

Sumin, Lee, Kim, dan Young. 2002. ComparisonStudi of Thermal DecompositionCharacteristic of Wattle and Pine Tannin-based Adhesives. Mokchae Konghak 30(3): 34 – 41. 2002.

Triyono, Bambang, dan Utoro. 1990. TanahLempung Aktif sebagai KatalisPolimerisasi Polipropilena. Yogyakarta:Program Studi Ilmu Kimia, Fakultas PascaSarjana Universitas Gadjah Mada.

Wasrin. 2000. Pemanfaatan Tnin Kulit KayuAcacia decurrens Willd. Sebagai BakuPerekat untuk Pembuatan Papan Serat.J.II.Pert.Indo. Vol. 9(1). 2000