Analisa Resep Stroke Revisi 2 Juli
-
Upload
made-adi-wira-darma -
Category
Documents
-
view
338 -
download
2
description
Transcript of Analisa Resep Stroke Revisi 2 Juli
TUGAS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
KAJIAN RESEP PADA PASIEN STROKE DI RUMAH
SAKIT SANJIWANI-GIANYAR
Oleh:
I Gusti Ayu Mira Semara Wati, S.Farm.
1208515011
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
1
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : WN
Umur : 55 Tahun
Kewarganegaraan : WNI
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gianyar
2. RIWAYAT PENGOBATAN
Tabel 1.Catatan Pengobatan Pasien
Subjektif Objektif Terapi
Punya riwayat hipertensi,
mengeluh lemas pada
tangan dan kaki sejak 6
bulan lalu.
TD : 170/100 mmHg
TG : 196 mg/dL
Ass : Post Stroke Infrak
: Dislipidemia
Opivask 5 mg (1-0-0)
Proxime 100 mg (1 dd 1)
Simbado (0-0-1)
Neurodex ( 1 dd 1)
Kontrol kembali, kedua
kaki lemas, dan bicara
belum jelas.
TD : 160/100 mm Hg
Ass : Post Stroke Infrak
: Dislipidemia
Amdixal 5 mg (1-0-0)
Asetosal 80 mg (1 dd 1)
Simvastatin (0-0-1)
Neurodex ( 1 dd 1)
Setelah diterapi selama 4
bulan, pasien kontrol
kembali.
TD : 130/90 mmHg
TG : 139 mg/dL
Ass : Post Stroke Infrak
Amlodipin 5 mg ( 1-0-0)
ASA 80 mg (1 dd1)
Vit B Complex (1 dd 1)
Setelah diterapi selama 4
bulan, TD pasien
mengalami fluktuasi.
TD : 170/110 mmHg
Ass : Post Stroke Infrak
ASA 80 mg (1 dd 1)
Amlodipin 10 mg (1-0-0)
Vit B Complek (2 dd1)
Fisioterapi
Lanjutna Tabel 1. Catatan Pengobatan Pasien
2
Subjektif Objektif Terapi
Setelah diterapi selama
dua bulan, keluhan yang
dialami pasien tetap yaitu
anggota gerak kanan
terasa pegal.
TD : 130/90 mmHg
Ass : Post Stroke Infrak
Amlodipin 10 mg (1-0-0)
ASA 80 mg (1 dd 1)
B complex (1 dd 1)
Matovit (1 dd 1)
Setelah diterapi selama 3
bulan dengan obat yang
sama, pasien tetap
mengalami keluhan yang
sama yaitu kaki kanan
terasa kaku.
TD : 140/90 mm Hg
Ass : Post Stroke Non
Hemoragik
ASA 80 mg (1 dd 1))
Amlodipin 10 mg (1-0-0)
Neurodex (1 dd 1)
Berdasarkan data rekam medik yang diperoleh, maka dapat diketehui bahwa
pasien menderita post stoke non hemoragik. Dimana pada tanggal 21 Mei 2013 pasien
datang ke dokter dan mengeluh sakit pada kaki kanan. Adapun penjelasan lebih lanjut
dapat dilihat pada table dibawah:
Tanggal Subjektif Objektif Assasment Tindakan
21 Mei
2013
Keluhan pasien
yaitu kaki
kanan terasa
kaku, sakit
kepala (-),.
Data lab: -
Data klinis :
TD : 140/90 mmHg
Veg : DBN
Sensorik : DBN
N cranial : DBN
Post Stroke
Non
Hemoragik
ASA 80 mg (1 dd 1))
Amlodipin 10 mg
(1-0-0)
Neurodex (1 dd 1)
3. RESEP
3
4
4. SKRINING RESEP
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
dinyatakan bahwa skrining resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi:
1. Persyaratan administratif :
Nama, SIP, dan alamat dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
Cara pemakaian yang jelas
Informasi lainnya
2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain-lain).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya dan bila
perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Apoteker juga melakukan
penyiapan obat yang meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan,
penyerahan obat, informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat.
5
A. Skrining Administratif
Kelengkapan Resep AdaTidak ada
Identitas dokter
Nama √SIP √SIK √Alamat rumah √Alamat praktek √No Telp √Hari dan jam kerja √
SuperscriptioSimbol R/ √Nama Kota √Tanggal resep √
Inscriptio Nama obat √Kekuatan/potensi obat √Jumlah obat √
SubscriptioBentuk sediaan obat (BSO)
√
Signatura
Frekuensi pemberian √Jumlah pemberian obat √Waktu minum obat √Informasi lain √
PenutupParaf √Tanda tangan √
Identitas pasien
Nama √Alamat √Umur √Jenis kelamin √Berat badan √Tinggi badan √
Setelah dilakukan skrining administrative diketahui bahwa terdapat beberapa
permasalahan yaitu:
1. Identitas dokter yang dicantumkan dalam resep kurang lengkap, dimana tidak
tercantum SIK, alamat rumah, nomor telepon serta hari dan jam kerja.
6
Pengatasan: Dalam hal ini dianggap dokter penulis resep adalah dokter yang
praktek di Rumah Sakit tersebut sehingga dapat segera
dikomunikasikan dengan dokter penulis resep.
2. Identitas pasien (alamat, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan) tidak
tercantum dalam resep.
Pengatasan: Dalam hal ini perlu ditanyakan kembali kepada pasien mengenai
alamat lengkap, berat badan dan tinggi badan. Identitas pasien
diperlukan untuk menghindari terjadinya medication error dalam
melakukan perhitungan dosis individual dan mempermudah
penelusuran tempat tinggal pasien apabila terjadi masalah atau
kesalahan dalam melayani obat ataupun pada saat melakukan
monitoring dan evaluasi pengobatan pasien.
B. SPESIFIKASI OBAT
Berikut ini merupakan data atau informasi dari masing-masing obat:
1) Aspirin®
Komposisi : Asam asetilsalisilat 80 mg.
Kelas farmakologi : Antiplatelet agen (Lacy, 2012).
Mekanisme kerja : Menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX 1
dan 2) secara irreversible. Melalui asetilasi yang
menghasilkan penurunan pembentukan precursor
prostaglandin, menghambat secara irreversible
pembentukan derivat prostaglandin, tromboksan A2
sehingga menghambat agregasi platelet, sebagai
antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi (Lacy et al.,
2012).
Indikasi : Penanganan nyeri ringan hingga sedang, inflamasi
dan demam,pencegahan dan penanganan infark
miokard, stroke iskemik akut, transient ischemic
7
episode, manajemen rheumatoid arthritis, demam
rheumatik, osteoarthritis, dan gout; terapi adjuvant
dalam prosedur revascularis, stand implantation
(Lacy et al, 2012).
Dosis : Dewasa
Stroke iskemik akut: 150-325 mg sekali sehari,
diawali dalam 48 jam.
Stroke (kardioembolik dan dikontraindikasi terhadap
antikoagulan): 75-325 mg sekali sehari.
Stroke / TIA: 50-325 mg sekali sehari; dosis lasim 81
mg sekali sehari (Lacy et al, 2012).
Pemakaian Obat : Dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada GI (Sweetman,
2009).
Perhatian : Perhatian pada pasien dengan kelainan platelet dan
perdarahan, disfungsi ginjal, dehidrasi, gastritis erosiv
atau penyakit peptic ulcer (Lacy et al, 2012).
Interaksi : Aspirin dapat berinteraksi dengan agen antihipertensi
golongan calcium chanel bloker (CCB) yaitu non
dihidropiridin yang dapat meningkatkan efek dari
aspirin (Lacy et al., 2012).
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap salisilat, NSAID lain, atau
komponen dalam sediaan. Asma, rhinitis, nasal polip,
kelainan perdarahan yang diturunkan (termasuk
defisiensi faktor VII dan IX), tidak boleh digunakan
pada anak-anak kurang dari 16 tahun untuk infeksi
virus dengan atau tanpa demam, tidak boleh diberikan
pada kehamilan terutama trimester ketiga (Lacy et al,
2012).
8
Efek samping : Hipotensi, takikardi, edema, kelelahan, insomnia,
sakit kepala, hipertemia, rash, urtikaria, mual,
muntah, nyeri perut, ulcer, erosive gastric, anemia,
protrombin time panjang, perdarahan, anemia
defisiensi besi, hepatotoksik, hepatitis, gagal ginjal,
asma, bronkospasme (Lacy et al, 2012).
2) Amlodipin®
Komposisi : Amlodipin.
Kelas Farmakologi:Calsium channel-blocker (CCB)(Ehrenpreis &
Ehrenpreis, 2001).
Mekanisme kerja : Menghambat kalsium dalam menembus sel membran
(Ehrenpreis & Ehrenpreis, 2001).
Indikasi : Pengobatan untuk hipertensi, gejala angina stabil
kronis, vasospastic (Prinzmetal) angina, pencegahan
angina (Lacy et al., 2012).
Dosis : Untuk hipertensi pada pasien dewasa: dosis lazim: 5
mg satu kali sehari, dosis maksimum: 10 mg satu kali
sehari. Rentang dosis secara umum: 2,5-10 mg satu
kali sehari.
Pemakaian Obat : Pemberian tidak disarankan bersamaan dengan
makanan (Lacy et al., 2012).
Perhatian : CHF, disfungsi ventrikular kiri parah, penggunaan
bersama dengan β blocker atau digoxin (Ehrenpreis &
Ehrenpreis, 2001).
Interaksi : Moderate
Penggunaan amlodipin bersamaan dengan makanan
dan jus anggur dapat meningkatkan konsentrasi
amlodipin di serum yang berpengaruh pada
9
peningkatan efek samping dan efek farmakologi.
Selain itu, amlodipin juga dapat menurunkan efek
dari clopidogrel, dan efek dari amlodipin dapat
diturunkan oleh garam kalsium (Tatro S.D., 2001;
Lacy et al., 2012).
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap CCB, kehamilan (Lacy et al,
2006; Dollery C., 1999).
Efek samping : Umum : sakit kepala, edema
Serius: CHF (Congestive Heart Failure), aritmia,
hipotensi, depresi (Ehrenpreis & Ehrenpreis, 2001).
3) Neurodex®
Komposisi : Vitamin B1 mononitrat 100 mg,Vitamin B6 200 mg
dan Vitamin B12 200 mcg
Vitamin B1
Kategori farmakologi :Vitamin larut air (Lacy et al., 2012).
Mekanisme kerja : -
Indikasi : Penanganan defisiensi thiamin termasuk beriberi,
Wernicke’s encephalopathy, sindrom Korsakolf,
neuritis yang dikaitkan dengan kehamilan, atau pada
pasien alkoholik (Lacy et al., 2012).
Dosis : Kebutuhan sehari-hari: ≥19 tahun untuk wanita: 1,1
mg, untuk pria: 1,2 mg. Defisiensi pada orang dewasa
: 5-30 mg/dosis I.M. atau I.V. tiga kali sehari, lalu
secara per oral 5-30 mg/hari dalam dosis tunggal atau
terbagi 3 kali sehari selama 1 bulan (Lacy et al,
2012).
Perhatian :-
Kontraindikasi : -.
10
Efek samping : Jarang (Sweetman, 2009)
Vitamin B6 (pyridoxine)
Kelas farmakologi : Vitamin
Indikasi : Pengobatan dan pencegahan defisiensi pyridoxine,
anemia, dermatitis, konvulsi, gejala neurologis seperti
neuritis perifer, penyakit pada kehamilan,
premenstruasi sindrom (Dollery C., 1999).
Mekanisme Kerja : Prekursor untuk menjadi pyridoxal yang memiliki
fungsi pada metabolisme protein, karbohidrat dan
lemak, serta memiliki peran pada penyimpanan
glikogen di otot, sintesis GABA dan heme. (Lacy et
al., 2012).
Dosis : Rekomendasi penggunaan sehari-hari:
Dewasa: Laki-laki: 1,7- 2 mg dan Wanita: 1,4-1,6 mg
(Lacy et al., 2012)
Perhatian : Penggunaan jangka panjang dari dosis tinggi
pyridoxine dapat mencetus terjadinya neuropati
perifer yang parah (Sweetman, 2009).
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap pyridoxine, penggunaan
bersama dengan levodopa.
Efek Samping : Sakit kepala, mengantuk, asidosis, penurunan asam
folat, mual, alergi, neuropati.
Vitamin B12
Kategori farmakologi :Vitamin larut air (Lacy et al., 2012).
Mekanisme kerja : -
Indikasi : Pengobatan anemia pernisiosa, defisiensi vitamin B12
karena defisiensi dalam diet atau malabsorpsi, sekresi
faktor intrinsik yang tidak cukup dan penggunaan
vitamin B12 yang kurang, meningkatnya kebutuhan
11
vitamin B12 pada kehamilan, penyakit ginjal atau
hati, keganasan, perdarahan (Lacy et al., 2012).
Dosis : Kebutuhan sehari-hari untuk orang dewasa : 2,4
mcg/hari. Defisiensi: 50-150 mcg/hari diberikan
antara makan (Sweetman, 2009).
Kontraindikasi : Tidak boleh diberikan pada penderita penyakit Leber
atau tembakau amblyopia (Sweetman, 2009).
Efek samping : Reaksi hipersensitif jarang, dapat menyebabkan
rhinitis, mual dan sakit kepala pada penggunaan
secara intranasal (Sweetman, 2009).
C. Kesesuaian Farmasetik
1) Bentuk sediaan
Dalam resep sudah dicantumkan bentuk sediaan obat yang akan
diberikan kepada pasien yaitu berupa sediaan tablet. Dilihat dari umur
pasien, bentuk sediaan yang diberikan sudah sesuai.
2) Dosis
Untuk dosis yang digunakan disesuaikan dengan umur atau berat
badan pasien serta kondisi pasien. Berdasarkan hal tersebut dosis obat yang
digunakan pada resep sudah sesuai. Untuk pasien stroke penggunaan aspirin
dengan dosis 80 mg/hari sudah memenuhi rentang terapi yaitu 75- 325
mg/hari dengan dosis lazim yaitu 81 mg/hari. Sedangkan untuk amlodipin
dosis lazim untuk orang dewasa adalah 5 mg dan dosis maksimum yaitu 10
mg/hari. Namun, pasien menerima amlodipin 10 mg/hari dan dosis ini sudah
sesuai karena dosis yang digunakan tidak melebihi dosis maksimum. Untuk
sediaan neurodex, dosis yang diberikan sudah sesuai.
3) Potensi/kekuatan
12
Penulisan kekuatan pada resep di atas sudah lengkap dimana untuk
aspirin diberikan Aspilet dan untuk amlodipin diberikan Amlodipin generik.
Untuk potensi sediaan neurodex disesuaikan dengan potensi sediaan yang
ada di pasaran dimana sediaan neurodex mengandung vitamin B1 100 mg,
vitamin B6 200 mg, dan vitamin B12 250 mcg.
4) Stabilitas
Resep tersebut terdiri dari 3 sediaan, dimana terdiri dari sediaan
tunggal. Masing-masing sediaan tersebut cukup stabil selama enam bulan
atau 25% dari tanggal kadaluarsa pada suhu ruangan yang terkontrol yaitu
20-25˚C. Penyimpanan sediaan sebaiknya dijauhkan dari sinar matahari
langsung (Anonim, 2011). Pada saat penyerahan obat, pasien menerima obat
yang belum expired (belum memasuki tanggal kadaluarsa). Untuk menjamin
pasien tidak menerima obat kadaluarsa, maka obat yang memiliki tanggal
kadaluarsa dekat akan dipisahkan sehingga pasien tidak akan menerima obat
tersebut.
5) Inkompatibilitas
Dalam resep yang diberikan tidak terdapat masalah inkompatibilitas
karena semua komponen obat dalam resep diberikan dalam sediaan tunggal
(tidak dicampur).
6) Cara dan lama pemberian
Untuk aspirin, amlodipin dan neurodex dikonsumsi secara per oral 1
kali sehari sebanyak 1 tablet. Cara pemberian untuk aspirin yaitu satu kali
sehari setelah makan, amlodipin diberikan satu kali sehari sebelum makan
(perut kosong) pada pagi hari dan neurodex diberikan satu kali sehari setelah
makan. Cara pemberian ersebut dirasa sudah sesuai untuk pasien.
Jika dilihat dari jumlah obat yang diberikan yaitu aspirin (10 tablet),
amlodipin (10 tablet) dan neurodex (10 tablet) maka dapat dikatakan bahwa
proses terapi pasien dilakukan selama 10 hari. Lama terapi selama kurang
lebih 10 hari dirasa sesuai untuk pasien, dimana lama terapi 10 hari
13
ditujukan untuk memudahkan dalam melakukan kontrol terhadap tekanan
darah pasien sehingga memudahkan dalam memantau kondisi pasien dan
penyesuaian dosis obat karena menurut JNC VII, target tekanan darah pada
pasien hipertensi yaitu < 140/90 mmHg. Namun, untuk pasien stroke target
tekanan darah yang dianjurkan adalah 130/80 mmHg (Devon and Devon,
2007).
D. Kesesuaian Farmakologis/ Pertimbangan Klinis
1) Tepat indikasi
Indikasi yang dituliskan oleh masing-masing pabrik biasanya berbeda-
beda sehingga indikasi yang digunakan adalah indikasi yang sesuai dengan
kategori farmakologi masing-masing obat. Selanjutnya dari indikasi tersebut
maka dapat ditentukan efek farmakologi dari obat tersebut. Berdasarkan
informasi yang diberikan dari pasien maka dapat dilihat kesesuaian obat
dengan kondisi pasien:
Aspirin Sebagai antiplatelet yang menghambat pembentukan
thrombus pada pembuluh darah.
Amlodipin Sebagai agen anti hipertensi yang dapat menurunkan
tekanan darah pasien..
Neurodex Sebagai neuroprotektor
Pemilihan aspirin juga sudah tepat karena aspirin disebutkan sebagai
lini pertama dalam pencegahan kekambuhan stroke (Dipiro et al., 2008).
Amlodipine dengan dosis 10 mg diindikasikan sebagai agen antihipertensi.
Amlodipin dipilih karena selain dapat mengontrol tekanan darah, amlodipin
juga dapat mencegah risiko stroke dengan efek sebagai neuroprotektor yang
melindungi sel saraf dari kerusakan sehingga otak kurang peka terhadap
iskemia (Toklu et al., 2009). Selain itu, amlodipin juga berperan dalam
mencegah penebalan caratid intima media yang merupakan faktor stroke
14
disamping amlodipin dapat menurunkan tekanan darah sistolik sentral lebih
baik dibandingkan agen lain (Ravenni et al., 2011; Wang et al., 2007)
Sedangkan multivitamin diindikasikan untuk terapi adjuvant (neuroprotektor)
untuk melindungi sel-sel saraf pasien. Adapun algoritme terapi dapat dilihat
pada gambar 1.
15
Gambar 1. Algoritme terapi stroke non hemoragik
16
2) Tepat pasien
Pasien diberikan sediaan tablet. Pemberian bentuk sediaan ini kepada
pasien yang berusia 55 tahun dirasa sudah sesuai, dimana pasien juga tidak
memiliki keluhan berupa gangguan menelan. Disamping itu pasien juga
tidak memilki riwayat alergi terhadap obat, gangguan gastrointestinal, dan
gangguan ginjal sehingga pemberian obat ini dirasa sudah sesuai.
3) Tepat obat
Secara umum penggunaan obat aspirin, amlodipin dan neurodex sudah
tepat untuk mengatasi stroke non hemoragik yang diderita oleh pasien.
Pemilihan aspirin dosis rendah (50-325 mg/hari) sudah tepat dimana aspirin
merupakan lini pertama dalam penanganan stroke.
Pada penanganan pasien dengan stroke kardioembolik, yang menjadi
poin penting dalam pencegahan stroke sekunder adalah antikoagulasi atau
antiplatelet. Namun antiplatelet lebih dipilih karena memiliki efek
perdarahan yang lebih rendah dibandingkan dengan antikoagulan seperti
warfarin. Pemilihan aspirin dosis rendah merupakan lini pertama dalam
pencegahan stroke selain kombinasi aspirin-dipiridamol dan clopidogrel.
Aspirin dipilih sebagai agen antiplatelet untuk pengatasan stroke karena
pasien tidak mengalami atrial fibrilasi, stroke iskemik noncardioembolic
atau TIA serta aspirin dapat mengurangi resiko stroke berulang. Aspirin
digunakan untuk mencegah terjadinya gangguan kardiovaskular dengan
bekerja dengan menghambat derivatisasi prostaglandin, tromboksan A2 yang
mengakibatkan penghambatan agregasi platelet sehingga mencegah
terbentuknya trombus. Dengan demikian dapat mencegah kerusakan jaringan
otak akibat berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Selain itu, aspirin
juga memiliki kelebihan dibandingkan agen lainnya yaitu aspirin lebih aman,
mudah diberikan dan tersedia. Selain itu, aspirin diabsorbsi dengan cepat
dalam saluran pencernaan. Kadar plasma puncak aspirin tercapai pada 30
sampai 40 menit setelah dikonsumsi dengan efek penghambatan fungsi
17
trombosit dalam waktu 1 jam. Aspirin memiliki waktu paruh yang pendek
(15-20 menit) dalam sirkulasi darah manusia, namun efek penghambatan
platelet berlangsung selama rentang hidup trombosit (10 hari) karena aspirin
menginaktivasi platelet COX-1 ireversibel (Sztriha et al., 2004).
Namun, jika dibandingkan dengan agen antiplatelet lain seperti
clopidogrel dan kombinasi dipiradamol-aspirin, aspirin mungkin memiliki
aktivitas antiplatelet yang lebih rendah dibandingkan kedua agen tersebut.
Clopidogrel memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan aspirin
tunggal dan digunakan untuk pasien dengan stroke iskemik, kematian
pembuluh darah, infrak miokard serta jika pasien mengalami kontraindikasi
terhadap aspirin. Cloidogrel digunakan sebagai lini pertama penanganan
pasien dengan resiko tinggi mengalami multiple vascular risk factors seperti
penyakit arterial peripheral. Sedangkan, kombinasi dipiridamol-aspirin
memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingakan dengan aspirin tunggal
namun agen ini digunakan pada penangana TIA atau mengalami stroke
iskemik dimana jika clopidogrel dikontraindikasikan (Diener, 2002; NICE,
2010). Dalam pengobatan dengan menggunakan agen antiplatelet harus tetap
dipantau kadar International Normalized Ratio (INR) pasien yaitu berkisar
2,0-3,0.
Pemilihan Amlodipin sebagai agen antihipertensi dalam kasus ini
sudah tepat. Menurut Dipiro et al. (2008), terapi lini pertama untuk
penanganan stroke adalah golongan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor
(ACEI). Namun, untuk pasien dengan usia lebih atau sama dengan 55 tahun
lebih disarankan untuk menggunakan obat golongan CCB (Devon and
Devon, 2007). Penggunaan ACEI kurang sesuai untuk pasien geriatri karena
dapat menyebabkan hipotensi akut dimana hal ini terjadi pada pasien lanjut
usia dan penggunaan bersama dengan diuretik. Hal ini disebabkan faktor
fisiologis tubuh pasien lanjut usia akan berbeda dengan orang dewasa sehat,
dimana penggunaan ACEI akan berdampak pada ginjal dimana penggunaan
18
ACEI akan menyebabkan penurunan perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus.
Amlodipin juga tidak mempengaruhi elekrolit dalam plasma atau lipid
sehingga menguntungkan pada pasien dengan gagal ginjal kronis,
hiperlipidemia, dan aterosklerosis. Karena pasien pernah mengalami
dislipidemia, maka pemberian amlodipin sebagai terapi dirasa sudah tepat
karena dapat mengurangi atau mencegah terjadinya peningkatan kadar lipid
dalam darah yang berakibat terjadinya ateroma pada pembuluh darah. Selain
itu, amlodipin dipilih karena golongan CCB dapat mencegah penebalan
caratid intima media yang merupakan faktor pemicu stroke disamping
amlodipin dapat menurunkan tekanan darah sistolik sentral lebih baik
dibandingkan agen lain. (Guidi et al., 2002; Ravenni et al., 2011; Wang et
al., 2007). Selain berfungsi sebagai antihipertensi, amlodipin berperan
sebagai neuroprotektor (antiapoptosis, antiinflamasi dan antioksidan) yang
berfungsi dalam melindungi sel saraf (neuron) dari kerusakan sehingga otak
kurang peka terhadap iskemia. Iskemia mengakibatkan aktivasi berlebihan
reseptor asam amino eksitatori, akumulasi kalsium intraseluler dan
melepaskan produk toksik lain yang menyebabkan lesi pada sel. Dengan
mencegah pelepasan neurotransmiter eksitatori, agen-agen neuroprotektif
dapat mengurangi efek iskemia yang merusak pada sel. Pemberian
amlodipin digunakan untuk mencegah kematian sel selama terjadi hipoksia
dan reoksigenasi. Pemberian amlodipin jangka panjang dapat menurunkan
stres oksidatif pada otak serta dapat mengurangi lesi iskemia. Sebagai
antioksidan, amlodipin dapat menurunkan peroksidasi membran lipid serta
memulihkan aktivitas Na, K ATP ase yang berfungsi dalam menjaga
keseimbangan elektrolit dan cairan dalam sel, organ dan seluruh tubuh
(Toklu et al., 2009). Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut pemberian
amlodipin dirasa sudah sesuai.
Vitamin B1, B6, dan B12 yang terdapat dalam resep digunakan sebagai
agen neuroprotektor kelompok neurotropik. Vitamin B1 dan vitamin B6
19
berfungsi dalam sintesis dopamine dan serotonin. Defisiensi vitamin B6
menyebabkan penumpukan homosistein yang dapat memicu gangguan
seperti hipertensi, stroke, dan parkinson Vitamin B12 berfungsi dalam
mensintesis asam lemak menjadi myelin yang berfungsi dalam
menghantarkan impuls saraf (Moreno et al, 2009).
4) Tepat dosis
Ketepatan dosis obat yang diberikan kepada pasien dapat dilihat
dengan memperhitungkan dosis lazim dan dosis maksimal dari masing-
masing obat. Dosis lazim, dosis maksimal dan penggunaan dosis dalam
resep dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Dosis Lazim, Dosis Maksimal dan Penggunaan Dosis dalam Resep
Zat aktif Dosis lazimDosis maksimum
Dosis dalam Resep
Keterangan
Amlodipin 5 mg/hari 10 mg/hari 5 mg/hariRentang terapi
Aspirin80-100 mg/hari
325 mg/hari 80 mg/hariRentang terapi
Tiamin100-300 mg/hari
- 100 mg/hariRentang terapi
Piridoksin15 – 50 mg/hari
100-500 mg/hari
200 mg/hariRentang terapi
Sianokobalamin 250 mcg/hari - 200 mcg/hariRentang terapi
Dilihat dari interval dan durasi pemberian obat, pemberian obat dalam
resep diharapkan dapat menjaga tekanan darah pasien dan mencegah
terjadinya stroke. Penggunaan piridoksin dan sianokobalamin bertujuan
untuk mencegah terjadinya komplikasi neuropati pada pasien dengan
menstimulasi regenerasi sel saraf (Head, 2006).
20
5) Waspada terhadap efek samping obat
Dalam hal ini frekuensi (%) pemunculan efek samping obat tidak
diketahui sehingga pasien disarankan untuk hati-hati terhadap efek samping
yang mungkin timbul yaitu sakit kepala, hipotensi, mual, muntah, nyeri
perut. Jika terjadi efek samping tersebut penggunaan obat dapat dihentikan
namun setelah dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau
apoteker.
E. Monitoring
1. Efektivitas Terapi
a. Kondisi klinik
Tanda-tanda klinis terjadinya perbaikan berupa menurunnya tekanan
darah, tidak terjadi perdarahan, sensorik menjadi normal dan N cranial
menjadi normal.
2. Tanda-tanda vital:
Sebelum dilakukan pemberian terapi, hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa TTV pasien tidak normal. Diharapkan setelah pemberian terapi, TTV
pasien berada dalam batas normal (suhu tubuh 35,5-35,8°C (96-97°F)); denyut
nadi (60-100 bpm); respirasi 12‐20 rpm; dan tekanan darah (<130/80 mmHg).
3. Laboratorium :
Pemeriksaan INR dalam menilai terjadinya perdarahan yang disebabkan
oleh penggunaan obat antiplatelet seperti aspirin dimana kadar INR yang
diharapkan yaitu 2-3. Pemeriksaan fungsi ginjal juga diperlukan untuk menilai
terjadinya perubahan fungsi filtrasi glomerulus dan perfusi ginjal.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan untuk menilai apakah pasien mengalami
gangguan hati yang dijadikan dasar dalam penggantian obat jika pasien sudah
mengalami kegagalan terapi dengan aspirin.
21
2. Efek samping
a. Kondisi klinik
1. Penggunaan aspirin dapat menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, ulcer,
erosive gastric, perdarahan, protrombine time panjang (Lacy et al., 2012).
2. Penggunaan amlodipin dapat menyebabkansakit kepala, edema, CHF,
aritmia, hipotensi, dan depresi (Ehrenpreis and Ehrenpreis, 2001).
3. Penggunaan neurodex dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk,
asidosis, penurunan asam folat, mual, alergi, neuropati, dan rhinitis
(Sweetman, 2009).
b. Laboratorium
1. Penggunaan antiplatelet seperti aspirin berpotensi menyebabkan
perdarahan sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap INR. Selain itu
penggunaan antiplatelet golongan NSAID memerlukan monitoring berupa
uji serum kreatinin (Scr), blood urea nitrogen (BUN), dan complete blood
cell (CBC) setiap 2-4 minggu setelah memulai terapi NSAID selama 1-2
bulan (Wells et al., 2006).
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Clinical Guidelines for Stroke Management 2010. Australia: National Stroke Foundation.
Anonim. 2011. Medication Expiration Dating. (Cited at : April 27th 2013). Available athttp://www.cedrugstorenews.com/userapp//lessons/page_view_ui.cfm?lessonuid=&pageid=98A4D0865060D9CDE96A50282801AE4D
Baxter, K. 2008. Stockley’s Drug Interactions Eighth Edition. London: Pharmaceutical Press
Devon, M and E. Devon. 2007. Clinical Guideline for Secondary Prevention Management in Stroke. Royal Cornwall Hospital: NHS Trust.
Diener, H.C. 2002. Controversies in Stroke Aspirin Therapy Should Be First-Line Treatment in Secondary Prevention of Stroke—Against. American Heart Association Stroke 2002.33:2138-2139
Dipiro, J. T., B. G. Wells., T. Schwighammer., C. Hamilton. 2009. Pharmacotherapy Handbook A Pathophysiologic Approach., 7th edition. New York: McGraw-Hill.
Dollery, S. C. 1999. Therapeutics Drugs 2nd Edition. New York: Marcel Dekker.
Guidi,E., Enrico E. M. and Maria G. C. 2002. Acute and Long-Term Effects af ACE Inhibition on Renal Haemodynamics in Glomerular and Interstitial Nephropathies. Journal of Renin-Angiotensin-Aldosterone System 2002 3: 40
Head, K.A. 2006. Peripheral Neuropathy: Pathogenic Mechanisms and Alternatives Therapies. Alternative Medicine Review. Vol. 11 No. 4.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Kirshner, H.S. 2009. Secondary Stroke Prevention and the Role Antiplatelet Therapies. Clinical Medicine: Therapeutics 2009: 1 601-612
23
Lacy, C.F., L.L. Armstrong, M.P. Goldman, and L.L.Lance, 2012. Drug Information Handbook with International Trade Name Index. New York: Lexicomp.Pharmaceuticals Press.
MIMS Petunjuk Konsultasi Indonesia Edisi 2009.
Moreno, S. C., Antonio J. E dan Antonio M. 2009. Stroke: Role of B Vitamins, Homocysteine and Antioxidants. Nutritional Research Reviews, Vol: 22. P. 49-67.
Moreno, S. C., Antonio J. E dan Antonio M. 2009. Stroke: Role of B Vitamins, Homocysteine and Antioxidants. Nutritional Research Reviews, Vol: 22. P. 49-67.
Nice. 2008. Stroke: Diagnosis and Initial Management of Acut Stroke and Transient Ischaemic Attack (TIA). London: National Institute for Health and Clinical Excellence.
Nice. 2010. Clopidogrel and Modified-Release Dipyridamole for the Prevention of Occlusive Vascular Events: London: National Institute for Health and Clinical Excellence.
Ravenni,R. Joe F. J., Edoardo C.,and Alberto M. 2011. Primary stroke prevention and hypertension treatment: which is the first-line strategy? Neurol Int. 2011 July 5;3(2): e12.
Sztriha, L.K., Erika S., Katalin S., dan Laszlo V. 2004. Aspirin and Clopidogrel Resisance. The Journal of the International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine. Vol 5 No.3.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36th Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Tatro S. D. 2001. Drug Information Facts Volume 1. California: A Wolters Kluwer Company. P:44.
Toklu, H., Mustafa D., Meral Y., Meral K-U., and Goksel S. 2009. The Protective Effect of Melantonin and Amlodipine Againts Cerebral Ischaemic/Reforfusion_Induced Oxidative Brain Injury in Rats. Marmara Medical Journal 2009; 22 (1); 034-044.
24
Wang, J.G.,Yan L.,Stanley S. F.,and Michel S. 2007. Prevention of Stroke and Myocardial Infarction by Amlodipine and Angiotensin Receptor Blockers. American Heart Association 2007.50:181-188.
25