ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

8
ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010 Sumarsono, MKPP UMM, NIM 09370028 Menyusul pembatalan Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 66 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 28 September 2010. Sebagaimana kita ketahui, tanggal 31 Maret 2010, MK melalui Putusan Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 telah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang BHP tidak mengikat secara hukum. Putusan tersebut telah mengakibatkan ketiadaan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggara dan tata kelola satuan pendidikan. Karena PP No 17 Tahun 2010 tidak mengatur tentang penyelenggara dan tata kelola satuan pendidikan, maka menjadi penting untuk menerbitkan PP baru untuk menggantikannya yang tentu saja diharapkan dapat menjawab persoalan tentang penyelenggara dan tata kelola satuan pendidikan agar dapat mengakomodasi pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No.66 tahun 2010 tentang pendidikan membuat beberapa pakar dan pengamat pendidikan merasa kecewa. Ketua satuan tugas gabungan dari sekretariat gabungan tujuh Perguruan Tinggi Negri (PTN) PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 1

Transcript of ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

Page 1: ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

Sumarsono, MKPP UMM, NIM 09370028

Menyusul pembatalan Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan

(BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan

Pemerintah (PP) No 66 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 17

Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang telah

ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 28 September 2010.

Sebagaimana kita ketahui, tanggal 31 Maret 2010, MK melalui Putusan Nomor

11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 telah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2009 Tentang BHP tidak mengikat secara hukum. Putusan tersebut telah

mengakibatkan ketiadaan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggara dan tata

kelola satuan pendidikan.

Karena PP No 17 Tahun 2010 tidak mengatur tentang penyelenggara dan tata

kelola satuan pendidikan, maka menjadi penting untuk menerbitkan PP baru untuk

menggantikannya yang tentu saja diharapkan dapat menjawab persoalan tentang

penyelenggara dan tata kelola satuan pendidikan agar dapat mengakomodasi

pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No.66 tahun 2010 tentang pendidikan

membuat beberapa pakar dan pengamat pendidikan merasa kecewa. Ketua satuan

tugas gabungan dari sekretariat gabungan tujuh Perguruan Tinggi Negri (PTN) Badan

Hukum Milik Negara (BHMN), Ari Purbayanto menegaskan, peraturan pemerintah (PP)

no 66 tahun 2010 tentang pengelolaan PTN dinilai terlalu mencampuri urusan otonomi

PTN. Oleh karena itu, dengan tegas PTN ber BHMN menolak PP.

PP No 66/2010 ini jelas menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi perguruan-

perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Sejumlah PTN masih mencoba mencermati

PP baru ini karena beberapa aturan dalam PP tersebut dinilai tidak sesuai dengan kondisi

perguruan tinggi saat ini. PP ini berisi beberapa hal pokok, di antaranya tentang PTN

yang tercantum dalam Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pengelolaan keuangannya

harus tunduk pada UU Keuangan melalui Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 1

Page 2: ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

(PKBLU). Untuk menyesuaikan dengan penggunaan PKBLU, masih diperlukan masa

transisi. Namun, diharapkan pada 31 Desember 2012 semuanya sudah selesai.

Dalam PP baru ini juga disebutkan tentang kewajiban-kewajiban PTN dalam

proses rekrutmen mahasiswa baru. Setiap perguruan tinggi minimal harus menerima

20% mahasiswa yang memiliki keterbatasan ekonomi, tetapi memiliki otak cemerlang.

Sementara untuk penerimaan mahasiswa baru, ditetapkan 60% mahasiswa baru harus

melalui seleksi nasional dan terhitung sejak 2011 mendatang sudah mulai dilaksanakan.

Mengenai aturan ini, tak sedikit perguruan tinggi yang kemungkinan tidak sepakat.

Seharusnya yang diatur pemerintah adalah biaya pendidikan PTN, bukan teknis

penerimaan. Berapa standar tarif untuk fakultas tertentu. Karena yang jadi masalah

selama ini tuduhan biaya di PTN yang sangat tinggi. Untuk jurusan favorit seperti

kedokteran, biayanya bisa sangat tinggi sesuka perguruan tinggi itu menetapkannya.

PP tersebut dapat menimbulkan konsekuensi menurunkan kinerja di PTN,

mengembalikan budaya birokrasi yang selama ini hampir tidak ada lagi di BHMN.

Menurut Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pangabdian kepada

Masyarakat (WRSP3M) UGM Retno Sunarminingsih mengungkapkan, pihaknya tidak

menerima peraturan penerimaan 60 persen mahasiswa lewat seleksi nasional. Katanya,

penerimaan yang sudah dijalankan di UGM sudah cukup baik dan berhasil menjaring

mahasiswa yang berprestasi.

Menurutnya, peningkatan input mahasiswa baru tidak identik dengan

penetapan kuota kuantitas mahasiswa dari proses seleksi yang sama. UGM juga tidak

mau dipaksa menerima mahasiswa dalam jumlah tertentu, jika akhirnya banyak yang

tidak bersaing sehingga di drop out. Namun mengenai kuota 20 persen penerimaan

mahasiswa miskin berprestasi, UGM akan mendukung. Apalagi selama ini UGM sendiri

sudah menerima melebihi kouta yakni sebanyak 28 persen

Adapula pendapat yang dikemukakan oleh Koordinator Koordinasi Perguruan

Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V Yogyakarta, Bambang Supriyadi mengungkapkan,

point yang cukup berpengaruh bagi PTS pada PP 66 tersebut diantaranya adalah adanya

keharusan PTN untuk menerima 60 persen mahasiswa dari seleksi nasional atau

SNMPTN. Meski belum dilakukan analisis secara mendalam, namun hal tersebut diakui

tetap memiliki imbas.

PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 2

Page 3: ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

Menurut Bambang, memang ketentuannya sekarang PTN harus

mengakomodir 60 persen mahasiswa baru melalui seleksi nasional. Padahal sebelumnya

banyak PTN besar yang menyelenggarakan tes sendiri, sehingga pada saat mau

menerima yang melalui SNMPTN, mungkin jatahnya tinggal 15 atau 20 persen saja.

Kalau dari sisi cara seperti itu, saya memang belum melihat secara pasti imbasnya bagi

PTS. Tetapi jika menggunakan metode demikian, otomatis PTS bisa saja kecolongan

mahasiswa. Menurutnya, aturan baru tersebut pada dasarnya tetap tidak mengurangi

atau menambah secara signifikan perolehan mahasiswa di PTS. Karena etika PTN

menggunakan seleksi mandiri sekalipun, hal tersebut tetap menjadikan PTS sebagai

pilihan selanjutnya.

UGM, misalnya, berpendapat bahwa peningkatan input mahasiswa baru tidak

identik dengan penetapan kuota kuantitas mahasiswa dari proses seleksi yang sama.

Karena, perguruan tinggi tidak bisa dipaksa menerima mahasiswa dalam jumlah tertentu

jika akhirnya banyak yang tidak bersaing sehingga terpaksa drop out.

Contoh lainnya adalah IPB. Bisa jadi IPB akan menemui kesulitan untuk

mengikuti aturan baru ini karena sejak era 1970-an, IPB telah menggulirkan sistem

penerimaan mahasiswa baru melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB/USMI (semacam

jalur PMDK) dimana sekitar 70% mahasiswa baru masuk ke IPB melalui jalur bebas tes ini

(karena seleksi dilakukan berdasar nilai rapor siswa).

Kelebihan jalur USMI ini adalah pemberian kesempatan juga pemerataan akses

pendidikan bagi seluruh anak negeri dari Sabang hingga Merauke. Dikuranginya jatah

jalur USMI berarti mengurangi akses anak-anak bangsa terutama yang tinggal di

berbagai pelosok Tanah Air untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Bisa dibayangkan jika perguruan tinggi ke depan harus mengikuti aturan 60%

mahasiswa baru harus melalui seleksi nasional, maka bisa jadi yang akan terjaring masuk

perguruan tinggi adalah siswa-siswa yang berasal dari sekolah-sekolah favorit di kota.

Siswa di kota dengan segala kelengkapan fasilitas belajar jelas akan lebih mudah lolos

seleksi nasional (SNMPTN) bila dibanding dengan siswa-siswa di sekolah-sekolah

pelosok.

PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 3

Page 4: ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

Pola BLU

Hal lain yang juga ditetapkan dalam PP No 66/2010 adalah terkait pengelolaan

keuangan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). PTN berstatus Badan Hukum Milik Negara

(BHMN) tetap ada, tetapi pengelolaan keuangannya harus tunduk kepada Undang-

Undang tentang keuangan yang ada.

Pada penjelasan pasal 220B ayat 3 PP No 66/2010 disebutkan bahwa

Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut

Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan

Universitas Airlangga memenuhi kewajiban sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan

yang diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pengelolaan keuangan badan

layanan umum, paling lambat 31 Desember 2012.

PTN-PTN pun tengah mencermati pola BLU ini. Pengalaman berbagai PTN yang

telah lebih dulu menerapkan BLU menggambarkan bahwa penerapan BLU tidak hanya

berdampak pada sistem tata kelola keuangannya saja, akan tetapi berdampak pada

semua sektor yang ada di PTN tersebut. Ini berarti PTN harus siap bekerja keras,

berpeluh-peluh untuk melakukan berbagai penyesuaian akibat sistem baru ini.

Dampak beragam dialami Universitas Diponegoro (Undip) sebagai PTN

pertama yang menerapkan BLU. Yang paling berat justru dirasakan internal Undip, sebab

akuntabilitas keuangan dinilai secara terbuka. Artinya, badan-badan pemeriksa

semacam BPK sampai KPK bisa melakukan pemeriksaan apabila diduga ada

penyelewengan keuangan. Namun dampak yang paling baik, justru dirasakan

masyarakat. Sebab, dengan pengelolaan keuangan yang bersifat independen, biaya

pendidikan bisa ditekan lebih murah.

Para Rektor PTN memang pernah mengeluh seputar penerimaan dan

pencairan anggaran untuk kebutuhan kampus. Selama ini mereka harus menyetorkan

dahulu ke negara seluruh dana yang diterima. Karena penerimaan itu termasuk

penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Setelah proses setor ke kas negara, dana

tersebut dikembalikan ke kampus lewat rektor yang tentu saja membutuhkan waktu

lama. Selain dianggap berbelit, proses itu tidak efektif dan efisien. Yang merepotkan lagi,

apabila kampus bersangkutan mendapatkan sumbangan atau hibah atas nama pribadi.

PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 4

Page 5: ANALISA PP NOMOR 66 TAHUN 2010

Tentu kalau harus melapor dan setor dahulu ke kas negara akan sangat menyulitkan

kampus. Oleh karena itu, BLU dipandang sebagai pilihan tepat.

Belajar dari kasus pembatalan UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi maupun

kasus penyodoran BLU sebagai pola pengelolaan keuangan, ada sebuah kesimpulan

besar yakni tabrakan antar peraturan sebenarnya tidak perlu terjadi apabila pembuat-

pembuat keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun

peraturan, sehingga di kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti

ini. Karena, hal itu akan merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan

adanya kebingungan dalam memilih aturan mana yang harus dipakai.

Kini kita tinggal menunggu sikap apa yang akan ditunjukkan PTN-PTN terutama

yang sudah berstatus BHMN. Siap tunduk dan patuh pada PP No 66/2010 ataukah akan

mengajukan sejumlah keberatan demi melanjutkan kehidupan otonomi perguruan tinggi

yang selama ini telah dipersiapkan dengan tetesan peluh.

DAFTAR BACAAN

http://diksia.com/kontroversi-pp-no-662010/

http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=5733

http://www.upi.edu/spot/id/14/Pidato-Rektor-dalam-Rangka-Dies-Natalis-Universitas-

Pendidikan-Indonesia-Ke-56-20-Oktober-1954---20-Oktober-

2010.Mengokohkan-Misi-Kelembagaan-Menuju-Implementasi-PP-66/14

http://triwahyudingeblogyuk.blogspot.com/2010/11/intisari-peraturan-pemerintah-

nomor-66.html

PP Nomor 17 tahun 2010, tentang PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN

PP Nomor 66 tahun 2010, tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN

PP 66 Tahun 2010, analisa—sumarsono—MKPP UMM, 09370028 5