Analisa Pemotongan dan Pengaruh terhadap Kekasaran Material

79
ANALISA PENGARUH PUTARAN SPINDLE DAI\ KECEPATAN MAKAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA SCM 4 PADA PROSES MILLING Oleh: MULYADI, ST FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO L ^-*--l ueuruuorynu I : r

description

Analisa Pemotongan dan Pengaruh terhadap Kekasaran Material

Transcript of Analisa Pemotongan dan Pengaruh terhadap Kekasaran Material

ANALISA PENGARUH

PUTARAN SPINDLE DAI\ KECEPATAN MAKAN

TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA SCM 4

PADA PROSES MILLING

Oleh:

MULYADI, ST

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

L

^-*--lueuruuorynu I

:

r

IrTt- { $?

bl. tnI f,jI{Y

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

a. Judul Penelitian

b. Bidang llmu

c. Kategori Penelitian

I Peneliti

: Analisa Pengaruh Putaran Spindle DanKecepatan Makan Terhadap kekasaran

Permukaan Baja SCM 4 Pada Proses

Milling: Teknik Mesin

: Pengembangan Ilmu

Mulyadi, STLaki-Laki206290

Dosen Fak. Teknik: Teknik / Teknik MesinUniversitas Muhammadiyah Sidoarjo

: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

: Kec. Pandaan Kab. Pasuruan

: 6 bulan

a. Nama LengkaP dan Gelarb. Jenis Kelaminc. Gol./Pangkat/NlKd. Jabatan Fungsionale. Jabatan Strukturalf. Faksltas / Jurusan

g. Lembaga Peneliti

Lokasi PenelitianLama Penelitian

\ 1 engetahuiPeneliti

4nffizMulyadi. STNIK.206290

-

1t

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan ridho-Nya

yang diberikan kepada penulis sehingga akhirnya penelitian yang berjudul “Analisa

Pengaruh Putaran Spindle Dan Kecepatan Makan Terhadap kekasaran Permukaan

Baja SCM 4 Pada Proses Milling”dapat diselesaikan.Sebagai wujud terima kasih

penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian dan

penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini baru membahas sebagian kecil saja dari

proses milling ,masih banyak hal lain yang perlu dianalisa dan dikembangkan .Harapan

penulis ada generasi selanjutnya yang dapat mengembangkan tema ini lebih luas lagi

dan semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua .

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Sidoarjo, 2009

Penulis

iv

BIODATA PENELITI

1. DATA PRIBADIa. Nama Lengkap : Mulyadi, STb. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. Alamat : Ds. Tandonsentul RT01/RW01 Kec.

Lumbang Kab. Probolinggod. Status : Kawine. Pekerjaan : Dosen Universitas Muhammadiyah

SidoarjoPegawai Swasta

2. PENDIDIKANa. SD : SDN Tandonsentul Tahun 1984-1990b. SMP : SMPN Lumbang Tahun 1990-1993c. STM : STMN Mayangan Tahun 1993-1996d. KLK : KLK Pandaan Tahun 1996-1997e. S I : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Jurusan

Teknik Mesin) Tahun 2001-2004f. AKTA IV : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Tahun 2004-2005

3. PEKERJAANa. Tahun 1997-Sekarang : PT Berlina Tbk Pandaan-Pasuruanb. Tahun 2006-Sekarang : Dosen Universitas Muhammadiyah

Sidoarjo (Teknik Mesin)

v

ABSTRAK

Pemilihan mesin dan proses yang baik untuk membuat suatu produk tertentumemerlukan pengetahuan yang mendasar mengenai segala kemungkinan yang terjadiselama proses produksi. Oleh karena itu pemilihan bahan, set up mesin dan penentuanparameter pemesinan yang tepat perlu dioptimalkan untuk menghasilkan produk yangberkualitas.

Dalam penelitian ini parameter pemesinan yang divariasikan adalah PutaranSpindle (n) yaitu sebesar 300 rpm, 700 rpm, dan 1300 rpm. Serta Kecepatan Makan(Vf) yaitu sebesar 15 mm/min, 21 mm/min, 29mm/min,diameter 70 mm,tebal potongan15 mm. Sedangkan Kedalaman Potong (a) dibuat konstan yaitu sebasar 0,35 mm. Dankemudian dilakukan uji kekasaran pada permukaan benda kerja tersebut. Kemudiandata-data yang diperoleh dianalisa dan dibahas berdasarkan statistik korelasi, dan ujihipotesis.

Dari perhitungan statistik antara variasai putaran spindle dan kekasaranpermukaan maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran spindle, makatingkat / nilai kekasaran permukaan akan semakin rendah dan semakin tinggi kecepatanmakan, maka tingkat / nilai kekasaran permukaan akan semakin tinggi.

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii

ABSTRAKSI ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2

1.3 Batasan Masalah ..............................................................................3

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................4

1.6 Metode Penelitian ...........................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Proses Permesinan ............................................................................6

2.2. Mesin Milling ....................................................................................8

2.3. Proses Milling ...................................................................................9

2.4. Macam-Macam Alat Potong Mesin Milling....................................10

2.5. Elemen Dasar Proses Permesinan ...................................................13

2.6. Material Baja ...................................................................................15

2.7 Material Pahat ..................................................................................15

vii

2.7.1. Pahay HSS ...................................................................................17

2.8. Cairan Pendingin .............................................................................18

2.81. Jenis Cairan Pendingin ..................................................................19

2.8.2. Pemakaian Cairan Pendingin .......................................................20

2.9 Konfigurasi Permukaan ...................................................................21

2.10. Macam-Macam Profil dan Permukaan .........................................22

2.11. Kekasaran Permukaan ...................................................................25

2.11.1. Kekasaran Permukaan Ideal .......................................................29

2.11.2. Kekasaran Permukaan Natural ...................................................31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................44

3.2 Persiapan Bahan dan Alat .............................................................44

3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................48

3.4 Prosedur Pengambilan dan Pengolahan Data ...............................53

3.4.1. Prosedur Pengolahan Data Berdasarkan Statistik Korelasi .........54

3.4.1. Prosedur Pengolahan Data Berdasarkan Uji Hipotesa .................55

3.5 Diagram Alir Penelitian .................................................................56

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Perhitungan Teoritis ........................................................................57

4.2. Variasi Putaran Spindle dan Kekasaran Permukaan .......................59

4.3. Variasi Kecepatan Makan dan Kekasaran Permukaan ...................62

4.4. Pengolahan Data dengan Metode Statistik Korelasi dan Uji Hipotesis t

.......................................................................................................62

viii

4.4.1. Perhitungan Statistik ....................................................................63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .....................................................................................69

5.2. Saran ...............................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA ............... ......................................................................... 70

BIODATA PENELITI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Dalam menghadapi kemajuan teknologi dewasa ini yang berkembang

cepat diberbagai bidang, khususnya dibidang industri pemesinan maka dampak

dari perkembangan ini terlihat adanya ketelitian dan kualitas dari proses

pemesinan yang semakin baik sehingga dapat menunjang peranan teknologi

pemesinan dalam pengembangan kualitas hasil produksi yang akhirnya dapat

mendukung kemajuan dari industri tersebut. Kualitas produk tentunya ada yang

bermutu baik dan jelek, oleh karena itu ada usaha-usaha untuk meningkatkan

efesiensi suatu proses produksi salah satunya pada pemakaian mesin frais, dimana

untuk mendapatkan produk yang baik maka peningkatan kualitas merupakan

faktor keputusan yang dipertimbangkan untuk suatu proses pemesinan.

Pemilihan mesin dan proses yang baik untuk membuat suatu produk

tertentu memerlukan pengetahuan mendasar mengenai segala kemungkinan yang

terjadi selama proses produksi. Pada proses pemesinan, tujuan untuk mencari hasil

yang berkualitas dan menghasilkan produk yang sesuai dengan karakteristik yang

diinginkan dan produk yang sesuai dengan spesifikasinya, maka perlu diusahakan

menekan kesalahan-kesalahan.

Sampai saat ini masih banyak hasil dari proses pemesinan yang masih

kurang memenuhi standart yang telah ditentukan. Hal ini dapat disebabkan oleh

berbagai macam hal, misalnya ketidaktepatan pemilihan bahan dengan set up

2

mesin dan keterbatasan teknologi yang digunakan untuk proses produksi pada

industri. Penggunaan set up dalam proses produksi yang tidak tepat oleh operator

juga dapat mempengaruhi kualitas hasil produksi karena operator bekerja

berdasarkan pengalaman dan tidak memperhatikan teori-teori yang ada

Dalam hal ini yang harus diterapkan adalah machinability, yang dapat

didefinisikan sebagai kemampuan suatu logam atau metal yang dapat diraut atau

dipotong dengan mesin perkakas yang sesuai. Kriteria yang sesuai dapat dipakai

untuk menyatakan machinability suatu proses-proses perautan adalah umur pahat

yang lebih lama, gaya makan yang rendah dan permukaan akhir yang halus.

Mengingat begitu pentingnya arti tingkat kekasaran pada suatu komponen

tertentu, terutama benda kerja berbentuk plat, maka harus dibuat produk yang

mempunyai tingkat kekasaran yang sesuai dengan spesifikasi. Tingkat kekasaran

akan dipengaruhi oleh sifat mekanis bahan dan set up mesin. Oleh karena itu

maka penelitian kali ini akan membahas tentang “Analisa Pengaruh Putaran

Spindle dan Kecepatan Makan Terhadap Kekasaran Permukaan Baja SCM

4 Pada Proses Milling”.

1.2. Rumusan Masalah.

Dengan melihat uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh putaran spindle dan kecepatan makan terhadap

kekasaran permukaan baja SCM 4 ?

2. Bagaimana hubungan antara putaran spindle dan kecepatan makan terhadap

kekasaran permukaan baja SCM 4 ?

3

1.3. Batasan Masalah.

Untuk mengontrol penelitian agar tidak terjadi pembahasan yang meluas

maka perlu adanya batasan masalah antara lain :

1. Material spesimen adalah baja SCM 4. Pemilihan bahan SCM 4 didasarkan

karena bahan tersebut umum dugunakan dalam industri, harga relatif

murah, mudah dibentuk disbandingkan ST 70- ST90

2. Jenis mesin frais yang digunakan adalah mesin frais Arfa.

3. Jenis pahat yang digunakan adalah pahat HSS.

4. Proses pengefraisan yang digunakan adalah Face Milling.

5. Parameter pemesinan yang divariasikan adalah putaran spindle (n) sebesar

300 rpm, 700 rpm, 1300 rpm, dan gerak makan (vf) sebesar 15 mm/min, 21

mm/min, 29 mm/min, sedang kedalaman potong (a) sebesar 0,35 mm,

dengan diameter 70 mm, dan tebal 10 mm.

6. Tidak melakukan analisa gaya, perpindahan panas, dan perubahan struktur

mikro selama proses pemesinan.

7. Cairan pendingin yang digunakan adalah coolant (jerumus)

8. Kondisi pahat dianggap dalam keadaan normal dan layak pakai.

9. Tidak membahas umur pahat.

10.Kondisi mesin frais dan alat uji kekasaran dianggap baik dan terkalibrasi.

11.Operator dianggap terampil dan berpengalaman.

4

1.4. Tujuan Penelitian.

1. Mengetahui bagaimana pengaruh putaran spindel dan kecepatan makan

terhadap tingkat kekasaran permukaan baja SCM 4

2. Untuk mengetahui hubungan antara putaran spindel dan kecepatan makan

terhadap tingkat kekasaran permukaan baja SCM 4

3. Untuk mengetahui kondisi pemesinan pada proses frais baja SCM 4 yang

sesuai untuk menghasilkan produk yang berkualitas

1.5. Manfaat Penelitian.

1. Memberi gambaran tentang pengaruh dan hubungan antara putaran spindel

dan kecepatan makan terhadap tingkat kekasaran permukaan baja SCM 4.

2. Sebagai wacana dan bahan acuan bagi peneliti lanjutan dengan kajian yang

sama untuk pengembangan penelitian ini.

3. Sebagai informasi kepada operator mesin untuk menghasilkan produk yang

berkualitas.

1.6. Metodologi Penelitian.

Untuk menganalisa permasalahan ini, maka metodologi yang diambil

adalah sebagai berikut :

1. Observasi Lapangan

Merupakan langkah awal yang dilakukan penulis untuk mendapatkan

informasi yang berhubungan dengan objek penelitian.

5

2. Metode Literatur

Merupakan langkah penelusuran dan penelaah buku-buku referensi,

untuk menambah wawasan teoritis yang lebih luas.

3. Proses pemesinan dilakukan di bengkel perkakas PT.Berlina Tbk.

Pandaan-Pasuruan.

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Proses Pemesinan

Proses pemesinan sering juga disebut proses pemotongan logam yaitu

suatu proses yang digunakan untuk mengubah suatu produk dari logam

(komponen mesin) dengan cara memotong. Karena bentuk benda kerja yang

beraneka ragam maka proses pemesinan yang dilakukan juga bermacam-macam.

Menurut jenis kombinasi gerak potong dan gerak makan maka proses pemesinan

dibedakan menjadi 7 (tujuh) macam proses yang berlainan antara lain :

1. Proses Membubut (turning)

2. Proses Menggurdi (drilling)

3. Proses Mengefrais (milling)

4. Proses Menggerinda rata (surface grinding)

5. Proses Menggerinda Silinder (cylindrical grinding)

6. Proses Menyekrap (shaping)

7. Proses Menggergaji/memarut (sawing)

Berdasarkan gambar dan teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik

suatu produk komponen mesin, maka salah satu atau beberapa jenis proses

pemesinan harus dipilih salah satu sebagai urutan proses yang digunakan untuk

mengerjakannya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif telah ditentukan

dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif

tersebut tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan penampang geram

7

(sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau

kecepatan pembuangan geram dapat dipilih agar supaya pada saat pemotongan

ukuran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik. Situasi seperti ini timbul

pada setiap perencanaan proses pemesinan, dengan demikian dapat dikemukakan

lima elemen dasar proses pemesinan, yaitu :

1. Kecepatan Potong (cutting speed) : v (m/min)

2. Kecepatan Makan (speeding speed) : vf (mm/min)

3. Kedalaman Potong (dept of cut) : a (mm)

4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)

5. Kecepatan penghasilan geram : Z (cm3 / min)

Elemen proses pemesinan tersebut (v, vf, a, tc, dan Z) dihitung berdasarkan

dimensi benda kerja dan atau pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran

mesin perkakas yang dapat diatur bermacam-macam tergantung dari mesin

perkakas. Oleh sebab itu rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen

proses pemesinan dapat berlainan. Yang akan ditinjau pada proses pemesinan

yang umum dikenal yaitu proses frais. Dengan memahami keadaan yang terjadi

dalam proses frais dapatlah hal ini dipakai sebagai patokan untuk perbandingan

dengan keadaan yang terjadi pada proses pemesinan yang lain.

8

2.2. Mesin Milling

Milling (frais) adalah suatu cara untuk menghilangkan geram dari benda

kerja dengan pertolongan alat potong yang berputar dan memiliki satu deretan

mata potong pada kelilingnya. Gerak potong dilakukan oleh cutting tool, sedang

gerak kerjanya oleh benda kerja. Mesin milling adalah mesin yang paling mampu

melakukan banyak tugas dari segala mesin perkakas, baik permukaan yang datar

maupun berlekuk dapat dimesin dengan penyelesaian dan ketelitian istimewa.

Gambar 2.1

Konstruksi Mesin Frais

(B.H Amstead, Phlilip F. Ostwald, Teknologi Mekanik, Jilid 2)

9

2.3. Proses Milling

Dua jenis utama pahat frais (milling cutter) adalah pahat frais

selubung/mantel (slab milling cutter) dan pahat frais muka (face milling cutter).

Sesuai dengan jenis pahat yang digunakan dikenal dengan dua macam cara yaitu

mengefrais datar (slab milling) dengan sumbu putaran pahat frais selubung sejajar

permukaan benda kerja, dan mengefrais tegak (face milling) dengan sumbu

putaran pahat frais muka tegak lurus permukaan benda kerja. Selanjutnya

mengefrais datar dibedakan menjadi dua macam cara yaitu, mengefrais naik (up

milling/convensional milling) dan mengefrais turun (down milling).

Proses frais turun akan menyebabkan benda kerja tertekan kemeja dan

meja terdorong oleh bahan yang mungkin suatu saat gaya dorongnya melebihi

gaya dorong ulir atau roda gigi penggerak meja. Sedangkan proses frais naik akan

mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih banyak menggesek benda

kerja yaitu pada saat mulai memotong dan selain itu permukaan benda akan lebih

kasar. Dengan semakin baiknya konstruksi mesin maka mengfrais turun

cenderung lebih banyak digunakan sebab lebih produktif dan lebih halus hasilnya.

Pahat frais dengan diameter tertentu dipasangkan pada poros utama

(spindle) mesin frais dengan perantaraan poros pemegang (untuk pahat frais

selubung) atau langsung melalui hubungan poros atau lubang konis (untuk pahat

frais muka yang mempunyai poros konis). Putaran poros utama dapat dipilih

sesuai dengan tingkatan putaran yang tersedia pada mesin frais. Posisi sumbu

poros utama mesin frais dapat horizontal atupun vertikal, tergantung pada jenis

mesinnya. Benda kerja yang dipasangkan pada meja dapat diatur kecepatan

10

makannya tergantung pada harga gerak makan pergigi yang diinginkan. Besarnya

kecepatan makan antara lain dipengaruhi oleh jumlah gigi pahat frais. Untuk

kecepatan makan yang sama maka gerak makan pergigi menjadi berlainan bila

jumlah gigi berbeda. Kedalaman potong diatur dengan cara menaikkan meja

melalui roda pemutar untuk menggeserkan lutut pada tiang mesin frais

2.4. Macam-macam Alat Potong Mesin Milling

Pemotong terbuat dari baja karbon tinggi, berbagai baja kecepatan tinggi,

atau yang berujung karbida disenter atau paduan cor bukan besi tertentu.

Pemotong yang paling umum diapaki dalam gambar 2.6. dikelompokkan terutama

menurut bentuk umumnya atau jenis pekerjaan yang dapat dilakukannya.

1. Pemotong milling biasa

Pemotong biasa adalah sebuah pemotong berbentuk piringan yang

hanya memiliki gigi pada kelilingnya. Giginya dapat lurus, atau heliks kalau

lebarnya lebih dari 15 mm. pemotong heliks lebar yang digunakan untuk

pekerjaan meratakan yang berta mungkin memiliki takik pada giginya untuk

mematahkan serpihan dan memudahkan pengeluarannya.

2. Pemotong milling samping

Pemotong ini mirip dengan pemotong datar kecualai bahwa

giginya disamping. Kalu dua pemotong beroperasi bersama, setiap

pemotong adalah datar pada satu sisi dan memliki gigi pada sisi yang lain.

Pemotong frais samping mungkin bergigi lurus, heliks atau sigsag.

11

3. Pemotong gergaji pembelah logam

Pemotong ini mirip dengan pemotong frais datar atau samping

kecuali bahwa pembuatannya sangat tipis, biasanya 5 mm atau kurang.

Pemotong datar dari jenis ini diberi pengaman dengan menggerinda sisinya

untuk menghasilkan ruang bebas bagi pemotongnya.

4. Pemotong milling sudut

Semua pemotong bentuk sudut termasuk dalam kelompok ini.

Mereka dibuat menjadi pemotong sudut tunggal maupun sudut ganda.

Pemotong sudut tunggal ini mempunyai satu permukaan kerucut, sedangkan

pemotong sudut ganda bergigi pada dua permukaan kerucut. Pemotong

sudut digunakan untuk memotong lidah roda, tanggem, galur pada pemotong

frais, dan pelebar lubang.

5. Pemotong milling bentuk

Gigi pada pemotong ini diberikan suatu bentuk khusus. Termasuk

didalamnya adalah pemotong cekung dan cembung, pemotong roda gigi,

pemotong galur, pemotong pembuat sudut, dan sebagainya.

6. Pemotong milling ujung

Pemotong ini mempunyai poros integral untuk menggerakkan dan

mempunyai gigi di kelilingnya dan ujungnya.Galurnya dapat lurus ataupun

heliks. Karena mahalnya baja kecepatan tinggi, maka konstruksi ini

menghasilkan banyak penghematan dalam biaya bahan. Frais ujung

digunakan untuk proyeksi permukaan, membujur-singkarkan ujung,

12

memotong celah dan dalam pekerjaan pencerukan misalnya pembuatan

cetakan.

7. Pemotong celah-T

Pemotong jenis ini menyerupai pemotong datar kecil atau frais

saamping yang memilki poros integral lurus atau tirus untuk penggerakkan.

Penggunaannya untuk mengefrais celah-T. bentuk yang khusus adalah

pemotong dudukkan pasak Woodruff, yang dibuat dalam ukuran standart

untuk memotong dudukan bulat gabi pasak Woodruff.

8. Pemotng gigi sisipan

Dengan meningkatnya ukuran pemotong, adalah ekonomis untuk

menyisispkan gigi yang terbuat dari bahan mahal ke dalam baja yang lebih

murah. Gigi pada pemotong semacam ini dapat diganti kalau aus atau patah.

Gambar 2.5

Macam – macam Alat Potong Frais

(B.H . Amstead, Philip F. Ostwald, Teknologi Mekanik, Jilid 2)

13

2.5. Elemen Dasar Proses Pemesinan

Elemen dasar proses pemesinan berdasarkan gambar teknik,

dimana dinyatakan spesifikasi geometri suatu produk komponen mensin, salah

satu atau beberapa jenis proses pemesinan yang digunakan. Bagi satu tingkat

proses, setelah ukuran objektif ditentukan kemudian pahat membuang sebagian

material benda kerja sampai ukuran objektif tercapai. Pada proses pemesinan ada

tiga variabel proses yang ditetapkan harganya yaitu kedalaman pemotong, gerak

makan dan kecepatan potong untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan

geometri dan toleransi yang diminta.

Elemen dasar proses pemesinan dapat diketahui atau dihitung dengan

rumus yang dapat diturunkan dengan memperlihatkan gambar. Dalam hal ini

rumus yang digunakan berlaku bagi kedua cara mengefrais, mengefrais tegak atau

mengefrais datar.

Gambar 2.6

Proses Frais Tegak

(Taufiq Rochim, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan)

Benda kerja: w = lebar pemotongan (mm)

lw = panjang pemotongan (mm)

14

a = kedalaman potong (mm)

pahat frais: d = diameter luar (mm)

z = jumlah gigi (mata potong)

Kf = sudut potong utama,

= 900 untuk pahat frais selubung

Mesin frais: n = putaran poros utama (rpm)

vf = kecepatan makan (mm/min)

f = gerak makan (mm/put)

Elemen dasar poros frais adalah sebagai berikut:

1. Kecepatan potong…………………………………….. (2.1)

1000

.. ndV

m /min…………………………………… (2.2)

2.Gerak makan per gigi

).( nzvffz mm/put……………………………….. (2.3)

3. Waktu Pemotongan

vflttc min……………………………………….. (2.4)

dimana: lt = lv + ln mm

lv ≥ )( ada untuk mengefrais datar,

lv ≥ 0; untuk mengefrais tegak

ln ≥ 0; untuk mengefrais datar

ln = d /2; untuk mengefrais tegak.

4. Kecepatan penghasilan geram

1000

.. wavfZ cm3/min……………………………….. (2.5)

15

2.6. Material Baja

Baja ialah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur-unsur lain. Baja

merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Baja dapat

dibentuk melalui pengecoran, penempaan. Baja merupakan logam yang paling

banyak digunakan dalam dunia teknik. Klasifikasi mengikuti standart SAP

(Society of Automotive engineers) dan ASISi (America Iron and Steel institute).

Baja Karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S

dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja ini

dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon rendah adalah dengan

kadar karbon kurang dari 0,30 %, baja karbon sedang mengandung 0,30 %sampai

0,45 % karbon dan baja karbon tinggi berisi karbon antara 0,45 % sampai 1,70 %.

Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya juga bertambah tinggi tetapi

perpanjangannya menurun.

2.7. Material Pahat

Selama proses pembentukan geram dengan cara pemesinan berlangsung,

dengan mempertemukan dua jenis material. Untuk menjamin kelangsungan proses

ini maka jelas diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material

benda kerja. Keunggulan tersebut dapat dicapai karena pahat dibuat dengan

memperhatikan berbagai segi yaitu :

16

1. Kekerasaan

Yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak saja pada

temperatur ruang melainkan juga pada temperatur tinggi pada saat proses

pembentukan geram berlangsung.

2. Keuletan

Yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi sewaktu

pemesinan dengan interupsi maupun sewaktu memotong benda kerja yang

mengandung partikel/bagian yang keras (hard spot).

3. Ketahanan beban kejut termal

Diperlukan bila terjadi perubahan tempertur yang cukup besar secara

berkala/periodik.

4. Sifat adhesi yang rendah

Untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat, mengurangi laju

keausan, serta penurunan gaya pemotongan.

5. Daya larut element/komponen material pahat yang rendah

Dibutuhkan demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme

difusi.

Secara berurutan material-material pahat akan dibahas mulai dari yang

paling lunak tetapi ulet sampai dengan yang paling keras tetapi getas, yaitu :

1. Baja Karbon

2. High Speed Steels (HSS)

3. Paduan Cor Nonferro

4. Karbida

17

5. Keramik

6. Cubic Boron Nitrides (CBN)

7. Intan

2.7.1. Pahat HSS (High Speed Steels)

Pada mulanya yang dimaksud dengan HSS adalah setiap baja

campuran tinggi dari Wolfram (W) dan Chromium (Cr), kemudian baja-

baja campuran krom (Cr) dan Molybdenum (Mo) juga disebut sebagai

HSS. Pahat High Speed Steels (HSS) terbuat melalui proses penuangan

unsur-unsur paduan diatas kemudian diikuti pengerolan ataupun

penempaan, baja ini dibentuk menjadi batang atau silinder. Pada kondisi

lunak bahan tersebut padat diproses secara pemesinan menjadi bahan

bentuk pahat potong. Setelah proses laku panas dilaksanakan kekerasannya

akan cukup tinggi. Karena sifat keuletan yang relatif baik, maka saat ini

pahat HSS masih digunakan. Hot Hardness dan Recovery Hardness yang

cukup tinggi pada pahat HSS dapat dicapai dengan adanya unsur paduan

W, Cr, V, Mo, dan Ca. pengaruh unsur-unsur tersebut pada unsur dasar

besi (Fe) dan karbon (C) adalah sebagai berikut :

1. Wolfram (W)

Wolfram dapat membentuk karbida yaitu paduan yang sangat keras

yang menyebabkan kenaikkan temperatur untuk proses hardening dan

tempering. Dengan demikian hot hardness dipertinggi.

2. Chromium (Cr)

18

Chromium menaikkan hardenability dan hot hardness. Chrom

merupakan elemen pembentuk karbida, akan tetapi Cr menaikkan

sensitivitas terhadap overheating.

3. Vanadium (V)

Vanadium akan menurunkan sensivitas terhadap overheating serta

menghasilkan besar butir. Vanadium juga merupakan elemen

pembentuk karbida.

4. Molybdenum (Mo)

Mempunyai efek yang sama seperti W akan tetapi lebih terasa dengan

menambah 0,4 – 0,9 % Mo dalam HSS dengan paduan utama W (W-

HSS) dapat dihasilakan HSS yang mampu dikeraskan di udara. Selain

itu, Mo-HSS lebih kuat sehingga mampu menahan beban-beban kejut.

Kejelekannya adalah lebih sensitif terhadap overheating (hangusnya

ujung-ujung yang runcing) sewaktu dilakukan proses heat treatment.

5. Cobalt (Co)

Cobalt bukan merupakan elemen pembentuk karbida. Ditambahkan

dalam HSS untuk menaikkan hot hardness dan tahanan keausan. Besar

butir menjadi lebih halus sehingga ujung-ujung yang runcing tetap

terpelihara selama heat treatment pada temperatur tinggi.

2.8. Cairan Pendingin

Cairan pendingin mempunyai fungsi yang khusus dalam proses

pemesinan. Selain untuk memperpanjang umur pahat cairan pendingin dalam

beberapa kasus mampu menurunkan gaya potong dan memperhalus permukaan

19

produk hasil pemesinan. Selain itu cairan pendingin juga berfungsi sebagai

pembersih/pembawa gram dan melumasi elemen pembimbing (ways) mesin

perkakas serta melindungi benda kerja dan komponen mesin dari korosi. Secara

umum dapat dikatakan bahwa peran utama cairan pendingin adalah mendinginkan

dan melumasi pahat dan benda kerja selama proses pemesinan berlangsung.

2.8.1. Jenis Cairan Pendingin

a. Cairan Sintetik (Syntetic Fluids, Chemical Fluids)

Cairan yang jernih atau diwarnai yang merupakan larutan murni (true

solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan aktif

unsur yang dilarutkan tersebar diantara molekul air dan tegangan

permukaannya (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni ini

tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk menyerap panas yang

tinggi dan melindungi terhadap korosi.

b. Cairan Emulsi (Emulsious Cutting Fluids)

Air yang mengandung partikel / minyak (5 s/d 20 m). unsur pengemulsi

ditambahkan dalam minyak yang kemudian dilarutkan dalam air.

c. Cairan Semi Sintetik (Semi Syintetic Fluids)

Merupakan perpaduan antara jenis A dan B diatas yang mempunyai

karakteristik sebagai berikut :

- Kandungan minyaknya lebih sedikit dari tipe B (10% - 45%)

- Kandungan pengemulsi (molekul penurun tegangan permukaan) lebih

banyak dari tipe A.

d. Minyak (Cutting Oils)

20

Minyak yang berasal dari salah satu atau kombinasi dari minyak bumi,

minyak binatang, minyak ikan, atau minyak nabati. Viskasitasnya

bermacam-macam tergantung dari pemakaian. Pencampuran antara

minyak bumi dan minyak hewan atau minyak nabati menaikkan daya

pembasahan sehingga memperbaiki daya lumas.

2.8.2. Pemakaian Cairan Pendingin

Banyak cara yang dipraktekkan untuk mengefektifkan pemakaian cairan

pendingin sebagai berikut :

a. Manual

Pada umumnya operator memakai kuas untuk memerciki pahat gurdi,

tap, atau freis dengan minyak pendingin. Selama hal ini dilakukan

secara

teratur dan kecepatan potong tidak terlalu tinggi maka umur pahat bisa

lebih lama.

b. Dikucurkan/Dibanjirkan

Sistem pendingin yang terdiri atas pompa, saluran, nozel dan tangki

dimilki oleh semua mesin perkakas. Satu atau beberapa nozel dan

slang fleksibel diatur sehingga cairan pendingin disemprotkan pada

bidang aktif pemotongan.

c. Ditekan lewat saluran pada pahat

Cairan pendingin dialirkan dengan tekanan tinggi melewati saluran

pahat. Untuk penggurdian lubang yang dalam atau pengefraisan

dengan posisi yang sulit dicapai dengan penyemprotan biasa.

21

d. Dikabutkan

Cairan pendingin disemprotkan berupa kabut. Partikel cairan sintetik,

semi sintetik, atau emulsi disemprotkan melalui aspiratur yang bekerja

dan prinsip seperti semprotan nyamuk. Cairan dalam tabung akan naik

melalui pipa berdiameter kecil, karena daya vakum akibat aliran udara

diujung atas pipa dan menjadi kabut yang menyemprot keluar.

2.9. Konfigurasi permukaan

Konfigurasi permukaan suatu elemen mesin apabila ditinjau dengan

skala yang kecil merupakan suatu karateristik geometris yang dapat berupa

mikrogeometri. Konfigurasi pemukaan akan memegang peranan penting

dalam perencanaan elemen mesin, yaitu yang berhubungan dengan gesekan,

keausan, pelumasan, tahanan kelelahan dari komponen, perekatan dua atau

lebih komponen-komponen mesin, dan sebagainya. (Taufiq Rachim, 1985).

Untuk menerjemahkan karateristik permukaan suatu elemen mesin

ke dalam gambar teknik, diperlukan parameter-parameter guna

mengidenfikasikan konfigerasi permukaan.Akan tetapi sampai saat ini

parameter-parameter yang ada belum dapat menjelaskan suatu permukaan

secara sempurna, karena permasalahan konfigurasi permukaan masalah yang

komplek.

Ketidakteraturan konfigurasi suatu permukaan apabila ditinjau dari

profil yang dihasilkan dapat dibagi :

1. Tingkatan pertama merupakan ketidakteraturan mikrogeometri

(kesalahan bentuk). Ketidak teraturan ini kemungkinan disebabkan oleh

22

kesalahan bidang-bidang pembimbing dari mesin perkakas, lenturan dari

perkakas dan benda kerja, kesalahan posisi pada waktu pencekaman

benda kerja.

2. Tingkatan kedua disebut dengan gelombang (Waviness) yang

merupakan ketidakteraturan priodik dengan panjang gelombang yang

lebih besar dibandingkan aplitudonya (kedalamanya). Kemungkinan

terjadinya ketidakterturan disebabkan karena kesalahan bentuk perkakas,

kesalahan penyenteran perkakas, terjadinya getaran pada saat proses

pemotongan.

3. Tingkatan ketiga disebut alur (groves). Kemungkinan penyebabnya

adalah jajak atau bekas dari pemotongan (bentuk ujung pahat dan gerak

makan).

4. Tingkatan keempat disebut serpihan (flakes). Kemungkinan

penyebabnya adalah proses pembentukan geram.

2.10. Macam-macam Profil dan Permukaan

Akibat ketidak sempurnaan alat ukur, cara pengukuranya dan cara

evaluasi hasil permukaan suatu permukaan benda kerja sesungguhnya

(real,surface) tidak dapat dibuat grafiknya atau duplikatnya, melainkan hanya

mendekati bentuk sesungguhnya. Permukaan yang mendekati bentuk

sesungguhnya disebut permukaan terukur (measure surface).

Akibat penyimpangan-penyimpangan selama proses pemotongan maka

permukaan geometris ideal (geometrically ideal surface) yaitu permukaan yang

dianggap mempunyai bentuk yang sempurna, tidak mungkin dapat dibuat.

23

Sedangkan permukaan yang disyaratkan pada gambar tenik dengan cara-cara

standart tertentu disebut permukaan nominal (nominal surface).

Profil adalah garis yang dihasilkan pada proses pemotongan,

khususnya pemotongan ortogonal dan pemotongan miring (oblique).

Beberapa istilah profil dan parameter permukaan dapat dilihat pada gambar

dibawah :

Gambar 2.7

Macam Profil dan Parameter Permukaan

(Taufiq Rochim, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan)

Keterangan Gambar :

Profil geometri ideal (geometrically ideal profile), adalah profil

permukaan geometris ideal (dapat berupa garis lurus ataupun garis

lengkung).

Profil terukur (measured profile), adalah profil dari permukaan terukur.

Profil referensi (reference profile), adalah pofil yang digunakan

sebagai referensi untuk menganalisa ketidakteraturan konfigurasi

permukaan profil ini dapat berupa garis lurus atau garis dengan bentuk

24

sesuai dengan profil geometris ideal, serta menyinggung puncak

tertinggi dari profil terukur dalam suatu sampel.

Profil dasar (root profile), adalah profil referensi yang digeserkan

kebawah (arah tegak lurus terhadap profil geometris ideal pada suatu

panjang sampel), sehingga menyinggung titik tertendah dari profil

terukur.

Profil tengah (center profile), adalah profil referensi yang digeser

kebawah sedemikian rupa, sehingga jumlah luas dari daerah-daerah

diatas profil tengah sampai ke profil terukur adalah sama dengan

jumlah luas daerah dibawah profil tengah sampai ke profil terukur.

Kedalam total (peak to valley height, Rt) ; jarak rata-rata antara profil

referensi dan profil dasar (m).

Kedalam perataan (peak to mean line, Rp) ; jarak rata-rata antara profil

referensi dengan profil terukur. (Taufik Rochim, 1985 : 63)

Rp. = 1/l 1

0

yi dx (m)……………………………….. (2.6)

Kekasaran rata-rata aritmetris (mean roughness index, Ra) ; adalah

harga rata-rata aritmetris dari harga absolutnya jarak antara profil

terukur dengan profil tengah. (Taufiq Rochim, 1985 : 64)

Ra = Rp. = 1/l 1

0

hi dx (m)………………………..... (2.7)

25

Kekasaran rata-rata kwadratis (root mean square geight, Rg) ; adalah

akar dari jarak kwadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil

tengah.

Rg = 1

0

)(1 mdxl ……………………………….. (2.8)

2.11. Kekasaran Permukaan.

Kekasaran permukaan dari bagian-bagian mesin dan juga bekas

pengerjaannya merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin mutu

bagian-bagian, seperti misalnya suaian atau ketahanan, maupun tampak dari

bagian-bagian. Penunjukan konfigurasi perukaan yang mencakup kekasaran

permukaan, arah bekas pengerjaan dan sebagainya, diperlukan untuk menjamin

tujuan-tujuan diatas.Perincian konfigurasi permukaan tidak diperlukan jika proses

pembuatan biasa dapat menjamin pengerjaan akhir yang dapat diterima.

Dalam proses pemesinan (machining process), kekasaran permukaan

(surface roughness) merupakan sifat yang penting, karena sifat ini menentukan

kualitas produk yang dihasilkan. Kekasaran permukaan merupakan sifat

permukaan suatu benda yang dapat dirasakan oleh indera. Pada industri

pemesinan, pengukuran sifat permukaan sangat diperlukan, terutama yang

bergerak dibidang produksi. Elemen-elemen mesin seperti poros, pasak dan

sebagainya memerlukan pengukuran untuk menentukan nilai kekasaran

permukaan, selain toleransi pengukuran dan presisinya.

Kekasaran permukaan adalah salah satu sifat bahan yang sangat penting

dan dapat dirasakan oleh indera kita. Pada industri permesinan, pengukuran

26

terhadap permukaan sangat penting terutama yang bergerak dalam bidang

produksi. Elemen-elemen mesin seperti poros, lubang pasak, dan sebagainya

memerlukan pengukuran yang teliti untuk menentukan nilai kekasaran

permukaan, disamping toleransi ukuran dan posisinya.

Kekasaran permukaan dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Terutama

sekali dipergunakan “penyimpangan rata-rata aritmetik dan garis rata-rata profil”,

sesuai perkembangan alat ukur dan persyaratan rencana. Dibeberapa negara

dipakai “sepuluh titik ketinggian Rz, dari ketidakrataan” dan “ketinggian

maksimum Rmax dari ketidakrataan” secara konvensional.

Ketentuan-ketentuan dari tiga macam kekasaran permukaan nilai-nilai

numeriknya digariskan dalam ISO/R 468-1966, yaitu :

a. Kekasaran atau penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil.

Kekasaran rata-rata Ra adalah harga rata-rata ordinat-ordinat profil efektif

garis rata-ratanya. Profil efektif berarti garis bentuk dari potongan permukaan

efektif oleh sebuah bidang yang telah ditentukan secara konvensional,

terhadap permukaan geometris ideal.

27

Gambar 2.8

Penyimpangan rata-rata aritmetik Ra dari garis rata-rata profil

(Tekeshi Sato, N. Sugiarto H. Menggambar Mesin Menurut Standart ISO)

b. Ketidakrataan Ketinggian Sepuluh Titik RZ

Ketidakrataan ketinggian sepuluh titik RZ adalah jarak rata-rata antara

lima puncak tertinggi dengan lembah terdalam antara panjang contoh, yang

diukur dari garis sejajar dengan garis rata-rata dan tidak memotong profil

tersebut.

RZ = (R1 + R3 + R5 +R7 +R9) – (R2 + R4+ R6 +R8 +R10)5

Gambar 2.9

Ketinggian sepuluh titik dari Rz dari ketidakrataan

(Tekeshi Sato, N. Sugiarto H. Menggambar Mesin Menurut Standart ISO)

c. Ketidakrataan Ketinggian Maksimum (Rmax)

28

Ketidakrataan ketinggian maksimum Rmax adalah jarak antara dua garis

sejajar dengan garis rata-rata, dan menyinggung profil pada titik tertinggi dan

terendah antara panjang contoh.

Gambar 2.10

Tinggi maksimum Rmaz dari ketidakrataan.

(Tekeshi Sato, N. Sugiarto H. Menggambar Mesin Menurut Standart ISO)

d. Harga-harga Untuk Panjang Contoh (Sampel)

Untuk pengukuran kekasaran permukaan, seri harga panjang contoh

ditunjukkan pada tabel 2.1. Hubungan antara harga-harga panjang contoh

(lihat tabel 2.4) dan harga-harga kekasaran diperinci dalam standart-standart

nasional. Dalam JIS 0601 (kekasaran permukaan) persesuaiannya diperinci

dalam tabel 2.2 . Dalam hal Ra panjang contoh diambil tiga kali atau lebih dari

harga bulat. Harga-harga bulat yang diutamakan adalah:

0,08; 0,25; 0,8; 2,5; 8; 25.

Dalam mm harga bulat standart adalah 0,8 mm.

Harga-harga bulat yang diutamakan

0,08

0,25

0,8

2,50

8,00

25,00

Tabel 2.2.

Panjang contoh / (satuan mm)

29

(Takeshi Sato, N. Sugiarto H, Menggambar Mesin Menurut Standart ISO)

Ra atau Rmax

(μm)L (mm)

0,8 <

6,3 <

25 <

< 0,8

< 0,63

< 25

< 100

0,25

0,8

2,5

8

Tabel 2.3.

Hubungan antara panjang contoh / dan kekasaran permukaan (JIS B 0601)

(Takeshi Sato, N. Sugiarto H, Menggambar Mesin Menurut Standart ISO)

Kekasaran permukaan yang dihasilkan selama proses permesinan dapat

dibagi dua, yaitu :

1. Kekasaran permukaan ideal, yang dipengaruhi oleh pemakanan pahat,

kecepatan pahat, geometri pahat atau sudut potong pahat

2. Kekasaran permukaan natural, yang dipengaruhi oleh tidak teraturnya proses

pemotongan.

2.11.1. Kekasaran Permukaan Ideal

Kekasaran permukaan ideal merupakan kemungkinan

penyelesaian akhir terbaik yang dapat dihasilkan, karena hanya

dipengaruhi oleh bentuk pahat dan pemakanan. Kekasaran permukaan

ideal hanya dapat didekati apabila penumpukan lapisan material benda

kerja pada bidang geram pahat (built-up edge), getaran (chatter), tidak

tepatnya gerakan pahat pada mesin perkakas dan sebagainya diabaikan.

Hasil permukaan ideal untuk proses pengurdian (yang diperoleh pada

kondisi ideal) dengan pahat yang tajam dapat dilihat pada gambar :

30

Gambar 2.11

Model Kekasaran Permukaan Ideal Untuk Pahat dengan Ujung Tajam

(Geoffrey Boothroyd, 1981 : 136)

Nilai kekasaran permukaan (Ra) diberikan sebagai jumlah mutlak semua

luasan diatas dan dibawah garis rata-rata dibagi panjang. Sehingga untuk

gambar diatas nilai kekasaran permukaannya adalah :

Ra =f

luascdeluasabc ][][ ……………………………….. (2.9)

Dimana f = pemakan pahat

Karena luas abc dan cde sama, maka :

Raf

2(luas abc) =

4

maxR................................................... (2.10)

Dimana :2

maxRadalah tinggi segitiga abc.

Pahat potong biasanya mempunyai sudut pojok yang beradius,

seperti yang ditunjukkan pada gambar diperhatikan juga permukaan yang

dihasilkan oleh pahat pada kondisi ideal.

31

Gambar 2.12

Model Kekasaran Permukaan Ideal Untuk Pahat dengan Ujung Beradius

(Geoffrey Boothroyd, 1981 : 138)

Keterangan gambar :

Rg = radius pojok pahat

Machined surface = bidang yang telah terpotong.

Nilai kekasaran permukaannya dipengaruhi oleh pemakanan dan radius

pojok pahat.

2.11.2. Kekasaran Permukaan Natural

Dalam praktek biasanya sulit didapat kondisi kekasaran

permukaan ideal, dan biasanya kekasaran permukaan natural akan

membentuk proporsi yang besar terhadap kekasaran permukaan actual.

Salah satu factor utama yang membentuk terbentuknya kekasaran

permukaan natural adalah terjadinya penumpukan lapisan material benda

kerja pada bidang geram dengan mata potong pahat (built-up edge).

Semakin besar built-up edge, semakin kasar pula kekasaran permukaan

yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha untuk

mengurangi gesekan antara geram dengan pahat dan untuk menghilangkan

32

atau mengurangi built-up edge, guna meningkatkan hasil permukaan.

Salah satu usaha untuk itu adalah memperbesar kecepatan potong.

Kekasaran permukaan actual untuk benda kerja dengan kecepatan potong

rendah lebih besar bila dibandingkan dengan kecepatan potong yang lebih

tinggi. Apabila kecepatan potong dinaikkan, maka akan mendekati

kekasaran permukaan ideal. Faktor-faktor yang membentuk terjadinya

kekasaran permukaan natural adalah :

1. Terjadinya getaran pada pahat

2. Tidak tepatnya gerakan mesin perkakas, seperti gerakan penumpu pada

mesin bubut.

3. Tidak teraturnya mekanisme pemakanan

4. Cacat struktur pada benda kerja

5. Terbentuknya geram tidak kontinu pada material yang rapuh.

6. Kerusakan permukaan yang disebabkan oleh aliran geram dan

sebagainya.

7. Kerusakan permukaan yang disebabkan oleh aliran geram dan

sebagainya.

Sampai saat ini dikembangkan berbagai alat untuk mengukur

pemakanan. Cara yang paling mudah adalah membandingkan secara visual

dengan standart yang ada. Kekasaran permukaan sebuah benda kerja dapat

dinyatakan dengan berbagai cara. Yang paling sederhana ialah untuk

menganggap jarak antara puncak tertinggi dan lembah terdalam sebagai

33

ukuran dari kekasaran permukaan (Gambar 2.17). hal ini diterapkan di

Jerman, pada mana Hmaks dinyatakan dalam micron.

Hmax

Gambar 2.13

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Cara ini mempunyai kerugian, bahwa kalau terdapat goresan

yang dalam, memberikan gambaran yang tidak baik dari kekasaran

permukaan ditentukan oleh jarak rata-rata dari profil ke garis tengah.

Garis tengah ini membagi profil kekasaran itu sedemikian rupa sehingga

jumlah luas puncak-puncaknya sama dengan luas lembah-lembahnya.

Gambar 2.14

Profil Garis Tengah

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Sebagai satuan kekasaran permukaan di Belanda dipakau ru.

Satu ru adalah sama dengan 0,000025 mm (= micro-inci).

Kekasaran permukaan

34

.................... (2.11)

Dengan kekasaran permukaan Ra dalam ru, keadaan suatu

permukaan belum sepenuhnya diberi ciri. Sebab nilai ini tidak

menyatakan apa-apa tentang jarak alur-alur pengerjaan. Demikian pula

luas dukung dalam persen tidak dapat kita ketahui dari itu. Yang terakhir

ini terutama untuk suku-suku bagian yang bergerak satu diatas lainnya,

sangat penting.

Gambar 2.15

Kekasaran Permukaan yang Sama

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Untuk permukaan-permukaan yang (sangat) halus (penghonan,

penghalusan super dan pengelapan) terdapat hubungan tertentu antara

dalam alur rata-rata dan luas dukung dalam %.

Ra =n

aaaaaa

n

an........54321

35

Gambar 2.16

Diagram Antara Dalam Alur Rata-rata dan Luas Dukung

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Dalam alur rata-rata Hrat dalam ru adalah kira-kira empat kali

nilai kekasaran Ra dalam ru, oleh karena1 ru sama dengan 1/40 micron,

dalam alur rata-rata Hrat dalam ru dapat ditentukan menurut :

Hrat =1040

.4 aa RR ……………………………………. (2.12)

Hrat = dalam alur rata-rata dalam micron

Ra = kekasaran permukaan dalam

Yang disebut diatas itu menyatakan juga hubungan anatara

metode Jerman dan Inggris untuk pernyataan kekasaran permukaan.

36

Gambar 2.17

Penampang Optis

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Demikianlah ada metode ukur dan metode perbandingan secara

optis. Sistem dari Profesor Schmaltz adalah salah satu yang paling

terkenal. Disini dibuat “penampang optis” dari permukaan itu dengan

kelompok cahaya yang ditempatkan tegak lurus terhadap kelompok

cahaya itu, profil permukaannya dapat dilihat (diamati). Hasil-hasil dari

pengamatan itu dapat dipercaya untuk kekasaran permukaan 8 ru dan

lebih. Ini adalah salah satu metode untuk penentuan kekasaran

permukaan untuk bengkel.

Tetapi satu kerugian ialah bahwa tinggi profil yang diamatinya

hanya sedikit lebih tinggi dari pada profil yang sebenarnya dan bahwa

profil itu pendek. Menurut metode lain kekasaran itu diukur dengan

bantuan sebuah jarum yang tajam (radius pembulatan r = sampai 30 ).

Jarum itu dapat meluncur diatas permukaannya atau meraba titik demi

titik pada jarak 2,5 sampai 10 ). Gerakan jarum itu dicatat dengan

37

pembesaran yang kuat (sampai 500.000 kali). Secara optis, elektris atau

mekanis.

Dengan alat-alat dicatat suatu profil, yang tingginya sedemikian kuat

diperbesar, sehingga perbedaan-perbedaan kekasarannya yang kecil

mudah diketahui

Gambar 2.18

Hasil Gerakan Jarum

(C. Van Terheidjen, Harun, Alat-lat Perkakas 3 Pengerjaan Penyayatan, 1983)

Alat-alat ukur yang mahal ini sangat peka dan hanya cocok

untuk dipakai diruangan-ruangan ukur. Di bengkel biasanya diterapkan

metode yang biasa sederhana, dimana tidak dapat ditentukan nilai-nilai

kekasaran. Disini biasanya cukup dengan membandingkan permukaan-

permukaan test standart. Perbedaan-perbedaan antara kedua permukaan

itu. Kekasarannya dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan

sebuah kaca pembesar, dengan menggaruk atau merabanya dengan kuku

atau dibandingkan dengan bantuan celah cahaya dibawah sebuah mistar

rambut.

38

Permukaan yang dikerjakan akan selalu menyimpang dari

permukaan yang ideal. Karakteristik suatu permukaan akan memegang

peranan penting dalam prencenaan elemen mesin yang berhubungan

dengan gesekan, keausan, pelumasan, tahanan kelelahan dari komponen,

lenturan, kesalahan pemotongan dan sebagainya. Hal ini terutama dapat

memperlihatkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi karena

pembengkokan pada waktu pengerjaan atau permukaan itu dapat

bergelombang karena pengerjaan dengan sebuah pahat yang berputar

tidak tepat. Juga perbedaan–perbedaan kekasaran didalam benda

kerjanya dan menumpulnya perkakas sayat merupakan sebab dari

penyimpangan.

Penyimpangan penyimpangan tersebut diatas merupakan orde

kebesaran lain daripada kekasaran permukaan. Penyimpangan-

penyimapangan ini umpamanya terjadi karena kesalahan-keslahan yang

dibuat mesin yang sudah tua atau perkakas-perkakasnya sudah aus dan

tidak langsung merupakan akaibat dari pengerjaan sendiri.

Penyimpangan-penyimapngan itu tidak boleh terjadi pada produk-

produk yang dikerjakan teliti. Kekasaran permukaan yang dimaksud

disebabkan oleh dalamnya alur-alur pengerjan yang terjadi oleh bentuk

perkakaks sayat dan ingsutan.

Selanjutnya kekasaran permukaan itu ditentukan oleh keadaan

penyayatan pada waktu terlepasnya serpih-serpih, dari kondisi-kondisi

ini tergantungnya permukaan didalam alur-alur pengerjaan itu.

39

Kekasaran ini, selain dari bahan perkakas sayat, juga tergantung dari

seting mesin, bentuk serpih, pelumasan dan pendinginan.

Kekasaran permukaan adalah penting untuk suku-suku bagian yang

bergerak dengan toleransi-toleransi yang kecil. Juga hambatan terhadap

dari korosi (karat) dan kekuatan tukar sangat dipengaruhi oleh kekasaran

permukaan. Untuk mencapai suatu permukaan yang diinginkan maka

faktor-faktor diatas perlu dihindari. Setiap proses pengerjaan mempunyai

ciri-ciri tertentu atau khas atas permukaan benda kerja yang dihasilkan.

Oleh karena itu sebelumnya bisa dipertimbangkan proses mana yang

harus digunakan.

Untuk mengukur kekasaran permukaan dari karakteristik

permukaan telah dikembangkan beberapa standart. Standart

Internasional (ISO R 468) dan standart Amerika Standart Assicoation

(ASA B 46,1-1962), yang membahas permukaan permukaan seperti

tinggi, lebar, dan arah pola permukaan.

Gambar 2.19

Standart Karakteristik Permukaan dan Simbol Nilai Maksimum

Serta Profil Kekasaran Permukaan

40

(Kalpakjian Serope, Manufacturing Processes for Engineer Matrial)

Berikut adalah beberapa macam profil kekasaran permukaan yang

dibedakan menurut proses pemesinannya.

Gambar 2.20

Macam Profil Kekasaran Permukaan Pada Proses Pemesinan yang Berbeda

(Kalpakjian Serope, Manufacturing Processes for Engineer Matrial)

Cara ini mencakup perbandingan mikroskopi, pengukuran langsung

kedalam goresan dengan intervensi cahaya dan pengukuran besar

bayangan yang ditimbulkan oleh goresan pada permukaan. Cara yang

umum digunakan ialah penggunaan jarum intan untuk menjajaki

permukaan yang diperiksa dan mencatat rekaman yang telah diperbesar.

Berikut ini keterangan mengenai beberapa istilah profil yang penting,

yaitu :

a. Profil geometri ideal (geometrical ideal profile), adalah profil dari

geometri ideal (dapat berupa garis lurus, lingkaran atau garis

lengkung)

41

b. Profil terukur (measured profile), adalah profil dari permukaan

terukur.

c. Profil referensi (reference profile), adalah profil yang digunakan

sebagai referensi untuk menganalisa ketidak teraturan dari

konfigurasi permukaan. Profil ini dapat berupa garis lurus atau garis

bentuk sesuai dengan profil geometri ideal, serta menyinggung

puncak tertingi dari profil terukur dalam suatu panjang sample.

d. Profil dasar adalah profil referensi yang digeserkan kebawah (arah

tegak lurus terhadap profil geometris ideal pada panjang suatu

sample) sedemikian rupa sehingga jumlah luas dari daerah-daerah

diatas profil tengah sampai profil terukur adalah sama dengan jumlah

luas dari daerah-daerah dibawah profil tengah sampai ke profil

terukur.

Gambar 2.21

Parameter Kekasaran Permukaan

(De Garmo E Paul, Black J.T., Kohser Ronald A, Material and Processe in

Manufacturing, Eight Edition)

42

Berdasarkan profil-profil yang diterangkan diatas dapat di

definisikan beberapa parameter permukaan yaitu yang berhubungan

dengan dimensi pada arah tegak dan arah mendatar. Untuk dimensi arah

tegak dikenal beberapa parameter, yaitu :

Kedalaman total (Rt) adalah jarak antara profil referensi dan profil

dasar, dimensinya adalah dalam mikron.

Kedalaman perataan (Rp) adalah jarak rata-rata profil referensi

dengan profil terukur, atau sama dengan jarak antara profil referensi

dengan profil tengah.

Kekasaran rata-rata (Ra) adalah harga rata absolutnya jarak antara

profil terukur dengan profiltengah.

Kekasaran permintaan dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelas

kekasaran. Adapun pembagian kelas-kelas tersebut berdasarkan dari nilai

kekasaran permukaan benda kerja tersebut.

Tingkat Kelas

Kekasaran

Nilai Kekasaran

permukaan (Ra) Dalam

(m)

N12 50

N11 2,5

N10 12,5

N9 6,3

N8 3,2

N7 1,6

N6 0,8

N5 0,4

N4 0,2

43

N3 0,1

N2 0,05

N1 0,025

Tabel 2.4.

Daftar Nilai Kelas-kelas Kekasaran permukaan

(G. Takhesi Sato, N Sugiarto H, Menggambar Mesin)

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan di beberapa tempat antara lain :

1. Proses pemesinan dilakukan di bengkel perkakas PT. Berlina Tbk.

2. Tempat pengujian kekasaran dilakukan di laboratorium PT. Berlina Tbk.

3.2. Persiapan Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Mesin Milling

Mesin Milling yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin

milling vertikal dan spesifikasi sebagai berikut :

Merk : Arfa

Model : Up

Serial No. : 331 A23

Made In : Taiwan

Main Motor : 3 HP

Feed Motor : 1 HP

Putaran Spindle : 150 – 2500 rpm

Gerak Makan : 11 – 500 mm/menit

45

Gambar 3.1

Mesin Frais

(Bengkel perkakas PT.Berlina Tbk)

2. Alat Uji Kekasaran

Pengujian kekasaran dengan Surface Roughness Tester milik

laboratorium PT.Berlina Tbk. dengan spesifikasi sebagai berikut :

Merk : Mitutoyo SJ – 201

Display Unit : No. 178 – 240 mm

Drive Unit : No. 178 – 230 mm

Detektor : No. 178 – 390 mm

Tegangan Input : AC 220 V, 50 Hz, 21 Amp

Tegangan Output : DC 10 V, 12 Amp

Buatan : Japan

46

Gambar 3.2

Alat Uji Kekasaran

(Laboratorium PT.Berlina Tbk.)

3. Jangka Sorong

Digunakan untuk mengukur panjang benda kerja sebelum dipotong.

Jangka sorong yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :

Merk : Mitutoyo

Kapasitas : 200 mm

Type : 531 – 108 NE8

Gambar 3.3

Jangka Sorong

(Bengkel Perkakas PT.Berlina Tbk.)

47

4. Pahat

Pahat frais yang digunakan adalah pahat jenis end mild dengan

diameter 12 mm, HSS – Co.

Gambar 3.4

Pahat Frais

(Bengkel perkakas PT.Berlina Tbk.)

3.2.2. Bahan

Material yang digunakan adalah Baja SCM 4 dengan spesifikasi sebagai

berikut :

Material : SCM 4

Kekuatan Tarik : 60 N/mm2

Komposisi Kimia

- Carbon (C) = 0,2 %

- Phosfor (P) = 0,08 %

- Mangaan (Mn) = 0,2 %

- Sulfur (S) = 0,05 %

48

3.3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah urutan kerja yang

dilakukan dalam penelitian sampai diperoleh hasil yang diinginkan, adapun

prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Benda Kerja

Sebelum dilakukan proses pengefraisan bahan dipotong terlebih

dahulu menggunakan gergaji besi. Adapun ukuran bahan yaitu dengan

diameter 70 mm dan tebal 15 mm, bentuk bahan dapat dilihat pada gambar,

dan bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini sebanyak 9 spesimen.

Gambar 3.5

Material Uji Sebelum dimilling

2. Proses Pemesinan

Setelah bahan dipotong sesuai dengan ukuran, kemudian dilakukan

proses pemesinan, menggunakan mesin milling yang telah ditentukan.

Sebelum dilakukan proses pemesinan sampel diberi kode tertentu agar mudah

49

diidentifikasi selama proses pemesinan dan proses pengujian kekasaran,

dengan rincian sebagai berikut :

a. Sampel 1, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 15 mm / min.

b. Sampel 2, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 21 mm / min.

c. Sampel 3, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle(n) sebesar

300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 29 mm / min.

d. Sampel 4, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

700 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 15 mm / min.

e. Sampel 5, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

700 rpm dan gerak makan (Vf) sebesar 21 mm / min.

f. Sampel 6, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

700 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 29 mm / min.

g. Sampel 7, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

1300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 15 mm / min.

h. Sampel 8, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

1300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 21 mm / min.

i. Sampel 9, dilakukan proses pemesinan dengan putaran spindle (n) sebesar

1300 rpm dan gerak makan (vf) sebesar 29 mm / min.

50

Gambar 3.6

Proses Milling

Gambar 3.7

Material Uji Sesudah dimilling

3. Pengujian Kekasaran

Pengukuran tingkat kekasaran permukaan dilakukan dengan menggunakan

Surface Roughness Tester Mitutoyo SJ-201. Alat ini digunakan untuk mengukur

tingkat kekasaran permukaan benda kerja setelah dilakukan proses pemesinan.

Cara kerja alat ini adalah saat memulai pengukuran, atur SJ-201 pada bidang kerja

dan tekan (Start /Stop). Setelah tombol start ditekan maka stylus atau peraba akan

betgerak mundur sejauh panjang sampel yang akan diukur. Kemudian stylus atau

51

peraba bergerak maju sejauh panjang sampel yang diukur, dan melakuakan

perabaan permukaan benda kerja.

Gambar 3.8

Bagian Alat Ukur Kekasaran Permukaan Mitutoyo SJ-201

Setelah pengukuran sempurna atau lengkap, hasil pengkuran akan

ditampilkan pada LCD (Liquid Crystal Display) untuk penegasan. Berikut ini

adalah diagram alir dari proses pengukuran keksaran permukaan.

Gambar 3.9

Diagram Alir Pengukuran Kekasaran Permukaan Mitutoyo SJ-201

Hasil perbaan stylus pada permukaan benda kerja akan diterima dalam

bentuk pulsa, kemudian bentuk ini oleh triger dijadikan atau diubah menjadi

bentuk rata, untuk memudahkan dalam proses perubahannya menjadi bilangan

52

biner. Informasi dalam bentuk bilangan biner ini kemudian dikonversi menjadi

data angka dalam satuan µm dan ditampilkan pada layar LCD.

Hasil pengukuran dan komunikasi SJ-201 disediakan dengan fungsi pada

keluaran hasil pengukuran, dan komunikasi dengan eksternal device melalui

interface RS-232C. Jika SJ-201 dihubungkan pada Mitutoyo Digimatic data

prosesor (DP-1HS) hal ini dapat mengeluarkan hasil pengukuran (termasuk unit

pengukuran). Berikut ini prosedur pengukuran :

1. Pindahkan dua sekrup pengaman pada bagian belakang SJ-201,

kemudian pindahkan bagian belakangnya.

2. Gunakan kabel penghubung untuk menyambungkan SJ-201 dan DP-

1HS.

3. Tekan tombol (parameter) pada SJ-201 sehingga objektif pengukuran

ditampilkan.

4. Tekan (power data) pada SJ-201 dan tombol (data) DP-1HS.

Setelah semua prosedur diatas maka hasil akan dikeluarkan dari SJ-201 ke DP-

1HS.

Gambar 3.10

Pengujian Kekasaran

53

3.4. Prosedur Pengambilan dan Pengolahan Data

Setelah dilakukan proses pemesinan dan pengujian kekasaran pada benda

kerja maka akan diperoleh data-data yang menyatakan tentang kekasaran pada

permukaan benda tersebut dan data yang diperoleh kita masukkan dalam tabel

untuk mengklasifikasikan nilai kekasaran permukaan dari setiap kombinasi

pemesinan, dan melakukan pengolahan data dengan metode statistik untuk

mengetahui pengaruh yang signifikan dari beberapa variabel serta menganalisa

dari perbedaan respon dari kombinasi perlakuan.

NoPutaranSpindlen (rpm)

KecepatanMakan

Vf (mm/min)

Tingkat KekasaranRa (µm)

1 23-

1 300 15 4,74 4,87 3,98

2 300 21 5,44 6,32 6,54

3 300 29 7,96 8,66 8,40

4 700 15 3,39 3,93 3,85

5 700 21 4,74 4,82 4,92

6 700 29 6,02 6,57 6,10

7 1300 15 2,02 2,53 2,88

8 1300 21 3,26 3,81 3,26

9 1300 29 3,98 4,18 4,85

Tabel 3.1.

Data Hasil Uji Kekasaran Permukaan.

54

3.4.1. Prosedur Pengolahan Data Berdasarkan Statistik Korelasi

Analisa mengenai hubungan dua variable membutuhkan data yang

terdiri dari dua kelompok hasil observasi atau pengukuran. Data

sedemikian itu dapat diperoleh di berbagai bidang kegiatan,sehingga

menghasilkan pasangan observasi atau sebanyak ukuran n yang dinyatakan

sebagai pasangan terurut (Xi, Yi) dimana i = 1,2,…., n. Sebagai contoh,

variabel X mungkin merupakan jumlah uang yang beredar sedangkan

variabel Y merupakan indeks harga barang-barang konsumsi dalam

periode tertentu.

Pengukuran tentang derajat keeratan antara Variabel X dan Y

tergantung pada pola variasi atau interelasi yang bersifat simultan dari

variabel X dan Y. Variasi sedemikin itu merupakan variasi bersama (joint

variation) X dan Y yang pengukurannya merupakan masalah korelasi

(cerelation). Dalam pengukuran mengenai derajat keeratan atau korelasi

antara dua variabel yang selalu dianggap dua variabel tersebut terjadi

secara simultan. Batas hubungan antara X dan Y sedemikian itu dapat

dinyatakan dalam dua kemungkinan. Kemungkinan X da Y dependen

sempurna atau X dan Y independen sempurna. Variabel X dan Y dianggap

berasosiasi atau berkorelasi secara statistik jika hubungannya terdapat

diantara kedua batas diatas, dimana hubungan kedua variabel dapat

dirumuskan sebagai berikut:

r = 2222 ..

..

YYnXXn

YXXYn

……………………… (3.1)

55

pada hakekatnya, nalai r dapat bervariasi dari -1 melalui 0 hingga + 1. Bila

r = 0 atau mandekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat

lemah atau tidak terdapat hubungan sama sekali. Bila r = +1 atau

mandekati 1, maka korelasi antara kedua variabel dikatakan positif dan

sangat kuat sekali. Bila nilai r = -1 atau mendekati -1, maka korelasinya

dikatakan sangat kuat dan negatif. Tanda + dan – pada koefisien korelasi

sebetulnya memiliki arti yang khas. Bila r positif, maka korelasi antara dua

variabel bersifat searah. Dengan lain perkataan, kenaikan/penurunan nilai-

nilai X terjadi bersama-sama dengan kenaikan atau penurunan nilai-nilai

Y. Sebaiknya, bila r negatif kenaikan nilai-nilai X terjadi bersama-sama

penurunan nilai-nilai Y atau sebaliknya.

3.4.2. Prosedur Pengolahan Data Berdasarkan Uji Hipotesis

Pada umumnya, statistisi menggunakan statistik uji (tes statistik) t

sebagai dasar pengambilan keputusan dalam prosedur pengujian hipotesis

yang menggunakan jumlah sampel kecil katakanlah kurang dari 30, maka

dasar keputusan dalam prosedur pengujian hipotesis akan menggunakan

statistik uji t dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

22 1

2

2

1 r

nr

n

r

rt

………………………………….. (3.2)

thitung < ttabel tidak signifikan

thitung > ttabel signifikan

56

kwantitas t diatas memiliki distribusi t dengan derajat bebas besaran n-2.

Dengan df = n-2, patut diingat bahwa statistik uji diatas dapat digunakan

secara memuaskan andaikan X dan Y memang didistribusikan secara

normal atau mendekati normal. Disamping itu statistik uji tersebut dapat

digunakan untuk menguji apakah r benar – benar beda dari nol secara

berarti.

3.5. Diagram Alir Penelitian

MULAI

PERSIAPANALAT DAN BAHAN

PENGUJIANKEKASARAN

PROSES PEMESINAN(MILLING)

PENGUMPULANDATA

PEMBAHASAN

ANALISA DATA

KESIMPULAN

SELESAI

STUDILITERATUR

57

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Perhitungan Teoritis

Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk mengetahui prestasi

yang dimiliki oleh mesin tersebut. Data-data standart yang dimiliki oleh

mesin setelah dilakukan penelitian dapat kita lihat dibawah ini, namun data-

data standart yang diketahui tidak seluruhnya digunakan, tetapi hanya untuk

menghitung salah satu program dan digunakan sebagai contoh

Putaran spindle (n) :300 rpm

Kedalaman potong (a) : 0,35 mm

Kecepatan makan (Vf) : 15 mm/put

Panjang pemotongan (lw.) : 70 mm

Diameter pahat (d) : 12 mm

Jumlah gigi / mata potong (z) : 4

Maka perhitungan teoritis terhadap, data-data yang diperoleh bisa

dilakukan dengan cara sebagai berikut

1. Kecepatan Potong (v)

V = π.d.n (mm/min)1000

= 3,14 x 12 x 3001000

= 11,304 mm/min

58

2. Gerak Makan Pergigi

fz = (mm/gigi)

=

=

= 0,0125 mm/gigi

3. Waktu Pemotongan (tc)

tc = (min)

lt = lv + lw + In (mm)

=12 + 70 + 6

= 88

tc =

= 5.87 min

4. Kecepatan Penghasil Geram

Z = (cm3/min)

=

= 0,063 cm3/min

vf(z.n)

15(4 x 300)

151200

ltvf

8815

vf.a.w1000

15 x 0,35 x 121000

59

No. n Vf a v Fz tc Z

1. 300 15 0,35 11,304 0,0125 5,87 0,063

2. 300 21 0,35 11,304 0,0175 4,20 0,0883

3. 300 29 0,35 11,304 0,0242 3,03 0,122

4. 700 15 0,35 26,376 0,0054 5,87 0,063

5. 700 21 0,35 26,376 0,0075 4,20 0,0883

6. 700 29 0,35 26,376 0,0103 3,03 0,122

7. 1300 15 0,35 48,984 0,0029 5,87 0,063

8. 1300 21 0,35 48,984 0,0040 4,20 0,0883

9. 1300 29 0,35 48,984 0,0056 3,03 0,122

Tabel 4.1.

Rekapitulasi Data Hasil Perhitungan

4.2. Variasi Putaran Spindle dengan Kekasaran Permukaan

No. Putaran Spindlen (rpm)

KecepatanMakan

Vf (mm/min)

KekasaranPermukaan

Ra (µm)1.

300

15 4.53

2. 21 6.10

3. 29 8.34

4.

700

15 3.72

5. 21 4.83

6. 29 6.23

7.

1300

15 2.48

8. 21 3.44

9. 29 4.34

Tabel 4.2.

Hubungan Putaran Spindle (n) dengan Kekasaran Permukaan (Ra)

60

Grafik Hubungan Kecepatan Spindle dan Kekasaran PermukaanBaja ST 60

4.53

3.72

2.48

6.10

4.83

3.44

8.34

6.23

4.34

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

300 rpm 700 rpm 1300 rpmPutaran Spindle (rpm)

Kek

asar

an P

erm

ukaa

n (μ

m)

Nilai KekasaranPermukaandengan Vf15mm/min

Nilai KekasaranPermukaandengan Vf21mm/min

Nilai KekasaranPermukaandengan Vf29mm/min

300 rpm700 rpm

1300 rpm

Nilai Kekasaran Permukaandengan Vf 15mm/min

Nilai Kekasaran Permukaandengan Vf 21mm/min

Nilai Kekasaran Permukaandengan Vf 29mm/min

8.34

6.23

4.34

6.10

4.83

3.444.53

3.72

2.48

0.001.002.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

Kek

asar

an P

erm

ukaa

n (μ

m)

Putaran Spindle (rpm)

Grafik Hubungan Kecepatan Spindle dan Kekasaran PermukaanBaja ST 60

Nilai KekasaranPermukaan denganVf 15mm/min

Nilai KekasaranPermukaan denganVf 21mm/min

Nilai KekasaranPermukaan denganVf 29mm/min

61

4.3. Variasi Kecepatan Makan dengan Kekasaran Permukaan

No. KecepatanMakan

Vf (mm/min)

Putaran Spindlen (rpm)

KekasaranPermukaan

Ra (µm)1.

15

300 4,53

2. 700 3,72

3. 1300 2,48

4.

21

300 6,10

5. 700 4,84

6. 1300 3,44

7.

29

300 8,34

8. 700 6,23

9. 1300 4,34

Tabel 4.3.

Hubungan Kecepatan Makan (Vf) dengan Kekasaran Permukaan (Ra)

Grafik Hubungan Kecepatan Makan dan Kekasaran PermukaanBaja ST 60

4.53

6.10

8.34

3.72

4.83

6.23

2.48

3.44

4.34

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

15 mm/min 21 mm/min 29 mm/minKecepatan Makan (mm/min)

Kek

asar

an P

erm

ukaa

n (μ

m)

Nilai KekasaranPermukaandengan n=300rpm

Nilai KekasarnPermukaandengan n=700rpm

Nilai KekasaranPermukaandengann=1300rpm

62

15 mm/min21 mm/min

29 mm/min

Nilai Kekasaran Permukaandengan n=300 rpm

Nilai Kekasarn Permukaandengan n=700 rpm

Nilai Kekasaran Permukaandengan n=1300rpm

2.483.44

4.34

3.72

4.83

6.23

4.53

6.10

8.34

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

Kek

asar

an P

erm

ukaa

n (μ

m)

Kecepatan Makan (mm/min)

Grafik Hubungan Kecepatan Makan dan Kekasaran PermukaanBaja ST 60

Nilai KekasaranPermukaandengan n=300rpm

Nilai KekasarnPermukaandengan n=700rpm

Nilai KekasaranPermukaandengann=1300rpm

4.4. Pengolahan Data dengan Metode Sttistik Korelasi dan Uji Hipotesis t

Metode statistik adalah jika variabel X dan Y diangap berasosiasi

atau berkolerasi secara statistik jika hubungannya terdapat antara kedua batas

bawah.

r = 2222 ..

..

YYnXXn

YXXYn

Pada hakekatnya, nalai r dapat bervariasi dari -1 melalui 0 hingga + 1.

Statistik hipotesis t dapat digunakan untuk menguji apakah r benar-

benar beda dari nol secara berarti. Uji hipotesis dengan uji nilai t dapt dicari

dengan :

21

2

r

nrt

, akan memiliki distribusi t dengan derajat bebas sebesar n - 2

thitung < ttabel tidak signifikan

thitung > ttabel signifikan

63

4.4.1. Perhitungan Statistik

Benda uji ST 60 setelah dilakukan proses pengefraisan dengan

varioasi putaran spindle (n) dan kecepatan makan (Vf). Selanjutnya

dilakukan uji kekasaran dengan menggunakan alat uji kekasaran (Surface

Roughness Tester), dan didapat data-data yang selanjutnya diolah dengan

metode statistik korelasi dan uji hipotesis t sebagai berikut :

1. Perhitungan korelasi dan hipotesis t antara variasi putaran spindle

(n) dengan kekasaran permukaan (Ra) untuk baja ST 60.

No.Putaran Spindle (n) Kekasaran Permukaan (Ra)

X X2 Y Y2 XY1 300 90000 4.53 20.521 1359

2 300 90000 6.10 37.210 1830

3 300 90000 8.34 69.556 2502

4 700 490000 3.72 13.838 2604

5 700 490000 4.83 23.329 3381

6 700 490000 6.23 38.813 4361

7 1300 1690000 2.48 6.150 3224

8 1300 1690000 3.44 11.834 4472

9 1300 1690000 4.34 18.836 5642∑ 6900 6810000 44.01 240.086 29375

Tabel 4.4

Variasi Putaran Spindle (n) terhadap Kekasaran Permukaan (Ra)

Dimana : n =9

Df (Derajat Kebebasan) = n – 2 = 9-2 = 7

α (Taraf Signifikan) = 5 %

∑ X = 6900

∑ X2 = 6810000

∑ Y = 44,01

64

∑ Y2 = 240.086

∑ XY = 29375

Maka koefisien (r) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

r = 2222 ..

..

YYnXXn

YXXYn

r =

22 01,44086.240.9.69006810000.9

01,44.690029375.9

r = 96.14.65.3698

303669264375 =

52.55343

39294

r = - 0,710

Berdasarkan nilai statistik korelasi nilai r adalah r < 1 dan r

< -1, maka nilai r hitung = - 0,710, jadi – 0,710 < - 1, sehingga dapat

dikatakan bahwa antara putaran spindle dengan nilai kekasaran

permukaan suatu benda terdapat hubungan linear negatif yang kuat.

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis nilai t, dapat dicari dengan :

21

2

r

nrt

2710,01

29710,0

t

504,01

64,2.710,0

t

704,0

874,1t

662,2t

65

Jadi t hitung (th) = - 2,662, uji t dengan metode dua arah

dengan n= 9 dan Df = 7 menggunakan α (taraf signifikan) = 5 %. Dari

tabel didapat t = 1,895 sampai t = -1,895. Jadi th > ttabel atau – 2,662 >

- 1,895 dengan demikian hipotesa hubungan antara putaran spindle

dengan tingkat nilai kekasaran permukaan benda terdapat pengaruh

yang signifikan.

6.32

4.93

3.42

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

300 rpm 700 rpm 1300 rpmPutaran Spindle (rpm)

Kek

asar

an P

erm

ukaa

n (μ

m)

Nilai Kekasaran PermukaanRata-rata (um)

2. Perhitungan korelasi dan hipotesis t antara variasi kecepatan makan (Vf)

dengan kekasaran permukaan (Ra) untuk baja ST 60..

No.KecepatanMakan (Vf)

Kekasaran Permukaan (Ra)

X X2 Y Y2 XY

1 15 225 4.53 20.521 67.95

2 15 225 6.10 37.210 91.50

3 15 225 8.34 69.556 125.10

4 21 441 3.72 13.838 78.12

5 21 441 4.83 23.329 101.43

66

6 21 441 6.23 38.813 130.83

7 29 841 2.48 6.150 71.92

8 29 841 3.44 11.834 99.76

9 29 841 4.34 18.836 125.86

∑ 195 4521 44.01 240.086 892.47

Tabel 4.5

Variasi Kecepatan Makan (Vf) terhadap Kekasaran Permukaan (Ra)

Dimana : n = 9

Df (Derajat Kebebasan) = n – 2

= 9 – 2 = 7

α (Taraf Signifikan) = 5 %

∑ X = 195

∑ X2 = 4521

∑ Y = 44,01

∑ Y2 = 240.086

∑ XY = 892.47

Maka koefisien (r) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

r = 2222 ..

..

YYnXXn

YXXYn

r =

22 01,44086.240.9.1954521.9

01,44.19547.892.9

r = 96.14.61.51

95.858123.8032

r =08.772

72.549

r = 0.712

67

Berdasarkan nilai statistik korelasi nilai r adalah r < 1 dan r

< -1, maka nilai r hitung = 0,712, jadi 0,712 < 1, sehingga dapat

dikatakan bahwa antara kecepatan makan dengan nilai kekasaran

permukaan suatu benda terdapat hubungan linear positif yang kuat.

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis nilai t, dapat dicari dengan :

21

2

r

nrt

2712,01

29712,0

t

507,01

64,2.712,0

t

702,0

880,1t

678,2t

Jadi t hitung (th) = 2,678, uji t dengan metode dua arah

dengan n = 9 dan Df = 7 menggunakan α (taraf signifikan) = 5 %. Darai

tabel didapat t = 1,895 sampai t = 1,895. Jadi th > ttabel atau 2,678 > 1,895

dengan demikian hipotesa hubungan antara kecepatan makan dengan

tingkat nilai kekasaran permukaan benda terdapat pengaruh yang

signifikan.

68

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

15 21 29Kecepatan Makan

Kek

asar

an

Nilai KekasaranPermukaan Rata-Rata(um)

69

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pembahasan data-data hasil penelitian, maka dapat

diambil suatu kesimpulan mengenai pengaruh parameter pemesinan (variasi

putaran spindle dan variasi kecepatan makan) pada proses milling terhadap

kekasaran permukaan baja SCM 4 adalah sebagai berikut :

1. Pada proses pemesinan pada mesin frais perlu diperhatikan beberapa hal

mengenai penentuan putaran spindle dan kecepatan makan, karena dapat

mempengaruhi nilai kekasaran permukaan benda kerja.

2. Semakin tinggi putaran spindle, maka tingkat / nilai kekasaran permukaan

akan semakin rendah.

3. Semakin tinggi kecepatan makan, maka tingkat / nilai kekasaran

permukaan akan semakin tinggi.

5.2. Saran

1. Untuk material uji, sebaiknya diperhatikan ukurannya sehingga akan

menghemat biaya dalam proses penelitian.

2. Untuk memperlancar dan mempermudah penelitian, sebaiknya pihak

kampus melengkapi fasilitas yang ada dilaboratorium Teknik Mesin

UMSIDA misalnya, pengadaan alat uji kekasaran.

3. Diharapkan setelah adanya penelitian ini ada penelitian lanjutan dengan

kajian yang berbeda.

70

DAFTAR PUSTAKA

Amstead, B.H. 1989. Teknologi Mekanik. Jakarta: Pradnya Paramita

Dedik Agus Setiawan (2004) Skripsi dengan judul “ Pengaruh ParameterPemesinan Terhadap Kekasaran Permukaan ST 42 Pada MesinBubut“ Jurusan Tenik Mesin S-1, Fakultas Teknologi Industri, InstitutTeknologi Nasional Malang

Dieter, George, E. 1990. Metallurgy Mekanik. Jakarta: Airlangga

Dosen Metallurgy, 1992. Diktat Petunjuk Praktikum Logam. Surabaya: JurusanTeknik Mesin FTI-ITS

Erich Benner, 1995, Lembar Kerja Pengetahuan Bahan Untuk Industri, Katalis,Jakarta.

G.L.J.Van Vliet.W.Both, 1984, Bahan-Bahan Teknik, I, Erlangga Jakarta Pusat, 1984.

Guy, Albert G. 1960. Element of Physical Metallurgy. London: Addison-WesleyPublishing Company Inc.

Prasojo Budi, 2003, Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik PermesinanKapal, PPNS.

Rochim Taufiq, 1993, Teori dan Teknologi Proses Permesinan, ITB Bandung,

1993

Sudjana, 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi Ketiga. Bandung : Tarsito

Suherman, Wachid. 1988. Ilmu Logam I. Surabaya: ITS

Tata Surdia, Prof. Ir.MS.Met.E, dan Kenji Chijiwa, Prof.Dr, 2000 Teknik Pengecoran

Logam, PT. Pradya Parawita, Jakarta, 2000

Van Vlack, 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Sriyati Djaprie. FakultasTeknik UI