ANALISA DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING …repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_11.21.0570.pdf ·...

20
ANALISA DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING UNTUK OTENTIKASI KEASLIAN CITRA PEMINDAIAN IJAZAH DAN TRANSKRIP NILAI MENGGUNAKAN METODE DISCRETE WAVELETE TRANSFORM (DWT) NASKAH PUBLIKASI diajukan oleh Anna Baita 11.21.0570 kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2013

Transcript of ANALISA DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING …repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_11.21.0570.pdf ·...

ANALISA DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING UNTUK OTENTIKASI KEASLIAN CITRA PEMINDAIAN IJAZAH

DAN TRANSKRIP NILAI MENGGUNAKAN METODE DISCRETE WAVELETE TRANSFORM (DWT)

NASKAH PUBLIKASI

diajukan oleh

Anna Baita

11.21.0570

kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

AMIKOM YOGYAKARTA YOGYAKARTA

2013

ANALYSIS AND IMPLEMENTATION WATERMARKING FOR AUTHENTICATION OF CERTIFICATE AND TRANSCRIPT IMAGE SCANNING USING

DISCRETE WAVELETE TRANSFORM (DWT) METHOD

ANALISA DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING UNTUK OTENTIKASI KEASLIAN CITRA PEMINDAIAN IJAZAH DAN TRANSKRIP NILAI DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DISCRETE WAVELETE TRANSFORM (DWT)

Anna Baita Hanif Al Fatta

Jurusan Teknik Informatika STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

ABSTRACT

Watermarking has been widely used to protect digital data, such as for copyright protection, broadcast monitoring, tamper detection, or authentication. In this paper, a watermarking system discussed is intended for digital image authentication process.

In this case, embedding Watermark using Discrete Wavelete Transform (DWT) combined with Cossine Discrete Transform (DCT). Watermarked image quality testing is done by calculating the PSNR. Robustness of watermarks were analyzed by calculating the Normalized Cross Correlation.

The quality of watermark image obtained from this study has a good level in invisibility, readability, but has a low robustness. Embedding watermark using this technique can be used to authenticate digital image well.

Keywords: watermarking, image, authentication, DWT

1

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital dan internet yang begitu pesat di beberapa

tahun terakhir ini, turut meningkatkan jumlah ketersediaan konten yang berbasis digital

multimedia. Salah satu keuntungan dari data digital adalah kemudahan dalam

memproduksi ulang (menggandakan) konten digital dengan kualitas data yang serupa

dengan aslinya. Akan tetapi, kemudahan tersebut juga membawa dampak negatif, yakni

mudahnya memodifikasi konten digital. Sehingga terkadang sulit untuk mengenali

konten asli dengan konten yang sudah dimodifikasi1. Hal ini mendorong adanya

kebutuhan terhadap otentikasi terhadap data digital.

Dalam era digital, penggunaan watermarking (tanda air) dapat menjadi jawaban

atas kebutuhan otentikasi data digital. Watermarking merupakan teknik menyisipkan

informasi ke dalam data multimedia. Informasi tersebut dapat berupa data, citra, audio

maupun video yang menggambarkan kepemilikan suatu pihak. Teknik yang digunakan

dalam watermarking, antara lain teknik spasial domain dan teknik frekuensi domain.

Dibandingkan dengan metode spasial domain, metode frekuensi domain lebih

banyak digunakan. Tujuannya adalah untuk memasukkan watermark ke dalam koefisien

spektral pada sebuah gambar. Transformasi yang digunakan dalam metode frekuensi

domain antara lain: Discrete Cosine Transform (DCT), Discrete Fourier Transform (DFT),

Discrete Wavelete Transform (DWT), Discrete Laguerre Transform (DLT) dan Discrete

Hadamard Transform (DHT).

Penggunaan metode frekuensi domain memanfaatkan karakterisik dari sistem

penglihatan manusia, yang ditangkap dengan baik oleh koefisien spektral. Sebagai

contoh, sistem penglihatan manusia lebih sensitif terhadap koefisien yang memiliki

frekuensi rendah dan kurang sensitif terhadap koefisien berfrekuensi tinggi. Dengan kata

lain, pada koefisien yang berfrekuensi rendah, perubahan komponen gambar dapat

menyebabkan gangguan pada gambar asli. Perubahan ini dapat ditangkap dengan jelas

oleh penglihatan manusia. Dengan demikian koefisien berfrekuensi tinggi dianggap tidak

signifikan, sehingga teknik pemrosesan citra seperti kompresi citra cenderung untuk

menghilangkan koefisiensi berfrekuensi tinggi.

Ijazah dan transkrip nilai merupakan salah dokumen penting yang perlu dijaga

agar terhindar dari segala bentuk pemalsuan. Untuk itu penulis ingin mengangkat tema

“Analisa dan Implementasi Watermarking untuk Otentikasi Keaslian Citra Pemindaian

Ijazah dan Transkrip Nilai Menggunakan Metode Discrete Wavelete Transform (DWT)”

dalam skripsi ini.

1 Paquet , Alexandre H et.al. 2003 “Wavelet packets-based Digital Watermarking for Image Verification and Authentication”

2

2. Landasan Teori

2. 1 Tinjauan Pustaka

Rahim Rasyid(2011)2 mengusulkan pemberian watermarking sebagai proteksi

hak cipta pada ijazah digital. Penelitian yang dilakukan menggunakan dua watermark

yang disisipkan dalam citra host. Watermark yang pertama berupa visible watermark dan

watermark yang kedua berupa invisible watermark. Proses penyisipan watermark

menggunakan metode Discrete Cosine Transform. Dari percobaan yang dilakukan

mampu menghasilkan watermark yang tahan terhadap noise salt&pepper, gaussian, dan

speckle, namun tidak tahan terhadap serangan cropping dan rescaling.

Mulaab(2004)3 melakukan penelitian teknik watermarking dengan menggunakan

domain wavelet untuk melakukan proteksi kepemilikan dari citra medis. Hasil dari teknik

watermarking dengan menggunakan domain wavelet baik terhadap kualitas citra medis.

2. 2 Watermarking

Watermarking merupakan suatu bentuk dari steganography (ilmu yang

mempelajari bagaimana menyembunyikan sesuatu data pada data yang lain). Digital

watermarking adalah penyisipan sinyal digital ke dalam suatu media, yang dalam

penelitian ini media atau host yang dimaksud adalah citra digital. Digital watermarking ini

berangkat dari proses-proses pengolahan sinyal digital, dimana sinyal digital dapat

berupa gambar, audio, video, dan teks.

Digital watermarking ini diimplementasikan dengan memanfaatkan kekurangan

dari indera manusia (indera penglihatan dan pendengaran) dimana indera manusia ini

kurang sensitif terhadap perubahan yang terjadi, misalnya perubahan yang terjadi pada

level bit (sampai batas tertentu) ataupun perubahan pada level frekuensi di luar frekuensi

yang bisa diterima manusia.

2.2.1 Karakteristik watermarking

Sebuah watermark yang baik idealnya akan memiliki karakteristik sebagai berikut4:

a. Invisibility : watermark yang disisipkan tidak terlihat

b. Robustness : watermark tahan terhadap serangan pembajakan maupun

pengolahan citra

c. Readibility : sebuah watermark seharusnya mengandung sebuah informasi,

sehingga ketika diekstrak akan dapat digunakan untuk melakukan identifikasi

kepemilikan dan hak cipta tanpa adanya ambiguitas.

2 Rasyid, Rahim. 2011”Sistem Pemberian Proteksi Hak Cipta Pada Berkas Ijazah Digital(Subsistem

Watermarking Pada Ijazah Digital)” 3 Mulaab. 2004 “Teknik Watermarking Dalam Domain Wavelet Untuk Proteksi Kepemilikan Pada Data Citra Medis ” 4 S Rawat, Keshav et.al. 2010 ”Digital watermarking Schemes For Authorization Againts Copying Or Piracy Of Color Images”, Indian Journal Of Computer Science and Engineering Vol.1 No. 4 259-300

3

d. Security : sebuah watermark seharusnya bersifat rahasia, tidak dapat di akses

oleh orang yang tidak berhak.

2.2.2 Transformasi Wavelet Diskrit

Wavelete diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Transformasi

Wavelete akan mengkonversi sinyal ke dalam sederetan wavelete. Gelombang singkat

tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu yang berbeda.

Transformasi Wavelete merupakan perbaikan dari transformasi Fourier. Pada

transformasi Fourier hanya dapat menentukan frekuensi yang muncul pada suatu sinyal,

namun tidak dapat menentukan kapan (dimana) frekuensi itu muncul. Dengan kata lain,

transformasi Fourier tidak memberikan informasi tentang domain waktu (time domain).

Kelemahan lain dari transformasi Fourier adalah perubahan sedikit terhadap sinyal pada

posisi tertentu akan berdampak atau mempengaruhi sinyal pada posisi lainnya. Hal ini

disebabkan karena transformasi Fourier berbasis sin-cos yang bersifat periodik dan

kontinu.

2.2.3 Transformasi Wavelete 2D

Transformasi Wavelete pada citra 2D pada prinsipnya sama dengan transformasi

pada citra 1. Pada citra 2D proses transformasi dilakukan pada baris lebih dahulu,

kemudian dilanjutkan dengan transformasi pada kolom. Seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Transformasi Wavelet 2D 1 level

Pada gambar 2.1 tersebut, LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh

melalui proses tapis Low pass dilanjutkan dengan Low pass. Citra pada bagian ini mirip

dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya sehingga koefisien pada bagian LL

sering disebut dengan komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang

diperoleh melalui proses tapis Low pass kemudian dilanjutkan dengan High Pass.

Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL

menyatakan bagian yang diperoleh melalui proses High pass kemudian dilanjutkan

dengan Low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal.

4

HH menyatakan proses yang diawali dengan High pass dan dilanjutkan dengan High

pass, dan menunjukkan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL, dan HH

disebut juga komponen detil.

Hasil transformasi Wavelet 2D 1 level, sering dibuat dalam bentuk skema

sebagai berikut:

Gambar 2.2 Skema Transformasi Wavelet 2D 1 level

CA,CV, CH dan CD berturut-turut menyatakan komponen aproksimasi, vertikal, horizontal

dan diagonal. Contoh dekomposisi wavelet dua dimensi ditujukkan oleh gambar berikut

ini:

Gambar 2.3 Dekomposisi Wavelet 2D

2.2.4 Discrete Cosine Transform (DCT)

Discrete Cosine Transform merupakan merupakan sebuah fungsi dua arah yang

memetakan himpunan N buah bilangan real menjadi himpunan N buah bilangan real

pula. Secara umum, DCT satu dimensi menyatakan sebuah sinyal diskrit satu dimensi

sebagai kombinasi linier dari beberapa fungsi basis berupa gelombang kosinus diskrit

dengan amplitudo tertentu. Masing-masing fungsi basis memiliki frekuensi yang berbeda-

beda, karena itu transformasi DCT termasuk dalam transformasi domain frekuensi.

Amplitudo fungsi basis dinyatakan sebagai koefisien dalam himpunan hasil

transformasi DCT. DCT satu dimensi didefinisikan pada persamaan berikut:

�(�) = α(u)� �(�) cos �π(����)�

���

� ��

��� ............................................(2.1)

Untuk 0 ≤ u ≤ N – 1

5

�(�)menyatakan koefisien ke-� dari himpunan hasil transformasi DCT. �(�)menyatakan

anggota ke- � dari himpunan asal. N menyatakan banyaknya suku himpunan asal dan

himpunan hasil transformasi. α(u) dinyatakan oleh persamaan berikut ini:

α(u)=��

� untuk u=0.....................................................................(2.2)

α(u)=��

� untuk 1 ≤ u ≤ N – 1.......................................................(2.3)

Transformasi balik yang memetakan himpunan hasil transformasi DCT ke himpunan

bilangan semula disebut juga inverse DCT(IDCT). IDCT didefinisikan oleh persamaan

dibawah ini:

�(�) =� α(u)�(�) cos �π(����)�

���

� ��

��� ...........................................(2.4)

Untuk 0 ≤ u ≤ N – 1

DCT dua dimensi dapat dipandang sebagai komposisi dari DCT pada masing-

masing dimensi. Sebagai contoh, jika himpunan bilangan real disajikan dalam array dua

dimensi terhadap masing-masing baris dan kemudian melakukan DCT satu dimensi

terhadap masing-masing kolom dari hasil DCT tersebut. DCT dua dimensi dapat

dinyatakan oleh persamaan berikut ini:

C(u,v)=�(�)�(�) ∑ ∑ �(�,�)�����(����)�

���cos �

�(����)�

���� ��

��������� ...........(2.5)

Sedangkan transformasi baliknya dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut ini:

�(�,�)=�(�)�(�) ∑ ∑ �(�,�)�����(����)�

���cos �

�(����)�

���� ��

��������� ...........(2.6)

2.3 Metode Perhitungan Kualitas Citra

Metode yang digunakan pada digital watermarking memiliki kelebihan dan

kekurangan dalam hal kualitas gambar yang dihasilkan. Adapun cara yang digunakan

untuk menghitung citra adalah dengan menghitung Peak Signal-to- Noise Ratio(PNSR).

PNSR ini merupakan perbandingan antara kualitas citra hasil rekonstruksi dengan citra

asal. Semakin besar nilai PNSR, maka semakin baik pula kualitas sinyal yang dihasilkan.

Sebelum menghitung PNSR, kita harus menghitung Mean Squared Error (MSE)

dari citra hasil rekonstruksi terlebih dahulu. Adapun persamaan yang digunakan dalam

menghitung MSE adalah sebagai berikut:

MSE = ∑[�(�,�)�� ′(�,�)]�

� � ...............................................................(2.7)

Dimana :

N=perkalian panjang dan lebar citra dalam piksel

f(i,j) =citra asal/citra asli

f’(i,j)=citra hasil rekonstruksi / citra berwatermark

6

Setelah mendapatkan nilai MSE, maka nilai MSE dimasukkan ke dalam persamaan

berikut ini, untuk memperoleh nilai PNSR.

PNSR = 10 log 10 [����

���]...........................................................(2.8)

Nilai PNSR dinyatakan dalam skala decibel (dB).

2.3.1 Penghitungan Robustness Citra

Pengukuran robustness dari watermark dilakukan dengan menggunakan

Normalized Cross Correlation(NC). NC dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

NC=∑ ∑ �(��)�′(��)��

∑ ∑ ��(��)��

��

..........................................................(2.9)

Nilai NC berkisar antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai NC, semakin mirip kedua

citra, berarti semakin efektif pula algoritma watermarkingnya.

3. Analisis

Analisis yang dibahas meliputi algoritma penanaman/penyisipan watermark,

algoritma ekstraksi watermark, serta algoritma otentikasi citra.

3.1 Algoritma Penyisipan Watermark

Gambar 3.1 Proses Penyisipan Watermark

Algoritma penyisipan citra watermark adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan Citra Asli

Citra asli dalam penelitian ini menggunakan citra hasil scanning ijazah

dan transkrip nilai. Jenis citra yang dapat digunakan adalah citra RGB dengan

format file citra JPEG atau BMP.

b. Pemilihan Citra Watermark

Citra watermark dalam penelitian ini menggunakan citra logo institusi

pendidikan yang berformat JPEG maupun BMP dengan ukuran 300 x 300 pixel.

c. Host Image preprocessing

Sebelum melakukan proses penanaman watermark, perlu dilakukan

image preprocessing pada citra host. Image preprocessing ini berupa proses

pengubahan ukuran image menjadi 768 x 1024 pixel, serta pengubahan format

citra inputan menjadi citra grayscale.

7

d. Proses dekomposisi citra asli/host menggunakan DWT

Proses dekomposisi ini dilakukan dengan DWT level 1 keluarga

daubechies. Hasil dari dekomposisi level 1 ini akan menghasilkan koefisien

aproksimasi maupun koefisien detil seperti gambar berikut ini.

Gambar 3.2 Koefisien Aproksimasi dan Koefisien Detil

Script program untuk melakukan dekomposisi DWT dalam matlab adalah

sebagai berikut:

[cA1,cH1,cV1,cD1] = dwt2(host,'db1');

e. Proses dekomposisi citra asli/host menggunakan DCT

Proses berikutnya adalah melakukan dekomposisi menggunakan

transformasi DCT pada koefisien aproksimasi yang diperoleh dari proses

dekomposisi sebelumnya. Script program dalam matlab untuk melakukan

dekomposisi DCT adalah sebagai berikut:

cA1_dct=dct2(cA1);

f. Dekomposisi Citra Watermark menggunakan DWT

Sama halnya dengan citra host, citra watermark ini didekomposisi

menggunakan DWT level 1 keluarga daubichies. Koefisien yang akan

ditanamkan pada citra host adalah koefisien aproksimasi. Script program untuk

melakukan dekomposisi DWT dalam matlab adalah sebagai berikut:

[cA2,cH2,cV2,cD2] = dwt2(watermark,'db1');

g. Proses dekomposisi citra watermark menggunakan DCT

Koefisien aproksimasi hasil dekomposisi DWT dari citra watermark

didekomposisi menggunakan DCT dengan script sebagai berikut:

cA2_dct=dct2(cA2);

h. Penyisipan citra watermark ke dalam citra asli (mixing citra)

Setelah mendapat citra hasil dekomposisi DCT dari citra host dan citra

watermark, maka langkah selanjutnya adalah menjumlahkan citra hasil DCT dari

citra host dengan citra hasil DCT dari watermark yang telah dikalikan dengan

konstanta tertentu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

c(i,j) = cA1_dct(i,j) + �* cA2_dct(i,j)

dimana:

cA1 cV1

cH1 cD1

8

c(i,j) = DCT citra berwatermark

cA1_dct(i,j) = DCT citra Asli/host

� = konstanta

cA2_dct(i,j) = DCT citra watermark

i. Melakukan IDCT (invers DCT)

Citra hasil proses mixing, dikembalikan menggunakan invers DCT,

dengan script sebagai berikut ini:

B = idct2(C);

j. Melakukan IDWT (invers DWT)

Citra yang diperoleh dari langkah ke-i kemudian ditransformasi balik

dengan IDWT, dengan script sebagai berikut:

citra=idwt2(B,cH1,cV1,cD1,'db1');

k. Menampilkan citra berwatermark

l. Langkah terakhir adalah menampilkan kembali citra berwatermark ke dalam

figure matlab.

3.2 Algoritma Pengeluaran/Ekstraksi Watermark

Secara umum teknik watermarking dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

non blind watermarking dan blind watermarking. Non blind watermarking

merupakan teknik watermarking yang memerlukan citra asli dan citra

berwatermark untuk mengekstrak watermark. Sedangkan blind watermarking

merupakan teknik watermarking yang tidak memerlukan citra asli untuk

melakukan ekstraksi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik non blind

watermarking.

Skema proses ekstraksi citra watermark dapat digambarkan sebagai berikut ini:

Gambar 3.3 Proses Ekstraksi Watermark

Secara umum proses ekstraksi merupakan proses kebalikan dari proses

penyisipan watermark. Adapun algoritma ekstraksi citra watermark adalah

sebagai berikut:

a. Pembacaan citra berwatermark

9

citra berwatermark, merupakan citra asli yang telah disisipi watermark.

b. Pembacaan citra asli

citra asli yang dimaksud dalam proses ekstraksi ini adalah citra hasil

preprocessing, bukan citra mentah hasil pemindaian(scanning)

c. Dekomposisi citra berwatermark dengan menggunakan DWT

d. Dekomposisi citra berwatermark dengan menggunakan DCT

e. Dekomposisi citra asli dengan menggunakan DWT

f. Dekomposisi citra asli menggunakan DCT

g. Pencarian komponen citra watermark

Komponen citra watermark secara matematis diperoleh dengan cara

berikut ini:

c4(i,j) = cA3_dct(i,j) - cA1_dct(i,j)/ �

dimana:

c4(i,j) = komponen citra watermark

cA3_dct(i,j) = komponen citra berwatermark

� = konstanta

cA1_dct(i,j) = komponen citra asli

h. Rekonstruksi citra watermark

Setelah mendapat koefisien aproksimasi citra watermark, maka langkah

selanjutnya adalah mentransformasi balik komponen citra watermark

menggunakan IDCT kemudian dilanjutkan dengan IDWT. Kemudian melakukan

penyesuaian ukuran citra watermark.

3.3 Algoritma Otentikasi Citra

Proses otentikasi citra dilakukan dengan membandingkan citra watermark hasil

ekstraksi dengan citra watermark asli. Untuk dapat melakukan proses autentikasi,

diperlukan tiga buah citra inputan, yakni: citra host, citra watermark asli, dan citra yang

akan divalidasi.

Citra watermark hasil ekstraksi dibandingkan dengan citra watermark asli

menggunakan Normalized Cross Correlation (NC). Adapun flow chart dari proses

autentikasi adalah sebagai berikut:

10

Gambar 3.4 Diagram Otentikasi

4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.1 Penyisipan Watermark

Adapun contoh hasil dari proses penyisipan watermark adalah sebagai berikut:

(a) (b)

Gambar 4.1 (a) Citra Host (b) Citra Berwatermark

Dari 12 sampel citra host yang diujikan diperoleh hasil sebagai berikut ini:

Tabel 4.1 Tabel MSE dan PSNR Penyisipan Watermark

No Citra MSE PSNR(dB) 1 Ijazah Arif.jpg 3.63956 42.5203 2 Transkrip Arif.jpg 3.63956 42.5203 3 Ijazah Anna.jpg 3.63956 42.5203 4 Transkrip Anna.jpg 3.63956 42.5203 5 Ijazah Bismo.jpg 3.63956 42.5203 6 Trasnskrip Bismo.Jpg 3.63956 42.5203 7 Ijazah Dyah.jpg 3.63956 42.5203 8 Transkrip Dyah.jpg 3.63956 42.5203 9 Ijazah Toni.jpg 3.63956 42.5203

11

10 Transkrip Toni.jpg 3.63956 42.5203 11 Ijazah Rainy.jpg 3.63956 42.5203 12 Transkrip Rainy.jpg 3.63956 42.5203

Dari tabel 4.1 dapat kita ketahui bahwa Nilai MSE dan PSNR adalah sama yakni

3.63956 untuk MSE dan 42.5203. PSNR menunjukkan nilai maksimum dari sinyal yang

diukur dengan besarnya derau yang berpengaruh pada sinyal tersebut5. Nilai PSNR

dalam hal ini merupakan tolak ukur kualitas citra watermarking. Citra dengan nilai PSNR

> 35 dB dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik6. Semakin besar nilai PSNR, maka

kualitas citra yang disisipi watermark semakin mirip dengan citra asli. Dari hasil uji coba

tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa citra yang disisipi watermark memiliki kualitas

yang baik. Adapun nilai MSE digunakan untuk menghitung nilai PSNR. Dua citra yang

identik akan memiliki nilai MSE 0, dan PSNRnya tidak dapat didefinisikan.

4.2 Ekstraksi Watermark

Adapun contoh citra watermark hasil ekstraksi dalam uji coba ditunjukkan oleh

gambar adalah berikut:

Gambar 4.2 Citra Hasil Ekstraksi Watermark

Penelitian ini menggunakan teknik non blind watermarking, sehingga untuk

melakukan ekstraksi citra watermark harus menggunakan citra host. Adapun hasil

ekstraksi dari 12 sampel citra yang diujikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Tabel Nilai NC Ekstraksi Citra

No Citra NC 1 Ijazah Arif.jpg 0.93728 2 Transkrip Arif.jpg 0.9371 3 Ijazah Anna.jpg 0.935591 4 Transkrip Anna.jpg 0.920174 5 Ijazah Bismo.jpg 0.938102 6 Trasnskrip Bismo.Jpg 0.92143 7 Ijazah Dyah.jpg 0.778153 8 Transkrip Dyah.jpg 0.640475

5 M. Rafigh et.al. 2010 “A Robust Evolutionary Based Digital Image Watermarking Technique in DCT Domain,” 2010 Seventh International Conference on Computer Graphics, Imaging and Visualization, pp. 105-109 6 W. Na et.al. 2009 “A Novel Robust Watermarking Algorithm based on DWT and DCT,” 2009 International

Conference on Computational Intelligence and Security

12

9 Ijazah Toni.jpg 0.930077 10 Transkrip Toni.jpg 0.405155 11 Ijazah Rainy.jpg 0.926634 12 Ijazah Rainy.jpg 0.879106

Untuk menghitung tingkat kemiripan citra watermark hasil ekstraksi dengan citra

watermark asli menggunakan Normalized Cross Correlation (NC). Nilainya berkisar

antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai NC berarti semakin mirip kedua citra tersebut. Nilai

NC yang tinggi berarti menunjukkan tingkat robustness watermark juga tinggi. Dalam

penilitan ini menggunakan toleransi error sebesar 20%. Artinya Citra dikatakan autentik

jika 0.8<NC≤ 1.

4.3 Autentikasi Citra

Untuk dapat melakukan autentikasi citra, aplikasi ini memerlukan tiga buah citra

inputan, yakni citra yang akan diverifikasi, citra host dan citra watermark asli. Citra host

digunakan untuk melakukan melakukan ekstraksi watermark. Citra watermark asli

digunakan sebagai acuan atau pembanding terhadap citra watermark hasil ekstraksi.

Outputnya akan memberi penilaian apakah citra tersebut autentik atau tidak autentik.

Citra dikatakan autentik berarti citra tersebut disispi watermark, dan watermark

tersebut memiliki kemiripan dengan citra watermark asli. Citra dikatakan tidak autentik

bila citra tersebut tidak mengandung watermark yang sesuai atau citra tersebut sudah

mengalami modifikasi.

Dari 12 sampel citra yang sudah diberi watermark, dicoba untuk diautentikasi.

Hasil pengujiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Autentikasi Citra Berwatermark

No Citra Autentik 1 Ijazah Arif.jpg Ya 2 Transkrip Arif.jpg Ya 3 Ijazah Anna.jpg Ya 4 Transkrip Anna.jpg Ya 5 Ijazah Bismo.jpg Ya 6 Trasnskrip Bismo.Jpg Ya 7 Ijazah Dyah.jpg Tidak 8 Transkrip Dyah.jpg Tidak 9 Ijazah Toni.jpg Ya 10 Transkrip Toni.jpg Tidak 11 Ijazah Rainy.jpg Ya 12 Transkrip Rainy.jpg Ya

Dari hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa aplikasi ini mampu melakukan

autentikasi citra yang berwatermark, dengan tingkat akurasi 75%. Dalam penelitian ini

tidak mampu memberikan hasil 100% terhadap data yang di ujikan antara lain karena

13

citra yang digunakan adalah citra scanning, sehingga kualitas citra sangat dipengaruhi

oleh proses scanning.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh resolusi yang digunakan saat proses

scanning maka dilakukan uji coba terhadap citra ijazah Anna.jpg dengan variansi nilai

resolusi yang berbeda. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 MSE dan PSNR Berdasar Resolusi Citra

Resolusi Citra MSE PSNR

75 dpi 3.63956 42.5203

100 dpi 3.63956 42.5203

150 dpi 3.63956 42.5203

200 dpi 3.63956 42.5203

300 dpi 3.63956 42.5203

400 dpi 3.63956 42.5203

600 dpi 3.63956 42.5203

Hasil ekstraksi dari tiap-tiap citra dengan resolusi yang berbeda diperlihatkan

oleh tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 hasil Ekstraksi Citra Berdasarkan Tingkat Resolusi Citra

HASIL EKSTRAKSI BERDASARKAN TINGKAT RESOLUSI

75 dpi

NC=0.906733

100 dpi

NC=0.921376

150 dpi

NC=0.92749

200 dpi

NC=0.932447

300 dpi

NC=0.933368

400 dpi

NC=0.935961

600 dpi

NC=0.933427

Dari hasil di atas terlihat adanya hubungan tingkat resolusi dengan kualitas hasil

ekstraksi citra. Semakin tinggi resolusi sebuah citra maka semakin bagus pula kualitas

citra yang dihasilkan.

Untuk dapat menguji kemampuan aplikasi dalam mengenali citra yang tidak

diberi watermark, dilakukan pengujian terhadap 12 citra yang tidak berwatermark untuk

diautentikasi. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Autentikasi Citra Tak Berwatermark

No Citra Autentik 1 Ijazah Arif.jpg Tidak 2 Transkrip Arif.jpg Tidak 3 Ijazah Anna.jpg Tidak 4 Transkrip Anna.jpg Tidak 5 Ijazah Bismo.jpg Tidak 6 Trasnskrip Bismo.jpg Tidak 7 Ijazah Dyah.jpg Tidak 8 Transkrip Dyah.jpg Tidak

14

9 Ijazah Toni.jpg Tidak 10 Transkrip Toni.jpg Tidak 11 Ijazah Rainy.jpg Tidak 12 Transkrip Rainy.jpg Tidak

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi watermarking tersebut mampu

melakukan autentikasi citra tak berwatermark dengan tingkat akurasi 100%.

Selanjutnya untuk menguji kemampuan skema watermarking dalam melakukan

autentikasi terhadap citra modifikasi. Adapun bentuk modifikasi citra yang digunakan

antara lain: pemberian noise yang berupa Salt&Pepper, Gaussian, Speckle, serta operasi

geometri yang berupa rotation dan cropping.

Modifikasi citra berwatermark yang telah diberi noise (salt&pepper, gaussian,

speckle, rotation, dan cropping) ditunjukkan oleh Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Modifikasi Citra Berwatermark

Modifikasi Citra Berwatermark Salt&Pepper Gaussian Speckle Rotation Cropping

Hasil ekstraksi watermark dari citra Ijazah Rainy.jpg setelah dimodifikasi

ditunjukkan oleh tabel 4.8.

Tabel 4.8 Autentikasi Citra Hasil Modifikasi

Autentikasi Citra Hasil Modifikasi Noise:Salt&Pepper

NC: 0.167162 PSNR : 23.9998 Hasil: Tidak Otentik

Gaussian

NC: 0.104423 PSNR: 21.3272 Hasil: Tidak Otentik

Speckle

NC: 0.112113 PSNR: 22.0939 Hasil:Tidak Otentik

Rotation

NC: 0.020877 PSNR: 13.8928 Hasil: Tidak Otentik

Cropping

NC: 0.048832 PSNR: 13.1425 Hasil:Tidak Otentik

Dalam percobaan tersebut, pemberian noise (salt&pepper, gaussian dan

speckle) memakai nilai variance 0,01. Rotasi citra yang diterapkan adalah 90º. Dari tabel

di atas, dapat kita lihat bahwa citra yang telah dimodifikasi/diberi noise, memiliki nilai

PSNR yang sangat rendah. Rata-rata nilai PSNR < 35 dB, artinya kualitas citra

berwatermark yang telah di beri noise sangat rendah. Nilai NC dari citra ekstrak

watermark pun juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Nilai NC yang rendah

ini menjadikan citra inputan dianggap sebagai citra yang tidak autentik. Dalam proses

15

autentikasi berarti skema watermarking ini dapat melakukan indentifikasi sebuah

modifikasi citra dengan baik, meskipun kualitas watermarknya menjadi buruk.

Dari data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa skema watermaking ini

memiliki robustness yang rendah. Artinya watermark tidak tahan terhadap serangan, baik

itu berupa noise salt&pepper, gaussian, speckle maupun serangan yang berupa operasi

geometri (rotation & cropping).

Contoh hasil pengujian autentikasi citra yang menghasilkan output autentik,

dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3 Citra Autentik

Contoh hasil pengujian autentikasi citra yang menghasilkan output tidak autentik,

dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4.4 Citra Tidak Autentik

16

5. Kesimpulan

Dari beberapa percobaan yang diujikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Teknik watermarking menggunakan metode Descrete Wavelete Transform

pada citra pemindaian ijazah dan transkrip nilai dapat diimplementasikan

dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB.

b. Aplikasi watermarking yang telah dibuat dapat melakukan otentikasi citra

dengan baik. Hanya saja prosesnya kurang logis, karena memerlukan citra

host dan citra watermark asli dalam proses autentikasi.

c. Aplikasi watermarking yang telah dibuat dapat menghasilkan watermark

dengan karakteristik sebagai berikut:

Memiliki tingkat invisibility yang bagus, artinya watermark yang disisipkan

tidak terlihat

Readibility, artinya watermark mengandung informasi yang dapat

diekstrak sehingga dapat digunakan untuk melakukan identifikasi.

Memiliki tingkat robustness yang rendah, artinya watermark tidak tahan

terhadap serangan image processing

d. Algoritma yang diterapkan dalam proses watermarking ini menghasilkan citra

watermark yang tidak tahan terhadap serangan, meskipun tetap dapat

digunakan untuk identifikasi terhadap keaslian suatu citra.

17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fatwa, Dean Fathoni. 2009. Watermarking Pada Citra Digital Menggunakan Discrete Wavelete Transform. Bandung :Institut Teknologi Bandung

Hsu, Chiou-Ting and ja-Ling Wu. 1999. Hidden Digital Watermarks in Images. IEEE

Transaction on Image Processing vol. 8, no 1, january Megi Afriyadi, dkk. 2011. Validasi Keaslian Ijazah Dan Transkrip Nilai Digital dengan

Watermarking Menggunakan Discrete Cosine Transform Di Politeknik Telkom

Mulaab. 2004. Teknik Watermarking Dalam Domain Wavelet Untuk Proteksi Kepemilikan Pada Data Citra Medis

Na, W and W. Yunjin. 2009 . A Novel Robust Watermarking Algorithm based on DWT

and DCT. International Conference on Computational Intelligence and Security

Navnidhi Chaturvedi. 2012. Various Digital Image Watermarking Techniques And Wavelet Transforms. International Journal of Emerging techology and advanced Engineering vol 2, Issue 5

Paquet, Alexandre H.et.al. 2003. Wavelet packets-based Digital Watermarking for Image

Verification and Authentication.Journal Signal Processing - Special section: Security of data hiding technologies archive, Vol. 83 Issue 10, Amsterdam, The Netherlands

Putra, Darma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:Andi Offset

Rafigh, M and M.E. Moghaddam. 2010. A Robust Evolutionary Based Digital Image Watermarking Technique in DCT Domain. Seventh International Conference on Computer Graphics, Imaging and Visualization, Aug.2010, pp. 105-109

Rasyid, Rahim. 2011. Sistem Pemberian Proteksi Hak Cipta Pada Berkas Ijazah

Digital(Subsistem Watermarking Pada Ijazah Digital)

Rawat, Keshav S and Dheerendra S Thomar. 2010. Digital Watermarking Scheme For Authorization Against Copying or Piracy of Colour Images. Indian Journal of Computer Science and Engineering Vol.1 No 4 295-300

Wijaya, Marin Ch & Agus Prijono. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Bandung: Informatika