Anak super sibuk!

1
mind and soul HEALTHY LIVING K enyataannya tidaklah demikian. Kebanyakan anak sekarang dijejali dengan ber- bagai kursus dan aktivitas. Perhatikan aktivitas anak seorang rekan saya, “Anak saya pulang sekolah sekitar pukul 3 sore. Setelah itu, ia masih les matematika dan ada les Inggris di waktu lain. Setiap Sabtu diisi dengan les piano dan bahasa Mandarin.” Tampaknya gambaran anak yang sukses saat ini tengah bergeser. Anak yang sukses adalah anak yang hebat dengan berbagai prestasi. Dengan demikian, orangtua merasa perlu membekali anak-anaknya dengan berbagai aktivitas untuk mencapai sukses tersebut. Apa hasilnya? Salah satunya dari mereka, bernama Jerry, berusia 9 tahun, mulai mengeluh kelelahan. Ia tidak bisa tidur lelap dan konsentrasi belajarnya pun mulai bermasalah. Di sekolah, gurunya memergoki Jerry seringkali mengantuk. Akhirnya Jerry dibawa ke psikolog anak. Setelah memeriksa jadwal Jerry yang super padat, sang psikolog menasihati ibunya untuk mencabut beberapa aktivitas Jerry yang tidak penting. Namun, si ibu berkelit, “Jerry senang kok dengan aktivitasnya dan dia kelihatannya enjoy. Selama ini, saya yang menemaninya tahu bahwa Jerry kelihatan senang.” Hasil wawancara dengan Jerry tidaklah demikian hasilnya. Jerry dengan polosnya berkata, “Mama memaksa saya mengikuti les ini dan itu. Daripada dimarahi, saya ikut saja. Mama tidak suka dibantah.” Gejala Stres Ada beberapa gejala stres yang muncul pada anak super sibuk, ditandai dengan berbagai simtom yang mulai harus Anda waspadai. Agar stres itu tidak mencapai level yang mengganggu kesehatan dan prestasi akademis anak, diskusikan dengan si anak ataupun libatkan ahlinya, misalkan konselor anak ataupun psikolog. Berbagai gejala stres anak super sibuk yang perlu Anda waspadai adalah: (1) Gejala fisik yang berulang kali terjadi, misalkan sakit kepala, sakit perut (diare) dengan penyebab yang tidak jelas. (2) Kebiasaan yang tidak lumrah dilakukan anak, misalnya menjadi lekas marah, menangis akibat hal-hal yang sepele, mengisap jempol, sering mendebat. (3) Kehilangan gairah dalam beraktivitas, misalnya seringkali mengeluh capek, tidak tertarik pada aktivitas yang dulu ia gemari ataupun tidak tertarik pada apa pun, sering bengong, dan sulit konsentrasi. (4) Hasil prestasi yang justru semakin buruk, nilai merosot, banyak kesalahan, dan kecerobohan hasil kerja. Stres Baik, Stres Buruk Memang selalu dikatakan bahwa pada level tertentu, stres sebenarnya berguna bagi setiap orang. Anak- anak pun demikian. Ketika tanpa te- kanan dan tidak ada tantangan sama sekali, seorang anak bisa tumbuh menjadi orang yang pasif serta tidak siap dengan berbagai tantangan di kemudian hari. Namun, hati-hati pula. Ketika stres dan berbagai tuntutan menjadi terlalu berlebihan, kondisi anak pun menjadi rentan. Rentan dengan berbagai kondisi fisik dan psikologis yang bisa menganggu dirinya. Alih- alih membuat anak makin berpres- tasi dan makin maju, justru mereka mengalami kemunduran. Sayangnya, banyak orangtua tidak menyadari hal itu. Yang jauh lebih buruk, ketika prestasi anak mulai menurun karena stres yang berle- bihan, anak tidak diberi kesempatan untuk istirahat. Justru yang dilakukan oleh orangtua adalah sebaliknya. Anak-anaknya dipaksa untuk les dan mengambil kursus yang lebih banyak lagi! Beri Waktu untuk Berkembang Sebenarnya, pada usia anak- anak, sebaiknya lebih banyak waktu diberikan kepadaya untuk berpikir, berkreasi, merancang, bermimpi, me- ngobservasi, ataupun mengembang- kan dirinya. Ketika anak-anak mulai dipaksa mengikuti kursus ini dan itu yang terlalu berlebihan, waktu-waktu dan kesempatan seperti itulah yang dikorbankan. Ujung-ujungnya, bukannya kita melihat seorang anak yang berkem- bang kemampuannya, tetapi justru anak dipaksa mengikuti disiplin belajar dan disiplin kegiatan tertentu, yang akhirnya membuat anak menja- di pasif dan mati kreativitasnya. Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua? Pertama-tama, bedakan mana yang penting dengan mana yang bagus. Semua kursus dan kegiatan pastilah bagus, tetapi tidak semuanya penting bagi kondisi anak kita saat ini. Putuskanlah yang sungguh-sung- guh penting bagi kondisinya saat ini, misalnya jika nilai akademisnya yang bermasalah, fokuskan pada peningkatan akademisnya dan untuk sementara lupakan les piano, les balet, ataupun bernyanyi. Kelak, ketika kondisi akademisnya lebih baik, barulah diberikan les tambahan. Kedua, ingatlah untuk membi- carakannya dengan anak Anda. Ada baiknya pula sebelum Anda memutuskan untuk menghentikan kegiatan mereka, diskusikanlah dengan mereka. Yang harus diingat, hargai pendapatnya dan benar-benar beri kesempatan pada mereka untuk memilih. Kalaupun anak Anda memutuskan untuk tetap dengan aktivitasnya sekarang, do- rong- lah dia untuk bertanggung jawab dan beri motivasi agar tetap bisa menge- lola waktunya. Jangan mengancam, tetapi tanyakan jika ia benar-benar nyaman dengan jadwalnya yang padat saat ini. Hargai pendapatnya. Ketiga, tetap biarkan waktu yang terbuka untuk anak-anak Anda. Jangan lagi tergoda untuk meng- isinya dengan berbagai aktivitas ini dan itu. Masalahnya, kecenderungan para orangtua adalah suka melihat anaknya sibuk. Seringkali, kesibukan anak ini pun hasil obsesi orangtua yang bermasalah. Saatnya Menyalahkan Orangtua Mengapa anak jadi super sibuk? Salah satu kesalahannya sebenarnya bisa ditimpakan pada orangtua. Alas- an pertama, seringkali karena obsesi orangtuanya yang tidak tercapai. Biasanya kita akan mendengar orangtua yang mengatakan, “Dulu saya ingin les piano, tetapi tidak diberi izin karena tidak ada biaya. Sekarang saya ingin anak saya bisa les piano.” Alasan kedua adalah karena orang- tuanya sendiri sibuk dan tak punya waktu. Akibatnya, untuk memastikan anak juga sibuk, sang anak pun diberi banyak les. Alasan ketiga, karena tidak mampu menciptakan acara yang positif bagi si anak. Salah satu komentar yang muncul, “Daripada anak saya hanya nonton TV dan main game, lebih baik saya ikutkan les saja.” Sebenarnya, dapat dikatakan, anak-anak tidak akan terlalu banyak nonton TV jika orangtua punya banyak alternatif kegiatan bersama dengan mereka. Jadi, anak super sibuk sebenarnya hasil kesalahan orangtua. Mengapa Anak Menjadi Super Sibuk? Dalam berbagai iklan dengan anak-anak sebagai bintangnya, Anda akan melihat gambaran kehidupan anak yang sempurna. Mereka bermain di taman, berlari, berkejaran, serta sibuk mengamati kupu-kupu dan tanaman. Sungguh sebuah kehidupan yang sempurna! Klik: www.anthonydiomartin.com/go/facebook Ingin menghubungi secara langsung? SHUTTERSTOCK AHLI PSIKOLOGI & MOTIVATOR Anthony Dio Martin 12 | TAHUN XII, No.39 / 23-29 DESEMBER 2011

Transcript of Anak super sibuk!

Page 1: Anak super sibuk!

mind and soulH E A L T H Y L I V I N G

Kenyataannya tidaklah demikian. Kebanyakan anak sekarang dijejali dengan ber-bagai kursus dan aktivitas.

Perhatikan aktivitas anak seorang rekan saya, “Anak saya pulang sekolah sekitar pukul 3 sore. Setelah itu, ia masih les matematika dan ada les Inggris di waktu lain. Setiap Sabtu diisi dengan les piano dan bahasa Mandarin.”

Tampaknya gambaran anak yang sukses saat ini tengah bergeser. Anak yang sukses adalah anak yang hebat dengan berbagai prestasi. Dengan demikian, orangtua merasa perlu membekali anak-anaknya dengan berbagai aktivitas untuk mencapai sukses tersebut.

Apa hasilnya? Salah satunya dari mereka, bernama Jerry, berusia 9 tahun, mulai mengeluh kelelahan. Ia tidak bisa tidur lelap dan konsentrasi belajarnya pun mulai bermasalah. Di sekolah, gurunya memergoki Jerry seringkali mengantuk.

Akhirnya Jerry dibawa ke psikolog anak. Setelah memeriksa jadwal Jerry yang super padat, sang psikolog menasihati ibunya untuk mencabut beberapa aktivitas Jerry yang tidak penting.

Namun, si ibu berkelit, “Jerry senang kok dengan aktivitasnya dan dia kelihatannya enjoy. Selama ini, saya yang menemaninya tahu bahwa Jerry kelihatan senang.”

Hasil wawancara dengan Jerry tidaklah demikian hasilnya. Jerry dengan polosnya berkata, “Mama memaksa saya mengikuti les ini dan itu. Daripada dimarahi, saya ikut saja. Mama tidak suka dibantah.”

Gejala StresAda beberapa gejala stres yang

muncul pada anak super sibuk, ditandai dengan berbagai simtom yang mulai harus Anda waspadai.

Agar stres itu tidak mencapai level yang mengganggu kesehatan dan prestasi akademis anak, diskusikan dengan si anak ataupun libatkan ahlinya, misalkan konselor anak ataupun psikolog.

Berbagai gejala stres anak super sibuk yang perlu Anda waspadai adalah:

(1) Gejala fisik yang berulang kali terjadi, misalkan sakit kepala, sakit perut (diare) dengan penyebab yang tidak jelas.

(2) Kebiasaan yang tidak lumrah dilakukan anak, misalnya menjadi lekas marah, menangis akibat hal-hal yang sepele, mengisap jempol, sering mendebat.

(3) Kehilangan gairah dalam beraktivitas, misalnya seringkali mengeluh capek, tidak tertarik pada aktivitas yang dulu ia gemari ataupun tidak tertarik pada apa pun, sering bengong, dan sulit konsentrasi.

(4) Hasil prestasi yang justru semakin buruk, nilai merosot, banyak kesalahan, dan kecerobohan hasil kerja.

Stres Baik, Stres BurukMemang selalu dikatakan bahwa

pada level tertentu, stres sebenarnya berguna bagi setiap orang. Anak-anak pun demikian. Ketika tanpa te-kanan dan tidak ada tantangan sama sekali, seorang anak bisa tumbuh menjadi orang yang pasif serta tidak siap dengan berbagai tantangan di kemudian hari.

Namun, hati-hati pula. Ketika stres dan berbagai tuntutan menjadi terlalu berlebihan, kondisi anak pun menjadi rentan. Rentan dengan berbagai kondisi fisik dan psikologis yang bisa menganggu dirinya. Alih-alih membuat anak makin berpres-tasi dan makin maju, justru mereka mengalami kemunduran.

Sayangnya, banyak orangtua tidak menyadari hal itu. Yang jauh lebih buruk, ketika prestasi anak mulai menurun karena stres yang berle-bihan, anak tidak diberi kesempatan untuk istirahat. Justru yang dilakukan oleh orangtua adalah sebaliknya. Anak-anaknya dipaksa untuk les dan mengambil kursus yang lebih banyak lagi!

Beri Waktu untuk Berkembang

Sebenarnya, pada usia anak-anak, sebaiknya lebih banyak waktu diberikan kepadaya untuk berpikir, berkreasi, merancang, bermimpi, me-ngobservasi, ataupun mengembang-kan dirinya. Ketika anak-anak mulai dipaksa mengikuti kursus ini dan itu yang terlalu berlebihan, waktu-waktu dan kesempatan seperti itulah yang dikorbankan.

Ujung-ujungnya, bukannya kita melihat seorang anak yang berkem-bang kemampuannya, tetapi justru anak dipaksa mengikuti disiplin belajar dan disiplin kegiatan tertentu, yang akhirnya membuat anak menja-di pasif dan mati kreativitasnya.

Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua?

Pertama-tama, bedakan mana yang penting dengan mana yang bagus. Semua kursus dan kegiatan pastilah bagus, tetapi tidak semuanya penting bagi kondisi anak kita saat ini.

Putuskanlah yang sungguh-sung-guh penting bagi kondisinya saat ini, misalnya jika nilai akademisnya yang bermasalah, fokuskan pada peningkatan akademisnya dan untuk sementara lupakan les piano, les balet, ataupun bernyanyi. Kelak, ketika kondisi akademisnya lebih baik, barulah diberikan les tambahan.

Kedua, ingatlah untuk membi-carakannya dengan anak Anda. Ada baiknya pula sebelum Anda memutuskan untuk menghentikan kegiatan mereka, diskusikanlah dengan mereka. Yang harus diingat, hargai pendapatnya dan benar-benar beri kesempatan pada mereka untuk memilih.

Kalaupun anak Anda memutuskan untuk tetap dengan aktivitasnya sekarang, do-rong-lah

dia untuk bertanggung jawab dan beri motivasi agar tetap bisa menge-lola waktunya. Jangan mengancam, tetapi tanyakan jika ia benar-benar nyaman dengan jadwalnya yang padat saat ini. Hargai pendapatnya.

Ketiga, tetap biarkan waktu yang terbuka untuk anak-anak Anda. Jangan lagi tergoda untuk meng-isinya dengan berbagai aktivitas ini dan itu. Masalahnya, kecenderungan para orangtua adalah suka melihat anaknya sibuk. Seringkali, kesibukan anak ini pun hasil obsesi orangtua yang bermasalah.

Saatnya Menyalahkan Orangtua

Mengapa anak jadi super sibuk? Salah satu kesalahannya sebenarnya bisa ditimpakan pada orangtua. Alas-an pertama, seringkali karena obsesi orangtuanya yang tidak tercapai.

Biasanya kita akan mendengar orangtua yang mengatakan, “Dulu saya ingin les piano, tetapi tidak diberi izin karena tidak ada biaya. Sekarang saya ingin anak saya bisa les piano.”

Alasan kedua adalah karena orang-tuanya sendiri sibuk dan tak punya waktu. Akibatnya, untuk memastikan anak juga sibuk, sang anak pun diberi banyak les.

Alasan ketiga, karena tidak mampu menciptakan acara yang positif bagi si anak. Salah satu komentar yang muncul, “Daripada anak saya hanya nonton TV dan main game, lebih baik saya ikutkan les saja.”

Sebenarnya, dapat dikatakan, anak-anak tidak akan terlalu banyak nonton TV jika orangtua punya banyak alternatif kegiatan bersama dengan mereka. Jadi, anak super sibuk sebenarnya hasil kesalahan

orangtua. ◗

Mengapa Anak Menjadi Super Sibuk?

Dalam berbagai iklan dengan anak-anak sebagai bintangnya, Anda akan melihat gambaran kehidupan anak yang sempurna. Mereka bermain di taman, berlari, berkejaran, serta sibuk mengamati kupu-kupu dan tanaman. Sungguh sebuah kehidupan yang sempurna!

Klik: www.anthonydiomartin.com/go/facebook

Ingin menghubungi secara langsung?

SHU

TTERSTOC

K

AHLI PSIKOLOGI & MOTIVATORAnthonyDio Martin

12 | TAHUN XII, No.39 / 23-29 DESEMBER 2011