Anabolisme JEFFRY

38
1. PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Pustaka Metabolisme berasal dari kata Yunani metabalm yang artinya mengubah. Istilah Yunani ini sering dipakai di dalam bidang biologi, dalam arti seluruh proses kimia atau fisika dalam organisme hidup untuk membentuk, mempertahankan, atau menguraikan berbagai macam zat yang diperlukan di dalam kehidupan. Metabolisme terdiri dari dua proses yaitu proses anabolisme dan katabolisme. Anabolisme merupakan sebuah proses di mana terjadi pembentukan molekul yang lebih besar dari molekul yang lebih kecil. Katabolisme merupakan proses di mana terjadi penguraian molekul yang lebih besar menjadi molekul yang lebih kecil dinamakan. Di dalam kedua proses tersebut dapat terjadi pertukaran energi. Energi yang dilepaskan pada proses katabolisme dapat digunakan untuk proses anabolisme (Anonim, 1990). Anabolisme merupakan suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa yang lebih komplek. Nama lain dari istilah anabolisme adalah peristiwa sintesis atau penyusunan. Anabolisme di dalam prosesnya memerlukan energi. Contoh proses anabolik adalah fotosintesis yang membutuhkan energi cahaya, kemosintesis yang membutuhkan energi kimia (Green et al., 1988). Anabolisme juga sering disebut sebagai proses penyusunan senyawa organik dari zat-

description

sdsg

Transcript of Anabolisme JEFFRY

1

PAGE

1. PENDAHULUAN1.1. Tinjauan PustakaMetabolisme berasal dari kata Yunani metabalm yang artinya mengubah. Istilah Yunani ini sering dipakai di dalam bidang biologi, dalam arti seluruh proses kimia atau fisika dalam organisme hidup untuk membentuk, mempertahankan, atau menguraikan berbagai macam zat yang diperlukan di dalam kehidupan. Metabolisme terdiri dari dua proses yaitu proses anabolisme dan katabolisme. Anabolisme merupakan sebuah proses di mana terjadi pembentukan molekul yang lebih besar dari molekul yang lebih kecil. Katabolisme merupakan proses di mana terjadi penguraian molekul yang lebih besar menjadi molekul yang lebih kecil dinamakan. Di dalam kedua proses tersebut dapat terjadi pertukaran energi. Energi yang dilepaskan pada proses katabolisme dapat digunakan untuk proses anabolisme (Anonim, 1990).

Anabolisme merupakan suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa yang lebih komplek. Nama lain dari istilah anabolisme adalah peristiwa sintesis atau penyusunan. Anabolisme di dalam prosesnya memerlukan energi. Contoh proses anabolik adalah fotosintesis yang membutuhkan energi cahaya, kemosintesis yang membutuhkan energi kimia (Green et al., 1988). Anabolisme juga sering disebut sebagai proses penyusunan senyawa organik dari zat-zat anorganik dengan menggunakan energi (Kriswinarti, et al., 1996 ).

Fotosintesis merupakan sebuah proses di mana karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) di bawah pengaruh cahaya diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi (Harjadi, 1979). Fotosintesis juga sering dikatakan sebagai proses pembuatan senyawa gula dari dua bahan baku sederhana yaitu karbondioksida dan air dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber energi (Fardiaz, 1992).

Dalam proses fotosintesis energi matahari diubah menjadi energi kimia yang kemudian disimpan dalam bentuk karbohidrat. Apabila diperlukan, energi yang disimpan tersebut dapat diambil lagi melalui proses penguraian lemak, karbohidrat atau protein. Penguraian ini berlangsung dalam proses respirasi (Kriswinarti, et al., 1996 ). Respirasi yaitu proses untuk memperoleh energi dari bahan - bahan organik (Harjadi, 1979). Pada tanaman tingkat tinggi, organ fotosintesis yang paling berperan adalah daun. Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna hijau dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat. Tumbuhan harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia (Audesirk & Audesirk, 1989).

Dari reaksi fotosintesis berikut:

dapat disimpulkan bahwa, daun membutuhkan bahan baku berupa karbondioksida dan air. Kemudian, daun itu harus mengandung klorofil dan bisa menangkap cahaya matahari. Selanjutnya, oksigen akan dilepaskan sebagai produk sisa dan karbohidrat sebagai produk yang berguna yang akan dipindah ke bagian tumbuhan yang lain atau disimpan (Green, et al., 1988).

Selama fotosintesa, hanya bagian hijau tumbuhan yang melepaskan oksigen. Struktur tumbuhan yang tidak hijau seperti halnya pada batang berkayu, akar, bunga, dan buah, sebenarnya menggunakan oksigen dalam proses respirasi. Jadi fotosintesa dapat berlangsung jika ada pigmen hijau yaitu klorofil (Kimball, 1992). Pada saat fotosintesa, tumbuhan juga melepaskan oksigen. Oksigen ini akan digunakan kembali dalam proses respirasi aerob. Sedangkan pengeluaran uap air banyak terjadi pada proses transpirasi. Proses penyerapan air yang mengandung garam mineral dilakukan oleh akar yang nantinya akan mengalir ke daun. Di daun akan dijadikan sebagai sumber makanan (Joshua, 1996).

Klorofil adalah suatu jenis pigmen alami yang dapat ditemukan pada tumbuhan (kecuali pada beberapa jenis tumbuhan parasit dan saprofit) serta beberapa jenis bakteri dan ganggang. Pigmen ini mempunyai sifat khas yaitu dapat mengubah energi cahaya menjadi energi kimia yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Anonim, 1990). Ciri khas tumbuhan yang mempunyai klorofil adalah kemampuannya untuk membentuk zat - zat organik dengan menggunakan karbon dari udara sebagai zat pokok. Pada peristiwa ini diperlukan energi cahaya yang cukup. Di dalam klorofil zat tersebut diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan energi cahaya matahari. Fungsi klorofil di sini adalah sebagai penghantar tenaga atau sensibisator. Energi matahari diterima oleh klorofil kemudian diteruskan dalam proses pembentukan karbohidrat tersebut (Kriswinarti et al, 1996).

Energi matahari dapat diubah menjadi energi kimia jika diserap oleh suatu pigmen, dan energi dari foton yang diserap tersebut akan dipindahkan ke molekul pigmen sehingga molekul tersebut menjadi mempunyai energi lebih tinggi. Molekul dengan energi tinggi tersebut dapat kembali lagi ke muatan asalnya dengan melepaskan energi yang dapat digunakan untuk menjalankan reaksi kimia (Fardiaz, 1992).

Kloroplas sel tumbuhan merupakan struktur memipih dengan panjang rata-rata 7 (m dan lebar 3-4 (m. Masing-masing dibatasi sepasang membran luar yang halus. Batas luar ini melingkupi matriks fluida yang dinamakan stroma dan suatu sistem membran dalam yang meluas. Dalam membran dalam terdapat bagian yang terlipat berpasangan yang disebut lamela. Secara berkala, lamela itu membesar, sehingga terbentuk gelembung pipih yang terbungkus membran yang disebut dengan tilakoid. Struktur ini tersusun dalam tumpukan, seperti tumpukan koin. Tumpukan tilakoid ini dinamakan grana. Pada kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah. Ingen-Housz sendiri pertama-tama memperagakan bahwa daun-daun yang berfotosintesis mengeluarkan oksigen lebih cepat dari permukaan bawah daripada permukaan atas. Adanya stomata sebanyak 100.000/cm2 di epidermis bawah daun oak (Quercus) sedangkan tidak ada stomata di epidermis atas yang memperkuat temuan ini (Kimball, 1992).

Sebagian besar sel epidermis bawah menyerupai yang terdapat di epidermis atas. Akan tetapi, di sekitar setiap stoma terdapat dua sel berbentuk sosis yang dinamakan sel jaga/pelindung (guard cell). Sel ini berbeda dengan sel-sel lainnya pada epidermis bawah bukan hanya bentuknya melainkan juga dalam jumlah besar kloroplasnya. Sel jaga mengatur tutup bukanya stomata. Jadi melakukan pengendalian ketat terhadap pertukaran gas di antara daun dan atmosfer alam sekitarnya (Kimball, 1992).

Tahun 1939, Robert Hill menemukan bahwa kloroplas yang diisolasi dapat membebaskan oksigen dengan kehadiran agen pengoksidasi (electron acceptor). Hal ini dinamakan reaksi Hill. Laju reaksi Hill dapat diukur dengan melihat perubahan warna dari DCPIP (2,6-dichlorophenolindophenol). Reaksi Hill:

(Green, et al., 1988).

Reasi gelap pada fotosintesis itu sebenarnya merupakan serangkaian reaksi yang melibatkan pengambilan CO2, oleh tumbuhan dan reduksi CO2 oleh atom hydrogen. Telah diketahui bahwa reaksi gelap pada fotosintesis memerlukan banyak sekali persediaan NADP tereduksi (NADPH) dan ATP. Penelitian Van Niel dan Ruben menganggap bahwa air berfungsi sebagai sumber electron untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH. Reaksi terang adalah tanggung jawab grana sedang reaksi gelap dilakukan oleh enzim-enzim di dalam stroma (Kimball, 1992).

Spektrofotometer adalah peralatan yang menghasilkan spektrum dan mengukur panjang gelombang, energi, dan semua yang terlibat (Daintith, 1999). Absorbtivity adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan zat zat (secara intrinsik), sedangkan absorbance (A) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan partikel larutan sampel (secara ekstrinsik) dan keduanya berhubungan dengan konsentrasi dan panjang gelombang cahaya yang melalui tabung reaksi (Ewing, 1982).DCPIP (2,6-dichlorophenolindophenol) merupakan senyawa kimia berwarna biru yang digunakan sebagai indikator reaksi redoks. Oksidasi DCPIP berwarna biru, sedangkan reduksi DCPIP tak berwarna. Laju fotosintesis dapat diukur dengan laju di mana indikator dipecah (direduksi) ketika terkena cahaya dalam sistem fotosintesis. Reaksi ini bersifat reversibel, karena DCPIP tak berwarna dapat dioksidasi kembali menjadi berwarna biru. DCPIP sering digunakan dalam pengukuran rantai transpor elektron dalam tanaman karena daya tarik yang tinggi pada electron (Anonim, 1990).2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses fotosintesis pada tumbuhan, untuk mengetahui fungsi stomata, mengetahui cara penghitungan stomata, membandingkan jumlah stomata pada berbagai daun, untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses fotosintesa, dan untuk memahami reaksi hill.2. MATERI METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah toples besar beserta tutupnya, mikroskop cahaya, kaca preparat datar dan cekung serta penutupnya, gunting, mortar, funnel (corong), nilon, sentrifuge, glass rod (batang pengaduk), neraca analitik.2.1.2. BahanBahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah lilin menyala, tumbuhan hijau kecil, jangkrik yang tidak bisa melompat, beberapa jenis daun tanaman hijau, kutek bening, selotip, es batu, medium isolasi dingin, aluminium foil, plastik bening dan larutan DCPIP dingin. 2.2. Metode

2.2.1. Pengamatan FotosintesisPertama-tama tiga buah toples besar disiapkan beserta tutupnya. Toples pertama diisi dengan lilin yang menyala. Toples kedua diisi dengan lilin yang menyala dan jangkrik yang tidak bisa melompat. Toples ketiga diisi dengan lilin yang menyala, tanaman beserta potnya, dan jangkrik yang tidak bisa melompat. Ketiga toples tersebut dibiarkan beberapa menit, kemudian ketiga toples tersebut ditutup secara bersamaan dan diamati perubahan yang terjadi dan catat lilin mana yang padam dulu, dan bagaimana keadaan jangkrik.2.2.2. Penghitungan Jumlah StomataPertama-tama tiga buah daun dari tanaman yang berbeda-beda (soka, jambu, mangga, dan Rhoeo discolor) disiapkan. Kemudian bagian atas tiap daun diberi kuteks berwarna bening kira-kira 1 cm2. Kuteks dibiarkan mengering selama beberapa menit. Setelah kuteks mengering, selotip/cellophane bening ditempelkan pada kuteks tersebut lalu dikelupas secara hati-hati dimulai dari bagian pojok. Setelah itu, potongan cellophane tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Dicari bagian yang bersih dan mengandung banyak stomata. Stomata dihitung pada tiga daerah yang berbeda. Kemudian bagian bawah tiap daun diberi kuteks berwarna bening kira-kira 1 cm2. Kuteks dibiarkan mengering selama beberapa menit. Setelah kuteks mengering, selotip/cellophane bening ditempelkan pada kuteks tersebut lalu dikelupas secara hati-hati dimulai dari bagian pojok. Setelah itu, potongan cellophane tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Dicari bagian yang bersih dan mengandung banyak stomata. Stomata dihitung pada tiga daerah yang berbeda Percobaan tersebut diulangi dengan jenis daun yang berbeda.

2.2.3. Reaksi Hill2.2.3.1. Pembuatan Larutan

Untuk membuat 0,05 M larutan buffer fosfat pH 7, digunakan 4,48 gram (0,025 M) Na2HPO4.12H2O yang ditambah dengan 1,7 gram (0,025 M) KH2PO4 kemudian dilarutkan dengan air destilata sampai 500 ml. Lalu disimpan pada suhu 0 - 4C. Untuk membuat medium isolasi, pada 34,23 gram (0,4 M) sukrosa ditambahkan 0,19 gram (0,01 M) KCl, kemudian dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai 250 ml. Lalu disimpan pada suhu 0 - 4C. Untuk membuat larutan DCPIP, digunakan 0,01 gram (0,1 M) DCPIP dan ditambahkan 0,93 gram (0,05 M) KCl lalu dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai 250 ml. Kemudian dsimpan pada suhu 0 - 4C. Gunakan pada suhu ruang.

2.2.3.2. Isolasi Kloroplas

Pertama-tama daun tanpa tangkai ditimbang sebanyak 1 gram, lalu ditambah 20 ml medium isolasi dingin dan dihaluskan menggunakan mortar. Setelah dihaluskan, disaring dengan 4 tumpuk kain mori. Hasil penyaringan lalu disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 mt. Kemudian supernatant dibuang dengan hati-hati menggunakan pipet tetes. Endapan yang tersisa diambil lalu ditambahkan 2 ml medium isolasi dan dilarutkan dengan batang pengaduk. Tabung diletakan pada wadah yang berisi es batu.2.2.3.3. Reaksi Hill

Di sini ada dua perlakuan. Untuk kelompok 1, 3, 5 perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml kloroplas + 5 ml destilata (blanko) dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang terang. Untuk kelompok 2, 4, 6 perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang gelap. Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer 600 nm.

3. HASIL PENGAMATAN3.1. Pengamatan FotosintesisHasil pengamatan fotosintesis dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Pengamatan Fotosintesis

NoPerlakuan dan GambarKeterangan

1Lilin

Lilin padam pertama kali

2Lilin + Jangkrik

Lilin padam diurutan kedua. Jangkrik lemas.

3Lilin + Jangkrik + Tumbuhan

Lilin padam terakhir. Jangkrik masih segar.

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa lilin yang padam pertama kali adalah lilin pada toples 1 yang hanya berisi lilin. Lilin yang padam kedua adalah lilin pada toples 2 yang berisi lilin dan jangkrik. Lilin yang padam terakhir kali adalah lilin pada toples 3 yang berisi lilin, jangkrik, dan tanaman. Keadaan jangkrik pada toples 2 lemas. Keadaan jangkrik pada toples 3 masih segar.

3.2. Penghitungan Jumlah StomataHasil pengamatan dari penghitungan jumlah stomata dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Penghitungan Jumlah Stomata Daun 1 Daun 2 Daun 3

Nama

TanamanSokaRhoeo discolorJambu

Gambar

Stomata

bagian

Atas

( Stomata

Bagian

Atas51-

Nama

TanamanSokaManggaJambu

Gambar

Stomata

bagian

Bawah

( Stomata

Bagian Bawah46108221

Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa tanaman soka memiliki 46 stomata pada bagian bawah daun dan 5 stomata pada bagian atas daun. Tanaman Rhoeo discolor memiliki 1 stomata pada bagian atas daun. Tanaman mangga memiliki 108 stomata pada bagian bawah daun. Tanaman jambu memiliki 221 stomata pada bagian bawah daun dan tidak memiliki stomata pada bagian atas daun.3.3. Reaksi HillHasil pengamatan reaksi Hill dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengamatan Reaksi HillNilai Absorbansi

MenitKel 1Kel 3Kel 5

Blanko01.11610.50130.6478

150.78330.47120.6993

R. Terang02.61231.73442.3451

152.79941.68292.4819

MenitKel 2Kel 4Kel 6

R. Gelap02.61232.38182.422

152.63453.13512.062

Medium Isolasi +DCPIP02.68292.39481.8921

152.55162.83411.8164

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah 1.1161, pada menit ke 15 adalah 0.7833. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 0.5013, pada menit ke 15 adalah 0.4712. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 0.6478, pada menit ke 15 adalah 0.6993. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.7994. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 1.7344, pada menit ke 15 adalah 1.6829. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 2.3451, pada menit ke 15 adalah 2.4819. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.6345. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3818, pada menit ke 15 adalah 3.1351. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 2.422, pada menit ke 15 adalah 2.062. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6829, pada menit ke 15 adalah 2.5516. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3948, pada menit ke 15 adalah 2.8341. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 1.8921, pada menit ke 15 adalah 1.8164.

4. PEMBAHASAN4.1. Pengamatan FotosintesisPada pengamatan fotosintesa kali ini, dilakukan percobaan dengan menggunakan bunsen, jangkrik yang tidak dapat melompat, dan tanaman hijau. Pada pengamatan ini, dilakukan tiga perlakuan. Perlakuan yang pertama adalah toples yang diisi hanya dengan lilin yang menyala. Perlakuan yang kedua adalah toples yang diisi dengan lilin yang menyala dan jangkrik yang tidak bisa melompat. Perlakuan yang ketiga adalah toples yang diisi lilin yang menyala, tanaman beserta potnya, dan jangkrik yang tidak bisa melompat. Ketiga toples tersebut dibiarkan beberapa menit, kemudian ketiga toples tersebut ditutup secara bersamaan. Tutup toples itu telah dibalut dengan aluminium foil agar panas dari lilin tidak merusak tutup toples. Selain itu, pada bagian atas tutup toplesnya ditambahkan es batu agar panas yang diterima oleh tutup toples itu tidak terlalu banyak.Dari hasil percobaan diketahui bahwa lilin yang padam dulu adalah lilin yang terletak di dalam toples pertama. Lilin yang padam kedua adalah lilin yang terletak pada toples kedua. Dan lilin yang padam terakhir adalah lilin yang terletak di dalam toples ketiga. Dari hasil percobaan juga dapat diketahui bahwa jangkrik yang terletak pada toples kedua keadaan akhirnya lemas, dan jangkrik yang terletak pada toples ketiga keadaan akhirnya masih segar.

Dalam percobaan ini terjadi kesalahan, karena seharusnya lilin yang padam dahulu adalah lilin yang terletak pada toples kedua. Hal ini dapat terjadi karena jangkrik di dalam toples tersebut bernafas. Ketika jangkrik bernafas, jangkrik akan membutuhkan O2 dan mengeluarkan CO2. Ketika toples ditutup maka tidak ada udara luar yang dapat masuk ke dalam toples akibatnya seluruh bagian toples lama - kelamaan akan dipenuhi oleh gas CO2. Padahal kita tahu bahwa pembakaran membutuhkan oksigen dan di dalam toples ini oksigen yang tersedia digunakan untuk pembakaran yang terjadi pada lilin dan untuk bernapas jangkrik. Sehingga dapat dikatakan bahwa oksigen yang tersedia digunakan untuk dua proses sehingga lilinnya cepat padam. Selain itu seharusnya lilin yang padam kedua adalah lilin yang terletak pada toples pertama. Hal ini terjadi karena ketika tutup toples itu ditutup maka tidak ada udara dan pertukaran gas di dalam toples tersebut karena toples tersebut telah tertutup seluruhnya. Ketika tidak ada udara maka tidak akan terjadi proses apapun di dalam toples itu dan akibatnya lilinnya yang tadinya menyala menjadi padam. Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam toples ini adalah oksigen yang tersedia di dalam toples hanya digunakan untuk satu proses, yaitu pembakaran, sehingga oksigen yang bisa di gunakan lilin lebih banyak daripada yang dapat digunakan lilin pada toples kedua. Jadi seharusnya yang padam dulu adalah lilin pada toples kedua, baru setelah itu lilin yang terletak di toples pertama. Kesalahan yang terjadi kemungkinan disebabkan ketidakbersamaan saat menutup toples sehingga oksigen yang terdapat dalam toples yang satu dengan yang lain berbeda.Lilin yang terakhir padam adalah lilin pada toples ketiga. Dalam toples ini oksigen digunakan untuk dua proses, yaitu pembakaran dan pernapasan jangkrik. Walaupun jangkrik membutuhkan oksigen untuk bernafas, tetapi jangkrik mengeluarkan karbondioksida sebagai hasil sisa respirasinya. Ketika jangkrik mengeluarkan karbondioksida maka tumbuhan hijau yang ada di dalam toples akan memanfaatkan karbondioksida untuk melakukan proses fotosintesis. Di dalam proses fotosintesis dibutuhkan karbondioksida sebagai bahan fotosintesis, dan karbondioksida yang dibutuhkan dihasilkan oleh jangkrik. Ketika selesai melakukan fotosintesis dengan bantuan klorofil yang ada di dalam tubuhnya dan cahaya dari lilin maka akan dihasilkan karbohidrat dan oksigen. Oksigen inilah yang menyebabkan lilin dalam toples ini dapat tetap menyala dengan waktu yang lebih lama. Sehingga ada proses respirasi dan fotosintesis yang saling melengkapi. Dan dengan adanya pertukaran gas di dalam toples ini maka jangkrik dapat hidup lebih nyaman dibandingkan dengan toples kedua.

Pada toples kedua jangkriknya menjadi lemas karena ketika akan bernafas, jangkrik membutuhkan oksigen untuk dihirup tetapi karena tidak ada oksigen lagi dan tidak ada udara lain yang dapat masuk maka ia tidak mendapatkan oksigen untuk bernafas. Ketika dia kekurangan oksigen untuk bernafas maka ia menjadi lemas. Oksigen sangat diperlukan dalam melakukan proses di dalam tubuhya. Ketika hal yang penting itu hilang maka ini akan menyebabkan hal yang fatal bagi kelangsungan hidupnya. Kalau ini dibiarkan untuk waktu yang lebih lama lagi kemungkinan jangkrik ini akan mati.Hal ini sesuai teori Prawirohartono, et. al., (1991) bahwa terjadi saling ketergantungan antara dunia kehidupan (tumbuhan dan hewan) dengan persediaan O2 dan CO2 di udara dan tenaga dari matahari. Oksigen diambil oleh hewan dan tumbuhan untuk bernafas. Dari pernafasan makhluk hidup dihasilkan tenaga untuk bergerak, pertukaran zat dan sebagainya. Dengan bernafas, keluarlah CO2 dan H2O. CO2 dan H2O digunakan oleh tumbuhan hijau untuk fotosintesis. Hasil fotosintesis, yakni O2 akan dilepas ke udara.Hasil pengamatan tersebut di atas sesuai dengan teori dari Green, et al., (1988), yang menyatakan bahwa pertama, daun membutuhkan sumber dari karbondioksida dan air. Kedua, daun itu harus mengandung klorofil dan bisa menangkap cahaya matahari. Ketiga, oksigen akan dilepaskan sebagai produk sisa dan karbohidrat sebagai produk yang berguna yang akan dipindah ke bagian tumbuhan yang lain atau disimpan. Reaksi fotosintesis menurut Green, et al., (1988), adalah sebagai berikut:

Menurut Kriswinarti et al, (1996) tumbuhan yang mempunyai klorofil memiliki kemampuan untuk membentuk zat - zat organik dengan menggunakan karbon dari udara sebagai zat pokok. Selain itu diperlukan energi cahaya yang cukup untuk melakukannya. Asimilasi karbon yang menggunakan cahaya (matahari) sebagai sumber energi disebut fotosintesis. Pada peristiwa fotosintesis diperlukan CO2 yang diambil dari udara dan H2O yang diisap dari dalam tanah. Di dalam klorofil zat tersebut diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan energi cahaya matahari. Klorofil berfungsi sebagai penghantar tenaga atau sensibisator.Menurut Tjokrosomo, (1983) ada beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis, seperti intensitas cahaya, CO2, suhu, dan suplai air. Pada umumnya pada daun tumbuhan yang habitatnya cahaya terang, laju fotosintesisnya cenderung sebanding dengan intensitas cahaya yang diterima oleh daun. Bila cahaya, air, dan faktor - faktor lain optimum maka konsentrasi CO2 pada umumnya menjadi faktor pembatas laju fotosintesis baik pada tumbuhan liar maupun pada tanaman pertanian. Karena itu untuk meningkatkan laju fotosintesis mungkin dengan meningkatkan CO2 pada sekitar daun. Laju reaksi enzimatis seperti halnya proses - proses kimia lainnya. Pada umumnya meningkat dengan kenaikan suhu pada kisaran sekitar titik beku sampai dengan di atas 38o C. Karena itu dapatlah dianggap bahwa suhu yang lebih tinggi pada kisaran ini akan meningkatkan laju fotosintesis. Suplai air mempengaruhi penutupan stomata, berkurangnya luas daun karena berkurangnya pertumbuhan mungkin gangguan terhadap kerja enzim karena berkurangnya kondisi air.Menurut Agustina (2008), fotosintesis pada tumbuhan terjadi di dalam kloroplas. Menurut Setiowati (2008), fotosintesis terbagi atas dua reaksi, yaitu reaksi yang bergantung pada cahaya (reaksi terang), dan reaksi yang tidak bergantung pada cahaya (reaksi gelap).

4.2. Penghitungan Jumlah StomataPada pengamatan ini, tanaman yang digunakan adalah soka, Rhoeo discolor dan jambu. Pada percobaan ini kelompok satu mengamati daun soka pada bagian atasnya. Kelompok dua mengamati daun Rhoeo discolor pada bagian atasnya. Kelompok tiga mengamati daun jambu pada bagian atasnya. Kelompok empat mengamati daun jambu pada bagian bawahnya. Kelompok lima mengamati daun mangga pada bagian bawahnya. Kelompok enam mengamati daun soka pada bagian bawahnya. Dengan menggunakan mikroskop yang memiliki perbesaran 10 x 40, kami dapat mengamati bentuk dari stomata pada masing - masing daun. Bentuk dari stomata itu hampir sama untuk setiap daun, baik daun soka, mangga, Rhoeo discolor, maupun jambu. Stomata yang terdapat di dalam daun - daun itu mempunyai bentuk seperti bulatan yang tengahnya ada garis/titiknya.

Daun yang pertama adalah daun soka. Berdasarkan hasil pengamatan, daun soka memiliki 46 buah stomata pada epidermis bagian bawahnya dan memiliki 5 stomata pada epidermis bagian atasnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kimball (1992), bahwa pada kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah. Daun kedua yang diamati adalah daun Rhoeo discolor dan daun mangga. Menurut Wianta (1983), Rhoeo discolor daunnya berbentuk pedang dengan panjang 20-37,5 cm. Warna daun hijau keunguan di bagian atas dan ungu di bagian bawah. Bunganya putih kecil-kecil terletak di antara bractea yang berbentuk perahu dan menempel di dasar daun. Tanaman ini baik dalam cahaya semi langsung/tersebar atau lampu ruangan yang memberikan 400 footcandles. Temperatur optimal malam hari 10-12,5(C dan siang hari 20-22,5(C. Jumlah stomata pada bagian atas daun Rhoeo discolor menurut hasil pengamatan adalah 1 buah dan pada bagian bawah daun tidak dilakukan pengamatan terhadap adanya stomata. Hal ini dikarenakan daun ini di gunakan sebagai daun alternatif pengganti daun mangga dikarenakan terlalu sulit mendapatkan titik keberadaan stomata pada bagian atas daun mangga. Kesulitan dalam mengidentifikasi stomata pada bagian atas daun mangga, mungkin dikarenakan adanya kesalahan dalam memberi kutek atau saat melepas selotip. Dari data yang didapatkan melalui searching pada http://id.wikipedia.org/wiki/Mangga di ketahui bahwa daun mangga terdiri dari dua bagian, yaitu tangkai daun dan badan daun. Badan daun bertulang dan berurat-urat, antara tulang dan urat tertutup daging daun. Daging daun terdiri dari kumpulan sel-sel yang tak terhingga banyaknya. Daun letaknya bergantian, tidak berdaun penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran. Bentuk daun mangga ada bermacam-macam, seperti lonjong dan ujungnya seperti mata tombok. Ada yang berbentuk segi empat, tetapi ujungnya runcing. Ada yang berbentuk bulat telur, ujungnya runcing seperti mata tombok. Dan ada yang berbentuk segi empat, dengan ujungnya membulat. Tepi daun mangga biasanya halus, tetapi kadang-kadang, sedikit bergelombang/ melipat atau menggulung. Panjang helaian daun 8-40 cm dan lebarnya 2-12,5 cm, tergantung varietas dan kesuburannya. jumlah tulang daun yang kedua (cabang) 18-30 pasang. Daun yang masih muda biasanya bewarna kemerahan yang dikemudian hari akan berubah pada bagian permukaan sebelah atas berubah menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian permukaan bawah bewarna hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1 th atau lebih.

Jumlah stomata pada bagian bawah daun mangga menurut hasil pengamatan adalah 108 buah dan pada bagian atas daun sulit dilakukan pengamatan terhadap adanya stomata. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kimball (1992), bahwa pada kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah.

Daun ketiga yang diamati adalah daun jambu. Jumlah stomata pada bagian bawah daun jambu adalah 221 buah dan pada bagian atas daun tidak ditemukan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa daun jambu merupakan daun yang memiliki banyak stomata. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kimball (1992), bahwa pada kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah.

Menurut Audersik & Audersik, (1989) pada epidermis atas dan bawah daun dijumpai pori - pori kecil yang disebut dengan stomata. Pada tumbuhan darat jumlah stomata pada epidermis bawah daun lebih banyak dari epidermis atas daun, yang merupakan adaptasi tumbuhan untuk meminimalisasi hilangnya air dari daun. Hal ini benar dan sudah dibuktikan dalam percobaan ini. Untuk tumbuhan darat yang posisinya mendatar, maka mulut daunnya di bawah permukaan sebaliknya yang hidup di air, stomatanya terletak di permukaan atas. Celah stomata terbentuk apabila sepasang sel penjaga stoma mengkerut. Sel penjaga ini mengatur ukuran stomata, berperan penting dalam pertukaran gas (CO2 dan O2) yang terdapat di dalam daun dengan lingkungan luar, selain itu juga berperan dalam pengaturan hilangnya air dari tumbuhan. Stomata berada pada jaringan epidermal. Setiap lubang stomata dikelilingi oleh 2 sel penjaga. Sel penjaga ini mengatur terbuka dan menutupnya stomata berdasarkan perubahan konsentrasi glukosa sebagai akibat dari aktivitas fotosintesis. Sel penjaga bersifat fleksibel. Ketika tekanan osmotik meningkat, konsentrasi air menurun dan air berpindah ke sel penjaga secara osmosis. Hal ini akan menyebabkan sel penjaga menggembung dan celah stomata terbuka. Perubahan ukuran stomata dapat dipengaruhi oleh cahaya, konsentrasi karbondioksida dan air.4.3. Pengamatan Reaksi HillPada pengamatan kali ini, digunakan larutan buffer fosfat pH 7. Selain itu juga digunakan medium isolasi, yang terbuat dari sukrosa yang ditambah KCl, dan dilarutkan dengan larutan buffer fosfat. Medium isolasi yang digunakan berfungsi sebagai agen pengoksidasi. Dalam percobaan juga digunakan larutan DCPIP, menurut Anonim, (2007), DCPIP (2,6-dichlorophenolindophenol) merupakan senyawa kimia berwarna biru yang digunakan sebagai indikator reaksi redoks. Oksidasi DCPIP berwarna biru, sedangkan reduksi DCPIP tak berwarna. Laju fotosintesis dapat diukur dengan laju di mana indikator dipecah (direduksi) ketika terkena cahaya dalam sistem fotosintesis. Reaksi ini bersifat reversibel, karena DCPIP tak berwarna dapat dioksidasi kembali menjadi berwarna biru. DCPIP sering digunakan dalam pengukuran rantai transpor elektron dalam tanaman karena daya tarik yang tinggi pada elektron.Dalam percobaan ini dilakukan isolasi kloroplas dengan mencampur daun tanpa tangkai dengan medium isolasi dingin dan dihaluskan menggunakan mortar. Maksud dari menumbuk daun dan menambahkan medium isolasi adalah untuk mengisolasi kloroplas. Green, et al., (1988), mengemukakan bahwa Robert Hill menemukan bahwa kloroplas yang diisolasi dapat membebaskan oksigen dengan kehadiran agen pengoksidasi (electron acceptor). Dari sini bisa disimpulkan bahwa medium isolasi berfungsi sebagai agen pengoksidasi (electron acceptor). Menurut Green, et al., (1988), reaksi Hill adalah sebagai berikut:

Di percobaan ini ada dua perlakuan. Untuk kelompok 1, 3, 5 perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml kloroplas + 5 ml destilata (blanko) dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang terang. Untuk kelompok 2, 4, 6 perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang gelap. Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer 600 nm. Menurut Daintith, (1999), spektrofotometer adalah peralatan yang menghasilkan spektrum dan mengukur panjang gelombang, energi, dan semua yang terlibat.

Menurut Ewing, (1982) absorbtivity adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan zat zat (secara intrinsik), sedangkan absorbance (A) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan partikel larutan sampel (secara ekstrinsik) dan keduanya berhubungan dengan konsentrasi dan panjang gelombang cahaya yang melalui tabung reaksi. Hasil absorbansi dari berbagai macam daun yang ditumbuk bervariasi sekali. Hasil absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah 1.1161, pada menit ke 15 adalah 0.7833. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 0.5013, pada menit ke 15 adalah 0.4712. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 0.6478, pada menit ke 15 adalah 0.6993. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.7994. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 1.7344, pada menit ke 15 adalah 1.6829. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 2.3451, pada menit ke 15 adalah 2.4819. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.6345. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3818, pada menit ke 15 adalah 3.1351. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 2.422, pada menit ke 15 adalah 2.062. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6829, pada menit ke 15 adalah 2.5516. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3948, pada menit ke 15 adalah 2.8341. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 1.8921, pada menit ke 15 adalah 1.8164.Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa daun yang memiliki nilai absorbansi yang paling tinggi untuk reaksi terang adalah daun soka. Daun yang memiliki nilai absorbansi paling tinggi untuk reaksi gelap adalah daun mangga. Nilai absorbansi pada larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP seharusnya sama untuk semua kelompok tetapi di sini tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ketidaktelitian praktikan. Namun, dari data-data tersebut masih dapat disimpulkan bahwa daun yang kemampuan fotosintesisnya paling tinggi adalah daun soka. 5. KESIMPULAN

Makhluk hidup memerlukan okigen untuk bernafas dan tidak dapat hidup tanpa oksigen.

Pada sebagian besar tumbuhan, jumlah stomata pada bagian bawah daun lebih banyak dibandingkan dengan jumlah stomata pada bagian atas daun. Kloroplas yang diisolasi tetap dapat membebaskan oksigen asal ada agen pengoksidasi (electron acceptor). Medium isolasi yang digunakan berfungsi sebagai agen pengoksidasi.

Fotosintesis merupakan sebuah proses di mana karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) di bawah pengaruh cahaya diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi.

Anabolisme merupakan suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa yang lebih komplek. Reaksi fotosintesis

Klorofil adalah suatu jenis pigmen alami yang dapat ditemukan pada tumbuhan. Reaksi Hill:

Lilin yang padam dahulu adalah lilin yang terletak pada toples kedua karena oksigen yang tersedia digunakan untuk dua proses sehingga lilinnya cepat padam. Lilin yang padam kedua adalah lilin yang terletak pada toples pertama karena oksigen yang tersedia di dalam toples hanya digunakan untuk satu proses.

Lilin yang terakhir padam adalah lilin pada toples ketiga karena ada proses respirasi dan fotosintesis yang saling melengkapi. Kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah. Daun yang memiliki nilai absorbansi yang paling tinggi untuk reaksi terang adalah daun soka. Daun yang memiliki nilai absorbansi paling tinggi untuk reaksi gelap adalah daun mangga. Daun yang kemampuan fotosintesisnya paling tinggi adalah daun soka.

6. DAFTAR PUSTAKAAgustina, Yanti. (2008). Anabolisme : Fotosintesis. http://drveggielabandresearch.com/2008/09/anabolisme-fotosintesis.html. Diakses tanggal 9 November 2008 18:44Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 1. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 9. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 10. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 12. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Audesirk,G. & T. Audesirk. (1989). Biology Life of Earth. Macmillan Publishing Company, a Division of Macmillan, Inc. New York.Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Ewing, G. W. (1982). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988). Biological Science 1. Cambridge University Press. New York.Harjadi, S. S. M. M. (1979). Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Joshua, I. (1996). Kehidupan Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Kimball, J.W. (1992). Biologi Jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.

Kriswinarti; Charis; Purwaningsih & Taryono. (1996). Biologi. Tiga Serangkai. Solo.

Prawirohartono, S.; Suradi & Kuncorowati. (1991). IPA Biologi. Erlangga. Jakarta.Setiowati, Tetty. (2008). http://books.google.co.id/books?id=OzMMylYcf0IC&printsec=frontcover&dq=reaksi+terang. Diakses tanggal 9 November 2008Tjokrosomo, S. S. (1983). Botani Umum. Angkasa. Bandung.Wianta, Intan K. (1983). Tanaman Hias Ruangan. Penerbit Kanisius . Yogyakarta.

Wikipedia. 2008. Mangga. Diakses tanggal 9 November 2008.

7. LAMPIRAN7.1. Laporan Sementara

Semarang, 3 November 2008

Emanuel Jeffry Senjaya

08.70.0136

Asisten Dosen:

- Agustin Nitta

- Nikita F

klorofil

DCPIP (biru) + H2O

DCPIPH2 (tak berwarna) + O2

cahaya

NADPH + O2 + H+

kloroplas

cahaya

H2O + NADP

klorofil

CO2 + H2O

(CH2O)n + O2

cahaya

cahaya

(CH2O)n + O2

CO2 + H2O

klorofil

DCPIPH2 (tak berwarna) + O2

klorofil

cahaya

DCPIP (biru) + H2O

NADPH + O2 + H+

kloroplas

cahaya

H2O + NADP

klorofil

DCPIP (biru) + H2O

DCPIPH2 (tak berwarna) + O2

cahaya

NADPH + O2 + H+

kloroplas

cahaya

H2O + NADP

klorofil

DCPIP (biru) + H2O

DCPIPH2 (tak berwarna) + O2

cahaya

NADPH + O2 + H+

kloroplas

cahaya

H2O + NADP

CO2 + H2O

(CH2O)n + O2

klorofil

cahaya

PAGE