An-Nuur.org - Risalah Ramadan

31

description

RAMADHAN

Transcript of An-Nuur.org - Risalah Ramadan

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    1

    RISALAH RAMADHAN

    I. MUQADDIMAH

    Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah. Bulan yang di

    dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dibelenggunya

    syetan, dibukanya pintu jannah, dan ditutupnya pintu neraka, adalah

    keistimewaan yang Allah berikan dalam bulan Ramadhan, yang tidak

    ditemukan pada bulan-bulan lain.

    A. DEFINISI SHAUM

    - Secara bahasa, shaum artinya menahan diri dari sesuatu.

    - Secara syari, shaum adalah menahan diri dari hal-hal yang

    membatalkannya, seperti makan, minum dan melakukan hubungan

    suami isteri, dengan disertai niat, mulai terbitnya fajar shadiq sampai

    terbenamnya matahari.1

    A. DALIL DISYARIATKANNYA SHAUM RAMADHAN

    B. Firman Allah :

    ! " # $% & '()* }183 {-) ./01&)...

    Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shiyam sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

    bertaqwa. ( yaitu ) dalam beberapa hari yang tertentu, ( QS. Al

    Baqarah : 183-184 ).

    34 '56 7 89:;

    0 "= 194 3)F

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    2

    itu dan pembeda ( antara yang hak dan yang batil ). Karena itu

    barangsiapa diantara kamu hadir ( di negeri tempat tinggalnya ) di

    bulan itu, maka hendaklah ia melaksanakan shaum pada bulan itu (

    QS. Al baqarah : 185 ).

    C. Sabda Rasulullah :

    G9D HIJK # LM"N :P/4 >' Q

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    3

    kemudian dipastikan pada hari berikutnya adalah untuk shaum, yaitu

    awal bulan Ramadhan.

    3. Begitu pula halnya ketika hilal bulan Syawal tidak terlihat, maka

    hukum yang harus diambil ialah dengan menyempurnakan bilangan

    Ramadhan sebanyak 30 hari, kemudian kita pastikan hari berikutnya

    sebagai hari raya, yaitu sebagai awal bulan Syawal.5

    Rasulullah bersabda :

    "# $%$& .

    Janganlah kamu melakukan shaum sampai kamu melihat hilal, dan

    jangan pula berbuka ( mengakhiri shaum Ramadhan ) sampai kamu

    melihatnya. Dan jika ada yang menghalangi sehingga bulan tidak

    kelihatan olehmu, sempurnakanlah bilangannya.6

    ( $)+ $%$& " - . /0 #.

    12"2.

    Satu bulan itu jumlahnya 29 malam, maka janganlah kamu

    melakukan shaum sampai kamu melihatnya ( hilal ). Dan jika ada

    yang menghalangi sehingga bulan tidak kelihatan olehmu,

    sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari.7

    4. Adapun menetapkan awal Ramadhan dengan ilmu hisab di saat langit

    mendung, maka pendapat ini banyak dibantah oleh para ulama. Para

    fuqaha telah menegaskan tidak bolehnya bersandar pada

    perhitungan-perhitungan ilmu falak dalam menetapkan hilal, karena

    sesungguhnya syariat Islam ini mengaitkan shaum dengan ruyah dan

    bukan dengan hisab.8

    Jumhur fuqaha mengatakan : Dan tidak betul jika yang dimaksud

    adalah hisab ahli perbintangan, sebab jika manusia dibebani dengan

    hal tersebut, tentulah akan memberatkan mereka, sebab masalah

    hisab perbintangan tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya

    beberapa orang saja, sedang syariat dapat dipahami orang apabila

    kebanyakan mereka mengetahuinya. Wallahu alam.9

    Madzhab Maliki mengatakan : Hisab tidak boleh ditetapkan dengan

    pendapat ahli perbintangan, ahli perhitungan masa yang mengetahui

    5 Dua cara inilah yang menjadi petunjuk Nabi dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan. Dan

    begitulah pendapat jumhur fuqaha. Lihat Zaadul-Maad,2/47; Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/158-160

    6 Shahih Bukhari, hadits no 1906; Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, hadits no 3.

    7 Shahih Bukhari, hadits no 1907; Shahih Muslim, Kitab ash-Shiyam, hadits no 6.

    8 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/180

    9 Syarh Shahih Muslim, 7/190.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    4

    perjalanan bulan, baik ketetapan itu untuk dirinya sendiri maupun

    untuk orang lain, karena sesungguhnya syariat Islam mengaitkan

    shaum, idul fithri dan haji dengan ruyah hilal dan bukan dengan

    keberadaan ahli perbintangan walaupun pendapatnya diasumsikan

    benar.10

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Dan berdasarkan As-

    Sunnah Ash-Shohihah serta kesepakatan para shahabat, tidak

    diragukan bahwasannya tidak boleh bersandar kepada hisab

    perbintangan.11

    Rasulullah bersabda :

    3045 35 -% -% 5 ,#. : : : 1(

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    5

    Madzhab Syafiii mengatakan : Apabila hilal terlihat di suatu negeri

    sedangkan orang-orang di negeri lain tidak melihatnya, maka yang dilihat

    adalah perkara berikut ini. Kalau kedua negeri itu berdekatan, maka

    hukumnya sama dengan satu negeri, dan penduduk negeri tersebut

    diwajibkan untuk melakukan shaum. Tetapi kalau negeri tersebut

    berjauhan, maka ada dua pendapat, yang paling shahih adalah

    mengatakan bahwa shaum tidak diwajibkan atas penduduk negeri yang

    lain.15

    Kuraib ( hamba sahaya dari shahabat Ibnu Abbas ) meriwayatkan :

    Bahwasannya Ummu Fadhl binti Al-Haris ( ibunya Ibnu Abbas )

    mengutus dia untuk menemui Khalifah Muawiyah di Syam. Maka Kuraib

    berkata : Kemudian aku datang ke Syam untuk menyelesaikan segala

    keperluan Ummu Fadhl, dan terjadilah hilal Ramadhan, sedangkan aku

    ketika itu masih di Syam, maka aku melihat hilal pada malam Jumat.

    Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadhan, maka

    Abdullah bin Abbas menanyakanku dan membicarakan masalah hilal :

    Kapan kalian melihat hilal ? Maka aku katakan : Kami melihat hilal

    malam Jumat, kemudian ia bertanya : Engkau melihatnya ? Maka aku

    katakan :Ya, dan semua orang melihatnya, mereka melaksanakan

    shaum, begitu juga Muawiyah. Maka Abdullah bin Abbas berkata :

    Akan tetapi kami melihatnya malam Sabtu, maka kami akan tetap

    shaum hingga kami menyempurnakannya menjadi 30 hari, atau sampai

    kami melihat hilal Syawal. Kemudian aku katakan : Apakah tidak cukup

    dengan ruyahnya Khalifah Muawiyah beserta shaumnya ? Maka beliau

    menjawab : Tidak, beginilah Rasulullah menyuruh kami.16

    Menurut madzhab Maliki, hadits diatas merupakan hujjah

    bahwasannya suatu negeri apabila saling berjauhan seperti jauhnya

    Syam dan Hijaz, maka wajib atas setiap penduduk dari masing-masing

    negeri untuk melaksanakan ruyah negerinya tanpa menggunakan ruyah

    negeri yang lain, walaupun hal tersebut menjadi keputusan Khalifah,

    selama Khalifah tidak mewajibkannya kepada rakyatnya. Dan apabila ia

    mewajibkannya, maka tidak diperbolehkan untuk menyelisihi

    perintahnya.17

    15 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/274-275.

    16 Shahih Muslim, hadits no 1087; Sunan Abu Daud, hadits no 2332; Sunan At-Tirmidzi, hadits no. 693.

    17 Tafsir Al-Qurthubi, 2/295-296.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    6

    A. SYARAT WAJIB / SAH SHAUM18

    1. Islam.

    Apabila ada orang kafir yang masuk Islam di pertengahan

    Ramadhan, maka tidak wajib atas dirinya untuk mengqadha shaum

    yang telah berlalu, karena kewajiban untuk melaksanakan shaum

    pada hari-hari yang telah berlalu itu belum menjadi kewajibannya,

    sehingga dia tidak diwajibkan untuk mengqadhanya. Demikian

    menurut madzhab Hambai, Syafii, Hanafi, Maliki, Al-Auzai, Abu Tsaur

    dan Qatadah. Namun cukup baginya untuk melaksanakan shaum pada

    hari-hari selanjutnya setelah ia memeluk Islam.19

    2. Baligh.

    Jika anak kecil ( laki-laki dan perempuan ) telah mampu

    melaksanakan shaum, wajib atas walinya untuk menyuruh mereka

    melakukan shaum apabila mencapai usia 7 tahun dengan syarat

    bahwa mereka telah mumayyiz, dan memukulnya apabila

    meninggalkan shaum ketika telah berusia 10 tahun.20

    3. Berakal.

    Shaum Ramadhan tidak diwajibkan atas orang gila. Dan jika ia

    telah sembuh, cukup baginya untuk mengerjakan shaum pada hari-

    hari yang masih tersisa di bulan Ramadhan, dan tidak wajib atas

    dirinya untuk mengqadha shaum yang ditinggalkannya di saat ia gila.

    Demikian pendapat Abu Tsaur, Syafii, dan Ahmad.21

    Beda dengan orang yang kehilangan akalnya karena pingsan

    kemudian ia siuman, maka wajib atas dirinya untuk mengqadha

    shaum yang telah ia tinggalkan, karena pingsan termasuk salah satu

    penyakit dan bukan gila.22

    4. Mukim ( tidak dalam keadaan safar ).

    5. Sanggup untuk melaksanakannya, diantaranya adalah sehat jasmani.

    6. Suci dari haidh dan nifas.

    Menurut ijma ( kesepakatan ) ulama, tidak halal bagi wanita yang

    sedang haidh dan nifas untuk shaum. Dan bagi mereka untuk berbuka

    serta wajib mengqadha shaum yang telah ditinggalkannya selama

    18 Ad-Dien Khalish, 8/347-350; Fiqhul Ibadat, hal 212; Minhajul Muslim, hal 307-308.

    19 Al Mughni, 3/155.

    20 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/250.

    21 Al Mughni, 3/156.

    22 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/251.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    7

    bulan Ramadhan, jika wanita tersebut telah suci dari haidh atau

    nifasnya.

    Dan kalau haidh dan nifasnya itu terjadi pada sebagian siang, maka

    batallah shaum wanita tersebut pada hari itu, baik haidh atau nifasnya

    itu terjadi di awal atau akhir siang. Kapan pun wanita yang haidh atau

    nifas itu niat shaum dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan

    shaum, padahal ia mengetahui bahwa shaum itu diharamkan atas

    dirinya, maka ia berdosa dan tidak sah shaumnya.23

    Ummul Mukminin Aisyah berkata :

    ) 3X; J5(9D 9)! Q0 3X; J5(9D PH)!.

    Adalah kami diperintahkan untuk mengqadha shaum dan tidak

    diperintahkan untuk mengqadha shalat.24

    Kemudian kalau haidh seorang wanita terhenti pada malam hari

    kemudian dia mandi pada subuh harinya, maka hukumnya sama

    dengan hukum orang yang junub. Orang yang junub diperbolehkan

    untuk mengakhirkan mandinya hingga subuh kemudian dia mandi dan

    menyempurnakan shaumnya, sebagaimana dikatakan oleh umumnya

    para ulama. Namun dipersyaratkan bahwa haidh wanita tersebut telah

    berhenti sebelum fajar, karena apabila dia haidh pada sebagian siang

    hari, maka batal shaumnya. Selain itu, dipersyaratkan juga agar

    wanita tersebut berniat untuk shaum di malam harinya setelah

    haidhnya terhenti, karena shaum seseorang tidak dianggap sah kecuali

    jika dia berniat pada malam harinya.25

    VII. RUKUN-RUKUN SHAUM26

    1. Niat.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Setiap orang yang

    mengetahui bahwa besok itu termasuk bulan Ramadhan, sedangkan ia

    ingin melaksanakan shaum di bulan itu, maka ia telah meniatkan

    shaumnya, baik niatnya dilafalkan ataupun tidak. Dan hal ini

    merupakan amalan yang umumnya dilakukan kaum muslimin, mereka

    semua meniatkan shaumnya.27

    23 Al Mughni, 3/142.

    24 Shahih Muslim, kitab Al-Haidh, hadits no 69; Sunan Abu Daud, hadits no 263.

    25 Al Mughni, 3/137,138.

    26 Minhajul Muslim, hal 308; Ad-Dien Khalish, 8/440-451; Fiqhul Ibadat, hal 232-235.

    27 Majmu Fatawa,25/215.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    8

    Sedangkan waktunya adalah pada bagian malam manapun di

    bulan tersebut hingga terbit fajar shadiq. Demikian menurut madzhab

    Hambali, Syafii, Maliki dan lainnya.28

    Rasulullah bersabda :

    A " C D? E& /)C

    Manusia tetap akan baik selama mereka bersegera berbuka.33

    28 Al Mughni, 3/91; Ad-Dien Khalish, 8/344.

    29 Sunan An-Nasai, hadits no 2335; Sunan At-Tirmidzi, hadits no 730; Sunan Abu Daud,, hadits no 2454; dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shagir, hadits no 6538.

    30 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/200.

    31 Al-Mughni, 3/93.

    32 Minhajul Muslim, hal 310-311.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    9

    2. Berbuka dengan kurma atau air. Dan yang lebih utama adalah

    dengan kurma.

    LM; 9D \

    8% :' 8I6 T 3[>E # C.$]6 ^ $% >' #B! ,>'9`= * C.$]6 -.3"= ,>'9`= * C.3"* ab abC. c

    Dari Anas bin Malik, ia berkata : Adalah Rasulullah berbuka

    dengan beberapa biji kurma basah ( ruthab ) sebelum menunaikan

    shalat. Jika tidak ada, maka dengan beberapa biji kurma kering (

    tamr ). Dan jika tidak ada, maka beliau minum beberapa teguk

    air.34

    3. Berdoa ketika akan berbuka.

    Adapun doa yang dibaca Rasulullah ketika akan berbuka adalah :

    R M TH U?2 ( UL +)W 3

    Telah hilang dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah tetap

    pahalanya, Insya Allah.35

    4. Sahur, yaitu makan dan minum diakhir malam dengan niat shaum.

    Rasulullah bersabda :

    -L $40 = 40

    Bersahurlah, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat

    barokah.36

    5. Mengakhirkan sahur hingga bagian akhir malam, yaitu sebelum

    terbitnya fajar shadiq.

    Rasulullah bersabda :

    $40 EX Y $EC

    Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur.37

    33 Shahih Bukhari, hadits no 1987; Shahih Muslim, hadits no 1098.

    34 HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi; hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 4995.

    35 Sunan Abu Daud, hadits no 2357; dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 4678.

    36 Shahih Bukhari, hadits no 1923; Shahih Muslim, hadits no 1095.

    37 Riwayat Imam Thabrani, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 3989.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    10

    IX. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN KETIKA SHAUM38

    Adapun beberapa perkara yang dimakruhkan atas orang yang shaum,

    yang dikhawatirkan akan merusak shaumnya, walaupun sebenarnya tidak

    merusak shaum.

    1. Terlalu dalam ketika berkumur dan menghirup air ke hidung saat

    berwudhu.

    2. Mencium, sebab terkadang dapat membangkitkan syahwat

    sehingga shaumnya rusak, baik karena keluar mani, atau kemudian

    menjadikan ia berjima ( menggauli isterinya ).

    3. Terus menerus memandang istri dengan syahwat.

    4. Berfikir urusan jima.

    5. Bercumbu dengan isteri.

    6. Mencicipi masakan atau makanan.

    7. Berkumur-kumur bukan karena wudhu, atau kepentingan lainnya

    yang dianggap perlu.

    8. Bercelak di awal siang.

    9. Berbekam, apabila khawatir menjadikan dirinya lemah dan

    membuat ia berbuka.

    X. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM DAN WAJIB ATASNYA

    QADHA39

    1. Masuknya cairan ke dalam kerongkongan, baik lewat hidung atau

    telinga, seperti memasukkan obat lewat hidung, atau dubur dan

    qubul ( kemaluan ) wanita, atau meneteskan ke dalam telinga. Dan

    menurut madzhab Maliki bahwa cairan yang masuk ke dalam

    kerongkongan melalui mata, dapat merusak shaum, baik sengaja

    maupun lupa.

    2. Air yang masuk ke dalam kerongkongan karena terlalu dalam ketika

    berkumur dan menghirup air ke hidung saat bewudhu.

    3. Keluar air mani karena terus menerus memandang atau berpikir (

    jima ), atau mencium, atau bercumbu, atau sebab lainnya. Adapun

    keluar mani karena bermimpi, maka tidak membatalkan shaum.

    4. Muntah dengan sengaja. Adapun muntah dengan tidak sengaja,

    maka tidak membatalkan shaum.

    5. Makan, minum, dan berjima karena dipaksa.

    38 Minhajul Muslim, hal 311-312.

    39 Ad-Dien Khalish, 8/477-483; Minhajul Muslim, hal 312-313; Fiqhul Ibadat, hal 246-249.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    11

    6. Makan, minum, atau berjima, sedangkan ia mengira kalau masih

    malam ( belum terbit fajar ), dan ternyata fajar telah terbit.

    7. Makan atau minum, sedangkan ia menyangka kalau malam telah

    masuk dan ternyata masih siang.

    8. Makan atau minum karena lupa, kemudian tidak melanjutkan

    shaumnya, menyangka bahwasannya tidak wajib untuk kembali

    meneruskan shaumnya.

    9. Berbuka dalam keadaan ragu, apakah matahari telah terbenam atau

    belum, dan belum jelas baginya.

    10. Betul-betul berniat untuk berbuka.

    11. Sengaja memasukkan sesuatu yang tidak memberikan faedah bagi

    badan ke dalam kerongkongan lewat mulut, seperti menelan batu,

    mutiara, benang, atau besi.

    12. Sengaja memasukkan air ke dalam dubur ketika istinja.

    13. Memasukkan potongan kain, atau kayu, atau jari yang basah ke

    dalam dubur maupun qubul wanita, apabila masuk seluruhnya, dan

    kalau masuk sebagiannya saja, maka tidak merusak shaum.

    14. Murtad ( keluar dari Islam ).

    XI. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM DAN WAJIB ATASNYA

    QADHA DAN KAFAROH40

    1. Berjima ( bersenggama ) dengan sengaja tanpa dipaksa.

    Dari Abu Hurairah dia berkata : Ketika kami duduk di sisi Rasulullah

    tiba-tiba datang laki-laki kepada Nabi seraya berkata : Celaka saya

    ya Rasulullah. Kenapa kamu celaka ?, Tanya Rasulullah. Laki-laki itu

    menjawab : Saya telah bersetubuh dengan isteri saya pada siang hari

    Ramadhan. Rasulullah bertanya : Sanggupkah kamu memerdekakan

    seorang budak ?. Tidak ,jawab laki-laki itu. Kuatkah kamu

    berpuasa dua bulan berturut-turut ?, Tanya Rasulullah pula. Tidak,

    jawabnya. Sanggupkah kamu memberi makan kepada 60 orang

    miskin ?, Tanya Rasul. Dan lakilaki itu pun tetap menjawab :

    Tidak. Kemudian ia duduk, maka datanglah Nabi dengan membawa

    sebakul kurma seraya berkata : Sedekahkanlah kurma ini, kata

    Nabi. Apakah kepada orang yang lebih fakir dari kami ya Rasulullah,

    padahal tidak ada satu warga pun di kampung kami yang lebih miskin

    selain kami, kata laki-laki itu menerangkan. Dan Nabi pun tersenyum

    40 Minhajul Muslim, hal 313.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    12

    sampai kelihatan gigi gerahamnya, lalu beliau katakan : Pulanglah,

    berikan kurma ini kepada keluargamu.41

    2. Makan dan minum dengan sengaja tanpa adanya udzur yang

    membolehkan dia berbuka.

    G9D P33@ ' )G9$) 3 dHe6 [>=3 G= '56 :>' f&) dg$%6 0 ! 34 0 &>[ I -a

    Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi menyuruh seorang laki-laki

    yang sengaja berbuka pada bulan Ramadhan : Membebaskan budak,

    atau shaum selam dua bulan, atau memberi makan 60 orang miskin.42

    XII. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI ORANG YANG SHAUM43

    1. Bersiwak ( menggosok gigi ) di sepanjang waktu siang, kecuali

    menurut Imam Ahmad , bahwasannya makruh bersiwak setelah

    condongnya matahari.

    2. Mendinginkan tubuh dengan air karena sangat panasnya cuaca, baik

    dengan disiram atau berendam di dalam air.

    3. Makan, minum dan melakukan hubungan suami isteri di malam hari

    sampai nyata baginya terbit fajar.

    4. Melakukan safar ( perjalanan ) karena keperluan yang diperbolehkan (

    bukan maksiyat ), meskipun dia tahu kalau safarnya itu dapat

    mengakibatkan dirinya berbuka.

    5. Berobat dengan obat apapun selama halal, yang tidak

    menyebabkannya masuk ke dalam kerongkongan walau pun sedikit,

    diantara ( yang dibolehkan ) adalah dengan jarum selama itu bukan

    infus.

    6. Mengunyah makanan untuk anak kecil karena tidak ada orang lain

    yang mengunyahkannya, dengan syarat tidak sedikit pun masuk ke

    dalam kerongkongan.

    7. Menggunakan parfum, atau harum-haruman yang sifatnya dibakar

    dahulu.

    8. Memakai minyak wangi, baik yang dioleskan ke badan, ataupun

    minyak rambut.

    41 Shahih Bukhari, hadits no 1936; Shahih Muslim, hadits no 1111.

    42 Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, hadits no 84.

    43 Minhajul Muslim, hal 314; Ad-Dien Al-Khalish,8/454-459.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    13

    9. Berbekam, apabila tidak khawatir menjadikan badannya lemah.

    XIII. HAL-HAL YANG DIMAAFKAN BAGI ORANG YANG SHAUM44

    1. Menelan ludah sendiri, walaupun banyak.

    2. Lalat yang tertelan tanpa ia kehendaki.

    3. Asap jalanan dan pabrik, asap kayu dan seluruh asap yang tidak

    mungkin dihindari.

    4. Dalam keadaan junub di subuh hari ( setelah melakukan jima sebelum

    terbit fajar namun belum mandi ).

    5. Mimpi junub di siang hari.

    6. Makan dan minum karena lupa atau tidak sengaja, lalu melanjutkan

    shaumnya.

    Rasulullah bersabda :

    %$A M D+ =05 ,@G R )([ )5

    Apabila seseorang lupa lalu makan dan minum, hendaklah ia

    sempurnakan shaumnya, tidak lain karena Allah memberinya

    makan.45

    \ " G5 \% = 1%

    Barangsiapa yang berbuka ( makan atau minum ) pada bulan

    Ramadhan karena lupa maka tidak ada qadha dan kafarah atas

    dirinya.46

    XIV.BEBERAPA AMALAN DI BULAN RAMADHAN47

    1. Shadaqah.

    Rasulullah bersabda :

    3[= -"hW ' i j93e ,3k

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    14

    2. Qiyamul lail.

    Rasulullah bersabda :

    ?5 1% @ % L0 5)

    g(> ,8( ! :7 p6 G ;9R

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    15

    XV.MEREKA YANG MENDAPAT KERINGANAN ( RUKHSHAH ) UNTUK

    TIDAK SHAUM

    1. Laki-laki dan wanita yang tua renta.

    Allah berfirman :

    ...#0

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    16

    meninggalkan kerja beratnya itu dapat membahayakan dirinya.

    Namun jika tidak membahayakan dirinya, maka dia berdosa apabila

    berbuka.56

    4. Musafir

    Orang yang sedang safar dan menempuh jarak yang

    memperbolehkannya shalat qashar, maka diperbolehkan baginya

    untuk berbuka pada bulan Ramadhan, sesuai kesepakatan para

    ulama, baik dia mampu untuk melakukan sahum ataupun tidak, dan

    baik shaumnya itu memberatkan dirinya maupun tidak.

    Adapun jarak yang memperbolehkan seseorang untuk mengqashar

    shalatnya dan berbuka, menurut madzhab Maliki, Syafii dan Ahmad

    adalah perjalanan yang ditempuh dengan unta atau berjalan kaki

    selama dua hari, misalnya perjalanan antara Makkah dan Jeddah, atau

    perjalanan yang berjarak 16 farsakh, yaitu sekitar 48 mil ( 57,6 Km ).

    Dan menurut Imam Abu Hanifah adalah perjalanan yang ditempuh

    selama tiga hari.

    Para ulama salaf dan khalaf lainnya mengatakan : Bahkan dia

    diperbolehkan untuk mengqashar dan berbuka dalam perjalanan yang

    ditempuh kurang dari dua hari. Dan inilah pendapat yang kuat

    menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, selama safarnya itu bukan

    untuk maksiyat.57

    5. Wanita hamil dan menyusui.

    Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan keselamatan

    jiwa mereka, atau beserta anak-anak mereka sendiri, maka

    diperbolehkan bagi mereka untuk berbuka. Namun wajib atas mereka

    untuk mengqadha shaum yang ditinggalkannya itu dan tidak

    diwajibkan membayar fidyah, seperti halnya orang sakit yang

    diperbolehkan berbuka.58

    Dan jika mereka hanya mengkhawatirkan keselamatan anak-

    anaknya saja dan bukan keselamatan jiwa mereka sendiri, maka

    diperbolehkan berbuka , dan diwajibkan untuk mengqadha shaum

    yang ditinggalkannya, ditambah dengan membayar fidyah untuk

    setiap hari dari shaum yang telah mereka tinggalkan, karena mereka

    berdua sebenarnya mampu untuk melaksanakan shaum.59

    56 Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta,10/233,236.

    57 Lihat Majmu Fatawa, 25/209-214.

    58 Al-Mughni, 3/139; Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta,10/220,161.

    59 Al-Mughni, 3/139; Majmu Fatawa,25/218.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    17

    Sedangkan ukuran fidyah adalah satu mud gandum, yang sepadan

    dengan sha bahan makanan lain. Yang ukurannya menurut Syaikh

    Abdul Aziz bin Baaz adalah 1,5 kg dari kurma, atau beras, atau yang

    lainnya, dari makanan pokok negeri yang ditempatinya, yang biasa ia

    berikan kepada keluarganya.60

    Allah berfirman :

    ... 10% ([ -

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    18

    SHALAT TARAWIH

    I. SEBAB PENAMAAN

    Kata tarawih adalah bentuk jama dari dari kata tarwihah yang

    artinya istirahat pada tiap-tiap empat rokaat. Kemudian tiap empat

    rokaat dari shalat malam disebut juga dengan istilah tarawih. Hal ini

    didasarkan pada riwayat Imam Al Baihaqi dari Aisyah Radhiyallahuanha :

    R A R $G [+ < 2 D = ( /L =E&

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    19

    '9R '56 34 u3= ST

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    20

    1. 20 rakaat tarawih belum termasuk witir, dengan lima kali tarwihat

    (Istirahat sejenak tiap empat rakaat ), tiap dua rakaat salam. ini

    adalah pendapat Imam Syafii, Ahmad, Abu Hanifah, dan Daud Adh

    Dhohiri. Al Qodli Iyadl meriwayatkan ini dari jumhur Ulama.

    2. 40 rakaat tarawih, ditambah 7 rakaat witir. Ini adalah pendapat

    Imam Aswad Bin Yazid.

    3. 36 rakaat tarawih belum termasuk wiitir, dikerjakan dalam sembilan

    kali tarwihat, ini adalah pendapat Imam Malik. Dasarnya adalah

    shalat penduduk Madinah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nafi

    maula Ibnu Umar Saya mendapati kaum muslimin di Madinah shalat

    tarawih 39 rakaat, yang tiga rakaat adalah witir. 62

    Bolehnya shalat tarawih lebih dari 11 rakaat menjadi pendapat jumhur

    Ulama, sebagaimana yang tegaskan oleh para ulama:

    1. Syaikh Abdul Aziz Muhammad Salman menyatakan:

    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat

    secara berjamaah. Ini juga menjadi pendapat Imam Malik. Imam Ibnu

    Abdil Barr memilih pendapat ini, namun beliau mengatakan riwayat

    dari Imam Malik adalah 11 rakaat.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan boleh shalat 20

    rakaat dengan berjamaah sebagiamana pendapat yang masyhur

    dalam madzhab Syafii dan Ahmad. Boleh juga shalat 36 rakaat

    sebagaimana pendapat Imam Malik dan ia juga oleh shalat 11 dan 13

    rakaat, semuanya baik, banyak dan sedikitnya rakaat tergantung

    panjang dan pendeknya berdiri ( lama tidaknya shalat ).

    Beliau juga mengatakan Yang lebih utama adalah berbeda

    dengan keadaan makmum, kalau mereka sanggup berdiri lama, maka

    yang lebih utama adalah 10 rakaat, tarawih dan 3 witir, sebagaimana

    yang dikerjakan oleh Rasulullah saat shalat sendirian di bulan

    Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Kalau makmum tidak kuat, maka

    yang lebih utama adalah 20 rakaat dan ini merupakan pendapat

    sebagian besar (ulama) kaum Muslimin, sebagai pertengahan antara

    10 dan 40 ( 11 dan 36 ), shalat 40 rakaat atau lebih juga boleh dan

    tidak dibenci. Barang siapa yang mengira bahwa jumlah rakaatnya

    sudah ditentukan sehingga tidak boleh lebih atau kurang, berarti dia

    telah salah. Karena seseorang kadang-kadang rajin sehingga yang

    62 ( Al Majmu Syarhul Muhadzzab IV/ 38, Al Mughni II/ 604).

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    21

    lebih utama adalah memanjangkan ibadah, namun kadang-kadang

    juga malas sehingga yang lebih utama adalah meringankannya. 63

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

    Nabi Shalallahualaihi wasallam shalat malam di bulan Ramadhan

    dan bulan-bulan yang lainnya sebanyak 11 atau 13 rakaat, tetapi

    shalat beliau sangat panjang ( lama ). Ketika kaum muslimin merasa

    berat, pada masa Umar Ibnu Khathab, Ubay bin Kaab mengimami

    mereka sebanyak 20 rakaat, kemudian shalat witir. Beliau

    meringankan berdirinya sehingga jumlah rakaat yang lebih banyak ini

    menjadi pengganti dari lamanya berdiri. Sebagaimana Salaf Ash Shalih

    shalat tarawih 40 rakaat dengan meringankan berdirinya, lalu witir 3

    rakaat, sebagian Ulama salaf lainnya shalat 36 rakaat, kemudian

    shalat witir. 64

    Setelah menerangkan pendapat Ulama Salaf dalam masalah jumlah

    rakaat tarawih Imam Asy Syaukani menyimpulkan: Kesimpulan yang

    ditunjukkan oleh hadits-hadits dalam masalah ini dan hadits-hadits yang

    semisal adalah disyariatkannya shalat malam pada bulan Ramadhan

    yang dikenal dengan nama tarawih, baik secara berjamaah maupun

    sendiri-sendiri. Membatasi jumlah rakaat atau bacaan tertentu tidak ada

    dasarnya dari As Sunnah. 65

    III. WAKTU SHALAT TARAWIH

    Para Ulama telah sepakat bahwa waktu shalat tarawih dan wiitir

    adalah setelah selasainya shalat Isya sampai sebelum subuh. Dalilnya

    adalah:

    U -.d 1 : G D 1% G R A =?> D D 1%

    40 #5 X

    Aisyah berkata: Tiap malam Rasulullah melakukan shalat witir di awal

    malam, di pertengahan malam atau akhir malam, dan witir beliau

    berakhir di waktu Sahur. 66

    G R A =? 1 J (G =L 1 : $4?&5 D?

    Dari Abu Said Al Khudri dari Rasulullah Shalallahualaihi wasalam

    bersabda : Witirlah kalian sebelum shalat subuh. 67

    63 ( Al Asilah wal Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 186, Mawardlu Adz Dhaman I/ 406-412 ).

    64 Al Fatawa Al Kubra I/ 255 .

    65 Nailul Authar III/ 64 .

    66 HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud .

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    22

    Sedangkan mengenai waktu mana yang lebih utama ( Afdal ),

    sebagian Ulama menyatakan setelah shalat isya adalah lebih utama

    berdasarkan shalatnya Ubay bin Kaab di masa Umar, yang selanjutnya

    dilaksanakan oleh umat Islam sampai hari ini, namun pendapat yang

    lebih kuat Wallahualam - adalah yang menyatakan bahwa yang afdal

    adalah melaksanakannya di akhir malam. Berdasarkan dalil:

    1. Firman Allah Tala:

    Artinya: Adalah mereka sedikit tidur malam. Dan di waktu-waktu

    sahur mereka beristighfar. ( QS. Adz Dzariyat: 17-18 ).

    2. Hadits:

    1$ T D 03" D |& ' 8I6 T #W T

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    23

    II. BERJAMAAH ATAU SENDIRIAN ?

    Dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat:

    1. Yang lebih utama adalah berjamaah

    Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al Muzani, Ibnu Abdil Hakam,

    dan sebagian shahabat Abu Hanifah. Imam Ahmad berkata: Shalat

    tarawih berjamaah adalah lebih baik. Jika seseorang menjadi panutan

    lantas shalat tarawih sendirian di rumah, saya khawatir orang-orang

    akan ikut-ikutan shalat di rumah. Belaiu juga mengatakan Shahabat

    Jabir, Ali dan Abu Hurairah juga shalat tarawih berjamaah.

    Imam Ath Thahawi dan Al Laits menyatakan Setiap orang yang

    mengutamakan shalat tarawih sendirian di rumah harus memastikan

    bahwa ketidak hadirannya di masjid tidak menyebabkan shalat tarawih

    berjamaah di masjid tidak terlaksana. Jika ketidak hadirannya

    menyebabkan shalat tarawih berjamaah tidak terlaksana maka ia

    tidak boleh shalat sendirian. 69

    Dalilnya adalah:

    1. Perbuatan para shahabat sejak masa Umar bin Khatab yang

    melaksanakan shalat tarawih berjamaah.

    2. Rasulullah pernah shalat tarawih 3 atau 4 malam. Beliau tidak

    meneruskannya karena takut kalau shalat tarawih dianggap wajib.

    3. Hadits Abu Dzar. ( Lihat Hal.1 hadist No. 2 ).

    Tentang hadits ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar

    dalam hadits ini ada anjuran untuk qiyam Ramadhan di belakang

    imam ( secara berjamaah ), hal ini lebih dianjurkan dari shalat

    sunnah biasa, orang-orang shalat taraawih berjamaah pada masa

    Rasululah dan beliau mengakuinya. Pengakuan beliau ini adalah

    Sunnah beliau. 70

    2. Shalat sendirian lebih baik

    Imam Malik dan sebagaian Ulama Syafiiyyah menyatakan, bagi

    orang yang kuat shalat tarawih sendirian maka itu lebih baik, dasarnya

    adalah hadits yang menyatakan sebaik-baik shalat sunnah adalah di

    rumah.

    Imam An Nawawi menyatakan:

    Para Ulama sepakat bahwa shalat tarawih itu sunnah. Namun mereka

    berbeda pendapat mana yang lebih utama, secara sendirian di rumah

    69 Al Mugni I/ 605, Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 174.

    70 Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 174 .

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    24

    atau berjamaah di masjid. Imam Syafii dan sebagian besar shahabat

    beliau, Abu Hanifah, Ahmad, sebagian Ulama Malikiyah dan Ulama

    lain menyatakan bahwa yang lebih utama adalah berjamaah.

    Sebagaimana yang dikerjakan shahabat Umar dan para Shahabat

    yang lain dan terus dikerjakan oleh kaum muslimin dikarenakan

    merupakan syiar yang nyata sehingga kedudukannya seperti shalat

    ied. Imam Ath Thahawi menambahkan menegaskan shalat tarawih

    berjamaah adalah fardlu kifayah.

    Adapun Abu Yusuf, Imam Malik sebagian Syafiiyyah dan Ulama

    yang lain menyatakan yang lebih utama adalah shalat sendirian di

    rumah berdasarkan hadits:

    L = ) "A "& D\ $L = > #

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    25

    RISALAH ITIKAF

    I. DERINISI ITIKAF

    Secara bahasa : Itikaf artinya : Diam, menahan dan menetap72

    Secara Syari : Itikaf adalah menetap di dalam masjid untuk taat

    kepada Allah disertai niat yang khusus73

    II. HUKUM ITIKAF

    1. Mustahab ( dianjurkan ), yaitu tidak ditentukan waktu dan masanya.

    2. Sunnah muakkad ( sunnah yang ditekankan ), yaitu Itikaf yang

    dilakukan pada sepuluh pada akhir bulan Ramadhan.

    Abdullah ibnu Umar berkata :

    ' 8I6 T #W T

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    26

    3. Tamyiz.

    4. Suci dari hadats besar.

    5. Tidak melakukan hubungan suami isteri.

    6. Tempat Itikaf, yaitu masjid yang dipergunakan untuk shalat

    berjamaah.77

    7. Dalam keadaan shaum, demikian pendapat Imam Malik, Abu Hanifah,

    dan kebanyakan ulama yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu

    Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, berdasarkan pendapat yang

    rajih menurut jumhur salaf.78

    IV. RUKUN-RUKUN ITIKAF79

    1. Menetap di masjid.

    2. Niat.

    V. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM ITIKAF80

    1. Berbekam atau mengeluarkan darah, karena khawatir akan mengotori

    masjid.

    2. Memperbanyak membuat kerajinan, seperti membuat jahitan atau lain

    sebagainya.

    III. HAL-HAL YANG MERUSAK ( MEMBATALKAN ) ITIKAF81

    1. Melakukan hubungan suami isteri, baik malam ataupun siang hari, di

    dalam masjid atau di luar masjid, walaupun tidak mengeluarkan mani.

    2. Mengeluarkan air mani dengan cara apapun, selama itu disengaja.

    3. Murtad ( keluar dari Islam ).

    4. Mabuk karena meminum ( memakan ) barang haram, baik malam

    atau siang hari.

    5. Makan dan minum di siang hari, pada kondisi yang mewajibkan ia

    shaum.

    6. Gila.

    77 Lihat Taisir Al-Alam, 1/458.

    78 Lihat Aun Al-MAbud, 7/134; Zaad Al-Maad, 2/83.

    79 Fiqh Al-Ibadat, hal 268.

    80 Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, 1/366.

    81 Fiqh Al-Ibadat, hal 273.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    27

    7. Haidh atau nifas.

    8. Keluar dari masjid dengan sengaja, tanpa suatu hajat yang sifatnya

    alami, seperti buang air kecil dan besar, mandi janabat yang

    disebabkan mimpi junub, dan menghilangkan najis, atau kebutuhan

    yang betul-betul mendesak/terpaksa, seperti robohnya masjid, atau

    mengeluarkan orang yang dzalim dari dalam masjid, atau kepentingan

    syari, seperti shalat jumat dan lain sebagainya.82

    IV. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI MUTAKIF ( ORANG YANG

    ITIKAF )83

    1. Membersihkan badan, mandi, atau mencukur rambut.

    2. Berwudhu di dalam masjid, jika dianggap tidak mengotori masjid,

    atau merugikan orang lain.

    3. Mengadakan akad nikah dan ruju di dalam masjid.

    4. Mengadakan akad jual beli apabila betul-betul diperlukan, asal barang

    dagangannya tidak dibawa ke masjid, karena hal itu dilarang.

    5. Makan dan minum di masjid, dengan tetap memperhatikan kebersihan

    masjid.

    6. Berbicara untuk hal-hal yang diperbolehkan dan diperlukan.

    7. Wanita boleh mengunjungi suaminya yang sedang Itikaf dan boleh

    bagi suaminya untuk mengantarnya sampai ke rumah, dan setelah itu

    kembali ke tempat Itikafnya.

    8. Masuk ke dalam rumah sekedar menunaikan hajat yang betul-betul

    diperlukan, seperti buang air kecil dan besar, dan mandi janabat,

    apabila di tepat Itikaf tidak ada tempat khusus untuk menunaikan

    hajat-hajat tersebut.

    9. Keluar dari tempat Itikaf karena masjidnya roboh dan pindah ke

    masjid yang lain.

    V. HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN/DIANJURKAN BAGI MUTAKIF

    Disunnahkan bagi mutakif untuk menyibukkan diri dengan shalat,

    tilawah Quran, berdzikir dan ibadah-ibadah mahdhah lainnya. Termasuk

    di dalamnya adalah bertasbih, membaca tahlil, takbir, istighfar, membaca

    LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH, bershalawat atas Nabi

    82 Lihat Ad-Dien Al-Khalish, 8/549.

    83 Ad-Dien Al-Khalish, 8/545-548; Fiqh Al-Ibadat, hal 271-272.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    28

    Muhammad, membaca doa, bertafakkur ( berpikir akan ) ayat-ayat Allah,

    dan melaksanakan thawaf, apabila Itikafnya dilaksanakan di Masjid Al-

    Haram Makkah.

    Juga dianjurkan bagi mutakif untuk menghafal dan mempelajari

    hadits, ilmu-ilmu syari, siroh para nabi dan orang-orang sholih, menulis

    hukum-hukum syari, dam amalan lainnya yang dapat mendekatkan diri

    kepada Allah. Demikian menurut madzhab Hanafi, Syafii dan salah satu

    riwayat dari Imam Ahmad.84

    VI. MASA ITIKAF DI BULAN RAMADHAN

    Seorang yang akan melaksanakan Itikaf sudah harus masuk ke

    tempat Itikafnya adalah setelah shalat shubuh pada hari ke-21 dari bulan

    Ramadhan, demikian pendapat Imam Al-Auzai, Al-Laits, Sufyan Ats-

    Tsauri, Ahmad bin Hambal dalam salah satu riwayatnya, Ishaq bin

    Ibrahim dan Zufar.85

    Dari Aisyah ia berkata : adalah Rasulullah apabila ingin melaksanakan

    Itikaf, beliau shalat shubuh dan kemudian masuk ke tempat

    Itikafnya.86

    Riwayat kedua mengatakan : Seseorang sudah harus masuk ke

    tempat Itikafnya adalah sebelum terbenamnya matahari pada malam ke-

    21 dari bulan Ramadhan, begitu menurut madzhab Maliki, Hanafi, Syafii,

    dan Hambali.87 Sedangkan waktu keluar dari tempat Itikaf adalah setelah

    munculnya hilal Syawal, atau akhir bulan Ramadhan. Dan mustahab

    baginya untuk bermalam di tempat Itikafnya pada malam Idul Fithri.88

    VII. HUKUM WANITA MELAKUKAN ITIKAF

    Dari Aisyah isteri Nabi ia berkata

    Bahwasannya Nabi melaksanakan Itikaf pada sepuluh hari terakhir

    Ramadhan sampai Allah memanggilnya, kemudian dilanjutkan oleh isteri-

    isteri beliau.89

    Wanita muslimah yang berakal dan sudah tamyiz, apabila suci dari

    haidh dan nifas, maka boleh baginya untuk melaksanakan Itikaf

    sebagaimana Itikaf yang dilakukan laki-laki. Dengan syarat wanita

    84 Ad-Dien Al-Khalish, 8/543-544.

    85 Lihat Fath Al-Bari, 4/348; Sunan At-Tirmidzi, 3/158; Al-Mughni, 3/210.

    86 Shahih Muslim, hadits no 1173; Sunan At-Tirmidzi, hadits no 791.

    87 Syarh Shahih Muslim, 8/68; Al-Mughni, 3/211.

    88 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/469; Al-Mughni, 3/212

    89 HR. Bukhari dan Muslim. Lihat Al-Lulu Al-Marjan, hadits no 728.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    29

    tersebut apabila sudah menikah harus izin dahulu kepada suaminya, dan

    boleh baginya untuk melaksanakan Itikaf di masjid yang tidak

    dipergunakan untuk shalat jamaah, karena shalat secara berjamaah

    tidak diwajibkan atas diri mereka sebagaimana laki-laki.

    Menurut Imam Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri, diperbolehkan bagi

    wanita untuk melaksanakan Itikaf di masjid rumahnya, yaitu tempat

    yang ia pergunakan sebagai masjid bagi dirinya dalam menunaikan shalat

    wajib lima waktu. Karena bagi seorang wanita, shalat di masjid rumahnya

    lebih utama daripada di masjid kampungnya. Akan tetapi tidak boleh

    baginya untuk melaksanakan Itikaf di dalam rumahnya, karena

    rumahnya bukan dikatakan sebagai masjid.90

    Walaupun diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melaksanakan

    Itikaf di masjid rumahnya, kadangkala Itikafnya di masjid dianggap lebih

    utama apabila masjid tersebut berdampingan dengan rumahnya, dan

    tidak didatangi oleh siapa pun kecuali kaum wanita. Atau masjid tersebut

    mempunyai tempat khusus bagi kaum wanita, yang dilengkapi dengan

    kamar mandi dan WC. Dalam kondisi seperti ini, Itikaf wanita di masjid

    lebih utama. Namun Itikaf yang dilakukan di masjid rumahnya tetap

    boleh dilakukan, atau lebih utama untuk kondisi apapun, apalagi

    mencegah fitnah yang akan terjadi di antara keduanya.91

    Dan apabila wanita tersebut melaksanakan Itikaf di masjid,

    disunnahkan baginya untuk membuat tabir yang menutup tempat ia

    melaksanakan Itikaf, sebagaimana yang dilakukan oleh isteri-isteri Nabi.

    Karena masjid adalah tempat yang dihadiri oleh kaum laki-laki, sehingga

    satu hal yang paling baik bagi laki-laki dan perempuan untuk tidak saling

    melihat diantara mereka, dan untuk memilih tempat Itikaf yang

    sekiranya tidak dipakai orang lain buat melaksanakan shalat, supaya

    tidak menjadikan shaf mereka terputus lagi menyulitkan mereka.92

    PENUTUP

    Alhamdulilllah, hanya kepada-Nya segala kesempurnaan dan kebaikan

    disandarkan. Mudah-mudahan makalah ini banyak memberikan manfaat

    bagi saudara-saudara seiman dan seaqidah. Tidak ada kebenaran kecuali

    dari Allah semata, dan segala kesalahan, seluruhnya tertumpah kepada

    hamba-Nya yang dhaif ini. Segala masukan, saran, dan kritik sangat

    penyusun harapkan.

    90 Lihat Al-Mughni, 3/189; Fath Al-Bari, 4/346,348; Al-Majmu syarh Al-Muhadzdzab, 6/470,474.

    91 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/279.

    92 Al-Mughni, 3/191.

  • An-Nuur.org | Risalah Ramadhan

    30

    Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

    Muhammad, keluarganya, shahabat-shahabatnya, dan para pengikut

    manhajnya hingga hari akhir kemudian.