An-Nuur.org - Risalah Ramadan
description
Transcript of An-Nuur.org - Risalah Ramadan
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
1
RISALAH RAMADHAN
I. MUQADDIMAH
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah. Bulan yang di
dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dibelenggunya
syetan, dibukanya pintu jannah, dan ditutupnya pintu neraka, adalah
keistimewaan yang Allah berikan dalam bulan Ramadhan, yang tidak
ditemukan pada bulan-bulan lain.
A. DEFINISI SHAUM
- Secara bahasa, shaum artinya menahan diri dari sesuatu.
- Secara syari, shaum adalah menahan diri dari hal-hal yang
membatalkannya, seperti makan, minum dan melakukan hubungan
suami isteri, dengan disertai niat, mulai terbitnya fajar shadiq sampai
terbenamnya matahari.1
A. DALIL DISYARIATKANNYA SHAUM RAMADHAN
B. Firman Allah :
! " # $% & '()* }183 {-) ./01&)...
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shiyam sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. ( yaitu ) dalam beberapa hari yang tertentu, ( QS. Al
Baqarah : 183-184 ).
34 '56 7 89:;
0 "= 194 3)F
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
2
itu dan pembeda ( antara yang hak dan yang batil ). Karena itu
barangsiapa diantara kamu hadir ( di negeri tempat tinggalnya ) di
bulan itu, maka hendaklah ia melaksanakan shaum pada bulan itu (
QS. Al baqarah : 185 ).
C. Sabda Rasulullah :
G9D HIJK # LM"N :P/4 >' Q
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
3
kemudian dipastikan pada hari berikutnya adalah untuk shaum, yaitu
awal bulan Ramadhan.
3. Begitu pula halnya ketika hilal bulan Syawal tidak terlihat, maka
hukum yang harus diambil ialah dengan menyempurnakan bilangan
Ramadhan sebanyak 30 hari, kemudian kita pastikan hari berikutnya
sebagai hari raya, yaitu sebagai awal bulan Syawal.5
Rasulullah bersabda :
"# $%$& .
Janganlah kamu melakukan shaum sampai kamu melihat hilal, dan
jangan pula berbuka ( mengakhiri shaum Ramadhan ) sampai kamu
melihatnya. Dan jika ada yang menghalangi sehingga bulan tidak
kelihatan olehmu, sempurnakanlah bilangannya.6
( $)+ $%$& " - . /0 #.
12"2.
Satu bulan itu jumlahnya 29 malam, maka janganlah kamu
melakukan shaum sampai kamu melihatnya ( hilal ). Dan jika ada
yang menghalangi sehingga bulan tidak kelihatan olehmu,
sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari.7
4. Adapun menetapkan awal Ramadhan dengan ilmu hisab di saat langit
mendung, maka pendapat ini banyak dibantah oleh para ulama. Para
fuqaha telah menegaskan tidak bolehnya bersandar pada
perhitungan-perhitungan ilmu falak dalam menetapkan hilal, karena
sesungguhnya syariat Islam ini mengaitkan shaum dengan ruyah dan
bukan dengan hisab.8
Jumhur fuqaha mengatakan : Dan tidak betul jika yang dimaksud
adalah hisab ahli perbintangan, sebab jika manusia dibebani dengan
hal tersebut, tentulah akan memberatkan mereka, sebab masalah
hisab perbintangan tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya
beberapa orang saja, sedang syariat dapat dipahami orang apabila
kebanyakan mereka mengetahuinya. Wallahu alam.9
Madzhab Maliki mengatakan : Hisab tidak boleh ditetapkan dengan
pendapat ahli perbintangan, ahli perhitungan masa yang mengetahui
5 Dua cara inilah yang menjadi petunjuk Nabi dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan. Dan
begitulah pendapat jumhur fuqaha. Lihat Zaadul-Maad,2/47; Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/158-160
6 Shahih Bukhari, hadits no 1906; Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, hadits no 3.
7 Shahih Bukhari, hadits no 1907; Shahih Muslim, Kitab ash-Shiyam, hadits no 6.
8 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/180
9 Syarh Shahih Muslim, 7/190.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
4
perjalanan bulan, baik ketetapan itu untuk dirinya sendiri maupun
untuk orang lain, karena sesungguhnya syariat Islam mengaitkan
shaum, idul fithri dan haji dengan ruyah hilal dan bukan dengan
keberadaan ahli perbintangan walaupun pendapatnya diasumsikan
benar.10
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Dan berdasarkan As-
Sunnah Ash-Shohihah serta kesepakatan para shahabat, tidak
diragukan bahwasannya tidak boleh bersandar kepada hisab
perbintangan.11
Rasulullah bersabda :
3045 35 -% -% 5 ,#. : : : 1(
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
5
Madzhab Syafiii mengatakan : Apabila hilal terlihat di suatu negeri
sedangkan orang-orang di negeri lain tidak melihatnya, maka yang dilihat
adalah perkara berikut ini. Kalau kedua negeri itu berdekatan, maka
hukumnya sama dengan satu negeri, dan penduduk negeri tersebut
diwajibkan untuk melakukan shaum. Tetapi kalau negeri tersebut
berjauhan, maka ada dua pendapat, yang paling shahih adalah
mengatakan bahwa shaum tidak diwajibkan atas penduduk negeri yang
lain.15
Kuraib ( hamba sahaya dari shahabat Ibnu Abbas ) meriwayatkan :
Bahwasannya Ummu Fadhl binti Al-Haris ( ibunya Ibnu Abbas )
mengutus dia untuk menemui Khalifah Muawiyah di Syam. Maka Kuraib
berkata : Kemudian aku datang ke Syam untuk menyelesaikan segala
keperluan Ummu Fadhl, dan terjadilah hilal Ramadhan, sedangkan aku
ketika itu masih di Syam, maka aku melihat hilal pada malam Jumat.
Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadhan, maka
Abdullah bin Abbas menanyakanku dan membicarakan masalah hilal :
Kapan kalian melihat hilal ? Maka aku katakan : Kami melihat hilal
malam Jumat, kemudian ia bertanya : Engkau melihatnya ? Maka aku
katakan :Ya, dan semua orang melihatnya, mereka melaksanakan
shaum, begitu juga Muawiyah. Maka Abdullah bin Abbas berkata :
Akan tetapi kami melihatnya malam Sabtu, maka kami akan tetap
shaum hingga kami menyempurnakannya menjadi 30 hari, atau sampai
kami melihat hilal Syawal. Kemudian aku katakan : Apakah tidak cukup
dengan ruyahnya Khalifah Muawiyah beserta shaumnya ? Maka beliau
menjawab : Tidak, beginilah Rasulullah menyuruh kami.16
Menurut madzhab Maliki, hadits diatas merupakan hujjah
bahwasannya suatu negeri apabila saling berjauhan seperti jauhnya
Syam dan Hijaz, maka wajib atas setiap penduduk dari masing-masing
negeri untuk melaksanakan ruyah negerinya tanpa menggunakan ruyah
negeri yang lain, walaupun hal tersebut menjadi keputusan Khalifah,
selama Khalifah tidak mewajibkannya kepada rakyatnya. Dan apabila ia
mewajibkannya, maka tidak diperbolehkan untuk menyelisihi
perintahnya.17
15 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/274-275.
16 Shahih Muslim, hadits no 1087; Sunan Abu Daud, hadits no 2332; Sunan At-Tirmidzi, hadits no. 693.
17 Tafsir Al-Qurthubi, 2/295-296.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
6
A. SYARAT WAJIB / SAH SHAUM18
1. Islam.
Apabila ada orang kafir yang masuk Islam di pertengahan
Ramadhan, maka tidak wajib atas dirinya untuk mengqadha shaum
yang telah berlalu, karena kewajiban untuk melaksanakan shaum
pada hari-hari yang telah berlalu itu belum menjadi kewajibannya,
sehingga dia tidak diwajibkan untuk mengqadhanya. Demikian
menurut madzhab Hambai, Syafii, Hanafi, Maliki, Al-Auzai, Abu Tsaur
dan Qatadah. Namun cukup baginya untuk melaksanakan shaum pada
hari-hari selanjutnya setelah ia memeluk Islam.19
2. Baligh.
Jika anak kecil ( laki-laki dan perempuan ) telah mampu
melaksanakan shaum, wajib atas walinya untuk menyuruh mereka
melakukan shaum apabila mencapai usia 7 tahun dengan syarat
bahwa mereka telah mumayyiz, dan memukulnya apabila
meninggalkan shaum ketika telah berusia 10 tahun.20
3. Berakal.
Shaum Ramadhan tidak diwajibkan atas orang gila. Dan jika ia
telah sembuh, cukup baginya untuk mengerjakan shaum pada hari-
hari yang masih tersisa di bulan Ramadhan, dan tidak wajib atas
dirinya untuk mengqadha shaum yang ditinggalkannya di saat ia gila.
Demikian pendapat Abu Tsaur, Syafii, dan Ahmad.21
Beda dengan orang yang kehilangan akalnya karena pingsan
kemudian ia siuman, maka wajib atas dirinya untuk mengqadha
shaum yang telah ia tinggalkan, karena pingsan termasuk salah satu
penyakit dan bukan gila.22
4. Mukim ( tidak dalam keadaan safar ).
5. Sanggup untuk melaksanakannya, diantaranya adalah sehat jasmani.
6. Suci dari haidh dan nifas.
Menurut ijma ( kesepakatan ) ulama, tidak halal bagi wanita yang
sedang haidh dan nifas untuk shaum. Dan bagi mereka untuk berbuka
serta wajib mengqadha shaum yang telah ditinggalkannya selama
18 Ad-Dien Khalish, 8/347-350; Fiqhul Ibadat, hal 212; Minhajul Muslim, hal 307-308.
19 Al Mughni, 3/155.
20 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/250.
21 Al Mughni, 3/156.
22 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/251.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
7
bulan Ramadhan, jika wanita tersebut telah suci dari haidh atau
nifasnya.
Dan kalau haidh dan nifasnya itu terjadi pada sebagian siang, maka
batallah shaum wanita tersebut pada hari itu, baik haidh atau nifasnya
itu terjadi di awal atau akhir siang. Kapan pun wanita yang haidh atau
nifas itu niat shaum dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
shaum, padahal ia mengetahui bahwa shaum itu diharamkan atas
dirinya, maka ia berdosa dan tidak sah shaumnya.23
Ummul Mukminin Aisyah berkata :
) 3X; J5(9D 9)! Q0 3X; J5(9D PH)!.
Adalah kami diperintahkan untuk mengqadha shaum dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.24
Kemudian kalau haidh seorang wanita terhenti pada malam hari
kemudian dia mandi pada subuh harinya, maka hukumnya sama
dengan hukum orang yang junub. Orang yang junub diperbolehkan
untuk mengakhirkan mandinya hingga subuh kemudian dia mandi dan
menyempurnakan shaumnya, sebagaimana dikatakan oleh umumnya
para ulama. Namun dipersyaratkan bahwa haidh wanita tersebut telah
berhenti sebelum fajar, karena apabila dia haidh pada sebagian siang
hari, maka batal shaumnya. Selain itu, dipersyaratkan juga agar
wanita tersebut berniat untuk shaum di malam harinya setelah
haidhnya terhenti, karena shaum seseorang tidak dianggap sah kecuali
jika dia berniat pada malam harinya.25
VII. RUKUN-RUKUN SHAUM26
1. Niat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Setiap orang yang
mengetahui bahwa besok itu termasuk bulan Ramadhan, sedangkan ia
ingin melaksanakan shaum di bulan itu, maka ia telah meniatkan
shaumnya, baik niatnya dilafalkan ataupun tidak. Dan hal ini
merupakan amalan yang umumnya dilakukan kaum muslimin, mereka
semua meniatkan shaumnya.27
23 Al Mughni, 3/142.
24 Shahih Muslim, kitab Al-Haidh, hadits no 69; Sunan Abu Daud, hadits no 263.
25 Al Mughni, 3/137,138.
26 Minhajul Muslim, hal 308; Ad-Dien Khalish, 8/440-451; Fiqhul Ibadat, hal 232-235.
27 Majmu Fatawa,25/215.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
8
Sedangkan waktunya adalah pada bagian malam manapun di
bulan tersebut hingga terbit fajar shadiq. Demikian menurut madzhab
Hambali, Syafii, Maliki dan lainnya.28
Rasulullah bersabda :
A " C D? E& /)C
Manusia tetap akan baik selama mereka bersegera berbuka.33
28 Al Mughni, 3/91; Ad-Dien Khalish, 8/344.
29 Sunan An-Nasai, hadits no 2335; Sunan At-Tirmidzi, hadits no 730; Sunan Abu Daud,, hadits no 2454; dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shagir, hadits no 6538.
30 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/200.
31 Al-Mughni, 3/93.
32 Minhajul Muslim, hal 310-311.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
9
2. Berbuka dengan kurma atau air. Dan yang lebih utama adalah
dengan kurma.
LM; 9D \
8% :' 8I6 T 3[>E # C.$]6 ^ $% >' #B! ,>'9`= * C.$]6 -.3"= ,>'9`= * C.3"* ab abC. c
Dari Anas bin Malik, ia berkata : Adalah Rasulullah berbuka
dengan beberapa biji kurma basah ( ruthab ) sebelum menunaikan
shalat. Jika tidak ada, maka dengan beberapa biji kurma kering (
tamr ). Dan jika tidak ada, maka beliau minum beberapa teguk
air.34
3. Berdoa ketika akan berbuka.
Adapun doa yang dibaca Rasulullah ketika akan berbuka adalah :
R M TH U?2 ( UL +)W 3
Telah hilang dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah tetap
pahalanya, Insya Allah.35
4. Sahur, yaitu makan dan minum diakhir malam dengan niat shaum.
Rasulullah bersabda :
-L $40 = 40
Bersahurlah, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat
barokah.36
5. Mengakhirkan sahur hingga bagian akhir malam, yaitu sebelum
terbitnya fajar shadiq.
Rasulullah bersabda :
$40 EX Y $EC
Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur.37
33 Shahih Bukhari, hadits no 1987; Shahih Muslim, hadits no 1098.
34 HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi; hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 4995.
35 Sunan Abu Daud, hadits no 2357; dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 4678.
36 Shahih Bukhari, hadits no 1923; Shahih Muslim, hadits no 1095.
37 Riwayat Imam Thabrani, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, hadits no 3989.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
10
IX. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN KETIKA SHAUM38
Adapun beberapa perkara yang dimakruhkan atas orang yang shaum,
yang dikhawatirkan akan merusak shaumnya, walaupun sebenarnya tidak
merusak shaum.
1. Terlalu dalam ketika berkumur dan menghirup air ke hidung saat
berwudhu.
2. Mencium, sebab terkadang dapat membangkitkan syahwat
sehingga shaumnya rusak, baik karena keluar mani, atau kemudian
menjadikan ia berjima ( menggauli isterinya ).
3. Terus menerus memandang istri dengan syahwat.
4. Berfikir urusan jima.
5. Bercumbu dengan isteri.
6. Mencicipi masakan atau makanan.
7. Berkumur-kumur bukan karena wudhu, atau kepentingan lainnya
yang dianggap perlu.
8. Bercelak di awal siang.
9. Berbekam, apabila khawatir menjadikan dirinya lemah dan
membuat ia berbuka.
X. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM DAN WAJIB ATASNYA
QADHA39
1. Masuknya cairan ke dalam kerongkongan, baik lewat hidung atau
telinga, seperti memasukkan obat lewat hidung, atau dubur dan
qubul ( kemaluan ) wanita, atau meneteskan ke dalam telinga. Dan
menurut madzhab Maliki bahwa cairan yang masuk ke dalam
kerongkongan melalui mata, dapat merusak shaum, baik sengaja
maupun lupa.
2. Air yang masuk ke dalam kerongkongan karena terlalu dalam ketika
berkumur dan menghirup air ke hidung saat bewudhu.
3. Keluar air mani karena terus menerus memandang atau berpikir (
jima ), atau mencium, atau bercumbu, atau sebab lainnya. Adapun
keluar mani karena bermimpi, maka tidak membatalkan shaum.
4. Muntah dengan sengaja. Adapun muntah dengan tidak sengaja,
maka tidak membatalkan shaum.
5. Makan, minum, dan berjima karena dipaksa.
38 Minhajul Muslim, hal 311-312.
39 Ad-Dien Khalish, 8/477-483; Minhajul Muslim, hal 312-313; Fiqhul Ibadat, hal 246-249.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
11
6. Makan, minum, atau berjima, sedangkan ia mengira kalau masih
malam ( belum terbit fajar ), dan ternyata fajar telah terbit.
7. Makan atau minum, sedangkan ia menyangka kalau malam telah
masuk dan ternyata masih siang.
8. Makan atau minum karena lupa, kemudian tidak melanjutkan
shaumnya, menyangka bahwasannya tidak wajib untuk kembali
meneruskan shaumnya.
9. Berbuka dalam keadaan ragu, apakah matahari telah terbenam atau
belum, dan belum jelas baginya.
10. Betul-betul berniat untuk berbuka.
11. Sengaja memasukkan sesuatu yang tidak memberikan faedah bagi
badan ke dalam kerongkongan lewat mulut, seperti menelan batu,
mutiara, benang, atau besi.
12. Sengaja memasukkan air ke dalam dubur ketika istinja.
13. Memasukkan potongan kain, atau kayu, atau jari yang basah ke
dalam dubur maupun qubul wanita, apabila masuk seluruhnya, dan
kalau masuk sebagiannya saja, maka tidak merusak shaum.
14. Murtad ( keluar dari Islam ).
XI. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM DAN WAJIB ATASNYA
QADHA DAN KAFAROH40
1. Berjima ( bersenggama ) dengan sengaja tanpa dipaksa.
Dari Abu Hurairah dia berkata : Ketika kami duduk di sisi Rasulullah
tiba-tiba datang laki-laki kepada Nabi seraya berkata : Celaka saya
ya Rasulullah. Kenapa kamu celaka ?, Tanya Rasulullah. Laki-laki itu
menjawab : Saya telah bersetubuh dengan isteri saya pada siang hari
Ramadhan. Rasulullah bertanya : Sanggupkah kamu memerdekakan
seorang budak ?. Tidak ,jawab laki-laki itu. Kuatkah kamu
berpuasa dua bulan berturut-turut ?, Tanya Rasulullah pula. Tidak,
jawabnya. Sanggupkah kamu memberi makan kepada 60 orang
miskin ?, Tanya Rasul. Dan lakilaki itu pun tetap menjawab :
Tidak. Kemudian ia duduk, maka datanglah Nabi dengan membawa
sebakul kurma seraya berkata : Sedekahkanlah kurma ini, kata
Nabi. Apakah kepada orang yang lebih fakir dari kami ya Rasulullah,
padahal tidak ada satu warga pun di kampung kami yang lebih miskin
selain kami, kata laki-laki itu menerangkan. Dan Nabi pun tersenyum
40 Minhajul Muslim, hal 313.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
12
sampai kelihatan gigi gerahamnya, lalu beliau katakan : Pulanglah,
berikan kurma ini kepada keluargamu.41
2. Makan dan minum dengan sengaja tanpa adanya udzur yang
membolehkan dia berbuka.
G9D P33@ ' )G9$) 3 dHe6 [>=3 G= '56 :>' f&) dg$%6 0 ! 34 0 &>[ I -a
Dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi menyuruh seorang laki-laki
yang sengaja berbuka pada bulan Ramadhan : Membebaskan budak,
atau shaum selam dua bulan, atau memberi makan 60 orang miskin.42
XII. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI ORANG YANG SHAUM43
1. Bersiwak ( menggosok gigi ) di sepanjang waktu siang, kecuali
menurut Imam Ahmad , bahwasannya makruh bersiwak setelah
condongnya matahari.
2. Mendinginkan tubuh dengan air karena sangat panasnya cuaca, baik
dengan disiram atau berendam di dalam air.
3. Makan, minum dan melakukan hubungan suami isteri di malam hari
sampai nyata baginya terbit fajar.
4. Melakukan safar ( perjalanan ) karena keperluan yang diperbolehkan (
bukan maksiyat ), meskipun dia tahu kalau safarnya itu dapat
mengakibatkan dirinya berbuka.
5. Berobat dengan obat apapun selama halal, yang tidak
menyebabkannya masuk ke dalam kerongkongan walau pun sedikit,
diantara ( yang dibolehkan ) adalah dengan jarum selama itu bukan
infus.
6. Mengunyah makanan untuk anak kecil karena tidak ada orang lain
yang mengunyahkannya, dengan syarat tidak sedikit pun masuk ke
dalam kerongkongan.
7. Menggunakan parfum, atau harum-haruman yang sifatnya dibakar
dahulu.
8. Memakai minyak wangi, baik yang dioleskan ke badan, ataupun
minyak rambut.
41 Shahih Bukhari, hadits no 1936; Shahih Muslim, hadits no 1111.
42 Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, hadits no 84.
43 Minhajul Muslim, hal 314; Ad-Dien Al-Khalish,8/454-459.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
13
9. Berbekam, apabila tidak khawatir menjadikan badannya lemah.
XIII. HAL-HAL YANG DIMAAFKAN BAGI ORANG YANG SHAUM44
1. Menelan ludah sendiri, walaupun banyak.
2. Lalat yang tertelan tanpa ia kehendaki.
3. Asap jalanan dan pabrik, asap kayu dan seluruh asap yang tidak
mungkin dihindari.
4. Dalam keadaan junub di subuh hari ( setelah melakukan jima sebelum
terbit fajar namun belum mandi ).
5. Mimpi junub di siang hari.
6. Makan dan minum karena lupa atau tidak sengaja, lalu melanjutkan
shaumnya.
Rasulullah bersabda :
%$A M D+ =05 ,@G R )([ )5
Apabila seseorang lupa lalu makan dan minum, hendaklah ia
sempurnakan shaumnya, tidak lain karena Allah memberinya
makan.45
\ " G5 \% = 1%
Barangsiapa yang berbuka ( makan atau minum ) pada bulan
Ramadhan karena lupa maka tidak ada qadha dan kafarah atas
dirinya.46
XIV.BEBERAPA AMALAN DI BULAN RAMADHAN47
1. Shadaqah.
Rasulullah bersabda :
3[= -"hW ' i j93e ,3k
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
14
2. Qiyamul lail.
Rasulullah bersabda :
?5 1% @ % L0 5)
g(> ,8( ! :7 p6 G ;9R
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
15
XV.MEREKA YANG MENDAPAT KERINGANAN ( RUKHSHAH ) UNTUK
TIDAK SHAUM
1. Laki-laki dan wanita yang tua renta.
Allah berfirman :
...#0
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
16
meninggalkan kerja beratnya itu dapat membahayakan dirinya.
Namun jika tidak membahayakan dirinya, maka dia berdosa apabila
berbuka.56
4. Musafir
Orang yang sedang safar dan menempuh jarak yang
memperbolehkannya shalat qashar, maka diperbolehkan baginya
untuk berbuka pada bulan Ramadhan, sesuai kesepakatan para
ulama, baik dia mampu untuk melakukan sahum ataupun tidak, dan
baik shaumnya itu memberatkan dirinya maupun tidak.
Adapun jarak yang memperbolehkan seseorang untuk mengqashar
shalatnya dan berbuka, menurut madzhab Maliki, Syafii dan Ahmad
adalah perjalanan yang ditempuh dengan unta atau berjalan kaki
selama dua hari, misalnya perjalanan antara Makkah dan Jeddah, atau
perjalanan yang berjarak 16 farsakh, yaitu sekitar 48 mil ( 57,6 Km ).
Dan menurut Imam Abu Hanifah adalah perjalanan yang ditempuh
selama tiga hari.
Para ulama salaf dan khalaf lainnya mengatakan : Bahkan dia
diperbolehkan untuk mengqashar dan berbuka dalam perjalanan yang
ditempuh kurang dari dua hari. Dan inilah pendapat yang kuat
menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, selama safarnya itu bukan
untuk maksiyat.57
5. Wanita hamil dan menyusui.
Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan keselamatan
jiwa mereka, atau beserta anak-anak mereka sendiri, maka
diperbolehkan bagi mereka untuk berbuka. Namun wajib atas mereka
untuk mengqadha shaum yang ditinggalkannya itu dan tidak
diwajibkan membayar fidyah, seperti halnya orang sakit yang
diperbolehkan berbuka.58
Dan jika mereka hanya mengkhawatirkan keselamatan anak-
anaknya saja dan bukan keselamatan jiwa mereka sendiri, maka
diperbolehkan berbuka , dan diwajibkan untuk mengqadha shaum
yang ditinggalkannya, ditambah dengan membayar fidyah untuk
setiap hari dari shaum yang telah mereka tinggalkan, karena mereka
berdua sebenarnya mampu untuk melaksanakan shaum.59
56 Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta,10/233,236.
57 Lihat Majmu Fatawa, 25/209-214.
58 Al-Mughni, 3/139; Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta,10/220,161.
59 Al-Mughni, 3/139; Majmu Fatawa,25/218.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
17
Sedangkan ukuran fidyah adalah satu mud gandum, yang sepadan
dengan sha bahan makanan lain. Yang ukurannya menurut Syaikh
Abdul Aziz bin Baaz adalah 1,5 kg dari kurma, atau beras, atau yang
lainnya, dari makanan pokok negeri yang ditempatinya, yang biasa ia
berikan kepada keluarganya.60
Allah berfirman :
... 10% ([ -
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
18
SHALAT TARAWIH
I. SEBAB PENAMAAN
Kata tarawih adalah bentuk jama dari dari kata tarwihah yang
artinya istirahat pada tiap-tiap empat rokaat. Kemudian tiap empat
rokaat dari shalat malam disebut juga dengan istilah tarawih. Hal ini
didasarkan pada riwayat Imam Al Baihaqi dari Aisyah Radhiyallahuanha :
R A R $G [+ < 2 D = ( /L =E&
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
19
'9R '56 34 u3= ST
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
20
1. 20 rakaat tarawih belum termasuk witir, dengan lima kali tarwihat
(Istirahat sejenak tiap empat rakaat ), tiap dua rakaat salam. ini
adalah pendapat Imam Syafii, Ahmad, Abu Hanifah, dan Daud Adh
Dhohiri. Al Qodli Iyadl meriwayatkan ini dari jumhur Ulama.
2. 40 rakaat tarawih, ditambah 7 rakaat witir. Ini adalah pendapat
Imam Aswad Bin Yazid.
3. 36 rakaat tarawih belum termasuk wiitir, dikerjakan dalam sembilan
kali tarwihat, ini adalah pendapat Imam Malik. Dasarnya adalah
shalat penduduk Madinah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nafi
maula Ibnu Umar Saya mendapati kaum muslimin di Madinah shalat
tarawih 39 rakaat, yang tiga rakaat adalah witir. 62
Bolehnya shalat tarawih lebih dari 11 rakaat menjadi pendapat jumhur
Ulama, sebagaimana yang tegaskan oleh para ulama:
1. Syaikh Abdul Aziz Muhammad Salman menyatakan:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat
secara berjamaah. Ini juga menjadi pendapat Imam Malik. Imam Ibnu
Abdil Barr memilih pendapat ini, namun beliau mengatakan riwayat
dari Imam Malik adalah 11 rakaat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan boleh shalat 20
rakaat dengan berjamaah sebagiamana pendapat yang masyhur
dalam madzhab Syafii dan Ahmad. Boleh juga shalat 36 rakaat
sebagaimana pendapat Imam Malik dan ia juga oleh shalat 11 dan 13
rakaat, semuanya baik, banyak dan sedikitnya rakaat tergantung
panjang dan pendeknya berdiri ( lama tidaknya shalat ).
Beliau juga mengatakan Yang lebih utama adalah berbeda
dengan keadaan makmum, kalau mereka sanggup berdiri lama, maka
yang lebih utama adalah 10 rakaat, tarawih dan 3 witir, sebagaimana
yang dikerjakan oleh Rasulullah saat shalat sendirian di bulan
Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Kalau makmum tidak kuat, maka
yang lebih utama adalah 20 rakaat dan ini merupakan pendapat
sebagian besar (ulama) kaum Muslimin, sebagai pertengahan antara
10 dan 40 ( 11 dan 36 ), shalat 40 rakaat atau lebih juga boleh dan
tidak dibenci. Barang siapa yang mengira bahwa jumlah rakaatnya
sudah ditentukan sehingga tidak boleh lebih atau kurang, berarti dia
telah salah. Karena seseorang kadang-kadang rajin sehingga yang
62 ( Al Majmu Syarhul Muhadzzab IV/ 38, Al Mughni II/ 604).
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
21
lebih utama adalah memanjangkan ibadah, namun kadang-kadang
juga malas sehingga yang lebih utama adalah meringankannya. 63
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
Nabi Shalallahualaihi wasallam shalat malam di bulan Ramadhan
dan bulan-bulan yang lainnya sebanyak 11 atau 13 rakaat, tetapi
shalat beliau sangat panjang ( lama ). Ketika kaum muslimin merasa
berat, pada masa Umar Ibnu Khathab, Ubay bin Kaab mengimami
mereka sebanyak 20 rakaat, kemudian shalat witir. Beliau
meringankan berdirinya sehingga jumlah rakaat yang lebih banyak ini
menjadi pengganti dari lamanya berdiri. Sebagaimana Salaf Ash Shalih
shalat tarawih 40 rakaat dengan meringankan berdirinya, lalu witir 3
rakaat, sebagian Ulama salaf lainnya shalat 36 rakaat, kemudian
shalat witir. 64
Setelah menerangkan pendapat Ulama Salaf dalam masalah jumlah
rakaat tarawih Imam Asy Syaukani menyimpulkan: Kesimpulan yang
ditunjukkan oleh hadits-hadits dalam masalah ini dan hadits-hadits yang
semisal adalah disyariatkannya shalat malam pada bulan Ramadhan
yang dikenal dengan nama tarawih, baik secara berjamaah maupun
sendiri-sendiri. Membatasi jumlah rakaat atau bacaan tertentu tidak ada
dasarnya dari As Sunnah. 65
III. WAKTU SHALAT TARAWIH
Para Ulama telah sepakat bahwa waktu shalat tarawih dan wiitir
adalah setelah selasainya shalat Isya sampai sebelum subuh. Dalilnya
adalah:
U -.d 1 : G D 1% G R A =?> D D 1%
40 #5 X
Aisyah berkata: Tiap malam Rasulullah melakukan shalat witir di awal
malam, di pertengahan malam atau akhir malam, dan witir beliau
berakhir di waktu Sahur. 66
G R A =? 1 J (G =L 1 : $4?&5 D?
Dari Abu Said Al Khudri dari Rasulullah Shalallahualaihi wasalam
bersabda : Witirlah kalian sebelum shalat subuh. 67
63 ( Al Asilah wal Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 186, Mawardlu Adz Dhaman I/ 406-412 ).
64 Al Fatawa Al Kubra I/ 255 .
65 Nailul Authar III/ 64 .
66 HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud .
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
22
Sedangkan mengenai waktu mana yang lebih utama ( Afdal ),
sebagian Ulama menyatakan setelah shalat isya adalah lebih utama
berdasarkan shalatnya Ubay bin Kaab di masa Umar, yang selanjutnya
dilaksanakan oleh umat Islam sampai hari ini, namun pendapat yang
lebih kuat Wallahualam - adalah yang menyatakan bahwa yang afdal
adalah melaksanakannya di akhir malam. Berdasarkan dalil:
1. Firman Allah Tala:
Artinya: Adalah mereka sedikit tidur malam. Dan di waktu-waktu
sahur mereka beristighfar. ( QS. Adz Dzariyat: 17-18 ).
2. Hadits:
1$ T D 03" D |& ' 8I6 T #W T
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
23
II. BERJAMAAH ATAU SENDIRIAN ?
Dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat:
1. Yang lebih utama adalah berjamaah
Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al Muzani, Ibnu Abdil Hakam,
dan sebagian shahabat Abu Hanifah. Imam Ahmad berkata: Shalat
tarawih berjamaah adalah lebih baik. Jika seseorang menjadi panutan
lantas shalat tarawih sendirian di rumah, saya khawatir orang-orang
akan ikut-ikutan shalat di rumah. Belaiu juga mengatakan Shahabat
Jabir, Ali dan Abu Hurairah juga shalat tarawih berjamaah.
Imam Ath Thahawi dan Al Laits menyatakan Setiap orang yang
mengutamakan shalat tarawih sendirian di rumah harus memastikan
bahwa ketidak hadirannya di masjid tidak menyebabkan shalat tarawih
berjamaah di masjid tidak terlaksana. Jika ketidak hadirannya
menyebabkan shalat tarawih berjamaah tidak terlaksana maka ia
tidak boleh shalat sendirian. 69
Dalilnya adalah:
1. Perbuatan para shahabat sejak masa Umar bin Khatab yang
melaksanakan shalat tarawih berjamaah.
2. Rasulullah pernah shalat tarawih 3 atau 4 malam. Beliau tidak
meneruskannya karena takut kalau shalat tarawih dianggap wajib.
3. Hadits Abu Dzar. ( Lihat Hal.1 hadist No. 2 ).
Tentang hadits ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar
dalam hadits ini ada anjuran untuk qiyam Ramadhan di belakang
imam ( secara berjamaah ), hal ini lebih dianjurkan dari shalat
sunnah biasa, orang-orang shalat taraawih berjamaah pada masa
Rasululah dan beliau mengakuinya. Pengakuan beliau ini adalah
Sunnah beliau. 70
2. Shalat sendirian lebih baik
Imam Malik dan sebagaian Ulama Syafiiyyah menyatakan, bagi
orang yang kuat shalat tarawih sendirian maka itu lebih baik, dasarnya
adalah hadits yang menyatakan sebaik-baik shalat sunnah adalah di
rumah.
Imam An Nawawi menyatakan:
Para Ulama sepakat bahwa shalat tarawih itu sunnah. Namun mereka
berbeda pendapat mana yang lebih utama, secara sendirian di rumah
69 Al Mugni I/ 605, Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 174.
70 Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah II/ 174 .
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
24
atau berjamaah di masjid. Imam Syafii dan sebagian besar shahabat
beliau, Abu Hanifah, Ahmad, sebagian Ulama Malikiyah dan Ulama
lain menyatakan bahwa yang lebih utama adalah berjamaah.
Sebagaimana yang dikerjakan shahabat Umar dan para Shahabat
yang lain dan terus dikerjakan oleh kaum muslimin dikarenakan
merupakan syiar yang nyata sehingga kedudukannya seperti shalat
ied. Imam Ath Thahawi menambahkan menegaskan shalat tarawih
berjamaah adalah fardlu kifayah.
Adapun Abu Yusuf, Imam Malik sebagian Syafiiyyah dan Ulama
yang lain menyatakan yang lebih utama adalah shalat sendirian di
rumah berdasarkan hadits:
L = ) "A "& D\ $L = > #
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
25
RISALAH ITIKAF
I. DERINISI ITIKAF
Secara bahasa : Itikaf artinya : Diam, menahan dan menetap72
Secara Syari : Itikaf adalah menetap di dalam masjid untuk taat
kepada Allah disertai niat yang khusus73
II. HUKUM ITIKAF
1. Mustahab ( dianjurkan ), yaitu tidak ditentukan waktu dan masanya.
2. Sunnah muakkad ( sunnah yang ditekankan ), yaitu Itikaf yang
dilakukan pada sepuluh pada akhir bulan Ramadhan.
Abdullah ibnu Umar berkata :
' 8I6 T #W T
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
26
3. Tamyiz.
4. Suci dari hadats besar.
5. Tidak melakukan hubungan suami isteri.
6. Tempat Itikaf, yaitu masjid yang dipergunakan untuk shalat
berjamaah.77
7. Dalam keadaan shaum, demikian pendapat Imam Malik, Abu Hanifah,
dan kebanyakan ulama yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, berdasarkan pendapat yang
rajih menurut jumhur salaf.78
IV. RUKUN-RUKUN ITIKAF79
1. Menetap di masjid.
2. Niat.
V. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM ITIKAF80
1. Berbekam atau mengeluarkan darah, karena khawatir akan mengotori
masjid.
2. Memperbanyak membuat kerajinan, seperti membuat jahitan atau lain
sebagainya.
III. HAL-HAL YANG MERUSAK ( MEMBATALKAN ) ITIKAF81
1. Melakukan hubungan suami isteri, baik malam ataupun siang hari, di
dalam masjid atau di luar masjid, walaupun tidak mengeluarkan mani.
2. Mengeluarkan air mani dengan cara apapun, selama itu disengaja.
3. Murtad ( keluar dari Islam ).
4. Mabuk karena meminum ( memakan ) barang haram, baik malam
atau siang hari.
5. Makan dan minum di siang hari, pada kondisi yang mewajibkan ia
shaum.
6. Gila.
77 Lihat Taisir Al-Alam, 1/458.
78 Lihat Aun Al-MAbud, 7/134; Zaad Al-Maad, 2/83.
79 Fiqh Al-Ibadat, hal 268.
80 Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, 1/366.
81 Fiqh Al-Ibadat, hal 273.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
27
7. Haidh atau nifas.
8. Keluar dari masjid dengan sengaja, tanpa suatu hajat yang sifatnya
alami, seperti buang air kecil dan besar, mandi janabat yang
disebabkan mimpi junub, dan menghilangkan najis, atau kebutuhan
yang betul-betul mendesak/terpaksa, seperti robohnya masjid, atau
mengeluarkan orang yang dzalim dari dalam masjid, atau kepentingan
syari, seperti shalat jumat dan lain sebagainya.82
IV. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI MUTAKIF ( ORANG YANG
ITIKAF )83
1. Membersihkan badan, mandi, atau mencukur rambut.
2. Berwudhu di dalam masjid, jika dianggap tidak mengotori masjid,
atau merugikan orang lain.
3. Mengadakan akad nikah dan ruju di dalam masjid.
4. Mengadakan akad jual beli apabila betul-betul diperlukan, asal barang
dagangannya tidak dibawa ke masjid, karena hal itu dilarang.
5. Makan dan minum di masjid, dengan tetap memperhatikan kebersihan
masjid.
6. Berbicara untuk hal-hal yang diperbolehkan dan diperlukan.
7. Wanita boleh mengunjungi suaminya yang sedang Itikaf dan boleh
bagi suaminya untuk mengantarnya sampai ke rumah, dan setelah itu
kembali ke tempat Itikafnya.
8. Masuk ke dalam rumah sekedar menunaikan hajat yang betul-betul
diperlukan, seperti buang air kecil dan besar, dan mandi janabat,
apabila di tepat Itikaf tidak ada tempat khusus untuk menunaikan
hajat-hajat tersebut.
9. Keluar dari tempat Itikaf karena masjidnya roboh dan pindah ke
masjid yang lain.
V. HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN/DIANJURKAN BAGI MUTAKIF
Disunnahkan bagi mutakif untuk menyibukkan diri dengan shalat,
tilawah Quran, berdzikir dan ibadah-ibadah mahdhah lainnya. Termasuk
di dalamnya adalah bertasbih, membaca tahlil, takbir, istighfar, membaca
LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH, bershalawat atas Nabi
82 Lihat Ad-Dien Al-Khalish, 8/549.
83 Ad-Dien Al-Khalish, 8/545-548; Fiqh Al-Ibadat, hal 271-272.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
28
Muhammad, membaca doa, bertafakkur ( berpikir akan ) ayat-ayat Allah,
dan melaksanakan thawaf, apabila Itikafnya dilaksanakan di Masjid Al-
Haram Makkah.
Juga dianjurkan bagi mutakif untuk menghafal dan mempelajari
hadits, ilmu-ilmu syari, siroh para nabi dan orang-orang sholih, menulis
hukum-hukum syari, dam amalan lainnya yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah. Demikian menurut madzhab Hanafi, Syafii dan salah satu
riwayat dari Imam Ahmad.84
VI. MASA ITIKAF DI BULAN RAMADHAN
Seorang yang akan melaksanakan Itikaf sudah harus masuk ke
tempat Itikafnya adalah setelah shalat shubuh pada hari ke-21 dari bulan
Ramadhan, demikian pendapat Imam Al-Auzai, Al-Laits, Sufyan Ats-
Tsauri, Ahmad bin Hambal dalam salah satu riwayatnya, Ishaq bin
Ibrahim dan Zufar.85
Dari Aisyah ia berkata : adalah Rasulullah apabila ingin melaksanakan
Itikaf, beliau shalat shubuh dan kemudian masuk ke tempat
Itikafnya.86
Riwayat kedua mengatakan : Seseorang sudah harus masuk ke
tempat Itikafnya adalah sebelum terbenamnya matahari pada malam ke-
21 dari bulan Ramadhan, begitu menurut madzhab Maliki, Hanafi, Syafii,
dan Hambali.87 Sedangkan waktu keluar dari tempat Itikaf adalah setelah
munculnya hilal Syawal, atau akhir bulan Ramadhan. Dan mustahab
baginya untuk bermalam di tempat Itikafnya pada malam Idul Fithri.88
VII. HUKUM WANITA MELAKUKAN ITIKAF
Dari Aisyah isteri Nabi ia berkata
Bahwasannya Nabi melaksanakan Itikaf pada sepuluh hari terakhir
Ramadhan sampai Allah memanggilnya, kemudian dilanjutkan oleh isteri-
isteri beliau.89
Wanita muslimah yang berakal dan sudah tamyiz, apabila suci dari
haidh dan nifas, maka boleh baginya untuk melaksanakan Itikaf
sebagaimana Itikaf yang dilakukan laki-laki. Dengan syarat wanita
84 Ad-Dien Al-Khalish, 8/543-544.
85 Lihat Fath Al-Bari, 4/348; Sunan At-Tirmidzi, 3/158; Al-Mughni, 3/210.
86 Shahih Muslim, hadits no 1173; Sunan At-Tirmidzi, hadits no 791.
87 Syarh Shahih Muslim, 8/68; Al-Mughni, 3/211.
88 Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 6/469; Al-Mughni, 3/212
89 HR. Bukhari dan Muslim. Lihat Al-Lulu Al-Marjan, hadits no 728.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
29
tersebut apabila sudah menikah harus izin dahulu kepada suaminya, dan
boleh baginya untuk melaksanakan Itikaf di masjid yang tidak
dipergunakan untuk shalat jamaah, karena shalat secara berjamaah
tidak diwajibkan atas diri mereka sebagaimana laki-laki.
Menurut Imam Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri, diperbolehkan bagi
wanita untuk melaksanakan Itikaf di masjid rumahnya, yaitu tempat
yang ia pergunakan sebagai masjid bagi dirinya dalam menunaikan shalat
wajib lima waktu. Karena bagi seorang wanita, shalat di masjid rumahnya
lebih utama daripada di masjid kampungnya. Akan tetapi tidak boleh
baginya untuk melaksanakan Itikaf di dalam rumahnya, karena
rumahnya bukan dikatakan sebagai masjid.90
Walaupun diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melaksanakan
Itikaf di masjid rumahnya, kadangkala Itikafnya di masjid dianggap lebih
utama apabila masjid tersebut berdampingan dengan rumahnya, dan
tidak didatangi oleh siapa pun kecuali kaum wanita. Atau masjid tersebut
mempunyai tempat khusus bagi kaum wanita, yang dilengkapi dengan
kamar mandi dan WC. Dalam kondisi seperti ini, Itikaf wanita di masjid
lebih utama. Namun Itikaf yang dilakukan di masjid rumahnya tetap
boleh dilakukan, atau lebih utama untuk kondisi apapun, apalagi
mencegah fitnah yang akan terjadi di antara keduanya.91
Dan apabila wanita tersebut melaksanakan Itikaf di masjid,
disunnahkan baginya untuk membuat tabir yang menutup tempat ia
melaksanakan Itikaf, sebagaimana yang dilakukan oleh isteri-isteri Nabi.
Karena masjid adalah tempat yang dihadiri oleh kaum laki-laki, sehingga
satu hal yang paling baik bagi laki-laki dan perempuan untuk tidak saling
melihat diantara mereka, dan untuk memilih tempat Itikaf yang
sekiranya tidak dipakai orang lain buat melaksanakan shalat, supaya
tidak menjadikan shaf mereka terputus lagi menyulitkan mereka.92
PENUTUP
Alhamdulilllah, hanya kepada-Nya segala kesempurnaan dan kebaikan
disandarkan. Mudah-mudahan makalah ini banyak memberikan manfaat
bagi saudara-saudara seiman dan seaqidah. Tidak ada kebenaran kecuali
dari Allah semata, dan segala kesalahan, seluruhnya tertumpah kepada
hamba-Nya yang dhaif ini. Segala masukan, saran, dan kritik sangat
penyusun harapkan.
90 Lihat Al-Mughni, 3/189; Fath Al-Bari, 4/346,348; Al-Majmu syarh Al-Muhadzdzab, 6/470,474.
91 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/279.
92 Al-Mughni, 3/191.
-
An-Nuur.org | Risalah Ramadhan
30
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, keluarganya, shahabat-shahabatnya, dan para pengikut
manhajnya hingga hari akhir kemudian.