an Filsafat Pasca Al-ghazali
Transcript of an Filsafat Pasca Al-ghazali
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
1/17
PERKEMBANGAN FILSAFAT
PASCA AL-GHAZALI
A. Pendahuluan.
Filsafat adalah Illmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari
segala yang ada. Kata filsafat atau falsafat dalam bahasa Arab berasal dari bahasa
Yunani philosophia yang secara harfiah berarti cinta kepada pengetahuan atau
cinta kepada kebijaksanaan. Orang yang cinta kepada pengetahuan atau
kebijaksanaan disebut philosophos atau dalam bahasa Arab failosuf (filsuf).Pencinta pengetahuan atau kebijaksanaan adalah orang yang menjadikan
pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau orang mengabdikan
hidupnya kepada pengetahuan. Istilah philosophia dan philosophos pertama kali
digunakan oleh phythagoras (582-507 SM), tetapi istilah ini menjadi populer dan
lazim dipakai pada masa Sokrates (469-399 SM) dan Plato (427-347 SM).1
Sedangkan Filsafat menurut Prof.Dr. HM. Amin Abdullah adalah methodology
berfikir, yaitu berfikir kritis-analisis dan sistematis. Filsafat lebih mencerminkan
proses berpikir dan bukan sekedar produk pemikiran.2
Pemikiran filosofis masuk ke dalam Islam melalui falsafat Yunani yang
dijumpai ahli-ahli fikir Islam di Suria, Mesopotamia, Persia dan Mesir.
Kebudayaan dan falsafat Yunani datang ke daerah-daerah itu dengan ekspansi
Alexander Yang Agung ke Timur di abad ke-empat sebelum Kristus. Politik
Alexander untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia meninggalkan bekas
besar di daerah-daerah yang pernah dikuasainya dan kemudian timbullah pusat-
pusat kebudayaan Yunani di Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antioch di Suria,
Jundisyapur di Mesopotamia dan Bacra di Persia.3
Al-Quran secara tegas telah memberi kemungkinan bagi pemikiran
filosfis . Di dalam Al-Quran terdapat sejumlah ayat yang menyuruh manusia
1 . Dewan Redaksi Ensikopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994, Jilid 2), hal. 15.2. A.Khudlori Sholeh, , Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
halaman viii.3
.Harun Nasution, Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia/UI-Press, 1984-1985, Jilid 2), hal. 46.
1
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
2/17
untuk menggunakan daya nalarnya dengan menjadikan alam semesta sebagai
obyek pikirannya. Ayat-ayat Al-Quran itu, disamping mendorong timbulnya ilmu
pengetahuan yang amat berguna buat kemakmuran hidup manusia juga
merangsang munculnya pemikiran filosofis dalam Islam.
B. Al-Ghazali Sebagai Filsuf.
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali terkenal dengan nama Al-Ghazali
adalah merupakan ulama yang hebat pada zaman itu dan termasuk salah satu
imam madzhab .Syafii. Beliau dilahirkan di Thus salah satu kota di Khurosan
pada tahun 450 H/1058 M, dan belajar berbagai ilmu di tempat kelahirannya,
kemudian mencari ilmu ke Neisabur, dan sejak kecil pada diri beliau sudah
terlihat tanda-tanda kecerdasan dan kehebatan yang luar biasa. Dia menguasai
ilmu kalam (theologi) dan menekuni ilmu filsafat, inilah yang menjadi sebab al-
Ghozali dipercaya Perdana Mentri Nidzom al Mulk untuk mengurus sepenuhnya
Madrasah Nidzomiyah yang dibangun di Baghdad. Ketika beliau berumur 33
tahun sudah menduduki tempat yang terhormat diantara ulama, masa itu. Dalam
dunia filsafat beliau dijuluki Khujjatul Islam dan Zainuddin.4
Al-Ghazali menjadi guru besar di Madrasah Nidzomiyah selama empat
tahun dan di waktu itulah ia mengarang buku Maqasid Al Falasifah (pemikiran
Kaum Filosof) yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul Logic et
Philosophia Al gazelis Arabis di tahun 1145 M, oleh Dominicus Gundissalinus.
Bukunya yang termashur tentang falsafat Tahafut Al-Falasifah (Kekacauan
Pemikiran Filosof-filosof) juga dikarang di periode ini. 5
Dalam mempelajari filsafat, al-Ghazali menemukan argument-argumen
filosofis yang dipandangnya menyalahi ajaran Islam. Karena itu, ia menyerang
kaum filsuf yang diungkapkannya dalam bukunya Maqasid al-Falasifah, . Lalu
untuk memperjelas kritiknya terhadap filsuf itu, ia menulis buku Tahafut al-
Falasifah. Dalam buku itu al-Ghazali mengkritik 10 pendapat filsuf yang
mengatakan bahwa :
4 .Muhammad Luthfi, Tarih Falasifah Al Islam Fil Masyriq wal Maghrib (Baerut: Al
Maktabah Al Ilmiyah), hal. 67.5 . Harun Nasution, opcit, hal. 52.
2
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
3/17
1. Tuhan tidak mempunyai sifat.
2. Tuhan mempunyai subtansi sederhana (basit) dan tidak mempunyai
hakikat (mahiyah)
3. Tuhan tidak mempunyai perincian (juziyah)
4. Tuhan tidak dapat diberi sifat jenis (aljins/genus) dan al-fasl (spesies)
5. Planet-planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan
6. Jiwa planet-planet mengetahui semua juziyah (rincian).
7. Hukum alam tidak berubah.
8. Pembangkitan jasmani tidak ada.
9. Alam ini tidak bermula.
10. Alam ini kekal.
Bahkan al-Ghazali berpendapat bahwa tiga diantara 10 pendapat filsuf di atas,
yaitu alam kekal (tidak bermula), tuhan tidak mengetahui rincian-rincian dan
pembangkitan jasmani tidak ada, dapat membawa kepada kekufuran..6
C. Pengaruh Filsafat Al-Ghozali.
Akibat serangan Al-Ghazali terhadap pemikiran filsafat sebelumnya,
meski tidak sepenuhnya tepat dan benar, respon masyarakat muslim terhadap
filsafat menjadi berkurang, sehingga menyebabkan kelesuhan berfikir dan
berijtihad di kalangan umat Islam. Sejak pertengahan abad ke 12 M, hampir
semua khazanah intelektual Islam justru selalu menyerang dan memojokkan
filsafat, baik sebagai sebuah pendekatan, metodologi maupun disiplin keilmuan.
Meski demikian, kajian dan pemikiran filasafat, sesungguhnya tidak
benar-benar hilang oleh serangan al-Ghazali, filsafat Islam tetap berkembang. Apa
yang dianggap sebagai kematian filsafat oleh sebagian orang hanya terjadi di
kalangan sunni, khususnya Asyariyah. Pada bagian lain di dunia Islam, filsafat
justru menemukan arah baru dan semakin membumbung tinggi. 7
Mengenai serangan al-Ghazali terhadap filsafat, ada beberapa hal yang
patut dicermati, yaitu:
6
. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, opcit hal. 267. A. Khudlori Sholeh, Op Cit, hal ix - xxiv
3
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
4/17
1. Bahwa ia sesungguhnya hanya menyerang persoalan metafisik, khususnya
metafisika al-Farabi dan Ibnu Sina yang neo platonisme, tidak menyerang
pemikiran filsafat secara keseluruhan. Sebab, di bagian lain al Ghozali tetap
mengakui pentingnya logika atau epistemologi dalam pemahaman dan
penjabaran ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam al-Mustashfa fi ulum al-fiqh,
sebuah kitab tentang kajian hukum, al-Ghozali menggunakan epistemologi
filsafat, yakni burhani untuk melendingkan doktrin dan gagasannya.
2. Bahwa tuduhan al-Ghozali terhadap doktrin al-Farabi dan Ibn Sina adalah
tidak tepat. Dalam tulisannya, al-Ghozali menilai bahwa ajaran al-Farabi dan
Ibn Sina, juga para filosof lain yang senada, telah jatuh dalam kekufuran,
karena mengajarkan tentang keqadiman alam, kebangkitan ruhani dan
ketidaktahuan Tuhan terhadap hal-hal yang partikular (juziyat). Padahal,
kedua tokoh filosof muslim ini sebenarnya tidak menyatakan persis seperti
yang dituduhkan. Tentang keqadiman alam misalnya, apa yang dimaksudkan
dengan qadim adalah karena alam tidak muncul dalam waktu tertentu. Apa
yang disebut sebagai waktu atau zaman muncul bersamaan dengan alam.
Tidak ada istilah waktu atau zaman sebelum munculnya alam. Kebersamaan
alam dengan waktu, atau tidak didahuluinya alam oleh waktu tertentu inilah
yang dimaksud qadim oleh para filosof, dan keqadiman alam ini tetap tidak
sama dengan keqadiman Tuhan, karena Tuhan qadim bi dzatihi, qadim dengan
diriNya sendiri tanpa berhubungan dengan ruang dan waktu atau yang lain.
Dengan kata lain, keqadiman alam hanya berhubungan dengan waktu tetapi ia
hadits (temporal) dibanding keqadiman Tuhan. Di sini telah terjadi salah
faham atau perbedaan pengertian tentang istilah-istilah yang digunakan antara
al-Ghazali dengan para filosof (sebelumnya).
3. Tentang penilaian al-Ghazali pada al-Farabi dan Ibn Sina dalam kaitannya
dengan Aristoteles. Dalam al-Munqid, al-Ghazali membagi filsafat Yunani
dalam tiga bagian; materialisme (dahriyun), natrualisme (thabiiyyun) dan
theisme (ilahiyyun). Kelompok materialisme adalah mereka yang mengingkari
Sang Pencipta (Tuhan) seraya menyatakan bahwa semesta wujud dengan
sendirinya. Golongan ini dianggap sebagai tidak beragama. Ini mungkin
4
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
5/17
ditunjukkan pada para filosof Yunani purba. Golongan naturalisme adalah
mereka yang meyakini kekuatan material dan bahwa apa yang telah mati tidak
akan kembali, sehingga tidak ada hari kebangkitan dan pembalasan. Ini
ditujukan pada tokoh seperti Demokritos dan para filosof Ionia yang hanya
meyakini eksistensi material. Kelompok theisme adalah para filosof yang
lebih modern yang meyakini Sang Pencipta, seperti Socrates, Plato,
Aristoteles dan menurut al-Ghazali al-Farabi serta Ibn Sina sebagai
pengikutnya.8
4. Dalam kitab Tarikh Falasifah Al Islam fil Masyriq wal Maghrib
Muhammad Luthfi mengemukakan: Sesungguhnya sebagian ahli filsafat,
seperti Ibnu Rusyd tidaklah yakin kalau al-Ghazali serius dalam kritikannya,
sesungguhnya perbedaan antara dia dan para filsafat hanyalah pada batas-
batas tertentu, sesungguhnya dia mencela mereka dalam ha-hal tertentu hanya
untuk memperkuat ahli sunah. Musa bin Narbur menyebutkan: Sesungguhnya
setelah menulis kitab At Tahafut, al-Ghazali kemudian menulis risalah kecil
yang hanya diketahui oleh orang-orang dekat saja, yang berisi penolakan
kepada apa yang dikemukakan mengenai kritikan kepada dasar-dasar filsafat.
Kitab tersebut adalah:
. . Kitab ini berisi pembahasan yang sangat penting tetapibahasanya sulit difahami oleh masyarakat umum, dimulai dengan membahas
planet/tata surya dan pergerakannya serta jiwanya, membahas penggerak
pertama dan sifat-sifatnya kemudian membahas tentang jiwa, dan di situ tidak
ada bahasan yang menghina filsafat seperti pada kita At-Tahafut. Dia
mengemukakan dalil-dalil selayaknya seorang khukama bukan seorang ahli
kalam, dan menetapkan dalil-dalil aqli tentang ketuhanan. Di akhir risalah ini
al-Ghazali mengharamkan untuk menerbitkannya (risalah ini) kecuali untuk
8. Ibid, halaman xxi
5
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
6/17
ahli/orang yang jiwanya memadai dan akalnya salimah, sesuai dengan hadits
Nabi: " ." .9
D. Filsafat Pasca Al-Ghazali
1. Ibnu Thufayl ( 1105 - 1185 M )
Ibnu Thufayl adalah seorang filosof , disamping dia seorang dokter juga
ahli di bidang geografi, juga seorang penyair dari Andalusia. Tulisan-
tulisannya yang sampai ke tangan kita hanya dalam bidang filsafat.
Diantaranya kisah Hayy bin Yaqzhan yang sangat berpengaruh terhadap
dunia pemikiran dan ilmu pengetahuan.. Kisah itu menggambarkan
perkembangan akal manusia yang hidup sendirian di sebuah pulau.
Melalui berbagai kekuatan fitrahnya yang benar, dia dapat mencapai
tingkat filosofis dan melihat Tuhan.
Kisah ini telah ditejemahkan ke berbagai bahasa di Eropa. Orang-orang
non muslim pun banyak yang mencurahkan perhatiannya untuk mengkaji
kisah itu, suatu perhatian yang belum pernah diberikan kepada buku
filsafat bangsa Arab yang lain.
Hayyi bin Yaqzhan, merupakan kisah yang pertama dalam filsafat dan
sastra Arab. Ketika membuat risalah mengenai simbol-simbola kesufian,
Ibnu Sina juga menulis judul yang sama bahkan meminjam istilah Ibnu
Thufayl untuk kisah pengembaraan imajinasinya tentang tingkatan
makrifat dan cara pencapaiannya. Khayalan Ibnu Thufayl mengembara
ketika mengisahkan Hayy yang dilahirkan yatim piatu disebuah pulau
yang tidak dihuni manusia. Hayy diasuh dan disusui serta dirawat oleh
seekor kambing. Ketika kambing betina itu mati, Hayy mulai
mempertanyakan kematian itu. Dibenaknya tersimpan berbagai persoalan
mengenai ada dan tiada, ruh dan jasad. Ketika berusia lima puluh tahun,
melalui akalnya, Hayy sampai kepada suatu pemahaman yang lengkap
mengenai Allah swt. dan alam Semesta.
9 . Muhammad Luthfi, 0p cit, halaman 71
6
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
7/17
Dari kisah tersebut dapat ditangkap bahwa makrifat itu ada tiga macam :
makrifat akliyah, makrifat batiniyah, dan makrifat lahiriah. Begitu pula
tingkatan manusia : ada filosof, ada sufi, dan ada pula orang awam. Batas-
batas syariat dan hal-hal yang sifatnya lahiriah dari syariat tersebut
hanyalah merupakan jalan yang tidak boleh tidak harus dilalui oleh orang
awam, kelompok mayoritas manusia di dunia ini, yang belum mampu
mencapai ke tingkat filosof atau sufi.
2. Ibnu Rusyd ( 1126 - 1198 M )
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof dia juga ahli fiqh dari Andalusia,
disamping dia juga seoang dokter. Disamping dia menulis dalam bidang
kedokteran juga dia menulis dalam bidang fiqh. Namun kesuksesannya
yang paling penting adalah di bidang filsafat. Dalam bidang ini paling
tidak ada dua macam kesuksesannya yang diraihnya yaitu : Syarah
(penjelasan) ibnu Rusyd terhadap karya Aristoteles dan bakat aslinya.
Dia adalah pemberi syarah terbesar bagi filsafat Aristoteles. Dia brhasil
membedakan antara filsafat inti dan pemikiran Neo Platonisme, pada saat
para filosof Arab sebelumnya mencampuradukkan antara keduanya, serta
menisbatkan pendapat orang lain kepada Aristoteles. Ada tingkatan syarah
yang diberikan oleh ibnu Rusyd, yang sengaja dia tujukan untuk tiga
kelompok pembacanya : para pemula, kaelompok sedang,dan kelompok
lanjut dalam mengkaji filsafat.
Meskipun ibnu Rusyd bukan orang muslim pertama yang memberikan
syarah untuk buku Aristoteles, dialah pensyarah terbaik dan paling
berpengaruh pada peradaban Eropa yang begitu cepat meninggalkan para
pensyarah terdahulu dari bangsany sendiri. Mereka juga mulai mengkaji
buku-buku terjemahan ibnu Rusyd ke dalam bahasa Ibrani, dan bahasa
Latin, sebelum mengkajinya dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Yunani.
Bahkan ada diantara buku-buku Aristoteles yang asli hilang, dn belum
sampai ke tangan para pemikir EAropa kecuali syarah yang diberikan oleh
ibnu Rusyd atau para filosof Arab yang lain, atau melalui buku
terjemahannya.
7
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
8/17
Dapat dikatakan bahwa syarah yang diberikan oleh ibnu Rusyd atas
filsafat Aristoteles sngat sarat dengan pemikiran. Hal itu boleh jadi karena
dalam bidang filsafat dia memiliki modal yang cukup, khususnya yang
berkaitan dengan peroblema keterkaitan antara filsafat dan agama.
Pendapat-pendapat di seputar masalah ini ituangkan dalam dua bukunya :
Tahafut al-Tahafut, sebagai jawaban atas buku al-Ghazali, dan Fashl al-
Maqal fi ma bayn al-syariah wa al-Hikmah min al-Ittishal, dua buku yang
sangat penting.
Dalam buku Fashl al- Maqal, dia berusaha membuktikan keberadaan Allah
melalui hukum kausalita, karena tidak ada sesuatu yang ada tanpa
musabab. Semua sebab beraturan hingga sebab pertama, yakni pembuat
alam semesta. Atau sebab penciptaan yang selalu bergerak dan terus
berganti secara tak diduga sebagai hasil perubahan yang terjadi dari waktu
ke waktu. Dari pernyataan ibnu Rusyd yang paling berharga adalah :
Warisan pemikiran Yunani tidak ada yang bertentangan dengan Islam.,
sebagaimana dikatakan ; Sesungguhnya hakekat itu hanya satu.
Manusialah yang menggambarkan bentuknya bermacam-macam.10
3. Ibnu Al-Arabi ( 1164 - 1248 M )
Filosuf berikutnya adalah Ibnu al-Arabi (560-638 H/1164-1240 M) yang
merupakan orang pertama yag mengembangkan ide tentang alam semesta
sebagai macro anthropos (al-Insan al-akbar) atau macro-persona (as-
syakhs al-akbar). Manusia dinamakan micro-anthropos (al-insan as-
shoghir). Doktrin ini adalah kebalikan dari ide tentang makrokosmos dan
mikrokosmos. Dalam dokrin pertama, alam semesta dipolakan pada
manusia, sedang dalam ide makrokosmos dan mikrokosmos, manusialah
yang digambarkan menurut pola alam semesta.11
Doktrin tentang realita multi-tingkatan dengan dunia imaginasi di
tengahnya ini, merupakan perkembangan yang khas dalam Islam abad
pertengahan, dan diterima oleh mayoritas besar kaum sufi ortodoks.
10 Husyn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, RemajaRosdakarya, Bandung, 2001,
Hal.: 187.11. Ibid, hal. 179.
8
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
9/17
Doktrin ini memberikan ethosnya yang khas kepada banyak mistisisme
Islam. Akhirnya, doktrin ini melakukan reaksi kembali terhadap filsafat
dan menemukan dasar rasional dan perumusan filosofisnya dalam abad 11
H/17 M dalam karya Shadaruddin asy-Syirozi, arsitek sistem filsafat besar
yang terakhir dalam Islam. Mulla Sandra (demikian umumnya Muhammad
Shadaruddin di kenal), setelah menerima dari Suhrawardi doktrin monistik
tentang tingkatan-tingkatan Wujud dalam batasan-batasan lebih atau
kurang, lalu mengembangkan doktrinnya sendiri tentang kognisi dan sifat
ruh manusia. 12
Setelah penolakan (kritikan) al-Ghazali terhadap filsafat, pada abad ke 7
H/13 M sendiri muncul sejumlah penulis-penulis dan kritikus-kritikus filsafat
yang terkemuka, yang sementara mempertahankan filsafat pada umumnya, namun
menerima pandangan-pandangan ortodoksi dalam masalah dogma yang paling
kritis dan sensitif. 13
Kontroversi filsafat salah satunya dipicu adanya ketegangan segitiga
antara theologi, tradisionis/ortodoks/ahl al-hadits dan filsafat. Kadang-kadang
ketegangan tersebut meletus menjadi gelombang serangan keras kelompok
tradisionis terhadap intelektualisme. Ahlu-al Hadits ini menemukan ungkapan
momentalnya dalam abad ke 8 H/14 M dalam karya Ibnu Taymiyah yang kaya,
terutama dalam karyanya yang penting Keserasian antara Tradisi yang Benar
dengan Bukti-bukti Akal, Taymiyah mengkritik keras thesis-thesis baik para
filosof maupun theolog. Di Universitas agama yang termasyhur di Mesir, al-
Azhar, filsafat dikeluarkan dari sylabus selama berabad-abad dan baru
dimasukkan kembali setelah tibanya fajar modernisme Islam menjelang akhir
abad kesembilan belas melalui usaha-usaha pembaharu revolusioner Jamaluddin
al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh.14
Sebenarnya, suatu kelompok, termasuk diantaranya tokoh filosof-theolog
terkemuka Qadhi Abul Tsana al-Urmawi (w. 684 H/1285 M) telah menegaskan
12 . Ibid, hal, 180.13
. Fazlur Rahman, Islam, (Pustaka, 1984), hal. 17514 . Ibid Hal. 176.
9
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
10/17
bahwa doktrin tentang Tuhan haruslah dipisahkan dari doktrin tentang wujud,
yang mestinya merupakan jelajah yang lebih layak bagi metafisika kalam. Akan
tetapi pendapat ini ditolak oleh para theolog yang merasa iri atas hak khusus
filsafat atas masalah-masalah tertentu dengan alasan bahwa hal itu akan
menyebabkan munculnya suatu sains super yang akan melebihi kalam.
Ketegangan ini terus berlanjut, sampai ahirnya para pembela filsafat
menghapuskan kesimpulan-kesimpulan tertentu dari kesimpulan-kesimpulan anti
dogmatis yang lebih ekstrim dari filosof-filosof klasik. Kegiatan neo filosofis ini
terutama sekali hidup subur sejak abad ke 7 H/13 M ketika hubungan baik antara
filsafat dan theologi telah dikukuhkan kembali di atas dasar yang pasti dan telah
memperoleh kembali keseimbangan tertentu15
Teori filsafat tentang wahyu kenabian yang melihat dalam diri Nabi
adanya suatu roh dan kecerdasan yang tinggi, yang mampu berhubungan dengan
kecerdasan Universal atau Malikat tertinggi, tidaklah sama sekali ditolak,
sebaliknya beberapa dari unsur-unsurnya yang baru, khususnya perfeksionisme
intelektual Nabi, dimasukkan ke dalam doktrin kalam. Tetapi sifat wahyu, yang
secara esensial dinyatakan intelektual, dan terutama ide bahwa agama hanyalah
bentuk simbolis dari kebenaran intelektual ini, ditolak.
Juga yang termasuk warisan paling penting yang ditinggalkan oleh ajaran
filosofis ini bagi Islam dan yang tanpa ragu-ragu diterima oleh ortodoksi adalah
pembagian wujud menjadi wujud yang mesti (wajibul wujud) dan wujud yang
tergantung (mumkinul wujud), yang memberikan manfaat besar bagi pembuktian-
pembuktian kalam tentang eksistensi Tuhan; alam semesta yang tercipta sebagai
efek yang tergantung memerlukan eksistensi Tuhan, yaitu wujud yang mesti,
sebagai penyebabnya.
Dengan demikian, terbukalah dua jalan di mana filsafat dapat beroperasi,
dan kedua-duanya (kalam dan ortodoks) memang ditembus oleh filsafat. Jalan
pertama adalah melanjutkan spekulasi filosofis, walaupun dikecam keras oleh
ortodoksi, dan mencari bagi dirinya suatu medium yang heterodoks. Medium ini
ditemukan dalam pemikiran sufi yang bersifat filosofis, suatu kenyataan yang tak
15. Ibid. hal. 175
10
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
11/17
syak lagi ditunjang oleh kecenderungan-kecenderungan mistik dalam pemikiran
filosof-filosof islam sendiri. Alternatif yang lain adalah menghentikan ide untuk
menghasilkan sistem tandingan bagi theologi sejauh menyangkut dogma agama,
dan lebih baik bekerja di dalam sistem ortodoks. Ekspansi kalam menjadi
kumpulan pemikiran yang sistematis yang meliputi epistemologi dan metafisik,
suatu ekspansi yang pertama kali muncul dalam karya filosof theology
Fakhruddin ar-Razi (w.606 H/1209 M). Akan tetapi di dalam sistem ini ternyata
ditemukan ruang yang sangat luas bagi penggunaan penalaran spekulatif, suatu
kegiatan yang mempunyai karir yang hidup dan kaya selama berabad-abad, tetapi
baru sedikit sekali dipelajari oleh kesarjanaan modern; dan sepanjang yang terlihat
hanya berhenti pada penolakan al-Ghazali terhadap filsafat. Kalam ortodok telah
menerima doktrin filosofis tentang wujud yang mesti dan wujud yang
tergantung.16
Pendukung-pendukung tradisi filosofis mengembangkan doktrin mereka
dengan mengemukakan pembedaan-pembedaan lebih jauh dan menyatakan bahwa
Wujud memiliki dua aplikasi yang berbeda. Dalam satu arti, ia berarti wujud yang
khusus dari sesuatu, dan dalam artian ini istilah tersebut adalah ekuivokal, karena
dalam hal ini segala sesuatu adalah khas. Dan konsekuensinya, wujud khas Tuhan,
mengalir ke dalam eksistent-eksistent yang lain, yang tak bisa diketahui.Tetapi
dalam arti yang lain, wujud adalah suatu ide yang abstrak, yang digeneralisir dari
eksisitent-eksistent yang aktual. Konsep yang abstrak ini mestilah univokal karena
ia diterapkan kepada Tuhan dan kepada makhluk. Wujud dalam artian yang kedua
ini, adalah obyek yang patut diselidiki oleh metafisika.17
Kemudian muncul tradisi filosofis baru yang bermula dengah karya
syihabuddin as-Suhrawardi (w. 587 H /1191 M), pendiri illuminasi
Filosofis, yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Sufi Ibnu al-Arabi, dan
mencapai perumusan akhirnya dalam karya monumental Shadaruddin as-Syirazy
(w. 1050 H/1640 M), yang berjudul Empat Perjalanan. Doktrin fundamental
dari tradisi ini adalah prinsip tingkatan-tingkatan wujud, yaitu suatu doktrin
pantheisme yang dibangun diperinci di atas dasar teori Neoplatonik tentang
16
. Ibid, hal. 17417. Ibid.
11
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
12/17
emanasi . Teori besar lainnya yang erat hubungannya dengan prinsip tingkatan-
tingkatan wujud adalah teori kognisi yang meneguhkan persamaan pikiran dan
wujud. Dari kedua teori ini timbul doktrin ketiga yang lalu memainkan peranan
sentral dalam pandangan dunianya yang relegius, yang perkembangannya
memperoleh sumbangan yang esensial dari pemikiran Sufi, yaitu doktrin tentang
alam misal(Alam al-Misal), yakni suatu dunia citra-citra ontologis di mana
realitas spiritual dari alam atas mengambil bentuk citra-citra konkrit, dan di
mana jasad-jasad kasar dari alam materi ini alam bawah berubah menjadi jasad-
jasad halus dan citra-citra. As-Suhrawardi juga mengkritik thesis Ibnu Sina
mengenai pembedaan antara esensi dan eksistensi, menyingkirkan dasar
pembedaan yang dibuat para filosof antara Tuhan dan manusia, menyangkal
pembedaan antara kemungkinan dan kemustian, menyerang ide dualitas antara
materi dan bentuk, menolak semua kategori-kategori Aristoteles.18
Kemudian muncul zaman baru dengan tampilnya Sayid Jamaluddien
Afghani (1254-1315 H/1838-1897 M) yang diikuti oleh muridnya Syikh
Muhammad Abduh (1265-1323 H./1849/1905 M), yang mengibarkan bendera
kebangkitan Dunia Islam.19
Dan masih banyak lagi teori-teori filsafat yang dirilis dan dihasilkan oleh
filsuf-filsuf pasca al-Ghozali utamanya hubunganya dengan Theolog dan
Mistik/ortodoks. Dengan demikian, filsafat dalam Islam tidaklah mati dengan
kritik Al-Ghozali, sebagaimana diduga oleh para sarjana modern. Sebaliknya, ia
terus bergetar hidup, tetapi sifatnya berubah secara radikal karena pengaruh
mistisme. Dari usaha yang bersifat rasional untuk memahami sifat realita obyektif,
ia berubah menjadi usaha spiritual untuk hidup serasi dengan realita tersebut.
Maka filsafat sesudah al-Ghazali berkembang dalam sebuah arah yang baru dan
penting, yang dapat dinamakan filsafat keagamaan yang murni atau agama
filosofis. Perkembangan ini, walaupun dalam perjalanannya sangat dipengaruhi
oleh sufisme dan gaya pemikirannya, tetapi tetap dibedakan dari sufisme. Karena,
fenomena yang telah kita sebut agama filosofis ini, walaupun sering
18. Ibid hal. 176.19
. H. Ahmad Zainal Abidin, Riwayat Hidup Imam al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang,1975), halaman 141.
12
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
13/17
mengidentikkan dokrin-doktrinnya dengan doktrin-foktrin sufi, terutama Sufisme
spekulatif, tetapi bercirikan argumentasi rasional dan proses-proses pemikiran
yang logis dan murni intelektual. Sedangakan Sufisme semata-mata
mengandalkan pengalaman atau intuisignostik dan lebih mempergunakan
imajinasi puitis proses-proses rasional.
Kritikan al-Ghazali kepada Filsafat tidak lepas dari rasa prihatinya
terhadap keadaan pada waktu itu, dia memprotes keras dalam hatinya akan
peristiwa yang tidak sehat, yang berkembang dan menguasai hidup (terpecah)
kepada berbagai agama, berbagai mazhab dan aliran, sedang masing-masing
bertahan bukan dengan akalnya tetapi karena semata-mata bertaklid kepada nenek
moyangnya. Masing-masing tidak mengalah, merasa dirinya benar dan
mengatakan kepercayaannya berasal dari Tuhan sedang orang lain salah semata,
sehingga timbul cekcok dan permusuhan. Golongan falsafah bertegang urat leher
memegang pendiriannaya karena semata-mata fanatik kepada nama filosuf-filosuf
yang mendahuluinya seperti socrates, hippocrates, Plato, Aristoteles dan lain-lain
dan menganggap bahwa orang-orang yang tidak mengemukakan nama-nama itu
adalah bodoh.
Al Ghazali mengutuk golongan taklid buta kaum agama maupun fanatik
dogmatis kaum terpelajar. Sadarilah wahai saudara! Kata al-Ghazali Kalau anda
berpegang kepada suatu kebenaran karena hanya menengok orangnya saja (baik
Imam maupun filosuf) dengan tidak bersandar kepada fikiran anda sendiri, maka
anda akan sia-sia belaka. Seorang yang ahli hanyalah sebagai matahari atau lampu
yang sanggup menimbang dan memutuskan sendiri. Tetapi kalau anda sendiri
memang buta, maka apalah gunanya lampu atau matahari itu. karena dengan
taklid atau fanatik saja akan hancurlah dia secara total.20
Dalam suasana pertentangan tersebut, al-Ghazali tidak ikut larut di
dalamnya dan tidak memihak salah satu, tetapi al-Ghazali berusaha keras untuk
menemukan titik temu antara kelompok yang berbeda pendapat tersebut. Seperti
yang dikemukakan oleh DR. Akbar Ahmed: Al-Ghazali berhasil
20 Ibid halaman 100.
13
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
14/17
mempertemukan tiga aliran: teologi, filsafat dan mistik. Dengan demikian ia pun
berhasil mengahiri pertentangan antara pengikut ketiga aliran tersebut. 21
Selaras apa yang di kemukakan oleh Dr. Sulaiman Dunya:
Adapun kitab-kitab Imam Al-Ghazali, dikarenakan ia berbicara kepada orang
banyak, maka beliau mengikat di suatu tempat dan melepaskannya di tempat lain.
Menutupi sesuatu, lalu membukanya. 22
Imam Al Ghazali berkata dalam Kitab Al Munqidz min Adh Dhalal:
Sesungguhnya itikad beliau (filosuf) sama dengan kaum ahli tasawuf. Sebab,
masalahnya adalah setelah dilakukan pengkajiannya akan mengetahuinya secara
terperinci.23.
Keyakinan akan pesatnya perkembangan filsafat pasca al-Ghazali
dibuktikan dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dalam Islam. Seperti yang diungkapkan oleh Will Durant:Filsafat dapat
diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
infantri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya
adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak untuk kegiatan
keilmuan. Setelah itu pengetahuanlah yeng membelah gunung dan merambah
hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat
diandalkan.24
E. Analisis.
Al-Ghozali bukanlah seperti yang digambarkan oleh sebagaian orang
terutama oleh para orientalis barat, dimana mereka memahami al-Ghozali sebagi
penyebab kemunduran berfikir bagi umat Islam atau dianggap sebagai pelopor
faham skeptis. Kritikan bahkan serangan al-Ghozali terhadap filsafat tidaklah
berarti al-Ghozali anti terhadap filsafat, tetapi lebih pada menempatkan filsafat
tepat pada posisinya.
21 DR. Ahmed Akbar, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Erlangga: 1992),
halaman 50.22 . DR. Sulaiman Dunya, Al Haqiqat Pandangan Hidup Imam Al Ghazali, (Surabaya:
Pustaka Hikmah Perdana, 2002), halaman167.23 . Ibid, halaman 168.24
. Jujun S Suriasumantri, Filsafat ilmu sebuah pengantar populer, (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2005), halaman 22.
14
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
15/17
Tidak bisa dipungkiri, kita sebagi umat Islam dalam mengemban amanat
sebagai Abdullah dan Khalifatullah membutuhkan filsafat, seperti apa yang
dinyatakan oleh Fazlur Rahman:Bagaimanapun juga, filsafat merupakan alat
intelektual yang terus menerus diperlukan. Untuk itu, ia harus boleh berkembang
secara alamiah, baik untuk pengembangan filsafat itu sendiri maupun untuk
pengembangan disiplin-disiplin keilmuan yang lain. Hal itu dapat dipahami,
karena filsafat menanamkan kebiasaan dan melatih akal-pikiran untuk bersikap
kritis-analitis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang sangat dibutuhkan,
sehingga dengan demikian, ia menjadi alat intelektual yang sangat penting untuk
ilmu-ilmu yang lain, tidak terkecuali agama dan teologi. Karena itu, orang yang
menjauhi filsafat dapat dipastikan akan mengalami kekurangan energi dan
kelesuhan darah dalam arti kekurangan ide-ide segar dan lebih dari itu, ia berarti
telah melakukan bunuh diri intelektual.25
Seperti halnya yang dikatakan Ali Syariati:Keyakinaan yang benar tidak
bisa tumbuh kecuali dari pengetahuan yang benar dan pengetahuan yang benar
tidak bisa lahir kecuali dari cara berfikir yang benar, sementara cara berpikir yang
benar hanya bisa terjadi dari metode berpikir yang benar. Artinya, metodologi
adalah sesuatu yang sangat penting. Siapa yang tidak menguasai metodologi
berarti tidak akan mendapatkan sesuatu secara benar dan tidak akan bisa
mengembangkan apa yang dimiliki.26
Disamping itu masih ada pemahaman dan cara studi yang salah terhadap
filsafat, dimana kajian filsafat hanya dilihat dari aspek sejarahnya dan sedikit
sekali dikaji dalam aspek persoalan/subtansinya.27Filsafat harus difahami sebagai
salah satu bentuk methodologi ilmu pengetahuan dan jangan dikaburkan filsafat
sebagai faham/aliran.28
Dengan pemahaman kita yang benar terhadap al-Ghozali maka filsafat akan
terus tumbuh dan berkembang yang menghasilkan ilmu pengetahuan sejalan
dengan tuntutan zaman. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Luthfi dalam
25. A. Khudlori Sholeh, Op Cit, hal viii.26. Ibid, hal. xxv27
. Ibid, hal. vii28. Amin Abdullah dkk, Mencari Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana,2000), hal. 6.
15
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
16/17
kitab Tarikh Filasifah al Islam fi al Masyriq wa al Maghrib bahwa: Al Ghazali
tidak begitu nampak pengaruhnya dalam hal Tasawuf tetapi pengaruh yang besar
adalah dalam hal filsafat.29
F. Kesimpulan.
1. Al-Ghozali adalah ilmuwan sejati yang mampu menguasai bahkan
memadu berbagai ilmu pengetahuan seperti teologi, tasawuf dan filsafat.
2. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian ilmu pengetahuan al-
Ghozali melontarkan anti thesis terhadap teori-teori filsafat yang akan
menghasilkan sintesis.
3. Pasca al-Ghozali filsafat berkembang pesat dan itu bermuara pada
lahirnya berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam.
4. Tokoh filsafat sesudah Al-Ghazali diantaranya Adalah Ibnu
Thufayl, dia seorang filosof, disamping seorang pakar Geografi dan seorang
penyair dari Andalusia, bukunya dalam bidang filsafat yang tekenal yang
sampai di tangan kita adalah tentang kisah Hayy bin Yaqzhan yang
merupakan kisah pertama dalam filsafat dan sasta Arab.
5. Juga tokoh filsafat lainnya yaitu : Ibnu Rusyd, dia seorang dokter
dan alhi fiqh. Kesuksesannya yang paling penting ialah di bidang filsafat,
dalam bidang ini paling tidak ada dua macam kesuksesan yang diraihnya,
yaitu Syarah (penjelasan) Ibnu Rusy terhadap karya Aristoteles, dan bakat
aslinya.
6. Tokoh filsafat berikutnya adalah Ibnu Al-Farabi, yang merupakan
orang pertama yang mengembangkan ide tentang alam semesta, yaitu : -
Makro Antropos ( alam semesta dipolakan pda manusia ), dan Mikro
Antropos ( manusia di gambarkan menurut pola alam semesta ).
7. Kita sebagai Umat Islam harus menyikapi filsafat secara bijak
karena untuk menjadikan Al Islamu yalu wala yula alaihi membutuhkan
metodologi berfikir yang benar (filsafat).
29. Muhammad Luthfi, opcit hal. 68.
16
-
8/3/2019 an Filsafat Pasca Al-ghazali
17/17
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin dkk. 2000. Mencari Islam Studi Islam Dengan Berbagai
Pendekatan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Akbar, Ahmed. 1992. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta:
Erlangga.
Dewan Redaksi Ensikopedi Islam. 1994.Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve.
Dunya, Sulaiman. 2002.Al Haqiqat Pandangan Hidup Imam Al Ghazali.
Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana.
Husayn Ahmad Amin. 2001. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam.Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Luthfi, Muhammad. tt. Tarih Falasifah Al Islam Fil Masyriq wal Maghrib.
Baerut: Al Maktabah Al Ilmiyah
Nasution, Harun. 1984-985.Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI
Press.
Rahman, Fajzlur. 1984.Islam. Bandung: Pustaka.
Sholeh, A. Khudori. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suriasumantri Jujun S. 2005.Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Zainal Abidin, Ahmad H. 1975.Riwayat Hidup Imam al-Ghazali. Jakarta: Bulan
Bintang.
17