an Dana Di Bank Syariah Dapat

download an Dana Di Bank Syariah Dapat

of 28

Transcript of an Dana Di Bank Syariah Dapat

Perhimpunan dana di bank syariah dapat produk syariah berbentuk giro, tabungan atau deposito. Prinsip operasional produk syariah yang diterapkan dalam perhimpunan dana investasi syariah masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah. prinsip wadiah Prinsip ini investasi syariah diterapkan pada produk keuangan syariah giro. Prinsip wadiah yang dipakai adalah wadi ah yad dhamanah karena pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keuangan syariah keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasinya investasi keuangan hukumnya adalah sama dengan qardh, dimanaproduk investasi nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank sebagai pihak yang dipinjami. Hal ini berbeda dengan wadi ah amanah dimana titipaninvestasi syariah jakarta tidak boleh dimanfaatkan. prinsip mudharabah Dalam prinsip investasi keuangan ini, bank sebagai mudharib (pengelola) dan nasabah sebagai shahibul maal (pemilik modal). Dana dari nasabah akan dikelola untuk melakukan pembiayaan murabahah atau mudharabah. Hasil pembiayaansyariah jakarta tersebut dibagi berdasarkan nisbah investasi jakarta yang telah disepakati. Prinsip ini sering digunakan untuk rekening investasi keuangan syariah tabungan atau deposito. Berdasarkan kewenangannya investasi syariah jakarta, prinsip mudharabah ini dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : o o Mudharabah mutlaqah, dimana bank syariah jakartatidak diberikan pembatasan dalam mengelola dan menggunakan dana yang telah dihimpun. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet, dimana nasabah investasi keuangan syariah dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank, seperti persyaratan penggunaan dana untuk bisnis tertentu, akad tertentu atau untuk nasabah tertentu. o Mudharabah Muqayyah off Balance Sheet, dimanainvestasi jakarta pemilik dana langsung ditemukan dengan pelaksana usaha sedangkan bank bertindak sebagai perantara. produk investasi Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya. Temukan semua

Produk Syariah - Investasi Syariah - Keuangan Syariah - Investasi Keuangan - Syariah Jakarta - Produk Investasi - Investasi Keuangan Syariah - Investasi Jakarta - Investasi Syariah Jakarta dan Produk Syariah: Investasi Syariah - Keuangan Syariah & Investasi Keuangan Syariah Jakarta dan 88DB.Com

Tantangan Investasi Syariah di Pasar Modal A. PendahuluanAdalah benar adanya bahwa perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari perkembangan pasar modal. Perkembangan pasar modal di negara-negara maju, termasuk di negara-negara muslim sekalipun, kiranya menuntut untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini menjadi keharusan, selain terkait dengan semakin membesarnya peran pasar modal di dalam memobilisasi dana ke sektor riil, juga disebabkan adanya tuntutan bahwa sekuritas yang diperdagangkan harus selaras dengan syariat Islam. Sependapat dengan hipotesis Fauzi (lihat dalam Achsien, hal. xv, 2003), bahwa masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka di bank komersial, karena bank komersial memberikan return yang relatif kecil, meskipun risikonya juga relatif kecil. Tapi, justru di sinilah masalahnya. Masyarakat yang semakin paham akan pasar keuangan, semakin mengerti akan penilaian dan pengendalian risiko investasi, akan semakin berani memasuki area yang lebih berisiko. Dalam konteks investasi syariah di pasar modal, pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak cukup, hal lain yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam. Dari banyak jenis sekuritas yang ada, beberapa di antaranya telah telah memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya. Yang dikehendaki dari pengenalan prinsip-prinsip keuangan Islami tersebut, terutama tentang bentuk-bentuk kontraknya, adalah baik investor maupun para akademisi nantinya dapat kritis menilai setiap sekuritas yang tersedia, serta tetap konsisten menggunakan sekuritas,reksadana yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, mereka tidak akan menjadi naif, menolak seluruh sekuritas yang ada dengan anggapan sama sekali bertentangan dengan syariah Islam. Tidak lantas pula menerima begitu saja modifikasimodifikasi yang dilakukan tanpa telaah yang dalam secara substansif (Achsien, hal.59, 2003). Pengertian dan Tujuan Investasi Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam Websters New Collegiate Ditionary, kata invest didefinisikan sebagai to make use of for future benefits or advantages and to commit (money) in order to earn a financial return. Kemudian kata investment diartikan sebagai the outley of money use for income or profit. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan (Arifin, 1999). Dan dalam kamus Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta

tidak bergerak yang di harabkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapat (Wirasasmita,1999). Sedangkan pendapat lain investasi di artikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tendelilin,2001). Jadi, pada dasarnya sama yaitu penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Selain itu, investasi berarti mengorbankan dollar sekarang untuk dollar pada masa depan ( Sharpe,1995). Ini berarti adalah penanaman modal saat ini untuk di peroleh mamfaatnya di masa depan. Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada vinancial asset dan investasi pada real asset, Investasi pada financial asset di lakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, Surat berharga pasar uang (SBPU), dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan di pasar Modal, misalnya berupa saham, obligasi, warrant, obsi, dan yang lainnya. Sedangkan investasi pada real asset dapat dilakukan dengan pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan yang lainnya. Sedangkan Tujuan investasi syariah adalah mendapat sejumlah pendapatan keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut Tandelilin (2001) ada beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak merupakan keinginan setiap manusia, sehingga upayaupaya untuk mencapi hal tersebut di masa depan selalu akan di lakukan. b. Mengurangi tekanan inflasi Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindarkan dalam kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko akibat adanya inflasi, hal demikian karena variable inflasi dapat mengereksi seluruh pendapatan yang ada. Investasi dalam sebuah bisnis tertentu dapat dikategorikan sebagai langkah mitigasi yang efektif. c. Sebagai usaha untuk menghemat pajak Di antara negara belahan dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada usaha tertentu. Untuk mencapai tujuan investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspektasi return yang di dapatkan dan juga risiko yang akan dihadapi. Menurut Sharpe (1995), pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan investasi antara lain: 1. menentukan kebijakan investasi pada tahapan ini, investor menentuakan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Di karenakan ada hubungan positif antara risiko dan return, maka hal yang tepat bagi para investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk memperoleh banyak keuntungan saja, tetapi juga memahami bahwa ada kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian. Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko.

2. Analisis sekuritas Pada tahapan ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual atau beberapa kelompok sekuritas. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced). 3. Pembentukan portofolio Pada tahapan ketiga ini adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana yang akan diinvestasikan dan juga menentukanseberapa besar investasi pada tiap aset tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan waktu, dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor. 4. Melakukan revisi portofolio Pada tahapan ini, berkenaan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah sebelumnya. Sejalan dengan waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya yaitu membentuk portofolio baru yang lebih optimal. Motifasi lainnya di sesuaikan dengan preferensi investor tentang resiko dan return itu sendiri. 5. Evaluasi kinerja portofolio Pada tahapan terakhir ini, investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik dalam arti tidak hanya return yang di perhatikan tetapi juga risiko yang di hadapi. Jadi, di perlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko juga standar yang relevan. KATEGORI INVESTOR Para investor dalam dunia pasar modal memiliki preferensi (trend) serta karakter yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan inilah seorang menejer investasi diharuskan memahami dan menganalisis tipikal serta perilaku para investor dalam aktivitas investasi. Secara garis besar tipikal investor terbagi menjadi 2 (dua) macam, tipikal yang berani mengambil risiko (nonrisk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil risiko (nonrisk taker). Risk taker terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. Mereka yang berani mengambil resiko tinggi dengan harapan imbal hasil yang juga relatif tinggi (high risk high return). 2. Mereka yang cukup berani risiko yang moderat dengan imbal hasil yang juga moderat ( medium risk medium return). 3. Mereka yang hanya berani mengambil resiko dalam tingkat yang relatif rendah (low risk low return).

B. Investasi dalam Perspektif Islam Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar. Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha.

Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya. Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT. C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram. 2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi. 3. Keadilan pendistribusian kemakmuran. 4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha. 5. Tidak ada unsur riba, maysir dan gharar (ketidakjelasan).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading. D. Bentuk-bentuk Investasi Syariah 1. Deposito Syariah Dalam operasionalisasi di dunia perbankan, transaksi ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:Kedua belah pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak. 2. Penawaran dan penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.

3. Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya.perjanjian bisa saja berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung ditandatangani.

Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk diinvestasikan

dikelola) dalam kegiatan usaha mudharabah.

Adapun Syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:1. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya. 2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab Hanbali diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu. 3. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang. 4. Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharib. Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencarian dana, yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimanapun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.

Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan 1. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihakpun yang akan memilikinya. 2. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan untuk masingmasing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan. 3. Pemilik dana akan menanggung semua kerugian sebaliknya mudharib tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan tetapi, mudharib harus menanggung kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan dana tersebut.

mudharabah dengan syarat-syarat sebagai berikut:

Jenis usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudaharib

dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha mudharabah adalah sebagai berikut: 1. Bentuk pekerjaan/usaha. Merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut Madzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut. 2. Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan mudharib sperti melarang mudharib agar tidak sukses dalam pencarian laba. 3. Mudharib tidak boleh melanggar hukum islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.

4. Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik dana asalkan syaratsyarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.

Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat

ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.

2. Pasar Modal Syariah Dalam arti sempit pengertian pasar merupakan tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi. Artinya pembeli dan penjual langsung bertemu untuk melakukan transaksi dalam suatu lokasi tertentu. Lokasi atau tempat pertemuan tersebut disebut pasar. Namun dalam arti luas pengertian pasar merupakan tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual, dimana pembeli dan penjual tidak harus bertemu dalam suatu tempat atau bertemu langsung, akan tetapi dapat dilakukan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika. Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia dewasa ini ada dua buah bursa efek yaitu Bursa Fek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.Instrumen Pasar Modal Syariah 1. Saham Syariah

Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hakhak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:1. Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan didirikan. 2. Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar. 3. Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan. 4. Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal ditempatkan.

Prinsip Dasar Saham Syariah 1. Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas. 2. Bersifat mudharabah jika ditawarkan kepada publik.

3. Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak. 4. Prinsip bagi hasil laba-rugi. 5. Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi.

Jenis-jenis Saham

Saham Preferen1. Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi. 2. Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Dividen biasanya dinyatakan dalam persen (%). 3. Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan. 4. Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu aktiva perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa bila terjadi likuidasi. 5. Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.

Saham Biasa1. Hak kontrol: memilih pimpinan perusahaan. 2. Hak menerima pembagian keuntungan. 3. Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.

Saham Treasury1. Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali. 2. Beberapa alasan kenapa ada saham treasury: a. Dapat diberikan sebagai bonus kepada karyawan, b. Meningkatkan perdagangan, sehingga nilai pasar meningkat, c. Mengurangi jumlah saham beredar untuk menaikkan laba per lembar saham, d. Untuk mencegah perusahaan dikuasai oleh perusahaan lain.

Pedoman Syariah 1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi. 2. Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan. 3. Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang. 4. Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas berharga. 5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan, dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis. 6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai per share dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b. Transaksi tunai, harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.

2. Obligasi Syariah

Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan. Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk /jasa yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi.Jenis-jenis Obligasi 1. Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan. 2. Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.

Pedoman Syariah

Tetapi, sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah: 1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. 2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional. 3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram. 4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Peringkat Investment Grade:

1. Memiliki fundamental usaha yang kuat. 2. Memiliki fundamental keuangan yang kuat. 3. Memiliki citra yang baik bagi publik

3. Reksadana Syariah Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah.Pedoman Syariah

Tidak adanya unsur penipuan dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas. E. Jenis Investasi Berdasarkan Syariah 1. Tabungan Bagi Hasil (Mudharabah) Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama. Contoh perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 1 juta sedangkan saldo rata-rata tabungan seluruh nasabah Bank Syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 50 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 50:50 dan pendapatan bank yang dibagihasilkan untuk tabungan sebesar Rp 1 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah sebesar: (Rp 1 juta : Rp 50 juta X Rp 1 juta X 50% = Rp 10.000,00. Sehingga Bapa Huda akan menerima bagi hasil sebesar Rp. 10 ribu rupiah dalam bulan November 2004 atas tabungan saldo rata-rata sebesar Rp. 1 juta. Berbeda dengan bank konvensional yang pendapatan bunganya tetap sepanjang tidak ada perubahan. Bagi hasil yang didapatkan dari bank syariah dapat berubah setiap bulan, tergantung pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari para peminjam. 2. Deposito Bagi Hasil (Mudharabah)

Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya. Contoh ilustrasi perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 10 juta sedangkan saldo rata-rata deposito seluruh nasabah bank syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 500 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 65:35 dan pendapatan bank syariah yang dibagihasilkan untuk deposito sebesar Rp 10 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah: (Rp 10 juta : Rp 500 juta X Rp 10 juta X 65% = Rp 130.000,00.1. Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah)

Investasi khusus adalah suatu bentuk investasi nasabah yang disalurkan langsung kepada pembiayaan tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Perbandingan atau nisbah bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan kesepatan antara bank, nasabah serta penasihat keuangan jika diperlukan (dapat dinegosiasikan). Dana akan diinvestasikan kepada sektor riil yang menguntungkan sesuai keinginan nasabah. Contoh perhitungan bagi hasil; Bapa Huda menginvestasikan dana sebesar Rp 5 juta dengan pilihan untuk pembiayaan kepada pedagang bahan bangunan. Bila pada bulan berikutnya keuntungan investasi yang diterima bank dari pedagang bahan bangunan sebesar Rp 2 juta sementara kesepakatan nisbah antara nasabah dan bank sebesar 65:35, maka bagi hasil yang didapatkan Bapa Huda adalah sebesar: Rp 2 juta X 65% = Rp 1.300.000 Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh deposan investasi khusus dalam hal ini akan sangat bervariasi tergantung dari kinerja dari pedagang yang diberikan pinjaman, dimana ada kemungkinan suatu saat apabila pedagang tersebut mengalami kerugian maka bisa saja kita tidak mendapat bagi hasil alias 0.Investasi Saham Sesuai Syariah di Pasar Modal

Salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka. Cara paling mudah dalam melakukan investasi saham sesuai syariah di BEJ adalah memilih dan membeli jenis saham-saham yang dimasukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII).Reksadana Syariah

Dalam reksadana konvensional, pengaturan atau penempatan portfolio investasi hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan. Sedangkan reksadana syariah selain mempertimbangkan tingkat keuntungan juga harus mempertimbangkan kehalalan suatu produk keuangan. Sebagai contoh bila reksadana syariah ingin menempatkan salah satu jenis investasinya dalam saham, maka saham yang dibeli tersebut harus termasuk perusahaan yang sudah dibolehkan secara syariah. Lebih mudahnya sudah termasuk dalam jenis saham yang ada dalam daftar JII (Jakarta Islamic Index). Demkian juga jenis investasi lainnya seperti obligasi, harus yang menganut sistem syariah.

Manajer investasi reksadana syariah harus memahami investasi dan mampu melakukan kegiatan pengelolan yang sesuai dengan syariah. Untuk itu diperlukan adanya panduan mengenai norma-norma yang harus dipenuhi Manajer Investasi agar investasi dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan praktek riba, gharar dan maysir. Dalam praktek syariah maka Manajer Investasi bertindak sesuai dengan perjanjian atau aqad wakalah. Manajer investasi akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sebagai bukti penyertaan dalam reksadana syariah maka investor akan mendapat unit penyertaan dari reksadana syariah. Resiko dalam Investasi Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu resiko dalam retern. Resiko mempunyai hubungan positif dan linear dengan return yang di harapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar ritern yang di harapkan semakin besar pula resiko yang harus di tanggung oleh seorang investor. Dalam melakukan keputusan investasi, khususnya pada sukuritas saham, return yang di peroleh berasal dari dua sumber, yaitu deviden dan capital gain, sedangkan resiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return saham) yang di peroleh. Jorion (2007), menyetakan resiko sebagai valatility dari suatu hasil yang tidak diekspektasi, secara jeneral, nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup (1998), mengemukakan bahwa risiko adalah penyimpangan dari return yang di harabkan (expected return), sedangkan menurut Jones (1996) resiko adalah kemungkinan pendapatan yang diterima (actual return) dala suatu investasi akan berbeda dengan pendapatan yang di harabkan (expected return). Brigham dan Gapennski (1999), berpendapat bahwa risiko merupakan kemungkinan keuntungan yang di teriama lebih kecil dari keuntungan dari keuntungan yang di harapkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharabkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang di harapkan. Karenanya resiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang diharapkan. Karenanya resiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang di harabkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar deviasi) yang merupakan ukuran untuk resiko total. Menurut tandelilin (2001), dalam analisis tradisional, risiko total dari berbagai aset keuntungan bersumber dari:1. Interest Rate Risk. Resiko yang berasal dari variabilitas return akibat perubahan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga ini berpengaruh negatif terhadap harga sukuritas. 2. Market Risk. Risiko yang berasal variabilitas return karena fluktuasi dalam keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua sukuritas. 3. Inflation Risk. Sustu fsktor ysng mempengaruhi semua sekuritas adalah purchasing power risk. Jika suku bunga naik, maka inflasi juga meningkat, karena lenders membutuhkan tambahan premium inflasi untuk mengganti kerugian purchasing power. 4. Business Risk. Resiko yang ada karena melakukan bisnis pada industri tertentu.

5. Financial Risk. Risiko yang timbul karena penggunaan leverage finansial oleh perusahaan. 6. Liquidity Risk. Risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder tertentu di mana sukuritas di perdagangkan. Suatu investasi jika dapat di beli dan di jual dengan cepat tanpa perubahan harga yang signifikan, maka investasi tersebut dikatakan liquid, demikian sebaliknya. 7. Exchange Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return sekuritas karena fluktuasi karena fluktuasi kurs kurrency. 8. Contry risk. Risiko ini menyangkut politik suatu negara sehingga mengarah pada political risk. Berbeda dengan analisis tradisional, analisis investasi modern membagi resiko total menjadi dua bagian, yaitu resiko sistematis dan resiko tidak sistematis (Husnan, 1998). Risiko yang tidak sistematis adalah resiko yang di sebabkan oleh faktor-faktor pada suatu sukuritas,dan dapat dihilangkan dengan menghilangkan diversivikasi. Sedangkan resiko sistematis adalah risiko yang di sebabkan oleh faktor-faktor makro yang memengaruhi semua sukuritas sehingga tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi, karena sebagian resiko dapat di hilangkan dengan diversifikasi, yaitu risiko tidak sistematis ( Unique risk), maka ukuran resiko dari suatu portovolio bukan lagi standar deviasi (resiko total), tetapi hanya resiko sistematis saja, yaitu resiko yang tidak bisa di hilangkan dengan di versifikasi.

Spekulasi di Pasar Modal Kegiatan spekulasi tidak berbeda dengan kegiatan mengambil resiko (risk taking action) yang biasa di lakukan oleh pelaku bisnis atau investor. Ada yang membedakan spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derajat ketidak pastian yang di hadpapinya. Spekulan berani menghadapi sesuatu yang derajat ketidak pastian tinggi tanpa perhitungan, sedangkan pelaku bisnis (investor) senantiasa menghitung-hitung risiko dengan return yang diterimanya. Spekulan adalah game of change sedangkan bisnis game of skill. Ada beberapa kendala untuk mengembangkan pasar modal syariah, kendala-kendala tersebut (sudarsono, 2003) antara lain: 1. Belum ada ketentuan yang menjadi legitimasi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya undang-undang. Perkembangan Keberadaan pasar modal syariah saat ini merupakan gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih tergantung dari permintaan pelaku pasar yang menginginkan keberadaan pasar modal syariah. 2. Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana di mana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang di syriahkan. Dimana selama ini praktik pasar modal tidak tidak bisa di pisahkan dari riba, maysir, dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal Kesimpulan Tidak dipungkiri, dengan melihat perkembangan industri pasar modal syariah yang masih baru, masih sangat dimungkinkan jika pengaruh cara pandang ekonomi konvensional masih kental terasa. Namun, hal ini tidak seharusnya menjadikan umat dan pelaku pasar muslim bersikap permisif serta tidak kritis untuk menilai ulang fakta yang ada. Sesungguhnya, inilah yang merupakan tantangan bagi konsep dan sistem ekonomi Islam untuk dapat membuktikan diri secara aplikatif mampu menjadi sistem altenatif ekonomi umat.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Achsien (2003), konsep ekonomi konvensional yang sampai saat ini masih kontroversial digunakan di industri keuangan Islam, antara lain penerapan time value of money atau positive time preference serta margin trading, disamping belum adanya variabel benchmarkuntuk menentukan tingkat diskonto (discount rate) dari sekuritas ataupun pembiayaan syariah. Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi. Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan syariah Terlepas apapun polemik tentang Investasi di pasar modal syariah yang terdapat di tengah masyarakat, adalah menjadi tugas bersama untuk memperbaiki, dan bahkan menyusun kembali baik sekuritas, Saham Syariah, di pasar saham ini sesuai dengan prinsip syariah yang sebenarnya, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi umat. Daftar Pustaka Huda Nurul/ Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana.2007.0160. cet.ke-1 Achsien, Iggie H., 2003, Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. Kedua. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2004, Cet. Kedua Hakim, Cecep Maskanul, 2005, Obligasi Syariah di Indonesia: Kendala dan Prospek, Makalah, disampaikan pada kuliah informal Ekonomi Islam, Fakultas Universitas Indonesia, 16 April 2005. Zuhaily, Wahabah, 1989, al Fiqh al Islami wa adillatuhu, Juz 3, Damaskus: Cet. Ketiga

Prospek, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat, dan Strategi Perkembangan Bank Syariah di Indonesia10 Maret 2009 pukul 16:35 | Ditulis dalam Ekonomi Islami | 4 Komentar

Prospek, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat, dan Strategi Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Oleh: Muhammad Surya Perkembangan Bank syariah satu dekade terakhir ini bisa dikatakan cukup menggembirakan. Meskipun kalau kita bandingkan dengan perkembangannya dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, negara kita masih sangat ketinggalam. Banyak sebab yang mendasari hal tersebut terjadi. Dalam kesempatan ini, penulis akan mencoba menjelaskan prospek bank syariah di Indonesia, faktor-faktor pendukung, penghambat dan strategi yang harus dilakukan bank syariah untuk mengembangkan bisnisnya. Prospek Kalau kita coba melihat jumlah penduduk muslim per juli tahun 2008, Indonesia sebenarnya berada diposisi teratas dalam banyaknya jumlah penduduk muslim disusul kemudian oleh Pakistan dan India. Penduduk muslim Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 204 juta jiwa, Pakistan 164 juta jiwa, dan India 153 juta jiwa. Jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi dan menjadi basis yang kuat untuk perkembangan Bank Syariah di Indonesia kedepannya. Tapi sayangnya, hal tersebut belum digarap secara maksimal[1]. Kalau kita coba bandingkan dengan negara tetangga, misalnya malaysia, perkembangan perbankan syariah negara kita masih tertinggal jauh. Malaysia dengan penduduk sebesar 25,27 juta jiwa dengan 15,27 diantaranya berpenduduk muslim, aset sektor perbankan syariahnya per juli 2008 sudah mencapai 141 ringgit malaysia atau setara dengan Rp 394,66 triliun (kalau 1 ringgit = Rp 2800). Nilai itu mencapai hampir 80% dari total aset perbankan malaysia. Bandingkan dengan negara kita yang masih mencapai 43,47 triliun atau sekitar 2,12% dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 2.049,47 Triliun[2]. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti CH Fadjrijah, pertumbuhan industri perbankan syariah terbilang sangat fantastis meski ada sejumlah kendala utama. Perbankan syariah tumbuh rata-rata 30%-40%, jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan perbankan konvensional yang sekitar 12%. Masih menurut beliau, peluang untuk terus bertumbuh tinggi masih bisa berlanjut dengan membiayai berbagai proyek, misalnya: proyek infrastruktur, jalan tol, pertanian, atau monorail[3]. Faktor Penghambat Ada beberapa faktor penghambat perkembangan perbankan syariah di Indonesia, diantaranya[4]: 1. Aturan investasi dan perpajakan masih dinilai mengganjal berkembangnya bisnis syariah; 2. Tahapan birokrasi di level pemerintahan dan hubungan antar departemen terkait. Semisal terkait penggandaan proyek infrastruktur di daerah masih menjadi hambatan investasi syariah;

3. Peraturan untuk membuat iklim investasi di industri syariah masih kurang fleksibel. Aturan yang fleksibel diberlakukan di negara lain seperti Malaysia, Singapura, Cina, dan Jepang yang aktif mengembangkan layanan syariah; 4. Keterbatasan sumber daya manusia yang memahami produk dan sistem syariah. Disektor perbankan syariah saja masih membutuhkan tambahan sumberdaya manusia sebanyak 14.458 orang (selama tahun 2008, perbankan syariah menyerap sdm sebanyak sekitar 8.063 orang. Apabila pangsa pasar perbankan syariah bertumbuh menjadi 5%, maka dibutuhkan sdm sebanyak 22.521 orang. Dengan demikian, masih ada kekurangan atau gap sebanyak 14.458 orang untuk mendorong bisnis perbankan syariah bergulir cepat); 5. Pemahaman masyarakat terhadap bank syariah belum optimal dan menyeluruh. Hal ini mungkin disebabkan karena disseminasi atau sosialisasi masih kurang untuk memaparkan keunggulan produk syariah; 6. Masih ada kesan di sebagian masyarakat bahwa Bank syariah bersifat ekslusif dalam artian bahwa bank syariah hanya ditujukan untuk masyarakat muslim dan melibatkan kaum yang beragama muslim saja. 7. Ada pandangan dari sebagian masyarakat yang memandang bahwa pada umumnya sistem, kegiatan dan produk bank syariah masih mengekor pada bank konvensional. Hal pokok yang menjadi pembedanya hanyalah pada ditiadakannya unsur riba atau bunga yang diharamkan dalam hukum Islam. Salah satu contoh, perbedaan istilah seperti, kalau di bank konvensional ada tabungan dan deposito, maka di bank syariah ada tabungan syariah dan deposito syariah; 8. Menurut Adiwarman Karim ketika menjadi juri dalam penyususn pringkat institusi syariah terbaik tahun 2008 versi Majalah Investor, tidaklah mudah menilai kinerja institusi syariah. Pasalnya, sampai saat ini, banyak perusahaan syariah belum menyajikan data keuangan yang standar, lengkap dan transparan. Beberapa indikator keuanga tidak tercantum di laporan keuangan unit usaha syariah; 9. Masih kurangnya modal yang dimiliki perbankan syariah; 10. Infrastruktur perbankan syariah yang belum memadai; Lembaga arbitrase syariah nasional yang ada sekarang bukan dibentuk oleh pemerintah

11.

tetapi oleh MUI. Hal ini menyebabkan lembaga ini tidak memiliki kewenangan yang mengikat. Lembaga ini tidak memiliki hukum acara sehingga keputusan hukumnya tak bisa dieksekusi dalam tataran normatif. Lembaga ini memang mempunyai wewenang sebagai lembaga penengah dalam menyelesaikan perselisihan. Namun, itu sebatas musyawarah mufakat. Sehingga pihak-pihak yang bersengketa tak bisa dipaksa untuk menaati keputusan lembaga ini. Misalnya, kalau ada orang

yang mendirikan bank syariah tetapi prakteknya bertentangan dengan syariah atau ada non muslim yang membangun bisnis atau bertransaksi berdasarkan sistem syariah lalu mengalami sengketa, lalu siapa yang berhak melakukan pengadilan?[5] Faktor Pendukung Adapun faktor pendukung perkembangan syariah di Indonesia diantaranya[6]: 1. Telah lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Isinya antara lain tentang keharusan melepas (spin off) divisi syariah dalam 15 tahun, atau ketika pangsa pasar syariah mencapai 50%; 2. Diterbitkanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada Agustus 2008; 3. Beroperasinya lembaga-lembaga pendidikan syariah dan pendirian Fakultas Ekonomi Syariah oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencetak sumberdaya manusia untuk mengisi kekurangan sdm di sektor perbankan syariah; 4. Beroperasinya lembaga keuangan hasil joint venture dengan pemodal timur tengah. Hal ini membuka jalan masuknya dana-dana investasi berbasis syariah dari timur tengah; 5. Pertumbuhan indikator keuangan syariah di Indonesia tertinggi dibanding negara lain. Hal ini bisa menjadi modal bagi pertumbuhan yang pesat di masa mendatang. Strategi Untuk menghadapi segala tantangan diatas, perbankan syariah menyusun beberapa strategi, diantaranya: 1. Menetapkan target bisnis syariah tidak hanya terbatas pada masyarakat muslim, tetapi juga masyarakat nonmuslim. Hal ini dilakukan supaya potensi pasar yang digarap semakin luas, berkembang lebih cepat, dan memberi manfaat pada lebih banyak orang[7]; 2. Tidak hanya terpaku hanya pada pola pikir yang mengedepankan masalah halal-haram dan bunga-riba dalam mengenalkan bank syariah kepada masyarakat, tetapi berusaha untuk menonjolkan hal-hal yang lebih universal dan populer di masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari masyarakat Indonesia bukanlah syariah loyalis, tapi masyarakat rasional yang juga memikirkan untung-rugi jika menabung atau meminjam uang di bank syariah. Bagi masyarakat rasional, yang terpenting adalah imbal hasil yang menarik dan keuntungan-keuntungan lainnya, seperti pelayanan yang memuaskan, teknologi yang canggih, keamanan, jaringan yang luas, dan kemudahan akses[8]; 3. Pembuatan iklan dibuat sepopuler mungkin, sehingga bisa dinikmati kalangan luas atau bukan hanya untuk umat Islam yang loyalis. Kalau perlu, istilah-istilah yang berbau bahasa arab, seperti murabahah, mudharabah, dan ijarah diganti dengan bahasa Indonesia seperti jual-beli untuk mengganti murabahah,

bagi hasil untuk mudharabah, atau sewa untuk ijarah. Hal ini dikarenakan mayoritas umat muslim Indonesia masih awam dengan istilah-istilah berbahasa arab tersebut sehingga menyulitkan mereka untuk memahaminya[9]; 4. Melakukan inovasi dalam mengembangan produk perbankan syariah. Jangan hanya mensyahadatkan produk bank konvensional. Salah satu contoh inovasi baru di perbankan syariah adalah produk Share yang dikembangkan oleh Bank Muamalat[10]; 5. Untuk mematuhi UU Nomor 21 Tahun 2008, dimana ada kewajiban Bank untuk memisah alias spin off Unit Usaha Shariah (USS) menjadi bank umum syariah 15 tahun sejak diberlakukannya UU ini atau bila aset USS sudah mencapai minimal 50% dari total nilai aset bank induk, akan memicu bank-bank memburu bank-bank yang lebih kecil untuk dikonversi menjadi bank syariah. Hal ini sudah terjadi, misalnya seperti Bank BRI Tbk yang mengakuisisi Bank Jasa Arta menjadi bank syariah atau Bank Bukopin yang membeli Bank Persyarikatan Indonesia (BPI) yang akan diubah menjadi Bank Bukopin Syariah[11]. 6. Perbankan Syariah harus mampu memenuhi tuntutan nasabah kelas atas[12] dalam hal poduk dan layanan yang prima. Produk semacam ini biasanya disebut dengan istilah seperti wealth management, private banking, atau privillage banking. Nasabah ini harus diperlakukan secara personal dan istimewa. Maksudnya, layanan yang diberikan tidak hanya pada masalah transaksi perbankan saja, tetapi juga dalam masalah nonbank seperti reservasi hotel, pesawat, pengurusan ONH Plus bagi yang ingin naik haji, dan lain-lain. Layanan seperti ini sangat layak untuk dikembangkan karena banyak kalangan atas yang pemahaman agamanya baik, tetapi masih berhubungan dengan bank konvensional lantaran pelayanannya dinilai lebih baik. Mereka bertransaksi dengan perbankan konvensional tanpa mengambil bunga. Yang terpenting bagi mereka adalah mendapat pelayanan prima dan bersifat pribadi. Produk dan layanan seperti ini sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia karena terdapat hampir 3.500 keluarga yang memiliki kekayaan 5-100 juta dolar AS (80% dari keluarga kaya tersebut bertempat tinggal di Jakarta dan 10% tinggal di Surabaya. Sedangkan di Bandung terdapat 167 keluarga memiliki aset 5-20 juta dolar AS dan 8 keluarga memiliki aset 20-100 juta dolar AS). Sangat disayangkan, sebagian besar aset mereka diparkir di luar negeri. Bank syariah yang sudah menjalankan produk ini adalah BNI Syariah Prima[13]. 7. Mengusulkan kepada legislatif untuk membuat kompilasi hukum acara bisnis syariah. Hukum bisnis yang ada sekarang berasal dari hukum dagang Belanda. Hukum ini dibutuhkan untuk mengatasi perselisihan usaha antar lembaga ekonomi syariah terutama perbankan. Selain itu, hukum ini juga diperlukan untuk mengatur berbagai hal termasuk dalam hal kepemilikan dan jual beli. Hukum ini nantinya bisa diatur oleh suatu lembaga peradilan, misalnya peradilan agama. Lembaga ini diperluas perannya untuk mengurusi hukum perbankan dan bisnis syariah. Meskipun demikian, ada suatu kendala dalam penyusunan hukum ini, yaitu sifat hukum fikih yang melandasi praktik bisnis syariah yang bersifat tidak pasti. Ada banyak penafsiran sehingga dibutuhkan banyak masukan dari berbagai ahli ekonomi syariah. Oleh karena itu, perlu dibentuk forum hukum bisnis syariah yang terdiri dari berbagai ahli fikih dan bisnis syariah. Tujuan semua ini adalah supaya hukum fikih dapat dipositifkan di berbagai bidang keuangan syariah terutama perbankan syariah[14]. Sebenarnya masih banyak strategi yang bisa dilakukan, akan tetapi andai saja keenam strategi diatas bisa dijalankan dengan optimal, penulis optimis prospek perkembangan bank syariah di tahun 2009 dan tahun berikutnya akan semakin berkembang pesat.

Kritik Praktek Ekonomi Islam Beberapa pakar ekonomi Islam seperti Dr. Muhammad Nejatullah Siddiqi dan Dr. Mohammad Obaidullah serta pemikir keuangan syariah seperti Pr.Dr. Volker Nienhaus melontarkan kritik terhadap praktek ekonomi Islam saat ini, khususnya di sektor keuangan Islam yang dilakukan oleh mayoritas negara muslim. Kritikan Siddiqi seperti yang tercuplik dalam artikelnya Muhammad Fahim Khan (Islamic Science of Economics: to be or not to be); Most of us have been busy competing with conventional economics on its own terms, demonstrating how Islam favors creation of more wealth, etc. We have had enough of that. It is time to demonstrate how modern man can live a peaceful, satisfying life by shifting to the Islamic paradigm that values human relations above material possessions (more)

Mesir Perkenalkan Aturan Baru SukukFiled under News Ekonomi Islam by Choir on 7 June 2011 at 17:13no comments

Pascarezim Presiden Hosni Mubarak, Pemerintah Mesir kini terus berbenah memperkenalkan keuangan syariah. Guna menggaet investor negara Teluk dan Asia Tenggara, Pemerintah Mesir bakal memperkenalkan aturan baru dalam pembiayaan syariah dan pasar modal syariah, di negara Afrika Utara itu. Dalam laporan keuangan resmi Otoritas Pengawasan Keuangan Mesir (EFSA), Dewan Direksi EFSA mengatakan sedang membahas amandemen undang-undang Pasar Modal Nomor 95 tahun 1992 dan berencana mengatur kembali penerbitan sukuk. (more)

Perkembangan Pasar Modal Syariah Oleh Aziz Budi Setiawan

(Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence) Banyak cara untuk melakukan investasi keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Investasi tersebut dapat dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang berkaitan aktivitas menghasilkan suatu produk, asset maupun jasa. Karena itu, salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah Islam adalah membeli Efek Syariah. Efek Syariah tersebut mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksadana Syariah, Kontrak Investasi Kolektiv Efek Beragun Asset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dengan pemilikan Efek Syariah dapat dilakukan di Pasar Modal baik secara langsung pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan sekunder dibursa. Pasar Modal menjadi alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Sebagaimana dipahami Pasar Modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Sayangnya selama ini pasar modal menjadi wadah ekonomi yang paling banyak menjalankan transaksi yang dilarang seperti bunga (riba),

perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan dan lain-lain. Upaya untuk melakukan Islamisasi pada sektor perputaran modal yang sangat vital bagi perekonomian modern ini semakin gencar. Islamisasi Pasar Modal Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah. Transaksi didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi dipasar modal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh Syariah. Syariah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida). Termasuk dalam pengertian ini: melakukan penawaran palsu (najsy); transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling/baiu maalaisa bimamluk); menjual sesuatu yang belum jelas (baiul madum); pembelian untuk penimbunan efek (ihtikar) dan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang (insider trading). Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak

dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syariah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk non halal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal. Terkait dengan upaya pengembangan pasar modal syariah, hingga saat ini terdapat 6 (enam) Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan industri pasar modal. Fatwa-fatwa tersebut adalah: Fatwa No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Saham; No.20 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah; No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah;No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; dan yang terakhir fatwa No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Bentuk ideal dari pasar modal syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal, yaitu; (a) Emiten (perusahaan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah syariah, keadilan, kehati-hatian dan transparansi; (b) Pelaku pasar (investor) harus memiliki pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal; (c) Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar; (d) Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif dan ekonomis.

Selain itu prinsip-prinsip Syariah juga akan memberikan penekanan (emphasis) pada: (a) Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik; (b) Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh; (c) Adanya mekanisme bagi hasil yang adil baik dalam untung maupun rugi- menurut penyertaan masingmasing pihak; dan (d) Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada emiten maupun investor. Perkembangan Pasar Modal Syariah. Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi Syariah dan juga Reksadana Syariah. Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. Hal ini terlihat dari kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan, yaitu sebesar 46,06% dari Rp.177,78 triliun menjadi Rp.259,66 triliun pada akhir Desember 2004.

Dengan keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 (tujuh) emiten mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sehingga sampai dengan akhir 2004 ini, secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun. Hal ini berarti bahwa jumlah obligasi syariah telah tumbuh sebesar 116,67% dan nilai emisi obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Reksadana syariah juga tumbuh sangat mengesankan, sebelumnya pada tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah yang efektif, kemudian bertambah secara kumulatif menjadi 10 (sepuluh) reksa dana syariah sampai dengan akhir 2004. Bapepam juga telah membentuk unit khusus yang membawahi pengembangan kebijakan pasar modal syariah pada Oktober 2004 yang lalu. Pembentukan unit khusus ini dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah serta melihat tantangan yang semakin besar untuk mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah yang semakin berkembang. Meki pasar modal syariah awalnya adalah ironi, karena Equity Fund pertama (the Amana Fund) didirikan Juni 1986 oleh the North American Islamic Trust dan Dow Jones Islamic Market Index (DJIM) diluncurkan Februari 1999 oleh Dow Jones Indexes berada di negeri kapitalis AS, tetapi sekarang ia menjadi keniscayaan dan tanggungjawab kita untuk mengelola dan mengawalnya.

Agar tidak menjadi trojan yang dikendarai kapitalisme global. Wallahu alam bishawab.(Artikel ini pernah di publikasi di Kolom Majalah Hidayatullah, Mei 2005)

Seiring dengan pesatnya perkembangan perbankansyariah tanah air, inovasi produk sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari nasabah. Dimana hal ini harus disiapkan oleh industri perbankan syariah. Jika tidak, fungsi dasar Bank Syariah di awal sebagai rahmatan lilalamin tidak akan tercapai. Karena hitthoh berdirinya perbankan syariahdi tanah air adalah salah satunya untuk menjadi rahmat bagi semesta, tidak hanya bagi umat muslim, akan tetapi untuk seluruh manusia, apapun itu agamanya. Hal kedua yang menjadi hitthoh berdirinya banksyariah adalah supaya produk-produk yang ada di bank syariah bisa link langsung untuk tujuan sector riil. Karena permasalahan yang ada di konvensional jangan sampai terjadi di industri perbankan syariah yang mana kebanyakan dana mereka lari ke pasarderivative yang secara otomatis tidak digunakan untuk sector riil akan tetapi lebih kepada mencari keuntungan dari aksi spekulasi yang mereka kerjakan. Dimana sudah kita ketahui semua bahwasanya spekulasi sangat dilarang dalam Islam. Hal ketiga yang menjadi hitthoh munculnya industri perbankan syariah adalah menjauhi riba dari setiap transaksi yang dilakukan, dimana hal tersebut sudah lumrah terjadi di industri perbankan konvensional. Hal ini sangat bertentangan dengan ajarah syariah dimana konsep riba ini telah menjadikan system ekonomi moneter menjadi tidak stabil. Dan konsep orang kaya tambah kaya, orang miskin tambah miskin sangat subur dimana-mana, seakan-akan tidak ada celah bagi yang tidak berduit untuk maju dikarenakan kebanyakan dana yang ada larinya ke sector yang tidak mendukung perkembangan ekonomi riil. Dukungan Regulator Karena industri perbankan syariah terus berkembang, dan perlunya inovasi akad untuk menjawab setiap kebutuhan dari nasabah, maka Bank Indonesia dari Direktorat Perbankan Syariah telah berinisiatif mengumpulkan para decision maker yang terkait untuk memajukan pasar uang syariah tanah air. Baik itu dari pihak pemerintah yang dalam hal ini didukung oleh Kementerian Keuangan, dan juga dari pembuat fatwa yaitu diwakili oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dari akademisi diwaliki oleh Drs. Agustianto, MA, dan pemain pasar uang syariah di setiap individu bank yang diwakili oleh tim treasury department perbankan syariah (Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Shariah, dll). Hal ini dirasa sangat perlu mendengar pendapat di setiap pihak yang terkait dalam pengembangan pasar uang syariah dimana diskusi ini disebut sebagai Focus Group Discussion. Dikarenakan tumbuhnya asset perbankan syariah di tanah air ini, konsep pengelolaan asset dan liability (aktifa dan pasiva) sangat berperan penting dalam kemajuan sector perbankan syariah. Dimana yang sudah kita ketahui, mismatch yang ada di perbankan syariah dimana asset mereka sifatnya jangka panjang dan tidak mudah dikonversikan ke tunai. Sedangkan di sisi passiva sifatnya jangka pendek dan nasabah bisa mengambilnya kapan saja membuat bank syariah mau tidak mau harus memiliki instrumen pendukung untuk mengelola dua kolom yang berbeda ini. Jika tidak, kondisi perbankan syariah akan mengalami permasalahan dalam kelebihan liquiditas maupun kekurangan liquiditas.

Jika kelebihan liquitias, untuk mencapai keuntungan yang maksimal, maka seharusnya pihak bank yang diwakili oleh treasury department harus mencari akal agar kelebihan likuiditas ini bisa diinvestasikan di tempat lain. Sebaliknya, jika mereka kekurangan liquiditas, maka mereka harus mencari tempat untuk menutupi kekurangan tunai mereka agar bagaimana supaya tidak terjadi bank run dan pihak DPK tidak khawatir ketika mereka ingin mengambil tunai, bank syariah selalu siap menyediakan setiap kebutuhan tunai yang dilakukan oleh nasabah. Instrumen Pasar Uang Syariah Dari hasil diskusi kemarin yang dilaksanakan di Hotel Hyatt Regency Bandung (yang mana saya juga ikut andil didalamnya), kebanyakan instrumen yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah adalah REPO. Dimana hal ini sudah biasa digunakan dalam industri perbankan konvensional. REPO (repurchase agreement) adalah instrument yang biasa dipakai di bank konvensional baik ketika kekurangan likuiditas maupun kelebihan. Sertifikat ini dijual dalam diskon (contoh nominal value-nya adalah 1000, bisa dijual dengan 910, 950 dll tergantung jangka waktu yang ditawarkan) dan 1 atau 3 bulan kemudian, tergantung pada kebutuhan bank, maka sertifikat ini akan dijual kembali dengan nominal value-nya. Hal ini dilarang dalam syariah yang didalamnya ada unsur riba karena penghitungannya berdasarkan time value of money. Sedangkan di industri perbankan syariah, hal yang sudah dilakukan adalah REPO syariah. Akan tetapi hal ini menurut saya bermasalah, jikalau menggunakan konsep yang dilakukan sistem konvensional, tinggal menambahkan kata syariah didalamnya. Fatwa DSN-MUI No. 78 juga telah memberikan salah satu solusi untuk transaksi money market antar bank dengan SIMA-nya. Baik dengan akad mudharabah ataupun wakalah. Akan tetapi, menurut penulis fatwa ini belum spesifik, karena masik banyak instrumen lain yang bisa dilakukan oleh bank syariah untuk memenuhi pengelolaan likuiditasnya. Oleh sebab itu, perlunya inovasi akad demi memenuhi kebutuhan industri perbankan syariah di tanah air. Dalam Fokus Group Discussion (FGD) kemarin, telah ditemukan beberapa solusi yang bisa dijadikan alternatif oleh perbankan syariah untuk pengelolaan asset dan liability mereka. Inovasi Akad Dalam Pasar Uang Syariah Nature dari akad sendiri dalam syariah pada dasarnya adalah mubah atau diperbolehkan. Jadi, jika tidak terdapat larangan dalam syariah, maka akad itu bisa diaplikasikan dalam industri perbankan syariah terkhusus untuk instrumen keuangan syariah. Kalau kita baca kembali buku-buku klasik, banyak sekali terdapat akad-akad mungkin dalam pandangan beberapa ahli syariah tanah air ini tidak mungkin, akan tetapi hal itu pernah terjadi dalam abad sebelumnya. Contoh, akad sale and buy back agreement, didalam kumpulan undang-udang muamalah yang dibuat oleh Imam Hanafi didalam bukunya Majallatul Ahkam Al-Adliyyah disana disebutkan konsep bay wafa. Dimana akad ini menjelaskan diperbolehkannya akad jual dan beli kembali dimana hal ini dibutuhkan karena kemajuan zaman yang terus menuntut pelaku pasar untuk inovasi. Meskipun untuk detailnya penulis tidak bisa menjelaskan dalam tulisan ini, karena bisa bisa menjadi sebuah paper dan butuh telaah yang lebih jauh. Hal lain yang bisa kita inovasi adalah bagaimana menyelesaikan solusi risiko valas. Banyak instrumen yang bisa ditawarkan dalam pengamanan posisi (hedging) baik itu, Islamic Swap, Islamic Currency Swap, Islamic Cross Currency Swap, Islamic Derivative (Islamic Forward, Islamic Futures dan Islamic Option). Akan tetapi, produk ini

masih menjadi debatable di dunia international, akan tetapi beberapa Negara telah membolehkan pemberlakuan transaksi ini dengan memberikan guidelines-guidelines supaya terhindar dari spekulasi. Salah satu yang disyaratkan oleh beberapa organisasi internasional adalah, transaksi yang berlaku harus bertujuan untuk hedging, bukan spekulasi, kedua transaksi yang dilakukan harus riil, ketiga transaksi tersebut harus terjadi perpindahan kepemilikan, dan lain-lain. Ada yang menyebutkan sampai 12 parameter yang harus diikuti untuk melakukan transaksi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu disini. Hal lain yang bisa dilakukan oleh industri perbankan syariah adalah Islamic Securitization (sekuritisasi syariah). Hal ini sangat diperlukan dikarenakan pada saat bank syariah butuh injeksi likuiditas, asset-aset bank shariah yang sifatnya fix payment (murabahah dan ijarah) bisa dikumpulkan sebagiannya (pool of asset) dan disekuritisasi melalui SPV dan bisa dijual kepada investor tergantung pada besaran nilai yang dibutuhkan oleh bank untuk pengelolaan assetnya. Meskipun hal ini masih perlu pendalaman lebih lanjut bagaimana mekanisme yang digunakan dan apa akad-akad yang bisa dipakai. Maka dari itu, perlunya bagi Bank Indonesia untuk membentuk tim research yang mana terdiri dari ahli-ahli syariah dan pasar uang syariah supaya hal ini bisa diaplikasikan dimasa mendatang. Oleh karena itu, selain tim ini, penulis rasa Bank Indonesia harus Moving Forward sekarang ini dengan membuat tim Ahli Syariah di lembaga yang mempunyai otoritas tertinggi di industri perbankan syariah tanah air ini untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Sukuk, Sebagai Salah Satu Instrumen Pasar Uang Syariah Sebagaimana yang kita ketahui, perkembangan sukuk tanah air semenjak diterbitkannya obligasi syariah pada tahun 2002 oleh Indosat. Perkembangan penerbitan Sukuk terus mengalami perkembangan yang sangat baik. Sehingga undang-undang sukuk pada tahun 2008 disahkan oleh DPR dikarenakan tuntutan investor baik dalam negeri maupun luar negeri demi menjamin investasi mereka. Sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu/undivided share)) atas: 1) aset berwujud tertentu (ayan maujudat); 2) nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; 3) jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada; 4) aset proyek tertentu (maujudat masyru muayyan); dan/atau kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah). (BAPEPAM-LK) Salah satu hasil diskusi FGD kemarin adalah, pihak industri keuangan syariah mengusulkan supaya instrumen sukuk bisa dimasukkan dalam FDR (financing to deposit ratio). Akan tetapi hal ini dibantah oleh sebagian bahwasanya jikalau hal ini bisa dimasukkan, maka bank syariah akan keluar dari hittoh-nya yakni lembaga yang focus ke industri riil. Terlepas dari masalah masuk dalam FDR atau tidak. Akan tetapi sukuk bisa dijadikan sebagai salah satu instrumen pasar uang di lembaga keuangan syariah. Karena asset yang ada diperbankan syariah bisa dijadikan sebagai pool of

asset yang bisa disekuritisasi dan diperdagangkan oleh antar bank syariah sebagai instrumen asset liability management. Penutup Demi menjadikan bank syariah tanah air attraktif oleh investor luar, maka masih banyak yang harus dikaji baik dari segi akad, shariah compliant, dan applicability dari produk yang ditawarkan. Oleh sebab itu, tujuan dari Focus Group Discussion kemarin adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih terjadi saat ini. Tulisan di atas sebenarnya masih terlalu singkat untuk membahas konsep pasar uang syariah. Kalau kita bandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, mereka lebih advance dalam pengembangan instrumen ini, dari Tahun 1994 memperkenalkan Islamic Interbank Money Market (IIMM), 1996 implementasi dari Mudharabah Interbank Investment (MII), 1999 Mengenalkan Bai Al-Inah Funding (last resort funding facility Oleh BNM untuk melindungi posisi Bank syariah yang deficit.), tahun 2000 Mengenalkan Bank Negara Negotiable Notes (BNNN) Berdasarkan Bai al-Inah, tahun 2001 memperkenalkan Government Investment Issue (GII) memakai akad Bai alInah. Tahun 2002 wadiah acceptance di perkenalkan, dan BNM mengeluarkan petunjuk Notes di Sell and Buy Back Agreement (SBBA), tahun 2004 memperkenalkan Malaysian Islamic Treasury Bills (MITB) yang pertama, tahun 2005 Menerbitkan Profit-Based GII yang pertama, tahun 2006 Penerbitan perdana Sukuk Bank Negara Malaysia Ijarah (SBNMI), 2009-2010 kemarin mereka memperkenalkan konsep Bursa Suq Al-Sila menggunakan akad komoditi murabahah. Dari sejarah di atas, bisa kita lihat bahwasanya mereka terus melakukan inovasi akad dalam pengembangan pasar uang syariah. Disisi lain, mereka juga memiliki tim ahli syariah yang mengerjakan konsep per konsep sehingga terjadilah perkembangan produk yang sangat baik. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebaiknya memiliki tim untuk mengerjakan hal yang seperti ini demi menuju perbankan syariah yang diakui baik didalam maupun diluar negeri. Wallahu alam bis shawab Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin Penulis adalah Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES Sumber : PKES Interaktif