Aml

8
AML: manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, kriteria diagnosis, prognosis A. MANIFESTASI KLINIS LEUKIMIA AKUT 1. Gejala klinik Gejala klinik leukimia akut sangat bervariasi, namun pada umumya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukimia akut dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yakni: a) Gejala kegagalan sumsum tulang, yang ditandai oleh Anemia, menimbulkan gejala pucat dan lemah Netropenia, menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit saluran napas dan sepsis hingga syok septik Trombositopenia, menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit, perdarahan mukosa seperti pada gusi, dan epistaksis b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh: Kaheksia Keringat malam Hiperurikemua yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal c) Infiltrasi ke dalam organ yang menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti: Nyeri tulang dan nyeri sternum

description

tipus AML

Transcript of Aml

Page 1: Aml

AML: manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, kriteria diagnosis, prognosis

A. MANIFESTASI KLINIS LEUKIMIA AKUT

1. Gejala klinik

Gejala klinik leukimia akut sangat bervariasi, namun pada umumya timbul cepat,

dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukimia akut dapat digolongkan

menjadi tiga golongan besar, yakni:

a) Gejala kegagalan sumsum tulang, yang ditandai oleh

Anemia, menimbulkan gejala pucat dan lemah

Netropenia, menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi

rongga mulut, tenggorok, kulit saluran napas dan sepsis hingga syok

septik

Trombositopenia, menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit,

perdarahan mukosa seperti pada gusi, dan epistaksis

b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:

Kaheksia

Keringat malam

Hiperurikemua yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

c) Infiltrasi ke dalam organ yang menimbulkan organomegali dan gejala lain

seperti:

Nyeri tulang dan nyeri sternum

Limfadenopati superfisial

Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan

Hipetrofi gusi dan infiltrasi kulit

Sindrom meningeal seperti nyeri kepala, mual muntah, mata kabur,

kaku kuduk

Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:

Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/uL. Penderita dengan

leukostasis serebral ditandai dengan sakit kepala, confusion, dan

Page 2: Aml

gangguan visual. Pada pulmoner ditandai dengan sesai napas, takipneu

ronkhi dan adanya infiltrat pada foto rontgen

Koagulopati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih

sering dijumpai pada leukimia promielositik akut. DIC juga dapat

timbul pada saat pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen

induksi remisi

Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan

batu ginjal

(Bakta, 2006)

Sindrom kegagalan sumsum tulang meliputi rasa lelah yang disebabkan

anemia, perdarahan karena trombositopenia dan infeksi yang disebabkan

leukimia. Perdarahan biasanya ditemukan sebagai petekie atau purpura pada

ekstremitas bawah, selain dari perdarahan gusi, epistaksis dan retina. Infeksi

sering terjadi pada tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah perirektal. Infiltrasi

sel blast ke kulit akan menimbulkan leukimia kutis berupa benjolan tidak

berpigmen tanpa rasa sakit, ke jaringan lunak akan menyebabkan nodul di

bawah kulit (kloroma), ke tulang akan menyebabkan nyeri tulang, dan ke gusi

dapat menimbulkan pembengkakan gusi ( Callistania dan Mulansari, 2014).

B. DIAGNOSIS AML

Secara klasik diagnosis AML ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi

sel dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua dekade yang

lalu berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru immunophenotyping dan analisis

sitogenetik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia

gabungan ahli hematologi Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976

menetapkan klasifikasi AML yang terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai dengan M7,

Tabel 2). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (French American

British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar AML.

Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien AML adalah Sudan Black B (SBB)

dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan

hasil positif pada pasien AML tipe M1, M2, M3, M4 dan M6.

Page 3: Aml

Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu teknik pengecatan modern yang

dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibodi. Diketahui bahwa permukaan

membran sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda tergantung dari

jenis dan tingkat diferensiasi sel-sel darah tersebut. Sebagai contoh sel limfosit

mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel granulosit maupun sel trombosit

dan eritrosit. Demikian pula limfosit B mempunyai ekspresi antigen yang berbeda

dengan limfosit T. Selain itu sel-sel blast mengekspresikan antigen yang berbeda

dengan sel-sel leukosit yang lebih matur seperti promielosit dan mielosit. Bila antigen

yang terdapat di permukaan membran sel tersebut dapat diidentifikasi dengan antibodi

yang spesifik, maka akan dapat dilakukan identifikasi jenis sel dan tingkat

maturitasnya yang lebih akurat. Identifikasi sel dengan teknik immunophenotyping

biasanya diberi label CD (cluster of differentiation). Saat ini terdapat lebih dari 200

CD yang menjadi penanda berbagai jenis dan tingkat maturitas sel-sel darah. Selain

berftrngsi sebagai alat diagnosis, teknik immunophenotyping juga mempunyai nilai

prognostik dan terapi. Sebagai contoh, pasien AML yang mengekspresikan CD7

mempunyai prognosis yang jelek sedang pasien AML yang mengekspresikan CD2

mempunyai prognosis yang lebih baik. Saat ini juga sedang dikembangkan terapi

antibodiyang secara spesifik mempunyai target terapi CD33, gemtuzumab

osagamicin, yang diindikasikan bagi pasien AML usia lanjut yang mengekspresikan

CD33.

Analisis sitogenetik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960 dan

berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat 2 kelainan dasar sitogenetik

pada AML: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom

dan kelainan menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau

bertambahnya materi kromosom. Kelainan pertama dapat berupa kehilangan sebagian

dari materi kromosom (delesi/ del) atau hilangnya satu materi kromosom secara utuh

(monosomi). Penambahan materi kromosom juga dapat bersifat sebagian (duplikasi/d)

atau bertambahnya satu atau lebih materi kromosom secara utuh (trisomi, tetrasomi).

Kelainan kedua berupa perubahan kromosom seimbang dalam bentuk perubahan

resiprokal antara dua atau lebih kromosom (translokasi/t) atau perubahan pada

berbagai bagian dalam satu kromosom (inversi/ inv). Kelainan sitogenetik t(8,21),

t(15,17), inv (16)/t dan translokasi 11q23 merupakan kelainan sitogenetik yang

dijumpai pada 21%-28% pasien AML dewasa. Kelainan sitogenetik lain yang

dijumpai dalam jumlah cukup signifikan pada pasien AML adalah trisomi, delesi dan

Page 4: Aml

kelainan karyotype yang kompleks (mempunyai kelainan sitogenetik 3 atau lebih).

Kelainan sitogenetik pada pasien AML mempunyai nilai prognostik. Pasien dengan

kelainan sitogenetik: t (15;17), inv (16), t (16;16) atau del (16q) dan t(8;21) yang tidak

disertai del(9q) atau kelainan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang

baik (favourable); pasien dengan kelainan sitogenetik +8, -Y, +6, del (12p) atau

karyotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang (intermediate), sedangkan

pasien dengan kelainan sitogenetik-5 atau del (5q),-7 atau del (7q), inv (3q), del (9q),

t(9;22) dan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang buruk

(unfavourable). Profil kelainan sitogenetik pada pasien AML juga mempunyai

implikasi terhadap terapi sebab dewasa ini, meskipun masih kontroversial, telah

dikembangkan strategiterapi pada pasien AML berdasarkan profil sitogenetik pasien

(lihat terapi).

Berdasarkan profil kelainan sitogetik pasien, WHO mengajukan usulan perubahan

klasifikasi AML, yang telah diadopsi di banyak negara (tabel 1).

Klasifikasi WHO untuk AML

Klasifikasi Penjelasan1. AML dengan translokasi sitogenetik rekuren

a. AML dengan t(8;21)(q22;q22), AML1 (CBFa)/ ETOb. APL dengan 15;17)(q22;q11 -12) dan varian-variannya. PMLRARα AML dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)(p13q22)atau t(16;16)(p13;q1), CBFβ/MHY11

c. AML dengan abnormalitas 11q23 (MLL)

2. AML dengan multilineage dysplasia

a. Dengan sindrom myelodisplasiab. Tanpa sindrom myelodisplasia

3. AML dan sindroma myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi

a. akibat obat alkilasib. akibat epipodofilotoksin (beberapa merupakan

kelainan limfoid)c. tipe lain

4. AML yang tidak terspesifikasi

a. AML diferensiasi minimalb. AML tanpa maturasic. AML dengan maturasid. AML dengan diferensiasi monositike. Leukemia monositik akutf. Leukemia eritroid akutg. Leukemia megakariositik akuth. Leukemia basofilik akuti. Panmielosis akut dengan mielofibrosis

Page 5: Aml

Pada tabel 2 dapat

dilihat kesepadanan diagnosis AML berdasarkan klasifikasi FAB dan analisis

sitogenetik.

Subtipe

FAB

Nama Umum

(% kasus)

Translokasi

dan

penyusunan

kembali (%

kasus)

Gen yang

terlibat

C. PROGNOSIS

Dengan kemoterapi standar, 30-35% pasien berusia <60 tahun dapat bertahan hidup

hingga 5 tahun. Angka ini sangat berbeda dengan pasien >60 tahun yakni hanya

<10%. Selain usia lanjut, terdapatnya kelainan hematologi sebelumnya (paling sering

mielodisplastic syndrome) dan leukopenia daat diagnosis ditegakkan juga merupakan

faktor prognosis yang buruk. Hasil sitogenik sumsum tulang belakang juga

menentukan prognosis. Dengan translokasi t(821) t(15,17), inversi 16 memiliki

prognosis yang paling baik (angka kesintasan jangka panjang sekitar 65%) vs 25%

Page 6: Aml

pada pasien dengan sitogenik normal vs <10% pada pasien dengan -7/-5 (delesi),

t(6,9) ( Callistania dan Mulansari, 2014).

Bakta IM. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

Callistania C dan Mulansari NA. 2014. Leukimia Mielositik Akut, dalam Kapita Selekta Kedokteran. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA ed. Edisi IV, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, pp 664-665