ami case CK

39
Case Report Session TRAUMA KAPITIS Disusun Oleh: Preseptor BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2015

description

hhh

Transcript of ami case CK

Page 1: ami case CK

Case Report Session

TRAUMA KAPITIS

Disusun Oleh:

Preseptor

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: ami case CK

BAB I

TRAUMA KAPITIS

2.1. Pengertian Trauma kapitis

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang

menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau

gangguan fungsional jaringan otak.1 Menurut Brain Injury Association of America,

trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat

mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2

Statistik negara-negara maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup

26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seorang tidak bisa

bekerja lebih dari satu hari. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada

kematian menyangkut trauma kapitis. Selain itu trauma kapitis juga dapat terjadi

dikarenakan pukulan atau jatuh. Pada kecelakaan lalu lintas, biasanya kepala yang

bergerak terbentur atau terpelanting pada benda yang diam. Kepala yang diam yang

dibentur oleh benda yang bergerak terjadi bila kepala tertimpa sesuatu atau dipukul.3

2.2. Kareteristik Penderita Trauma kapitis

2.2.1. Jenis Kelamin

Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak

mengalami trauma kapitis dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan

hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena

terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kapitis adalah 3,4:1.3

Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma

kapitis 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan.4

Page 3: ami case CK

2.2.2. Umur

Resiko trauma kapitis adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan

karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan

kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab.3 Menurut Brain Injury Association of

America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0

sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun. 4

2.3. Klasifikasi Trauma Kapitis 5,6

Berdasarkan ATLS (2004), trauma kapitis diklasifikasikan dalam berbagai

aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,

beratnya cedera, dan morfologi.

2.3.1. Berdasarkan Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul

biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda

tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2.3.2. Berdasarkan Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi

beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya

secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total

sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid

dan membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama

dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera

otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-

13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15

dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

Page 4: ami case CK

Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari

Traumatic Brain Injury yaitu:

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Ringan

Kehilangan kesadaran < 20 menit

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13 – 15

Sedang

Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36 jam

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari

GCS = 9 - 12

Berat

Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3 – 8

2.3.3 Berdasarkan Morfologi

a) Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk

garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur

dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone

window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar

tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit

kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur

tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi

cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut:

a. Gambaran fraktur, dibedakan atas:

Linier

Diastase

Comminuted

Depressed

Page 5: ami case CK

b. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

Basis cranii ( dasar tengkorak )

c. Keadaan luka, dibedakan atas :

Terbuka

Tertutup

b) Komosio serebri

Komosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung

tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai keruakan jaringan

otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin munth, tampak pucat.

Vertigo dan muntah disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat di

dalam batang otak. Pada komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrogard,

yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya keelakaan.

Amnesia ini timbul kibat terhapusnya rekaman kejdian antaranya di daerah lobus

temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat ialah foto tengkorak, EEG dan

pemeriksaan memori. Terapinya simptomatis dengan mobilisasi secepatnya setelah

keluhan-keluhan menghilang.6

c) Luka memar (kontosio)

Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam

jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-

neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada kontusio terjadi kerusakan jaringan

subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan

sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka

memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada

ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat

terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada

kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut

edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran.

Pada pemeriksaan neurologic pada kontusio ringan mungkin tidk dijumpai

kelainan neurologic yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio

Page 6: ami case CK

serebri dengan penurunan kesadaran yang berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan

dapat atau tidak jumpai deficit neurologic. Pada kontusio serebri yang berlangsung

lebih dari 6 jam penurunan kesadarannya, biasanya selalu disertai dengan defisit

neurologic yang jelas.6

d) Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau

runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam

dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi

kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada

kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada

penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.

e) Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini

bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan

subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

f) Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi

sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada

kranial terlepas setelah kecederaan.

2.4. Perdarahan Intrakranial 5,6

2.4.1. Perdarahan Epidural

Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Perdarahan

ini lebih sering teradi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea

media robek. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa

terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting mungkin

penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,

penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian

kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini disebut

interval lusid. Pada pemeriksaaan kepala biasanya ditemukan tempat benturan yang

membengkak dan nyeri, juga disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin

Page 7: ami case CK

terjadi hemiparese kontralateral. Pada sisi kontralateral dari benturan, timbul gejala-

gejala tergangunya traktus kortikospinalis, misalnya reflex tendo tinggi, reflex

patologik positif dan papilla nervi optisi dapat menjadi sembab. Perdarahan epidural

di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan

kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. Diagnosis harus

ditegakkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan pasien harus segera di operasi

untuk mengeluaran hematoma nya, diikuti pengikatan cabang arteri yang robek. Bila

tidak mendapat pertolongan, pasien dengan perdaraan epidural yang progresif akan

meninggal akibat tekanan intrakranial yang meninggi, dalam waktu beberapa hari.6

2.4.2. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang

biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena

jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam

duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan yang besar akan

menimbukan gejala-gejala akut menyerupai hematom epidural. Perdarahan yang tidak

terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang

membentuk kapsula.

Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan

menggembung, memberikan gejala-gejala seperti tumor serebri karena tekanan

intracranial yang berangsur meningkat. Gejala-gejala ini ialah nyeri kepala progresif,

tajam penglihatan mundur aibat edema papil, tanda-tanda deisit neurologis daerah

otak yang tertekan. Gejala-gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-

bulan setelah terjadinya trauma kepala.6Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian

yaitu:

a) Perdarahan subdural akut

- Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang

lambat, serta gelisah.

- Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

- Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera

batang otak.

Page 8: ami case CK

b) Perdarahan subdural subakut

- Perdarahan subdural subakut, biasanya tpai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan

dengan kontusio serebri yang agak berat.

- Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

c) Perdarahan subdural kronis

- Terjadi karena luka ringan.

- Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.

- Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara

pelan-pelan ia meluas.

- Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

- Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.

2.4.3. Perdarahan Subaraknoidal Traumatik

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan

otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid, karena robeknya pembuluh-

pembuluh darah di dlamnya. Bila perdarahan agak besar dan terjadi lebih dekat ke

basis serebri, dapat timbul kaku tengkuk. Pada trauma kapitis yang berat dapat timbul

campuran kontusio serebri dan perdarahan subraknoidal. Pemerikaan dan perawata

sama seperti pada kontusio serebri.6

2.4.4. Perdarahan Intraventrikular

Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel

otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan

intraserebral.

2.4.5. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di

mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini

dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto,

2008).

2.5. Gejala Klinis Trauma kapitis5,6,7

2.5.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

Page 9: ami case CK

1. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)

2. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

3. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

4. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

5. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

2.5.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis ringan;

1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

3. Mual atau dan muntah.

4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

5. Perubahan keperibadian diri.

6. Letargik.

2.5.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis berat;

1. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun

atau meningkat.

2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

4. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal

ekstrimitas.

2.6. Penyebab Trauma kapitis

2.6.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kapitis adalah seperti

translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala

bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat

searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi)

pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah

secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok

maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba

mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.

Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial.1

Page 10: ami case CK

2.6.2. Penyebab Trauma kapitis2,6

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kapitis

adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena

disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11%

dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kapitis.

Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma

kapitis yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah

penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kapitis mencatat sebanyak 7,1 per100.000

populasi di Amerika Serikat. Penyebab utama terjadinya trauma kapitis adalah seperti

berikut:

1. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan

kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau

kecederaan kepada pengguna jalan raya.

2. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah

dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun

sesudah sampai ke tanah.

3. Kekerasan

Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan

seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau

menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

2.7. Indikasi CT –Scan pada Trauma kapitis

CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut

360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto

akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara

menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-

penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis

akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan

tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.1

Page 11: ami case CK

Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kapitis adalah seperti

berikut:

1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kapitis sedang dan

berat.

2. Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak.

3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.

4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.

5. Sakit kepala yang hebat.

6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak.

7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.

Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma

kapitisjika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk

melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti

dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma

Glasgow) <14.6

2.8 Penatalaksanaan Cidera Kepala7

2.8.1 Survey Primer

- Jalan napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus

diimobilisasi dalam posisi netral mengguakan stiffneck collar, head block, dan diikat

pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal.

- Pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, memperhatikan

kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan

auskultasi bunyi napas di kedua aksila.

- Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonik, seperti Ringer Laktat atau

Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus

dipertimbangkan.

- Defisit neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran

dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS.

Page 12: ami case CK

- Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga semua luka

dapat terlihat. Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat,

maupun pemberian cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 39°C)

2.8.2 Survey Sekunder

Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cidera. Bila

telah dipastikan penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas,

pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka

yang dialami akibat cedera disertai observasi tanda vital dan defisit neurologis. Selain

itu, pemakaian penyangga leher diindikasikan jika:

- Trauma kapitis berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher.

- Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher

- Rasa baal pada lengan

- Gangguan keseimbangan atau berjalan

- Kelemahan umum

Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:

- Penurunan kesadaran (menurut Glasgow coma scale) dari observasi awal;

- Gangguan daya ingat;

- Nyeri kepala hebat;

- Mual dan muntah;

- Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, refleks patologis);

- Fraktur melalui foto kepala maupun CT Scan;

- Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT Scan;

maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan

perawatannya di rumah. Namun bila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24

jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status

trauma kapitis yang dialami menjadi trauma kapitis sedang atau berat dengan

penanganan yang berbeda.

Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum

penderita diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat

langsung dibawa kembali ke rumah sakit.

Page 13: ami case CK

Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom

subdural (SDH), maka indikasi bedah adalah:

- Indikasi bedah pada EDH

o EDH simptomatik

o EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm

o EDH pada pasien pediatri

- Indikasi bedah pada SDH

o SDH simptomatik

o SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5mm pada pediatric

2.9 Prognosis7

Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-24 jam setelah trauma, prognosisnya

lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.

4.

Page 14: ami case CK

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. P

No.MR : 37.30.84

Umur : 23 tahun

Alamat : Pasar Atas Bukit

Agama : Islam

Pekerjaan : Kurir

ANAMNESIS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 23 tahun pada tanggal 20 Maret 2014 di

Bangsal Penyakit Saraf RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi dengan:

Keluhan utama : Nyeri Kepala

Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri kepala sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang

berjalan pulang, lalu tiba-tiba dipukuli oleh beberapa orang yang tidak dikenal.

Mekanisme trauma tidak jelas. Pasien tetap sadar setelah kejadian.

- Adanya luka robek di kepala kiri, ukuran 3 cm x 0,5cm x 0,5cm

- Luka di tempat lain (+), luka lecet di lengan kiri bawah

- Keluar darah dari telinga, hidung dan mulut (-)

- Muntah (-), Kejang (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi tidak ada

- Riwayat diabetes melitus tidak ada

- Riwayat sakit jantung dan stroke tidak ada

Page 15: ami case CK

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan

stroke.

Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan

- Pasien seorang kuli

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC, GCS : E4, M6, V5 = 15

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 58 x/menit, reguler

Nafas : 18 x/menit

Suhu : 36,8 °C

Tinggi Badan : 175 cm

Berat Badan : 70 kg

Pemeriksaaan Khusus

Kulit : turgor kulit baik

Kepala : normochepal

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O, bising karotis (-)

Status Lokalis

Page 16: ami case CK

Regio kapitis : terdapat luka robek pada regio parietal sinistra dengan ukuran

3cm x 0,5cm x 0,5cm , tampak bekuan darah di sekitar luka.

Regio antebrachii sinistra : Terdapat luka lecet dengan ukuran tidak jelas, swelling (+), nyeri tekan (+)

Status Internus

Kelenjar Getah Bening

# Leher : tidak ditemukan pembesaran

# Aksila : tidak ditemukan pembesaran

# Inguinal : tidak ditemukan pembesaran

Thoraks

#Paru Inspeksi : normochest, gerakan paru simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

#Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I, II murni (+), irama sinus, teratur,

Bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Korpus Vertebrae

Inspeksi : tidak ditemukan kelainan

Palpasi : tidak ditemukan kelainan

Page 17: ami case CK

Status Neurologis

A. GCS 15 E4M6V5

B. Tanda Rangsang Meningeal

- Kaku kuduk : (-)

- Brudzinski I : (-)

- Kernig : (-)

- Brudzinski II : (-)

C. Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial

- Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm/3mm

- Papiledema : (-)

D. Pemeriksaan Nervus Kranialis

- N.I (Olfaktorius)

o Penciuman subjektif : dalam batas normal

o Objektif dengan bahan : dalam batas normal

- N.II (Optikus)

o Tajam penglihatan : dalam batas normal

o Lapangan pandang : dalam batas normal

o Melihat warna : dalam batas normal

o Funduskopi : tidak diperiksa

- N. III (Okulomotorik)

o Bola mata : bulat

o Ptosis : - / -

o Gerakan bulbus : bola mata bergerak bebas ke segala arah

o Strabismus : tidak ada

o Nistagmus : tidak ada

o Ekso/ Endopthalmus : - / -

Page 18: ami case CK

o Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks

cahaya + / +

- N.IV (Troklearis)

o Gerakan mata ke bawah : (+)

o Sikap bulbus : di tengah

o Diplopia : tidak ada

- N.V (Trigeminus)

o Membuka mulut : dalam batas normal

o Menggerakkan rahang : dalam batas normal

o Menggigit : dalam batas normal

o Mengunyah : dalam batas normal

o Refleks kornea : + / + normal

o Sensibilitas wajah : dalam batas normal

- N.VI (Abdusen)

o Gerakan mata ke lateral : (+)

o Sikap bulbus : di tengah

o Diplopia : tidak ada

- N.VII (Fasialis)

o Raut wajah : simetris

o Sekresi air mata : dalam batas normal

o Menggerakkan dahi : dalam batas normal

o Menutup mata : dalam batas normal

o Mencibir/ bersiul : dalam batas normal

o Memperlihatkan gigi : dalam batas normal

o Sensasi lidah 2/3 depan : dalam batas normal

- N.VIII (Vestibulokoklearis)

o Suara berbisik : dalam batas normal

o Test garpu tala : tidak dilakukan

Page 19: ami case CK

o Nistagmus : tidak ada

o Pengaruh posisi kepala : dalam batas normal

- N.IX (Glossofaringeus)

o Sensasi lidah 1/3 belakang : dalam batas normal

o Refleks muntah : ada

- N.X (Vagus)

o Arkus faring : simetris

o Uvula : di tengah

o Menelan : dalam batas normal

o Artikulasi : dalam batas normal

o Suara : dalam batas normal

o Nadi : irama sinus reguler

- N.XI (Asesorius)

o Menoleh ke kanan : dalam batas normal

o Menoleh ke kiri : dalam batas normal

o Mengangkat bahu ke kanan : dalam batas normal

o Mengangkat bahu ke kiri : dalam batas normal

- N.XII (Hipoglosus)

o Kedudukan lidah dalam : di tengah

o Kedudukan lidah dijulurkan : di tengah

o Tremor : tidak ada

o Fasikulasi : tidak ada

o Atrofi : tidak ada

E. Pemeriksaan Koordinasi

- Cara berjalan : normogait

- Romberg test : tidak dilakukan

- Ataksia : sulit dinilai

- Rebound phenomen : tidak dilakukan

- Test tumit lutut : tidak dilakukan

Page 20: ami case CK

- Disartria : tidak ada

- Disgrafia : tidak ada

- Supinasi-pronasi : dalam batas normal

- Test jari hidung : dalam batas normal

- Test hidung jari : dalam batas normal

F. Pemeriksaan Fungsi Motorik

- Badan : respirasi spontan

- Gerakan spontan : (+)

- Tremor : (-)

- Atetosis : (-)

- Mioklonik : (-)

- Khorea : (-)

- Gerakan ekstrimitas : dalam batas normal

- Kekuatan ekstrimitas :

- Trofi / Tonus : eutrofi / eutonus

G. Pemeriksaan Fungsi Sensorik

- Eksteroseptif: baik

- Proprioseptif : baik

H. Sistem Refleks

- Refleks fisiologis

o Biseps : ++ kanan dan kiri

o Triseps : ++ kanan dan kiri

o KPR : ++ kanan dan kiri

o APR : ++ kanan dan kiri

- Refleks patologis

o Hoffman-tromner : ( - ) kanan dan kiri

555 545

555 555

Page 21: ami case CK

o Babinsky’s sign : ( - ) kanan dan kiri

o Chaddock’s sign : ( - ) kanan dan kiri

o Gordon’s sign : ( - ) kanan dan kiri

o Schaeffer’s sign : ( - ) kanan dan kiri

o Oppenheim’s sign : ( - ) kanan dan kiri

I. Fungsi Otonom

Neurogenic bladder tidak ada

J. Fungsi Luhur

Kesadaran komposmentis kooperatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Rutin

Darah rutin

Hb : 15,6 gr/dl

Leukosit : 11.300/mm3

Hematokrit : 43%

Trombosit : 280.000/mm3

Rontgen

DIAGNOSIS

Page 22: ami case CK

Diagnosis Klinis : Trauma kapitis Ringan GCS 15 + Vulnus Laseratum et Regio

Parietal Sinistra + Vulnus Eksoriatum et Regio Antebrachii sinistra

Diagnosis Topik : Regio parietal sinistra

Diagnosis Etiologi : Komosio serebri

Diagnosis Sekunder : -

PENATALAKSANAAN

Umum

- Istirahat / elevasi kepala 30 derajat/ Diet MB

- IVFD RL 12 jam / kolf

Khusus

- Ranitidin 2 x 50 mg (IV)

- Kaltrofen 2 x 1 (PO)

- Cefotaxim 2x1 (IV)

RENCANA

- Observasi

PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanationum : dubia ad bonam

FOLLOW UP

20/3/2014

S/ sakit kepala (+), muntah (-), kejang (-)

O/ Vital sign:

Keadaan umum : sedang Nadi : 60x/menit

Kesadaran : CMC Nafas : 18x/menit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,8°C

Page 23: ami case CK

Status internus :

- Kepala : VL et region parietal ukuran 3 x 0,5 x 0,5 cm

- Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal

- Abdomen : H/L tidak teraba

- Ekstremitas : VE et antebrachii sinistra, Nyeri tekan (+)

Status neurologikus :

- GCS = E4 M6 V5 = 15

- TRM (-), peningkatan TIK (-)

- Pupil isokor : Ø 3 mm OD/ 3 mm OS, RC +/+, RK +/+

- Nv. Cranialis : tidak ada kelainan

- Motorik

- Sensorik : Respon eksteroseptif dan proprioseptif baik

- Otonom : neurogenic bladder (-)

- Refleks fisiologis Refleks Patologis

A/ CKR GCS 15 + VL et regio parietal sinistra + VE et regio antebrachii sinistra

P/ Observasi

Th/ Umum

- Istirahat / elevasi kepala 30 derajat/ Diet MB

- IVFD RL 12 jam / kolf

Khusus

- Ranitidin 2 x 50 mg (IV)

- Kaltrofen 2 x 1 (PO)

- Cefotaxim 2x1 (IV)

555 555

555 555

++ ++

++ ++

- -

- -

Page 24: ami case CK

21/3/2014

S/ sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-)

O/ Vital sign:

Keadaan umum : sedang Nadi : 62x/menit

Kesadaran : CMC Nafas : 18x/menit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,5°C

Status internus :

- Kepala : luka ditutup perban

- Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal

- Abdomen : H/L tidak teraba

- Ekstremitas : VE et antebrachii sinistra.

Status neurologikus :

- GCS = E4 M6 V5 = 15

- TRM (-), peningkatan TIK (-)

- Pupil isokor : Ø 3 mm OD/ 3 mm OS, RC +/+, RK +/+

- Nv. Cranialis : tidak ada kelainan

- Motorik

- Sensorik : Respon eksteroseptif dan proprioseptif baik

- Otonom : neurogenic bladder (-)

- Refleks fisiologis Refleks Patologis

A/ CKR GCS 15 + VL et regio parietal sinistra + VE et regio antebrachii sinistra

Tatalaksana Umum & Khusus : Terapi dilanjutkan, Rencana Pulang

555 555

555 555

++ ++

++ ++

- -

- -

Page 25: ami case CK

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun pada tanggal 20

Maret 2014 di Bangsal Penyakit Saraf RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik, serta dibantu

dengan pemeriksaan penunjang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan diagnosis klinis

berupa trauma kapitis ringan GCS 15 + vulnus laseratum et regio parietal sinistra +

vulnus eksoriatum et regio antebrachii sinistra, diagnosis topik di regio parietal

sinistra, diagnosis etiologi komosio serebri dan tidak ada diagnosis sekunder.

Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak 3 jam

sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang berjalan pulang, lalu tiba-tiba

dipukuli oleh beberapa orang yang tidak dikenal. Mekanisme trauma tidak jelas.

Pasien tetap sadar setelah kejadian. Terdapat luka robek di kepala kiri dengan ukuran

3 cm x 0,5cm x 0,5cm. Ditemukan luka di tempat lain berupa luka lecet di lengan kiri

bawah. Tidak ada keluar darah dari telinga, hidung dan mulut pasien. Muntah tidak

ada, kejang tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang, kesadaran

komosmentis kooperatif dengan GCS 15 (E4, M6, V5). Tanda vital lainnya

ditemukan dalam batas normal. Pada status lokalis regio kapitis didapatkan luka

robek pada regio parietal sinistra dengan ukuran 3cm x 0,5cm x 0,5cm , tampak

bekuan darah di sekitar luka. Di regio antebrachii sinistra didapatkan luka lecet

dengan ukuran tidak jelas, ditemukan swelling dan nyeri tekan. Status internus

didapatkan dalam batas normal. Pada status neurologis tidak diemukan tanda-tanda

rangsang meningeal dan tidak ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intra

kranial. Pemeriksaan nervus kranialis juga ditemukan dalam batas normal,

pemeriksaan fungsi motorik tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan fungsi sensorik

dalam batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis dalam

batas normal dan tidak ditemukan refleks patologis. Pada fungsi otonom tidak

ditemukan tanda-tanda neurogenic bladder. Dari pemeriksaan penunjang, telah

Page 26: ami case CK

dilakukan rontgen kepala, thorax, humerus, elbow, dan anterbrachii sinistra atas

permintaan dokter jaga IGD dengan kesan tidak tampak kelainan.

Trauma kapitis dengan GCS 14-15, tidak dijumpai kelainan pada rontgen

kepala, tidak disertai muntah ataupun kejang digolongkan ke dalam trauma kapitis

ringan berdasarkan Skala Koma Glasgow.

Pada pasien ini, telah dilakukan rontgen kepala, thorax, humerus, elbow, dan

anterbrachii sinistra atas permintaan dokter jaga IGD. Dari hasil pemeriksaan tidak

ditemukan kelainan. Sebenarnya, pemeriksaan tersebut tidak perlu dilakukan jika dari

hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan indikasi jelas untuk dilakukannya

pemeriksaan rontgen.

Pada hari pertama rawatan, pasien diterapi dengan istirahat, oksigen 2L/

menit, elevasi kepala 30 derajat, IVFD RL 12 jam/kolf, diet MB, Ranitidin 2x1 (IV),

kaltrofen 2 x 1 per oral. Pada hari kedua rawatan diberikan diet MB, Ranitidin 2x1

(IV), dan kaltrofen 2 x 1 per oral.

Pada hari ketiga rawatan terapi pasien dilanjutkan.

Page 27: ami case CK

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrodiningrat, A.G., 2009. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam.

Menentukan Prognosa Trauma kapitis Berat. Repository USU. Hal: 371-384. 

2. Rutland-Brown W1, Langlois JA, Thomas KE, Xi YL. 2006. Incidence of traumatic

brain injury in the United States, 2003. J Head Trauma Rehabil. 2006 Nov-Dec;

21(6):544-8.

3. Jagger J, Levine JI, Jane JA, Rimel RW. 1984. Epidemiologic features of head injury

in a predominantly rural population. J Trauma; 24:40-4.

4. CDC. 2006. Traumatic Brain Injury in the US. Diakses dari http://www.cdc.

gov/Features/dsTBI_BrainInjury/ pada 15 Februari 2014.

5. Anderson, T., Heitger, M. & Macleod, A. 2006. Concussion and mild head injury.

Practical Neurology, 6, 342-357.

6. Harsono, 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

7. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis &

Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.