AMFETAMIN
Transcript of AMFETAMIN
AMFETAMIN
Obat ini adalah salah satu amin simpatomimetik yang paling kuat dalam
merangsang SSP, di samping mempunyai kerja' perifer (5ada reseptor a dan p
melaiui penglepasan NE endogen. Amfetamin mera.ngsang pusat napas di medula
oblongata dan mengurangi depresi sentrai yang ditimbulkan oleh berbagai obat.
Efek ini disebabkan oleh perangsangan pada korteks dan sistem aktivasi retikular.
Sebagai perangsang SSP, isomer d (dekstroamfetamin) 3-4 kali lebih kuat
daripada isomer / -nya.
Pada manusia, efek psikis dosis 10-30 mg dapat berupa peningkatan
kewaspadaan, hilangnya rasa ngantuk, dan berkurangnya rasa lelah; perbaikan
mood, bertambahnya inisiatif, percaya din, dan daya konsentrasi; seringkali
euforia; dan peningkatan aktivitas motonk dan aktivitas bicara.
Kinerja mental yang sederhana lebih banyak dapat diselesaikan, tetapi
jumlah kesalahan mungkin bertambah. Prestasi fisik, misalnya pada atlit,
meningkat. Tetapi efek ini sangat bervariasi dan dapat terjadi hal-hal yang
sebaliknya pada dosis yang berlebihan atau penggunaan berulang-ulang.
Penggunaan lama atau dosis besar hampir selalu diikuti oleh depresi mental dan
kelelahan fislk. Banyak juga orang yang pada pemberian amfetamin, mengalami
sakit kepala, palpitasi, pusing, gangguan vasomotor, agitasi, kacau pikir, disforia,
delirium dan/atau rasa lelah. Penggunaan amfetamin menimbulkan adiksi.
Amfetamin seringkali digunakan untuk menunda kelelahan. Dalam hal ini
amfetamin mengurangi frekuensi hilangnya perhatian akibat kurang tidur
sehingga memperbaikl pelaksanaan tugas yang memerlukan perhatian yang terus
menerus. Kebutuhan untuk tidur dapat ditunda, tetapi tidak dapat terus menerus
dihindarkan. Bila obat ini dihentikan setelah penggunaan kronik, kembalinya pola
tidur yang normal dapat makan waktu sampai 2 bulan. Efek anoreksik amfetamin
juga merupakan efek sentral, yakni pada. pusat makan di hipotalamus lateral, dan
bukan pada pusat kenyang di hipotalamus ventromedial. Berkurangnya nafsu
makan menyebabkan berkurangnya Jumlah kalori yang masuk; Inilah yang
merupakan faktor penting pada penggunaan amfetamin untuk mengurangi berat
badan. Dalam hal Ini peningkatan metsbolisme sangat kecil perannya. Toleransi
terhadap efek anoreksik ini timbul dengan cepat. Jadi, penurunan berat badan
tidak terjadi pada orang obese tanpa restriksi diet.
Mekanlsme kerja amfetamin di SSP semuanya atau hampir semuanya
melalui penglepasan amin blogenik dari ujung saraf yang bersangkutan di otak.
Peningkatan kewaspadaan, efek anoreksik dan sebagian aktivitas lokomotor
melaiui penglepasan NE. Dosis yang lebih tinggi melepaskan dopamin, terutama
di neostriatum, dan menimbulkan aktivitas lokomotor serta perilaku yang
stereotipe. Dosis yang lebih tinggi lagi melepaskan serotonin (5-HT) dan dopamin
di mesolimbik, di samping bekerja langsung sebagai serotonin-agonis, dan
menimbulkan gangguan persepsi serta perilaku psikotik. Pada sistem
kardiovaskular, amfetamin yang diberikan secara oral, meningkatkan tekanan
sistolik dan diastolik. Denyut jantung diperlambat secara refleks. Pada dosis
besar, dapat terjadi aritmia jantung. Curah jantung tidak bertambah pada dosis
terapi, dan aliran darah otak hampir tidak berubah. Isomer / sedikit lebih poten
daripada isomer d dalam menimbulkan efek kardiovaskular. Sibutramln, suatu
obat antiobesitas yang ken'a-nya menghambat ambilan serotonin dan
noradrenalin, dan secara lebih lemah juga dopamin.
METAMFETAMIN.
Efek fanmakodinamik metamfetamin seaipa dengan amfetamin, bedanya
dalam pertandingan antara efek sentral dan efek perifer. Dosis kecil menimbulkan
efek perangsangan sentral yang nyala tanpa menimbulkan efek perifer yang
berarti. Dosis yang lebih besar menimbulkan peningkatan tekanan sistolik dan
diastolik, terutama akibat stimulasl jantung. Konstriksi vena meningkatkan alir
balik vena, yang bersama stimulasl Jantung meningkatkan curah jantung. Denyut
Jantung diperlambat secara refleks. Obat ini digunakan terutama untuk ofek
sentralnya, yang lebih kuat dibanding amfetamin, dan disertai dengan efek perifer
yang kurang. Di samping itu, harganya yang murah dan mudah dlperoleh
menyebabkan obat ini banyak disalahgunakan.
Metilfenidat. Obat ini mempunyai struktur kimia mirip amfetamin, dengan
efek farmakologik praktis sama dengan amfetamln. Sebagai perangsang SSP
yang, lemah, efeknya lebih nyata pada aktivitas mental daripada aktivitas motorik.
Dosis besar menimbulkan stimulasi SSP secara umum dan dapat terjadi kejang.
Seperti halnya dengan amfetamin, penyalahgunaan obat ini dapat terjadi.
Pemolin. Struktur kimla obat ini tidak sama dengan metilfenidat tetapi
menimbulkan efek sentral yang sama dengan efek kardiovaskular yang minimal.
EFEDRIN, PSEUDOEFEDRIN DAN FENILPRO-PANOLAMIN
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra
atau ma huang. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina
selama 2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal
Cina untuk berbagai klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau pelega
napas. Efek farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek Epi. Perbedaannya
ialah bahwa efedrin bukan katekolamin, maka efektif pada pemberian oral, masa
kerjanya Jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis
yang jauh lebih besar daripada dosis Epi.
Seperti halnya dengan Epi, efedrin bekerja pada reseptor 1 dan 2 Efek
perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui penglepasan NE endogen.
Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek
perifernya. Hanya l-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.
Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek Epi tetapi berlangsung kira-
kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan
diastolik, serta tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian
disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasl Jantung yang
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung
mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan
tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah
koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epi, penurunan tekanan
darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.
Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama
daripada oleh Epi. Penetesan larutan efedrin pada mata menimbulkan mldriasis.
Refleks cahaya, daya akomodasl, dan tekanan intraokular tidak berubah. Aktivitas
uterus biasanya dikurangi oleh efedrin.
Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamln tatapi lebih lemah.
Fenlipropanolamln. Efek farmakodlnamlk fenlipropanolamin menyerupai efedrin
dan potensinya hampir sama dengan efedrin kecuali bahwa obat Ini kurang
menimbulkan perangsangan SSP.
Pseudoefedrln. Merupakan salah satu dari enantiomer efedrin. Cara
kerjanya serupa ofedrin tetapi potensinya lebih rendah.
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR
Dobutamin. Struktur senyawa ini mirip dopamin, tetapi dengan substitusi
aromatik yang besar pada gugus amlno. Dobutamin merupakan campuran rasemik
dari kedua isomer / dan d. Isomer / adalah d-agonls yang poten sedangkan isomer
d 1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer / dominan, sehingga terjadi
vasokonstriksi yang lemah melalui aktivasl reseptor 1 Isomer d 10 kali lebih
poten sebagai agonis reseptor daripada isomer / dan lebih selektlf untuk reseptor
1 daripada 2.
Dobutamin menimbulkan efek Inotropik yang lebih kuat daripada efek
kronotropik diban-dingkan isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena
resistenf perifer yang relatif tidak berubah (akibat vasokonstriksi melalui reseptor
1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor 2) sehingga tidak menimbulkan
refleks takikardi, atau karena reseptor 1 di jantung menambah efek inotropik obat
ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek dobutamin
dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol,
tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding.
Dengan demikian, infus dobutamin akan meningkatkan kontraktilltas Jantung dan
curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi
perifer relatif tidak berubah.
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR 2
2-agonis. Dalam golongan ini termasuk metaproterenol (orsiprenalin),
salbutamol (albuterol), terbutalln, fenoterol, formoterol, prokaterol, salmeterol,
pirbuterol, bitolterol, Isoetarln, dan ritodrin. Pada dosis kecil, kerja obat-obat ini
pada reseptor 2 Jauh lebih kuat daripada kerjanya pada reseptor 1. Tetapi bila
dosisnya ditinggikan, selektivitas Ini hilang, Misalnya, pada pasten asma,
salbutamol kira-kira sama kuat dengan isoproterenol sebagai bronkodilator (bila
diberikan sebagai aerosol), tetapi jauh lebih lemah dari isoprolerenol sebagai
stlmulan jantung. Tetapi bila dosis salbutamol ditinggikan 10 kali lipat, diperoleh
efek stimulan jantung yang menyamai efek isoproterenol.
Melalul aktivitas reseptor 2, obat-obat ini menimbulkan relaksasi otot
polos bronkus, uterus dan pembuluh darah otot rangka. Aktivasi reseptor 1 yang
menghasilkan stimulasi jantung, oleh dosis yang sama, Jauh lebih lemah. Obat-
obat ini, yang hanya menimbulkan sedikit perubahan tekanan darah,
dikembangkan terutama untuk pengobatan asma bronkial. Selektivitas obat-obat
ini terhadap reseptor 2 tidak sama untuk setiap obat, misalnya metaproterenol
kurang selektif dibandingkan dengan salbutamol.
Ritodrln, terbutalin dan fenoterol digunakan (sebagai Infus) untuk
menunda kelahiran prematur.
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR 1
1-agonis. Dalam golongan ini termasuk metoksamin. fenilefrin,
mefentermin, metaraminol dan midodrin. Obat-obat ini digunakan untuk menaik-
kan tekanan darah pada hipotensi atau syok, berdasarkan kerjanya pada reseptor
1 pembuluh darah. Metoksamin dan fenilefrin bekerja secara langsung pada
reseptor 1 sedangkan mefentermin dan metaraminol bekerja secara langsung dan
tidak langsung. Midodrin adalah prodrug yang, setelah pemberian oral, diubah
menjadi desglimidodrin, suatu 1-agonis yang bekerja langsung.
Metoksamin. Metoksamin merupakan agonis reseptor 1 yang hampir
murnl, dan kerjanya secara langsung. Obat ini tidak mempengaruhi reseptor 1
maupun 2 dan tidak mempunyai efek sentral. Efeknya berupa peningkatan
tekanan darah diastolik dan sistolik yang seluruhnya berdasarkan vasokonstriksi,
disertai dengan refleks bradikardla yang dapat diblok dengan atropin. Obat Ini
digunakan untuk pengobatan hipotensi atau untuk menghentikan serangan
takikardla atrial paroksismal. terutama yang menyertai hipotensi.
Fenilefrin.
Fenilefrin adalah agonis selektif reseptor 1 dan hanya sedikit
mempengaruhi reseptor p. Efeknya mirip metoksamin dan digunakan untuk
indikasl yang sama. Obat ini juga digunakan sebagai dekongestan nasal dan
sebagai midriatik.
Mefentermin.
Mefentermin bekerja langsung maupun melalul penglepasan NE endogen,
dan mempunyai banyak persamaan dengan efedrin. Obat ini memperkuat
kontraksi jantung dan menimbulkan vasokonstriksi perifer schingga
meningkatkan curah jantung, tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Pada dosis
terapi, efek sentralnya lemah, tetapi menjadi nyata pada dosis yang lebih besar.
Obat ini digunakan untuk mencegah hipotensi, yang seringkali menyertai
anestesia spinal.
Metaraminol.
Metaraminol mempunyai kerja langsung pada reseptor vaskular dan
kerja tidak langsung. Obat ini digunakan unluk pengobatan hipotensi atau untuk
menghentikan serangan taki-kardia atrial paroksismal, terutama yang menyertai
hipotensi.
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR , (2-agonis)
Hipotalamus dan nukleus traktus solitarius umumnya dianggap sebagai
tempat utama untuk integrasi berbagai fungsi saraf otonom, termasuk tekanan
darah. Fungsi simpatis diintegrasi oleh nukleus hipotalamus bagian posterior dan
lateral Reseptor A2A adalah reseptor adrenergitiyang paling dominan di SSP.
Perangsangan reseptor 2A oleh 2-agonis, melalui protein G inhibisi (G1)
menurunkan pembentukan cAMP sehingga mensupresi outflow aktivitas saraf
simpatis dari otak dan dengan demikian menimbulkan hipotensi. Di samping Itu,
di perifer, aktfvasi reseptor 2 di ujung saraf adreoergik menghambat penglepasan
NE dari ujung saraf, sehingga memperkuat efek hipotensi dari SSP. Akan tetapi
reseptor 2 juga terdapat di pascasinaps otot polos pembuluh darah, dan
aktlvasinya menyebabkan vasokonstriksi.
Klonidin adalah prototipe aragonls, awalnya dikembangkan sebagai
dekongestan nasal karena efek vaskonstriksinya.
Klonidin. Klonidin lalah antihipertensi yang merupakan 2-agonis. Obat
Ini merangsang adrenoseptor A2 di SSP maupun dl perifer, tatapl efek
antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor A2 di SSP. Obat lain
yang bekerja serupa dengan klonidin ialah guanabenz dan guanfasin. Klonidin
menyebabkan kenaikan tekanan darah segera setelah pemberlan IV. Efek Ini
tampaknya akibat perangsangan reseptor 2 pada otot polos pembuluh darah yang
menlmbulkan vasokonstriksi.
Klonidin mempunyai afinitas yang tinggl untuk reseptor di sini meskipun
dengan efektivitas yang rendah. Efek vasokonstriksl Inl hanya sebentar dan tidak
terlihat pada pemberlan oral. Lalu disusul dengan efek hipotenslf akibat
perangsangan adrenoseptor 2 di SSP.
Efek hipolensif klonldin menetap setelah deplesl katekolamin di SSP
dengan reserpin. Ini menunjukkan bahwa adrenoseptor 2 di batang otak terletak
dl pascasinaps dan bahwa aktivasinya menyebabkan hambatan aktivitas neuron
adrenergik dl batang otak tersebut. Ini berakibat menurunnya aktivitas saraf
adrenergik di perifer, yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya penglepasan
NE dari ujung saraf adrenergik. Efek inl dlhambat oleh 2-bloker yohimbin
Klonidin juga bekerja sebagai ajagonls di perifer. Akttvasi reseptor 2 di ujung
saraf adrenergik menyebabkan hambatan penglepasan NE dari ujung saraf
tersebut. Jadi, efek perifer ini akan memperkuat efek sentral, tetapi tampaknya
efek sentral klonidin lebih penting daripada efek perifernya.
Klonidin juga merangsang saraf paraslmpatis sentral Sehingga
meningkatkan tonus vagai yang menambah perlambatan denyut jantung.
Guanfasin.
Obat ini adalah 2-agonis yang lebih selektif dibanding klonidin. Seperti
klonidin, guanfasin menurunkan tekanan darah melalui aktlvasi reseptor 2 sentral
sehingga mengurangl aktivitas sistem simpatis.
Guanabenz
Obat ini mirip dengan guanfasln, baik slruktur kimianya maupun efek
farmakologiknya. Kerjanya juga sebagai 2-agonis sentral yang menurunkan
tekanan darah dengan mekanisme yang sama dengan guanfasin dan klonidin.
Metildopa
Obat ini masuk ke SSP dengan mudah dan mengalaml dekarboksilasl
menjadi -metildopamin dan kemudian mengalami hidroksllasi menjadi -
metilnorepinefrin dalam neuron adrenergik sentral. Alfa-metil NE tersebut yang
dilepaskan dari neuron adrenergik sentral merupakan 2-agonis yang menghambat
aktivitas adrenergik di SSP dengan cara yang sama seperti klonidin.
Uraian lebih lanjut mengenai obat-obat 2-agonis sebagai anthipertensi
dapat dllihat pada Bab 21.
Apraklonidin dan brimonidin adalah derivat klonidin yang digunakan topikal pada
mata untuk mengurangi tekanan intraokular berdasarkan kerjanya pada reseptor 2
yang mengurangi pembentukan cairan bola mata.
Tinazidin
Suatu 2-agunis yang merupakan relaksan otot untuk pengobatan
spastisitas yang menyertai kelainan otak dan spinal.
ADRENERGIK LOKAL PADA HIDUNG ATAU MATA
Agonlt reseptor 1. Obat-obat edrenergik yang terutama digunakan sebagai
vasokonstriktor untuk pemakaian lokal pada lapisan mukosa hidung atau pada
mata adalah propilheksedrin, nafazolin, tetrahidrozolin, oksimelazolin, dan
xilometazolin.
FARMAKOKINETIK
Norepinefrin, Isoproterenol, dopamin, dan dobutamin, sebagai
katekolamin, tidak efeklif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik
pada pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan balk pada pemberian
parenteral atau sebagai aerosol, tetapi tidak dapat diandalkan pada pemberian oral
atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat hi merupakan substrat yang
baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang baik untuk MAO, sehingga
kerjanya sedikit lebih panjang daripada Epi. Isoproterenol diambil oleh ujung
saraf adrenergik tetapi tidak sebaik Epi dan NE.
Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada
pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat-obat ini reslsten terhadap COMT
dan MAO ying banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per
oral. Amfetamin, metamfetamin dan efedrin adalah obat-obat oral. Demikian juga
fenilpropanolamin, fenilefrin, dan pseudoefednn merupakan obat simpatomimetik
yang paling sering diberikan per oral untuk dekongesti nasal dan sinus.
Metilfenidat dan pemolin juga diberikan per oral. Kadar metilfenidat dalam otak
melebihi kadamya dalam plasma. Pemolin diberikan sekali sehari karena waktu
paruhnya yang panjang.
Golongan 1-agonis metoksamin, mefentermin, metaraminol dan fenilefrin
yang digunakan untuk pengobatan hipotensi, diberikan secara infus IV atau IM.
Sedangkan midodrin diberikan per oral, sebagai prodrug yang dihidrolisis
menjadi metabolit aktif desglimidodrin, yang merupakan suatu agonis reseptor 1.
Golongan B2-agonis, selaln efektif pada pemberian oral, juga diabsorpsi dengan
balk dan cepat pada pemberian sebagai aerosol. Obat-obat ini bukan katekolamin,
maka resisten terhadap COMT, kecuali isoetarin yang msrupakan katekolamin.
Terbutalin merupakan satu-satunya 2-agonis yang mempunyai sediaan parenteral
untwk pengobatan darurat status asmatikus. Formoterol dan salmeterol
mempunyai masa kerja yang panjang (> 12 jam) sehingga disebut long-acting 2-
agonlst (LABA).
Semua 2-agonis adalah obat-obat oral. Klonidin juga diberikan sebagai
patch transdermal untuk selama 1 minggu.
INTOKSIKASI, EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
NOREPINEFRIN. Efek samping NE serupa dengan efek samping Epi,
tetapi NE menimbulkan pening-katan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek sam-
ping yang paling umum berupa rasa kuatir, sukar bernapas. denyut jantung yang
lambat tetapi kuat. dan nyeri kepala selintas Dosis berlebih atau dosis biasa pada
pasien yang hiper-reaktif (misalnya pasien hipertiroid) menyebabkan hipertensi
berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat, berkeringat
banyak, dan muntah. Obat ini dikontraindlkaslkan pada anestesia dengan obat-
obat yang menyebabkan sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia.
Ekstravasasl obat sewaktu penyuntikan IV atau infus dengan NE dapat
menimbulkan nekrosis jaringan. Gangguan sirkulasi pada tempat suntikan, dengan
maupun tanpa ekstravasasi NE, dapat diobati dengan fentolamin. Berkurangnya
aliran darah ke organ-organ merupakan bahaya yang selalu ada pada penggunaan
NE. Obat Ini dikontralndikaslkan pada wanita hamil karena menimbulkan
kontraksl uterus hamil.
ISOPROTERENOL
Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan
muka merah. Kadang-kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada
pasien dengan penyakit arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat
menimbulkan aritmia ventrikel yang fatal.
DOPAMIN.
Sebelum dopamin diberikan pada pasien syok, hipovolemla harus
dikoreksi teriebih dulu. Dosis berlebih menimbulkan efek adrenergik yang
berlebihan. Selama infus dopamin dapat terjadi mual. muntah, takikardia, aritmia,
nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi dan peningkatan tekanan dissiotik.
Ekstravasasi dopamin dalam jumlah besar selama infus dapat menyebabkan
nekrosis iskemik dan kulit terkelupas. Dopamin harus dihindarkan atau dosisnya
sangat dikurangi (menjadi 1/10 atau kurang) pada pasien yang sedang diobati
dengan penghambat MAO. Dosis dopamin juga harus di-sesualkan pada pasien
yang mendapat antidepresi trisiklik.
DOBUTAMIN
Obat ini mempercepat konduksi AV, maka sebaiknya dlhindarkan pada
fibrllasi atrium. Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama
pemberian dobutamin. Bila ini terjadi, kurangi kecepatan infus obat. Seperti obat
inotropik lainnya, dobutamin dapat memperluas ukuran infark miokard dengan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Pemberian lebih dari beberapa hari
dapat menimbulkan toleransi.
METOKSAMIN
Dosis terapi menlmbulkan perangsangan pilomotor dan keinginan kencing
(hesitancy). Pada penyuntikan IV kadang-kadang timbul rasa saklt pada
ekstremitas dan perasaan dingin.
MEFENTERMIN
Efek samping obat ini berhubung-an dengan stimulasi SSP, peningkatan
tekanan darah berleblhan, dan aritmia.
TIRAMIN
Tiramin tidak digunakan sebagai obat; terdapat dalam pisang dan buah-
buahan lain yang terlalu ranum dan makanan beragi misalnya keju. Pasien yang
sedang diobati dengan menghambat MAO tidak boleh diberi nonkatekoiamin atau
makan makanan yang beragi, seperti keju, blr dan anggur. Makanan beragi
mengandung tiramin dalam jumlah yang bervariasi (Tabel 4-2), biasanya dirusak
oleh MAO di dinding usus dan hati sehingga tidak pernah mencapai sirkulasi
sistemik. Dengan adanya penghambat MAO, tiramin dalam Jumlah 20-50 mg
akan mencapai sirkulasi sistemik, masuk ke vesikel saraf adrenergik dan
melepaskan NE yang sama banyaknya dari ujung saraf adrenergik, akibatnya
dapat terjadi krisis hipertensi. Nonkatekolamin yang resisted terhadap MAO
sekalipun Jangan diberikan bersama penghambat MAO karena penghambat MAO
akan menyebabkan efek NE endogen yang dilepaskan oleh obat tadi tidak
dipecah.
Makanan Kadar/sajian Keterangan
Ikan hering asap
Kaju
Salami
Anggurmerah
Ragi
Coklat
0 -198 mg
0 -130 mg
0- 74 mg
0 - 3 mg
2- 68 mg
0
tergantung proses
peragian
mengandung
feniletilamin
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR 2
Efek samping berupe tremor, rasa gugup, khawatir, takikardia, palpitasl,
nyeri kepala, mual dan muntah, terutama pada pemberian oral. Efek samping
sistemik Ini jarang terjadi pada pemberian secara inhalasi. Infus ritodrin,
terbutalin, fenoterol, atau 2-agonis lainnya untuk menunda kelahiran prematur
menimbulkan efek samping berupa takikardia, hiperglikemia, hipokalemia, edema
paru (bila hidrasi berlebihan), dan lain-lain pada sang ibu, sedangkan bayinya
dapat mengalami hipoglikemia.
Penggunaan 2-agonis sebagai bronkodilator harus hati-hati pada pasien
dengan hipertensi. penyakit Jantung koroner, gagal jantung kongestif, hipertiroid,
atau diabetes. Di samping itu, penggunaan 2-agonis untuk menunda kelahiran
dikontra-indikaslkan pada pasien dengan penyakit jantung atau diabetes yang
bergantung pada insulin.
AGONIS SELEKTIF RESEPTOR α2.
Efek samping utama adalah mulut kering dan sedasi. Dapat juga terjadi
disfungsi seksual dan bradikardia. Klonidin yang digunakan transdermal
menimbulkan dermatitis kontak pada 15-20% pasien. Penghentian mendadak
dapat menimbulkan gejala putus obat berupa hlpertensl rebound, yang berat
dengan klonidin, dan lebih ringan dengan guanfasin.
OBAT ADRENERGIK LOKAL SEBAGAI DEKONGESTAN NASAL
Penggunaannya dapat diikuti dengan kongesti susulan, dan penggunaan
lama sering menimbulkan rinitis kronik. Nafazolin juga merangsang mukosa
hidung, sehingga menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk pada pemakaian
pertama. Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin dan xilo-
metazolin) bila cukup banyak terabsorpsl dapat menimbulkan depresl SSP dengan
aklbat koma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi.
Karenanya, obat-obat ini tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.
Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral (misalnya
feniliropanolamin) selaln menimbulkan konsiriksi pembuluh darah mukosa
hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah, dan mungkin juga menimbulkan stimulasi jantung.
OBAT LOKAL PADA MATA.
Penggunaan rutin obat tetes mata yang bekerja sebagai vasokon-striktor
lokal berpotensi menimbulkan kekeringan pada mata dan berpengaruh buruk pada
epitel konjungtiva bulbi dan kornea. Brimonidin tetes mata yang digunakan untuk
menurunkan tekanan intraokuler dapat menembus sawar darah otak sehingga
dapat menimbulkan hipotensi dan sedasi.
OBAT ADRENERGIK YANG BEKERJA Dl SSP.
Amfetamin. Intoksikasi akut amfeiamin disebabkan oleh dosis berlebih
dan merupakan kelanjutan dan efek farmakodinamiknya. Gejala sentral berupa
kegelisahan, pusing, tremor, refleks hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah
tersinggung. insomnia, dan kadang-kadang eufoha. Stimulasi sentral biasanya
dilkuti dengan kelelahan fislk dan depresi mental. Gejala kardiovaskular berupa
nyeri kepala, xasa dingin, palpitasi, aritmia jantung, serangan angina, hipertensi
atau hipotensi dan kolaps kardio-vaskular. Pengeluaran keringat yang berlebihan
dan gejala saluran cerna juga dapat timbul. Keracunan yang hebat berakhir dengan
konvulsi, koma dan kematian karena perdarahan otak.
Pengobatan keracunan akut termasuk pengasaman urin dengan amonium
klorida untuk mempercepat ekskresinya. Gejala-gejala sentralnya dapat diatasi
dengan sedatif, sedangkan hipertensi yang berat membutuhkan natrium
nitroprusid atau suatu α-bloker.
Intoksikasi kronik menimbulkan gejala yang serupa dengan gejala
intoksikasi akut, tetapl gejala mental lebih umum terjadi. Gejala yang berat
umumnya berupa reaksi psikotik dengan halusinasi dan delusi paranoid,
menyerupai skizofrenia. Berat badan turun dengan nyata. Bila obat dihentikan,
biasanya pasien sembuh dengan cepat.
Penyalahgunaan obat ini untuk mengatasi rasa ngantuk dan untuk
menambah tenaga atau kewaspadaan harus dicegah. Amfetamin sebaiknya jangan
diberikan pada pasien. dengan anoreksia, Insomnia, astenla, kepribadian yang
pslkopat atau yang labil. Kontraindikasi dan perhatlan lain pada penggunaan obat
ini umumnya sama dengan Epi.
Amfetamin sering menimbulkan adiksi. Toleransi terhadap efek
gnoreksigenik hampir selalu timbul. Sensitivitas muncul kembali bila obat
dihentikan. Pada pengobatan narkolepsi, toleransi tidak timbul meskipun
pengobatan telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Metilfenidat
Metilfenidat sama efektifnya dengan amfetamin dan kurang menimbulkan
hambatan pertumbuhan. Penggunaan metilfenidat pada anak yang sedang tumbuh
tetap berpotensi menyebabkan gahgguan pertumbuhan.
Sibutramin. Sibutramin potensial dapat menimbulkan efek samping serupa
amfetamin tetapl dalam frekuensi kejadian yang lebih Jarang.
Efedrin. Efek samping pada penggunaan efedrin serupa dengan efek
samping epinefrin, dengan tambahan efek sentral pada efedrin. Insomnia, yang
soring terjadi pada pengobatan kronik, mudah diatasi dengan pemberian sedatif.
Perhatian pada penggunaan obat Ini sama dengan pada epinefrin dan amfetamin.