ambliopia fiks
-
Upload
ayuniputri -
Category
Documents
-
view
104 -
download
8
Transcript of ambliopia fiks
AMBLIOPIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan
kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.1 Ambliopia diklasifikasikan menjadi
beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik,
ambliopia isometropia, fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik, dan ambliopia deprivasi. 1
Lebih dari 90 persen dari semua jenis ambliopia adalah ambliopia anisometropik dan/atau
ambliopia strabismik.2
Ambliopia pada satu mata seperti ambliopia anisometropik dan strabismik biasanya hanya
menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki ketajaman visual yang baik pada
mata normal. Masalah yang paling signifikan biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang
dapat mengakibatkan gangguan dalam berbagai kegiatan. Penurunan ketajaman penglihatan pada
ambliopia, tidak membaik walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik. 2
Penurunan tajam penglihatan mungkin sangat ringa sehingga sulit di deteksi atau
sedemikian parah sehingga tidak mampu membedakan bentuk walaupun masih bias melihat
cahaya. 1
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini
dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko menderita ambliopia
hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, sehingga prognosis keberhasilan terapi akan lebih
baik.1,4
Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini
semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat
dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia
bergantung pada jenis ambliopia, usia dimana penatalaksanaan dimulai, dan dalamnya ambliopia
pada saat terapi dimulai.1
Meet the Expert Page 1
AMBLIOPIA
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior
Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP DR. M. Djamil Padang dan meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai Ambliopia.
1.3. Batasan Masalah
Makalah ini hanya akan dibatasi pada definisi, epidemiologi,klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, dan
panatalaksanaan ambliopia.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yag merujuk dari berbagai literatur.
Meet the Expert Page 2
AMBLIOPIA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mata
2.1.1.Anatomi Mata
Gambar 1. Anatomi bola mata
Bola mata bentuknya menyerupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya.
Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat
sempurna. 3
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular,
nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian
posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.3
2.1.2.Fisiologi penglihatan normal
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan sinar/cahaya.
Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara,
yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa
menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi
pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur.
Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting
untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan,
Meet the Expert Page 3
AMBLIOPIA
yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang
sedang dilihat.4,5
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata memiliki sususan
lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film.
Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior
kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara
humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior
lensa dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara
adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.4,5
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan sebagai sebuah
lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced
eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya
terdapat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri
pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh
permukaan anterior kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh
berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal
bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu
kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian
lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah
karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias
lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat mencembung
sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”.4,5
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada
secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari
benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik
seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.4,5
2.1.3.Fisiologi perkembangan penglihatan
2.1.1.1. Perkembangan penglihatan monocular (menggunakan satu mata)
Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan sampai hitung jari. Hal ini
karna pusat penglihatan di otak yang meliputi nucleus genikulatum lateral dan korteks striata belum
matang. Setelah umur 4-6 minggu fiksasi bintik kuning atau fovea sentral timbul dengan persuit halus
yang akurat. Pada umur 6 bulan respon terhadap stimulus optokinetik timbul. Perkembangan penglihatan
yang cepat terjadi pada 2- 3 bulan pertama yang dikenal sebagai priode kritis perkembangan oenglihatan .5
Meet the Expert Page 4
AMBLIOPIA
2.1.1.2. Perkembangan penglihatan binokulat (penglihatan dengan dua mata
bersamaan)
Perkembangan penglihatan binocular terjadi bersamaan dengan meningkatnya penglihatan
monocular. Kedua saraf dari mata kanan dan kiri akan bergabung memberika penglihatan binocular
(penglihatan kurang).5
2.1.1.3. Penglihatan binocular tunggal dan stereopsis
Penglihatan binocular normal adalah proses penyatuan bayangan di retina dari dua mata kedalam
persepsi penglihatan tunggal tiga dimensi. Syarat oenglihatan binocular tunggal adalah memiliki sumbu
mata yang tepat sehingga bayangan yang sama dari masing- masing mata jatuh pada titik di retina, yang
akan diteruskan ke sel- sel binocular korteks yang sama.5
2.1.1.4. Adaptasi sensoris pada gangguan ransangan penglihatan
Hal ini terjadi karena kedua mata kita erpisah dan masing- masing mata mempunyai perbedaaan
penglihatan saat melihat objek.5
2.2. Ambliopia
2.2.1.Pengertian ambliopia
Ambliopia berasal dari bahasa yunani, penglihatan tumpul atau pudar. Ambliopia adalah
penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau
bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras
penglihatan posterior. (folk 1980; DUANE, 1978; rabinowicz, 1978; wright et al, 1995)6
2.2.2.Epidemiologi Ambliopia
Ambliopia merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting, oleh karena
menyebabkan penderitaan seumur hidaup. Usaha- usaha untuk mengatasinya memerlukan biaya yang
besar, kedisiplinan yang tinggi baik pasien maupun dokternya dan membutuhkan waktu yang panjang.6
Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur,
berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3% pada anak dengan problema mata.
Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.8 Gangguan
ini menyebabkan kehilangan penglihatan pada kebanyakan populasi di bawah umur 45 tahun dari semua
bentuk penyakit mata termasuk trauma pada mata. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Eye
Institute menyatakan bahwa ambliopia merupakan penyebab nomor satu kehilangan penglihatan pada
populasi berusia kurang dari 70 tahun.7
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada
periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat,
prematur dan/atau dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia7
Meet the Expert Page 5
AMBLIOPIA
2.2.3.Klasifikasi Ambliopia
Klasifikasi ambliopia secara klinis Ambliopia Strabismus :8
Ambliopia strabismus merupakan bentuk ambliopia yang paling sering dan menyebabkan hilangnya
penglihatan binokuler. Tropia atau mata juling yang konstan, non alternan atau tidak bergantian kanan
dan kiri merupakan penyebab ambliopia strabismus yang paling siknifikan. Dengan satu mata yang lurus
dan mata lain berdeviasi dapat menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi dan
diplopia. Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi antara
neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya menyebabkan
dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon
terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi 8
1. Ambliopia Strabismus
Ambliopia strabismus merupakan bentuk ambliopia yang paling sering terjadi dan menyebabkan
hilangnya penglihatan binokuler. Tropia atau mata juling yang konstan merupakan penyebab ambliopia
strabismus yang paling siknifikan. Dengan satu mata yang lurus dan mata lain berdefiasi dapat
menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi atau kekacauan dan diplopia atau
melihat doble.1,8
2. Ambliopia Anisometropia
Ambliopia yang paling sering ditemui setelah ambliopia strabismus adalah ambliopia
anisometropia.8
Ambliopia anisometropia terjadi bila kelainan refraksi yang tidak seimbang pada kedua mata
sehingga bayangan yang jatuh pada salah satu mata tidak focus. Kaburnya bayangan retina asimetris atau
unilateral dapat mengakibatkan ambliopia pola distorsi monocular dan hilangnya binokularitas.8
Anisometropia myopia tidak menimbulkan ambliopia. Tapi miopi unilateral (-6 D) sering
mengakibatkan ambliopia berat. Anisometropia myopia yang bermakna bila terdapat perbedaan kelainan
refraksi lebih dari 5D. Anisometropia hipermetropia atau astigmatisme anisometropia +1,50D dapat
menyebabkan ambliopia, sedangkananisometropia hipermetropia sedang (+3,00D) menyebabkan
ambliopia berat. Anisometropia dan astigmatisme oblig merupakan factor resiko ambliopia.8
Meet the Expert Page 6
AMBLIOPIA
3. Ambliopia Ametropia
Timbul pada pematangan visual yang berlanjut dibawah pengaruh kedua bayangan retina yang
kabur. Keadaan ini disebut juga ambliopia dengan pola distorsi binokular. Secara klinis terlihat pada
hipermetropi tinggi bilateral +5D atau lebih dengan myopia tinggi ≥ 10 D dan astogmatisme bilateral
simetris. Pola distorsi bilateral menyebabkan buruknya penglihatan bilateral tetapi tidak menghalangi
perkembangan penglihatan binocular dengan stereopsis kasar. Kaburnya bayangan tersebut menimbulkan
ambliopia bilateral dan nistagmus. Anak- anak dengan kelainan tersebut, biasanya akan bergerak maju
mendekati objek yang dilihat untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik.8
4. Ambliopia Deprifasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau ”disuse ambliopia” masih sering digunakan untuk
ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau dini, akan
menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan ambliopia.
Bentuk ambliopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulit diperbaiki.
Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. 9
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat/total yang menempati daerah sentral
dengan ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan ambliopia berat. Kekeruhan lensa
yang sama yang terjadi pada usia > 6 thn lebih tidak berbahaya.10 Ambliopia oklusi adalah bentuk
ambliopia deprivasi disebabkan karena penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia
berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2
tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata. 10
2.2.4.Patofisologi Ambliopi
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah penglihatan
perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi
dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap
masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang
signifikan. 9
Meet the Expert Page 7
AMBLIOPIA
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus maupun
anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih
singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisompetropia.
1. Periode kritis tersebut adalah : 9
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu pada saat lahir
sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya deprivasi
sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum jelas, studi eksperimental
modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan laboratorium pada manusia dengan
ambliopia telah memberi beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem
penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel
pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau
kedua mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada
neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan. 9
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi kompetitif antar
jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat
melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan.1Penglihatan
yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata,
atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang
dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata yang tidak
fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.9
Meet the Expert Page 8
AMBLIOPIA
2.2.5.Gejala Klinis
Ambliopia pada satu mata (seperti dalam ambliopia anisometropik dan strabismik) biasanya
hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki ketajaman visual yang baik pada mata
normal. Masalah yang paling signifikan biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang dapat
mengakibatkan gangguan dalam berbagai kegiatan dan kurang efisiennya penglihatan dalam melakukan
berbagai kegiatan seperti mengemudi dan kegiatan yang memerlukan koordinasi antara mata dan tangan. 2,9. Gejala klinis ambliopia yang terpenting adalah penurunan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi.
Defisit penglihatan yang berhubungan dengan ambliopia mempunyai karakteristik tertentu yang
meliputi: crowding phenomenon, neutral density filter effect dan fiksasi eksentris.10
1. Crowding Phenomenon
Pasien dengan ambliopia mempunyai tajam penglihatan membaca optotipe tunggal yang lebih bagus
daripada membaca optotipe multipel. Pasien ambliopia seringkali membaca optotipe tunggal 1-2 baris
Snellen lebih baik dibandingkan dengan optotipe linear.10
2. Neural Density Filter
Neutral density filter mempunyai efek menurunkan luminansi secara menyeluruh. Tajam penglihatan
pada mata yang ambliopia akan membaik bila diberikan neutral density filter sedangkan mata yang
sehat akan memburuk. Sebagai contoh, pasien ambliopia dengan visus 20/20 pada mata yang sehat dan
20/60 pada mata ambliopia, pada keadaan fotopik atau penerangan biasa, kedua visus tersebut
menunjukkan perbedaan 4 baris. Setelah diperiksa dengan neutral density filter maka mata yang sehat
mempunyai visus 20/50 (memburuk) dan mata ambliop tetap 20/60. Sehingga hanya terjadi perbedaan
satu baris optotipe Snellen. Kadangkala mata ambliop justru visusnya membaik. Apabila visus mata
ambliop turun drastis, berarti ada kelainan organik pada mata tersebut.10
3. Fikasasi Eksentris
Pasien-pasien ambliopia dapat berkembang menjadi fiksasi eksentris. Fiksasi ini tidak menggunakan
fovea, tetapi menggunakan daerah parafoveal. Keadaan ini sering terjadi pada pasien-pasien
strabismus. Fiksasi eksentris terjadi karena mata berusaha untuk melihat binokular sehingga retina di
luar fovea yang menerima rangsangan dari obyek yang dilihat mata lainnya yang lurus akan
berangsur-angsur dianggap atau dijadikan fovea untuk fiksasi. Bila terdapat fiksasi eksentris,
menandakan adanya ambliopia berat dan prognosis penglihatan yang buruk. Kelainan korespondensi
retina berbeda dengan fiksasi eksentris. Anomali korespondensi retina hanya aktif selama penglihatan
binokular dan ketika satu mata ditutup, fiksasi kembali ke fovea yang benar. Sedangkan fiksasi
eksentris adalah ambliopia padat tanpa fiksasi fovea dan dapat dalam kondisi monokular ataupun
binokular.10
Meet the Expert Page 9
AMBLIOPIA
2.2.6.Diagnosis
Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap apabila kita
menemukan pasien yang menderita ambliopia, yaitu : 1
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus, anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Ambliopia unilateral apabila ditemukan :9
1. Perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata sebanyak dua baris optotipe snellen atau lebih.
2. Visus tidak berubah meskipun sudah diberikan lensa koreksi
3. Adanya efec density filter dan efec crowding phenomenon
Kecurigaan ambliopia bilateral apabila pada kelainan refraksi yang bermakna yang diikuti kelainan
atau kebiasaan sebangai berikut :9
1. Anak harus maju saat melihat televise atau pun di dalam kelas
2. Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi
3. Penurunan visus tidak sepenuhnya berhubugan denga kelainan structural lintasan visual
4. Adanya kekeruhan pada kornea atau lensa
Gejala klinis ambliopia yang terpenting adalah penurunan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi.
Defisit penglihatan yang berhubungan dengan ambliopia mempunyai karakteristik tertentu meliputi
crowding phenomenon dan neural density filter effect. 9
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia.1,8
2.2.7.Pemeriksaan
1. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk/huruf yang rapat dan mengenali pola apa
yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional,
yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal. 8
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun linear
(sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok
disekitar huruf tunggal (Gambar 1). Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”. 8
Meet the Expert Page 10
AMBLIOPIA
Gambar 2. Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat turun
hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan yang besar ini
terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh
lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
hingga tajam penglihatan linear kembali normal. 8
2. Neural Density (ND) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter densitas netral (Kodak
No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang cukup unruk menurunkan tajam penglihatan mata normal
dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12) ditempatkan di depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita
ambliopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik. (Gambar
3). 1,8
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila digunakan filter, misalnya
20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan. Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk
screening secara tepat sebelum, dikerjakan terapi oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas. 8
Meet the Expert Page 11
AMBLIOPIA
Gambar 3 . Tes Filter Densitas Netral
Keterangan :
A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang ambliopik selama 1
menit sebelum diperiksa visusnya.
B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40
C. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada ambliopia fungsional
D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus ambliopia organik
3. Menentukan Sifat Fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak pada foveal; pada
fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina parafoveal-hal ini sering dijumpai
pada pasien dengan strabismik ambliopia daripada anisometropik ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai
dengan tajam penglihatan 20/200 14(6/60) atau lebih buruk lagi. Tidak cukup kiranya menentukan sifat
fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan
dapat didokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi
eksentrik bilateral. 8
a) Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus (Gambar 4) Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat
makula, dan pasien mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam (asterisk). 1
Meet the Expert Page 12
AMBLIOPIA
Gambar 4 . Visuskop
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada
fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina. 8
b) Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada pasien – pasien
dengan ambliopia kongenital keduabelah mata dan dalam hal ini pada penyakit makula bilateral dalam
jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata
yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan (Gambar 5). Tes visuskop
akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata. 1,8
Meet the Expert Page 13
AMBLIOPIA
Gambar 5. Fiksasi Eksentrik Bilateral
2.2.8.Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan ambliopia adalah agar pasien dapat memiliki kembali visus yang baik
dan seimbang antara kedua mata. Respon terhadap terapi ambliopia ini menurut beberapa ahli tergantung
kepada beberapa hal antara lain penyebab ambliopia (anisometropia , strabismus), beratnya dan awal
terjadinya ambliopia, umur saat terapi dimulai dan kepatuhan pasien.11 lebih cepat tindakan penatalaksaan
dilakukan, maka akan semakin besar pula keberhasilannya.11
Terapi ambliopia adalah sebagai berikut dengan menghilangkan hambatan masuknya sinar pada
mata, oklusi part time atau full time dan dengan degradasi optical atau penalinsasi dengan menggunakan
atropine.12
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh waktu
(part-time). 13
1. Menghilangkan hambatan masuknya sinar pada mata
Aspek ini bertujuan untuk menghilangkan penyebab deprivasi ambliopia agar aksis opti terbebas dari
hambatan.13
2. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau setiap saat
kecuali 1 jam waktu berjaga.( Occlusion for all or all but one waking hour ), arti ini sangat penting
dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya penutup mata
yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial. 1,8
Meet the Expert Page 14
AMBLIOPIA
Gambar 6. Adhesive patch
Penutup ( patch ) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu tidur. Kacamata
okluder ( spectacle mounted ocluder ) atau lensa kontak opak ,atau Annisa’s Fun Patches (Gambar 7)
dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch -nya kurang
lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan
binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan
binokular. 13
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun
usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai full-time patch
selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata
yang baik. 13
Gambar 7. Annisa’s Fun Patches yang tidak memakai perekat karena
dapat disisipkan ke dalam kacamata.
3. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama dengan oklusi full-
time. Durasi interval buka dan tutup patch -nya tergantung dari derajat ambliopia. 1 Ambliopia
Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding part-
Meet the Expert Page 15
AMBLIOPIA
time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara
20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6
jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir
sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat
selama 1 jam/ hari. 13
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan
Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing–masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang
terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan. 13
4. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas bayangan
(degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia,
sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine
tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan
kabur bila melihat dekat dekat. ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya
dengan patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut
dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir
minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang
dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang. 13
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-
7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu –
ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada patching. 1
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak mengiritasi
kulit dan dilihat lebih baik dari segi kosmetik. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan”
metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. 13
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan ukuran
tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping farmakologik atropine.
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non- oklusi pada pasien dengan mata yang lurus
(tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular. 13
2.2.8.Komplikasi
Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama
pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan
1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan
Meet the Expert Page 16
AMBLIOPIA
degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.8
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat, tajam
penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.8
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :8
Derajat ambliopia
Pilihan terapeutik yang digunakan
Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih lama. Oklusi
full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau
kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir
minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil. 8
2.2.9.Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih sebagian tercapai,
sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi
dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada penglihatan,
seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau penalisasi
farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga
ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau
secara periodik sampai usia 8 – 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk
follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan. 8
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi pertama. Bila
penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang
seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10
tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut: 1,8
- Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan organik,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka prognosis semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus tajam penglihatan awal pada mata
Meet the Expert Page 17
AMBLIOPIA
ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.
Tabel 1. Faktor Primer yang Berhubungan dengan Prognosis Ambliopia
Jelek s/d Sedang Sedang s/d Baik Baik s/d Sempurna
Onset anomali
ambriogenik
Lahir s/d usia 2 thn 2 s/d 4 thn 4 s/d 7 thn
Onset Terapi
Minus onset Anomali
>3 thn 1 s/d 3 thn ≤1 thn
Bentuk dan
keberhasilan dari
terapi awal
Koreksi optikal
Kemajuan VA
minimal
Koreksi optikal &
Patching
Kemajuan VA sedang
(moderate)
Koreksi optikal penuh
Patching
Kemajuan VA signifikan
Latihan akomodasi,
koordinasi mata-tangan &
fiksasi
Adanya stereoposis &
alterasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d cukup Cukup s/d sangat patuh
VA : Visual acuity (Tajam Penglihatan)
Meet the Expert Page 18
AMBLIOPIA
BAB III
KESIMPULAN
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik,
dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural
mata maupun jaras penglihatan posterior.
Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan, Neural
Density Filter test, menentukan sifat fiksasi dengan menggunakan visuskop, tes tutup alternat (Alternate
Cover Test) untuk fiksasi eksetrik bilateral.
Penatalaksanaan ambliopia adalah dengan koreksi kelainan refraksi dengan kaca mata atau lensa
kontak, dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau dengan degradasi optikal atau penalisasi
dengan menggunakan atropine.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan
intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko menderita ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini, sehingga prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.
Meet the Expert Page 19
AMBLIOPIA
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Chapter 5:
Ambliopia. Section 6. Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 67 – 75.
2. Rouse, M. W, et all. Optometric Clinical Practice Guideline : Care of the Patient with Ambliopia.
2004. Diunduh dari: http://www.aoa.org/documents/CPG-4.pdf. [diakses 29 Januari 2013].
3. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme, 2003;
344-346.
4. http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_ (3769-H-2007).pdf.
5. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.
6. Kemper AR, Margolis PA, Downs SM, Bordley WC. 1999.A Systemativ Review of Vision
Screening Test for The Detection of Ambliopia. Pediatrick; 104:1220-1222
7. Mittelman, D. Ambliopia. The Pediatric Clinics of North America. 2003. Diunduh dari :
http://dc281.4shared.com/doc/I0xKpEIJ/preview.html. [diakses 29 Januari 2013].
8. American Academi of oftalmology 2004- 2005. basic and clinical science Course section 12 :
Retina and Vitreous, The Eye MD Association
9. Abrahammson M, Sjostrand J. 2003. Astigmatic Axis and Amblyopia in Childhood. Acta
ophtalmol. Scand; 81:33- 37)
Meet the Expert Page 20
AMBLIOPIA
10. Mittelman, D. Ambliopia. The Pediatric Clinics of North America. 2003. Diunduh dari :
http://dc281.4shared.com/doc/I0xKpEIJ/preview.html. [diakses 29 januari 2013].
11. Hittner HAM,Fernandes KM. 2000. Successful Amblyopia Theraphy Initiated After Age 7 Years.
Arch of Ophtalmology ; 118:1535-1541
12. Donahue, Sean. The Relationship Between Anisometropia Patient Age and The
Development of Ambliopia. 2005. Diunduh dari:
http://www.aosonline.org/xactions/2005/1545-6110_v103_p313.pdf. [diakses 29 Januari
2013].
13. Yen, K.G. Ambliopia. Cullen Eye Institute, Baylor College of Medicine. 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#showall [diakses29 Januari
2013]
Meet the Expert Page 21