Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

5
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM PANDANGAN ULAMA (Tanggapan Terhadap Kerancuan Berfikir Syekh Khalil Samalanga) Oleh: Khairil Miswar Bireuen, 10 Mei 2012 Menarik sekali membaca tulisan saudara kita Syekh Khalil Samalanga (selanjutnya disebut Syaikhuna) di Harian Pikiran Merdeka (10/05/12) dengan tajuk “Urgensi Hisbah dalam Syari‟at”. Dalam tulisan tersebut Syaikhuna secara langsung atau tidak langsung hendak melegalkan aksi kekerasan dalam Islam. Syaikhuna juga memastikan bahwa aksi kekerasan yang sudah terlanjur dilakukan oleh FPI Bireuen adalah sebuah bentuk ketegasan dan bukan kekerasan. Mungkin Syaikhuna belum memahami makna dari kekerasan itu sendiri sehingga terjadi kerancuan dalam mengimplementasikan perilaku tersebut. Apakah merusak harta benda milik orang lain bukan kekerasan? Mencaci orang lain dengan kata kata tidak pantas apakah bukan kekerasan? Coba deh difikir dan dikaji kembali agar tidak terjadi syubhat dan kekaburan dalam mendifinisikan makna dan bentuk kekerasan. Dalam tulisannya Syaikhuna juga menyatakan bahwa Islam melegalkan ketegasan (kekerasan?) dengan adanya hukuman cambuk dan rajam. Menurut penulis contoh yang dimunculkan oleh Syaikhuna sama sekali tidak relevan. Cambuk dan rajam adalah sebuah bentuk hukuman yang memang sudah ditetapkan oleh syariat melalui dalil dalil yang shahih baik dari Al Quran maupun sunnah. Yang namanya hukuman tentunya harus melalui proses pembuktian di pengadilan, bukan dengan klaim dan tuduhan tuduhan tak berdasar. Apakah menurut Syaikhuna aksi membongkar kios orang lain dengan paksa termasuk dalam katagori hukuman? Jika memang itu sebuah hukuman kenapa tidak melalui proses peradilan? Jika memang mereka terbukti melanggar syari‟at, lantas kenapa FPI yang menghukum? Apa di negeri ini tidak ada pemerintah sehingga butuh campur tangan FPI? Siapa yang memberi kewenangan kepada FPI untuk melakukan aksi aksi tersebut? Apakah pemerintah pernah mewakilkan kewenangan tersebut kepada FPI? Tolong Syaikhuna mengkaji kembali.

description

Kekerasan atas nama agama di Aceh

Transcript of Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

Page 1: Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

DALAM PANDANGAN ULAMA

(Tanggapan Terhadap Kerancuan Berfikir Syekh Khalil Samalanga)

Oleh: Khairil Miswar

Bireuen, 10 Mei 2012

Menarik sekali membaca tulisan saudara kita Syekh Khalil Samalanga (selanjutnya disebut

Syaikhuna) di Harian Pikiran Merdeka (10/05/12) dengan tajuk “Urgensi Hisbah dalam

Syari‟at”. Dalam tulisan tersebut Syaikhuna secara langsung atau tidak langsung hendak

melegalkan aksi kekerasan dalam Islam. Syaikhuna juga memastikan bahwa aksi kekerasan yang

sudah terlanjur dilakukan oleh FPI Bireuen adalah sebuah bentuk ketegasan dan bukan

kekerasan. Mungkin Syaikhuna belum memahami makna dari kekerasan itu sendiri sehingga

terjadi kerancuan dalam mengimplementasikan perilaku tersebut. Apakah merusak harta benda

milik orang lain bukan kekerasan? Mencaci orang lain dengan kata – kata tidak pantas apakah

bukan kekerasan? Coba deh difikir dan dikaji kembali agar tidak terjadi syubhat dan kekaburan

dalam mendifinisikan makna dan bentuk kekerasan.

Dalam tulisannya Syaikhuna juga menyatakan bahwa Islam melegalkan ketegasan

(kekerasan?) dengan adanya hukuman cambuk dan rajam. Menurut penulis contoh yang

dimunculkan oleh Syaikhuna sama sekali tidak relevan. Cambuk dan rajam adalah sebuah bentuk

hukuman yang memang sudah ditetapkan oleh syariat melalui dalil – dalil yang shahih baik dari

Al – Quran maupun sunnah. Yang namanya hukuman tentunya harus melalui proses pembuktian

di pengadilan, bukan dengan klaim dan tuduhan – tuduhan tak berdasar. Apakah menurut

Syaikhuna aksi membongkar kios orang lain dengan paksa termasuk dalam katagori hukuman?

Jika memang itu sebuah hukuman kenapa tidak melalui proses peradilan? Jika memang mereka

terbukti melanggar syari‟at, lantas kenapa FPI yang menghukum? Apa di negeri ini tidak ada

pemerintah sehingga butuh campur tangan FPI? Siapa yang memberi kewenangan kepada FPI

untuk melakukan aksi – aksi tersebut? Apakah pemerintah pernah mewakilkan kewenangan

tersebut kepada FPI? Tolong Syaikhuna mengkaji kembali.

Page 2: Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

Penulis bukannya ingin berpolemik dengan FPI, namun menurut penulis tindakan yang

dilakukan oleh FPI Bireuen adalah tindakan yang terlalu atraktif dan salah kaprah. Penulis juga

bukan hendak melegalkan pelanggaran syari‟at di tanah Aceh, namun perlu diketahui bahwa

Islam adalah agama normatif – solutif , bukan agama provokatif – agresif.

Pandangan Ulama

Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab “Al Gunyah li Thalibi Thariq Al Haqq fi Al

Akhlaq” menyebutkan bahwa amar ma‟ruf nahi munkar merupakan dua hal yang diwajibkan

bagi setiap orang muslim yang merdeka, mukallaf serta memiliki pengetahuan tentang perintah

tersebut namun dalam melakukannya harus memiliki kemampuan. Syaikh Abdul Qadir sesuai

dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga menegaskan bahwa bentuk pencegahan ada

tiga; dengan tangan, lisan dan terakhir dengan hati. Syaikh yang mulia ini juga menjelaskan

bahwa kelompok yang melakukan pencegahan dengan tangan adalah para pemimpin dan

penguasa. Kelompok yang melakukan pencegahan dengan lisan adalah para ulama. Yang

terakhir adalah kelompok ketiga yang melakukan pencegahan dengan hati yaitu orang – orang

awam.

Lebih lanjut Syaikh Abdul Qadir Jailani mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal juga

menyebutkan bahwa pencegahan harus dilakukan dengan kelembutan hati guna menunkjukkan

berkah imannya. Dengan cara tersebut dia dapat menghindari kemungkinan buruk dari upaya

pencegahannya. Syaikh Abdul Qadir juga menetapkan syarat – syarat amar ma‟ruf nahi munkar,

yaitu; pertama, harus benar – benar mengetahui apa yang akan diperintahkan dan dilarang.

Kedua, harus bertujuan mencari keridhaan Allah dan tidak disertai dengan riya dan sum‟ah.

Ketiga, amar ma‟ruf nahi munkar harus dilakukan dengan lemah lembut dan tidak boleh dengan

cara – cara yang radikal dan kasar. Keempat, penyeru amar ma‟ruf nahi munkar harus selalu

bersabar serta mampu mengendalikan diri, rendah hati dan tidak mengedepankan hawa nafsu.

Kelima, Sebelum melalukan amar ma‟ruf nahi munkar orang tersebut harus lebih dahulu

mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi sesuatu yang dilarang dalam agama. Syarat

kelima ini sangat urgen untuk diperhatikan agar orang – orang tidak berbalik menyerang kita,

sehingga kita menjadi hina dalam pandangan Allah. Semoga saja penjelasan singkat ini yang

penulis kutip dari penuturan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bisa di fahami oleh Syaikhuna.

Page 3: Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

Pertanyaan Kepada FPI.

Sekarang saatnya kita bertanya kepada FPI yang diwakili oleh Syaikhuna tentang beberapa

persoalan yang mungkin luput dari pandangan Syaikhuna. Pertama, apakah FPI merupakan

representatif dari penguasa (pemerintah) sehingga FPI dengan garangnya berani melakukan aksi

pembongkaran kios milik masyarakat? Apakah bentuk amar ma‟ruf nahi munkar yang dilakukan

oleh FPI sudah sesuai dengan tuntunan syari‟at Islam yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu

'alaihi wasallam? Jika ia, apa dalilnya yang bisa menguatkan anggapan tersebut? Apakah aksi

anarkhis yang dilakukan oleh FPI bertujuan mencari ridha Allah atau hanya untuk mencari

sensasi semata agar tidak merasa malu dengan FPI di pulau Jawa? Apakah anggota FPI yang ada

di Kabupaten Bireuen sudah mengerjakan setiap perintah Allah dan meninggalkan larangaNya?

Apa bisa dipastikan bahwa tidak ada oknum anggota FPI yang melanggar syariat? Dan masih

banyak lagi pertanyaan lain yang penulis yakini tidak akan mampu dijawab oleh FPI yang ada di

Kabupaten Bireuen.

Adapun analogi yang dibuat oleh Syaikhuna bahwa seorang ayah boleh memukul anaknya

atau suami dibolehkan memukul istrinya (selain diwajah) jika membangkang itu memang sudah

diajarkan dan diatur dalam syari‟at. Memukul anak yang melakukan kesalahan tidak bisa

disepadankan dengan merusak kios orang. Bedanya jauh banget gitu lho (bahasa anak gaul).

Seorang ayah boleh memukul anaknya yang bandel sebagai bentuk dari pendidikan dan bukan

untuk membunuh. Mungkin ada yang bertanya, kenapa ayah boleh melakukan amar ma‟ruf nahi

munkar terhadap anaknya dengan tangan? Jawabnya, karena ayah adalah “penguasa”

dirumahnya dan dia memiliki kemampuan untuk itu. Beda halnya dengan seorang ayah yang

memukul anak orang lain, ini jelas tidak boleh karena dia bukan penguasa bagi anak orang lain

yang notabene memiliki ayahnya sendiri. Lantas bagaimana dengan aksi FPI yang merusak kios

orang apakah dibolehkan? Tanya dulu, apa FPI penguasa di daerah tersebut? Jika bukan, stop aja

deh (gaul lagi).

Jika memang syarat – syarat amar ma‟ruf nahi munkar belum difahami oleh FPI, lantas buat

apa kawan – kawan FPI terburu – buru bak “pahlawan kesorean” (baca: melebihi pahlawan

kesiangan). Kita berharap agar Syaikhuna mengkaji kembali pemikirannya yang terkesan rancu

dan tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Apakah Syaikhuna merasa lebih „alim tentang syariat

Page 4: Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama

ini jika dibanding dengan Syaikh Abdul Qadir Jailani? Mari kita instropeksi diri kita masing –

masing. Wallahul Waliyut Taufiq.

Biodata Penulis :

Nama : Khairil Miswar

Pekerjaan : Alumnus IAIN Ar – Raniry Banda Aceh

Alamat : Bireuen, Aceh

Email : [email protected]

[email protected]

Page 5: Amar Ma'Ruf Nahi Munkar Dalam Pandangan Ulama