Amalgamasi

48
AMALGAMASI IRFAN (DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI)

Transcript of Amalgamasi

Page 1: Amalgamasi

AMALGAMASI

IRFAN

(DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI)

Page 2: Amalgamasi

Desentralisasi sebagai asal muasal pemerintahan daerah lahir karena unsur sentralisasi

DESENTRALISASI MELAHIRKAN OTONOMI DAERAH, YAITU OTONOMI YANG DIMILIKI OLEH DAERAH OTONOM (MASYARAKAT HUKUM). SEHINGGA DESENTRALISASI

MENGAKIBATKAN PULA ADANYA PROSESPEMBENTUKAN DAERAH OTONOM YANG SERINGKALI DISEBUT-SEBUT DENGAN

ISTILAH PEMEKARAN DAERAH

Page 3: Amalgamasi

Djoko Harmantyo (2007) Jurnal Makara UI---pakar geografi UIBerdasarkan Studi yang dilakukan

disimpulkan:Jumlah ideal daerah otonom di Indonesia

adalah 460 kabupaten dan kota dalam 46 propinsi, jumlah potensi konflik keruangan dan jumlah kerjasama antar daerah otonom minimal sebanyak 2760 jenis.

Page 4: Amalgamasi

lanjutan

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin banyak pemekaran DAERAH, semakin banyak potensi konflik ke-ruang-an karena jumlah garis batas antar wilayah sebagai sumber konflik jumlahnya semakin banyak.

Page 5: Amalgamasi

lanjutan

Saat ini jumlah daerah otonom sudah mendekati angka 500 kabupaten/kota.

Karakteristik wilayah Indonesia memiliki dua jenis garis batas yaitu batas darat dan batas laut. Garis batas darat lebih potensial untuk terjadinya konflik keruangan;

Di samping faktor jumlah penduduk dan luas wilayah, garis batas wilayah merupakan faktor penting sebagai pertimbangan dalam penyempurnaan instrumen dan persyaratan pemekaran daerah terutama dalam mengantisipasi timbulnya konflik keruangan.

Page 6: Amalgamasi

Wahyudi dan Berindra: 2010

Saat ini Indonesia memiliki 524 daerah otonom, terdiri atas 33 provinsi, 398 kabupaten, 93 kota.

Selama 1999-2009, terbentuk 205 daerah otonom baru dari berbagai tingkatan, atau bertambah lebih dari 63 persen dibandingkan dengan jumlah daerah otonom di akhir masa Orde Baru.

Page 7: Amalgamasi

PEMBAHASAN DUA HAL YAKNI MENGENAI PEMEKARAN DAN

PENGGABUNGAN DAERAH DALAM KONSEP AKADEMIK, DIKENAL

DENGAN ‘AMALGAMASI’

Page 8: Amalgamasi

AF LEEMANS (1970)

“THE PRINCIPLE REASON FOR THIS PLEA WAS THE SCALE ENLARGEMENT RESULTING FROM BETTER COMMUNICATIONS, GREATER SOCIAL MOBILITY AND THE TECHNOLOGICAL DEVELOPMENTS.

SECONDLY, AUGMENTATION OF LOCAL GOVERNMENT TASKS, WHETHER ON THE COMMUNES OWN INITIATIVE OR AS A RESULT OF DELEGATION BY HIGHER AUTHORITIES, AFFECTED THE ADEQUACY OF LOCAL GOVERNMENT UNITS”.

Page 9: Amalgamasi

SEBALIKNYA ADA JUGA GEJALA PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH YANG TERJADI DI BEBERAPA NEGARA, KARENA ALASAN-ALASAN BERIKUT:

INSUFFICIENT TO ALLOW EFFETIVE DISCHARGE OF TASKS OR SERVICES

THE FINANCIAL RESOURCES OF MINI-COMMUNES ARE USUALLY INSUFFICIENT,

PROPER TRAINING AND SKILL TO SMALL COMMUNE STAFF

THE INCREASING OF COMPLEXITY OF PUBLIC AFFAIRS

THE GROWTH OF POPULATION AND EXPANSION OF ECONOMICS AND SOCIAL ACTIVITIES

SCARCE RESOURCES SOIL AS EFFECTIVELY AS POSSIBLE

OPTIMAL AREA FOR PROVIDING CERTAIN PUBLIC SERVICES

Page 10: Amalgamasi

JENIS-JENIS AMALGAMASI

“THE TERM ‘AMALGAMATION’, IN THE BROAD CONNOTATION ADOPTED HERE, COMPRISES THREE SUB-TYPES, AN ANALYSIS OF WHICH BRINGS FORTH A NUMBER OF CHARACTERISTIC FEATURES” :

(1) ANNEXATION(2) MERGER(3) REDIVISION OF AREA

Page 11: Amalgamasi

ANEKSASI

PELEBURAN DUA DAERAH OTONOM TANPA MENIMBULKAN DAERAH OTONOM BARU, ATAU ADANYA SEBAGIAN WILAYAH DARI SALAH SATU DAERAH OTONOM YANG DILEBURKAN KE DALAM DAERAH OTONOM LAINNYA.

BISA JUGA PELEBURAN SEBAGIAN WILAYAH DARI UNIT TERITORIAL DI DALAM DAERAH OTONOM KE DALAM UNIT YANG LAINNYA DALAM DAERAH OTONOM YANG SAMA.

KATA KUNCI: SEBAGIAN WILAYAH.

Page 12: Amalgamasi

MERGER

MELEBURNYA DUA ATAU LEBIH DAERAH OTONOM YANG MENIMBULKAN DAERAH OTONOM BARU YANG MERUPAKAN PERCAMPURAN DARI DUA ATAU LEBIH DAERAH OTONOM YANG BERSANGKUTAN.

BISA SAJA MERGER ANTAR UNIT TERITORIAL DI DALAM SEBUAH DAERAH OTONOM.

KATA KUNCI: PELEBURAN

Page 13: Amalgamasi

“REASON FOR MERGER”

THE LACK OF ECONOMIC GROWTH CAN INCREASE OR EVEN DECLINE OF THE POPULATION AS A RESULT OF MIGRATION TO URBAN CENTRES, MADE PHYSICAL EXTENSION OF THE TERRITORY OF SUCH RURAL COMMUNES UNNECESSARY.

THE TASKS OF RURAL GOVERNMENTS DID NOT UNDERGO THE SPECTACULAR INCREASE OF THEIR MAJOR COUNTERPARTS”.

Page 14: Amalgamasi

REDIVISON OF AN AREA

PEMBAGIAN ULANG BATAS-BATAS WILAYAH UNIT-UNIT TERITORIAL DARI SEBUAH DAERAH OTONOM.

BISA JUGA PENARIKAN GARIS BATAS BARU DALAM SEBUAH DAERAH OTONOM YANG MENYANGKUT UNIT TERITORIAL DI DALAM WILAYAHNYA TANPA MENAMBAH LUAS DAERAH OTONOM TERSEBUT.

Page 15: Amalgamasi

lanjutan

PERSOALANNYA JIKA YANG DILAKUKAN PENARIKAN GARIS BATAS BARU ADALAH DAERAH OTONOM YANG MERUPAKAN DAERAH OTONOM TINGKAT ATAS ATAU PERTAMA DI MANA DI DALAMNYA TERDAPAT DAERAH OTONOM YANG LEBIH KECIL.

JIKA INI YANG DILAKUKAN, BISA TERJADI MERGER ATAU ANEKSASI DARI ANTAR UNIT DAERAH OTONOM YANG LEBIH KECIL TADI.

Page 16: Amalgamasi

KETIGA JENIS AMALGAMASI SERINGKALI TERJADI TUMPANG TINDIH, SEHINGGA TIDAK MURNI SECARA EKSTRIM HANYA SALAH SATU YANG TERJADI.TIPOLOGI:Aneksasi tanpa redivisiAneksasi dengan redivsi atau sebaliknyaMerger dengan redivisi atau sebaliknyaMerger tanpa redivisi

Page 17: Amalgamasi

LANJUTAN

Merger dan aneksasi dapat menimbulkan redivisi dapat pula tidak menimbulkan. Contoh Dua kabupaten merger, masing-masing memiliki 10 Kecamatan. Dikatakan merger tanpa redivisi, jika hasilnya menjadi 20 Kecamatan tanpa mengubah batas. Bisa saja redivisi terjadi pada level kelurahannya setelah terjadi merger. Jika bertambah atau berkurang jumlah kecamatannya maka terjadi redivisi.

Satu Kabupaten dengan 10 kecamatan menganeksasi kabupaten di sekitarnya, katakanlah sebanyak 2 kecamatan. Jika hasilnya menjadi 12 kecamatan maka terjadi aneksasi tanpa redivisi dengan catatan tanpa mengubah batas.

Umumnya merger dan aneksasi disertai redivisi kewilayahan.

Page 18: Amalgamasi

LANJUTAN

Redivisi kewilayahan tergantung satuan pandang yang kita pakai. Jika lingkup Provinsi, maka redivisi terjadi antar Kabupaten dan atau Kota. Jika Kabupaten atau Kota maka redivisi terjadi antar Kecamatan.

Pembentukan daerah otonom yang umumnya dibahas adalah redivisi pada level Provinsi untuk penambahan Kabupaten dan Kota Baru atau redivisi pada level Nasional untuk penambahan Provinsi.

Page 19: Amalgamasi

Pertimbangan AmalgamasiPendapat Talizuduhu Ndraha (2007) misalnya

mengatakan pembentukan daerah otonom merupakan persoalan hubungan kemanusiaan dengan negara.

Sehingga dalam berotonomi, ketidakmampuan atau melemahnya daerah otonom akibat kecilnya resourcess haruslah dikelola dengan baik terutama oleh Pemerintah sebagai elemen penyelenggara desentralisasi (pembentukan daerah otonom).

Tanggungjawab pemerintah harus besar dalam memandirikan daerah dan memajukannya pula.

Page 20: Amalgamasi

LANJUTAN

Alan Norton (1994) menyebutnya sebagai upaya penataan organisasi dan batas daerah yang memiliki dua pertimbangan:

(a) efektivitas demokrasi;

(b) jaminan skala ekonomi Daerah.

Page 21: Amalgamasi

Lanjutan

Smith (1985) menyebutkan sebagai berikut:

“The choice for delimiting governmental areas will depend upon both the form of decentralization chosen (political or bureaucratic) and the functions to be performed by sub-national institutions. At the level of local government, prominence may be given to the definition of communities. Social geography rather than government function then creates political boundaries, though it may be necessary to define a hierarchy of communities corresponding to the different scale of operations demanded by different devolved functions. Hence, the efficiency principle by means of which areas defined according to assumptions about scale of operations necessary for optimum performance. A third principle is managerial, when areas are defined according to the management structure of decentralized organization. A fourth principle of delimitation is technical, where the optimum area for a government function is determined by the landscape or economy: watersheds, climate, soil conditions, topography, and location of natural resources and the distribution of industry. Finally, there is the social principle, when areas define themselves regardless of administrative rationality.”

Page 22: Amalgamasi

lanjutan

Meligrana dan Razin (2004) menyebutkan beberapa pertimbangan restrukturisasi batas daerah terdiri dari dua kelompok isu: (a) isu administrasi yang ingin meraih nilai-nilai: (1) efisiensi, (2) efektivitas; dan (3) pemerataan; dan (b) isu politik yang berupaya untuk mewujudkan demokrasi dan otonomi daerah.

Hoessein (1993) merujuk pendapat Schnur (1969) yang diikuti oleh Leach et al (1996) dan Smith (1985) sebagai Catchment Area yakni luas wilayah yang optimal bagi layanan, pembangunan, penarikan sumberdaya, partisipasi dan kontrol baik masyarakat maupun birokrasi.

Page 23: Amalgamasi

AspekEkonomi-geografis:Kegiatan Ekonomi di Daerah, Keadaan geografi permukaan Daerah, penggalian sumber-sumber penerimaan pajak Daerah baik yang potensiil maupun yang riil.

AspekEkonomi-geografis:Kegiatan Ekonomi di Daerah, Keadaan geografi permukaan Daerah, penggalian sumber-sumber penerimaan pajak Daerah baik yang potensiil maupun yang riil.

Aspek sosio-administratif:Kohesi masyarakat, fungsi birokrasi dan efisiensi administrasi

Aspek sosio-administratif:Kohesi masyarakat, fungsi birokrasi dan efisiensi administrasi

Kontinum:Catchment Area & Dis-catchment area

Page 24: Amalgamasi

THE LIANG GIE: 1968

Ada 3 kelompok faktor dalam pembentukan daerah otonom:

1. faktot-faktor objektif: (a) daerah: luasnya, keadaan geografinya; wilayah eksisting; tatakelola pemerintahannya eksisting; perhubungan dalam daerah dan atar daerah; (b) Penduduk; © ekonomi; (d) keuangan.

2. Fakta-fakta subjektif: sejarah, norma-norma hukum dan budaya yang berkembang.

3. Fakta-fakta psikologis: situasi politik, dukungan dan lain-lain.

Page 25: Amalgamasi

Lanjutan

Menurut Maryanov ada 4 faktor: pertama, faktor sosial dan fisik.

Kedua, faktor teknis. Faktor ini terdiri dari aspek-aspek: (1) sumberdaya manusia; (2) keuangan; dan, (3) peralatan yang dibutuhkan untuk menjalankan pemerintahan daerah.

Faktor ketiga, keinginan masyarakat untuk membentuk pemerintahan daerah.

Faktor keempat, adalah perkembangan sejarah. Sejarah yang terjadi di Indonesia menempatkan pembedaan yang kontras antara Jawa dan Luar Jawa. Oleh sebab itu, Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu memperlakukan pembedaan fungsionalisasi pemerintahan daerah di Indonesia.

Page 26: Amalgamasi

Implikasi teritorial Nasional

Pembentukan daerah otonom (wilayah pemerintahan daerah) baru dalam wilayah Negara tanpa menambah luasan wilayah negara, mempersempit luas daerah otonom tertentu atau sebagian.

Implikasinya dengan demikian pertama-tama adalah sumberdaya yang terserap atau terbagi ke daerah-daerah baru. Pada level nasional juga makin kecilnya share kue pembangunan antar daerah otonom yang sudah ada. Jadi, yang terpenting adalah keseimbangan di sini.

Page 27: Amalgamasi

DISADVANTAGES AND RESISTANCE TO AMALGAMATION

RESISTANCE TO CHANGE MASA LALU/ SEJARAH PEMBENTUKAN

DAERAH OTONOMDAMAGE TO THE SOCIAL COMMUNITYKULTUR SOSIAL DAN KEYAKINAN MASYARAKAT

SERINGKALI TERABAIKAN DIMINISHING INFLUENCE OF INDIVIDUAL CITIZEN:

JARAK ANTARA PEMEIRNTAH DAN WARGA SEMAKIN JAUH. RASIO KEPENDUDUKAN MAKIN RENDAH. MENURUNKAN REPRESENTATIVITAS TERHADAP WARGA

RESISTANCE BY ELECTED OFFICIALS MENURUNNYA DUKUNGAN WARGA

FINANCIAL DISADVANTAGES MORE EXPENSESINCONVENIENCE TO THE CITIZENS

Page 28: Amalgamasi

PENDEKATAN DALAM AMALGAMASI:PIECEMEAL OR LARGE-SCALE AMALGAMATIONVOLUNTARY-COMPULSORY AMALGAMATION

Page 29: Amalgamasi

PRIORITY OBJECTIVES OF AMALGAMATION IF EMPHASIS IS PLACED ON LOCAL DEMOCRACY

AND LARGE-SCALE PARTICIPATION, AS WELL AS ON THE VALUE OF THE SOCIAL COMMUNITY, THIS RESULTS IN THE PREFERENCE FOR FAIRLY SMALL COMMUNES OR THE CREATION OF SUB-COMMUNAL UNITS;

IF EMPHASIS IS PLACED ON OVERALL EFFICIENCY, FINANCIAL STRENGTH AND SOCIAL AND ECONOMIC DEVELOPMENT, THE PREFERENCE TENDS TO BE FOR LARGER UNITS OF LOCAL GOVERNMENT;

IF PRINCIPAL ATTENTION IS GIVEN TO CATCHMENT AREA OF ESSENTIAL SERVICES, THE SIZE OF THE UNIT WILL DEPEND ON THOSE SERVICES WHICH ARE CONSIDERED DETERMINANT.

Page 30: Amalgamasi

ISU-ISU

FIRST ISSUE: HOMOGENEITY VS HETEROGENEITY

SECOND ISSUE: SIMILAR ECONOMIC AND SOCIAL INTEREST OR DIFFERING ECONOMIC AND SOCIAL INTEREST

Page 31: Amalgamasi

HOMOGENEITY HELPS TO PRESERVE THE CHARACTER OF LOCAL COMMUNITIES BY REDUCING THE IMPACT OF OUTSIDE INFLUENCE

HOMOGENEITY OF THE POPULATION WILL REDUCE CHANCES OF CONFLICT IN THE LOCAL BODIES AND THUS FACILITATE DECISION MAKING

Page 32: Amalgamasi

PENDEKATAN DALAM AMALGAMASI:1. PIECEMEAL OR LARGE-SCALE AMALGAMATION2. VOLUNTARY-COMPULSORY AMALGAMATION

Page 33: Amalgamasi

Amalgamasi di Jepang

Amalgamations are not solely a phenomenon of the west, nor of contemporary Japan. Even though the decentralization reform officially started in the nineties, local amalgamation has been occurred in Japan before that. As Mabuchi points out (2001; see also Nakanishi 2002), there have been two significant periods of amalgamation in Japan’s modern history.

Page 34: Amalgamasi

lanjutan

From 1883 to 1898, the number of municipalities decreased from 71,497 to 14,289 as a direct result of municipal amalgamation, justified under the reasoning of increasing the scale and relevance of the resulting respective autonomous governing bodies. The first is called Meiji Amalgamation. The second drastic change took place from 1950 to 1960. During this period, the total number of municipalities decreased from 10,443 to 3,526.

Page 35: Amalgamasi

LANDASAN NORMATIVE

PP 78 tahun 2007 mengenai pembentukan daerah otonom baru disebutkan tata cara atau mekanismenya dan syarat-syarat pembentukannya. Judul peraturan pemerintahnya secara lengkap adalah: “Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.”

Page 36: Amalgamasi

LANJUTAN

Dari judul tersebut yang terjadi hanya menyangkut pemekaran dan pembentukan Daerah, sedangkan penghapusan dan penggabungan daerah belum pernah terjadi.

Sedikit berbeda dari PP sebelumnya (PP 129 tahun 2000), hal-hal yang prinsipil dalam PP tersebut adalah menyangkut: (a) pembentukan daerah; yang menyangkut berbagai faktor dan keriteria lolos (b) tata cara pembentukan daerah; (c) penghapusan dan penggabungan daerah; (d) tata cara penghapusan dan penggabungan daerah; dan (e) pendanaan.

Page 37: Amalgamasi

LANJUTAN

Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, terdapat 3 syarat pembentukan daerah: (1) syarat administratif; (2) syarat fisik, dan (3) syarat teknis.

Syarat teknis, meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Page 38: Amalgamasi

.

ADMINISTRATIF

TEKNIS

FISIK KEWILAYAHAN

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN

DAERAHPasal 5 Ayat (1)

Page 39: Amalgamasi

SYARAT ADMINISTRATIF

A. PEMBENTUKAN PROVINSI Pasal 5 Ayat (2)

1. ASPIRASI MASYARAKAT.2. KEP. DPRD KABUPATEN/KOTA & PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA MASING-MASING YG AKAN MJD CAKUPAN PROV3. KEP. DPRD PROV/INDUK. 4. REKOMENDASI GUBERNUR/INDUK.5. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI

1. ASPIRASI MASYARAKAT.2. KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN/KOTA.3. PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA.4. KEPUTUSAN DPRD Kabupaten/KotaINDUK. 5. REKOMENDASI Bupati/ Walikota INDUK.6. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI

B. PEMBENTUKAN KABUPATEN/KOTAPasal 5 Ayat (3)

Page 40: Amalgamasi

SYARAT TEKNISPasal 5 Ayat (4)

FAKTOR DASARPEMBENTUKAN DAERAH

1. KEMAMPUAN EKONOMI.2. POTENSI DAERAH.3. SOSIAL BUDAYA.4. SOSIAL POLITIK.5. KEPENDUDUKAN.6. LUAS DAERAH.7. PERTAHANAN.8. KEAMANAN. dan9. FAKTOR LAIN YANG MEMUNGKINKAN TERSELENGGARANYA OTDA (KEMAMPUAN KEUANGAN,TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, RENTANG KENDALI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH)

Page 41: Amalgamasi

SYARAT FISIKPasal 5 Ayat (5)

KOTA

PROVINSI

KABUPATEN

PALING SEDIKIT 4 KECAMATANSARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 5 KECAMATANLOKASI CALON IBUKOTASARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 5 KABUPATEN/KOTALOKASI CALON IBUKOTASARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

Page 42: Amalgamasi

PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, apabila tidak mampu menyelenggarakan Otda {Pasal 6 Ayat (1)} dan dilakukan setelah proses evaluasi {6 Ayat (2)}

Penghapusan dan penggabungan daerah ditetapkan dengan UU {7 Ayat (1)}

Perubahan batas daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi, serta perubahan nama , atau pemindahan ibu kota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan PP {7 Ayat (2)}

Perubahan dimaksud dilakukan atas usul dan persetujuan daerah ybs. {Pasal 7 Ayat(3)}

Tata cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah {Pasal 8}

Page 43: Amalgamasi

LANJUTAN

Faktor-faktor tersebut dinilai lebih menekankan segi kuantitatif dan kurang menghiraukan kualitatifnya.

Tidak ada atau sangat sedikit kriteria yang memperhitungkan adanya keterkaitan elemen nasional di daerah. Lebih banyak menghitung animo desentralisasi (penyerahan wewenang) dan pembentukan daerah otonom baru katimbang bagaimana kaitan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada fungsi pelayanan kepada masyarakat sesungguhnya.

Page 44: Amalgamasi

Apakah pemekaran daerah harus didahului bahwa kinerja daerah yang bersangkutan harus bagus sejak awal? Atau paling tidak menyangkut potensi daerahnya?

Begitupun sebaliknya apakah penggabungan daerah harus didahului oleh fakta penilaian kinerja yang buruk?

Page 45: Amalgamasi

Wahyudi dan Berindra: 2010

Evaluasi kinerja pemerintahan daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) pada 2008 menunjukkan, dari 148 daerah otonom baru yang dimekarkan antara 1999-2007, sebanyak 49 daerah berkinerja pemerintahan tinggi dan 28 daerah berkinerja rendah. Sisanya, sebanyak 71 daerah, tak bisa dievaluasi karena tidak menyampaikan laporan kinerja pemerintahan.

Hasil evaluasi daerah oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menunjukkan ada 34 daerah yang menjadi tertinggal atau miskin setelah dimekarkan.

Page 46: Amalgamasi

lanjutan

Meski hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah menunjukkan hasil yang kurang baik, usulan pemekaran daerah tetap mengalir dan diakomodasi Kemdagri, DPR, dan DPD. Hingga akhir Desember lalu, tercatat 112 usulan daerah otonom baru yang diajukan ke Kemdagri. Jika ditambah dengan usulan yang masuk melalui DPR dan DPD, jumlahnya dipastikan membengkak sebab banyak usulan pemekaran daerah diajukan melalui DPR karena lebih mudah.

Page 47: Amalgamasi

lanjutan

Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Ratnawati, mengingatkan, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menindak dan membubarkan daerah otonom yang tidak memiliki kinerja baik. Tindakan tegas itu diperlukan bagi daerah otonom yang tidak bisa mewujudkan peningkatan kualitas layanan publik, kesejahteraan masyarakat, dan demokrasi lokal.

Page 48: Amalgamasi

Sebaiknya berbagai elemen memahami pemekaran adalah alat untuk mencapai tujuan pengembangan daerah yang lebih luas bukan kepentingan kelompok.

Dengan demikian, kita harus menanamkan nilai-nilai kepada semua pihak bahwa “siap mekar, berarti juga siap gabung”. Tidak selamanya daerah otonom baru harus dipertahankan, jika evaluasi menunjukkan kinerja yang buruk, maka harus siap digabung (dihapus) kembali.

Penutup