Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok
-
Upload
alvian-safrizal -
Category
Documents
-
view
27 -
download
2
Transcript of Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok
Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok
Alvian Safrizal
Email: [email protected]
Abstrak
Televisi menjadi sarana yang paling penting di zaman kemajuan teknologi saat ini tidak hanya sebagai media penyampai informasi secara tidak langsung, tetapi juga sebagai media hiburan penduduk dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-harinya. Pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi dipengaruhi oleh faktor yang melekat di dalam diri penduduk, yakni tingkat penghasilan, lama tinggal, profesi serta pola perjalanan belanja yang mempengaruhi penduduk dalam memilih televisi pilihannya (preferensi TV) yang dilihat dari merk dan teknologi bentuk televisi dan memilih jarak tempuh yang diambil dari tempat tinggalnya ke pilihan tempat belanja televisinya sehingga akan membentuk pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi. Penduduk dengan tingkat penghasilan tinggi pada umumnya melakukan perjalanan belanja multi purpose trip akan memilih jarak tempuh yang jauh menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di mall dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV terkini dari beragam merk TV sedangkan Penduduk dengan tingkat penghasilan rendah pada umumnya melakukan perjalanan belanja single purpose trip akan memilih jarak tempuh yang dekat menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di pasar tradisional dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV biasa yang cenderung merk TV biasa.
Kata kunci : belanja, mall, pasar tradisional, pola spasial, televisi,.
Abstract
Television became the most important means in the age of technological advancements today not only as a medium conveys information indirectly, but also as a medium of entertainment residents in performing activities of daily life. Spatial patterns of residents in choosing the TV shopping is influenced by factors inherent within the population, the level of income, length of residence, profession and shopping travel patterns that affect the choice in choosing television (TV preferences) as seen from the form of television brands and technology and choose the distance taken from his home to the television shopping options that will shape the spatial pattern in choosing where to shop TV. Residents with higher incomes generally perform multi-purpose shopping trip trip will choose a far distance to where the television shopping kecendrungannya do some shopping at the mall with the preferences of the selected dominant TV technology updates from various forms of TV brand TVs while the population with low income levels generally travel single-purpose shopping trip mileage will choose close to where the television shopping preference do shopping in traditional markets with a dominant preference selected TV technology that tends to form a regular TV brand.
Keywords : mall, shopping television, spatial pattern, traditional market.
PENDAHULUAN/LATAR BELAKANG
Pola belanja di pasar tradisional bisa jadi bukan satu-satunya alternatif warga
perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya karena banyaknya pusat perbelanjaan
modern yang bermunculan (Mahar, 1995). Pola belanja masyarakat sangat berkaitan erat
dengan perilaku serta kebiasaan konsumen dalam memilih tempat berbelanja sesuai
kebutuhan hidupnya. Menurut Ma’ruf dalam Novalisa, (2009), pada umumnya terdapat dua
perilaku belanja pada masyarakat Indonesia, yang pertama ialah perilaku berbelanja dengan
orientasi “belanja adalah belanja’’ yang mengandung arti mencari barang yang dibutuhkan
atau diinginkan sehingga aspek fungsional pusat perbelanjaan lebih diutamakan daripada
suasana tempat belanja. Jenis perilaku belanja yang kedua yaitu perilaku berbelanja dengan
orientasi “rekreasi” yang berarti konsumen dengan pola seperti ini akan mencari pusat
perbelanjaan yang menyenangkan. Dengan melihat banyaknya jumlah pusat perbelanjaan, kita
mengetahui bahwa konsumen menjadi teliti untuk memilih dimana merekan akan berbelanja.
Perhatian konsumen tertuju kepada keputusan untuk memilih pusat perbelanjaan yang lebih
menarik dan memiliki banyak jenis barang yang sesuai dengan pilihan dan selera mereka
( Wong & Yuan dalam Novalisa,2009).
Dari jumlah pusat perbelanjaan tradisional dan modern tersebut, tidak semuanya
terdapat kegiatan penjualan televisi didalamnya. Hanya 3 pusat perbelanjaan tradisional dan 4
pusat perbelanjaan modern yang terdapat penjualan televisi didalamnya, yakni Pasar Lama
Dewi Sartika, Pasar Agung, Pasar Cisalak, Depok Town Square, Margo City, ITC Depok dan
Depok Town Centre. Berdasarkan fakta di atas, penulis tertarik untuk mengidentifikasi
bagaimana pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk Kota Depok. Dalam
melihat Pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk Kota Depok, penulis hanya
menggunakan faktor penentu berupa Karakteristik demografi, preferensi televisi, pola
perjalanan belanja, jarak tempat tinggal penduduk (jarak tempuh) terhadap pusat
perbelanjaan.
TINJAUAN TEORITIS
Berdasarkan pola perjalanan berbelanja yang dikemukakan oleh Hartston dalam
Primanita & Amiani (2009) tedapat tiga pengklasifikasian, yaitu:
o Single Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja yang diawali di satu titik dan kembali
pada titik yang sama. Biasanya rumah dijadikan titik awal dan pusat perbelanjaan
sebagai titik yang dituju. Pola ini merupakan pola yang paling sering dilakukan.
Pertimbangan utama dalam pola ini adalah jarak, artinya pusat perbelanjaan dengan
jarak terdekatlah yang menjadi titik tujuan.
o Multi Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja dengan titik awal rumah tetapi titik
yang dituju lebih dari satu (pusat perbelanjaannya lebih dari satu) dan keragaman
barang yang dibeli akan lebih banyak dibandingkan Single Purpose Trip.
o Combined Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja sekaligus melakukan kegiatan
bepergian lain seperti perjalanan kerja, baik sebelum atau setelah bekerja.
Menurut Kotler dan Armstrong dalam Hartanto & Sutantri (2010), demografis adalah
sebuah ilmu yang mempelajari dan membagi konsumen dan pasar ke dalam kelompok yang
didasarkan pada usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, tahapan dalam keluarga, pendapatan,
pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi dan kewarganegaraan. Menurut Wilson dan
Gilligan dalam Hartanto & Sutantri (2010), metode segmentasi demografis paling banyak
digunakan untuk membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang didasarkan pada satu
atau lebih variable, yaitu:
a. Usia
b. Jenis kelamin (gender)
c. Pendapatan (income)
d. Pendidikan (education)
e. Pekerjaan (occupation)
f. Agama (religion)
g. Ras
h. Kewarganegaraan
i. Ukuran keluarga (family size)
j. Tahapan dalam keluarga (family life-cycle)
Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan
sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana
proses jual beli terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi
pasar tradisional dan pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat
digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/grosir. Menurut Mursid dalam Putra
(2010), tiga unsur utama dalam sebuah pasar, yaitu konsumen, daya beli dan perilaku
pembelian. Konsumen adalah orang dengan segala kebutuhan dan keinginannya, daya beli
merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan. Penyediaan barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak akan menjadi suatu permintaan apabila
masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai serta perilaku pembelian berkaitan
dengan pola hidup masyarakat dalam hal menjalani kegiatan pasar, seperti pola pengeluaran
uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu mewujudkan dan membeli, serta fluktasi
harga atau nilai. Perkembangan yang sangat signifikan dapat dirasakan yaitu perkembangan
televisi dari segi teknologi penampil seperti CRT, LCD, Plasma, DLP dan OLED. Sebelum
mengenal LCD TV, televisi-televisi di Indonesia didominasi oleh TV tabung atau CRT TV.
Beralih dari TV tabung, dikenal pula Plasma TV. Plasma Display Panel (PDP) atau di
Indonesia banyak dikenal sebagai Plasma TV adalah salah satu jenis teknologi dari TV layar
datar yang memungkinkan bagi produsen untuk memproduksi TV Layar Datar dengan ukuran
yang besar secara massal namun dengan harga yang cukup ekonomis. Berbeda dengan Plasma
TV, pada dasarnya LCD TV bekerja dengan memproduksi gambar hitam dan berwarna
dengan melakukan seleksi cahaya yang dipancarkan oleh serangkaian lampu teknologi CCFL
(Cold Cathode Fluorescent Lamps) di belakang layar. Jutaan lampu tersebut akan dinyalakan
dan dimatikan melalui LCD shutter dengan melewatkan cahaya putih dengan intensitas
tertentu. Setiap shutter akan digabungkan dengan filter warna yang akan melewatkan warna
Red, Green, dan Blue (RGB). Shutter dan Filter yang masing-masing merupakan sub-pixel ini
berukuran sangat kecil, dan secara kasat mata membentuk gabungan yang disebut
dengan pixel. Pada evolusi selanjutnya, tercipta pula pengembangan dari LCD TV yang
dinamakan LED TV. Pada dasarnya sebenarnya LED TV tidak jauh berbeda dari LCD TV.
Televisi jenis ini menggunakan LED Backlight sebagai pengganti cahaya fluorescent yang
digunakan pada jenis LCD TV sebelumnya. Ada dua macam bentuk LED TV yang beredar di
pasaran: RGB LED dengan LED yang diletakkan di belakang panel layar, atau EDGE-LED
dimana LED diletakkan di sekeliling layar. Tidak sedikit pula televisi-televisi yang sudah
menggunakan hard panel sehingga layarnya tidak riskan terhadap goresan ataupun benturan
ringan.
METODE PENELITIAN
Data Primer
Dalam rangka mendapatkan data primer yang dibutuhkan bagi kegiatan penelitian ini,
dilakukan survey lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan kuisioner ke
responden secara simple random sampling (acak sederhana) dengan menggunakan grid
sebagai pengontrol. Metode Penentuan Sampel :
Lokasi sampel tersebar berdasarkan letak permukiman di Kota Depok dimana untuk
mewakili lokasi responden, pengisian kuisoner harus dilakukan di wilayah
permukiman yang merupakan domisili responden tersebut.
Sampel ditentukan pada grid-grid di peta kerja yang memiliki penggunaan lahan
berupa pemukiman. Peta kerja akan dibagi kedalam grid berukuran 1 km x 1 km (1
km2) , dan setiap grid yang memiliki penggunaan lahan permukiman akan diambil
respondennya. Dari total 201 grid yang membagi habis Kota Depok hanya sebanyak
162 grid yang penggunaan tanahnya merupakan area permukiman didalamnya. Total
sampel didapatkan yakni satu grid diwakili minimal satu sampai dua sampel. Sehingga
didapatkan jumlah sampel sebanyak 214 sampel.
Persiapan survey lapang:
- Membuat peta kerja dan menentukan lokasi sampel.
- Membuat daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner pertanyaan tertutup
- Peralatan yang dibutuhkan adalah GPS, alat tulis, dan kamera.
Metode Survey Lapang :
- Mendatangi sampel sesuai peta kerja yang telah dibuat oleh peneliti yang nantinya
akan mengisi kuisioner dan melakukan ploting pada lokasi sampel dengan
menggunakan GPS yang digunakan nantinya untuk mengukur jarak tempuh dari
tempat tinggal ke tempat belanja televisi yang dipilih.
- Responden akan diberikan daftar pertanyaan berbentuk kuisioner dengan
pertanyaan tertutup.
Data Sekunder
Dalam mengumpulkan data sekunder digunakan teknik pengumpulan data melalui
dokumen atau catatan yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Dokumen tersebut
diperoleh dari beberapa instansi berikut :
- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok
- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok
- Dinas Pasar, Koperasi dan UMKM Kota Depok
- Bappeda Kota Depok
- Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok
Cara penetapan grid penelitian:
Peneliti menggunakan bantuan Google Earth yang telah disisipi dengan shp
Kotamadya Depok.
Membuat grid-grid dengan ukuran 1 km x 1 km pada shp. Kotamadya Depok yang
telah digabungkan dengan Google Earth tersebut. Setelah membagi habis Kotamadya
Depok dengan grid-grid berukuran 1 km2 didapatkan sebanyak 201 grid dimana hanya
162 grid yang dalam grid terdapat penggunaan tanah permukiman dan dijadikan
sebagai daerah sampel.
Untuk mempermudah pada saat mengambil sampel di lapangan, setiap sisi di masing-
masing-masing sudut dari grid tersebut dicantumkan atau ditampilkan koordinat
sehingga mempermudah peneliti mengontrol daerah penelitian agar sesuai dengan grid
yang telah ditentukan sehingga tidak keluar/melebihi area grid yang telah ditentukan.
Mencari “hal menarik” atau “khas” dalam setiap grid untuk mempermudah peneliti
menemukan wilayah permukiman dalam suatu grid yang telah ditentukan serta
melihat batas-batas daerah dari masing-masing grid sehingga tidak mengambil sampel
di luar grid yang telah ditentukan (sampelnya tepat). Peneliti juga menggunakan alat
GPS untuk membantu dalam melakukan survey lapang.
Dalam menentukan sampel dengan menggunakan teknik acak sederhana yang sebelum
melakukan survey lapang sudah ditentukan oleh peneliti dimana saja titik sampel yang
akan diambil. Jumlah sampel yang diambil disetiap grid akan berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kehomogenitasan dari kenampakan fisik perumahan di masing-masing
grid.
Kuisioner dibagikan dengan mendatangi langsung sampel yang telah ditentukan
sebelumnya oleh peneliti ke rumahnya masing-masing.
Jika sampel yang telah ditentukan tidak bisa (tidak mau, tidak ada ditempat,dll)
mengisi kuisioner yang diberikan oleh peneliti, maka peneliti melakukan penentuan
sampel baru lagi didalam grid tersebut sebelum membagikan kuisionernya di lapangan
Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan dilakukan dua tahapan analisis yang
dilakukan secara kuantitatif dan dijelaskan secara deskriptif antara lain sebagai berikut :
Analisis Hubungan Keterkaitan
Analisis keterkaitan ini melihat bagaimana hubungan antara setiap variabel, yakni
karakteristik demografi, bentuk perjalanan belanja ,preferensi produk,, jarak terhadap
pemilihan tempat belanja televisi kemudian mendeskripsikannya dengan menggunakan
pendekatan keruangan. Analisis keterkaitan akan dilakukan dengan perhitungan statistik
antara karakteristik demografi, yakni penghasilan, lama tinggal dan profesi terhadap pilihan
tempat belanja televisi kemudian dikaitkan dan deskripsikan bersama variabel preferensi
produk dan jarak. Dari hasil analisis ini akan diketahui variabel mana yang paling
berpengaruh dan yang paling sedikit memberikan pengaruh terhadap pola spasial pemilihan
tempat belanja televisi penduduk Kota Depok. Analisis dilakukan dengan menggunakan
analisis statistic deskriptif crosstab yang menggunakan data nominal dengan output Chi-
Square Test dan Contingency Coefficients.
a. Metode Chi Square
X² = hasil tes statistik yang menunjukan keterkaitan variabel dengan
distribusi data (nilai Chi-Square hitung)
Oi = frekuensi fenomena yang dikaji
Ei = frekuensi variabel penelitian yang diperoleh
n = jumlah data
b. Koefisien Kontingensi
C (cc) = koefisien kontingensi
X² = nilai uji Chi Square
Koefisien kontingensi menunjukkan hubungan dua variabel nominal atau variabel nominan
dan ordinal. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji Chi Square.
Hipotesis untuk kasus ini adalah:
Ho : tidak ada hubungan antara X dan Y.
Ha : ada hubungan antara variabek X dan Y.
Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan Chi-Square hitung dan Chi-Square tabel:
Ho diterima jika X2hitung < X2
tabel
Ho ditolak jika X2hitung ≥ X2
tabel
Dapat juga dilakukan berdasarkan Probabilitas:
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Namun, hasil korelasi Chi-Square tidak dapat menunjukkan arah korelasi, karena data yang
digunakan adalah data nominal yang berkedudukan sama tinggi. Apabila nilai cc semakin
mendekati +1 maka variabel tersebut memiliki pengaruh yang semakin besar. Dari nilai cc ini
dapat diketahui variabel mana yang memberikan pengaruh yang paling besar dan paling kecil.
Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dengan melihat bagaimana pola
pemilihan tempat berbelanja televisi penduduk serta faktor apa yang paling mempengaruhi
membentuk pola tersebut lalu kemudian mendeskripsikannya dengan menggunakan
pendekatan keruangan. Menurut Bintarto & Hadisumarno dalam Kusumaningrum (2012)
pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan pada
beberapa unsur geografi yaitu jarak (distance) dalam penelitian ini yaitu jarak tempuh
penduduk dari tempat tinggalnya menuju tempat belanja dan gerakan (movement) yang dalam
penelitian ini berupa arah belanja penduduk dari tempat tinggalnnya menuju tempat belanja
televisi. Hasil akhir akan divisualisasikan ke dalam bentuk peta agar lebih mudah dipahami
secara spasial.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penduduk Kota Depok cenderung
memilih pasar tradisional sebagai tempat mereka berbelanja televisi, yakni sebesar 63,55%
sedangkan penduduk yang memilih mall sebagai tempat membeli televisi hanya sebesar
36,45%. Berdasarkan hasil penelitian, jarak tempuh yang dipilih oleh penduduk oleh Kota
Depok hampir tersebar merata, yakni jarak dekat (≤ 3 km), sedang (3,01-5 km) dan jauh (>
5km), tetapi memiliki kecendrungan memilih jarak tempuh jauh dari tempat tinggal ke pusat
perbelanjaan yang dipilih untuk membeli televisi, yakni sebesar 39,25 %, yang diikuti dengan
jarak sedang sebesar 33,18 % dan jarak tempuh dekat dengan 27,57%. Jarak tempuh ini
dihitung dengan menarik garis lurus dari tempat tinggal penduduk ke pusat perbelanjaan yang
dipilihnya dengan bantuan software ArcGis 9.3. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat
penghasilan penduduk Kota Depok cukup beragam dari kelas rendah (≤ 2 Juta), sedang (2,01-
5 Juta) dan tinggi ( >5 Juta). Pada umumnya responden dalam penelitian ini yang
menggambarkan penduduk Kota Depok memiliki tingkat penghasilan di kelas sedang yakni
sebesar 44,86 % diikuti dengan kelas rendah 34,11 % dan kelas tinggi dengan besaran
21,03%. Tingkat penghasilan dalam penelitian ini dilihat dari seluruh jumlah pendapatan
penduduk setiap bulannya. Penduduk yang berdomisili di Kota Depok pada umumnya sudah
lama sekali tinggal di Kota Depok dimana lama sekali didefinisikan dalam penelitian ini yakni
selama > 10 tahun telah berdomisili di Kota Depok. Hal ini terlihat dari jumlah responden
yang lama tinggal di Depok >10 tahun sebesar 77,1% sedangkan penduduk dalam hal ini
diwakili oleh responden yang tinggal di Depok ≤10 tahun (lama) sebesar 22,9 %. Profesi
dalam penelitian ini yaitu jenis mata pencaharian yang dilakukan oleh penduduk. Mata
pencaharian dibagi dalam dua jenis yakni formal dan non formal. Penduduk Kota Depok
memiliki kecendrungan yang sama dalam memilih profesi formal atau non formal sebagai
mata pencahariannya. Penduduk yang memiliki profesi formal memiliki jumlah yang cukup
banyak yakni sebesar 57,94% sedangkan penduduk yang berprofesi non formal tidak begitu
jauh selisihnya dengan penduduk berprofesi formal, yaitu sebesar 42,06%. Pola perjalanan
belanja merupakan bentuk perjalanan belanja penduduk berdasarkan maksud atau tujuan
mereka dalam melakukan belanja. Single purpose trip pada umumnya memiliki tujuan belanja
yang bersifat tunggal saja atau dalam penelitian ini hanya bermaksud membeli televisi saja
dalam melakukan belanja sedangkan multi purpose trip merupakan pola perjalanan belanja
yang memiliki maksud atau tujuan yang tidak hanya melakukan belanja televisi saja,tetapi
juga melakukan aktivitas lain selain berbelanja televisi. Berdasarkan hasil penelitian
penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan memilih pola perjalanan belanja single
purpose trip yakni sebesar 51,87% sedangkan penduduk yang memiliki pola perjalanan
belanja multi purpose trip hanya sebesar 48,13%. Merk televisi pada penelitian ini hanya
dibagi dalam dua jenis yakni televisi dengan merk terkenal dan televisi dengan merk tidak
terkenal.Berdasarkan hasil penelitian, penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan
membeli televisi dengan merk terkenal yakni sebesar 79,44 % sedangkan penduduk Kota
Depok yang memilih membeli televisi dengan merk tidak terkenal hanya sebesar 20,56%.
Teknologi bentuk televisi pada penelitian ini hanya dibagi dalam dua jenis yakni dan
teknologi bentuk televisi biasa.Teknologi bentuk televisi terkini yaitu teknologi bentuk
televisi yang tidak menggunakan tabung dalam bentuk televisinya (non tabung), yaitu plasma
TV, LCD/LED TV sedangkan teknologi bentuk televisi biasa yaitu teknologi bentuk televisi
yang masih menggunakan tabung baik berlayar cembung maupun layar datar. Berdasarkan
hasil penelitian, penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan membeli televisi dengan
teknologi bentuk televisi terkini yakni sebesar 78,97 % sedangkan penduduk Kota Depok
yang memilih membeli televisi dengan teknologi bentuk televisi biasa hanya sebesar 21,03%.
Pemilihan tempat belanja televisi menghasilkan data yang cukup menarik dimana dari hanya
7 pusat perbelanjaan televisi di Kota Depok , baik yang tersebar di pusat perbelanjaan
tradisional maupun modern, Penduduk banyak memilih pusat perbelanjaan di luar Depok
sebesar 30,84 %. Pada umumnya pusat perbelanjaan diluar Depok yang dipilih oleh Penduduk
berada diluar administrasi Kota Depok diantaranya seperti Pasar Parung yang berlokasi di
Kabupaten Bogor, Pasar Cibinong yang berlokasi di Kabupaten Bogor serta beberapa pasar
yang berlokasi di Wilayah DKI Jakarta seperti Pasar Pondok labu, Pasar Cibubur, Pasar
Minggu bahkan terdapat Penduduk yang memilih Pasar Glodok sebagai lokasi pilihan belanja
televisi. Lokasi pusat perbelanjaan di wilayah Kota Depok yang paling banyak dipilih yaitu
Pasar Lama Dewi Sartika sebesar 21,03%. Pasar Lama Dewi Sartika yang beralamat di Jalan
raya Dewi Sartika merupakan pusat perbelanjaan tradisional yang tertua sekaligus pertama
yang berdiri di Kota Depok yakni di sekitar tahun 1990an. Sedangkan pusat perbelanjaan
modern yang paling banyak dipilih oleh penduduk Kota Depok dalam melakukan belanja
televisi yakni ITC Depok sebesar 14,49%. ITC Depok merupkan pusat perbelanjaan modern
yang lokasinya sangat strategis dimana berada disamping terminal Depok dan di depan
stasiun kereta api Depok Baru. Pusat perbelanjaan modern ini berlokasi di Jalan raya
Margonda.
PEMBAHASAN
Pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk dengan tingkat penghasilan
kelas rendah (≤ 2 Juta) yang membeli merk televisi terkenal dengan teknologi bentuk televisi
biasa (televisi tabung) pada umumnya memilih tempat belanja pasar tradisional sebagai
tempat belanja televisinya dengan jarak tempuh yang dipilih jarak dekat (≤ 3km) sedangkan
pola spasial penduduk dengan tingkat penghasilan kelas rendah yang membeli merk televisi
tidak terkenal dengan teknologi bentuk televisi biasa memilih pasar tradisional sebagai tempat
melakukan belanja televisinya dengan jarak tempuh yang pada umumnya dipilih memiliki
kecendrungan memilih jarak tempuh dari tempat tinggal ke pasar tradisional berjarak sedang
(3,01-5 km). Penduduk dengan tingkat penghasilan kelas rendah selain mempertimbangkan
faktor jarak juga mempertimbangkan faktor yang lain seperti harga yang lebih murah,
meminimalisir biaya transportasi dan kedekatan hubungan personal dengan penjual yang
semua hal tersebut didapatkan di pasar tradisional. Penduduk dengan tingkat penghasilan
kelas sedang yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada
umumnya memilih tempat belanja mall dengan jarak tempuh yang memiliki kecenderungan
memilih mall dengan jarak tempuh antara tempat tinggal ke tempat belanja berjarak dekat
(≤3 km). Sedangkan penduduk yang memiliki tingkat penghasilan kelas sedang (2,01-5 Juta)
yang membeli televisi merk tekenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya
memiliki kecendrungan memilih tempat belanja di pasar tradisional dengan jarak tempuh jauh
(>5 km) serta penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan kelas sedang ( 2,01-5 Juta) yang
membeli televisi dengan merk tidak terkenal serta teknologi bentuk televisi biasa memiliki
kecendrungan memilih tempat belanja di pasar tradisional dengan jarak tempuh dari tempat
tinggal ke tempat belanja jarak dekat (≤ 3km). Penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan
kelas sedang yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal dan teknologi bnetuk televisi
terkini memiliki kecendrungan memilih pasar tradisional yang jarak tempuh dari tempat
tinggal hingga tempat belanjannya dari jarak dekat (≤ 3km) . Pola spasial yang terbentuk ini
dikarenakan penduduk dengan tingkat penghasilan kelas sedang (2,01- 5 Juta) tidak begitu
mempertimbangkan faktor jarak dan faktor yang lain seperti harga maupun biaya transportasi
karena mereka lebih mengutamakan mencari tempat belanja yang dapat memenuhi kebutuhan
televisi yang kriterianya sesuai dengan yang mereka inginkan sedangkan penduduk dengan
kelas penghasilan sedang yang memilih pasar tradisional memiliki variasi televisinyang dijual
dari merk tidak terkenal hingga terkenal dan teknologi bentuk televisi dari biasa hingga terkini
yang diimbangi dengan harga jualnya tidak begitu mahal atau terjangkauHal ini dikarenakan
pasar tradisional memiliki keragaman variasi televisi yang dijual daripada pusat perbelanjaan
modern atau mall yakni tidak hanya merk televisi yang terkenal saja yang dijual, tetapi juga
merk televisi yang tidak terkenal karena pasar tradisional berusaha menjangkau semua
kalangan dan selera penduduk terhadap sebuah televisi. Penduduk dengan tingkat
penghasilan kelas tinggi ( > 5 Juta) yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi
bentuk televisi terkini pada umumnya memiliki kecendrungan memilih tempat belanja
modern mall dengan jarak tempuh jauh ( >5 km) . Penduduk dengan tingkat penghasilan
kelas tinggi yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa
memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan modern atau mall dengan jarak tempuh
dari tempat tinggal ke tempat belanja 3,01-5 km (sedang) sedangkan penduduk dengan tingkat
penghasilan kelas tinggi yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal dan teknologi
bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional dalam membeli televisi
karena merk televisi yang tidak terkenal pada umumnya dijual atau dapat dicari di pasar
tradisional. Jarak tempuh yang diambil penduduk dari tempat tinggalnya ke pusat
perbelanjaan yang dipilihnya yakni jarak sedang (3,01-5 km). Pola spasial yang terbentuk ini
penduduk karena tingkat penghasilan kelas tinggi (> 5 Juta) tidak begitu mempertimbangkan
faktor jarak dan faktor yang lain seperti harga maupun biaya transportasi karena mereka lebih
mengutamakan mencari tempat belanja yang dapat memenuhi kebutuhan televisi yang
kriterianya sesuai dengan yang mereka inginkan serta kenyamanan dari tempat belanja televisi
itu sendiri. Tingkat penghasilan sangat mempengaruhi penduduk dalam memilih tempat
belanja dalam membeli televisi. Pada umumya penduduk yang memiliki tingkat penghasilan
tinggi (> 5Juta) memilih mall dalam membeli televisi sedangkan penduduk dengan tingkat
penghasilan rendah (≤2 Juta) pada umumnya memilih pasar tradisional dalam membeli
televisi sedangkan penduduk yang memiliki tingkat penghasilan sedang (2,01-5 juta) hampir
merata jumlahnya di setiap pusat perbelanjaan yang dipilih, baik tradisional maupun modern,
tetapi memiliki kecendrungan lebih banyak memilih pasar tradisional. Dari ouput
penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung) adalah 58,280
sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 5,991 sehingga dapat disimpulkan bahwa
jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Sehingga ada hubungan
antara tingkat penghasilan dengan tempat belanja yang dipilih. Hal ini dapat dilihat melalui
hasil data penelitian bahwa makin tinggi tingkat penghasilan maka makin cenderung memilih
pusat perbelanjaan modern atau mall dalam membeli televisi serta makin rendah tingkat
penghasilan makin cenderung memilih pasar tradisional dalam melakukan tempat belanja
televisi. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,463 yang dengan kata lain nilai ini mendekati 1
yang berarti hubungan yang terjadi cukup kuat.
Penduduk yang lama tinggalnya di Kota Depok di kategorikan lama ( ≤ 10 tahun)
yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa memiliki
kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar tradisional sebagai tempat belanja
televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak dekat ( ≤ 3km). Penduduk yang lama
tinggalnya di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi tidak terkenal dan
teknologi bentuk televisi terkini memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar
tradisional sebagai tempat belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak sedang
( 3,01-5 km). Hal ini dikarenakan pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya
sebatas pasar tradisional besar dan terkenal saja yang terdapat di Kota Depok. Penduduk yang
lama tinggalnya di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi tidak terkenal
dan teknologi bentuk televisi biasa memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar
tradisional sebagai tempat belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak sedang
( 3,01-5 km). Hal ini dikarenakan pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya
sebats pasar tradisional saja yang hanya menjual televisi dengan spesifikasi merk tidak
terkenal dan teknologi bentuk televisinya biasa). Sedangkan penduduk yang lama tinggalnya
di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi terkenal dan teknologi bentuk
televisi terkini memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan mall sebagai tempat
belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak jauh ( >5 km). Hal ini dikarenakan
pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya sebats pusat perbelanjaan mall besar
dan terkenal saja yang terdapat di Kota Depok. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10
Tahun) tinggal di Kota Depok yang membeli televisi dengan kategori merk televisi terkenal
dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya memilih tempat belanja televisi di pasar
tradisional dimana jarak tempuh dari tempat tinggal ke pusat perbelanjaan yang dipilih sangat
beragam yakni dari jarak sedang (3,01-5 km) . Sedangkan penduduk yang telah lama sekali
tinggal di Kota Depok yang membeli televisi dengan merk televisi terkenal dan teknologi
bentuk televisi terkini memilih jarak tempuh jauh ( > 5 km) dengan memilih tempat belanja di
mall. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10 tahun) tinggal di Kota Depok yang membeli
televisi dengan spesifikasi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada
umumnya akan cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi
mereka dimana jarak tempuh yakni Jarak Sedang (3,01- 5 km) dari tempat tinggal ke tempat
belanja televisi. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10 tahun) tinggal di Kota Depok yang
membeli televisi dengan spesifikasi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini
pada umumnya akan cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi
mereka dimana jarak tempuh yakni jarak dekat ( ≤3km) dari tempat tinggal ke tempat belanja
televisi. Kaitan antara tempat belanja yang dipilih oleh penduduk kota Depok dalam
melakukan belanja televisi dengan lama tinggalnya di Kota Depok ternyata ada hubungan
yang mempengaruhinya satu sama lain. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu, pusat
perbelanjaan di Kota Depok berkembang pesat dalam hal ini pusat perbelanjaan modern
sehingga penduduk Kota Depok dapat memiliki alternatif pilihan yang cukup banyak dalam
melakukan aktivitas belanja televisinya. Selain dari itu adanya promosi yang cukup gencar
dari setiap pusat perbelanjaan dalam menarik pembeli untuk berkunjung ke tempat belanja
terkait serta lama tinggal penduduk erat kaitannya dengan loyalitas penduduk dalam memilih
tempat belanja. Dari ouput penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square
hitung) adalah 4,308 sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,14. Sehingga ada hubungan antara lama tinggal penduduk
dengan tempat belanja yang tidak begitu kuat.
Penduduk dengan profesi formal yang membeli televisi dengan merk terkenal yang
teknologi betuk televisinya terkini pada umumnya memilih mall sebagai tempat belanja
televisi dengan memilih jarak tempuh jauh (> 5km) untuk menuju tempat belanja pilihannya
tersebut. Penduduk dengan profesi formal yang membeli merk televisi terkenal dengan
teknologi bentuk televisi biasa cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja
televisinya dimana memilih jarak tempuh sedang untuk menuju tempat belanja televisinya.
Penduduk berprofesi formal yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal yang teknologi
bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja
televisinya dimana jarak tempuh yang sering mereka pilih yakni jarak sedang (3,01-5 km)
hingga (> 5km). Sedangkan penduduk dengan profesi formal yang membeli televisi dengan
merk tidak terkenal yang teknologi bentuk televisinya biasa, memiliki kecendrungan lebih
memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya dengan jarak tempuh yang
dipilih lebih banyak memilih jarak tempuh jauh (> 5 km). Penduduk dengan profesi non
formal yang membeli televisi dengan merk terkenal yang teknologi betuk televisinya terkini
pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisi dengan memilih
jarak tempuh sedang ( 3,01- 5 km) untuk menuju tempat belanja pilihannya tersebut.
Penduduk dengan profesi non formal yang membeli merk televisi terkenal dengan teknologi
bentuk televisi biasa cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya
dimana memilih jarak tempuh yang dipilih mulai dari jarak sedang hingga jarak jauh (> 5 km)
untuk menuju tempat belanja televisinya. Penduduk berprofesi non formal yang membeli
televisi dengan merk tidak terkenal yang teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya
memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya dimana jarak tempuh yang sering
mereka pilih yakni jarak tempuh jauh (> 5km).
Hubungan Profesi penduduk dengan tempat belanja televisi yang dipilih oleh
penduduk tidak memiliki hubungan satu sama lain. Dari ouput penghitungan uji SPSS
didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung) adalah 1,062 sedangkan nilai Chi Square tabel
diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung < Chi
Square tabel maka H0 diterima. Sehingga tidak ada hubungan antara profesi dengan tempat
belanja yang dipilih oleh penduduk. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,07. Pola spasial
yang terbentuk dari profesi pada umumnya tidak terlihat signifikan perbedaannya antara
profesi formal dan non formal jika tidak dikaitkan dengan tingkat penghasilan penduduk
yang bersangkutan. Profesi pada umumnya tidak mempengaruhi penduduk dalam memilih
preferensi produk televisi tertentu sehingga tidak terlihat pengaruhnya dalam mempengaruhi
penduduk memilih tempat belanja televisi.
Penduduk yang dirinya melakukan pola perjalanan belanja multi purpose trip yang
membeli televisi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya
cenderung memilih pasar tradisional dengan jarak tempuh sedang (3,01- 5 km) dari tempat
tinggalnya ke tempat belanja televisi. Hal ini dikarenakan televisi yang dibeli merupakan
merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisinya biasa yang hanya dapat ditemukan di
pasar tradisional yang biasanya melakukan lagi jenis kegiatan lain selain membeli televisi
yakni membeli kebutuhan pokok sehari-hari atau bulanan. Penduduk yang dirinya melakukan
pola perjalanan belanja multi purpose trip yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi
bentuk televisi terkini pada umumnya cenderung memilih pusat perbelanjaan modern mall
untuk membeli televisi dengan jarak tempuh sedang (3,01- 5 km) dari tempat tinggalnya ke
tempat belanja televisi karena penduduk dengan kategori seperti ini tidak mempermasalahkan
jarak dalam menuju tempat belanja karena faktor adanya kegiatan lain yang dilakukan seperti
rekreasi bersama keluarga atau kumpul bersama keluarga yang kesemua kegiatan lain dari
belanja televisi tersedia atau dapat ditemukan di mall dan juga kenyamanan yang mereka cari
dalam melakukan belanja televisi. Penduduk yang pola perjalanan belanjanya multi purpose
trip dengan pilihan belanja merk televisi terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada
umumnya memilih tempat belanja mall dengan memiliki kecendrungan memilih jarak tempuh
sedang ( 3,01- 5 km). Hal utama yang mereka cari selain membeli televisi adalah membeli
kebutuhan hidup keluarga lainnya dan sebagai tempat rekreasi dan hiburan keluarga yang hal
ini semua tersedia dan dapat ditemukan di mall. Penduduk dengan pola perjalanan belanja
single purpose trip yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi bentuk televisi
biasa pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi dengan
jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat belanja dengan jarak sedang (3,01-5 km). Hal ini
dikarenakan pasar tradisional yang menjual televisi dengan merk terkenal dan teknologi
bentuk televisi biasa pada umumnya dijual atau terdapat di pasar-pasar tradisional yang secara
kuantitas televisi yang dijual cukup banyak dan banyak variasinya. Sedangkan penduduk yang
dirinya melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip yang membeli televisi merk
terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional
dengan jarak tempuh sedang ( 3,01- 5 km) dari tempat tinggalnya ke tempat belanja televisi.
Penduduk dengan pola perjalananan belanja single purpose trip yang membeli televisi
dengan merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya menempuh
dengan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat belanja yaitu jarak dekat ( ≤ 3 km) hingga
sedang (3,01- 5 km) dimana tempat belanjanya di pasar tradisional dengan jarak tempuh
tersebut. Hal ini disebabkan penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan ini, selain
mempertimbangkan faktor jarak juga mempertimbangkan faktor yang lain seperti harga yang
lebih murah, meminimalisir biaya transportasi dan kedekatan hubungan personal dengan
penjual yang semua hal tersebut didapatkan di pasar tradisional. Sedangkan penduduk yang
dirinya melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip yang membeli televisi merk
tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional
dengan jarak tempuh dekat (≤ 3 km) dari tempat tinggalnya ke tempat belanja televisi.
Hubungan antara pola perjalanan belanja dengan tempat belanja yang dipilih oleh
penduduk saling memiliki hubungan satu sama lain. Penduduk yang pola perjalanan
belanjanya multi purpose trip pada umumnya memilih pusat perbelanjaan modern atau ,mall
dalam melakukan aktivitas belanjanya. Hal ini dikarenakan penduduk yang pola perjalanan
belanjanya bersifat tersebut akan melakukan aktivitas belanja lain selain membeli
televisi,seperti melakukan belanja kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan
sekunder/tersier, melakukan kegiatan santai dengan anggota keluarga seperti makan bersama,
melakukan karokean bersama keluarga, nonton film di bioskop dan lainnya. Kesemua hal
yang disebutkan tadi tersedia di pusat perbelanjaan modern karena pusat perbelanjaan modern
memiliki berbagai macam jenis hiburan menarik yang tersedia didalamnya. Sedangkan
penduduk yang melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip, pada umumnya
memilih pusat perbelanjaan tradisional atau pasar tradisional dalam melakukan aktivitas
belanja televisi karena tidak ada hal lain yang dilakukaknnya selain hanya membeli kebutuhan
televisi serta kurangnya daya tarik pusat perbelanjaan tradisional dalam hal menyediakan
sarana hiburan keluarga atau belanja keluarga baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Dari ouput penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung)
adalah 40,756 sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Sehingga
ada hubungan antara pola perjalanan belanja penduduk dengan tempat belanja yang
dipilihnya. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,4, dengan kata lain nilai ini mendekati 1
yang berarti hubungan yang terjadi cukup kuat.
KESIMPULAN
Pola spasial penduduk dalam pembelian televisi dipengaruhi oleh karakteristik
demografi terutama penghasilan serta pola perjalanan belanja sehingga akan mempengaruhi
jarak tempuh serta preferensi televisi yang dipilih/dibeli. Penduduk dengan penghasilan
rendah cenderung melakukan pola perjalanan belanja dengan satu tujuan (single purpose trip)
dengan menempuh jarak yang dekat. Jenis televisi yang menjadi pilihannyapun adalah jenis
televisi dengan bentuk teknologinya biasa dari merk tidak terkenal yang pada umumnya dibeli
di pasar tradisional. Penduduk yang berpenghasilan tinggi cenderung melakukan pola
perjalanan dengan lebih dari satu tujuan belanja (multi purpose trip) dan menempuh jarak
yang relatif jauh dimana jenis televisi yang menjadi pilihannyapun adalah jenis televisi
dengan bentuk teknologinya terkini dari merk terkenal yang pada umumnya dibeli di pusat
perbelanjaan modern (mall).
Jarak tempuh dalam menuju pusat perbelanjaan dan preferensi televisi yang
dipilih/dibeli sangat erat kaitannya dengan tingkat karakteristik demografi yang diikuti
dengan pola perjalanan belanja yang dilakukan oleh penduduk. Adanya hubungan antara
faktor tingkat penghasilan, lama tinggal, merk televisi, teknologi bentuk televisi, pola
perjalanan belanja serta jarak tempuh terhadap tempat pemilihan belanja televisi penduduk
Kota Depok yang mengakibatkan timbulnya pola spasial secara signifikan pada pemilihan
tempat belanja televisi penduduk Kota Depok.
SARAN
Penelitian ini lebih dikembangkan lagi dengan menggunakan metode sampling yang
lebih detail dan akurasinya lebih tinggi serta menganalisis faktor eksternal lain, seperti
aksesibilitas dalam perkembangan dan penjualan pada pusat perbelanjaan yang menjual
televisi. Menganalisis kelebihan serta kekurangan di setiap masing-masing pusat perbelanjaan
yang menjual televisi di Kota Depok sehingga informasi yang didapatkan lebih terinci dari
penelitian ini.
KEPUSTAKAAN
Ardiwinata, Jajat S. (2011). Menuju Masyarakat Pembelajar. Bandung: Lab PLS FIP UPI.
Berman, Barry & Evans, Joel R. (2010). Retail Management: A Strategic Approach 11th
Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Daldjoeni, Nathaniel. 1997. Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktek.
Bandung: Penerbit Alumni.
Damayanti, Kiki. (2003). Tugas Akhir: Identifikasi Permintaan Masyarakat Akan Fasilitas
Pasar Melalui Studi Karakteristik dan Pola Perilaku Konsumen dalam Berbelanja di Pasar
Tradisional dan Pasar Swalayan di Kota Depok. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Dharmmesta, B.S & Handoko, T.H. (2000). Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku
Konsumen (1st ed). Yogyakarta: BPFE.
Davidson, W. R, 1988. Retailing Management, 6th ed. New York: John Wiley & Sons.
Dwiana, Kartika. (2012). Skripsi: Perubahan Penyebutan Kekerabatan di Kabupaten Ogan
Ilir. Depok: Universitas Indonesia.
Holt, D.B & Thompson, C.J. (2004). Man of Action Heroes: the Pursuit of Heroic
Masculinity in Everyday Consumption. Journal of Consumer Research.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. (2005). Putusan Perkara
No.02/KPPU-L/2005 dalam Dugaan Pelanggaran Terhadap Pasal 19 Huruf a dan Huruf b
serta Pasal 25 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta.
Kusumaningrum, Dwiyanti. (2012). Skripsi: Implikasi Deurbanisasi Terhadap Konsumsi
Lokasi di Wilayah Pinggiran Perkotaan (Studi Kasus di Perkampungan Karawaci,
Kabupaten Tangerang, Banten). Depok: Universitas Indonesia.
Kottler & Armstrong. (2000). Principles of Marketing 9th Edition. New Jersey: Prentice Hall
PTR.
Lindquist, Jay D & Kaufman-Scarborough, Carol F. (2004). Polychronic Tendency Analysis:
A New Approach to Understanding Women’s Shopping Behaviors Volume 21 Iss 5 PP 332-
342. West Yorkshire: Emerald Group Publishing Limited.
Mahar, Ari Indrayono. (1995). Pola Konsumsi dan Belanja Warga DKI Jakarta di Pasar
Swalayan. Jakarta: Lembaga Penerbit UI.
Novalisa, Emelyn. (2009). Skripsi: Analisa Segementasi Mall City of Tomorrow Berdasarkan
Aspek Perilaku Berkunjung Studi Kasus pada Mahasiswa Penghuni Kos di Area
Siwalankerto. Surabaya: Universitas Kristen Petra.
Pamularsih, Tyas Raharjeng. (2011). Konsumsi dan Gaya Hidup Masyarakat Transisi.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Pontoh, Nia K & Kustiwan, Iwan. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung:
Penerbit ITB.
Primanita & Amiani. (2009). Skripsi: Analisa Perilaku Belanja Pria dan Wanita Usia
Produktif di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra.
Putra, Wicak hardhika. 2010. Tesis: Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rawajati
Jakarta. Semarang: Universitas Diponegoro.
Saladin, Djaslim. (2003). Perilaku Konsumen dan Pemasaran Strategik. Bandung: Linda
Karya.
Salomon, M.R. (2002). Consumer Behavior: Buying, Having and Being. New Jersey: Prentice
Hall Upper Saddle River.
Sheth, Jagdish N & Mitttal, Banwari. (2004). Customer Behavior: A Managerial Perspective
2th Edition. Mason: Thomson/Southwestern Publishing.
Sopiah & Syihabudhin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: Andi Publisher.
Sulistyowati, Dwi Yulita. (1999). Kajian Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan
Berdasarkan Pengamatan Perilaku Berbelanja di Kotamadya Bandung. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regiona: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Wardhana, Wisnu. (2010). Analisis Hubungan Antara Brand Image Produk Nissan Grand
Livina Automatic 1500 cc dan Respon Pelanggan. Jakarta: Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Unika Atmajaya.
Yansen. (2008). Skripsi: Pilihan Lokasi Lembaga Kursus Bahasa Inggris di Kecamatan
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Depok: Universitas Indonesia.
Yunus, Hadi Sabari. (2010). Metode Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy’ari. (2007). Peraturan Menteri
Negara Perumahan Rakyat No.10/PERMEN/2007 tentang Pedoman Bantuan Stimulan
Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan dan Permukiman. Jakarta.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia T Ariwibowo. (1998). Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-
Lembaga Usaha Perdagangan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. (2007). Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta.
Publikasi Dinas Pasar, Koperasi dan UMKM Kota Depok, 2011.
Publikasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2011.
Publikasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok, 2011.