Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

34
Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok Alvian Safrizal Email: [email protected] Abstrak Televisi menjadi sarana yang paling penting di zaman kemajuan teknologi saat ini tidak hanya sebagai media penyampai informasi secara tidak langsung, tetapi juga sebagai media hiburan penduduk dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-harinya. Pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi dipengaruhi oleh faktor yang melekat di dalam diri penduduk, yakni tingkat penghasilan, lama tinggal, profesi serta pola perjalanan belanja yang mempengaruhi penduduk dalam memilih televisi pilihannya (preferensi TV) yang dilihat dari merk dan teknologi bentuk televisi dan memilih jarak tempuh yang diambil dari tempat tinggalnya ke pilihan tempat belanja televisinya sehingga akan membentuk pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi. Penduduk dengan tingkat penghasilan tinggi pada umumnya melakukan perjalanan belanja multi purpose trip akan memilih jarak tempuh yang jauh menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di mall dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV terkini dari beragam merk TV sedangkan Penduduk dengan tingkat penghasilan rendah pada umumnya melakukan perjalanan belanja single purpose trip akan memilih jarak tempuh yang dekat menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di pasar tradisional dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV biasa yang cenderung merk TV biasa. Kata kunci : belanja, mall, pasar tradisional, pola spasial, televisi,. Abstract

Transcript of Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Page 1: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Alvian Safrizal

Email: [email protected]

Abstrak

Televisi menjadi sarana yang paling penting di zaman kemajuan teknologi saat ini tidak hanya sebagai media penyampai informasi secara tidak langsung, tetapi juga sebagai media hiburan penduduk dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-harinya. Pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi dipengaruhi oleh faktor yang melekat di dalam diri penduduk, yakni tingkat penghasilan, lama tinggal, profesi serta pola perjalanan belanja yang mempengaruhi penduduk dalam memilih televisi pilihannya (preferensi TV) yang dilihat dari merk dan teknologi bentuk televisi dan memilih jarak tempuh yang diambil dari tempat tinggalnya ke pilihan tempat belanja televisinya sehingga akan membentuk pola spasial penduduk dalam memilih tempat belanja televisi. Penduduk dengan tingkat penghasilan tinggi pada umumnya melakukan perjalanan belanja multi purpose trip akan memilih jarak tempuh yang jauh menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di mall dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV terkini dari beragam merk TV sedangkan Penduduk dengan tingkat penghasilan rendah pada umumnya melakukan perjalanan belanja single purpose trip akan memilih jarak tempuh yang dekat menuju tempat belanja televisinya yang kecendrungannya melakukan belanja di pasar tradisional dengan preferensi TV yang dipilih dominan teknologi bentuk TV biasa yang cenderung merk TV biasa.

Kata kunci : belanja, mall, pasar tradisional, pola spasial, televisi,.

Abstract

Television became the most important means in the age of technological advancements today not only as a medium conveys information indirectly, but also as a medium of entertainment residents in performing activities of daily life. Spatial patterns of residents in choosing the TV shopping is influenced by factors inherent within the population, the level of income, length of residence, profession and shopping travel patterns that affect the choice in choosing television (TV preferences) as seen from the form of television brands and technology and choose the distance taken from his home to the television shopping options that will shape the spatial pattern in choosing where to shop TV. Residents with higher incomes generally perform multi-purpose shopping trip trip will choose a far distance to where the television shopping kecendrungannya do some shopping at the mall with the preferences of the selected dominant TV technology updates from various forms of TV brand TVs while the population with low income levels generally travel single-purpose shopping trip mileage will choose close to where the television shopping preference do shopping in traditional markets with a dominant preference selected TV technology that tends to form a regular TV brand.

Keywords : mall, shopping television, spatial pattern, traditional market.

Page 2: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

PENDAHULUAN/LATAR BELAKANG

Pola belanja di pasar tradisional bisa jadi bukan satu-satunya alternatif warga

perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya karena banyaknya pusat perbelanjaan

modern yang bermunculan (Mahar, 1995). Pola belanja masyarakat sangat berkaitan erat

dengan perilaku serta kebiasaan konsumen dalam memilih tempat berbelanja sesuai

kebutuhan hidupnya. Menurut Ma’ruf dalam Novalisa, (2009), pada umumnya terdapat dua

perilaku belanja pada masyarakat Indonesia, yang pertama ialah perilaku berbelanja dengan

orientasi “belanja adalah belanja’’ yang mengandung arti mencari barang yang dibutuhkan

atau diinginkan sehingga aspek fungsional pusat perbelanjaan lebih diutamakan daripada

suasana tempat belanja. Jenis perilaku belanja yang kedua yaitu perilaku berbelanja dengan

orientasi “rekreasi” yang berarti konsumen dengan pola seperti ini akan mencari pusat

perbelanjaan yang menyenangkan. Dengan melihat banyaknya jumlah pusat perbelanjaan, kita

mengetahui bahwa konsumen menjadi teliti untuk memilih dimana merekan akan berbelanja.

Perhatian konsumen tertuju kepada keputusan untuk memilih pusat perbelanjaan yang lebih

menarik dan memiliki banyak jenis barang yang sesuai dengan pilihan dan selera mereka

( Wong & Yuan dalam Novalisa,2009).

Dari jumlah pusat perbelanjaan tradisional dan modern tersebut, tidak semuanya

terdapat kegiatan penjualan televisi didalamnya. Hanya 3 pusat perbelanjaan tradisional dan 4

pusat perbelanjaan modern yang terdapat penjualan televisi didalamnya, yakni Pasar Lama

Dewi Sartika, Pasar Agung, Pasar Cisalak, Depok Town Square, Margo City, ITC Depok dan

Depok Town Centre. Berdasarkan fakta di atas, penulis tertarik untuk mengidentifikasi

bagaimana pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk Kota Depok. Dalam

melihat Pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk Kota Depok, penulis hanya

menggunakan faktor penentu berupa Karakteristik demografi, preferensi televisi, pola

perjalanan belanja, jarak tempat tinggal penduduk (jarak tempuh) terhadap pusat

perbelanjaan.

TINJAUAN TEORITIS

Berdasarkan pola perjalanan berbelanja yang dikemukakan oleh Hartston dalam

Primanita & Amiani (2009) tedapat tiga pengklasifikasian, yaitu:

o Single Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja yang diawali di satu titik dan kembali

pada titik yang sama. Biasanya rumah dijadikan titik awal dan pusat perbelanjaan

sebagai titik yang dituju. Pola ini merupakan pola yang paling sering dilakukan.

Page 3: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Pertimbangan utama dalam pola ini adalah jarak, artinya pusat perbelanjaan dengan

jarak terdekatlah yang menjadi titik tujuan.

o Multi Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja dengan titik awal rumah tetapi titik

yang dituju lebih dari satu (pusat perbelanjaannya lebih dari satu) dan keragaman

barang yang dibeli akan lebih banyak dibandingkan Single Purpose Trip.

o Combined Purpose Trip, yaitu perjalanan berbelanja sekaligus melakukan kegiatan

bepergian lain seperti perjalanan kerja, baik sebelum atau setelah bekerja.

Menurut Kotler dan Armstrong dalam Hartanto & Sutantri (2010), demografis adalah

sebuah ilmu yang mempelajari dan membagi konsumen dan pasar ke dalam kelompok yang

didasarkan pada usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, tahapan dalam keluarga, pendapatan,

pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi dan kewarganegaraan. Menurut Wilson dan

Gilligan dalam Hartanto & Sutantri (2010), metode segmentasi demografis paling banyak

digunakan untuk membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang didasarkan pada satu

atau lebih variable, yaitu:

a. Usia

b. Jenis kelamin (gender)

c. Pendapatan (income)

d. Pendidikan (education)

e. Pekerjaan (occupation)

f. Agama (religion)

g. Ras

h. Kewarganegaraan

i. Ukuran keluarga (family size)

j. Tahapan dalam keluarga (family life-cycle)

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan

sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana

proses jual beli terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi

pasar tradisional dan pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat

digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/grosir. Menurut Mursid dalam Putra

(2010), tiga unsur utama dalam sebuah pasar, yaitu konsumen, daya beli dan perilaku

pembelian. Konsumen adalah orang dengan segala kebutuhan dan keinginannya, daya beli

Page 4: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan. Penyediaan barang

dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak akan menjadi suatu permintaan apabila

masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai serta perilaku pembelian berkaitan

dengan pola hidup masyarakat dalam hal menjalani kegiatan pasar, seperti pola pengeluaran

uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu mewujudkan dan membeli, serta fluktasi

harga atau nilai. Perkembangan yang sangat signifikan dapat dirasakan yaitu perkembangan

televisi dari segi teknologi penampil seperti CRT, LCD, Plasma, DLP dan OLED. Sebelum

mengenal LCD TV, televisi-televisi di Indonesia didominasi oleh TV tabung atau CRT TV.

Beralih dari TV tabung, dikenal pula Plasma TV. Plasma Display Panel (PDP) atau di

Indonesia banyak dikenal sebagai Plasma TV adalah salah satu jenis teknologi dari TV layar

datar yang memungkinkan bagi produsen untuk memproduksi TV Layar Datar dengan ukuran

yang besar secara massal namun dengan harga yang cukup ekonomis. Berbeda dengan Plasma

TV, pada dasarnya LCD TV bekerja dengan memproduksi gambar hitam dan berwarna

dengan melakukan seleksi cahaya yang dipancarkan oleh serangkaian lampu teknologi CCFL

(Cold Cathode Fluorescent Lamps) di belakang layar. Jutaan lampu tersebut akan dinyalakan

dan dimatikan melalui LCD shutter dengan melewatkan cahaya putih dengan  intensitas

tertentu. Setiap shutter akan digabungkan dengan filter warna yang akan melewatkan warna

Red, Green, dan Blue (RGB). Shutter dan Filter yang masing-masing merupakan sub-pixel ini

berukuran sangat kecil, dan secara kasat mata membentuk gabungan yang disebut

dengan pixel. Pada evolusi selanjutnya, tercipta pula pengembangan dari LCD TV yang

dinamakan LED TV. Pada dasarnya sebenarnya LED TV tidak jauh berbeda dari  LCD TV.

Televisi jenis ini menggunakan LED Backlight sebagai pengganti cahaya fluorescent yang

digunakan pada jenis LCD TV sebelumnya. Ada dua macam bentuk LED TV yang beredar di

pasaran: RGB LED dengan LED yang diletakkan di belakang panel layar, atau EDGE-LED

dimana LED diletakkan di sekeliling layar. Tidak sedikit pula televisi-televisi yang sudah

menggunakan hard panel sehingga layarnya tidak riskan terhadap goresan ataupun benturan

ringan.

Page 5: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

METODE PENELITIAN

Data Primer

Dalam rangka mendapatkan data primer yang dibutuhkan bagi kegiatan penelitian ini,

dilakukan survey lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan kuisioner ke

responden secara simple random sampling (acak sederhana) dengan menggunakan grid

sebagai pengontrol. Metode Penentuan Sampel :

Lokasi sampel tersebar berdasarkan letak permukiman di Kota Depok dimana untuk

mewakili lokasi responden, pengisian kuisoner harus dilakukan di wilayah

permukiman yang merupakan domisili responden tersebut.

Sampel ditentukan pada grid-grid di peta kerja yang memiliki penggunaan lahan

berupa pemukiman. Peta kerja akan dibagi kedalam grid berukuran 1 km x 1 km (1

km2) , dan setiap grid yang memiliki penggunaan lahan permukiman akan diambil

respondennya. Dari total 201 grid yang membagi habis Kota Depok hanya sebanyak

162 grid yang penggunaan tanahnya merupakan area permukiman didalamnya. Total

sampel didapatkan yakni satu grid diwakili minimal satu sampai dua sampel. Sehingga

didapatkan jumlah sampel sebanyak 214 sampel.

Persiapan survey lapang:

- Membuat peta kerja dan menentukan lokasi sampel.

- Membuat daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner pertanyaan tertutup

- Peralatan yang dibutuhkan adalah GPS, alat tulis, dan kamera.

Metode Survey Lapang :

- Mendatangi sampel sesuai peta kerja yang telah dibuat oleh peneliti yang nantinya

akan mengisi kuisioner dan melakukan ploting pada lokasi sampel dengan

menggunakan GPS yang digunakan nantinya untuk mengukur jarak tempuh dari

tempat tinggal ke tempat belanja televisi yang dipilih.

Page 6: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

- Responden akan diberikan daftar pertanyaan berbentuk kuisioner dengan

pertanyaan tertutup.

Data Sekunder

Dalam mengumpulkan data sekunder digunakan teknik pengumpulan data melalui

dokumen atau catatan yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Dokumen tersebut

diperoleh dari beberapa instansi berikut :

- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok

- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok

- Dinas Pasar, Koperasi dan UMKM Kota Depok

- Bappeda Kota Depok

- Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok

Cara penetapan grid penelitian:

Peneliti menggunakan bantuan Google Earth yang telah disisipi dengan shp

Kotamadya Depok.

Membuat grid-grid dengan ukuran 1 km x 1 km pada shp. Kotamadya Depok yang

telah digabungkan dengan Google Earth tersebut. Setelah membagi habis Kotamadya

Depok dengan grid-grid berukuran 1 km2 didapatkan sebanyak 201 grid dimana hanya

162 grid yang dalam grid terdapat penggunaan tanah permukiman dan dijadikan

sebagai daerah sampel.

Untuk mempermudah pada saat mengambil sampel di lapangan, setiap sisi di masing-

masing-masing sudut dari grid tersebut dicantumkan atau ditampilkan koordinat

sehingga mempermudah peneliti mengontrol daerah penelitian agar sesuai dengan grid

yang telah ditentukan sehingga tidak keluar/melebihi area grid yang telah ditentukan.

Mencari “hal menarik” atau “khas” dalam setiap grid untuk mempermudah peneliti

menemukan wilayah permukiman dalam suatu grid yang telah ditentukan serta

melihat batas-batas daerah dari masing-masing grid sehingga tidak mengambil sampel

di luar grid yang telah ditentukan (sampelnya tepat). Peneliti juga menggunakan alat

GPS untuk membantu dalam melakukan survey lapang.

Dalam menentukan sampel dengan menggunakan teknik acak sederhana yang sebelum

melakukan survey lapang sudah ditentukan oleh peneliti dimana saja titik sampel yang

akan diambil. Jumlah sampel yang diambil disetiap grid akan berbeda-beda sesuai

dengan tingkat kehomogenitasan dari kenampakan fisik perumahan di masing-masing

grid.

Page 7: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Kuisioner dibagikan dengan mendatangi langsung sampel yang telah ditentukan

sebelumnya oleh peneliti ke rumahnya masing-masing.

Jika sampel yang telah ditentukan tidak bisa (tidak mau, tidak ada ditempat,dll)

mengisi kuisioner yang diberikan oleh peneliti, maka peneliti melakukan penentuan

sampel baru lagi didalam grid tersebut sebelum membagikan kuisionernya di lapangan

Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan dilakukan dua tahapan analisis yang

dilakukan secara kuantitatif dan dijelaskan secara deskriptif antara lain sebagai berikut :

Analisis Hubungan Keterkaitan

Analisis keterkaitan ini melihat bagaimana hubungan antara setiap variabel, yakni

karakteristik demografi, bentuk perjalanan belanja ,preferensi produk,, jarak terhadap

pemilihan tempat belanja televisi kemudian mendeskripsikannya dengan menggunakan

pendekatan keruangan. Analisis keterkaitan akan dilakukan dengan perhitungan statistik

antara karakteristik demografi, yakni penghasilan, lama tinggal dan profesi terhadap pilihan

tempat belanja televisi kemudian dikaitkan dan deskripsikan bersama variabel preferensi

produk dan jarak. Dari hasil analisis ini akan diketahui variabel mana yang paling

berpengaruh dan yang paling sedikit memberikan pengaruh terhadap pola spasial pemilihan

tempat belanja televisi penduduk Kota Depok. Analisis dilakukan dengan menggunakan

analisis statistic deskriptif crosstab yang menggunakan data nominal dengan output Chi-

Square Test dan Contingency Coefficients.

a. Metode Chi Square

X² = hasil tes statistik yang menunjukan keterkaitan variabel dengan

distribusi data (nilai Chi-Square hitung)

Oi = frekuensi fenomena yang dikaji

Ei = frekuensi variabel penelitian yang diperoleh

n = jumlah data

b. Koefisien Kontingensi

C (cc) = koefisien kontingensi

Page 8: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

X² = nilai uji Chi Square

Koefisien kontingensi menunjukkan hubungan dua variabel nominal atau variabel nominan

dan ordinal. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji Chi Square.

Hipotesis untuk kasus ini adalah:

Ho : tidak ada hubungan antara X dan Y.

Ha : ada hubungan antara variabek X dan Y.

Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan Chi-Square hitung dan Chi-Square tabel:

Ho diterima jika X2hitung < X2

tabel

Ho ditolak jika X2hitung ≥ X2

tabel

Dapat juga dilakukan berdasarkan Probabilitas:

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima

Jika probabilitas ≤ 0,05, maka Ho ditolak

Namun, hasil korelasi Chi-Square tidak dapat menunjukkan arah korelasi, karena data yang

digunakan adalah data nominal yang berkedudukan sama tinggi. Apabila nilai cc semakin

mendekati +1 maka variabel tersebut memiliki pengaruh yang semakin besar. Dari nilai cc ini

dapat diketahui variabel mana yang memberikan pengaruh yang paling besar dan paling kecil.

Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dengan melihat bagaimana pola

pemilihan tempat berbelanja televisi penduduk serta faktor apa yang paling mempengaruhi

membentuk pola tersebut lalu kemudian mendeskripsikannya dengan menggunakan

pendekatan keruangan. Menurut Bintarto & Hadisumarno dalam Kusumaningrum (2012)

pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan pada

beberapa unsur geografi yaitu jarak (distance) dalam penelitian ini yaitu jarak tempuh

penduduk dari tempat tinggalnya menuju tempat belanja dan gerakan (movement) yang dalam

penelitian ini berupa arah belanja penduduk dari tempat tinggalnnya menuju tempat belanja

televisi. Hasil akhir akan divisualisasikan ke dalam bentuk peta agar lebih mudah dipahami

secara spasial.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penduduk Kota Depok cenderung

memilih pasar tradisional sebagai tempat mereka berbelanja televisi, yakni sebesar 63,55%

sedangkan penduduk yang memilih mall sebagai tempat membeli televisi hanya sebesar

Page 9: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

36,45%. Berdasarkan hasil penelitian, jarak tempuh yang dipilih oleh penduduk oleh Kota

Depok hampir tersebar merata, yakni jarak dekat (≤ 3 km), sedang (3,01-5 km) dan jauh (>

5km), tetapi memiliki kecendrungan memilih jarak tempuh jauh dari tempat tinggal ke pusat

perbelanjaan yang dipilih untuk membeli televisi, yakni sebesar 39,25 %, yang diikuti dengan

jarak sedang sebesar 33,18 % dan jarak tempuh dekat dengan 27,57%. Jarak tempuh ini

dihitung dengan menarik garis lurus dari tempat tinggal penduduk ke pusat perbelanjaan yang

dipilihnya dengan bantuan software ArcGis 9.3. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat

penghasilan penduduk Kota Depok cukup beragam dari kelas rendah (≤ 2 Juta), sedang (2,01-

5 Juta) dan tinggi ( >5 Juta). Pada umumnya responden dalam penelitian ini yang

menggambarkan penduduk Kota Depok memiliki tingkat penghasilan di kelas sedang yakni

sebesar 44,86 % diikuti dengan kelas rendah 34,11 % dan kelas tinggi dengan besaran

21,03%. Tingkat penghasilan dalam penelitian ini dilihat dari seluruh jumlah pendapatan

penduduk setiap bulannya. Penduduk yang berdomisili di Kota Depok pada umumnya sudah

lama sekali tinggal di Kota Depok dimana lama sekali didefinisikan dalam penelitian ini yakni

selama > 10 tahun telah berdomisili di Kota Depok. Hal ini terlihat dari jumlah responden

yang lama tinggal di Depok >10 tahun sebesar 77,1% sedangkan penduduk dalam hal ini

diwakili oleh responden yang tinggal di Depok ≤10 tahun (lama) sebesar 22,9 %. Profesi

dalam penelitian ini yaitu jenis mata pencaharian yang dilakukan oleh penduduk. Mata

pencaharian dibagi dalam dua jenis yakni formal dan non formal. Penduduk Kota Depok

memiliki kecendrungan yang sama dalam memilih profesi formal atau non formal sebagai

mata pencahariannya. Penduduk yang memiliki profesi formal memiliki jumlah yang cukup

banyak yakni sebesar 57,94% sedangkan penduduk yang berprofesi non formal tidak begitu

jauh selisihnya dengan penduduk berprofesi formal, yaitu sebesar 42,06%. Pola perjalanan

belanja merupakan bentuk perjalanan belanja penduduk berdasarkan maksud atau tujuan

mereka dalam melakukan belanja. Single purpose trip pada umumnya memiliki tujuan belanja

yang bersifat tunggal saja atau dalam penelitian ini hanya bermaksud membeli televisi saja

dalam melakukan belanja sedangkan multi purpose trip merupakan pola perjalanan belanja

yang memiliki maksud atau tujuan yang tidak hanya melakukan belanja televisi saja,tetapi

juga melakukan aktivitas lain selain berbelanja televisi. Berdasarkan hasil penelitian

penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan memilih pola perjalanan belanja single

purpose trip yakni sebesar 51,87% sedangkan penduduk yang memiliki pola perjalanan

belanja multi purpose trip hanya sebesar 48,13%. Merk televisi pada penelitian ini hanya

dibagi dalam dua jenis yakni televisi dengan merk terkenal dan televisi dengan merk tidak

terkenal.Berdasarkan hasil penelitian, penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan

Page 10: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

membeli televisi dengan merk terkenal yakni sebesar 79,44 % sedangkan penduduk Kota

Depok yang memilih membeli televisi dengan merk tidak terkenal hanya sebesar 20,56%.

Teknologi bentuk televisi pada penelitian ini hanya dibagi dalam dua jenis yakni dan

teknologi bentuk televisi biasa.Teknologi bentuk televisi terkini yaitu teknologi bentuk

televisi yang tidak menggunakan tabung dalam bentuk televisinya (non tabung), yaitu plasma

TV, LCD/LED TV sedangkan teknologi bentuk televisi biasa yaitu teknologi bentuk televisi

yang masih menggunakan tabung baik berlayar cembung maupun layar datar. Berdasarkan

hasil penelitian, penduduk Kota Depok memiliki kecendrungan membeli televisi dengan

teknologi bentuk televisi terkini yakni sebesar 78,97 % sedangkan penduduk Kota Depok

yang memilih membeli televisi dengan teknologi bentuk televisi biasa hanya sebesar 21,03%.

Pemilihan tempat belanja televisi menghasilkan data yang cukup menarik dimana dari hanya

7 pusat perbelanjaan televisi di Kota Depok , baik yang tersebar di pusat perbelanjaan

tradisional maupun modern, Penduduk banyak memilih pusat perbelanjaan di luar Depok

sebesar 30,84 %. Pada umumnya pusat perbelanjaan diluar Depok yang dipilih oleh Penduduk

berada diluar administrasi Kota Depok diantaranya seperti Pasar Parung yang berlokasi di

Kabupaten Bogor, Pasar Cibinong yang berlokasi di Kabupaten Bogor serta beberapa pasar

yang berlokasi di Wilayah DKI Jakarta seperti Pasar Pondok labu, Pasar Cibubur, Pasar

Minggu bahkan terdapat Penduduk yang memilih Pasar Glodok sebagai lokasi pilihan belanja

televisi. Lokasi pusat perbelanjaan di wilayah Kota Depok yang paling banyak dipilih yaitu

Pasar Lama Dewi Sartika sebesar 21,03%. Pasar Lama Dewi Sartika yang beralamat di Jalan

raya Dewi Sartika merupakan pusat perbelanjaan tradisional yang tertua sekaligus pertama

yang berdiri di Kota Depok yakni di sekitar tahun 1990an. Sedangkan pusat perbelanjaan

modern yang paling banyak dipilih oleh penduduk Kota Depok dalam melakukan belanja

televisi yakni ITC Depok sebesar 14,49%. ITC Depok merupkan pusat perbelanjaan modern

yang lokasinya sangat strategis dimana berada disamping terminal Depok dan di depan

stasiun kereta api Depok Baru. Pusat perbelanjaan modern ini berlokasi di Jalan raya

Margonda.

PEMBAHASAN

Pola spasial pemilihan tempat belanja televisi penduduk dengan tingkat penghasilan

kelas rendah (≤ 2 Juta) yang membeli merk televisi terkenal dengan teknologi bentuk televisi

biasa (televisi tabung) pada umumnya memilih tempat belanja pasar tradisional sebagai

tempat belanja televisinya dengan jarak tempuh yang dipilih jarak dekat (≤ 3km) sedangkan

Page 11: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

pola spasial penduduk dengan tingkat penghasilan kelas rendah yang membeli merk televisi

tidak terkenal dengan teknologi bentuk televisi biasa memilih pasar tradisional sebagai tempat

melakukan belanja televisinya dengan jarak tempuh yang pada umumnya dipilih memiliki

kecendrungan memilih jarak tempuh dari tempat tinggal ke pasar tradisional berjarak sedang

(3,01-5 km). Penduduk dengan tingkat penghasilan kelas rendah selain mempertimbangkan

faktor jarak juga mempertimbangkan faktor yang lain seperti harga yang lebih murah,

meminimalisir biaya transportasi dan kedekatan hubungan personal dengan penjual yang

semua hal tersebut didapatkan di pasar tradisional. Penduduk dengan tingkat penghasilan

kelas sedang yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada

umumnya memilih tempat belanja mall dengan jarak tempuh yang memiliki kecenderungan

memilih mall dengan jarak tempuh antara tempat tinggal ke tempat belanja berjarak dekat

(≤3 km). Sedangkan penduduk yang memiliki tingkat penghasilan kelas sedang (2,01-5 Juta)

yang membeli televisi merk tekenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya

memiliki kecendrungan memilih tempat belanja di pasar tradisional dengan jarak tempuh jauh

(>5 km) serta penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan kelas sedang ( 2,01-5 Juta) yang

membeli televisi dengan merk tidak terkenal serta teknologi bentuk televisi biasa memiliki

kecendrungan memilih tempat belanja di pasar tradisional dengan jarak tempuh dari tempat

tinggal ke tempat belanja jarak dekat (≤ 3km). Penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan

kelas sedang yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal dan teknologi bnetuk televisi

terkini memiliki kecendrungan memilih pasar tradisional yang jarak tempuh dari tempat

tinggal hingga tempat belanjannya dari jarak dekat (≤ 3km) . Pola spasial yang terbentuk ini

dikarenakan penduduk dengan tingkat penghasilan kelas sedang (2,01- 5 Juta) tidak begitu

mempertimbangkan faktor jarak dan faktor yang lain seperti harga maupun biaya transportasi

karena mereka lebih mengutamakan mencari tempat belanja yang dapat memenuhi kebutuhan

televisi yang kriterianya sesuai dengan yang mereka inginkan sedangkan penduduk dengan

kelas penghasilan sedang yang memilih pasar tradisional memiliki variasi televisinyang dijual

dari merk tidak terkenal hingga terkenal dan teknologi bentuk televisi dari biasa hingga terkini

yang diimbangi dengan harga jualnya tidak begitu mahal atau terjangkauHal ini dikarenakan

pasar tradisional memiliki keragaman variasi televisi yang dijual daripada pusat perbelanjaan

modern atau mall yakni tidak hanya merk televisi yang terkenal saja yang dijual, tetapi juga

merk televisi yang tidak terkenal karena pasar tradisional berusaha menjangkau semua

kalangan dan selera penduduk terhadap sebuah televisi. Penduduk dengan tingkat

penghasilan kelas tinggi ( > 5 Juta) yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi

bentuk televisi terkini pada umumnya memiliki kecendrungan memilih tempat belanja

Page 12: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

modern mall dengan jarak tempuh jauh ( >5 km) . Penduduk dengan tingkat penghasilan

kelas tinggi yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa

memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan modern atau mall dengan jarak tempuh

dari tempat tinggal ke tempat belanja 3,01-5 km (sedang) sedangkan penduduk dengan tingkat

penghasilan kelas tinggi yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal dan teknologi

bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional dalam membeli televisi

karena merk televisi yang tidak terkenal pada umumnya dijual atau dapat dicari di pasar

tradisional. Jarak tempuh yang diambil penduduk dari tempat tinggalnya ke pusat

perbelanjaan yang dipilihnya yakni jarak sedang (3,01-5 km). Pola spasial yang terbentuk ini

penduduk karena tingkat penghasilan kelas tinggi (> 5 Juta) tidak begitu mempertimbangkan

faktor jarak dan faktor yang lain seperti harga maupun biaya transportasi karena mereka lebih

mengutamakan mencari tempat belanja yang dapat memenuhi kebutuhan televisi yang

kriterianya sesuai dengan yang mereka inginkan serta kenyamanan dari tempat belanja televisi

itu sendiri. Tingkat penghasilan sangat mempengaruhi penduduk dalam memilih tempat

belanja dalam membeli televisi. Pada umumya penduduk yang memiliki tingkat penghasilan

tinggi (> 5Juta) memilih mall dalam membeli televisi sedangkan penduduk dengan tingkat

penghasilan rendah (≤2 Juta) pada umumnya memilih pasar tradisional dalam membeli

televisi sedangkan penduduk yang memiliki tingkat penghasilan sedang (2,01-5 juta) hampir

merata jumlahnya di setiap pusat perbelanjaan yang dipilih, baik tradisional maupun modern,

tetapi memiliki kecendrungan lebih banyak memilih pasar tradisional. Dari ouput

penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung) adalah 58,280

sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 5,991 sehingga dapat disimpulkan bahwa

jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Sehingga ada hubungan

antara tingkat penghasilan dengan tempat belanja yang dipilih. Hal ini dapat dilihat melalui

hasil data penelitian bahwa makin tinggi tingkat penghasilan maka makin cenderung memilih

pusat perbelanjaan modern atau mall dalam membeli televisi serta makin rendah tingkat

penghasilan makin cenderung memilih pasar tradisional dalam melakukan tempat belanja

televisi. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,463 yang dengan kata lain nilai ini mendekati 1

yang berarti hubungan yang terjadi cukup kuat.

Page 13: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Penduduk yang lama tinggalnya di Kota Depok di kategorikan lama ( ≤ 10 tahun)

yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa memiliki

kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar tradisional sebagai tempat belanja

televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak dekat ( ≤ 3km). Penduduk yang lama

tinggalnya di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi tidak terkenal dan

teknologi bentuk televisi terkini memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar

tradisional sebagai tempat belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak sedang

( 3,01-5 km). Hal ini dikarenakan pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya

sebatas pasar tradisional besar dan terkenal saja yang terdapat di Kota Depok. Penduduk yang

lama tinggalnya di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi tidak terkenal

dan teknologi bentuk televisi biasa memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan pasar

tradisional sebagai tempat belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak sedang

( 3,01-5 km). Hal ini dikarenakan pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya

sebats pasar tradisional saja yang hanya menjual televisi dengan spesifikasi merk tidak

terkenal dan teknologi bentuk televisinya biasa). Sedangkan penduduk yang lama tinggalnya

di Kota Depok lama ( ≤ 10 tahun) yang membeli merk televisi terkenal dan teknologi bentuk

televisi terkini memiliki kecendrungan memilih pusat perbelanjaan mall sebagai tempat

belanja televisinya yang jarak tempuhnya cenderung jarak jauh ( >5 km). Hal ini dikarenakan

pengenalan mengenai pusat perbelanjaan yang ada hanya sebats pusat perbelanjaan mall besar

dan terkenal saja yang terdapat di Kota Depok. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10

Tahun) tinggal di Kota Depok yang membeli televisi dengan kategori merk televisi terkenal

dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya memilih tempat belanja televisi di pasar

tradisional dimana jarak tempuh dari tempat tinggal ke pusat perbelanjaan yang dipilih sangat

beragam yakni dari jarak sedang (3,01-5 km) . Sedangkan penduduk yang telah lama sekali

Page 14: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

tinggal di Kota Depok yang membeli televisi dengan merk televisi terkenal dan teknologi

bentuk televisi terkini memilih jarak tempuh jauh ( > 5 km) dengan memilih tempat belanja di

mall. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10 tahun) tinggal di Kota Depok yang membeli

televisi dengan spesifikasi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada

umumnya akan cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi

mereka dimana jarak tempuh yakni Jarak Sedang (3,01- 5 km) dari tempat tinggal ke tempat

belanja televisi. Penduduk yang telah lama sekali ( > 10 tahun) tinggal di Kota Depok yang

membeli televisi dengan spesifikasi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini

pada umumnya akan cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi

mereka dimana jarak tempuh yakni jarak dekat ( ≤3km) dari tempat tinggal ke tempat belanja

televisi. Kaitan antara tempat belanja yang dipilih oleh penduduk kota Depok dalam

melakukan belanja televisi dengan lama tinggalnya di Kota Depok ternyata ada hubungan

yang mempengaruhinya satu sama lain. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu, pusat

perbelanjaan di Kota Depok berkembang pesat dalam hal ini pusat perbelanjaan modern

sehingga penduduk Kota Depok dapat memiliki alternatif pilihan yang cukup banyak dalam

melakukan aktivitas belanja televisinya. Selain dari itu adanya promosi yang cukup gencar

dari setiap pusat perbelanjaan dalam menarik pembeli untuk berkunjung ke tempat belanja

terkait serta lama tinggal penduduk erat kaitannya dengan loyalitas penduduk dalam memilih

tempat belanja. Dari ouput penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square

hitung) adalah 4,308 sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat

disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Nilai

koefisien kontingensi sebesar 0,14. Sehingga ada hubungan antara lama tinggal penduduk

dengan tempat belanja yang tidak begitu kuat.

Page 15: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Penduduk dengan profesi formal yang membeli televisi dengan merk terkenal yang

teknologi betuk televisinya terkini pada umumnya memilih mall sebagai tempat belanja

televisi dengan memilih jarak tempuh jauh (> 5km) untuk menuju tempat belanja pilihannya

tersebut. Penduduk dengan profesi formal yang membeli merk televisi terkenal dengan

teknologi bentuk televisi biasa cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja

televisinya dimana memilih jarak tempuh sedang untuk menuju tempat belanja televisinya.

Penduduk berprofesi formal yang membeli televisi dengan merk tidak terkenal yang teknologi

bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja

televisinya dimana jarak tempuh yang sering mereka pilih yakni jarak sedang (3,01-5 km)

hingga (> 5km). Sedangkan penduduk dengan profesi formal yang membeli televisi dengan

merk tidak terkenal yang teknologi bentuk televisinya biasa, memiliki kecendrungan lebih

memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya dengan jarak tempuh yang

dipilih lebih banyak memilih jarak tempuh jauh (> 5 km). Penduduk dengan profesi non

formal yang membeli televisi dengan merk terkenal yang teknologi betuk televisinya terkini

pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisi dengan memilih

jarak tempuh sedang ( 3,01- 5 km) untuk menuju tempat belanja pilihannya tersebut.

Penduduk dengan profesi non formal yang membeli merk televisi terkenal dengan teknologi

bentuk televisi biasa cenderung memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya

dimana memilih jarak tempuh yang dipilih mulai dari jarak sedang hingga jarak jauh (> 5 km)

untuk menuju tempat belanja televisinya. Penduduk berprofesi non formal yang membeli

televisi dengan merk tidak terkenal yang teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya

memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja televisinya dimana jarak tempuh yang sering

mereka pilih yakni jarak tempuh jauh (> 5km).

Hubungan Profesi penduduk dengan tempat belanja televisi yang dipilih oleh

penduduk tidak memiliki hubungan satu sama lain. Dari ouput penghitungan uji SPSS

didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung) adalah 1,062 sedangkan nilai Chi Square tabel

diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung < Chi

Square tabel maka H0 diterima. Sehingga tidak ada hubungan antara profesi dengan tempat

belanja yang dipilih oleh penduduk. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,07. Pola spasial

yang terbentuk dari profesi pada umumnya tidak terlihat signifikan perbedaannya antara

profesi formal dan non formal jika tidak dikaitkan dengan tingkat penghasilan penduduk

yang bersangkutan. Profesi pada umumnya tidak mempengaruhi penduduk dalam memilih

preferensi produk televisi tertentu sehingga tidak terlihat pengaruhnya dalam mempengaruhi

penduduk memilih tempat belanja televisi.

Page 16: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Penduduk yang dirinya melakukan pola perjalanan belanja multi purpose trip yang

membeli televisi merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya

cenderung memilih pasar tradisional dengan jarak tempuh sedang (3,01- 5 km) dari tempat

tinggalnya ke tempat belanja televisi. Hal ini dikarenakan televisi yang dibeli merupakan

merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisinya biasa yang hanya dapat ditemukan di

pasar tradisional yang biasanya melakukan lagi jenis kegiatan lain selain membeli televisi

yakni membeli kebutuhan pokok sehari-hari atau bulanan. Penduduk yang dirinya melakukan

pola perjalanan belanja multi purpose trip yang membeli televisi merk terkenal dan teknologi

bentuk televisi terkini pada umumnya cenderung memilih pusat perbelanjaan modern mall

untuk membeli televisi dengan jarak tempuh sedang (3,01- 5 km) dari tempat tinggalnya ke

tempat belanja televisi karena penduduk dengan kategori seperti ini tidak mempermasalahkan

jarak dalam menuju tempat belanja karena faktor adanya kegiatan lain yang dilakukan seperti

rekreasi bersama keluarga atau kumpul bersama keluarga yang kesemua kegiatan lain dari

belanja televisi tersedia atau dapat ditemukan di mall dan juga kenyamanan yang mereka cari

dalam melakukan belanja televisi. Penduduk yang pola perjalanan belanjanya multi purpose

trip dengan pilihan belanja merk televisi terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada

umumnya memilih tempat belanja mall dengan memiliki kecendrungan memilih jarak tempuh

sedang ( 3,01- 5 km). Hal utama yang mereka cari selain membeli televisi adalah membeli

kebutuhan hidup keluarga lainnya dan sebagai tempat rekreasi dan hiburan keluarga yang hal

ini semua tersedia dan dapat ditemukan di mall. Penduduk dengan pola perjalanan belanja

single purpose trip yang membeli televisi dengan merk terkenal dan teknologi bentuk televisi

Page 17: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

biasa pada umumnya memilih pasar tradisional sebagai tempat berbelanja televisi dengan

jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat belanja dengan jarak sedang (3,01-5 km). Hal ini

dikarenakan pasar tradisional yang menjual televisi dengan merk terkenal dan teknologi

bentuk televisi biasa pada umumnya dijual atau terdapat di pasar-pasar tradisional yang secara

kuantitas televisi yang dijual cukup banyak dan banyak variasinya. Sedangkan penduduk yang

dirinya melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip yang membeli televisi merk

terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional

dengan jarak tempuh sedang ( 3,01- 5 km) dari tempat tinggalnya ke tempat belanja televisi.

Penduduk dengan pola perjalananan belanja single purpose trip yang membeli televisi

dengan merk tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi biasa pada umumnya menempuh

dengan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat belanja yaitu jarak dekat ( ≤ 3 km) hingga

sedang (3,01- 5 km) dimana tempat belanjanya di pasar tradisional dengan jarak tempuh

tersebut. Hal ini disebabkan penduduk dengan kriteria tingkat penghasilan ini, selain

mempertimbangkan faktor jarak juga mempertimbangkan faktor yang lain seperti harga yang

lebih murah, meminimalisir biaya transportasi dan kedekatan hubungan personal dengan

penjual yang semua hal tersebut didapatkan di pasar tradisional. Sedangkan penduduk yang

dirinya melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip yang membeli televisi merk

tidak terkenal dan teknologi bentuk televisi terkini pada umumnya memilih pasar tradisional

dengan jarak tempuh dekat (≤ 3 km) dari tempat tinggalnya ke tempat belanja televisi.

Hubungan antara pola perjalanan belanja dengan tempat belanja yang dipilih oleh

penduduk saling memiliki hubungan satu sama lain. Penduduk yang pola perjalanan

belanjanya multi purpose trip pada umumnya memilih pusat perbelanjaan modern atau ,mall

dalam melakukan aktivitas belanjanya. Hal ini dikarenakan penduduk yang pola perjalanan

belanjanya bersifat tersebut akan melakukan aktivitas belanja lain selain membeli

televisi,seperti melakukan belanja kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan

sekunder/tersier, melakukan kegiatan santai dengan anggota keluarga seperti makan bersama,

melakukan karokean bersama keluarga, nonton film di bioskop dan lainnya. Kesemua hal

yang disebutkan tadi tersedia di pusat perbelanjaan modern karena pusat perbelanjaan modern

memiliki berbagai macam jenis hiburan menarik yang tersedia didalamnya. Sedangkan

penduduk yang melakukan pola perjalanan belanja single purpose trip, pada umumnya

memilih pusat perbelanjaan tradisional atau pasar tradisional dalam melakukan aktivitas

belanja televisi karena tidak ada hal lain yang dilakukaknnya selain hanya membeli kebutuhan

televisi serta kurangnya daya tarik pusat perbelanjaan tradisional dalam hal menyediakan

sarana hiburan keluarga atau belanja keluarga baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

Page 18: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Dari ouput penghitungan uji SPSS didapatkan bahwa nilai X2 (Chi Square hitung)

adalah 40,756 sedangkan nilai Chi Square tabel diperoleh sebesar 3,841 sehingga dapat

disimpulkan bahwa jika nilai Chi Square hitung ≥ Chi Square tabel maka H0 ditolak. Sehingga

ada hubungan antara pola perjalanan belanja penduduk dengan tempat belanja yang

dipilihnya. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,4, dengan kata lain nilai ini mendekati 1

yang berarti hubungan yang terjadi cukup kuat.

KESIMPULAN

Pola spasial penduduk dalam pembelian televisi dipengaruhi oleh karakteristik

demografi terutama penghasilan serta pola perjalanan belanja sehingga akan mempengaruhi

jarak tempuh serta preferensi televisi yang dipilih/dibeli. Penduduk dengan penghasilan

rendah cenderung melakukan pola perjalanan belanja dengan satu tujuan (single purpose trip)

dengan menempuh jarak yang dekat. Jenis televisi yang menjadi pilihannyapun adalah jenis

televisi dengan bentuk teknologinya biasa dari merk tidak terkenal yang pada umumnya dibeli

di pasar tradisional. Penduduk yang berpenghasilan tinggi cenderung melakukan pola

perjalanan dengan lebih dari satu tujuan belanja (multi purpose trip) dan menempuh jarak

yang relatif jauh dimana jenis televisi yang menjadi pilihannyapun adalah jenis televisi

Page 19: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

dengan bentuk teknologinya terkini dari merk terkenal yang pada umumnya dibeli di pusat

perbelanjaan modern (mall).

Jarak tempuh dalam menuju pusat perbelanjaan dan preferensi televisi yang

dipilih/dibeli sangat erat kaitannya dengan tingkat karakteristik demografi yang diikuti

dengan pola perjalanan belanja yang dilakukan oleh penduduk. Adanya hubungan antara

faktor tingkat penghasilan, lama tinggal, merk televisi, teknologi bentuk televisi, pola

perjalanan belanja serta jarak tempuh terhadap tempat pemilihan belanja televisi penduduk

Kota Depok yang mengakibatkan timbulnya pola spasial secara signifikan pada pemilihan

tempat belanja televisi penduduk Kota Depok.

SARAN

Penelitian ini lebih dikembangkan lagi dengan menggunakan metode sampling yang

lebih detail dan akurasinya lebih tinggi serta menganalisis faktor eksternal lain, seperti

aksesibilitas dalam perkembangan dan penjualan pada pusat perbelanjaan yang menjual

televisi. Menganalisis kelebihan serta kekurangan di setiap masing-masing pusat perbelanjaan

yang menjual televisi di Kota Depok sehingga informasi yang didapatkan lebih terinci dari

penelitian ini.

KEPUSTAKAAN

Ardiwinata, Jajat S. (2011). Menuju Masyarakat Pembelajar. Bandung: Lab PLS FIP UPI.

Berman, Barry & Evans, Joel R. (2010). Retail Management: A Strategic Approach 11th

Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Daldjoeni, Nathaniel. 1997. Geografi Baru Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktek.

Bandung: Penerbit Alumni.

Damayanti, Kiki. (2003). Tugas Akhir: Identifikasi Permintaan Masyarakat Akan Fasilitas

Pasar Melalui Studi Karakteristik dan Pola Perilaku Konsumen dalam Berbelanja di Pasar

Tradisional dan Pasar Swalayan di Kota Depok. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Dharmmesta, B.S & Handoko, T.H. (2000). Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku

Konsumen (1st ed). Yogyakarta: BPFE.

Davidson, W. R, 1988. Retailing Management, 6th ed. New York: John Wiley & Sons.

Dwiana, Kartika. (2012). Skripsi: Perubahan Penyebutan Kekerabatan di Kabupaten Ogan

Ilir. Depok: Universitas Indonesia.

Holt, D.B & Thompson, C.J. (2004). Man of Action Heroes: the Pursuit of Heroic

Masculinity in Everyday Consumption. Journal of Consumer Research.

Page 20: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. (2005). Putusan Perkara

No.02/KPPU-L/2005 dalam Dugaan Pelanggaran Terhadap Pasal 19 Huruf a dan Huruf b

serta Pasal 25 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta.

Kusumaningrum, Dwiyanti. (2012). Skripsi: Implikasi Deurbanisasi Terhadap Konsumsi

Lokasi di Wilayah Pinggiran Perkotaan (Studi Kasus di Perkampungan Karawaci,

Kabupaten Tangerang, Banten). Depok: Universitas Indonesia.

Kottler & Armstrong. (2000). Principles of Marketing 9th Edition. New Jersey: Prentice Hall

PTR.

Lindquist, Jay D & Kaufman-Scarborough, Carol F. (2004). Polychronic Tendency Analysis:

A New Approach to Understanding Women’s Shopping Behaviors Volume 21 Iss 5 PP 332-

342. West Yorkshire: Emerald Group Publishing Limited.

Mahar, Ari Indrayono. (1995). Pola Konsumsi dan Belanja Warga DKI Jakarta di Pasar

Swalayan. Jakarta: Lembaga Penerbit UI.

Novalisa, Emelyn. (2009). Skripsi: Analisa Segementasi Mall City of Tomorrow Berdasarkan

Aspek Perilaku Berkunjung Studi Kasus pada Mahasiswa Penghuni Kos di Area

Siwalankerto. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Pamularsih, Tyas Raharjeng. (2011). Konsumsi dan Gaya Hidup Masyarakat Transisi.

Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Pontoh, Nia K & Kustiwan, Iwan. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung:

Penerbit ITB.

Primanita & Amiani. (2009). Skripsi: Analisa Perilaku Belanja Pria dan Wanita Usia

Produktif di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Putra, Wicak hardhika. 2010. Tesis: Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rawajati

Jakarta. Semarang: Universitas Diponegoro.

Saladin, Djaslim. (2003). Perilaku Konsumen dan Pemasaran Strategik. Bandung: Linda

Karya.

Salomon, M.R. (2002). Consumer Behavior: Buying, Having and Being. New Jersey: Prentice

Hall Upper Saddle River.

Sheth, Jagdish N & Mitttal, Banwari. (2004). Customer Behavior: A Managerial Perspective

2th Edition. Mason: Thomson/Southwestern Publishing.

Sopiah & Syihabudhin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: Andi Publisher.

Page 21: Alvian Safrizal_Pola Spasial Pemilihan Tempat Belanja Televisi Penduduk Kota Depok

Sulistyowati, Dwi Yulita. (1999). Kajian Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan

Berdasarkan Pengamatan Perilaku Berbelanja di Kotamadya Bandung. Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regiona: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Wardhana, Wisnu. (2010). Analisis Hubungan Antara Brand Image Produk Nissan Grand

Livina Automatic 1500 cc dan Respon Pelanggan. Jakarta: Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Unika Atmajaya.

Yansen. (2008). Skripsi: Pilihan Lokasi Lembaga Kursus Bahasa Inggris di Kecamatan

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Depok: Universitas Indonesia.

Yunus, Hadi Sabari. (2010). Metode Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa.

Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy’ari. (2007). Peraturan Menteri

Negara Perumahan Rakyat No.10/PERMEN/2007 tentang Pedoman Bantuan Stimulan

Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan dan Permukiman. Jakarta.

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia T Ariwibowo. (1998). Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-

Lembaga Usaha Perdagangan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. (2007). Peraturan Presiden

Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta.

Publikasi Dinas Pasar, Koperasi dan UMKM Kota Depok, 2011.

Publikasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2011.

Publikasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok, 2011.