Alternatif Penanganan Sindroma Twin

3
PENANGANAN SINDROMA TWIN-TWIN TRANSFUSION Manajemen ekspektan Pada kehamilan ganda dengan kecurigaan TTTS timbulnya polihidramnion akut setelah umur kehamilan 28 minggu meningkatkan angka kematian perinatal, karena risioko abortus spontan atau persalinan premature dengan bayi yang tmbuh lambat atau hidrops. Pada sebagian bayi yang mempu bertahan hidup dengan terapi ekspektan mempunyai insidensi morbiditas yang tinggi. Kerusakan otak dapat terjadi karena beberapa faktor termasuk hipoksia intrauterine dan persalinan premature. Kematian pada salah satu janin, biasanya pada janin donor, dapat menyebabkan kematian janin lainnya atau sekuele hipoksia- iskhemik pada janin lainnya. Terapi dengan obat Indometasin telah lama digunakan untuk mencegah dengan mencegah produksi urine janin yang berlebihan yang menyebabkan polihidramnion, memiliki efek tokolitik sehingga mencegah persalinan premature. Dalam suatu penelitian pemberian indometasin pada tiga kehamilan dengan TTTS disertai polihidramnion pada umur kehamilan 20-25 minggu satu kasus dilahirkan pada umur kehamilan 25 minggu dan kedua bayi mati. Dua kasus salah satu janin meninggal setelah 4 hari; kehamilan berlanjut sampai 30 dan 36 minggu namun bayi yang dilahirkan menderita multicystic encephalomalacia. Selective fetocide Tindakan ini dilakukan pada TTTS yang tidak mendapatkan terapi dengan prognosis yang jelek, terutama jika salah satu janin mempunyai prognosis yang sangat jelek. Tindakan ini ditujukan untuk menghentikan TTTS dan memperbesar kesempatan janin lainnya untuk tetap bertahan hidup dengan menurunkan risiko persalinan premature.

description

obsgyn

Transcript of Alternatif Penanganan Sindroma Twin

ALTERNATIF PENANGANAN SINDROMA TWIN-TWIN TRANSFUSION

PENANGANAN SINDROMA TWIN-TWIN TRANSFUSION

Manajemen ekspektan

Pada kehamilan ganda dengan kecurigaan TTTS timbulnya polihidramnion akut setelah umur kehamilan 28 minggu meningkatkan angka kematian perinatal, karena risioko abortus spontan atau persalinan premature dengan bayi yang tmbuh lambat atau hidrops.

Pada sebagian bayi yang mempu bertahan hidup dengan terapi ekspektan mempunyai insidensi morbiditas yang tinggi. Kerusakan otak dapat terjadi karena beberapa faktor termasuk hipoksia intrauterine dan persalinan premature. Kematian pada salah satu janin, biasanya pada janin donor, dapat menyebabkan kematian janin lainnya atau sekuele hipoksia-iskhemik pada janin lainnya.

Terapi dengan obat

Indometasin telah lama digunakan untuk mencegah dengan mencegah produksi urine janin yang berlebihan yang menyebabkan polihidramnion, memiliki efek tokolitik sehingga mencegah persalinan premature. Dalam suatu penelitian pemberian indometasin pada tiga kehamilan dengan TTTS disertai polihidramnion pada umur kehamilan 20-25 minggu satu kasus dilahirkan pada umur kehamilan 25 minggu dan kedua bayi mati. Dua kasus salah satu janin meninggal setelah 4 hari; kehamilan berlanjut sampai 30 dan 36 minggu namun bayi yang dilahirkan menderita multicystic encephalomalacia.

Selective fetocide

Tindakan ini dilakukan pada TTTS yang tidak mendapatkan terapi dengan prognosis yang jelek, terutama jika salah satu janin mempunyai prognosis yang sangat jelek. Tindakan ini ditujukan untuk menghentikan TTTS dan memperbesar kesempatan janin lainnya untuk tetap bertahan hidup dengan menurunkan risiko persalinan premature.

Beberapa cara selective fetocide antara lain pengambilan satu janin dengan histerotomi, penyuntikan saline ke dalam pericardium dengan panduan ultrasonografi untuk membuat tamponade jantung atau penyuntikan intrakardiak dengan kalium klorida, insersi thrombogenic coils atau fibrin ke dalam jantung atau vena umbilikalis pada salah satu janin, ligasi tali pusat pada salah satu janin.

Serial aminodrainage

Sebuah jarum berukuran 18G dimasukkan ke dalam uterus dengan bantuan ultrasonogafi, cairan ketuban dikeluarkan ke dalam kantong steril melalui selang plastik selama 40-120 menit sampai jumlah cairan ketuban menjadi normal yang dapat dilihat melalui ultrasonografi. Pasien dievaluasi setiap seminggu sekali dan amniodrainage diulangi bila terjadi polihidramnion lagi.

Cara ini dapat mencegah risiko terjadinya persalinan premature atau abortus spontan akibat polihidramnion. Dengan cara ini dapat pula memungkinkan dengan kehamilan yang berlanjut dan meningkatkan volume darah fetoplasental sehingga pengaruh hemodinamik anastomosis plasenta menurun. Dengan tindakan amniosenteses ulangan, system kardiovaskular janin dapat terbebas dari pengaruh buruk anastomosis plasenta, dan tindakan amniodrainage akan mengurangi tekanan cairan ketuban dan menurunkan tekanan selaput ketuban pada tempat tali pusat berinsersi atau pembuluh darah superfisial dan dapat memperbaiki aliran darah pada janin donor.

Dalam suatu penelitian sebelum tahun 1992, angka harapan hidup setelah tindakan amniodrainage sekitar 30-40%. Akan tetapi, lima persen penelitian dari tiga sentra melaporkan angka harapan hidup pada kedua janin sekitar 72-83 persen dan kehamilan dengan sedikitnya salah satu janin yang hidup sekitar 81-100 persen. Satu penelitian terhadap 37 kehamilan dengan stuck-twin syndrome, termasuk kehamilan dikorionik dengan diskordansi cairan ketuban lebih sering disertai dengan kelainan janin atau plasenta dibandingkan dengan TTTS. Lima kehamilan diterminasi, lima kehamilan diterapi konservatif dengan 40% janin mampu bertahan hidup, dan 27 dilakkan serial amniocenteses dengan 72% janin bertahan hidup; 36% janin mengalami cerebral palsy. Pada penelitian berikutnya sembilan kehamilan dilakukan serial amniocenteses janin yang mampu bertahan hidup sebanyak 83%, tetapi 53% diantaranya mengalami morbiditas; empat kehamilan yang lain dilakukan terapi konservatif karena lebih ringan dan pada kelompok ini janin yang mampu bertahan hidup sebanyak 75%. Penelitian yang lain angka harapan hidup dari lima kehamilan yang diterapi secara konservatif sebanyak 0% dan 17 kehamilan dengan serial amniocenteses angka harapan hidup janin sebesar 79%.

Perbaikan harapan hidup dengan serial amniodrainage ataupun dengan terapi konservatif pada dua penelitian, dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan protocol yang sama dikarenakan perbedaan dari dreajat parah ringannya kelainan ini. Walaupun demikian, secara umum dipahami bahwa sebagian besar janin yang bertahan hidup mengalami kelainan kronik dan membuat sebagian besar orang tua yang diberikan pemahaman tentang kemungkinan terjadinya komplikasi ini lebih memilih dilakukan tindakan terminasi daripada diterapi dengan amniosenteses.