All Kepmen Tenaga Kerja

145
KEPMEN NO. 224 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 224 /MEN/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH PEREMPUAN ANTARA PUKUL 23.00 SAMPAI DENGAN 07.00 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan pasal 76 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; Mengingat : 1. Undang?undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang - undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

Transcript of All Kepmen Tenaga Kerja

Page 1: All Kepmen Tenaga Kerja

KEPMEN NO. 224 TH 2003

KEPUTUSAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIANOMOR : KEP. 224 /MEN/2003

 TENTANG

 KEWAJIBAN PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH PEREMPUAN

ANTARA PUKUL 23.00 SAMPAI DENGAN 07.00

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan pasal 76 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00;

 

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

  

Mengingat : 1. Undang?undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang - undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

 

2.        Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Page 2: All Kepmen Tenaga Kerja

4279);

 

3.        Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong.  

 

Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;

2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 9 September 2003.

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH PEREMPUAN ANTARA PUKUL 23.00 SAMPAI DENGAN 07.00.

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.            Pengusaha adalah :

a.       orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b.      orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c.       orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia;

2. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

Page 3: All Kepmen Tenaga Kerja

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

3.         Perusahaan adalah :

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik persekutuan atau badan hukum baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

4.         Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

  

Pasal 2

 

(1)          Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk :

a.         memberikan makanan dan minuman bergizi;

b.         menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

 

(2)          Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.

 

Pasal 3

 

(1)          Makanan dan minuman yang bergizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori dan diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja.

Page 4: All Kepmen Tenaga Kerja

 

(2)          Makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang.

 

Pasal 4

 

(1)          Penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruangan makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi.

 

(2)          Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/buruh harus secara bervariasi.

 

Pasal 5

 

Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja/buruh perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dengan :

a.              menyediakan petugas keamanan di tempat kerja;

b.             menyediakan kamar mandi/wc yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/buruh perempuan dan laki-laki.

 

Pasal 6

 

(1)         Pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya;

 

(2)         Penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

 

Page 5: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 7

 

(1)          Pengusaha harus menetapkan tempat penjemputan dan pengantaran pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh perempuan.

 

(2)          Kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan.

Pasal 8

 

Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, dan keamanan selama di tempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diatur lebih lanjut dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

 

Pasal 9

 

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Oktober 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

JACOB NUWA WEA

 

Page 6: All Kepmen Tenaga Kerja

 KEPMEN NO. 132 TH 2006

 

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : MA/10/2006NOMOR: KEP.132/MEN/III/2006

NOMOR: 01/M.PAN/3/2006

TENTANG PENYEMPURNAAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 407 TAHUN 2005;

NOMOR: KEP.185/MEN/VII/2005 ; NOMOR: SKB/02/M.PAN/7/2005, TENTANG HARI-HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2006

MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,  DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

 

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas hari-hari kerja dan hari-hari libur, dipandang perlu menata kembali pelaksanaan hari-hari

libur nasional dan mengatur cuti bersama tahun 2006 ;

  b. bahwa penataan kembali hari libur dan pengaturan cuti bersama tahun 2006 sebagaimana tersebut huruf a diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pada hari kerja efektif ;

  c. bahwa dalam pengaturan hari-hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2006 seperti telah disepakati dalam Keputusan Bersama tiga Menteri tersebut di atas, masih terdapat celah hari kerja antara hari libur, yang dapat ditingkatkan efektifitas dan manfaatnya bagi produktivitas keluarga dan masyarakat luas

  d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a huruf b dan huruf c di atas, perlu adanya penyempurnaan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor

Page 7: All Kepmen Tenaga Kerja

menetapkan Keputusan Bersama Menteri  Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 407 Tahun 2005; Nomor: KEP.185/MEN/VII/2005 ; Nomor: SKB/02/M.PAN/7/2005 tentang Hari-hari Libur Nasional dan Cuti   Bersama Tahun 2006.  

Mengingat : 1. Keputusan Presiden RI Nomor 251 tahun 1967 tentang hari-hari Libur yang telah beberapa  kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 1983 ;

  2. Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru  Imlek ;

  3. Keputusan Presiden RI Nomor 20/P/Tahun 2005

  3. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan  Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia ; sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005

  4. Peraturan Presiden RI NOmor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas I Kementerian  Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 63 tahun 2005 ;

  5. Keputusan  Menteri Agama RI Nomor 331 Tahun 2002 tentang Penetapan Hari Tahun Baru  Imlek sebagaimana Hari Libur Nasional.

 

MEMUTUSKAN

 Menetapkan : PENYEMPURNAAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 407 TAHUN 2005; NOMOR : KEP.185/MEN/VII/2005 ; NOMOR : SKB/02/M.PAN/7/2005, TENTANG HARI-HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2006

   Pertama : Menetapkan Hari-Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2006

sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Kedua : Unit Kerja satuan organisasi yang berfungsi memberikan pelayanan

langsung kepada masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah yang mencakup kepentingan masyarakat luas seperti : rumah sakit/puskesmas, unit kerja yang memberikan pelayanan telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, perhubungan, dan unit kerja pelayanan lain yang sejenis mengatur penugasan karyawan pada hari-hari libur nasional dan cuti bersama yang ditetapkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketiga : Pelaksanaan cuti bersama mengatur hak cuti bagi pegawai/karyawan sesuai peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing Instansi/Lembaga

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

     Ditetapkan di Jakarta

    Pada tanggal 22 Maret 2006 

MENTERI AGAMA      MENTERI TENAGA KERJA

DAN TRANSMIGRASI MENTERI PENDAYAGUNAAN

APARATUR NEGARA

 

MUHAMMAD M. BASYUNI

 

ERMAN SUPARNOTAUFIQ  EFFENDI

Page 8: All Kepmen Tenaga Kerja

 

 

LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : MA/10/2006NOMOR: KEP.132/MEN/III/2006

NOMOR: 01/M.PAN/3/2006

TENTANG PENYEMPURNAAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA NOMOR : 407 TAHUN 2005; NOMOR: KEP.185/MEN/VII/2005 ; NOMOR: SKB/02/M.PAN/7/2005, TENTANG HARI-HARI LIBUR NASIONAL

DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2006

A. HARI LIBUR TAHUN 2006

NO Tanggal Hari Keterangan

1. 1 Januari Minggu Tahun Baru Masehi

2. 10 Januari Selasa Idul Adha 1426 Hijriyah

3. 29 Januari Minggu Tahun Baru Imlek 2557

4. 31 Januari Selasa Tahun Baru 1427 Hijriyah

5. 30 Maret Kamis Hari Raya Nyepi

6. 10 April Senin Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati hari Selasa tanggal 11 April

7. 14 April Jumat Wafat Yesus Kristus

8. 13 Mei Sabtu Hari Raya Waisak

9. 25 Mei Kamis Kenaikan Yesus Kristus

10. 17 Agustus Kamis Hari Kemerdekaan RI

11. 21 Agustus Senin Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

12. 24-25 Oktober Selasa dan Rabu Idul Fitri 1 Syawal 1427 Hijriyah

13. 25 Desember Senin Hari Raya Natal

14. 31 Desember Minggu Idul Adha 1427 Hijriyah

Page 9: All Kepmen Tenaga Kerja

 

B. CUTI BERSAMA TAHUN 2006

No Tanggal Hari Keterangan

1. 31 Maret Jum'at Cuti Bersama

2. 26 Mei Jum'at Cuti Bersama

3. 18 Agustus Jum'at Cuti Bersama

4. 23, 26, 27 Oktober Senin , Kamis , Jumat Cuti Bersama

      Ditetapkan di Jakarta

    Pada tanggal 22 Maret 2005  

MENTERI AGAMA      MENTERI TENAGA KERJA

DAN TRANSMIGRASI MENTERI PENDAYAGUNAAN

APARATUR NEGARA

 

MUHAMMAD M.BASYUNI.

 

ERMAN SUPARNO TAUFIQ  EFFENDI

 

 

 

 

Page 10: All Kepmen Tenaga Kerja

KEPMEN NO. 407 TH 2005

 

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 407 TAHUN 2005 NOMOR: KEP.185/MEN/VII/2005 NOMOR: SKB/02/M.PAN/7/2005

TENTANG HARI-HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2006

MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,  DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

 

Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas hari-hari kerja dan hari-hari libur, dipandang perlu menata kembali pelaksanaan hari-hari libur nasional

dan mengatur cuti bersama tahun 2006 ;

  b. bahwa penataan kembali hari libur dan pengaturan cuti bersama tahun 2006 sebagaimana tersebut huruf a diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pada hari kerja efektif ;

  c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri  Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Hari-hari Libur Nasional dan Cuti   Bersama Tahun 2006.  

Mengingat : 1. Keputusan Presiden RI Nomor 251 tahun 1967 tentang hari-hari Libur yang telah beberapa  kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 1983 ;

  2. Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru  Imlek ;

  3. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan  Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia ;

  4. Peraturan Presiden RI NOmor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas I Kementrian  Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah

Page 11: All Kepmen Tenaga Kerja

dengan Peraturan Presiden RI Nomor 15 tahun 2005 ;

  5. Keputusan  Menteri Agama RI Nomor 331 Tahun 2002 tentang Penetapan Hari Tahun Baru  Imlek sebagaimana Hari Libur Nasional.

 

 

LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 407 TAHUN 2005 NOMOR : KEP.185/MEN/VII/2005 NOMOR: SKB/02/M.PAN/7/2005

TENTANG HARI-HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2006

A. HARI LIBUR TAHUN 2006

NO Tanggal Hari Keterangan

1. 1 Januari Minggu Tahun Baru Masehi

2. 10 Januari Selasa Idul Adha 1426 Hijriyah

3. 29 Januari Minggu Tahun Baru Imlek 2557

4. 31 Januari Selasa Tahun Baru 1427 Hijriyah

5. 30 Maret Kamis Hari Raya Nyepi

6. 10 April Senin Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati hari Selasa tanggal 11 April

7. 14 April Jumat Wafat Yesus Kristus

8. 13 Mei Sabtu Hari Raya Waisak

9. 25 Mei Kamis Kenaikan Yesus Kristus

10. 17 Agustus Kamis Hari Kemerdekaan RI

11. 21 Agustus Senin Isra'Mi'raj Nabi Muhammad SAW

12. 24-25 Oktober Selasa dan Rabu Idul Fitri 1 Syawal 1427 Hijriyah

13. 25 Desember Senin Hari Raya Natal

14. 31 Desember Minggu Idul Adha 1427 Hijriyah

 

B. CUTI BERSAMA TAHUN 2006

Page 12: All Kepmen Tenaga Kerja

Tanggal Hari Keterangan

23, 26, 27 Oktober  

Senin , Kamis , Jumat Cuti Bersama

 

    Ditetapkan di Jakarta

    Pada tanggal 29 Juli 2005  

MENTERI AGAMA      MENTERI TENAGA KERJA

DANTRANSMIGRASI MENTERI PENDAYAGUNAAN

APARATUR NEGARA

 

MUHAMMAD M.BASYUNI.

 

FAHMI IDRIS TAUFIQ  EFFENDI

 

 

 

 

Page 13: All Kepmen Tenaga Kerja

KEPMEN NO. 187 TH 2004MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR; KEP.187/MEN IX/2004

TENTANG

IURAN ANGGOTA SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

 

Page 14: All Kepmen Tenaga Kerja

 

Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Serikat pekerja/Serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

3. Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.4. Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah gabungan federasi serikat

pekerja/buruh5. Pengusaha :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

6. Iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh adalah dana yang dihimpun dari upah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang dipungut setiap bulan dan besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga atau peraturan organisasi.

Pasal 2

Menimbang : a. bahwa untuk mendorong peningkatan fungsi dan peran serikat pekerja/serikat buruh, perlu dukungan dana yang antara lain berasal dari iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh.

  b. bahwa agar dana yang berasal dari iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat dihimpun dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien, perlu pedoman tata cara pemungutan, pemanfaatan dan pendistribusian iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan Keputusan Menteri.

     Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989).

  2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)

  3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

     Memperhatikan :   Hasil Pembahasan Sidang Sekretariat Lembaga Kerjasama Triparti

Nasional tanggal 16 September 2004.          MEMUTUSKAN :      Menetapkan   KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA TENTANG IURAN ANGGOTA SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

     

Page 15: All Kepmen Tenaga Kerja

 KEPMEN NO. 92 TH 2004MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004

TENTANG

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN MEDIATOR SERTA TATA KERJA MEDIAS

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Page 16: All Kepmen Tenaga Kerja

 

 

 

BAB  I

KETENTUAN   UMUM

Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

2. Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut adalah pegawai instansi pemerintahan yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat - syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

3. Perantara Hubungan Industrial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan hubungan industrial serta penyelesaian perselisihan industrial.

4. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan

Menimbang : a.bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 9 huruf g, Pasal 16 Undang - undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perlu menetapkan syarat - syarat pengangkatan dan pemberhentian mediator serta tata kerja mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan Keputusan Menteri ;

Mengingat   : 1.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 199 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839 ) ;

  2.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)

  3.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356 ) ;

  4.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

  5.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 40/KEP/M/PAN/12/2000 tentang Jabatan Fungsional Perantara Hubungan Industrial dan Angka Kreditnya ;

  6.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 48/MEN/IV/2000 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama ;

         MEMUTUSKAN :      Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK

INDONESIA TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN MEDIATOR SERTA TATA KERJA MEDIASI.

     

Page 17: All Kepmen Tenaga Kerja

pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

5. Perselisihan hak adalah yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

6. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

7. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

8. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan

 

Pasal  2

Pegawai Negeri Sipil di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dapat melakukan mediasi sebagaimana diatur dalam Undang - undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah memperoleh pengangkatan dengan

pemberian legitimasi sebagi mediator dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

BAB   II

SYARAT -  SYARAT  MEDIATOR

Pasal  3

1).  Untuk menjadi mediator, seseorang harus memenuhi persyaratan yaitu :

  a. Pegawai Negeri Sipil pada instansi/dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan ;

  b. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ;

  c. Warga negara Indonesia ;

  d. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter ;

  e. Menguasai peraturan perundang - undangan dibidang ketenagakerjaan :

  f. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela ;

  g. Berpendidikan sekurang - kurangnya Strata Satu (S1) ; dan

  h. Memiliki legitimasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

     

2) Untuk memperoleh legitimasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf h, harus

Page 18: All Kepmen Tenaga Kerja

memenuhi syarat  :

   

 a. Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan teknis hubungan industrial dan

syarat kerja yang dibuktikan dengan sertifikat dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

 b. Telah melaksanakan tugas di bidang pembinaan hubungan industrial sekurang -

kurangnya 1 ( satu ) tahun setelah lulus pendidikan dan pelatihan teknis hubunganindustrial dan syarat kerja.

        BAB  III        

LEGITIMASI  MEDIATOR

Pasal 4

1).  Tata cara untuk memperoleh legitimasi mediator sebagai berikut  :

  a. Calon mediator pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi diusulkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial ;

  b. Calon mediator pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi diusulkan oleh Gubernur ;

  c. Calon mediator pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota diusulkan oleh Bupati / Walikota.

     2).  Pengajuan usul sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) dilengkapi dengan :

  a. Copy ijazah pendidikan Strata Satu ( S1 ) ;

  b. Copy SK pangkat terakhir ;

  c. Copy SK penempatan atau SK penugasan pada unit kerja yang membidangi hubungan industrial ;

  d. Copy sertifikat pendidikan tehnis hubungan industrial dan syarat kerja ;

  e. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter ;

  f. Foto berwarna terbaru ukuran 3x4 cm 2 ( dua ) lembar ;

  g. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai 2 ( dua ) tahun terakhir. 

 

Pasal 5

Di dalam kartu legitimasi dicantumkan wilayah kerja sesuai dengan wilayah kerja instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang mengusulkan.

 

BAB  IV

MEDIATOR KHUSUS

Pasal  6

1. Berdasarkan pertimbangan tertentu Menteri dapat memberikan legitimasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota untuk menjadi mediator .

2. Pemberian legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) tidak mengikuti persyaratan

Page 19: All Kepmen Tenaga Kerja

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.3. Pemberian legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dilakukan melalui pengusulan

dari Kepala Daerah setempat.4. Legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) berlaku selama yang bersangkutan

menjabat sebagai kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

 BAB  V

TUGAS KEWAJIBAN DAN WEWENANG MEDIATOR

Pasal 7

Mediator bertugas melakukan mediasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Pasal  8 (1). Mediator mempunyai kewajiban

 a.   Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang

diperlukan ;   b. Mengatur dan memimpin mediasi ;   c. Membantu membuat perjanjian bersama, apabila tercapai

  d. Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan ;

  e. Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial ;

  f. Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial ;

     

(2). Bentuk risalah, laporan dan tata cara pelaporan sebagaimanan dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan huruf f diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.

   

Pasal  9

 

Mediator mempunyai kewenangan  :a. Menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan

itikad baik sebelum dilaksanakan mediasi ; b. Meminta keterangan, dokumen, dan surat - surat yang berkaitan dengan perselisihan c. Mendatangkan saksi atau saksi ahli dalam mediasi apabila diperlukan ; d. Membuka buku dan meminta surat - surat yang diperlukan dari para pihak dan instansi atau

lembaga terkait ; e. Menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki

surat kuasa.

BAB  VI

KEDUDUKAN  MEDIATOR

Pasal  10

Page 20: All Kepmen Tenaga Kerja

Mediator berkedudukan di :

a. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ;

b. Kantor / Dinas / Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi ;

c. Kantor / Dinas / Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten / Kota.

   

  Pasal  11

   

(1). Mediator yang berkedudukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, melakukan mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah Provinsi.

(2). Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertangung jawab di bidang ketenga kerjaan Provinsi, melakukan mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah Kabupaten / Kota.

(3). Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertangung jawab di bidang ketenga kerjaan Provinsi, melakukan mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah Kabupaten / Kota tempat pekerja / buruh bekerja.

(4). Dalam hal satu wilayah kerja Kabupaten / Kota tidak mempunyai mediator atau mediator yang ada tidak mencukupi jumlahnya, maka untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota yang bersangkutan dapat meminta bantuan tenaga mediator kepada kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang terdekat dalam 1 (satu) Provinsi.

     Pasal  12   Dalam hal perselisihan menimbulkan dampak yang mempengaruhi kepentingan nasional, maka Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat mengambil langkah penyelesaian, berkordinasi dengan Kepala Daerah setempat.      Pasal  13   Dalam hal perselisihan hubungan industrial menyangkut mengenai perundingan Perjanjian Kerja Bersama yang tidak dapat mencapai kesepakatan pada tingkat mediasi di Kabupaten / Kota atau Provinsi, maka berdasarkan kesepakatan para pihak, perselisihan dapat disampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mendapatkan langkah - langkah penyelesaian.      BAB  VII     KEDUDUKAN  MEDIATOR     Pasal  14   (1). Segera setelah menerima pelimpahan berkas perselisihan maka mediator harus :   a. Melakukan penelitian berkas perselisihan;   b.  Melakukan sidang mediasi paling lambat 7 ( tujuh hari kerja setelah menerima

pelimpahan tugas untuk menyelesaikan perselisihan ;   c. Mencapai para pihak secara tertulis untuk menghadiri sidang

denganmempertimbangkan waktu panggilan sehingga sidang mediasi dapat dilaksanakan  selambat - lambatnya 7 (hari) kerja sejak menerima pelimpahan tugas untuk  menyelesaikan perselisihan ;

  d.  Melaksakan sidang mediasi dengan mengupayakan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat ;

  e. Mengeluarkan anjuran secara tertulis kepada para pihak apabila penyelesaian tidak mencapai kesepakatan dalam waktu selambat - lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang pertama ;

  f. Membantu membuat perjanjian bersama secara tertulis apabila tercapai kesepakatan

Page 21: All Kepmen Tenaga Kerja

penyelesaian, yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh  mediator ;    g. Memberitahu para pihak untuk mendaftarkan perjanjian bersana yang telah

ditandatangani para pihak ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat dimana perjanjian bersama ditandatangani untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran ;

  h. Membuat risalah pada setiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (2). Dalam hal salah satu pihak atau para pihak mengunakan jasa kuasa hukum dalam sidang

mediasi, maka pihak yang menggunakan jasa hukum tersebut harus tetap hadir.(3). Dalam hal para pihak telah dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian

ternyata pihak pemohon tidak hadir, maka permohonan tersebut dihapus dari buku perselisihan.

(4). Dalam hal para pihak telah dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak termohon tidak hadir, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data - data yang ada.

(5). Dalam hal para pihak tidak menjawab anjuran secara tertulis maka para pihak dianggap menolak anjuran, mediator mencatat dalam buku perselisihan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi dan melaporkan kepada pejabat yang memberi penugasan.

(6). Dalam hal para pihak menyetujui anjuran dan menyatakannya secara tertulis, maka mediator membantu pembuatan perjanjian bersama secara tertulis selambat - lambatnya 3 (3) hari kerja sejak anjuran disetujui para pihak yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan mediator sebagai saksi.

(7). Anjuran tertulis mediator memuat :   a.  Keterangan pekerja / buruh atau keterangan serikat pekerja / serikat buruh ;   b.  Keterangan pengusaha ;   c.  Keterangan saksi / saksi ahli apabila ada ;  d.  Pertimbangan hukum dan kesimpulan mediator ;   e.  Isi anjuran. (8). Dalam hal mediator mengeluarkan anjuran dengan mempertimbangkan keterangan yang

harus dirahasiakan menurut permintaan pemberi keterangan, maka dalam anjuran mediator cukup menyatakan kesimpulan berdasarkan keterangan yang harus dirahasiakan dalam pertimbangannya.

(9). Dalam hal diperlukan, mediator dapat melakukan dengan pegawai pengawas ketenaga kerjaan.

     Pasal  15   Penyelesaian melalui mediasi sebagaina dimaksud dalam Pasal 14 harus sudah selesai dalam waktu selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pelimpahan penyelesaian perselisihan.      Pasal  16   (1). Dalam hal instansi yang bertangung jawabdi bidang ketenagakerjaan menerima

pemberitahuan pemogokan atau penutupan perusahaan, maka atas penunjukan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mediator segera mengupayakan penyelesaian dengan mempertemukan para pihak untuk melakukan musyawarah agar tidak terjadi pemogokan atau penutupan perusahaan.

(2). Dalam hal musyawarah untuk menghentikan pemogokan atau penutupan perusahaan tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14.

     BAB  VIII     PENCABUTAN LEGITIMASI MEDIATOR      Pasal  17

Page 22: All Kepmen Tenaga Kerja

   (1). Pemberhentian mediator dilakukan dengan pencabutan legitimasi oleh Menteri. (2). Pencabutan legitimasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) dilakukan karena :   a.  Meninggal dunia ;   b.  Permintaan sendiri ;   c.  Memasuki usia pensiun ;   d.  Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil ;   e.  Tidak bertugas lagi pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.   f.  Telah dikenakan pemberhetian sementara sebanyak 3 ( tiga ) kali.      Pasal  18   (1). Dalam hal mediator dapat menyelesaikan tugas dalam waktu 30 (tiga puluh ) hari kerja

maka atasan langsung mediator harus meneliti sebab - sebab tidak selesainya perselisihan. (2). Dalam hal sebab - sebab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata diakibatkan dari

kelalaian mediator maka atasan langsung mediator menjatuhkan lisan.      Pasal  19   (1). Teguran lisan dilakukan setiap kali mediator tidak dapat menyelesaikan tugas dalam waktu

30 ( tiga puluh ) hari kerja. (2). Teguran tertulis diberikan setelah melalui teguran lisan sebanyak 3 ( tiga ) kali. (3). Pemberhentian sementara dilakukan setelah melalui teguran tertulis sebanyak 3 ( tiga ) kali.      Pasal  20   (1). Pemberhentian sementara sebagai mediator berlaku untuk jangka waktu selama 2 (dua)

bulan. (2). Pemberhentian sementara dilakukan dengan kartu legitimasi oleh kepala instansi tempat

kedudukan mediator yang bersangkutan. (3). Selama pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 mediator yang

bersangkutan tidak boleh menangani perselisihan.      Pasal  21   (1). Dalam hal mediator telah pernah dikenakan pemberhentian sementara pertama, maka

apabila mediator yang bersangkutan melakukan kelalaian kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikenakan pemberhentian sementara yang kedua.

(2). Dalam hal mediator telah pernah dikenakan pemberhentian sementara kedua, maka apabila mediator yang bersangkutan melakukan kelalaian kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dikenakan pemberhentian sementara yang ketiga.

     Pasal  22   (1). Sebelum mediator dikenakan pemberhentian tetap, maka yang bersangkutan diberi

kesempatan untuk membela diri dalam waktu 14 ( empat belas ) hari kerja sejak tanggal penerimaan pemberhentian sementara yang ketiga.

(2). Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut :   a.  Mediator yang berkedudukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

pembelaan diri dilakukan dihadapan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan        Industrial   b.  Mediator yang berkedudukan di Provinsi pembelaan diri dilakukan dihadapan

Gubernur.   c.  Mediator yang berkedudukan di Kabupaten / Kota pembelaan diri dilakukan

dihadapan Bupati /Walikota.(3). Dalam hal mediator menggunakan kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) membuat risalah

Page 23: All Kepmen Tenaga Kerja

tentang pembelaan diri mediator. (4). Risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dengan dilampiri dokumen pendukung

disampaikan kepada Menteri dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak selesainya dilakukan pembelaan diri oleh mediator.

(5). Risalah sekurang - sekurangnya memuat :   a.  Keterangan mediator;   b.  Keterangan saksi apabila ada ;   c.  Pendapat atasan langsung mediator ;   d.  Pendapat pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ). (6). Apabila mediator tidak menggunakan kesempatan membela diri dalam tenggang waktu

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut legitimasi mediator yang bersangkutan.

(7). Dalam hal pembelaan mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dapat diterima, maka Menteri memberitahukan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengembalikan kartu legitimasi mediator.

(8). Dalam hal pembelaan diri tidak dapat diterima, maka Menteri menerbitkan keputusan pencabutan legitimasi mediator yang bersangkutan.

        BAB  IX   KETENTUAN  PERALIHAN     Pasal  23   (1). Pegawai perantara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah diangkat

sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri ini dapat diberi legitimasi sebagai mediator. (2). Untuk mendapatkan legitimasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bupati / Walikota

atau Gubernur atau Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial mengusulkan kepada Menteri.

(3). Pelaksanaan tugas mediator sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ini berlaku efektif sejak mulai berlakunya Undang - undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

        BAB  X     KETENTUAN  PENUTUP     Pasal  24     Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor : PER-02/MEN/1985 tentang Syarat Penunjukan, Tugas, Kedudukan dan Wewenang Pegawai Perantara dinyatakan tidak berlaku lagi.

     Pasal  25     Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakarta

           pada tanggal 4 Oktober 2004

Page 24: All Kepmen Tenaga Kerja

MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP. 49/MEN/2004

TENTANG

KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur ketentuan struktur dan skala upah;

    b. bahwa untuk ikut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.        Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan

Internasional Nomor 100 mengenai Pengupahan yang Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 171 Tahun 1957, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2153);

   2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

   3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan

Kabinet Gotong Royong.        Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lenbaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004;     2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan        :  KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK                               INDONESIA TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.

 

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini dimaksud dengan :

1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha

Page 25: All Kepmen Tenaga Kerja

atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2. Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah.

3. Skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan. 4. Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan dalam organisasi perusahaan. 5. Analisa jabatan adalah proses metoda secara sistimatis untuk memperoleh data jabatan, mengolahnya menjadi

informasi jabatan yang dipergunakan untuk berbagai kepentingan program kelembagaan, ketatalaksanaan dan Manajemen Sumber Daya Manusia.

6. Uraian jabatan adalah ringkasan aktivitas-aktivitas yang terpenting dari suatu jabatan, termasuk tugas dan tanggung jawab dan tingkat pelaksanaan jabatan tersebut;

7. Evaluasi jabatan adalah proses menganalisis dan menilai suatu jabatan secara sistimatik untuk mengetahui nilai relatif bobot jabatan-jabatan dalam suatu organisasi.

8. Pengusaha adalah :   a. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

 b. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ;

 c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b    yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

9. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.    

Pasal 2

Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dalam penetapan upah pekerja/buruh diperusahaan.

Pasal 3

Dalam penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan melalui :a. analisa jabatan;b. uraian jabatan;c. evaluasi jabatan;

Pasal 4

Dalam melakukan analisa, uraian dan evaluasi jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diperlukan data/informasia. bidang usaha dari perusahaan yang bersangkutan;b. tingkat teknologi yang digunakan;c. struktur organisasi;d. manajemen perusahaan.

Pasal 5

(1) Analisa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, merumuskan jabatan-jabatan baik tenaga pelaksana, non manajerial, maupun manajerial dalam suatu perusahaan.

(2) Analisa jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan menghasilakan uraian jabatan dalam organisasi perusahaaan meliputi :

  a. identifikasi jabatan;   b. ringkasan tugas;  c. rincian tugas;  d. spesifikasi jabatan termasuk didalamnya :

Page 26: All Kepmen Tenaga Kerja

     d.1. pendidikan;

      d.2. pelatihan/kursus;       d.3. pengalaman kerja;       d.4. psikologi (bakat kerja, tempramen kerja dan minat kerja);       d.5. masa kerja;   e. hasil kerja;   f. tanggung jawab.         Pasal 6       (1) Evaluasi jabatan berfungsi untuk mengukur dan menilai jabatan yang tertulis dalam uraian jabatan dengan metoda

tertentu.(2) Faktor-faktor yang diukur dan dinilai dalam evaluasi jabatan antara lain :   a. tanggung jawab;   b. andil jabatan terhadap perusahaan;   c. resiko jabatan;   d. tingkat kesulitan jabatan; (3) Hasil evaluasi jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan antara lain :   a. penetapan upah;   b. penilaian pekerjaan;   c. penetapan kebijakan pengembangan sumber daya manusia perusahaan.        Pasal 7       Dasar pertimbangan penyusunan struktur upah dapat dilakukan melalui : a.    Struktur organisasi; b.    rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan; c.    kemampuan perusahaan; d.    upah minimum; e.    kondisi pasar.   

Pasal 8   (1) Penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui :   a. skala tunggal;  b. skala ganda.(2) Dalam skala tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, setiap jabatan pada golongan jabatan yang

sama mempunyai upah yang sama.(3) Dalam skala ganda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, setiap golongan jabatan mempunyai nilai upah

nominal terendah dan tertinggi.        Pasal 9       (1) Skala ganda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dapat berbentuk skala ganda berurutan dan

skala tumpang tindih. (2) Dalam hal skala ganda berurutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), upah tertinggi pada golongan jabatan

dibawahnya lebih kecil dari upah terendah pada golongan jabatan diatasnya.         Pasal 10       (1) Petunjuk teknis penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana terlampir merupakan pedoman sebagai bagian

Page 27: All Kepmen Tenaga Kerja

yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. (2) Penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan

golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi dan mempertimbangkan kondisi perusahaan.         Pasal 11       Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.                     Ditetapkan di Jakarta     pada tanggal 8 April 2004                            MENTERI

                                                    TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

    REPUBLIK INDONESIA                          JACOB NUWA WEA

Lampiran : Petunjuk Teknis Penyusunan Struktur dan Skala Upah (format PDF)

Page 28: All Kepmen Tenaga Kerja

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIANOMOR : KEP. 231 /MEN/2003

TENTANG

 

TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

 

Menimbang :

a.     bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 90 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum;

b.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

 

Mengingat :

1.     Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

2.     Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 100 mengenai Pengupahan yang Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 171 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2153);

3.     Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 29: All Kepmen Tenaga Kerja

Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201);

 

4.     Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

5.     Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989);

6.    Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

7.    Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54);

 

8.     Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong.

 

Memperhatikan :

1.    Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Juli 2003;

2.    Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 9 Oktober 2003;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM.

Pasal 1

 

Page 30: All Kepmen Tenaga Kerja

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

 

1.             Upah minimum adalah upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur.

 

2.             Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

3.             Pengusaha adalah :

 

a.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b.         orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c.         orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

 

4.             Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

 

 

Pasal 2

 

(1)          Pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.

 

Page 31: All Kepmen Tenaga Kerja

(2)          Dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum.

 

 

Pasal 3

 

(1)          Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) diajukan oleh pengusaha kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.

 

(2)          Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.

(3)          Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja /Serikat Buruh yang memiliki anggota lebih 50 % dari seluruh pekerja di perusahaan , maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

 

(4)          Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

 

(5)          Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja /serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili perundingan dalam menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud

Page 32: All Kepmen Tenaga Kerja

dalam ayat (2).

 

(6)          Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) atau ayat (5) tidak terpenuhi, maka para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan anggota masing masing serikat pekerja/serikat buruh.

 

(7)          Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh yang mendapat mandat untuk mewakili lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) penerima upah minimum di perusahaan.

 

(8)          Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan melalui perundingan secara mendalam, jujur, dan terbuka.

 

 

 

Pasal 4

 

 

(1)          Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum harus disertai dengan :

 

a.         naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;

b.         laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;

Page 33: All Kepmen Tenaga Kerja

c.         salinan akte pendirian perusahaan;

d.         data upah menurut jabatan pekerja/buruh;

e.         jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;

f.           perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang;

 

(2)          Dalam hal perusahaan berbadan hukum laporan keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus sudah diaudit oleh akuntan publik.

 

(3)          Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila diperlukan Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.

 

(4)          Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Gubernur menetapkan penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum setelah menerima saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi.

 

 

 

Pasal 5

 

(1)          Persetujuan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.

 

(2)          Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan

Page 34: All Kepmen Tenaga Kerja

dengan :

a.         membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama, atau;

b.         membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum baru, atau;

c.         menaikkan upah minimum secara bertahap.

 

(3)          Setelah berakhirnya izin penangguhan, maka pengusaha wajib

melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru.

 

 

 

Pasal 6

 

 

(1)          Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan oleh pengusaha, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan penangguhan secara lengkap oleh Gubernur.

 

(2)          Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir dan belum ada keputusan dari Gubernur, permohonan penangguhan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), maka permohonan penangguhan dianggap telah disetujui.

 

 

Pasal 7

 

Page 35: All Kepmen Tenaga Kerja

 

(1)          Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima pekerja/buruh.

 

(2)          Dalam hal permohonan penangguhan ditolak Gubernur, maka upah yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, sekurang-kurangnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.

 

 

Pasal 8

 

Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

Pasal 9

 

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Oktober 2003

 

 

MENTERI

Page 36: All Kepmen Tenaga Kerja

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

JACOB NUWA WEA

 

KEPMEN NO. 233 TH 2003

 

KEPUTUSAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP. 233 /MEN/2003

 

TENTANG

 

JENIS DAN SIFAT PEKERJAAN

YANG DIJALANKAN SECARA TERUS MENERUS

 

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Page 37: All Kepmen Tenaga Kerja

 

 

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 85 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu ditetapkan mengenai jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus;

 

b.      bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

 

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

 

2.      Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

 

3. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong.

 

 

Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;

 

2.      Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003;

 

Page 38: All Kepmen Tenaga Kerja

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG JENIS DAN SIFAT PEKERJAAN YANG DIJALANKAN SECARA TERUS MENERUS.

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

 

1.             Pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus adalah pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau dalam keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

 

2.             Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

3.             Perusahaan adalah:

 

a.         setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

 

b.         usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Page 39: All Kepmen Tenaga Kerja

 

4.             Pengusaha adalah:

 

a.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

 

b.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

 

c.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

5.             Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

 

Pasal 2

 

Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan dan dijalankan secara terus menerus.

 

Pasal 3

 

(1)         Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yakni :

 

a.         pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;

Page 40: All Kepmen Tenaga Kerja

b.         pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;

c.         pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;

d.         pekerjaan di bidang usaha pariwisata;

e.         pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;

f.           pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;

g.         pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;

h.         pekerjaan di bidang media masa;

i.           pekerjaan di bidang pengamanan;

j.           pekerjaan di lembaga konservasi;

k.         pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.

 

(2)         Menteri dapat mengubah jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan.

 

Pasal 4

 

Dalam keadaan tertentu pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

 

Pasal 5

 

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 wajib membayar upah kerja lembur kepada pekerja/buruh.

Page 41: All Kepmen Tenaga Kerja

 

Pasal 6

 

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Oktober 2003

 

 

MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

 

JACOB NUWA WEA

 

Page 42: All Kepmen Tenaga Kerja

 

KEPMEN NO. 255 TH 2003 

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP. 255/MEN/2003

 TENTANG

 

TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN

LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT

 

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Page 43: All Kepmen Tenaga Kerja

 

 

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 106 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka perlu ditetapkan tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartit;

 

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

 

 

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 121; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989);

 

2.      Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

3.      Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

 

 

Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;

 

2.      Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003;

Page 44: All Kepmen Tenaga Kerja

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.             Lembaga kerjasama bipartit yang selanjutnya disebut LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.

2.             Pengusaha adalah:

a.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

 

b.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

 

c.         orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3.             Perusahaan adalah:

a.         setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik

Page 45: All Kepmen Tenaga Kerja

milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

b.         Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

4.             Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

5.             Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

 

6.             Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

 

 

 

BAB II

FUNGSI DAN TUGAS

 

Pasal 2

 

 

Fungsi LKS Bipartit adalah :

 

a.              sebagai forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh

Page 46: All Kepmen Tenaga Kerja

pada tingkat perusahaan;

 

b.             sebagai forum untuk membahas masalah hubungan industrial di perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh yang menjamin kelangsungan usaha dan menciptakan ketenangan kerja.

 

 

Pasal 3

 

 

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 LKS Bipartit mempunyai tugas :

a.              melakukan pertemuan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;

b.             mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha;

c.              melakukan deteksi dini dan menampung permasalahan hubungan industrial di perusahaan;

d.             menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha dalam penetapan kebijakan perusahaan;

e.              menyampaikan saran dan pendapat kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

 BAB III

TATA CARA PEMBENTUKAN

 

 

Pasal 4

 

(1)          Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk LKS Bipartit.

Page 47: All Kepmen Tenaga Kerja

(2)          LKS Bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh.

 

Pasal 5

 

Anggota LKS Bipartit dari unsur pekerja/buruh ditentukan sebagai berikut:

1.             Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan semua pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh tersebut, maka secara otomatis pengurus serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit.

2.             Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis.

3.             Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan seluruh pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah wakil masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang perwakilannya ditentukan secara proporsional.

4.             Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.

5.             Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh, menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proporsional dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.

 

Pasal 6

 

Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 melaksanakan pertemuan untuk :

a.              membentuk LKS Bipartit;

b.             menetapkan anggota LKS Bipartit.

 

 

Page 48: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 7

 

Tata cara pembentukan LKS Bipartit dilaksanakan sebagai berikut:

a.              pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh mengadakan musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;

b.             anggota lembaga sebagaimana dimaksud dalam huruf a menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS Bipartit;

c.              pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan.

 

Pasal 8

(1)          LKS Bipartit yang sudah terbentuk harus dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pembentukan.

 

(2)          Untuk dapat dicatat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengurus LKS Bipartit menyampaikan pemberitahuan tertulis baik langsung maupun tidak langsung dengan dilampiri berita acara pembentukan, susunan pengurus, dan alamat perusahaan.

 

(3)          Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pemberitahuan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan memberikan nomor bukti pencatatan.

 

BAB V

KEANGGOTAAN

 

Pasal 9

Keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh dengan komposisi perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya

Page 49: All Kepmen Tenaga Kerja

disesuaikan dengan kebutuhan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) orang dan paling banyak 20 (dua puluh) orang.

 

 

Pasal 10

 

(1)          Susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan anggota.

 

(2)          Jabatan ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara wakil pengusaha dan wakil pekerja/buruh.

 

 

Pasal 11

 

(1)         Masa kerja keanggotaan LKS Bipartit 2 (dua) tahun.

(2)         Pergantian keanggotaan LKS Bipartit sebelum berakhirnya masa jabatan dapat dilakukan atas usul dari unsur yang diwakilinya.

(3)         Pergantian keanggotaan LKS Bipartit diberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

 

Pasal 12

 

Masa jabatan keanggotaan LKS Bipartit berakhir apabila:

a. meninggal dunia;

b. mutasi atau keluar dari perusahaan;

d.      mengundurkan diri sebagai anggota lembaga;

Page 50: All Kepmen Tenaga Kerja

e.       diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya;

d. sebab-sebab lain yang menghalangi tugas-tugas dalam keanggotaan lembaga.

 

 

 

BAB VI

MEKANISME KERJA

 

 

Pasal 13

 

(1) LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan atau setiap kali dipandang perlu.

(2) Materi pertemuan dapat berasal dari unsur pengusaha, unsur pekerja/buruh atau dari pengurus LKS Bipartit.

(3) LKS Bipartit menetapkan dan membahas agenda pertemuan sesuai kebutuhan.

(4) Hubungan kerja LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif.

 

BAB VII

P E M B I N A A N

 

Pasal 14

 

(1)          Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota bersama dengan organisasi pengusaha dan serikat

Page 51: All Kepmen Tenaga Kerja

pekerja/serikat buruh mengadakan pembinaan terhadap LKS Bipartit.

 

(2)          Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a.       sosialisasi kepada pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh dalam rangka pembentukan LKS Bipartit;

b.      memberikan bimbingan dalam rangka pembentukan dan pengembangan LKS Bipartit.

 

 

 

BAB VIII

PEMBIAYAAN DAN PELAPORAN

 

 

Pasal 15

 

Segala biaya yang diperlukan untuk pembentukan dan pelaksanaan

kegiatan LKS Bipartit dibebankan kepada pengusaha.

 

 

Pasal 16

Kegiatan LKS Bipartit secara berkala setiap 6 (enam) bulan dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

 

 

Page 52: All Kepmen Tenaga Kerja

 

BAB IX

P E N U T U P

 

Pasal 17

 

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-328/MEN/1986 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

 

Pasal 18

 

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Oktober 2003

 

 

MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA,

Page 53: All Kepmen Tenaga Kerja

 

ttd

 

JACOB NUWA WEA

 

 

    MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP. 51/MEN/IV/2004

TENTANG

Page 54: All Kepmen Tenaga Kerja

ISTIRAHAT PANJANG PADA PERUSAHAAN TERTENTU

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 79 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai perusahaan tertentu yang wajib melaksanakan istirahat panjang ;

           b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri ;

                      

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-

undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4) ;   

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1981 Nomor 3201) ;   

3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) ;    

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong.

                      

   

Memperhatikan : 1.Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004 ;    

2.Kesepakatan Rapat Pleno Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004 ;

                                 

                                                                                        MEMUTUSKAN :

   Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA TENTANG ISTIRAHAT PANJANG PADA PERUSAHAAN TERTENTU.

               

Pasal 1    

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

Page 55: All Kepmen Tenaga Kerja

1.  Istirahat panjang adalah istirahat yang diberikan kepada pekerja/buruh setelah masa kerja 6 (enam) tahun secara terus menerus     pada  perusahaan yang sama.

   2.  Perusahaan yang sama adalah perusahaan yang berada dalam satu badan hukum.

3.  Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.      

Pasal 2

Perusahaan yang wajib melaksanakan istirahat panjang adalah perusahaan yang selama ini telah melaksanakan istirahatpanjang sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri ini.     

Pasal 3

(1) Pekerja/buruh yang melaksanakan hak istirahat panjang pada tahun ketujuh dan kedelapan, tidak berhak  atas istirahat tahunan      pada tahun tersebut; ?????

(2) Selama menjalankan hak istirahat panjang pekerja/buruh berhak atas upah penuh dan pada pelaksanaan istirahat tahun      kedelapan pekerja/buruh diberikan kompensasi hak istirahat tahunan sebesar setengah bulan gaji.

(3) Gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari upah pokok ditambah tunjangan tetap.      

Pasal 4

(1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh tentang saat timbulnya hak istirahat      panjang selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh) hari sebelum hak istirahat panjang timbul.

(2) Hak istirahat panjang gugur apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sejak hak atas istirahat panjang tersebut      timbul pekerja/buruh tidak mempergunakan haknya.

(3) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak gugur apabila pekerja/buruh tidak dapat      mempergunakan haknya.      

Pasal 5

(1) Perusahaan dapat menunda pelaksanaan istirahat panjang untuk paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak      timbulnya hak atas istirahat panjang dengan memperhatikan kepentingan pekerja/buruh dan atau perusahaan.

(2) Penundaan pelaksanaan istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diatur dalam

Page 56: All Kepmen Tenaga Kerja

      perjanjian kerja bersama.     

Pasal 6

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, tetapi pekerja/buruh belum mempergunakan hak istirahat panjangnya dan hak tersebut belumgugur atau pengusaha menunda pelaksanaan istirahat panjang tersebut, maka pekerja/buruh berhak atas suatu pembayaran upah dan kompensansi hak istirahat panjang yang seharusnya diterima.      

Pasal 7

(1) Dalam hal perusahaan telah memberikan hak istirahat panjang lebih baik dari ketentuan yang diatur dalam  Undang-undang Nomor 13       Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan dalam Keputusan Menteri ini, maka perusahaan tidak boleh mengurangi hal       tersebut.

(2) Dalam hal perusahaan telah memberikan hak istirahat panjang kepada pekerja/buruh tetapi lebih rendah dari ketentuan Undang-undang      Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri ini, maka perusahaan wajib menyesuaikan dengan ketentuan       peraturan perundang-undangan tersebut.     

Pasal 8

Pelaksanaan istirahat panjang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.      

Pasal 9

Menteri dapat menetapkan perubahan perusahaan yang wajib memberikan istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sesuai dengan perkembangan ketenagakerjaan.     

Pasal 10

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.                                      Di tetapkan di Jakarta           pada tanggal 8 April 2004                                            MENTERI                                                 TENAGA KERJA DAN

Page 57: All Kepmen Tenaga Kerja

TRANSMIGRASI           REPUBLIK INDONESIA,                                                        JACOB NUWA WEA                       

 

 

.

 KEPMEN NO. 100 TH 2004

MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

Page 58: All Kepmen Tenaga Kerja

NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004

TENTANG

KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 59 ayat (8) Undang-undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai perjanjian kerja waktu tertentu;

  b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.      Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya

Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4 ).

       2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

       3. Undang-undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

       4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

       5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M tahun 2001 tentang

Pembentukan Kabinet Gotong Royong.      Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional

tanggal 6 April 2004;  2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal

19 Mei 2004;               MEMUTUSKAN :      Menetapkan :   KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU.

 

BAB IKETENTUAN UMUM

 

Page 59: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap

3. Pengusaha adalah :a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;.b.Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

4. Perusahaan adalah :a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

Pasal 2

(1) Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau pekerjaan tertentu.

 

BAB II

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAIATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA

PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN

 

Pasal 3

(1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.

Page 60: All Kepmen Tenaga Kerja

(3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan.(4) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.(5) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT.(6) Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.(7) Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.(8) Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian.

 

BAB III

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN

Pasal 4

(1) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca.

(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

Pasal 5

(1) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman.

(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pasal 6

Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pasal 7

PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan.

 

BAB IV

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGANDENGAN PRODUK BARU

Page 61: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 8

(1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun.

(3) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan.

Pasal 9

PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

 

BAB VPERJANJIAN KERJA HARIAN ATAU LEPAS

Pasal 10

(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu ) hari dalam 1 (satu)bulan.

(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

Pasal 11

Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.

Pasal 12

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.

(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat :

a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.b. nama/alamat pekerja/buruh.c. jenis pekerjaan yang dilakukan.d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

Page 62: All Kepmen Tenaga Kerja

(3) Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.

 

BAB VI

PENCATATAN PKWT

Pasal 13

PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.

Pasal 14

Untuk perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

BAB VIIPERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT

Pasal 15

(1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

(2) Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

(3) Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.

(4) Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

(5) Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

 

BAB VIIIKETENTUAN PERALIHAN

Page 63: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 16

Kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1995 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu.

 

BAB IXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1995 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 18

Keputusan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di jakartapada tanggal 21 Juni 2004

 

MENTERITENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

 

 

JACOB NUWA WEA

 KEPMEN NO. 102 TH 2004

Page 64: All Kepmen Tenaga Kerja

MENTERITENAGA KERJA DAN

TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

 

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA

DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004

TENTANG

WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a.bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 78 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur;

  b.bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

    Mengingat :

1.Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Repupblik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

  2.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran

Page 65: All Kepmen Tenaga Kerja

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

  3.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

  4.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

  5.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

    Memperhatikan :

1.Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004.

  2.Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004;

        

        MEMUTUSKAN :     Menetapkan :

 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR

Page 66: All Kepmen Tenaga Kerja

DAN UPAH KERJA LEMBUR.

 

Pasal 1.

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

2. Pengusaha adalah :a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3. Perusahaan adalah :a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak,

Page 67: All Kepmen Tenaga Kerja

milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Page 68: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 2

(1) Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu.(2) Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri.

Pasal 3

(1) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.(2) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Pasal 4

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur.(2) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak berhak atas upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.(3) Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai denga peraturan perundang-undangan yang

Page 69: All Kepmen Tenaga Kerja

berlaku.

Pasal 5

Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 6

(1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan.(2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha.(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.

Pasal 7

(1) Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban :

a. membayar upah kerja lembur;

b. memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;

c. memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam

Page 70: All Kepmen Tenaga Kerja

atau lebih.

(2) Pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak boleh diganti dengan uang.

 

Pasal 8

(1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.(2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

 

Pasal 9

(1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.(2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.(3)Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah dari upah minimum setempat.

Pasal 10

(1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.

Page 71: All Kepmen Tenaga Kerja

(2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.

Pasal 11

Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :

a. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja : a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam;a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2(dua) kali upah sejam.

b. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka :b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam.b.2. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam,

Page 72: All Kepmen Tenaga Kerja

jam keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

c. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.

 

Pasal 12

Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri ini, maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.

 

Pasal 13

(1) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.(2) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi.

Page 73: All Kepmen Tenaga Kerja

(3) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1(satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi.(4) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

Pasal 14

Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Provinsi, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah Pengawas Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 15

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-72/MEN/1984 tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-608/MEN/1989 tentang Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 (sembilan) Jam Sehari dan 54 (lima puluh empat) Jam Seminggu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:

Page 74: All Kepmen Tenaga Kerja

PER-06/MEN/1993 tentang waktu kerja 5 (lima) Hari Seminggu dan 8 (delapan) Jam Sehari, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 16

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 25 Juni 2004

 

MENTERITENAGAKERJA DAN

TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

 

 

JACOB NUWA WEA

 

 KEPMEN NO. 16 TH 2001

 

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP.16/MEN/2001

TENTANG

Page 75: All Kepmen Tenaga Kerja

TATA CARA PENCATATANSERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

MENIMBANG :

a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, perlu ditetapkan Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh;

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

MENGINGAT :

1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar-dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050;

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3989);

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi;

  MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/ SERIKAT BURUH

 

BAB I

 

KETENTUAN UMUM

 

Page 76: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

 

1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.

 

3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.

4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.

5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.

 

BAB II

 

PEMBERITAHUAN

 

Pasal 2

 

Page 77: All Kepmen Tenaga Kerja

1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah dibentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota berdasarkan domisili, untuk dicatat.

2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri syarat-syarat sebagai berikut :

a. daftar nama anggota pembentuk;

b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

c. susunan dan nama pengurus;

1. Dalam anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, sekurang-kurangnya harus memuat :

a. nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh;

b. dasar negara, asas dan tujuan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

c. tanggal pendirian;

d. tempat kedudukan;

e. persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhetiannya;

f. hak dan kewajiban anggota;

g. persyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhetiannya;

h. hak dan kewajiban pengurus;

i. sumber, tata cara penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan;

j. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga;

1. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 Keputusan Menteri ini.

 

BAB III

 

Page 78: All Kepmen Tenaga Kerja

PENCATATAN

 

Pasal 3

 

1. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan atau menangguhkan pencatatan.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam buku pencatatan.

3. Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya memuat :

a. nama dan alamat serikat pekerja/serikat buruh;

b. nama anggota pembentuk;

c. susunan dan nama pengurus;

d. tanggal pembuatan dan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga;

e. nomor bukti pencatatan;

f. tanggal pencatatan;

1. Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dilakukan selambat-lambatnya 21 (duapuluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri ini.

 

Pasal 4

 

1. Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan dengan memberitahukan kelengkapan yang harus dipenuhi, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran III Keputusan Menteri ini.

2. Apabila setelah lewat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan,

Page 79: All Kepmen Tenaga Kerja

serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini, maka berkas pemberitahuan dikembalikan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Keputusan Menteri ini.

Pasal 5

 

Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatan organisasinya.

 

Pasal 6

 

1. Dalam hal terjadi perpindahan domisili, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dimana serikat pekerja/serikat buruh tercatat dan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota di domisili baru dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran V Keputusan Menteri ini.

2. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dimana serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tercatat sebelumnya, setelah menerima pemberitahuan pemindahan domisili harus menghapus nomor bukti pencatatan serikat pekerja/seikat buuruh tersebut.

3. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota domisili serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang baru, setelah menerima pemberitahuan pemindahan domisili harus mencatat permohonan pencatatan serikat pekerja/serikat buruh tersebut dan memberikan nomor bukti pencatatan.

 

Pasal 7

 

1. Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, pengurus harus memberitahukan secara tertulis mengenai pasal-pasal perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan dilampiri anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang baru, dengan menggunakan formulir

Page 80: All Kepmen Tenaga Kerja

sebagaimana tercantum dalam lampiran VI Keputusan Menteri ini. 2. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota

setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mencatat perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh dalam buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri ini.

 

Pasal 8

1. Dalam hal pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima bantuan keuangan dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 untuk kegiatan organisasi, maka pengurus harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sesuai dengan domisili organisasinya sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari setelah bantuan tersebut diterima, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran VII Keputusan Menteri ini.

2. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagekerjaan kabupaten/kota setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus membuat tanda bukti pemberitahuan bantuan keuangan dari luar negeri dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran VIII Keputusan Menteri ini.

 

Pasal 9

 

1. Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dan b Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000, pengurus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IX Keputusan Menteri ini.

2. Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan bubar dengan keputusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000, maka setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, instansi pemerintah selaku penggugat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IX Keputusan Menteri ini.

3. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau (2) di atas segera mencabut nomor bukti pencatatan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran X Keputusan Menteri ini.

Page 81: All Kepmen Tenaga Kerja

 

Pasal 10

 

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota harus melaporkan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kegiatan pencatatan yang diatur dalam Keputusan Menteri ini secara berkala dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sekali, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran XI Keputusan Menteri ini.

 

BAB IV

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 11

 

1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memberitahukan atau telah terdaftar berdasarkan Permenaker No.Per.05/Men/1998 atau Kepmenaker No.Kep.201/Men/1999, memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dan diberi nomor bukti pencatatan baru selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 dengan melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini.

2. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 mulai berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah membertahukan atau telah terdaftar berdasarkan Permenaker No.Per.05/Men/1998 atau Kepmenaker No.Kep.201/Men/1999 tidak memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sesuai dengan Keputusan Menteri ini, dianggap tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.

 

Page 82: All Kepmen Tenaga Kerja

BAB V

 

P E N U T U P

 

Pasal 12

 

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.1/Perat. Tahun 1969 tentang Bantuan Luar Negeri bagi Organisasi Buruh/Pekerja/Karyawan di Indonesia, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.201/MEN/1999 tentang Organisasi Pekerja dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.202/MEN/1999 tentang Bentuk-bentuk Formulir Pendaftaran Organisasi Pekerja dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 13

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Apabila terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

 

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 15 Februari 2001

 

MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

 

ALHILAL HAMDI

 

 

Page 83: All Kepmen Tenaga Kerja

 KEPMEN NO. 150 TH 2000

MENTERI TENAGA KERJAREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJAREPUBLIK INDONESIA

Nomor : Kep - 150 / Men / 2000

TENTANG

PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPANUANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN

GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

MENTERI TENAGA KERJA,

Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin adanya ketertiban, keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian pemutusan hubungan kerja serta sebagai pelaksanaan pasal 7 ayat (3), ayat (4) dan pasal 13 Undang - undang No. 12 Tahun 1964, perlu mengatur penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian di perusahaan;

b. bahwa penetapan uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per.03/Men/1996 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, sehingga perlu disempurnakan;

c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat : 1. Undang - undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42, Tambahan Lembaran Negara No. 1227);

2. Undang - undang No. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta ( Lembaran Negara Tahun 1964 No. 93, Tambahan Lembaran Negara No. 2686 );

3. Keputusan Presiden No. 355 / M Tahun 1999 tentang Pembentukan kabinet Periode tahun 1999 - 2004.

Page 84: All Kepmen Tenaga Kerja

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

 1.   Perusahaan adalah :

a). Setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak

b). Usaha-usaha sosial dan usaha - usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan tetapi mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah, kecuali usaha - usaha sosial yang pembiayaannya tergantung subsidi pihak lain dan lembaga - lembaga sosial milik lembaga diplomatik.

2.   Pengusaha adalah :

a). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri;

b). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan seba gaimana dimaksud pada huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah.

4. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan ijin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

5. Pemutusan hubungan kerja secara besar - besaran (massal) adalah pemutusan hubungan kerja terhadap 10 (sepuluh) orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar - besaran.

6. Uang pesangon adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai

Page 85: All Kepmen Tenaga Kerja

akibat adanya pemutusan hubungan kerja.

7. Uang penghargaan masa kerja adalah uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang - undang No. 12 tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja.

8. Ganti kerugian adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan istirahat panjang, biaya perjalanan pulang ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasillitas pengoba tan, fasilitas perumahan dan lain - lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat sebagai akibat ada nya pengakhiran hubungan kerja.

9. Tunjangan tetap adalah suatu imbalan yang diterima oleh pekerja secara tetap jumlahnya dan teratur pembayaran nya yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi kerja tertentu.

10. Pegawai Perantara adalah Pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf e Undang-undang No:22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perburuhan;

11. Panitia Daerah adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf f Undang - undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

12. Panitia Pusat adalah Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf g pengusaha Undang - undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

13. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan.

Pasal 2

(1). Setiap pemutusan hubungan kerja di perusahaan harus mendapatkan ijin dari Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan dan dari Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal.

(2). Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja tanpa meminta ijin kepada Panitia Daerah atau Panitia Pusat dalam hal :

a. pekerja dalam masa percobaan kerja;

b. pekerja mengajukan permintaan mengundurkan diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa mengajukan syarat;

c. pekerja telah mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;

d. berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu;

Page 86: All Kepmen Tenaga Kerja

e. pekerja meninggal dunia.

3. Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja tidak dapat diberikan apabila pemutusan hubungan kerja didasar kan atas :

a. hal - hal yang berhubungan dengan kepengurusan dan atau keanggotaan serikat pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja atau dalam rangka membentuk serikat pekerja atau melaksanakan tugas - tugas atau fungsi serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas ijin tertulis pengusaha atau yang diatur dalam kesepakatan kerja bersama;

b. pengaduan pekerja kepada pihak yang berwajib mengenai tingkah laku Pengusaha yang terbukti melanggar peraturan negara;

c. paham, agama, aliran, suku, golongan atau jenis kelamin.

4. Pemutusan hubungan kerja dilarang :

a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus;

b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku;

c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui pemerintah;

d. karena alsaan menikah, hamil, melahirkan atau gugur kandungan;

e. karena alasan pekerja wanita melaksanakan kewajiban menyusui bayinya yang telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama atau peraturan perundang - undangan;

f. pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;

5. Keadaan sakit terus menerus sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a meliputi :

a. sakit menahun atau berkepanjangan sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya secara terus menerus;

b. setelah sakit lama kemudian masuk bekerja kembali tetapi tidak lebih dari 4 ( empat ) minggu kemudian sakit kembali.

Pasal 3

Ketentuan penyelesaian pemutusan hubungan kerja di tingkat Panitia Daerah atau Panitia Pusat dalam keputusan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan

Page 87: All Kepmen Tenaga Kerja

cara penundukan diri secara sukarela oleh pekerja dan pengusaha.

Pasal 4

 Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan perkara pemutusan hubungan kerja berdasarkan tata tertib persidangan menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku

Pasal 5

1). Hubungan kerja yang mensyaratkan adanya masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan;

2). Lamanya  masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan dan hanya boleh diadakan untuk satu kali masa percobaan kerja;

3). Pengusaha yang menerima pekerja yang sebelumnya telah mengikuti magang atau job training di perusahaannya atau di perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha yang bersangkutan tidak boleh mempersyaratkan adanya masa percobaan kerja; 

4). Ketentuan adanya masa percobaan kerja tidak berlaku untuk perjanjian kerja waktu tertentu. 

B A B II

 

PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJADI TINGKAT PERUSAHAAN DAN TINGKAT PEMERANTARAAN

 

Pasal 6

Pengusaha dengan segala daya upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja dengan melakukan pembinaan terhadap pekerja yang bersangkutan atau dengan memperbaiki kondisi perusahaan dengan melakukan langkah - langkah efisiensi untuk penyelematan perusahaan.

Page 88: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 7

(1). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilakukan oleh pengusaha dengan cara memberikan peringatan kepada pekerja baik lisan maupun tertulis sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja

(2). Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa surat peringatan tertulis pertama kedua dan ketiga, kecuali dalam hal pekerja melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 18 ayat (1);

(3). Masa berlaku masing - masing surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama 6 ( enam) bulan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;

(4). Keabsahan surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 8

Penyimpangan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) pengusaha dapat memberikan langsung surat peringatan terakhir kepada pekerja apabila :

a. Setelah 3 (tiga) kali berturut - turut pekerja tetap menolak untuk menaati perintah atau penugasan yang layak sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;

b. Dengan sengaja atau lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan tidak dapat melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya;

c. Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun sudah dicoba dibidang tugas yang ada;

d. Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama yang dapat dikenakan peringatan terakhir.

Pasal 9

Setelah mendapatkan surat peringatan terakhir pekerja masih tetap melakukan pelanggaran lagi, maka pengusaha dapat mengajukan ijin pemutusan hubungan kerja kepada Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal.

Page 89: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 10

(1). Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan maka pengusaha dan pekerja itu sendiri atau dengan serikat pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja pabila pekerja tersebut menjadi anggotanya, wajib merundingkan secara musyawarah untuk mencapai kesepakatan penyelesaian mengenai pemutusan hubungan kerja tersebut;

(2). Serikat pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merundingkan penyelesaian pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang bukan anggotanya harus mendapat kuasa secara tertulis dari pekerja yang bersangkutan;

(3). Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sebanyak - banyaknya 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari takwim dan setiap perundingan dibuat risalah yang ditandatangani para pihak;

(4). Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) memuat antara lain :

a. nama dan alamat pekerja;

b. nama dan alamat serikat pekerja atau organisasi pekerja lainnya yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja;

c. nama dan alamat pengusaha atau yang mewakili;

d. tanggal dan tempat perundingan;

e. pokok masalah atau alasan pemutusan hubungan kerja;

f. pendirian para pihak;

g. kesimpulan perundingan;

h. tanggal serta tanda tangan pihak yang melakkuan perundingan.

(5). Dalam hal perundingan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) mencapai kesepakatan penyelesaian; maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

(6). Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) disertai bukti - bukti yang ada harus disampaikan oleh pengusaha kepada Panitia Daerah untuk permohonan ijin pemutusan hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk permohonan ijin pemutusan hubungan kerja massal melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

(7). Dalam hal perundingan mencapai persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Panitia Daerah atau Panitia Pusat pada dasarnya memberikan ijin sesuai dengan hasil kesepakatan, kecuali persetujuan bersama tersebut tidak sah.

(8). Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mencapai kesepakatan penyelesaian, maka sebelum pengusaha mengajukan permohonan ijin kepada Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal, salah satu pihak atau para pihak

Page 90: All Kepmen Tenaga Kerja

mengajukan permintaan untuk diperantarai oleh Pegawai Perantara sesuai dengan tingkat kewenangannya.

(9). Risalah hasil perundingan baik yang telah tercapai persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) maupun tidak, harus dilampirkan pada setiap permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.

Pasal 11

(1). Pegawai Perantara harus menerima setiap permintaan pemerataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) dan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan pemerantaraan harus sudah mengadakan pemerantaraan menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku;

(2). Dalam hal Pegawai Perantara menerima pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ternyata belum ada perundingan oleh kedua belah pihak, maka Pegawai Perantara harus mengupayakan untuk diadakan perundingan terlebih dahulu;

(3). Pegawai Perantara dalam melaksanakan pemerantaraan penyelesaian pemutusan hubungan kerja harus mengupayakan penyelesaian melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat.

Pasal 12

(1). Dalam hal pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, Pegawai Perantara harus membuat anjuran secara tertulis yang memuat saran akhir penyelesaian dengan menyebutkan dasar pertimbangannya dan menyampaikan kepada para pihak serta mengupayakan tanggapan para pihak dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya anjuran tersebut;

(2). Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak memberikan tanggapan dalam waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka dianggap menolak anjuran;

(3). Dalam hal salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) maka Pegawai Perantara harus membuat laporan pemerantaraan secara lengkap sehingga memberikan ikhtisar yang jelas mengenai penyelesaian pemutusan hubungan kerja;

(4). Dalam hal pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) tercapai kesepakatan penyelesaian maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak dan diketahui oleh Pegawai Perantara;

(5). Dalam hal pelaksanaan pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) terdapat tuntutan yang bersifat normatif antara lain upah lembur dan tunjangan kecelakaan kerja, maka Pegawai Perantara meminta bantuan kepada Pegawai Pengawas

Page 91: All Kepmen Tenaga Kerja

Ketenagakerjaan Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat untuk menetapkan dan menghitung hak pekerja tersebut;

(6). Dalam hal pemerantaraan mencapai kesepakatan penyelesaian atau tidak, Pegawai Perantara harus menyampaikan berkas penyelesaian pemerantaraan kepada Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal disertai data secara lengkap dengan tembusan kepada Kantor Wilayah Deparetemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal 13

Penyelesaian di tingkat pemerantaraan harus sudah selesai paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan pemerantaraan.

BAB III

   

PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

DI TINGKAT PANITIA DAERAH DAN

PANITIA PUSAT

 

Pasal 14

(1). Setiap permohonan ijin pemutusan hubungan kerja dibuat di atas kertas bermaterai cukup sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku;

(2). Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :

a. nama dan tempat kedudukan perusahaan / pemohon;

b. nama orang yang bertanggung jawab di perusahaan;

c. nama, jabatan, dan alamat pekerja yang dimintakan pemutusan hubungan kerja;

d. umur, dan jumlah keluarga dari pekerja;

e. masa kerja dan tanggal mulai bekerja;

f. tempat pekerja pertama kali diterima bekerja;

Page 92: All Kepmen Tenaga Kerja

g. rincian penghasilan terakhir berupa uang dan nilai catu yang diberikan dengan cuma - cuma;

h. upah terakhir yang diteriam pekerja;

i. alasan Pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara terinci;

j. bukti telah diadakan perundingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang - undang No. 12 Tahun 1964.

k. tanggal terhitung mulai berlakunya pemutusan hubungan kerja dimohonkan;

l. tempat dan tanggal permohonan ijin pemutusan hubungan kerja diajukan; dan

m. hal - hal lain yang dianggap perlu.

(3). Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menggunakan bentuk formulir sebagaimana contoh dalam Lampiran keputusan Menteri ini.

Pasal 15

(1). Dalam hal pekerja mangkir bekerja paling sedikit dalam waktu 5 (lima) hri kerja berturut - turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara tertulis tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis dengan bukti yang sah, maka pengusaha dapat melakukan proses pemutusan hubungan kerja;

(2). Pekerja yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena melakukan mogok kerja yang dilakukan sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku tidak dapat dinyatakan sebagai mangkir.

Pasal 16

(1). Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat dan apabila pengusaha melakukan skorsing sesuai ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama, maka pengusaha wajib membayar upah paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja;

(2). Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pekerja yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan kepada pekerja yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri;

(3). Pemberian upah selam skorsing sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6

Page 93: All Kepmen Tenaga Kerja

(enam) bulan;

(4). Setelah masa skorsing berjalan selama 6 (enam) bulan dan belum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, maka upah selanjutnya ditentukan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

Pasal 17

(1). Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat sedangkan pengusaha tidak melakukan skorsing terhadap pekerja maka pengusaha dan pekerja harus tetap memenuhi segala kewajibannya;

(2). Dalam hal pekerja tidak dapat memenuhi segala kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena dilarang oleh pengusaha dan pengusaha tidak melakukan skorsing, maka pengusaha wajib membayar upah pekerja selama dalam proses sebesar 100% (seratus per seratus);

(3). Dalam hal pekerja tidak memenuhi segala kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atas kemauan pekerja sendiri, maka pengusaha tidak wajib memberikan upah pekerja selama dalam proses;

(4). Dalam hal pegusaha dan pekerja tidak dapat memenuhi segala kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan karena pekerja dilarang bekerja oleh pengusaha atau bukan atas kemauan pekerja sendiri, maka pengusaha wajib membayar upah pekerja selam dalam proses sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus).

Pasal 18

(1). Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a. penipuan, pencurian dan penggelapan barang / uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha,; atau

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan Negara; atau

c. mabok, minum - minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat - obatan terlarang atau obat - obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang - undangan, di tempat kerja, dan di tempat - tempat yang ditetapkan perusahaan; atau

d. melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempat kerja; atau

e. menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan

Page 94: All Kepmen Tenaga Kerja

memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan; atau

f. menganiaya, mengancam secara phisyk atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau

g. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau

h. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau

i. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau

j. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan anam baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakn  kecuali untuk kepentingan negara; dan

k. hal - hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.

(2). Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja;

(3). Terhadap kesalahan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakan skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan Panitia Daerah atau Panitia Pusat;

(4). Pekerja yang diputuskan hubungan kejanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian;

(5). Pekerja yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan masa kerjanya dengan mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian;

(6). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena alasan pekerja melakukan kesalahan berat tetapi pengusahatidak mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja selama proses dibayar 100% (seratus per seratus).

Pasal 19

(1). Pengusaha dapat mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pengusaha maupun bukan;

Page 95: All Kepmen Tenaga Kerja

(2). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib bukan atas pengaduan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permohonan ijin dapat diajukan setelah pekerja ditahan paling sedikit selama 60 (enam puluh) hari takwim;

(3). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi tanggungannya, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk 1 orang tanggungan : 25 % dari upah

b. Untuk 2 orang tanggungan : 35 % dari upah

c. Untuk 3 orang tanggungan : 45 % dari upah

d. Untuk 4 orang tanggungan : 50 % dari upah

(4). Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan pihak yang berwajib;

(5). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pengusaha dan selama ijin pemutusan hubungan kerja belum diberikan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, maka pengusaha wajib membayar upah pekerja sekurang - kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama sejak pekerja ditahan;

(6). Dalam hal pekerja dibebaskan dari tahanan karena pengaduan pengusaha dan ternyata tidak terbukti melakukan kesalahan, maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja dengan membayar upah penuh beserta hak lainnya yang seharusnya diterima pekerja terhitung sejak pekerja ditahan;

(7). Dalam hal pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diputuskan oleh Pengadilan Negeri terbukti melakukan kesalahan, maka pengusaha dapat mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.

Pasal 20

(1). Dengan memperhatikan azas keseimbangan dan keadilan, pekerja dapat mengajukan permohonan pengakhiran hubungan kerja kepada Panitia Daerah dan atau Panitia Pusat , apabila pengusaha :

a. melakukan penganiayaan, menghina secara kasar atau mengancam pekerja;

b. membujuk dan atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang - undang kesusilaan;

c. 3 (tiga) kali berturut - turut atau lebih tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan;

d. melalaikan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja;

Page 96: All Kepmen Tenaga Kerja

e. tidak memberikan pekerjaan secukupnya kepada pekerja yang upahnya berdasarkan hasil pekerjaan;

f. memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanjikan;

g. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan , kesehatan dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak diketahui pada waktu perjanjian kerja dibuat.

(2). Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24.

BAB IV

   

PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN

   

Pasal 21

Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan ijin pemutusan hubungan kerja maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada pekerja yang bersangkutan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan atau ganti kerugian.

Pasal 22

Besarnya uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan paling sedikit sebagai berikut :

a. masa kerja kurang dari 1 tahun ..............................................................................

1 bulan upah ;

b. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun ...................................

2 bulan upah ;

c. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun ...................................

3 bulan upah ;

d. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun ..................................

4 bulan upah ;

Page 97: All Kepmen Tenaga Kerja

e. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun ...................................

5 bulan upah ;

f. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun ...................................

6 bulan upah ;

g. masa kerja 6 tahun atau lebih .................................................................................

7 bulan upah ;

Pasal 23

Besarnya uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan sebagai berikut :

a. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun ..................................

2 bulan upah;

b. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun ..................................

3 bulan upah;

c. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun .................................

4 bulan upah;

d. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun ...............................

5 bulan upah;

e. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun ...............................

6 bulan upah;

f. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun ..............................

7 bulan upah; 

g. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun ..............................

8 bulan upah;

h. masa kerja 24 tahun atau lebih ................................................................................

10 bulan upah;

Pasal 24

   

Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 meliputi :

a. ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. ganti kerugian untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan yang bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja belum mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja pekerja dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat

Page 98: All Kepmen Tenaga Kerja

mengambil istirahat panjang;

c. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterim bekerja.

d. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja;

e. hal - hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

   

Pasal 25

   

(1). Upah sebagai dasar pembayaran uang peangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian terdiri dari :

  a. upah pokok

  b. segala macam tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya;

  c. harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja secara cuma - cuma apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga yang harus dibayar oleh pekerja.

(2). Dalam hal pekerja diberikan upah atas dasar perhitungan upah borongan atau potongan, besarnya upah sebulan sama dengan pendapatan rata - rata selama 3 (tiga) bulan terakhir;

(3). Dalam hal pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca dan upahnya didasrkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 12 (dua belas bulan) terakhir;

(4). Bagi pekerja yang menerima upah secara harian atau secara borongan maka segala macam tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b yang dibayarkan oleh pengusaha dihitung sebagai komponen upah untuk dasar perhitungan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24.

Pasal 26

Dalam hal terjadi pemutusan hubunan kerja kaena pekerja mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri, maka pekerja berhak atas uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24

Page 99: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 27

(1). Dalam hal pemutusan hubungan kerja perorannan bukan karena kesalahan pekerja tetapi pekerja dapat mewnerima pemutusan hubungan kerja , maka pekerja berhak atas uang pesangon paling sedikit 2 (dua) kali sesuai ketentuan Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23 dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain

(2). Dalam hal pemutusan hubungan kerja massal karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus disertai dengan bukti laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir, atau keadaan memaksa (force major) besarnbya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.

(3). Dalam hal pemutusan hubungan kerja massal karena perusahaan tutup bukan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau karena perusahaan melakukan efisiensi, maka pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai ketentuan Pasal 23, dan uang ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditetapkan lain.

Pasal 28

(1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungankerja karena perubahan status, atau perubahan pemilikan perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah lokasi dengan syarat - syarat  kerja baru yang sama dengan syarat - syarat kerja lama dan pekerja tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan kerja, maka kepada pekerja dibayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24.

(2). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena perubahan status atau perubahan pemilikan perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah lokasi dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya dengan alasan apapun, maka pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, uang pengharagaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23, dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak. .

(3). Kewajiban untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti

Page 100: All Kepmen Tenaga Kerja

kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dibebankan kepada pengusaha baru kecuali diperjanjikan lain antara pengusaha lama dengan pengusaha baru.

Pasal 29

Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat menolak permohonan ijin pemutusan hubungan kerja atau menyatakan hubungan kerja tidak terputus, maka kepada pekerja dibayarkan upah penuh beserta hak lainnya yang seharusnya diterima.

Pasal 30

(1). Apabila dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja kepada Panitia daerah atau Panitia Pusat terdapat tuntutan upah lembur, Panitia Daerah atau Panitia Pusat dalam memberikan ijin harus termasuk pula penyelesaian upah lembur sesuai perhitungan yang telah ditetapkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, Kantor Draprtemen Tenaga Kerja setempat.

(2). Apabila jumlah tuntutan upah lembur telah ada kesepakatan bersama antara pekerja dengan pengusaha dan diketahui oleh Kantor Departemen Tenaga Kerja setem,pa, maka putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat sesuai dengan kesepakatan kerja bersama tersebut..

Pasal 31

(1). Dalam hal pekerja putus hubungan kerjanya karena usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, dan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama telah diatur adanya jaminan atau manfaat pensiun maka pekerja tidak berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(2). Dalam hal perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama tidak mengatur jaminan atau manfaat pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja yang putus hubungan kerjanya uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23, dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditetapkan lain.

Page 101: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 32

Dalam hal pekerja putus hubungan kerjanya karena meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e, maka pengusaha wajib membayar santunan kepada ahli waris pekerja yang sah, uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23 dan ganti kerugian sesuai Pasal 24.

Pasal 33

Pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 harus dilakukan secara tunai.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34

(1). Setiap putusan Panitia daerah yang telah mendasarkan putusannya kepada ketentuan dalam Peratuiran Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996 kemudian dimintakan banding setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri ini, maka Panitia Pusat dalam menyelesaikan perkara banding tersebut tetap mendasarkan putusannya kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996.

(2). Setiap putusan Panitia Pusat yang telah mendasarkan putusannya kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996 kemudian oleh Menteri Tenaga Kerja diadakan peninjauan kembali atau penundaan pelaksanaan putusan, maka dalam mengatur akibat dari pembatalan atau penundaan pelaksanaan putusan, maka dalam mengatur akibat dari pembatalan atau penundaan pelaksanaan putusan tersebut Menteri tetap mendasarkan keputusannya kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996. 

Page 102: All Kepmen Tenaga Kerja

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama yang menetapkan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/1996, maka sejak berlakunya Keputusan Menteri ini harus dengan sendirinya penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian didasarkan kepada Keputusan Menteri ini

Pasal 36

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-03/Men/1996 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian di Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku lagi. 

Pasal 37

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di

: J a k a r t a

Pada tanggal

: 20 Juni 2000

MENTERI TENAGA KERJA R.I

 H. BOMER PASARIBU

 

 

 KEPMEN NO. 15 A TH 1994

Page 103: All Kepmen Tenaga Kerja

 

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA

NO.KEP.15A/MEN/1994

TENTANG

PETUNJUK PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI

TINGKAT PERUSAHAAN DAN PEMERANTARAAN

MENTERI TENAGA KERJA

 

Menimbang: a. Bahwa sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila perselisihan antara Pengusaha dan Pekerja diselesaikan dengan musyawarah secara kekeluargaan sehingga perselisihan tersebut tidak merusak hubungan baik antara pekerja dengan pengusaha.

  b. Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha terhadap pekerjanya merupakan hal yang sedang mungkin dihindari, namun demikian apabila terpaksa terjadi Pemutusan Hubungan Kerja maka diselesaikan secara baik.

  c. Bahwa petunjuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.342/Men/1986, No. Kep. 1108/Men/1986, dan No. Kep 120/Men/1988, sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu disempurnakan.

  d. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat: 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia untuk seluruh Indonesia.

  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42, Tambahan Lembaran No. 1227);

Page 104: All Kepmen Tenaga Kerja

  3.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 93, Tambahan Lembaran No. 2686);

  4.Keputusan Presiden R.I No. 104 tahun 1993 tentang perubahan atas Keputusan Presiden No. 15 tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah Dua puluh kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No. 83 tahun 1993;

  5. Keputusan Presiden R.I No. 96/M tahun 1993 tentang PembentukanKabinet Pembangunan VI;

  6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.02/Men/1985 tentang Syarat Penunjukan Tugas , Kedudukan dan Wewenang Pegawai Perantara;

  7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.04/Men/1985 tentang Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon Uang Jasa dan Ganti Kerugian;

  8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.297/Men/1985 tentang Pedoman Kerja Pegawai Perantara.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI TINGKAT PERUSAHAAN DAN PEMERANTARAAN.

BAB I

Page 105: All Kepmen Tenaga Kerja

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

Pegawai Perantara ialah Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

Perselisihan Hubungan Industrial ialah perselisihan perburuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

Pekerja ialah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah.

Pengusaha adalah :

1Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2 Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3 orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia.

4. Panitia Daerah ialah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 22 tahun 1957;

5. Panitia Pusat ialah Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf g Undang-Undang no. 22 tahun 1957;

6. Panitia Tenaga Kerja ialah suatu Panitia yang dibentuk oleh Departemen Tenaga Kerja dan Departemen teknis yang bertugas dan berwenang untuk menyelesaiakan masalah ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaan dari satu sektor usaha tertentu.

Pasal 2

Peyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja diselesaiakan secara bertahap, mulai dari tingkat Perusahaan atau Bipartit, tingkat Pemerantaraan, tingkat Panitia Daerah dan tingkat Panitia Pusat.

Page 106: All Kepmen Tenaga Kerja

BAB II

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN

HUBUNGAN IDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

bagian pertama Tingkat Perusahaan

Pasal 3

Penyelesaian Keluh Kesah sebelum menjadi perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja:

a.Dilakukan di tingkat perusahaan secara Bipartit dengan prinsip musyawarah untuk mufakat oleh pekerja itu sendiri atau melalui atasannya dengan pengusaha;

b Penyelesaian keluh kesah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat dilakukan melalui pengurus Pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga Kerja atau organisasi pekerja lainnya.

Pengusaha dan Pekerja wajib mengupayakan agar keluh kesah yang timbul tidak menjadi perselisihan hubungan industrial atau menjadi pemutusan hubungan kerja.

Pasal 4

Dalam hal keluh kesah meningkat menjadi perselisihan hubungan industrial maka penyelesaiannya dilakukan :

1. Melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat antara Serikat Pekerja atau gabungan Serikat Pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga kerja atau organisasi pekerja lainnya dengan pengusaha atau gabungan pengusaha;

2. Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sebanyak-banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan dan setiap perundingan dibuat risalah yang disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

3. Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf b memuat antara lain :

1. Nama dan alamat pekerja2. Nama dan alamat Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya.3 Nama dan alamat perundingan5 Alasan atau pokok masalah perselisihan

Page 107: All Kepmen Tenaga Kerja

6 Pendirian para pihak7. Kesimpulan perundingan8. Tanggal dan tanda tangan pihak yang melakukan perundingan9. Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tercapai

kesepakatan penyelesaian, maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh Pengurus Serikat Pekerja setempat pada Perusahaan yang telah terbentuk Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya serta disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

10. Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, maka kedua belah pihak dapat menyelesaiakan melalui Arbitrase..

11. Dalam hal kedua belah pihak menghendaki penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak meminta kepada Kantor departemen Tenaga kerja setempat dengan tembusan kepada Panitia Daerah disertai bukti-bukti perundingan untuk diselesaikan melalui pemerantaraan.

 

Pasal 5

Dalam hal keluh kesah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 berkembang menjurus kepada pemutusan hubungan kerja maka penyelesaiannya sebagai berikut :

a. Penyelesaian harus dirundingkan secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja itu sendiri atau dengan Serikat Pekerja yang terdaftar di departemen Tenaga Kejra atau organisasi pekerja lainnya apabila pekerja tersebut menjadi anggota;

b. Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan, dan setiap perundingan dibuat risalah yang disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

c. Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf b memuat antara lain :

 

1. Nama dan alamat

2.Nama dan alamat Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya

3. Nama dan alamat pengusaha atau yang diwakili

Page 108: All Kepmen Tenaga Kerja

4 Tanggal dan tempat perundingan 5. Pokok masalah atau alasan Pemutusan Hubungan Kerja6. Pendirian para pihak7. Kesimpulan perundingan

8.Tanggal dan tanda tangan pihak-pihak yang melakukan perundingan.

1. Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencapai kesepakatan, maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan disamakan oleh Pengurus Serikat Pekerja atau organisasi pekerja lainnya serta disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

2. Apabila perundingan sebagaimana dimaksud huruf a, tidak mencapai kesepakatan, maka sebelum pengusaha mengajukan permohonan ijijn pemutusan hubungan kerja kepada Panitia Daerah, untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau Panitia Pusat untuk pemutusan kerja massal, kedua belah pihak atau salah satu pihak dapat mengajukan permintaan kepada Kantor Departemen Tenaga kerja setempat untuk diperantarai oleh Pegawai Perantara;

3. Hasil perundingan baik yang telah tercapai perseyujuan bersama maupun tidak harus dilampirkan pada setiap pengajuan permohonan ijij pemutusan hubngan kerja oleh pengusaha.

Pasal 6

Dalam hal timbul keluh kesah, penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha sedapat mungkin menghindarkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) dan pekerja sedapat mungkin menghindari terjadinya mogok/unjuk rasa atau slow down.

Pasal 7

Dalam hal terjadinya Perselisihan Hubungan Industrial diluar ketentuan Peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan, penyelesaiannya dilakukan secara terpadu dengan instansi terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

 

Bagian Kedua

Page 109: All Kepmen Tenaga Kerja

Tingkat Perantaraan

Pasal 8

Penyelesaian tingkat perantaraan :

aPegawaiPerantara harus menerima setiap permintaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja;

b Pegawai Perantara setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus menawarkan kepada kedua belah pihak apakah perselisihan hubungan industrial tersebut akan diselesaiakan melalui Arbitrase;

cDalam hal kedua belah pihak tidak menghendaki penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Arbitrase, Pegawai Peranatara dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari harus sudah mengadakan pemerantaraan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk mengadakan penelitian dan usaha penyelesaian maslah-masalah yang sifatnya normative melalui Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan;

dTenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c, berlaku juga bagi perantaraan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja;

ePegawai Perantara dalam melaksanakan pemerantaraan Perselisihan Hubungan Industrial atau Pemutusan Hubungan Kerja harus mengupayakan penyelesaian melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat;

f Dalam hal perantara sebagaimana dimaksud dalam huruf e tercapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan diketahui/disaksikan oleh Pegawai Perantara.

g Pegawai Perantara setelah menerima persetujuan bersama Peselisihan Hubungan Industrial atau Pemutusan Hubungan Kerja yang dicapai di tingkat perusahaan, dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari harus sudah meneruskan kepada Panitia Daerah untuk Perselisihan Hubungan Industrial atau Pemutusah Hubungan Kerja perorangan dan kepada Panitia Pusat untuk Pemutusan Hubungan Kerja massal;

h Dalam hal pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam huruf e tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, Pegawai Perantara harus membuat anjuran secara tertulis yang memuat usul penyelesaian dengan menyebutkan dasar pertimbangannya dan menyampaikan kepada para pihak serta mengupayakan tanggapan para pihak dalam waktu selambat-

Page 110: All Kepmen Tenaga Kerja

lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya anjuran dimaksud; i Apabila kedua belah pihak menerima anjuran sebagimana dimaksud huruf

h maka dibuat Persetujuan Bersama secara tertulis diselesaiakan seperti tersebut dalam huruf g;

j Dalam hal anjuran tidak diterima oleh para pihak/salah satu pihak, maka pegawai perantara membuat Laporan Pemerantaraan Bentuk II secara lengkap, sehingga memberikan ikhtisar yang jelas mengenai penyelesaian perkara.

k Laporan sebagaimana ddimaksud dalam huruf j beserta tanggapan para pihak/salah satu pihak disampaikan kepada Panitia Daerah untuk perselisihan hubungan industrial atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal dengan tembusan kepada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.

l Dalam hal Perantaraan Perselisihan terdapat tuntutan yang bersifat normatif antara lain upah lembur, tunjangan kecelakaan dan cuti tahunan ,aka Pegawai Perantara meminta bantuan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Kantor Departemen Tenaga kerja setempat untuk menetapkan dan menghitung upah lembur tersebut;

m Dalam hal penetapan upah lembur, Pegawai Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l merupakan satu kesatuan dengan masalah Pemutusan Hubungan Kerja, maka Pegawai Perantara meneruskan kepada Panitia Daerah atau Panitia Pusat untuk penyelesaian lebih lanjut.

 

Pasal 9

Penyelesaian di tingkat pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 harus sudah selesai dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 10

(1) Dalam hal Pegawai Perantara menerima pengaduan berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan pada Badan Usaha Milik negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). maka Pegawai Perantara dapat memberikan jasa-jasa baik.

(2) Dalam penyelesaian pengadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai kesepakatan penyelesaian maka Pegawai Perantara membuat Persetujuan Bersama secara tertulis dan apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian dibuatkan anjuran secara tertulis.

(3) Apabila anjuran Pegawai Perantara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diterima, maka Pegawai Perantara meneruskan Permasalahannya kepada Korpri BUMN/BUMD yang bersangkutan untuk penyelesaian lebih alnjut.

(4) Dalam Penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

Page 111: All Kepmen Tenaga Kerja

Pegawai Perantara dapat mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan instansi tehnis, Pemerintah Daerah dan Korpri.

(5) Untuk sektor pada BUMN yang sudah apa Panitia Tenaga Kerja, maka Pegawai Perantara m,enyerahkan penyelesaiannya kepada Panitia Tenaga Kerja yang bersangkutan.

Pasal 11

(1) Apabila Pegawai Perantara mengetahui terjadinya penutupan perusahaan (lock out), pemogokan dan atau slow down Pegawai Perantara langsung mendatangi lokasi kejadian.

(2) Dalam menangani kejadian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Perantara mengupayakan dan menganjurkan kepada para pekerja agar bekerja kembali seperti semula dan menganjurkan pengusaha agar meneruskan kegiatnnya.

(3) Pegawai Perantara segera melakukan perundingan dengan para pihak untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaanyang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out), pemogokan dan atau slow down.

(4)Dalam hal perundingan dimaksud dalam ayat (3) tercapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Persetujuan Bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang diketahui/disaksikan oleh Pegawai Perantara

(5) Dalam hal perundingan dimaksud dalam ayat (3) tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, maka pegawai perantara manyarahkan kepada Panitia Daerah mengenai masalah Perselisihan serta kepada Panitia Pusat mengenai Pemutusan Hubungan Kerja massal untuk penyelesaian lebih lanjut.

BAB III

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

(1) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan mengawasi pelaksanaan Keputusan Menteri ini sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(2) Dalam hal Pegawai Pengawas mengetahui adanya gejala akan terjadi Perselisihan Hubungan Industrial wajib segeramengambil langkah-langkah sesuai dengan kewenangannya dan melaporkan kepada atasannya.

Page 112: All Kepmen Tenaga Kerja

Pasal 13

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Tenaga Kerja No.Kep. 342/Men/1986 tentang Pedoman/Petunjuk Umum Pemerantaraan Perselisihan Hubungan Industrial khususnya dalam menghadapi kasus-kasus mengenai upah lembur, pemogokan, pekerja kontrak, pemutusan hubungan kerja dan perubahan status atau pemilikan perusahaan, No. Kep. 1108/Men/1986 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dan No. Kep. 120/men/1988 tentang pedoman Penuntun Perilaku (Code of Conduct) dalam pencegahan dan penyelesaian perselisihan industrial dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 13

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Tenaga Kerja No. Kep. 342/Men/1986 tentang Pedoman/Petunjuk Umum Pemerantaraan Perselisihan Hubungan Industrial khususnya dalam menghadapi kasus-kasus mengenai upah dan perubahan status atau pemilikan perusahaan Penyelesaian Perselisihan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dan No. Kep. 120/men/1988 tentang pedoman Penuntun Perilaku (Code of Condut) dalam pencegahan dan penyelesaian perselisihan industrial dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 14

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal : 4-1-1993

MENTERI TENAGA KERJA R.I

ttd

Drs. ABDUL LATIEF

 

Page 113: All Kepmen Tenaga Kerja