Alih Kode Dan Campur Kode

29
Alih Kode dan Campur Kode Jatut Yoga Prameswari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI Abstrak Kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan. Percampuran unsur bahasa ini disebut alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing). Semakin berbaurnya budaya di era glogalisasi ini, alih kode dan campur kode sering terjadi baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam sebuah wacana tulis (Cerpen, artikel, dll). Alih kode (code switching) penggunaan varasi bahasa lain dalam suatu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain. Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Kata kunci: Alih Kode dan Campur Kode 1

description

analisis alih kode

Transcript of Alih Kode Dan Campur Kode

Page 1: Alih Kode Dan Campur Kode

Alih Kode dan Campur Kode

Jatut Yoga Prameswari

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Indraprasta PGRI

Abstrak

Kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan.

Percampuran unsur bahasa ini disebut alih kode (code switching) dan campur

kode (code mixing). Semakin berbaurnya budaya di era glogalisasi ini, alih kode

dan campur kode sering terjadi baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam

sebuah wacana tulis (Cerpen, artikel, dll). Alih kode (code switching) penggunaan

varasi bahasa lain dalam suatu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk

menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan

lain. Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan

suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur

bahasa lainnya.

Kata kunci: Alih Kode dan Campur Kode

A. BAB I PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak penduduk dan

tersebar luas di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

tentu memiliki ragam bahasa yang tidak sedikit. Keragaman bahasa di

Indonesia sangat variatif kareana kini Indonesia memiliki 33 provinsi yang

berbeda-beda pula ragam bahasanya. Selain itu, Indonesia merupakan negara

yang mengikuti terus perkembangan globalisasi, di mana Indonesia terbuka

untuk siapa saja dengan latar belakang negara yang berbeda.

1

Page 2: Alih Kode Dan Campur Kode

Keragaman bahasa di Indonesia semakin variatif dengan adanya

pengaruh bahasa asing yang dibawa oleh kaum turis di Indonesia. Keragaman

ini menjadikan warna bagi perkembangan bahasa di Indonesia. Bahasa

merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi

dengan sesamanya. Sebagai alat komunikasi dan interaksi, bahasa dapat dikaji

secara internal maupun eksternal. Secara internal, pengkajian tersebut

dilakukan terhadap unsur intern bahasa saja seperti, struktur fonologis,

morfologis, dan sintaksisnya. Sedangkan kajian secara eksternal, kajian

tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi

berkaitan dengan pemakai bahasa itu sendiri, masyarakat tutur ataupun

lingkungannya. Dalam pengkajian bahasa secara eksternal, juga mengkaji

bagaimana pembauran berbagai bahasa dalam suatu wilayah dan penguasaan

bahasa kedua, ketiga bahkan selanjutnya oleh penutur atau pengguna bahasa.

Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual

(dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan

untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia

disebut juga kedwibahasawanan) Chaer (1995:112). Sebagai seorang

pengguna bahasa dengan kemajemukan bahasa dan budaya yang ada di

sekitar lingkungannya sudah tentu memberi pengaruh terhadap caranya

berbahasa. Pengaruh ini lah yang nantinya akan menimbulkan kekacauan

dalam berbahasa. Salah satu akibatnya adalah tumpang tindih antara dua

sistem bahasa yang digunakan dari unsur bahasa yang satu ke bahasa yang

lain. Hal ini terjadi karena kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur

atau bahkan karena kebiasaan. Percampuran unsur bahasa ini disebut alih

kode (code switching) dan campur kode (code mixing). Semakin berbaurnya

budaya di era glogalisasi ini, alih kode dan campur kode sering terjadi baik

dalam percakapan sehari-hari maupun dalam sebuah wacana tulis (Cerpen,

artikel, dll).

2

Page 3: Alih Kode Dan Campur Kode

B. BAB II PEMBAHASAN

ALIH KODE

Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

yaitu Appel (dalam Chaer dan Agustina, 2004:107) mendefinisikan alih kode

itu sebagai, “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”.

Selanjutnya Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:107) menyatakan alih

kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi juga terjadi antara ragam-

ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Selain dua pendapat

di atas, dalam kamus linguistik Kridalaksana (2008:9) menyatakan bahwa

alih kode (code switching) penggunaan varasi bahasa lain dalam suatu

peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau

situasi lain, atau karena adanya partisipan lain

Berdasarkan pendapat di atas, alih kode merupakan peralihan

kode/bahasa yang terjadi dalam suatu peristiwa karena adanya penutur bahasa

lain sebagai cara untuk menyesuaikan situasi berbahasa dalam

berkomunikasi.

FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA ALIH KODE

Alih kode adalah peristiwa peralihan bahasa yang disebabkan oleh

faktor-faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya

sosiosituasional. Beberapa faktor yang biasanya menjadi penyebab terjadinya

alih kode antara lain ialah:

1) Pembicara/Penutur (01),

2) Pendengar/lawan tutur (02),

3) Hadirnya penutur ketiga (03),

4) Pokok pembicaraan (topik),

5) Untuk membangkitkan rasa humor;

6) Untuk sekedar bergengsi.

3

Page 4: Alih Kode Dan Campur Kode

CONTOH ALIH KODE

1. Percakapan antara ibu rumah tangga

Latar : Perumahan

Para pembicara : Ibu-ibu rumah tangga (2 orang berasal dari Jawa Barat

orang Sunda, Ibu Imas dan Ibu Nani, serta seorang lagi

dari Jawa Timur yang tidak bisa berbahasa Sunda, Ibu

Juminten).

Topik pembicaraan : Listrik mati

Sebab alih kode : kehadiran Ibu Juminten dalam peristiwa tutur.

Peristiwa tutur

Ibu Imas : Ibu Nani, Tadi wengi lampu listrik ngawitan caang deui tabuh

sabaraha? Abdi tos mondok ti tabuh dalapan ‘bada Isya’ (“Ibu

Imas, tadi malam lampu listrik mulai nyala lagi jam berapa?

Saya sudah tidur sejak pukul 8 setelah solat Isya).

Ibu Nani : Sami, abdi oge tos mondok langkung ti payun, malihan ti tabuh

7margi rada teu raraos awak! (Sama, saya juga sudah tidur

lebih dulu, malahan dari pukul 7 saya sudah tidur karena

kurang enak badan).

Bagaimana Ibu Juminten tahu pukul berapa lampu listrik

menyala lagi tadi malam? (pertanyaan diajukan kepada Ibu

Juminten)

Ibu Juminten: Saya tahu Bu, lampu menyala kira-kira pukul 9 lebih.

2. Percakapan antara siswa SMP

Latar : Ruang Kelas

Para pembicara : Mia dan Puput, berasal dari Inggris dan Reza dari

Indonesia

Topik pembicaraan : Tempat wisata TMII

Sebab alih kode : kehadiran Reza dalam peristiwa tutur.

4

Page 5: Alih Kode Dan Campur Kode

Peristiwa tutur

Mia : How are you Puput?

Puput : Fine, and You? Yesterday I went to TMII

Mia : Fine too. O…yeah? Where is the TMII?

Puput : TMII in East Jakarta. It’s really fun. Hai…Reza baru sampai di s

sekolah?

(terjadi perubahan kode bahasa saat Reza datang, yaitu

percakapan oleh Mia dan Puput dalam bahasa Inggris saat Reza

datang mereka langsung menggunakan bahasa Indonesia).

Reza : Iya, saya baru saja tiba di sekolah. Apa yang sedang kalian

bicarakan?

Mia : Kami sedang membicarakan tempat wisata TMII.

Reza : Oh… saya tahu tempat itu. Di sana sangat menyenangkan.

CAMPUR KODE

Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur

menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi

dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan

karakteristk penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa

keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi

informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam

bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan

menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur

kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).

Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):

Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya

2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari

bahasa asing.

Berikut beberapa pendapat dari para ahli mengenai campur kode,

5

Page 6: Alih Kode Dan Campur Kode

Hill dan Hill (dalam Chaer dan Agustina, 2004:114) dalam

penelitian mereka mengenai masyarakat bilingual bahasa Spanyol dan

Nahuali di kelompok Indian Meksiko, mengatakan bahwa tidak ada harapan

untuk dapat membedakan antara alih kode dan campur kode.

Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) mencoba

menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode. Katanya, bila di dalam

suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa

bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di

dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang

digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid

phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung

fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.

Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:114) mengatakan bahwa

kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah

melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki

struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut

struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.

Kridalaksana dalam kamus linguistik (2008:40) campur kode

(code-mixing) 1. Interferensi; 2. Penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa

ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di

dalamnya pemakain kata, klausa idiom, sapaan, dsb.

LATAR BELAKANG TERJADINYA CAMPUR KODE DAPAT

DIGOLONGKAN MENJADI DUA, YAITU

1. sikap (attitudinal type) latar belakang sikap penutur

2. kebahasaan(linguistik type) latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga

ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk

menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian campur kode terjadi

karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk

bahasa, dan fungsi bahasa. Beberapa wujud campur kode,

a penyisipan kata,

6

Page 7: Alih Kode Dan Campur Kode

b menyisipkan frasa,

c penyisipan klausa,

d penyisipan ungkapan atau idiom, dan

e penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).

Latar  belakang  terjadinya  campur  kode  menurut  Suwito 

(1985:77) dikategorikan menjadi dua  tipe, yaitu

1. Tipe yang berlatar belakang pada sikap penutur  (attitudinal type).

Tipe  yang  berlatar  belakang  pada sikap  meliputi  (1)  untuk 

memperhalus ungkapan;  (2)  untuk  menunjukkan kemampuannya; 

(3)  perkembangan  dan  perkenalan  dengan  budaya  baru. 

2. Tipe  yang  berlatar  belakang  pada  kebahasaan (linguistic type).

Tipe yang  berlatar  belakang  pada  kebahasaan  meliputi  (1)  lebih 

mudah  diingat;  (2) tidak  menimbulkan  kehomoniman;  (3) 

keterbatasan  kata;  (4)  akibat  atau  hasil yang  dikehendaki.

Sedangkan menurut Nababan  (1984:32)  campur  kode  terjadi 

karena  (1)  pembica      ingin memamerkan  keterpelajarannya,  (2) 

kesantaian,  (3) tidak  ada  ungkapan  yang   tepat  dalam  bahasa  yang 

sedang  dipakai  itu,  sehingga  perlu memakai kata atau ungkapan dari

bahasa asing.

Faktor-faktor   yang mempengaruhi  penggunaan  bahasa  adalah 

faktor-faktor   yang diungkapkan Dell Hymes (melalui Nababan, 1993:7)

dengan akronimSPEAKING yang bila dijabarkan berarti :

1. Setting  dan  Scene,  dalam  bagian  ini  unsur-unsur  yang 

dimaksud  yaitu keadaan,   suasana,  serta  situasi  penggunaan 

bahasa  tersebut  pada  waktu dilakukan,  hal  ini  akan 

mempengaruhi  tuturan  seseorang  dalam  suatu komunikasi.

2. Participant, yaitu siapa-siapa yang  terlibat dalam peristiwa

berbahasa, hal  ini berkaitan  antara  penutur  dan  lawan  tutur. 

7

Page 8: Alih Kode Dan Campur Kode

Keputusan  tindak  bahasa  penutur pada bagian  ini dipengaruhi olek

kedudukan dan permasalahan yang melatari suatu komunikasi.

3.  End (purpose and goal ), dalam unsur ini yang dibicarakan adalah

akibat atau hasil  dan  tujuan  apa  yang  dikehendaki  oleh 

pembicara,  hal  ini  akan berpengaruh pada bentuk bahasa serta

tuturan pembicara.

4.  Act Sequence,dalam unsur  ini yang dibicarakan adalah bentuk,  isi

pesan dan topik yang akan dibicarakan dalam komunikasi. Hal ini

juga berpengaruh pada bentuk bahasa serta tuturan pembicara.

5. Key  /  tone  of  spirit  of  art,  unsur  nada  suara  yang  bagaimana 

serta  ragam bahasa  yang  digunakan  dalam  komunikasi  akan 

berpengaruh  pada  bentuk tuturan.

6. Instrumentalis,  yaitu  tuturan  akan  dipakai  dalam  komunikasi  . 

Jalur  ini  bisa berupa tuturan melalui media cetak, media dengar, dan

sebagainya.

7. Norm of intersection and interpretation, unsur norma atau tuturan

yang harus dimengerti dan ditaati dalam suatu komunikasi. Norma

yang dimaksud dapat berupa norma bahasa yang mengatur bagaimana

agar bahasa  tersebut mudahdipahami.

8. Genres,  yaitu  unsur  berupa  jenis  penyampaian  pesan.  Jenis 

penyampaian pesan ini berwujud puisi, dialog, cerita dan lain-lain. Hal

ini juga dipengaruhi oleh bentuk bahasa yang digunakan.  

Menurut  Weinreich  (1963)  menjelaskan  mengapa  seseorang  harus 

meminjam kata-kata  dari  bahasa  lain.  Hal  ini  pada  dasarnya  memiliki 

dua  faktor  yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 

a. Faktor Internal

Faktor  ini menunjukan  bahwa  sesorang meminjam  kata  dari 

bahasa  lain karena  dorongan yang ada dalam dirinya. Adapun faktor

tersebut meliputi tiga macam yaitu:

8

Page 9: Alih Kode Dan Campur Kode

1. Low frequency of word

Seseorang    melakukan  campur  kode  karena  kata-kata  yang 

sering digunakan  biasanya  mudah  diingat  dan  lebih  stabil 

maknanya.  Hal  ini dapat  dianalogikan  ketika  ketika  seorang 

Customer  Service  terlibat pembicaraan  dengan  calon 

pelanggan  tentang  permasalahan  dan keistimewaan  handphone 

yang  banyak  mengandung  istilah  dari  bahasa Inggris.  Dengan 

demikian  peminjaman  kata  dari  bahasa  lain  bertujuan untuk 

menghindari  pemakaian  kata  yang  jarang  didengar  orang. 

Atau dengan kata lain menggunakan kata yang biasanya dipakai

sehingga lawan tutur mudah memahami makna yang ingin

disampikan penutur.

2. Pernicious Homonymy

Kata-kata  yang  dipinjam  dari  bahasa  lain  juga  digunakan 

untuk memecahkan  masalah  homonim  yang  ada  dalam 

bahasa  penutur. Maksudnya  adakalanya  jika  penutur

menggunakan kata  daam  bahasanya sendiri, maka  kata 

tersebut  dapat menimbulkan masalah  homonim  yaitu makna

ambigu. Sehingga untuk menghindari keambiguan makna penutur

menggunakan kata dari bahasa lain.

3. Need for Synonim

Penutur  sengaja  menggunkan  kata  dari  bahasa  lain  yang 

bersinonim dengan bahasa penutur dengan  tujuan untuk

menyelamatkan muka  lawan tutur.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah suatu dorongan yang berasal dari luar penutur,

yang menyebabkan  penutur  meminjam  kata  dari  bahasa  lain. 

Terdapat    empat faktor eksternal yaitu:

1. Perkembangan atau perkenalan dengan budaya baru.

Faktor  ini  terjadi  karena  adanya  perkembangan  budaya  baru 

misalnya perkembangan  teknologi  di  Indonesia,  mau  tidak  mau 

9

Page 10: Alih Kode Dan Campur Kode

orang  Indonesia banyak  menggunakan  bahasa  Inggris  karena 

banyak  sekali  alat-alat teknologi  yang  berasal  dari  negara 

asing. Atau  pemakaian  bahasa  Jawa oleh para mahasiswa yang

notabene tidak berasal dari Jawa.

2. Social Value

Penutur  mengambil  kata  dari  bahasa  lain  dengan 

mempertimbangkan faktor  sosial,  sehingga diharapkan dengan

penggunaan kata-kata  tersebut dapat menunjukan status sosial dari

penutur. 

3. Oversight

Maksudnya ada keterbatasan kata-kata yang dimiliki oleh bahasa

penutur dalam kaitannya dengan  topik yang disampaikan  sehingga

penutur harus mengambil  kata  dari  bahasa  lain.  Contohnya 

terbatasnya  kata  dalam bidang  kedokteran  dalam  bahasa 

Indonesia  maka  banyak  istilah kedokteran  yang  diambil  dari

bahasa  latin  yang mempunyai  istilah  yang tepat dalam bidang

kedokteran.

Beberapa wujud campur kode,

penyisipan kata,

Contoh  :

(1)  Kalau perlu, bikin list kelebihan dan kekurangannya 

(2)  Jadi  si  dia  pasti  bisa  kita  andalkan  untuk  bantuin 

ngerjain  paper Sejarah atau IPS yang „njelimet‟ banget.  

(3)  Saatnya  jadi  auntie  teladan  yang  asyik  menjaga  keponakannya

dengan penuh rasa     sayang.

(4)  Tukang  speak,  murah  banget  ngejual  kata-kata  pujian  ke  cewek

dan bikin cewek tersebut melayang tinggi.

(5)    Jangan  flirting,  CCP-an  (curi-curi  pandang),  atau  ber-TTM 

ria (teman tapi mesra) dengan orang lain!

6)     Jadi, sobat kita tetap bisa survive dari depresi.

10

Page 11: Alih Kode Dan Campur Kode

penyisipan frasa

Contoh :

(1)    Lagi  asyik-asyiknya  beresin  barang  di  lemari,  tanpa  sengaja 

kita nemuin benda-benda penuh memori akan someone spesial di masa

lalu.

(2)   Tapi  gimana  jadinya  kalau  bad mood-nya  ternyata  nggak 

hilang-hilang dan sobat kita malah jadi makin stres dan ‘so lame’?

 (3)   Ini  jelek.  Itu  nggak  keren. Berabe  nih  kalau  punya 

ortu  fashion police!    

 (4)   Jangan langsung negative thinking.

(5)   Say thanks setiap kali dia memuji kita.      

 (6)   Capek,  deh!  Soalnya,  nggak  cuma  bersikap  over-exaggerating,

kadang drama king juga suka berpikir negatif.

(7)   Pergi bareng keluarga memang  suka bingung nyamain keinginan,

ada  yang  mau shopping,  sight-seeing  bahkan leyeh-leyeh di kolam

renang hotel.  

(8)  Seringkali kita juga suka berantem over small thingssama dia.

(9)  Biasanya para senior ngegencet adik kelas for some reasons.  \

penyisipan / berunsur klausa

Klausa  adalah  “Satuan  gramatikal  berupa  kelompok  kata  yang 

sekurang-kurangnya  terdiri atas subjek dan predikat, dan mempunyai

potensi untuk berdiri sendiri” (Kridalaksana, 1984 : 100). 

Contoh :

(1) Jadi mendingan lupain aja! They don’t worth it.

Pada  contoh  di  atas  terlihat  adanya  campur  kode  bahasa 

Inggris  berupa klausa  yaitu  they  don’t  worth  it  yang  berarti 

„mereka  tidak  menghargainya‟. Klausa  ini  terdiri  atas  S(ubjek) 

yaitu  they,  P(redikat)  yaitu  don’t  worth  dan O(bjek) yaitu  it.

Ramlan mengatakan  bahwa  “Unsur  inti  klausa  adalah  S  dan  P. 

Namun demikian,  S  sering  dihilangkan,  misalnya  dalam  kalimat 

11

Page 12: Alih Kode Dan Campur Kode

luas  sebagai  akibat penggabungan klausa dan dalam kalimat

jawaban” (1987 : 89).

Contoh :

(2) Think  like  a  man,  act  like  a  lady.  Imbangi  posisi  kita  dengan

punya pola pikir ala cowok.        

Satuan  kebahasaan  think  like  a man,  act  like  a  lady  pada 

kalimat  (2),   merupakan  campur  kode  berupa  klausa  yang 

berarti  „berpikir  seperti  laki-laki,  bertindak  seperti “perempuan‟.

Satuan bahasa di atas  terdiri atas dua klausa yaitu think  like a man

dan act  like a  lady. Klausa pertama  terdiri atas P(redikat) yaitu

think „berpikir‟ dan O(bjek) yaitu like a man „seperti laki-laki‟.

Sedangkan klausa kedua  terdiri  atas  P(redikat)  act  „bertindak‟ 

danO(bjek)  like  a  lady  „  seperti perempuan‟.  Subjek  dalam 

kalimat  tersebut  dihilangkan  karena  merupakan jawaban dari

pertanyaan bagaimana menghadapi buaya darat? Jawaban  lengkap

klausa  tersebut  seharusnya  berbunyi  kita  harus  berpikir  seperti 

laki-laki  dan bertindak seperti perempuan. Kalimat  ini sebenarnya

benar,  tetapi karena  terlalu panjang maka menjadi  tidak  efektif.

Untuk  itu digunakan pelesapan  subjek  agar kalimat menjadi

efektif.

penyisipan ungkapan atau  idiom

Idiom adalah “Pola-pola  struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah

bahasa yang  umum,  sedangkan  artinya  tidak  dapat  diterangkan 

secara  logis  atau  secara gramatikal,  dengan  bertumpu  pada  makna 

kata  yang  membentuknya”  (Keraf, 1996 : 109). 

Contoh :

(1) Kita dan sahabat kita punya waktu-waktu tertentu untuk melakukan

kegiatan-kegiatan “cewek” (seperti  window-shopping  atau  luluran

bareng).

12

Page 13: Alih Kode Dan Campur Kode

Satuan lingual window-shopping pada kalimat (1), merupakan

ungkapan idiomatik  karena  ungkapan  itu  tidak  dapat  diartikan 

berdasarkan  unsur pembentuknya, yaitu window„jendela‟ dan

shopping “belanja”. Ungkapan tersebut mempunyai  makna 

“melihat-lihat  pajangan  di  etalase  toko”.  Kegiatan  ini  biasa

dilakukan oleh para wanita di kota besar.

(2) Nah, kalau cowok atau gebetan kita punya semua gejala di atas, itu

tandanya  ia  termasuk  orang  yang  berani  speak  out,  punya  rasa

ingin tahu tinggi, kritis dan selalu ingin bikin perubahan.   

Speak out pada contoh (2) jika diartikan kata demi kata berarti

berbicara keluar. Namun, speak  out  disini merupakan  satuan 

lingual  yang  diartikan  secara keseluruhan.  Ungkapan yang berasal

dari bahasa Inggris ini berarti bicara bebas. Biasanya ungkapan  ini

digunakan untuk menyebut  seseorang yang berjiwa kritis dan

berani. 

(3) Selalu menawarkan bantuan dan stand by buat kita kapan pun kita

butuhkan.

Stand  by  dalam  kalimat  (3)  merupakan  ungkapan  karena  tidak 

dapat diartikan berdasarkan unsur pembentuknya yaitu stand

“berdiri” dan by ‟dengan”Stand  by  merupakan  ungkapan  dari 

bahasa  Inggris  yang  berarti  “siap”.  Dalam bahasa Indonesia

ungkapan ini berpadanan kata dengan cadang siaga. 

(4) Tutup  kuping,  bersikap  cuek  atau  berikan  dia  tangan  kita 

sambil bilang  Talk  To  The  Hand,  sampai  akhirnya  dia  bisa 

menyadari permasalahan sebenarnya.

Talk  To  The  Hand  merupakan  ungkapan  dari  bahasa Inggris 

yang  berarti  „bicaralah  dengan  tanganku‟. Kalimat  di  atas 

bukan  berarti bahwa  kita  menyuruh  orang  untuk  berbicara 

dengan  tangan  kita,  melainkan ungkapan  bahwa  kita  tidak mau 

diganggu. Ungkapan  ini  sering  digunakan  oleh para artis muda

ketika sedang diserbu wartawan. 

13

Page 14: Alih Kode Dan Campur Kode

Penyisipan bentuk baster

Baster merupakan  hasil  perpaduan  dua  unsur  bahasa  yang  berbeda,

membentuk satu  makna    (Suwito,  1985:76).  Baster  adalah  bentuk 

yang  tidak  asli,  artinya bentuk  ini  terjadi  karena  perpaduan  antara 

afiksasi  bahasa  Indonesia  dengan unsur-unsur bahasa dari bahasa lain,

atau sebaliknya afiksasi dari bahasa lain yang dipadukan dengan unsur-

unsur bahasa dari bahasa Indonesia.

Unsur Baster Berwujud Prefiks

Prefiks  adalah  imbuhan  yang  diletakkan  di  bagian muka  kata  dasar 

(Alwi  dkk,2003:31).

Contoh : 

(1) Sobat dekat yang sudah kita kenal sejak baru masuk sekolah, yang

selalu kompak diajak seru bareng, yang sama-sama nge-fans sama

Mike  Shinoda,  dan  paling  nyambung  diajak  ngegosip,  sekarang

menghilang.

Contoh  (1)  di  atas  terdapat  unsur  baster  yaitu  nge-fans  yang 

berarti “menggemari‟. Bentuk nge-fans  terdiri atas dua unsur bahasa

yaitu  imbuhan nge- yang berasal dari bahasa Indonesia dan kata fans

yang berasal dari bahasa Inggris. Nge-fans  berasal  dari  bentuk 

dasar  fans  yang  merupakan  kata  benda  lalu bergabung dengan

awalan nge- menjadi kata kerja nge-fans. Imbuhan nge- sering

digunakan  dalam  bahasa  Indonesia  ragam  non  formal,  seperti 

ngelap,  nge-gank, ngecat, ngebom, dan sebagainya.

(2) Rasa  sayang  yang  sudah  mulai  menipis  dan  sekarat,  bisa  di-re-

charge atau diisi ulang lewat break.

Bentuk  baster  yang  ditemukan  pada  data  (15)  yaitu  di-re-charge 

berarti„diisi ulang‟. Bentuk di-re-charge merupakan penggabungan

dua unsur dari dua bahasa. Unsur yang pertama adalah awalan di-

yang berasal dari bahasa Indonesia dan  unsur  yang  kedua  adalah 

kata  re-charge  yang  berasal  dari  bahasa  Inggris. Afiks  di-  hanya 

memiliki  satu  fungsi,  yaitu  membentuk  kata  kerja  pasif,

14

Page 15: Alih Kode Dan Campur Kode

sedangkan maknanya ialah menyatakan suatu perbuatan yang pasif

(Ramlan, 1987 : 116-117). Artinya bahwa pelaku hanya dikenai

perbuatan sehingga kadang tidak disebutkan dalam konstruksi

kalimat. Recharge yang berarti isi ulang berkategori  kata benda dan

setelah mendapat  imbuhan di- berubah menjadi kata kerja bentuk

pasif.

(3) Begitu waktunya tiba, kita nggak sendirian datang tapi ramai-ramai

bareng sobat se-  gank.

Unsur  bahasa  Inggris  yang  terjadi  dalam  data  (30)  merupakan 

bentuk baster,  sebab  bentuk  dasarnya  adalah  dari  bahasa  Inggris 

gank  yang  berarti kelompok, sedang awalannya dari bahasa

Indonesia se- yang berarti satu. Afiks se- yang melekat pada nomina

gank membentuk kata bendase-gank yang berarti satu kelompok. 

Unsur Baster Berwujud Sufiks

Sufiks adalah imbuhan yang diletakkan di bagian belakang kata dasar

(Alwi, dkk., 2003:31).

Contoh :

(1) Bukan  bermaksud  ber-KKN  ria…  tapi  nggak  ada  salahnya  kita

pergunakan kakak kelas  tersebut  sebagaibacking-an buat ngebela

kita!

Contoh  (1)  terlihat  adanya  bentuk  baster  yaitu  backing-an. 

Bentuk backing-an  terdiri  atas  dua  unsur  bahasa,  yaitu  kata 

dasar  backing  yang  berasal dari bahasa Inggris berarti „membantu‟

dan akhiran –an yang berasal dari bahasa Indonesia. Afiks –an hanya

mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai pembentuk kata benda 

(Ramlan, 1987:154). Kata backing-an  terdiri atas kata kerja backing

dan  setelah  mendapat  akhiran  –an  menjadi  kata  benda  yang 

berarti  “orang  yang membantu di belakang kita”.

(2) Good news-nya depresi bisa disembuhkan kok.

15

Page 16: Alih Kode Dan Campur Kode

Pada  kalimat di atas ditemukan unsur baster yaitu good news-nya.

Bentuk good news-nya terdiri atas frasa good news berarti „berita

baik‟ dan akhiran dari bahasa Indonesia –nya Frasa good news

merupakan frasa nominal dan dapat disisipi kata yang, sedangkan

akhiran –nya merupakan partikel penegas.   

CONTOH CAMPUR KODE

1. Latar Belakang : Terminal Panorama

Para pembicara : Pak Ander dan Pak Dito

Topik : Harga BBM naik

Peristiwa tutur :

Pak Ander : Kalau seandainya harga BBM terus naik, bisa rugi kita

pak. Wong ate die galak mikir nasib kite.

Pak Dito : Amen pisak, nangku piti di jalan. Cam pemulung tu.

Pemerintah sulit diandalkan.

2. Latar Belakang : Puskesmas

Para pembicara : dokter dan pasien

Topik : penyakit

Peristiwa tutur :

Dokter : Sakit apa bu leha?

Pasien : panas dingin bu dokter. palak ambo ko rasonyo pening

nian.

Dokter : tula kalu sering bepane.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ALIH KODE DAN CAMPUR

KODE

Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini

lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa

atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode

16

Page 17: Alih Kode Dan Campur Kode

terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki

otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena

sebab-sebab tertentu sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau

kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode

yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa

serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur

bahasa lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai

contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan

unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan.

Thelander mebedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu

peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa

bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa

tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau frasa campuran

(hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak

lagi mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.

C. BAB III PENUTUP

Alih kode dan campur kode merupakan peristiwa yang lazim

terjadi dalam masyarakat multilingual yang  menggunakan dua bahasa atau

lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi

dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi

masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab

tertentu, sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar

yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang

terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces)

saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya

disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur

menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa,

sehingga tercipta bahasa Jawa sebagai unsur bawahan dari unsur pokok bahasa

Indonesia.

17

Page 18: Alih Kode Dan Campur Kode

Thelander membedakan alih kode dan campur kode yakni,  apabila

dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu  bahasa ke

klausa bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu

periswa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau frasa

campuran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau

frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

1. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik.

Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

2. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Edisi

Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Internet:

1. http://agsjatmiko.blogspot.com/2011/12/penggunaan-alih-kode-dan-

campur-kode.html

2. http://sastrapuisi.wordpress.com/2011/12/11/kode-alih-kode-dan-

campur-kode-disusun-untuk-disajikan-dalam-diskusi-mata-kuliah-

sosiolinguistik-dosen-pengampu-prof-fathurahman-dan-dr-ida-

zulaida/

3. http://zilent4.blogspot.com/2010/07/contoh-contoh-kasus-campur-

kode.html

4. http://saefulmaruf.blogspot.com/2010/01/analisis-alih-kode-dan-

campur-kode.html.

18