alergi.docx

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen. Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas, tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing. B. Tujuan 1. Agar mahasiswa mampu mengetahui sistem imunitas secara keseluruhan 2. Agar mahasiswa mampu memahami fungsi system imun 3. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi imunoglubulin 4. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi alergi 5. Agar mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan C. Terminologi Gatal Pupal asama 1

Transcript of alergi.docx

Page 1: alergi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh

seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-

bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi

berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing

atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut

allergen. Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas, tubuh bereaksi

dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing.

B. Tujuan

1. Agar mahasiswa mampu mengetahui sistem imunitas secara keseluruhan

2. Agar mahasiswa mampu memahami fungsi system imun

3. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi imunoglubulin

4. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi alergi

5. Agar mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan

C. Terminologi

Gatal

Pupal

asama

Eritema

Alergi / hipersensitivitas

D. Rumusan masalah

1. Sistem Imunitas secara keseluruhan

2. klasifikasi imunoglubulin

3. Klasifikasi alergi

4. Penatalaksanaan

1

Page 2: alergi.docx

BAB II

PEMBAHASAN

1. Skenario

TANGAN GATAL

Seorang anak berusia 10 tahun diantar ibunya ke Puskesmas dengan keluhan gatal

di pergelangan tangan kiri.Keluhan ini di rasakan sejak 5 hari yang lalu bersamaan

dengan pemakain jam tangan yang baru.Pasien juga di keluhkan sering gatal seluruh

tubuh dan kemerahan terutama saat bangun tidur,tapi hilang sendiri.Dari pemeriksaan

didapatkan eritema terbatas tegas dan papul yang menyebar mengikuti pola jam

tangan.Riwayat ayah pasien asma dan ibu alergi kacang.Kemudian dokter melakukan

pemeriksaan lebih lanjut pada pasien.

2. Terminologi

Gatal : - Berbagai gangguan kulit.

- Pruritus : sensasi kulit yang tidak menyenangkan yang mencetuskan

keinginan untuk menggosok dan menggaruk kulit untuk

menghilangkannya.3

Papul : tonjolan kecil superficial pada kulit, berbatas tegas, dan padat, diameternya

kurang dari 1 cm.3

Asma : serangan berulang dispnea paroksismal, disertai dengan peradangan jalan

napas dan mengakibatkannya kontraksi spasmodic bronkus. Beberapa kasus asma

adalah manifestasi alergi pada orang-orang yang telah tersensitisasi.3

Eritema : warna merah pada kulit yang disebabkan oleh pembesaran pembuluh

darah.3

Alergi / hipersensitivitas : keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi

terhadap respons imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang

dianggap sebagai benda asing.3

2

Page 3: alergi.docx

3. Rumusan masalah

3.1 SISTEM IMUNITAS SECARA KESELURUHAN

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hamper semua jenis

organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.

Kemampuan ini disebut imunitas. Sebagian imunitas merupakan munitas didapat

yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri, virus, atau toksin,

sering kali membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbula-bulan untuk

membentuk imunitas ini. Ada suatu imunitas jenis lain yang merupakan akibat dari

proses umum, dan bukan dari proses yang ditujukan untuk organism suatu penyebab

penyakit tertentu. Imunitas ini disebut imunitas bawaan yang meliputi :

1. Proses fagositosis bakteri dan organism lainnya oleh sel darah putih dan sel pada

system makrofag jaringan.1

2. Penghancuran organism yang tertelan ke dalam saluran cerna oleh asam lambung

dan enzim pencernaan.1

3. Daya tahan kulit terhadap invasi organism.1

4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organism asing

atau toksin dan kemudian menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah

(1) lisozim, suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan

membuatnya larut; (2) polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri gram-

positif tertentu dan membuatnya menjadi tidak aktif; (3) kompleks komplemen,

merupakan suatu system yang terdiri dari kurang lebih 20 protein, yang dapat

diaktifkan melalui berbagai macam cara untuk menghancurkan bakteri; dan (4)

limfosit pembunuh alami (natural killer lymphocyte) yang dapat mengenali dan

menghancurkan sel-sel asing, sel tumor, dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi.1

Imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit seperti

beberapa infeksi virus paralitik pada hewan, kolera pada babi, pes pada lembu, dan

distemper-penyakit virus yang banyak meneyebabkan kematian pada anjing yang

menderita penyakit ini. Sebaliknya, banyak binatang tingkat rendah yang tahan atau

bahkan kebal terhadap banyak penyakit yang menyerang manusia, seperti

poliomyelitis, parotitis, kolera pada manusia, campak, dan sifilis, yang menimbulkan

kerusakan atau bahkan kematian bagi manusia.1

3

Page 4: alergi.docx

Imunitas Didapat (Adaptif)Selain imunitas bawaan yang bersifat umum, tubuh manusia juga mampu

membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerang yang

mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal

dari hewan lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat atau imunitas

adaptif. Imunitas didapat dihasilkan oleh system imun khusus yang membentuk

antibody dan/atau mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan

menghancurkan organism spesifik atau toksin.1

Tipe-tipe Dasar Imunitas Didapat

Dalam tubuh dapat dijumpai dua tipe dasar imunitas didapat yang

berhubungan erat satu sama lain. Pada tipe yang pertama, tubuh membentuk

antibody yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam plasama darah yang

mampu menyerang agen yang masuk ke dalam tubuh. Tipe imunitas ini disebut

imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi antibody).

Sedangkan tipe yang kedua diperoleh melalui pembentukan limfosit T teraktivasi

dalam jumlah yang besar secara yang secara khusus dirancang untuk

menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai

sel atau imunitas sel-T (karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T).1

Kedua Tipe Imunitas Didapat Dicetuskan oleh Antigen

Karena imunitas yang didapat ini tidak akan terbentuk sampai ada invasi oleh

organism asing atau toksin, maka jelaslah bahwa tubuh harus mempunyai suatu

mekanisme tertentu untuk mengawali invasi ini. Setiap toksin atau setiap jenis

organisme hampir selalu mengandung satu atau lebih senyawa kimia spesifik yang

membuatnya berbeda dengan seluruh senyawa lainnya. Pada umumnya, senyawa

tersebut adalah protein atau polisakarida besar, dan senyawa inilah yang memicu

imunitas didapat. Bahan-bahan ini disebut antigen (antibody generations).1

Limfosit Berperan dalam Pembentukan Imunitas Didapat

Imunitas didapat merupakan produk limfosit tubuh. Limfosit paling banyak

ditemukan dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid

khusus seperti limpa daerah submukosa saluran cerna, timus, dan sumsum tulang.1

4

Page 5: alergi.docx

Jaringan limfoid tersebar di lokasi-lokasi yang sangat menguntungkan di dalam

tubuh untuk menahan invasi organism atau toksin sebelum dapat menyebar lebih

luas. Pada kebanyakan kasus, mula-mula agen yang menginvasi akan masuk ke

dalam cairan jaringan dan kemudian dibawa melalaui pembuluh limfe ke nodus

limfe atau jaringan limfoid yang lain.1

Dua macam Limfosit yang Menimbulkan Imunitas yang “Diperantarai Sel”

dan Imunitas “Humoral”-Limfosit T dan B. Walaupun sebagian besar limfosit

dalam jaringan limfoid normal tampak serupa di bawah mikroskop, tetapi sel-sel

tersebut secara jelas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Kelompok

pertama, yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit

teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain,

yaitu limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibody yang memberikan

imunitas humoral.1

Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem

hematopoietic pluripoten yang membentuk limfosit sebagai salah satu hasil dari

diferensiasi sel terpenting. Hamper semua limfosit yang terbentuk akhirnya ber

berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit berdiferensiasi lebih

lanjut atau “diolah lebih dulu” dengan cara sebagai berikut.1

Limfosit yang dipersiapkan untuk membuat limfosit T teraktivasi, mula-mula

bermigrasi ke kelenjar timus dan diolah lebih dulu di sana, sehingga limfosit tersebut

disebut limfosit “T” untuk menunjukkan peranan kelenjar timus. Limfosit ini

bertanggung jawab untuk membentuk imunitas yang diperantarai sel.1

Kelompok limfosit yang lain-limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk

antibody-mula-mula diolah lebih dulu di hati selama masa pertengahan kehidupan

janin, kemudian diolah di sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah lahir.

Kelompok sel ini mula-mula ditemukan pada burung, yang mempunyai organ

pengolahan khusus yaitu bursa Fabricius. Karena alas an tersebut, limfosit ini

disebut limfosit “B”, dan bertanggung jawab untuk imunitas humoral.1

Pengolahan Pendahuluan Terhadap Limfosit T dan B

Walaupun semua limfosit tubuh berasal dari sel stem yang membentuk limfosit

di masa embrio, sel stem ini sendiri tidak mampu membentuk limfosit T teraktivasi

atau antibody secara langsung. Sebelum dapat melakukan hal itu, sel stem tersebut

5

Page 6: alergi.docx

harus berdiferensiasi lebih lanjut di tempat pengolahan yang tepa sebagai berikut.1

Limfosit T Diolah Lebih Dulu di Kelenjar Timus. Limfosit T, setelah

pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Disini,

limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk

keanekaragaman yang ekstrem untuk bereaksi melawan berbagai antigen spesifik.

Artinya, tiap tiap satu limfosit di kelenjar timus membntuk reaktivitas yang spesifik

untuk melawan satu antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas

terhadap antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat ribuan jenis

limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan ribuan jenis antigen.

Berbagai tipe limfosit T yang telah diproses ini sekarang meninggalkan timus dan

menyebar ke seluruh tubuh melalui darah untuk mengisi jaringan limfoid di setiap

tempat.1

Timus juga memastikan bahwa setiap limfosit T yang meinggalkan timus tidak

akan berekasi terhadap protein atau antigen lain yang berasal dari jaringan tubuh

sendiri; kalau tidak, limfosit T akan bersifat mematikan bagi jaringan tubuh dalam

waktu beberapa hari saja. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan, yaitu

mula-mula dengan cara mencampurkan limfosit dengan semua “antigen-sendiri”

yang spesifik yang berasal dari jaringan tubuh sendiri. Jika limfosit T bereaksi, maka

limfosit ini akan dihancurkan dan digagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan

dilepaskan, inilah yang terjadi pada 90 persen sel. Jadi, yang akhirnya dilepaskan

hanyalah sel-sel yang bersifat non-reaktif terhadap antigen tubuhnya sendiri-limfosit

hanya berekasi terhadap antigen dari sumber di luar tubuh, seperti dari bakteri,

toksin, atau bahkan jaringan yang ditransplantasikan dari orang lain.1

Sebagian besar proses pengolahan limfosit T dalam timus berlangsung

beberapa saat sebelum bayi lahir dan selama selama beberapa bulan setelah lahir.

Sesudah melewati periode ini, bila dilakukan pengangkatan kelenjar timus maka

akan menurunkan (tetapi tidak menghilangkan) system imun limfosit-T. namun

pengangkatan kelenjar timus beberapa bulan sebelum lahir dapat mencegah

pembentukan semua imunitas yang diperantarai sel. Karena tipe imunitas seluler ini

terutama bertanggung jawab untuk penolakan terhadap organ yang

ditransplantasikan, seperti jantung dan ginjal, maka kita dapat mentransplan organ

dengan sedikit sekali kemungkinan penolakan jika timus pada seekor hewan

diangkat sebelum lahir (tetapi masih dalam masa yang memungkinkan).1

6

Page 7: alergi.docx

Limfosit B Diolah Lebih Dulu di Hati dan Sumsum Tulang. Pengolahan

limfosit B yang rinci lebih sedikit diketahui daripada proses pengolahan limfosit T.

pada manusia, limfosit B diketahui diolah lebih dulu di hati selama periode

pertengahan kehidupan janin, dan di sumsum tulang selama masa akhir kehidupan

janin dan setelah akhir.1

Limfosit B berbeda dengan limfosit T dalam dua hal : peratama, berbeda

dengan seluruh sel yang membentuk reaktivitas terhadap antigen, seperti yang

terjadi pada limfosit T, limfosit B secara aktif menyekresikan antibody yang

merupakan bahan reaktif. Bahan ini merupakan molekul protein besar yang mampu

berikatan dengan bahan antigenic dan menghancurkannya. Kedua, limfosit B bahkan

memiliki lebih banyak keanekaragaman daripada limfosit T, jadi membentuk banyak

sekali sampai berjuta-juta antibody tipe limfosit B dengan berbagai reaktivitas yang

spesifik. Setelah diolah lebih dulu limfosit B, seperti juga limfosit T, bermigrasi ke

jaringan limfoid di seluruh tubuh, tempat limfosit B tersebut menempati daerah yang

berdekatan dengan limfosit-T tetapi sedikit lebih jauh.1

Limfosit T dan Antibodi Limfosit B Bereaksi Secara Sangat Spesifik

Terhadap Antigen Spesifik-Peran Klon LimfositBila antigen spesifik melakukan kontak dengan limfosit T dan B di dalam

jaringan limfoid, maka limfosit T tertentu menjadi teraktivasi untuk membentuk sel

T teraktivasi, dan limfosit B tertentu menjadi teraktivasi untuk membentuk antibody.

Sel T yang teraktivasi dan antibody ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik

terhadap antigen tipe tertentu yang mencetuskan pembentukan sel imun tadi.

Mekanisme spesifitas ini adalah sebagai berikut.1

Jutaan Tipe Limfosit yang Spesifik Disimpan dalam Jaringan Limfoid.

Terdapat berjuta-juta jenis calon limfosit B dan limfosit T yang disimpan dalam

jaringan limfe. Sel-sel ini mampu membentuk antibody atau sel T yang sangat

spesifik. Masing-masing limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibody

atau satu jenis sel T dengan satu macam spesifisitas. Begitu limfosit yang spesifik

diaktifkan oleh antigennya, maka ia akan berkembang biak dengan cepat dan

membentuk banyak sekali limfosit turunan. Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka

keturunannya kemudian akan menyekresikan antibody spesifik yang kemudian

bersirkulasi ke seluruh tubuh. Dan bila limfosit tersebut adalah limfosit T, maka

7

Page 8: alergi.docx

keturunanya adalah sel T spesifik yang tersensitisasi yang akan dilepaskan ke dalam

cairan limfe dan diangkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan

jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe, kadang-kadang sirkulasi yang terus

menerusdalam sirkuit ini terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.1

Asal-Usul Banyak Klon LimfositHanya ada beberapa ratus sampai beberapa ribu penyandi gen untuk jutaan

jenis antibody dan limfosit T. pada mulanya, memang masih merupakan suatu

misteri bagaimana mungkin dengan jumlah gen yang hanya sedikit dapat menyandi

berjuta-juta sifat spesifik pada molekul antibody atau sel T yang dapat dihasilkan

oleh jaringan limfoid, khususnya bila kita berpikir bahawa satu gen biasanya hanya

berguna untuk pembentukan setipa protein yang berbeda. Misteri ini sekarang telah

terpecahkan.1

Seluruh gen yang membentuk setiap jenis sel T atau sel B tidak pernah ada di

dalam sel stem asal tempat sel imun fungsional terbentuk. Melainkan, yang ada

hanyalah “segmen gen”-sebenarnya, terdiri dari beratus-ratus segmen-tetapi tidak

seluruh gen. selama proses pengolahan sel limfosit T dan B, segmen-segmen gen ini

menjadi tercampur satu sama lain dalam kombinasi acak, dan dengan cara ini

akhirnya membentuk seluruh gen.1

Karena jenis segmen gen ada beberapa ratus, maka terdapat jutaan kombinasi

segmen yang dapat tersusun dalam sel tunggal, sehingga kita dapat mengerti dapat

mengapa dapat terjadi jutaan jenis gen sel yang berbeda-beda. Pada setiap limfosit T

atau limfosit B fungsional yang bakhirnya terbentuk, sandi struktur gen yang ada

hanya untuk satu spesifitisitas antigen. Sel-sel matang ini kemudian menjadi sel T

dan sel B yang sangat spesifik, yang memenuhi dan menyebar ke jaringan limfoid.1

Mekanisme untuk Mengaktifkan Suatu Klon Limfosit

Setiap klon limfosit hanya responsive terhadap satu tipe antigen (atau terhadap

beberapa antigen serupa yang sifat stereokimianya hamper sama). Alas an terjadinya

hal ini adalah sebagai berikut : pada limfosit B, masing-masing mempunyai kira-kira

100.000 molekul antibody pada permukaan membrane selnya yang akan bereaksi

sangat spesifik dengan satu macam antigen spesifik saja. Jadi, bila ada antigen yang

tidak cocok, maka antigen ini segera melekat dengan antibody di membrane sel.

8

Page 9: alergi.docx

Pada limfosit T, di permukaan membrane selnya terdapat molekul yang sangat mirip

dengan antibody, yang disebut protein reseptor permukaan (atau penanda sel-T), dan

ternyata protein ini juga bersifat sangat spesifik terhadap satu antigen spesifik yang

mengaktifkannya.1

Peran makrofag dalam Proses Aktivasi. Dalam jaringan limfoid, selain

limfosit juga terdapat berjuta-juta makrofag. Makrofag melapisi sinusoid-sinusoid

pada nodus limfe, limpa, dan jaringan limfoid lain, dan makrofag ini terletak

bersebelahan dengan banyak limfosit dalam nodus limfe. Kebanyakan organisme

yang menginvasi mula-mula difagositosis dan sebagian akan dicerna oleh makrofag,

kemudian produk antigeniknya dilepaskan ke dalam sitosol makrofag. Makrofag

kemudian mentransfer antigen-antigen tersebut secara langsung ke dalam limfosit

dengan cara kontak sel-ke-sel, sehingga menimbulkan aktivasi klon limfositik yang

spesifik. Selain itu, makrofag juga menyekresikan zat pengaktivasi khusus yang

meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi limfosit spesifik. Zat ini disebut

interleukin-1.1

Peran sel T dalam Mengaktifkan Limfosit B. kebanyakan antigen

mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang bersamaan. Beberapa sel T

yang terbentuk disebut sel pembantu (helper cell), kemudian menyekresikan bahan

khusus (yang secara keseluruhan disebut limfokin) yang mengaktifkan limfosit B

spesifik. Sesungguhnya tanpa bantuan sel T pembantu ini, jumlah antibody yang

dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit.1

Sifat-Sifat Khusus Sistem Limfosit-B-Imunitas Humoral dan

Antibodi. Pembentukan Antibodi oleh Sel Plasma. sebelum terpajan dengan antigen

yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan dorman di dalam jaringan

limfoid. Bila ada antigen yang masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan

memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya.

Selain itu, antigen tersebut juga dapat dibawa ke sel T pada saat yang bersamaan,

dan terbentuk sel T pembantu yang teraktivasi. Sel pembantu ini juga berperan

dalam aktivasi hebat limfosit B.1

9

Page 10: alergi.docx

Limfosit B yang bersifat spesifilk terhadap antigen segera membesar dan

tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut

untuk membentuk plasmoblas, yang merupakan prekursol sel plasma. dalam

plasmablas ini, sitoplasma meluas dan reticulum endoplasma kasar akan

berproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian mulai membelah dengan kecepatan

satu kali setiap 10 jam, sampai sekitr Sembilan pembelahan, sehingga dari satu

plasmablas dapat terbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang

matur kemudian menghasilkan antibody gamma globulin dengan kecepatan tinggi-

kira-kira 2000 molekul per detik untuk setipa sel plasma. kemudian, antibody

disekresikan ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah. Proses ini

berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma

akhirnya kelelahan dan mati.1

Pembentukan Sel “Memori”-Perbedaan Antara Respon Primer dan

Respon Sekunder. Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan klon

limfosit B, yang tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel

limfosit B baru dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan klon asal. Dengan kata

lain, populasi sel-B dari klon yang teraktivasi secara spesifik menjadi sangat

meningkat. Dan limfosit B baru terebut ditambahkan ke limfosit asal pada klon yang

sama. Limfosit B yang baru ini juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami

seluruh jaringan limfoid; tetapi secara imunologis, limfosit B tetap dalam keadaan

dorman sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah antigen baru yang sama. Limfosit ini

disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan

respon antibody untuk kedua kalinya yang jauh lebih cepat dan jauh labih kuat,

karena terdapat lebih banyak sel memori daripada yang dibentuk hanya oleh sel

limfosit B asal yang spesifik.1

Sifat antibody

Antibody merupakan gamma globulin yang disebut immunoglobulin (Ig),

dan berat molekulnya antara 160.000 dan 970.000. Immunoglobulin biasanya

mencakup sekitar 20% dari seluruh protein plasma.1

Semua immunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida ringan dan

berat. Sebagian besar merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2 rantai ringan.

Meskipun begitu, ada beberapa immunoglobulin yang mempunyai kombinasi

10

Page 11: alergi.docx

sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, yang menghasilkan immunoglobulin

dengan berat molekul besar. Ternyata dalam semua immunoglobulin, tiap rantai

berat terletak sejajar dengan satu rantai ringan pada salah satu ujungnya, sehingga

membentuk satu pasang berat-ringan, serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan

sebanyak-banyaknya 10 pasang semacam ini dalam setiap molekul

immunoglobulin.1

Spesifisitas Antibodi. Setiap antibody bersifat spesifik untuk antigen

tertentu; hal ini disebabkan oleh struktur orhganisasi asam amino yang unik pada

bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringa dan berat. Susunan asam amino

ini memiliki bentuk sterik yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen, sehingga

bila suatu antigen melakukan kontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok

postetik antigen tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang

terdapat dalam antibody, sehingga terjadilah ikatan yang cepat dan kuat antara

antibody dan antigen. Bila antibody bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak

tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibody-antigen itu sangan kuat

terikat satu sama lain, yaitu dengan cara (1) ikatan hidrofobik, (2) ikatan hydrogen,

(3) daya tarik ionic, dan (4) kekuatan vander Waals. Ikatan ini juga mematuhi hokum

kerja massa termodinamik.1

Ka= Konsentrasi ikatan antibodi−antigenKonsentrasiantibodi x Konsentrasi antigen

Ka disebut konstanta afnitas dan merupakan ukuran yang menunjukkan

seberapa kuat ikatan antara antibody dengan antigen.1

Penggolongan Antibodi. Terdapat lima golongan umum antibody, masing-

masing diberi nama IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Ig singakatan dari

immunoglobulin, dan kelima huruf di atas menunjukkan masing-masing golongan.

Ada dua golongan antibody yang sangat penting; IgG yang merupakan

antibody bivalen dan memcakup kira-kira 75% dari seluruh antibody pada orang

normal. Dan IgE, yang merupakan antibody dalam junlah kecil tetapi khususnya

terlibat dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga penting sebab sebagian besar

antibody yang terbentuk selama respon primer adalah antibody jenis ini. Antibody

ini mempunyai 10 tempai ikatan sehingga sangat efektif dalam melindungi tubuh

terhadap agen yang masuk, walaupun antibody IgM jumlahnya tidak begitu banyak.1

11

Page 12: alergi.docx

Mekanisme Kerja Antibodi

Antibody bekerja terutama melalui dua cara untuk melindungi tubuh terhadap

agen yang menginvasi : (1) dengan langsung menyerang penyebab penyakit tersebut

dan (2) dengan mengaktifak “system komplemen” yang kemudian dengan berbagai

cara yang dimilikinya akan mengahncurkan penyebab penyakit tersebut.1

Kerja Langsung Antibodi Terhadap Agen yang Menginvasi. Karena sifat

bivalen yang dimiliki oleh antibody dan banyaknya tempat antigen pada sebagian

besaragen penyebab penyakit, maka antibody dapat mematikan aktivitas gen tersebut

dengan salah satu cara berikut :1

1. Aglutinasi, yaitu proses yang menyebabkan banyak partikel besar dengan

antigen di permukaan, seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersama-

sama menjadi satu gumpalan.1

2. Presipitasi, yaitu proses yang menyebabkan kompleks molekular dari antigen

yang mudah larut (misalnya racun tetanus) dan antibody menjadi begitu besar

sehingga berubah menjadi tidak larut dan membentuk presipitat.1

3. Netralisasi, yaitu proses yang menyebabkan antibody menutupi tempat-tempat

yang toksik dari agen yang bersifat antigenic.1

4. Lisis, yaitu suatu proses yang menyebabkan beberapa sntibodi yang sangat kuat

kadang-kadang mampu langsung menyerang membrane sel agen penyebab

penyakit sehingga menyebabkan agen tersebut rupture.1

Kerja antibody yang langsung menyerang agen penyebab penyakit yang bersifat

antigenic sering kali tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh terhadap penyebab

penyakit tersebut. Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek penguatan oleh

system komplemen.1

System Komplemen pada Kerja Antibodi.

“komplemen” merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu system

yang terdiri dari kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan precursor enzim.

Pemeran utama dalam system ini adalah 11 protein yang ditandai dengan C1 sampai

C9, B, dan D. biasanya, semua protein ini ada di antara protein-protein plasma

12

Page 13: alergi.docx

dalam darah dan juga di antara protein-protein yang bocor keluar dari kapiler masuk

ke dalam ruang jaringan. Biasnya precursor enzim ini bersifat inaktif, namun dapat

diaktifkan terutama oleh jalur klasik.1

Jalur klasik. Jalur ini diaktifkan oleh suat reaksi antigen-antibodi. Yaitu, bila

suatu antibody berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik

pada bagian antibody “yang tetap” akan terbuka atau “diaktifkan” dan bagian ini

kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari system komplemen, memulai

pergerakan “kaskade” rangkaian reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim

C1 itu sendiri. Enzim C1 yang terbentuk kemudian mengaktifkan penambahan

jumlah enzim secara berturut-turut pada tahap system berikutnya, sehingga dari

awal yang kecil, terjadilah reaksi “peguatan” yang sangat besar. Disebelah kanan

gambar tersebut tampak terbentuk berbagai produk akhir, dan beberapa diantaranya

menimbulkan efek penting yang membantu mencegah kerusakan jaringan tubuh

akibat organism yang menginvasi atau oleh toksin. Beberapa efek penting tersebut

adalah sebagai berikut :1

1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen, yaitu C3b,

dengan kuat mengaktifkan proses fagositosis oleh netrofil dan makrofag,

menyebabkan sel-sel ini menelan bakteri yang telah dilekati oleh kompleks

antigen-antibodi. Proses ini disebut oponisasi. Proses ini sering kali mampu

meningkatkan jumlah bakteri yang dapat dihancurkan, sampai 100 kali lipat1

2. Lisis. Salah satu produk paling penting dari seluruh produk kaskade komplemen

adalah komplek litik, yang merupakan kombinasi dari banyak factor ini

komplemen dan ditandai dengan C5b6789. Produk ini mempunyai pengaruh

langsung untuk merobek membrane sel bakteri atau organism penginvasi

lainnya.1

3. Aglutinasi. Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme yang

menginvasi tubuh, sehingga melekat satu sama lain, dan dengan demikian

memicu proses aglutinasi.1

4. Netralisasi virus. Enzim komplemen dan produk komplemen lain dapat

menyerang struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi

menjadi nonvirulen.1

13

Page 14: alergi.docx

5. Kemotaksis. Fragmen C5a memicu kemotaksis netrofil dan makrofag sehingga

menyebabkan sejumlah sel besar sel fagosit ini bermigrasi ke dalam jaringan

yang berbatasan dengan agen antigenic.1

6. Aktivasi sel mast dan basofil. Fargmen C3a, C4a, dan C5a mengaktifakn sel

mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamine,

heparin dan beberapa substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan

ini kemudian menyebabkan peningkatan aliran darah setempat, meningkatkan

kebocoran dan protein plasma ke dalam jaringan, dan meningkatkan reaksi

jaringan setempat lainnya yang membantu agar agen antigenic menjadi tidak

aktif atau tidak mobil lagi. Factor-faktor yang sama juga berperan penting dalam

proses peradangan dan alergi.1

7. Efek peradangan. Di samping efek oeradangan yang disebabkan oleh aktivasi

sel mast dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut

menimbulkan peradangan setempat. Produk-produk ini menyebabkan (1) aliran

darah yang sebelumnya telah meningkat menjadi semakin meningkat, (2)

peningkatan kebocoran protein dari kapiler, dan (3) protein cairan interstisial

akan berkoagulasi dalam ruang jaringan sehingga menghambat pergerakan

organism yang melewati jaringan.1

Pada beberapa kondisi, salah satu efek samping imunitas yang peling

penting adalah timbulnya alergi atau jenis hipersensitivitas imun lainnya. Ada

beberapa tipe alergi dan hipersensitivitas lainnya, beberapa diantaranya hanya

terjadi pada orang –orang yang mempunyai kecendrungan alergi spesifik.1

Sifat-sifat khusus system limfosit- t atau sel t teraktivasi dan imunitas

yang di prantarai selPelepaan sel T yang teraktivasi dari jaringan limfoid dan pembentukan

sel memori. Limfosit dari klon limfosit yang spesifik akan berpoliferasi dan

melepaskan banyak sel T yang teraktivasi dan bereaksi secara spesifik bersamaan

dengan pelepasan antibody oleh sel B yag teraktivasi. Perbedaan utamanya adalah

bukan antibody yang dilepaskan, tetapi seluruh sel T reraktivasi yang terbentuk dan

dilepaskan kedalam cairan limfe. Selanjutnya, sel T masuk ke dalam sirkulasi dan

disebarkan ke seluruh tubuh, melewati dinding kapiler masuk ke dalam cairan limfe

14

Page 15: alergi.docx

dan darah, dan bersirkulasi ke seluruh tubuh demikian seterusnya, kadang-kadang

berlangsung sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.1

Sel memori limfosit T dibentuk melalui cara seperti pembentukan sel memori

B dalam system antibody. Jadi, bila ada suatu klon limfosit T diaktifkan oleh suatu

antigen, maka banyak limfosit yang baaru terbentukm disimpan dalam jarinfgan

limfoid untuk menjadi limfosit T tambahan pada klon yang spesifik itu, dan ternyata,

sel-sel memori ini bahkan menyebar keseluruh jaringan limfoid di seluruh tubuh. Oleh

karena itu, pada paparan berikutnya terhadap antigen yang sama dibagian tubuh,

terjadi pelepasan sel-sel T teraktivasi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat

dibandingkan dengan paparan pertama.1

Sel yang menampilkan antigen, protein MHC, dan reseptor antigen pada

limfosit T. Respon sel T terhadap antigen bersifat sangat spesifik. Kenyataannya,

respon imun yang didapat biasanya membutuhkan bantuan sel T untuk memulainya,

dan sel T sungguh berperan penting untuk membantu menyelenyapkan paatogen yang

masuk.1

Meskipun limfosit B dapat mengenal antigen yang utuh, limfosit T akan

berespon terhadap antigen yang hanya bila antigen berikatan dengan molekul spesifik

yang dikenal sebagai protein MHC. Pada permukaan sel yang menampilkan antigen

(antigen presenting cell) didalam jaringan limfoid. Tipe-tipe antigen pesendin cell

adalah magrofag, limfosit B, dan sel dendritik. Sel dendritik, antigen presenting cell

yang paling poten, ada diseluruh tubuh, dan fungsi sel ini yang diketahui hanyalah

untuk memperkenalkan antigen pada sel T. Interaksi yang terjadi pada protein adhesik

sel merupakan hal penting yang memungkinkan sel T berikatan cukup lama dengan

antigen presenting sel sehingga sel T menjadi sel T teraktivasi.1

Protein MHC disandikan oleh sekelompok besar gen yang disebut kompleks

histokompabilitas mayor (major histocompability complex, MHC). Protein MHC

berikatan dengan flagmen peptida dari protei antigen yang dipecah didalam antigen

presenting sel dan kemudian mengangkutnya ke permukaan sel. Terdapat 2 jenis

protein MHC; 1) Protein MHC I, yang memperkenalkan antigen kepada sel sitotoksik,

dan 2) protein MCH II, yang memperkenalkan antigen kepada sel T pembantu.1

Antigen pada permukaan antigen presenting sel akan berikatan dengan

molekul reseptor pada permukaan sel T melalui cara sama seperti dengan ikatannya

dengan antibody protein plasma. Molekul reseptor ini dibentuk dari unit yang dapat

berubah (unit variabel) yang serupa dengan bagian variaabel pada antibody humoral,

15

Page 16: alergi.docx

tetapi bagian utamaanya berikatan kuat dengan membran sel limfosit T. Sel T

memiliki 100.000 tempat reseptor.1

Beberapa tipe sel T dan berbagai fungsinya.

Sel ini digolongkan dalam 3 kelompok utama, 1) sel T pembantu, 2) sel T

sitotoksik, dan 3) sel T supresor. Fungsi setiap sel ini berbeda-beda.1

Sel T pembantu-perannya dalam seluruh pengaturan imunitas. Sel T

merupakan sel pembantu untuk melakukan sungsi system imun dengan banyak cara.

Sel ini bertindak sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun. Sel ini melakukan

hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin,

yang bekerja pada sel lain dari system imun dan sel dalam sumsum tulang. Limfoking

yang penting yang disekresikan oleh sel T pembantu adalah sebagai berikut :1

Interleukin-2

Interleukin-3

Interleukin-4

Interleukin-5

Interleukin-6

Factor perangsang-koloni granulosit-monosit

Interferon-Y

Fungsi pengaturan spesifik oleh limfokin. Bila tidak dapat limfokin yang

berasal dari sel T pembantu, maka system imun yang tersisa hampir menjadi lumpuh.

Sel T pembantulah yang diinaktivasi atau dihancurkan oleh virus ocquired

immunodeficiency syndrome (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara total tidak

terlindungi terhadap infeksi, oleh karena itu, menimbulkan efek melemahkan dan

mematikan akibat AIDS. Beberapa fungsi pengaturan spesifik adalah sebagai berikut.1

Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sl T dan sel T supresor. Bila

tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sitotoksin dan sel T supresor

diaktifkan sedikit sekalih oleh sebagian besar antigen. Limfokin interleukin-2

khususnya memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam menyebabkan

16

Page 17: alergi.docx

pertumbuhan daan porliferasi sel T sitotoksin dan sel T supresor. Selain itu, beberapa

limfokin lain memiliki efek potensial yang lebih sedikit.1

Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel-B untuk membentuk sel

plasma daan antibody. Kerja antigen untuk menghasilkan pertumbuhan sel-B,

proliferasi, pembentuan sel plasma, dan sekresi antibody juga lemah tampa “bantuan”

sel-T pembantu. Interleukin berperan dalam respons sel-B, tetapi khususnya

interleukin 4,5 dan 6. Interleukin ini memiliki efek yang kuat terhadap sel-B, sehingga

interleukin disebut sebagai factor perangsang sel-B atau factor pertumbuhan sel-B.1

Aktifasi sistem magrofag. Limfokin mempengaruhi magrofag, pertama,

limfokin memperlambat atau menghentikan migrasi magrofag setelah magrofag

secara kemotaktik tertarik kedalam area jaringan yang meradang, dengan

menyebabkan pengumpulan magrofag dalam jumlah yang banyak. Kedua, limfokin

mengaktifkan magrofag untuk melakukan fagositosis yang jauh lebih efesien,

sehingga memungkinkan magrofag untuk menyerang dan mengahncurkan organism,

atau agen perusak jaringan lainnya dalam jumlah yang lebih banyak.1

Efek perangsangan umpan balik terhadap sel pembantu. Limfokin

interleukin-2 memiliki efek umpan balik positif yang langsung merangsang aktivitas

sel-T pembantu. Kerja ini sebagai suatu penguat, dengan caara semakin memperkuat

respon sel pembantu selanjutnya sdan juga respon imun keseluruhan dalam melawan

antigen yang masuk.1

ALERGI YANG DISEBABKAN OLEH SEL T TERAKTIVASI: ALERGI

REAKSI-LAMBAT

Alergi reaksi-lambat disebabkan oleh sel T teraktivasi dan bukan oleh

antibody. Pada kasus terkena racun dari tumbuhan yang menjalar ,toksin

menyebabkan pembentukan sel T pembantu dan sel T sitotoksisk yang teraktivasi.

Kemudian pada kontak berikutnya, dalam waktu satu atau lebih, sel T teraktivasi

dalam jumlah besar akan berdifusi dari sirkulasi darah ke dalam kulit sebagai respons

terhadap toksin dari tumbuhan beracun tadi. Dan, pada saat yang sama, sel T ini

menimbulkan reaksi imun yang diperantarai sel. Mengingat bahwa tipe imunitas ini

dapat menyebabkan pelepasan banyak bahan toksik dari sel T yang teraktivasi, dan

juga menyebabkan invasi makrofag yang luas ke jaringan beserta efek-efek makrofag

17

Page 18: alergi.docx

selanjutnya, maka kita dapat mengerti bahwa hasil akhir dari beberapa alergi reaksi-

lambat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang serius. Biasanya, kerusakan

terjadi pada area jaringan yang ditempati oleh antigen pemicu, seperti dikulit pada

kasus terkena racun tumbuhan,stsu diparu yang menyebabkan edema paru dan

serangan asma pada kasus yang disebabkan oleh beberapa antigen yang dikeluarkan

lewat udara.1

Alergi pada orang “alergik” dengan antibody IgE yang berlebihan

Beberapa orang mempunyai kecendrungan “alergik”. Alergik semacam ini

disebut alergik atopic karena disebabkan oleh respon imun yang tidak lazim.

Kecendrungan alergi ini diturunkan secara genetis dari orang tua ke anak, dan ditandai

dengan sejumlah besar antibody IgE dalam darah. Antibody ini disebut regain atau

antibody tersensitisasi untuk membedakannya dengan antibody IgG yang lebih umum.

Bila suatu allergen (yang didefinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi )

memasuki tubuh, maka terjadi reaksi allergen-reagin, dan kemudian terjadi reaksi

alergi.1

Sifat khusus antibody IgE (regain ) ada;ah adanya kecendrungan yang kuat

untuk melekat pada sel mast dan basofil. Sesungguhnya, satu sel mast atau basofil

dapat mengikat sampai setengah juta molekul antibody IgE. Bila suatu antigen

(allergen) yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan

beberapa antibody IgE yang melekat pada sel mast atau basofil, maka ini

menyebabkan perubahan segera pada membrane sel masrt atau basofil, mungkin

disebabkan oleh efek fisik dari molekul antibody yang dapat merubah membrane sel.

Pada setiap saat, banyak sel mast dan basofil yang rupture, ada juga yang segera

melepaskan substansi khusus seperti histamine, protease, substansi anafilaksis yang

bereaksi lambat (yang merupakan campuran leukotrien-leukotrien toksik), substansi

kemotaktik eosinofil, sunstansi kemotaktik netrofil, heparin, dan factor pengaktif

trombosit. Substansi-substansi ini menyebabkan beberapa efek seperti dilatasi

pembuluh darah setempat; penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat yang

reaktif; peningkatan permeabilitas kapiler dan hilangnya cairan kedalam jaringan; dan

kontraksi sel otot polos local. Karena itu, dapat terjadi berbagai respon jaringan,

bergantung pada macam jaringan tempat reaksi allergen-reagin terjadi. Bermacam-

macam reaksi alergi yang disebabkan oleh pola ini adalah sebagai berikut:1

18

Page 19: alergi.docx

Anafilaksis. Bila suatu allergen spesifik disuntikan secara langsung kedalam

sirkulasi, maka allergen tersebut dapat bereaksi dengan basofil dalam darah dan sel

mast pada jaringanb yag terletak tepat diluar pembuluh darah kecil jika basofil dan sel

mast tersebut telah dissnsittisasi oleh pelekatan regain IgE. Oleh karna itu, terjadilah

reaksi alergi yang luas di seluruh system pembuluh darah dan jaringan yang berkaitan

erat. Hal ini disebut anafilaksis. Histamine yang dilepaskan kedalam sirkulasi akan

menimbulkan vasodilatasi diseluruh tubuh dan peningkatan permeabilitas kapiler,

sehingga menyebabkan kehilangan banyak sekali plasma dari sirkulasi. Orang yang

mengalami reaksi ini, dalam waktu beberapa menit meninggal akibat syok sirkulasi,

kecuali kalau diobati dengan pemberian epinefrin untuk melawan pengaruh histamine.

Basofil dan sel mast yang teraktivitas juga melepaskan suatu campuran leukotrien

yang disebut substansoi anafilaksis bereaksi-lambat. Laukotrien-leukotrien ini dapat

menyebabkan spasme otot polos bronliolus, sehingga menimbulkan serangan seperti

asma dan kadang0kadang menimbulkan kematian akibat mati lemas.1

Urtikaria. Urtikaria timbul akibat masuknya antigen kearea kulit yang

spesifik dan menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamine

yang dilepaskan setempat akan menimbulkan : (1) vasodilatasi yang menyebabkan

timbulnya red flare (kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat

sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang

berbatas jelas. Pembengkakan ini umumnya disebut urikaria. Pemberian obet

antihistamin sebnel;um seseorang terpajan akan mecegah timbulnya urikatria.1

Hay fever. Pada hay fever, reaksi allergen-alergen terjadi dalam hidung,

histamine yang dilepasknan sebagai respon intranasal setempat, sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler tekana kapiler dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Kedua efek ini menimbulkan kebocoran cairan yang cepat

kedalam rongga hidung dan kedalam jaringan hidung yang lebih dalam; dan saluran

hidung menjadi bengkak dan penuh dengan secret. Sekali lagi, penggunaan obat

antihistamin dapat menghindari reaksi pembengkakan. Tetapi produk reaksi allergen-

reagin yang lain tetap dapat menyebabkan iritasi pada hidung , sehingga

menimbulkkan sindrom bersin yang khas.1

19

Page 20: alergi.docx

Asma. Asma sering terjadi pada seseorang yang “slergik”pada orang seperti

ini, reaksi allergen-reagin terjadi di dalam bronkiolus paru. Ditempat ini, produk

paling penting yang dilepaskan dari sel mask tampaknya adalah substansi anafilaksis

bereaksi-lambat, yang menimbulkan spasme otot polod bronkiolus. Akibatnya, orang

tersebut mengalami kesukaran bernapas sampai produk reaktif dari reaksi alergik

dihilangkan. Pemberian antihistamin member efek yang sedikit saja terhadap

penjalanan penyakit asma, karena histamine bukanlah factor utama yang

menimbulkan reaksi asma.1

3.2 KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN4

Kelas Persentase

dalam Serum ;

Konsentrasi

Serum

Lokasi Penjelasan Fungsi

IgM 5%-10% ; 80-

170 mg/dl

Serum

Permuka

an sel B

Ig paling primitif

dan paling besar

dengan waktu-

paruh singkat.4

Beredar sebagai

suatu pentamer

(kelompok lima).4

Yang pertama kali

terbentuk sebagai

respons terhadap

infeksi bakteri atau

virus.4

Ig yang pertama

dibentuk oleh

janin.4

Berperan

dalam

respons

primer.4

Ig paling

efisien

dalam

aglutinasi

dan fiksasi

komplemen

.4

Berikatan

dengan

imunogen

dipermukaa

n sel B.4

Ig yang

terbentuk

20

Page 21: alergi.docx

terhadap

imunogen

pada sel

darah asing

(reaksi

transfuse).4

IgG 75%-80% ; 700-

1700 mg/dl

Serum

Cairan

intersti

sium

Ig yang paling

banyak didalam

darah

Satu-satunya Ig

yang menembus

plasenta.4

Memiliki empat

subkelas.4

Berperan

dalam

respons

sekunder.4

Menghasilk

an imunitas

pasif bagi

bayi baru

lahir.4

Penting

pada

opsonisasi,

presipitasi,

dan

aglutinasi.4

Memfiksasi

komplemen

.4

IgA 10%-15% ; 170-

280 mg/dl

Ig utama

dalam

sekresi;

kolostru

m, air

liur, air

mata,

dan

sekresi

saluran

Monomer dalam

serum (Y tunggal)

tetapi terbentuk

dimer (ganda) atau

trimer (tripel)

dalam sekresi.4

berikatan dengan

secretory plece

dari sel epitel

untuk dapat lewat

Menetralisa

sikan toksin

dalam

darah.4

Pertahanan

primer

terhadap

invasi di

selaput

lender;

21

Page 22: alergi.docx

napas,

GI, dan

GU

Serum

diantara sel-sel

epitel dan masuk

kedalam cairan

serosa.4

Disintesis oleh

jaringan limfoid

didekat selaput

lender.4

mencegah

melekatnya

bakteri dan

virus ke

mukosa.4

Berikatan

dengan

polipeptida

untuk dapat

melewati

permukaan

mukosa.4

IgD <1%

<1 mg/dl

Serum

Permuka

an sel B

Ditemukan dalam

konsentrasi sangat

rendah dalam

darah.4

Fungsi

tidak jelas;

mungkin

berfungsi

sebagai

reseptor

imunogen

atau dalam

diferensiasi

sel B.4

IgE <1%

<1 mg/dl

Serum

cairan

interstisi

um

Sekresi

eksokrin

Mampu berikatan

dengan reseptor di

sel mast dan

basofil.4

Bekerja

sebagai

reseptor

untuk

alergen saat

tubuh

melakukan

respon

alergi;

memicu

pelepasan

histamine

22

Page 23: alergi.docx

dan

mediator

lain selama

respon

alergi.4

Terlibat

dalam

hipersensiti

vitas tipe

1.4

Pertahan

terhadap

infeksi

parasit 4

3.3 KLASIFIKASI ALERGI

Reaksi tipe 1 (ANAFILAKTIK)

Pada reaksi tipe 1( reaksi tipe anafilaktik, reaksi hiper sensitivitas tipe cepat ),

individu tensensititasioleh imunogen tertentu melalu pajanan sebelum nya.pada

kontak awal yang diperoduksi adalah lgE yang kemudian beredar keseluruh tubuh dan

terfikasi ke permukaan sel mast dan basofil. Saat tubuh kembalin berkontak dengan

imonogen yang sama, intraksi antara imunogen dengan antibodi yang sudah melekat

ke sel mast menyebabkan peleasn secara mendadak dan besaran-besaran zat-zat

proinflamasi, seperti histamine, yang tekandung didalam zel-zel tersebut. Apabila

jumlah imonogen yang masuk sedikit dan didaerah terbatas, maka pelepasan

meditornya juga lokal. Pada situsi ini, akibatnyna adalah terjadinya vasolidatasi lokal

disertai peningkatan permeabilitas dan pembengkaan. Reaksi ini juga menjadi dasar

bagi uji kulit oleh para ahli alergi. Namun, apabila imunogen masuk dalam jumlah

lebih besar dan secara intravena kedalam prang yang suda peka,maka pelepasan

mediator-mediator dapat sangat banyak dan meluas dan menimubulkan reaksi

anafilaktif.Yang sering menjadi penyebab reaktivitas tipe 1 adalah bisa serangga,

serbuk sari, allergen hewan, jmur, onat, dan makanan.2

Contoh klasik reaksi anafilaktika tipe generalisata ini dijumpain saat seseorang

23

Page 24: alergi.docx

yang sudah tersensitasi mendapat infuse intravena suatu alergen seperti pinisilin.

Tanda-tanda disinter muncul dalam beberapa menit atau kurang , dan orang tersebut

dapt meninggal dengan cepat setelah mengalami serangan agitasi, kejang,

bronkospasma, atau kolap sirkulasi. Reaksi anafilaktik seperti ini trjadi karana

obstruksi bronkus, yang menyebapkan terperangkapnya udara inhalasi did ala paru,

gagal napas, dan depist oksigen atau karena factor-faktor misalnya hipotensi berat,

pembengkakan laring, atau ganguan irama jantung. Rangkaian kejadian ini

disebabkan pembebasan bebagai mediator dari sel mest yang kemudian mepengaruhi

otot polos vaskular dan jalan napas. Reaksi yang lebih ringa mencangkup rhinitis

alergi (hay fefer), angioedema, dan urtikarea (biduran).2

REAKSI TIPE II (SITOTOKSIK)

Reaksi tipe II bersifat sitotoksik. igE atau igM dalam darah berikatan dengan

epitop di permukaan imunogen atau antigen MHC yang disajikan di permukaan sel.

Akibat dari intraksi ini mungkin adalah percepatan fagositosis sel sasaran atau lisis sel

sasaran setelah terjadi pengaktivan system C. Apabila sel sasaran adalah agen

penginvasi, misalnya bakteri, maka hasil akhir dari reaksi ini bermanfaat bagi tubuh.

Apabila sel sasaran adalah tubuh sendiri, misalnya eritrosit, maka akibatnya mungkin

adalah suatu bentuk anemia hemolitik. Jenis lain reaksi tipe II adalah sitotoksisitas

yang diperantarai oleh sel yang dependen antigen (ADCC). Pada reaksi tipe ini,

immunoglobulin yang ditunjukkan terhadap antigen-antigen permukaan suatu sel

berikatan dengan sel tersebut. Leukosit seperti neutrofil dan makrofag yang memiliki

reseptor untuk bagian tertentu (bagian Fc) molekul imunoglobuin tersebut kemudian

berikatan dengan sel dan menghancurkannya. Contoh yang umum untuk reaksi tipe II

adalah destruksi eritrosit sewaktu transfuse darah yang golongan ABO-nya tidak

cocok, miastenia gravis, dan sindrom Goodpasture (serangan pada membrane basal

ginjal dan paru).2

REAKSI TIPE III (KOMPLEKS IMUN)

Penyatuan antigen-antibodi membentuk suatu kompleks yang

mengaktifkan komplemen, menarik leukosit, dan menyebabkan kerusakan

jaringan oleh produk-produk leukosit.

Kompleks antigen-antibody yang beredar dalam darah akan menumpuk

dan mengendap dalam jaringan. Jaringan tubuh yang paling sering terlibat

24

Page 25: alergi.docx

meliputi jaringan ginjal, persendian, kulit, dan pembuluh darah. Normalnya,

jaringan tersebut membersihkan kompleks imun yang berlebihan dari

peredaran darah. Namun, kompleks imun yang mengendap dalam jaringan

akan mengaktifkan rangkaian komplemen dengan menimbulkan inflamasi

lokal serta memicu trombosit untuk melepaskan amina vasoaktif yang

meningkatkan permeabilitas vaskuler dan dengan demikian akan terdapat lebih

banyak kompleks imun yang mengendap dalam dinding pembuluh darah.2

Kemungkinan efek paling berbahaya terjadi karena pembentukan

fragmen komplemen yang menarik sel-sel neutrofil. Sel-sel neutrofil tersebut

berupaya menelan kompleks imun. Umumnya upaya ini tidak membawa hasil

tetapi dalam upaya tersebut sel-sel neutrofil melepaskan enzim lisosom yang

menyebabkan ekserbasi kerusakan jaringan. 2

Pembentukan kompleks imun bersifat dinamis dan selalu berubah.

Kompleks yang terbentuk pada usia kanak-kanak dapat bebrbeda sekali dengan

kompleks yang terbentuk setelah beberapa tahun kemudian. Demikian pula

pada satu waktu bisa terdapat lebih dari satu tipe kompleks imun.2

REAKSI TIPE IV (LAMBAT)

Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin,

sitotoksisitas langsung dan pengerahan sel-sel reaktif. Peranan dari limfosit T pada

penyakit imunologis pada manusia telah semakin dikenal dan diketahui. Patogenesis

dan tatalaksana penyakit autoimun pada manusia pada saat ini lebih ditujukan pada

kerusakan jaringan yang disebabkan terutama oleh sel limfosit T.2

Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh mekanisme

autoimun. Reaksi autoimun biasanya ditujukan langsung terhadap antigen pada sel

yang distribusinya terbatas pada jaringan organ tertentu. Oleh karena itu penyakit T

cell mediated cenderung terbatas mengenai organ-organ tertentu dan biasanya tidak

bersifat sistemis. Kerusakan organ juga dapat terjadi menyertai reaksi sel T terhadap

reaksi mikroba, misalnya pada tuberculosis, terdapat reaksi T cell-mediated terhadap

M. tuberculosis, dan reaksi tersebut menjadi kronik oleh karena infeksinya sulit

dieradikasi. Inflamasi granulomatous yang terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan

pada tempat infeksi. Pada infeksi virus hepatitis, virusnya sendiri tidak terlalu

merusak jaringan, tetapi sel limfosit T sitolitik (CTL) yang bereaksi terhadap hepatosit

yang terinfeksi menyebabkan kerusakan jaringan hepar.2

25

Page 26: alergi.docx

Pada penyakit yang diperantarai oleh sel T (T cell-mediated), kerusakan

jaringan dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai

oleh sel T CD4+ atau sel lisis oleh CD8+ CTLs.2

Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan

oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba. Sel T CD4+

bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang

menginduksi inflamasi dan mengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan

oleh sekresi sitokin dari makrofag dan sel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat

menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak penyakit

autoimun yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang

spesifik untuk antigen. 2

Tipe Mekanisme Contoh

I Anafilaktik Antigen bereaksi dengan antibody IgE

yang terikat ke permukaan sel mast;

menyebabkan pelepasan mediator dan

efek mediator

Uji gores alergi

yang positif

Anafilaksis

Alergi saluran

nafas

Bisa serangga

II Sitotoksik Antibody berikatan dengan antigen

yang merupakan bagian dari sel atau

jaringan tubuh; terjadi pengaktivan

komplemen, atau fagositosis sel

sasaran dan mungkin sitotoksisitas

yang diperantarai oleh sel yang

dependen-antibody

Anemia

hemolitik imun

Sindrom

Goodpasture

III Komleks imun Penyatuan antigen dan antibody

membentuk suatu kompleks yang

mengaktifkan komplemen, enarik

leukosit, dan menyebabkan kerusakan

jaringan oleh produk-produk leukosit

Serum sickness

Beberapa bentuk

glomerulonefritis

Lesi pada lupus

eritematosus

sistemik

IV Diperantarai Reaksi limfosit T dengan antigen Dermatitis

26

Page 27: alergi.docx

sel menyebabkan pelepasan limfokin,

sitotoksisitas langsung, dan

pengerahan sel-sel reakstif

kontak alergi

Penolakan

alograf

Lesi/uji kulit

tuberculosis

3.4 PENATALAKSANAAN

Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada tiga dasar :

1. Menghindari alergen

2. Terapi farmakologis

Adrenergik

Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,

isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol,

metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ).

Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulakn bronkodilatasi sedikitnya

selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen

inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34

jam.2

Antihistamin

Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada

reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis

kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja

histamin.2

Kromolin Sodium

Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini

merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot

polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak

efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma

alergika atau ekstrinsik.2

Kortikosteroid

27

Page 28: alergi.docx

Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan

alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian

peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid

topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang,

edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.2

3. Imunoterapi

Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang

diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat

pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in

vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah

antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah

yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari

beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah

terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan

dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun.2

BAB III

PENUTUP

KESIMPULANAlergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang

menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umunya non

imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-

bahan yang oleh tubuh di anggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan

hipersensitivitas tersebut di sebur allergen.

Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 tipe yaitu; (1) Hipersensitivitas tipe 1, yang

merupakan hipersensitivitas langsung atau hipersenitivitas anafilaktik, karena reaksi ini berhubungan

dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat

28

Page 29: alergi.docx

mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. (2)

Hipersensitivitas tipe 2, yang di karenakan oleh antibody berupa imunoglobin G (IgG) dan

Imunoglobin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. (3)

Hipersensitivitas tipe 3, yang merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini di sebabkan adanya

pengendapan kompleks antigen-antibody yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini di tandai

dengan adanya inflamasi atau peradangan. (4) Hipersensitivitas tipe 4, hipersensitivitas ini di perantarai

sel atau tipe lambat. Reaksi ini tejadi karena aktifitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag.

DAFTAR PUSTAKA

1. GUYTON AND HALL, 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN. JAKARTA: EGC

2. JENNIFER P. KOWALAK, WILLIAM WELSH, BRENNA MAYER. 2011.

BUKU AJAR PATOFISIOLOGI. JAKARTA : EGC .

3. KAMUS KEDOKTERAN DORLAND. EDISI 31. JAKARTA ; EGC

4. SYLVIA ANDERSON PRICE, LORRAINE MCCARTY WILSON. 2005.

PATOFISIOLOGI : KONSEP KLINIS PROSES-PROSES PENYAKIT (EDISI

ENAM ). JAKARTA : EGC. (HLM: 299).

29

Page 30: alergi.docx

30