Al-Risalah Jurnal Studi Agama dan Pemikiran...

145
i Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah Al-Risalah Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Volume V, No. 1, Januari 2015 ISSN 2085-5818 Penasihat: Tutty Alawiyah AS Rektor Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta Penanggung jawab: A.Ilyas Ismail Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta Dewan Pakar: Achmad Mubarok, A. Wahib Mu’thi, Ahmad Satori, Ahmad Murodi Pemimpin Redaksi: Ahmad Zubaidi Dewan Redaksi Neneng Munajah, Masykuri Qurtubi, Sarbini Anim, Abdul Hadi Sekretaris Redaksi: Khalis Kohari Staf Redaksi: Sodikin Diterbitkan oleh: Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafiiyah Jl. Jatiwaringin No. 12 Pondok Gede Jakarta Timur 13070 Telp/Fax. 021-84990143; email: [email protected] Jurnal Al-Risalah terbit setahun dua kali, setiap bulan Desember dan Juni. Redaksi menerima tulisan dengan ketentuan: Kajian teoritik atau hasil penelitian yang relevan dengan dakwah dan pendidikan. Panjang tulisan 15-25 halaman. Diketik di atas kertas A4 dengan spasi ganda. Tulisan harus orisinil dan disertai footnote dan daftar pustaka.

Transcript of Al-Risalah Jurnal Studi Agama dan Pemikiran...

  • i

    Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    Al-Risalah Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam

    Volume V, No. 1, Januari 2015 ISSN 2085-5818

    Penasihat:

    Tutty Alawiyah AS Rektor Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta

    Penanggung jawab: A.Ilyas Ismail

    Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta

    Dewan Pakar: Achmad Mubarok, A. Wahib Muthi,

    Ahmad Satori, Ahmad Murodi

    Pemimpin Redaksi: Ahmad Zubaidi

    Dewan Redaksi

    Neneng Munajah, Masykuri Qurtubi, Sarbini Anim, Abdul Hadi

    Sekretaris Redaksi:

    Khalis Kohari

    Staf Redaksi: Sodikin

    Diterbitkan oleh: Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafiiyah

    Jl. Jatiwaringin No. 12 Pondok Gede Jakarta Timur 13070 Telp/Fax. 021-84990143; email: [email protected]

    Jurnal Al-Risalah terbit setahun dua kali, setiap bulan Desember dan Juni. Redaksi menerima tulisan dengan ketentuan: Kajian teoritik atau hasil penelitian yang relevan dengan dakwah dan pendidikan. Panjang tulisan 15-25 halaman. Diketik di atas kertas A4 dengan spasi ganda. Tulisan harus orisinil dan disertai footnote dan daftar pustaka.

  • ii

    Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    DAFTAR ISI Volume V, No. 1, Januari 2015 Editorial ........................................................................................................... iii Efektivitas dan Kecenderungan Penggunaan Hukuman Mati Muhajir Purwodirekso ........................................................................................ 1 Revolusi Membangun Kesejahteraan Umat Melalui Waqaf Ahmad Zubaidi ................................................................................................. 19

    Al-Rukhshah La Tunatu Bil Maashi, Dasar Dan Kaidah Penerapannya Al-Rukhshah La Tunatu Bil Maashi Dra. Hj. Naimah Fathoni, Lc, MA. .............................................................. 53 Sistem Dan Praktek Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Husnul Khatimah, M.Si..................................................................................... 75 Dzunnun Al-Misri: Al-Marifah A. Faqihuddin ................................................................................................... 109 Strategi Dasar Team Work Untuk Meningkatkan Kualitas Total Quality Managemen Di Lembaga Pendidikan Marliza Oktapiani ............................................................................................. 121 Kelompok Keagamaan dalam Komunitas Dakwah A.Choliq Aly Mamur ................................................................................................................................................................ 137

  • iii

    Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    EDITORIAL

    Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan pertolongan-Nya rencana penerbitan Jurnal Dakwah dan Pendidikan Al-Risalah dapat terlaksana. Semoga langkah ini menjadi awalan yang baik dan terus berkelanjutan. Karena keberadaan sebuah jurnal ilmiah di tengah dunia akademik merupakan suatu keniscayaan untuk menopang keberlangsungan dunia akademis yang dinamis. Dinamika dunia akademik tidak hanya ditentukan oleh berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, tetapi juga oleh peningkatan mutu ilmu pengetahuan yang ditransformasikan dari pendidik ke peserta didik. Melalui jurnal ini para dosen diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman.

    Pada edisi pertama ini dimuat 7 (Sembilan) artikel ilmiah yaitu Efektivitas dan Kecenderungan Penggunaan Hukuman Mati ditulis oleh Muhajir Purwodirekso, Revolusi Membangun Kesejahteraan Umat Melalui Waqaf ditulis oleh Ahmad Zubaidi, Al-Rukhshah La Tunatu Bil Maashi, Dasar Dan Kaidah Penerapannya Al-Rukhshah La Tunatu Bil Maashi ditulis oleh Dra. Hj. Naimah Fathoni, Lc, MA, Sistem Dan Praktek Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah ditulis oleh Husnul Khatimah, M.Si., Dzunnun Al-Misri: Al-Marifah ditulis oleh A. Faqihuddin, Strategi Dasar Team Work Untuk Meningkatkan Kualitas Total Quality Managemen Di Lembaga Pendidikan ditulis oleh Marliza Oktapiani, dan Studi Kelompok Keagamaan Dalam Komunitas Dakwah ditulis oleh A.Choliq Aly Mamur..

    Tulisan-tulisan ini akan menjadi wawasan baru dalam pemikiran kita, sehingga kita perlu membacanya dengan seksama dan diharapkan para pembaca budiman dapat memberikan respon pemikiran atas tulisan-tulisan di atas.

  • iv

    Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    1

    EFEKTIVITAS DAN KECENDERUNGAN PENGGUNAAN HUKUMAN MATI

    Oleh: Muhajir Purwodirekso1

    Abstrak

    Akhir-akhir ini mencuat perbincangan mengenai hukuman mati bagi pelaku kejahatan, utamanya kejahatan kerah putih, terorisme dan pemerkosaan dan narkoba, akan tetapi para pakar dan akademisi masih berselisih karena studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Tulisan ini bermaksud akan menjawab pertanyaan apakah konsep hukuman mati tidak efektif, padahal Tuhan menunjukkan bahwa pelaku kejahatan ada yang diberi ganjaran hukuman mati. Dengan metode kualitatif dan library research, tulisan ini berusaha mengemukakan pendapat beberapa ahli baik yang pro maupun kontra terhadap hukuman mati. Hasil penelitian penulis disimpulkan bahwa hukuman mati tidak melanggar hak azasi manusia selama dilaksanakan dengan seadil-adilnya selama proses penyidikan dan persidangan sehingga terbukti secara benar yang bersangkutar melanggar hukum yang layak diberi hukuman mati. Serta dalam banyak studi terbukti bahwa hukuman mati efektif untuk mencegah kejahatan yang lebih serius.

    Keyword : Mati, Jera, Pencegahan, Pendidikan, danPerbaikan

    A. PENGANTAR

    Akhir-akhir ini mencuat perbincangan mengenai hukuman mati bagi pelaku kejahatan, utamanya kejahatan kerah putih, terorisme dan pemerkosaan, akan tetapi para pakar dan akademisi masih berselisih karena studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya.

    1 Penulis adalah Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafiiyah

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    2

    Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.2

    Dukungan hukuman mati didasari argumen di antaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera, dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.

    Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.3

    Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan.4

    Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa agama-agama memiliki konsep hukuman mati atau sekurang-kurangnya tidak menolak konsep hukuman mati sebagai sarana untuk penyadaran, membuat jera para pelaku kejahatan. Maka pertanyaannya adalah Apakah konsep

    2http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-

    perspektif-ham-internasional/ 3 http://id.wikipedia.org/wiki/hukuman_mati 4 Opcit: http://ayub

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    3

    hukuman mati tidak efektif, padahal Tuhan menunjukkan bahwa pelaku kejahatan ada yang diberi ganjaran hukuman mati?

    B. Pembahasan

    1. Pengertian Hukuman Mati

    Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan

    pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.5

    Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu Memberlakukan qishash atas pembunuhan. nyawa Orang merdeka bayar dengan merdeka, budak bayar budak, perempuan bayar Perempuan. Dan jika engkau memaafkan, maka lakukanlah dengan cara yang terbaik, sesungguhnya yang demikian (memaafkan itu) merupakan bentuk kasih sayang dan rahmat-Nya......6

    2. Bentuk-Bentuk Eksikusi Mati

    Adapun bentuk-bentuk hukuman mati dalam praktinya

    dialksanakan dengan cara: a. Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala b. Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian

    dialiri listrik bertegangan tinggi c. Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang

    gantungan d. Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat

    membunuh e. Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung

    seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.7

    f. Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati8

    5 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati 6 QS. [2] 178 7 Ibid 8 Ahmad ShafaatHukuman Rajam Dalam Islam Sebuah Kajian Detil P.2

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    4

    3. Pengertian Hukuman

    Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai siksa dan sebagainya. Atau keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.

    Hukuman-hukuman dilaksanakan di dunia bagi pelanggar yang tertangkap oleh petugas yang berwewenang dan hukuman ini disebut Uqubah. Sedang bagi pelanggar yang tidak tertangkap maka ia akan mendapat hukumannya nanti di akherat dan ini disebut Iqab (kata-kata Iqab ini dapat dilihat pada ayat-ayat berikut ini: Surat Shod ayat 14.9

    Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut :

    Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.10

    4. Tujuan Hukuman Menurut Syariat Islam

    Tujuan hukuman menurut syara adalah untuk pencegahan dan

    perbaikan terhadap pelaku maupun kepada masyarakat dengan penjelasan sebagai berikut:

    a. Pencegahan ( (

    Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimanya, atau agar ia tidak terus-menerus melakukan jarimah tersebut. Disamping mencegah pelaku pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang

    9 Muhajir Drs. Hukuman Dalam Islam Majalah Spektra No.002/VII/98 Penerbit

    UIA.P.94 10 Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri Al Jinaiyah Al-Islamy. Beirut: Dar

    Al-Kitab Al-Araby.

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    5

    sama. Dengan demikian, kegunaan pencegahan adalah rangkap yaitu menahan orang yang berbuat itu sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya dan menahan orang lain untuk tidak berbuat seperti itu serta menjauhkan diri dari lingkungan jarimah.

    Oleh karena perbuatan yang diancam dengan hukuman adakalanya pelanggaran terhadap larangan (jarimah positif) atau meninggalkan kewajiban maka arti pencegahan pada keduanya tentu berbeda. Pada keadaan yang pertama (jarimahpositif) pencegahan berarti upaya untuk menghentikan perbuatan yang dilarang, sedangkan pada keadaan yang kedua (jarimah negatif) pencegahan berarti menghentikan sikap tidak melaksanakan kewajiban tersebut sehingga dengan dijatuhkannya hukuman diharapkan ia mau menjalankan kewajiba. Contohnya seperti penerapan hukuman terhadap orang yang meninggalkan shalat, atau tidak mau mengeluarkan zakat.

    b. Perbaikan dan pendidikan ( (

    Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Disini terlihat bagaimana perhatian syariat Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman ini,diharapkan akan timbul dalamdiri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat ridha dari Allah SWT. Kesadaran yang demikian tentu saja merupakan alat yang sangat ampuh untuk memberantas jarimah. Karena seseorang sebelum melakukan suatu jarimah, ia akan berfikir bahwa tuhan pasti mengetahui perbuatannya dan hukuman akan menimpa dirinya, baik perbuatannya itu diketahui oleh orang lain atau tidak. Demikian juga jika ia dapat ditangkap oleh penguasa negara kemudian di jatuhi hukuman di dunia, namun pada akhirnya ia tidak akan dapat menghindarkan diri dari hukuman akhirat. 11

    Dapat disimpulkan bahwa disamping kebaikan pribadi perilaku, sayriat Islam dalam menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang diliputi oleh rasa saling menghormati dan

    11 http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/tujuan-hukuman-dan-

    terapi-sosial.html

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    6

    mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya. Oleh karena itu sebenarnya Kemaslahatan masyarakat adalah tujuan utama hukuman.

    5. Tujuan Hukuman Pada Hukum Positif

    Tujuan pemidanaan menurut konsep KUHP 1991/1992

    dinyatakan dalam pasal 51, adalah sebagai berikut: a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

    hukum demi pengayoman masyarakat. b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

    sehingga menjadikannya orang baik dan berguna. c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

    memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

    d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana12

    6. PANDANGAN TENTANG HUKUMAN MATI a. Menurut HAM terhadap UUD45.

    Life is very precious & very human being has a right to live

    with dignity, and life of umen beings must be respected and protected (Ban Ki Moon. Sekjen PBB)

    Hidup adalah sesuatu yang sangat berharga dan setiap manusia memiliki hak untuk hidup secara bermartabat dan karenanya hak untuk hidup mesti dihormati dan di lindungi .

    Hak utuk hidup dituliskan dalam pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahakan hidup dan kehidupan. Selanjutnya Hak untuk hidup ini oleh Pasal 28i ayat (1) dirumuskan sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, atau apa

    12http://www.google.com/search?q=tujuan%20hukuman%20pada%20hukum%20

    positif&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    7

    yang dalam literatur hak asasi manusia sebagai Non-derogable Human Rights. 13

    Rumusan pasal 28i ayat (1) ini bersifat absolute karena pramers of the constitution melihat hak untuk hidup sebagai salah satu fundamental human rights yang paramountly Important. Dengan demikian pembatasan pasal 28j ayat (2) yang mensyaratkan pelaksanaan hak asasi manusia untuk tunduk pada ketentuan peraturan UU yang berlaku tak dapat diberlakukan .14

    Menerapakan pasal 28j ayat (2) untuk pasal 28i ayat (1) sama artinya dengan membunuh pasal 28i ayat (1) yang artinya membunuh makna Non-Derogable Human Rights. Kalau pasal 28j ayat (2) harus diberlakukan maka pasal 28i ayat (1) tak perlu ada dalam BAB XA UUD 1945.15

    Pada dasarnya UU45 masih menyetujui adanya hukuman mati, akan tetapi dengan penafsiran pasal 28j dinilai bertentangan dengan jiwa pasal 28i yang dijiwai HAM,karena Indonesia sudah meratifikasi ICCPR akibatnya timbul ikhtilaf, apakah tunduk kepada HAM atau independen dengan tetap melaksanakan isi pasal 28j UUD 45.

    b. Pandangan PBB

    Belakangan ini, seiring dengan kedatangan wakil ketua

    International Federation For Human Rights atau Federasi internasional bagi hak asasi manusia Siobhan Ni Chulachain ke Taiwan, didepan presiden Chen Shui Bian ia mengimbau pihak berwenang Taiwan semestinya mengikuti trend HAM dunia, menghapuskan hukuman mati, sehingga masalah penghapusan hukuman mati kembali menjadi topik perhatian.16

    13 Todung Mulya Lubis Kontroversi Hukuman Mati Penerbit PT. Kompas Media

    Nusantara Januari 2009, Jakarta.10270 P.301 14 Ibid P.302 15 Ibid 16 Radio Taiwan International No.55 Pei An Road Taipei, Taiwan. R.O.C.

    www.rti.org.tw E-mail: [email protected]/ http://indonesian.rti.org.tw/indonesian/special/Perspektif/Perspektif_8.htm

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    8

    c. Menurut ICCPR. Hukuman mati merupakan salah satu isu yang paling

    kontroversial dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia (International Covenant on Civil and Political Rights), meski diakui hak hidup sebagai non-derogable rights (hak yang tidak dapat dikurang-kurangi)17

    d. Menurut PROTOKOL TAMBAHAN KEDUA Protokol Tambahan Kedua Kovenan Internasional Hak-hak

    Sipil dan Politik (Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights; aiming at the abolition of the death penalty) yang diadopsi oleh Resolusi Mejelis Umum PBB pada 15 Desember 1989, secara tegas praktek hukuman mati tidak diperkenankan18

    e. Menurut Tafsir progresif

    Tafsir progresifnya secara implisit menunjukkan bahwa

    sebenarnya Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik bukan membenarkan praktek hukuman mati, namun lebih menegaskan bahwa Kovenan ini berusaha semakin memperketat dan memperkecil lingkup praktek hukuman mati19

    17 Pasal enam ayat (1) menyatakan Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup

    yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.

    18 Protokol Tambahan Kedua masih memungkinkan Negara Pihak-nya untuk mereservasi Pasal 2 (paragraf 1) yang artinya masih membenarkan penerapan hukuman mati pada masa perang atas suatu kategori kejahatan militer paling serius.

    19 Hingga kurun waktu sekitar penyusunan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik ini, masih banyak negara yang menerapkan hukuman mati yang cakupan kejahatannya sangat luas dari kriminal biasa hingga kejahatan politik, yang sering kali digunakan oleh rezim otoriter untuk menumpas oposisi politiknya. Hukuman mati juga sering digunakan justru untuk melawan upaya penegakan normatif HAM. Untuk bahasan ini lihat William A. Schabas, The Abolition of The Death Penalty in International Law, Cambridge University Press, 1997.

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    9

    f. Kecenderungan Mayoritas Negara di Dunia

    Mayoritas negara di dunia masih mempraktekan hukuman mati, namun semakin hari negara yang memberlakukan abolisi (penghapusan) hukuman mati semakin bertambah dan bahkan hingga hari ini justru mayoritas negara di dunia adalah kelompok abolisionis20

    g. Konvensi HAM Eropa th.1950.

    Sebelumnya pada tahun 1950 Konvensi HAM Eropa, European

    Convention on Human Rights/Convention for The Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms pada Pasal 2-nya menegaskan larangan hukuman mati. Konvensi regional Eropa ini merupakan treaty HAM tertua dan ide penghapusan hukuman mati berangkat dari Konvensi ini. Ketentuan hukuman mati kemudian juga dihapuskan diberbagai mekanisme pengadilan HAM internasional meskipun juridiksinya mencakup kejahatan paling berat dan serius di bawah hukum internasional. Statuta Tribunal HAM Internasional ad hoc untuk Negara-Negara Bekas Yugoslavia (Statute of International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY) dan Rwanda (Statue of International Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR)21

    h. Pandangan Masyarakat Global

    Berdasarkan catatan Amnesty Internasional, sampai dengan tahun 2002 tercatat 111 negara telah menentang penerapan hukuman mati, lebih 84 negara yang masih mempertahankannya. Ini

    20 Pada dekade 1950-an negara-negara yang menghapus hukuman mati untuk

    seluruh jenis kejahatan baru berjumlah 10 atau sekitar 12,4%. Negara-negara yang menghapus hukuman mati hanya untuk jenis kejahatan biasa baru berjumlah 19 atau sekitar 23,6%. Sementara itu hingga Juni 2006, total negara yang sudah melakukan penghapusan (abolisi) hukuman mati dengan berbagai bentuk adalah 129 atau sekitar 65%. Sementara jumlah negara yang masih menerapkan hukuman mati adalah 68 atau 35%.

    21Kedua Statuta ICTY dan ICTR memiliki ketentuan mengenai penghukuman/penalties yang sama, yaitu The penalty imposed by the Trial Chamber shall be limited to imprisonment. Lihat Statuta ICTY di http://ohchr.org/english/law/itfy.htm dan Statuta ICTR di http://ohchr.org/english/law/itr.htm.

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    10

    mencerminkan bahwa hukuman mati sudah dianggap tidak manusiawi dan relevan dalam perkembangan hukum global22

    Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas Negara didunia cenderung untuk menghapus hukuman mati.

    7. Hukuman Mati Menurut Agama-Agama

    a. Agama BUDDHA

    Mengenai hukuman mati, memang sebenarnya dalam ajaran Buddha tidak pernah dibicarakan tentang hukum tatanegara, apalagi pelaksanaan hukumam mati. Demikian pula, dalam ajaran Sang Buddha tidak ada pernyataan yang membenarkan atau yang tidak membenarkan pelaksanaan hukumam mati itu. Yang banyak dibicarakan dengan tegas dan tandas ialah proses sebab dan akibat yang disebut hukum karma.

    Dalam kitab suci Dhammapada bab I ayat 17, Sang Buddha kembali bersabda sbb : Di dunia ini ia menderita, Di dunia sana ia menderita, Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu. Ia akan meratap ketika berpikir, Aku telah berbuat jahat, dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.23

    b. Agama YAHUDI

    Menganiaya seorang Yahudi Sama Dengan Menghujat Tuhan dan Hukumannya ialah Mati. Sanhedrin 58b, Jika seorang kafir menganiaya seorang Yahudi, maka orang kafir itu harus dibunuh.24

    22 Lihat Usman Hamid, Kontra Terorisme; Menghukum Teroris dan Melindungi

    Hak Asasi Manusia 23 Mettadewi W., S.H., Ag. Hukuman Mati Ditinjau Dari Agama Buddha/

    BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA ( Kumpulan Tulisan) Diterbitkan oleh Yayasan Pancaran Dharma, JakartaCetakan pertama, Juli 1999

    24 sep2sip.blogspot.com

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    11

    Karakterisasi kaum goyyim yang dinyatakan secara hakiki jahat dan dari segi kerohanian maupun biologis lebih inferior dari kaum Yahudi, belum pernah diralat dalam ajaran abad masa kini.25

    Di samping merumuskan jenis kejahatannya, hukum agama Yahudi juga mengatur jenis dan bentuk hukumannya. Ada empat, yaitu hukuman (a) rajam; (b) bakar; (c) penggal kepala; dan (d) gantung.26

    Dalam Perjanjian Baru, Tuhan tidak menghalang-halangi hukuman mati yang dijatuhkan atas diri Yesus, memanfaatkannya untuk merealisasikan rencana-Nya. 27

    Dari itu Syariat Yahudi Menuntut bahwa Kaum Kristen Wajib Dihukum Mati: Para ulama Taurat menetapkan, bahwa, Taurat mewajibkan bahwa ummat yang benar akan mendapatkan tempatnya di Hari Kemudian. Tetapi, tidak semua kaum goyyim akan memperoleh kehidupan yang abadi meskipun mereka taat dan berlaku shaleh menurut agama mereka Dan meskipun kaum Kristen pada umumnya menerima Kitab Perjanjian Lama Ibrani sebagai kitab yang diwahyukan dari Tuhan, namun mereka (disebabkan adanya kepercayaan pada apa yang disebut mereka ketuhanan pada Jesus) sebenarnya kaum Kristen adalah penyembah berhala menurut Taurat, oleh karena itu patut dihukum mati, dan mereka kaum Kristen itu sudah dipastikan tidak akan memperoleh ampunan di Hari Kemudian.

    c. Agama KRISTEN

    Dalam Perjanjian Lama, paling sedikit ada sembilan kategori

    kejahatan besar yang pelakunya dipandang patut dihukum mati. Yaitu: (a) membunuh dengan sengaja; (b) mengorbankan anak-anak untuk ritual keagamaan; (c) bertindak sembrono sehingga mengakibatkan kematian orang lain; (d) melindungi hewan yang pernah menimbulkan korban jiwa manusia; (e) menjadi saksi palsu dalam perkara penting; (f) menculik; (g) mencaci atau melukai orang tua sendiri; (h) melakukan perbuatan amoral di bidang seksual; serta (i) melanggar akidah atau aturan agama.

    25 The New Republic, Edisi 4 May 1992; juga Roman A.Foxbrunner, Habad: The Hasidism

    of Shneur Zalman of Lyadi, Jason Aronson, Inc., Northvale, New Jersey, 1993, h. 108-109. 26 Sinar Harapan, Sabtu 4 Oktober 2003, 27 Ibid

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    12

    d. Agama ISLAM

    Dalam wilayah lain, hukuman mati juga dijatuhkan kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam) untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga hukuman mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama (al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran terhadap Islam. Termasuk dalam kasus meninggalkan ibadah salat, beberapa ulama mempersamakannya dengan murtad (al-riddah). Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, kekafiran yang menyebabkan orang tersebut keluar dari Islam, diancam hukuman mati, jika tidak bertaubat dan tidak mengerjakan shalat. Sementara Imam Abu Hanifah, Malik dan Syafii mengatakan, Orang yang meninggalkan adalah fasik dan tidak kafir, namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumannya, menurut Imam Malik dan Syafii diancam hukuman mati (al-hadd/al-hudud), dan menurut Imam Abu Hanifah diancam hukuman tazir, bukan hukuman mati.

    Dalam pandangan Islam, hukuman mati atas pelaku pembunuhan disengaja merupakan ketentuan dari Allah Taala. Allah Taala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian hukuman qishsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (QS Al-Baqarah [2]: 178). Karena itu, penolakan atas hukuman mati, termasuk hukuman mati atas pelaku pembunuhan disengaja, jelas-jelas bertentangan dengan ayat ini. Sanksi pidana Islam, termasuk qishsh, berfungsi sebagai jawbir (penebus dosa di akhirat) bagi pelakunya sekaligus sebagai zawjir (pencegah) karena memiliki efek jera yang menghalangi orang lain untuk melakukan kejahatan yang sama. Sistem pidana Islam juga berpihak kepada pelaku, korban atau keluarganya, serta masyarakat secara umum. Semua itu terlihat jelas dalam hukuman atas pembunuhan.28

    Dapat disimpulkan Agama-agama didunia memiliki konsep hukuman mati.

    28 http://galerikotak.wordpress.com/2011/05/09/hukuman-mati-dan-pelanggaran-

    ham/

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    13

    8. Dinamika Sosial, POLITIK & HUKUM. a. Kontra Hukuman Mati

    1) Gerakan penghapusan hukuman mati telah gencar dibicarakan sejak abad ke-18. Beberapa tokohnya antara lain: Montesquieu menulis Lettres-persanes (1721), Voltaire membela Jean Callas yang terlanjur dihukum mati, Cesare Beccaria (1738-1794) menerbitkan buku An Essay on Crimes and Punishment.29

    2) Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, Pemerintah Indonesia akan segera menghapus hukuman mati. Terlebih lagi, 140 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menandatangani moratorium penghapusan hukuman mati.30

    3) Berdasarkan fakta, terdapat peningkatan tajam dari kebijakan pemerintah internasional untuk menghapuskan hukuman mati karena tidak sesuai dengan HAM. Indonesia sendiri sudah menuju ke arah sana (penghapusan hukuman mati)," kata Marty dalam Konferensi Pers Rapat Paripurna Tingkat Menteri di Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (16/10/2012). Marty menjelaskan, 97 negara dari 140 negara anggota PBB telah sepakat untuk menghapuskan hukuman mati. Sementara itu, negara lainnya masih melakukan hukuman mati dengan berbagai pertimbangan.31

    4) Dari sisi keadilan tentu saja hukuman mati tidak adil dari sudut pandang terdakwa kasus narkoba karena mereka merasa mempunyai hak untuk hidup sedangkan dari sudut pandang masyarakat umumnya pantas karena hal ini dapat mencegah meluas narkoba pada generasi berikutnya sebagai penerus generasi bangsa.32

    5) Amandemen kedua UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.33

    29 Ibid 30 http://mediaberitabaru.blogspot.com/2012/10/penyebab-indonesia-akan-hapus-

    hukuman.html#_ 31 Ibid 32http://viendriz.blogspot.com/2012/10/pantaskah-hukuman-mati-di-

    indonesia.html 33 Bab XA Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28A Amandemen kedua UUD 1945.

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    14

    b. Pro HUKUMAN MATI Kelompok masyarakat yang pro hukuman mati

    1) Norma agama-agama di dunia memiliki konsep hukuman mati yakni agama Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam, setidaknya tidak menolak seperti dalam agama Buddha. (Kesimpulan pembahasan hukuman mati menurut Agama-agama)

    2) Penolakan grasi enam orang terpidana mati oleh Presiden Megawati dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945. Pasal 28 A dan 28 i menyebutkan, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa... adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Maka Pasal 28j UUD45 yang membuat pengecualian pelaksanaan pasal 28i.UUD 45, dianggap tidak berlaku.34

    3) Vonis atau hukuman mati mendapat dukungan yang luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Pemungutan suara yang dilakukan media di Indonesia pada umumnya menunjukkan 75% dukungan untuk adanya vonis mati.35

    4) Menurut filsafat, tujuan hukuman itu bermacam-macam tergantung dari sudut mana persoalan tersebut ditinjau: a). Emmanuel Kant mengatakan bahwa hukuman adalah suatu

    pembalasan berdasarkan atas pepatah kuno siapa membunuh harus dibunuh. Pendapat ini biasa disebut teori pembalasan (vergelding-theorie)

    Feurbach antara lain berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat. Teori ini biasa disebut teori mempertakutkan (afchrikkings-theorie).

    b). Penulis lain berpendapat bahwa hukuman itu dimaksudkan pula untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan. Teori ini biasa disebut teori memperbaiki (verbeterings-theorie).

    c). Selain itu ada penulis-penulis yang mengatakan bahwa dasar dari penjatuhan hukuman itu adalah pembalasan, akan tetapi maksud-maksud lainnya (mencegah, menakut-nakuti, mempertahankan tata tertib kehidupan bersama, memperbaiki orang yang telah berbuat) tidak boleh diabaikan. Mereka

    34 A. Luluk Widyawan, "Mempersoalkan Hukuman Mati", dlm. Hidup, 6 April 2003

    http://etikahidup.blogspot.com/2008/10/mempersoalkan-hukuman-mati.html 35 (Inggris)Indonesian activists face upward death penalty trend

    (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati)

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    15

    adalah penganut teori yang disebut teori gabungan (verenigings-theorie).36

    9. Analisa

    Dari bahasan diatas Nampak bangsa Indonesia terpecah menjadi dua: a. Pemerintah memiliki kecenderungan untuk menghapus hukuman

    mati atas alasan ketidak adilan, tidak efektif mencegah mengulangi kejahatan yang sama / tidak jera bagi pelaku kejahatan maupun masarakat, serta menghindari eksikusi hukuman mati terhadap orang yang benar dengan keputusan salah.

    b. 75 persen masyarakat Indonesia setuju adanya hukuman mati untuk kejahatan berat seperti pembunuhan, Pengedar pemasok ganja dan terorisme,.

    Muncul pertanyaan mengapa hukuman mati tidak efektif

    membuat jera dan takut kepada orang yg akan melakukan kejahatan yang dihukum dengan hukuman mati ?

    Orang-orang yang mau mengambil resiko mati ada dua GOLONGAN yang masing-masing dengan alasan yang berbeda:

    a. Golongan Putus Harapan.

    Orang yang putus harapan adalah orang yang merasa tidak ada jalan lain kecuali jalan yang beriko mati, seperti putus asa karena cinta, putus asa tidak ada jalan untuk menyelesaikan masalah kecuali hanya dengan menempuh jalan yang beriko mati, baik untuk maslah ekonomi atau karena kehilangan harga diri.

    Snyder (dalam Carr, 2004) mengkonsepkan harapan ke dalam dua komponen, yaitu kemampuan untuk merencanakan jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan agency atau motivasi untuk menggunakan jalur tersebut. 37

    Pemikiran hopeful mencakup tiga komponen, yaitu goal, pathway thinking, dan agency thinking. Namun jika individu memiliki keyakinan

    36http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-

    perspektif-ham-internasional/ 37 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29484/4/Chapter%20II.pdf

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    16

    untuk mencapai tujuannya, maka individu tidak memerlukan harapan. Sebaliknya, jika individu yakin bahwa ia tidak akan bisa maka ia akan menjadi hopeless.38

    Teori harapan juga menekankan peran dari hambatan, stressor, dan emosi. Ketika menjumpai hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan, individu menilai kondisi tersebut sebagai sumber stres. Snyder & Sympson, dalam Snyder, 2000).39

    Jadi hukuman mati tidak efektif bila diterapkan dalam masyarakat yang hopeless bahkan mati bisa menjadi pilihan bagi orang hopeless. Oleh karena itu hukuman mati menjadi efektif bila diterapkan pada masyarakat yang memiliki ekonomi yang baik (dapat memenuhi minimal kebutuhan dloruriyatnya).

    b. Golongan ada Harapan.

    Dalam ajaran agama dikenal ajaran mati sahid, dimana orang yang mati sahid "memiliki harapan" untuk mendapat rida Allah, sehingga kematian bukan lagi menakutkan akan tetapi membahagiakan, karena akan bertemu dengan sang khalik, dan akan mendapat tempat yang sangat terhormat disisi-Nya.

    C. Kesimpulan

    Dari pembahasa di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Kecenderungan kebanyakan Negara untuk mengahapus hukuman hukuman mati dengan alasan melanggar hak azazi manusia saya kira kurang tepat, karena kejahatan berat biasanya sudah didahului dengan melanggar hak azazi orang lain. Maka pertimbangkanlah hak azazi yang sudah dilanggar itu sebagai dasar hukuman.

    2. Ketakutan salah menghukum orang yang tidak bersalah tidak cukup dengan menghapus hukuman mati karena seharusnya yang ditingkatkan adalah profesionalisme para penyidik dan teknologi penyidikannya, untuk menghilangkan keraguan dalam menghukum. Maka bila ragu lebih baik dilepas, sesuai dengan filosopi pembuatan keputusan yang di sambdakan oleh Rasullullah Saw. "Tinggalkan apa-apa yang membuat kamu ragu".

    38 Ibid. 39 Ibid

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    17

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Aziz Dahlan (et. all.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtra Baru Van Hoeve, 1996.

    Ahmad Fathi Bahansi, Nazhariyat fi al-Fiqh al-Jini al-Islmiy, Mesir: Asy-Syirkah al-Arabiyyah li Tibaah wa an-Nasyr, 1963.

    Amir Syarifuddin, Pembaharuan Dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa Raya: 1990.

    Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam, dalam Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

    'Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri' Al Jina'iyah Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-'Araby.

    Badri Yatim, Soekarno Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

    Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Hambatan dan prospeknya, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

    David F. Forte, Islamic Law and the Political Order, Oxford: Austin and Winfield Publisher, 1999.

    Ibrahim Hosen, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Putra Harapan, 1990.

    Imam as-Suyuthi, Tarkh al-Kulaf (terj), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

    Muhammad bin Isa At-Turmudzi, Al-Jami al-Shahh Sunan At-Turmudzi, Mesir: Mushthafa al-Bab al-Halab, t.t., Juz IV.

    Tahir Mahmood, Criminal Law in Muslim Countries: Glimpses of Tradisional an Modern Legislation, dalam Criminal Law in Islam and the Muslim World, a comparative Perpective, Delhi: Institute of Objective Studies, tt.

    Todung Mulya Lubis "Kontroversi Hukuman Mati" Penerbit PT. Kompas Media Nusantara Januari 2009, Jakarta.10270

    Toto Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat Dalam Wacana dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 113

    Usman Hamid, "Kontra Terorisme; Menghukum Teroris dan Melindungi Hak Asasi Manusia

  • Volume V, No. 2, Juli 2014 Al-Risalah

    18

    William A. Schabas, The Abolition of The Death Penalty in International Law, Cambridge University Press, 1997.

    Zaenal Arifin Jamaris, Islam: Aqidah dan Syariah, Jakarta: PT Grafindo, 1996.

    Website

    http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-perspektif-ham-internasional/

    http://id.wikipedia.org/wiki/hukuman_mati

    http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/tujuan-hukuman-dan-terapi-sosial.html

    ttp://www.google.com/search?q=tujuan%20hukuman%20pada%20hukum%20positif&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np

    Mettadewi W., S.H., Ag. Hukuman Mati Ditinjau Dari Agama Buddha/ BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA ( Kumpulan Tulisan) Diterbitkan oleh Yayasan Pancaran Dharma, JakartaCetakan pertama, Juli 1999

    The New Republic', Edisi 4 May 1992; juga Roman A.Foxbrunner, 'Habad: The Hasidism of Shneur Zalman of Lyadi', Jason Aronson, Inc., Northvale, New Jersey, 1993, h. 108-109.

    http://galerikotak.wordpress.com/2011/05/09/hukuman-mati-dan-pelanggaran-ham/

    http://mediaberitabaru.blogspot.com/2012/10/penyebab-indonesia-akan-hapus-hukuman.html#_

    http://viendriz.blogspot.com/2012/10/pantaskah-hukuman-mati-di-indonesia.html

    http://etikahidup.blogspot.com/2008/10/mempersoalkan-hukuman-mati.html

    http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati

    http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-perspektif-ham-internasional/http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29484/4/Chapter%20II.pdf

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    19

    REVOLUSI MEMBANGUN KESEJAHTERAAN UMAT MELALUI WAQAF

    Oleh: Ahmad Zubaidi

    Abstrak

    Wakaf merupakan salah satu instrumen yang sangat penting untuk membangun kesejahteraan umat Islam. Apalagi, kini pemahaman harta benda yang dapat diwakafkan tidak hanya harta benda yang tidak bergerak saja, melainkan juga harta-harta bergerak lainnya sejauh memiliki manfaat, seperti uang. Didukung fatwa MUI yang membolehkan wakaf uang, diharapkan umat akan lebih mudah memberikan kontribusi dalam wakaf tanpa harus menunggu kapital dalam jumlah yang sangat besar. Mereka tidak harus menunggu menjadi tuan tanah untuk menjadi waqif. Selain itu, tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat optimis mengharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan wakaf uang.

    Juga dengan adanya perubahan paradigma tatakelola harta benda wakaf, dari pengelolaan harta benda wakaf secara tradisional, seperti diperuntukkan untuk pembangunan makam, masjid, madrasah, dan bangunan lain yang tidak bernilai ekonomi, ke pengelolaan secara modern; yaitu pengelolaan wakaf produktif, membuka peluang besar manfaat wakaf dapat meningkatkan kesejahteraan umat. Yang terpenting adalah adanya pengelolaan yang benar, yaitu dengan menggunakan managemen modern yang profesional. Di mulai dari nazhir profesional sampai dengan managemen yang profesional pula. Jika hal itu dilakukan, maka kemiskinan yang masih mendera sekitar 13% umat Islam di Indonesia akan dapat diatasi

    Keyword : Revolusi, Kesejahteraan, Wakaf, Wakaf Produktif, Wakaf

    Uang, Wakaf khair, Wakaf Ahli

    A. PENGANTAR

    Umat Islam adalah penduduk terbesar di Indonesia. Sementara salah satu problem kependudukan di Indonesia adalah masih tingginya

    Dosen UIN Syarif Hidayatullah dpk. FAI Universitas Islam As-Syafiiyah

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    20

    jumlah penduduk miskin. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Jumlah ini tergolong masih cukup tinggi, karena berarti masih ada 31,02 juta penduduk miskin di Indonesia. Andaikata jumlah umat Islam yang kategori miskin tersebut 80 persen dari jumlah penduduk miskin Indonesia, maka berarti jumlah penduduk muslim miskin di Indonesia berjumlah 24,9 juta jiwa. Jumlah yang sangat besar.

    Kemiskinan yang mendera umat Islam Indonesia ini berdampak luas terhadap masalah sumber daya manusia (SDM) umat Islam Indonesia. Mengingat umat Islam sebagai penduduk terbesar di Indonesia, maka untuk melihat kualitas SDM umat Islam Indonesia dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (HDI) Indonesia yang hanya menempati posisi ke- 124 dari 187 negara (HDR 2011 UNDP), dengan perincian sebagai berikut: Indeks Kesehatan (Health Index) Indonesia berada pada rangking 114, Indeks Pendapatan (Income Index) Indonesia berada pada rangking 122, Indeks Pendidikan (Education Index) Indonesia berada pada rangking 119. Ini menggambarkan bahwa persoalan yang menimpa umat Islam di Indonesia bukan hanya kemiskinan, tetapi juga tingkat kesehatan yang masih rendah, rata-rata pendapatan masih kecil, dan masalah pendidikan.

    Di bidang kesehatan umat Islam masih banyak yang jauh dari akses pelayanan kesehatan, bukan karena hanya karena tempatnya yang jauh dari tempat layanan tetapi juga karena ketidakterjangakauan biaya kesehatan. Biaya kesehatan di Indonesia tidak sebanding dengan pendapatan penduduknya. Sekarang memang pemerintah sudah menggulirkan BPJS dan JKN, namun dampaknya belum dirasakan secara luas karena program ini baru berjalan hitungan bulan. Di bidang pendiidkan, dapat dilihat juga dari data angka partisipasi sekolah penduduk Indonesia pada tahun 2009; SD (7-12 thn) 97,95 %, SMP (13-15 thn) 85,47%, SMA (16-18 thn), 55,16%. (BPS). Angka ini tentu masih tergolong rendah, karena idealnya seluruh anak-anak itu dapat menikmati pendidikan dasar, bahkan idealnya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun data tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat partisipasi masyarakat semakin berkurang. Hal ini menunjukkan umat Islam Indonesia masih menghadapi problem kemiskinan dan kualitas sumber daya manusia.

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    21

    Keadaan ini jika dihubungkan dengan jumlah keseluruhan umat Islam di Indonesia, yang sampai saat ini, kira-kira mencapai 190 juta1 jiwa, maka sesungguhnya jumlah umat Islam yang miskin tersebut bukanlah jumlah yang fantastik, yaitu sekitar 13% dari keseluruhan penduduk muslim di Indonesia. Artinya, jika penduduk muslim yang mampu mau berbuat sesuatu yang dapat mensejahterakan umat Islam yang lain adalah hal yang ringan. Karena masih ada 100 juta lebih penduduk muslim yang kaya. Dan kita tahu bahwa Islam sangat menganjurkan seorang muslim mau menolong muslim lainnya dalam segala hal kebaikan, terutama dalam hal ekonomi seperti melalui perintah Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf.

    Khususnya wakaf mempunyai peluang besar untuk dijadikan instrumen ekonomi yang dapat mengangkat kesejahteraan umat Islam Indonesia. Karena pengelolaan wakaf menunut azas manfaat pada harta benda wakaf sedangkan harta wakafnya harus terjaga. Di Indonesia, pengembangan wakaf saat mempunyai peluang besar untuk dapat mensejahterakan umat dengan telah adanya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan berdirinya badan resmi pemerintah yang mengatur perwakafan di Indonesia, yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI). Peluang ini didukung pula dengan potensi wakaf yang ada di masyarakat. Hanya saja, potensi yang besar ini belum dimaksimalkan dalam gerakan menyesejahterakan rakyat, tetapi lebih kepada penyiapan infrastruktur. Sebagai contoh wakaf tanah di Indonesia menurut data dari Dirjen Bimas Islam kementerian agama RI tahun 2007 dari luas tanah wakaf sejumlah 1.849.771.348,42 m2 sebagian besar dipergunakan untuk masjid seluas 747.679.698 m2 (40%), untuk langgar seluas 492.173.408 m2 (26.61%), sedangkan yang dipergunakan untuk sarana pendidikan sekolah / madrasah seluas 223.715.185 m2 (12.09%), untuk pondok pesantren seluas 31.791.105 m2 (1.72%), musholla seluas 188.391.735 m2 (10.18%), pemakaman 24.726.415 m2, pertanian 51.807.727,14 m2 (2,80%). Sisanya seluas 87.131.177.46 m2 (4-71%) untuk sarana dan prasarana sosial2

    Kini dengan adanya paradigm baru perwakafan di Indonesia, di mana wakaf tidak hanya menggunakan benda tetap tetapi juga boleh dengan uang serta pengelolaannya diarahkan kepada wakaf produktif,

    1 Sensus Penduduk Tahun Penduduk 2010 adalah sebesar 237.556.363 orang. Jika

    penduduk muslim di Indonesia 80% dari jumlah penduduk Indonesia, maka penduduk muslim berjumlah sekitar 190 juta jiwa.

    2 Bimas Islam dalam angka, hal : 67

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    22

    maka potensi peningkatan kesejahteraan umat semakin besar jika wakaf dikelola dengan manajemen yang professional.

    Dalam tulisan ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang wakaf dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan modern di Indonesia dalam mensejahterakan umat Islam Indonesia.

    B. Wakaf Perspektif Fikih

    1. Pengertian wakaf Kata wakaf berasal dari bahasa Arab - - yang berarti

    berhenti,3 persamaannya adalah 4,atau - - .5 Pada zaman Nabi saw dan para sahabat dikenal istilah habs, tasbil, atau tahrim. Belakangan baru dikenal istilah waqf.

    Kata wakaf bagi orang Arab digunakan untuk objek (isim maful), yaitu sebagai mauquf. Hal yang sama biasanya dalam bahasa Indonesia juga digunakan untuk objek yang diwakafkan.6 Pendapat yang identik tentang wakaf dari segi etimologi ialah; Waqf from Arabic term (plural, awqaf), refers to the act of dedicating property to a Muslim foundation and, by extention, also means the endowment thus created. The meaning of Arabic word is stop, that is, stop from being treated as ordinary property. The property is the said to be mauquf.7 Pengertian yang

    senada juga diungkapkan oleh al-Sayyid Sabiq sebagai berikut: :

    8. (Wakaf secara etimologi berarti menahan (habs) dikatakan waqafa, yaqifu, waqfan artinya habasa, yahbisu, habsan). Makna

    3Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:

    Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), hal. 1683.

    4Ibid., hal. 249. Lihat Hasanah, Op. Cit., hal. 4. 5Luwis Maluf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alm, (Beirut: Dr al-Masyriq, 1986), hal.

    114. Lihat Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Syaukni, Nail al-Autrjuz 6, (Dr al-Fikri, tt.), hal. 127. Lihat juga ar-Rgib al-Asfahni, Mujam Mufrodt al-Alfzil al-Qur`n, (Bairut: Dr al-Fikri, 1992), hal. 576.

    6 Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia (Bandung: Yayasan Piara, 1995), 6. Lihat juga M. Muhammad Fadhlullah dan B. Th. Brondgest, Kamus Arab-Melayu (Jakarta: Balai Pustaka, 1925), 1011. Lihat pula Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1988), 80.

    7 John Alden Williams, The Encyclopaedia of Islam (Leiden: T.pn. 1943), 337. Artinya: wakaf berasal dari bahasa Arab, waqf [jamaknya, awqaf] dengan makna menyerahkan harta milik dengan penuh keikhlasan dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan sesuatu sebuah lembaga Islam, dengan menahan benda itu. Sesuatu yang diwakafkan itu disebut mauquf.

    8 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, cet. 44, Jilid 3, (Beirut: Tabaat wa al-Nasyar, 1983), 378.

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    23

    wakaf secara etimologi lainnya yaitu: "! : .9 Khusus kata habs atau ahbas biasanya dipergunakan oleh masyarakat di Afrika Utara yang bermazhab Maliki dengan makna wakaf.10 Dalam konteks kajian ini, wakaf dalam pengertian menahan yang identik dengan kata al-tahbis dan al-tasbil.

    Sedangkan menurut istilah, ada beberapa ulama fiqih yang mendefinisikannya: menurut ulama Hanafiyah, wakaf adalah menahan substansi harta pada kepemilikan wqif dan menyedekahkan manfaatnya.11 Menurut ulama Malikiyah wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya, meskipun hanya perkiraan.12 Menurut ulama Syafiiyah, wakaf berarti menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk aslinya untuk disalurkan kepada jalan yang dibolehkan.13 Adapun menurut ulama Hanabilah, wakaf adalah menahan yang asal dan memberikan hasilnya.14 Sedangkan definisi yang merepresentasikan ulama kontemporer adalah definisi yang dikemukakan oleh Mundzir Qahaf. Ia mengusulkan definisi wakaf Islam yang sesuai dengan hakekat hukum dan muatan ekonominya serta peranan sosialnya, menurutnya wakaf adalah menahan harta baik secara abadi maupun sementara, untuk dimanfaatkan langsung atau tidak langsung, dan diambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang di jalan kebaikan, umum maupun khusus. 15

    Dari definisi definisi yang telah dijelaskan oleh para ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zat nya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.

    2. Dasar Hukum Wakaf

    Wakaf merupakan bagian dari hukum Islam yang telah diamalkan oleh kaum muslimin sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai saat ini.

    9 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Ahwal al-Syahsiyyah (Beirut: Dar al-Ilmy al-

    Malayin, 1964), 378. Artinya wakaf menurut bahasa adalah menahan dan menghalangi. 10 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi, 80. 11 Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al-Marghinany, al-Hidayah, (Mesir: Musthafa

    Muhammad, 1356 H), 40. 12 Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman al-Hathab,

    Mawahib al-Jalil, (Mesir: Dr al-Saadah, 1329 H), 18. 13 Syihabuddin Ahmad bin Sulamah al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi, (Mesir: Dr Ihya

    al-Kutub al-Arabiyah, tth.), 97. 14 Abdullah bin Ahmad bin Mahmud bin Qudamah, al-Mughni, (Mesir: al-Manar,

    1348 H), 185. 15 Mundzir Qahaf, Al-Waqf Al-Islmy, op.cit., 52.

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    24

    Masalah yang berkaitan dengan wakaf ini tidak terdapat dasar hukumnya secara jelas di dalam al-Quran. Landasan wakaf di dalam al-Quran, hanya diambil dari ayat-ayat yang memerintahkan berbuat baik dan mengeluarkan

    infak, seperti surat al-Baqarah (2): 267, surat Ali Imran (3): 92, al-Midah (5): 2, al-Hajj (22): 77, dan lain-lain.

    Dasar Hukum Wakaf diambil dari Al-Quran, yang artinya, Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran [3]: 92).

    Wakaf merupakan philanthropi Islam yang dalam Quran berakar pada kata al-khair (QS. al-Hajj [22]: 77). Taqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menjelaskan bahwa perintah untuk melakukan al-khair berarti perintah untuk melakukan wakaf.16 Pendapat al-Dimasqi relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiat (QS al-Baqarah [2]: 180. Dalam ayat tersebut, kata al-khair berarti harta atau benda. Oleh karena itu, perintah melakukan al-khair berarti perintah untuk melakukan ibadah bendawi (maliyah).17

    Menurut fukaha di dalam as-Sunnah dasar hukum wakaf, di antaranya ada yang mendasarkan pada sadekah secara umum, yaitu sebagai berikut:18

    "

    #

    ,

    2

    ,

    :

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    25

    diwakafkan oleh seseorang, misalnya berupa tanah milik, pahalanya akan terus mengalir bagi wakif sepanjang tanah tersebut dimanfaatkan sesuai dengan ajaran Islam.

    Selanjutnya fuqah mendasarkan hukum wakaf pada hadis riwayat Ibn Umar yang berbunyi sebagai berikut:20

    I J "

    ,

    2 P I UV

    I

    []

    J _

    d

    e

    Ih

    i

    n _

    e o

    P _ _ s _ s tu "

    "w

    x tu" F .

    Artinya, dan dari Ibn Umar bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar kemudian ia bertanya kepada Rasulullah saw, Ya Rasulullah aku mendapat sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah kudapat sama sekali, yang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang hendak engkau perintahkan kepadaku? Jawab Nabi, Jika engkau suka tahanlah pangkalnya dan sedekahkan hasilnya. Kemudian, Umar menyedekahkannya dengan tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan, dan tidak boleh diwariskan, yaitu untuk orang-orang fakir, keluarga dekat, memerdekakan hamba, menjamu tamu, dan untuk orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, serta tidak berdosa orang yang mengelolanya untuk makan sebagian hasilnya dengan cara yang wajar dan memberi makan (keluarganya) dengan tidak dijadikan hak milik. Pada satu riwayat dijelaskan: Dengan tidak dikuasai pokoknya (Hadis riwayat al-Jamah).

    Hadis lain yang dijadikan dasar hukum wakaf oleh fuqah adalah hadis riwayat Usmn sebagai berikut:21

    " z{

    tu {

    _

    ,

    2 i

    , t

    _

    I { z I I _

    F

    .

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    26

    Rmah? Selanjutnya ia memasukan timbanya ke dalam sumur itu bersama dengan timba-timba kaum muslimin yang dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sumur itu kelak di surga lalu aku membeli sumur itu dari hartaku. (Hadis riwayat an-Nas`i dan al-Tirmii).

    Dalam hadits yang lain juga disebutkan:

    :

    _

    _s 2

    J _

    2 I

    []

    22) ( P d : Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengatakan : Umar (bin Khoth-thob) mengatakan kepada Nabi Saw : Seratus bagian untuk saya di Khaibar adalah harta yang paling saya sukai (kagumi). Saya be-lum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw. mengatakan ke-pada Umar : Tahanlah (jangan jual, jangan hibahkan dan jangan wariskan) asalnya (kebunnya) dan jadikan buahnya sedekah fi sa-bilillah.

    Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw. memberikan penjelasan kepada Umar r.a. tentang apa yang harus dilakukannya pada mauquf (harta yang diwakafkan), yaitu :

    P d Tahanlah ashlaha dan jadikan buahnya sedekah fi sabilillah Yang dimaksud (tahan) adalah sebagaimana dalam riwayat yaitu

    % % (tidak dijual dan tidak diwariskan). Artinya tidak dijadikan milik pribadi manusia sia-papun, baik melalui jual beli atau waris. 23 Tujuannya ialah agar dapat meman-faatkannya. Sedangkan yang dimaksud

    ' tahan ashlaha) adalah sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar yaitu tanah) )yang menpunyai ghallah. Arti ghallah ialah penghasilan atau pemasukan dari tanah. Tetapi kata ghallah dipakai juga untuk penghasilan atau pemasukan dari yang lain seperti sewa dari rumah).24

    22 Ibid, hal. 88 23 Ibnu Hajar, Fat-hu Al bari (Kairo : Mushthofa Al Halabi), VI hal. 329 24 Ibid., VI hal. 321

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    27

    Az-Zuhaili berpendapat bahwa hukum wakaf hanya sedikit diatur oleh as-Sunnah dan kebanyakan ditetapkan oleh ijtihad para fuqah.25 Demikian juga Syaikh Mustaf Az-Zarq, sebagaimana dikutif oleh Munzhir Qahaf, menyatakan bahwa rincian hukum wakaf dalam fiqh keseluruhannya berdasarkan hasil ijtihad dan qiyas karena akal berperan dalam hal ini.26

    3. Wakaf dalam Sejarah

    Sebenarnya wakaf sudah dikenal dalam masyarakat Arab kuno di Makkah. Di Makkah, terdapat bangunan Kabah yang dijadikan sarana peribadatan bagi masyarakat setempat. Al-Quran menyebutnya sebagai tempat ibadah pertama bagi manusia, yakni Q.S. Ali Imran ayat 96:

    ) tr& ;M t/ y $ =9 % # s9 s 3t6 / % Z.u$ t7 Y u t n= y= j9 Artinya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia adalah Baitullah (Kabah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Oleh itu, bisa dikatakan, Kabah merupakan wakaf pertama yang

    dikenal manusia dan dimanfaatkan untuk kepentingan agama. Demikian pula dengan Masjid al-Haram di Mekkah dan Masjid al-Aqsha, telah dibangun di atas tanah yang bukan hak milik siapapun, tetapi milik Allah SWT. Kedua Masjid itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Masyarakat sebelum Islam telah mengenal praktik sosial diantaranya adalah praktik memberikan sesuatu dari seseorang demi kepentingan umum atau dari satu orang untuk semua keluarga.27

    Praktik sejenis wakaf yang terjadi pada masyarakat sebelum Islam memiliki tujuan yang seiring dengan Islam, yaitu terdistribusikannya kekayaan secara adil dan kemudian ditujukan untuk kesejahteraan bersama. Dalam sejarah dunia Islam, banyak sumbangan diberikan untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan temporal kaum Muslim. Dana yang diperoleh dari sumbangan tersebut digunakan untuk membangun dan merawat tempat-tempat ibadah, mendirikan sekolah dan rumah sakit, menafkahi para ulama

    25 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa AdillatuhuJuz VIII, Mesir: Dr al-Fikri,

    1989, hal. 157. 26 MunzirQahaf, Munzir,Al-waqf al-Islami Tatawwuruhu, Idratuhu, Tanmiyyatuhu,

    Damsyiq: Dr al-Fikri, 2000, hal. 137. 27 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, cet. IV. (Jakarta:

    Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), 6-7.

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    28

    dan dai, mempersiapkan kuburan kaum miskin dan memasok senjata bagi para pejuang yang berperang di jalan Allah.28

    Tradisi wakaf juga telah dirintis oleh Rasulullah SAW. Wakaf difungsikan untuk sarana dan prasarana ibadah serta aktivitas sosial. Hal tersebut ditandai dengan dibangunnya masjid Quba di awal kedatangan Beliau di Madinah. Nabi mewakafkan tanah untuk dibangun Masjid di atasnya.29 Sebagaimana keterangan yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Umar bin Saad bin Muad, ia berkata:

    P :

    30 . 2

    Peristiwa ini bukti adanya wakaf pertama di Islam untuk kepentingan peribadatan dalam agama. Selain itu, Nabi juga membangun masjid Nabawi yang berdiri di atas tanah anak Yatim dari bani Najjar. Tanah itu dibeli Nabi dengan harga delapan ratus dirham. Langkah ini menunjukkan, bahwa Nabi telah mewakafkan tanah untuk masjid sebagai sarana peribadatan umat Islam.31

    Hal tersebut kemudian ditetapkan sebagai ibadah, yang diteladani umat Islam. Maka tak heran kalau kini banyak ditemukan masjid hasil wakaf. Di antara masjid di dunia yang dikelola dengan wakaf, antara lain, masjid al-Azhar dan masjid al-Husain di Mesir, masjid Umawi di Syria, dan masjid al-Qairawan di Tunis. Masjid-masjid itu tak hanya digunakan sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat dakwah dan pendidikan Islam serta pelayanan umat dalam bidang-bidang lainnya.

    Pada tahun ke-3 hijriah Nabi SAW juga mewakafkan kebun kurma di Madinah, diantaranya ialah kebun Araf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya.32 Hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah yang terjemahannya: Apabila mati anak adam,

    28 Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi (cet., I; Jakarta: PT Lentera

    Basritama, 1999), xi-xii. 29 Departemen Agama RI, Pedoman , 8. Bandingkan dengan asy-Syaukani, 1374 H,

    129. 30 Artinya: Diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Saad bin Muad

    berkata: Kami bertanya tentang awal mula wakaf dalam Islam? Menurut orang-orang Muhajirin adalah wakafnya Umar, sedang menurut orang Anshar adalah wakafnya Nabi Muhammad SAW.

    31 Dituturkan oleh Masykuri Abdillah, Kepala Divisi Humas Badan Wakaf Indonesia dengan tema Filosofi dan Hikmah Wakaf, Kamis, 05 Februari 2009 pukul 11:11:00 di Republika Newsroom.

    32 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, cet. II (Jakarta: Rajawali, 1992), 25.

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    29

    maka terputuslah daripadanya semua amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannya. Hadits tersebut dikemukakan dalam bab wakaf, karenanya ulama menafsirkan sadaqah jariyah dengan wakaf.33 Ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa yang mempraktikkan syariat wakaf adalah Umar bin Khattab.34 Setelah Umar bin Khattab mempraktikkan wakaf, kemudian menyusul sahabat-sahabat yang lain. Argumentasi ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ra:

    `J _ : . V

    P , 2

    h _ P. 35._P _ e o n t

    Al-Quran sendiri menilai kegiatan wakaf merupakan bukti pengabdian dan kesempurnaan kebajikan seseorang di sisi Allah SWT. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Ali Imran, ayat 92:

    s9 (#9$os? 99$# 4Lym (#)? $ 6tB 4 $tu (#)? &x *s !$# / =t Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang

    sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

    Bahkan ayat lain menopang keutamaan aktivitas tersebut dalam QS. Al-Baqarah, ayat 261:

    33 Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat

    Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2004), 25. 34 Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, cet. V (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan

    Wakaf, 2007), 4-5. Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir Juz I, 381; Fiqh al-Sunnah, jilid III, 381; Subul al-salam, 87.

    35 Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Berkata: Bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk. Umar ra. berkata: Hai Rasulullah SAW, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah SAW. bersabda: Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu dan engkau sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Tidak dilarang bagi nazhir makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta. (HR. Muslim).

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    30

    sW t%!$# t) s9ur& 6 y !$# sVyx. >6ym MtF u;/r& y7y /$uy

    e. 7's#7 / s)($i 76ym 3 !$#u # y9 !$to 3 !$#u u =t Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang

    yang menafkahkan hartanya di jalan Allah36 adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

    Kedua ayat tersebut mengindikasikan bahwa menafkahkan harta (baca:

    wakaf) menjadi bukti keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Fuqoha` menggunakan teks-teks normatif sebagai dasar merumuskan konsep Fiqh Wakaf. Hal ini ditegaskan Ali Ahmad al-Jurjani, bahwa tuntunan wakaf itu bersandar pada al-Qur`an, al-Sunnah, Ijma` dan al-Qiyas yang menjadi alat untuk memahami dalil-dalil bagi ulama Mujtahid.37

    4. Fungsi Wakaf

    Secara garis besar jangkauan manfaat wakaf itu ada dua; pertama adalah yang ditujukan kepada kelompok khusus, yaitu keluarga. Dan kedua, wakaf yang kemanfatannya ditujukan untuk masyarakat umum. Karena itu, wakaf pada umumnya dibedakan menjadi dua: wakaf ahli (keluarga); yaitu wakaf yang tujuannnya untuk membantu keluarga dari pihak yang mewakafkan; dan wakaf khairi (umum); yaitu wakaf yang tujuannya untuk memberi manfaat bagi masyarakat umum.38

    Wakaf ahli dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.39 Namun, pada perkembangan selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini dianggap kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan

    36 Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan

    jihad, pembangunan perguruan/sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

    37 Ali Ahmad al-Jurjani, Hikmah al-Tasyri` wa Falsafatuhu (Mesir: Dar al-Fikr, 1997), 135.

    38Antara lain lihat H. Tulus (Pengarah), Fiqih Wakaf (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI. 2005), hlm. 14-17.

    39 Hendi Suhendi, Fiqh Muammalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 244

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    31

    kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahi harta wakaf.

    Sedangkan wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum, atau sering kita kenal dengan wakaf sosial. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit dan rumah yatim piatu.40 Wakaf khairi atau wakaf sosial inilah yang yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia meninggal dunia selama wakaf itu masih dapat dimanfaatkan. Dalam penggunaannya wakaf khairi jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan wakaf ahli. Karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang mengambil manfaatnya. Dalam jenis wakaf ini wakif dapat mengambil manfaatnya dari harta yang diwakafkan itu, seperti halnya masjid maka wakif boleh mempergunakannya (mengambil manfaatnya).41

    Perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk berbuat baik; dan perintah wakaf juga berarti perintah untuk menggunakan harta atau benda yang sesuai dengan perintah Allah yang bersifat universal yang manfaatnya tidak hanya terbatas pada umat Islam, tapi kepada semua manusia tanpa membedakan agama dan keyakinannya. Akan tetapi, wakaf dari segi fungsinya secara empirik bisa dibedakan menjadi dua: wakaf yang berguna bagi semua orang (termasuk non muslim) seperti wakaf tanah untuk jalan; dan wakaf yang digunakan hanya oleh umat Islam, seperti wakaf untuk masjid dan taman pemakaman Muslim.42 Di antara fungsi wakaf adalah dapat dijadikan sarana untuk mensejahterakan masyarakat. Karena itu, yang dimaksud wakaf dalam tulisan ini adalah wakaf khairi, yaitu wakaf yang mempunyai fungsi sosial.

    Fungsi sosial wakaf bisa dijelaskan dari dua kerangka: 1) kerangka yang menunjukkan kekhususan wakaf dari sebagai ibadah maliyah; dan 2) kerangka dari segi hubungan secara akademik antara wakaf dan institusi pendidikan. Selain diberi nama sedekah jariah, wakaf juga disebut al-habs (al-ahbas, jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegahan,

    40 Muhammmad Daud Ali, Op Cit, hlm. 90 41 34 Departemen Agama, op Cit, hlm. 17 42Lihat Zufran Sabri, Wakaf, dalam Mimbar Hukum, Nomor 305, Thn. VIII, 1997,

    hlm. 57-58; dan Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek (Jakarta: CV Rajawali. 1989), hlm. 15.

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    32

    rintangan, halangan, tahanan, dan pengamanan. Gabungan kata al-habs dengan al-mal (harta) berarti wakaf (habs al-mal).43

    Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari Ibn Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khathab datang kepada Nabi Saw. meminta petunjuk mengenai pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi Saw. bersabda: Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya (manfaatnya).44 Juga dalam riwayat Nafi disebutkan bahwa Umar menyedekahkan buah- nya. 45 Jadi yang disalurkan Umar r.a. kepada mauquf alaihi ialah hasilnya, bukan harta yang diwakafkan itu sendiri yaitu tanah dan pohonnya. Harta yang diwakafkan itu tidak boleh dibagi-bagi. Karena itu tidak ditemukan dalam kisah wakaf Umar r.a. bahwa Umar r.a. membagi-bagikan tanah kebunnya be-gitu pula pohon-pohonnya kepada mauquf alaihi. Sebab itulah Ibnu Hajar menegaskan bahwa pemanfaatan harta wakaf tidak mungkin diperoleh tanpa penahanan wujud harta wakaf.

    Dari Hadits di atas tersirat menunjukkan kekhususan institusi wakaf; yaitu dalam wakaf terdapat tiga pihak (sementara ibadah maliyah lainnya hanya terdapat dua pihak): 1) wakif (pihak yang mewakafkan hartanya); 2) nadzir/mauquf alaih (pengelola harta wakaf yang relatif sepadan dengan Mudharib dalam akad mudharabah atau Manajer Investasi pada Aset Manajemen atau Dana Reksa); dan 3) mauquf lah (penerima manfaat wakaf). Hal ini menunjukkan paradigma wakaf dari segi ibadah maliyah, yaitu harta wakaf (mauquf bih) berkedudukan semacam modal usaha (semisal ras al-mal) yang harus dikelola/diinvestasikan oleh nadzir (mauquf alaih) yang keuntungannya menjadi hak penerima manfaat wakaf (mauquf lah). Di sinilah fungsi manfaat harta wakaf dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

    Dalam konteks Indonesia, peruntukkan harta benda wakaf tersebut telah dirumuskan secara komprehensif dalam undang-undang wakaf yang baru di Indonesia, yakni Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (UU) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (PP). Pasal 22 UU ini menetapkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya diperuntukkan bagi :

    43Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1997),

    hlm. 490. 44 Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari (Semarang: Thaha Putra. 1981), juz III, hlm.

    196; lihat pula Imam Muslim, Shahih Muslim (Bandung: Dahlan. t.th), vol. II, hlm. 14. 45 Ibid., VI hal. 329

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    33

    a. sarana dan kegiatan ibadah; b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan

    dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

    5. Persyaratan harta benda wakaf Ulama sepakat bahwa harta benda ditetap dapat dijadikan sebagai

    harta benda wakaf sebagaimana dalam pendefinisian wakaf ditegaskan bahwa yang diwakafkan berupa benda tetap dan bermanfaat. Namun para ulama tidak menjelaskan kebolehan wakaf menggunakan harta benda yang tidak bergerak. Karena itu, para ulama berbeda pendapat tentang wakaf benda bergerak. Ada tiga pendapat besar46yaitu: a. Para Pengikut Mazhab Hanafiah (Ulama Hanafiyah)

    Mazhab Hanafiyah Berpendapat bahwa pada dasarnya benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak. Karena obyek wakaf itu harus bersifat tetap 'ain (dzat/pokok) nya yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus. Abu Zahrah mengatakan dalam kitabnya al Mudlarat fi al Awqaf bahwa menurut mazhab Hanafi banda bergerak dapat diwakafkan dalam beberapa kondisi: 1) Hendaknya benda bergerak itu selalu menyertai banda tetap. Hal seperti

    ini ada dua hal: Pertama, hubungannya sangat erat dengan benda tetap, seperti bangunan dan pepohonan. Kedua. Sesuatu yang khusus disediakan untuk kepentingan benda tetap, misalnya alat untuk membajak tanah.

    2) Boleh mewakafkan benda bergerak berdasarkan astar (perilaku) sahabat yang membilehkan mewakafkan senjata, baju perang dan binatang yang digunakan untuk perang.

    3) Boleh mewakafkan benda bergerak yang mendatangkan pengetahunan dan merupakan sesuatu yang sudah biasa dilakukan berdasarkan 'urf (tradisi), seperti mewakafkan kitab-kitab dan mushhaf al-Qur'an.

    46 Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

    Islam, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Pedoman: Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, op. cit. 43-45. Lihat juga Muhammad Abid Abdillah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, terjemahan dari Ahkam al-Waqf fi Al-Syari'ah Al-Islamiyah, Jakarta: IIMaN Press, 2003, hal. 271-271.

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    34

    Menurut mazhab Hanafi, untuk menggantikan benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat, seperti mewakafkan tempat memanaskan air, sekop untuk bekerja dan lain sebagainya. b. Ulama Pengikut Mazhab Maliki

    Mereka berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak dengan syarat dapat dimanfaatkan untuk selamanya atatu dalam jangka waktu tertentu. Pendapat ini berdasarkan kepada tidak adanya persyaratan dalam mewakafkan benda tidak bergerak maupun bergerak. Jika dibolehkan mewakafkan benda untuk selamanya, berarti boleh mewakafkan benda sementara.

    Wahbah Zuhaili dalam bukunya, Al Fiqh al Islami wa Adillatuha: 169, menyatakan bahwa mazhab Maliki membolehkan wakaf makanan, uang dan benda bergerak lainnya. Pendapat ini berdasarkan pada sabda Nabi SAW: "Tahanlah asal (pokok) nya, dan jalankanlah manfaatnya" (HR. Al Nasa'I dan Ibnu Majah).

    Dan juga hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas bahwa ia berkata: "suatu ketika Rasulullah SAW ingin menunaikan ibadah haji, ada seorang wanita berkata kepada suaminya:"Apakah engkau menghajikan aku bersama Rasulullah SAW?, suaminya menjawab: "tidak, aku tisak mengizinkanmu", si wanita itu berkata lagi: "apakah engkau membolehkan aku berjanji bersama seseorang mengedarai untamu? Ia berkata: "hal itu adalah wakaf di jalan Allah SWT. Maka datanglah RAsulullah menghampiri seraya bersabda: "jika engkau menghajikan dengan mengendarai untamu sesungguhnya itu adalah ibadah di jalan Allah SWT". (HR. Abu Dawut). c. Mazhab Imam Syafi'I dan Mazhab Hambali.

    Mazhab Syafi'I membolehkan wakaf berupa benda bergerak apapun dengan syarat barang yang diwakafkan haruslah benda yang kekal manfaatnya, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan boleh mewakafkan harta, baik bergerak maupun tisak bergerak, seperti mewakafkan kendaraan, senjata untuk perang, hewan ternak dan kitab-kitab yang bermanfaat dan benda yang tidak bergerak, seperti rumah, tanaman, tanah dan benda tetap lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh para fuqaha' bahwa barang yang diwakafkan haruslah bersifat kekal atau paling tidak dapat beratahan lama. Pandangan seperti ini, merupakan konskuensi logis dari konsep bahwa wakaf adalah sedekah jariyah. Sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    35

    menerus mengalir sudah barang tentu barang yang diwkafkan bersifat kekal atau bertahan lama. Namun demikian, mayoritas ahli yuriprudensi islam justru menekankan pada aspek manfaatnya, bukan sifat fisiknya.

    Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa macam-macam harta wakaf47 adalah: 1) Benda tidak bergerak48, seperti tanah, sawah dan bangunan. Benda

    macam inilah yang sangat dianjurkan agar diwakafkan, karena mempunyai nilai jariyah yang lebih lama. Ini sejalan dengan wakaf yang dipraktekkan sahabat Umar bin Khattab atas tanah Khaibar atas perintah Rasulullah SAW. Demikian juga yang dilakukan oleh bani al-NAjjar yang mewakafkan bangunan dinding pagarnya kepada Rasul untuk kepentingan masjid.

    2) Benda bergerak49, seperti mobil, sepeda motor, binatang ternak, atau benda lainnya. Yang terakhir ini juga dapat diwakafkan. Anmun, nilai jariyahnya terbatas hingga benda tersebut dapat dipertahankan. Bagaimanapun juga, apabila benda-benda itu tidak dapat lagi dipertahankan keberadaannya, maka selesailah wakaf tersebut. kecuali apabila masih memungkinkan diupayakan untuk ditukar atau diganti dengan benda baru yang lain.

    Sementara ulama ada yang membagi benda wakaf kepada benda berbentuk masjid dan bukan masjid. Yang berbentuk masjid, jelas termasuk benda yang tidak bergerak. Untuk yang bukan berbentuk masjid, dibagi seperti pembagian di atas, yaitu benda tidak bergerak dan benda bergerak.50 6. Hukum Wakaf Uang

    Wakaf uang dalam istilah fuqaha disebut Waqf an-Nuqud . istilah ini bahkan sudah ada yang menulis bukunya. Misalnya, Abu Asuud Al Hanafi

    telah menulis buku yang berju-dul !+ , Risalah tentang) -wakaf nuqud). Secara etimologi, kata uang dalam terjemahan bahasa Arab nuqud mempunyai beberapa makna: baik, tunda lawan tempo atau tunai, yakni memberikan bayaran segera. Disebutkan dalam hadits: Naqadani al-

    47 Ahmad Rofiq, op. cit. hal. 505. Lihat Kompilasi Hukum Islam op. cit. hal. 120,

    Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, pasal 16 ayat (1) bahwa harta benda wakaf terdiri dari: a) benda tidak bergerak dan b) benda bergerak.

    48 Lihat pasal 16 ayat (2) yang menjelaskan tentang benda tidak bergerak, Kompilasi Hukum Islam, loc. cit..

    49 lihat pasal 16 ayat (3) yang menjelaskan tentang benda bergerak, termasuk hak atas kekayaan inteletual. Ibid.

    50 Ahmad Rofiq, loc. cit.

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    36

    tsaman ( ) yakni dia membayarku harga dengan tunai.51 Kata uang (nuqud/money) tidak terdapat dalam al-Quran maupun dalam al-Hadits. Karena bangsa Arab menggunakan kata dinar untuk mata uang emas dan dirham untuk mata uang perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukan dirham perak dan ain untuk dinar emas. Sedangkan kata fulus dipakai untuk menunjukan alat tukar tambahan untuk membeli barang-barang murah.52 Para ulama fikih menyebut mata uang dengan menggunakan kata dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukan dinar dan dirham mereka menggunakan kata naqdain (mustanna). Menurut Al-Sarkhasy, nuqud hanya dapat digunakan untuk transaksi atas nilai yang terkandung, karenanya nuqud tidak dapat dihargai berdasarkan bendanya.53 Jadi definisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan.54 Dengan demikian, nampak jelas bahwa para fakih mendefinisikan uang dari perspektif fungsi-fungsinya dalam ekonomi, yaitu: a. Sebagai standar nilai harga komoditi dan jasa; b. Sebagai media pertukaran komoditi dan jasa; dan c. Sebagai alat simpanan.

    Para ahli fiqh telah membahas hukum mewakafkan nuqud. Ada yang memperbolehkannya dan ada pula yang tidak memperbolehkannya.

    a. Pendapat yang memperbolehkan wakaf an-nuqud

    Beberapa sumber menyebutkan beberapa ahli fiqh yang berpendapat boleh mewakafkan uang, seperti :

    1) Az Zuhri yang wafat tahun 124 H.

    Imam Al Bukhari (wafat tahun 252 H.) menyebutkan bahwa Imam Az-Zhuhri (wafat tahun 124 H.) berpendapat boleh mewakafkan dinar dan dirham. Caranya ialah menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya.55

    51 Al-Fairuzabady, Al-Qamus al-Muhith, (Bairut: Al-Muassasah al-risalah, cet. I,

    1986), h. 412. 52 Ahmad Hasan, Al-Auraq al-naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islami op.cit., h. 2. Dinar,

    Dirham dan wariq juga disebutkan dalam al Quran surat Ali Imran ayat 75, surat Yusuf ayat 20 dan surat al Kahfi ayat 19.

    53 Al-Sarkhasy, Al-Mabsuth, (Bairut: Dar al-Marifah, juz II, tt.), h. 14. 54 Ahmad Hasan, Al-Auraq al-naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islami op.cit., h. 10 55Abu As-Suud Muhammad, Risalatu Fi Jawazi Waqfi An-Nuqud (Beirut : Dar Ibni

    Hazm), hal. 20-21). Lihat juga ulasan Abu Al-Asybal dalam buku tersebut pada halaman 13

  • Al-Risalah Volume V, No. 1, Januari 2015

    37

    Disebutkan dalam buku !+ , oleh Abu Asuud Al -Ha-nafi sbb. :

    # :t _ _ : _ : : E i

    _ i P , 56.}

    Disebutkan bahwa Ibnu Asy-Syihab Az-Zuhri pernah menyebutkan sahnya wakaf dinar, sebagaimana dikutip Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari dalam Shohihnya. Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari mengatakan : Az-Zuhri mengatakan tentang orang yang menetapkan hartanya sebanyak 1000 dinar fi sabilillah (sebagai wa-kaf), Ia berikan 1000 dinar tersebut kepada budaknya yang bekerja sebagai pedagang untuk dijadikan modal dagang. Lalu budaknya menjadikan uang tersebut sebagai modal dan mengelolanya. Keun-tungannya diberikannya sebagai sedekah kepada orang miskin dan para ahli familinya. Apa yang disebutkan Abu Asuud Al Hanafi tersebut kami temukan

    dalam Shohih Bukhori. Bukhori menyebutkan dalam Shohihnya (Kitab Al Washoya) sbb. :

    _]] I _

    s :

    _

    ,

    I P

    } _

    n } _

    _

    n

    ,

    57) E( _

    Bab tentang wakaf hewan, kura (berbagai kuda dari semua jenis-nya), urudh (harta selain emas dan perak) dan ash-shomit (uang emas dan perak). Az-Zuhri berkata tentang orang yang menetapkan 1000 dinar fi sabilillah (wakaf) dan memberikan 1000 dinar tersebut kepada seorang budaknya yang berdagang, lalu budaknya menge- lolannya, Kemudian orang tersebut menetapkan keuntungannya se-bagai sedekah kepada orang-

    56 Ibid. hal. 20-21 57 Bukhori, Shohih Al Bukhori dengan syarahnya Fat-hu Al Bari oleh Ibnu Hajar (Kairo :

    Mushthofa Al Halabi), VI hal. 334

  • Volume V, No. 1, Januari 2015 Al-Risalah

    38

    orang miskin dan familinya. Apakah orang tersebut boleh makan dari keuntungan 1000 dinar tersebut meskipun ia tidak menyalurkan keuntungannya sebagai sedekah pada orang-orang miskin ? Az Zuhri mengatakan : Ia tidak boleh makan dengan menggunakan keuntungannya tersebut. Menurut Ibnu Hajar, Bukhori mencantumkan bab ini (yang

    mengandung penjelasan Az-Zuhri) adalah dalam rangkaian hadis-hadis yang

    menjelaskan hukum wakaf benda-benda bergerak di antaranya . yaitu) /emas dan perak). Ibnu Hajar menjelaskan wakaf benda bergerak itu sah selama memenuhi syarat yaitu hendaklah bendanya dapat ditahan (tidak lenyap ketika dimanfa-atkan). Ibnu Hajar menjelaskan pendapat Az-Zuhri bahwa benda bergerak beru-pa emas dan perak dapat diwakafkan, dengan cara menjadikan emas dan perak itu sebagai modal, Keuntungannya disalurkan kepada mauquf alaihi.

    2) Mazhab Hanafi

    Mazhab Hanafi memperbolehkan wakaf uang dinar dan dirham, sebagai pengecualian. Dasar pengecualiannya ialah ka