AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

7
Quality Control Mandiri Pada Industri Cincau Hitam Untuk Meningkatkan Higiene Produk Dan Potensi Pemasaran Produk 1. Pendahuluan Industri kecil pengolahan cincau hitam di kota Pontianak dengan kapasitas produksi sebanyak 2000 buah cetakan cincau hitam setiap harinya, pada bulan ramadhan produksi bisa meningkat sebanyak 10000 buah cetakan cincau hitam perhari hal ini karena tingginya permintaan cincau hitam pada bulan ramadhan sebagai menu minuman berbuka puasa. Proses pembuatan cincau cukup sederhana, daun cincau direbus di atas tungku menggunakan wajan besar hingga tiga jam, setelah airnya menjadi warna kehitam-hitaman lalu air itu dicampur sagu. Setelah melalui proses itu, maka air cincau yang dicampur sagu itu dimasukkan ke dalam tempat ukuran kaleng susu untuk didinginkan. Setelah dingin cincau siap dijual ke pedagang dipasar tradisional. Dalam proses pengolahan ini beberapa pengusaha memberikan bahan kimia formalin untuk membuat cincau lebih awet dan tahan lama sehingga apabila dalam pemasaran kurang laku cincau lebih tahan lama untuk dipasarkan. Beberapa pengusaha juga terindikasi memberikan campuran boraks pada saat mengolah cincau, dengan pemberian boraks tektur cincau jadi lebih kenyal dan tidak mudah hancur saat pendistribusian ke pedagang-pedagang dipasar tradisional. Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Indonesia Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Indonesia a b I N F O A R T I K E L ABSTRACT Kata kunci: Kontrol kualitas, pengepakan, pemasaran, cincau *Kontak penulis E-mail: [email protected] (Andri), [email protected] (Fenni), [email protected] (Elly). http://dx.doi.org/10.29406/al-khidmah.v1i2.1321 Jurnal Al-Khidmah 2018 Kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk melakukan upaya komprehensif dalam industri grassjelly melalui pelatihan pengendalian diri berkualitas dengan memperkenalkan HACCP (poin-poin kontrol kritis analisis bahaya), dan setelah itu pelatihan tentang prosedur untuk membuat lisensi industri rumah tangga dan mengemas produk-produk cincau, dan kemudian menyediakan bantuan untuk mengusahakan pemasaran untuk memasarkan pangsa yang baru. Hasil dari kegiatan setelah beberapa pelatihan diberikan kepada industri grassjelly menemukan dampak berikut dari kegiatan, pemahaman dan pengetahuan industri grassjelly meningkatkan kebersihan makanan yang dibuktikan dengan penilaian awal ketidaktahuan tentang potensi paparan kimia dan mikrobiologi di awal sebelum kegiatan diubah menjadi kesadaran untuk menciptakan makanan higienis yang lebih baik. Ketertarikan pada pangsa pasar baru di supermarket juga terbukti setelah pengemasan dan prosedur pelatihan untuk produk lisensi rumah tangga telah dilakukan, tetapi fasilitasi lebih lanjut diperlukan untuk membantu manajemen produk lisensi. Pengabdian masyarakat selanjutnya dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan industri supermarket untuk berkolaborasi dengan industri cincau kecil dalam menyediakan stok cincau di supermarket. Sektor pemerintah juga perlu dilibatkan untuk lebih serius melakukan pemantauan keamanan pangan industri cincau. AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH Vol. 1, No. 1 Juli 2018 PUSAT PENERBITAN DAN PUBLIKASI ILMIAH (P3I) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/alkhidmah AL-KHIDMAH Andri Dwi Hernawan , Fenni Supriadi , Elly Trisnawati a, * b a

Transcript of AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

Page 1: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

Quality Control Mandiri Pada Industri Cincau Hitam Untuk MeningkatkanHigiene Produk Dan Potensi Pemasaran Produk

1. Pendahuluan Industri kecil pengolahan cincau hitam di kota Pontianak dengan kapasitas produksi sebanyak 2000 buah cetakan cincau hitam setiap harinya, pada bulan ramadhan produksi bisa meningkat sebanyak 10000 buah cetakan cincau hitam perhari hal ini karena tingginya permintaan cincau hitam pada bulan ramadhan sebagai menu minuman berbuka puasa. Proses pembuatan cincau cukup sederhana, daun cincau direbus di atas tungku menggunakan wajan besar hingga tiga jam, setelah airnya menjadi warna kehitam-hitaman lalu air itu dicampur sagu. Setelah melalui proses itu, maka air cincau yang dicampur sagu itu dimasukkan ke dalam tempat ukuran kaleng susu untuk didinginkan. Setelah dingin cincau siap dijual ke pedagang dipasar tradisional. Dalam proses pengolahan ini beberapa pengusaha memberikan bahan kimia formalin untuk membuat cincau lebih awet dan tahan lama sehingga apabila dalam pemasaran kurang laku cincau lebih tahan lama untuk dipasarkan. Beberapa pengusaha juga terindikasi memberikan campuran boraks pada saat mengolah cincau, dengan pemberian boraks tektur cincau jadi lebih kenyal dan tidak mudah hancur saat pendistribusian ke pedagang-pedagang dipasar tradisional.

Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, IndonesiaProgram Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Indonesia

a

b

I N F O A R T I K E L A B S T R A C T

Kata kunci:

Kontrol kualitas,

pengepakan,

pemasaran,

cincau

*Kontak penulisE-mail: [email protected] (Andri), [email protected] (Fenni), [email protected] (Elly).

http://dx.doi.org/10.29406/al-khidmah.v1i2.1321

Jurnal Al-Khidmah 2018

Kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk melakukan upaya komprehensif dalam industri grassjelly melalui pelatihan pengendalian diri berkualitas dengan memperkenalkan HACCP (poin-poin kontrol kritis analisis bahaya), dan setelah itu pelatihan tentang prosedur untuk membuat lisensi industri rumah tangga dan mengemas produk-produk cincau, dan kemudian menyediakan bantuan untuk mengusahakan pemasaran untuk memasarkan pangsa yang baru.Hasil dari kegiatan setelah beberapa pelatihan diberikan kepada industri grassjelly menemukan dampak berikut dari kegiatan, pemahaman dan pengetahuan industri grassjelly meningkatkan kebersihan makanan yang dibuktikan dengan penilaian awal ketidaktahuan tentang potensi paparan kimia dan mikrobiologi di awal sebelum kegiatan diubah menjadi kesadaran untuk menciptakan makanan higienis yang lebih baik. Ketertarikan pada pangsa pasar baru di supermarket juga terbukti setelah pengemasan dan prosedur pelatihan untuk produk lisensi rumah tangga telah dilakukan, tetapi fasilitasi lebih lanjut diperlukan untuk membantu manajemen produk lisensi.Pengabdian masyarakat selanjutnya dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan industri supermarket untuk berkolaborasi dengan industri cincau kecil dalam menyediakan stok cincau di supermarket. Sektor pemerintah juga perlu dilibatkan untuk lebih serius melakukan pemantauan keamanan pangan industri cincau.

AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

AL-KHIDMAH

Vol. 1, No. 1 Juli 2018

PUSAT PENERBITAN DAN PUBLIKASI ILMIAH (P3I)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/alkhidmah

AL-KHIDMAH

Andri Dwi Hernawan , Fenni Supriadi , Elly Trisnawatia,* b a

Page 2: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

Pemasaran produk cincau hitam juga masih tergolong sangat sederhana dengan memasarkannya pada pedagang-pedagang dipasar tradisional tanpa menggunakan kemasan apapun sehingga potensi cincau terkontaminasi dengan bakteri saat pendistribusian ataupun saat diperdaganggakan dipasaran sangat tinggi. Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada pengusaha cincau didapatkan informasi bahwa pemilik industri dan sejumlah pekerjanya belum cukup peduli dengan cara pengolahan cincau yang hygiene dengan alasan bahwa dalam proses pengolahan cincau sudah dilakukan pemasakan bahan sampai mendidih jadi sudah bisa dipastikan bahwa bakteri dalam cincau mati dan bahan-bahan yang dicampurkan dalam cincau sudah netral melalui pemanasan tersebut. Cincau yang sudah diproduksi juga tidak dimasukkan dalam kemasan dan dipasarkan ke dalam supermarket, tidak dilakukannya pengemasan dikarenakan dapat menambah biaya produksi. Cincau dijual ke pedagang pasar dengan harga jual Rp700 perbuah dan pedangan menjual ke konsumen dengan harga Rp 1.000 jika diberi kemasan dikhawatirkan harga jual akan meningkat sebesar Rp 500 sehingga dapat mengurangi penjualan, selain itu apabila dijual disupermarket akan kalah bersaing dengan produk cincau hitam buatan pabrik yang dikemas dalam minuman kaleng. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi pengusaha industri rumah tangga cincau hitam beberapa kegiatan pengabdian dilakukan untuk memberikan solusi meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi dan omset pengusaha cincau hitam. Memberikan pelatihan tentang Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) kepada pengusaha cincau hitam dan para pekerjanya sehingga mereka mampu mengenali potensi bahaya paparan produk olahan makanan dari zat kimia dan bakteriologis. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi (FAO, 2004). HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. (FAO, 2004) Kegiatan selanjutnya dengan mengenalkan teknologi pengemasan produk makanan dengan sistem vacuum, dengan cara pengemasan ini produk cincau jadi lebih menarik dan tahan lama sehingga dapat dipasarkan di supermarket-supermarket dan dapat bersaing dengan produk minuman cincau produksi pabrik. Metode ini bisa digunakan secara manual ataupun otomatis seperti memasukan produk kedalam kantong plastik vacuum, mengeluarkan udara dari dalam plastik dan penyegelan plastik. Pengemasan plastik vakum diharapkan menggunakan plastik dengan ukuran yang pas sesuai dengan bentuk produk yang akan dikemas. Maksud utama dari kemasan vacuum adalah biasanya digunakan untuk menghilangkan oksigen dari dalam kemasan plastik vacuum, dimana ketika oksigen sudah dikeluarkan diharapkan waktu kadarluasa suatu produk akan lebih panjang lagi . Penggunaan plastik ini dapat memperpanjang waktu display produk, dengan bentuk yang fleksibel, serta untuk mengurangi ukuran suatu kemasan produk (Murad, 2010).

2. Metode

2.1. Tempat dan Waktu Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini dilaksanakan di Industri Cincau Hitam yang ada di Kota Pontianak di Kelurahan Tanjung Hulu dan Kelurahan Sungai Jawi. Kegiatan dilakukan selama tiga tahap, yaitu penilaian awal pengolahan cincau untuk melakukan assessment bahaya produk dari kontaminasi bahan kimia dan biologi, kedua dilakukan pelatihan terpadu mulai dari quality control mandiri dan pengemasan pemasaran produk, ketiga melakukan pendampingan dari proses pengolahan sampai dengan pemasaran produk. Kegiatan dilakukan mulai bulan Mei-September 2018.

2.2. Prosedur Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dimulai dari asseement awal potensi hazard pada pengolahan cincau, setelah penilaian awal dilakukan informasi tersebut dikembangkan untuk menyusun rencana materi pelatihan yang akan diberikan. Proses awal dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Quality control secara mandiri oleh pengusaha sehingga diperoleh produk cincau yang higienis dan memiliki ijin industry rumah tangga (PIRT), untuk mewujudkan hal ini proses pelatihan HACCP pangan dan penyuluhan ijin produksi pangan dilakukan oleh tim pelaksana. Proses selanjutnya dilakukan pelatihan pengemasan produk dan penyuluhan tentang pemasaran produk di gerai supermarket. Hasil pelaksanaan pelatihan yang dilakukan akan dinilai dampaknya pada kapasitas, kualitas dan kemasan produk cincau yang dihasilkan dari industry kecil tersebut. Adapun alur pelaksanaan kegiatan PKM pada industry kecil cincau hitam dapat dilihat pada gambar 1.

68

Page 3: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

Gambar 2.1. Alur Pelaksanaan Kegiatan PKM

2.3. Metode Kegiatan

Metode kegiatan dilakukan dengan pelatihan melalui ceramah, diskusi, dan praktek langsung dalam setiap sesi pelatihan yang diberikan. Pelatihan HACCP dan PIRT dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi dengan pengusaha dan pekerja industry cincau. Bahan pengembangan materi pelatihan HACCP didasarkan pada penilaian awal tentang proses pengolahan cincau yang telah dilakukan oleh mentor pendamping yang terlebih dahulu sudah dilakukan pelatihan terhadap mereka. Metode pelatihan pengemasan produk dan pemasaran produk dilakukan dengan praktek langsung pengemasan dan diskusi bersama pengusaha cincau.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Karakteristik Industri cincau hitam

Industri cincau hitam di Kota Pontianak merupakan sector industry kecil rumah tangga yang menjadi salah satu penggerak perekonomian di Kota Pontianak, sebanyak 6 usaha cincau hitam ini merupakan industry skala rumah tangga dengan omset per hari berkisar Rp 500.000 – Rp 1.000.000, namun pada bulan puasa omset ini bisa meningkat menjadi 3 kali lipat karena tingginya angka permintaan cincau hitam di Kota Pontianak bahkan informasi yang diterima industry ini juga menjadi supplier cincau hitam dibeberapa kabupaten lain disekitar kota Pontianak saat bulan ramadhan. Industri cincau hitam yang menjadi sasaran kegiatan PKM ini adalah industry cincau milik Bapak Eko yang beralamat di kelurahan Tanjung Hulu Kota Pontianak. Industri tersebut sudah berjalan lebih dari 12 tahun dan merupakan industry turun temurun dan dikelola oleh keluarga. Jumlah pekerja tetap sebanyak 3 orang namun pada musim permintaan tinggi yaitu pada saat musim kemarau dan bulan ramadhan jumlah pekerja harian bertambah menjadi 10 orang pekerja. Sasaran pemasaran produk cincau masih berada di pasar tradisional yaitu pasar Flamboyan Kota Pontianak dan pasar tradisional keraton Pontianak Kampung dalam. Sistem pemasaran juga masih menggunakan model konvensional dengan memberikan stok cincau secara rutin ke pedagang pasar dan juga menyediakan stok tetap di tempat industry untuk beberapa industry minuman cincau yang ada disekitar lingkungan Tanjung Hulu.

3.2. Penilaian awal pengolalan cincau

Awal pelaksanaan kegiatan pengabdian dimulai dengan melakukan assessment terhadap pembuatan dan pengolahan produk cincau hitam. Tahap penilaian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendetail tentang potensi hazard dalam pengolahan produk makanan cincau hitam. Pelaksana assessment adalah tim dari mahasiswa pendamping dan mentor pengusaha cincau yang terlebih dahulu sudah mendapatkan pelatihan untuk mengidentifikasi potensi hazard yang mungkin timbul dari segala aktivitas pengolahan cincau. Proses identifikasi hazard lebih difokuskan pada hazard kimia dan mikrobiologi yang mungkin berpotensi menjadi sumber bahaya bagi keamanan pangan produk cincau hitam. Assessment dilakukan dengan berbekal lembar ceklist dan dokumentasi, lembar ceklist digunakan untuk mengobservasi dan

69

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

Page 4: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

memberikan keterangan tiap tahap pengolahan dan mencatat setiap potensi bahaya yang ada. Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan evidence base yang akurat untuk selanjutnya dijadikan sebagai modal dalam melakukan perencanaan intervensi pelatihan HACCP tahap selanjutnya. Hasil dari pelaksanaan assessment ini adalah diperolehnya informasi berbasis bukti tentang proses pengolahan produk cincau yang dilakukan oleh pelaku usaha mitra pengabdian PKM, selanjutnya hasil penilaian awal ini dijadikan sebagai data awal untuk membuat perencanaan dalam menyusun intervensi yaitu menyusun materi tentang pelatihan HACCP yang tepat sesuai dengan kebutuhan dalam industry cincau. Hasil dari pelaksanaan assessment ini diuraikan sebagai berikut:1. Tahap penyiapan bahan baku dan peralatan Pemilihan bahan baku cincau hitam sebagai bahan dasar diambil dari daun cincau yang didatangkan dari pulau jawa, air

rebusan, soda mie dan tepung sagu. potensi bahaya dari bahan baku adalah Bahaya bakteriologis dari proses penjemuran daun, batang dan akar cincau yang dilakukan secara alami ditempat terbuka, kontaminasi bakteri karena proses penjemuran ditempat terbuka jadi berisiko terpapar bakteri dari hewan (ayam, burung, anjing, kucing dll) dan dari udara. Potensi bahaya bakteriologis dari sumber air hujan yang disimpan dalam tempat penampungan yang jarang dibersihkan, sehingga berpotensi tinggi menjadi tempat bersembunyi binatang pengerat. Potensi bahaya kimiawi dari penggunaan soda mie yang tidak dilakukan dengan takaran yang tepat. Potensi bahaya bakteriologis karena penyimpanan tepung sagu yang tidak tertutup rapat. Pemilihan peralatan pengolahan cincau, peralatan yang dipakai drum bekas, ember bekas cat, sendok kayu pengaduk, wadah gelas pencetak cincau. Potensi bahaya mikrobiologi dan kimia dari tindakan pencucian drum yang jarang dilakukan sehingga ada pembusukan dari sisa-sisa daun cincau, bahaya kimia berasal dari karat yang bisa timbul dari drum perebusan. Potensi bahaya mikrobiologi karena jarang dilakukan pencucian, potensi bahaya mikrobiologi karena tempat penyimpanan yang ditdak higienis, potensi bahaya mikrobilogis dari proses penyimpanan dan jarang dilakukan pencucian.

Gambar 3.1. Bahan dan alat produksi cincau hitam

2. Tahap perebusan cincau hitam Perebusan daun cincau bibit bahan yang dipakai daun cincau sebanyak 5Kg, soda mie 1Kg, dan air mentah bersumber air hujan.

Potensi bahaya kimia dari penggunaan soda mie yang melebihi takaran 0,01%, potensi bahaya mikrobiologi dari perebusan air sisa yang tidak direbus ulang sampai mendidih. Perebusan kedua dilakukan setelah bahan rebusan pertama siap, proses perebusan kedua ditambahkan bahan tepung sagu sebanyak 3,5Kg. Potensi bahaya bakteriologis karena proses perebusan tidak dilakukan sampai mendidih, sumber bakteri berasal dari air 20 liter, tepung sagu dan sendok kayu pengaduk.

Gambar 3.2. Proses perebusan cincau hitam

3. Tahap pencetakan cincau hitam Proses pencetakan cincau dilakukan dengan menggunakan gelas plastik cetakan yang tidak pernah dicuci sehingga

potensibahaya yang muncul bahaya mikrobiologis berasal dari alat gelas pencetak yang tidak dicuci secara rutin. Pendinginan cincau yang sudah dicetak hanya diletakkan diruang terbuka diatas lantai tanah sehingga potensi bahaya dari proses pendinginan dilakukan diatas lantai dan tidak tertutup rapat

Gambar 3.3. Proses pencetakan cincau hitam

70

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

Page 5: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

4. Pengemasan dan pendistribusian Cincau dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan dalam ember cat untuk selanjutnya diperjualbelikan dipasar tradisional,

potensi bahaya mikrobiologis karena cincau hitam tidak dikemas tertutup. Proses pendistribusian dan penjualan cincau dipasar tradisional dilakukan dilapak penjual secara terbuka, potensi bahaya mikrobiologis.

Gambar 3.4. Pengemasan dan pendistribusian cincau hitam

3.3. Perencanaan pengabdian melalui intervensi pengolahan cincau hitam

Hasil assessment awal yang dilakukan oleh tim pengabdian dijadikan sebagai tollak ukur dalam melaksanakan intervensi berupa menyiapkan materi tentang pelatihan yang akan dilakukan, secara umum perencanaan pelatihan yang akan dilakukan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Intervensi pengolahan cincau hitam

3.4. Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat

1. Pelatihan HACCP (quality control mandiri) Pelatihan dilakukan dengan metode partisipatif, trainer merupakan salah satu anggota tim pengusul kegiatan pengabdian

masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan di tempat pelaksanaan usaha cincau hitam dengan jumlah peserta yang terlibat sebanyak 4 orang pekerja cincau hitam. Mataeri yang diberikan sekaligus dilakukan praktek pada tiap tahap pengolahan cincau hitam, praktek lebih difokuskan untuk mengenal dan mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin bisa mengakibatkan produk cincau terpapar. Proses identifikasi bahaya ini juga didampingi oleh mahasiswa mentor untuk dapat memberikan penjelasan detail kepada pekerja cincau. Setelah praktek pelatihan identifikasi bahaya dilakukan selanjutnya proses menumbuhkan dorongan perubahan perilaku dalam pengolahan dan penyediaan bahan baku dengan metode focus group discussion (FGD) dilakukan oleh ketua tim pengusul beserta dengan pekerja. Dari hasil FGD didapatkan satu kesepakatan bersama untuk komitmen pekerja dalam memperbaiki perilaku dalam pengolahan makanan dan penyediaan bahan baku agar terhindar ddari bahaya paparan hazard.

Gambar 3.5. Pelatihan HACCP

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

71

Page 6: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

2. Pelatihan dan pengenalan prosedur pengajuan IRT Proses pelatihan dilakukan dengan metode diskusi terbuka yang dilakukan oleh anggota kedua pengusul pengabdian

masyarakat. Materi yang disampaikan adalah seputar informasi tentang cara pengajuan ijin PIRT di Dinas Kesehatan setempat, prasyarat yang harus dimiliki oleh pengusaha dan waktu pengurusan PIRT. Dalam pelaksanaan pelatihan ini diperoleh kesepakatan bahwa pengusul akan membantu teknis pengusulan IRT ke dinas, namun pengusaha masih belum memiliki keinginan yang maksimal untuk mengurus ijin PIRT industry cincaunya karena waktu pelatihan sebagai syarat mendapatkan PIRT nya membutuhkan waktu 3 hari dan pengusaha cukup sulit untuk mengikuti kegiatan pelatihan tersebut.

Gambar 3.6. Pelatihan PIRT

3. Pelatihan pengemasan produk dan pemasaran produk Pelatihan pengemasan produk dilakukan dengan cara memberikan praktek seccara langsung mulai dari menentukan jenis

kemasan yang menarik, cara pengemasan dan pelabelan kemasan produk. Beberapa cara pengemasan dikenalkan diantaranya pengemasan dengan mnggunakan plastic kemudian di vacuum sealer, pengemasan dengan menggunakan cup sealer, dan pengemasan produk yang sudah tercetak dengan menggunakan vacuum sealer. Permasalahan dalam proses pengemasan ini cukup sulit untuk dilakukan dengan vacumm sealer karena tektur cincau yang mudah mencair jika disimpan dalam suhu ruangan, namun solusi diberikan dengan melakukan penyimpanan cincau kemasan yang sudah dijual di supermarket disimpan pada etalase yang memiliki lemari pendingin.

Praktek pelabelan juga dilakukan secara langsung pada produk yang dikemas, informasi tentang apa yang harus dicantumkan dalam pelabelan produk disampaikan diantaranya dalam pelabelan mesti memberikan informasi merk produk, komposisi produk, tanggal produksi dan kadaluarsa produk, dan informasi nilai gizi produk bisa diganti dengan informasi khasiat produk. Jenis label juga disepakati jenis label temple pada kemasan produk, dengan pertimbangan jenis ini dianggap lebih mudah dalam aplikasinya pada label produk.18Pelatihan strategi pemasaran produk juga disampaikan dalam sesi ini, pelatihan dilakukan dengan memberikan pengetahuan kepada pengusaha tentang prosedur memasukkan/menyetok barang dagangan ke supermarket. Sistem penyediaan barang dagangang ke supermarket juga disampaikan kepada pengusaha, selain itu juga cara mengirim barang dagangan (cincau) ke supermarket juga diinformasikan kepada pengusaha. Setelah pelaksanaan pelatihan ini pengusaha mengaku cukup tertarik untuk merambah pasaran produk cincau hitam ke pasar supermarket, sehingga perlu pendampingan lebih maksimal untuk mewujudkan hal tersebut.

Gambar 3.7. Pelatihan pengemasan dan pemasaran produk

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Proses pengabdian pada pengusaha cincau hitam yang sudah dilaksanakan memberikan dampak nyata berupa adanya perubahan pemahaman pada pengusaha dan pekerja cincau tentang bahaya dalam proses pengolahan produk cincau, dari peningkatan pengetahuan ini selanjutnya dapat berkembang dalam peningkatan perilaku dalam mengolah cincau lebih hygiene. Hasil dari pelatihan pengemasan dan pemasaran produk terlihat antusiasme dari pengusaha untuk mengembangkan pemasaran cincau ke sasaran pasaran yang lebih luas terutama merambah supermarket.

4.2 Saran

Upaya pengabdian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggandeng pelaku industry retail supermarket untuk berkolaborasi dengan pelaku industry kecil cincau hitam dalam menyediakan stok cincau di gerai supermarket. Sektor pemerintah juga perlu

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

72

Page 7: AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73 AL-KHIDMAH

dilibatkan untuk lebih serius melakukan pemantauan keamanan pangan industry cincau hitam.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah sepenuhnya membiayai kegiatan ini. Dan terimakasih kepada Universitas Muhammadiyah Pontianak yang telah memfasilitasi dan mendukung kegiatan ini.

Daftar Pustaka

AT. Prasetyono. 2000. Implementasi Gmp Dan Haccp Dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan. Jurnal Teknologi Industri. volume IV 187-194

FAO.2004. The Use Of Hazard Analysis Critical Control Point(HACCP) Prinsiple Of Food Control . Canada. Report of an FAO expert Teknical Meeting

Kuncoro, Mudrajad. 2010. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional. Kadin. http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-107-2998-18072008.pdf

Murad, Sukardjo, Yogi P Rahardjo. 2010. Pengaruh Pengemasan Vakum dan Non Vakum Terhadap Perubahan Mutu Kimia dan Sifat Organoleptik Bawang Goreng Selama Penyimpanan. Agroteksos Vol XX 2-3.

Risaka Rian Fauziah. 2015. Kajian Keamanan Pangan Bakso Dan Cilok yang Beredar di Lingkungan Universitas Jember Ditinjau dari Kandungan Boraks, Formalin dan Tpc. URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/62923

A. D. Hernawan, F. Supriadi, E. Trisnawati AL-KHIDMAH 1 (2018) 67-73

73