AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI

download AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI

of 27

Transcript of AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI

AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI

Definisi Akuntansi Social Ekonomi (ASE) menurut Belkaoui (1984) lahir dari anggapan bahwa akuntansi sebagai alat manusia dalam kehidupannya harus juga sejalan dengan tujuan social hidup manusia. ASE berfungsi untuk memberikan informasi social report tentang sejauh mana unit organisasi, Negara dan dunia memberikan kontribusi yang positive dan negative terhadap kualitas hidup manusia. ASE sebagai suatu penerapan akuntansi di bidang ilmu social termasuk bidang sosiologi, politik ekonomi. Ada juga yang memberikan istilah lain dari ASE yaitu Akuntansi Sosial yang terdiri dari Akuntansi Mikro Sosial dan Akuntansi Makro Sosial. Faktor Penyebab munculnya ASE Kesadaran masyarakat akan perlunya dijaga kelestarian lingkungan untuk kelangsunagn hidup manusia dan penekanan pada kelestarian hidup dan kesejahteraan social semakin tinggi menjadi pendorong munculnya ASE. Faktor pendorong munculnya ASE adalah: 1. Adanya kesadaran dan komitmen terhadap kesejahteraan social tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. 2. Adanya paradigma kesadaran lingkungan tidak seperti selama ini lingkungan diabdikan untuk perusahaan, untuk mengejar keuntungannya. 3. Munculnya perspektif ecosystem, dimana system global tidak bisa berjalan sendiri sendiri tanpa memperhatikan system lain. Sistem ekonomi harus berjalan 4. Munculnya perhatian terhadap perlindungan kepentingan social. Dengan gencarnya pertumbuhan ekonomi maka sering melupakan kepentingan social yang merugikan masyarakat, namun lama kelamaan muncul kesadaran akan pentinganya diperhatikan kepentingan social tidak hanya kepentingan ekonomi. Kenyamanan masyarakt tidak hanya mengejar keuntungan material dia juga harus memperhatikan aspek spitritual.

Perkembangan Akutansi Soaial Ekonomi

Pemikiran ASE dapat dirujuk ke Pasca Perang Dunia ke II dimana semakin dituntut kualitas hidup tidak saja pertumbuhan ekonomi. Tahun 1960an sudah muncul beberapa pengembangan indikator social, akutansi sosial, pengukuran kualitas hidup, monitoring perubahan social, dan pelaporan social. Pelaporan ASE ini sudah mulai diikuti dan menjadi lazim bagi beberapa perusahaan besar khususnya di Negara- Negara maju baik karena kebijakan untuk mengambil hati Publik atau secara sukarela maupun karena rekomendasi atau saran-saran atau kewajiban dari regulator (SEC, BAPEPAM). Di Indonesia menunjukan bahwa perusahaan masih sangat rendah dalam melakukan pengungkapan aspek social.

Bentuk Laporan ASE Pelaporan dalam ASE berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau negative yang ditimbulkan oleh perusahaan. Pelaksanaan ASE masih banyak kendala dan keterbatasan terutama dalam hal pengukuran dan pelaporan. Dimata Islam pengungkpan aspek social melalui laporan keuangan bukan hanya berdimensi dunia, investor saja tetapi juga berdimensi akhirat bahkan harus memperhatikan tanggung-jawabnya kepada komunitas, social, makhluk alam lainnya serta Allah SWT. AKUNTANSI ISLAM

Definisi

Akutansi Islam atau Akutansi Syariah pada hakekatnya adalah penggunaan akutansi dalam menjalankan syariah Islam. Shahata (Harahap, 1997:272) misalnya mendefinisikan Akutansi Islam sebagai berikut: Postulat, standar, penjelasan dan prinsip akutansi yang

menggambarkan semua halsehingga akutansi Islam secara teoritis memiliki konsep, prinsip, dan tujuan Islam juga. Semua ini secara serentak berjalan bersama bidang ekonomi, social, politik, idiologi, etika, kehidupan, keadilan dan hukum Islam. Akutansi dan bidang lain itu adalah satu paket dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain,.

Sesuai dengan penjelasan Hayashi (1989) Akutansi dalam bahasa Arab disebut Muhasabah terdapat 48 kali disebut dalam Alquran.

Kata Muhasabah memiliki 8 pengertian Hayashi (1989): 1. Yahsaba yang berarti menghitung, to compute, atau mengukur atau to mensure. 2. Juga berarti pencatatan dan perhitungan perbuatan seseorang secara terus menerus 3. Hasaba adalah selesaikan tanggung jawab 4. Agar supaya bersifat netral 5. Tahasaba berarti menjaga 6. Mencoba mendapatkan 7. Mengharapkan pahala diakhirat. 8. Menjadikan perhatian atau mempertanggungjawabkan

Dalam merumuskan kerangka sosial reporting dalam perspektif Islam Haniffa (2002) mengemukakan 3 dimensi: (1) mencari ridho Ilahi (2) memberikan keuntungan kepada masyarakat, (3) mencari kekayaan untuk memenuhi kebutuhan. Ketiga dimensi ini dalam Islam dianggap juga subagai bagiab dari ibadah.

FUNGSI MUHTASIB DAN SIFAT PELAPORAN SOSIAL EKONOMI

Beberapa tugas Lembaga muhtasab adalah (Harahap, 1992): 1. Mengatur agar muslim melaksanakan kewajiban shalat maka muhtasib berhak memasukkannya ke penjara. 2. Menegakkan syariat misalnya menghindari sifat benci, bohong, penipuan. Misalnya mengurangi timbangan, praktik kecurangan dalam industri, dagang, agama dan lain-lain. 3. Memastikan masyarakat mendapatkan hak atas timbangan dari ukuran yang benar, 4. Mencek kecurangan bisnis, misalnya menyembunyikan kerusakkan barang, memberikan informasi yang salah tentang barang. 5. Mengaudit kontrak yang tidak benar, misalnya mencek keberadaan praktik riba, judi. 6. Menajaga terlaksananya pasar bebas. Menjaga jangan sampai ada praktik yang merugikan akibat ketiadaan informasi pasar. 7. Mencegah penimbunan barang kebutuhan masyarakat. 8. Memastikan berlakunya harga yang wajar. AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI ISLAM DALAM KONTEKS KEKINIAN Akuntansi Islam dam konteks kekinian diartikan sebagai akuntansi dalam perspektif Islam yang mampu menjawab bagaimana seharusnya profil akuntansi Islam dalam situasi saat ini dimana system ekonomi, politik, ideology, hukum dan etika masih didominasi system lain yaitu system kapitalis yang dasar filosofinya berbeda bahkan bertolak belakang dengan system nilai Islam. Akutansi Islam terpaksa mengadopsi berbagai jargon kapitalis tetapi secara pelan pelan tapi pasti dikonversi dengan teknik dan prinsip nilai Islam sibisanya sesuai konteksnya. Dalam konteks kekinian respons kita terhadap ASE adalah menerima dan mendorongnya untuk diterapkan sehingga pada suatu saat disadari keterbatasan akuntansi kapitalis ini dan pada akhirnya kita menerapkan Akuntansi Islam secara Kaffah atau secara menyeluruh dan terpadu.

AGENDA MASA DEPAN Situasi pada era masa depan sangat tergantung pada perilaku ummat kita saat ini. Sebagaimana kita ketahui saat in dunia dihadapkan pada hidden conflict antara dua konsep sivilisasi besar. Kapitalisme dan Islam. Dalam situasi ini umat Islam harus lebih cerdas memainkan peranan terutama dalam menjelaskan berbagai konsep, tata, orde atau system nilai yang dimilikinya untuk menjawab berbagai tantangan masyarakat dunia yang semakin lama semakin kompleks. Akutansi Islam masih melalui proses menuju akutansi Islam yang sebenarnya yang berfungsi membantu penegakkan syariah.

PENUTUP

Dalam konteks Islam isu yang diangkat oleh ASE sangat relevan. Hal ini bisa dilihat dari definisi Muhasabah (akuntansi) dan fungsi lembaga Muhtasib (Akuntan Pemerintah) yang sangat luas yang mencakup etika dan kepatuhan terhadap syariah Islam. Akuntansi Islam harus bisa mencakup aspek sosial, etika, keadilan, lingkungan bahkan ketentuan lain yang diwajibkan oleh Allah SWT termasuk dimensi akherat. Namun dalam konteks kekinian, Akuntansi Islam harus mampu menyesuaikan diri untuk kepentingan strategi dan taktik. Selama ini dalam pelaporan masih mengikuti konsep dan nilai kapitalis. elama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan, dan lain-lain. Karenanya perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya. Setiap perusahaan didirikan dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Tetapi dibalik semua itu, ada hal lain yang lebih penting menyebabkan keberadaan dari perusahaan-perusahaan tersebut yaitu mencari keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya dalam setiap aktivitas produksi mereka.

Dalam upaya untuk mendatangkan laba tersebut, setiap perusahaan selalu berusaha mencari peluang dan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah, dan pada akhirnya jika hal itu dibiarkan tidak terkontrol maka kemungkinan besar yang dapat timbul adalah dampakdampak negatif yang dapat merugikan lingkungan dan masyarakat. Dampak-dampak yang semakin lama dan semakin besar serta sukar untuk dikendalikan ini seperti: polusi, keracunan, kebisingan, eksploitasi besarbesaran terhadap sumber daya alam, diskriminasi, pemaksaan, kesewenangwenangan, produksi makanan haram, sampai ke penipuan-penipuan terhadap konsumen seperti penjualan barang dengan kualitas rendah atau barangbarang yang sudah tidak layak pakai lagi (kadaluarsa), dan sebagainya. Dampak luar ini disebut Externalities. Karena besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, maka masyarakatpun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak negatif, external diseconomy atau social cost yang ditimbulkan tidak semakin besar. Karena besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak negatif atau social cost yang ditimbulkan tidak semakin besar. Selain dapat menimbulkan social cost, dampak dari keberadaan perusahaan terhadap keadaan sosial masyarakat dan lingkungan juga merupakan biaya-biaya sosial yang bisa menunjukkan kontribusi positif atau manfaat keberadaan perusahaan kepada masyarakat (social benefits). Seiring dengan itu, akuntansi sebagai salah satu disiplin ilmu yang selalu mengikuti perkembangan lingkungan, harus mampu selalu berkembang dan menjangkau segala aspek yang ada. Enthoven (Harahap, 1992) menyatakan : Akuntansi harus peka terhadap perubahan lingkungan yang terus menerus berlangsung, akuntansi harus waspada terhadap perubahan itu apakah melalui sistemnya yang dimilikinya maupun atas bantuan sistem informasi regional dan internasional, untuk menyakinkan agar produknya tetap relevan bagi pemakainya. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang selama ini dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, maka dengan adanya tuntutan ini, akuntansi bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga

dengan lingkungannya. Ilmu Socio Economic Accounting (SEA) atau istilah lainnya Environmental Accounting, Social Responsibility Accounting, dan lain sebagainya, yang merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan pengaruh hubungan antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya yang ditunjukkan dengan adanya social benefit dan social cost. Akuntansi sosial ekonomi atau akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan alat yang sangat berguna bagi perusahaan dalam mengungkapkan aktivitas sosialnya di dalam laporan keuangan. Pengungkapan melalui social reporting disclosure akan membantu pemakai laporan keuangan untuk menganalisis sejauh mana perhatian dan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menjalankan bisnis. Di Indonesia bentuk akuntansi ini belum mempunyai format atau standar yang baku sehingga pelaporannya bersifat voluntary (sukarela), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf ke sembilan dinyatakan: Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. PSAK tersebut tidak secara tegas mengharuskan perusahaan untuk melaporkan tanggung jawab sosial mereka. Pengelompokan, pengukuran, dan pelaporan juga belum diatur, jadi untuk pelaporan tanggung jawab sosial diserahkan pada masing-masing perusahaan. Berbeda dengan negara-negara Eropa, laporan yang dibuat bersifat mandatory (kewajiban) yaitu mewajibkan perusahaan-perusahaan terutama perusahaan yang telah go public untuk membuat sustainability reporting (Laporan Pertanggungjawaban) yang meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan yang terjadi di perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan akuntansi sosial ekonomi antara lain: United Airlines, General Motor U.S.A, Intel, dan British Telecom.

Sebagai contoh : PT. Caltex Pacific (tambang minyak) di Pekanbaru, Riau, tiap terjadi banjir yang diakibatkan oleh Sungai Siak, senantiasa membantu para penduduk dengan memberikan bantuan obat-obatan dan membantu pemerintah daerah dalam membuat jembatan di atas Sungai Siak, sehingga melancarkan lalu-lintas antara Pekanbaru dan Dumai di pinggir laut. PT. Inalum di Sumatera Utara pada bulan puasa membantu masyarakat kota Medan dengan menyalurkan sebagian energi listriknya ke Medan sehingga umat Islam selama bulan puasa terjamin adanya penerangan terutama diperlukan pada waktu sahur malam. PT. Pupuk Sriwidjaja sebagai salah satu BUMN terbesar di Sumatera telah menyelesaikan proyek Pusri Effluent Treatment (PET) guna pengolahan limbah secara terpadu untuk memperbaiki kualitas limbah yang akan dibuang ke lingkungan sesuai dengan mutu limbah yang ditetapkan pemerintah dan Pusri juga telah menyalurkan dananya untuk pembinaan usaha kecil dan koperasi. Memang tidak semua perusahaan menyebabkan dampak yang negatif seperti yang telah disebutkan di atas, hanya demi mengejar keuntungan yang berlipat ganda. Banyak perusahaan lain yang berusaha untuk memberikan servis atau layanan terbaiknya kepada lingkungan dan terutama kepada masyarakat. Berbagai kegiatan sosial dilakukan seperti : pendirian tempat ibadah, mensponsori kegiatan olahraga, memberikan beasiswa, pelayanan kesehatan terutama sekali memberikan bantuan kepada mereka yang telah berusaha mengolah limbah buangan pabrik mereka semaksimal mungkin sehingga kadar racun yang ada dapat dihilangkan atau tidak berbahaya bagi kehidupan.. Di dalam era perdagangan bebas (free trade) ini, isu-isu mengenai masalah sosial perusahaan akan membuat perusahaan lebih memperhatikan kelangsungan hidupnya karena pertimbangan berbisnis saat ini tidak hanya dilihat dari kualitas produk maupun kualitas perusahaan secara finansial tetapi juga dilihat dari performa tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong perusahaan bukan hanya mengejar keuntungan semata tetapi juga ikut memperhatikan dan peduli terhadap kondisi lingkungan sosialnya. Walaupun belum ada standar yang baku mengenai penerapan akuntansi sosial ekonomi ini tetapi penerapan ini bertujuan untuk menimbulkan dan meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap tanggung jawab sosialnya. Dengan kenaikan biaya sosial yang terjadi

dalam suatu perusahaan dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sosialnya.

Konsep Akuntansi Sumber Daya Manusia Akuntansi Sumber Daya Manusia telah didefinisikan oleh Komite Akuntansi Sumber Daya Manusia dari American Accounting Association sebagai suatu proses identifikasi dan pengukuran data mengenai sumber daya manusia serta pengkomunikasian informasi ini ke pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam pengertian harfiah, akuntansi sumber daya manusia berarti akuntansi untuk manusia sebagai suatu sumber daya organisasional. Hal ini melibatkan pengukuran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan bisnis dan organisasi lainnya untuk merekrut, menyeleksi, mempekerjakan, melatih dan mengembangkan aktiva manusia. Akuntansi sumber daya manusia juga melibatkan pengukuran terhadap biaya yang akan dikeluarkan untuk menggantikan sumber daya manusia dari suatu organisasi. Dengan demikian akuntansi sumber daya manusia berarti mengukur investasi yang dibuat oleh organisasi dalam manusia, biaya untuk mengganti orang-orang tersebut dan nilai dari manusia bagi perusahaan itu. Sejarah Akuntansi Sumber Daya Manusia Bidang akuntansi sumber daya dikembangkan sejak tahun 1960-an. Bidang tersebut adalah cabang dari kumpulan yang terdiri atas beberapa aliran pemikiran yang independen namun saling berkaitan erat.

Berkembangnya Pengenalan terhadap Pentingnya Aktiva Manusia Amerika Serikat saat ini sedang mengalami restrukturisasi fundamental terhadap perekonomiannya. Khususnya, ekonomi tersebut sedang dalam proses transformasi kualitatif dari ekonomi industrial menjadi ekonomi berbasis jasa. Transformasi yang dimulai pada akhir Perang Dunia II telah mengarah pada perubahan dalam komposisi dari angkatan kerja tidak hanya pada sektor-sektor di mana manusia dipekerjakan, tetapi juga dalam jenis dan tingkatan keahlian yang diminta. Saat ini perekonomian Amerika Serikat teah menjadi ekonomi berbasis pengetahuan dan jasa yang disediakan telah menjadi apa yang digambarkan sebagai jasa teknologi tinggi. Jasa-jasa ini adalah produk dari sejumlah besar pelatihan dan pengalaman. Dorongan terhadap Pengembangan Akuntansi Sumber Daya Manusia Dalam struktur ekonomi pertanian dan industrial tingkat modal manusia jauh lebih rendah dibandingkan saat ini. Teori dan metode akuntansi tidak memperlakukan baik manusia atau investasi dalam manusia sebagai aktiva (kecuali budak, yang dipandang sebagai properti). Tetapi dengan semakin pentingnya modal manusia pada tingkat perekonomian secara keseluruhan, serta pada tingkatan perusahaan individual, sejumlah besar riset telah dirancang untuk mengembangkan konsep dan metode akuntansi bagi manusia sebagai aktiva. Bidang ini dikenal sebagai akuntansi sumber daya manusia. Akuntansi Sumber Daya Manusia adalah suatu pengakuan bahwa orang-orang merupakan modal manusia maupun aktiva manusia. Teori ekonomi dari modal manusia didasarkan pada konsep bahwa manusia memiliki keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan yang merupakan bentuk dari modal, yang disebut dengan modal manusia. Menurut Theodore Schultz menyatakan bahwa para pekerja telah menjadi kapitalis tidak hanya dari difusi kepemilikan saham perusahaan sebagaimana yang terjadi dalam dongeng, tetapi dari akuisisi pengetahuan dan keterampilan yang memiliki nilai ekonomi. Akuntansi sumber daya manusia juga telah mengembangkan dari tradisi yang paralel dalam manajemen karyawan yang dikenal sebagai aliran sumber daya manusia yang didasarkan pada pemikiran bahwa manusia adalah sumber daya organisasional yang berharga dan oleh karena itu harus dikelola sebagai sumber daya yang berharga. Teoretikus personalia seperti Odiorne dan psikolog organisasi leperti Likert telah memperlakukan manusia sebagai sumber daya organisasional yang berharga dalam karya mereka. Riset Awal dalam Akuntansi Sumber Daya Manusia Salah satu dari pendekatan paling awal untuk mengukur dan mencatat nilai dari sumber daya manusia dikembangkan oleh R.H Hermanson, seorang akuntan akademis, sebagai bagian dari disertasi Ph.D-nya yang kemudian diterbitkan sebagai mongraf pada tahun 1964 dengan judul Akuntansi untuk Sumber Daya

Manusia. Keprihatinan utama dari Hermanson adalah bahwa laporan keuangan konvensional gagal untuk mencerminkan dengan memadai posisi keuangan dari suatu perusahaan karena laporan tersebut tidak memasukkan aktiva manusia. Pada tahun 1966, seelompok penelitian terdiri atas R.L. Brummet, Flamholtz, dan W.C. Pyle memulai suatu program riset mengenai akuntansi sumber daya manusia di universitas Michigen. Riset ini mengarah pada berbagai konsep dan model teoritis serta aplikasi dari pendekatan-pendekatan ini dalam organisasi yang sesungguhnya. Riset Selanjutnya mengenai Akuntansi Sumber Daya Manusia Sejak studi awal oleh Hermanson, Brummet, Flamholtz, dan Pyle, terdapat sejumlah besar riset teoritis dan empiris untuk mengembangkan konsep, model, dan metode akuntansi bagi manusia sebagai aktiva organisasional. Bidang tersebut secara keseluruhan telah dikenal sebagai Akuntansi Sumber Daya Manusia. Peranan Manajerial Akuntansi Sumber Daya Manusia Tujuan utama akuntansi sumber daya manusia adalah untuk berfungsi sebagai suatu sistem yang menyediakan pengukuran atas biaya dan nilai dari manusia bagi suatu organisasi. Dari perspektif manajerial, akuntansi sumber daya manusia dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan kalkulus biaya-nilai yaitu, suatu penilaian terhadap biaya dan nilai yang terlibat dalam suatu keputusan. Pengukuran biaya dan nilai dari sumber daya manusia diperlukan untuk: 1. memfasilitasi perencanaan dan pengambilan keputusan personalia oleh staff manajemen personalia. 2. memungkinkan manajemen puncak untuk mengevaluasi efektivitas dengan mana sumber daya manusia telah dikembangkan, dipelihara dan digunakan oleh manajemen ditingkatan yang lebih rendah (terutama dalam perusahaan besar yang terdesentralisasi) Akuisisi Sumber Daya Manusia Melibatkan perekrutan, seleksi dan penerimaan orang untuk memenuhi kebutuhan tenaga manusia organisasi saat ini dan ekspektasi di masa depan. Langkah pertama dalam akuisisi sumber daya manusia adalah untuk memprediksikan kebutuhan tenaga manusia. Langkah ke dua adalah seleksi karyawan yaitu proses lain dimana akuntansi sumber daya manusia dapat memainkan suatu peranan. Kebijakan Akuisisi dan Pengembangan Akuntansi sumber daya manusia menyediakan informasi ekonomi yang dibutuhkan oleh manajemen untuk membantu dalam memformulasikan kebijakan akuisisi dan pengembangan karyawan.

Alokasi Sumber Daya Manusia Alokasi sumber daya manusia adalah proses menempatkan orang ke berbagai peranan dan tugas organisasional. Terdapat beberapa objektif, yang kadang kala saling berlawanan, yang terlibat dalam keputusan alokasi. Idealnya, manajemen mengalokasikan orang-orang ke pekerjaan dengan cara yang mengoptimalkan tiga variabel : produktivitas pekerjaan, pengembangan sumber daya manusia, dan kepuasan individu. Konservasi Sumber Daya Manusia Konservasi sumber daya manusia adalah proses pemeliharaan kapabilitas manusia sebagai individu-individu dan efekrivitas dari sistem manusia yang dikembangkan oleh suatu organisasi. Suatu organisasi harus memperhitungkan aktiva manusianya untuk mencegah terjadinya deplesi terhadap aktiva tersebut. Sekarang ini, konservasi sumber daya manusia diukur dalam hal tingkat perputaran. Meskipun demikian, ukuran perputaran bukanlah indikator yang mencukupi terhadap konservasi sumber daya manusia karena dua alasan. Pertama, ukuran tersebut merupakan ukuran historis dan oleh karena itu tidak tersedia bagi manajemen sampai setelah perputaran tersebut terjadi. Dengan demikian, tingkat perputaran tidak dapat digunakan sebagai sinyal peringatan dini untuk memberitahukan adanya kebutuhan akan usaha khusus untuk melakukan konservasi. Kedua, tingkat perputaran tidak sepenuhnya mencerminkan dampak ekonomi dari tingkat perputaran, yang ditunjukkan secara lebih realistis oleh ukuran moneter. Utilitas Sumber Daya Manusia Akuntansi sumber daya manusia merupakan suatu proses penggunaan jasa manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Akuntansi sumber daya manusia dapat membantu para manajer untuk menggunakan sumber daya manusia secara efektif dan efisien dengan menyediakan suatu paradigma atau kerangka kerja konseptual bagi utilisasi sumber daya manusia. Evaluasi dan Penghargaan Sumber Daya Manusia Evaluasi sumber daya manusia adalah proses penetapan nilai manusia bagi suatu organisasi. Hal tersebut melibatkan pengukuran produktivitas (kinerja) dan daya promosi manusia. Saat ini, sumber daya manusia dapat berguna dalam proses metode nonmoneter. Tetapi, metode-metode ini tidak dapat digunakan pada kebanyakan masalah dan keputusan akuisisi, pengembangan, alokasi, dan konservasi sumber daya manusia sebagaimana dikutip di atas. Oleh karena itu, yang dibutuhkan sebenarnya adalah metode moneter terhadap evaluasi sumber daya manusia. Akuntansi sumber daya manusia juga dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari masing-masing fungsi manajemen personalia. Hal tersebut juga

dapat membantu menetapkan standar dari biaya untuk memperoleh dan mengembangkan manusia.

MEDAN - Direktur Teknis Ikatan Akuntan Indonesia, Ersa Tri Wahyuni menilai, penerapan standar laporan akuntansi internasional atau IFRS ke dalam pernyataan standar akutansi keuangan bermanfaat menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. "Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari konvergensi IFRS (International Financial Reporting Standard) ke dalam PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan), di antaranya menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan," katanya di Medan, hari ini. Ersa menyatakan hal itu dalam seminar nasional bertajuk Perkembangan Standar Akuntansi Indonesia dan Dampaknya terhadap Bisnis yang digelar seusai pelantikan pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Sumatera Utara periode 2011-2015 yang diketuai Gus Irawan. Manfaat lain dari konvergensi IFRS ke dalam PSAK, yakni memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akutansi keuangan yang dikenal secara internasional. Selain itu, lanjut dia, penerapan IFRS ke dalam PSAK juga efektif menurunkan biaya modal dengan membuka "fund raising" melalui pasar modal secara global.

Bila Indonesia kelak sudah secara penuh mengadopsi IFRS, dia memperkirakan kualitas informasi laporan keuangan di negara ini akan meningkat, termasuk kualitas laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disebutkannya, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) telah memulai proses konvergensi itu sejak 2009 dan diharapkan selesai sebelum awal tahun 2012. Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif 1 Januari 2012. "IFRS bukan hanya merubah cara perusahaan membuat laporan keuangan, tetapi juga merubah bagaimana perusahaan menjalankan bisnisnya," paparnya. Untuk menyahuti tuntutan konvergensi IFRS ke dalam PSAK tersebut mutlak dibutuhkan kesiapan dari para praktisi, antara lain akuntan manajemen, akuntan publik, akuntan akademisi dan kesiapan para regulator maupun profesi pendukung lain, seperti penilai dan aktuaris. Menurut dia, penerapan PSAK berbasis IFRS akan berdampak besar bagi dunia usaha, terutama pada sisi pengambilan kebijakan perusahaan yang didasarkan kepada data-data akuntansi. Selain berdampak pada sisi akuntansi dan pelaporan keuangan perusahaan, katanya, konvegensi IFRS juga berdampak pada sistem informasi teknologi perusahaan, sumber daya manusia yang terlibat di perusahaan dan berdampak pada sistem organisasi perusahaan. Untuk memperlancar proses adopsi PSAK, lanjut Ersa, keberhasilan masa transisi adalah kunci utamanya. Terkait dengan perubahan standar akuntansi keuangan itu, katanya, langkah efektif yang perlu dilakukan perusahaan selama masa transisi adalah membentuk tim adhoc konvergensi IFRS yang bertanggung jawab untuk melakukan persiapan awal dan mengorganisasikan sumber daya. "Suksesnya penerapan standar akuntansi internasional dalam suatu negara, tidak lepas dari peran pasar modal, otoritas perpajakan dan regulator lainnya," ujar Ersa. ikatakan, IFRS kini sudah banyak diadopsi PSAK sejumlah negara guna

menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Ikatan Akuntan Indonesia pada 23 Desember 2008 telah mendeklarasikan rencana Indonesia untuk melakukan konvergensi IFRS ke dalam PKONFERGENSI IFRS DI INDONESIA Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti,. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis. DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain : 1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based 2. Banyak menggunakan professional judgement 3. Banyak menggunakan fair value accounting 4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain 5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain. 6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS. DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP BISNIS Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik "Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis" yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin : 1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global 2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. 3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif. 4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value 5. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management) 6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas

PROSES KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal. Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat : 1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal secara internasional 2. meningkatkan arus investasi global 3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara negara berkembang seperti Indonesia. PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir dan tahap implementasi. Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup : 1. IFRS 2 Share-based payment 2. IFRS 3 Business combination 3. IFRS 4 Insurance contracts 4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations 5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources

6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures 7. IFRS 8 Segment reporting 8. IAS 1 Presentation of financial statements 9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates 10. IAS 12 Income taxes 11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates 12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans 13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements 14. IAS 28 Investments in associates 15. IAS 31 Interests in joint ventures 16. IAS 36 Impairment of assets 17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets 18. IAS 38 Intangible assets Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup : 1. IFRS 7 Statement of Cash Flows 2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance 3. IFRS24 Related Party Disclosures 4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies 5. IFRS33 Earnings per Share 6. IFRS34 Interim Financial Reporting 7. IFRS41 Agriculture Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRS meliputi : 1. PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang baru 2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan 3. PSAK industri khusus akan dihapuskan 4. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan Pada 2011 tahap persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan. Konfergensi IFRS ini merupakan langkah yang tepat untuk para perusahaan di Indonesia.Karena akan membuat daya saing perusahaan di tingkat internasional akan semakin meningkat. Selain itu juga meningkatkan arus investasi global melalui transparansi dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Namun jika dilihat dari sisi negatifnya konfergensi IFRS akan membuat banyak

menimbulkan kontroversi di lingkungan pendidikan dan dunia bisnis. Karena bagi tenaga pendidik yang biasanya menggunakan rule based harus mengganti dengan principle based yang mereka sendiri harus belajar. Sementara untuk kalangan bisnis upaya konfergensi ini sangat menguntungkan karena akan meningkatkan daya saing mereka di tingkat Internasional. Kontroversi ini disebabkan oleh karena seseorang akan terjun di dunia bisnis itu pasti disiapkan oleh kalangan pendidik. Di sisi pendidik tidak menginginkan konfergensi IFRS, sedangkan di sisi pembisnis maka konfergensi IFRS ini akan selalu dinantikan. Selain itu juga perlu dilihat dan dicermati sisi waktu yaitu tahun 2012 mulai menerapkan PSAK yang mengadopsi IFRS. Dengan waktu sedemikian pendek apakah mungkin semua perusahaan yang listing di bursa akan mampu mengubah laporan keuangan mereka dengan landasan PSAK yang mengadopsi IFRS ini??Karena banyak sekali yang harus diubah, maka itu diperlukan kerjasama antara pihak bisnis dan tenaga pengajar di kalangan pendidik untuk mewujudkan konferjensi IFRS pada tahun 2012.

SAK.

Trend Yang Mempengaruhi Akuntansi Manajemen Diawal perkembangannya sampai akhir tahun 1914, akuntansi manajemen berorientasi pada penentuan kos produk dengan penelusuran profitabilitas produk secara individual dan penggunaan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan strategik. Informasi yang dihasilkan dimanfaatkan oleh pemilik sekaligus pemimpin perusahaan dan pemakai intern yang lain. Perubahan orientasi akuntansi manajemen dari pemakai intern ke penyediaan informasi keuangan bagi pihak luar perusahaan berlangsung sampai awal tahun 90-an. Trend yang menyebabkan perubahan akuntansi manajemen adalah: 1. Kemajuaan teknologi informasi : Akuntan manajemen mampu melakukan rekayasa informasi yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan secara manual.

2. Implementasi Just-in time (JIT) manufacturing: Perusahaan hanya memproduksi atas dasar permintaan,tanpa memanfaatkan tersedianya sediaan dan tanpa menanggung biaya sediaan. 3. Meningkatnya tuntutan mutu: Konsep pengendalian menyeluruh /total quality control (TQC),merupakan konsep pengendaliaan yang meletakkan tanggungjawab pengendaliaan disetiap pundak karyawan yang terlibat mulai dari proses pembuatan produk, disain ,proses produksi sampai dengan produk dibeli oleh pembeli. 4. Meningkatnya diversifikasi dan kompleksitas produk,serta semakin pendeknya daur hidup produk: dengan peralatan modern, pabrik akan menghasilkan produk yang kompleks. Semakin pendeknya daur hidup produk semakin memerlukan perancangan yang matang atas pendapatan dan biaya sehingga investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk disain dan pengembangan produk dapat diperkirakan. 5. Diperkenalkannya Computer integrated manufacturing : pabrikpabrik modern mampu melakukan inovasi yang luar biasa cepatnya dan mampu menghasilkan produk-produk dengan desain yang sempurna.

Krisis akuntansi Ketimpangan kesejahteraan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini semakin jelas. Ketika sisi pendapatan sebagian besar masyarakat tidak kunjung meningkat dan pada aras yang lain kenaikan berbagai kebutuhan pokok memaksa sebagian masyarakat menahan lapar, kelompok korporasi nasional yang hanya dimiliki oleh sekumpulan keluarga justru diupayakan selamat oleh otoritas negara, sehingga tidak kemungkinan terjadinya penurunan total aset secara signifikan dapat direstriksi. Berpijak pada peran negara seperti inilah, maka tidak mengherankan jika, misalnya sampai akhir tahun 2007, total kekayaan 10 orang tertajir di Indonesia yang merupakan pemilik korporasi sebesar US$ 27,86 miliar (Rp 259,098 triliun) atau ekuivalen dengan 14,99 juta kali pendapatan per kapita penduduk Indonesia tahun 2007 (Depkeu, 2007). Sketsa distribusi pendapatan seperti ini akhirnya mengharuskan pembagian pendapatan untuk strata masyarakat sedang hanya sebesar 35,08% dan 19,20% bagi strata masyarakat miskin (BPS, 2007). Fakta ini melukiskan bahwa terjadi kesenjangan yang sangat tajam dalam distribusi pendapatan yang berpangkal pada kegiatan korporasi. Apabila ditelusuri lebih lanjut, salah satu penyebab

utama terjadinya kesenjangan ini adalah praktek akuntansi. Argumentasi ini didasarkan atas fakta bahwa akuntansi dengan segala kapasitas yang dimilikinya telah mendistribusikan secara legal pendapatan maksimal yang diperoleh korporasi kepada pemilik modal. Pendeknya, tanpa adanya praktek akuntansi, distribusi pendapatan dari korporasi kepada pemilik modal merupakan tindakan illegal. Filsafat Akuntansi Pengaruh akuntansi yang luas ini tidak dapat dilepaskan dari filsafatnya, di mana tata buku berpasangan yang diintrodusir oleh seorang rahib Italia pada tahun 1494 dan diklaim sebagai pondasi ilmu akuntansi merupakan awal mula ketidakadilan peradaban manusia karena merepresentasikan pengelompokkan kelas berbeda dalam strata masyarakat, yakni pemilik lahan (pemodal) dan budak. Hal ini dapat dilacak dari munculnya akun debet dan kredit yang merupakan awal mula terjadinya kesenjangan pendapatan dalam masyarakat (Catchpowle, et. al., 2004:1056). Jastifikasinya, munculnya akun biaya tenaga kerja pada posisi debet dan akun ekuitas pada posisi kredit. Pada posisi yang demikian ini, tenaga kerja yang merupakan manusia dianggap sebagai faktor produksi yang tidak berbeda sama sekali dengan faktor produksi lainnya, yakni bahan baku yang notabene merupakan benda mati, sehingga posisinya dipisahkan dengan posisi ekuitas (pemilik modal) pada sisi kredit. Sistem perbudakan pada masa feodalisme tersebut sebenarnya juga masih terjadi sampai saat ini, walaupun dengan wajah yang lain. Setiap pekerja, mulai bagian cleaning service sampai Direktur Utama walaupun telah mendapatkan bayaran yang setimpal sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atas kontribusinya kepada korporasi (terutama privat), namun pengorbanan yang diberikan tersebut hanyalah merupakan upaya mengakumulasi kekayaan pemilik modal. Sebagai contoh, dalam konteks korporasi global, gaji CEO Citigroup, bank terbesar di dunia pada tahun 2006, sebesar US$ 13 juta (Rp 120,9 miliar) dalam setahun atau hanya 0,06% dari laba bersih (US$ 21,53 miliar/Rp 200,23 triliun) yang didapatkan oleh korporasi dan disalurkan secara legal (melalui instrumen akuntansi) kepada pemilik modal (Tempo, 2007). Bias Globalisasi Daya jangkau akuntansi yang turut mendonasikan ketimpangan kesejahteraan bukan terjadi hanya di wilayah negara tetapi juga antar negara, terutama negara maju dengan negara berkembang (termasuk Indonesia). Ketimpangan antar negara yang terjadi dalam 40 tahun terakhir tidak dapat dilepaskan dari seting ekonomi politik global, yakni globalisasi. Kelembagaan (rules of game) seperti ini merupakan sebuah upaya memperkaya salah satu pihak yang lebih kuat dalam percaturan ekonomi global (Stiglitz, 2002:ix). Oleh karena itu, konsep ini

memunculkan dua pihak yang saling berkebalikan, yakni pemenang (the winner) dan pecundang (the losser). Dalam pandangan radikal Smith (2003:33), yang berbeda jauh dengan Stiglitz, bahwa perdagangan bebas yang merupakan pilar utama globalisasi merupakan sebuah instrumen yang mensyaratkan bahwa bahan baku (goods) harus dapat dibeli dari produsen (negara) yang paling efisien tanpa memerhatikan kedaulatan produsen (negara) tersebut. Oleh karena itu, negara-negara maju melalui korporasi (yang merupakan representasi individu dalam mekanisme pasar paling efisien) yang ada di dalam negara tersebut menjadikan negaranegara berkembang (dan miskin) sebagai lokasi untuk mendapatkan bahan baku, baik dengan cara mendatangkan bahan baku tersebut ke korporasi global atau melakukan investasi di negara-negara berkembang, dengan harga yang relatif rendah. Dengan cara seperti ini diharapkan nisbah ekonomi akan dapat terdistribusikan secara maksimal kepada pihak yang lebih kuat dan di sisi lain imbas eksploitasi yang tidak adil terhadap negara-negara berkembang dapat ditutupi dengan cara bantuan luar negeri, program tanggung jawab sosial, dan lain sebagainya. Dengan dalih seperti ini, proses ketidakadilan tersebut menjadi sedikit kabur dan secara berangsur-angsur menjadi realitas yang dapat dimaklumi. Penjelasan di atas menuntun pada kesimpulan bahwa teori ekonomi beroperasi pada wilayah makro dan teori (serta praktek) akuntansi beroperasi dalam tataran mikro atas terjadinya kesenjangan distribusi pendapatan global. Hal ini bermakna bahwa teori ekonomi pada satu sisi merupakan pijakan yang digunakan untuk melegitimasi dominasi negara-negara maju atas negara-negara berkembang (dan juga negara miskin) dalam perdagangan (bebas) internasional. Di sisi lain, praktek akuntansi berguna untuk melegitimasi distribusi pendapatan korporasi-korporasi global yang notabene banyak menghuni negara-negara maju yang memanfaatkan sumber daya yang ada di negara berkembang serta sebagian beroperasi di negara-negara berkembang (di mana salah satunya adalah Indonesia). Perusahaan publik biasa disebut sebagai perusahaan terbuka - diharuskan untuk mematuhi berbagai aturan akuntansi dalam rangka pembuatan laporan keuangan agar pembaca laporan akan mudah memperbandingkan dengan laporan perusahaan lain. Perusahaan biasa - biasa disebut sebagai perusahaan tertutup biasanya juga diminta oleh bank dan pemegang sahamnya untuk menyiapkan laporan sesuai dengan aturan-aturan. Negara-negara yang menerapkan undang-undang sipil biasanya membuat standar tersendiri dan di negara-negara dengan undang-undang berbahasa Inggris aturan-aturan tersebut ditetapkan oleh organisasi-organisasi swasta.

Standar Akuntansi

di Amerika Serikat - US generally accepted accounting principles di Britania Raya - UK generally accepted accounting principles di Republik Rakyat Cina Standar akuntansi Tiongkok di Indonesia Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia International - International Financial Reporting Standards

Kurang transparannya standar akuntansi di beberapa negara dianggap sebagai hambatan dalam menjalin hubungan bisnis dengan mereka. Secara umum, krisis keuangan di Asia di akhir tahun 1990-an sebagian disebabkan standar akuntansi yang kurang rinci. Perusahaan-perusahaan raksasa di negara-negara Asia berhasil keluar dari kesulitan keuangan dengan memanfaatkan standar akuntansi untuk menutup hutang dan kerugian yang begitu besarnya dimana secara kolektif membawa negara-negara di wilayah tersebut menuju krisis keuangan. Namun demikian, skandal akuntansi di awal abad ke-21 yang melibatkan perusahaan seperti Worldcom and Enron menunjukan batasan standar akuntansi di Amerika Serikat.

Membangun Kembali Kepercayaan Rabu, 16 November 2011 13:32 WIB | Dibaca 64 kali

Berita Terkait Apa yang menjadi kekuatan utama perusahaan sehubungan dengan konsumen? Apa yang menjaga sebuah perusahaan tetap eksis saat krisis melanda? Jawabannya adalah trust atau kepercayaan. Di saat krisis terjadi, korupsi atau praktek buruk manajemen akan lebih berkembang dalam perusahaan. Hal ini disebabkan oleh keinginan tiap-tiap individu untuk menyelamatkan dirinya masing-masing, termasuk dalam hal ini, keamanan finansial melalui eksploitasi keuangan perusahaan. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga, bahwa krisis yang terjadi seringkali disebabkan oleh korupsi ataupun praktek manajemen yang buruk dan menyalahi aturan. Seperti dijelaskan di awal, yang terpenting dari masa krisis dan pasca krisis adalah menjaga kepercayaan konsumen dan pasar. Perusahaan harus mampu membangun kembali kepercayaan pasar dan konsumen terhadapnya. Yang

terpenting selanjutnya adalah mencegah korupsi terjadi di saat krisis. Mengapa? Karena praktek buruk ini tidak akan memperbaiki krisis, tetapi justru membuat krisis lebih dalam. Sebelum melihat cara-cara membangun ulang kepercayaan tersebut, maka observasi terhadap akar masalah akan memberikan insight tersendiri. Pertama, situasi krisis ditandai dengan kecenderungan orang untuk membingkai negatif setiap situasi. Penelitian psikologi sosial telah menunjukkan bahwa pada saat krisis, orang termotivasi lebih kuat untuk menghindari kerugian daripada untuk mencapai keuntungan. Sehingga, keputusan beresiko yang dibuat oleh manajemen tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, tetapi mencegah kerugian lebih besar. Dalam kasus ini, maka tiap individu dalam manajemen akan berusaha mengamankan kepentingan pribadinya. Ketika kepentingan pribadi telah bermain, maka korupsi pun tidak akan pernah jauh. Survei terbaru menunjukkan bahwa banyak karyawan berharap lebih banyak kesempatan korupsi di saat krisis. Mereka sendiri pun tidak sepenuhnya enggan untuk menggunakan cara tidak etis untuk mencapai tujuan mereka. Hal ini karena mereka yakin, pada saat krisis, banyak bantuan akan datang menyelamatkan perusahaan, bahkan jika digerogoti dari dalam. Setelah melihat kecenderungan pertama perilaku destruktif pada masa krisis, maka masih terdapat dua kecenderungan lain yang sering dilakukan.Penelitian perilaku lain menunjukkan bahwa krisis ditandai oleh sejumlah besar ketidakpercayaan. Krisis memunculkan keyakinan bahwa segalanya sudah berjalan salah karena komitmen yang salah. Sehingga, penyelamatan terhadap krisis dianggap sebagai perilaku tidak adil yang tidak membawa kepentingan semua orang, yang hanya menguntungkan sekelompok orang. Akibatnya, harapan dan kepercayaan akan goodwill orang lain menjadi sangat rendah. Kepercayaan sendiri biasanya didefinisikan sebagai "keadaan psikologis yang terdiri dari maksud untuk menerima kerentanan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain". Dalam bentuk ekstrim, krisis dapat menimbulkan ketidakpercayaan sehingga pihakpihak menjadi defensif satu sama lain. Tiap informasi untuk menyelamatkan krisis juga tidak dibagi, bahkan kadang disimpan untuk menyelamatkan kepentingan sendiri. Ketiga, iklim ketidakpercayaan sebenarnya lebih memotivasi orang untuk berpikir lebih kreatif. Akan tetapi, kreativitas ini mungkin tidak etis, terutama tentang cara berurusan dengan aturan dan tuntutan. Dalam masa krisis, aturan baru dan kewajiban muncul guna mencegah kegagalan yang sama kembali terjadi. Kreativitas yang muncul dalam masa krisis kemudian sering mengarah pada upaya untuk tetap berada dalam status quo. Sehingga aturan tambahan dan

sistem kontrol seringkali justru memaksa orang untuk menjadi lebih kreatif dalam mempertahankan kepentingan diri mereka. Sebagai hasil dari sistem kontrol yang salah seperti itu, krisis yang lebih dalam akan terjadi karena krisis yang sebenarnya ternyata terjadi di bawah permukaan, yang tidak terlihat ancamannya. Nah, sudah jelas bukan? Korupsi, ketidakpercayaan, dan aturan yang hanya menyentuh permukaan. Ketiga hal inilah yang harus diperbaiki jika perusahaan ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap diri mereka. Para pemimpin harus terlebih dahulu menciptakan aturan dan kontrol yang tidak hanya di permukaan, tetapi juga di setiap layer pekerja, termasuk dirinya sendiri. Selanjutnya, rasa percaya antar pihak di dalam perusahaan, antarpartner, maupun ke pemerintah harus tetap dijaga. Barulah kemudian menjalankan tindakan-tindakan etis meskipun krisis melanda dan banyak godaan datang. Meski profit dan pelanggan Anda turun di kala krisis; di pasca krisis, perusahaan Anda akan kembali bangkit, disegani, dan menggaet banyak pelanggan.

Membangun Kepercayaan Publik Dalam beberapa waktu terakhir, isu tentang kepercayaan publik (public trust) di negeri ini kembali merebak dan terus menjadi sorotan banyak pihak mulai dari para politisi, akademisi, sampai para pelaku bisnis professional. Sorotan mengenai kepercayaan publik pada awalnya memang seolah hanya tertuju pada kinerja pelayanan para petinggi negara saja. Tetapi dalam perkembangannya, ternyata perhatian mengenai hal itu juga merambah pada kepentingan pragmatis suatu korporasi. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau kini banyak perusahaan, terutama yang sudah Go Public, mulai merasakan pentingnya menjaga image agar kepercayaan publik terkait dengan produknya, kinerja keuangannya, kepeduliannya pada lingkungan atau bahkan pada figur para pemimpinnya dapat terjaga. Lebih lanjut, dorongan yang kuat di kalangan pelaku bisnis untuk memperoleh penilaian atau rating yang bagus yang dikeluarkan oleh suatu lembaga penilai tertentu juga mengilustrasi adanya kebutuhan akan pengakuan atau keberterimaan massa pada suatu produk atau perusahaan. Memang benar bahwa membangun kepercayaan publik untuk sesuatu yang baru saja dimulai akan sangat jauh berbeda dengan upaya membangun kembali kepercayaan untuk sesuatu yang pernah ada, namun misalnya saja pernah mengalami perubahan atau pengrusakan karena adanya alasan satu dan lain hal. Terlepas dari alur mana yang akan dibangun, arah yang akan dicapai adalah

sama, yaitu membangkitkan keyakinan (belief) atas keputusan yang diambil untuk keberlanjutan atau kesinambungan suatu entitas tertentu. Itu sebabnya, menggagas tentang kepercayaan publik pada prinsipnya dapat dimulai dengan mempertanyakan kembali atas janji yang pernah diungkapkan oleh seseorang atau suatu komitmen yang dibangun oleh institusi. Toleransi dimungkinkan saja terjadi tetapi tentunya dengan terlebih dahulu mempertimbangkan faktor rasionalitas terbatas yang terdapat dalam diri para pengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan kepentingan nasional, mungkin masih segar ingatan di benak kita semua bahwa pemimpin negara ini pernah berjanji untuk membawa bangsa Indonesia menuju pada tingkatan peradaban yang maju baik dari sisi sosial maupun ekonomi pada tahun 2030. Visi jangka panjang yang sudah digulirkan secara formal memang bukan lagi hanya sekedar sebuah janji semata, namun itu juga sebagai pegangan dasar bagi para pengambil keputusan dalam menata dan mengalokasi sumberdaya secara optimal. Hal itu pula yang mendasari mengapa membangun kepercayaan publik lebih merupakan upaya kognitif terstruktur agar seseorang bisa memberi penilaian terhadap unjuk kerja yang dilakukan oleh orang lain, kelompok atau bahkan suatu lembaga secara fair. Makna perseptual yang terkandung pada gilirannya mensyaratkan ketersediaan ukuran baku yang dapat ditelusur dan dapat diyakini dasar pemikirannya. Upaya Multidimensi Diskusi panjang mengenai makna dasar kepercayaan publik dalam suatu korporasi masih saja berkembang di bidang Manajemen. Debat yang terjadi kerapkali bermula karena adanya pihak yang menganut prinsip linearitas dan hanya menerapkan pendekatan tunggal dalam memandang fenomena kontekstual yang ada. Padahal, kepercayaan publik pada dasarnya lebih bersifat multidimensional yang membutuhkan integrasi pendekatan. Sebagai ilustrasi, pendekatan ekonomis yang selalu berupaya menempatkan risiko persepsian (perceived risk) sebagai konsekuensi atas keputusan seseorang dalam menaruh kepercayaan pada orang lain atau berharap memperoleh kemanfaatan dari interaksi yang dibangunnya. Kalkulasi terhadap besaran risiko itu lah yang kemudian dipergunakan sebagai basis untuk menentukan ekspektasi seseorang atas manfaat yang dapat diperoleh dari keputusan yang diambilnya. Pendekatan semacam ini tidak sepenuhnya bisa menjawab permasalahan tentang adanya fenomena ketidak-kepercayaan akibat pergeseran perilaku masyarakat itu sendiri yang terjadi pada skala yang besar. Sama halnya dengan hal pendekatan psikologi sosial yang menempatkan kepercayaan sebagai tendensi untuk melakukan pengalihan sesuatu pada pihak lain juga mengandung keterbatasan terutama dalam hal penilaian terhadap imbas kelembagaan yang mungkin muncul.

Polemik mengenai sudut pandang itu lah yang pada gilirannya memunculkan gagasan perlunya menempuh pendekatan yang terintegratif dan bersifat multidimensi untuk mengakomodasi keterbatasan pendekatan yang selama ini berkembang. Pendekatan yang berorientasi pada keluaran (output) sebagai ukuran capaian kinerja yang terukur dengan standar fisik jelas tidak bisa sepenuhnya mengadomodasi kepentingan masyarakat yang menempatkan kualitas proses sebagai penentu dalam membangun interaksi antar sub-sistem untuk mewujudkan kepercayaan publik. Padahal, kalau dicermati lebih jauh, pendekatan output dan proses itu pada dasarnya tidak saling meniadakan tetapi justru saling melengkapi. Argumen yang dikemukakan oleh Mesquita (2007) yang dipublikasikan dalam Academy of Management Review, Vol. 32., No.1 memperkuat proposisi bahwa pendekatan terintegratif kini dibutuhkan untuk dapat memahami kompleksitas dan dinamika membangun kepercayaan publik. Pada tingkatan individual, kepercayaan sangat ditentukan pada kecocokan komposisi dari elemen-elemen dasar pembentuknya yaitu: adanya kemampuan (ability) dan kompetensi seseorang untuk melakukan tugas-pekerjaan yang diembannya; kepedulian dan perhatian untuk melakukan sesuatu; dan integritas sesorang terhadap suatu keputusan yang diambil merupakan hal yang mendasar bagi pembentukan faktor kepercayaan publik terhadap figur tertentu.Itu pula yang mendasari mengapa pendekatan multidimesi dirasa menjadi penting maknanya untuk dapat memahami kompleksitas isu yang berkembang dan mencari alternatif penyelesaian yang dapat mengakomodasi ragam kepentingan dan mengurangi unsure subyektifitas dalam memberikan suatu penilaian. Membangun kepercayaan publik memang agak sulit untuk bisa dipaksakan, tetapi bukan mustahil akan terbentuk secara natural seperti halnya sebuah tanaman yang difasilitasi untuk tumbuh dan pada akhirnya berbunga atau berbuah dengan berjalannya waktu. Ketetapan untuk menerapkan prinsip transparansi mungkin menjadi awal dari proses panjang untuk mendapatkan kepercayaan publik. Pada akhirnya, tidak aneh untuk dikatakan bahwa mengelola kepercayaan dalam bisnis adalah suatu proses dinamis yang membutuhkan keteladanan dari para pemimpinnya terutama dalam memegang janji dan perilaku konsisten yang diembannya. Kalau saja hal itu dijaga, maka sorotan masyarakat terhadap rentetan kejadian memilukan yang menimpa perusahaan-perusahaan di bidang transportasi (darat, laut, dan udara) ataupun pada bidang lain tidak serta merta direspon secara sempit. Perhatian masyarakat terhadap aspek-aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan memang ternyata tidak dapat dengan mudah diselesaikan dengan hanya menyalahkan satu pihak saja dan menjadikannya sebagai kambing hitam atas fenomena tragis yang sudah terjadi. Harapannya adalah kepercayaan publik yang mulai kembali terbentuk

di akhir kuartal pertama di tahun 2007 ini sedapat mungkin tetap dijaga agar perjalanan bisnis di waktu mendatang dapat dilalui dengan sempurna. Semoga.