AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE,...

100
AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh Ali Abdul Rodzik NIM: 104051001817 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008

Transcript of AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE,...

Page 1: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang

Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh Ali Abdul Rodzik

NIM: 104051001817

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008

Page 2: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang

Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah)

Oleh

Ali Abdul Rodzik

NIM: 104051001817

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008

Page 3: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang

Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam

Oleh

Ali Abdul Rodzik NIM: 10405101817

Di Bawah Bimbingan,

Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti NIP. 150 236 319

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 4: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah)”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Juli 2008 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial Islam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 31 Juli 2008

Panitia Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Murodi, M.A. Umi Musyarofah, M.A. NIP. 150 254 102 NIP. 150 281 980

Anggota,

Penguji I Penguji II Dr. Arief Subhan, M.A. Drs.Wahidin Saputra, M.A. NIP. 150 262 442 NIP. 150 276 299

Pembimbing

Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti NIP. 150 236 319

Page 5: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Agustus 2008 Ali Abdul Rodzik

Page 6: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

ABSTRAK ALI ABDUL RODZIK Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Serengseng Sawah.

Akulturasi merupakan perpaduan antarabudaya yang telah terjadi pada

ratusan tahun yang lalu. Akulturasi atau acculturation atau culture contact diartikan oleh para sarjana antropologi mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi ini telah terjadi pada budaya Betawi dengan Tionghoa sehingga menghasilkan kesenian Gambang Kromong.

Alasan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui proses akulturasi budaya yang terjadi pada Etnis Betawi dengan Tionghoa melalui beberapa variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi.

Adapun identifikasian dan rumusan masalah ini lebih terfokus pada variabel komunikasi dalam akulturasi sebagai cara pembuktian perpaduan pada alat-alat kesenian Gambang Kromong dilihat dari bagaimana komunikasi pribadi terbentuk antara kedua etnik tersebut? Bagaimana komunikasi sosial terbentuk antar kedua etnik tersebut dalam kesenian Gambang Kromong? Dan bagaimana lingkungan komunikasi memengaruhi kedua etnik tersebut dalam kesenian Gambang Kromong?

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi untuk menganalisa studi kesenian Gambang Kromong.

Dalam pendekatan kualitatif, peneliti melakukan pencarian melalui dokumentasi berupa data-data yang bersifat teoritis berupa buku-buku, data-data dari dokumen yang berupa catatan formal, jurnal, internet dan sebagainya yang bersangkutan dengan judul. Peneliti juga melakukan observasi dengan mendatangi langsung Perkampungan Budaya Betawi sebagi lokasi studi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara kebeberapa narasumber yang dianggap tepat dalam memberikan informasi.

Akulturasi terjadi sudah lama dan terbentuk dalam komunitas etnik Betawi dengan Tionghoa, ini terbukti dari adanya kesenian Gambang Kromong hingga saat ini dan menjadi budayanya etnik Betawi. Dalam proses akulturasi tersebut komunikasi persona (pribadi) terjadi pada saat orang-orang Tionghoa mengadu nasib ke Batavia dalam kurun waktu yang lama. Mereka mempelajari pola-pola relasi, aturan-aturan, dan sistem komunikasi orang-orang Betawi. Proses komunikasi sosial orang-orang Tionghoa pun tak terelakan, terbukti dari orang-orang Tionghoa telah mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosio-budaya Betawi dan lebih jauh mengetahui unsur dan sistem sosio-budaya Betawi. Dari

Page 7: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

semua proses komunikasi tersebut maka lingkungan komunikasi sangat mendukung ini juga terbukti dari tempat pemukiman orang-orang Tionghoa dan Betawi yang berdekatan.

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillahirabbil ‘aalamin, dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah

SWT tiada kalimat yang lebih pantas diucapkan kepada-Nya, karena Dia adalah

Dzat yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya serta memberikan banyak

nikmat serta rizki kepada penulis, sehingga dengan izin Allah peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Akulturasi Budaya Betawi dengan

Tionghoa, (Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang

Kromong, Kelurahan Srengseng Sawah”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada sosok

manusia yang terjaga dari perbuatan buruk Nabi Muhammad Saw beserta

keluarga, sahabat-sahabatnya, dan seluruh umatnya hingga hari akhir nanti.

Terselesaikannya skripsi ini mulai dari penelitian sampai pada

penyusunannya, banyak sekali pihak-pihak yang membantu, sehingga penulis

memberikan penghargaan yang tinggi dengan ucapan terima kasih yang tiada tara

kepada:

1. Bapak Dr. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku pembantu Dekan I, Bapak Drs. H.

Mahmud Jalal, MA selaku pembantu Dekan II, dan Bapak Drs. Study

Rizal Lk, M.Ag selaku Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan

Komunikasi.

Page 8: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA., selaku ketua Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam. Ibu Umi Musyarofah, MA., selaku Sekretarsis Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam yang memberikan banyak informasi dan

pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan banyak waktu, memberikan banyak ilmu baru dan

memberikan petunjuk dalam membimbing penulis sampai

terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Drs. Suhaimi, M.Si., selaku Penasehat Akademik yang banyak

memberikan masukan kepada penulis.

6. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

banyak ilmu dan pengetahuan baru mulai semester I sampai semester VIII,

semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh staf Lembaga Kebudayaan Betawi, khususnya Drs. Yahya Andi

Saputra yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam

memberikan informasi selama Penyusunan Skripsi.

8. Seluruh staf Pengelolah Perkampungan Budaya Betawi, khususnya Bang

Indra Sutisna yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam

memberikan informasi selama Penyusunan Skripsi.

9. Mpok Nori selaku pelaku seni yang telah bersedia untuk diwawancarai.

10. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Haji Kurnain(alm) dan Ibunda

tercinta Hajah Sanati, yang telah banyak memberikan support baik materil

maupun imateril dan senantiasa mendoakan disetiap sholatnya untuk

penulis. Terima kasih atas keikhlasan dan kasih sayangnya yang tulus

Page 9: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

kepada penulis. Semoga ibunda selalu diberikan kesehatan oleh Allah

SWT. Amin

11. My Brother KH. Abdul Muthi, Dr. H. Suryadinata, MA., H. Dani

Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S.

Bamualim, MA., Iwan Setiawan, Ibnu Djarir, S.Ag, Iwan Dardiri, Ahmad

Nabawi, Dzul Fikor Ali Akbar, Nuris Setiawan. To My Sister Hj. Marhani,

Hj. Lilik Nurmaliha, Hanimah, Rusmiyati, Ika, Etty Kurniawati, Mila,

Robiatu Adawiyah, Fitri, Icha, Khotimatu Sa’diyah, dan adikku tercinta

Sakinatunnajah. yang telah banyak memberikan suport kepada penulis dan

terutama kakanda Chaider S. Bamualim yang telah banyak memberikan

masukan dan bimbingannya kepada penulis.

12. Seluruh teman-teman jurusan KPI angkatan 2004, terutama kelas KPI-C,

Dzikril, Willy, Kery, Badru, Ade, Bule, Hayus, Ray, Renal, Jaka, Lutfi,

Adnan, Hilmi, Yusuf, Eko, Nia, Ety, Lilis, Intan, Dama, Kartika, Syukriah,

Masyitoh, Emma, Eriz., yang selalu membantu penulis dalam berbagi

pengalaman, bertukar fikiran, dan motivasinya. Semoga persahabatan ini

akan terus berlanjut.

13. Teman terbaik penulis yang menjadi belahan jiwa. Dimana Saya ada, Dia

selalu ada untuk menemani Saya mencari bahan Skripsi serta memberikan

suport dan masukan kepada penulis. Teman terbaikku Fitri Kustianti,

S.Hum. Semoga selalu diberikan kesehatan dan kemudahan. Amin

Page 10: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang Maha Sempurna agar

bantuan, dorongan, dan masukan dari semua pihak dapat dijadikan amal ibadah

dan mereka mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Amin

Dengan demikian penulis menyadari betul masih banyak kekurangan

dalam skripsi ini, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun dari para

pembaca sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini bisa memberikan

ilmu baru yang bermanfaat.

Jakarta, 31 Juli 2008

Penulis

Page 11: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. . i

ABSTRAK ............................................................................................................ . ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................4

C. Ruang Lingkup Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................6

D. Metodologi dan Bingkai Penelitian...............................................8

E. Tinjauan Pustaka ...........................................................................13

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 14

BAB II : AKULTURASI BUDAYA DALAM ILMU KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ………………………………….…………….… 16

A. Akulturasi dan Asimilasi (Pembauran) .........................................16

1. Akulturasi ............................................................................... 18

2. Asimilasi (Pembauran) ........................................................... 18

B. Komunikasi Antarbudaya ............................................................. 18

1. Komunikasi ............................................................................ 28

2. Kebudayaan ............................................................................ 20

3. Komunikasi Antarbudaya ....................................................... 22

C. Variabel Komunikasi dalam Akulturasi .......................................24

1. Komunikasi Persona ............................................................... 24

a. Kompleksitas Kognitif Imigran ........................................ 25

Page 12: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

b. Citra Diri Imigran .......………………………………….. 26

c. Motivasi Akulturasi .......................................................... 26

2. Komunikasi Sosial ................................................................. 27

3. Situasi dan Kondisi Komunikasi ............................................ 28

BAB III : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SERENGSENG SAWAH………………………………………………………....... 30

A. Gambaran Umum Masyarakat Serengseng Sawah ......................30

B. Sejarah Singkat Etnis Betawi .......................................................31

C. Sejarah Singkat Etnis Tionghoa ...................................................36

D. Asal-usul Kesenian Gambang Kromong ......................................41

E. Alat-alat (Instrumen) Kesenian Gambang Kromong ................... 45

BAB IV : BETAWI DAN TIONGHOA DALAM AKULTURASI .............48

A. Komunikasi Pribadi dalam Akulturasi pada Kesenian

Gambang Kromong.......................................................................48

1. Kerumitan Kognitif Imigran .................................................. 49

2. Gambaran Diri …………………………………................... 52

3. Dorongan Akulturasi ............................................................. 54

B. Komunikasi Sosial dalam Akulturasi pada Kesenian Gambang

Kromong ...................................................................................... 56

C. Lingkungan Komunikasi dalam Akulturasi pada Kesenian

GambangKromong ....................................................................... 62

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................67

B. Saran-Saran ..................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

DAFTAR LAMPIRAN

1. ........................................................................................................... Su

rat Keterangan Izin Penelitian di Perkampungan Budaya Betawi.

2. ........................................................................................................... Ga

mbarab Umum Masyarakat Serengseng Sawah

3. ........................................................................................................... Ha

sil Wawancara dengan Budayawan Betawi menjabat Sub. Bidang

Pertunjukan.

4. ........................................................................................................... Ha

sil Wawancara dengan Seorang Pemerhati Budaya Cina Indonesia.

5. ........................................................................................................... Ha

sil Wawancara dengan Pengelola Perkampungan Budaya Betawi

6. ........................................................................................................... Ha

sil Wawancara dengan Pelaku Seni Betawi

7. ........................................................................................................... Su

rat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

8. ........................................................................................................... Fo

to-foto Kegiatan Penelitian dan Wawancara

Page 14: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akulturasi atau acculturation atau culture contact diartikan oleh para

sarjana antropologi mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari

suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan

sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.1 Hal ini

dapat dilihat dari beberapa seni budaya yang hingga saat ini masih hidup dan

berkembang dalam masyarakat Betawi khususnya. Contohnya pada kesenian

Gambang Kromong.

Untuk dapat menghasilkan sebuah akulturasi yang baik maka perlu adanya

proses sosial. Proses sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia yaitu ditandai

oleh dinamika komunikasi. Hal ini jelas terjadi pada seluruh umat manusia di

dunia, mereka benar-benar menyadari bahwa semua kebutuhan hidupnya hanya

dapat dipenuhi jika berkomunikasi dengan orang lain. Karena itu jika berhasil

berkomunikasi secara efektif maka seluruh kebutuhannya dapat dia capai. Setiap

hari, kita pasti selalu berkomunikasi. Kita saling bertukar informasi dan

pengalaman. Kita berdiskusi dan berdialog panjang tentang sesuatu hal adalah

untuk mencari sebuah keputusan dan hasil yang diinginkan bersama.

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1980), h. 247-

248.

Page 15: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Semua tidak terlepas dari adanya pertukaran inforamasi baik dari tetangga

dan kenalan. Informasi yang didapat juga bias dari membaca majalah atau surat

kabar dan mendengarkan radio atau menonton TV. Dari pagi hingga petang

manusia berkomunikasi, manusia tidak mungkin tidak berkomunikasi atau

manusia tidak dapat mengelak dari komunikasi. Artinya, tiada hari tanpa

komunikasi. Komunikasi telah ada sejak manusia lahir, dan akan terus ada

sepanjang manusia lahir, dan akan terus ada sepanjang manusia hidup.2

Seseorang tidak dapat lepas dari komunikasi, begitu juga dengan budaya

dan komunikasi yang tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya hanya

menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang

menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan.3 Komunikasi adalah alat yang

manusia miliki untuk mengatur, menstabilkan, dan memodifikasi kehidupan

sosial.4

Budaya sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,

bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.5 Manusia belajar, berpikir,

merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya.

Bila melihat Betawi secara umum maka yang terlihat adalah merupakan

hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-

daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian,

2 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta, LKiS,

2003), h. 2-3. 3 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung, PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 19. 4 Ibid, h. 137. 5 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication Konteks-konteks

Komunikasi, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 237

Page 16: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni

musik Cina, tetapi juga ada Rebana atau marawis yang berakar pada tradisi musik

Arab, Musik Keroncong Tugu yang muncul sebagai sebuah hasil kebudayaan

betawi merupakan perpaduan unik dengan latar belakang Portugis-Arab,

sedangkan kesenian Tanjidor lebih berlatar belakang ke-Belanda-an.6

Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah

keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil

kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu.7 Perkampungan Budaya

Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah merupakan tempat tinggal sebagian kecil

masyarakat Betawi dan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Salah

satunya adalah kegiatan kesenian Gambang Kromong.

Gambang kromong bila diartikan dalam Kamus Kesar Bahasa Indonesia,

Gambang merupakan alat musik pukul tradisional (bagian dari perangkat

gamelan) yang dibuat dari bilah kayu (16-25 bilah) yang panjang dan besarnya

tidak sama dimainkan dengan alat pukul. Sedangkan kromong diartikan sebagai

gamelan khas betawi untuk mengiringi drama rakyat betawi (lenong dan cokek).8

Gambang Kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur

Pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-

alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong, sedangkan alat musik

6 Samurai, Musik Tradisional, artikel diakses pada 2 Juni 2008, dari http://Musuk

Tradisional by Samurai On Blogster.htm 7 Sekilas Tentang Masyarakat Betawi, Artikel Bamus Betawi diakses pada 1 Juni 2008

dari http://betawi.blogsome/htm. 8 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

(Jakarta, Balai Pustaka, 2005), h. 329.

Page 17: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

lainnya yaitu gambang, kromong, gendang, kecrek dan gong merupakan unsur

Pribumi.9

Dari akulturasi yang telah terjadi, penulis melihat perlu adanya kejelasan

proses akulturasi tersebut untuk dapat mengetahui apa saja yang terjadi? dan

melalui apa saja?. Aklturasi ini jelas sekali telah menghasilkan sebuah kesenian

Gambang Kromong. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat

judul skripsi: "Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi

Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di

Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta

Selatan)."

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi masalah

Dalam pengidentifikasian masalah ini, peneliti ingin membukti dengan

jelas mengenai perpaduan yang serasi antara unsur-unsur Pribumi dengan unsur

Tionghoa. Hal tersebut terlihat dari orang-orang Tionghoa yang sejak lama tinggal

di Indonesia dan melakukan perkawinan dengan orang-orang Pribumi, sehingga

perpaduan itu bukan saja pada alat musik Gambang Kromong, tetapi juga dari sisi

ekomomi, politik, dan lain sebagainya. Pengindetifikasian masalah ini lebih

terfokus variabel komunikasi dalam akulturasi dan sebagai bukti perpaduan pada

alat-alat kesenian Gambang Kromong.

9 Rachmat Syamsudin dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik

Gambang Kromong, (Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1996), h. 5.

Page 18: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

2. Pembatasan Masalah

Dalam penyusunan skripsi ini, pembatasan masalah pada kesenian

Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng

Sawah, Jakarta Selatan yang kegiatan latihanya setiap hari sabtu pada pukul 09.00

– 13.00 WIB, hanya pada bulan Mei sampai dengan Juli 2008.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang ada maka

peneliti merumuskan masalah utama sebagai berikut :

Bagaimana akulturasi budaya antara etnik Betawi dan Tionghoa terbentuk

melalui Komunikasi Persona dan Sosial dalam kesenian Gambang Kromong

di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah?

Berdasarkan masalah di atas, maka pertanyaan turunannya adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana komunikasi persona terbentuk antara kedua etnik tersebut

dalam kesenian Gambang Kromong?

2. Bagaimana komunikasi Sosial terbentuk antara kedua etnik tersebut dalam

kesenian Gambang Kromong?

3. Bagaimana lingkungan komunikasi memengaruhi kedua etnik tersebut

dalam kesenian Gambang Kromong?

Page 19: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

C. Ruang Lingkup, Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini merupakan akulturasi yang terjadi pada kesenian

Gambang Kromong berupa alat-alat musik yang digunakannya. Gambang

kromong adalah sebuah seni tradisi masyarakat betawi. Musik tradisi ini terdiri

dari instrumen :

a. Gambang (silofon) dengan 18 nada yang dilaras/tangga nada pentatonic

dengan panjang tiga setengah oktaf

b. Kromong berbentuk mirip dengan bonang, terdiri dari sepuluh buah gong

kettle kecil (Pencong) yang dilaras pentatonic sepanjang 2 oktaf

c. Kongahyan, tehyan, dan sukong adalah alat musik yang berasal dari

Tionghoa yang cara memainkannya digesek.

d. Sebuah flute/seruling yang berasal dari Tionghoa

e. 2 buah gong gantung (kempul dan gong), gendang, dan kecrek, instrumen

tersebut adalah asli Indonesia.10

Masyarakat pemilik/pendukung kesenian ini adalah masyarakat Tionghoa

keturunan dari perkawinan campur Tionghoa-Pribumi, dan milik masyarakat

Betawi asli.

2. Tujuan

a. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui proses akulturasi budaya antara etnik Betawi dan

Tionghoa terbentuk melalui variabel-variabel komunikasi dalam

10 Rachmat dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang Kromong, …, h. 10-16.

Page 20: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

akulturasi yang diantaranya: Komunikasi Persona, Komunikasi Sosial,

dan Lingkungan Komunikasi dalam kesenian Gambang Kromong.

2) Untuk dapat memperkirakan realitas akulturasi pada suatu saat tertentu

dan juga meramalkan tahap akulturasi selanjutnya dalam komunikasi

antarbudaya.

b. Tujuan Umum

Penelitian ini dibuat dengan sedikit memberikan usulan yaitu perlu

adanya penelitian-penelitian yang berkaitan dengan komunikasi

antarbudaya selanjutnya agar dapat lebih menambah kazanah ilmu

pengetahuan dalam bidang komunikasi.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Dari penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

penelitian selanjutnya dalam studi komunikasi antarbudaya dan memberikan

kontribusi pada aspek kebudayaan itu sendiri.

b. Manfaat praktis

Dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberi masukan positif bagi para

teoritis, praktisi untuk lebih mengoptimalkan nilai-nilai yang terdapat dalam

satu kebudayaan. Betapa pentingnya komunikasi sebagai alternatif yang

positif bagi kelangsungan budaya-budaya yang ada.

Page 21: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

D. Metodologi dan Bingkai Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan

metode deskriptif analisis. Di mana data-data yang telah diperoleh dideskripsikan

terlebih dahulu dan kemudian dianalisis. Hanyalah memaparkan situasi atau

peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji

hipotesis atau membuat prediksi. Metode deskriptif ialah menitikberatkan pada

observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Dengan suasana alamiah

dimaksudkan bahwa peneliti terjun ke lapangan. Ia tidak berusaha untuk

memanipulasi variabel.11

Metode di atas dimaksudkan agar penulis lebih leluasa dalam penelitian

studi kesenian Gambang Kromong, sehingga dalam penelitian ini penulis dapat

menggunakan dan mengembangkannya secara alamiah. Metode deskriptif tersebut

dengan menggunakan variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi sebagai

berikut :

A. Komunikasi Persona merupakan sebuah proses pengaturan diri yang

dilakukan individu pada dirinya (imigran) dan dengan sosial-

budayanya, dimaksudkan orang tersebut dapat mengembangkan cara-

cara melihat, mendengar, dan merespon lingkungannya. Hal di atas

erat kaitanya dengan yang tertera di bawah ini :

11 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi contoh analisis

statistik, (Bandung, Remaja Rosdakarya 2000), h. 24-25.

Page 22: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

1) Kompleksitas kognitif imigran lebih menitikberatkan pada

pedoman dan aturan-aturan sistem komunikasi Pribumi. Dengan

demikian persepsi imigran terhadap lingkungannya lambatlaun

akan menjadi lebih baik dan memungkinkannya menemukan

banyak variasi dalam lingkungan Pribumi.

2) Citra Diri (Self Image) artinya gambaran diri seorang imigran yang

berhubungan dengan gambarannya tentang masyarakat Pribumi

dan budaya aslinya, dengan cara menceritakan realitas

akulturasinya sesuai dengan apa yang ia rasakan.

3) Motivasi akulturasi di sini mengarah kepada keinginan imigran

untuk mengetahui, berpartisipasi, dan pastinya lebih diarahkan

pada sistem sosio-budaya Pribumi.

B. Komunikasi Sosial adalah suatu proses berkomunikasi yang lebih

umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan

lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan

antarpersona dengan individu-individu lainnya. Dan yang terpenting

pada fase awal proses akulturasi seorang imigran mengetahui lebih

jauh lagi tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya Pribumi.

C. Situasi dan kondisi komunikasi merupakan hal terpenting dalam

hubungannya dengan komunikasi persona dan komunikasi sosial

seorang imigran, dan fungsi komunikasi-komunikasi tersebut tidak

dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan

komunikasi masyarakat Pribumi. Apakah imigran tinggal di desa atau

di kota metropolitan, tinggal di daerah miskin atau kaya, bekerja

Page 23: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

sebagai buruh pabrik atau eksekutif. Semua itu merupakan kondisi

lingkungan yang mungkin secara signifikan mempengaruhi

perkembangan sosio-budaya yang akan dicapai imigran tanpa

melupakan komunitas etniknya di daerah setempat.

2. Sumber Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, di sini peneliti

menggunakan data primer dan data sekunder.

a) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden berupa

hasil temuan penelitian observasi serta wawancara dengan pihak instansi

yang bersangkutan dalam hal ini ialah Kelurahan setempat serta warga

masyarakat Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah,

Jakarta Selatan.

b) Data sekunder akan diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat

dalam buku, Jurnal, Kutipan-kutipan, dokumentasi atau arsip-arsip

(kelurahan) dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian mengenai

akulturasi budaya pada kesenian Gambang Kromong.

3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan

Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Page 24: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk mengetahui

kegiatan Kesenian dalam perspektif komunikasi antarbudaya di Perkampungan

Budaya Betawi adalah :

1. Observasi

Pengamatan langsung mengenai objek yang diteliti yaitu kesenian

Gambang Kromong dengan observasi langsung ke Perkampungan Budaya

Betawi di Srengseng Sawah. Dan sekaligus turut langsung dalam

pelaksanaan kegiatan latihan yang dilakukan setiap hari minggu, dimulai

pada pukul 9.00 WIB, dan acara-acara pagelaran seni Budaya Betawi di

aula serbaguna Perkampungan Budaya Betawi.

Observasi juga dilakukan ke kantor pengelolah Perkampungan

Budaya Betawi dan kantor Lembaga Kebudayaan Betawi di Kuningan

untuk menambah referensi mengenai data yang mendukung dalam

penyelesaian skripsi ini. Guna dapat menambah referensi mengenai data

kesenian Gambang Kromong, juga dilakukan penelusuran melalui dunia

cyber/website yaitu; www.google.com dan www.kampungbetawi.com

serta pengamatan yang bersifat langsung dengan mengikuti kegiatan

Sarasehan Folklor Betawi di Cipayung - Bogor pada tanggal 28-29 Juli

2008 yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Permusiuman Provinsi

DKI Jakarta.

Page 25: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

2. Interview

Mewawancarai pada pihak-pihak yang memiliki perhatian,

pengetahuan sejarah, serta perannya dalam perkembangan kesenian

Gambang Kromong. Melakukan wawancara seputar awal terjadinya

akulturasi, nilai-nilai, sejarah serta hal-hal yang berkaitan dengan kesenian

Gambang Kromong yaitu kepada Budayawan Betawi dan Sub. Bidang

Pertunjukan di LKB oleh Drs. Yahya Andi Saputra, Pemerhati Budaya

Cina Indonesia oleh David Kwa, Pengelolah Perkampungan Budaya

Betawi oleh Indra Sutisna, serta mewawancarai Mpok Nori selaku Pelaku

Kesenian Budaya Betawi untuk dapat mengetahui perkembangan kesenian

Gambang Kromong.

3. Dokumentasi

Penulis menghimpun data-data yang terkumpul berupa; dokumen,

foto-foto, buku-buku, catatan formal, jurnal, internet dan sebagainya yang

berhubungan dengan masalah peneltian sebagai bahan penunjang

penelitian. Kemudian penulis menggunakan analisa deskriptif, artinya dari

data yang terkumpul penulis menjabarkan dengan memberikan analisa-

analisa untuk kemudian diambil kesimpulan akhir.

5. Pengolahan Dan Analisis Data

Dari data-data yang sudah peneliti peroleh, maka peneliti mempelajari

berkas-berkas yang telah terkumpul kemudian peneliti melakukannya dengan

cara: Editing, yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang telah terkumpul,

Page 26: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui dan dapat dinyatakan baik agar

dapat dipersiapkan proses selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Dari pengamatan peneliti di lingkungan UIN Jakarta, peneliti belum

pernah menemukan penelitian tentang "Akulturasi Budaya Betawi Islam Dengan

Tionghoa (Studi Komunikasi Antarbudaya Pada Kesenian Gambang Kromong Di

Setu Babakan, Kelurahan Jagakarsa)". Peneliti hanya menemukan satu penelitian

yang dilakukan oleh Ahmad Syukru, S.Sos.I, Fakultas Dawah dan Komunikasi,

UIN Syarif Hidayatullah, dengan judul penelitian, "Komunikasi Antarbudaya

(Studi Pada Pola Komunikasi Masyarakat Suku Betawi Dengan Madura Di

Kelurahan Condet Batu Ampar)", penelitian ini dilakukan pada tahun 2006, dan

hasil penelitian ini menekankan pola lain dari komunikasi antarbudaya masyarakat

suku betawi dengan madura, mengambil bentuk komunikasi kecil, dimana hal ini

terjadi dalam konteks keagamaan. Sudah menjadi anggapan umum bahwa suku

betawi dan madura adalah dua suku yang dikenal fanatik dalam agama dan secara

umum amaliah keagamaannya mempunyai kesamaan, yakni: amaliah keagamaan

yang tradisional.

Berangkat dari minimnya penelitian tentang komunikasi antarbudaya,

peneliti tertarik untuk meneliti tentang "Akulturasi Budaya Betawi dengan

Tionghoa, Studi Komunikasi Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong"

sebagai sumbangsih pemikiran terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.

Page 27: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam skripsi ini, penulis

berusaha membuat sistematika khusus berdasarkan kesamaan dan hubungan yang

ada, skripsi ini terdiri dari lima bab :

Bab I Pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah,

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, ruang lingkup tujuan dan

manfaat penelitian, metodologi dan bingkai penelitian, tinjauan pustaka, dan yang

terakhir adalah sistematika penulisan.

Bab II Akulturasi dalam ilmu komunikasi antarbudaya, Akulturasi dan

Asimilasi (pembauran) menjelaskan Pengertian Akulturasi dan Asimilasi

(pembauran). Komunikasi Antarbudaya menjelaskan pengertian Komunikasi,

Kebudayaan, dan Komunikasi Antarbudaya. Akulturasi dan variabel komunikasi

dalam akulturasi yang meliputi : Komunikasi Persona yang terdiri dari

kompeksitas struktur kognitif imigran, citra diri imigran, dan Motivasi akulturasi.

Komunikasi Sosial, dan Situasi dan Kondisi Komunikasi.

Bab III Gambaran umum Srengseng Sawah dan sejarah Gambang

Kromong; dilihat dari gambaran umum masyarakat Srengseng Sawah, Etnis

Betawi, Etnis Tionghoa, asal-usul terbentuknya kesenian Gambang Kromong,

alat-alat (instrumen) yang digunakan pada kesenian tersebut, yang terakhir

Gambang dan Kromong.

Bab IV Betawi danTionghoa dalam Akulturasi, komunikasi pribadi dalam

akulturasi pada kesenian Gambang Kromong melalui, Kerumitan Kognitif

Imigran, Gambaran Diri, dan Dorongan Akulturasi. Kemudian menganalisis

Page 28: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

komunikasi sosial dalam akulturasi pada kesenian Gambang Kromong. Dan yang

terakhir lingkungan komunikasi dalam akulturasi pada kesenian Gambang

Kromong

Bab V Penutup, Kesimpulan, Saran-saran, dan selain itu diakhir skripsi

ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Page 29: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

BAB II

AKULTURASI DALAM ILMU KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

A. Akulturasi dan Asimilasi (Pembauran)

1. Pengertian Akulturasi

Akulturasi dalam kamus ilmiah populer diartikan sebagai proses

pencampuran dua kebudayaan atau lebih,12 dalam Akulturasi atau

acculturation atau culture contact diartikan oleh para sarjana antropologi

mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan

suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu

kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan

asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa

menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.13

Pengertian proses akulturasi dalam buku Komunikasi Antarbudaya

merupakan suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang

berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan

lingkungan sosio-budaya yang baru.14 Potensi akulturasi seorang imigran

sebelum berimigrasi dapat mempermudah akulturasi yang dialaminya dalam

12 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Surabaya, Gitamedia Press,

2006), h. 21. 13 Koentjaraningrat, Pengantar ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1981), h. 247-

248. 14 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung, PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 140.

Page 30: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

masyarakat Pribumi. Potensi akulturasi ditentukan oleh faktor-faktor berikut15

:

a. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya Pribumi.

b. Usia pada saat berimigrasi.

c. Latar belakang pendidikan.

d. Beberapa karakteristik kepribadian seperti sukan bersahabat dan

toleransi.

e. Pengetahuan tentang budaya Pribumi sebelum berimigrasi.

Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi

melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain (misalnya,

melalui media masa). Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian

berdiam di Indonesia (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan

dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara

berprilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian

dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu saja, kultur

tuan rumah berubah juga. Tetapi, pada umumnya, kultur imigranlah yang lebih

banyak berubah. 16

Menurut Young Yun Kim, seperti yang dikutip Joseph A. Devito,

penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang

dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih

mudah. Demikian pula, mereka yang lebih muda dan terdidik lebih cepat

15 Ibid, h. 146. 16 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Jakarta, Professional Books, !997), h.

479.

Page 31: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

terakulturasi ketimbang mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan.

Faktor kepribadian juga berpengaruh. Orang yang senang mengambil resiko

dan berpikiran terbuka, misalnya, lebih mudah terakulturasi. Akhirnya, orang

yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui

kontak antarpribadi ataupun melalui media masa, akan tetapi lebih mudah

terakulturasi.17

2. Pengertian Asimilasi (Pembauran)

Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada

golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan berbeda-beda,

saling bergaus langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga

kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah

sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah

wujudnya menjadi unsur-nsur kebudayaan campuran.18 Biasanya golongan-

golongan yang ada dalam proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas

dan beberapa golongan minoritas.

Dalam hal ini golongan-golongan minoritas itulah yang mengubah sifat

khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dan menyesuaikannya dengan

kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun

kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan

mayoritas.19

B. Komunikasi Antarbudaya

1. Pengertian Komunikasi

17 Ibid, h. 479. 18 Koentjaraningrat, Pengantar ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1981), h. 255. 19 Ibid, h. 255.

Page 32: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Komunikasi antarbudaya memiliki dua kata yang masing-masing

memiliki pengertian, untuk lebih memudahkan penulis memberikan

pengertian komunikasi terlebih dahulu. Komunikasi mengandung makna

bersama-sama (Common). Istilah komunikasi atau Communication berasal

dari bahasa latin, yaitu Communicatio. Yang berarti pemberitahuan atau

pertukaran. Kata sifatnya Communis, yang bermakna umum atau bersama-

sama.20

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai hubungan atau

kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atau diartikan

pula saling tukar-menukar pendapat. Komunikasi dapat juga diartikan

hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok.21

Komunikasi membangun kontak-kontak manusia dengan menunjukkan

keberadaan dirinya dan berusaha memahami kehendak, sikap dan perilaku

orang lain. Komunikasi membuat cakrawala seseorang menjadi makin luas.22

Kehidupan manusia ditandai oleh dinamika komunikasi. Seluruh umat

manusia di dunia benar-benar menyadari bahwa semua kebutuhan hidupnya

hanya dapat terpenuhi jika dia berkomunikasi dengan orang lain. Sejak

lahirnya kita di dunia ini kita sudah mulai berkomunikasi dengan orang

disekitar kita terutama dengan ibu dan bapak kita, dari nangis, ngompol, isap-

20 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, Grasindo, 2005), Cet. Ke-2, h. 5. 21 H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2000), h.

13. 22 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persad,

2005), h. 32.

Page 33: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

isap jari tangan dan lainya merupakan cara awal seorang bayi

berkomunikasi.23

Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui prilaku verbal dan

nonverbal. Segala prilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang

atau lebih.24 Seperti yang dikutip oleh Dedy Mulyana dari Judy C. Pearson dan

Paul E. Nelson bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama,

untuk kelangsungan hidup diri-sendiri. Kedua, untuk kelangsungan hidup

bermasyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan

mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.25

Berbeda dengan pengertian yang dikutip Alo Liliweri dari Saundra

Hybels dan Richard L. Weafer II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses

pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi

yang disampaikan tidak hanya lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa

tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di

sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan.26

2. Pengertian Kebudayaan

Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal

kebudayaan, juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin tidak

berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat,

23 Ibid, h. 32. 24 Dedy Mulyana, Komunikasi Efektif suatu pendekatan Lintas Budaya, (Bandung,

Remaja Rosdakarya, 2005), h. 3. 25 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung, Remaja Rosdakarya,

2007), h. 5. 26 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta, LkiS,

2003), h. 3.

Page 34: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

mempergunakan dan bahkan kadang-kadang merusak hasil kebudayaan.

Masalah kebudayaan, sebenarnya secara khusus dan lebih teliti dipelajari oleh

antropologi budaya. Akan tetapi walaupun demikian, seseorang yang

memperdalam perhatiannya terhadap masyarakat, tak dapat menyampingkan

kebudayaan dengan begitu saja, oleh karena itu di dalam kehidupan yang

nyata, keduanya tak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan dwi-tunggal.

Masyarakat adalah orang yang menghasilkan kebudayaan.27

Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai

kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai

wadah dan pendukungnya, walaupun secara teoritis dan untuk kepentingan

analitis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan dan dipelajari secara

terpisah. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem

agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan

karya seni.28

Kebudayaan secara sederhana banyak yang mengartikan sebuah seni,

akan tetapi kebudayaan bukan sekedar sebuah seni, kebudayaan melebihi seni

itu sendiri karena kebudayaan meliputi sebuah jaringan kerja dalam kehidupan

antarmanusia. Dengan begitu, manusia merupakan aktor dari kebudayaan itu

sendiri. Kebudayaan merupakan satu unit interpretasi, ingatan, dan makna

yang ada di dalam manusia dan bukan sekedar dalam kata-kata. Ia meliputi

kepercayaan, nilai-nilai, dan norma, semua ini merupakan langkah awal di

27 Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, …, h. 10. 28 Ibid, h. 10.

Page 35: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

mana kita merasa berbeda dalam sebuah wacana. Kebudayaan melibatkan

karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekedar pada individu.29

Para antropologi mengatakan bahwa kebudayaan merupakan

keseluruhan kompleks yang di dalamnya meliputi pengetahuan, seni moral,

hukum, adat istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan

oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat. Untuk mempermudah

menjelaskan kebudayaan yaitu dengan mendeskripsikan rincian pengetahuan,

seni, moral, hukum, adat istiadat, dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang

dilakukan oleh sekelompok masyarakat dari kebudayaan tertentu.30 Setiap

kelompok budaya menerima pesan dari segi pola budayanya, tidak terbatas

pada kebudayaannya. Komunikasi antarbudaya menitikberatkan proses

komunikasi serta efektivitas dan akibat suatu pesan dari segi kontak budaya.31

3. Pengertian Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi dan Kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi

langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau

kelompok sosial.

Komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi dan

komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki

latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akibatnya, interaksi dan komunikasi

yang sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan dan sopan santun

29 Ibid, h. 11. 30 Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, …, h. 10-11. 31 Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, (Binacipta, 1988), h. 9.

Page 36: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

tertentu, serta peramalan tentang sebuah atau lebih aspek tertentu terhadap

lawan bicara.32 Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara

orang-orang dari kultur yang berbeda antara orang-orang yang memiliki

kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda.

Model diatas menjelaskan lebih jauh. Lingkaran lebih besar menggambarkan

kultur dari komunikator. Lingkaran yang lebih kecil menggambarkan

komunikatornya (sumber/penerima). Dalam model ini masing-masing

komunikator adalah anggota dari kultur yang berbeda.33

Semua pesan dikirimkan dari konteks kultural yang unik dan spesifik,

dan konteks itu mempengaruhi isi dan bentuk pesan. Kita berkomunikasi

seperti yang kita lakukan sekarang sebagaian besar sebagai akibat kultur kita.

Kultur mempengaruhi setiap aspek dari pengalaman komunikasi kita.34

Sehingga dalam kehidupan sehari-hari dapat tercipta keselarasan dan

tidak terjadi distorsi. Disinilah pentingnya mengetahui dan memahami

komunikasi antarbudaya. Karena komunikasi antarbudaya adalah komunikasi

32 Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, …, h. 13-14. 33 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Jakarta, Professional Books, 1997), h.

479-480. 34 Ibid, h. 14

Pesan Kultur Kultur

s/p s/p

Page 37: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya

seperti bahasa, nilai-nilai, adat kebiasaan.

C. Variabel Komunikasi dalam Akulturasi

1. Komunikasi Persona

Komunikasi persona (interpersona) mengacu kepada proses-proses

mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan

dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat,

mendengar, memahami, dan merespon lingkungan. Seperti yang dikutip oleh

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat dari Ruben, "Komunikasi persona

dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku terhadap

objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses yang

dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya."35

Artinya dalam konteks akulturasi, komunikasi persona sebagai cara untuk

dapat memudahkan seorang imigran untuk merespon dan mengidentifikasi

secara konsisten budaya Pribumi yang secara potensial memudahkan aspek-

aspek akulturasi lainnya.

Mengenai komuniaksi persona, seperti yang telah dikutip oleh Astrid

S. Susanto dari James H. Campbell dan Hall W. Hepler memberikan contoh

dari dua orang yang berkomunikasi, kemudian berinteraksi satu sama lain.

Mereka menekankan tentang gambaran dirinya, apa yang dimiliki oleh

35 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 141.

Page 38: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

masing-masing. Dalam komunikasi dan interaksi, maka faktor diri selalu

menjadi faktor terpenting dan faktor pihak yang diajak berkomunikasi

dihubungkan dan diteropong dalam bentuk sesudah menilai keadaan dan

kepentingan serta milik dirinya.36

Akhirnya setelah terjadi interaksi, hasil interaksi adalah dengan

mengutamakan diri, kepentingan pihak yang lain dihubungkan dengan

kepentingan diri, dan mengutamakan kepentingan yang lain.

Suatu variabel komunikasi persona dalam akulturasi adalah

kompleksitas struktur kognitif imigran, citra diri (self image) imigran, dan

Motivasi akulturasi.

a) Kompleksitas Kognitif Imigran

Kompleksitas kognitif seorang imigran yaitu dengan mengetahui

secara keseluruhan bagaimana mempersepsikan lingkungan Pribumi

sehingga mengetahui budaya Pribumi lebih jauh. Dalam mengawali proses

akulurasi biasanya seorang imigran mempersepsikan lingkungan

Pribuminya secara sederhana karena seorang imigran masih belum dapat

beradaptasi secara langsung, masih merasa asing pada lingkungan

Pribumi.37

Seorang imigran diharapkan mengetahui pola-pola dan aturan-aturan

sistem komunikasi Pribumi, fungsinya untuk mempermudah dalam

36 Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, …, h. 94. 37 Ibid, h. 141.

Page 39: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

meningkatkan partisipasi seorang imigran dalam jaringan-jaringan

komunikasi antarpersona dan komunikasi massa yang terdapat pada

masyarakat Pribumi.

b) Citra Diri (self image).

Citra diri (self image) imigran yang berkaitan dengan citra-citra

imigran tentang lingkungannya. Artinya citra diri imigran yang

berhubungan dengan citra-citranya tentang masyarakat Pribumi dan

budaya aslinya. Misalnya, memberi informasi berharga tentang realitas

akulturasinya yang subjektif. Perasaan yang diderita oleh seorang imigran

sangat berkaitan dengan jarak perasaan antara dirinya dan anggota-anggota

masyarakat Pribumi mengenai keterasingannya, dan masalah-masalah

psikologis lainnya.38

c) Motivasi Akulturasi

Motivasi akulturasi seorang imigran terbukti sesuai dengan apa yang

menjadi tujuannya sehingga memudahkannya dalam proses akulturasi.

Motivasi akulturasi mengacu kepada kemauan untuk belajar tentang

berpartisipasi dan diarahkan menuju sistem sosio-budaya Pribumi. Apa

yang telah dilakukan imigran terhadap lingkungan yang baru, biasanya

seorang imigran meningkatkan partisipasinya dalam berkomunikasi

dengan masyarakat.39

38 Ibid, h. 141. 39 Ibid, h. 142.

Page 40: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

2. Komunikasi Sosial

Komunikasi persona berkaitan dengan komunikasi sosial ketika dua atau

lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak sengaja. Seperti yang dikutip

oleh Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, "Komunikasi adalah suatu

proses yang mendasari intersubjektivisasi, suatu fenimena yang terjadi sebagai

akibat simbolisasi publik dan penggunaan serta penyebaran simbol."40

Komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi sosial yang lebih

umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan

lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan

antarpersona dengan individu-individu lainnya.41

Menurut kim, seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana dan Jalaluddin

Rakhmat, "Fungsi akulturasi komunikasi massa bersifat terbatas dalam

hubungannya dengan fungsi akulturasi komunikasi antarpersona."42 Melalui

komunikasi massa, seorang imigran mengetahui lebih jauh lagi tentang

berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya Pribumi. Fungsi akulturasi

komunikasi massa akan sangat penting pada fase awal proses akulturasi

seorang imigran. Dalam fase ini, imigran baru memulai mengembangkan

suatu kecakapan yang memadai untuk membina hubungan-hubungan

antarpersona yang memuaskan anggota-anggota masyarakat Pribumi.

40 Ibid, h. 142. 41 Ibid, h. 142. 42 Ibid, h. 143.

Page 41: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

3. Situasi dan Kondisi Komunikasi

Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi

komunikasi-komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa

dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat Pribumi. Apakah

imigran tinggal di desa atau di kota metropolitan, tinggal di daerah miskin

atau kaya, bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif. Semua itu merupakan

kondisi lingkungan yang mungkin secara signifikan mempengaruhi

perkembangan sosio-budaya yang akan dicapai imigran.43

Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan

akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.

Seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat dari

Taylor, bahwa derajat pengaruh komunitas etnik atas prilaku imigran sangat

bergantung pada derajat "kelengkapan kelembagaan" komunitas tersebut dan

kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-

anggotanya.44 Artinya dari drajat kelengkapan kelembagaan imigran tersebut

dapat memudahkannya dalam mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi

antarbudaya dan memudahkan akulturasi. Namun lain halnya apabila seorang

imigran terlalu luas dalam komunitas etniknya dan tanpa komunikasi yang

memadai dengan anggota masyarakat Pribumi mungkin akan memperlambat

kecepatan akulturasi imigran. Hingga sejauh ini, mayarakat Pribumilah yang

43 Ibid, h. 144. 44 Ibid, h. 144.

Page 42: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

memberikan kebebasan kepada pihak imigran minoritas untuk

mengembangkan lembaga-lembaga etniknya tanpa harus mengikuti pola-pola

budaya masyarakat Pribumi yang bisa dibilang lebih dominan.

Page 43: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

BAB III

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SRENGSENG SAWAH DAN

SEJARAH GAMBANG KROMONG

A. Gambaran Umum Masyarakat Srengseng Sawah

Kelurahan Srengseng Sawah merupakan salah satu dari 6 (enam)

Kelurahan di Wilayah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan

yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251

Tahun 1986, dengan luas wilayah 674,70 Ha yang berbatasan dengan :

- Sebelah Utara : Kel. Lenteng Agung dan Kel. Jagakarsa

- Sebelah Timur : Kali Ciliwung

- Sebelah Selatan : Kotamadya Depok

- Sebelah Barat : Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak.45

Pola pembangunan Kelurahan Srengseng Sawah senantiasa mengacu kepada

Rencana Umum Tata Ruang Tahun (RUTR) 2005 dan Rencana Bagian Wilayah

Kota (RBWK) wilayah selatan yang ditetapkan sebagai Daerah Resapan Air. Hal

ini didukung dengan keberadaan potensi air tanah yang ada antara lain Setu

Babakan, Setu Mangga Bolong, Setu Salam UI dan Setu ISTN. Disamping itu

potensi Daerah Hijau yang sarat dilindungi oleh Pemerintah Propinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta berupa Hutan Kota yang berada di kawasan Wales Barat

Universitas Indonesia.46

Perkembangan penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah cukup pesat. Hal

ini selain suasana yang cukup menyenangkan karena kelestarian alam masih

terjaga dengan baik, juga disebabkan oleh tersedianya fasilitas sarana umum yang

45 Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Laporan Bulan April 2008, (Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan), h 1-2.

46 Ibid, h. 1-2.

Page 44: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

memadai, baik fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lain-lain. Pada

umumnya penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah masyarakat Betawi,

sehingga adat istiadat yang berlaku adalah Budaya Betawi.47

Mayoritas penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah beragama Islam.

Namun demikian kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik

sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama satu dengan yang lain

saling menghormati. Sarana peeribadatan yang ada selain Masjid dan Musholla, di

Kelurahan ini pun telah terdapat 3 buah gereja dan 1 buah Pura.48

Mayoritas penduduk memiliki mata pencarian buruh dan pedagang.

Sisanya adalah petani ladang dan pensiunan. Program yang sedang dilaksanakan

dalam pengembangan pembangunan wilayah kelurahan adalah pembangunan

cagar Budaya Betawi yang disebut Perkampungan Budaya Betawi di Setu

Babakan RW. 08 Kelurahan Srengseng Sawah.49 Adapun Surat Keputusannya

melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomer 3

Tahun 2005, tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan

Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Untuk

melengkapi gambaran umum kelurahan Srengseng Sawah dan SK Gubernur

Provinsi Khusus Ibukota Jakarta diatas (lihat Lampiran)

B. Sejarah Singkat Etnis Betawi

Sebelum melihat gambaran umum masyarakat Betawi lebih jauh,

seyogyanya melihat terlebih dahulu awal terbentuknya masyarakat Betawi.

Dikutip dari Parsudi Suparlan dalam bukunya “Masyarakat dan Kebudayaan

47 Ibid, h 1-2. 48 Ibid, h 1-2. 49 Ibid, h 1-2.

Page 45: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Perkotaan”, dikatakan bahwa dari hasil analisis sejarah yang telah dibuat oleh

Lance Castel, disimpulkan bahwa identitas orang Betawi sebagai sebuah

kelompok etnik mulai dikenal sejak abad ke-19. Dikatakannya bahwa mereka

merupakan hasil dari suatu melting pol atau percampuran dari berbagai kelompok

etnik yang berasal dari berbagai wilayah di kepulauan Indonesia dan luar

Indonesia. Orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik dibedakan dari

kelompok-kelompok etnik lainnya sejak akhir abad ke-19.50 Berikut adalah tabel

yang menunjukkan proses perubahan klasifikasi penduduk Batavia pada abad ke-

16, 18, dan 19 :

Tabel 1.1

Penduduk Batavia dan Sekitarnya

TAHUN GOLONGAN 1673 1815 1893

Orang Belanda dan Indo

Orang Cina (termasuk peranakan)

Orang Marjikers

Orang Arab

Orang “Moors”

Orang Jawa (termasuk Orang Sunda)

Orang-orang Sulawesi Selatan

Orang Bali

Orang Sumbawa

Orang Ambon dan Banda

Orang Melayu

Budak

2750

2747

5362

-

6339 (a)

-

-

981

-

-

611

13278

2028

11854

-

318

119

3331

4139 (b)

7720

232

82

3155

14249

9017

26569

-

-

2842

-

-

72241 (c)

-

-

-

-

JUMLAH 32068 (d) 47211 10669

Sumber : L. Castles, Indonesia, no.3, 1967:157 dalam Kleden, Teater Lenong Betawi. Hal 105.

50 Parsudi Suparlan, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif antropologi

perkotaan, (Jakarta, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2004), h. 145.

Page 46: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Keterangan : (a)termasuk 5.000 orang “Jawa” di luar kota (b)termasuk orang Timor (c)termasuk senia penduduk asli (d)tidak termasuk 1260 tentara Belanda dan 359 orang Belanda51

Dari tabel diatas tersebut terlihat bahwa dalam pencatatan penduduk tahun

1893 terdapat penyederhanaan golongan sosial dari penduduk di Batavia. Terdiri

dari empat golongan, yaitu :

1) Orang Eropa dan Indo

2) Orang Cina (termasuk peranakan)

3) Orang Arab dan “Moors” dan

4) Orang pribumi (Orang Betawi)

Dalam pencatatan tahun 1983 tersebut golongan budak hilang, karena menurut

Werthem dalam bukunya Ninuk Kleden, pada tahun 1860 perbudakan mulai

dilarang, begitu juga golonan asal dari penduduk pribumi kota Batavia.52

Jumlah budak menurut catatan angka tahun 1673 lebih dari setengah

seluruh penduduk Batavia. Menurut Ninuk Kleden, hal itu bisa dimaklumi karena

saat itu sedang ramai-ramainya perdagangan budak. Begitu juga dengan bangsa

Portugis dan Belanda mendatangkan budak-budak dari daerah Malabar, Bengkal

dan Arakan di Burma.53

Selain itu di dalam keterangan tabel juga ditulis “termasuk semua

penduduk asli”, menurut Castles dalam Ninuk, siapa yang tersebut penduduk asli

tidak dijelaskan lebih lanjut. Menurut Ninuk, mungkin mereka adalah orang-orang

dari Kerajaan Pajajaran atau keturunan orang-orang Demak yang mengadakan

51 Ninuk Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,

1996), h. 105. 52 Ibid, h. 106. 53 Ibid, h. 105.

Page 47: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

ekspansi ke daerah ini. Seperti yang dikutip oleh Saidi dari Siswantari tentang

asal-usul masyarakat Betawi lebih ditekankan pada teori Bern Nothofer tentang

bahasa Melayu dialek Jakarta. Bahasa tersebut berasal dari rumpun Melayu

Polinesia yang titik persebarannya berasal dari Kalimantan Barat.54

Menurut Van der Aa yang dikutup dari bukunya Ninuk Kleden, ia adalah

seorang sarjana yang pada abad ke-18 tertarik pada Betawi, ia melihat munculnya

orang Betawi dari segi bahasa. Dari penelitiannya, tampak bahwa dahasa

pergaulan pada abad ke-18 adalah dialek Portugis. Dialek ini tidak lagi dikenal

pada abad ke-19, dan sebagai gantinya timbul jenis bahasa semacam bahasa

Melayu Betawi. Dari pengguanaan bahasa inilah yang kemudian disebut sebagai

orang Betawi. Berikut adalah perkiraan komposisi sukubangsa di Batavia pada

tahun 1930.

Tabel 1.1

Penduduk Batavia dan Sekitarnya

PENDUDUK 1930 %

Orang Betawi (termasuk Orang Depok) 419.800 64,3

Sunda 150.300 24,5

Jawa 60.000 9,2

Aceh - 0

Batak 1.300 0,2

Minangkabau 3.200 0,5

Sukubangsa dari Sumatra Selatan 800 0,1

Banjar - 0

Orang Sulawesi Selatan - 0

Orang Sulawesi Utara 3.800 0,6

Orang Maluku dan Irian 2.000 0,3

54 Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta: LSIP, 1994), h. 25.

Page 48: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Nusatenggara Timur - 0

Nusatenggara Barat - 0

Bali - 0

Malaya dan Pulau-pulau sekitarnya 5.300 0,8

Lain-lain dan sukubangsa yang tidak diketahui 6.900 1,1 Sumber : L. Castles, The Ethnic Profil of Djakarta, Indonesia, no.3, 1967:181 dalam Kleden, Teater Lenong Betawi. hal 109.

Tabel di atas memprediksikan bahwa pada tahun 1930, sebagian besar penduduk

kota yaitu 64% adalah Orang Batavia (orang Betawi). Dari tabel ini orang Betawi

ditunjukkan pada suatu kelompok etnik tersendiri dari kelompok-kelompok etnik

yang lain, yang tidak terlihat dari tabel sebelumnya.

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnik

maupun sebagai sebuah satuan sosial dan politik dalam ruang lingkup yang lebih

luas (yaitu Nederland India pada waktu itu, nampaknya baru muncul setelah

didirikannya Perkoempoelan Kaoem Betawi oleh tokoh masyarakat orang Betawi

Moh. Hoesni Thamrin, pada tahun 1923. dengan didirikannya perkumpulan

tersebut, maka kesadaran bahwa mereka itu tergolong sebagai orang Betawi juga

di bangunkan.55

Menurut Ridwan Saidi dalam bukunya Yasmine Zaki Shahab, wilayah

budaya Betawi dapat dibagi dalam relokasi empat subwilayah yaitu :

1) Betawi Pesisir, yang meliputi dari ujung sebelah Barat sampai ke

Timur yaitu Teluk Naga, Kampung Mauk, Japad, Tanjung Priuk,

Marunda, Sarang Bango, Marunda Bekasi, dan Kepulauan Seribu.

55 Parsudi Suparlan, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan, …, h. 145.

Page 49: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

2) Betawi Tengah yang meliputi Grogol, Jelambar, daerah Kota, Mangga

Dua, Sawah Besar, Taman Sari, Gambir, Kemayoran, Senen,

Jatinegara (Mester), Tanah Abang, Cikini, dan Petamburan.

3) Betawi Pinggir disebelah Timur meliputi Pulo Gadung sampai

Tambun, sebelah Barat meliputi Pesing sampai Tangerang, sebelah

Selatan meliputi Kebayoran, Cilandak, Pangkalan Jati, Cinere, Ciputat,

Pasar Minggu, Selatan Timur meliputi Pasar Rebo, Selatan Barat

meliputi Meruya, Sukabumi, Ilir?Udik, Joglo, Pengumben dan

sekitarnya.

4) Betawi Udik meliputi daerah sebelah Timur yaitu, dari daerah

Tambun, ke timur sampai dengan Cikarang yaitu batas akhir pemakai

bahasa Betawi, sebelah Barat mulai dari perbatasan Tangerang sampai

menjelang Balaraja, sebelah selatan – Barat adalah daerah-daerah

perbatasan Ciputat sampai dengan Parung dan perbatesan Limo,

sebelah Selatan meliputi Lenteng Agung, Depok, dan Bojong Gede.

Jika dilihat dari relokasinya seperti di atas, maka Betawi di Setu

Babakan atau Perkampungan Budaya Betawi termasuk dalam Betawi

Pinggir sebelah Selatan.56

C. Sejarah Singkat Etnis Tionghoa

Suku Bangsa Tionghoa di Indonesia adalah satu etnis penting dalam

percaturan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan

terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa

56 Yasmine Zaki Shahab, Betawi dalam Perspektif Kontenprer : Perkembangan, Potensi dan Tantangannya, (Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi, 1997), h. 95.

Page 50: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu

suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku

bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.57

Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang

berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-

catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di

Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di

Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas

barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.58

Tentang riwayat nenek moyang tersebut, Leo Suryadinata (1999)

mengatakan bahwa: “Sebelum terjadi imigrasi massal etnik Tionghoa ke Asia

Tenggara. khususnya ke Indonesia dan Malaysia, masyarakat Tionghoa di kedua

kawasan itu sangat kecil. Pada umumnya, anggotanya telah berbaur ke dalam

masyarakat setempat. Pada masa itu, transportasi sulit. Orang Tionghoa, dilarang

oleh kerajaan Tiongkok untuk meninggalkan negaranya. Mereka yang

meninggalkan tanah leluhurnya juga tidak membawa keluarganya”. Jadi, wajar

jika mereka akhirnya mengawini wanita setempat. Umumnya wanita Islam

nominal dan tinggal menetap di tempat itu. Karena jumlahnya yang kecil, orang

Tionghoa ini bertendensi yang berintegrasi dengan masyarakat lokal. Keturunan

mereka akhirnya tidak lagi menguasai bahasa Tionghoa dan menggunakan bahasa

57 Asal Usul China Benteng, China Benteng, Kampung Teluk Naga, Tragedi China

Benteng, Artikel diakses pada 23 Mei 2008 dari http://asal usul china benteng, china benteng, kampung teluk naga, tragedi china benteng/htm.

58 Ibid.

Page 51: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Melayu-lingua franca dalam Nusantara untuk berkomunikasi (setelah 1928,

bahasa Melayu dinamakan bahasa Indonesia).59

Orang China mulai menyebar ke Asia Tenggara pada masa Dinasti Tang

(618-907). Ketika itu, mereka mengirim ekspedisi militernya ke daerah China

Selatan. Sejak itu, banyak sekali orang-orang Hoakiau/Hokkian yang berasal dari

daerah-daerah yang terletak di sekitar Amoy di Provinsi Fukien (Fujian) dan

orang-orang Kwang Fu (Kanton) yang berasal dari Kanton dan Makao di Provinsi

Kwangtung (Guangdong) terus menetap di perantauan dan tak kembali lagi ke

kampung halamannya.60

Pada masa Dinasti Sung (907-1127) mulai banyak pedagang-pedagang

China yang datang ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mereka

berdagang dengan orang Indonesia dengan membawa barang dagangan berupa

teh, barang porselin China yang indah, kain sutra yang halus serta obat-obatan.

Sedangkan mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi Indonesia. 61

Dalam sejarah China Kuno, dikatakan orang-orang China mulai merantau

ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Daerah pertama yang

didatangi adalah Palembang, yang pada waktu itu merupakan pusat perdagangan

kerajaan Sriwijaya. Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk mencari

rempah-rempah.Banyak dari mereka yang kemudian menetap di daerah pelabuhan

pantai utara Jawa seperti daerah Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang)

dan Jakarta. Orang China datang ke Indonesia dengan membawa serta

59 Ibid. 60 Ibid. 61 Ibid.

Page 52: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

kebudayaannya, termasuk unsur agamanya. Dengan demikian, kebudayaan China

menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia.62

Asal kata Tionghoa

Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di

Indonesia berasal dari kata zhonghua dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam

dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.Wacana Cung Hwa setidaknya sudah

dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiongkok

untuk terbebas dari kekuasaan dinasti dan membentuk suatu negara yang lebih

demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Tiongkok yang

bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina, diduga

panggilan ini berasal dari kosa kata "Ching" yaitu nama dari Dinasti Ching yang

berkuasa. Orang asal Tiongkok ini yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda

merasa perlu mempelajari kebudayaannya termasuk bahasanya, maka oleh

sekelompok orang Tionghoa di Hindia Belanda pada 1900 mendirikan sekolah

dibawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang

kalau di lafal Indonesiakan menjadi "Tiong Hoa Hwe Kwan" (THHK). THHK

dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan

Tiongkok tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia

Belanda, seiring dengan perubahan istilah Cina menjadi Tionghoa di Hindia

Belanda. 63

62 Ibid. 63 Tionghoa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia.

Page 53: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia

dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun perkiraan kasar yang

dipercaya sampai sekarang ini adalah bahwa jumlah suku Tionghoa berada di

antara 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. Dalam sensus penduduk

pada tahun 2000, ketika responden sensus ditanyakan mengenai asal suku mereka,

hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai

Tionghoa. Orang-orang Tionghoa di Indonesia berasal dari tenggara Tiongkok.

Mereka termasuk suku-suku: 64

1. Hakka

2. Hainan

3. Hokkien

4. Kantonis

5. Hokchia

6. Tiochiu

Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir Tenggara Tiongkok dapat dimengerti

karena dari sejak zaman Dinasti Tang, kota-kota pelabuhan di pesisir Tenggara

Tiongkok memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou

malah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada

zaman tersebut.65

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian

menyebabkan banyak sekali orang-orang Tionghoa juga merasa perlu keluar

64 Ibid. 65 Ibid.

Page 54: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara dan oleh

karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya,

para pedagang Tionghoa akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang

disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk

menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke

Tiongkok untuk terus berdagang. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di

Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga

menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara,

Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat.66

D. Asal-usul Kesenian Gambang Kromong

Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu

gambang dan kromong. Bilahan gambangnya yang biasa berjumlah 18 buah,

terbuat dari kayu suangking, huru kayu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya

bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah

sepuluh buah. Satuan kromong disebut pencon. Alas untuk bilahan gambang dan

kromong disebut ancak, biasanya berkaki cukup tinggi sehingga alat musik itu

dapat dimainkan sambil berdiri atau duduk dikursi.67

Kesenian gambang kromong merupakan perpaduan yang cukup harmonis

antara unsur-unsur Pribumi dan unsur Cina atau Tionghoa. Secara fisik unsur

Cinanya tampak pada alat musik geseknya, yaitu tehyan, kongahyan, dan sukong,

sedangkan alat musik lainnya yaitu gambang, kromong, gendang, kecrek dan gong

66 Ibid. 67 Rachmat dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang

Kromong, …, 1996), h. 5.

Page 55: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

merupakan unsur Pribumi. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak

pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Lagu-lagu yang menunjukkan unsur

Pribumi, Jali-jali, seperti Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya, terdapat

pula lagu-lagu yang jelas bercorak Cina, baik nama, melodi, maupun liriknya

seperti Sipatmo, Kong Jilok, dan lain sebagainya. Seperti yang dikutip oleh

Rachmat Syamsudin dan Dahlan dari tulisan Phoa Kian Sioe, "Orkes gambang,

hasil kesenian Tionghoa peranakan di Djakarta", orkes gambang kromong

merupakan perkembangan dari orkes yang-khimyang terdiri atas yang-khim,

sukong, hosian, thehian, kongahian, sambian, suling, pan (kecrek) dan ningnong.68

Oleh karena yang-khim sulit diperoleh, maka digantilah dengan gambang

yang larasnya disesuaikan dengan notasi yamh diciptakan oleh orang-orang

Hokian. Sukong, tehian dan kongahian tidak begitu sulit untuk dibuat di sini.

Sebangkan sambian dan hosiang ditiadakan tanpa terlalu banyak mengurangi nilai

penyajian musik.69

Orkes gambang yang semula hanya disenangi oleh kaum peranakan Cina

saja lama kelamaan disenangi juga oleh golongan Pribumi karena berlangsung

proses perbauran. Proses perbauran itu paling banyak terjadi setelah

pemberontakan orang-orang Cina melawan Belanda pada tahun 1740, yang timbul

karena mereka terlalu ditekan oleh pejabat-pejabat VOC. Pada waktu terjadi

pemberontakan itu banyak orang-orang Cina yang meloloskan diri menyingkir

keluar kota Batavia. Diantaranya banyak yang terus menetap di berbagai daerah

sekitar Batavia, seperti Babelan, Tambun, Bekasi, Lemahabang, Jonggol dan

Tangerang. Mereka hidup berbaur dalam lingkungan penduduk Pribumi. Kecuali

68 Ibid. h. 5-6. 69 Ibid. h. 6.

Page 56: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

yang kemudian memeluk Agama Islam, pada umumnya mereka tetap menganut

adat istiadat serta kepercayaan leluhurnya. Musik yang mereka gemari adalah

gambang, baik sebagai pengiring rancak atau cerita, maupun wayang cokek.70

Menurut Pelaku Seni kebudayaan Betawi, Pok Nori, persebaran Gambang

Kromong hingga saat ini sudah meluas keluar daerah Jakarta, di antara

persebaranya itu di daerah Bogor, Tangerang, hingga ke Bekasi.71 Pernyataan Pok

Nori diperjelas lagi oleh David Kwa, dalam artikelnya, Mengenal Gambang

Kromong. Jadi awalnya memang dari pusat kota Batavia ketika itu, musik

gambang kromong kemudian tersebar ke seluruh penjuru kota, hingga ia tidak

hanya dikenal di Jakarta, tetapi juga sampai ke bagian utara Bogor, Tangerang dan

Bekasi (Jabotabek) sekarang ini. Kawasan-kawasan tersebut memang merupakan

area budaya Betawi.72

Pada awal perkembangannya lagu-lagu yang biasa dibawakan dengan

iringan Gambang Kromong adalah lagu-lagu Cina. Menurut istilah setempat lagu

semacam itu biasa disebut Gambang Cina. Gambang Cina itu berupa lagu-lagu

instrumentalia dan lagu-lagu bersyair. Lagu-lagu instrumentalia sering disebut

dengan nama Pobian atau Phobian. Lagu bersyair antara lain adalah Sipatmo dan

Silitan. Lagu Gambang Cina dewasa ini sudah jarang dinyayikan orang.73

Nada dan Laras

70 Ibid. h. 6. 71 Wawancara dengan Pok Nori, Seorang Pelaku Kesenian Budaya Betawi, Kantor

Perkampungan Budaya Betawi, pada 6 Juni 2008. 72 David Kwa, Mengenal Gambang Kromong, artikel diakses pada 15 Juli 2008 dari

http://kampungbetawi.Com/htm. 73 Rachmat dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang

Kromong, ………………, 1996), h. 10.

Page 57: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Seperti halnya musik Tionghoa dan kebanyakan musik Timur lainnya, gambang kromong hanya memakai lima nada (pentatonis) yang semuanya mempunyai nama dalam bahasa Tionghoa: sol (liuh), la (u), do (siang), re (che) dan mi (kong). Tidak ada nada fa dan si seperti dalam musik diatonis, yakni musik Barat utamanya.

Larasnya adalah salèndro yang khas Tionghoa sehingga disebut Salèndro Cina atau ada pula yang menyebutnya Salèndro Mandalungan. Dengan demikian semua instrumen dalam orkestra gambang kromong dilaras sesuai dengan laras musik Tionghoa, mengikuti laras Salèndro Cina tadi.

Untuk memainkan lagu-lagu pobin utamanya, para pemusik (panjak) gambang kromong pada awalnya harus mampu membaca noot-noot yang ditulis dalam aksara Tionghoa tersebut, namun akhirnya banyak panjak yang mahir memainkan lagu-lagu tersebut tanpa melihat noot-nya lagi karena sudah hafal.74 Lagu Pobin

Lagu-lagu yang dibawakan oleh orkestra gambang kromong pada awalnya hanya lagu-lagu instrumentalia yang disebut lagu-lagu pobin. Lagu-lagu pobin dapat ditelusuri kepada lagu-lagu tradisional Tionghoa di bagian barat propinsi Hokkian (Fujian) di Cina selatan. Lagu-lagu pobin inilah yang kini merupakan lagu tertua dalam repertoar gambang kromong. Di antara lagu-lagu pobin yang kini masih ada yang mampu memainkannya, meskipun sudah sangat langka, adalah pobin Khong Ji Liok, Peh Pan Thau, Cu Te Pan, Cai Cu Siu, Cai Cu Teng, Seng Kiok, serta beberapa pobin lain yang khusus dimainkan untuk mengiringi berbagai upacara dalam pernikahan dan kematian Tionghoa tradisional.75 Lagu Dalem

Setelah lagu-lagu pobin, mulai diciptakan lagu-lagu yang dinyanyikan. Lagu-lagu ini disebut lagu dalem. Lagu-lagu dalem ini dinyanyikan dalam bentuk pantun-pantun dalam bahasa Melayu Betawi. Di antara lagu-lagu dalem yang kini tinggal Masnah dan Ating (sebagian) yang masih mampu menyanyikannya antara lain: Poa Si Li Tan, Peca Piring, Semar Gunem, Mawar Tumpa, Mas Nona, Gula Ganting, Tanjung Burung, Nori Kocok (Burung Nori), dan Centé Manis Berdiri.

Lagu dalem berirama tenang dan jernih. Lagu dalem diciptakan bukan untuk ngibing (Sunda, menari), tetapi untuk mengetahui kualitas vokal seorang penyanyi. Dinyanyikan dalam suatu perhelatan untuk menghibur tamu-tamu yang tengah menikmati hidangan yang disuguhkan.76 Wayang Cokèk

Penyanyi lagu-lagu dalem yang pada umumnya perempuan dikenal dengan istilah wayang cokèk. Menurut etimologinya istilah wayang singkatan dari istilah Melayu anak wayang, artinya ‘aktris,’ sedangkan cokèk berasal dari istilah

74 David Kwa, Mengenal Gambang Kromong, artikel diakses pada 15 Juli 2008 dari

http://kampungbetawi.Com/htm. 75 Ibid.

76 Ibid.

Page 58: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Tionghoa dialek Hokkian chioun-khek yang artinya ‘menyanyi’ (to sing a song). Jadi, wayang cokèk mulanya hanya berprofesi sebagai penyanyi lagu-lagu dalem, bukan penari. Istilah wayang cokèk ini hingga kini masih digunakan di kalangan masyarakat pendukung kesenian gambang kromong di kawasan Teluk Naga, Tangerang, dan sekitarnya. Tidak dikenal istilah penari cokèk, sebab cokèk bukan tarian (nomina), tetapi menyanyi (verba).

Kostum yang dikenakan wayang cokèk aslinya adalah baju kurung yang panjangnya melampaui lutut, dengan bawahan celana panjang, terbuat dari dari bahan satin berwarna-warni ceria: merah, hijau dan lain-lain. Rambut mereka yang dikepang diikat dengan tali merah, lalu dilibatkan di kepala. Baru kemudian (sekitar tahun 1960-an) mereka memakai kebaya dan kain batik. Rambut mereka mulai dipotong pendek dan dikeriting.77 Lagu Sayur

Setelah generasi lagu dalem yang kini telah menjadi lagu klasik gambang kromong, generasi selanjutnya adalah lagu-lagu yang disebut lagu sayur. Berbeda dengan lagu dalem, lagu sayur memang diciptakan untuk ngibing. Saat itu wayang cokèk bukan lagi hanya menyanyi menghibur para tamu, namun juga ngibing bersama tamu. Fungsi wayang cokèk telah meluas dari sekadar penyanyi menjadi penyanyi plus penari. Oleh sebab itu lagu sayur terdengar lebih riuh ditingkah oleh hentakan-hentakan kendang.

Kata kerja menari yang dilakukan baik oleh wayang cokèk maupun pasangannya disebut ngibing, dengan sejenis selendang yang disebut cukin (Hok.) atau sodèr (Sunda). Ngibing bersama wayang cokèk disebut ngibing cokèk. Gejala mulai maraknya ngibing ini mengindikasikan semakin kuatnya pengaruh budaya setempat (dalam hal ini Melayu dan Sunda/Jawa) di kalangan etnik Tionghoa peranakan, sebab jogèt dan nayuban bersama ronggèng juga dikenal dalam budaya Melayu dan Sunda/Jawa Lagu-lagu sayur sampai sekarang masih banyak yang mampu memainkannya, terutama di daerah Tangerang. Di antaranya adalah: Kramat Karem (Pantun dan Biasa), Ondé-ondé, Glatik Ngunguk, Surilang, Jali-jali (dalam berbagai versi: Ujung Mèntèng, Kembang Siantan, Pasar Malem, Kacang Buncis, Cengkarèng, dan Jago), Stambul (Satu, Dua, Serè Wangi, Rusak, dan Jalan), Pèrsi (Rusak, Jalan, dan Kocok), Centè Manis, Kodèhèl, Balo-balo, Rènggong Manis, Kakang Haji, Rènggong Buyut, Jeprèt Payung, Lènggang Kangkung, Kicir-kicir, dan Siri Kuning.78

E. Alat-alat (Instrumen) Kesenian Gambang Kromong

Jenis musik betawi Gambang kromong terdapat pembauran yang harmonis

antara unsur-unsur pribumi dengan unsur-unsur Cina. Pembauran itu tampak pada

alat musiknya. Seperti yang dikutip oleh Nirwanto Ki S Hendrowinoto, dkk dari

77 Ibid. 78 Ibid.

Page 59: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

laporan Seminar Lenong yang diselenggarakan surat kabar kampus Warta

Universitas Indonesia kerja sama dengan Lembaga Kebudayaan Betawi dan

Lenong Rumpi Jakarta di Balairung Kampus Universitas Indonesia, Depok (sabtu,

16 November 1991) disimpulkan bahwa musik yang mengiringi Lenong adalah

Gambang Kromong.79 Instrumen musik tradisi ini terdiri dari :

a. Gambang (silofon) dengan 18 nada yang dilaras/tangga nada pentatonik

dengan panjang tiga setengah oktaf (terbuat dari kayu, berasal dari Jawa

dan Sunda.

b. Kromong berbentuk mirip dengan bonang, terdiri dari sepuluh buah gong

kettle kecil (Pencong) yang dilaras pentatonik sepanjang 2 oktaf, alat dari

gamelan Jawa atau Sunda, sumber suara yang berbentuk seperti

mangkuk.80

c. tehyan, semacam rebab berukuran kecil, alat musik yang berasal dari

Tionghoa yang cara memainkannya digesek.

d. Kongahyan, semacam rebab berukuran sedang, alat musik yang berasal

dari Tionghoa yang cara memainkannya digesek.

e. Sukong, semacam rebab berukuran besar, alat musik yang berasal dari

Tionghoa yang cara memainkannya digesek.

f. Kemong, semacam gong keci yang terdiri dari 2 buah gong gantung

(kempul dan gong) berasal dari gamelan Jawa dan Sunda.

g. Kendang, semacam tambur dengan dua permukaan, juga merupakan

perangkat gamelan Jawa, Sunda, dan Bali. Gunanya untuk memberi irama.

79 Nirwanto Ki S Hendrowinoto. dkk, Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, (Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI, !998), h. 45

80 Rachmat dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang Kromong, …, 1996), h. 10-16.

Page 60: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

h. Kecrek, beberapa bilah perunggu yang diberi landasan kayu untuk

dipukul-pukul sehingga berbunyi crek-crek. Gunanya untuk memberi

tanda akan dimulai atau diakhiri oleh seorang pemimpin musik.

i. Ning-nong, alat musik berasal dari gamelan Jawa dan Sunda yang terbuat

dari perunggu berbentuk bulat seperti kue mangkok.81

81 Nirwanto, dkk. Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, …, h. 45.

Page 61: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

BAB IV

BETAWI DAN TIONGHOA DALAM AKULTURASI

A. Komunikasi Pribadi Dalam Akulturasi Pada Kesenian Gambang

Kromong

Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan di cagar Budaya Betawi yang disebut Perkampungan Budaya

Betawi di Setu Babakan RW. 08 Kelurahan Srengseng Sawah, sangat jarang ditemukan adanya komunikasi persona yang

dilakukan peranakan Tionghoa yang masih muda. Hal tersebut dikarenakan lambatnya regenerasi pada pelaku kesenian

Gambang Kromong yang menyebabkan perkembangan kesenian Gambang Kromong menjadi lambat. Sebaliknya generasi

tua dari pranakan Tionghoa yang masih ada saat ini, secara intensif merespon, membentuk, dan mengatur sejumlah

pengetahuannya dan perasaan cintanya terhadap kebudayaan Betawi melalui pengalaman-pengalamannya dalam akulturasi.

Dalam proses komunikasi pribadi dengan etnis Betawi, etnis Tionghoa terbukti dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dengan secara perlahan-lahan melihat, mendengar, dan merasakan keadaan lingkungannya. Hal ini terlihat

dari orang-orang Tionghoa yang sudah sejak lama bermukim di kota ini. Ketika orang Belanda untuk pertama kalinya

menginjakkan kaki mereka di Jayakarta, telah ada pemukiman Tionghoa di sebelah timur muara Ciliwung. Proses

komunikasi dan interaksi telah lama berlangsung hingga awal abad ke-20. Kebanyakan orang Tionghoa yang datang ke

Batavia hanya kaum laki-lakinya saja. Dalam komunikasi pribadi yang dilakukan orang-orang Tionghoa melalui

pendekatan-pendekatan terhadap orang-orang Betawi, mereka mulai mempelajari adat dan kebiasaan orang-orang Betawi

serta mempelajari bahasanya. Ini terbukti dari orang-orang Tionghoa yang tidak lagi berbahasa Tionghoa, melainkan

Melayu, seperti kebanyakan penduduk kota Batavia.

Selama proses interaksi itu berjalan, banyak laki-laki Tionghoa totok yang

kemudian menikahi perempuan Betawi dan membentuk keluarga. Hasil

perkawinan campur inilah yang kemudian membentuk komunitas Tionghoa

pranakan (baba-nona).82 Komunikasi pribadi yang dilakukan orang-orang

Tionghoa terus dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama, dan telah

menghasilkan beberapa akulturasi budaya. Pembauran yang dilakukan budaya

Tionghoa dengan kebudayaan penduduk asli (Betawi) hingga kini dapat dilihat

82 Mengenal Gambang Kromong, artikel diakses pada 15 Juli 2008 dari http://kampungbetawi.Com/htm.

Page 62: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

dalam kesenian cokek, lenong, gambang kromong, dan lain-lain. Hasil akulturasi

budaya Tionghoa dan Betawi ini kemudian diklaim sebagai kesenian Betawi.83

Dalam perkembangannya, orang-orang Tionghoa sangat merespon sekali

keadaan sosio-budaya Indonesia. Mereka layaknya orang pribumi, telah

bercampurbaur dengan masyarakat pribumi. Mereka saling bergotong royong

dalam hubungan kemasyarakatan. Proses komunikasi ini secara potensial

memudahkan aspek-aspek akulturasi.

1. Kerumitan Kognitif Imigran

Kerumitan kognitif seorang imigran dapat dimudahkan dengan

kemampuan mempersepsikan lingkungan Pribumi sehingga mengetahui budaya

Pribumi lebih jauh.84 Pada fase-fase awal akulturasi, orang-orang Tionghoa

mengamati lingkungan sekitarnya secara sederhana, sehingga mereka masih

belum dapat beradaptasi dengan lingkungan asing tersebut dengan baik. Pada awal

mula datang ke Batavia, mereka masih menutup diri terhadap lingkungan di

sekitar mereka. Para migran Tionghoa ini hanya melihat, mendengar, tanpa

merespon secara mendalam lingkungan sekitarnya dikarenakan persepsi mereka

saat itu masih awam dan belum banyak mengetahui pola-pola maupun aturan

sistem komunikasi pribumi.85

Pada mulanya orang-orang Tionghoa hanya mengadu nasib di Batavia

dengan mencoba mencari untung melalui perdagangan dengan orang-orang

Belanda. Setelah berimigrasi dan menetap di Batavia, mereka kemudian mulai

83 Jejak-jejak Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa, artikel diakses pada 4 Juni 2008

dari http://kompas.com/kompas-cetak/0008/31/dikbud/akul09.htm 84 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 141. 85 Ibid, h. 141.

Page 63: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

terlibat dalam sistem komunikasi masyarakat setempat. Pengetahuan yang telah

didapat orang-orang Tionghoa kemudian sangat membantu mereka dalam

meningkatkan partisipasinya dalam jaringan-jaringan komunikasi pribadi dan

komunikasi massa yang terdapat pada masyarakat pribumi.86 Artinya, partisipasi

yang dimaksud tidak terbatas pada masyarakat Betawi saja, melainkan juga pada

berbagai etnis.

Banyaknya pengetahuan yang didapat oleh orang-orang Tionghoa tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan orang-orang Pribumi, membuat persepsi

mereka menjadi lebih halus dan kompleks. Ini memungkinkan mereka

menemukan banyak variasi dalam lingkungan Pribumi. Bukti nyata yang sangat

berpengaruh dalam proses akulturasi ini adalah pengetahuan tentang bahasa

Pribumi. Bahasa merupakan hal yang sangat mendasar, dan harus dimiliki oleh

setiap orang atau kelompok yang ingin berkomunikasi dengan komunitas lain.

Seperti disinyalir oleh Lusiana Andriani Lubis dari Edward Sapiur dan Benyamin

Whorf, bahwa bahasa tidak saja berperan sebagai suatu mekanisme untuk

berlangsungnya komunikasi, tetapi juga sebagai pedoman ke arah kenyataan

sosial.87 Dengan kata lain, bahasa tidak saja menggambarkan persepsi, pemikiran

dan pengalaman, tetapi juga dapat menentukan dan membentuknya. Hubungan itu

dapat dilihat sebagai berikut:

1) Bahasa dan cara berujar (speech) merupakan indikator atau petunjuk atau

pencerminan ciri-ciri struktur sosial. Misalnya status sosial atau posisi

kelas sosial dapat ditunjukkan dari penggunaan kata-kata dalam bahasa.

86 Clockener Brousson, Batavia Awal Abab 20, Gedenkschriften van een oud-kolonial,

(Jakarta, Komunitas Bambu, 2004), h. 75. 87 Lusiana Andriani Lubis, Penerapan Komunikasi Lintas Budaya di antara Perbedaan

Kebudayaan, (Sumatra Utara, FISIP), h. 11.

Page 64: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Dengan cara analisis demikian kita dapat menentukan kedudukan individu

dalam struktur sosial.

2) Struktur sosial yang menentukan cara berujar atau perilaku bahasa. Dalam

hal ini terjadi perubahan-perubahan pada standar bahasa baku dan dialek

dengan berubahnya konteks dan topik pembicaraan (Grimshaw,

1973:49).88

Jadi dengan kemampuan menggunakan bahasa kaum pribimi, secara perlahan-

lahan orang-orang Tionghoa mulai terintegrasi dalam struktur sosial komunitas

lokal. Ini memudahkan mereka dalam mengatasi berbgai kerumitan dan hambatan

akibat berbedaan-berbedaan sosial-budaya antara mereka dan orang Betawi.

2. Gambaran Diri

Gambaran diri di sini merupakan cara pandang orang Tionghoa tentang

masyarakat Pribumi dan budaya aslinya.89 Dilihat dari gambaran orang-orang

Tionghoa saat ini, mereka sangat dekat sekali dengan orang-orang Betawi. Hal ini

dapat dirasakan oleh orang-orang Tionghoa yang salah satunya adalah pemerhati

budaya Cina Indonesia, David Kwa. Dalam wawancara penulis dengannya,

tepatnya di kediamannya di Baranang Siang, Bogor, ia mengatakan bahwa orang-

orang Tionghoa dewasa ini telah banyak yang berbaur dan bercampur dengan

orang-orang pribumi khususnya orang Betawi. Kondisi ini secara perlahan-lahan

berhasil merubah gambaran diri orang Tionghoa yang semulanya eksklusif

88 Ibid, h. 11. 89 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 141.

Page 65: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

menjadi lebih inklusif. Artinya, pada akhirnya mereka melihat diri mereka

sebagai bagian dari orang-orang Betawi. Hal ini terlihat dari cara mereka bersikap

dan berinteraksi dengan orang-orang Betawi. Orang-orang Tionghoa dan Betawi

juga suka bekerja sama dalam perdagangan dan pertukangan.90

Menurut Raden Aryo Sastrodarmo, seorang pelancong Surakarta di

Batavia pada tahun 1865, dalam Kawontenan ing Nagari Betawi, seperti yang

dikutib Ridwan Saidi dalam Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan dan

Adat Istiadatnya, adat-istiadat Betawi mirip adat-istiadat Tionghoa. Cara orang

Betawi memperkenalkan diri sama seperti orang Tionghoa. Cara mereka duduk

dan bercakap-cakap juga relatif sama dengan orang Tionghoa. Dan jika makan

mereka memakai meja, tidak bersila di atas tikar yang terhampar di tanah. Orang

Betawi juga belajar silat dari orang Tionghoa. Sifat orang Betawi yang pemberani

(alias pede?) sangat mungkin dipengaruhi kaum peranakan Tionghoa.91 Mereka

juga mampu menjaga kerukunan di anatara mereka dan dengan komunitas

lainnya. Fakta bahwa masyarakat Tionghoa hampir tidak pernah mengalami friksi

dengan etnis lainnya merupakan bukti bahwa mereka dapat hidup rukun dengan

keluarga dari etnis lain.

Berdasarkan pengamatan peneliti, di Jakarta ini interaksi budaya dalam

arti saling mempengaruhi antara kedua belah pihak sangat kuat. Di satu pihak

etnik Tionghoa, khususnya peranakan, sangat dipengaruhi budaya Betawi, di lain

pihak etnik Betawi juga sangat dipengaruhi budaya Tionghoa. Begitu dekatnya

90 Wawancara dengan David Kwa, Seorang Pemerhati Budaya Cina Indonesia, Bogor,

pada 17 Juni 2008. 91 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadat,

(Jakarta, PT. Gunara Kata, 2004), h. 115.

Page 66: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

hubungan budaya antara kedua etnik ini, sehingga sering kali orang-orang

Tionghoa dianggap sama seperti orang-orang Betawi.

Dalam kunjungan peneliti di Perkampungan Budaya Betawi. tepatnya di

saat berlangsungnya kegiatan latihan rutin anak-anak kesenian Gambang

Kromong, peneliti mendapat kesempatan untuk mewawancarai tokoh Betawi

sekaligus pengelola Perkampungan Budaya Betawi, Indra Sutisna. Menurutnya,

yang namanya budaya tidak ada polisi budaya. Ketika terjadi perpaduan suatu

budaya dengan budaya yang lainnya, proses ini akan sulit dihambat bila terdapat

sifat akomodatif di antara budaya-budaya tersebut. Dalam konteks perpaduan

budaya Tionghoa dengan Betawi, selama budaya itu bisa diterima oleh

masyarakat Betawi, tidak merugikan dan secara terus-menerus digunakan oleh

masyarakat, maka pada akhirnya budaya tersebut akan diakui oleh masyarakat

Betawi.92 Masyarakat Betawi cederung menerima perpaduan itu karena sifatnya

yang terbuka dengan budaya-budaya luar. Hal ini membantu pembentukan

gambaran diri peranakan Tionghoa terhadap orang Betawi yang pada gilirannya

memudahkan keduanya dalam proses-proses akulturasi.

3. Dorongan Akulturasi

Dorongan akulturasi merupakan kemauan atau motif orang Tionghoa

untuk belajar tentang pola-pola, aturan-aturan, serta sistem komunikasi Pribumi

serta keinginan untuk berpartisipasi dalam sistem sosio-budaya Betawi. Adanya

orientasi positif orang-orang Tionghoa untuk dapat tinggal di Indonesia,

khususnya di Batavia, membuat mereka terdorong untuk berhubungan langsung

92 Wawancara dengan Indra Sutisna, Seorang Tokoh Betawi dan Pengelola

Perkampungan Budaya Betawi, Serengseng Sawah, Jakarta Selatan, pada 18 Mei 2008.

Page 67: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

dengan masyarakat Betawi. Untuk membangun hubungan ini, mereka dituntut

agar lebih dapat melebur, dalam arti ikut berpartisipasi dalam jaringan-jaringan

komunikasi masyarakat Pribumi.

Jaringan komunikasi terbentuk dari proses yang saling membutuhkan di

mana satu sama lainnya saling mengerti dan bergantung. Ini kemudian

memungkinkan terjadinya komunikasi. Dalam kesenianpun demikian halnya,

yaitu adanya rasa saling membutuhkan. Misalnya, Tehyan kurang enak kalau

tidak diiringi alat musik lainnya. Gambang juga kurang asyik kalau tidak diiringi

dengan alat lainnya. Di sini ada kondisi/situasi saling melengkapi sehingga

menjadi kesatuan yang utuh. Dari proses saling membutuhkan tersebut, mereka

berkumpul bersama, berimprovisasi dan membentuk kesenian yang sama

meskipun dengan memainkan alat musik yang berbeda-beda.93

Motivasi akulturasi orang Tionghoa terlihat dari perpaduan kesenian

Gambang Kromong. Di waktu senggang mereka memainkan lagu-lagu Tionghoa

dari kampung halaman moyang mereka di Cina dengan instrumen gesek Tionghoa

su-kong, the-hian, dan kong-a-hian, bangsing (suling), kecrèk, dan ningning,

dipadukan dengan gambang. Gambang diambil dari khazanah instrumen

Indonesia yang digunakan untuk menggantikan fungsi iang-khim, yakni semacam

kecapi Tionghoa, tetapi dimainkan dengan semacam alat pengetuk yang dibuat

dari bambu pipih.

Ini jelas memperlihatkan dorongan dan keinginan orang-orang Tionghoa

untuk mempelajari pola-pola, aturan-aturan, dan sistem komunikasi orang-orang

Betawi. Mereka terus berinteraksi dan saling bertukar pengalaman. Pembauranpun

93 Wawancara dengan Yahya Andi Saputra, Seorang Budayawan Betawi, juga Menjabat sebagai Sub. Bidang Pertunjukan di LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi), Kuningan, 24 Juni 2008.

Page 68: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

terus berlanjut hingga pada akhirnya orang-orang Tionghoa yang sering

memainkan lagu-lagu Tionghoa termotivasi untuk menggabungkan beberapa alat

musiknya dengan alat-alat musik khas Pribumi. Dalam perkembangannya, sekitar

tahun 1880-an barulah orkestra gambang ditambah dengan kromong, kendang,

kempul, goong, dan kecrèk. Dengan demikian terciptalah gambang kromong yang

akulturatif.94

Lewat musik yang awalnya mungkin sebatas main-main, kemudian setelah

adanya orientasi positif orang Tionghoa terhadap Pribumi, musik itu diterima oleh

masyarakat Betawi. Ketika berkembang sedemikian rupa menjadi satu kelompok

baru dengan hasil perpaduan tadi, masyarakat kemudian melihatnya sebagai satu

kesenian yang utuh yang telah maju karena tuntutan zaman yang setiap waktu

berubah.

Dari penjelasan di ats jelas terlihat bagaimana dorongan akulturasi itu

terjadi dan kemudian diaktualkan dalam kesenian Gambang Kromong. Ini

sekaligus memperlihatkan realitas orang Tionghoa yang ingin hidup dan berjalan

bersama-sama dengan masyarakat Pribumi dan memiliki keinginan untuk terus

meningkatkan partisipasinya dalam hubungan sosio-budaya. Berubahnya cara

pandang peranakan Tionghoa tentang komunitas lokal Betawi membantu mereka

berbaur bersama orang-orang Betawi. Gambang Kromong merupakan hasil

penting dari proses pembauran tersebut.

B. Komunikasi Sosial dalam Akulturasi pada Kesenian Gambang Kromong

94 Mengenal Gambang Kromong, …, 2008.

Page 69: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Proses komunikasi sosial yang lebih umum dilakukan orang-orang

Tionghoa dengan berinteraksi kepada masyarakat Betawi dalam lingkungan sosio-

budayanya, tidak hanya dalam hubungan-hubungan antarpersona.95 Melalui

komunikasi sosial, orang Tionghoa mengetahui lebih jauh lagi tentang berbagai

unsur dalam sistem sosio-budaya Betawi. Fungsi komunikasi sosial dalam

akulturasi sangat penting pada fase awal proses akulturasi kaum imigran, yaitu

pada saat orang-orang Tionghoa baru memulai mengembangkan suatu kecakapan

yang memadai untuk membina hubungan-hubungan antarpersona yang

memuaskan anggota-anggota masyarakat Betawi.96

Pada mulanya orang-orang Betawi hanya mengenal cokek sebagai

kesenian Tionghoa secara umumnya saja. Itupun disertai banyak penolakan-

penolakan karena pertunjukannya identik dengan barang haram semisal alkohol,

judi, dan wanita. Hal ini serupa dengan Gambang Kromong. Dari sinilah orang-

orang Tionghoa memperkenalkan alat-alat musik lainnya kepada masyarakat

Betawi, seperti kongahyan, tehyan, dan sukong yang dapat dimainkan dengan cara

digesek.

Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat Betawi dan Cina

Benteng yaitu kelompok etnis Cina yang nyaris terpinggirkan, dan saat ini banyak

bermukim di daerah Tangerang. Seperti yang dikutip Choesnoel Yakin tentang

awal kelahiran seni rakyat dari Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti LIPI.

Menurutnya, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat ini.97

95 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 142. 96 Ibid, h. 143. 97 Choesnoel Yakin, Lagu Cokek 'Jali-jali' dan 'Sirih Kuning' Hiasi Hut ke-474 Kota

Jakarta, Artikel diakses pada 23 Mei 2008, dari http://www.jakarta.go.id/Ctralba/th2/Cit10h/htm.

Page 70: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan tanah menguasai

Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan

nama Kota atau Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap malam

Minggu, mereka biasa mengadakan pesta. Para tuan tanah ini biasanya juga

banyak memiliki pembantu yang mahir bermain musik dan menari. Umumnya

pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh musik dari rombongan Gambang

Kromong. Saat itulah para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis

muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian

disebut sebagai penari Cokek.

Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Menurut versi

ini, pada saat itu daerah Tanjungkait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio

Kek. Seperti tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga mempunyai sebuah

kelompok musik. Pada suatu hari, datang tiga orang bercocing, yaitu dengan

rambut yang dikepang satu. Diduga berasal dari daratan Cina. Ketiga orang ini

membawa tiga buah alat musik yaitu, Te`yang , Su Khong dan Khong ayan,

ternyata ketiga orang itu juga mahir memainkan musik.

Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan memainkan alat-alat

musiknya. Tiga alat musik yang mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-

sama alat musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan tanah Tan

Sio Kek. Dari perpaduan bunyi berbagai alat musik yang dimainkan oleh para

pemusik terebut, lahirlah musik Gambang Kromong.

Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan irama musik itu,

kemudian disebut sebagai Cokek, yang diartikan anak buah Tan Sio Kek. Dalam

perkembangannya, walau kelompok Gambang Kromong bila mendapat undangan

Page 71: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

pentas mendapatkan honor atau bayaran, namun para Cokek, atau penari

perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran sendiri dari para lelaki yagn

mengajak mereka menari atau ngibing.98

Seiring dengan perkembangannya, setelah orang-orang peranakan

Tionghoa dan Betawi menyatu dan bercampur baur dalam hubungan dan pola

kehidupan bermasyarakat, kesenian Betawi menjadi kesenian rakyat. Kegiatan

kesenian tradisi Betawi terus berkembang. Tetapi dalam proses

perkembangannya, kesenian Betawi ini terpojokkan setelah keluarnya keputusan

Walikota Jakarta, Sudiro, sekitar tahun 1950-an yang melarang karnaval rakyat

berdasarkan tradisi Cina. Alasanya adalah untuk meningkatkan rasa

nasionalisme.99 Dalam buku Yasmine Zaki Shahab yang berjudul Betawi dalam

Perspektif Kontenporer: Perkembangan, Potensi dan Tantangannya, mengatakan

bahwa pada 1954 Walikota (Gubernur) Jakarta ketika itu Sudiro juga melarang

seniman pribumi "ngamen" pada saat perayaan "taon baru Belande" maupun

"lebaran Cine". Alasannya adalah untuk menjaga martabat bangsa yang baru

merdeka.100 Akibatnya, tidak ada lagi pengamen pada waktu Imlek, Cap Go Meh,

dan Tahun Baru Blande. Meskipun ada larangan tersebut dan punahnya sebagian

kesenian itu karena tidak ada generasi penerusnya, kesenian Betawi masih tetap

exis. Pasalnya, ada keunikan pada tradisi kesenian tersebut, yaitu para pelakunya

bersifat turun temurun dan bertalian darah. Namun, dengan adanya pengaruh

globalisasi, seni budaya tradisional ini semakin kurang diminati oleh generasi

penerus dan penontonnya. Akibatnya tradisi ini sedikit tergeser.

98 Ibid. 99 Nirwanto, dkk. Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, …, h. 41. 100 Yamine Zaki Shahab, Betawi dalam Perspektif Kontenporer, Perkembangan, Potensi,

dan Tantangannya, (Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi, 1997), h. 169.

Page 72: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Akhir-akhir ini dengan adanya wadah-wadah seni budaya Betawi, seperti

Lembaga Kebudayaan Betawi (LBK) dan peran pemerintah DKI sendiri melalui

perangkatnya Dinas Kebudayaan yang melakukan berbagai upaya pelestarian dan

pengembangan, seni budaya Betawi bisa tetap bertahan. Pada beberapa tahun

terakhir ini seni Betawi kembali mencuat ke permukaan melalui berbagai festival,

lomba, sarasehan, dan sebagai menu utama mewarnai acara keprotokolan,

penerimaan tamu negara, festival dan event-event lainnya di Ibukota.

Uniknya, kesenian Betawi ini bersifat universal dalam arti kata bukan lagi

jadi milik orang Betawi asli, tetapi sudah merasuk kepada warga Jakarta yang

non-Betawi. Bahkan, pelaku seni budaya ini yang paling banyak di bidang seni

tari. Penari dan koreografernya didominasi oleh etnik non-Betawi. Seni budaya

Betawi digandrungi oleh masyarakat pendatang yang sudah menjadi warga

Jakarta.101

Hasil dari interaksi orang-orang Tionghoa dengan masyarakat Betawi yang

cukup lama, tidak saja mempengaruhi budaya keduanya tapi juga melahirkan

kebudayaan baru yang menambah khasanah kebudayaan Indonesia. Bahkan,

perpaduan dan pembauran yang terjadi pada kedua etnis tersebut bukan hanya

pada kesenian saja, tapi juga dalah hal-hal lain di antaranya dalam arsitektur,

sastra, bahasa, kesenian, olah raga dan adat istiadat lainnya.

1. Arsitektur

Pengaruh arsitektur Tionghoa terlihat pada bentuk mesjid-masjid di Jawa

terutama di daerah-daerah pesisir bagian Utara. Agama Islam yang pertama masuk

101 Nirwanto. dkk, Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, …, h. 41.

Page 73: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

di Sumatera Selatan dan di Jawa mazhab (sekte) Hanafi. Datangnya melalui

Yunnan Tiongkok pada waktu dynasti Yuan dan permulaan dynasti Ming.102

2. Sastra

Banyak hasil sastra yang dihasilkan bangsa Tionghoa di P. Jawa.

Sebaliknya terjemahan yang diterbitkan di Tiongkok berasal dari Indonesia ke

bahasa Mandarin. Misalnya, cerita roman paling populer adalah cerita Saan Pek

Ing Tai, di Jawa Barat Populer karya Lo Fen Koi. Cerita-cerita silat misalnya,

Pemanah Rajawali, Golok Pembunuh Naga, Putri Cheung Ping, Kera Sakti, dan

Sepuluh pintu Neraka. Puisi yang diciptakan penyair Tiongkok kuno pernah

diterjemahkan sastrawan Indonesia, HB Jasin. Sedangkan di dunia novel kita

sudah cukup akrab dengan karya Marga T, yang banyak mengambil latar belakang

negeri Tiongkok.103

3. Bahasa

Menurut Profesor Kong Yuaanzhi, terdapat 1046 kata pinjaman bahasa

Tionghoa yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia dan 233 kata pinjaman

Bahasa Indonesia kedalam Bahasa Tiong Hoa. Misalnya jenis alas kaki dari kayu

Bakiak, kodok(jawa) asal dari nama Kauw Tok, Kap Toa menjadi Ketua.104

4. Kesenian

Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak zaman Dinasti Tang

(618-907). Alat musik seperti Gong dan caanang, Erhu (rebab Tiongkok senar

dua), suling, kecapi telah masuk dan menjadi alat musik daerah di Indonesia.

102 Jejak-jejak Akulturasi, …, 2008. 103. Ibid. 104 Ibid.

Page 74: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Gambang Kromong merupakan perpaduan antara musik Jawa dan Tiongkok, pada

mulanya adalah musik tradisional dari Betawi dan digunakan untuk mengiringi

upacara sembahyang orang keturunan Tionghoa, kemudian menjadi musik

hiburan rakyat. Wayang Ti-Ti atau Po The Hie, adalah wayang yang memakai

boneka kayu dimakain dengan keterampilan jari tangan,dimainkan saat

menyambut hari besar di upacara keagamaan orang Tiong Hoa.105

5. Olahraga

Misalnya olahraga pernapasan Wei Tan Kung kini menjadi Persatuan

Olahraga Pernapasan Indonesia, Olahaga pernapasan Tai Chi menjadi Senam Tera

Indonesia, olahraga bela diri Kung Fu yang populer di Indonesia.

6. Adat Istiadat

Upacara minum teh yang disuguhkan kepada tamu sudah cukup populer di

Jawa dengan mengganti teh dengan kopi. Kemudian tradisi saling berkunjung

dengan memberikan jajanan atau masakan pada hari-hari raya, dan tradisi

membakar petasan saat lebaran.

Dengan bukti-bukti kekayaan kebudayaan Indonesia hasil akulturasi

dengan bangsa Tiongkok serta besarnya kontribusi Bangsa Tiongkok terhadap

perjalanan sejarah Indonesia cukup menjadi alasan, mengapa kita harus

menyambut baik pencabutan peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap

bangsa Tionghoa. Sebab kini, tidak perlu lagi memperdebatkan dikotomi warga

105 Ibid.

Page 75: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

keturunan Tionghoa dengan masyarakat pribumi, karena mereka adalah satu

kesatuan NKRI.106

C. Lingkungan Komunikasi dalam Akulturasi pada Kesenian Gambang

Kromong

Komunikasi persona dan komunikasi sosial imigran dan fungsi

komunikasi-komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa

dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat Pribumi; apakah imigran

tinggal di desa atau di kota metropolitan, tinggal di daerah miskin atau kaya,

bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif.107 Semua itu merupakan kondisi

lingkungan yang diduga mempengaruhi secara signifikan perkembangan sosio-

budaya yang akan dicapai imigran.

Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan

akulturasi etnis Tionghoa adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.

Artinya dari derajat kelengkapan kelembagaan etsis Tionghoa tersebut dapat

memudahkannya dalam mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi

antarbudaya. Ini memudahkan akulturasi. Namun lain halnya apabila orang-orang

Tionghoa terlalu luas dalam komunitas etniknya dan tanpa komunikasi yang

memadai dengan anggota masyarakat Betawi. Faktor ini dapat memperlambat

akulturasi komunitas Tionghoa ke dalam sisitem sosial orang Betawi.

106 Ibid. 107 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 144.

Page 76: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Lingkungan komunikasi pada saat terjadinya akulturasi adalah ketika

orang-orang Tionghoa mulai berinteraksi melalui perdagangan di Batavia. Pada

masa Dinasti Sung (907-1127) dilaporkan banyak pedagang-pedagang Cina yang

datang ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mereka berdagang

dengan orang Indonesia dengan membawa barang dagangan berupa teh, barang

porselin Cina yang indah, kain sutra yang halus serta obat-obatan. Sedangkan

mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi Indonesia.108

Dalam sejarah Cina Kuno, dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang.109 Daerah

pertama yang didatangi adalah Palembang, yang pada waktu itu merupakan pusat

perdagangan kerajaan Sriwijaya. Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk

mencari rempah-rempah. Banyak di antara mereka yang kemudian menetap di

daerah pelabuhan pantai utara Jawa seperti daerah Tuban, Surabaya, Gresik,

Banten (Tangerang) dan Jakarta. Orang Cina datang ke Indonesia dengan

membawa serta kebudayaannya, termasuk unsur agamanya. Dengan demikian,

perpaduan kebudayaan Cina ke dalam kebudayaan Indonesia tak terelakkan.

Menurut budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, orang-orang Tionghoa

selain sebagai pendatang, ada orang kaya, ada juga orang-orang yang dibawa oleh

penjajah awal abad ke-15, ketika kraton Jayakarta dibumi hanguskan. Akibatnya,

sebagian masyarakat yang menguasai keraton Jayakarta tersebut pindah ke

Jatinegara Kaum. Kampung tersebut kemudian dibangun menjadi kota baru dan

diberi nama kota Batavia oleh Jan Piterszoon Coen Dia lah yang mendatangkan

108 Asal Usul China Benteng, China Benteng, Kampung Teluk Naga, Tragedi China

Benteng, …, dari http://asal usul china benteng, china benteng, kampung teluk naga, tragedi china benteng/htm.

109 Ibid.

Page 77: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

unsur-unsur etnik dari luar terutama dari Cina, karena etnik Cina cakap

membangun serta ahli dalam hal furnitur. Nasib orang Tionghoa dengan orang

Pribumi sama saja, diperlakukan sama sehingga mereka dapat hidup saling

bergandengan.110

Hal di atas diperjelas lagi dengan tulisan Clockener Brousson yang

menyatakan bahwa tempat di mana dahulu Jacarta dihancurkan sekarang telah

berdiri sebuah kota yang berkembang dengan pesat sebagai kota dagang yang oleh

Jan Piterszoon Coen diberi nama Batavia. Dari semua daerah di Asia orang-orang

berdatangan ke Batavia mengadu nasib, terutama orang Tionghoa, pedagang dari

Asia Timur. Mereka mencoba mencari untung di tempat ini dengan cara

berdagang dengan orang-orang Belanda.

Di samping bagian kota bergaya Belanda lama dengan jalan-jalan sempit

dan kecil berliku-liku tanpa ujung yang ditanami pepohonan serta ophaalbruggen

(Jembatan yang bisa diangkat), mulai muncul juga kampung Tionghoa dan

kampung Pribumi.111

Batavia memang tak mungkin dapat dihindari dari orang-orang berkulit

kuning yang berambut thaucang. Ada gula ada semut, demikianlah pribahasa

Melayu dan itu terutama cocok untuk menggambarkan Batavia dan orang

Tionghoa. Orang Tionghoa merupakan penduduk yang rajin, hemat, pekerja keras,

sabar, dan supel dalam bergaul.112

Di sekitar Tegal Pasir (Kali Pasir) Belanda mendirikan perkampungan

Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak Sembilan. Perkampungan ini

110 Wawancara dengan Yahya, Seorang Budayawan Betawi, …, 24 Juni 2008. 111 Clockener Brousson, Batavia Awal Abad 20, Gedenkschriften van een oud-koloniaal,

(Jakarta, Komunitas Bambu, 2004), edisi terjemahan, h. 75-76. 112 Ibid, h. 77-79.

Page 78: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan dan telah menjadi bagian dari

Kota Tangerang. Daerah ini terletak di sebelah Timur Sungai Cisadane, daerah

Pasar Lama sekarang.113

Seperti yang telah dikutip oleh Choesnoel Yakin dari Ninuk Kleden

Probonegoro, bahwa percampuran unsur Tionghoa dengan orang Betawi itu

terlihat dari alat-alat musik yang dipergunakan. Percampuran ini diceritakan

bermula pada masa tuan-tuan tanah menguasai Batavia sekitar abad ke-19,

khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau Beos.

Proses komunikasi dalam akulturasi pada Kesenian Gambang Kromong,

hanya dimungkinkan oleh proses interaktif yang saling melengkapi antara orang

Tionghoa dengan orang Betawi. Komunikasi pribadi, komunikasi sosial, dan

lingkungan komunikasi sangat menunjang sekali keberhasilan proses akulturasi

tersebut. Seperti dikutip oleh Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat dari

Mendelson, "komunikasi dapat menggambungkan kelompok-kelompok minoritas

ke dalam suatu organisasi sosial yang memiliki gagasan-gagasan dan nilai-nilai

bersama."114 Kesamaan-kesamaan itulah yang menjembatani perbauran dua

komunitas tadi dalam berbagai aspek kehidupan sosial budaya, sebagaimana

tercermin dalam kesenian Gambang Kromong.

113 Asal Usul China Benteng, China Benteng, Kampung Teluk Naga, Tragedi China Benteng, …, dari http://asal usul china benteng, china benteng, kampung teluk naga, tragedi china benteng/htm. 114 Deddy dan Jalaluddin, Komunikasi Antarbudaya, …, h. 148.

Page 79: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan observasi, menganalisis data dan dalam rangka menjawab

rumusan pertanyaan dalam skripsi ini, maka penulis membuat beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi persona dalam akulturasi pada kesenian Gambang Kromong

terjadi pada saat orang-orang Tionghoa mengadu nasib ke Batavia untuk

berdagang pada orang-orang Belanda. Karena menetap dalam kurun waktu

yang lama, pada akhirnya mereka mempelajari pola-pola relasi, aturan-aturan,

dan sistem komunikasi orang-orang Betawi. Proses ini kemudian tumbuh

kembang melalui perkawinan antara kedua etnis tersebut. Dalam hal ini

biasanya para pendatang yang kebanyakan laki-laki itu mempersunting

perempuan lokal etnis Betawi. Hubungan sosial ini menjadi semakin kental

setelah orang-orang Tionghoa lambat laun dapat berbahasa Melayu dan

membentuk Tionghoa peranakan.

2. Dalam proses komunikasi sosial orang-orang Tionghoa terbukti mampu

berpartisipasi dalam keidupan sosio-budaya Betawi dan mulai mengetahui

lebih jauh lagi tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya Betawi.

Hasil pembauran kedua etnis tersebut tercermin dari kehadiran kesenian

Gambang Kromong.

Page 80: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

3. Pada saat terjadinya akulturasi, lingkungan komunukasi sangat mendukung.

Ini terlihat dari tempat pemukiman orang-orang Tionghoa dan Betawi yang

berdekatan.

B. Saran-saran

1. Kesenian Gambang Kromong ini diharapkan dapat lebih dikembangkan dan

dilestarikan keberadaannya sebagai bukti historis akulturasi budaya Betawi

dan Tionghoa. Ini juga tentu dapat menjadi aset kultural yang tak ternilai

harganya terutama bagi masyarakat ibukota yang multikultural. Pemerintah

hendaknya terus melestarikan kesenian ini dan bahkan dapat

memperkenalkannya pada tingkat nasional sebagai salah satu contoh model

akulturasi antar dua kelompok entis yang sebenarnya memiliki banyak

perbedaan.

2. Penulis menyarankan agar studi Komunikasi Lintas Budaya atau disebut juga

Komunikasi Antar Budaya dikembangkan pada Jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam.

3. Hendaknya pemahaman tentang penerapan Komunikasi Lintas Budaya ini

tidak hanya di lingkungan Sivitas Akademika saja, namun perlu diperluas

kepada masyarakat untuk menghindari konflik-konflik atas nama SARA yang

dapat mengancam integrasi sosial, keamanan, ketenangan dan kenyamanan

dalam hidup bermasyarakat.

Page 81: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

DAFTAR PUASTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, Edisi IV, 1998.

Brousson, Clockener. Batavia Awal Abad 20, Gedenkschriften van een oud-koloniaal, Jakarta, Komunitas Bambu, edisi terjemahan. 2004.

Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

2005. Devito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia, Jakarta: Professional Books. 1997. Hendrowinoto. Nirwanto Ki S, dkk. Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman,

Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

Jakarta, Balai Pustaka. 2005. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru. 1980. Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: LkiS.

2003. Lubis, Andriani Lusiana, Penerapan Komunikasi Lintas Budaya di antara

Perbedaan Kebudayaan, Sumatra Utara, FISIP. Ninuk, Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, Jakarta, Yayasan Obor

Indonesia. 1996. Multamia RMT, Rachmat Ali, Rachmat Ruchiat. Muhadjir, Peta Seni Budaya

Betawi, Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI. 1986. Mulyana, Deddy. Komunikasi Antar Budaya, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet.

Ke-XII. 2005.

, Komunikasi Efektif suatu pendekatan Lintas Budaya, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.

, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.

Page 82: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Laporan Bulan April. Kelurahan Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. 2008.

Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007.

Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005.

Shahab, Yasmine Zaki. Betawi dalam Perspektif Kontenporer, Perkembangan,

Potensi, dan Tantangannya, Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi. 1997.

, Idebtitas dan Otoritas: Rekontruksi Tradisi Betawi.

Laboratorium, Antropologi, FISIP UI. 2004.

Saidi, Ridwan. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta. Jakarta: LSIP. 1994.

, Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadat, Jakarta, PT. Gunara Kata. 2004.

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication "Kontek-kontek Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005.

Suparlan, Parsudi, Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif antropologi perkotaan, Jakarta, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2004.

Susanto, Astrid S., Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Binacipta. 1988

Syamsudin, Rachmat dan Dahlan. Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Musik Gambang Kromong, Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. 1996.

Tim Prima Pena. Kamus Ilmiah Populer, edisi lengkap, Surabaya: Gitamedia Press. 2006.

Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. Ke-XII. 2002.

Widjaja, H. A. W. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Jakarta: Rieneka Cipta, Cet. Ke-2. 2000.

Page 83: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo, Cet. Ke-2. 2002.

Shahab, Yasmine Zaki. Betawi dalam Perspektif Kontenporer, Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya, Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi. 1997.

, Idebtitas dan Otoritas: Rekontruksi Tradisi Betawi.

Laboratorium, Antropologi, FISIP UI. 2004.

Page 84: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

WEBSITE

http://www.jakarta.go.id/Ctralba/th2/Cit10h/htm. http://kompas.com/kompas-cetak/0008/31/dikbud/akul09.htm http://kampungbetawi.Com/htm. http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia http://asal usul china benteng,china benteng,kampung teluk naga,tragedi china benteng/htm http://Musuk Tradisional by Samurai On Blogster.htm

Page 85: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

WAWANCARA

Wawancara dengan David Kwa, Seorang Pemerhati Budaya Cina Indonesia,

Bogor. Wawancara dengan Indra Sutisna, Seorang Tokoh Betawi dan Pengelola

Perkampungan Budaya Betawi, Serengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Wawancara dengan Pok Nori, Seorang Pelaku Kesenian Budaya Betawi, Kantor

Perkampungan Budaya Betawi. Wawancara dengan Yahya Andi Saputra, Seorang Budayawan Betawi, LKB

(Lembaga Kebudayaan Betawi), Kuningan.

Page 86: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Gambaran Umum Kelurahan Srengseng Sawah

1. RT dan RW

Lembaga RT dan RW sebagai organisasi Masyarakat yang diakui secara

resmi dan dibina oleh Pemerintah, dibentuk berdasarkan Surat Keputusan

Gubernur DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2001 tentang Peraturan RT/RW di

Propinsi DKI Jakarta.

Adapun Jumlah RT/RW di Kelurahan Srengseng Sawah Sebagai berikut :

TABEL I JUMLAH RT/RW KELURAHAN SRENGSENG SAWAH

NO RUKUN WARGA ( RW) RUKUN TETANGGA (RT) KETERANGAN

1 01 9

2 02 13

3 03 15

4 04 7

5 05 13

6 06 11

7 07 12

8 08 13

9 09 14

10 010 4

11 011 4

12 012 5

13 013 7

14 014 3

15 015 7

16 016 9

17 017 3

18 018 3

19 019 4

JUMLAH 156

Page 87: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Pembinaan RT/RW di Kelurahan Srengseng Sawah diarahkan pada

pembinaan ketertiban Administrasi dan merangsang tumbuhnya pembangunan

dari Swadaya Masyarakat.

2. Kependudukan dan Catatan Sipil

Wilayah Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jakarsa Kotamadya

Jakarta Selatan, terbagi ke dalam 19 RW dan 156 RT . Dengan Jumlah Penduduk

pada Akhir bulan ini sebanyak 51.085 yang terdiri atas :

Jumlah Penduduk laki-laki : 26.590 Jiwa

Jumlah Penduduk Perempuan : 24.495 Jiwa

Jumlah KK. Laki-laki : 9.886 KK

Jumlah KK. Perempuan : 1.402 KK

Jumlah KK. Asing : - Jiwa

Kepadatan Penduduk : 7.571 Jiwa/KM2.

Komposisi Penduduk menurut umur dan jenis kelamin adalah Sebagai

berikut;

TABEL II

JUMLAH PENDUDUK MENURUT UMUR DAN JENIS KELAMIN

WNI WNA NO UMUR

LK PR JML LK PR JML JUMLAH

1 0- 4 2280 2234 4514 - - - 4514

2 5 – 9 1862 1725 3587 - - - 3587

3 10-14 1878 1781 3659 - - - 3659

4 15-19 3028 2602 5630 - - - 5630

5 20-24 2415 2057 4471 - - - 4471

6 25-29 2504 2396 4900 - - - 4900

Page 88: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

7 30-34 2265 1895 4160 - - - 4160

8 35-39 2257 1821 4078 - - - 4078

9 40-44 1596 1502 3098 - - - 3098

10 45-49 1421 1235 2656 - - - 2656

11 50-54 1259 1242 2501 - - - 2501

12 55-59 1096 1003 2099 - - - 2099

13 60-64 858 884 1742 - - - 1742

14 65-69 799 978 1777 - - - 1777

15 70-74 569 525 1094 - - - 1094

16 75 ke

atas

504 615 1119 - - - 1119

Jumlah 26.590 24.495 51.085 - - - 51.085

TABEL III JUMLAH PENDUDUK DI TIAP RW

WNI WNA NO RW

LK PR JML LK PR JML JML

1 01 1.679 1687 3.366 - - - 3.366

2 02 2.135 2.071 4.206 - - - 4.206

3 03 2.037 1.836 3.873 - - - 3.873

4 04 805 668 1.473 - - - 1.473

5 05 2.053 1.770 3.823 - - - 3.823

6 06 2.213 1.998 4.211 - - - 4.211

7 07 2.575 2.443 5.018 - - - 5.018

8 08 2.703 2.601 5.304 - - - 5.304

9 09 3.272 2.931 6.203 - - - 6.203

Page 89: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

10 010 471 448 919 - - - 919

11 011 547 554 1.101 - - - 1.101

12 012 589 616 1.205 - - - 1.205

13 013 927 738 1.665 - - - 1.665

14 014 807 755 1.562 - - - 1.562

15 015 895 946 1.841 - - - 1.841

16 016 1.386 1.287 2.673 - - - 2.673

17 017 492 436 928 - - - 928

18 018 498 446 944 - - - 944

19 019 506 263 769 - - - 769

Jumlah 26.590 24.495 51.085 - - - 51.085

TABEL IV

ANGKA MOBILITAS PENDUDUK

LAHIR MATI PINDAH DATANG KK BARU NO RW

LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR

1 01 2 2 - - 1 - 3 4 1 1

2 02 2 1 - 1 1 - 9 3 3 -

3 03 3 1 1 - 2 2 - 4 - -

4 04 3 1 1 - - - - - - -

5 05 3 2 2 1 - 2 6 4 2 -

6 06 3 2 - - 2 - 7 1 1 -

7 07 4 3 3 1 6 5 4 4 1 -

8 08 3 4 4 1 4 6 6 5 1 -

9 09 5 5 1 - 5 2 1 2 - -

10 010 1 - 1 - 1 - 2 2 - -

11 011 - - - - 1 - 1 - - -

12 012 1 - - - - - 1 - - -

13 013 1 1 - - 1 - 1 - - -

14 014 1 - - - 1 - - - - -

Page 90: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

15 015 1 - - - 1 - - 1 - -

16 016 2 - - - 1 3 2 5 - -

17 017 1 2 - - 1 - - - - -

18 018 - - - 1 - - - - - -

19 019 - - - - - - - - - -

JUMLAH 36 24 13 5 28 20 43 35 9 1

Angka pertambahan penduduk pada bulan ini adalah : 72 jiwa yang terdiri dari :

- Laki-laki : 38 Jiwa

- Perempuan : 34 Jiwa

Jumlah Penduduk menurut pencaharian :

1. Karyawan

a). Pegawai Negeri : 1.557 Jiwa

b).TNI : 2.817 Jiwa

c).Swasta : 7.726 Jiwa

2. Pensiunan : 841 Jiwa

3. Pedagang : 3.265 Jiwa

4. Tani : 1.995 Jiwa

5. Pertukangan : 446 Jiwa

6. Nelayan : - Jiwa

7. Pemulung : 169 Jiwa

8. Buruh : 1.562 Jiwa

9. Jasa : 418 Jiwa

10. Pengangguran : 238 Jiwa

11. Ibu Rumah Tangga : 13.053 Jiwa

Page 91: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

12. Usia Sekolah/Pelajar : 14.417 Jiwa

13. Balita : 2.576 Jiwa

JUMLAH : 51.085 Jiwa

Penduduk Kelurahan Srengseng Sawah yang telah memiliki Kartu Tanda

Penduduk (KTP) sebanyak 32.754 umum dalam pelayanan Administrasi

Kependudukan sebagai berikut :

TABEL V PELAYANAN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

NO JENIS BLANKO/FORMULIR PENERIMAAN PENGELUARAN KET

1 Kartu Keluarga (KK) WNI. 1.300 1.137

2 Kartu Keluarga (KK) WNA. - -

3 KTP ( FS. 03 )/ KTP BIRU 4.396 4.171

4 KTP FS. 03 A ) - -

5 KTP FS. 03 B ) 402 320

6 SK. Kelahiran WNI 214 190

7 SK. Kelahiran WNA 1 -

8 SK. Kematian WNI 85 72

9 SK. Kematian WNA - -

10 SK. Lahir/Mati (WNI/WNA) - -

11 SK. Pindah WNI 158 123

12 SK. Pindah WNA - -

13 SK. Tempat Tinggal WNI 170 142

14 SK. Tempat Tinggal WNA 6 2

15 SKCP 250 200

16 SK. Tamu WNI - -

17 SK. Tamu WNA - -

JUMLAH 6.984 6.357

Page 92: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

RW 09

RW08

RW 06 RW

02

RW 01

RW 05

RW 04

RW 10

RW 19

RW 13 R

W 14

RW 07

RW 18

RW 16

RW 15

UI

RW 12

KEL. CIPEDAK

KEL. JAGAKARSA

KEL. LENTENG AGUNG

KODYA DEPOK Keterangan : Luas Wilayah : 674,70 Ha Jumlah RW : 19 Jumlah RT : 156

RW17

RW 11

RW 03

KEL. CIGANJUR

KALI CI LIWUNG

RW 05

Perkampungan Budaya Betawi

Page 93: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

FOTO-FOTO SEPUTAR OBSERVASI DAN ALAT-ALAT MUSIK GAMBANG KROMONG.

Foto seorang pria Tionghoa ber-toucang di jalanan Batavia pertengahan dasawarsa 1910-an

Daerah konsentrasi di Indonesia

Page 94: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Alat-alat Musik Gambang Kromong, diantaranya :

1. Alat Musik Tehyan, Kongahyan, dan Sukong (gambar dari kiri ke kanan, tepatnya depan Gambang)

2. Alat Musik Gambang

3. Alat Musik Kromong

Page 95: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

4. Alat Musik Kendang

5. Alat Musik Gong dan Kempul

6. Alat Musik Kecrek

Page 96: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

7. Alat Musik Kemong

Foto diambil setelah wawancara dengan Indra Sutisnadi selaku pengelolah Perkampungan Budaya Betawi di Kantor Perkampungan Budaya Betawi,

Serengseng Sawah, Jakarta Selatan

Berpose dengan pelaku kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Serengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Page 97: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Foto bersama Pok Nori setelah melakukan Wawancara, beliau selaku pelaku dan pemerhati Budaya Betawi, di Perkampungan Budaya Betawi, Jakarta Selatan

Suasana pementasan kesenian Gambang Kromong

Foto diambil disaat peneliti melalkukan Observasi di Perkampungan Budaya Betawi

Foto ini merupakan panggung pentas kesenian Betawi di Perkampungan Budaya

Betawi, Serengseng Sawah, Jakarta Selatan.

Page 98: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang

Rumah Betawi dari depan

Rumah Betawi dari samping

Suasana latihan Gambang Kromong

Page 99: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang
Page 100: AKULTURASI BUDAYA BETAWI DENGAN TIONGHOA · Ramdani, MA., Wawan Munjiani, MM., M. Sarwani, SE, Chaider S. Bamualim, MA., Iwan Setiawan ... Akhirnya penulis berdoa kepada Allah Yang