AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki kekhasan tersendiri ketika coba dikomparasikan dengan ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. Salah satunya, terlihat dari karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pandangan hidup bangsa Indonesia (ideologi Pancasila) mempunyai nilai dasar yang tetap, serta nilai instrumental yang dinamis. 1 Artinya Pancasila dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh adanya proses dinamisasi internal. Ketika diuraikan, dalam Pancasila terkandung tiga unsur sebagai ideologi terbuka. Pertama, nilai dasar yang bersifat ajek, tidak berubah sepanjang zaman. Kedua, nilai instrumental yang bersifat dinamis, yakni bisa berubah secara mobile dengan perkembangan zaman. Ketiga, nilai praksis, disebut realisasi dari nilai instrumental dalam pengalaman yang bersifat nyata. Karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka, tentu sangat cocok bagi masyarakat Indonesia yang notabene memiliki kemajemukan. Di samping, sudah menjadi sebuah hakikat bahwa masyarakat akan senantiasa berubah 2 dan berkembang. Menurut argumentasi Nasikun struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik, yaitu: (1) Secara horisontal, mereka ditandai kenyataan (realitas) adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan kedaerahan. Selanjutnya, (2) secara vertikal masyarakat Indonesia ditandai oleh perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. 3 Struktur masyarakat Indonesia yang demikian beranekaragam, membawa akibat pada kerentanan meletusnya fenomena konflik atau friksi. Namun, berkat Pancasila yang fleksibel harusnya benih-benih konflik atau friksi tersebut dapat dicegah. Sehingga, integrasi nasional murni dan berkelanjutan akan langgeng terpelihara. 1 Lihat C. S. T. Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian Kesatu: Pancasila dan PSPB, PT. Pradnaya Paramita, 2000. 2 Perubahan masyarakat seperti halnya perubahan sosial, tidak selalu mengalir menuju muara yang positif. Namun terkadang juga negatif. 3 Baca Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 28.

description

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki kekhasan tersendiri ketika coba dikomparasikan dengan ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. Salah satunya, terlihat dari karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pandangan hidup bangsa Indonesia (ideologi Pancasila) mempunyai nilai dasar yang tetap, serta nilai instrumental yang dinamis. Artinya Pancasila dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh adanya proses dinamisasi internal. Ketika diuraikan, dalam Pancasila terkandung tiga unsur sebagai ideologi terbuka. Pertama, nilai dasar yang bersifat ajek, tidak berubah sepanjang zaman. Kedua, nilai instrumental yang bersifat dinamis, yakni bisa berubah secara mobile dengan perkembangan zaman. Ketiga, nilai praksis, disebut realisasi dari nilai instrumental dalam pengalaman yang bersifat nyata.

Transcript of AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN...

Page 1: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki kekhasan tersendiri ketika coba

dikomparasikan dengan ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. Salah satunya, terlihat dari

karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pandangan hidup bangsa Indonesia (ideologi

Pancasila) mempunyai nilai dasar yang tetap, serta nilai instrumental yang dinamis.1 Artinya

Pancasila dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh adanya proses

dinamisasi internal. Ketika diuraikan, dalam Pancasila terkandung tiga unsur sebagai ideologi

terbuka. Pertama, nilai dasar yang bersifat ajek, tidak berubah sepanjang zaman. Kedua, nilai

instrumental yang bersifat dinamis, yakni bisa berubah secara mobile dengan perkembangan

zaman. Ketiga, nilai praksis, disebut realisasi dari nilai instrumental dalam pengalaman yang

bersifat nyata.

Karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka, tentu sangat cocok bagi masyarakat

Indonesia yang notabene memiliki kemajemukan. Di samping, sudah menjadi sebuah hakikat

bahwa masyarakat akan senantiasa berubah2 dan berkembang. Menurut argumentasi Nasikun

struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik, yaitu:

(1) Secara horisontal, mereka ditandai kenyataan (realitas) adanya kesatuan-kesatuan

sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan kedaerahan. Selanjutnya, (2) secara vertikal

masyarakat Indonesia ditandai oleh perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan

bawah yang cukup tajam.3

Struktur masyarakat Indonesia yang demikian beranekaragam, membawa akibat pada

kerentanan meletusnya fenomena konflik atau friksi. Namun, berkat Pancasila yang fleksibel

harusnya benih-benih konflik atau friksi tersebut dapat dicegah. Sehingga, integrasi nasional

murni dan berkelanjutan akan langgeng terpelihara.

1 Lihat C. S. T. Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian Kesatu: Pancasila dan PSPB, PT. Pradnaya Paramita, 2000. 2 Perubahan masyarakat seperti halnya perubahan sosial, tidak selalu mengalir menuju muara yang positif. Namun

terkadang juga negatif. 3 Baca Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 28.

Page 2: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

2

Konsep integrasi nasional murni adalah persatuan yang tercipta di antara masyarakat

Indonesia, baik dari segi vertikal maupun horisontal. Persoalan disintegrasi, tidak dipungkiri

hingga sekarang masih menjadi masalah klasik yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Hal itu

berimplikasi erat dengan konstelasi masyarakat Indonesia yang begitu heterogen. Sedangkan

konsepsi integrasi nasional berkelanjutan sendiri, adalah integrasi masyarakat Indonesia yang

selalu terjaga di tengah-tengah perkembangan zaman.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perubahan di dalam masyarakat pasti akan

terjadi. Di sinilah, letak urgenitas aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka. Aktualisasi

Pancasila yang dimaksud, bermakna menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-

norma, serta merealisasikannya juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.4 Masyarakat

Indonesia yang bersifat majemuk dan selalu berubah, akan terjaga integrasinya saat Pancasila

sebagai ideologi terbuka telah diaktualisasikan.

Namun dalam sisi faktualnya, kini bangsa Indonesia justru makin banyak menghadapi

gejala-gejala disintegrasi. Misalnya, secara vertikal ditandai oleh eksistensi gerakan-gerakan

separatisme bawah tanah (RMS, Gerakan Organisasi Papua Merdeka, dan Separatisme Aceh)

serta secara horisontal oleh konflik-konflik antar kelompok maupun etnis. Konflik horisontal

indikasinya mudah sekali dilihat di berbagai tempat seperti kerusuhan Ambon, Aceh, Sampit,

Poso, hingga kerusuhan insidental menjelang atau pasca Pemilu.5 Belum lagi, ketika melihat

chaos antara masyarakat mayoritas dan minoritas yang juga mendistorsi benih-benih menuju

integrasi nasional. Semisal contoh yang dilontarkan oleh Peter Carey bahwa hubungan antara

etnis Jawa sebagai (mayoritas) dan China (minoritas) telah diwarnai sikap pertentangan sejak

era pemerintahan Inggris di Pulau Jawa6. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, bukan muskil

otoritarian mayoritas atau tirani minoritas akan muncul.

Sebenarnya, tidak sulit untuk mencari akar permasalahan disintegrasi yang sekarang

tengah dihadapi bangsa Indonesia. Aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka merupakan

suatu “keniscayaan” untuk menciptakan integrasi nasional murni dan berkelanjutan. Namun

yang menjadi masalah, hal itu sampai kini belum diimplementasikan secara holistik. Kaelan

mengungkapkan:

4 Baca Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 231.

5 Lebih lanjut, lihat Eko Handoyo, dkk, Pancasila dalam Perspektif Kefilsafatan dan Praksis, Ar-Ruzz Media, 2010, hlm. 283. 6 Ibid.

Page 3: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

3

Sifat pancasila sebagai ideologi terbuka, tidak lain adalah dimaksudkan agar ideologi

Pancasila senantiasa aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan

diri terhadap perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta dinamika

perkembangan aspirasi masyarakat.7

Poin yang paling terakhir (dinamika perkembangan aspirasi masyarakat) perlu digaris

bawahi. Revelansinya dengan bagaiamana cara integrasi nasional berhasil diwujudkan adalah

ketika dinamika perkembangan aspirasi masyarakat dapat terakomodasi oleh Pancasila, maka

integrasi nasional juga akan bisa diwujudkan. Sebaliknya sesuai dengan yang dominan terjadi

saat ini, integrasi nasional justru dikerdilkan masyarakat Indonesia sendiri yang mulai enggan

mengaktualisasikan Pancasila sebagai ideologi terbuka. Jadi tidak mengherankan, jika Bung

Karno jauh-jauh hari pernah berujar, “perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,

tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

Berdasarkan beberapa persoalan fundamen di atas. Melalui karya tulis, yang berjudul

“Aktualisasi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dalam Meretas Integrasi Nasional Murni

dan Berkelanjutan di Tengah Kemajemukan Masyarakat Indonesia”, penulis ingin berbagi

kepada masyarakat secara luas8, bahwa aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka berarti

penting terhadap resolusi problematika disintegrasi nasional yang tidak kunjung usai. Dengan

demikian, harapannya, masyarakat Indonesia akan mau dan juga mampu mengaktualisasikan

Pancasila sebagai ideologi terbuka demi meretas integrasi nasional murni serta berkelanjutan

bagi bangsa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah korelasi integrasi nasional murni dan berkelanjutan dengan kemajemukan

struktur masyarakat Indonesia?

2. Bagaimanakah aktualisasi dari Pancasila sebagai ideologi terbuka guna meretas integrasi

nasional murni dan berkelanjutan?

C. Tujuan

7 Lihat Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, 2004, hlm. 119.

8 Yang dimaksud masyarakat luas dalam konteks ini adalah seluruh masyarakat Indonesia. Tidak terbatas pada hal-

hal tertentu, bahkan dari perspektif primordialisme sekalipun.

Page 4: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

4

1. Mengetahui hubungan komplementer integrasi nasional murni dan berkelanjutan dengan

kemajemukan struktur masyarakat Indonesia.

2. Mengetahui aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka dalam upaya meretas integrasi

nasional murni dan berkelanjutan.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya perbendaharaan teoritis mengenai aktualisasi Pancasila sebagai ideologi

terbuka dalam meretas integrasi nasional murni dan berkelanjutan, di samping tentang

kemajemukan masyarakat Indonesia serta langkah-langkah strategis pengelolaannya.

b. Menambah wacana dan kebijakan ilmiah di seluruh jenjang pendidikan terkait tentang

aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka dalam menciptakan integrasi nasional

murni dan berkelanjutan.

c. Memberikan masukan berupa objek analisis baru kepada seluruh jenjang pendidikan

yang terkait, tentang bagaimana urgenitas nilai dan sikap saling toleransi dalam suatu

masyarakat yang majemuk.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat Indonesia, jika integrasi nasional

murni dan berkelanjutan yang diidam-idamkan sebenarnya dapat diwujudkan melalui

aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka.

b. Memberikan sumbangan atau row input berupa solusi yang tepat untuk menciptakan

integrasi nasional murni dan berkelanjutan terhadap seluruh masyarakat Indonesia di

tengah kemajemukan masyarakat Indonesia itu sendiri.

c. Memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat Indonesia, tentang arti penting

dari aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka dalam upaya menciptakan integrasi

nasional murni dan berkelanjutan.

d. Menjadi gambaran seluruh segmentasi masyarakat Indonesia, tentang kemajemukan

masyarakat Indonesia dengan masalah-masalah integrasi nasional yang mengikutinya

agar masyarakat lebih antisipatif terhadap benih-benih disintegrasi bangsa.

Page 5: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

5

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Karakteristik Dasar Pancasila (Pengertian, Kedudukan, dan Sifat)

1. Pengertian

Kata “Pancasila” mempunyai ruang lingkup pengertian yang sangat komprehensif

dan mendalam. Meskipun demikian, setidaknya ada dua pendekatan yang bisa digunakan

untuk memahami Pancasila, yaitu secara etimologis dan terminologis. Secara etimologis

perkataan Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta di Negara India.9 Perkataan Pancasila

itu menurut Muhammad Yamin, memiliki makna (a) Panca berarti lima; (b) Syila, dengan

huruf i biasa (pendek) yang berarti batu sendi, alas atau dasar; dan (c) Syiila dengan huruf

i (panjang) berarti pengaturan tingkah laku yang penting atau baik atau senonoh. Jadi, arti

Pancasila yang pertama (dengan huruf i biasa) adalah lima dasar, sedangkan artinya yang

kedua (dengan huruf i panjang) ialah lima aturan tingkah laku yang penting atau baik atau

senonoh.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan

negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat kelengkapan negara sebagaimana

lazimnya bangsa yang telah merdeka, maka dilegitimasilah UUD 1945 menjadi konstitusi

negara oleh PPKI. Di dalam UUD 1945 tersebut, secara eksplisit10

juga memuat rumusan

Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu, yang pada

akhirnya dimaksud dengan konsepsi Pancasila secara terminologis. Pancasila merupakan

istilah yang digunakan untuk memberikan nama kepada dasar falsafah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.11

2. Kedudukan

Pancasila sebagai objek dari kajian ilmiah memiliki beberapa kedudukan di dalam

hubungannya dengan negara Republik Indonesia. Setiap kedudukan tersebut mempunyai

9 Ibid, hlm. 7.

10 Dalam pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea, rumusan esensial Pancasila bisa dilihat pada alenia

keempat. 11 Ibid, hlm. 7.

Page 6: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

6

makna dan dimensi yang konsekuensi aktualisasinya berbeda-beda, meskipun sumbernya

sama. Lebih lanjut, dari berbagai kedudukan Pancasila ada tiga titik sentral yang menjadi

penekanan.

a. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Indonesia

Pancasila sebagai pandangan hidup Indonesia, kerap juga disebut sebagai way

of life bangsa. Secara substansial, yang dimaksud Pancasila sebagai pandangan hidup

Indonesia adalah bahwa Pancasila melatarbelakangi dan menjadi petunjuk dari segala

aktivitas seluruh elemen Indonesia. Ketika diuraikan, pandangan hidup itu terdiri atas

pandangan hidup negara, pandangan hidup bangsa, serta pandangan hidup masyarakat

yang ketiganya bersifat saling interaktif. Khusus untuk pandangan hidup masyarakat,

Darmodiharjo berpendapat:

Dalam negara Pancasila, pandangan hidup masyarakat tercermin di kehidupan

negara yaitu pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional yaitu kewajiban

pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memilihara budi pekerti

kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita dari moral rakyat yang

luhur.12

Gambar 1. Hubungan antara Pandangan Hidup Masyarakat, Pandangan Hidup

Bangsa, dan Pandangan Hidup Negara.13

b. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, disebut pula dasar falsafah

negara (philosofiche gronslag) dan juga ideologi negara (staatseide).14

Jadi, Pancasila

12

Baca Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 35. 13

Ibid, hlm. 108. 14 Ibid, hlm. 110.

Page 7: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

7

merupakan dasar yang mendasari seluruh penyelenggaraan negara, contoh: Pancasila

menjadi sumber dari segala tertib hukum15

. Di sisi lain jika melihat tataran yang lebih

luas, Pancasila juga digunakan sebagai landasan aspek politik pemerintahan termasuk

pembangunan secara umum.

Pijakan formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia

konkretnya ada dalam Pembukaan UUD 1945, alenia keempat, yang berbunyi sebagai

berikut:

....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu (ke) dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara (UUD) Indonesia yang terbentuk dalam suatu

susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, (dan) dengan

(1) berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) kemanusiaan yang adil

dan beradab, (3) persatuan (bangsa) Indonesia, (4) kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan (5) serta

dengan mewujudkan keadailan bagi seluruh rakyat Indonesia.16

c. Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia

Sebelum menelaah lebih jauh mengenai kedudukan Pancasila sebagai ideologi

negara Indonesia, perlu diketahui bahwa sub-bahasan ini sebenarnya inheren, bahkan

bisa saja masuk telaah seputar kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa

Indonesia. Namun karena cakupan kajian yang terbilang luas, maka disendirikan dari

“induknya”. Pertama-tama, wajib dipahami dulu apa yang dimaksud dengan ideologi

itu. Istilah ideologi berasal dari dua kata, yaitu idea dan logos. Idea, berarti cita-cita,

ide-ide, serta gagasan. Kata tersebut, berasal dari bahasa Yunani (eidos) yang berarti

bentuk. Sedangkan logos sendiri, berarti ilmu. Jadi secara harfiah dapat artikan bahwa

ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ide-ide, ataupun ajaran tentang pengertian-

pengertian dasar.17

Ditelusuri dari sudut historis, istilah ideologi, pertama kali dikemukakan oleh

seorang filsuf Perancis (Antoine Dessut de Tracy) pada tahun 1976 sewaktu Revolusi

15 Secara umum pembagian sumber tertib hukum di Indonesia dibagi menjadi dua, yakni sumber hukum dalam arti material (perasaan atau keyakinan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum) dan sumber hukum dalam arti formal (bentuk atau kenyataan di mana hukum berlaku). Letak Pancasila adalah sebagai sumber hukum material yang juga mendasari sumber hukum formal karena kedudukannya yang paling tinggi. 16

Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata-kata dalam kurung adalah interpretasi penulis yang semata-mata ditujukan hanya untuk memperjelas dan mempertegas esensi. 17 Perhatikan A. T. Soegito, dkk, Pendidikan Pancasila, Unnes Press, 2010, hlm. 101.

Page 8: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

8

Prancis tengah menggelora.18

Tracy menggunakan istilah ideologi, untuk menjelaskan

suatu pengetahuan mengenai hakikat dan perkembangan ide-ide manusia.

Kembali ke substansi bahasan, setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan

ideologi, dapat disimpulkan, Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia merupakan

cita-cita negara Indonesia yang ingin dicapai dan diwujudkan. Berbeda halnya dengan

ideologi-ideologi lain, kausa materialis ideologi Pancasila ialah masyarakat Indonesia

sendiri. Jadi, bukan hasil dari kontemplasi atau pemikiran individu maupun kelompok

tertentu. Pancasila digali19

bersumber pada nilai-nilai luhur bangsa, yang di dalamnya

memuat pandangan hidup, budaya, dan cita-cita bangsa Indonesia. Karenanya, meski

secara de jure, Pancasila baru menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal

18 Agustus 1945. Namun secara de facto, sesungguhnya unsur-unsur Pancasila sudah

eksis di kehidupan masyarakat Indonesia jauh sebelum itu. Seperti yang diungkapkan

Sunoto, secara kultural unsur-unsur Pancasila melekat dalam bidang kebahasaan, adat

istiadat, agama, kesenian, kepercayaan, dan kebudayaan pada umumnya.20

3. Sifat

Menurut Hasan, Pancasila memiliki dua sifat, yaitu sifat lahiriah dan sifat batiniah

21. Berikut penjabarannya:

a. Sifat Lahiriah

Sifat lahiriah Pancasila, memuat asas-asas konkret tentang masyarakat dalam

integrasi negara dengan keutamaan pada kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Ada

tiga hal yang menjadi kata kunci. Pertama persatuan, maknanya adalah menghendaki

suatu negara yang berbentuk kesatuan, didukung oleh persamaan solidaritas dan cita-

cita. Kedua kerakyatan, maknanya adalah menghendaki kedaulatan rakyat22

sehingga

tercipta pemerintahan yang demokratis. Ketiga keadilan, maknanya adalah mencipta

18

Baca Christensen R. M, et.al, Ideologies and Modern Politics, Dodd Mean and Companies, 1997, hlm. 3. 19 Pancasila memang dirumuskan oleh Founding Fathers. Namun, Pancasila tetap tidak dapat dikatakan berasal dari kontemplasi atau pemikiran. Hal itu dikarenakan, para Bapak Pendiri Bangsa dalam merumuskan Pancasila dengan cara menggali nilai-nilai luhur (pandangan hidup, budaya, dan cita-cita) masyarakat Indonesia. 20

Lihat Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 1981, hlm. 1. 21

Ibid, hlm. 17. 22

Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, dan penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan sesuai dengan asas dari, oleh, dan untuk rakyat. Dikatakan juga, suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi, vox dei).

Page 9: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

9

keadilan yang ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia, tanpa pandang bulu karena

setiap orang memilki kedudukan yang sama sebagai warga negara.

b. Sifat Batiniah

Sifat batiniah Pancasila mengandung prinsip yang bersifat abstrak. Walaupun

pada akhirnya nanti, sifat abstrak itu pula yang mendasari aturan-aturan konkrit dan

operasional di bawahnya. Berbeda dengan sifat lahiriah Pancasila yang memiliki tiga

kata kunci, dalam sifat batiniah Pancasila hanya ada dua kata kunci. Keduanya adalah

Ketuhanan dan kemanusiaan. Pertama Ketuhanan, artinya menghendaki setiap warga

negara Indonesia yang ber-Ketuhanan. Dengan kata lain, masyarakat Indonesia tidak

diperbolehkan untuk Atheis23

. Hal tersebut berangkat dari bukti adanya rumah ibadat

maupun upacara keagamaan, yang sejak dulu menyatu dengan kehidupan masyarakat

Indonesia. Kedua kemanusiaan, maknanya adalah menghendaki nilai-nilai manusiawi

yang harus dijunjung tinggi. Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang tidak

melebihi batas kemampuannya sebagai manusia. Sehingga, pertalian antar masyarakat

akan penuh dengan nilai-nilai keharmonisan dan kedamaian.

B. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Ideologi terbuka adalah ideologi yang sanggup beradaptasi dengan perubahan zaman

karena memuat prinsip-prinsip yang dinamis, aktual, dan fleksibel. Sebagai ideologi terbuka

Pancasila tidak bersifat kaku (rigid). Di dalamnya, terdapat nilai-nilai yang bersifat tetap dan

luwes sesuai perkembangan zaman. Oleh karena itu setiap kali Pancasila wajib dieksplisitkan

dengan menghadapkannya kepada bermacam masalah sehingga terungkap makna operasional

sebenarnya. Artinya, penjabaran ideologi Pancasila haruslah dilaksanakan dengan interpretasi

yang kritis dan rasional.

Jika dibedah, sebagai ideologi terbuka Pancasila memiliki tiga unsur nilai, yakni: nilai

dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Pertama nilai dasar, yaitu yang mendasari segala

aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara. Sifatnya sangat fundamental

sehingga tetap dan tidak bisa berubah sepanjang zaman. Berikutnya, adalah nilai instrumental

23

Seluruh masyarakat Indonesia diwajibkan untuk Bertuhan, namun diberi kebebasan untuk memeluk dan memilih agama sesuai dengan keyakinannya. Saat ini, tidak hanya 5 agama+1 kepercayaan saja yang diakui, tetapi berbagai aliran-aliran kepercayaan juga telah diakui oleh pemerintah.

Page 10: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

10

yang merupakan manifestasi dari nilai dasar. Contoh di antarnya berupa perundang-undangan

dan peraturan-peraturan lain. Sifatnya fleksibel, yang berarti bisa berkembang secara dinamis

mengikuti perkembangan zaman. Terakhir nilai praksis, adalah penjabaran nilai instrumental

yang senantiasa bersifat berkembang dan selalu dapat dilakukan perbaikan.24

Menurut Alfian, ideologi yang baik perlu mengandung tiga dimensi agar memelihara

relevansi yang kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan tuntutan arus perubahan

zaman. Ketiga dimensi tersebut saling mengisi (komplementer), yang terdiri atas (1) dimensi

realita; (2) dimensi idealisme; (3) dimensi fleksibilitas atau pengembangan.25

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila telah mengandung ketiga dimensi yang dimaksud

untuk menjadi ideologi yang baik. Dikaji dari dimensi realita, Pancasila adalah ideologi yang

bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia dan dijunjung tinggi pada

waktu ideologi itu lahir. Ditinjau dari dimensi idealisme, Pancasila mengandung tujuan yang

ingin dicapai masyarakat Indonesia. Peran Pancasila di sini, adalah pedoman bagi masyarakat

Indonesia untuk mengetahui arah pembangunan bangsa dan negaranya. Ditelaah dari dimensi

fleksibilitas atau pengembangan Pancasila memungkinkan adanya gagasan progresif tentang

Pancasila yang sesuai perkembangan zaman tanpa mengganti konstruksi nilai dasar Pancasila

itu sendiri. Sifat luwes akan perubahan dan perkembangan zaman itu hanya mungkin dimiliki

oleh ideologi sehat (Pancasila sebagai ideologi terbuka sekaligus ideologi demokratis).26

Implikasi karakteristik Pancasila sebagai ideologi terbuka, perlu mendapat penegasan

karena fleksibilitas nilai-nilai Pancasila, tidak lantas berkonotasi dengan ideologi liberalisme

(kebebasan). Nilai dasar dari Pancasila tidak boleh dirubah dan berkarakter tetap. Hanya nilai

instrumental dan praksis yang dinamis menyesuaikan perkembangan zaman. Selain itu, agar

ada filterisasi ide maupun pemikiran dalam penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi

terbuka, maka dibuat pula batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Batasan-batasan yang

dimaksud, menurut Kansil adalah:

1. Stabilitas nasional yang dinamis.

2. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme, komunisme.

3. Mencegah berkembangnya paham liberalisme.

4. Larangan atas pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat.

24

Ibid, hlm. 121. 25

Simak Alfian, dkk, Pancasila sebagai Ideologi, Karya Anda, 1993, hlm. 192. 26 Ibid, hlm. 124.

Page 11: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

11

5. Penciptaan norma baru harus melalui konsensus.27

C. Konsepsi Integrasi Nasional Murni dan Berkelanjutan

Glosa integrasi berasal dari kata Latin, integrate, yang artinya memberi tempat dalam

suatu keseluruhan. Dari kata tersebut dibentuk sebuah kata sifat, integer, yang bermakna utuh

atau bulat. Jadi, integrasi bisa diartikan membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan

yang bulat.28

Jika diletakan dalam konteks nasional (integrasi nasional), maka berarti kondisi

persatuan individu maupun kelompok dengan keharmonisan sistem-sistem internalnya untuk

mencapai tujuan kolektif negara. Dalam sub-bab ini, integrasi nasional akan ditinjau dari dua

sudut pandang, yaitu integrasi nasional murni dan integrasi nasional berkelanjutan.

1. Integrasi Nasional Murni

Integrasi nasional murni, merupakan istilah baru yang dikemukakan oleh penulis

untuk menyebut persatuan Indonesia, baik itu dari segi vertikal maupun horisontal. Setiap

masyarakat pasti mengidamkan integrasi vertikal dan horisontal. Begitu juga, masyarakat

Indonesia. Kenapa istilah integrasi nasional murni muncul? Kadang kala, istilah integrasi

nasional hanya berorientasi kepada corak integrasi tertentu, entah corak vertikal maupun

horisontal. Hal tersebut tentu mempersempit istilah integrasi nasional yang sesungguhnya

tidak bersifat parsial, melainkan integral. Maka muncullah istilah integrasi nasional murni

yang bersifat bulat dan utuh, yaitu mengakomodasi dua segi atau corak integrasi (vertikal

dan horisontal) yang sering dipisahkan.

Secara horisontal, masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan

–kesatuan sosial oleh deferensisasi suku, agama, adat, dan kedaerahan. Sedangkan, secara

vertikal masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas

dan bawah yang cukup tajam. Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keberagaman

memiliki potensi konflik yang sangat besar, apakah itu konflik dari segi vertikal maupun

dari segi horisontal.29

Oleh karenanya, ikatan-ikatan kebangsaan antar masyarakat harus

selalu diperkuat dengan menjadikan ideologi bangsa sebagai landasan berpijak.

27 Ibid, hlm. 223. 28 Eko Handoyo, Studi Masyarakat Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negari Semarang, 2007, hlm. 87. 29

Contoh dari konflik vertikal di Indonesia adalah konflik Aceh dan Papua. Konflik vertikal Aceh mempunyai sejarah panjang. Akar konflik berkaitan erat dengan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan elit sosial Aceh. Sedangkan konflik Papua, akar konfliknya relatif mirip dengan konflik Aceh terutama pada karakter diametralnya dengan pemerintah pusat. Namun, diperparah pula oleh pengabaikan kebutuhan sosial-ekonomi dan

Page 12: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

12

2. Integrasi Nasional Berkelanjutan

Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika” (walaupun berbeda-beda

tetapi tetap satu jua). Meski terkesan sederhana, semboyan tersebut memiliki makna yang

sangat luas dan mendalam. Implementasinya pas dengan konstelasi masyarakat Indonesia

yang multikultural. Selain itu nilai-nilai persatuan bangsa yang secara implisit terkandung

di dalamnya dengan tidak langsung juga memberikan “pesan” kepada seluruh masyarakat

Indonesia, agar saling kooperatif dan bergotong-royong guna mewujudkan tujuan-tujuan

nasional. Intinya, semboyan tersebut ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu

padu meskipun plural (majemuk).

Integrasi nasional berkelanjutan adalah kondisi terciptanya sistem-sistem integrasi

masyarakat Indonesia yang sinergis dan berlangsung secara continue di tengah perubahan

zaman. Perlu diperhatikan, konflik bukan menjadi “objek” yang dinafikkan dalam konsep

integrasi nasional berkelanjutan ini. Konflik merupakan realita yang tidak bisa dipisahkan

dari suatu masyarakat. Seperti yang pendapat Robert Lee, masyarakat tanpa konflik ialah

masyarakat mati, dan disukai atau tidak konflik merupakan fenomena kehidupan manusia

(human existence), melalui itu perilaku sosial dapat dipahami.30

Namun demikian, dalam

konsep integrasi nasional berkelanjutan, konflik yang dimaksud yaitu konflik yang dapat

dikendalikan sehingga justru bertendensi membawa integrasi. Hal tersebut, sebagaimana

yang diungkapkan Park, bahwa pada kadar tertentu konflik akan cenderung menciptakan

integrasi.31

D. Kemajemukan Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi Nasional

aspirasi masyarakat asli Papua. Berikutnya, untuk contoh dari konflik horisontal di Indonesia adalah konflik Maluku dan Poso. Konflik Maluku dipicu oleh perkelahian antar etnis dan agama, yaitu supir bus beretnis Ambon beragama Kristen, dan penumpang beretnis Bugis beragama Islam. Konflik yang berawal dari masalah sepele tersebut bahkan sempat pula bermetamorfosis menjadi konflik bersenjata berkat keterlibatan “oknum-oknum” yang menggunakan alat amatir (bom dan senjata rakitan). Sedangkan konflik Poso secara alamiah memang bisa dikatakan berawal dari konflik agama. Tetapi ketika ditelusuri lebih jauh sebenarnya karakteristik konflik Poso bersifat multiakar atau lebih rumit, karena ikut dipicu oleh provokasi pihak-pihak tertentu serta lingkungan yang plural, sehingga meningkatkan intensitas konflik (Ikhtisar dari Seta Basri, Konflik-konflik Vertikal dan Horisontal di Indonesia, Http://www.setabasr i01.blogspot.com//, 2009, diakses pada tanggal 28 Juli 2012). 30

Lebih lengkap, lihat Mitchell, CR, The Structural of Internasional Conflict, The Macmilan Press Ltd, 1994, hlm. 8. 31 Coba baca Coser Lewis, A, The Functions of Social Confilct, The Free Press of Glencoe, 1964, hlm. 20.

Page 13: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

13

Kusumohamidjodjo, melihat masyarakat Indonesia dan kompleksitas kebudayaannya

masing-masing berkarakter plural (jamak) sekaligus juga heterogen (aneka ragam).32

Artinya

masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai sub-kelompok yang tidak bisa disatu kelompokkan

antara satu dengan yang lainnya. Sebenarnya, bukan hanya sub-kelompok saja yang berbeda

karena di atas itu juga masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki keragaman

kebudayaan sehingga sulit untuk disatukan. Karakter masyarakat yang demikian adalah salah

satu ciri dari masyarakat majemuk, yaitu memiliki keanekaan dari sudut kebudayaan. Seperti

yang dinyatakan oleh Berghe, ciri-ciri masyarakat majemuk secara general adalah:

1. Ketiadaan konsensus nilai-nilai.

2. Beranekaragam kebudayaan.

3. Terjadi konflik diantara kelompok yang berlainan.

4. Otonomi atau kebebasan diantara bagian-bagian dalam sistem sosial.

5. Diperlukan paksaan dan saling ketergantungan dalam segi ekonomi sebagai dasar

integrasi sosial.

6. Terjadi dominasi kelompok oleh golongan-golongan tertentu.

7. Relasi antar kelompok merupakan secondary segmental dan ulitarian, sedangkan

relasi dalam kelompoknya lebih merupakan primary.33

Lebih spesifik, terdapat disparitas cara pandang yang mewarnai ukuran dalam melihat

ciri-ciri suatu masyarakat majemuk. Bagi pandangan pertama, ciri-ciri masyarakat majemuk

indikatornya lewat aspek horisontal. Sedangkan untuk pandangan kedua, ciri-ciri masyarakat

majemuk dilihat dari aspek vertikal.

Pandangan pertama, dianut oleh Nasikun yang mengungkapkan perbedaan-perbedaan

suku bangsa, agama, adat istiadat, dan kedaerahan dalam struktur horisontal kerapkali disebut

sebagai ciri masyarakat majemuk.34

Perbedaan-perbedaan tersebut adalah suatu realitas yang

tidak terbantahkan. Heterogenitas suku bangsa, agama, adat istiadat, dan kedaerahan nantinya

membagi masyarakat dalam berbagai sub sistem, yang terikat erat oleh ikatan-ikatan bersifat

primordial. Hal itu sesuai dengan pengertian masyarakat majemuk yang telah dijelaskan oleh

Clifford Geertz, bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi dalam sub-sub

sistem yang kurang lebih berdiri sendiri, di mana masing-masing sub sistem terikat ke dalam

oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.35

32 Lebih lanjut, perhatikan Budiono Kusumohamidjodjo, Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia Suatu Problematika Filsafat Kebudayaan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000, hlm. 45. 33

Baca Judistira Garna, Ilmu-ilmu Sosial Dasar Konsep Posisi, PPS Universitas Padjadjaran, 1996, hlm. 166. 34

Ibid, hlm. 7. 35 Ibid, hlm. 33.

Page 14: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

14

Sedangkan menurut pandangan kedua yang dianut oleh Svalastoga, menyatakan jika

masyarakat majemuk memiliki ciri-ciri tiga jenis diferensiasi sosial (aspek vertikal), yaitu:

1. Diferensiasi tingkatan, muncul karena ketimpangan distrbusi barang sesuatu yang

dibutuhkan yang terbatas persediaannya.

2. Diferensiasi fungsional (pembagian kerja), muncul karena seseorang mejalankan

pekerjaan yang berlainan.

3. Diferensiasi lapisan, timbul oleh peraturan berprilaku yang tepat berbeda menurut

sistem tertentu.36

Ketiga diferensiasi sosial tersebut, membentuk beberapa tingakatan sosial yang turut

mendorong terciptanya kemajemukan masyarakat. Webber, mengklasifikasi tingkatan sosial

yang dimaksud, meliputi:

1. Tingkatan kekayaan yang menimbulkan kelas-kelas kekayaan.

2. Tingkatan menurut kekuatan ekonomi yang menimbulkan kelas-kelas pendapatan.

3. Tingkatan yang tercermin menurut kekayaan dan pendidikan.

4. Tingkatan status sosial.37

Antara kedua teori di atas sesungguhnya tidak perlu juga ditarik benang merah karena

perbedaan keduanya hanya masalah sudut pandang saja. Namun demikian, ketika kedua teori

tersebut digunakan sebagai instrumen untuk melihat masyarakat Indonesia, maka sudah dapat

disimpulkan bahwa masayarakat Indonesia termasuk ke dalam kategori masyarakat majemuk

berdasarkan semua karakteristiknya. Hanya perlu perlu diperjelas kembali, antara dua entitas

yaitu kemajemukan dan permasalahan disintegrasi memiliki suatu keterkaitan erat. Sehingga

persoalan disintegrasi harus mendapatkan perhatian serius dari bangsa Indonesia. Hal itu tak

mengherankan karena dalam studi etnis, Indonesia dikatakan memiliki keragaman etnis yang

sangat luas. Suryadinata menemukan bahwa masyarakat Indonesia memiliki lebih dari 1000

etnis atau sub-etnis,38

begitu rawan memicu perpecahan dan disintegrasi.

Sesudah memahami kemajemukan masyarakat Indonesia, fokus tinjauan selanjutnya

adalah masalah integrasi nasional. Karakter majemuk masyarakat Indonesia, tidak dipungkiri

menimbulkan persoalan bagi integrasi bangsa secara vertikal maupun horisontal. Dalam arti

sederhana, integrasi bangsa Indonesia akan diserang oleh berbagai macam konflik sehingga

muncul permasalahan bagaimana menciptakan dan mempertahankan integrasi nasional.

36

Simak Kaare Svalastoga, Diferensiasi Sosial, Terjemahan Alimandan, Bina Aksara, 1989, hlm. 1. 37

Ibid, hlm. 12. 38

Lihat Leo Suryadinata, dkk, Penduduk Indonesia Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik, LP3ES, 2003, hlm. 6.

Page 15: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

15

Di samping karena kemajemukan masyarakat, ada banyak sekali faktor yang memicu

disintegrasi nasional, misalnya faktor ideologi, politik, dan keamanan. Fenomena yang terjadi

di lapangan juga mendukung pernyataan tersebut.

Pemicu Kejadian Meninggal

Keterangan Jumlah % Jumlah %

Demonstrasi

(politik)

12 2 1.225 13 Banyak terjadi pada

insiden kerusuhan Mei

1998 di Jakarta

Perusakan kebun 73 12 518 5 Terjadi di Maluku

Bentrokan pemuda/

kelompok atau orang

mabuk

147 25 3.856 40 Umumnya terjadi di

semua provinsi

Lain-lain 120 20 155 2

Tabel 1. Pemicu Penting Terjadinya Konflik Etno-Komunal di Indonesia (1990-2003).

39

Agar semakin jelas, masalah integrasi nasional di sini akan dibagi menjadi dua, yaitu

secara vertikal dan horisontal, sekaligus mengangkat sebuah contoh kasus di dalamnya. Dari

segi vertikal, integrasi nasional terganggu oleh konfik-konflik antar tingkatan dalam lapisan

masyarakat. Ukuran tingkatan-tingkatan tersebut yakni tinggi, sedang, dan rendah. Ketiganya

saling memperebutkan sumber daya yang potensial dan terbatas, sehingga timbullah konflik

yang mengganggu integrasi nasional. Seperti pada kasus konflik Aceh40

, yang salah satunya

dipicu oleh faktor “kecemburuan” masyarakat asli Aceh (lapisan rendah, memiliki kekusaan

yang lemah) terhadap pemerintah pusat (lapisan atas, memiliki kekuasaan yang besar) dalam

pembagian profit pabrik LNG. Di tahun 1993, LNG Aceh menyumbang 6.664 trilyun rupiah

pada pemerintah pusat, sementara yang kembali ke Aceh hanya 453,9 milyar rupiah.41

Sikap

masyarakat asli Aceh bukan tanpa alasan, karena Survei BPS 1993 menemukan fakta bahwa

39 Sumber: Litbang Kompas, diolah dari UNSFIR. Lebih spesifik coba lihat Proses Pelapukan, Penerbit Buku Kompas, 2006, hlm. 45. 40 Konflik Aceh, lebih bersifat kolektif dan luas ketimbang konflik Poso, yaitu bukan hanya terjadi antar masyarakat secara internal (kaum pendatang dan warga asli). Melainkan, juga antara masyarakat Aceh (khususnya warga asli) dengan Indonesia atau pemerintah pusat. 41

Lebih lanjut, coba baca Seta Basri, Konflik-konflik Vertikal di Indonesia, Http://www.setabasri01.blogspot.com//, 2009, diakses pada tanggal 28 Juli 2012.

Page 16: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

16

Aceh memiliki desa miskin terbesar di Indonesia, yaitu 2275 desa.42

Hal itu, diperparah pula

oleh meningkatnya kaum pendatang ke Aceh yang mengakibatkan “ketimpangan” rekrutmen

pekerjaan. Pada akhirnya konflik Aceh menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi dihindari, meski

sekarang situasi telah berangsur-angsur kondusif, namun penembakan-penembakan misterius

sampai saat ini masih kerap terjadi.43

Secara horisontal, jauh sebelum konflik Poso yang terjadi tahun 1998, Nasikun telah

mencatat dalam bukunya (Sistem Sosial Indonesia, 1993) selama jangka waktu 20 tahun pada

1948-1967 Indonesia mengalami peristiwa armed attack44

oleh satu golongan yang diarahkan

kepada golongan lain (mencapai 7.900 kali).

No. Tahun Jumlah (Kali)

1. 1955 7.000 kali

2. 1958 189 kali

3. 1966 75 kali

Tabel 2. Intensitas Armed Attack (3 Terbanyak) di Indonesia.

45

Hal tersebut, menunjukkan tingginya intensitas konflik antar golongan yang terjadi di

Indonesia. Meskipun data intensitas armed attack terkesan kurang aktual, bukan berarti saat

ini intensitasnya boleh dikatakan lebih sedikit. Masih banyak konflik-konflik horisontal yang

terjadi, terutama di Indonesia bagian timur. Apa yang terjadi di Poso, hanya merupakan salah

satu. Konflik Poso mulai meletus pada tahun 1998 dan berlangsung kurang lebih selama tiga

tahun46

. Awaludin menulis, konflik Poso yang awalnya berwujud konflik sosial-politik lokal

dan konflik anak muda berubah menjadi konflik agama yang sangat melebar.47

Ketika dilihat

secara implisit, hal itu menunjukkan tingginya rasa sensitifisme agama dalam kemajemukan

horisontal. Mereka seolah tidak peduli, dengan berapa jumlah korban yang akan ditimbulkan

jika bertikai. Konflik Poso baru usai, tepat saat ditandatanganinya Deklarasi Malino 1 antara

pihak-pihak yang terkait pada tanggal 20 Desember 2001.

42 Lihat Syamsul Hadi, dkk, Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal, dan Dinamika Internasional, 2007, Yayasan Obor Indonesia. 43 Untuk contoh-contohnya, lihat Andri Haryanto, Polisi Kesulitan Selidiki Rentetan Penembakan Misterius di Aceh, Http://detiknews.com//, 2012, diakses pada tanggal 3 April 2013. 44 Serangan bersenjata, yakni suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk melemahkan kelompok lain. 45

Ibid, hlm. 93. 46

Sejak 1998 hingga 2001-2002. 47 Lihat Hamid Awaludin, Perdamaian ala JK: (Poso Tenang, Ambon Damai), Grasindo, 2010, hlm. 6.

Page 17: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

17

BAB III

METODE PENULISAN

A. Sumber dan Jenis Data

Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini, berasal dari berbagai

literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Hal tersebut, sesuai

teknik pengumpulan data, yaitu library research (studi kepustakaan). Beberapa jenis literatur

utama yang digunakan terdiri atas buku tentang Pancasila, sosial, masyarakat Indonesia, juga

didukung oleh perundang-undangan, artikel ilmiah, makalah, disertasi, dan artikel lepas yang

bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bersifat variatif, maksudnya kualitatif serta

kuantitatif.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan library research, yakni mengidentifikasi

berbagai referensi yang terkait dengan judul karya tulis. Data atau informasi yang didapatkan

dari literatur, selanjutnya disusun berdasarkan hasil studi, sehingga terkait satu sama lain dan

sesuai dengan topik yang dibahas.

C. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara induktif, yang di dalamnya terdiri dari dua komponen

yaitu reduksi dan penyajian data. Reduksi data bertujuan agar penulisan terfokus, sedangkan

penyajian data agar dimungkinkan penarikan simpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok sesuai dengan fokus penulisan. Reduksi

data adalah sebuah bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang tidak

perlu, dan mengorganisasikan data-data yang direduksi sehingga memberikan gambaran

yang lebih tajam tetang studi kepustakaan serta mempermudah penulis saat mencari data

yang sewaktu-waktu diperlukan. Kegiatan reduksi ini, dilakukan penulis setelah kegiatan

pengumpulan dan pengecekan data yang valid.

Page 18: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

18

Selanjutnya, data yang didapatkan akan digolongkan lebih sistematis. Sedangkan

data yang tidak perlu, akan dibuang ke bank data karena sewaktu-waktu data ini mungkin

dapat digunakan lagi. Reduksi yang dilakukan penulis, mencakup banyak data yang telah

diperolehnya dari studi kepustakaan. Data yang masih umum, kemudian disederhanakan

dan difokuskan lagi ke dalam permasalahan utama penulisan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kumpulan informasi tersusun, yang memberi kemungkinan

adanya penarikan simpulan, maupun pengambilan suatu tindakan tertentu. Penyajian data

merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, dan chart atau grafis sehingga penulis

dapat menguasai data dengan baik.

D. Penarikan Simpulan

Penarikan simpulan didapatkan sesudah merujuk rumusan masalah, tujuan penulisan,

analisis dan sintesis. Selain hal itu, dalam penarikan simpulan juga memperhatikan penyajian

data. Simpulan yang ditarik merepresentasikan pokok-pokok bahasan dalam karya kulis serta

didukung oleh saran praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.

Page 19: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

19

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

A. Korelasi Integrasi Nasional Murni dan Berkelanjutan dengan Kemajemukan Struktur

Masyarakat Indonesia

Indonesia adalah negara yang majemuk. Antara kemajemukan masyarakat Indonesia

dengan persoalan terciptanya integrasi nasional memiliki hubungan yang begitu erat. Bahkan

hubungan tersebut bersifat “korelatif”, atau tidak hanya satu arah saja. Pengelolaan yang baik

terhadap kemajemukan struktur masyarakat Indonesia akan mendukung terciptanya integrasi

nasional, sedangkan pengelolaan yang buruk dipastikan akan mengganggu proses terciptanya

Integrasi nasional. Sebaliknya, ketika integrasi nasional dapat diciptakan, maka pengelolaan

kemajemukan struktur masyarakat Indonesia akan berhasil, tetapi jika integrasi nasional tidak

dapat diciptakan, berarti pengelolaan kemajemukan struktur masyarakat Indonesia juga tidak

akan berhasil. Apabila digambarkan, hubungan korelatif yang terjadi antara kedunya sebagai

berikut:

Gambar 2. Hubungan antara Kemajemukan Struktur Masyarakat Indonesia dengan Integrasi

Nasional.

1. Kemajemukan Struktur Masyarakat (Potensi dan Tantangan Integrasi Nasional)

Oleh beberapa kalangan “positivis”, kemajemukan struktur masyarakat Indonesia

bukan dipandang sebagai suatu hal yang merugikan terhadap proses terciptanya integrasi

nasional. Menurut mereka, kemajemukan struktur masyarakat adalah potensi yang sangat

besar untuk menciptakan integrasi nasional. Mengapa begitu? Karena konflik yang sering

Kemajemukan Struktur

Masyarakat Indonesia

Integrasi Nasional

Page 20: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

20

terjadi pada masyarakat majemuk juga dipercaya akan menstimulus faktor-faktor penguat

persatuan dan solidaritas kebangsaan untuk muncul.

Salah satu faktor penguat persatuan nasional adalah kesadaran akan integrasi dan

partisipasi. Bagi masyarakat majemuk, konflik yang dihasilkan dalam kadar tertentu, bisa

membuat orang-orang yang ada di dalamnya menjadi semakin sadar terhadap pentingnya

integrasi dan kesatuan. Konflik yang kerapkali dianggap sebagai sesuatu hal yang negatif

(buruk), sebenarnya juga akan mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk mencari serta

menemukan solusi pemecahan dari sebuah persoalan. Bahkan oleh para manager, konflik

diyakini mampu meningkatkan prestasi organisasi.48

Cara pikir negatif tentang konflik, harus segera dibuang jauh-jauh dari masyarakat

Indonesia. Konflik di sini selayaknya diposisikan sebagai suatu hal yang lazim di dalam

masyarakat. Apakah konflik akan berdampak buruk kepada integrasi nasional atau tidak,

hal itu sepenuhnya tergantung pada masyarakat sendiri saat menyikapinya. Kemajemukan

struktur masyarakat Indonesia jika disadari, merupakan sebuah anugerah yang luar biasa

bagi bangsa Indonesia terhadap proses terciptanya integrasi nasional.

Selain itu ketika dicermati lagi, kemajemukan struktur masyarakat Indonesia juga

membawa potensi kedewasaan dan kematangan antar masyarakat baik dari aspek vertikal

maupun horisontal. Segmentasi-segmentasi yang ada di dalam masyarakat majemuk akan

membuat masyarakat sadar mengenai perlunya sifat kedewasaan dan kematangan dalam

menghadapi pluralitas. Sifat tersebut, nantinya berperan menumbuhkembangan nilai-nilai

toleransi antar kalangan masyarakat dan mendukung integrasi nasional. Sikap intoleransi

serta eksklusifitas kelompok bisa pula dihindari karena kohesivitas kemajemukan struktur

masyarakat Indonesia yang terjaga.

Namun tidak bisa dipungkiri juga, di balik semua potensi itu masih ada tantangan

kemajemukan masyarakat terhadap integrasi nasional. Contoh saja, ancaman disintegrasi

nasional, yaitu keadaan di mana hilangnya keserasian dan keselarasan dari bagian-bagian

suatu kesatuan masyarakat.49

Misalnya, konflik antar kelompok yang sering mengganggu

integrasi nasional. Dalam catatan Prasodjo, konflik antar kelompok merupakan salah satu

48

Ibid, hlm. 93. 49

Coba lihat Agustina, Materi: Masyarakat Majemuk dan Multiultural, Http://luwesagustina.blogspot.com//, 2010, diakses pada tanggal 30 Juli 2012

Page 21: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

21

dari sekian banyak persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia.50

Belum lagi, gejala-gejala

konflik yang tumbuh subur sebagai salah satu konsekuensi dari kemajemukan masyarakat

Indonesia. Di antaranya (1) tindakan para anggota masyarakat sudah tidak sesuai dengan

norma-norma masyarakat; (2) terjadinya proses sosial disasosiatif, yaitu perpecahan antar

asosiasi; (3) memudarnya persamaan pandangan (perception) antar kelompok masyarakat

perihal tujuan atau patokan masing-masing kelompok.

Tantangan integrasi berikutunya, berwujud struktur masyarakat yang terbagi-bagi

ke dalam lembaga-lembaga yang kurang berkembang konsensus nilai-nilai dasarnya, dan

munculnya dominasi tertentu kelompok terhadap kelompok lain. Semua itu sesuai dengan

apa yang disimpulkan oleh Farida, Indonesia dengan struktur masyarakat pluralistiknya

memang tengah menghadapi berbagai cobaan integrasi nasional yang telah dibina pra dan

pasca kemerdekaan.51

“Ketidakberdayaan” masyarakat Indonesia dalam mempreventisasi

benih konflik ditambah belum kokohnya nilai-nilai konsensus,52

menyebabkan Indonesia

sulit untuk menciptakan integrasi nasional.

Meskipun demikian, tantangan integrasi tetap dapat diatasi dengan kesadaran dan

pemahaman bahwa berbagai perbedaan masyarakat adalah sesuatu yang alami. Sehingga

gagasan yang ingin membangun kemajemukan masyarakat, harus selalau dikembangkan

bersama secara dewasa. Kemudian, pemberian ruang gerak yang luwes kepada komponen

masyarakat untuk terlibat secara artikulatif dalam membangun kehidupan yang majemuk

juga perlu didukung timbul harmoni. Tantangan integrasi yang telah mampu dikendalikan

tersebut, dengan sendirinya akan mendorong Indonesia menuju integrasi nasional.

2. Kemajemukan Masyarakat dengan Integrasi Nasional Murni dan Berkelanjutan

Masyarakat Indonesia pasti ingin suatu integrasi nasional yang murni, yaitu secara

vertikal maupun horisontal, dan berkelanjutan atau berlangsung secara “kontinu”. Tetapi

hal itu tidak mungkin tercapai ketika kemajemukan masyarakat Indonesia belum berhasil

dikelola dengan benar. Artinya, kemajemukan masyarakat Indonesia saling berpengaruh

50 Baca Imam B. Prasodjo, Inikah Negeri Darurat Kompleks, 2004, Jurnal Aksi Sosial, Edisi Bulan Oktober-Desember, hlm. 8. 51

Cermati Ida Farida, Pluralistik Masyarakat Indonesia dalam Realita Dinamika Kehidupan Sosial, 2009, Jurnal Sains dan Inovasi, Edisi Bulan Februari, hlm. 24. 52 Adanya nilai-nilai konsensus diyakini merupakan indikasi kuat timbulnya integrasi nasional.

Page 22: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

22

erat dengan integrasi nasional murni dan berkelanjutan. Atau dengan kata lain, hubungan

antara keduanya bersifat interaktif.

Gambar 3. Keinteraktifan antara Kemajemukan Struktur Masyarakat Indonesia dengan

Integrasi Nasional Murni dan Berkelanjutan.

Jika dilihat hubungan antara kemajemukan struktur masyarakat Indonesia dengan

integrasi nasional murni, ada dua persamaan aspek yang ada di dalamnya, masing-masing

adalah aspek vertikal dan horisontal. Kedua aspek yang ada dalam kemajemukan struktur

masyarakat Indonesia tersebut perlu terus terjaga kesinergisannya, agar tercipta integrasi

nasional murni. Hal itu mengandung maksud bahwa demi menciptakan integrasi nasional

murni, integrasi parsial masyarakat majemuk secara vertikal maupun horisontal saja tidak

cukup, melainkan harus menyeluruh. Integrasi dari aspek vertikal bertujuan mengagregasi

persepsi dan perilaku elite dan masa dengan cara menghilangkan, mengurangi perbedaan

jurang pemisah antara kelompok yang berpengaruh dengan yang dipengaruhi. Sedangkan

integrasi dari aspek horisontal, bertujuan untuk mengagregasi berbagai kelompok dalam

masyarakat, dengan metode menjembatani perbedaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor

teritorial atau kultur dengan mengurangi kesenjangan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor

tersebut.53

Kemajemukan dalam konteks ini, sudah semestinya mendapatkan tempat yang

layak di benak masyarakat Indonesia. Integrasi nasional murni hanya dapat dicapai ketika

kemajemukan masyarakat telah mampu diatur dengan benar dan menyeluruh.

53 Mari Hanafiah, Teori Integrasi, Http://subpokbarab.wordpress.com//, 2008, diakses pada tanggal 28 Juli 2012.

Integrasi Nasional Murni Integrasi Nasional

Berkelanjutan

Secara Vertikal Secara

Horisontal

Kemajemukan Struktur

Masyarakat Indonesia Secara

Vertikal

Secara

Horisontal

Page 23: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

23

Beralih fokus telaah selanjutnya, yaitu keinteraktifan antara masyarakat Indonesia

dengan integrasi nasional berkelanjutan. Konsep integrasi nasional berkelanjutan merujuk

pada integrasi nasional yang memiliki sistem-sistem integrasi masyarakat Indonesia yang

sinergis. Hal tersebut, bertalian erat dengan kemajemukan struktur masyarakat Indonesia

sebagai tempat berpijak di mana berdiri atau tidaknya integrasi nasional berkelanjutan itu

sangat tergantung oleh pengelolaan kemajemukan struktur masyarakat sendiri. Misalnya

muncul konflik perebutan hak ulayat54

antara masyarakat asli dan pendatang. Jika konflik

vertikal tersebut tidak sanggup dikelola hingga melebar, integrasi nasional berkelanjutan

dipastikan akan “gagal” tercipta. Apalagi, yang dimaksud integrasi nasional berkelanjutan

tidak sebatas pencegahan atau penyelesaian konflik, namun melingkupi pula pengelolaan

konflik agar konflik yang sedang maupun sudah terjadi bisa lekas dikendalikan dan justru

menguatkan ikatan-ikatan solidaritas nasional. Integrasi berkelanjutan, bukan merupakan

integrasi yang hanya bertahan atau tercipta pada beberapa periode saja, melainkan secara

berkesinambungan. Selama ini Indonesia belum bisa mewujudkan hal itu karena terbentur

masalah sifat penciptaan integrasi nasional yang terkesan kurang antisipatif. Upaya-upaya

preventif, seperti pendidikan multikultural55

belum masif terimplementasi. Padahal fungsi

pendidikan multikultural penting, untuk membentuk kedewasaan mental masyarakat guna

menghadapi konflik-konflik yang dapat menyebabkan disintegrasi nasional.56

B. Aktualisasi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka guna Meretas Integrasi Nasional Murni

dan Berkelanjutan

Pancasila sebagai ideologi bangsa, adalah konsensus politik “founding fathers” yang

bersumber dari nilai budaya, adat istiadat, dan religius masyarakat Indonesia. Namun dalam

perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami deviasi

pada aktualisasi nilai-nilainya.57

Deviasi pengamalan Pancasila tersebut, berupa penambahan

54

Hak kekuasaan dan pengelolaan atas tanah adat. 55 Pendidikan multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman budaya, adat istiadat, agama, dan keragaman lain baik dari aspek vertikal maupun horisontal suatu masyarakat yang berisikan pentingnya sikap toleransi, saling memahami, serta sikap-sikap lain untuk mendukung terciptanya keharmonisan dalam masyarakat majemuk. 56

Lebih jauh, baca Sigit Kusrahmadi, Pentingnya Pendidikan Multikultural dalam Masyarakat Majemuk, Universitas Negeri Yogyakarta, 2006, Artikel Ilmiah, hlm. 4. 57

Lebih detail, cermati Mulyono, Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Universitas Diponegoro, 2008, Artikel Ilmiah, hlm. 1.

Page 24: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

24

dan pengurangan maupun penyimpangan dari makna yang seharusnya. Seandainya Pancasila

diaktualisasikan dengan benar, terbuka lebar peluang meretas integrasi nasional.

Konflik-konflik yang secara silih berganti mengancam integrasi nasional tidak hanya

sekedar akibat dari kemajemukan struktur masyarakat Indonesia, melainkan juga disebabkan

oleh aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka yang belum berjalan holistik. Keunggulan

Pancasila sebagai ideologi terbuka yang mampu mengakomodasi benih-benih konflik adalah

model penanganan antisipatif. Model tersebut lebih efektif untuk mencapai integrasi nasional

ketimbang, melalui tindakan-tindakan reaktif yang justru menunjukkan ketidaksiapan negara

menghadapi konflik. Di samping itu, “rekonsiliasi” pasca konflik dengan mengaktualisasikan

nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka juga akan berjalan secara mantap. Hal tersebut

merujuk pada salah satu fungsi dari sifat ideologi, yaitu sebagai instrumen pemersatu bangsa

dan negara paling ampuh.

Hakikatnya, segala yang dikandung oleh Pancasila mampu diaktualisasikan ke dalam

setiap sendi kehidupan masyarakat selama sifat-sifat dasar Pancasila sebagai ideologi terbuka

terus dipegang teguh. Bahkan dengan begitu, Pancasila akan sekaligus menetralisir masalah-

masalah yang terjadi pada kehidupan masyarakat Indonesia melalui sifat “kreasinya”. Seperti

pendapat pernah yang dinyatakan Dibyasuharda, yaitu:

Pancasila sebagai struktur atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap

apa yang datang dari luar, (dalam makna yang komprehensif) menjadi miliknya tanpa

merubah identitasnya, dan justru mempunyai daya ekstern ke luar, mempengaruhi dan

mengkreasi.58

1. Aktualisasi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Secara Holistik

Aktualisasi Pancasila, berarti menjabarkan nilai-nilai dari Pancasila dalam bentuk

norma-norma, dan merealisasikan pada kehidupan berbangsa dan bernegara.59

Sedangkan

makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah Pancasila mampu menyesuaikan dirinya

terhadap perkembangan zaman karena di dalamnya memuat prinsip-prinsip fleksibel dan

aktual. Aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka disebut holistik, jika nilai-nilainya

sudah tercermin di dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada bidang politik, keterbukaan tersebut direpresentasi oleh asas-asas demokratis

dan akuntabilitas. Sedangkan pada bidang hukum, manifestasi keterbukaan Pancasila ada

58

Baca Dibyasuharda, Dimensi Metafisik dalam Simbol: Ontologi Mengenai Akar Simbol, Universitas Gadjah Mada, 1990, Desertasi Doktor UGM. 59 Ibid.

Page 25: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

25

dalam supremasi hukum. Kemudian dalam bidang Hankam, manifestasi dari keterbukaan

Pancasila berusaha meredam gejolak-gejolak konflik demi integrasi nasional. Di konteks

sosial dan ekonomi, posisi Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak menghendaki adanya

alienasi pada interaksi masyarakat maupun diskriminasi kegiatan ekonomi. Lebih jauh, di

bidang pendidikan dan kebudayaan, aktualisasi keterbukaan Pancasila diimplementasikan

oleh sikap menjunjung tinggi keserasian dan keseimbangan menyikapi ekspansi pengaruh

asing terhadap identitias nasional. Terkahir dalam bidang keagamaan, karakter Pancasila

sebagai ideologi terbuka tidak menuntut atau mengharuskan masyarakat Indonesia untuk

memeluk agama tertentu.

2. Peran Pancasila dalam Mengakomodasi Benih-benih Konflik

Sebagai ideologi terbuka Pancasila memiliki daya jangkau yang luas, namun tetap

menghargai nilai-nilai kemajemukan. Keterbukaan Pancasila nampak oleh eksistensi nilai

instrumental dan praksis yang dinamis terhadap perkembangan zaman. Di samping hal itu

Pancasila juga memberi peluang luas bagi masyarakat Indonesia, untuk mengekspresikan

serta mengembangkan dirinya selama tidak kontradiktif dengan nilai-nilai dasar ideologi

Pancasila. Fakta tersebut menjadi alasan kuat mengapa Pancasila mempunyai jangkauan

yang luas terhadap masyarakat, walau masyarakat Indonesia sangat majemuk. Kelebihan

Pancasila itu membuat Pancasila mampu mengakomodasi benih-benih konflik.

Gambar 4. Proses Akomodasi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Terhadap Benih-benih

Konflik dalam Kemajemukan Struktur Masyarakat Indonesia.

Struktur Masyarakat Indonesia

Rentan Konflik Bersifat Majemuk Selalu Berkembang

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka (Mengakomodasi)

Konflik Berhasil

Diminimalisir

Perkembangan Menuju

Perubahan Positif

Menumbuhkan

Solidaritas Nasional

Page 26: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

26

3. Menuju Integrasi Nasional Murni dan Berkelanjutan melalui Aktualisasi Pancasila

sebagai Ideologi Terbuka

Menurut teori fungsionalisme struktural, suatu sistem sosial senantiasa terintegrasi

di atas tumbuhnya konsensus mayoritas anggota masyarakat akan nilai-nilai yang bersifat

fundamental. Merujuk teori tersebut, faktor yang mengintegrasikan masyarakat Indonesia

ialah konsensus masyarakat terhadap nilai-nilai fundamental tertentu. Sedangkan menukil

argumentasi Parsons, kelangsungan hidup masyarakat juga membutuhkan sosialisasi dari

nilai-nilai umum tersebut. Di sinilah, urgenitas Pancasila sebagai nilai-nilai fundamental

masyarakat Indonesia yang terbuka dan pentingnya sosialisasi serta aktualisasi Pancasila

di dalam masyarakat. Hal itu menghasilkan kekuatan pemersatu yang luar biasa berupa

konsensus untuk mengintegrasikan masyarakat Indonesia yang majemuk.

Adapun fase-fase yang wajib dijalani, dalam proses menuju terciptanya integrasi

nasional tersebut terdiri dari fase akomodasi, kerjasama, koordinasi, dan asimilasi. Pada

fase akomodasi, konflik diredakan dengan adanya usaha penyesuaian anggota masyarakat

guna mencapai kestabilan. Beberapa bentuk akomodasi antara lain coercion, compromise,

stalemate, dan toleransi. Namun di konteks ini, akomodasi yang dilakukan oleh Pancasila

sebagai ideologi terbuka berbentuk toleransi. Karena sebagai ideologi terbuka, Pancasila

mempunyai lingkup jangkauan yang beragam dan tidak bertindak diskriminatif terhadap

kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

Selanjutnya, pada fase kerja sama, ditandai dengan adanya interaksi sosial pokok

yang menjadi proses utama integrasi nasional murni dan berkelanjutan. Soekanto, dalam

bukunya menjelaskan ada lima bentuk kerjasama:

a. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.

b. Bergaining (pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan atau jasa

antara dua organisasi atau lebih).

c. Kooptasi (proses penerimaan atas unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau

pelaksanaan politik pada suatu organisasi sebagai salah satu cara menghindari

terjadinya keguncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan).

d. Koalisi (kombinasi antar organisasi yang memiliki tujuan-tujuan yang sama).

e. Joint venture (kerjasama pengusahaan proyek-proyek atau usaha patungan).60

Kelima bentuk tersebut, sebenarnya merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai

ideologi dalam kehidupan nyata.

60 Lihat Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Page 27: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

27

Kemudian, pada fase koordinasi, dilakukan penyempurnaan dari fase sebelumnya

yang berwujud koreksi ulang dan berkesinambungkan atas aktivitas kerjasama yang telah

terjalin. Tujuannya, agar kerjasama yang terjalin dapat semakin erat dan kuat. Di samping

itu dalam fase ini juga diharapkan kerjasama tidak berlangsung singkat, akan tetapi dapat

berkelanjutan. Fungsi aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka di sini yaitu berusaha

mempererat ikatan-ikatan kerjasama berkat peran Pancasila dalam menguatkan solidaritas

nasional.

Terakhir fase asimilasi, perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara masyarakat

seperti baik dari aspek vertikal maupun horisontal, dikurangi dan disatukan mental, serta

tindakannya demi tujuan bersama. Deferensiasi yang ada dalam masyarakat bukan berarti

disamakan, misalnya melalui kekerasan. Namun, disatukan lewat rasa toleransi, keadilan,

saling menghargai, dan sikap terbuka (transparan) dari kelompok yang berkuasa terhadap

masyarakatnya. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Muttaqin, suatu asimilasi akan

mudah terjadi apabila didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Adanya toleransi antara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri

melalui proses akomodasi.

b. Adanya kesempatan yang sama dalam bidang tertentu. Misalnya: pada bidang

ekonomi (pemenuhan barang dan jasa) tiap-tiap individu.

c. Adanya rasa dan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang dimiliki

oleh masyarakat lain.

d. Adanya sikap saling terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat.

e. Adanya pengetahuan, mengenai persamaan unsur kebudayaan yang berlainan

sehingga mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu, dengan

yang lainnya.61

Rasa toleransi, keadilan, serta sikap saling menghargai yang mendorong asimilasi

merupakan beberapa nilai khas ideologi Pancasila dengan keterbukaannya. Khusus bagi

faktor sikap saling terbuka antara golongan penguasa dengan masyarakat, dibuktikan oleh

akuntabilitas penguasa dalam konsep ideologi terbuka. Berbeda dengan ideologi tertutup

yang sepenuhnya mengharuskan masyarakat untuk senantiasa taat kepada elite penguasa

disebabkan sistem bersifat totaliter.

Sesudah melewati empat fase yang telah diuraikan sebelumnya dengan aktualisasi

Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka integrasi nasional murni dan berkelanjutan yang

selama ini diidam-idamkan oleh bangsa Indonesia dapat diwujudkan.

61 Baca Zainal Muttaqin, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Universitas Serang Raya, 2010, hlm. 41.

Page 28: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

28

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Korelasi terciptanya integrasi nasional murni dan berkelanjutan dengan kemajemukan

struktur masyarakat Indonesia terjalin sangat erat. Pertama, jika melihat adanya potensi dan

tantangan integrasi nasional sebagai akibat (konsekuensi) kemajemukan struktur masyarakat

Indonesia. Dari segi positif, kemajemukan masyarakat Indonesia membawa potensi terhadap

terciptanya integrasi nasional. Hal tersebut dikarenakan konflik yang banyak muncul dalam

masyarakat majemuk akan merangsang timbulnya faktor-faktor yang memperkuat persatuan

dan solidaritas kebangsaan. Sebaliknya dari segi negatif, kemajemukan masyarakat Indonesia

juga menjadi tantangan tersendiri bagi terciptanya integrasi nasional. Tantangan itu berwujud

ancaman disintegrasi nasional, dampak dari konflik-konflik berkepanjangan yang seringkali

dipicu oleh kemajemukan struktur masyarakat Indonesia.

Kedua, jika melihat adanya keinteraktifan antara kemajemukan masyarakat indonesia

dengan integrasi nasional murni dan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan integrasi nasional

murni, integrasi masyarakat Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh, tidak dapat hanya

secara vertikal maupun horisontal. Sebaliknya, jika integrasi nasional murni belum atau tidak

bisa diciptakan maka otomatis pengelolaan kemajemukan struktur masyarakat juga dikatakan

gagal. Kemudian, dalam hal hubungan kemajemukan masyarakat Indonesia dengan integrasi

nasional berkelanjutan, pengorganisiran kemajemukan struktur masyarakat Indonesia adalah

landasan berpijak untuk terciptanya integrasi nasional itu terjaga berkelanjutan. Dengan cara

apa? Salah satunya melalui pendidikan multikultural, yang sampai saat ini masih belum dapat

dilaksanakan secara masif.

Untuk menciptakan integrasi nasional murni dan berkelanjutan, aktualisasi Pancasila

harus dilakukan secara holistik (menyeluruh). Artinya, nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi

terbuka dijabarkan ke dalam setiap bidang kehidupan masyarakat Indonesia yang berstruktur

majemuk. Bidang-bidang tersebut, adalah (1) bidang politik, hukum, dan Hankam; (2) bidang

sosial dan ekonomi; (3) bidang pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Sampai saat ini, hal

Page 29: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

29

itu belum sepenuhnya terwujud karena “faktualnya”, aktualisasi Pancasila masih berada pada

tataran normatif (harusnya ada pada tataran praksis).

Pancasila sebagai ideologi terbuka dalam peran menciptakan integrasi nasional murni

dan berkelanjutan memiliki kemampuan mengakomodasi benih-benih konflik yang kerapkali

terjadi di masyarakat Indonesia. Hal itu, dapat dilakukan karena tiga kelebihan yang dimiliki

Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pertama, Pancasila bertolak dari nilai kemanusiaan yang

sangat mendalam dengan menampilkan sikap saling simpati, saling memahami, dan toleransi

antar sesama masyarakat Indonesia. Kedua, Pancasila mempunyai daya jangkauan yang luas

namun tetap mengedepankan nilai saling menghargai di tengah kemajemukan. Ketiga, dalam

Pancasila terkandung dimensi fleksibilitas yang hanya dimiliki oleh ideologi terbuka.

Terakhir, dalam proses menuju integrasi nasional murni dan berkelanjutan setidaknya

ada empat fase yang harus dilalui oleh masyarakat Indonesia. Fase-fase tersebut, tercipta dan

bergerak berkat aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka. Keempatnya, terdiri dari fase

akomodasi, kerjasama, koordinasi, dan asimilasi. Meskipun letak dalam sistem berbeda, tapi

semuanya saling terkait serta membutuhkan aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi

terbuka. Maka, dapat dilihat betapa pentingnya nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka

guna meretas integrasi nasional murni dan berkelanjutan di tengah kemajemukan masyarakat

Indonesia. Hal tersebut sekaligus menjadi bukti, bahwa aktualisasi Pancasila sebagai ideologi

terbuka menempati kedudukan yang strategis dalam terciptanya integrasi nasional murni dan

berkelanjutan bagi bangsa Indonesia. Notonagoro mengungkapkan, perbedaan itu tidak untuk

dipertentangkan dan diperuncing, namun untuk disintesakan dalam suatu sintesa positif pada

negara kebersamaan, negara persatuan Indonesia.62

B. Rekomendasi

1. Seluruh elemen bangsa Indonesia harus saling bekerjasama, untuk meretas jalan menuju

integrasi nasional murni dan berkelanjutan dengan mengaktualisasikan Pancasila sebagai

ideologi terbuka di tengah-tengah kemajemukan struktur masyarakat Indonesia.

2. Pemerintah perlu melaksanakan pendidikan multikultural, agar benih-benih konflik dapat

diminimalisir secara antisipatif, bukan dengan tindakan-tindakan reaktif ataupun represif

saat konflik telah terjadi.

62 Lihat Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, 1975, hlm. 106.

Page 30: AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DALAM MERETAS INTEGRASI NASIONAL MURNI DAN BERKELANJUTAN DI TENGAH KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

30

3. Kebijakan-kebijakan ilmiah di seluruh jenjang pendidikan, wajib menanamkan nilai-nilai

toleransi agar generasi penerus lebih memahami arti penting rasa dan sikap toleransi guna

menuju integrasi nasional murni dan berkelanjutan.

4. Pemerintah perlu memperkaya muatan materi tentang Pancasila dan pengaktualisasiannya

di seluruh jenjang pendidikan nasional agar generasi mendatang bisa semakin memahami

serta meng amalkan apa yang terkandung oleh Pancasila.

5. Kepada setiap masyarakat Indonesia, aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka harus

selalu dilaksanakan secara holistik (menyeluruh) ke dalam sendi-sendi kehidupan, supaya

dampak positif yang dihasilkan bisa lebih maksimal.

6. Masyarakat Indonesia harus senantiasa menegakkan toleransi dan berupaya menghindari

tindakan-tindakan diskriminatif, dalam pengelolaan kemajemukan masyarakat Indonesia

yang baik untuk menuju terciptanya integrasi nasional murni dan berkelanjutan.

7. Kemajemukan masyarakat Indonesia beserta konflik-konflik yang ada di dalamnya perlu

dipandang secara positif oleh masyarakat Indonesia sendiri sebagai suatu potensi meretas

intergrasi nasional, tanpa mereduksi urgenitas dari upaya-upaya untuk mengantisipasi dan

mengatasi konflik-konflik tersebut.