Aksyar_ca_tinjauan Pustaka 12_muhammad Aliza Shofy

14
Muhammad Aliza Shofy Akuntansi syariah CA / 125020307111043 Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF) Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonesia : 1. Apakah Trading Forex Haram? 2. Apakah Trading Forex Halal? 3. Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam? 4. Apakah SWAP itu? Mari kita bahas dengan artikel yang pertama : Forex Dalam Hukum Islam م ي ح ر ل ا ن م ح ر ل له ا م الس بDalam bukunya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah

description

akun syariah

Transcript of Aksyar_ca_tinjauan Pustaka 12_muhammad Aliza Shofy

Muhammad Aliza ShofyAkuntansi syariah CA / 125020307111043

Fatwa MUITentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF)Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonesia :1. Apakah Trading Forex Haram?2. Apakah Trading Forex Halal?3. Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam?4. Apakah SWAP itu?Mari kita bahas dengan artikel yang pertama :Forex Dalam Hukum Islam Dalam bukunya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam.Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara.Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS1. Ada Ijab-Qobul : ---> Ada perjanjian untuk memberi dan menerima Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakantindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu: Suci barangnya (bukan najis) Dapat dimanfaatkan Dapat diserahterimakan Jelas barang dan harganya Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan.Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama."Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan".(Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud)Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah:Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya".Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam:Kesulitan itu menarik kemudahan.Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus/tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55.JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAMYang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing. setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing (A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77)FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALASFatwaDewan Syari'ah NasionalMajelis Ulama IndonesiaNo: 28/DSN-MUI/III/2002tentangJual Beli Mata Uang (Al-Sharf)Menimbang :a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.Mengingat :1. "Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."2. "Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. albaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).3. "Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".4. "Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai."5. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.6. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).7. "Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."8. "Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentuMemperhatikan :1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/8782. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.MEMUTUSKAN :Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan :FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).Pertama :Ketentuan UmumTransaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saattransaksi dan secara tunai.Kedua :Jenis-jenis transaksi Valuta Asing1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah)3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Aplikasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Syariah1. a.Investasi untuk Reksadana SyariahReksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Dalam kegiatan investasi untuk reksadana syariah, antara pemodal dengan manajer investasi digunakan akadwakalah.Dengan akadwakalah, pemodal memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospektus. Atas pemberian jasa dalam pengelolaan investasi dan penyimpanan dana kolektif tersebut, manajer investasi berhak memperoleh imbal jasa yang dihitung atas persentase tertentu dari Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Syariah.Dalam hal manajer investasi tidak melaksanakan amanat dari pemodal sesuai dengan mandat yang diberikan atau manajer investasi dianggap lalai (gross negligence/tafrith), maka manajer investasi bertanggung jawab atas risiko yang ditimbulkannya. Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi dan menanggung risiko dalam reksadana syariah. Pemodal juga berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik kembali penyertaannya dalam reksadana syariah melalui manajer investasi. Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan jaminan bahwa seluruh dananya akan disimpan, dijaga, dan diawasi oleh bank kustodian dan akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan reksa dana syariah.1. b.Perbankan SyariahImplementasi akadwakalahdalam perbankan syariah biasanya digunakan sebagai akad dalam menerbitkanLetter of credit(L/C) atau LC Impor atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.Ketentuan Akad untuk L/C Impor beberapa bentuk:1) Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:a. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor;b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.2) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor;b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;d. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor.3) Wakalah bil Ujrah dan Hawalah dengan ketentuan:a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor;b. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;d. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Penggunaan akad wakalah bil ujrah dalam L/C Ekspor Syariah dalam pelaksanaannya sebagai berikut:a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah;c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.Ketentuan Akad untuk L/C Ekspor beberapa bentuk:1) Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank);c. Bank memberikan dana talangan (Qardh)kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor;d. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;e. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.f. Antara akadWakalah bil Ujrahdan akadQardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (taalluq).2) Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:a. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir;b. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;c. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank L/C (issuing bank).d. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance);e. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah dan pembayaran bagi hasilf. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.Wakalahjuga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain, serta jasainkaso

Antara Tabungan Wadiah Dan Tabungan Mudharabah

Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendaki pemiliknya. Terkait dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah.

Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta titipan tersebut.Sedangkan Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya oprasional tabungan dengan hasil nisbah yang menjadi hak nasabah pemilik dana. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung ke rekening tabungan nasabah pada saat penghitungan bagi hasil.Perbedaan antara produk penghimpunan dana tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah

Dari Penjelasan singkat diatas, dapat ditarik beberapa Perbedaan antara Produk Penghimpunan Dana Tabungan Wadiah dengan Tabungan Mudharabah, yaitu:

1. Akad kedua Produk Penghimpun dana tidak sama. Pada Tabungan Wadiah menggunakan akad Wadiah, lebih tepatnya akad wadiah Yad Adh-dhamanah, Sedangkan pada Tabungan Mudharabah menggunakan akad Mudharabah.2. Karena akadnya adalah wadiah yg merupakan akad sukarela/sosial atau tabarru' maka tidak ada keuntungan bagi hasil bagi nasabah. Sedangkan Pada mudharabah Keuntungan di bagi melalu bagi hasil.3. Pada Tabungan Wadiah bank syariah dapat memberikan bonus yang langsung ditempatkan ke rekening milik nasabah, Bonus wadiah memiliki 2 syarat yaitu: Tidak diperjanjikan di awal, dan tidak ditentukan besarnya di awal karena sifatnya adalah bonus dan sukarela. Sedangkan Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang sifatnya mengikat adanya kerjasama antara bank dan nasabah.4. Pada tabungan mudharabah, nasabah penabung berperan sebagai shahibul mal (pemilik dana) dan bank syariah sbg mudharib (pengelola dana). Sedangkan Pada Tabungan Wadiah, nasabah sebagai si Penitip suatu barang atau dana dan Bank Sebagai Lembaga Penitip suatu barang atau dana tersebut.5. Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak tiga aspek yaitu sifat dana, insentif dan pengembalian dana. Sifat dana pada tabungan wadiah bersifat titipan sedang sifat dana pada tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada tabungan wadiah berupa bonus yang tidak disyaratkan dimuka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun insentif pada tabungan mudharabah adalah berupa bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank jika memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode yang disepakati (biasanya 1 bulan) kepada penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal pengembalian dana, tabungan wadiah dijamin akan dikembalikan semua oleh Bank, akan tetapi pada tabungan mudharabah tidak dijamin dikembalikan semua. Tidak dijaminnya pengembalian tabungan mudharabah terkait dengan prinsip mudharabah yang menyatakan bahwa kerugian usaha ditanggung semuanya oleh shahibul maal sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib. Beberapa ahli perbankan syariah menambahkan perbedaan tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah pada waktu penarikan. Tabungan wadiah dapat dilakukan sewaktu-waktu sedang tabungan mudharabah hanya dapat dilakukan pada periode atau waktu tertentu.

Persamaan antara produk penghimpunan dana tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah

Adapun persamaan dari kedua produk adalah:1. Merupakan Produk funding bank syariah dalam bentuk tabungan dengan wadiah dan mudharabah.2. Kedua produk sama-sama mendapatkan tambahan,pada Tabungan Wadiah tambahannya berupa bonus, sedangkan pada Mudharabah adalah bagi hasil.3. Dana tabungan kedua Produk dapat digunakan atau dikelolah oleh bank.Keuntungan masing-masing produk tersebut bagi nasabah!Tabungan Wadiah 1. Nasabah dapat menarik titipan barang atau dana tersebut setiap waktu, tanpa ada waktu yang ditetapkan.2. Pada insentif tabungan wadiah, nasabah memperoleh bonus(jika ada), meskipun bonus tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya.3. Barang atau dana yang dititipkan oleh nasabah dijamin dikembalikan 100% oleh bank yang bersangkutan.4. Nasabah dalam hal ini tidak menanggung risiko kerugian dan uangnya dapat diambil sewaktu-waktu secara utuh setelah dikurangi biaya administrasi yang telah ditentukan oleh bank. Dengan demikian dalam produk bank berupa tabungan wadiah ini didasarkan pada akad wadiah yad dhamanah, sehingga bank selaku pihak yang menerima titipan dana diperbolehkan memproduktifkannya.Tabungan Mudharabah Nasabah pemegang rekening tabungan mudharabah dapat memanfaatkan seluruh jaringan dalam hal ini yaitu bank tempat nasabah menabung, baik jaringan cabang maupun ATM karena telah tersambung secara on-line. Oleh karena itu pemilik rekening tabungan Bank Syariah tidak perlu khawatir jika sering berpindah tempat atau sedang bepergian, karena masih dapat melakukan transaksi di bank konvensional yang berlabel sama dengan bank syariah tempat menabung. Dana yang disimpan nasabah/dikelola bank guna memperoleh keuntungan yang akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan bersama. Sebagaimana halnya tabungan pada umumnya, Tabungan Mudharabah, merupakan produk tabungan yang dapat ditarik setiap saat atau beberapa kali sesuai ketentuan. Pihak bank bertindak sebagai mudarib (pengelola modal) dan deposan sebagai shahibul mal (pemilik modal). Bank sebagai mudarib membagi keuntungan dengan shahib al-mal sesuai dengan nisbah (prosentase) yang berlaku. Pembagian hasil biasanya dilakukan tiap bulan berdasarkan saldo yang mengendap.