AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku...

26

Click here to load reader

Transcript of AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku...

Page 1: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw

AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN

ALGHIFFARI AQSA, S.H.

2009

DEPOK

Page 2: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Alinea ke-4

jelas dikatakan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kemudian dalam 31 UUD NRI tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak

setiap warga negara. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan merupakan hak

dasar dan hak konstitusional setiap warga Negara dimana Negara bertanggungjawab

menyediakan hak dasar tersebut.

Selain diatur dalam konstitusi, hak atas pendidikan juga diatur dalam berbagai peraturan

perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dimana pada Pasal 12 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi

pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan

meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung

jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Serta dalam

Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya pada

Pasal 13 ayat (1) dikatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang atas pendidikan.

Diaturnya hak atas pendidikan dalam konstitusi negara Indonesia dan berbagai peraturan

perundang-undangan dikarenakan pendidikan merupakan aspek penting dalam sebuah bangsa

dimana kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan warga negaranya, bahkan

kemerdekaan Indonesia terwujud setelah rakyat Indonesia diberi kesempatan untuk menikmati

pendidikan sehingga memiliki kesadaran untuk merdeka dan memiliki strategi dalam

memperjuangkan kemerdekaan. Pendidikan juga merupakan elemen yang memiliki beban yang

sangat berat karena berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi peradaban bangsa ditentukan oleh

pendidikan.

2

Page 3: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

Kendati telah diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya

dimana negara wajib menyediakan pendidikan bagi warga negaranya, saat ini masih banyak

terdapat warga negara yang tidak bisa menikmati pendidikan, tidak mampu membayar untuk bisa

menikmati pendidikan, berhenti sekolah/kuliah karena tidak mampu, menjadi miskin dan terjerat

hutang demi membiayai pendidikan, bahkan banyak pula yang bunuh diri karena frustasi tidak

sanggup membayar biaya pendidikan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana

keseriusan pemerintah dan apa saja langkah yang telah dilakukan serta bagaimana fakta riil di

masyarakat mengenai hak atas pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh warga negara sesuai

dengan UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 11 Tentang

Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

B. POKOK PERMASALAHAN

Adapun pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Hak Atas Pendidikan diatur dalam instrumen hukum nasional dan

internasional.

2. Bagaimanakah kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga

negara Indonesia.

3. Sejauh mana pendidikan mampu diakses secara ekonomi oleh warga negara Indonesia.

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis membagi tujuan penelitian menjadi dua, yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus.

C.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian adalah memberikan sumbangsih pemikiran dalam

ranah hak asasi manusia, terutama dalam hak atas pendidikan.

C.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menjawab pokok permasalahan sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah Hak Atas Pendidikan diatur dalam instrumen hukum nasional dan

internasional.

2. Bagaimanakah kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga

negara Indonesia.

3. Sejauh mana pendidikan mampu diakses oleh warga negara Indonesia.

3

Page 4: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

D. METODOLOGI PENELITIAN

Ada dua sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara penelitian langsung ke lapangan

melalui penyebaran angket. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat melalui

penelusuran literatur buku-buku, berita, laporan penelitian, regulasi dan kebijakan-kebijakan

yang terkait dengan hak atas pendidikan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Bertujuan untuk mendapatkan data sekunder melalui penelusuran literatur, peraturan

perundang-undangan, instrumen hukum internasional, kebijakan pemerintah serta

informasi lain yang terkait.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Bertujuan mendapatkan data sekunder melalui penyebaran angket yang berisikan 10

pertanyaan terkait hak atas pendidikan.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif untuk

mengasilkan data deskriptif. Penelitian ini memfokuskan masalah pada bagaimana ketentuan

mengenai akses hak atas pendidikan dan implementasinya oleh pemerintah.

E. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 9-11 Juni 2009. Penelitian

dilaksanakan di Jakarta dan Depok, serta memanfaatkan situs jejaring di internet

(Facebook),sehingga mampu mendapatkan data dari berbagai wilayah seperti Jawa Barat,

Sumatera Barat dan juga daerah lain.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Peneliti membagi penulisan ke dalam empat bab, yaitu:

a. Bab I, yaitu bab pendahuluan yang akan menguraikan tentang latar belakang, pokok

permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian,

pelaksanaan penelitian, dan sistematika penulisan.

b. Bab II, yaitu bab mengenai hak atas pendidikan

c. Bab III, yaitu bab mengenai survei aksesbilitas hak atas pendidikan.

d. Bab IV, yaitu bab penutup yang akan menyimpulkan hasil penelitian dan mengajukan

rekomendasi yang relevan sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan.

4

Page 5: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

BAB II

HAK ATAS PENDIDIKAN

A. AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS PENDIDIKAN DALAM INSTRUMEN HUKUM

NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Adapun instrumen Nasional terkait aksesibilitas ekonomi hak atas pendidikan antara lain

yaitu:

1. UUD 1945 hasil amandemen.

Hak atas pendidikan di atur dalam Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga

negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikutipendidikan

dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan satu sistem

pendidikan nasional dan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari anggaran pendapatan negara dan belanja negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional.

Diatur juga dalam Pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi: “ Setiap orang berhak

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan....”.

2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi

pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan

meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,

bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi

manusia”.

3. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak

Ekonomi Sosial dan Budaya.

Pasal 13 undang-undang menyatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang atas

pendidikan dan merealisasikan dengan pemenuhan pendidikan dasar bagi semua orang

secara cuma-cuma, pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi cuma-cuma secara bertahap,

mendorong pendidikan dasar, mengembangkan sistem sekolah yang aktif, sistem beasiswa

yang memadai, kesejahteraan guru yang memadai dan kebebasan memilih sekolah dan

pendidikan agama.

5

Page 6: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

5. UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

Sedangkan instrumen Internasional antara lain:

1. Deklarasi Universal HAM

Pasal 26 ayat (1): “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan harus

gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan

dasar harus diwajibkan. Pendidikan tehnik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi

semua orang, dan pendidikan tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang,

berdasarkan kepantasan”.

2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1966;

Hak atas pendidikan (The Right to Education) merupakan salah satu dari 8 hak inti

yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966.

Indonesia meratifikasi Kovenan ini pada tanggal 30 September 2005 menjadi negara pihak

yang terikat dengan seluruh substansi yang diatur dalam Kovenan tersebut.

3. Komentar Umum (General Comments) E/C.12/1999/10 tertanggal 8 Desember 1999

yang dikeluarkan PBB berjudul “implementation of the International Covenant on

Economic, Social and Cultural Rights”

B. PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN

Dalam pleminary reportnya (1999) kepada Commission on Human Rights United

Nations, pelapor khusus hak atas pendidikan, Katarina Tomasevski, mengemukakan empat

ciri (features) yang essensial yang perlu diperhatikan baik untuk primary education

(pendidikan dasar), secondary education, maupun higher education. Dalam butir 6 General

Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 empat ciri-ciri tersebut adalah:

a. Availability (ketersediaan)

Berbagai institusi dan program pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai,

seperti bangunan dan perlindungan fisik, fasilitas sanitasi untuk laki-laki dan perempuan,

air minum yang sehat, guru-guru yang terlatih dengan gaji kompetitif, materi-materi

pengajaran, serta tersedianya fasilitas-fasilitas perpustakaan, laboratorium komputer

dasn teknologi informasi.

b. Accessibility (dapat diakses)

Berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa

diskriminasi. Aksestabilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni:

6

Page 7: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

a) Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama

kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan faktual, dan tanpa

diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang dimanapun.

b) Aksesbilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau

c) Aksesbilitas ekonomi; biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang.

Dimensi aksesbilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat (2) dalam kaitannya dengan

pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi

semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan

menengah dan tinggi yang bebas biaya.

c. Acceptability (dapat diterima)

d. Adaptability (kesesuaian)

Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan, pembiayaan pendidikan tidak lepas

dari cara melihat pendidikan barang publik atau privat. Pendidikan sebagai barang publik

berarti pemenuhannya tanggung jawab negara. Sebaliknya, sebagai barang privat warga

barus membayar guna memperoleh pendidikan.

Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan tersebut, Ketua Ikatan Sarjana

Pendidikan Indonesia (ISPI) Prof. Soediarjo berpendapat konstitusi menyatakan Indonesia

sebagai negara kesejahteraan. Pemerintah negara Indonesia dibentuk guna melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam negara kesejahteraan,

pendapatan negara untuk membiayai pendidikan, kesehatan, pertahanan negara,

admnistrasi, dan infrastruktur dasar. Adapun sektor lain adalah sebagai sumber pendapatan.

Semangat pendiri negara adalah meniru negara kesejahteraan di Eropa yang membiayai

seluruh kebutuhan pendidikan. Pendidikan dari tingkat dasar hingga tinggi dipandang

sebagai barang publik. (Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Sektor Pendidikan Terabaikan,

Sektor Pendidikan Terabaikan”).

Melihat pendapat Prof. Soediardjo tersebut seharusnya konstitusi saja sudah cukup

untuk memberikan akses pendidikan bagi seluruh warga negara dari pendidikan dasar

sampai pendidikan tinggi tanpa harus meratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial

dan Budaya.

Jika melihat ketentuan Pasal 13 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Ekonomi

Sosial dan Budaya, pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus

secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. Jadi

cita-cita besarnya adalah pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

7

Page 8: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

Namun dalam implementasinya tidak ada satu pun kebijakan mengarah untuk

merealisasikan hal tersebut, bahkan mungkin tidak terfikirkan karena masih banyak orang

yang beranggapan bahwa pendidikan tinggi harus bayar (lihat hasil survei) bahkan

pemerintah dan DPR yang meratifikasi kovenan ini sekalipun.

C. KEBIJAKAN TERKAIT AKSESBILITAS EKONOMI HAK ATAS PENDIDIKAN

1. Anggaran Pendidikan 2009 Lebih dari 20% ABPN.

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah

Pusat adalah sekitar 89.5 triliun dan anggaran Pendidikan Melalui Transfer ke daerah

sekitar 117.8 triliun. Total sekitar 207, 4 triliun atau sudah mencukupi 20 % seperti yang

diamanahkan oleh konstitusi dari total 1030 triliun APBN Indonesia tahun 2009. Hal ini

merupakan suatu bentuk keberhasilan dari pemerintah SBY-JK dibandingkan pemerintah

sebelumnya walaupun komponen dari anggaran tersebut dapat diperdebatkan.

2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sedikit membantu akses warga negara

terhadap pendidikan dasar, namun faktanya angka putus sekolah tingkat pendidikan dasar

masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan gratis untuk pendidikan dasar tidak

dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah. Selain itu BOS tersebut tidak mampu

membantu akses warga negara terhadap pendidikan menengah.

3. Otonomi atau Liberalisasi Pendidikan

Adanya otonomi atau liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia dimulai dilakukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 61 tahun

1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sisdiknas dan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Dalam

UU Sisdiknas dan UU BHP pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan

hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah

dan masyarakat. Untuk pendidikan menengah pemerintah menanggung sedikitnya 1/3 biaya

operasional (Pasal 41 ayat (1) UU BHP), dan untuk pendidikan tinggi pemerintah paling

sedikit ½ biaya operasional pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat (6) UU BHP). Artinya negara akan

lepas tanggungjawab jika telah menyediakan batas minimal biaya operasional tersebut dan

8

Page 9: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

masyarakat tidak dapat menuntut lebih, kekurangan dana menjadi tanggungjawab badan

hukum pendidikan. Selain itu dana yang diberikan pemerintah diberikan dalam bentuk hibah

dimana badan hukum pendidikan diharuskan kompetetitif dalam mengajukan proposal

hibah (Pasal 41 ayat (10) UU BHP), jadi tidak semua badan hukum pendidikan mendapatkan

bantuan.

Jika ditinjau kebelakang, maka liberalisasi pendidikan berasal dari kesepakatan di

General Agreement on Trade in Services (GATS) dimana pendidikan dimasukkan sebagai

salah satu sektor jasa sehingga Indonesia harus menyesuaikan diri dengan kesepakatan

tersebut. Oleh karena itu dibentuklah UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU BHP. UU

BHP juga muncul dengan adanya program Bank Dunia dengan nama Indonesia Managing

Higher Education for Relevance dan Efficiency (IMHERE), dimana Indonesia mendapatkan

pinjaman sebesar $50.000.000. Program tersebut bertujuan menjadikan pendidikan lebih

evisien tanpa adanya intervensi dari pemerintah dan salah satu kunci indikatornya adalah

adanya Badan Hukum Pendidikan. Jadi jelas bahwa tujuan dibentuknya UU BHP adalah untuk

melepaskan tanggungjawab Negara terhadap pendidikan atau meliberalisasikan pendidikan,

bukan bertujuan menjawab tantangan globalisasi.

Akibat dari kebijakan otonomi atau liberalisasi pendidikan tersebut adalah biaya

pendidikan akan semakin mahal dan warga negara semakin sulit untuk mendapatkan

pendidikan. Contoh konkrit dari adanya kebijakan otonomi dan liberalisasi tersebut adalah

mahalnya biaya pendidikan, misalnya di UI bisa mencapai 5 juta persemesester dengan uang

pangkal mencapai 200 juta rupiah. Selain itu seleksi masuk perguruan tinggi di UI

dilaksanakan dengan tujuan mencari keuntungan dengan melaksanakan berbagai tes seperti

Seleksi Masuk UI (SIMAK UI), Ujian Masuk Bersama (UMB), dan Seleksi Masuk Perguruan

Tinggi Negeri.

D. FAKTA PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN

Berdasarkan data statistic Departemen Pendidikan Indonesia, pada tahun 2006 dari total

anak usia sekolah yang ada di Indonesia sebesar 84,353,000 anak, ada sebanyak 34,909,048 anak

usia sekolah (5-24 tahun) yang tidak bersekolah, dimana 35,78% diantaranya tidak bersekolah

karena alasan kurangnya biaya serta 23,56% harus bekerja baik untuk memenuhi biaya

pendidikannya agar tetap dapat bersekolah maupun dipekerjakan oleh orang tuanya untuk

menghidupi keluarganya. Drop out siswa SD meningkat sejak 2001-2006 dari 2,66 % - 3,17 %.

9

Page 10: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

Menurut survei Nation Master.com, di Indonesia anak pendidikan dasar yang drop out pada

tahun 2008 adalah 245,614 per tahun. Indonesia menduduki peringkat 27 dari 126 negara dalam

hal drop out. Selain itu, berdasarkan data Unesco Institute for Statistic, pada tahun 2006 hanya

17 % usia pendidikan tinggi yang menikmati pendidikan tinggi dan hanya 60% usia sekolah

menengah yang menikmati sekolah menengah.

Berdasarkan data Kompas (Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Pemilu: Sekolah Masih Menjadi

Masalah”), angka putus sekolah seluruh jenjang pendidikan di Indonesia empat tahun terakhir

masih di atas satu juta siswa pertahun. Dari jumlah itu, sebagian besar (80%) adalah mereka yang

masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun

rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah mereka yang tidak

menyelesaikan sekolah di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang. Hal tersebut disebabkan

karena tidak mampu, lokasi sekolah yang jauh, hilangnya tulang punggung ekonomi keluarga,

serta pandangan penting atau tidaknya pendidikan. Berdasarkan survei Kompas tersebut, provinsi

dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka putus sekolah yang juga tinggi.

Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk

dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik regional bruto (PDRB) terendah di antara

28 provinsi yang lain.

Survei dan statistik diatas membuktikan bahwa faktanya pendidikan masih sulit diakses oleh

seluruh warga negara, terutama warga yang tidak mampu secara ekonomi.

10

Page 11: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

BAB III

SURVEI AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN

A. TABULASI ANGKET MENGENAI AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN

Adapun angket ditujukan kepada 148 orang yang terdiri dari mahasiswa dan sarjana

berbagai kampus, baik negeri maupun swasta. Angket diberikan dengan cara dilakukan dengan

cara penyebaran langsung di wilayah Jakarta dan Depok, serta juga penyebaran melalui internet

(Facebook) sebanyak 75 buah dimana responden banyak berasal dari Jawa Barat, Sumatera Barat

dan juga berbagai daerah lain.

Adapun pertanyaan angket ini dimulai dari bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia,

tingkat kepuasan terhadap pemerintah dalam hal pendidikan, sampai ke aksesibilitas ekonomi

hak atas pendidikan.

Berikut adalah hasil dari angket:

1. Menurut Anda bagaimanakah kondisi pendidikan Indonesia saat ini?

1st Qtr0.00%5.00%

10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%35.00%40.00%45.00%50.00%

1st Qtr Sangat Buruk 0.1486

Buruk 43.91%

Biasa Saja 0.2432

Baik 0.1621

Sangat Baik 0.00006

11

Page 12: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

2. Apakah Anda puas dengan kinerja pemerintah dalam menciptakan pendidikan yang adil dan mampu diakses oleh setiap orang?

0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%

San-gat

Puas

Cukup

Puas

Tidak Puas

San-gat

Tidak PuasSangat Puas

0.00006

Cukup Puas 24.32%

Tidak Puas 0.581

Sangat Tidak Puas 0.1621

3. Bagaimanakah biaya pendidikan di Indonesia saat ini?

1st Qtr0.00%

10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%

Sangat mu-rah

Murah

Biasa Saja

Mahal

Sangat Mahal

Sangat murah 0,01%

Murah 0.13%

Biasa Saja 0.126

Mahal 0.588Sangat Mahal

0.2702

4. Menurut Anda apakah semua orang bisa kuliah/sekolah tanpa membedakan mampu atau tidak mampu?

0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%

YaTidak

Tidak Menjawab

Ya 0.3716

Tidak 62.16%

Tidak Men-jawab

0.00006

12

Page 13: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

5. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan dalam membayar uang sekolah/kuliah?

48.60%48.80%49.00%49.20%49.40%49.60%49.80%50.00%50.20%50.40%50.60%

YaTidak

Se-ries3

Ya 0.4932

Tidak 50.57%

6. Apakah Anda punya teman/saudara/tetangga yang terpaksa tidak sekolah/kuliah atau berhenti sekolah/kuliah karena tidak ada biaya?

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Ya

Tidak

Tidak

Menja

wab

Ya 0.8851

Tidak 0.1081

Tidak Men-jawab

0.00006

7. Apakah Anda mengetahui bahwa pemerintah atau kampus/sekolah memiliki program beasiswa ataupun keringanan biaya kuliah?

0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

100.00%

Ya

Tidak

Ya 0.946

Tidak 5.40%

13

Page 14: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

8. Apakah Anda pernah berusaha untuk mendapatkan beasiswa tersebut?

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

Ya

Tidak

Ya 0.662

Tidak 0.338

9. Bagaimana proses mendapatkan beasiswa tersebut?

0%10%20%30%40%50%60%70%80%

Sulit

Mudah

Tidak

menja

wab

Sulit 0.75

Mudah 20.30% Tidak men-

jawab 0.047

10. Melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini, apakah pendidikan dasar sampai perguruan tinggi harus digratiskan?

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Ya

Tidak

Tidak Se-

mua, PT

Harus Bayar

Ya 52.02%

Tidak 0.0338

Tidak Semua, PT Harus Ba-

yar 0.446

14

Page 15: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

B. ANALISA ANGKET

Berdasarkan hasil angket, maka dapat didapat data sebagai berikut:

1. Bahwa sebagian besar responden menganggap bahwa pendidikan Indonesia masih sangat

buruk dan sebagian besar responden sangat tidak puas dengan kinerja pemerintahan saat ini

dalam bidang pendidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan data bahwa 43,91% responden

beranggapan bahwa pendidikan buruk dan 14, 86% beranggapan sangat buruk. Hanya

16,21% responden yang beranggapan bahwa pendidikan saat ini baik. Selain itu sebesar

58,1% responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan, 16,21% bahkan sangat tidak

puas. Hanya 24,32% responden yang puas dengan kinerja pemerintahan dalam bidang

pendidikan. Hal ini menceriminkan kegagalan pemerintah dalam pemenuhan kewajibannya

untuk menyediakan pendidikan bagi warga negaranya.

2. Bahwa sebagian besar responden (85,82%) mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia

mahal, 27,02% diantaranya beranggapan pendidikan di Indonesia sangat mahal. Hanya 3

orang dari 148 responden yang beranggapan pendidikan di Indonesia murah (0,2%) dan

hanya 12,16% yang beranggapan biasa saja. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di

Indonesia memang sangat mahal sehingga sangat sulit untuk diakses oleh warga negaranya.

3. Bahwa dengan melihat kondisi Indonesia pada saat ini, lebih dari separuh responden

(52,02%) berharap seluruh pendidikan di Indonesia dari sekolah dasar sampai perguruan

tinggi harus gratis, sedangkan yang mengatakan tidak semuanya gratis karena perguruan

tingggi harus bayar menjawab sebesar 44,6%, 5 orang responden (3,38%) beranggapan

bahwa semua tingkat pendidikan harus bayar. Harapan digratiskannya semua biaya

pendidikan tersebut dikarenakan tingkat perekonomian masyarakat Indonesia masih sangat

rendah.

4. Hampir separuh responden (49,2%) mengatakan pernah mengalami kesulitan dalam

membayar uang sekolah/kuliah, sedangkan 50,67% mengatakan tidak pernah. Sebagian

orang yang tingkat perekonomiannya cukup tinggi pun mengatakan pernah mengalami

kesulitan dalam membayar uang sekolah/kuliah. Hal ini membuktikan bahwa biaya

pendidikan sangatlah berat dan mempersulit keuangan keluarga.

5. Sebesar 88,51% orang memiliki teman/saudara/tetangga yang terpaksa tidak sekolah/kuliah

atau berhenti sekolah/kuliah karena tidak ada biaya, hanya 10,81% yang mengatakan tidak

memiliki. Hal ini membuktikan bahwa angka drop-out di Indonesia masih sangat tinggi dan

15

Page 16: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

angka harapan sekolah masih rendah. Hal tersebut dikarenakan mahalnya biaya pendidikan.

Besarnya angka penelitian ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih sulit

didapatkan oleh warga negaranya, pemerintah gagal menyediakan pendidikan yang mudah

diakses secara ekonomi oleh warga negaranya.

6. Sebagian besar orang mengetahui bahwa pemerintah atau kampus/sekolah memiliki

program beasiswa ataupun keringanan (94,6%). Sebesar 66,2% pernah berusaha

mendapatkan beasiswa tersebut dan 75% mengatakan bahwa proses mendapatkan

beasiswa tersebut sulit. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang mengetahui adanya

beasiswa namun sulit mendapatkan beasiswa tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa

program pendidikan yang mahal, namun ditopang oleh beasiswa untuk orang yang tidak

mampu merupakan program yang salah karena sulit diakses oleh sebagian besar orang. Hal

tersebut dapat berakibat orang yang tidak mampu tidak dapat sekolah/kuliah.

7. Sebagian besar orang beranggapan bahwa saat ini tidak semua orang dapat menikmati

pendidikan tanpa membedakan mampu atau tidak mampu (62,16%), sedangkan 37,16%

beranggapan bahwa saat ini semua orang bisa menikmati pendidikan tanpa membedakan

mampu atau tidak mampu. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan saat ini masih

dikskriminatif, orang-orang yang bisa menikmati pendidikan adalah orang yang mampu saja.

16

Page 17: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penelitian di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang sekaligus menjawab

pokok permasalahan dari penelitian. Kesimpulan tersebut adalah:

1. Bahwa telah cukup banyak instrumen hukum nasional dan hukum internasional yang

benar-benar menjamin hak atas pendidikan, seperti dalam konstitusi, UU HAM, DUHAM, dan

juga UU N0. 11 Tahun 2005. Bahkan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan

Internasional Mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengatur hak atas pendidikan

sangat progresif dari segi aksesibilitas karena negara diwajibkan menyediakan pendidikan

dasar sampai pendidikan tinggi secara cuma-cuma, walaupun disebutkan realisasi

pendidikan cuma-cuma untuk pendidikan tinggi dilaksanakan secara bertahap.

2. Bahwa kondisi riil dari pemenuhan hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara

Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dikarenakan banyaknya kebijakan

pemerintah yang justru menghambat akses seseorang atas pendidikan, seperti kebijakan

kampus Badan Hukum Milik Negara, UU Badan Hukum Pendidikan dan UU Sikdiknas yang

memberikan otonomi atau memprivatisasi bidang pendidikan sehingga penyelenggara

pendidikan punya kewenangan untuk menarik biaya operasional yang cukup besar dari

masyarakat dan memiliki ujian masuk yang mahal dan berlapis-lapis. Akibatnya orang tidak

mampu secara ekonomi sulit menikmati pendidikan. Anggaran pendidikan yang sudah

mencapai 207 Triliun atau 20% lebih dari APBN tidak sanggup memberikan akses yang

seluas-luasnya kepada warga negara untuk menikmati pendidikan.

3. Tingginya angka anak usia yang tidak bersekolah karena tidak mampu (60% dari

34,909,048 anak), tinggnya angka Drop out siswa SD sebesar 3,17 % pada 2006 dan 245,614

orang pada tahun 2008, rendahnya usia usia pendidikan tinggi yang menikmati pendidikan

tinggi (17 %), hanya 60% usia sekolah menengah yang menikmati sekolah menengah, serta

angka survei yang menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sangat mahal (85%

responden), masih diskriminatif dalam hal ekonomi (62,16% responden), pernah mengalami

kesulitan dalam membayar uang kuliah/sekolah (49,2%responden) dan banyaknya

responden yang memiliki teman/saudara/tetangga yang drop-out ataupun tidak

melanjutkan kuliah karena tidak mempunyai biaya (88,51%) menunjukkan bahwa pendidikan

di Indonesia masih sulit diakses secara ekonomi oleh seluruh warga negaranya. Asas

17

Page 18: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

aksesibilitas ekonomi dalam pemenuhan hak asasi manusia di bidang pendidikan tidak dapat

dipenuhi oleh pemerintah.

B. SARAN

Adapun saran atau rekomendasi dari penelitian ini adalah:

1. Pemerintah dan DPR lewat Perpu harus mengganti/mencabut Pasal dalam peraturan

perundang-undangan yang menutup akses warga negara untuk menikmati pendidikan

seperti Pasal pembiayaan dalam UU Sikdiknas dan UU BHP.

2. Pemerintah juga harus membatalkan segala perjanjian yang menutup akses

terhadap hak atas pendidikan, seperti GATS dan IMHERE. Selain itu hutang yang timbul

karena perjanjian tersebut haruslah dibatalkan atau tidak dibayar karena nyata-nyata telah

melanggar hak asasi manusia, yaitu hak atas pendidikan.

3. Pemerintah seharusnya memberikan pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai

pendidikan tinggi (secara bertahap) kepada seluruh warga negaranya. Adapun langkah yang

bisa dilakukan untuk pemenuhan tersebut bukan hanya semata meningkatkan anggaran

sampai 20% sesuai konstitusi melainkan melakukan reorganisasi institusi pendidikan dan

melakukan manajemen yang baik sehingga tercapai penyelenggaran pendidikan yang efektif

dan mampu diakses oleh seluruh warga negara.

4. Dalam hal rencana akan dilakukannya amandemen UUD 1945, perlu dicermati

bahwa semangat mulanya UUD 1945 adalah memberikan pendidikan yang mampu

mencerdaskan seluruh bangsanya sehingga berpatokan terhadap alokasi dana sebesar 20%

dari APBN adalah hal yang keliru. Demi membuka ruang dan aksesibilitas kepada seluruh

warga negara ketentuan minimal 20% harus dihapuskan, karena bisa menjadi exit strategy

bagi pemerintah untuk lepas dari tanggung jawab memberikan pendidikan gratis bagi

seluruh warga negara apabila anggaran yang dibutuhkan ternyata lebih dari 20%.

Seharusnya konstitusi menjamin bahwa pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi

dilaksanakan oleh pemerintah tanpa memungut biaya.

18

Page 19: AKSESBILITAS HAK ATAS PENDIDIKAN Web viewPapua Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Gorontalo, dan Maluku Utara pada tahun 2007 termasuk dalam lima provinsi yang memiliki nilai produk domestik

Daftar Pustaka:

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

Anggaran 2009

Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948)

Buku:

Damanik Jayadi dkk. Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Komnasham,

2005.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Departemen Pendidikan

Nasional Republik Indonesia, 2006.

Nur Agustiar Syah. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Cet. I. Bandung: Lubuk Agung, Maret

2001.

Pusgerak BEM UI 2007, Pusgerak BEM UI 2008, Rachman Yustisia, Kautsar Riumas, Arlinkasari Fitri.

Kajian UU Badan Hukum Pendidikan. Pusgerak BEM UI tahun 2007

Rukmini Mimin dkk. Pengantar Memahami Hak Ekosob. Cet I. Jakarta: PATTIRO, Desember 2006.

Artikel:

Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Sektor Pendidikan Terabaikan, Sektor Pendidikan Terabaikan”.

Kompas Kamis 12 Februari 2009 “Pemilu: Sekolah Masih Menjadi Masalah”.

19