Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No....

69
ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018 Volume 30, Nomor 2, Desember 2019 Bul. Littro Vol. 30 No. 2 hlm. 59-115 Bogor, Desember 2019 ISSN 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414

Transcript of Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No....

Page 1: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018

Volume 30, Nomor 2, Desember 2019

Bul. Littro Vol. 30 No. 2 hlm. 59-115 Bogor,

Desember 2019

ISSN 0215-0824

e-ISSN : 2527-4414

Page 2: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018

Volume 30, Nomor 2, Desember 2019

Penanggung Jawab

Kepala

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Dewan Redaksi

Ketua merangkap Anggota Dr. Otih Rostiana, M.Sc (Pemuliaan dan Genetika

Tanaman)

Anggota

Prof. Dr. Supriadi (Fitopatologi)

Dr. Ir. Ireng Darwati (Fisiologi)

Dr. Ir. Dono Wahyuno (Fitopatologi)

Ir. Ekwasita Rini Pribadi (Sosial Ekonomi)

Dr. Siswanto (Entomologi)

Dr. Gusmaini, M.Si (Fisiologi)

Redaksi Pelaksana

Dra. Nur Maslahah, M.Si.

Hera Nurhayati, SP.

Eko Hamidi

Efiana, S.Mn

Tini Nurcahaya, S.Kom (IT Support)

Alamat

Jalan Tentara Pelajar No. 3 Cimanggu, Bogor 16111

Telp. (0251) 8321879 - Fax. (0251) 8327010

E-mail : [email protected]

Website : http://balittro.litbang.pertanian.go.id

URL : http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/bultro

Sumber Dana

DIPA Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

TA. 2019

ISSN : 0215-0824

e-ISSN : 2527-4414

BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT

terbit dua nomor setiap volume dalam satu tahun (Mei dan Desember) memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian

tentang tanaman rempah dan obat yang belum pernah dipublikasikan

Page 3: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

MITRA BESTARI

Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, M.Sc (Entomologi-

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat, Indonesia), (h-index : 6)

Prof. Dr. Ir. Deciyanto Soetopo (Entomology-

Indonesia Center for Estate Crops

Research and Development, Indonesia),

(h-index : 6)

Dr. Endah Retno Palupi (Biology Reproductive

Plant-Bogor Agricultural University,

Indonesian), (ID Scopus : 6506616270)

Dr. Ir. Eny Widajati, MS, (Seed Technology),

Bogor Agricultural University, Indonesia,

(h-index: 5),

Dr. Devi Rusmin (Seed Technologist-Indonesian

Spices and Medicinal Crops Research

Institute, Indonesia), (H-Index : 8)

Dr. Dodin Koswanudin (Epidemiologist-

Indonesian Center For Biotechnology and

Genetic Resources Research and

Development, Indonesia), (H-Index : 2)

Prof. Dr. Dwinardi Apriyanto (Ilmu Hama-

University Bengkulu, Indonesia), (Scopus

ID : 6507231035)

Prof. Dr. Ir. Dyah Iswantini (Biokimia-Institut

Pertanian Bogor, Indonesia), (ID Scopus :

6505944957)

Dr. Edi Santoso, SP., MSi (Ekofisiologi-

Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Faperta IPB, Indonesia)

Prof. Dr. Ir. Elna Karmawati (Entomologi-Center

for Estate Crops Research and

Development, Indonesia, (Scopus ID :

26531334600)

Dr. Hagus Tarno, Agr.Sc (Entomologi-Universitas

Brawijaya, Indonesia), (Scopus ID :

36163526900; h-index : 2)

Dr. I Ketut Ardana, (Agricultural Economy -

Indonesian Center for Estate Crops

Research and Development, Indonesian),

(h-index: 3)

Dr. Ir. I Made Samudera (Entomologi Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Biotek-

nologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian)

Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba (Entomologi-Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,

Indonesia), (h-index : 6)

Dr. Ifa Manzila, M.Si. (Epidemiologist-Indonesian

Center for Biotechnology and Genetic

Resources Research and Development,

Indonesia), (h-index : 4)

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. (Silviculture-

Southeast Asian Regional Centre for

Tropical Biology), (ID Scopus :

6603222376)

Dr. Irmanida Batubara, M.Si. (Natural Product

Chemistry-Center of Tropical Biofarmaka

Bogor Agriculture Institute, Indonesia),

(Scopus Id : 26031903000)

Dr. Ir. Ladiyani Retno Widowati, MSc,

(Indonesian Center for Biotechnology and

Genetic Resources Research and

Development, Indonesia)

Dr. Lisnawita (Fitopatologi-Universitas Sumatera

Utara, Indonesia), (Scopus ID:

55780066800)

Dr. Ir. Muhamad Yunus, M.Si (Plant Breeding-

Indonesian Center for Biotechnology and

Genetic Resources Research and

Development, Indonesia)

Prof. Dr. Nanik Setyowati (Budidaya Tanaman-

Universitas Bengkulu, Indonesia), (ID

Scopus : 57189367022)

Dr. Neni Rostini (Pemulia Tanaman-Universitas

Padjadjaran Bandung, Indonesia), (h-

index : 5)

Dr. Ir. Nurliani Bermawie (Pemuliaan-Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,

Indonesia), (Scopus ID ; 55993158700; h-

index : 1)

Dr. Ratu Safitri, MS (Mikrobiologi-Universitas

Padjajaran Bandung, Indonesia), (ID

Scopus : 6506729561)

Prof. Dr. Ir. Risfaheri, M.Si (Teknologi

Pascapanen-Indonesian Center for

Agricultural Postharvest Research and

Development, Indonesia)

Dr. Rita Noveriza (Virologi - Indonesian Spices

and Medicinal Crops Research Institute,

Indonesian), (ID Scopus : 55734904600)

Page 4: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Prof. Dr. Ir. Rosihan Rosman, MS (Ekofisiologi-

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat, Indonesia)

Dr. Ir. Siswanto, M.Phil, (Entomologi-Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perkebun-

an, Indonesia, Indonesia)

Dr. Sri Yuliani (Teknologi pascapanen-Indonesian

Center for Agricultural Postharvest

Research and Development, Indonesia),

(Scopus ID : 9844293200 / h-Index : 6)

Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P, Ph.D

(Plant Breeding-University of Jenderal

Soedirman, Indonesia), (Scopus ID :

6506751630)

Ir. Usman Daras, M.Agr.Sc (Budidaya Tanaman-

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat, Indonesia), (Scopus ID :

56429655600; h-index : 2)

Dr. Yudiwanti (Pemulia Tanaman-Institut

Pertanian Bogor, Indonesia), (h-index : 2)

Dr. Yulin Lestari (Kimia-Institut Pertanian Bogor,

Indonesia), (ID Scopus : 35107494200)

Dr. Yuyu Suryasari (Biologi Molekuler-Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi-

LIPI, Indonesia), (Scopus ID :

6503885123)

Dr. Ir. Widodo, M.S (Mikology - Bogor

Agricultural University, Indonesian), (ID

Scopus : 56502046800)

Page 5: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

ISSN : 0215-0824

e-ISSN : 2527-4414

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018

Volume 30, Nomor 2, Desember 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Buletin Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat Volume 30, Nomor 2, untuk tahun 2019 dapat diselesaikan. Buletin ini berisi 5 artikel yang terdiri

dari berbagai bidang masalah dan disiplin ilmu pada Tanaman Rempah dan Obat. Artikel pertama Effect of

Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus and Its Vector on Patchouli. Artikel kedua adalah

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor Berdasarkan Marka Morfologi. Artikel ke

tiga menyajikan Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih

Cengkeh Zanzibar. Artikel keempat Efek Formula Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol terhadap

Mortalitas dan Penghambatan Bertelur Wereng Cokelat. Artikel kelima adalah Formula Ekstrak Bonggol

Pisang Kepok Kuning (Musa acuminata x Musa balbisiana) sebagai Antiinflamasi

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua penulis yang sudah mengisi Buletin Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat (Bul. Littro) dan kepada semua pihak yang sudah membantu, sehingga Bul.

Littro dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Akhir kata semoga artikel dalam Bul. Littro ini bermanfaat,

khususnya bagi yang memerlukan.

Ketua Dewan Redaksi

Dr. Otih Rostiana, M.Sc

Page 6: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

ISSN : 0215-0824

e-ISSN : 2527-4414

Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018

Volume 30, Nomor 2, Desember 2019

DAFTAR ISI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus and Its Vector on Patchouli

Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih, and Sri Yuliani

59-68

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor Berdasarkan Marka

Morfologi

Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana

69-80

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih

Cengkeh Zanzibar

Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno

81-89

Efek Formula Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol terhadap Mortalitas dan

Penghambatan Bertelur Wereng Cokelat

Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun

90-99

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning (Musa acuminata x Musa balbisiana)

sebagai Antiinflamasi

Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya, dan Wisma Merry Anjani

100-110

Indek Penulis 111-111

Indek Abstrak 112-115

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Agency for Agricultural Research and Development

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

Indonesian Center for Estate Crops Research and Development

Bogor, Indonesia

Page 7: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 59 - 68

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v30n2.2019.59-68

0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

Accreditation Number : KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018 59

EFFECT OF CITRONELLA NANO BIOPESTICIDE AGAINST MOSAIC VIRUS

AND ITS VECTOR ON PATCHOULI

Pengaruh Nano Biopestisida Citronella terhadap Virus Mosaik dan Vektornya

pada Tanaman Nilam

Rita Noveriza1)

, Maya Mariana1)

, Tri Lestari Mardiningsih1)

, and Sri Yuliani2)

1) Indonesian Spices and Medicinal Crops Research Institute

Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 Indonesia 2)

Indonesian Center for Agricultural Post Harvest Research and Development

Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16124 Indonesia

INFO ARTIKEL ABSTRACT/ABSTRAK

Article history: Diterima: 04 Maret 2019

Direvisi: 24 Oktober 2019

Disetujui: 03 Desember 2019

The mosaic disease declines production and oil quality of patchouli. Antiviral-based

citronella oil has been formulated using a spontaneous emulsification technique

(nanotechnology). The previous result of the greenhouse trial showed the formula at

1-1.5 % concentrations suppressed the development of virus of about 82.5 %. The

field-scale tests is necessary to be performed to validate the effectiveness of

citronella nano biopesticide (CNB) against the mosaic virus and its vector on

patchouli. The study was conducted in patchouli plantation at two locations

(Pandeglang, Banten and Manoko, West Java). The research was arranged in a

Randomized Completed Block Design (RCBD) with 6 treatments and 10

replications, each replication consisted of 50 plants. The treatments were formula of

CNB at the concentration of (1) 0.5 %, (2) 1 %, (3) 1.5 %, (4) 2 %, (5) insecticide

(deltamethrin 0.2 %), and (6) control. The results showed that CNB formula at 1 %

concentration with a monthly application effectively suppressed the development of

mosaic disease in patchouli plants, and at 2 % concentration to control rolled-leaf

aphid. The lowest intensity of mosaic disease (at 1 % concentration) was in Banten

(23.12 %) and in West Java (18.35 %), while in control ranged from 26.31-44.94 %

(Banten) and 19.60-23.12 % (West Java). Efficacy Index (EI) in Banten ranged from

12.12-48.55 % and in West Java was 6.38-20.63 %. The lowest intensity of aphid

attack was showed by insecticide and CNB at 2 % concentration. The EI of CNB

was 35.33 % (Banten) and 51.71 % (West Java) respectively.

Key words:

Pogostemon cablin; nano-technology; virucide

Kata kunci: Pogostemon cablin; nano

teknologi; virusida

Penyakit mosaik menyebabkan penurunan produksi dan kualitas minyak nilam.

Formula anti virus berbasis minyak serai wangi dengan menggunakan teknik

pengemulsi spontan (teknologi nano) yang diuji pada skala rumah kaca

menunjukkan formula biopestisida nano serai wangi pada konsentrasi 1-1,5 %

menekan perkembangan virus 82,5 %. Validasi formula skala lapangan diperlukan

untuk mendapatkan konsentrasi biopestisida nano sitronela (BNS) yang paling

sesuai untuk mengendalikan virus mosaik dan vektornya pada tanaman nilam.

Penelitian telah dilakukan di dua lokasi penanaman nilam (Pandeglang, Banten dan

Manoko, Jawa Barat). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 10 ulangan, 50 tanaman/plot. Perlakuan

yang diuji adalah formula BNS pada konsentrasi (1) 0,5 %, (2) 1 %, (3) 1,5 %, (4) 2

%, (5) insektisida sintetik (deltamethrin 0,2 %) dan (6) kontrol. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa formula nano biopestisida dari minyak serai wangi pada

konsentrasi 1 % yang diaplikasikan setiap bulan efektif menekan perkembangan

penyakit mosaik pada tanaman nilam, sedangkan konsentrasi yang efektif untuk

pucuk daun menggulung akibat serangan kutu adalah 2 %. Intensitas penyakit

mosaik terendah (1 %) adalah di Banten (23,12 %) dan di Jawa Barat (18,35 %),

Page 8: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus ... (Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih and Sri Yuliani)

60

sedangkan pada kontrol berkisar antara 26,31-44,94 % (Banten) dan 19,60-

23,12 % (Jawa Barat). Tingkat efektivitas (TE) di Banten berkisar antara 12,12-

48,55 % dan di Jawa Barat berkisar antara 6,38-20,63 %. Intensitas serangan kutu

paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan insektisida dan nano biopestisida minyak

serai wangi pada konsentrasi 2 %. Tingkat efektivitas nano biopestisida minyak

serai wangi adalah 35,33 % (Banten) dan 51,71 % (Jawa Barat).

INTRODUCTION

The mosaic disease of patchouli has been

developing very fast, and within three years period,

the disease had spread to the central producing

patchouli in Sumatera, Java, and Sulawesi due to

vegetatively-cutting multiplication system of

patchouli. In 2013, the existence of a viral

infection of patchouli plantation was reported in

Cicurug, Manoko, and Cijeruk, West Java, caused

by Potyvirus, Potexvirus, Cucumber Mosaic Virus

(CMV) and Fabavirus (Miftakhurohmah et al.

2013). In 2015, there was also a report on

Potyvirus and Fabavirus infection in Banten

(Mariana dan Noveriza 2015). In addition, the

mosaic disease has also been found in patchouli

cultivation in Southeast Sulawesi (Taufik et al.

2012; (Taufik et al. 2014). Therefore, the use of

virus-free seeds and early detection methods for

patchouli seeds are the main concerns.

Furthermore, the handling of mosaic disease-free

patchouli seeds and its vector is essential

(Noveriza 2016).

Biological control comprises of various

technologies, e.g. the use of botanical pesticide.

Many kinds of plant species and techniques have

been used in the production of botanical pesticides

(Tiilikkala et al. 2011) for plant protection.

Mariana dan Noveriza (2013) reported that

citronella oil at 1.2 % concentration was able to

suppress the development of Potyvirus (89.78 %)

in the patchouli plant. This suggested that

citronella oil can reduce the population of

Potyvirus above 80 %, whereas clove oil at 1 %

concentration could suppress the mosaic virus up

to 45 % (Noveriza et al. 2016). Formulation of

citronella oil has been conducted by using the

method of spontaneous emulsification technique.

The result of the greenhouse scale study showed

the formula of citronella nano biopesticide at the

concentrations of 1-1.5 % repressed the

development of virus of about 82.5 %; while

citronella oil in the regular form was only 65-70 %

(Noveriza et al. 2017). Validation in the field is

important to obtain the effective and efficient

concentration to control mosaic disease in

patchouli. This research was aimed to obtain the

effective concentration of citronella nano

biopesticide to control the mosaic virus and its

vector on patchouli plant in the field.

MATERIALS AND METHODS

The field trials were located at two

patchouli plantations at (1) Babakan Kalanganyar

Village, Pandeglang, Banten; and (2) Manoko,

Lembang, West Java (Figure 1). The research were

arranged in a Randomized Completed Block

Design (RCBD) with 6 treatments and 10

replications, each replication consisted of 50

plants.

Preparation of patchouli plant material

The patchouli plant used was the

Sidikalang variety from Seeds Production

Management Unit of Indonesian Spices and

Medicinal Crops Research Institute (ISMCRI),

Bogor (Figure 2). Nano biopesticide formula with

a standard particle size of citronella oil 100-200

nm has been made in the Plant Protection

Laboratory of the ISMCRI using spontaneous

emulsification techniques. Patchouli seedlings

were propagated following the patchouli

propagation SOP (GAP on Patchouli, Minister of

Agriculture Regulation No 138-2014). One month-

old patchouli seedlings were then transplanted to

the field.

Page 9: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 59 - 68

61

Nano biopesticide formula application in the

field

The formula of citronella nano biopesticide

(volume 50-100 ml) was sprayed to the whole

patchouli plant every month during 6 months. The

treatments were four concentrations of nano

biopesticide of citronella, (0.5 %, 1 %, 1.5 %, and

2 %), synthetic insecticide (deltamethrin as active

ingredient) at 0.2 % concentration as positive

control and without pesticide as negative control.

Data collection

The incidence of mosaic disease was

recorded every month. The percentage of disease

incidence was calculated by counting the total

number of infected plants divided by the total

Figure 1. Patchouli planting in Babakan Kalanganyar Village, Pandeglang District, Pandeglang Regency, Banten

(a) and in Cikahuripan Village, Lembang District, West Bandung Regency, West Java (b) in mid-May

2017.

Gambar 1. Penanaman nilam di Desa Babakan Kalanganyar, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang,

Banten (a) dan di Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (b)

pada pertengahan bulan Mei 2017.

Figure 2. Patchouli seeds of Sidikalang varieties that are 1 month old and after being sprayed with citronella nano

biopesticides (a), citronella nano biopesticide (b).

Gambar 2. Benih nilam varietas Sidikalang yang berumur 1 bulan dan setelah disemprot nano biopestisida serai

wangi (a), nano biopestisida citronella yang digunakan (b).

Page 10: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus ... (Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih and Sri Yuliani)

62

number of plants multiplied by 100 (Akram dan

Naimuddin 2016).

The intensity of the mosaic disease was

conducted every month by observing the mosaic

symptoms appeared in each plant which were then

categorized following the score as presented in

Table 1. Disease intensity was calculated using the

formula as follows (Strange 2008):

I = Disease intensity/Intensitas penyakit.

ni = the number of plants in each category/jumlah

tanaman pada setiap kategori serangan.

vi = the scale value of each category/nilai skala pada setiap kategori serangan.

Z = the scale value of the highest category/nilai skala

pada kategori serangan tertinggi.

N = the number of plants observed/jumlah tanaman yang diamati.

Incidence of aphids attacks was conducted

every month by observing the rolled leaf due to

aphids attack. The percentage of aphid attack was

calculated by counting the total number of

damaged plants divided by the total number of

plants multiplied by 100 (Asare-Bediako et al.

2014).

Damage intensity (%) was conducted

every month by observing each plant which

showed roll leaf symptom and then scored as

presented in Table 2. The percentage of damage

intensity was calculated following (Pustika et al.

2012) formula.

%100x

Nxz

vnIP

IP = damage intensity (%)/intensitas serangan. n = number of affected plants by category (score 0, 1, 2,

3, 4)/jumlah tanaman yang terserang (skor 0, 1, 2,

3, 4). v = scale value (score) of each category/skala nilai pada

setiap kategori.

z = scale value (score) of the highest attack

category/skala nilai pada serangan tertinggi. N = total number of plants observed (n0 + n1 +.. +

n6)/jumlah tanaman yang diamati.

Efficacy level of nano biopesticide formula

against mosaic disease and aphid A. gossypii was

calculated following (Harni dan Baharuddin 2014).

EI = The effectiveness of the nano biopesticide formula

(%)/Efektivitas formula biopestisida nano (%).

Ca = Percentage of crops damage in control plot after

nano biopesticide application/Persentase kerusakan tanaman di petak kontrol setelah aplikasi

biopestisida nano.

Ta = Percentage of crops damage in treated plots after

nano biopesticides application/Persentase kerusakan tanaman di petak yang dirawat setelah

aplikasi biopestisida nano.

Formula tested was considered effective if the value of the

level of efficacy (EI) was ≥ 30 %/Formula yang diuji dianggap efektif jika nilai tingkat kemanjuran (EI) ≥ 30%.

Loss of yield was observed by weighing

fresh and dry weight of patchouli plants harvested

at 6 months after planting.

Table 1. Scores and description mosaic symptoms on

patchouli.

Tabel 1. Skor dan deskripsi gejala mosaik pada nilam.

Scores Description of mosaic symptoms

0 Plants are healthy, no symptom/

Tanaman sehat, tidak ada gejala.

1 Mild, striped symptoms on some parts of

the leaves and chlorosis/Gejala ringan,

belang pada beberapa bagian daun dan

klorosis.

2 Medium, symptomatic plants 15-25 %/

Sedang, tanaman simptomatik 15-25 %.

3 Heavy, symptomatic plants > 50 % and

plant malformations/Berat, tanaman

bergejala >50 % dan malformasi

tanaman.

Source : (Asare-Bediako et al. 2014) modified.

Sumber: (Asare-Bediako et al. 2014) dimodifikasi.

Table 2. Category and criteria for aphids attack.

Tabel 2. Kategori dan kriteria serangan kutu daun.

Category Criteria

0

1

2

3

4

X = 0

0 ≤ X ≤ 25

25 ≤ X ≤ 50

50 ≤ X ≤ 75

75 ≤ X ≤ 100

No damage/Tidak ada

kerusakan.

Light damage/Kerusak-

an ringan.

Moderate damage/

Kerusakan sedang.

Heavy damage/

Kerusakan parah.

Very heavy damage/

Kerusakan yang sangat

berat.

Page 11: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 59 - 68

63

RESULTS AND DISCUSSION

Mosaic disease and vector incidence

At both study sites, the lowest average

percentage of mosaic disease incidence was at 1 %

concentration (Figure 3). Therefore, 1 %

concentration was the most effective concentration

to suppress the development of mosaic disease in

the field. The results of Potyvirus detection with

the serology method showed that viral

concentration in the patchouli leaf sample from

Pandeglang (Banten) was higher than from

Manoko (West Java) (data were not shown). The

Potyvirus has been detected at high concentration

within the plant tissue since June 2017.

The average rolled leaf percentage due to

aphid attack on both study sites indicated that the

lowest one, other than insecticide, was shown at

2% concentration (Figure 4). The aphid attack was

higher in West Java than Banten, the opposite to

mosaic virus incidence.

DISEASE INTENSITY AFTER TREATMENT

In Pandeglang (Banten), the lowest

intensity of mosaic disease was indicated at 1 %

concentration with the efficacy level ranged from

12.12 to 48.55 % (Figure 5). However in Manoko

(West Java), there was no significant difference

between the treatment of 1 % concentration and

control, although it was significantly different from

other treatments. The efficacy level ranged from

6.38-20.63 % (Figure 6).

Harni dan Baharuddin (2014) stated that

the efficacy levels of biopesticides above 30 %

have been affirmed effective. Therefore, the

citronella nano biopesticide was effective for

controlling mosaic disease in patchouli plants

after 5 times applications (at 1 % concentration),

especially in the areas with high disease incidence.

Essential oils of some plants were antiviral, with

Figure 3. The disease incidence of mosaic disease in

the two study sites from May until

October 2017. Note : 1 = nano biopes-

ticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %;

3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Delta-

methrin) 0.2 %; 6 = without treatment

(control).

Gambar 3. Kejadian penyakit mosaik di dua lokasi

penelitian dari Mei hingga Oktober 2017.

Keterangan : 1 = konsentrasi nano

biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %;

4 = 2 %; 5 = insektisida (Deltamethrin) 0,2

%; 6 = tanpa perlakuan (kontrol).

Figure 4. Percentage of rolled leaf due to aphid

attack at two study sites from May until

October 2017. Note : 1 = nano biopes-

ticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 =

1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Delta-

methrin) 0.2 %; 6 = without treatment

(control).

Gambar 4. Persentase daun menggulung akibat

serangan kutu di dua lokasi penelitian dari

Mei hingga Oktober 2017. Keterangan : 1

= konsentrasi nano biopestisida 0,5 %; 2

= 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %; 5 = insek-

tisida (Deltamethrin) 0,2 %; 6 = tanpa

perlakuan (kontrol).

Page 12: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus ... (Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih and Sri Yuliani)

64

direct mechanisms by inactivating the virus

(Meneses et al. 2009). It also induced plant

resistance to viruses as well as enhancing plant

growth (Wang dan Fan 2014); Venkatesan et al.

2012).

INTENSITY OF APHID ATTACK AFTER

TREATMENT

In Pandeglang (Banten), the lowest

intensity of the leaf roller attack (aphid) was

indicated by 2 % concentration of nano

biopesticide and insecticide treatments (Figure 7)

with efficacy level of 35.33 %. The similar result

also occurred in Manoko (West Java) (Figure 8)

with the efficacy level 51.71 %. Based on the

statistical analysis, Deltametrin treatment was

significantly different to control at 1.5 %, and 2 %

concentrations. Gibson et al. (1982) revealed

deltamethrin could reduce the transmission of

persistent, semi-persistent and non-persistent

viruses by Myzus persicae (aphid) in greenhouses

and in the field.

Figure 5. Percentage of mosaic disease intensity in Pandeglang-Banten from May-October 2017. Note : 1 = nano

biopesticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Deltamethrin) 0.2 %;

6 = without treatment (control).

Gambar 5. Intensitas persentase penyakit mosaik di Pandeglang-Banten dari Mei-Oktober 2017. Keterangan : 1 =

konsentrasi nano biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %; 5 = insektisida (Deltamethrin) 0,2

%; 6 = tanpa perlakuan (kontrol).

Figure 6. Percentage of mosaic disease intensity in Manoko-West Java from May-October 2017. Note : 1 = nano

biopesticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Deltamethrin) 0.2 %;

6 = without treatment (control).

Gambar 6. Intensitas persentase penyakit mosaik di Manoko-Jawa Barat dari Mei-Oktober 2017. Keterangan : 1 =

konsentrasi nano biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %; 5 = insektisida (Deltamethrin) 0,2

%; 6 = tanpa perlakuan (kontrol).

Page 13: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 59 - 68

65

PLANT PRODUCTION

In Manoko, the highest dry weight of plant

was obtain at 1 % concentration application of

citronella nano biopesticides (294.91 g/plant), and

higher than 1.5 % concentration (272.62 g/plant),

but there were no siginicantly different. However,

the percentage of dead plant was found lower at 1

% treatment than at 1.5 % (Table 3). The

application of 1 % citronella nano biopesticide on

patchouli plants can avoid yield losses of patchouli

22.73-43.27 %, harvested at 6 months after

planting.

In Pandeglang, the highest dry weight of

plant was found at insecticide treatment (49.33

g/plant). The low yield in Pandeglang was due to

the high incidence and intensity of mosaic disease,

compounded by the infection of budok disease and

bacterial wilt. In addition, the planting season in

Pandeglang was also started at the beginning of the

dry season, due to the prolonged dry season.

Patchouli was very sensitive to drought, as

indicated by the high percentage of plant deaths in

control treatment (86.8 %). Nevertheless, the data

of plant production were still be able to collect in

the first harvest (6 months after planting).

Figure 7. Percentage intensity of leaf roller attack (aphid) in Pandeglang-Banten from May-October 2017. Note : 1

= nano biopes-ticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Deltamethrin)

0.2 %; 6 = without treatment (control).

Gambar 7. Persentase intensitas serangan rol daun (kutu) di Pandeglang-Banten dari Mei-Oktober 2017.

Keterangan : 1 = konsen-trasi nano biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %; 5 = insektisida

(Delta-methrin) 0,2 %; 6 = tanpa perlakuan (kontrol).

Figure 8. Intensity of leaf roller attack (aphid) in Manoko-West Java from May-October 2017. Note : 1 = nano

biopesticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Deltamethrin) 0.2 %;

6 = without treatment (control).

Gambar 8. Persentase intensitas serangan peng-gulung daun (kutudaun) di Manoko-Jawa Barat dari Mei-Oktober

2017. Keterang-an: 1 = konsentrasi nano biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %;

5 = insektisida (Deltamethrin) 0,2 %; 6 = tanpa perlakuan (kontrol).

Page 14: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus ... (Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih and Sri Yuliani)

66

The 1 % concentration of citronella nano

biopesticide was the most effective concentration

to suppress the intensity of mosaic disease attack

on patchouli. The result was similar to the green

house study on Chenopodium amaranticolor,

where 1-1.5 % concetration could inhibit the

Potyvirus population in the tested plants (Noveriza

et al. 2016; 2017). Meneses et al. (2009) stated that

the essential oil of Lippia alba, L. origanoides,

Oreganum vulgare and Artemisia vulgaris were

also efective as antiviral. However, the mechanism

was merely different, e.g. to kill the virus directly

and inactivate the virus. Furthermore, fraction and

subfraction of essential oils from Cymbopogon

nardus were reported to be more effective in

protecting cells against the entry of virus particles

into inoculated cells than other phases in the viral

replication (Aini et al. 2006). Therefore, protecting

patchouli plants from viral infections is better than

controlling infected plants. Thus, the plant

protection using nano biopesticide can be done in

the nursery.

The rolled leaf shoot caused by aphid

attack could be suppressed with the application of

citronella nano biopesticide at 2 % concentration.

Geraniol and citronella caused a reduction in some

biochemical parameters, such as protein and sugars

(A Guedes et al. 2018). Moreover, citronellal

compounds were known to act as an antifeedant

and repellent insecticides, as well as terpene

compounds, which was suspected to influence the

proliferation of insects (Usmiati et al. 2005; Koul

et al. 2008; Zaridah et al. 2003; Hierro et al.

2004).

The results of this study indicated that

there was no correlation between the high damage

patchouli plants by aphids attack with the high

intensity of mosaic disease (Figure 2), because the

aphids transmitted the virus in a non-persistent

manner. Alegbejo dan Abo (2002) stated there was

a positive correlation between the number of

winged aphids captured in the field with the

occurrence of Pepper veinal mottle virus (PVMV).

However, in this study, no winged aphis was

observed, although it was estimated that the aphids

population in one rolled shoot leaf was 176.7. The

life cycle of Aphis gossypii ranged from 9.5-21.5

days with the number of offspring borned by one

imago ranging from 12-46 aphids (Mardiningsih

dan Soetopo 1999).

The main concern in the spread and

transmission of the mosaic virus was plant material

that was not virus free and the source of virus

inoculums in the field. Thus, the application of

Table 3. The percentage of dead plants and yield of patchouli at the first harvest (6 months after planting) in two

locations.

Tabel 3. Persentase tanaman yang mati dan produksi terna tanaman nilam pada panen pertama (6 bulan setelah

tanam) di dua lokasi.

Treatment

Manoko-West Java Pandeglang-Banten

Fresh

weight

(kg/plot)*

Dry

weight

(kg/plot)*

Dead

plants

(%)

Dry weight

(g/plant)

Fresh

weight

(kg/plot)*

Dry

weight

(kg/plot)*

Dead

plants

(%)

Dry

weight

(g/plant)

1 133.46 66.16 21.8 169.21 bc 29.10 8.30 52.2 34.73

2 270.36 129.17 12.4 294.91 a 16.30 4.80 67.2 29.27

3 208.92 106.05 22.2 272.62 a 22.90 5.10 59.0 24.88

4 137.12 61.44 17.0 148.05 c 30.80 8.60 43.4 30.39

5 189.02 73.28 13.6 169.63 bc 49.10 14.80 40.0 49.33

6 288.48 99.81 15.0 234.85 ab 6.30 1.60 86.8 24.24

CV 34.41

Note : The number followed by the same letter in the same column were not significantly different at LSD 5 %. 1 = nano biopesticide at 0.5 % concentration; 2 = 1 %; 3 = 1.5 %; 4 = 2 %; 5 = insecticide (Deltamethrin) 0.2 %;

6 = without treatment (control).

* plot size was 120 m2.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji LSD 5 %. 1 = konsentrasi nano biopestisida 0,5 %; 2 = 1 %; 3 = 1,5 %; 4 = 2 %; 5 = insektisida (Deltamethrin) 0,2 %;

6 = tanpa perlakuan (kontrol).

* ukuran plot 120 m2

Page 15: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 59 - 68

67

insecticides and the eradication of infected plants

were not enough to reduce the virus spread

(Fajinmi 2013). Therefore, it is necessary to

provide active ingredients which possess antiviral

efficacy, such as citronella nano biopesticides.

The incidence of the mosaic disease was

higher in Pandeglang (155 m asl) than in Manoko

(1200 m asl). Dahal (1992) reported that the

epidemic viral infections usually occurred in the

lowlands (around 250 m asl) and decreased at the

higher altitudes (> 1500 m asl). Fajinmi (2011)

also revealed that ecological characteristics, plant

vegetation (the number of secondary host plants)

and the warm humid climate influenced the

incidence and severity of viral infections

(Potyvirus).

CONCLUSION

Nano biopesticide formula from citronella

oil at 1 % concentration which were applied every

month, effectively suppressed the development of

mosaic disease in patchouli plants. Further, at 2%

concentration, the formula found to be effective to

control aphids attack. The efficacy index (EI) of

the formula was 12.12-48.55 % in Pandeglang and

6.38-20.63 % in Manoko.

ACKNOWLEDGMENT

The authors would like to thank Mr.

Sumarno (Agricultural Extension Officer in

Pandeglang), Siti Nuryanih, Zulhisnain,

Sutrasman, Siti Riffiah, Edi Armadi and Endang

Sugandi (ISMCRI) for their assistant in the field.

The research was funded by the SMARTD project

of IAARD 2017. A part of this paper has been

presented at the International Conference of

Essential Oil (ICEO) in Malang-Indonesia on

October 11-12, 2017.

REFERENCES

A Guedes, C., Wanderley-Teixeira, V., Dos Santos

Cruz, G., De Andrade Dutra, K., Jose

Cavalcanti Lapa Neto, C., AC Teixeira, A. &

V De Oliveira, J. (2018) Effect of Geraniol

and Citronellal Compounds on Biochemical

and Reproductive Parameters of Spodoptera

frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae). Journal

of Crop Protection. 7 (3), 293-302.

Aini, M.N.N., Said, M.I., Nazlina, I., Hanina, M.N.

& Ahmad, I.B. (2006) Screening for Antiviral

Activity of Sweet Lemongrass (Cymbopogon

nardus (L.) Rendle) Fraction. Journal of

Biological Sciences. 6 (3), Asian Network for

Scientific Information, 507-510.

Akram & Naimuddin (2016) Management of

Mungbean Yellow Mosaic Disease and Effect

on Grain Yield. Indian Journal of Plant

Protection. 44 (1), 127-131.

Alegbejo, M.D. & Abo, M.E. (2002) Ecology,

Epidemiology and Control of Pepper Veinal

Mottle Virus (PVMV), Genus Potyvirus in

West Africa. Journal of Sustainable

Agriculture. 20 (2), 5-16.

doi:10.1300/J064v20n02_03.

Asare-Bediako, E., Addo-Quaye, A. & Bi-Kusi, A.

(2014) Comparative Efficacy of

Phytopesticides in the Management of

Podagrica spp and Mosaic Disease on Okra

(Abelmoschus esculentus L.). American

Journal of Experimental Agriculture. 4 (8),

879-889.

a Potyvirus-like Disease of Zucchini squash in

Nepal. Tropical Pest Management. 38 (2),

144-151. doi:10.1080/09670879209371672.

Fajinmi, A.A. (2011) Agro-ecological Incidence

and Severity of Pepper Veinal Mottle Virus

(PVMV), Genus Potyvirus Family

Potyviridae, on Cultivated Pepper (Capsicum

annum L.) in Nigeria. Archives of

Phytopathology and Plant Protection. 44 (4),

307-319. doi:10.1080/03235400903145335.

Fajinmi, A.A. (2013) Pepper Veinal Mottle Virus,

a Potyvirus of Pepper Under Tropical

Conditions. International Journal of

Vegetable Science. 19 (2), 150-156.

doi:10.1080/19315260.2012.687439.

Gibson, R.W., Rice, A.D. & Sawicki, R.M. (1982)

Effects of the Pyrethroid Deltamethrin on the

Acquisition and Inoculation of Viruses by

Myzus persicae. Annals of Applied Biology.

100 (1), 49-54. doi:10.1111/j.1744-

7348.1982.tb07190.x.

Harni, R. & Baharuddin (2014) Kefektifan Minyak

Cengkeh, Seraiwangi dan Ekstrak Bawang

Putih terhadap Penyakit Vascular Streak

Dieback (Ceratobasidium theobromae) pada

Kakao. Jurnal Tanaman Industri dan

Penyegar. 1 (3), 167-174.

Page 16: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Effect of Citronella Nano Biopesticide Against Mosaic Virus ... (Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih and Sri Yuliani)

68

Hierro, I., Valero, A., Perez, P., Gonzalez, P.,

Cabo, M.M., Montilla, M.P. & Navarro, M.C.

(2004) Action of Different Monoterpenic

Compounds Against Anisakis Simplex SIL,

Larvae. Phytomedicine. 11 (1), 77-82.

Koul, O., Walia, S. & Dhaliwal, G.S. (2008)

Essential Oils as Green Pesticides: Potential

and Constraints. Biopesticides International. 4

(1), 63-84.

Mardiningsih, T.L. & Soetopo, D. (1999) Biologi

Aphis gossypii pada Tanaman Nilam dan

Preperensinya pada beberapa Tanaman

Rempah dan Obat. In: Prosiding Seminar

Biologi Menuju Milenium III. Yogyakarta, 20

November 1999, pp. 29-38.

Mariana, M. & Noveriza, R. (2015) Deteksi Virus

pada Pertanaman Nilam di Pandeglang,

Banten. Warta Balittro. 32 (64), 5-6.

Mariana, M. & Noveriza, R. (2013) Potensi

Minyak Atsiri untuk Mengendalikan

Potyvirus pada Tanaman Nilam. Jurnal

Fitopatologi Indonesia. 9 (1), 53-58.

doi:10.14692/jfi.9.2.53.

Meneses, R., Ocazionez, R.E., Martinez, J.R. &

Stashenko, E.E. (2009) Inhibitory Effect of

Essential Oils Obtained from Plants Grown in

Colombia on Yellow Fever Virus Replication

In Vitro. Annals of Clinical Microbiology and

Antimicrobials. 8 (8), 1-8. doi:10.1186/1476-

0711-8-8.

Miftakhurohmah, Suastika, G. & Damayanti, T.A.

(2013) Deteksi Secara Serologi dan Molekuler

Beberapa Jenis Virus yang Berasosiasi dengan

Penyakit Mosaik Tanaman Nilam

(Pogostemon cablin Benth). Jurnal Penelitian

Tanaman Industri. 19 (3), 130-138.

Noveriza, R. (2016) Current Status of Mosaic

Disease on Patchouli and Its Control.

Perspektif. 15 (2), 87-95.

doi:10.21082/psp.v15n2.2016.87-95.

Noveriza, R., Mardiningsih, T.L., Miftakhurohmah

& Mariana, M. (2016) Antiviral Effect of

Clove Oil Combined with Citronella Oil to

Control Mosaic Disease and its Vector on

Patchouli Plant. In: Djiwanti,S.R. et al. {eds.).

In: lnnovation on Biotic ond Abiotic Stress

Management to Maintain Productivity ol

Spice Crops in lndonesia. IAARD Press, pp.

91-96.

Noveriza, R., Mariana, M. & Yuliani, S. (2017)

Keefektifan Formula Nanoemulsi Minyak

Serai Wangi Terhadap Potyvirus Penyebab

Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam.

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat. 28 (1), 47-56.

doi:10.21082/bullittro.v28n1.2017.47-56.

Pustika, A., Budiarty, S., Bekti, U.B., Anshori, A.

& Srihartanto, E. (2012) Populasi dan

Intensitas Serangan Hama pada beberapa

Varietas Kedelai di Lahan Kering Gunung

Kidul. In: Prosiding Seminar Hasil Penelitian

Tanaman Aneka kacang dan Umbi. pp. 265-

271.

Strange, A.W. (2008) Intoduction to Plant

Pathology. New York (US): John Wiley and

Sons Ltd.

Taufik, M., Hasan, A., Khaeruni, A., Gusnawaty,

H.S. & Mamma, S. (2014) Deteksi Potyvirus

pada Nilam (Pogostemon cablin (Blanco)

Benth) dengan Teknik ELISA di Sulawesi

Tenggara. Jurnal Agroteknos. 4 (1), 53-57.

Taufik, M., Hasan, A. & Noveriza, R. (2012)

Informasi Baru: Keberadaan Penyakit Virus

pada Tanaman Nilam di Sulawesi Tenggara.

In: Seminar Nasional PFI Komda Sultra dan

Jurusan Agroteknologi Unhalu, 22-23 Mei

2012 di Hotel Attaya Kendari. pp. 1-4.

Tiilikkala, K., Lindqvist, I., Hagner, M., Setala, H.

& Perdikis, D. (2011) Use of Botanical

Pesticides in Modern Plant Protection. In:

Pesticides in the Modern World. pp. 260-272.

Usmiati, S., Nurdjannah, N. & Yuliani, S. (2005)

Limbah Penyulingan Sereh Wangi dan Nilam

sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah

(Musca domestica). Journal of Agroindustrial

Technology. 15 (1), 10-16.

Venkatesan, S., Radjacommare, R., Nakkeeran, S.

& Chandrasekaran, A. (2012) Effect of

Biocontrol Agent, Plant Extracts and Safe

Chemical in Suppression of Mungbean

Yellow Mosaic Virus (MYMV) in Black

Gram (Vigna mungo). Archives of

Phytopathology and Plant Protection. 43 (1),

59-72. doi:10.1080/03235400701652508.

Wang, C. & Fan, Y. (2014) Eugenol Enhance the

Resistance of Tomato Against Tomato Yellow

Leaf Curl Virus. Journal of the Science of

Food and Agriculture. 94 (4), 677-682.

Zaridah, M.Z., Nor Azah, M.A., Abu Said, A. &

Mohd Faridz, Z.P. (2003) Larvicidal

Properties of Citronellal and Cymbopogon

nardus Essential Oils from Two Different

Localities. Trop Biomed. 20 (2), 169-174.

Page 17: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v30n2.2019.69-80

0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

Accreditation Number : KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018 69

HUBUNGAN KEKERABATAN PALA POPULASI TIDORE, TERNATE, DAN

BOGOR BERDASARKAN MARKA MORFOLOGI

The Relationship of Nutmeg Populations from Tidore, Ternate, and Bogor Based on

Morphological Marker

Tias Arlianti1,3)

, Desta Wirnas2)

, Sobir2)

, dan Otih Rostiana3)

1) Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor 2)

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Jalan Meranti, Kampus IPB, Darmaga Bogor 16680 3)

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 1611

INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT

Article history:

Diterima: 8 August 2019

Direvisi: 18 October 2019

Disetujui: 23 December 2019

Pala Banda (Myristica fragrans) adalah salah satu komoditas rempah utama

Indonesia. Pusat asal dan keragaman genetik pala ada di Kepulauan Maluku,

Maluku Utara, Siau, serta Papua, sedangkan Bogor termasuk salah satu wilayah

pengembangan terluas di Jawa Barat. Karakter keragaman pala Bogor belum banyak

dipelajari, padahal informasi ini penting untuk pembentukan varietas lokal dan

pemenuhan kebutuhan benih. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman dan

hubungan kekerabatan populasi pala Tidore, Ternate, dan Bogor. Percobaan

dilakukan di delapan lokasi, yaitu Tidore (Gurabunga dan Jaya), Ternate

(Marikurubu) dan Bogor (Cigombong, Ciawi, Leuwisadeng, Sukajadi, dan

Tamansari) sejak November 2017 sampai dengan Desember 2018. Bahan penelitian

yang digunakan adalah 46 aksesi pala berumur 8-30 tahun yang pertumbuhannya

baik dan jelas asal-usulnya. Pengamatan menggunakan metode observasi langsung

pada karakter habitus, daun, buah, biji, fuli, dan bunga berdasarkan deskriptor

tanaman buah tropis IPGRI. Kemiripan antar aksesi dihitung menggunakan jarak

Gower. Hasil penelitian menunjukkan keragaman karakter morfologi terlihat pada

bentuk buah, bentuk pangkal dan ujung buah, warna buah dan bentuk pohon. Tebal

fuli merupakan karakter dengan nilai keragaman terbesar (50,38 %). Keragaman

morfologi intra populasi umumnya rendah kecuali pada karakter buah dan berat fuli.

Kekerabatan populasi pala Bogor lebih dekat dengan Ternate dibandingkan Tidore.

Tingkat kemiripan populasi pala Bogor dengan populasi Ternate mencapai 60 %,

sementara kemiripan dengan pala Tidore 46 %. Hubungan kekerabatan antara lima

populasi pala Bogor sangat dekat. Populasi Leuwisadeng, Tamansari dan Sukajadi

adalah populasi pala Bogor yang memiliki hubungan kekerabatan dan tingkat

kemiripan tertinggi, rata-rata sebesar 80 %.

Kata kunci: Myristica fragrans; fenotipe;

kemiripan genetik;

keragaman

Keywords:

Myristica fragrans;

phenotype; genetic similarity; diversity

Banda Nutmeg (Myristica fragrans), is one of Indonesia's main spices commodities.

Maluku Island, North Maluku, Siau, and Papua are the center of origins and center

of nutmeg diversity; whereas, Bogor is the largest nutmeg cultivation area in West

Java. The diversity and relationship between Bogor nutmeg with Maluku nutmeg

have not been studied, even though it is crucial for local varieties selection and

seeds provision. The study aimed to determine the diversity and relationship of

nutmegs from Tidore, Ternate, and Bogor. The experiment was conducted in eight

locations: Tidore (Gurabunga and Jaya), Ternate (Marikurubu), and Bogor

(Cigombong, Ciawi, Leuwisadeng, Sukajadi, and Tamansari) from November

2017 - December 2018. Materials used were 46 nutmeg accessions of 8-30 year old

plants with good growth and known of their origin. The experiments were

performed using direct observation methods on habitus, leaf, fruit, seed, mace, and

flower followed IPGRI descriptor. The results showed that qualitative diversity was

Page 18: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

70

observed in the fruit shape, shape of fruit-based and fruit-tip, fruit color, and tree

shape. Mace thickness was the most substantial diversity for the quantitative

character (50.38 %). The difference within intra-population in all aspects observed

was low, except for the fruit character and mace weight. The genetic relatedness of

the Bogor population was closer to Ternate (60 %) than Tidore (46 %). The genetic

relationship amongst five Bogor populations found to be very close. Further,

Leuwisadeng, Tamansari, and Sukajadi populations were found to have the highest

genetic relationship and similarity (80 %).

PENDAHULUAN

Pala merupakan salah satu komoditas

rempah utama Indonesia, selain lada, cengkeh, dan

kayumanis (Marzuki et al. 2008). Bagian tanaman

pala yang memiliki nilai ekonomi adalah biji,

buah, dan fuli yang digunakan dalam berbagai

industri minuman, makanan, farmasi, dan kosmetik

(Rahadian 2009). Ekspor pala Indonesia berupa

biji, fuli, dan produk turunan fuli menguasai pasar

dunia berturut-turut sebesar 36, 83, dan 54 %

(Trade Map 2018). Volume ekspor pala dari

Indonesia ke pasar Eropa meningkat dalam lima

tahun terakhir, yaitu dari 12.849 ton (2012)

menjadi 19.936 ton (2017) (Kementan 2017). Hal

ini perlu diantisipasi dengan penyediaan bahan

baku bermutu dan berkelanjutan untuk mencegah

penolakan ekspor pala Indonesia di pasar dunia.

Peningkatan kualitas biji dan fuli pala merupakan

target utama dalam budidaya tanaman pala (Arief

et al. 2015). Salah satu aspek yang dapat

menurunkan kualitas pala Indonesia adalah

campuran jenis/varietas, mengingat di Indonesia

terdapat berbagai jenis pala dengan mutu beragam.

Indonesia merupakan pusat asal (center of

origin) dan pusat keragaman genetik (center of

diversity) pala (Purseglove et al. 1981; Weiss

2002). Species pala yang telah banyak dibudidaya-

kan dan dimanfaatkan di Indonesia adalah

Myristica succedanea Warb., M. argentea Reinw,

dan M. fragrans Houtt (Heyne 1987). M. fragrans

atau lebih dikenal sebagai Pala Banda, paling

banyak dibudidayakan karena bernilai ekonomi

tinggi dengan kandungan minyak atsiri dan

myristisin lebih tinggi dibandingkan spesies lain.

Pala Banda telah menyebar luas ke berbagai

tempat, seperti Grenada, Penang Malaysia, Sri

Lanka, dan Kerala India. Di Indonesia, Pala Banda

telah dikembangkan secara komersial di Bengkulu,

Aceh, Lampung, Sumatera Barat, dan Pulau Jawa.

Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra

budidaya pala di Jawa Barat. Berdasarkan data

statistik Kementan (2018), Kabupaten Bogor

merupakan kabupaten dengan areal pertanaman

dan penghasil pala terbesar di Jawa Barat, yaitu

seluas 1.696 hektar. Areal tanaman produktif

seluas 963 hektar dengan produksi 490 ton dan

rata-rata produktivitas sebesar 508,98 kg.ha-1

.

Pala Bogor memiliki bentuk daun obovat-

lanset, bentuk buah bulat atau bulat-oval, biji bulat

atau membulat, dan kandungan minyak atsiri biji

muda 13,83 % (Kementan 2019). Berdasarkan

hasil penelusuran di beberapa lokasi pengembang-

an pala di Kabupaten Bogor, diketahui bahwa pala

Bogor berkembang sejak era kolonial Belanda

dengan asal usul benih dari Indonesia Timur,

kemungkinan dari Maluku. Pala Banda asal Tidore,

Maluku Utara memiliki karakter antara lain bentuk

daun obovat, warna buah merah kecoklatan, bentuk

buah bulat dan warna fuli merah darah (Kementan

2009b). Sementara Pala Banda asal Ternate,

memiliki karakter daun obovat, bentuk buah bulat

(Kementan 2009a). Berdasarkan data tersebut, Pala

Bogor memiliki beberapa kemiripan sifat fenotip

dengan Pala Banda asal Maluku, tetapi juga

terdapat beberapa perbedaan. Hal ini kemungkinan

telah terjadi adaptasi terhadap lingkungan tumbuh

yang baru sehingga terbentuk ekotipe baru, yang

menghasilkan karakter morfologi yang berbeda

serta keragaman pada populasi Pala Bogor,

mengingat pala juga diperbanyak secara generatif

dengan biji. Namun, tingkat keragaman dan

kekerabatan antar populasi Pala Bogor belum

diketahui.

Sumberdaya genetik pala yang besar,

termasuk Pala Banda ditemukan terutama di

Kepulauan Maluku, Maluku Utara, Siau, serta

Papua (Arrijani 2005; Anandararaj et al. 2005;

Peter 2001). Pala Banda yang telah menyebar di

berbagai daerah diperkirakan berasal dari Maluku,

yang kemudian beradaptasi dengan kondisi

Page 19: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

71

lingkungan setempat. Marzuki (2007) menyatakan

bahwa perbedaan ekotipe tumbuh mengakibatkan

terdapat sifat-sifat morfologi yang cenderung

berubah sesuai ekotipe. Pala Banda di daerah

budidaya seperti Sumatra, Aceh, dan Jawa

kemungkinan memiliki karakteristik khusus yang

berbeda dengan pala di Maluku. Keragaman pala

yang ada di luar Maluku belum banyak diteliti,

termasuk di wilayah Jawa Barat, diantaranya Pala

Bogor. Karakterisasi keragaman penting dilakukan

terutama untuk pembentukan varietas lokal dan

pemenuhan kebutuhan benih.

Di dalam penelitian ini, keragaman dan

kekerabatan populasi pala Bogor dianalisis dan

dibandingkan dengan pala dari daerah asalnya,

Maluku yaitu dengan pala Tidore, dan Ternate.

Deteksi keragaman dan hubungan kekerabatan

dapat dilakukan dengan menggunakan penanda

genetik, salah satunya adalah marka morfologi.

Karakterisasi sifat morfologi merupakan cara

determinasi yang paling mudah dan cepat untuk

menilai sifat agronomi dan klasifikasi taksonomi

tanaman. Pengamatan karakter morfologi harus

mengikuti metode yang valid dan sistematis

(Tjitrosoepomo 2001). Keragaman genetik pala

berdasarkan penanda morfologi pada satu wilayah

telah banyak diteliti (Risliawati 2007; Soeroso

2012; Bermawie et al. 2015; Robert et al. 2015).

Penelitian bertujuan mengetahui keragamaan dan

kekerabatan populasi pala Tidore, Ternate dan

Bogor. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaat-

kan dalam program pengembangan pala.

BAHAN DAN METODE

Bahan tanaman

Penelitian dilakukan sejak November 2017

sampai dengan Desember 2018 di delapan lokasi

(Tabel 1) dan di Laboratorium Pemuliaan

Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat (Balittro). Bahan tanaman yang digunakan

adalah 46 aksesi pala yang dipilih berdasarkan

metode purposive random sampling dengan

kriteria kisaran umur 8-30 tahun, telah berbuah,

bebas penyakit dan benih diketahui jelas asal

usulnya.

Pengamatan karakter morfologi

Karakter morfologi yang digunakan

sebagai penciri tanaman mengacu pada Tropical

Fruits Descriptors (IPGRI 1980; Marzuki 2007;

Tjitrosoepomo 2001). Pengamatan dilakukan

menggunakan metode observasi langsung pada 41

parameter yang meliputi karakter habitus, daun,

buah, biji dan fuli. Data habitus diperoleh dari

masing-masing pohon; daun dari 10 sampel daun

yang telah terbuka sempurna dan dipilih secara

acak pada tiap pohon; buah, biji dan fuli dari 10

Tabel 1. Kode, lokasi asal, ketinggian tempat, jumlah tanaman dan kisaran umur aksesi pala.

Table 1. The code, origin, altitude, number of plant, and the plant age of nutmeg accessions.

Kode

Aksesi Kelurahan Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi

Ketinggian

tempat

(m dpl)

Jumlah

tanaman

Kisaran

umur

(tahun)

TG Gurabunga Tidore Tidore Kepulauan Maluku Utara 700 7 15-30

TJ Jaya Tidore Utara Tidore Kepulauan Maluku Utara 500 5 15-25

R Marikurubu Ternate Tengah Ternate Maluku Utara 215 8 15-25

BL Leuwisadeng Leuwisadeng Bogor Jawa Barat 470 7 15-30

BT Tamansari Tamansari Bogor Jawa Barat 576 4 8-15

BP Sukajadi Tamansari Bogor Jawa Barat 556 3 8-15

BC Ciawi Ciawi Bogor Jawa Barat 518 6 8-12 CG Cigombong Cigombong Bogor Jawa Barat 578 6 8-10

Page 20: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

72

sampel buah pada masing-masing pohon yang

memiliki tingkat kematangan dan ukuran yang

seragam.

Analisis data

Data kuantitatif dianalisis dengan

menghitung nilai rataan, maksimum dan minimum,

simpangan baku dan koefisien keragaman (KK).

Analisis data kualitatif dilakukan secara deskriptif.

Keragaman karakter kualitatif populasi dihitung

berdasarkan presentasi jumlah aksesi dalam

populasi yang memenuhi karakter yang diamati

(Suratman dan Setyawan 2000). Pengolahan data

kuantitatif dan kualitatif dilakukan dengan

menggunakan software MINITAB 17. Tingkat

kekerabatan antar populasi dihitung menggunakan

analisis gerombol dengan program PBSTAT.

Kemiripan antar populasi dihitung menggunakan

jarak Gower dan penggerombolan dilakukan

dengan metode agglomerative UPGMA

(Unweighted Pair Group Method with Arithmetic

Mean). Karakteristik aksesi dalam suatu gerombol

memiliki tingkat kemiripan yang tinggi (Mattjik

dan Sumertajaya 2011). Semakin kecil jarak

Gower maka kemiripan antar aksesi semakin

tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman karakter kualitatif

Hasil pengamatan pada 21 karakter

kualitatif memperlihatkan seluruh populasi

memiliki kesamaan bentuk ujung daun

(meruncing), bentuk pangkal daun (runcing),

karakter tulang daun bagian atas (datar) serta vigor

tanaman (kekar). Keragaman karakter kualitatif

terlihat pada bentuk pohon, bentuk daun, bentuk

buah, bentuk ujung dan pangkal buah, serta warna

buah (Gambar 1).

Pengamatan karakter kualitatif pada

tingkat intra populasi memperlihatkan keragaman

pada populasi dan karakter tertentu. Populasi

Gurabunga (TG) dan Jaya (TJ) memiliki

keragaman karakter bentuk pangkal buah dan

bentuk ujung buah (Gambar 2). Keragaman warna

buah masak juga terlihat pada populasi Gurabunga

(TG), dimana terdapat warna buah kuning

keemasan dan coklat. Penelitian Soeroso (2012)

menyatakan bahwa aksesi pala dari Patani dan

Tidore memiliki variasi tinggi dalam karakter

bentuk buah, warna buah tua dan bentuk biji.

Gambar 1. Histogram karakter kuantitatif pada 46 aksesi pala populasi Tidore, Ternate, dan Bogor.

Figure 1. The histogram of quantitative characters of 46 nutmeg accesions from Tidore, Ternate, and Bogor

populations.

Page 21: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

73

Seluruh populasi memperlihatkan

keragaman pada karakter bentuk buah, kecuali

populasi Jaya (TJ) yang didominasi oleh bentuk

buah oblat dan populasi Marikurubu (R) dengan

bentuk buah oval. Populasi Leuwisadeng (BL),

Tamansari (BT) dan Ciawi (BC) memiliki bentuk

buah oval atau bulat, sama dengan karakteristik

varietas lokal Bogor (Kementan 2019). Keragaman

karakter yang terbentuk pada satu lokasi, meskipun

diperkirakan satu spesies sangat mungkin terjadi

karena sifat dioecious. Pala merupakan tanaman

dioecious (Flach 1966; Ackerly et al. 1990;

Sharma dan Armstrong 2013) dimana bunga jantan

dan betina terdapat pada pohon yang berbeda,

dengan sistem penyerbukan silang, meskipun ada

tanaman pala jantan pala jantan yang mampu

menghasilkan buah (Flach 1966).

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Keterangan/Note : TG = Gurabunga-Tidore BT = Tamansari-Bogor

BC = Ciawi-Bogor

BP = Sukajadi-Bogor

BC = Cigombong-Bogor

TJ = Jaya-Tidore

R = Marikurubu-Ternate

BL= Leuwisadeng-Bogor

Gambar 2. Keragaman karakter kualitatif pala populasi Tidore, Ternate dan Bogor : (a) bentuk pohon, (b) bentuk

daun, (c) bentuk pangkal buah, (d) bentuk ujung buah, (e) bentuk buah, dan (f) warna buah.

Figure 2. The diversity of qualitative characters in the nutmeg population from Tidore, Ternate, and Bogor : (a) tree

shape, (b) leaf shape, (c) fruit-base shape, (d) fruit-tip shape, (e) fruit shape, (f) fruit color.

Page 22: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

74

Keragaman kuantitatif

Hasil analisis data memperlihatkan

koefisien keragaman (KK) dari 20 karakter

kuantitatif yang diamati berkisar antara 8,28 -

50,38 % (Tabel 2). Tingkat keragaman suatu

populasi dapat diduga dengan menggunakan nilai

KK. Menurut Suratman dan Setyawan (2000),

kategori tingkat keragaman berdasarkan nilai KK

terbagi empat yaitu rendah (0-25 %), sedang (21,1-

50 %), tinggi (50,1-75 %), dan sangat tinggi (75,1-

100 %). Berdasarkan kategori tersebut, tebal fuli

merupakan karakter dengan tingkat keragaman

tinggi (50,38 %). Panjang daun, lebar kanopi, tebal

daun dan lebar daun merupakan karakter dengan

tingkat keragaman sedang (Tabel 2).

Karakter produksi seperti panjang biji,

bobot biji, bobot buah, tebal daging buah dan

bobot fuli juga termasuk dalam kategori tingkat

sedang. Panjang ujung daun, panjang buah,

diameter buah, panjang tangkai buah termasuk

dalam kategori rendah (8,28-22,04), artinya

seluruh populasi menunjukkan nilai seragam pada

keempat karakter tersebut (Tabel 2). Keragaman

morfologi yang tinggi merupakan materi dasar

yang penting dalam kegiatan pemuliaan terutama

untuk penentuan pohon induk terpilih (Crowder

2010)

Tingkat keragaman karakter kuantitatif

intra populasi berdasarkan nilai KK pada setiap

populasi menunjukkan, keragaman tiap populasi

termasuk dalam kategori sedang atau rendah.

Dengan kata lain, aksesi dalam satu populasi

cenderung memiliki kisaran nilai karakter

kuantitatif yang sama. Karakter kuantitatif sangat

dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga tanaman

yang berada pada satu lingkungan, kemungkinan

akan memperlihatkan kisaran nilai kuantitatif yang

sama.

Keragaman intra populasi yang tinggi

terutama terdapat pada karakter tebal fuli, dengan

nilai KK tiap populasi berkisar 19,1-57,52

(Tabel 3). Populasi Leuwisadeng, Sukajadi dan

Ciawi memiliki keragaman bobot fuli yang tinggi.

Sementara populasi Jaya, Tamansari, Marikurubu

dan Cigombong termasuk dalam kategori sedang.

Populasi Gurabunga, Jaya dan Ciawi memiliki KK

dengan kisaran sedang dan tinggi pada karakter

produksi (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan

bahwa keragaman intra populasi pada empat lokasi

tersebut cukup tinggi.

Tabel 2. Nilai rataan, ragam dan koefisien keragaman (KK) aksesi pala populasi Tidore, Ternate, dan Bogor.

Table 2. The mean, variance, and coefficient of variation (CV) of the nutmeg populations from Tidore, Ternate, and

Bogor.

No Parameter pengamatan Rataan Ragam KK

1. Kanopi (m) 9,31±3,25 10,57 34,92

2. Lingkar batang (m) 1,13±0,38 0,15 33,79

3. Panjang daun (cm) 11,99±4,15 17,23 34,61

4. Lebar daun (cm) 4,83±2,01 4,05 41,66

5. Rasio panjang/lebar daun 2,80±1,02 1,05 36,54

6. Panjang ujung/daun (cm) 1,26±0,28 0,08 22,04

7. Panjang tangkai daun (cm) 1,32±0,38 0,14 28,90

8. Tebal daun (mm) 0,29±0,10 0,01 35,88

9. Panjang tangkai buah (cm) 1,62 ±0,35 0,12 21,35

10. Diameter buah (cm) 47,35±5,69 32,33 12,01

11. Panjang buah (cm) 53,4±5,62 31,55 10,52

12. Bobot buah/butir (g) 63,09±19,75 389,95 31,30

13. Tebal daging buah (cm) 9,14±3,29 10,85 36,06

14. Rasio panjang/diameter buah 1,13±0,09 0,01 8,28

15. Panjang biji (cm) 27,07±7,31 53,45 27,01

16. Diameter biji (cm) 22,73±4,77 22,76 20,99

17. Rasio panjang/diameter biji 1,20±0,22 0,05 18,55

18. Bobot biji/butir (g) 9,80±2,76 7,60 28,13

19. Berat fuli (g) 1,56±0,78 0,60 49,89

20. Tebal fuli (g) 0,77±0,39 0,15 50,38

Page 23: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

75

Hubungan kekerabatan aksesi pala populasi

Tidore, Ternate dan Bogor

Hasil analisa pengelompokan berdasarkan

29 karakter kuantitatif dan kualitatif disajikan pada

Gambar 3. Delapan populasi yang diamati terbagi

menjadi dua kelompok pada koefisien

ketidakmiripan 0,55. Kelompok I terdiri atas

populasi Tidore, yaitu Gurabunga (TG) dan Jaya

(TJ). Kelompok II terdiri atas populasi Ternate (R)

dan Bogor (BL, BT, BC, BP dan CG).

Karakteristik pembeda kedua kelompok terutama

pada warna dan tekstur daun serta warna dan tektur

buah masak. Aksesi pada kelompok I memiliki

warna daun kecoklatan dengan tekstur kasar dan

warna buah masak coklat dengan tekstur berbulu.

Aksesi pada kelompok II memiliki warna daun

hijau dengan tektur permukaan daun sedang sam-

sedang sampai licin dan warna buah masak kuning

keemasan sampai kuning kehijauan (Tabel 4).

Tabel 3. Nilai rataan dan koefisien keragaman (KK) aksesi pala pada tiap populasi Tidore, Ternate, dan Bogor.

Table 3. The mean and coefficient of variation (CV) of nutmeg accessions within each population of Tidore, Ternate,

and Bogor.

Lokasi Bobot fuli (g) Tebal fuli (mm) Bobot biji (g) Rasio biji Tangkai buah (cm)

Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK

Gurabunga 2,91± 0,56 19,10 1,45 ± 0,31 21,67 13,99± 3,24 23,18 1,41± 0,36 25,74 1,82± 0,07 3,94

Jaya 2,01± 0,53 26,39 1,02± 0,28 27,08 10,21± 0,88 8,57 1,29± 0,04 3,01 1,94± 0,57 29,37

Marikurubu 1,36± 0,32 23,49 0,76± 0,05 6,49 8,69± 1,24 14,25 0,96± 0,07 7,51 1,78± 0,08 4,43

Leuwisadeng 1,11± 0,48 42,82 0,66± 0,19 28,54 9,93± 2,00 20,43 1,16± 0,05 4,07 1,55± 0,22 14,04

Tamansari 1,44± 0,40 27,48 0,68± 0,11 16,51 10,39± 0,81 7,83 1,23± 0,06 4,97 1,60± 0,08 5,05

Sukajadi 1,05± 0,53 49,89 0,65± 0,15 23,75 7,39± 1,99 26,97 1,40± 0,29 20,7 1,77± 0,39 22,05

Ciawi 0,86± 0,49 57,52 0,36± 0,17 46,00 6,81± 1,78 26,18 1,16± 0,03 2,87 1,06± 0,23 22,00

Cigombong 1,42± 0,31 21,67 0,44± 0,12 27,54 9,73± 1,30 13,33 1,17± 0,22 18,4 1,51± 0,14 9,22

Keterangan/Note : TG = Gurabunga-Tidore BT = Tamansari-Bogor

BC = Ciawi-Bogor

BP = Sukajadi-Bogor

BC = Cigombong-Bogor

TJ = Jaya-Tidore

R = Marikurubu-Ternate

BL= Leuwisadeng-Bogor

Gambar 3. Dendrogram delapan populasi Pala Tidore, Ternate, dan Bogor berdasarkan 29 karakter morfologi.

Figure 3. The dendogram of the eight nutmeg populations from Tidore, Ternate, and Bogor based on the 29

morphological characters.

Page 24: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

76

Santoso (2002) menyatakan bahwa

penentuan jumlah gerombol pada dasarnya bebas,

tetapi empat gerombol pada banyak kasus adalah

pilihan yang tepat. Kedelapan populasi pada

koefisien ketidakmiripan 0,25 terbagi menjadi 4

kelompok (Gambar 3). Kelompok I adalah

populasi Tidore (TG dan TJ). Kelompok II dan III

masing-masing hanya terdiri atas satu populasi,

yaitu Ternate (R) di kelompok II dan Cigombong

(CG) pada kelompok III. Kelompok IV terdiri atas

populasi Leuwisadeng, Tamansari, Sukajadi dan

Ciawi (BL, BT, BP, dan BC). Populasi Cigombong

(CG) membentuk kelompok sendiri diantara

populasi Bogor yang lain, terutama karena

perbedaan bentuk tangkai buah. Aksesi

Cigombong (CG) memiliki karakteristik buah

seperti buah anggur dengan 2-4 buah per tangkai

(Gambar 4).

Berdasarkan nilai koefisien kemiripan,

kelima populasi Pala Bogor memiliki nilai

kemiripan berkisar antara 0,33-0,573 dengan

populasi pala Tidore (TG dan TJ) (Tabel 5).

Tabel 4. Karakter morfologi aksesi pala kelompok I dan II.

Table 4. The morphological characters of nutmeg accessions of groups I and II.

Karakter Kelompok I

(populasi Tidore)

Kelompok II

(populasi Ternate dan Bogor)

Bentuk kanopi Piramid Piramid, oblong, bulat

Warna daun Hijau kecoklatan Hijau

Sudut cabang utama Intermediate Intermediate – menyebar

Tekstur permukaan daun kasar, berbulu Datar – licin

Warna buah Kuning kecoklatan – coklat Kuning kehijauan – kuning keemasan

Tekstur kulit buah Kasar berbulu Sedang

Warna fuli Merah darah Merah

Warna biji Coklat kehitaman Coklat

Panjang daun 14,4–18,7 cm 3,4–14 cm

Lebar daun 5,38–8,63 cm 0,77 6,17 cm

Tebal daun 0,35–0,46 mm 0,12–0,35 mm

Tebal fuli 0,58–1,65 mm 0,21–0,82 mm

Panjang tangkai daun 1,51–2,55 mm 0,46–1,49 mm

Gambar 4. Karakteristik buah aksesi pala populasi Cigombong, Bogor.

Figure 4. The fruit characteristic of nutmeg accession from Cigombong population, Bogor.

Page 25: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

77

Populasi Bogor yang memiliki tingkat kemiripan

tertinggi dengan populasi Tidore adalah

Leuwisadeng (BT) dan Jaya (TJ), dengan nilai

kemiripan mencapai 0,573 (Tabel 5) atau setara

dengan 60 %. Populasi Sukajadi (BP) dan

Gurabunga (TG) merupakan populasi dengan nilai

kemiripan terkecil, yaitu 0,329 yang menandakan

bahwa perbedaan antara kedua populasi tersebut

mencapai 70 %. Rata-rata koefisien kemiripan

kelima populasi Bogor (BL, BT, BC, BP, dan CG)

dengan populasi Tidore (TG dan TJ) adalah 0,46

(Tabel 5).

Kemiripan populasi pala Bogor (BL, BT,

BC, BP, dan CG) dengan Ternate (R) berkisar

antara 0,505-0,663 (Tabel 5). Populasi Leuwi-

sadeng (BL) merupakan populasi yang memiliki

tingkat kemiripan paling besar dengan populasi

Ternate (R), sebaliknya Cigombong (CG) adalah

populasi Bogor yang paling berbeda dengan

populasi Ternate (R). Rata-rata kemiripan seluruh

populasi Bogor (BL, BT, BC, BP, dan CG) dengan

Ternate (R) adalah sekitar 0,60. Sementara itu,

antara populasi Tidore (TG dan TJ) dengan

Ternate (R) memiliki koefisien kemiripan sekitar

0,40 atau setara dengan 40 %.

Kelima populasi Bogor memiliki nilai

koefisien kemiripan satu sama lain berkisar antara

0,784-0,878, dengan rata-rata kemiripan 82 %

(Tabel 5). Nilai koefisien kemiripan tersebut

mendekati satu, dengan kata lain tingkat kemiripan

antara kelima populasi Bogor sangat tinggi,

terutama antara populasi Leuwisadeng (BL),

Tamansari (BT), dan Sukajadi (BP). Populasi pala

Leuwisadeng (BL) dan Tamansari (BT) merupakan

populasi yang memiliki koefisien kemiripan

tertinggi diantara seluruh populasi, yaitu 0,878 atau

setara dengan 90 % (Tabel 5). Hal ini kemung-

kinan disebabkan oleh kesamaan asal benih yang

digunakan pada lokasi tersebut. Hasil analisa yang

sama juga terlihat pada dua populasi pala Tidore

(TG dan TJ) yang memiliki nilai koefisien

kemiripan tinggi, yaitu 0,799. Populasi yang

berada dalam satu lingkungan cenderung memiliki

kekerabatan yang dekat dan tingkat kemiripan

yang tinggi.

Populasi Ternate memiliki tingkat

kemiripan lebih besar dengan Pala Bogor,

dibandingkan dengan Pala Tidore. Beberapa faktor

yang mempengaruhi keragaman genetik suatu

populasi antara lain perbedaan kondisi alam, letak

geografis, lingkungan, jumlah populasi, cara

reproduksi dan seleksi alam. Populasi Pala Ternate

dan Tidore meskipun keduanya terletak di

Kepulauan Maluku, tetapi memiliki lingkungan

tumbuh yang berbeda. Populasi Tidore (Gurabunga

dan Jaya) tumbuh di daerah berbukit dengan

ketinggian sekitar 500-700 m dpl, sementara

populasi Ternate (Marikurubu) tumbuh di area

yang datar dengan ketinggian sekitar 300 m dpl.

Kondisi lingkungan tumbuh populasi Ternate

memiliki kemiripan dengan populasi Pala Bogor.

Menurut Syukur et al. (2015) variasi fenotipik

pada sifat kualitatif hanya sedikit dipengaruhi oleh

lingkungan, sedangkan sifat kuantitatif sebaliknya

Tabel 5. Nilai koefisien kemiripan delapan populasi Pala Tidore, Ternate dan Bogor berdasarkan marka morfologi.

Table 5. The similarity coefficient value of the eight nutmeg populations from Tidore, Ternate, and Bogor based on

the morphological markers.

BL BT BC BP CG TG TJ

BL

BT 0,878

BC 0,847 0,818

BP 0,785 0,771 0,777

CG 0,784 0,760 0,727 0,737

TG 0,438 0,495 0,442 0,329 0,394

TJ 0,505 0,573 0,460 0,432 0,524 0,799

R 0,663 0,657 0,618 0,557 0,505 0,391 0,419

Keterangan/Note : TG = Gurabunga-Tidore BT = Tamansari-Bogor

BC = Ciawi-Bogor

BP = Sukajadi-Bogor

BC = Cigombong-Bogor

TJ = Jaya-Tidore

R = Marikurubu-Ternate

BL= Leuwisadeng-Bogor

Page 26: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

78

dan sebagian besar dikendalikan oleh banyak gen

atau poligenik. Tingkat kemiripan yang tinggi

antara populasi Ternate dan Bogor diduga, selain

karena lingkungan, juga karena faktor genetik.

Hubungan kekerabatan antar populasi atau

aksesi dapat dilihat dari nilai koefisien kemiripan

yang dimiliki. Menurut Indhirawati et al. (2015)

semakin kecil nilai koefisien kemiripan genetik

(mendekati 0) maka hubungan kekerabatan akan

semakin jauh atau semakin jauh jarak genetiknya.

Berdasarkan kriteria tersebut, populasi Pala Bogor

memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat

dengan populasi Pala Tidore dan Ternate, dengan

nilai rata-rata koefisien kemiripannya mendekati

satu. Populasi Pala Bogor memiliki hubungan

kekerabatan yang lebih dekat dengan Ternate

dibandingkan dengan populasi Tidore. Kemiripan

populasi Pala Bogor dengan Ternate mencapai

60% sementara tingkat kemiripan dengan populasi

Tidore hanya mencapai 46%. Apabila hubungan

kekerabatan ini dikaitkan dengan asal-usul Pala

Bogor, Pala Ternate lebih berpeluang diasumsikan

sebagai asal Pala Bogor, karena memiliki jarak

genetik yang lebih dekat daripada populasi Pala

Tidore.

Kemiripan antar kelima populasi Pala

Bogor sangat besar, dengan nilai mendekati satu.

Berdasarkan analisa tersebut, antara populasi Pala

Bogor memiliki hubungan kekerabatan dan jarak

genetik yang dekat. Kekerabatan yang dekat

tersebut mengindikasikan tingkat keseragaman

genetik antara populasi Pala Bogor yang diamati

cukup tinggi. Hubungan kekerabatan dan

kemiripan yang tinggi terutama terlihat pada tiga

populasi, yaitu Leuwisadeng, Tamansari, dan

Sukajadi dengan nilai kemiripan rata-rata 80% dan

keragaman intra populasi berkisar antara rendah

sampai sedang. Hal ini mengindikasikan ketiga

populasi tersebut memiliki keseragaman yang

tinggi, baik antar populasi maupun intra populasi.

Keseragaman yang tinggi akan sangat mendukung

nilai jual maupun mutu produk yang dihasilkan.

Berdasarkan karakteristik tersebut, populasi pala di

ketiga lokasi tersebut berpotensi dikembangkan

lebih lanjut terutama untuk wilayah Kabupaten

Bogor, serta daerah lain dengan iklim dan

agroekologi yang sama.

KESIMPULAN

Keragaman karakter morfologi pada

populasi Pala Tidore, Ternate, dan Bogor terlihat

pada bentuk buah, bentuk pangkal buah, bentuk

ujung buah, warna buah, dan bentuk pohon. Tebal

fuli merupakan karakter dengan nilai KK terbesar

(50,38 %), sedangkan keragaman dalam populasi

bernilai tinggi ditunjukkan oleh karakter kuantitatif

bobot fuli. Populasi Pala Bogor memiliki

hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan

populasi Pala Ternate (60 %) dibandingkan

dengan Tidore (46 %). Kelima populasi Pala

Bogor memiliki hubungan kekerabatan antar

populasi yang sangat dekat, dengan tingkat

kemiripan tertinggi (80 %) pada populasi

Leuwisadeng, Tamansari dan Sukajadi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Tisa Nuraeni dan Suryatna yang telah membantu

pelaksanaan penelitian di laboratorium dan lapang,

serta semua pihak yang telah membantu sehingga

penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penulis

juga menyampaikan terimakasih kepada Badan

Litbang Pertanian yang telah mendanai Penelitian

melalui Kegiatan KP4S/Proyek SMART-D, atas

nama Dr. Otih Rostiana, M.Sc.

DAFTAR PUSTAKA

Ackerly, D.D., Rankin-De-Merona, J.M. &

Rodrigues, W.A. (1990) Tree Densities And

Sex Rations In Breeding Populations Of

Dioecious Central Amazonian Myristicaceae.

Journal of Tropical Ecology. 6 (2),

Cambridge University Press, 239-248.

Anandararaj, M., Devasahayam, S., Zacharia, T.J.,

Krishnamoorthy, B., Mathew, P.A. & Rema,

J. (2005) Nutmeg (Extension Pamphlet).

Publisher V.A. Parthasarathy. Director.

Indian Institute of Species Research. England.

Arief, R.., Firdaus, A.. & Asnawi, R. (2015)

Potensi Pengolahan Daging Buah Pala

menjadi Aneka Produk Olahan Bernilai

Ekonomi Tinggi. Buletin Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat. 26 (2), 165-174.

Page 27: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 69 - 80

79

Arrijani (2005) Biologi dan Konservasi Marga

Myristica di Indonesia. Biodiversitas Journal

of Biological Diversity. 6 (2), 147-151. DOI

10.13057/biodiv/d060216.

Bermawie, N., Makmun, Purwiyanti, S. &

Lukman, W. (2015) Keragaman Hasil

Morfologi Dan Mutu Plasma Nutfah Di KP.

Cicurug. In: Prosiding Seminar Teknologi

Budidaya Cengkeh,Lada Dan Pala. Indonesia

Agency for Agricultural Research and

Development (IAARD Press). Bogor 5-6

November 2015, pp. 239-250.

Crowder, L.V. (2010) Genetika Tumbuhan.

Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University

Press.

Flach, M. (1966) Nutmeg Cultivation and Its Sex

Problems. Wageningen (NL): Meded

Landbouwhogeschool, Landbouwhogeschool.

Heyne, K. (1987) Tumbuhan Berguna Indonesia

Edisi 1. Jakarta (ID): Badan Litbang

Departemen Kehutanan.

Indhirawati, R., Purwantoro, A. & Basunanda, P.

(2015) Karakterisasi Morfologi dan Molekuler

Jagung Berondong Strowbery dan Kuning

(Zea mays L kelompok everta). Vegetalika. 4

(1), 102–114. DOI:10.22146/veg.6427.

IPGRI, I.P.G.R.I. (1980) Tropical Fruits

Descriptor. Bangkok [TH]: IBPGR Southeast

Asia Regional Committee.

Kementan (2009a) Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 4061/KPTS/SR.120/12/2009 tentang

Pelepasan Varietas Ternate I sebagai Varietas

Unggul Tanaman Pala. Jakarta (ID):

Kementerian Pertanian.

Kementan (2009b) Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 4062/KPTS/SR.120/12/2009 tentang

Pelepasan Varietas Tidore I sebagai Varietas

Unggul Tanaman Pala. Jakarta (ID):

Kementerian Pertanian.

Kementan (2017) Statistik Perkebunan Indonesia

Komoditas Pala 2017-2019. Jakarta (ID):

Kementrian Pertanian.

Kementan (2018) Statistik Perkebunan Indonesia

Komoditas Pala 2017-2019. Jakarta (ID):

Kementerian Pertanian.

Kementan (2019) Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 22/KPTS/KB.020/2/2019 tentang

Pelepasan Varietas Nurpakuan Agribun

sebagai Varietas Unggul Tanaman Pala.

Jakarta (ID): Kementan.

Marzuki, I. (2007) Studi Morfo-Ekotipe Dan

Karakterisasi Minyak Atsiri, Isozim Dan

DNA Pala Banda (Mysristica fragrans Houtt)

Maluku. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Marzuki, I., Uluputty, M.R., Aziz, S.A. &

Surahman, M. (2008) Karakterisasi

Morfoekotipe dan Proksimat Pala Banda

(Myristica fragrans Houtt.). Bul. Agron36. 36

(2), 146-152. DOI:10.24831/jai.v36i2.20505.

Mattjik, A.A. & Sumertajaya, I.M. (2011) Sidik

Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS.

Bogor (ID): IPB Press.

Peter, K.V. (2001) Herbs and Spices. Woodhead

Publishing Limited and CRC Press LLC.

Cambridge.

Purseglove, J.W., Brown, E.G., Green, C.L. &

Robbins, S.R.J. (1981) Spices. New York:

Longman.

Rahadian, D.D. (2009) Pengaruh Ekstrak Biji Pala

(Myristica fragrans Houtt) Dosis 7,5 mg/25 gr

BB Terhadap Waktu Induksi Tidur dan Lama

Waktu Tidur Mencit BALB/C yang di Induksi

Thiopental. Fakultas Kedokteran. Universitas

Dipenogoro.

Risliawati, A. (2007) Karakterisasi dan Analisis

Hubungan Kekerabatan 27 Aksesi Pala

(Myristica Spp.). Bogor: Institut Pertaniana

Bogor.

Runtunuwu, S., Rogi, J.E., Pamandungan, dan

Yefta, Pertanian Peternakan Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Kepulauan Sangihe, D.

& Pertanian Unsrat Manado Alamat, F. (2015)

Keragaman Buah Pala (Myristica Fragrans

Houtt) Di Kabupaten Kepulauan Sangihe Dan

Kabupaten Sitaro. 21 (3), 118-126.

Santoso, S. (2002) Statistik Multivariete: Konsep

dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta (ID): Elex

Media Komputindo.

Sharma, M. V & Armstrong, J.E. (2013)

Pollination of Myristica and other Nutmegs in

Natural Populations. Tropical Conservation

Science. 6 (5), 595–607.

DOI:10.1177/194008291300600502.

Soeroso, S. (2012) Pala (Myrystica spp.) Maluku

Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi,

Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman

dan Analisis Marka SSR. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Page 28: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Hubungan Kekerabatan Pala Populasi Tidore, Ternate, dan Bogor ... (Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana)

80

Suratman, Priyanto, D. & Setyawan, A.D. (2000)

Analisis Keragaman Genus Ipomoea

Berdasarkan Karakter Morfologi.

Biodiversitas. 1 (2), 72-79.

Syukur, M., Sriani, S. & Rahmi, Y. (2015) Teknik

Pemuliaan Tanaman (Edisi Revisi). Jakarta

(ID). Penebar Swadaya.

Tjitrosoepomo, G. (2001) Morfologi Tumbuhan.

Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University

Press.

Trade, M. (2018) List Of Exortes For Selected

Production 2014. 0908. Nutmeg.

http://www.trademap.org/Country_SelProduct

Country.aspx?nvpm.2018.

Weiss, E.A. (2002) Spices Crops. New York: CABI

Publishing.

Page 29: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 81 - 89

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v30n2.2019.81-89

0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

Accreditation Kemenristekdikti Number : 30/E/KPT/2018 81

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN MEDIA PERKECAMBAHAN

TERHADAP VIABILITAS BENIH CENGKEH ZANZIBAR

Determination of Physiologycal Maturity and Effect of Germination Media on Zanzibar Clove

Seeds Viability

Rian Virvian Hidayat R. Pelealu1)

, Eny Widajati2)

, dan Faiza C. Suwarno2)

1) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Jalan Raya Dramaga, Kampus Dramaga,Bogor

2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor

Jalan Meranti, Kampus Dramaga, Bogor

INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT

Article history: Diterima: 31 Januari 2019

Direvisi: 06 Mei 2019

Disetujui: 01 April 2020

Rendahnya mutu benih cengkeh berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas

cengkeh nasional di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat

masak fisiologis dan pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas benih

cengkeh. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian

Mutu Benih dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Bogor sejak Oktober 2017 sampai

Desember 2018. Bahan yang digunakan adalah benih cengkeh Zanzibar dari pohon

berumur ≥ 10 tahun. Benih berasal dari kebun rakyat Kabupaten Tolitoli, Sulawesi

Tengah. Penelitian menggunakan rancangan split plot, empat ulangan. Petak utama

adalah empat tingkat kemasakan benih berdasarkan warna buah yaitu hijau

kemerahan, merah muda, merah dan merah tua. Anak petak adalah tiga jenis media

perkecambahan yaitu pasir, kokopit dan zeolit, sehingga terdapat 12 perlakuan.

Setiap satuan percobaan terdiri atas 40 butir benih untuk uji daya berkecambah, dan

5 butir benih untuk uji kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

viabilitas benih cengkeh tidak dipengaruhi oleh tingkat masak benih berdasarkan

warna buah, tetapi dipengaruhi oleh media perkecambahan. Karakteristik mutu

fisiologis benih cengkeh yang baik adalah memiliki bobot kering benih 2,70 g, daya

berkecambah 100 %, indeks vigor 73,75 %, dan kecepatan tumbuh 1,19 % etmal-1

.

Di antara tiga jenis media perkecambahan yang diuji (pasir, kokopit, dan zeolit),

media pasir merupakan media perkecambahan terbaik untuk benih cengkeh, dan

dapat direkomendasikan kepada produsen benih.

Kata kunci:

Syzygium aromaticum; media perkecambahan; cengkeh

Zanzibar

Keywords:

Syzygium aromaticum;

germination media; Zanzibar clove

Low seeds quality of the clove tree may attribute to the low national productivity of

cloves in Indonesia. The study aimed to determine the level of physiological fruit

maturity and the effect of germination media on the viability of clove seeds. The

study was performed at the Leuwikopo Seeds Storage and Quality Testing

Laboratory and Leuwikopo Research Installation, Bogor, in October 2017 to

December 2018. The material used was the Zanzibar clove seeds from ≥ 10 years

old trees. The clove seeds obtained from a farmer’s plantation in Tolitoli District,

Central Sulawesi. The study arranged in a split-plot design, with four replications,

with the main plot was four levels of seed viability based on fruit colors: reddish-

green, pink, red, and dark red. The subplots were three types of germination media,

namely sand, cocopeat, and zeolite. Thus, there were twelve treatments. Each plot

consisted of 40 seeds for germination test and five seeds for water content

determination. The results showed that the percentage of clove seeds viability

negatively influenced by the level of fruit maturity based on the color of the fruit but

was affected by the germination media. Good physiological quality of clove seeds

characterized by dry seed weight of 2.70 g, 100 % germination rate, vigor index of

Page 30: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan ... (Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno)

82

73.75 %, and growth rate of 1.19 % etmal-1

. Among the three types of germination

media tested (sand, cocopeat, and zeolite), sand was the best germination media for

clove seeds. Hence it is recommended to seeds producer.

PENDAHULUAN

Produktivitas rata-rata cengkeh{Syzygium

aromaticum (L.) Merr. & L.M. Perry}Indonesia

saat ini masih rendah yaitu sebesar 425 kg.ha-1

(DITJENBUN 2016) atau sekitar 2,1-2,7 kg/pohon

dari potensinya sebesar 572 kg.ha-1

atau sekitar

2,8-3,7 kg/pohon (Ruhnayat dan Wahyudi 2012).

Produksi tanaman sangat ditentukan oleh

penggunaan varietas unggul dan benih bermutu.

Mutu benih ditentukan secara fisik, fisiologis dan

genetik. Mutu fisiologis benih terbaik diperoleh

pada saat benih memasuki fase masak fisiologis

yang diindikasikan oleh bobot kering dan vigor

maksimum. Masak fisiologis benih cengkeh

sebelumnya ditentukan berdasarkan umur setelah

antesis yang ditandai dengan tingginya nilai daya

berkecambah (Setyaharni 1987). Namun,

penggunaan umur setelah antesis sebagai indikator

masak fisiologis sangat tidak efektif karena waktu

antesis bunga tidak serempak pada setiap tangkai

dan antar tangkai bunga. Waktu berbunga yang

tidak serempak menghasilkan buah yang tidak

seragam tingkat kemasakannya, sehinga diperlukan

metode lain untuk menentukan masak fisiologis

benih. Menurut Yuniarti et al. (2016) fase masak

fisiologis benih selain dapat ditentukan

menggunakan indikator umur setelah antesis, juga

dapat ditentukan menggunakan indikator ukuran

dan warna buah. Warna buah sebagai indikator

masak fisiologis benih yang ditandai dengan nilai

daya berkecambah yang tinggi, telah digunakan

dan terbukti efektif pada benih salam (Setyowati

dan Fadli 2015), kopi (Ichsan et al. 2013) dan

kakao (Kusumastuti 2013).

Benih dengan vigor tinggi ditandai dengan

bobot kering maksimum, perkecambahan yang

seragam serta memiliki kecepatan tumbuh yang

tinggi. Bobot kering benih ditentukan dengan

metode oven. Perkecambahan benih ditentukan

berdasarkan jumlah kecambah normal pada

hitungan hari pertama dan kedua. Selama ini,

rujukan pengujian daya berkecambah benih

cengkeh belum menentukan hitungan hari pertama

dan kedua (ISTA 2014). Oleh karena itu,

penentuan metode uji daya berkecambah benih

cengkeh perlu dilakukan. Hasil penelitian pada

benih jamblang menunjukkan bahwa hitungan hari

pertama dan kedua ditetapkan pada hari ke-32 dan

ke-83 setelah benih dikecambahkan (Indraeni

2017).

Pengujian daya berkecambah benih

membutuhkan lingkungan yang optimum serta

dapat diulangi pada tempat atau daerah berbeda

dengan hasil yang sama sehingga betul-betul

menggambarkan mutu suatu lot benih. Media yang

memiliki karakter fisik seperti porositas, aerasi dan

drainase yang baik merupakan faktor penting lain

keberhasilan pengujian daya berkecambah suatu

lot benih. Hal tersebut dikarenakan setiap benih

memiliki respon berbeda terhadap media

perkecambahan (Bahri dan Saukani 2017).

Penggunaan media perkecambahan yang sesuai

telah banyak dilaporkan sebelumnya dan terbukti

efektif, diantaranya penggunaan media pasir pada

benih pala (Febriyan dan Widajati 2015) dan benih

jamblang (Indraeni 2017), media kokopit pada

benih aren (Rofik dan Murniati 2008) serta media

zeolit pada benih duku (Hartati et al. 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan masak

fisiologis benih cengkeh dan media

perkecambahan yang tepat untuk pengujian

viabilitas benih cengkeh.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih dan di

Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor, sejak Oktober 2017

sampai Desember 2018. Bahan yang digunakan

adalah benih cengkeh Zanzibar dari pohon

berumur ≥ 10 tahun. Benih berasal dari kebun

rakyat Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah.

Penelitian menggunakan rancangan split

plot. Petak utama adalah tingkat kemasakan benih

berdasarkan warna buah cengkeh yaitu 1) merah

hijau, 2) merah muda, 3) merah dan 4) merah tua.

Page 31: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 81 - 89

83

Anak petak adalah jenis media perkecambahan

yaitu a) pasir, b) kokopit dan c) zeolit. Rancangan

terdiri atas 12 kombinasi perlakuan dengan empat

ulangan sehingga terdapat 48 satuan percobaan.

Setiap satuan percobaan terdiri atas 40 butir benih

untuk uji daya berkecambah dan 5 butir benih

untuk uji kadar air.

Benih diseleksi berdasarkan warna buah

(Gambar 1). Benih merah hijau ditentukan saat

warna merah cerah telah mencapai ¼-½ dari

ukuran panjang buah (Gambar 1a). Benih merah

muda saat warna merah cerah telah menutupi

seluruh atau minimal tiga per empat permukaan

buah (Gambar 1b). Benih merah ditentukan saat

seluruh permukaan buah yang berwarna merah

cerah berubah menjadi merah tua (Gambar 1c).

Benih merah tua ditentukan saat warna merah tua

pada buah telah berubah menjadi berwarna merah

gelap keungu-unguan dengan tekstur daging buah

lembek (Gambar 1d).

Buah dikupas pada air mengalir untuk

menghilangkan lendir pada benih, kemudian benih

disortasi berdasarkan kualitas kesehatan dan

keseragaman ukuran benih. Benih sehat adalah

benih tanpa cacat fisik dan tidak ditemukan bintik-

bintik hitam pada permukaan benih, panjang benih

1,8-2,2 cm dengan bobot basah sebesar 0,8-1,2 g.

Benih direndam dalam larutan fungisida berbahan

aktif Mankozeb dengan dosis 3 g.l-1

selama 2

menit, setelah itu ditiriskan selama 5 menit.

Pengecambahan benih dilakukan di rumah kaca

menggunakan boks plastik berukuran 35 x 30 x

12 cm.

Masing-masing media tanam dimasukkan

ke dalam wadah boks plastik hingga mencapai

ketebalan 10 cm dari dasar wadah. Boks plastik

diletakkan di atas rak bambu dengan ketinggian

80 cm dari permukaan tanah. Benih ditanam pada

media tanam dengan posisi melintang, radikula

menghadap ke bawah, kemudian ditimbun kembali

hingga sebagian besar bagian benih tertutup media

tanam. Penyiraman dilakukan setiap hari dan

penyemprotan fungisida berbahan aktif Mankozeb

dengan dosis 3 g.l-1

, dilakukan seminggu sekali

atau disesuaikan dengan berat ringannya serangan

cendawan pada benih.

Pengujian kadar air (KA) benih dilakukan

sebelum pengecambahan benih. Benih diiris tipis

menggunakan cutter dengan ketebalan

± 0,3-0,4 cm. Kadar air benih diukur menggunakan

metode oven pada suhu oven 103±2 0C selama

17±1 jam. Pengujian viabilitas benih dilakukan

dengan menghitung jumlah kecambah normal

setiap hari hingga periode 50 hari setelah tanam

(HST). Tolok ukur viabilitas benih yang diamati

adalah penentuan hari pengamatan pertama dan

terakhir, uji daya berkecambah, daya berkecambah

benih (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM),

indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT).

Analisis data dilakukan dengan uji F, apabila

berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut

menggunakan uji Least Significant Difference

(LSD) pada taraf 5 %.

Kadar air benih (KA)

Kadar air diukur dengan menggunakan

metode oven suhu rendah konstan (103±2°C)

selama (17±1) jam. Setiap ulangan terdiri atas 5 g

benih. Kadar air benih dihitung dengan rumus:

(a) (b) (c) (d)

Gambar 1. Penentuan tingkat kemasakan benih cengkeh Zanzibar berdasarkan warna buah (a) merah hijau; (b) merah

muda; (c) merah; (d) merah tua.

Figure 1. Zanzibar seeds clove maturity based on fruit colours (a) reddish green; (b) pink; (c) red; (d) dark red.

Page 32: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan ... (Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno)

84

5

5

5

PAGE \* MERGEFORMAT

KA (%) M2 - M3

x 100 % M2 – M1

Keterangan/Note :

M1 = Bobot cawan + tutup (g)/Weight of cup + cup lid (g).

M2 = Bobot benih + M1 sebelum dioven (g)/Seeds

weight + M1 before drying in the oven (g).

M3 = Bobot benih + M1 setelah dioven (g)/Seeds weight + M1 after drying in the oven (g).

First count dan final count

First count atau hitungan pertama

ditentukan saat persentase kecambah normal per

hari (etmal) mencapai maksimum. Final count atau

hitungan kedua ditentukan saat persentase

kecambah normal per hari tidak lagi menunjukkan

pertambahan (akumulasi). Pada penelitian ini first

count benih cengkeh ditentukan melalui

pencapaian first count tercepat dari masing-masing

kombinasi benih dan media terbaik. Sementara itu,

final count ditentukan dengan melihat pencapaian

final count terlambat dari masing-masing

kombinasi benih dan media terbaik. Hal ini

dimaksudkan agar penetapan hasil perkecambahan

ditentukan berdasarkan kondisi benih dan

lingkungan paling optimum dan pengujian dapat

dilakukan kembali pada waktu dan tempat berbeda

dengan hasil yang sama.

Daya berkecambah (DB)

Daya berkecambah benih diukur

berdasarkan persentase kecambah normal pada hari

ke-47 setelah tanam.

Potensi tumbuh maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum diperoleh

dengan menghitung persentase jumlah benih yang

berkecambah, baik berkecambah normal dan

abnormal.

Indeks vigor (IV)

Indeks Vigor dihitung berdasarkan

persentase jumlah kecambah normal pada hari

ke-28 setelah tanam.

Kecepatan tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh diamati setiap hari

sampai dengan hari ke-47 dengan menghitung

persentase kecambah normal dan periode waktu

pengamatan (etmal). Rumus yang digunakan dalam

menentukan kecepatan tumbuh adalah sebagai

berikut :

KCT =

tn

N

t ∑ n=0

Keterangan/Note : N = Persentase kecambah normal/normal sprouts

percentage.

t = Periode waktu perkecambahan (etmal = 24

jam)/germination period (etmal = 24 hours). tn = Waktu akhir pengamatan/the last day of observation

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air benih

Kadar air merupakan salah satu indikator

masak fisiologis benih. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kadar air benih cengkeh

mengalami penurunan seiring bertambahnya

tingkat kemasakan benih (Gambar 2). Penurunan

kadar air dari benih berwarna merah hijau ke

merah tua sebesar 12 %.

Penentuan kecambah normal dan hari

pengamatan uji daya berkecambah

Kecambah normal benih cengkeh pada

penelitian ini ditentukan berdasarkan kelengkapan

struktur esensial kecambah yaitu akar primer dan

sekunder, kotiledon, hipokotil, epikotil dan

plumula dengan panjang kecambah dari pangkal

akar minimal 4 kali panjang benih (Gambar 3).

Gambar 2. Kadar air benih cengkeh Zanzibar pada

berbagai tingkat kemasakan buah.

Figure 2. The water content of Zanzibar seeds clove

at different level of fruits maturity.

Page 33: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 81 - 89

85

Tingkat masak benih berdasarkan warna

buah tidak berpengaruh terhadap hitungan pertama

perkecambahan. Sebaliknya, media perkecam-

bahan memberikan pengaruh nyata terhadap

hitungan pertama perkecambahan. Media pasir dan

zeolit menghasilkan hitungan pertama

perkecambahan yang sama dan nyata lebih cepat

dibanding media kokopit (Tabel 1). Benih yang

berasal dari buah berwarna merah hijau dan merah

yang ditanam pada media pasir menghasilkan

hitungan kedua yang nyata lebih cepat dibanding

benih yang ditanam pada media kokopit dan media

zeolit (Tabel 2). Berdasarkan data tersebut media

pasir merupakan media terbaik untuk

perkecambahan benih cengkeh. Pertumbuhan

untuk mencapai kecambah normal paling cepat

Keterangan/Note : 1. plumula/plumule

2. daun muda/young leaf 3. epikotil/epicotyl

4. kotiledon/cotyledon 5. hipokotil/hypocotyl

6. akar primer/primary roots

7. akar sekunder/secondary roots

Gambar 3. Struktur kecambah normal, abnormal dan benih mati cengkeh Zanzibar pada 27 hari setelah tanam.

Figure 3. The structure of normal sprout, abnormal sprout and dead seeds of Zanzibar clove at 27 days after

planting.

Tabel 1 Pengaruh media perkecambahan terhadap hitungan hari pertama daya berkecambah benih cengkeh Zanzibar.

Table 1. Effect of germination media to the first count of Zanzibar seeds clove germination.

Media Perkecambahan

Pasir Zeolit Kokopit

Hari setelah tanam

28,125 b 28,8125 b 31,3125 a

Keterangan/Note : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut LSD

5%./Numbers followed by same letter in the same rows were not significantly different at 5% LSD.

Tabel 2. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan media perkecambahan terhadap hitungan hari kedua daya

berkecambah benih cengkeh Zanzibar

Table 2. Effect of seeds maturity level and germination media to the final count of Zanzibar seeds clove germination.

Media

Benih

Merah hijau Merah muda Merah Merah tua

hari setelah tanam

Pasir 37,25 c 41,25 a 33,00 c 37,25 b

Kokopit 47,00 a 42,00 a 46,75 a 47,25 a

Zeolit 41,00 b 38,75 b 36,00 b 39,50 b

KK/CV (%) 4,25

Page 34: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan ... (Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno)

86

yaitu hari ke-28 setelah tanam pada media pasir

(Tabel 1), sehingga ditentukan sebagai hari

pertama pengamatan uji daya berkecambah dan

hitungan kedua yaitu pada 41 HST (Tabel 2).

Penentuan masak fisiologis benih

Penentuan tingkat masak fisiologis dapat

dievaluasi dengan mengamati bobot kering benih,

daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan

vigor benih. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

bobot kering benih pada polong merah muda,

merah dan merah tua tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata secara statistik. Bobot kering

benih tertinggi ditunjukkan oleh benih berwarna

merah yaitu rata-rata 2,67 g, sedangkan terendah

pada benih berwarna merah hijau (Gambar 4).

Benih pada semua tingkat kemasakan yang

dikecambahkan dengan media pasir dan zeolit

menghasilkan potensi tumbuh maksimum

mencapai 100 %. Benih yang ditanam pada media

kokopit menghasilkan potensi tumbuh maksimum

dan daya berkecambah benih yang nyata lebih

rendah dibanding media pasir dan zeolit (Tabel 3).

Menurut Tresniawati et al. (2014) benih

kemiri sunan yang telah masuk fase awal 26

sampai dengan 28 MSA (minggu setelah antesis)

memiliki daya berkecambah yang tidak berbeda

nyata yaitu masing-masing sebesar 52 dan 60 %.

Hasil pengujian mengindikasikan bahwa buah

cengkeh berwarna merah hijau dan merah muda

telah berada pada fase awal pemasakan benih,

dimana benih telah mampu tumbuh menjadi

Gambar 4. Bobot kering benih cengkeh pada berbagai tingkat kemasakan buah.

Figure 4. Dry weight of seeds clove at different level of fruits maturity.

Tabel 3. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan media perkecambahan terhadap viabilitas benih cengkeh Zanzibar.

Table 3. Effect of seeds maturity levels and germination media to Zanzibar clove seeds viability.

Media

Tingkat kemasakan

Merah hijau Merah muda Merah Merah tua

---------- Daya berkecambah (%)----------

Pasir 98,13±1,73 a 95,00±0,50 a 98,13±5,73 a 98,75±0,92 a

Kokopit 85,63±0,60 b 87,50±29,17 b 94,38±0,23 b 90,63±0,23 b

Zeolit 96,88±0,56 a 97,50±0,17 a 100,00±0,00 a 98,75±2,08 a

KK/CV (%) 2,86

---------- Potensi tumbuh maksimum (%) ----------

Pasir 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a

Kokopit 86,88±0,40 b 90,00±4,67 b 98,13±0,40 a 93,75±37,50 b

Zeolit 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a 100,00±0,00 a

KK/CV (%) 2,51

Keterangan/Note :

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut LSD

5 %/Numbers followed by same letter in the same columns were not significantly different at 5% LSD.

Page 35: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 81 - 89

87

kecambah meskipun bobot kering, daya

berkecambah dan potensi tumbuh maksimum

benih belum mencapai maksimum. Hal ini

menandakan bahwa struktur embrio benih telah

terbentuk meski belum sempurna sehingga

memungkinkan benih untuk berkecambah.

Media pasir dan zeolit merupakan media

yang sesuai untuk perkecambahan benih cengkeh

(Tabel 3). Daya berkecambah dan potensi tumbuh

maksimum yang tinggi pada kombinasi dengan

masing-masing benih menunjukkan bahwa media

pasir dan zeolit mampu menyediakan air dan

oksigen dalam jumlah cukup untuk mendukung

perkembangan benih menjadi kecambah normal.

Pada penelitian Rofik dan Murniati (2008) media

pasir merupakan media tanam terbaik untuk

perkecambahan benih aren dibandingkan media

lainnya dan menghasilkan daya berkecambah

sebesar 88,33 %. Penggunaan media zeolit pada

perkecambahan benih duku memberikan hasil yang

nyata lebih baik yaitu sebesar 83,6 %

(Hartati et al. 2001). Kualitas aerasi dan drainase

yang baik pada media perkecambahan

memudahkan benih mendapatkan air dan udara

dalam jumlah yang cukup (Ciptaningtyas dan

Suhardiyanto 2016), serta menjaga kelembaban

lingkungan tumbuh akar tetap optimal selama

proses perkecambahan (Rusmin et al. 2014).

Kombinasi media kokopit dengan benih

berumur lebih muda yaitu benih merah hijau dan

merah muda menghasilkan daya berkecambah dan

potensi tumbuh maksimum nyata lebih rendah. Hal

yang sama juga dapat dilihat pada benih yang lebih

tua. Hal ini menunjukkan bahwa media kokopit

kurang sesuai untuk perkecambahan benih

cengkeh. Menurut Soepardi (1983) media

perkecambahan memiliki pori makro yang akan

diisi udara dan pori mikro yang akan diisi air.

Semakin kuat daya ikat dan daya tahan media

terhadap air, semakin lembab dan lama air

bertahan pada media. Hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa kapasitas media kokopit

dalam menahan air sebesar 14,7 kali dari bobot

keringnya (Sutater, T., Suciantini & R 1998) dan

daya simpan air sebesar 695,4 %

(Hasriani et al. 2013). Semakin lama waktu

pengamatan dan penyiraman dilakukan semakin

besar dan lama air terikat dan tertahan didalam

pori-pori media kokopit. Kemampuan media

kokopit mengikat dan menahan air yang sangat

kuat diduga menyebabkan lingkungan

perkembangan akar benih cengkeh menjadi lembab

dan kekurangan oksigen akibat jenuh air. Pada

kondisi sangat lembab perkembangan benih

menjadi kecambah akan terganggu yaitu

perkembangan kecambah melambat, menjadi

kecambah abnormal hingga sebagian atau seluruh

benih mati akibat kekurangan suplai oksigen pada

akar dan serangan patogen.

Benih dari semua tingkat kemasakan buah

yang ditanam pada media pasir menghasilkan nilai

indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang nyata

lebih tinggi dibandingkan benih yang ditanam pada

media zeolit dan kokopit. Benih yang berasal dari

tingkat masak buah berwarna merah yang

dikecambahkan pada media pasir menghasilkan

nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang

paling tinggi (Tabel 4).

Benih masak fisiologis ditandai dengan

vigor benih maksimum. Menurut Sadjad (1994)

indeks vigor dan kecepatan tumbuh merupakan

tolok ukur vigor benih yang lebih sensitif untuk

menilai tingkat viabilitas dibandingkan viabilitas

potensial dan viabilitas total. Hasil analisis vigor

benih ini menguatkan hasil analisis viabilitas

potensial dan viabilitas total sebelumnya. Benih

masak fisiologis memiliki embrio yang telah

terbentuk sempurna dan cadangan makanan

maksimum untuk mendukung proses metabolisme

dan perkembangan struktur penting dalam benih

yaitu akar, hipokotil, epikotil dan plumula hingga

menjadi kecambah normal (Mello et al. 2010).

Sementara benih belum masak fisiologis belum

memiliki cadangan makanan yang cukup sehingga

proses perkecambahan lebih lambat tercermin dari

nilai kecepatan tumbuh benih dan indeks vigor

yang lebih rendah. Benih lewat masak fisiologis

juga akan mengalami proses perkecambahan yang

lebih lambat. Hal ini dimungkinkan karena deraan

cuaca lapang saat di pohon induknya (Pramono

and Rustam 2017; Shaban 2013). Hasil penelitian

Baharudin (2011) juga menunjukkan bahwa benih

kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6

yang dipanen lewat masak fisiologis nyata

mengalami penurunan daya berkecambah, indeks

vigor dan kecepatan tumbuh. Berdasarkan hasil

pengamatan daya berkecambah, indeks vigor dan

kecepatan tumbuh benih maka panen benih

Page 36: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Media Perkecambahan ... (Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno)

88

cengkeh Zanzibar yang tepat adalah pada saat buah

berwarna merah. Media pasir merupakan media

yang tepat untuk perkecambahan benih cengkeh.

KESIMPULAN

Masak fisiologis benih cengkeh Zanzibar

yang tepat ditentukan pada saat buah berwarna

merah berdasarkan nilai indeks vigor (73,75 %)

dan kecepatan tumbuh (1,19 % etmal-1

), bobot

kering benih (26,7 g) dan daya berkecambah (100

%). Pengamatan pertama pada uji daya

berkecambah benih dilakukan pada 28 hari setelah

tanam (HST) dan pengamatan ke dua dilakukan

pada 41 HST. Pasir adalah media perkecambahan

yang paling tepat untuk benih cengkeh.

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin (2011) Peningkatan Mutu Benih dan

Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.)

dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi.

Repository IPB.

Bahri, S. & Saukani (2017) Pengaruh Ukuran Biji

dan Media Tanam Terhadap Perkecambahan

dan Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea

brasiliensis Muell. Arg.). Jurnal Penelitian

Agrosamudra. 4 (1), 10-22.

Ciptaningtyas, D. & Suhardiyanto, H. (2016) Sifat

Thermo-Fisik Arang Sekam. Jurnal Teknotan.

10 (2), 1-6.

Ditjenbun, D.J.P. (2016) Statistik Perkebunan

Indonesia;cengkeh 2015-2017. Jakarta (ID).

Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.

Febriyan, D.G. & Widajati, E. (2015) Pengaruh

Teknik Skarifikasi Fisik dan Media

Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah

Benih Pala (Myristica fragrans). Buletin

Agrohorti. 3 (1), 71-78.

doi:10.29244/agrob.3.1.71-78.

Hartati, U., C Suwarno, F. & Suwardi (2001)

Pengaruh Zeolit Terhadap Perkecambahan

Benih Duku (Lansium domesticum Correa).

Repositori IPB, pp. 1-7.

Hasriani, Kalsim, D.K. & Sukendro, A. (2013)

Kajian Serbuk Sabut Kelapa (Cocopeat)

sebagai Media Tanam. IPB Press, (1992), pp.

1-7.

Ichsan, C.N.I.N., Hereri, A.I. & Budiarti, L. (2013)

Kajian Warna Buah dan Ukuran Benih

Terhadap Viabilitas Benih Koi Arabika

(Coffea arabica L.) Varietas Gayo 1. Jurnal

Floratek. 8 (2), 110-117.

Indraeni, M.N. (2017) Karakterisasi,

Pengembangan Metode Uji dan Daya Simpan

Benih Jamblang (Syzygium cumini (L.) Skeels.

Repositori IPB.

ISTA (2014) International Rules for Seed Testing.

The International Seed Testing Association

(ISTA) Zurichstr 50. CH-8303 Basserdorf. 1

Januari. Switzerland.

Kusumastuti, C.T. (2013) Tingkat Kemasakan dan

Letak Buah pada Tanaman Pengaruhnya

Tabel 4. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan media perkecambahan terhadap vigor benih cengkeh Zanzibar.

Table 4. Seeds clove vigor on various seeds maturity levels and germination media to Zanzibar clove seeds vigor.

Media Tingkat Kemasakan

Merah hijau Merah muda Merah Merah tua

---------- Indeks Vigor (%) ----------

Pasir 54,38±2,56 a 56,25±7,42 a 73,75±9,58 a 63,13±3,06 a

Kokopit 43,13±2,73 c 45,63±1,90 c 47,50±4,33 c 45,63±12,56 c

Zeolit 51,25±2,25 b 53,13±2,06 b 57,50±4,33 b 55,00±2,83 b

KK/CV (%) 7,80

---------- Kecepatan Tumbuh (% KN etmal-1

) ----------

Pasir 1,05±0,00 a 0,92±0,00 a 1,19±0,00 a 1,04±0,00 a

Kokopit 0,73±0,00 c 0,77±0,00 c 0,88±0,00 c 0,78±0,00 c

Zeolit 0,95±0,00 b 1,01±0,00 b 1,11±0,00 b 1,00±0,00 b

KK/CV (%) 4,72

Keterangan/Note :

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut LSD

5 %/Numbers followed by same letter in the same columns were not significantly different at 5 % LSD.

Page 37: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 81 - 89

89

terhadap Hasil dan Mutu Benih Kakao

(Theobroma cacao L.). Agro UPY. 5 (1), 38-

48.

Mello, J.I. de O., Barbedo, C.J., Salatino, A. &

Figueiredo-Ribeiro, R. de C.L. (2010) Reserve

Carbohydrates and Lipids from the Seeds of

Four Tropical Tree Species with Different

Sensitivity to Desiccation. Brazilian Archives

of Biology and Technology. 53 (4), 883-889.

doi:10.1590/S1516-89132010000400019.

Pramono, A.A. & Rustam, E. (2017) Perubahan

Kondisi Fisik, Fisiologis dan Biokimia Benih

Michelia Champaca pada berbagai Tingkat

Kemasakan. Prosiding Seminar Nasional

Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 3 (3),

368-375. doi:10.13057/psnmbi/m030313.

Rofik, A. & Murniati, E. (2008) Pengaruh

Perlakuan Deoperkulasi Benih dan Media

Perkecambahan untuk Meningkatkan

Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata

(Wurmb.) Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia.

36 (1), 33-40. doi:10.24831/jai.v36i1.1342.

Ruhnayat, A. & Wahyudi, A. (2012) Petunjuk

Teknis Pembenihan Tanamancengkeh

(Eugenia aromaticum).

Rusmin, D., Suwarno, F.C., Darwati, I. & Ilyas, S.

(2014) Pengaruh Suhu dan Media

Perkecambahan terhadap Viabilitas dan Vigor

Benih Purwoceng untuk Menentukan Metode

Pengujian Benih. Buletin Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat. 2545-52 (1), 45-52.

Sadjad, S. (1994) Kuantifikasi Metabolisme Benih.

In: Jakarta, PT. Widiasarana Indonesia.

Setyaharni, E. (1987) Pengaruh Tingkat

Kemasakan Benih, Media dan Kondisi Ruang

Terhadap Viabilitas Benihcengkeh (Eugenia

caryohyllus (Sreng.) Bullock et arrison)

Selama Periode Konservasi. Repositori IPB,

pp. 1-93.

Setyowati, N. & Fadli, A. (2015) Penentuan

Tingkat Kematangan Buah Salam (Syzgium

polyanthum (wight) walpers) sebagai Benih

dengan Uji Kecambah dan Vigor Biji. Jurnal

Pusbindiklat Lipi. 1 (1), 1-8.

Shaban, M. (2013) Biochemical Aspects of Protein

Changes in Seed Physiology and Germination.

Intl J Adv Biol Biomed Res. 1 (8), 885-898.

Soepardi, G. (1983) Sifat dan Ciri Tanah.

Repositori IPB.

Sutater, T., Suciantini & R, T. (1998) Serbuk Sabut

Kelapa sebagai Media Tanam Krisan dalam

Modernisasi Usaha Pertanian Berbasis

Kelapa. In: Prosiding Konferensi Nasional

Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Industri, pp. 23-300.

Tresniawati, C., Murniati, E. 9& Widajati, E.

(2014) Perubahan Fisik, Fisiologi dan

Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Studi

Rekalsitransi Benih Kemiri Sunan. J. Agron.

Indonesia. 42 (1), 74-79.

doi:10.24831/jai.v42i1.8157.

Yuniarti, N., Kurniaty, R., Danu, N.F. & Siregar,

N. (2016) Mutu Fisik, Fisiologis dan

Kandungan Biokimia Benih Trema (Trema

orientalis Linn. Blume) berdasarkan Tingkat

Kemasakan Buah. Jurnal Perbenihan Tanaman

Hutan. 4 (2), 53-65.

doi:10.20886/bptpth.2016.4.2.53-65.

Page 38: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 90 - 99

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v30n2.2019.90-99 0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

90 Accreditation Kemenristekdikti Number : 30/E/KPT/2018

EFEK FORMULA MINYAK ATSIRI DAN PARA MENTHANE DIOL TERHADAP

MORTALITAS DAN PENGHAMBATAN BERTELUR WERENG COKELAT

The Effect of Essential Oil Formula and Para Menthane Diol on Mortality and

Oviposition Deterrent of Brown Planthopper

Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT

Article history: Diterima: 11 April 2019

Direvisi: 19 Juli 2019

Disetujui: 18 Maret 2020

Minyak cengkih, serai wangi, dan serai dapur dikenal sebagai insektisida nabati.

Formula campuran minyak atsiri dan senyawa tunggal minyak atsiri diharapkan

dapat meningkatkan keefektifan insektisida nabati. Percobaan ini bertujuan untuk

menguji efek dari campuran minyak atsiri dan formula para-menthane-3,8-diol

(PMD) dalam menghambat kemampuan bertelur dan mortalitas wereng cokelat.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,

Bogor. Formula yang diuji adalah minyak cengkih + serai wangi (1: 1), minyak

cengkih + serai dapur (1: 1), minyak atsiri tunggal, bahan pembawa formula minyak

atsiri (campuran tween 80, terpentin, dan surfaktan), serta formula PMD dan bahan

pembawa (pengemulsi, alkohol 96 %, dan surfaktan). Aplikasi formula dilakukan

secara kontak pada serangga uji. Parameter pengamatan adalah jumlah telur yang

diletakkan dan mortalitas wereng cokelat dewasa dan nimfa. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa formula insektisida nabati yang diaplikasikan secara kontak

terhadap larva dan wereng cokelat dewasa menyebabkan tingkat kematian yang

tidak berbeda secara signifikan dibanding kontrol dan insektisida sintetis. Uji residu

tanaman, mortalitas nimfa pada perlakuan minyak atsiri tidak berbeda nyata dari

kontrol dan insektisida. Formula minyak cengkih + serai wangi yang disemprotkan

langsung pada serangga dan melalui tanaman tidak berbeda nyata dibandingkan

dengan perlakuan insektisida sintetik, walaupun efektivitas formula minyak cengkih

+ serai wangi lebih lambat. Kemanjuran formula minyak cengkih + serai wangi

terhadap peletakan telur berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan insektisida

sintetis, yaitu lebih sedikit telur yang diletakkan. Formuka PMD kurang efektif dari

formula minyak cengkih + serai wangi terhadap nimfa dan kematian dewasa

wereng cokelat. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi aktivitas formula

minyak cengkih + serai wangi di lapangan.

Kata kunci:

Insektisida botani; minyak cengkih; minyak serai dapur;

minyak serai wangi;

Nilaparvata lugens Stal

Keywords:

Botanical insecticide; clove oil; citronella oil;

lemongrass oil; Nilaparvata

lugens Stal

Essential oils such as clove, lemongrass, and citronella are known as botanical

insecticides. Mixed-essential oils and a single compound of the oil itself may

increase its efficacy. The experiment aimed to examine the effect of the essential oil

mixture and para-menthane-3,8-diol (PMD) formulas in inhibiting of the egg-laying

and mortality of brown planthopper. The study conducted at the greenhouse of

Indonesian Spices and Medicinal Crops Research Institute, Bogor. The formula

tested were clove+citronella oils (1:1), clove+lemongrass oils (1:1), the single

essential oil, solvent materials (a mixture of tween 80, Turpentine, and surfactant),

PMD-solvent substances (emulsifier, alcohol 96%, and surfactant). A contact

application was applied to the insect. Observation parameters were egg numbers

laid and brown planthopper adult and nymph mortalities. The result of the insect

contact application method showed that adult mortality was not significantly

different compare with control and synthetic insecticide. Based on the plant residue

test, nymph mortality due to clove oil + citronella oils were not significantly

Page 39: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Formulasi Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol Terhadap Mortalitas ... (Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun)

91

different from control and insecticide. Meanwhile, based on the insect and plant

spray test, adult mortality on clove oil + citronella was not differently significant

from the synthetic insecticide. However, the effectiveness of clove+lemongrass oils

was slower. The efficacy of the oil formula to the egg laid was significantly

different from the synthetic insecticide treatment, i.e., fewer eggs laid. PMD was

less effective than the essential oil formula on the nymphs and adult mortalities of

brown planthopper. Further field evaluations of the clove oil + citronella formulas

are required.

PENDAHULUAN

Wereng cokelat (Nilaparvata lugens Stal)

merupakan hama penting pada tanaman padi.

Hama ini menyebabkan kerusakan dengan cara

mengisap cairan floem, menyebabkan munculnya

gejala hopperburn dan menularkan penyakit virus

kerdil rumput (VKR) dan virus kerdil hampa

(VKH) (Jena & Kim 2010). Pada tahun 2005 dan

2008, Cina melaporkan kehilangan hasil 2,7 juta

ton padi karena serangan wereng cokelat, hal yang

serupa juga terjadi di Vietnam, sebanyak 0,4 juta

ton kehilangan hasil yang disebabkan karena virus

VKR dan VKH (Brar et al. 2010).

Pengendalian wereng cokelat selama ini

dilakukan dengan menggunakan insektisida

sintetis. Untuk mengurangi dampak negatif yang

ditimbulkan akibat penggunaan insektisida sintetis

yang tidak bijaksana maka perlu cara lain untuk

mengendalikan hama, salah satunya dengan

menggunakan insektisida nabati. Pengendalian

dengan menggunakan insektisida nabati mimba

dapat menghambat ketahanan hidup nimfa dan

imago betina wereng cokelat. Aplikasi pestisida

berbahan dasar mimba pada awal musim tanam

padi ketika wereng dalam stadia nimfa muda akan

memberikan pengendalian yang efektif. Nimfa

wereng muda rentan terhadap mimba, efek mimba

yang rendah pada musuh alami mengurangi resiko

resurjensi jika digunakan pada awal musim tanam

padi (Senthil-Nathan et al. 2009). Ekstrak metanol

akar kering Euphorbia kansui, juga menunjukkan

aktivitas pestisida terhadap wereng cokelat (Dang

et al. 2010).

Tanaman atsiri menghasilkan senyawa

metabolit sekunder yang toksik bagi serangga,

menghambat peneluran dan makan, penolakan dan

ketertarikan serangga dari ordo Lepidoptera,

Coleoptera, Isoptera, dan Hemiptera (Khater

2012).

Minyak serai wangi dengan konsentrasi

satu persen yang diaplikasikan secara langsung ke

tubuh ulat bulu Gempinis menyebabkan mortalitas

sebesar 82 % (Adnyana et al. 2012) pada

konsentrasi 0,5 % yang disemprotkan pada

tanaman padi menghambat peletakan telur wereng

cokelat sebesar 57,66 % (Hashifah et al. 2017).

Minyak serai dapur dengan konsentrasi 0,5 % yang

diaplikasikan secara langsung ke tubuh ulat bulu

Gempinis menyebabkan mortalitas sebesar 90 %

(Adnyana et al. 2012). Minyak ini pada

konsentrasi 0,2 % juga mempunyai aktivitas

repelen terhadap populasi imago wereng cokelat

sebesar 87 % sampai dengan 120 menit setelah

perlakuan. Selain itu, minyak serai dapur juga

menyebabkan mortalitas sebesar 60 % pada satu

hari dan 88 % pada sepuluh hari setelah perlakuan

(Sainath 2016).

Minyak cengkih yang diberikan melalui

pakan menghambat pertumbuhan larva

Trichoplusia ni dan menyebabkan mortalitas

T. unipuncta. Pada metode penyemprotan, minyak

cengkih toksik terhadap Trichoplusia ni. Minyak

cengkih dengan bahan aktif eugenol 60 %

mempunyai daya kerja sebagai racun syaraf

(Akhtar et al. 2008).

Campuran minyak serai wangi, minyak

cengkih, dan minyak jarak yang diaplikasikan pada

pertanaman kakao mengurangi kehilangan hasil

yang disebabkan oleh penggerek buah kakao

(Willis et al. 2013). Mardiningsih & Balfas (2017)

menyatakan bahwa campuran minyak cengkih

dengan minyak serai wangi (CSW), dan campuran

minyak cengkih dengan minyak serai dapur (CSD)

menyebabkan mortalitas baik pada nimfa maupun

imago Helopeltis antonii. Campuran CSD dan

CSW (1:1) mengurangi jumlah telur yang

diletakkan 46,56 - 60 atau sekitar 18 % lebih tinggi

dibandingkan pada perlakuan minyak atsiri (MA)

Page 40: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 90 - 99

92

tunggal (Mardiningsih & Balfas 2017).

Pencampuran beberapa jenis insektisida nabati

juga akan lebih memperlambat munculnya

ketahanan serangga hama (Dadang & Prijono

2008).

Selain minyak serai wangi yang masih

berbentuk alami, ada juga komponen dari minyak

serai wangi, yaitu para menthane diol (PMD).

Para-menthane-3,8-diol bersifat sebagai penolak

serangga, beraroma mirip dengan mentol dan

memiliki rasa dingin (Leffingwell 2001). Secara

alami, PMD adalah suatu senyawa hasil sintesis

dari sitronelal yang diisolasi dari minyak serai

wangi. Selain itu, PMD juga dapat disintesis oleh

reaksi Prins dari sitronelal (Drapeau et al. 2011).

Senyawa p-menthane-3, 8-diol juga ditemukan di

dalam buah-buahan. Para-menthane-3,8-diol yang

berasal dari pohon karet beraroma lemon Australia

menyebabkan toksisitas akut terhadap lalat hewan

(Stomoxys calcitrans L.) dan lalat rumah (Musca

domestica L.) (Zhu et al. 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi pengaruh formula minyak atsiri

tunggal maupun campuran dan para menthane diol

terhadap mortalitas nimfa dan imago, serta

penghambatan peneluran wereng cokelat di rumah

kaca.

BAHAN DAN METODE

Persiapan tanaman padi dan wereng cokelat

Penelitian dilakukan di rumah kaca

Balittro sejak Januari 2017 sampai Desember

2018. Tanaman padi varietas Ciherang digunakan

sebagai inang serangga uji wereng cokelat. Biji

padi disemai pada media tanah basah dan diberi

pupuk kandang di dalam pot. Serangga uji

diperoleh dari pertanaman padi di Bogor dan

dipelihara pada bibit padi umur 1-1,5 bulan hingga

berkembang dan diperoleh nimfa (serangga pra

dewasa) dan imago (serangga dewasa) dalam

jumlah yang cukup untuk digunakan uji mortalitas.

Sebagian nimfa dipelihara hingga menjadi imago

untuk dikawinkan, selanjutnya 5 pasang wereng

cokelat dewasa yang telah kopulasi digunakan

untuk pengujian mortalitas imago dan

penghambatan peneluran.

Formulasi minyak atsiri

Minyak atsiri yang digunakan adalah

campuran minyak cengkih dan minyak serai wangi

(1:1), campuran minyak cengkih dan minyak serai

dapur (1:1), minyak serai wangi, minyak serai

dapur, minyak cengkih, dan bahan pelarut dan

pengemulsi (terpentin, tween 80, dan teepol).

Minyak atsiri diperoleh dengan cara disuling.

Minyak daun cengkih diperoleh dari petani

penyuling di Leuwiliang, minyak batang serai

dapur dari petani penyuling di Cianjur, dan minyak

daun serai wangi dari Kebun Percobaan Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Manoko,

Lembang, Jawa Barat. Komposisi formula adalah

30 % minyak atsiri, tween 80 sebanyak 10 %, tepol

1 %, dan terpentin 59 %. Selain itu, juga diuji

pengaruh para menthane diol (PMD) 70 % dan

bahan pelarut serta pengemulsi yang terdiri atas

alkohol 95 % dan tepol. PMD diperoleh dari

PT Indesso Aromatik, dibuat dari sitronellal hasil

isolasi dari minyak serai wangi, dilanjutkan dengan

reaksi sintesis menjadi PMD. Formula tersebut

diencerkan dan konsentrasi yang digunakan dalam

pengujian adalah 10 ml.l-1

.

1. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada

serangga

Penelitian disusun dalam rancangan acak

kelompok dengan 10 perlakuan dan diulang

sebanyak tiga kali. Perlakuan yang diujikan adalah

campuran minyak cengkih dengan minyak serai

wangi (1:1), campuran minyak cengkih dengan

minyak serai dapur (1:1), minyak serai wangi,

minyak serai dapur, minyak cengkih, bahan pelarut

dan pengemulsi, serta PMD. Sebagai pembanding

digunakan insektisida sintetis (imidakloprid

konsentrasi 2 ml.l-1

) dan kontrol.

Pengujian dilakukan dengan penyemprotan

serangga uji (Dadang & Prijono 2008), yaitu

menyemprot 10 nimfa instar 4 berumur 1-2 hari

dengan bahan larutan yang diuji masing-masing

dengan volume semprot sebanyak 1,5 ml.

Sebanyak 2 batang tanaman padi diletakkan dalam

kurungan yang digunakan untuk memelihara nimfa

yang telah diperlakukan. Pengamatan mortalitas

dilakukan setiap hari selama empat hari. Pengujian

Page 41: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Formulasi Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol Terhadap Mortalitas ... (Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun)

93

dengan cara yang sama dilakukan pada 5 pasang

serangga uji imago wereng cokelat berumur 3 hari.

2. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada

tanaman

Penelitian disusun dalam rancangan acak

kelompok dengan 10 perlakuan dan diulang

sebanyak tiga kali. Sebagai perlakuan ialah

campuran minyak cengkih dengan minyak serai

wangi (1:1), campuran minyak cengkih dengan

minyak serai dapur (1:1), minyak serai wangi,

minyak serai dapur, minyak cengkih, bahan pelarut

dan pengemulsi serta PMD, imidakloprid dengan

konsentrasi 2 ml.l-1

digunakan sebagai

pembanding, dan kontrol yang diaplikasi dengan

air.

Pengujian dilakukan dengan metode residu

pada daun (Dadang & Prijono 2008), yaitu

2 batang tanaman yang sudah disemprot dengan

volume aplikasi 1,5 ml per tanaman, tanaman

ditutup dengan kurungan plastik lalu diinfestasi

nimfa atau imago wereng cokelat pada unit

percobaan yang terpisah. Pengamatan mortalitas

nimfa dan imago wereng cokelat yang sudah

diinfestasikan pada tanaman padi tersebut

dilakukan setiap hari selama empat hari.

3. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada

serangga dan tanaman

Perlakuan ini merupakan kombinasi dari

perlakuan sebelumnya, yaitu aplikasi

penyemprotan pada serangga dan penyemprotan

pada tanaman. Nimfa atau imago dengan unit

percobaan yang terpisah diinfestasikan pada

2 batang tanaman padi yang telah disediakan lalu

diaplikasi dengan formula yang diujikan.

Pengujian ini terdiri dari 10 perlakuan termasuk

insektisida sintetis dan kontrol. Volume aplikasi

yang digunakan, yaitu 3,0 ml yang terdiri atas

1,5 ml larutan digunakan untuk menyemprot

serangga dan 1,5 ml larutan digunakan untuk

menyemprot tanaman. Jumlah ulangan dan

parameter pengamatan yang dilakukan sama

seperti pada dua pengujian sebelumnya.

4. Penghambatan peneluran wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada

tanaman dan imago

Penelitian disusun dalam rancangan acak

kelompok dengan 10 perlakuan, sama seperti

metode sebelumnya dan diulang sebanyak tiga

kali.

4a. Penyemprotan imago

Pengujian penghambatan peneluran pada

imago dilakukan sama dengan pada pengujian

aplikasi kontak. Pengujian dilakukan dengan

penyemprotan 10 imago dengan volume semprot

sebanyak 1,5 ml (Dadang & Prijono 2008).

Sebanyak 2 batang tanaman padi yang diletakkan

dalam kurungan digunakan untuk memelihara

nimfa yang telah diperlakukan. Pengamatan jumlah

telur yang diletakkan dilakukan setiap dua hari

selama empat hari. Jumlah total telur yang

dihasilkan dilakukan dengan cara memindahkan

serangga yang sudah diperlakukan pada tanaman

padi lain yang belum diperlakukan. Penghitungan

telur dilakukan dengan cara membongkar tanaman,

dibawa ke laboratorium, merobek jaringan

tanaman, kemudian jumlah telur yang diletakkan

dihitung di bawah mikroskop.

4b. Efek residu pada tanaman

Pengujian terhadap penghambatan

peneluran (oviposition deterrent) berdasarkan pada

metode efek residu pada tanaman (Dadang dan

Prijono 2008); yaitu menyemprot tanaman padi

dengan bahan larutan yang diuji dengan volume

semprot 1,5 ml, dikeringanginkan, 2 batang

tanaman dikurung dengan kurungan plastik yang

pada bagian atasnya diberi kain kasa, kemudian

dimasukkan 5 pasang imago. Setelah dua hari,

tanaman padi dibongkar dan dihitung jumlah

telurnya. Imago dipindahkan dan dikurung pada

tanaman padi yang juga sudah diperlakukan. Dua

hari kemudian, tanaman dibongkar, dibawa ke

laboratorium, jaringan tanaman dirobek, dan

dihitung jumlah telur yang diletakkan dan diamati.

Pemindahan imago dan penghitungan telur

dilakukan berulang setiap dua hari hingga imago-

imago tersebut mati.

Page 42: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 90 - 99

94

4c. Pengujian penghambatan oviposisi wereng

cokelat betina

Pengujian terhadap penghambatan

peneluran dengan aplikasi kontak + residu pada

tanaman. Perlakuan yang diujikan seperti pada

percobaan mortalitas imago wereng cokelat

dengan aplikasi kontak + residu pada tanaman.

Setelah dua hari, 2 batang tanaman padi dibongkar

dan dihitung jumlah telurnya. Serangga

dipindahkan dan dikurung pada tanaman padi yang

juga sudah diperlakukan. Dua hari kemudian,

tanaman dibongkar, dibawa ke laboratorium,

jaringan tanaman dirobek, dan dihitung jumlah

telur yang diletakkan. Pengujian tersebut dilakukan

hingga imago mati.

Analisis data

Data dianalisis dengan ANOVA

menggunakan piranti lunak SAS. Pembandingan

rata-rata dilakukan dengan menggunakan

Duncan’s Multiple Range Test pada tingkat 0,05.

Persentase repelensi efektif (ER) untuk masing-

masing minyak atsiri dihitung dengan rumus

Setiawati et al. (2011):

ER (%) = ((NC-NT) x 100%) x NC-1

Keterangan/Note:

ER = persentase efektivitas repelensi/percent

effective repellency, NC = jumlah telur pada kontrol (+pengemulsi)/

numbers of control egg (+emulsifier). NT = jumlah telur pada perlakuan/numbers of

treated egg..

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada serangga

Sampai empat hari setelah perlakuan,

insektisida nabati campuran minyak cengkih +

serai wangi dan minyak cengkih + serai dapur

lebih tinggi dalam menyebabkan mortalitas nimfa

dibandingkan perlakuan minyak atsiri tunggal,

yaitu minyak cengkih dan PMD, berbeda nyata

dengan bahan pelarut, pengemulsi dan kontrol.

Imago wereng cokelat relatif lebih tahan terhadap

semua insektisida yang diujikan (Tabel 1).

Mortalitas wereng cokelat pada perlakuan

beberapa minyak atsiri lebih tinggi daripada

insektisida imidakloprid, tetapi tidak berbeda nyata

secara statistik. Penelitian sebelumnya juga

didapatkan bahwa perlakuan cengkih + serai wangi

1:1 dalam pengemulsi 0,5 % sampai dengan tiga

hari setelah perlakuan menyebabkan mortalitas H.

antonii tertinggi (Mardiningsih & Balfas 2017).

PMD merupakan senyawa yang sudah diisolasi

dari minyak serai wangi sehingga kandungan

senyawa ini lebih tinggi dibanding pada minyak

serai wangi yang alami. PMD toksik terhadap

nimfa wereng cokelat. PMD yang berasal dari

minyak lemon eucalyptus, Corymbia citriodora

juga dilaporkan toksik terhadap nimfa Ixodes

ricinus yang berguna untuk pengendalian tungau

(Elmhalli et al. 2009). PMD dapat diperoleh antara

lain dengan cara destilasi daun Eucalyptus

citroidora atau modifikasi kimia dari sitronellal,

tersedia dari tanaman-tanaman genus Cymbopogon

(Dell 2010). Efektivitas PMD terhadap mortalitas

wereng cokelat, lebih rendah dibanding formula

campuran minyak atsiri. Hal ini dapat dilihat dari

nilai mortalitasnya yang lebih rendah.

Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada tanaman

Empat hari setelah perlakuan menunjukkan

bahwa campuran minyak cengkih + serai dapur

dan campuran minyak cengkih + serai wangi lebih

baik dalam menyebabkan mortalitas nimfa

dibandingkan perlakuan minyak atsiri tunggal,

yaitu minyak cengkih, serai dapur, serai wangi dan

PMD, berbeda nyata dengan bahan pembawa dan

kontrol (Tabel 2). Campuran minyak cengkih +

serai wangi (CSW) menyebabkan mortalitas imago

wereng cokelat tertinggi, mortalitas perlakuan

minyak cengkih + serai dapur sama dengan

perlakuan PMD. Bahan pembawa MA dan PMD

juga memengaruhi mortalitas imago. Hal ini dapat

dilihat mortalitas imagonya yang berbeda nyata

dengan kontrol. Hasil ini sejalan dengan yang telah

dilakukan oleh (Mardiningsih & Ma’mun 2017)

yang menunjukkan bahwa mortalitas imago

H. antonii tertinggi pada perlakuan cengkih + serai

wangi (CSW) diikuti oleh perlakuan cengkih +

serai dapur (CSD).

Page 43: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Formulasi Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol Terhadap Mortalitas ... (Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun)

95

Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada serangga

dan tanaman

Hasil pengujian minyak atsiri (MA) dan

para menthane diol (PMD) menunjukkan morta-

litas nimfa wereng cokelat, tertinggi pada perlaku-

an PMD, diikuti perlakuan cengkih + serai wangi

(CSW) serta cengkih + serai dapur (CSD).

Mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan PMD

tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan CSW,

CSD, serai wangi, dan serai dapur (Tabel 3).

Mortalitas imago pada minyak cengkih +

serai wangi adalah yang tertinggi dari insektisida

nabati yang diuji, tetapi, tidak berbeda nyata

Tabel 1. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat (%) dengan perlakuan formula minyak atsiri dan PMD dengan

cara aplikasi langsung pada nimfa dan imago.

Table 1. The mortality of nymphs and adults of brown planthopper (%) with spray application on the nymphs and

adults.

Perlakuan

Mortalitas nimfa Mortalitas imago

Hari setelah aplikasi Hari setelah aplikasi

1 2 3 4 1 2 3 4

Minyak cengkih dan serai wangi* 100,0 a 100,0 a 100,0 a 100,0 a 70,0 ab 76,7 a 76,7 a 83,3 a

Minyak cengkih dan serai dapur* 100,0 a 100,0 a 100,0 a 100,0 a 66,7 ab 70,0 a 73,3 a 80,0 a

Minyak serai wangi* 100,0 a 100,0 a 100,0 a 100,0 a 43,3 bc 46,7 b 46,7 b 60,0 b

Minyak serai dapur* 100,0 a 100,0 a 100,0 a 100,0 a 36,7 c 36,7 bc 46,7 b 50,0 bc

Minyak cengkih* 83,3 b 83,3 b 83,3 b 86,7 b 16,7 d 30,0 bc 30,0 b 36,7 c

Para menthane diol (PMD)* 96,7 a 96,7 a 96,7 a 96,7 ab 23,3 cd 30,0 bc 33,3 b 36,7 c

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (MA)*

26,7 d 26,7 d 26,7 d 26,7 d 0,0 e 0,0 d 6,7 cd 13,3 d

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (PMD)*

73,3 c 73,3 c 73,3 c 73,3 c 3,3 e 3,3 d 10,0 c 16,7 d

Imidakloprid# 90,0 ab 93,3 ab 93,3 ab 93,3 ab 86,7 a 93,3 a 93,3 a 93,3 a

Kontrol (air) 0,0 e 0,0 e 0,0 e 0,0 e 0,0 e 0,0 d 0,0 d 3,3 e

KK/CV (%) 3,8 3,9 3,9 3,96 23,2 14,6 18,1 10,6

Catatan/Note : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5 %/Numbers followed

by the same letters in the same column are not significantly different at DMRT 5 %.

*Konsentrasi 10 ml.l-1/* Concentration 2 ml.l-1

Data ditransformasi dengan/Data were transformed by𝑦 = 𝑎𝑟𝑐 𝑥 + 0,5

Tabel 2. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat (%) pada perlakuan aplikasi pada tanaman.

Table 2. The mortality of nymph and adults of brown planthopper (%)with spray application on the plants.

Perlakuan

Mortalitas nimfa Mortalitas imago

Hari setelah aplikasi Hari setelah aplikasi

1 2 3 4 1 2 3 4

Minyak cengkih dan serai wangi* 43,3 ab 46,7 abc 46,7 b 50,0 ab 10,0 bc 36,7 bc 53,3 a 60,0 b

Minyak cengkih dan serai dapur* 50,0 ab 53,3 ab 53,3 ab 56,7 a 16,7 bc 43,3 bc 53,3 a 56,7 bc

Minyak serai wangi* 40,0 abc 43,3 abc 43,3 abc 43,3 abc 3,3 bc 30,0 cd 43,3 ab 43,3 bcd

Minyak serai dapur* 16,7 cde 23,3 cd 26,7 cd 26,7 cd 3,3 bc 13,3 e 26,7 abc 40,0 cd

Minyak cengkih* 16,7 cde 16,7 de 20,0 d 20,0 d 0,0 c 16,7 de 30,0 abc 33,3 d

Para menthane diol (PMD)* 26,7 bcd 30,0 bcd 30,0 bcd 30,0 bcd 33,3 abc 50,0 ab 53,3 a 56,7 bc

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (MA)*

3,3 fg 3,3 ef 3,3 e 3,3 e 3,3 bc 13,3 e 16,7 bc 36,7 d

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (PMD)*

6,7 efg 20,0 cd 20,0 d 20,0 d 0,0 c 6,7 e 20,0 abc 33,3 d

Imidakloprid# 60,0 a 66,7 a 66,7 a 66,7 a 63,3 a 66,7 a 86,7 ab 96,7 a

Kontrol (air) 0,0 g 0,0 f 0,0 e 0,0 e 0,0 c 0,0 f 6,7 c 16,7 e

KK/CV (%) 27,2 26,0 19,0 17,5 75,2 20,3 33,4 11,0

Catatan/Note :

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5 %/Numbers followed

by the same letters in the same column are not significantly different at DMRT 5 %.

*Konsentrasi 10 ml.l-1/* Concentration 2 ml.l-1

Data ditransformasi dengan/Data were transformed by𝑦 = 𝑎𝑟𝑐 𝑥 + 0,5

Page 44: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 90 - 99

96

dengan PMD, campuran minyak cengkih + serai

dapur, dan serai wangi (Tabel 3). Banyak tanaman

minyak atsiri dan unsur terpenoid utamanya

bersifat neurotoksik terhadap serangga dan tungau

serta aktif secara perilaku pada konsentrasi

sublethal (Isman et al. 2011). Beberapa penolak

nyamuk termasuk p-menthane-3,8-diol dari mentha

sebagai bahan aktif, dan sitronelal juga digunakan

dalam obat nyamuk (Reina et al. 2010).

Perlakuan bahan pelarut dan pengemulsi

PMD yang digunakan dalam formula tidak

memengaruhi mortalitas nimfa wereng cokelat,

mortalitas nimfa pada perlakuan bahan pelarut dan

pengemulsi PMD tidak berbeda nyata dengan

kontrol. Perlakuan bahan pelarut dan pengemulsi

yang digunakan dalam formula tidak

mempengaruhi mortalitas imago wereng cokelat,

mortalitas imago pada perlakuan bahan pelarut dan

pengemulsitidak berbeda nyata dengan kontrol.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Mardiningsih &

Ma’mun (2017). Pada pengujian minyak atsiri

terhadap H. antonii, mortalitas imago pada bahan

pelarut dan pengemulsi tidak berbeda nyata dengan

kontrol.

Penghambatan peneluran wereng cokelat

dengan aplikasi penyemprotan pada imago,

tanaman dan imago beserta tanamannya

Perlakuan campuran minyak cengkih + serai wangi

dan campuran minyak cengkih + serai dapur lebih

banyak dalam menghambat peneluran

dibandingkan perlakuan minyak atsiri tunggal dan

PMD, baik pada aplikasi kontak, residu pada

tanaman, dan kontak + residu pada tanaman

(Tabel 4). Minyak serai wangi dan cengkih lebih

banyak menghambat peneluran dibandingkan

dengan minyak serai dapur + cengkih dan para

menthane diol pada perlakuan aplikasi langsung

imago serangga uji. Pola yang sama juga

ditunjukkan pada perlakuan aplikasi formula pada

tanaman inang, tetapi dengan jumlah telur yang

dihasilkan lebih banyak daripada perlakuan

aplikasi pada serangga. Sampai dengan empat hari

setelah perlakuan, campuran cengkih dengan

minyak serai dapur (CSD) menghambat peneluran

(oviposisi) paling tinggi dibandingkan perlakuan

lain, dengan nilai tertinggi, yaitu 53,2 %.

Walaupun perlakuan CSD menghambat peneluran

paling tinggi, akan tetapi tidak berbeda nyata

Tabel 3. Mortalitas nimfa dan imago wereng cokelat (%) pada perlakuan aplikasi pada serangga dan tanaman.

Table 3. The mortality of brown planthopper and adults (%) with spray application on the insects and the plants.

Perlakuan

Mortalitas nimfa Mortalitas imago

Hari setelah aplikasi Hari setelah aplikasi

1 2 3 1 2 3 4

Minyak cengkih dan serai

wangi* 60,0 ab 63,3 ab 63,3 ab

60,0 b 66,7 ab 66,7 ab 66,7 ab

Minyak cengkih dan serai

dapur* 56,7 ab 56,7 ab 56,7 ab

50,0 bc 50,0 bc 50,0 bc 50,0 abc

Minyak serai wangi* 40,0 bc 43,3 abc 43,3 abc 40,0 bcd 40,0 c 40,0 c 40,0 bc

Minyak serai dapur* 40,0 bc 43,3 bc 43,3 bc 26,7 d 33,3 c 33,3 c 33,3 c Minyak cengkih* 30,0 c 30,0 c 30,0 c 33,3 cd 36,7 c 36,7 c 36,7 c

Para menthane diol (PMD)* 66,7 a 66,7 a 66,7 a 30,0 d 46,7 c 46,7 c 56,7 abc

Bahan pelarut dan

pengemulsi minyak astri (MA)*

3,3 d 6,7 d 6,7 d

0,0 e 0,0 d 0,0 d 0,0 d

Bahan pelarut dan

pengemulsi minyak astri

(PMD)*

0,0 d 0,0 e 0,0 e

3,3 e 6,7 d 6,7 d 10,0 d

Imidakloprid# - - - 86,7 a 90,0 a 90,0 a 90,0 a

Kontrol (air) 0,0 d 0,0 e 0,0 e 0,0 e 0,0 d 0,0 d 0,0 d

KK/CV (%) 18,8 17,9 17,9 19,2 18,6 18,6 15,9

Catatan/Note :

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5 %/Numbers followed by the same letters in the same column are not significantly different at DMRT 5 %.

*Konsentrasi 10 ml.l-1/* Konsentrasi 2 ml.l-1

Data ditransformasi dengan/Data were transformed by𝑦 = 𝑎𝑟𝑐 𝑥 + 0,5

Page 45: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Formulasi Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol Terhadap Mortalitas ... (Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun)

97

dengan perlakuan CSW dan PMD. Bahan pelarut/

pengemulsi mempengaruhi penghambatan

peneluran (oviposisi). Hal ini dapat dilihat dari

jumlah telur yang berbeda nyata dengan perlakuan

kontrol (Tabel 4). Campuran minyak serai wangi

dengan cengkih lebih banyak menghambat

peneluran dibandingkan dengan minyak serai

dapur dengan cengkih serta PMD pada perlakuan

aplikasi ke imago dan tanaman secara bersamaan.

Hal ini ditunjukkan dengan nilai repelensi efektif

(72,8 %) (Tabel 4). Mardiningsih & Balfas (2017)

juga menyebutkan pada perlakuan CSW 1:1 dalam

pengemulsi 0,5 % menghambat peneluran

H. antonii tertinggi. Hasil pengujian sebelumnya

perlakuan CSW 1:1 pada konsentrasi 10 ml.l-1

memberikan penghambatan peneluran H. antonii

lebih tinggi 60,2% dibanding hasil uji saat ini,

yaitu 51,9%. Akan tetapi, pada penelitian

sebelumnya perlakuan CSD 1:1 pada konsentrasi

10 ml.l-1

memberikan penghambatan peneluran

lebih rendah (46,6%) terhadap H. antonii

dibanding hasil yang diperoleh saat ini (53,2 %)

terhadap wereng cokelat (Mardiningsih & Ma’mun

2017). Hal ini diduga karena perbedaan respon

serangga sasaran yang dipakai dalam pengujian,

berbeda famili meskipun keduanya dari ordo

Hemiptera. H. antonii tergolong dalam famili

Miridae, sedangkan wereng cokelat adalah

Delphacidae (Kalshoven 1981). Pada perlakuan

CSW dan CSD jumlah telur yang diletakkan tidak

berbeda nyata. Hal ini juga dijumpai pada

pengujian sebelumnya (Mardiningsih & Ma’mun

2017). Dari tiga metode tersebut terlihat bahwa

CSW lebih banyak menghambat peneluran karena

nilai ER nya tertinggi pada dua metode, yaitu

aplikasi penyemprotan pada imago dan imago

beserta tanamannya.

Minyak cengkih bersifat toksik terhadap

kumbang Acanthoscelides obtectus (Coleoptera:

Bruchidae) dengan LD50 43,6 uL.kg-1

kacang,

menurunkan laju pertumbuhan A. obtectus, dan

menunda munculnya A. obtectus (Jumbo et al.

2014). Pemanfaatan serai wangi juga dilakukan

dengan cara ditanam secara tumpang sari dengan

tanaman lain. Hasil pengujian dengan

menggunakan tanaman perangkap cabai

Tabel 4. Jumlah telur wereng cokelat yang diletakkan pada tanaman padi var. Ciherang setelah perlakuan formula

minyak atsiri, dan PMD dengan cara aplikasi pada imago, tanaman serta aplikasi pada imago dengan

tanaman.

Table 4. The number of eggs laid by brown planthopper with spray application on the adults, plant and both adults

and the plants.

Perlakuan

Jumlah telur pada aplikasi

semprot imago (butir)

Jumlah telur pada aplikasi

semprot tanaman (butir)

Jumlah telur pada aplikasi

semprot imago & tanaman

(butir)

Hari ER

Hari ER

Hari ER 2 4 2 4 2 4

Minyak cengkih dan serai wangi* 30,0 e 52,0 ef 86,4 96,0 e 147,0 d 51,9 12,3 e 56,7 e 72,8

Minyak cengkih dan serai dapur* 20,7 e 103,3 def 72,9 77,7 e 143,0 d 53,2 15,3 e 75,0 de 63,9

Minyak serai wangi* 86,3 d 163,0 cde 57,3 140,7 cd 252,0 c 17,5 32, 7 de 122,7 cd 41,0

Minyak serai dapur* 56,0 d 177,0 cde 53,6 162,3 c 287,3 c 5, 9 32, 7 de 134,3 cd 35,4

Minyak cengkih* 109,0 cd 202,0 bcd 47,0 166,7 c 282,0 c 7,6 46, 7 cd 173,3 bc 16, 7

Para menthane diol (PMD)* 131,3 cd 141,0 de 59,7 109,0 de 214,0 cd 47,5 42, 0 cd 100,0 bc 50,9

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (MA)*

274,0 ab 381,3 ab - 180,0 c 305,3 bc - 100, 7 ab 208,0 ab -

Bahan pelarut dan pengemulsi

minyak atsiri (PMD)*

191,0 bc 349, 7 ab - 277,3 b 407,3 b - 58, 0 bc 204,0 ab -

Imidakloprid# 11,0 e 22, 7 f 95,3 15,3 f 38,3 e 93,2 0,0 f 4, 7 f 98,4

Kontrol (air) 351, 7 a 481, 7 a - 372, 7 a 564,7 a - 147,0 a 283,7 a -

KK/CV (%) 18,6 24,6 10,2 10,6 19,6 15,6

Catatan/Note :

Catatan/Note: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5 %/ Numbers followed by the same letters in the same column are not significantly different at DMRT 5.%.

ER = Persentasi repelensi efektif/ Effective repellency percentage.

*Konsentrasi 10 ml.l-1/Concentration of 10 ml.l-1 # Konsentrasi 2 ml.l-1/Concentration of 2 ml.l-1.

Data ditransformasi dengan 𝑦 = 𝑎𝑟𝑐 𝑥 + 0,5/Data were transformed by 𝑦 = 𝑎𝑟𝑐 𝑥 + 0,5.

(-) tidak ada nilai, karena dipakai untuk menghitung nilai efikasi/there is no value, because it is used to calculate the efficacy value.

Page 46: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 90 - 99

98

varietas‘SP Hot 77’dan tanaman repelen (serai

wangi) yang ditanam di antara tanaman cabai,

dapat menurunkan serangan lalat buah (Amalia et

al. 2014). Minyak atsiri bekerja secara kontak,

knockdown, toksisitas fumigan, dan aksi perilaku

sublethal, yaitu penghambatan dan penolakan

(Isman et al. 2011). Dari hasil penelitian tersebut,

terbukti bahwa minyak atsiri bersifat toksik dan

dapat menghambat peneluran serangga (Khater

2012).

Mortalitas nimfa dan imago pada

perlakuan CSW dan CSD pada semua metode

aplikasi yang diujikan menunjukkan tidak berbeda

nyata dengan perlakuan insektisida sintetis

(imidakloprid) diakhir pengamatan, tetapi berbeda

nyata di awal pengamatan. Kemampuan CSW dan

CSD lebih lambat dibanding imidakloprid dalam

menyebabkan mortalitas nimfa dan imago

wereng cokelat. Proses kerja insektisida sintetis

diketahui lebih cepat dibanding insektisida nabati.

Walaupun para menthane diol merupakan senyawa

yang sudah diisolasi dari sitronellal ternyata

keefektivannya lebih rendah dibandingkan formula

campuran. Dibandingkan dengan para menthane

diol, perlakuan formula pencampuran dua jenis

minyak atsiri, yaitu campuran cengkih + serai

wangi, serta campuran cengkih + serai dapur, pada

sebagian besar metode meningkatkan daya

insektisidalnya. Hal ini menunjukkan formula

campuran yang terdiri atas lebih dari satu senyawa

lebih efektif dibanding formula tunggal.

Pencampuran bahan ekstrak tanaman dapat

menaikkan keamanan konsumen (Isman 2014).

Selain itu, pencampuran bahan ekstrak tanaman

dapat meningkatkan keefektivannya terhadap hama

yang resisten dan yang peka (Akhtar et al. 2009).

Dengan mencampur bahan tanaman untuk

pengendalian hama dapat mengurangi

ketergantungan pada penggunaan satu jenis bahan

tanaman. Untuk mengetahui keefektivan formula

campuran dan PMD diperlukan uji lanjut di lapang.

KESIMPULAN

Formula campuran cengkih + serai wangi

dan cengkih + serai dapur lebih efektif dalam

meningkatkan angka mortalitas nimfa, mortalitas

imago, dan penghambatan peneluran wereng

cokelat pada metode aplikasi kontak, residu pada

tanaman maupun metode aplikasi kontak + residu

dibandingkan PMD. Hal ini menunjukkan formula

campuran yang terdiri lebih dari satu senyawa

lebih efektif dibanding formula tunggal. Untuk

menguji keefektivan formula campuran minyak

atsiri dan PMD perlu dilakukan percobaan lapang

pada tanaman padi varietas Ciherang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Sdr. Endang Sugandi yang telah memberi bantuan

teknis dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian

ini dibiayai dari dana mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I., Sumiartha, K. & Sudiarta, I. (2012)

Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri

Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat

Bulu Gempinis. E-Jurnal Agroekoteknologi

Tropika. 1, 1-11.

Akhtar, Y., Shikano, I. & Isman, M. (2009)

Topical Application of a Plant Extract to

Different Life Stages of Trichoplusia ni fails

to Influence Feeding Oviposition Behaviour.

Entomol. Exp. Appl. 132, 275-282.

doi:10.1111/j.1570-7458.2009.00895.x.

Akhtar, Y., Yeoung, Y. & Isman, M. (2008)

Comparative Bioactivity of Selected Extracts

from Meliaceae and Some Commercial

Botanical Insecticides against Two Noctuid

Caterpillars, Trichoplusia ni and Pseudaletia

unipuncta. Phytochem. Rev.7 (0), 77-88.

Amalia, H., Dadang & Prijono, D. (2014) Effect of

Mulches, Botanical Insecticides, and Traps

Against Fruit Flies Infestation and of Chili

(Capsicum annum). J. ISSAAS. 20 (2), 11-18.

Brar, D.S., Virk, P.S., Jena, K.K., & Khush, G.S.

(2010) Breeding for Resistance to

Planthoppers in Rice. Planthopper : New

Threats to the Sustainability of Intensive Rice

Production Systems in Asia. pp. 401-427.

Dadang & Prijono, D. (2008) Insektisida Nabati:

Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan.

Bogor, Departemen Proteksi Tanaman,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dell, I. (2010) Composition Containing P-mthane-

3,8-dioland its use as an Insect Repellent. In:

Page 47: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Pengaruh Formulasi Minyak Atsiri dan Para Menthane Diol Terhadap Mortalitas ... (Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun)

99

Composition Containing P-methane-3,8-

dioland its use as an insect repellent.

Drapeau, J., Rossano, M., Touraud, D., Obermayr,

U., Geier, M., Rose, A. & Kunz, W. (2011)

Green Synthesis of para-Menthane-3,8-diol

from Eucalyptus citriodora: Application for

Repellent Products. Comptes Rendus Chimie.

14 (7-8), 629-635.

doi:10.1016/j.crci.2011.02.008.

Elmhalli, F. H., Palsson, K., Orberg, J. & Jaenson

T.G.T. (2009) Acaricidal Effects of

Corymbiacitriodora Oil Containing para-

menthane-3,8-diol Against Nymphs of Ixodes

ricinus (Acari: Ixodidae). Experimental and

Applied Acarology. 43 (8), 251-262.

Isman, M. (2014)Botanical Insecticides: A global

Perspective in Biopesticide. State The Art and

The Future Opportunities. In : ACS

Symposium Series. Washington DC, pp. 21-

30.

Isman, M., Miresmailli, S. & Machial, C. (2011)

Commercial Opportunities for Pesticides

Based on Plant Essential Oils in Agriculture,

Industry, and Consumer Products. Phytochem.

Rev.10 (0), 197-204.

Jena, K. & Kim, S.-M. (2010) Current Status of

Brown Planthopper (BPH) Resistance and

Genetics. Rice. 3, 161-171.

Jumbo, L., Faroni, L. & Oliveria, E. (2014)

Potential use of Clove and Cinnamon

Essential Oils to Control the Bean Weevil,

Acanthoscelides obtectus Say, in Small

Storage Units. Industrial Crops & Products.

6, 27-34.

Kalshoven, L. (1981) Pests of Crops in Indonesia.

Jakarta, PT Ichtiar Baru Van-Hoeve.

Khater, H. (2012) Prospects of Botanical

Biopesticides in Insect Pest Management.

Pharmacologia. 3. 3 (12), 641-656.

Le Dang, Q., Choi, Y.H., Choi, G.J., Jang, K.S.,

Park, M.S., Park, N.J., Lim, C.H., Kim, H.,

Ngoc,L.H. &Kim, J.C. (2010) Pesticidal

Activity of Ingenane Diterpenes Isolated from

Euphorbia kansui Against Nilaparvata lugens

and Tetranychus urticae. J. Asia Pac.

Entomol. 13, 51-54.

Leffingwell, J. (2001) Cool without Menthol &

Cooler tan Menthol and Cooling Compounds

as Insect Repellents. Leffingwell &

Associates.

Mardiningsih, T. & Balfas, R. (2017) Effect of

Essential Oil Combination on Mortalities and

Oviposition Deterrents of Crocidolomia

pavonana and Helopeltis antonii. Bul. Littro.

28 (1), 75-88.

Mardiningsih, T. & Ma’mun (2017) The Effect of

Essential Oil Formulas on Mortality and

Oviposition Deterrent of Helopeltis antonii

Sign. Bul. Littro. 28 (2), 171-180.

Reina, M., Diaz, C. & Fraga, B. (2010) Natural

Product-Bades Biopesticides for Insect

Control. In : Comprehensive Natural Products

II: Chemistry and Biology. pp. 237-263.

Sainath, G. (2016) Bio-efficacy of Tree Seed Oils

and Essential Oils Against Brown

Planthopper, Nilaparvata lugens (Stal.)

Thesis. p. 99.

Senthil-Nathan, S., Choi, M.Y., Paik, C.H., Seo,

H.Y. & Kalaivani, K. (2009) Toxicity and

Physiological Effects of Neem Pesticides

Applied to Rice on the Nilaparvata lugens

Stal, the Brown Planthopper. Entomology and

Environmental Safety. 72, 1707-1713.

doi:10.1016/j.ecoenv.2009.04.024.

Setiawati, W., Murtiningsih, R. & Hasyim, A.

(2011) Laboratory and Field Evaluation of

Essential Oils from Cymbopogon nardus as

Oviposition Deterrent and Ovicidal Activities

against Helicoverpa armigera Hubner on

Chili Pepper. Indonesia Journal of

Agricultural Science. 12 (1), 9-16.

Willis, M., Rohimatun, Laba, I., & Nurjanani

(2013) Control of Cocoa Pod Borer

(Conopomorpha cramerella) and Cocoa Pod

Sucker (Helopeltis sp.) Using Essential Oil-

Base Insecticides. Proceedings of the

International Seminar on Spices. Medicinal

and Aromatic Plants (SMAPs). Indonesia

Agency for Agricultural Research and

Development (IAARD). 115-120.

Zhu, J.J., Zeng, X.P., Berkebile, D., Du, H.J.,

Tong, Y. & Qian, K. (2009) Efficacy and

Safety of Catnip (Nepeta cataria) as a Novel

Filth Fly Repellent. Medical and Veterinary

Entomology. 23, 209-216.

Page 48: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : . http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v30n2.2019.100-110 0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

100 Accreditation Kemenristekdikti Number : 30/E/KPT/2018

FORMULA EKSTRAK BONGGOL PISANG KEPOK KUNING (Musa acuminata x

Musa balbisiana) SEBAGAI ANTIINFLAMASI

Yellow Kepok Banana (Musa acuminata x Musa balbisiana) Corm Extracts As Antiinflamation

Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani

Institut Sains dan Teknologi Nasional

Jalan Moh. Kahfi II, Bhumi Srengseng Indah, Jagakarsa, Jakarta 12630

INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT

Article history: Diterima: 04 Maret 2019

Direvisi: 19 Juli 2019

Disetujui: 26 Maret 2020

Pisang mempunyai banyak jenis dan manfaatnya. Salah satunya adalah pisang

kepok kuning. Batang, pelepah daun, dan bonggol dari pisang ini memiliki

kandungan fitokimia berkhasiat obat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek

formula ekstrak bonggol pisang kepok kuning sebagai antiinflamasi. Bonggol

pisang kepok kuning dipotong menjadi berukuran 0,3 x 1 x 3 cm, dikeringkan di

dalam oven bersuhu 60 °C selama 6 jam, kemudian dibuat serbuk berukuran

40 mesh. Serbuk bonggol pisang diekstraksi menggunakan etanol 70 % dengan

teknik maserasi selama 24 jam sebanyak 3 kali. Pengujian antiinflamasi dilakukan

pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Sebanyak 24 ekor tikus putih dibagi

menjadi enam kelompok perlakuan, yaitu konsentrasi formula ekstrak (10, 15, dan

20 %), kontrol positif (salep komersial), kontrol negatif, dan kontrol normal

(pemberian luka tanpa diberi formula apa pun). Rancangan penelitian yang

digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL), diulang sebanyak 4 kali, dan

data dianalisis menggunakan ANOVA dan Post Hoc Uji Games Howell. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa formula ekstrak bonggol pisang kepok kuning

memiliki potensi penyembuhan luka (antiinflamasi). Formula ekstrak 20 % dapat

mempercepat penyembuhan luka dalam sehari dibandingkan formula 10 % dan

15 %. Kecepatan tersebut ditunjukkan dengan penyembuhan luka tanpa bekas luka

dari formula ekstrak 20 % yang terjadi lebih awal dibandingkan dengan formula

lainnya. Aktivitas formula 20 % sebanding dengan kontrol positif salep komersial.

Aktivitas antiinflamasi dari formula salep bonggol pisang kepok kuning berkaitan

dengan kandungan senyawa saponin, flavonoid, dan tanin. Hasil penelitian

mengindikasikan bahwa ekstrak bonggol pisang kepok kuning berpotensi

dikembangkan sebagai obat antiinflamasi.

Kata kunci:

Fitokimia; maserasi; penyembuh luka

Keywords:

Maceration; phytochemicals;

wound healing

Bananas have many types and benefits. One of them is the Yellow Kepok Banana.

Banana stem, leaf midrib, and corm contain phytochemicals compound as

medicinal properties. The study aimed to determine the effect of the yellow kepok

banana corm extract formula as an anti-inflammatory. Banana corm was cut into

0.3 x 1 x 3 cm pieces, dried in the oven with temperature 60 °C for 6 hours, then

made 40 mesh powder. The powder extracted using 70 % ethanol by maceration

technique for 24 hours, repeated three times. Anti-inflammatory testing was carried

out on male Sprague Dawley white rats. A total of 24 white rats were divided into

six treatment groups, consists of different concentrations of the extract (10, 15, and

20 %), positive control (commercial ointment), negative control, and a normal

control (giving a wound without being given any formula). The experiment was

designed as a randomized complete, with four replications, data were analyzed

using ANOVA and the Post Hoc Games Howell Test. The results showed that the

yellow kepok banana extract formula had the potential for wound healing. The 20

% extract formula can accelerate wound healing in a day than the 10 and 15 %

formulas. The speed is shown by wound healing without scars from the 20 %

Page 49: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning ... (Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani)

101

extract formula, which occurs earlier than other formulas. The anti-inflammatory

activity of the 20 % formula was comparable to the positive control of commercial

ointment. The anti-inflammatory activity of the yellow kepok banana ointment

formula is related to the compound of saponins, flavonoids, and tannins. The results

indicate that the yellow kepok banana corm extract has the potential to be

developed as an anti-inflammatory drug.

PENDAHULUAN

Pisang merupakan salah satu tumbuhan

yang terdistribusi secara luas di Indonesia, dengan

berbagai jenis atau kultivar dan manfaatnya.

Bagian yang dimanfaatkan umumnya adalah buah

untuk konsumsi dan daun sebagai alat pembungkus

makanan. Selain itu, pisang juga dimanfaatkan

sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit,

antara lain diare, diabetes, lesi usus, maupun

disentri (Lakshmi et al. 2014). Masyarakat Desa

Trunyan, Bali menggunakan getah batang semu

pisang untuk mengobati luka (Fakhriani 2015).

Bagian lain yang belum banyak dimanfaatkan

adalah bonggolnya, padahal potensi bonggol

pisang sangat besar mengingat setelah panen

banggol selalu dibuang, dan jumlahnya sangat

banyak. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak

etanol bonggol pisang mengandung senyawa

flavonoid, glikosida, terpenoid dan tanin

(Venkatesh et al. 2013). Tanin, flavonoid dan

saponin dari ekstrak pelepah pisang berfungsi

sebagai antibakteri dan dapat membantu

pertumbuhan sel baru pada luka (Priosoeryanto

et al. 2007).

Salah satu jenis pisang yang sering

dikonsumsi oleh masyarakat tetapi bukan pisang

yang langsung dimakan (plantain), sehingga harus

diolah terlebih dahulu adalah pisang kepok kuning

(Musa paradisiaca var. balbisiana Colla.),

memiliki diameter bonggol (0,54 m) dan tinggi

(3,75 m), lebih besar dari jenis-jenis pisang lainnya

(Sariamanah et al. 2016).

Penelitian pada pisang kepok menunjukkan

bahwa ekstrak bonggol pisang memiliki aktivitas

antimikroba lebih tinggi dibandingkan ekstrak

pelepahnya (Azizah 2016). Hal tersebut sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Ningsih et al. 2013) yang menyatakan bahwa

aktivitas antibakteri ekstrak bonggol pisang kepok

kuning lebih tinggi dibandingkan akar, pelepah/

batang, bunga, dan buahnya (Ningsih et al. 2013).

Oleh karena itu, bonggol pisang memiliki potensi

aktivitas antibakteri dibandingkan bagian lain dari

pisang.

Kemampuan penyembuhan luka dengan

memanfaatkan ekstrak getah pelepah pisang kepok

sudah pernah diteliti dan terbukti menyembuhkan

luka pada tikus (Khairunnisa et al. 2018). Selain

mempercepat penyembuhan luka, bonggol pisang

dapat membantu perbaikan struktur kulit yang

rusak tanpa bekas luka serta meningkatkan

revitalisasi jaringan epidermis, pembentukan

fibroblas dan infiltrasi sel radang pada daerah luka

sehingga dapat dikembangkan menjadi kosmetik

(Takeo et al. 2015). Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui efek formula ekstrak bonggol

pisang kepok kuning sebagai antiinflamasi yang

dapat menyembuhkan luka sayat tanpa disertai

inflamasi (peradangan).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan sejak Maret

sampai Oktober 2018 di laboratorium Fakultas

Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional

(ISTN), Jakarta. Tahapan penelitian terdiri atas

(a) penyiapan simplisia bonggol pisang,

(b) ekstraksi serbuk bonggol pisang dengan

maserasi, (c) skrining fitokimia dari serbuk dan

ekstrak kental, (d) pembuatan formula ekstrak

bonggol pisang, (e) penyiapan hewan uji, dan

(f) pengujian aktivitas antiinflamasi formula.

Penyiapan simplisia bonggol pisang

Tanaman pisang kepok kuning (Musa

acuminata x Musa balbisiana) yang digunakan

yaitu tanaman yang berusia satu tahun dan telah

berbuah, tanaman berasal dari kebun petani di Jati

Asih, Jonggol, Jawa Barat. Bagian bonggol (umbi/

batang sejati) diambil dari bagian bawah batang

pisang kemudian dibuang akar-akarnya dan dicuci

dengan air sampai bersih. Bonggol dipotong

Page 50: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

102

dengan alat khusus sehingga diperoleh potongan-

potongan berukuran 0,3 x 1x 3 cm. Selanjutnya,

potongan bonggol pisang dikeringkan di dalam

oven bersuhu 60 °C selama 6 jam kemudian dibuat

serbuk berukuran 40 mesh.

Ekstraksi serbuk bonggol pisang

Esktraksi dilakukan dengan cara maserasi

menggunakan etanol 70 %. Serbuk kering bonggol

pisang kepok kuning ditimbang sebanyak 500 g

kemudian dimaserasi dalam satu liter etanol 70 %

selama tiga hari pada suhu ruangan. Maserasi

dilakukan sebanyak dua kali. Setelah kedua proses

maserasi selesai maka hasil maserat dicampurkan

kemudian disaring sebanyak dua kali. Penyaringan

pertama menggunakan kapas dan penyaringan

kedua menggunakan kertas saring berdiameter

20 cm berukuran mess 270 (ukuran pori-pori

50 µm). Hasil maserat berupa ekstrak berwarna

jernih atau mendekati jernih ditampung ke dalam

wadah gelas berwarna gelap dan tertutup, serta

terhindar dari cahaya matahari langsung.

Selanjutnya, maserat dipekatkan dengan vacum

rotary evaporator pada suhu 45 ºC hingga

diperoleh ekstrak kental etanol 70 % (Tiwari

et al. 2011).

Skrining fitokimia

Uji fitokimia dari serbuk dan ekstrak

bonggol pisang kepok kuning dilakukan terhadap

senyawa flavomoid, saponin, tannin, dan alkaloid.

Pengujian flavonoid dilakukan dengan metode

Farnsworth (1966). Sebanyak 2 g serbuk kering

bonggol pisang atau 4 mg ekstrak bonggol pisang

dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan

100 ml akuades panas, kemudian dididihkan

selama 5 menit. Larutan disaring dengan kertas

saring, kemudian filtrat yang diperoleh digunakan

sebagai larutan uji. Sebanyak 5 ml larutan uji

bonggol pisang dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan NaNO2

5 %, dan 1ml AlCl3 10 %. Selanjutnya, larutan

dikocok dan ditambahkan 2 ml NaOH 1M melalui

dinding tabung dan larutan di dalam tabung

dibiarkan hingga memisah. Terbentuknya lapisan

berwarna merah menunjukkan adanya senyawa

flavonoid (Wardani 2013).

Pengujian senyawa saponin dilakukan

dengan metode Farnsworth (1966). Sebanyak

10 ml larutan uji (yang diperoleh dari skrining

flavonoid) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

dikocok secara vertikal selama 10 detik, lalu

dibiarkan selama 10 menit, selanjutnya

ditambahkan satu tetes HCl 1 %. Terbentuknya

busa yang stabil dalam tabung reaksi,

menunjukkan adanya senyawa saponin (Wardani

2013).

Pengujian senyawa tanin dilakukan dengan

metode Farnsworth (1966). Sebanyak 2 g serbuk

atau 4 mg ekstrak dicampur dengan 100 ml air,

dididihkan selama 15 menit, kemudian didinginkan

dan disaring dengan kertas saring ke dalam filtrat

yang diperoleh kemudian ditambahkan larutan ferri

(lll) klorida 1 %. Terbentuknya warna biru tua atau

hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa

tanin (Fransworth) (Wardani 2013).

Pengujian alkaloid dilakukan dengan

metode Harborne (1987). Sebanyak 2 g serbuk dan

4 mg ekstrak bonggol dimasukkan ke dalam

wadah, ditambahkan amoniak 25 % sebanyak 5 ml,

kemudian ditambahkan 20 ml kloroform sampai

massa bahan uji terendam. Campuran diaduk dan

dipanaskan di atas penangas air dan disaring.

Selanjutnya, filtrat diuapkan sampai setengahnya,

lalu dituang ke dalam tabung reaksi, dan

ditambahkan asam klorida 2 N. Kemudian larutan

dikocok dan dibiarkan hingga membentuk dua

lapisan. Lapisan jernih yang terbentuk diambil dan

dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi dengan

jumlah yang sama. Pada tabung reaksi I

ditambahkan pereaksi Mayer, pada tabung II

ditambahkan pereaksi Bouchardat, dan pada

tabung II ditambahkan pereaksi Dragendorff.

Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan

terbentuknya endapan putih pada tabung yang

berisi pereaksi Mayer, endapan coklat pada

pereaksi Bouchardat, dan endapan merah bata

pada pereaksi Dragendorff (Harborne 1987).

Pembuatan formula ekstrak bonggol pisang

kepok kuning

Dibuat 5 macam formula salep ekstrak

bonggol pisang kepok kuning yang mengandung

bahan aktif ekstrak dan bahan pembawa lainnya

(Tabel 1). Sebanyak 20 g formula sediaan salep

Page 51: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning ... (Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani)

103

ekstrak bonggol pisang kepok kuning yang

masing-masing mengandung ekstrak 10, 15, dan

20 %. Salep tersebut digunakan untuk dua kali

pemakaian dalam sehari selama 10 hari

pengamatan. Vaselin album dan adeps lanae

dicampur terlebih dahulu secara homogen di dalam

mortar. Ekstrak etanol 70 % bonggol pisang kepok

kuning ditambahkan ke dalam mortar dan diaduk

hingga homogen, lalu ditambahkan vaselin album

dan adeps lanae ke dalam mortar, kemudian diaduk

hingga homogen dan dikemas di dalam wadah.

Uji aktivitas antiinflamasi

Hewan uji yang digunakan pada pengujian

antiinflamasi adalah tikus putih jantan galur

Sprague Dawley sebanyak 24 ekor dalam kondisi

sehat, dengan berat badan 150-200 g. Tikus

diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari agar

tikus dapat beradaptasi pada lingkungannya,

selama diadaptasikan tikus diberikan makan dan

minum pada pagi dan sore hari. Hewan uji dicukur

di bagian punggung dan dibersihkan dengan

alkohol 70 %. Kulit pada punggung tikus disayat

dengan pisau bedah dengan panjang luka sayat

1 cm, kedalaman 0,2 cm sejajar tulang vertebrae,

berjarak 5 cm dari telinga (Rupina et al. 2016).

Tikus tersebut dibagi dalam 6 kelompok masing-

masing terdiri atas 4 ekor dengan menggunakan

teknik random sampling. Kelompok I diberi

perlakuan formula ekstrak bonggol pisang kepok

kuning 10 %, kelompok II diberi formula ekstrak

bonggol pisang kepok kuning 15 %, kelompok III

diberi formula ekstrak bonggol pisang kepok

kuning 20 %, kelompok IV sebagai kontrol positif,

kelompok V diberi formula basis sebagai kontrol

negatif dan kelompok VI tidak diberikan perlakuan

sebagai kelompok normal. Parameter yang diukur

adalah panjang luka. Setiap tikus dibuat luka sayat,

dan masing-masing diberikan perlakuan (kecuali

tikus kelompok normal yang luka sayatnya tidak

diberikan perlakuan apa pun). Saat pembuatan luka

sayat dianggap sebagai hari ke-0. Panjang luka

diukur setiap hari dari hari pertama sampai hari ke-

10.

Analisis data

Hasil pengukuran panjang luka dihitung

rata-rata, serta persentase penyembuhan luka.

Selanjutnya dilakukan analisis statistik secara

ANOVA (Analysis of Variance) dan Uji Post Hoc.

Analisis statistik dilakukan dengan bantuan

software SPSS 22.0.

Evaluasi formula salep ekstrak bonggol pisang

kepok kuning

Pengujian karakteristik formula salep

dilakukan terhadap sifat organoleptik, homo-

genitas, pH, daya lekat, dan daya sebar. Pengujian

organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan

dari bentuk, bau, rasa dan warna.

Pengujian homogenitas dilakukan dengan

cara mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau

bahan transparan lain yang cocok dan dapat

menunjukkan susunan yang homogen. Sediaan

salep yang homogen ditandai dengan tidak

terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan,

struktur yang rata dan memiliki warna yang

seragam dari titik awal pengolesan sampai titik

akhir pengolesan. Sediaan salep yang diuji diambil

pada tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan

bawah dari wadah salep (Depkes 1979).

Tabel 1. Komposisi formula salep dari ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning.

Table 1. Composition of ointment formula containing kepok kuning banana corm ethanol extract.

Bahan F1 (10 %) F2 (15 %) F3 (20 %) F4 (+) F5 (-)

EBK 2 3 4 - -

Adeps lanae 3 3 3 - 3

Vaseline album 15 14 13 - 17

Salep Komersial - - - 20 -

Keterangan/Note:

F1: Salep ekstrak 10 %, F2: Salep ekstrak 15 %, F3: Salep ekstrak 20 %, F4 (kontrol positif) : Salep yang mengandung Povidone

Iodine, F5 (kontrol negatif): Salep basis. EBK: Ekstrak Etanol Bonggol Pisang Kepok kuning/F1: Ointment extract 10 %, F2: Ointment extract 15 %, F3: Ointment extract 20 %, F4 (positive control): Ointment containing Povidone Iodine, F5 (negative

control): Base ointment. EBK: Yellow Kepok Banana Corm Ethanol Extract.

Page 52: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

104

Pengujian pH sediaan dilakukan dengan

menimbang salep sebanyak 0,5 g dan diencerkan

dengan 5 ml akuades dan diuji menggunakan

kertas lakmus. Perubahan warna pada kertas

lakmus dibandingkan dengan warna standar.

Pengujian daya lekat dilakukan dengan

cara menimbang 1 g sediaan yang diletakkan pada

salah satu permukaan kaca objek dengan ukuran

25,4 x 76,2 mm kemudian kaca objek ditutup

dengan permukaan kaca objek yang lain. Kaca

objek ditindih dengan beban 1 kg selama 5 menit.

Kaca objek yang terhimpit kemudian dipasang

pada alat uji daya lekat bersamaan dengan

pemberian beban 80 g pada alat uji daya lekat,

waktu ketika gelas objek saling terlepas dicatat.

Daya lekat sediaan yang baik tidak kurang dari

4 detik (Dara 2012).

Pengujian daya sebar dilakukan dengan

meletakkan sebanyak 0,5 g sediaan diatas kaca

bulat yang berdiameter 15 cm, kemudian kaca

lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama

1 menit. Diameter sebar sediaan diukur. Setelah

itu, ditambahkan 200 g beban tambahan ke bagian

atas kaca bulat yang menimpa sediaan dan

didiamkan selama satu menit, kemudian diukur

diameter sebar yang telah konstan. Syarat diameter

daya sebar sediaan yang baik antara 5-7 cm (Garg

et al. 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identitas tanaman pisang

Hasil determinasi yang dilakukan oleh

LIPI Cibinong terhadap pisang kepok kuning yang

digunakan dalam percobaan ini adalah Musa

acuminata x Musa balbisiana ABB, Famili

Musaceae. Bentuk buah dan bonggol dari pisang

kepok kuning dapat dilihat pada Gambar 1.

Skrining fitokimia

Skrining fitokimia dari serbuk maupun

ekstrak bonggol pisang kepok kuning

menunjukkan adanya kandungan senyawa saponin,

flavonoid, dan tanin (Tabel 2). Uji alkaloid pada

ekstrak dan serbuk ekstrak bonggol pisang kepok

kuning menunjukkan bahwa tidak terdapat

endapan kuning pada pereaksi Mayer, endapan

coklat pada pereaksi Bouchardat, dan endapan

merah bata pada pereaksi Dragendorff, berarti

serbuk dan ekstrak pisang kepok kuning tidak

mengandung senyawa alkaloid. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang menunjukkan bahwa

ekstrak etanol kulit buah pisang kepok kuning

mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin

(Saraswati 2015). Begitu pula dengan ekstrak

etanol bonggol pisang nangka (Musa paradisiaca

(a) (b)

Gambar 1. Pisang kepok kuning (Musa acuminata x Musa balbisiana ABB). (a). Buah pisang; (b). Bonggol pisang.

Figure 1 Yellow kepok banana (Musa acuminata x Musa balbisiana ABB). (a). Banana fruit; (b). Banana corm.

Page 53: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning ... (Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani)

105

formatypicaatu) yang juga me ngandung senyawa

flavonoid, tanin dan saponin (Hilma et al. 2016).

Karakteristik sediaan salep

Hasil uji organoleptik pada sediaan salep

ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning

menunjukkan bahwa ekstrak bonggol pisang kepok

memiliki ciri khas beraroma manis, rasa pahit, dan

bentuk yang padat (Tabel 3), serta berwarna coklat

tua (Gambar 2).

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa

semua formula salep homogen, yang ditandai

dengan tidak adanya butiran kasar atau partikel

yang bergerombol pada gelas objek dan semuanya

menyebar secara merata. Suatu sediaan salep harus

homogen dan merata agar tidak menimbulkan

iritasi dan terdistribusi merata ketika digunakan

(Anief 1997).

Formula ekstrak etanol bonggol pisang

kepok kuning memiliki nilai pH yang sesuai

Tabel 2. Sifat fitokimia serbuk dan ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning.

Table 2. Phytochemical properties of yellow kepok banana corm powder and ethanol extract.

Senyawa fitokimia Hasil pengamatan Serbuk Ekstrak

Flavonoid Terdapat endapan berwarna merah +++ +++

Tanin Terbentuk warna biru tua + +

Saponin Terbentuk busa yang stabil ++ ++

Alkaloid : Mayer

Bouchardat

Dragendorff

Tidak terdapat endapan kuning

Tidak terdapat endapan coklat

Tidak terdapat endapan merah bata

-

-

Keterangan/Note : + Hasil positif, - Hasil negatif/+ Positive results, - Negative results.

Tabel 3. Evaluasi organoleptik dan homogenitas salep formula ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning.

Table 3. Organoleptic evaluation and homogeneity of the yellow kapok banana corm ethanol extract formula.

Formula Warna Aroma Rasa Bentuk Homogenitas

F1 Coklat Tua Manis Pahit Padat Homogen

F2 Coklat Tua Manis Pahit Padat Homogen

F3 Coklat Tua Manis Pahit Padat Homogen

F4 Coklat Tua Manis Pahit Padat Homogen

F5 Putih Tidak berbau Pahit Padat Homogen

Keterangan/Note:

F1 : Formula mengandung 10 % ekstrak/The formula contains 10 % extract. F2 : Formula mengandung 15 % ekstrak/The formula contains 15 % extract.

F3 : Formula mengandung 20 % ekstrak/The formula contains 20 % extract.

F4 : Salep komersial (kontrol positif)/Commercial ointment (positive control).

F5 : Formula mengandung basis (kontrol negatif)/Formula containing base (negative control.

Gambar 2. Salep formula ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning 20 %.

Figure 2. Ointment of yellow kepok banana containing 20 % corm-ethanol extract.

Page 54: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

106

dengan persyaratan pH sediaan topikal yaitu 4,5-

6,5 (Tranggono & Latifah 2007) sehingga salep

ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning aman

untuk digunakan, karena jika pH terlalu asam dapat

menyebabkan iritasi kulit sedangkan pH yang

terlalu basa dapat membuat kulit bersisik. Uji daya

lekat menunjukkan bahwa formula ekstrak etanol

bonggol pisang kepok kuning memerlukan waktu

>4 detik, untuk melekat pada kulit. Hal tersebut

dikarenakan basisnya adalah hidrokarbon sehingga

waktu daya lekatnya lebih lama karena konsistensi

formula salep yang padat.

Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk

melihat kemampuan sediaan yang menyebar pada

kulit dimana sebaiknya sediaan memiliki daya

sebar yang baik untuk menjamin kepuasan

pengguna. Semakin luas membran tempat sediaan

menyebar maka koefisien difusi makin besar yang

mengakibatkan difusi senyawa aktif pun semakin

meningkat, sehingga semakin besar daya sebar

suatu sediaan maka semakin baik (Hasyim et al.

2012). Syarat diameter daya sebar sediaan yang

baik antara 5-7 cm (Garg et al. 2002).

Aktivitas antiinflamasi

Proses penyembuhan dimulai pada hari

ke-2 dengan proses penyembuhan yang paling

besar pada kelompok 3 (konsentrasi ekstrak 20 %).

Pada hari ke-7, kelompok 3 menunjukkan

penyembuhan terbaik dengan penyembuhan kulit

mencapai 100 % (Gambar 3). Kelompok tikus

lainnya juga mengalami kesembuhan luka 100 %

pada hari ke-8, kecuali kelompok normal yang

masih menunjukkan adanya luka (4,75 mm). Pada

hari ke-10, kelompok normal belum sembuh

sempurna dan panjang luka mencapai 3 mm

(Gambar 4). Hal tersebut terjadi karena meskipun

luka pada tikus kelompok normal tidak diberi

perlakuan, namun tikus tersebut mempunyai

kemampuan alami untuk melindungi dan

memulihkan dirinya (Pongsipulung 2012).

Sebelum dilakukan uji ANOVA, terlebih

dahulu dilakukan uji homogenitas menggunakan

uji Levene terhadap data persentase penyembuhan

luka pada hewan uji. Bila data memenuhi syarat uji

homogenitas (homogen), maka uji yang digunakan

dalam Post Hoc adalah Bonferroni. Bila data tidak

homogen, maka data uji yang digunakan adalah uji

Games Howel. Data pada hari pertama tidak

dihitung, dikarenakan nilai panjang luka konstan

atau tidak berubah.

Hasil uji Levene menunjukkan beberapa

data panjang luka pada beberapa hari pengamatan

tidak homogen. Hal tersebut dikarenakan nilai p

pada uji Levene < 0,05 pada hari ke-2, hari ke-6

sampai hari ke-10, sehingga uji Post Hoc yang

digunakan ialah uji Games Howell. Sedangkan

hasil uji ANOVA terhadap rata-rata panjang luka

(a) (b)

Gambar 3. Penampakan luka pada hewan uji setelah diberi salep formula ekstrak bonggol pisang kepok kuning 20 %,

(a) Luka tikus hari pertama, (b) Luka tikus hari ke-7.

Figure 3 Wound appearance after being treated with 20 % extract ointment of yellow kepok banana corm,

(a) Wound on the first day, (b) Wound on the 7th day.

Page 55: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning ... (Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani)

107

pada 10 hari pengamatan menunjukkan nilai F

sebesar 15,141 dengan nilai p 0,000 < 0,05; artinya

pengaruh masing-masing perlakuan terhadap rata-

rata panjang luka pada 10 hari pengamatan terbukti

secara bermakna.

Berdasarkan uji Games Howell, perbedaan

yang bermakna terdapat pada data panjang luka

antara kelompok positif dengan ekstrak 20 %,

kelompok negatif dengan ekstrak 20 %, ekstrak

10 % dengan ekstrak 20 %, dan ekstrak 15 %

dengan ekstrak 20 %. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

penyembuhan luka pada hari ke-2 sampai hari

ke-10. Luka pada seluruh tikus pada hari ke-2

mulai mengalami proses penyembuhan (kecuali

kelompok normal dan kontrol negatif yang mulai

proses penyembuhan pada hari ke-3), yaitu

sebanyak 15 % pada F1 dan 18 % pada F2. Proses

penutupan luka terjadi pada tahap pertama yaitu

fase inflamasi. Fase inflamasi merupakan tahap

pertama dari penyembuhan luka. Berdasarkan hasil

rata-rata panjang luka pada masing-masing

perlakuan per hari (Gambar 4) dapat disimpulkan

bahwa ekstrak bonggol pisang kepok kuning 20 %

(F3) menunjukkan penyembuhan luka terbaik.

Luka sembuh tanpa ada bekas luka pada hari ke-8

ditunjukkan oleh seluruh kelompok tikus kecuali

kelompok tikus normal (dimana lukanya tidak

diberi perlakuan apapun) masih memiliki rata-rata

panjang luka sebesar 3 mm pada hari ke-10.

Salep ekstrak bonggol pisang kepok

kuning 10 % mampu menurunkan panjang luka

1,239 mm/hari, penurunan panjang luka dengan

salep komersial sebagai kontrol positif adalah

1,347 mm/hari sedangkan tanpa diberikan salep

penurunan panjang luka adalah 0,836 mm/hari.

Salep ekstrak bonggol pisang kepok kuning 10 %

mampu meningkatkan penyembuhan 12,45 %/hari,

peningkatan penyembuhan dengan salep komersial

sebagai kontrol positif adalah 13,18 %/hari dan

salep basis (kontrol negatif) 13,49 %/hari,

sedangkan tanpa diberikan salep, penyembuhan

luka lebih lambat yaitu 8,376 %/hari.

Fase inflamasi terlihat pada hari ke-2 dan

berakhir sekitar 3 hingga 4 hari, pada fase tersebut

muncul peradangan dan kemerahan, lalu terjadi

peristiwa hemostatis yang dibantu oleh benang-

benang fibrin. Fase proliferasi terjadi saat fibroblas

menghasilkan kolagen. Kolagen tersebut

membantu mengembalikan kekuatan jaringan kulit

dan mempercepat penyembuhan luka. Tahap

terakhir yaitu pada fase maturasi dimana pada fase

ini sudah terlihat jaringan kulit yang baru

(Sugiaman 2011).

Gambar 4. Hubungan antara waktu penyembuhan dengan panjang luka tikus putih jantan galur

Sprague Dawley pada berbagai perlakuan formula ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning.

Figure 4 Relationship between healing time and wound length of Sprague Dawley male-white rats

treated with formula of yellow kepok banana corm ethanol extract

Page 56: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

108

Perlakuan formula ke-3 (ekstrak 20 %)

pada hari ke-7 penyembuhan luka sudah mencapai

100 %, sedangkan luka yang diberi perlakuan F1

(ekstrak 10 %) dan F2 (ekstrak 15 %) mengalami

kesembuhan tanpa bekas luka pada hari ke-8.

Persentase kesembuhan sebesar 100 % untuk

ketiga formula tersebut menunjukkan bahwa

formula ekstrak etanol bonggol pisang kepok

kuning memiliki aktivitas penyembuhan luka

sayat. Formula ekstrak etanol bonggol pisang

kepok kuning mengandung zat aktif yang mampu

meningkatkan aliran darah ke daerah luka dan juga

dapat menstimulasi fibroblas sebagai respon untuk

penyembuhan luka (Dewi 2018).

Luka pada tikus kelompok kontrol negatif

(F5) yang hanya dioles dengan basis hidrokarbon

(adeps lanae dan vaselin album) menunjukkan

penyembuhan luka yang hampir sama dengan

kontrol positif (F4), namun perbedaannya terlihat

pada F4 yaitu awal penyembuhan lukanya dimulai

pada hari ke-2, sedangkan F5 baru memulai

penyembuhan lukanya pada hari ke-3. Kelompok

tikus dengan formula ekstrak (F1-F3) memiliki

tingkat penyembuhan yang lebih baik (95-100 %)

daripada kelompok tikus dengan formula kontrol

positif (F4) pada hari ke-7, yaitu sebesar 90 %.

Komposisi yang terdapat pada salep komersial

yaitu povidon iodine yang memiliki zat aktif yang

dapat membantu proses penyembuhan luka sayat

dengan cepat. Luka yang diberikan formula basis

(F5) mengalami proses penyembuhan lebih cepat

dibandingkan luka yang tidak diberi perlakuan

apapun (kelompok normal). Hal tersebut dapat

dilihat dari persentase penyembuhan luka pada

kelompok tikus F5 (kontrol negatif) pada hari ke-7

sebesar 85 % dan luka sembuh tanpa bekas

(100 %) pada hari ke-8, sedangkan persentasi

penyembuhan luka pada kelompok tikus normal di

hari ke-10 baru mencapai 70 %. Hal tersebut

dikarenakan basis sediaan tersebut yaitu campuran

vaseline album dan adeps lanae dapat menarik

lebih banyak air sehingga luka tertutupi dari

bakteri, kemudian cepat kering dan tidak

membusuk (Andrie & Sihombing 2017).

Mekanisme penyembuhan luka pada

ekstrak bonggol pisang kepok kuning dapat berasal

dari kandungan flavonoid, tanin dan saponin.

Flavonoid diketahui mampu meningkatkan

proliferasi fibroblas sehingga dapat mempercepat

proses penyembuhan luka (Aslam et al. 2018).

Flavonoid juga memiliki sifat astringent dan

aktivitas antimikroba sehingga berperan dalam

kontraksi luka dan mempercepat proses epitelisasi

(Ambiga et al. 2007). Tanin berperan dalam proses

pembekuan darah, sehingga darah beku akan

mengakumulasi jaringan fibroblas serta mencegah

infeksi yang diakibatkan oleh bakteri yang terdapat

di sekitar area luka. Saponin dapat menyebabkan

tekanan permukaan sel menurun dan membuat sel

lisis (Matasyoh et al. 2014).

Gambar 5. Hubungan antara waktu dengan persentase penyembuhan luka tikus putih jantan galur Sprague Dawley

pada berbagai perlakuan formula ekstrak etanol bonggol pisang kepok kuning.

Figure 5 Relationship between time and percentage of healing of Sprague Dawley male-white rats treated

with formula of yellow kepok banana corm ethanol extract

Page 57: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Formula Ekstrak Bonggol Pisang Kepok Kuning ... (Desy Muliana Wenas, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani)

109

KESIMPULAN

Formula salep mengandung 20 % ekstrak

etanol bonggol pisang kepok kuning memiliki

aktivitas penyembuhan luka paling cepat pada

tikus uji dibandingkan dengan formula ekstrak 10

dan 15 %. Aktivitas formula 20 % sebanding

dengan kontrol positif salep komersial. Aktivitas

antiinflamasi dari formula salep bonggol pisang

kepok kuning berkaitan dengan kandungan

senyawa saponin, flavonoid, dan tanin. Hasil

penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak bonggol

pisang kepok kuning berpotensi dikembangkan

sebagai obat antiinflamasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada Kemenristek Dikti Republik Indonesia

yang telah menyediakan dana Hibah Penelitian

Dosen Pemula tahun anggaran 2018 kepada

Fakultas Farmasi, Institut Sains dan Teknologi,

Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Ambiga, S., Narayanan, R., Gowri, D., Sukumar,

D. & Madhavan, S. (2007) Evaluation of

Wound Healing Activity of Flavonoids from

Ipomoea carnea Jacq. Ancient science of life.

26 (3), 45-51.

Andrie, M. & Sihombing, D. (2017) Efektivitas

Sediaan Salep yang Mengandung Ekstrak Ikan

Gabus (Channa striata) pada Proses

Penyembuhan Luka Akut Stadium II Terbuka

pada Tikus Jantan Galur Wistar. Pharm Sci

Res. 2407-2354.

Anief, M. (1997) Ilmu Meracik Obat: Teori dan

Praktik. Gadjah Mada University Press.

Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Riaz, H., Raza, S.A.,

Hussain, S., Qureshi, O.S., Maria, P.,

Hamzah, Z. & Javed, O. (2018) Role of

Flavonoids as Wound Healing Agent.

Phytochemicals-Source of Antioxidants and

Role in Disease Prevention, pp. 95-102.

doi:dx.doi.org/10.5772/intechopen.79179.

Azizah, N.G. (2016) Analisis Ekstrak Batang dan

Akar Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

dalam Menghambat Pertumbuhan Candida

albicans. Skripsi. Universitas Hasanuddin

Makassar.

Dara, R.S. (2012) Pengaruh Perbedaan Jenis Basis

Hidrofil Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Salep

Anti Jerawat Ekstrak Daun Sirih (Piper betle

L.). Universitas Sebelas Maret.

Depkes. (1979) Farmakope Indonesia. Edisi III.

Jakarta, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Dewi, P.S. (2018) Efektifitas Ekstrak Lidah Buaya

Terhadap Jumlah Sel Fibroblast pada Proses

Penyembuhan Luka Incisi Marmut. Intisari

Sains Medis. 9 (3), 51-54.

doi:10.15562/ism.v9i3.272.

Fakhriani, D.K. (2015) Kajian Etnobotani

Tanaman Pisang (Musa sp.) di Desa

Bulucenrana Kecamatan Pitu Riawa

Kabupaten Sidrap. UIN Alauddin Makassar.

Farnsworth, N.R. (1966) Biological and

Phytochemical Screening of Plants. Journal of

Pharmaceutical Science. 151 (3712), 874-875.

doi:10.1126/science.151.3712.874.

Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S. & Singla, A.K.

(2002) Spreading of Semisolid Formulations:

An Update. Pharmaceutical Technology. 84-

105.

Harborne, J.B. (1987) Metode Fitokimia: Penuntun

Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.

Bandung, Institut Teknologi Bandung.

Hasyim, N., Pare, K.L. & Kurniati, A. (2012)

Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar

Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe

pinnata) pada Kelinci (Oryctolagus

cuniculus). Majalah Farmasi dan

Farmakologi. 16 (2), 89-94.

Hilma, R., Nurianti, S. & Fadli, H. (2016)

Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak

Etanol Bonggol Pisang Nangka (Musa

paradisiaca formatypicaatu). In: Proceeding

of 1th Celscitech-UMRI 2016. 1(9), Riau,

LP2M-UMRI, pp. 55-61.

Khairunnisa, S.F., Ningtyas, A.A., Haykal, S.A. &

Sari, M. (2018) Getah Pohon Pisang (Musa

paradisiaca) pada Penyembuhan Luka Soket

Pasca Pencabutan Gigi. Jurnal Kedokteran

Gigi. 30 (3), 108-113.

doi:10.24198/jkg.v30i3.18528.

Page 58: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 30 No. 2, 2019 : 100 - 110

110

Lakshmi, V., Agarwal, S.K., Ansari, J.A., Mahdi,

A.A. & Srivastava, A.K. (2014) Antidiabetic

Potential of Musa paradisiaca in

Streptozotocin-induced Diabetic Rats. The

Journal of Phytopharmacology JPHYTO. 3

(32), 77-81.

Matasyoh, L.G., Murigi, H.M. & Matasyoh, J.C.

(2014) Antimicrobial Assay and Phyto-

chemical Analysis of Solanum nigrum

Complex Growing in Kenya. African Journal

of Microbiologi Research. 8 (50), 3923-3930.

doi:10.5897/A AJMR2014.7133.

Ningsih, A.P., Nurmiati & Agustien, A. (2013) Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kental Tanaman

Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca

Linn.) terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas

Andalas. 2 (3), 207-213.

Pongsipulung, G.R. (2012) Formulasi dan

Pengujian Salep Ekstrak Bonggol Pisang

Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.).

Pharmacon. 1 (2), 1-7.

Priosoeryanto, B.P., Putriyanda, N., Listyanti, A.

R., Juniantita, V., Wientarsih, I., Prasetyo,

B.F. & Tiuria, R. (2007) The Effect of Ambon

Banana Stem Sap (Musa paradisiaca forma

typica) On The Acceleration of Wound

Healing Process in Mice (Mus musculus

albinus). Journal of Agriculture and Rural

Development in the Tropics and Subtropics.

German Institute for Tropical and Subtropical

Agriculture, pp. 1-194.

Rupina, W., Trianto, H.F. & Fitrianingrum, I.

(2016) Efek Salep Ekstrak Etanol 70% Daun

Karamunting terhadap Re-epitelisasi Luka

Insisi Kulit Tikus Wistar. eJournal

Kedokteran Indonesia. 4 (1), 26-30.

doi:10.23886/ejki.4.5905.26-30.

Saraswati, F.N. (2015) Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit Pisang

Kepok Kuning (Musa balbisiana) Terhadap

Bakteri Penyebab Jerawat (Staphylococcus

epidermidis, Staphylococcus aureus, dan

Propionibacterium acne). UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sariamanah, W.O.S., Munir, A. & Agriansyah, A.

(2016) Karakteristik Morfologi Tanaman

Pisang (Musa paradisiaca L.) di Kelurahan

Tobimeita Kecamatan Abeli Kota Kendari.

Jurnal Ampibi.1 (3), 32-41.

Sugiaman, V.K. (2011) Peningkatan Penyembuhan

Luka di Mukosa Oral Melalui Pemberian Aloe

Vera (Linn.) secara Topikal. Maranatha

Journal of Medicine and Health. 11 (1), 70-

79.

Takeo, M., Lee, W. & Ito, M. (2015) Wound

Healing and Skin Regeneration. Cold Spring

Harbor Perspectives in Medicine. 5 (1), 1-12.

doi:10.1101/cshperspect.a023267.

Tiwari, P.K., Kaur, M. & Kaur, H. (2011)

Phytochemical Screening and Extraction: A

Review. Internationale Pharmaceutica

Sciencia.1 (6), 98-106.

doi:10.1002/hep.29375.

Tranggono, R.I. & Latifah, F. (2007) Buku

Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.

Djajadisastra, J. Jakarta, PT Gramedia Pustaka

Utama.

Venkatesh, R., Krisna, V., Krishnamurthy, G.K.,

Pradeepa, K. & Kumar, S.R.S.(2013)

Antibacterial Activity of Ethanol Extract of

Musa paradisiaca cv. Puttabale and Musa

acuminate CV. Grand Naine. Asian Journal of

Pharmaceutical and Clinical Research. 6 (2),

167-170.

Wardani, S.P.W. (2013) Uji Biolarvasida Fraksi

Etanol Kulit Batang Karet India (Ficus

elastica Nois ex Blume) Terhadap Larva

Nyamuk Anopheles aconitus dan Aedes

aegypti serta Skrining Fitokimia. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Page 59: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

111

BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT

Volume 30, 2019

INDEKS SUBJEK

Agens hayati, 35, 36, 37, 40, 41, 42, 43, 44

Analisis sensitivitas, 11, 13, 14, 20, 22

Azadirachta indica, 11, 12, 22, 23

Azadirachta indica, 27, 28, 33, 34

Biji, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,

23, 24, 25, 26

Bioinsektisida, 1, 2

Biopestisida, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 26

Cengkeh Zanzibar, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 88

Centella asiatica, 47, 48, 55, 56

Community structures, 47, 49

Daya tular horizontal, 1, 6, 7

Efektivitas penghambatan, 27

Enterobacter, 35, 42, 43, 44, 45

Fenol, 27, 29, 32, 33

Fenotipe, 69

Fitokimia, 100, 101, 102, 104, 105, 109, 110

Kelayakan finansial, 16, 12, 13, 14, 15, 16, 19,

20, 22

Kemiripan genetik, 69, 78

Keragaman, 69, 72, 73, 74, 77, 78, 79, 80

Maserasi, 100, 101, 102

Media perkecambahan, 81, 82, 83, 87, 88, 89

Microorganism, 47, 48, 52, 56

Mortalitas, 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9

Myristica fragrans, 69, 79

Nano-technology, 59

Penyembuh luka, 100

Plant organs, 47, 50, 51, 52, 53, 54, 55

Pogostemon cablin, 35, 36, 44, 45, 46

Pogostemon cablin, 59, 68 Spodoptera litura, 27, 34

Synchytrium pogostemonis, 35, 36, 46

Syzygium aromaticum, 81, 82

Virucide, 59

Wereng coklat, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10

INDEKS PENGARANG

Aliya, Lisana Sidqi, 100

Anjani, Wisma Merry, 100

Arlianti, Tias, 69

Budiawan, 27

Indrayanti, Reni, 35

Kardinan, Agus, 1

Listiana, Novia, 35

Mardiningsih, Tri Lestari, 59

Mariana, Maya, 59

Noveriza, Rita, 59

Pelealu, Rian Virvian Hidayat R., 81

Pramasari, Dwi Ajias, 11

Prianto, Arief Heru, 11, 27

Radiastuti, Nani, 47

Rakhmaniar, Amelia, 47

Roostika, Ika, 47

Rostiana, Otih, 69

Simanjuntak, Partomuan, 27

Sobir, 69

Sukamto, 35

Susilowati, Dwi Ningsih, 47

Suwarno, Faiza C., 81

Tarigan, Nurbetti, 1

Wahyono, Tri Eko, 1

Wahyuno, Dono, 35

Wenas, Desy Muliana, 100

Widajati, Eny, 81

Wirnas, Desta, 69

Yuliani, Sri, 59

Yulizar, Yoki, 27

Page 60: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Indeks Subjek, Indeks Pengarang, dan Indeks Mitra Bestari

177

Page 61: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

112

ABSTRAK

ISSN : 0215-0824 E-ISSN : 257-4414 Volume 30, 2019

UDC 632.95

Agus Kardinan, Tri Eko Wahyono, dan Nurbetti Tarigan

(KEEFEKTIFAN PIRETRUM, MIMBA, Beauveria bassiana, DAN

Metarhizium anisopliae TERHADAP WERENG COKLAT (Nilaparva

lugens Stal.))

THE EFFECTIVENESS OF PYRETHRUM, NEEM, Beauveria

bassiana AND Metarhizium anisopliae AGAINST BROWN PLANT

HOPPER (Nilaparvata lugens Stal.)

Bul. Littro. Vol. 30, No. 1, 2019, 1-10

Wereng coklat merupakan masalah dalam budidaya tanaman padi

karena sering mengakibatkan gagal panen. Pengendalian dengan

insektisida sintetis berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektifan

insektisida nabati (piretrum dan mimba) dan insektisida hayati

(Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae) terhadap wereng

coklat. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Entomologi Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor tahun 2017. Penelitian

terdiri atas 2 kegiatan yaitu efektifitas insektisida nabati dan hayati

terhadap mortalitas wereng coklat dan penularan insektisida hayati

secara horizontal. Formula insektisida nabati yang diuji adalah (1)

piretrum I (5 ml.l-1 air ), (2) piretrum II (5 ml.l-1 air ), (3) mimba I (20

ml.l-1 air ), (4) mimba II (20 ml.l-1 air ), (5) insektisida sintetis

(karbosulfan) (2 ml.l-1 air ) dan (6) kontrol (air). Perlakuan insektisida

hayati yang diuji adalah (1) Bb (semprot, 2,5 ml/tanaman), (2) Bb

(granul, 5 g/pot), (3) Ma (semprot, 2,5 ml/tanaman), (4) Ma (granul, 5

g/pot) dan (5) kontrol. Perlakuan daya tular horizontal terdiri atas

perbandingan wereng terinfeksi : sehat yaitu 1 : 10; 2 : 10; 3 : 10; 4 : 10.

Insektisida nabati piretrum dan mimba dapat menekan populasi wereng

coklat berturut turut 85-87 % dan 60-70 %. B. bassiana mampu

menekan populasi wereng sekitar 18,2 %, lebih baik dari M. anisopliae

(5,6 %). Aplikasi dengan penyemprotan lebih baik dari bentuk granul.

Penggunaan insektisida hayati tidak menunjukkan daya tular horizontal

pada wereng sehat. Insektisida nabati (piretrum dan mimba) lebih

prospektif dalam mengendalikan wereng coklat daripada insektisida

hayati (B. bassiana dan M. anisopliae).

Kata kunci: Bioinsektisida; daya tular horizontal; mortalitas; wereng

coklat

UDC 632.95

Dwi Ajias Pramasari dan A. Heru Prianto

(KELAYAKAN FINANSIAL PRODUKSI BIOPESTISIDA BIJI

MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) DENGAN METODE

PENGEPRESAN ULIR)

FINANCIAL FEASIBILITY STUDY OF NEEM (Azadirachta indica

A. Juss) SEED BASED-BIOPESTICIDES PRODUCTION WITH

SCREW PRESS METHOD

Bul. Littro. Vol. 30, No. 1, 2019, 11-26

Biji mimba merupakan salah satu bahan baku biopestisida berprospek

baik, karena mengandung minyak dengan bioaktif limnoid. Salah satu

metode untuk memperoleh minyak dari biji mimba yaitu dengan

metode pengepresan ulir. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui

kelayakan finansial usaha produksi biopestisida dari biji mimba yang

diaplikasikan pada skala industri dengan memperhatikan diagram alir

proses produksinya. Analisa kelayakan finansial pada penelitian ini

dilakukan dengan pendekatan NPV, IRR, Payback Period dan

Profitability Index. Analisa kelayakan finansial menunjukkan usaha

biopestisida memiliki nilai NPV Rp 3.026.193.872,00; IRR 46,90 %,

Payback Period 2 tahun 1 bulan, dan Profitability Index 2,40.

Berdasarkan keempat kriteria kelayakan tersebut, usaha pembuatan

biopestisida berbasis minyak mimba dengan metode pengepresan ulir,

layak untuk dikembangkan. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa

perubahan harga bahan baku dari biji mimba dan harga jual produk

biopestisida sangat mempengaruhi kelayakan usaha biopestisida dari

biji mimba dengan metode pengepresan ulir. Analisis kelayakan usaha

ini diharapkan dapat dijadikan acuan awal untuk mengembangkan

potensi biji mimba sebagai biopestisida.

Kata kunci: Azadirachta indica; analisis sensitivitas; biji; biopestisida;

kelayakan finansial

UDC 632.951

Arief Heru Prianto, Budiawan, Yoki Yulizar, dan Partomuan Simanjuntak

(PENGARUH SINERGI AZADIRACHTIN DAN KOMPONEN MINOR DALAM MINYAK BIJI MIMBA TERHADAP AKTIVITAS

ANTIFEEDANT Spodoptera litura)

THE SYNERGY EFFECT OF AZADIRACHTIN AND MINOR COMPONENTS OF NEEM SEED OIL ON ANTIFEEDANT ACTIVITY OF

Spodoptera litura

Bul. Littro. Vol. 30, No. 1, 2019, 27-34

Aktivitas azadirachtin sebagai antifeedant terhadap serangga dari minyak mimba (Azadirachta indica A.Juss) diduga bersinergi dengan komponen

minor di dalam minyak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan komponen minor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pengaruh

sinergi dengan komponen utama minyak biji mimba yaitu azadirachtin dalam aktivitas antifeedant Spodoptera litura. Minyak biji mimba

difraksinasi dengan n-heksan, etil asetat, dan air. Aktivitas antifeedant dari tiga fraksi minyak biji mimba dievaluasi terhadap larva S. litura instar

ke-4. Bioassay dilakukan dengan menggunakan uji choice leaf disc dengan konsentrasi fraksi 2,5; 5; 10, dan 20 % (v/v). Konsentrasi dalam semua

fraksi menunjukkan kandungan azadirachtin yang sama, sehingga aktivitas antifeedant menunjukkan efek komponen minor dalam fraksi. Aktivitas

terbaik diperoleh pada perlakuan fraksi air (84-100%). Analisis probit aktivitas antifeedant dari semua fraksi menunjukkan bahwa fraksi air

memiliki efektivitas penghambatan terbaik (EI50) yaitu 1,0 %. Komponen minor di dalam fraksi air didominasi senyawa fenol (48,5 %) yang

diduga bersinergi dengan komponen utama azadirachtin dalam meningkatkan aktivitas antifeedant S. litura. Hasil ini mengindikasikan senyawa

fenol di dalam fraksi air minyak mimba berperan meningkatkan aktivitas antifeedant azadirachtin terhadap S. litura.

Kata kunci: Azadirachta indica; Spodop-tera litura; efektivitas penghambatan; fenol

Page 62: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

113

UDC 633.85

Sukamto, Novia Listiana, Reni Indrayanti, dan Dono Wahyuno

(ISOLASI DAN KARAKTERISASI POTENSI ISOLAT BAKTERI

RIZOSFIR UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUDOK

PADA TANAMAN NILAM)

ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF POTENTIAL

ISOLATES OF RHIZOSPHERE BACTERIA TO CONTROL BUDOK

DISEASE IN PATCHOULI PLANT

Bul. Littro. Vol. 30, No. 1, 2019, 35-46

Synchytrium pogostemonis, patogen penyebab penyakit budok,

merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam produksi tanaman

nilam di Indonesia. Petani nilam biasanya mengendalikan penyakit

budok dengan fungisida kimia yang dapat berdampak buruk karena

mencemari lingkungan dan menimbulkan gangguan pada ekosistem

pertanian. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang ramah

lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi dan

mengevaluasi isolat rizobakteria dari akar tanaman nilam dan lada, serta

pengaruhnya terhadap jamur model (Fusarium oxysporum f.sp. vanillae,

F. solani, Sclerotium rolfsii). Beberapa isolat rizobakteri yang potensial

diuji untuk mengendalikan penyakit budok pada skala pot. Selanjutnya,

isolat paling potensial diidentifikasi secara molekuler. Selain itu, jenis

senyawa yang bersifat antijamur dianalisis dengan metode GC-MS.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa 26 dari 100 isolat rizobakteri yang

diperoleh dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum, F. solani, dan

S. rolfsii. Empat isolat rizobakteri (RL13-A, RL31-A, RL35-A, RL32-

B) menunjukkan penghambatan yang kuat (>40 %) terhadap tiga jamur

patogen yang diuji. Hasil pada percobaan dalam polibag menunjukkan

bahwa isolat rizobakteri RL35-A, PS9, RL13-A, RL32-B, RL31-A

dapat menekan secara nyata penyakit budok sebesar 84,01; 76,00;

65,99; 43,99; dan 21,98%. Isolat RL35-A memiliki daya antagonis yang

paling kuat dibandingkan dengan isolat lainnya. Berdasarkan analisis

molekular 16S rDNA, isolat RL35-A berkerabat dekat dengan

Enterobacter sp. (99 %). Senyawa antibiotik yang diekstraksi dari

kultur RL35-A teridentifikasi sebagai fenol, 2,6-dimetoksi (Canola)

berdasarkan analisis GC-MS. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri

Enterobacter sp. dapat dikembangkan sebagai agens hayati untuk

pengendalian penyakit budok pada tanaman nilam.

Kata kunci: Pogostemon cablin; agens hayati; Synchytrium pogos-

temonis, Enterobacter

UDC 633.88

Dwi Ningsih Susilowati1), Amelia Rakhmaniar2), Nani Radiastuti 2) dan

Ika Roostika1)

(DIVERSITY OF ENDOPHYTIC FUNGI IN THE ROOT, LEAF,

STOLON AND PETIOLE OF ASIATIC PENNYWORT (Centella

asiatica))

KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFIT PADA AKAR, DAUN,

STOLON DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica)

Bul. Littro. Vol. 30, No. 1, 2019, 47-58

Endophytic fungi live in healthy tissues of many plants, including in

medicinal plant such as Asiatic pennywort (Centella asiatica). These

fungi exist in different parts of the plant as symbionts. The study

aimed to isolate endophytic fungi from various parts of Asiatic

pennywort of Malaysia accession and characterize their nature. Three

individual plants of Asiatic pennywort (3 months-old) were obtained

from the Sringanis Medicinal Garden in Bogor. The endophytes were

isolated on Malt Extract Agar. The community structures of the

endophytes were analyzed based on their diversity, colonization,

dominance index, and relative frequency of occurrence of the isolated

endophytic fungi. A total of 78 isolates have been obtained from three

individual plants and clustered into 22 morphotypes consisted of

18 morphotypes of Ascomycota and 4 morphotypes of Basidiomycota

divisions. The stolons harbored more endophytes (22.9 %) followed by

leaf (16.7 %), root (11.8 %), and petiole (7.6 %). The diversity index

was classified as medium category with the highest result (1.91) was

found in the root, followed by leaf (1.79), stolon (1.75), and petiole

(1.29). The most dominant endophytes were identified as

Ceratobasidium sp., Colletotrichum sp, and Fusarium sp.

Ceratobasidium sp. has the highest dominance index (0.02). UPGMA

cluster analysis grouped the endophytic fungi into distinct clusters

based on the plant parts origin. This study implied that stolon was the

the most suitable part of Asiatic pennywort for isolating endophytic

fungi. Further study is required to examine the role of the endophytic

fungi to produce secondary metabolites in Asiatic pennywort.

Key words: Centella asiatica; community structures; microorganism;

plant organs

UDC 633.85

Rita Noveriza, Maya Mariana, Tri Lestari Mardiningsih, and Sri Yuliani

(EFFECT OF CITRONELLA NANO BIOPESTICIDE AGAINST MOSAIC VIRUS AND ITS VECTOR ON PATCHOULI)

PENGARUH NANO BIOPESTISIDA CITRONELLA TERHADAP VIRUS MOSAIK DAN VEKTORNYA PADA TANAMAN NILAM

Bul. Littro. Vol. 30, No. 2, 2019, 59-68

The mosaic disease declines production and oil quality of patchouli. Antiviral-based citronella oil has been formulated using a spontaneous

emulsification technique (nanotechnology). The previous result of the greenhouse trial showed the formula at 1-1.5 % concentrations suppressed

the development of virus of about 82.5 %. The field-scale tests is necessary to be performed to validate the effectiveness of citronella nano

biopesticide (CNB) against the mosaic virus and its vector on patchouli. The study was conducted in patchouli plantation at two locations

(Pandeglang, Banten and Manoko, West Java). The research was arranged in a Randomized Completed Block Design (RCBD) with 6 treatments

and 10 replications, each replication consisted of 50 plants. The treatments were formula of CNB at the concentration of (1) 0.5 %, (2) 1 %,

(3) 1.5 %, (4) 2 %, (5) insecticide (deltamethrin 0.2 %), and (6) control. The results showed that CNB formula at 1 % concentration with a

monthly application effectively suppressed the development of mosaic disease in patchouli plants, and at 2 % concentration to control rolled-leaf

aphid. The lowest intensity of mosaic disease (at 1 % concentration) was in Banten (23.12 %) and in West Java (18.35 %), while in control ranged

from 26.31-44.94 % (Banten) and 19.60-23.12 % (West Java). Efficacy Index (EI) in Banten ranged from 12.12-48.55 % and in West Java was

6.38-20.63 %. The lowest intensity of aphid attack was showed by insecticide and CNB at 2 % concentration. The EI of CNB was 35.33 %

(Banten) and 51.71 % (West Java) respectively.

Key words: Pogostemon cablin; nano-technology; virucide

Page 63: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

114

UDC 633.834

Tias Arlianti, Desta Wirnas, Sobir, dan Otih Rostiana

(HUBUNGAN KEKERABATAN PALA POPULASI TIDORE,

TERNATE, DAN BOGOR BERDASARKAN MARKA

MORFOLOGI)

THE RELATIONSHIP OF NUTMEG POPULATIONS FROM

TIDORE, TERNATE, AND BOGOR BASED ON

MORPHOLOGICAL MARKER

Bul. Littro. Vol. 30, No. 2, 2019, 69-80

Pala Banda (Myristica fragrans) adalah salah satu komoditas rempah

utama Indonesia. Pusat asal dan keragaman genetik pala ada di

Kepulauan Maluku, Maluku Utara, Siau, serta Papua, sedangkan Bogor

termasuk salah satu wilayah pengembangan terluas di Jawa Barat.

Karakter keragaman pala Bogor belum banyak dipelajari, padahal

informasi ini penting untuk pembentukan varietas lokal dan pemenuhan

kebutuhan benih. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman dan

hubungan kekerabatan populasi pala Tidore, Ternate, dan Bogor.

Percobaan dilakukan di delapan lokasi, yaitu Tidore (Gurabunga dan

Jaya), Ternate (Marikurubu) dan Bogor (Cigombong, Ciawi,

Leuwisadeng, Sukajadi, dan Tamansari) sejak November 2017 sampai

dengan Desember 2018. Bahan penelitian yang digunakan adalah 46

aksesi pala berumur 8-30 tahun yang pertumbuhannya baik dan jelas

asal-usulnya. Pengamatan menggunakan metode observasi langsung

pada karakter habitus, daun, buah, biji, fuli, dan bunga berdasarkan

deskriptor tanaman buah tropis IPGRI. Kemiripan antar aksesi dihitung

menggunakan jarak Gower. Hasil penelitian menunjukkan keragaman

karakter morfologi terlihat pada bentuk buah, bentuk pangkal dan ujung

buah, warna buah dan bentuk pohon. Tebal fuli merupakan karakter

dengan nilai keragaman terbesar (50,38 %). Keragaman morfologi intra

populasi umumnya rendah kecuali pada karakter buah dan berat fuli.

Kekerabatan populasi pala Bogor lebih dekat dengan Ternate

dibandingkan Tidore. Tingkat kemiripan populasi pala Bogor dengan

populasi Ternate mencapai 60 %, sementara kemiripan dengan pala

Tidore 46 %. Hubungan kekerabatan antara lima populasi pala Bogor

sangat dekat. Populasi Leuwisadeng, Tamansari dan Sukajadi adalah

populasi pala Bogor yang memiliki hubungan kekerabatan dan tingkat

kemiripan tertinggi, rata-rata sebesar 80 %.

Kata kunci: Myristica fragrans; fenotipe; kemiripan genetik; keragaman

UDC 633.832

Rian Virvian Hidayat R. Pelealu, Eny Widajati, dan Faiza C. Suwarno

(PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN MEDIA

PERKECAMBAHAN TERHADAP VIABILITAS BENIH

CENGKEH ZANZIBAR)

DETERMINATION OF PHYSIOLOGYCAL MATURITY AND

EFFECT OF GERMINATION MEDIA ON ZANZIBAR CLOVE

SEEDS VIABILITY

Bul. Littro. Vol. 30, No. 2, 2019, 81-89

Rendahnya mutu benih cengkeh berkontribusi terhadap rendahnya

produktivitas cengkeh nasional di Indonesia. Penelitian ini bertujuan

untuk menentukan tingkat masak fisiologis dan pengaruh media

perkecambahan terhadap viabilitas benih cengkeh. Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu

Benih dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Bogor sejak Oktober 2017

sampai Desember 2018. Bahan yang digunakan adalah benih cengkeh

Zanzibar dari pohon berumur ≥ 10 tahun. Benih berasal dari kebun

rakyat Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Penelitian menggunakan

rancangan split plot, empat ulangan. Petak utama adalah empat tingkat

kemasakan benih berdasarkan warna buah yaitu hijau kemerahan,

merah muda, merah dan merah tua. Anak petak adalah tiga jenis

media perkecambahan yaitu pasir, kokopit dan zeolit, sehingga

terdapat 12 perlakuan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 40 butir

benih untuk uji daya berkecambah, dan 5 butir benih untuk uji kadar

air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase viabilitas benih

cengkeh tidak dipengaruhi oleh tingkat masak benih berdasarkan

warna buah, tetapi dipengaruhi oleh media perkecambahan.

Karakteristik mutu fisiologis benih cengkeh yang baik adalah memiliki

bobot kering benih 2,70 g, daya berkecambah 100 %, indeks vigor

73,75 %, dan kecepatan tumbuh 1,19 % etmal-1. Di antara tiga jenis

media perkecambahan yang diuji (pasir, kokopit, dan zeolit), media

pasir merupakan media perkecambahan terbaik untuk benih cengkeh,

dan dapat direkomendasikan kepada produsen benih.

Kata kunci: Syzygium aromaticum; media perkecambahan; cengkeh

Zanzibar

UDC 632.95

Tri Lestari Mardiningsih, Rismayani, dan Ma’mun

(EFEK FORMULA MINYAK ATSIRI DAN PARA MENTHANE DIOL TERHADAP MORTALITAS DAN PENGHAMBATAN BERTELUR

WERENG COKELAT)

THE EFFECT OF ESSENTIAL OIL FORMULA AND PARA MENTHANE DIOL ON MORTALITY AND OVIPOSITION DETERRENT OF

BROWN PLANTHOPPER

Bul. Littro. Vol. 30, No. 2, 2019, 90-99

Minyak cengkih, serai wangi, dan serai dapur dikenal sebagai insektisida nabati. Formula campuran minyak atsiri dan senyawa tunggal minyak

atsiri diharapkan dapat meningkatkan keefektifan insektisida nabati. Percobaan ini bertujuan untuk menguji efek dari campuran minyak atsiri dan

formula para-menthane-3,8-diol (PMD) dalam menghambat kemampuan bertelur dan mortalitas wereng cokelat. Penelitian dilakukan di rumah

kaca Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Formula yang diuji adalah minyak cengkih + serai wangi (1: 1), minyak cengkih + serai

dapur (1: 1), minyak atsiri tunggal, bahan pembawa formula minyak atsiri (campuran tween 80, terpentin, dan surfaktan), serta formula PMD dan

bahan pembawa (pengemulsi, alkohol 96 %, dan surfaktan). Aplikasi formula dilakukan secara kontak pada serangga uji. Parameter pengamatan

adalah jumlah telur yang diletakkan dan mortalitas wereng cokelat dewasa dan nimfa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula insektisida

nabati yang diaplikasikan secara kontak terhadap larva dan wereng cokelat dewasa menyebabkan tingkat kematian yang tidak berbeda secara

signifikan dibanding kontrol dan insektisida sintetis. Uji residu tanaman, mortalitas nimfa pada perlakuan minyak atsiri tidak berbeda nyata dari

kontrol dan insektisida. Formula minyak cengkih + serai wangi yang disemprotkan langsung pada serangga dan melalui tanaman tidak berbeda

nyata dibandingkan dengan perlakuan insektisida sintetik, walaupun efektivitas formula minyak cengkih + serai wangi lebih lambat. Kemanjuran

formula minyak cengkih + serai wangi terhadap peletakan telur berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan insektisida sintetis, yaitu lebih

sedikit telur yang diletakkan. Formuka PMD kurang efektif dari formula minyak cengkih + serai wangi terhadap nimfa dan kematian dewasa

wereng cokelat. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi aktivitas formula minyak cengkih + serai wangi di lapangan.

Kata kunci: Insektisida botani; minyak cengkih; minyak serai dapur; minyak serai wangi; Nilaparvata lugens Stal

Page 64: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

115

UDC 632.6

Desy Muliana Wenas*, Lisana Sidqi Aliya dan Wisma Merry Anjani

(FORMULA EKSTRAK BONGGOL PISANG KEPOK KUNING (Musa acuminata x Musa balbisiana) SEBAGAI ANTIINFLAMASI)

YELLOW KEPOK BANANA (Musa acuminata x Musa balbisiana) CORM EXTRACTS AS ANTIINFLAMATION

Bul. Littro. Vol. 30, No. 2, 2019, 100-110

Pisang mempunyai banyak jenis dan manfaatnya. Salah satunya adalah pisang kepok kuning. Batang, pelepah daun, dan bonggol dari pisang ini

memiliki kandungan fitokimia berkhasiat obat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek formula ekstrak bonggol pisang kepok kuning sebagai

antiinflamasi. Bonggol pisang kepok kuning dipotong menjadi berukuran 0,3 x 1 x 3 cm, dikeringkan di dalam oven bersuhu 60 °c selama 6 jam,

kemudian dibuat serbuk berukuran 40 mesh. Serbuk bonggol pisang diekstraksi menggunakan etanol 70 % dengan teknik maserasi selama 24 jam

sebanyak 3 kali. Pengujian antiinflamasi dilakukan pada tikus putih jantan galur sprague dawley. Sebanyak 24 ekor tikus putih dibagi menjadi

enam kelompok perlakuan, yaitu konsentrasi formula ekstrak (10, 15, dan 20 %), kontrol positif (salep komersial), kontrol negatif, dan kontrol

normal (pemberian luka tanpa diberi formula apa pun). Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (ral), diulang

sebanyak 4 kali, dan data dianalisis menggunakan anova dan post hoc uji games howell. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula ekstrak

bonggol pisang kepok kuning memiliki potensi penyembuhan luka (antiinflamasi). Formula ekstrak 20 % dapat mempercepat penyembuhan luka

dalam sehari dibandingkan formula 10 % dan 15 %. Kecepatan tersebut ditunjukkan dengan penyembuhan luka tanpa bekas luka dari formula

ekstrak 20 % yang terjadi lebih awal dibandingkan dengan formula lainnya. Aktivitas formula 20 % sebanding dengan kontrol positif salep

komersial. Aktivitas antiinflamasi dari formula salep bonggol pisang kepok kuning berkaitan dengan kandungan senyawa saponin, flavonoid, dan

tanin. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak bonggol pisang kepok kuning berpotensi dikembangkan sebagai obat antiinflamasi.

Kata kunci: Fitokimia; maserasi; penyembuh luka

Page 65: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

Kami Ucapkan Terimakasih dan Penghargaan Setinggi-tingginya kepada Mitra Bestari

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Volume 30, Nomor 2, Desember 2019

Dr. Devi Rusmin (Seed Technologist-Indonesian Spices and Medicinal Crops

Research Institute, Indonesia)

Dr. Dodin Koswanudin (Epidemiologist-Indonesian Center For Biotechnology and Genetic Resources

Research and Development, Indonesia)

Dr. Ifa Manzila, M.Si. (Epidemiologist-Indonesian Center for Biotechnology and Genetic Resources

Research and Development, Indonesia)

Dr. Irmanida Batubara, M.Si. (Natural Product Chemistry-Center of Tropical Biofarmaka Bogor

Agriculture Institute, Indonesia)

Dr. Yudiwanti (Plant Breeding-Bogor Agricultural University, Indonesia)

Page 66: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT

BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN

OBAT adalah publikasi ilmiah primer yang diterbitkan oleh

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Jurnal ini

memuat hasil penelitian primer terkait komoditas rempah, obat

dan aromatik yang belum pernah diterbitkan pada media

apapun.

Pengajuan Naskah

Naskah yang diajukan belum pernah diterbitkan atau tidak

sedang dalam proses evaluasi pada media lain; telah

mendapat persetujuan tim penulis (dilampirkan ethical

statement), sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap

naskah. Penerbit tidak bertanggung jawab terhadap klaim atau

permintaan konpensasi terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan isi naskah.

Naskah dikirim berupa softcopy atau file elektronik melalui

aplikasi e-jurnal dengan terlebih dahulu Registrasi pada URL

http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/bultro dan

melampirkan surat pengantar dari kepala unit kerja penulis

kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

sebagai Supplementary File. Tembusan surat dialamatkan

kepada Redaksi Pelaksana Buletin LITTRO, Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3,

Bogor 16111, Telp. (0251) 8321879, Fax. (0251) 8327010,

E-mail: [email protected]

Setiap naskah yang diajukan wajib mengikuti format dalam

pedoman penulisan dan template for author. Naskah yang

formatnya tidak sesuai dengan pedoman tidak akan diproses

dan akan dikembalikan kepada penulis untuk disesuaikan

dengan format. Setiap naskah yang diajukan diketik pada

kertas HVS A4 pada satu permukaan halaman, batas margin 2

cm di semua sisi kertas, bentuk huruf Times New Roman,

ukuran font 11, dua spasi, sedangkan tabel dan gambar

berukuran font 9, satu spasi. Setiap halaman diberi nomor

secara berurutan, pada sisi kanan bawah, jumlah halaman

maksimal 17 lembar (termasuk tabel dan gambar). Penulis

wajib mengikuti kaidah penulisan bahasa Indonesia yang baik

dan benar serta sesuai dengan Pedoman Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Penyiapan Naskah

Buletin LITTRO memuat artikel dalam bahasa Indonesia

maupun Inggris. Pemakaian istilah agar mengikuti Pedoman

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Naskah dalam

bahasa Inggris mengikuti English (U.S).

Naskah disusun dengan urutan: Judul, Penulis dan Institusi

penulis, Abstrak, Kata kunci, Abstract, Key words,

Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan,

Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (apabila diperlukan),

Daftar Pustaka dan Lampiran bila diperlukan.

Judul:

Singkat, jelas, menggambarkan isi naskah, dan informatif

(tidak lebih dari 15 kata), ditulis dalam bahasa Indonesia

(seluruhnya huruf kapital) dan bahasa Inggris (huruf kapital

hanya awal kalimat, miring). Nama latin tanaman/ hewan yang

sudah dikenal luas tidak menjadi bagian kata dalam judul.

Penulis dan Institusi penulis: Nama ditulis lengkap,

tidak disingkat, tanpa gelar, ditulis kapital untuk setiap

permulaan kata dan nama penulis pertama merupakan

penulis utama. Penulis korenspondensi atau penulis utama

mencantumkan alamat email pribadi (corres-ponding

author). Nama penulis untuk korespondensi diberi garis

bawah. Nama dan alamat institusi dilengkapi dengan

nama jalan, kode pos dan nama kota. Apabila penulis

lebih dari satu dan alamatnya berbeda, maka alamat setiap

penulis dicantumkan. Keterangan alamat penulis dengan

angka bentuk superscript bila penulis lebih dari satu

institusi.

Abstrak: Merupakan inti sari dari seluruh tulisan, yang

meliputi latar belakang, tujuan, metode (dilengkapi tempat dan

waktu), hasil penelitian, kesimpulan, implikasi, saran, atau

tindak lanjut (optional). Abstrak disajikan dalam Bahasa

Indonesia dan Inggris maksimal 250 kata (Jenis Times New

Roman, ukuran font 11, satu spasi). Abstract Bahasa Inggris

memenuhi kaidah standar dan sudah dicek dengan Grammarly

atau sistem lainnya.

Kata kunci: Dipilih kata yang mudah ditelusuri (maksimal 5

kata kunci terdiri atas kata atau kata gabungan yang

menunjukkan inti dari naskah). Diurutkan berdasarkan abjad,

nama latin ditulis di awal (tanpa author) dan tidak ada di

dalam judul serta ditulis dengan huruf kecil kecuali nama

genus kapital. Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.

Pendahuluan: Memuat latar belakang, perumusan masalah

yang akan dipecahkan, sitasi pustaka yang relevan, dan tujuan.

Pernyataan tujuan ditulis jelas pada paragraf terakhir.

Menggunakan program Mendeley (http://www.mendeley.com)

dengan Style University of Worcester-Harvard.

Bahan dan Metode: Meliputi tempat dan waktu, rancangan

percobaan, cara pelaksanaan dan metode analisis secara jelas

(dibuat sub bab), sehingga peneliti lain dapat mengulangi

penelitian tersebut. Penulisan judul sub bab dengan Huruf

Kapital pada awal kalimat dengan font tebal. Penelitian

lapangan dilengkapi dengan data agroekologi misalnya :

ketinggian tempat, jenis tanah, curah dan hari hujan, tipe iklim

dan analisis tanah (untuk penelitian pemupukan), Asal

perolehan benih/mikroba/hewan uji dll disebutkan, parameter

pengamatan diuraikan berikut analisis statistik.

Hasil dan Pembahasan: Hasil dikemukakan secara jelas, bila

perlu dengan tabel, grafik, diagram, foto, lukisan/ gambar, dan

ilustrasi. Dibuat beberapa sub bab sesuai topik informasi.

Penulisan judul sub bab dengan huruf kapital pada awal

kalimat dengan font tebal. Pembahasan mengulas data dan

Page 67: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

menjelaskan kaitannya dengan tujuan dan hipotesis serta saran

pemecahan terhadap masalah yang dikemukakan. Hasil

dikemukakan terlebih dahulu kemudian dibahas, disusun

dalam satu bab.

1. Judul tabel singkat, jelas dan mandiri ditulis dalam

bahasa Indonesia dan Inggris. Tabel diberi nomor urut

sesuai dengan keterangan di dalam teks. Keterangan

tabel diletakkan di bawah tabel. Tabel yang merupakan

hasil sitasi harus disebutkan sumbernya. Tabel yang

berisi data hasil analisis statistik harus menyertakan

tingkat kepercayaan dan dilengkapi KK, notasi beda

nyata dalam huruf kecil.

2. Judul gambar dan grafik singkat, jelas dan mandiri ditulis

dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Penulisan judul

Gambar dengan huruf Kapital pada awal kalimat.

Gambar diberi nomor urut sesuai dengan keterangan di

dalam teks sesuai penjelasannya. Data grafik agar

dilampirkan dan dibuat dengan menggunakan Micro-soft

Excel. Gambar berupa foto hitam putih atau berwarna

ditampilkan dengan kontras apabila diperlukan. Gambar

yang merupakan hasil sitasi harus disebutkan sumbernya.

Gambar yang berupa fungsi hasil analisis statistik

mencantumkan nilai r2/ R2 dan tingkat kepercayaan.

Notasi fungsi grafik harus lengkap (aksis x dan y).

3. Sistem penulisan desimal menggunakan koma (,) bukan

titik (.), maksimal dua angka di belakang koma

4. Jumlah halaman tabel dan gambar tidak melebihi 30%

dari jumlah halaman artikel.

Kesimpulan: Merupakan sintesis dari hasil dan pembahasan

secara singkat namun jelas dan menjawab tujuan, hipotesis

serta temuan lain selama penelitian. Ditulis dalam bentuk

narasi, satu paragraf. Dilengkapi implikasi, saran, atau tindak

lanjut dari hasil penelitian.

Ucapan Terima Kasih: Ditujukan kepada mereka yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan kegiatan dan

pendanaan. Ditulis nama orang [dengan gelar] dan atau nama

institusi, serta jenis kontribusinya.

Daftar Pustaka: Disusun secara alfabetis dan memuat nama

pengarang, tahun, judul tulisan, judul terbitan atau majalah,

volume, nomor seri serta halaman dan kota terbit. Pustaka

yang diunduh dari website harus dirilis oleh institusi resmi

(bukan blog atau komunitas), dicantumkan alamat website

dan tanggal mengunduh. Pustaka minimal 11 buah, jumlah

pustaka primer ≥ 80%, terkini (10 tahun terakhir). Manajemen

sitasi dan pustaka menggunakan Mendeley dengan Style

University of Worcester-Harvard.

Contoh Penulisan Sumber (ambil contoh dari Mndeley) :

Jurnal:

Bauerle, T.L., Richards, J.H., Smart, D.R. & Eissenstat, D.M.

(2008) Importance of Internal Hydraulic Redistribution for

Prolonging the Lifespan of Roots in Dry Soil. Plant, Cell and

Environment. 31 (2), 177–186. doi:10.1111/j.1365-

3040.2007.01749.x.

Idris, H dan Nurmansyah (2015) Efektivitas Ekstrak Etanol

beberapa Tanaman Obat sebagai Bahan Baku Fungisida

Nabati untuk Mengendalikan Colletotrichum gloesporioides.

Bul Littro 26(2): 117-124.

doi:10.21082/bullittro.v26n2.2015.117-124

Buku:

Ilyas, S. (2012) Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor, IPB Press.

Amelia, F. (2009) Analisis Daya Saing Jahe Indonesia di Pasar

Internasional. Dept. Ilmu Ekonomi, Fak. Ekonomi dan

Manajemen, IPB. 116 hlm.

Artikel dalam Buku:

Upreti, K.K. & Sharma, M. (2016) Role of Plant Growth

Regulators in Abiotic Stress Tolerance. In: Rao,N.S. et al.

(eds.) Abiotic Stress Physiology of Horticultural Crops. India,

pp.19–46. doi:10.1007/978-81-322-2725-0.

Weiss, R. (1984) Experimental Biology and Assay of RNA

Tumor Viruses. Dalam : Weiss R., Teich N. Varmus H.,

Coffin J.(ed). RNA Tumor Viruses. Vol. 1, New York : Cold

Spring Harbor Laboratory. p. 209-260

Prosiding:

Lebaudy, A., Vavasseur, A., Hosy, E., Dreyer, I., Leonhardt,

N., Thibaud, J.-B., Véry, A.-A., Simonneau, T. & Sentenac, H.

(2008) Plant Adaptation to Fluctuating Environment and

Biomass Production Are Strongly Dependent on Guard Cell

Potassium Channels.In: Chrispeels,M. (ed.) Proceedings of

the National Academy of Sciences of the United States of

America. 105 (13), The National Academy of Sciences,

pp.5271–5276. doi:10.1073/pnas.0709732105.

Riajaya, P.D. dan F.T. Kadarwati (2010) Keragaan Produksi

Biji Jarak Pagar IP-1 Umur Tiga Tahun pada berbagai

Ketersediaan Air Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional V.

Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis

Jarak Pagar. Tunggal Mandiri Publ. Malang. hlm.151-157.

Kutipan Paten :

Nama Penemu paten, kata “penemu”; Lembaga pemegang

paten. Tanggal publikasi paten (tanggal, bulan, tahun). Nama

barang atau proses yang dipatenkan. Nomor paten.

Muchtadi, T.R., penemu; Institut Pertanian Bogor. 9 Maret

1993. Suatu Proses mencegah Penurunan Beta Karoten pada

Minyak Sawit. ID 0 002 569.

Penulisan Nama Penulis :

Jika nama penulis pertama lebih dari satu kata maka

penulisannya dibalik:

J.C. Smith ditulis Smith, J.C.

F.W. Day Jr. ditulis Day, F.W. Jr.

A.B. Toll III ditulis Toll, A.B., III

Page 68: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI

E.C. Bate-Smith ditulis Bate-Smith, E.C.

Richard C. De Long ditulis De Long, R.C.

A.J. de Lorenzo ditulis de Lorenzo, A.J.

James M. van der Veen ditulis van der Veen, J.M.

Nama penulis dari China, untuk publikasi ilmiah China ditulis

tanpa dibalik:

Chan Tai-Chen ditulis Chan, T-C.

Lin Ke-Sheng ditulis Lin, K-S.

Dalam publikasi ilmiah Amerika dan Inggris, nama China

tetap ditulis dibalik:

L. Ying Chang ditulis Chang, Y.L

His Fam Fu ditulis Fu, H.F.

Contoh Naskah Siap Cetak (Proof draft)

Contoh naskah siap cetak akan dikirim melalui email kepada

penulis korespondensi untuk ditelaah secara seksama.

Koreksian dari penulis harus dikembalikan kepada Redaksi

Pelaksana Buletin Littro dua hari setelah e-mail diterima.

Contoh Penulisan dalam Teks

BUKAN SATUAN INTERNATIONAL

Angka satu digit

tiga ulangan

empat varietas

lima bulan

satu tahun

Angka dua digit

10 perlakuan

10 polibag

12 bulan

12 bulan

SATUAN INTERNATIONAL

Angka satu digit

1 ml

2 m

2 kg atau ... (ton)

5 menit

5 detik

5 °C

1 atm

5 ha atau ... m²

6 %

Angka dua digit

12 l

10 m

12 kg

10 detik

15 °C

25 ha

10 %

Penulisan dua jenis satuan dalam satu kata

kg per ha ditulis kg.ha-1

kg per m2 ditulis kg.m-2

10 tanaman per ha ditulis 10 tanaman/ha

10 g per tanaman ditulis 10 g/tanaman

Page 69: Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 30/E/KPT/2018balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/Bul.Littro... · ISSN : 0215-0824 e-ISSN : 2527-4414 Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI