AKIDAH DAN AHLAK
-
Upload
erik-pujianto -
Category
Documents
-
view
88 -
download
3
description
Transcript of AKIDAH DAN AHLAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling
penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta.
Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor
Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang
tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing
mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu
Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada
Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-
Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa
jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan
Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak
Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang
menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang
ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya
2
Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing
ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah
adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka
apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya
lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan
dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia
adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-
kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan
buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu
keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-
cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu
cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah
disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama :
Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua :
Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal
sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak
mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja
tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak.
3
Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam
Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah
ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal sebagai berikut :
1. Apakah Aqidah itu ?
2. Bagaimana Implementasi Aqidah saat ini ?
3. Bagaimana cara mengantisipasi bahaya penyimpangan aqidah ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
2. Untuk mengetahui pembagian aqidah
3. Untuk mengetahui perkembangan aqidah
4. Untuk mengetahui perkembangan aqidah saat ini
5. Untuk mengetahui penyimpangan aqidah saat ini
D. Manfaat Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya
tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu
4
banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah
Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin
kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara
siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia
dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah
adalah :
1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik
bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan
suka maupun duka.
3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada
kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk
takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap
kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda
antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata,
antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah
SWT.
5
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP – PRINSIP AKIDAH DAN AKHLAK
A. Pengertian Aqidah
) menurut bahasa Arab (etimologi -
-
- ) yang artinya mengokohkan ( -
- ) yang berarti mengikat dengan kuat.
1 Sedangkan menurut istilah (terminologi): „aqidah adalah iman yang teguh dan pasti,
yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid2 dan taat kepada-Nya,
beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih
tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman
kepada apa yang menjadi ijma‟ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-
berita qath‟i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan
menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma‟ Salafush Shalih.
1 Lisaanul „Arab (IX/311:دقع) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu‟jamul
Wasiith (II/614:دقع). 2 Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma‟ wa Shifat Allah.
6
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69
B. Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan
umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu
para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam
pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk
rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di
antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama: Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni
beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam
perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta,
menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan
sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah
Subhanahu wa Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
7
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu
Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar
(takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar
adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui
kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat
melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita
maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang
benar3
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah
Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang
baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa
Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila
yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi,
maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah
semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul
Qadir Jawas]
3 [Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad
Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Darul Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420H/Juni
1999M]
8
C. Perkembassngan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri
karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham,
kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan
para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman
-pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah
karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari
dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi
Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh
Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih
Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena
terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan
dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid,
ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi
Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka
yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul
hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari
generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi
SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar,
dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.
9
D. Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam
seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang
tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan
penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya
penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian
dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah
yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan
menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang
artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi
yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang
sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara
10
dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena
menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-
kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang
seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh
kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin.
Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr."
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus
menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam,
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad
SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan
fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya,
atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh
acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu
dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass
11
media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari
hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan
Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai
kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT
berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan
amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan."
E. Pengertian Akhlak
Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali Kata al-khalq „Fisik‟ dan al-khuluq
„akhlak‟ adalah dua kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab
ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik lahirnya juga
batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalaq” adalah bentuk lahirnya.
Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya. Hal ini karena manusia tersusun dari
12
fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan dari ruh yang dapat ditangkap
dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki bentuk dan gambaran, ada
yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh mata batin itu lebih
tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata. Yang dimaksud
dengan ruh dan jiwa disini adalah sama.Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang
terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perubahan-perubahan dengan mudah tanbpa
memikirkan dan merenung terlebih dahulu.Jika sifat yang tertanam itu darinya
terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat
tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-
perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya
keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan
keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur
tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu. Demikian juga,
dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga
terwujudlah keindahan khuluq “akhlak”. Jika keempat rukun itu terpenuhi, indah dan
saling bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu. Keempat rukun itu antara
lain:
1)Kekuatan ilmu 2)Kekuatan marah 3)Kekuatan syahwat 4)Kekuatan mewujudkan
keadilan diantara tiga kekuatan tadi KekuatanIlmuKeindahan dan kebaikannya adalah
dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui perbedaan antara juur dan
dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam beraqidah, dan antara
keindahan dan keburukan dalam perbuatan.Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah
13
buak hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak akhlak yang baik. Seperti
difirmankan Allah SWT.,“…..Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak ….” (Al-Baqarah: 269). Kekuatan
marah Keindahannya adalah jika mengeluarkan marah itu dan penahannya
sesuaituntutanhikmah.Kekuatan syahwat Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia
berada di bawah perintah hikmah. Maksudnya perintah akal dan syariat.
Kekuatan mewujudkan keadilan diantara tiga kekuatan tadi Adalah kekuatan dalam
mengendalikan syahwat dan kemarahan di bawah perintah akal dan syariat.
Perumpamaan akal adalah seperti seorang pemberi nasihat dan pemberi petunjuk
Kekuatan keadilan adalah kemampuan, dan perumpamaannya adalah seperti pihak
yang menjadi pelaksana dan pelaku bagi perintahaka. Dan kemarahan adalah tempat
yang padanya dilaksanakan perintah tadi itu. Perumpamaannya adalah seperti anjing
pemburu, yang perlu dilatih, sehingga gerak-geriknya sesuai dengan perintah, bukan
sesuai dengan dorongan syahwat dirinya. Sementara perumpamaan syahwat adalah
seperti kuda yang ditunggangi untuk mencari hewan buruan, yang terkadang jinak
dan menuruti perintah, dan terkadang pula binal.Siapa yang dapat mewujudkan
kesimbangan unsur-unsur tadi, ia pun menjadi sosok yang berakhlak baiks secara
mutlak. Sementara orang yang hanya dapat mewujudkan keseimbangan sebagian
unsur itu saja, maka ia menjadi orang yang berakhlak baik jika dilihat pada segi yang
baik itu saja, seperti orang yang sebagian wajahnya indah, sementara sebagian
lainnya buruk. Keindahan kekuatan kemarahan dan keseimbangannya digambarkan
dengan keberanian Keindahan kekuatan syahwat dan keseimbangannya digambarkan
14
dengan sifat iffah menjaga kesucian diri Jika kekuatan marah seseorang cenderung ke
arah bertambah maka ia dinamakan dengan tahwwur „sembrono‟. Sedangkan, jika
cenderung melemah dan berkurang maka dinamakan pengecut. Jika kekuatan syahwat
cenderung bertambah maka ia dinamakan serakah, sedangkan jika cenderung
melemah dan berkurang dinamakan statis.Yang terpuji adalah sikap seimbang yang
merupakan keutamaan, sedangkan dua sikap yang cenderung bertambah dan melemah
adalah dua hal yang tercela. Sedangkan keadilan, jika ia terluput maka ia tak
mempunyai dua sisi ekstrem, berlebihan atau kurang, tapi ia mempunyai satu lawan
dan antonimnya, yaitu kezaliman. Sementara hikmah, tindakan menguranginya ketika
menggunakannya dalam perkara-perkara yang tidak baik dinamakan kebusukan dan
kerendahan. Sementara tindakan berlebihan padanya dinamakan kedunguan. Maka
sikap pertengahannyalah yang dinamakan dengan hikmah. Dengan demikian, pokok-
pokok utama akhlak ada empat, yaitu: Hikmah, keberanian, iffah, menjaga kesucian
diri,dan keadilan. Hikmah adalah kondisi kekuatan kemarahan yang tunduk kepada
akal, dalam maju dan mundurnya.Kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat
dengan kendali akal dan syariat.Keadilan adalah kondisi jiwa dan kekuatannya
memimpin kemarahan dan syahwat, dan membimbingnya untuk berjalan sesuai
dengan tuntutan hikmah, juga memegang kendalinya dalam melepas dan
menahannya, sesuai dengan tuntutan kebaikan. Dari keseimbangan pokok-pokok
tersebut,terwujudlah seluruh akhlak yang mulia.
2.Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariifal-JurjaniAl-Jurjani mendefinisikan
akhlak dalam bukunya, at-Ta‟rifat sebagai berikut:“Khlak adalah istilah bagi sesuatu
sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
15
mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat tersebut terlahir
perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat
tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-
perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk”kemudian Al-
Jurjani kembali berkata “Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang tertanam
kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan kadang-
kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan, selama
sifat tersebut taktertanam kuat dalam dirinya.Demikian juga orang yang berusaha
diam ketika marah, dengan sulit orang yang akhlaknya dermawan, tapi ia tidak
mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak punya uang
ataukarenaadahalangan.
Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma,
karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak
berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini
mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits
yang menyifati akhla yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh
akal dan syariat.
3.Menurut Ahmad bin Musthafa (ThasyKubraZaadah) Ia seorang ulama
ensiklopedia – mendefinisikan akhlah sebgai berikut; “Akhlak adalah ilmu yang
darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan marah,
kekuatansyahwat Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di
16
antara dua keburukan, yakni sebagai berikut: Hikmah, merupakan kesempurnaan
kekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu: kebodohan dan
berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah, dan yang kedua adalah
berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara
dua keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
keberanian dan yang kedua adalah berlebihan keberanian. Iffah adalah kesempurnaan
kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kestatisan dan
berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat tersebut, sedangkan yang kedua
adalah berlebihan sifat tersebut.Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah,
masing-masing mempunyai cabang, dan masing-masing cabang tersebut merupakan
tersebut merupakan posisi pertengahan anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik
perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu akhlak disebutkan penjelasan detail
tentang hal-hal ini.Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk
tidak keluar posisi dari posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu
Topik ilmu ini adalah insting – insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan antara sikap mengurangi dan berlebihan Para ahli Hikmah berkata
kepada Iskandar, “Tuan raja, hendaknya anda bersikap pertengahan dalam segala
perkara.Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan mengurangi adalah
kelemahan” Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok
yang sempurna dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan
diakherat menjadi sosok yang terpuji
17
4.Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqiat - TahanawiIa berkata, “Akhlak adalah
keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri
dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai
berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak
tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia
bukan akhlak. Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan
kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi
dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat
dinamakan akhlak. Segala tindakan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu
seperti Qudrat „kemampuan‟ berbeda dengan dudrat, yaitu ia tidak wajib ada bersama
makhluk ketika ia mengerjakan sesuatu seperti wajibnya hal itu menurut para ulama
Asy‟ari dalam masalah Qudrat Kemudianat-Tahanawiberkata,“Akhlah terbagi atas
hal sebagai berikut Keutamaan, yang merupakan dasar bagi apa yang sempurna
Kehinaan, yang merupakan dasar bagiapa yang kurang Dan selain keduanya yang
menjadi dasar bagi selain kedua hal itu”Penjelasannya adalah bahwa jiwa yang
mampu berbicara, ketika berkaitan enggan fisik dan Pengendalian atas fisik, serta
memerlukan tiga kekuatan Pertama, kekuatan yang mampu memikirkan apa yang
dibutuhkan dalam membuat perencanaan dan aturan. Yang dinamakan dengan
kekuatan akal, kekuatan berbicara, insting, dan jiwa yang tenang dan dikatakan pula
sebagai kekuatan yang menjadi dasar untuk memahami hakikat-hakikat, keinginan
untuk memperhatikan akibat-akibat setiap perbuatan, dan membedakan antara yang
mendatangkanmanfaatdanmengasilkankerusakan.
18
Kedua, kekuatan yang mendorong seseorang untuk mendapatkan apa yang memberi
manfaat bagi fisiknya dan cocok dengannya, seprti makanan, minuman dan lainnya,
dan hal itu dinamakan dengan kekuatan syahwat, unsur hewani dan nafsu amarah
Ketiga, kekuatan yang dapat menghindari seseorang dari sesuatu yang dapat merusak
dan membuat pedih tubuhnya, dan hal itu dikatakan pula sebagai dasar untuk maju
dalam keadaan sulit, dan pendorong untuk berkuasa dan meningkatkan derajat diri.
Kekuatan ini dinamakan dengan kekuatan amarah dan ganas, serta nafsu lawwanah.
Kemudian ia berkata bahwa dari keseimbangan kondisi kekuatan instingtif lahirlah
Hikmah, Hikmah itu adalah suatu keadaan kekuatan akal praktis yang berada pada
posisi pertengahan antara berfikir terlalu mengkhayal kondisi berlebih dari kekuatan
ini, yaitu ketika seseorang menggunakan kekuatan pemikiran untuk memikirkan apa
yang tak seharusnya dipikirkan, seperti perkara-perkara yang mustasyaabihat „samat‟
dan bentuk yang tak seharusnya sperti menyalahi syariat. Dan antara kebodohan dan
kedunguan yang merupakan kondisi kekurangan Hikmah, yaitu ketika seseorang
mematikan kekuatan berfikirnya secara sengaja. Dan berhenti dari mendapatkan ilmu-
ilmu yang bermanfaat.Keseimbangan kekuatan syahwat melahirkan sifat iffah
menjaga kesucian diri iffah itu sendiri adalah kekuatan syahwat yang moderat antara
bertindak berlebihan dan melanggar etika sifat kurangnya berarti jatuh dalam terus
mengikuti dorongan merasakan kelezatan apa yang ia senangi, dengan kesatisan sifat
lebihnya iffah yang merupakan kondisi vakum dari usaha mendapatkan kelezatan
sesuai dengan kadara yang diperbolehkan akal dan syariat. Dalam sifat iffah tersebut
nafsu syahwat tunduk terhadap kekuatan Pikiran Kesimbangan kekuatan marah
melahirkan keberanian. Keberanian itu adalah suatu kondisi kekuatan marah, yang
19
bersifat moderat antara tindakan sembrono yang merupakan kondisi berani yang
berlebihan yaitu maju untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan
sifat pengecut, sikap khawatir atas apa yang tak seharusnya dikhawatirkan, dan ia
adalah kondisi kurang berani. Dalam kekuatan keberanian ini, sifat buas menjadi
tunduk kepada kekuatan berfikir, sehingga maju dan mundurnya kekuatan ini sesuai
dengan pertimbangan pemikiran, tanpa mengalami kebingungan ketika menghadapi
masalah-masalah besar, dan karena itu perbuatannya menjadi indah dan kesabarannya
menjadi terpuji. Jika keutamaan yang tiga itu bercampur, maka terjadilah dari
percampuran itu kondisi yang sama, yaitu keadilan. Karena hal ini, maka keadilan
digambarakan sebagai sikap tengah atau moderat, dan itulah yang dimaksud dengan
Sabda Rasulullah saw ini“ Paling baik perkara adalah yang pertengahan”
Kemudian at-Tahanawi meneruskan perkataannya, dan ia pun berbicara tentang
akhlah yang agung, ia berkata bahwa akhlak agung bagi para shalihin adalah
berpaling daru dua semesta, dan menghadap hanya kepada Allah semata secara total.
Al-Wasithi berkata bahwa akhlak yang agung adalah tidak memusuhi dan tidak
dimusuhi. Athaa berkata bahwa akhlak yang agung adalah melepaskan pilihan dan
penolakannya atas segala kesulitan dan cobaan yang diturunkan Allah SWT.
Akhlak yang agung bagi Nabi SAW adalah yang disinyalir dalam firman Allah SWT
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar-benar berbudi pekerti yang agung” (al-
Qalam:4) dans sesuai yang dikatakan oleh Aisyah r.a bahwa akhlak Rasulullah SAW
adalah Al-Qur'an, yang bertindak sesuai dengan Al-Qur'an dan telah tertanam kuat
dalam diri, sehingga beliau menjalaninya tanpa kesulitan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Menurut Pemikiran Penulis :
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat
membina setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan
dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang
merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta
menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu‟jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya
tentang sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya
dan meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya
dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di
berbagai sisi dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
21
1. Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun
kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa
diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu
untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan
ampunan-Nya
Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para
penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi
kebebasan itu dengan hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal
itu tidak menimbulkan kekacauan.
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu,
menyembah fenomena-fenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang
tidak benar.
Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses
pembinaan manusia. Ia memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui
peranannya dan membuka cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu,
akidah juga membuka jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan
ruang lingkup indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa
untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri
mereka, serta menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.
22
Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk
menyingkap rahasia-rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa
terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna
mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya untuk setiap masa
dan tempat.
Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan
dan mengikat ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu
pengetahuan dari iman akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan
teliti untuk menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid
dalam hal itu.
2. Dalam Sisi Sosial.
Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat
masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan
mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi
agama dan kepentingan sosial.
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara
ketamakan manusia akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban
demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri
setiap individu.
23
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap
individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab
terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan
orang lain dan mendorong setiap individu muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar
anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme,
suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berlandaskan asas-
asas spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan persaudaraan antar manusia.
Akidah telah berhasil merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang
pernah melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong
menolong. Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh
bangsa lain.
Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah
yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
3. Dalam Sisi Kejiwaan.
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia
meskipun bencana sedang menimpa.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk
meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara tersebut
adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian
24
yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena
itu, tidak mungkin bagi manusia untuk mencari kesenangan dan ketentraman di dunia
ini. Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan
dalam ujian Allah di dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap
musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah
terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama.
Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan
yang dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya
cemas dan bingung.
Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena
tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan
tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-
penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati,
akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan politik yang berbahaya, seperti fitnah
yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam
Ali a.s.
25
4. Dalam Sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu
muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan
dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab.
Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang
memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung
jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari
kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Demi mendorong masyarakat berakhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang
tidak mulia, akidah mengikuti bermacam-macam metode dalam hal ini: pertama,
menjelaskan efek-efek uhkrawi dan duniawi dari akhlak yang terpuji dan tidak
terpuji.
Kedua, memperlihatkan suri teladan yang baik kepada mereka dengan tujuan
agar mereka terpengaruh oleh akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya
26
DAFTAR PUSTAKA
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama
Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
Lisaanul „Arab (IX/311:دقع) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu‟jamul
Wasiith (II/614:دقع).
Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma‟ wa Shifat Allah.
Lihat Buhuuts fii „Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa‟ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin
„Abdul Karim al-„Aql, cet. II/ Daarul „Ashimah/ th. 1419 H, „Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jamaa‟ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal
Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa‟ah fil „Aqiidah oleh Dr. Nashir bin „Abdul Karim al-
„Aql.
[Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Darul
Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420H/Juni 1999M]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama
Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]