AKHLAK PESERTA DIDIK - · PDF filemembahas tentang perilaku manusia, dan juga ... Sebagaimana...
Transcript of AKHLAK PESERTA DIDIK - · PDF filemembahas tentang perilaku manusia, dan juga ... Sebagaimana...
AKHLAK PESERTA DIDIK
Diliani Diahcahyani (201510010311042)
M. Saiful Anam (201510010211079)
Diah Ayu Dewi Anggina (201410010311023)
Faiz Prasetyo (
PEMBAHASAN
A. Hakikat Peserta Didik
Ahlak berasal dari Bahasa Arab khuluk yang artinya adalah perilaku,
baik itu perilaku terpuji maupun perilaku tercela. Sedangkan menurut
kamus besar Bahasa Indonesia pengertian akhlak adalah budi pekerti
maupun kelakuan.
Pengertian akhlak menurut beberapa tokoh diantaranya,
menurut Syeikh Al Zamuji akhlak merupakan sesuatu sifat (baik buruk )
yang tertanam kuat dalam diri yang darinya terlahir perbuatan – perbuatan
dengan mudah dan ringan tanpa perlu berpikir dan merenung.1
Akhlak menurut Al Ghazali, Al khuluq (jamak dariakhlak ) ibarat
(sifat atau keadaan) dari pelaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam
jiwa, dari padanya tumbuh perbuatan – perbuatan dengan mudah dan
wajar tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.2
Akhlak juga dapat diartikan sebagai ilmu tata karma, ilmu yang
membahas tentang perilaku manusia, dan juga memberikan sebuah nilai
terhadap apa yang dilakukan manusia, melalui jenis perbuatanny, baik
maupun buruk menurut norma yang berlaku.3
1 Syeikh al – Zarmuji, Terjemah Ta’lim al Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009), hal.3 2 AbdulKholik, dkk, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik Dan Kotemporer,
(Semarang: Pustaka PElajar, 1999), hlm. 87 3 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2002), hlm.1
Jadi pengertian akhlak secara yang universal adalah sifat atau
perilaku seseorang yang terbawa dalam dirinya, yang mana sifat atau
karakter tersebut terbentuk berdasarkan kebiasaan dan lingkungan yang
mempengaruhinya.
Peserta didik dalam Bahasa arab disebut dengan istilah Thalib bentuk
jamak dari Thullab yang artinya adalah orang yang mencari ilmu.4 Peserta
didik berdasarkan pengertian bahasa arab ibarat seseorang yang
mempunyai tugas utama yaitu mencari ilmu.
Berdasarkan Undang – Undang Republik No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan, bahwa peserta didik merupakan anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensim diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.5
Dalam perspektif Psikologis , peserta didik adalah individu yang sedang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
psikis menurut fitrahnya masing masing. Sebagai individu yang tengah
tumbuh dan berkembang peserta didik mememrlukan bimbingan dan
pengarahn yang konsistenmenuju kea rah titik optimal kemampuan
fitrahnya.6
Jadi peserta didik merupakan bagian dari anggota masyarakat yang
tugas utamanya adalah belajar, di dalam belajarnya ia membutuhkan
individu lain untuk mengarahkan dan membimbingnya agar potensi yang
dimiliknya mampu tumbuh dan berkembang secara baik, peserta didik
bukanlah maniatur dari masyarakat, melainkan peserta didik adalah bagian
dari masyarakat yang mempunyai kebutuhan, hak serta kewajiban
tersendiri.
B. Akhlak Peserta Didik
1. Bersikap tenang, sopan, dan tawaddu’
4 Syarif Al Qusyairi. Kamus Aknar Aran. (Surabaya: Giri Utama), hlm. 68 5 Undang – Undang Republik No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, Bab 1 Pasal 1 No.4 6 Desmita, Psikilogis Perkembangan Peserta Didik, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Hal.
39
Dari Umar Ibnul Khattab R.A beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda
: “Pelajarilah olehmu ilmu pengetahuan dan pelajarilah pengetahuan itu
dengan tenang dan sopan, rendah hatilah kami kepada orang yang belajar
kepadanya” (H.R Abu Nu’aim)
Berdasarkan hadits diatas dapat disimpulkan bahwa seorang peserta
didik harus bersikap tenang, sopan dan tawaddu’ ketika menuntut ilmu.
Hendaknya peserta didik tenang dalam artian khusyuk. Jadi, fikiran dan
hatinya konsetrasi atau terfokuskan kepada ilmu yang ia pelajari sehingga ia
memudahkannya dalam mempelajari ilmu tersebut. Pelajar hendaknya bersikap
sopan juga terhadap guru diantaranya dengan duduk didepan guru dengan sopan
(adab) seperti pelajar memenuhi (meliputi dan merapatkan) pada kedua lututnya atau
pelajar duduk seperti duduk takhiyat.
Tawaddu’ adalah sikap rendah hati terhadap kebenaran yang datangnya
dari siapapun, baik dalam keadaan suka maupun tidak. Tawaddu’ merupakan
lawan dari sikap sombong yang sangat dibenci Allah. Sikap rendah hati akan
membawa seseorang menjadi terhormat dan dihargai oaleh masyarakat
sekitar. Tawaduk (rendah hati) adalah sebagian dari sifat-sifat orang yang
takwa kepada Allah SWT. Dan dengan tawaduk akan semakin baik derajatnya
menuju keluhuran, dengan Tawadu’ ilmu yang diperoleh manusi akan semakin
lekat dengan diri pemilik ilmu serta dalam hati maka akan terbentuklah
manusia yang bermoral maupun beradab. Seorang murid dalam pembelajaran
wajib hukumnya untuk selalu memperhatikan dengan seksama penjelasan
yang diberikan oleh guru, maupun orang lain yang memberinya pengetahuan
meskipun peserta didik sudah mendapatkan ilmu tersebut beberapa kali, inilah
salah satu bentuk peserta didik menghormati ilmu dan guru.
sikap sombong akan membuat seseoarang dijauhi atau dibenci. Apalagi
sebagai seorang pelajar, sangat tidak pantas jika menyombong dengan ilmunya
dan menentang gurunya. Akan tetapi haruslah ia merendah diri atau menyerah
seluruhnya kepada gurunya dengan keyakinan kepada segala nasehatnya.
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Uda dari Ma’adz dan
Abi Amamah7
Artinya: “Tidaklah sebahagian dari budi pekerti seorang mukmin
merendahkan diri selain pada menuntut ilmu.”
Seorang pelajar itu harus rendah hati kepada gurunya,
mengharapkan pahala dan kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya.
Sangat tidak terpuji bagi seorang pelajar sombong terhadap gurunya yang
telah memberikan ilmunya. Ilmu pengetahuan tidak tercapai selain dengan
merendahkan diri dan penuh perhatian.
2. Wara’ (hati-hati)
Maksud dari wara’ adalah menjauhi dan meninggalkan sesuatu yang
mengandung unsur shubhat (sesuatu yang diragukan halal dan haramnya).
Artinya: sesungguhnya Ulama meriwayatkan sebuah hadits, dari
Rasulullah SAW barsabda, “Barangsiapa tidak berlaku wara’ ketika
belajar ilmu, maka dia akan diuji oleh Allah dengan salah satu dari tiga
macam ujian, mati muda, ditempatkan bersama orang-orang bodoh,
atau diuji menjadi pelayan pemerintah.”
Seseorang yang bersifat wara’ dalam menuntut ilmu maka
ilmunya akan menjadi lebih bermanfaat karena ia menghindari atau
7Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: Darul Fikr, 1989), jilid 1 hlm.
194
menjaga dari segala hal yang shubhat. Yang merupakan sifat wara’ ialah
menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak berbicara yang
tidak berguna. Menghindari makanan pasar kalau bisa karena lebih
dekat dengan najis dan kotor, ketika membuatnya jauh dari dzikir
kepada Allah, maka akan lebih dekat dengan kelalaian.
Diceritakan bahwa Syaikh Al Jalil Muhammad bin Fadhal ketika
mengaji beliau tidak mau makan makanan pasar. Ayahnya yang tinggal
di desa pada suatu hari datang ke tempatnya, pada hari jum’at.
Kemudian beliau menyiapkan makanan untuk ayahnya. Ketika ayahnya
masuk kerumahnya, dia melihat ada sepotong roti pasar. Maka ayahnya
tak mau berbicara dengannya karena murka. Kemudian ia berkata
kepada Ayahnya bahwasanya bukan ia yang membeli roti tersebut
karena ia tidak menyukainya melainkan temannya yang
membawakannya. Setelah itu ayahnya menjawab jika kamu berhati-hati
dan hidup wara’ tentu saja temanmu tidak akan membawa makanan itu.
Seperti itulah gaya hidup ulama salaf. Mereka bersifat wara’ oleh
karena itu mereka diberi keleluasaan ilmu dan kekuatan untuk
menyebarkan atau mengamalkan ilmu-ilmunya.8
3. Menghormati ilmu dan guru
Para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak dapat
mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati ilmu dan guru.
Artinya: Ubadah bin Shamit meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “ Tidaklah termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang-
8 Syeikh Az-Zarnuji, Terjemah Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu) hal 90-92
orang tua, dan menyayangi yang muda, dan tidak mengenal hak-hak orang alim
(guru).” (HR. Ahmad)9
Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, begitu pula
tugasnya tidak mudah untuk dilakukan. Dalam hadits diatas terdapat
peringatan keras terhadap orang yang tidak meiliki sifat-sifat tersebut.
Memandang kedudukan guru itu sangat mulia, maka sewajarnya mereka
dihormati atas jasa-jasa nya yang telah memberikan ilmunya kepada
muridnya. Yang termasuk menghormati guru ialah hendaknya seorang
murid tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya dan tidak
mulai berbicara kecuali dengan izinnya.
Orang-orang terdahulu memuliakan gurunya dengan berkhidmat
kepada guru mereka. Khidmat yang mereka lakukan sangat luar biasa. Ada
yang melayani gurunya seperti seorang budak melayani majikannya.
Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari
memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang
menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula
orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak
akan pernah bisa didapatkan oleh si murid.
4. Semangat yang Tinggi dalam menuntut ilmu dan Bersungguh-
sungguh dalam mendapatkannya.
Sebagaimana dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari:
9Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2012) hlm. 98
Dari Abu Hurairah bahwasanya ia berkata : “Suatu ketika aku
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam : “Ya Rasulullah,
siapakah yang paling beruntung mendapatkan syafaat mu dihari kiamat
kelak?” Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menjawab : “Wahai Abu
Hurairah, aku sudah mengira bahwa engkau adalah orang yang pertama
akan menanyakan hal tersebut karena aku melihat engkau memiliki
semangat yang tinggi dalam mendapatkan hadits. Orang yang paling
berbahagia dengan syafaatku dihari kiamat kelak adalah siapa saja yang
mengucapkan kalimat : “Laa ilaaha ilallaah (Tidak ada Tuhan yang Berhak
disembah selain Allah).” Dengan ikhlas dari lubuk hatinya atau dari jiwa
nya.”10
5. Berniat Ikhlas
Niat secara bahasa merupakan mashdar dari kata kerja ينوي -نوي yang
artinya berarti maksud.11 Niat merupakan keinginan yang terdapat dalam
hati untuk melaksanakan sesuatu dengan mengharapkan ridho dari Allah.
Sedangkan kata ikhlas berasal dari kata khalasa yang artinya bersih, jernih,
tidak bercampur.12 Seorang peserta didik harus berniat ikhlas dalam
menuntut ilmu. Niatnya harus ikhlas karena Allah. Berniat yang ikhlas
seperti ini dijelaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya:
10 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari, (Riyad: Darl Al-
Fikr) hlm. 27 11 Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta:
Amzah, 2009) hlm. 28.
12 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam LPPI)
Artinya: Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda:
Barangsiapa yang belajar ilmu bukan karena Allah atau menginginkan
selain Allah, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di
neraka. (HR. Tirmidzi / 2579)
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa niat merupakan
unsur yang sangat penting dalam mengerjakan sesuatu begitu juga
dalam menuntut ilmu. Diterimanya suatu perbuatan manusia
tergantung pada niatnya. Sebagai seorang peserta didik harus berniat
dengan ikhlas hanya berharap akan ridho Allah dalam menuntut ilmu.
Menuntut ilmu tidak boleh karena ingin mendapatkan julukan ulama
atau menipu orang-orang bodoh, atau hanya ingin mendapatkan
popularitas dan menarik perhatian seseorang. Menuntut ilmu harus
dilakukan karena perintah Allah.yang mana Ia telah memerintahkan
kepada kita untuk membaca dan mempelajari ayat-ayat –Nya. Dengan
melaksanakan perintah tersebut para mukmin akan mendapatkan
ridha-Nya dan ilmu pengetahuan.
ل ط عن معاذ بن جبل عن رسول اهلل صلي اهلل عليه و سلم قال من
العلم ليباهي به العلماء و يماري به السفهاء في المجالس لم يرح
رائحة الجنة
Artinya: Dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai
ulama dan menipu orang bodoh di majelis, tidak akan mencium aroma
surga.” (HR. Thabrani)13
Daftar Pustaka
Al–Zamuji, Syeikh. Terjemah 2009. Ta’lim al Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu)
AbdulKholik, dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik Dan Kotemporer, (Semarang: Pustaka Pelajar)
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo)
Al Qusyairi, Syarif. Kamus Aknar Aran. (Surabaya: Giri Utama)
Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad. Ihya Ulumuddin, (Beirut: Darul Fikr)
Bukhari Ja’fiyyi, Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail. 1997. Shahih Bukhari, (Riyad: Darl Al-Fikr)
Desmita. 2012. Psikilogis Perkembangan Peserta Didik, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam LPPI)
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam. Qawa’id Fiqhiyyah. 2009 (Jakarta: Amzah)
Undang-Undang Republik No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, Bab 1 Pasal 1 No.4
Umar, Bukhari. Hadis Tarbawi. 2012 (Jakarta: Amzah)
13 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2012) hlm. 97-98