Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

74
48 AKUNTANSI PERPAJAKAN AKTIVA TETAP BERWUJUD Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007). Masa manfaat adalah periode asset tetap diharapkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari asset. PENGAKUAN ASET TETAP Suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai asset tetap sesuai ketentuan akuntansi komersial apabila: 1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan asset tersebut kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan 2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal. Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termasuk bea impor, PPN Masukkan yang tidak dapat dikreditkan, dan biaya

Transcript of Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

Page 1: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKTIVA TETAP BERWUJUD

Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam

setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap

berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh

dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam

operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal

perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007).

Masa manfaat adalah periode asset tetap diharapkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah

produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari asset.

PENGAKUAN ASET TETAP

Suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai asset tetap sesuai

ketentuan akuntansi komersial apabila:

1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan asset tersebut

kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan

2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.

Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termasuk bea impor, PPN Masukkan yang

tidak dapat dikreditkan, dan biaya lain yang dapat diatribusikan secara langsung sampai asset

tersebut siap dipakai atau berada di tempat. Biaya yang dapat diatribusikan contohnya adalah

biaya persiapan tempat, pengiriman awal, penyimpanan, bongkar muat, pemasangan, dan

biaya professional.

Sebagai contoh PT Mekar membeli sebuah angkutan orang yang kapasitasnya lebih dari 10

orang (mini bus), dengan harga perolehan yang dirinci sebagai berikut:

Harga Pembelian = Rp 220.000.000

PPN yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000

PPnBM yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000 +

Harga Perolehan = Rp 264.000.000

Page 2: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

PEROLEHAN ASSET TETAP

Pembelian Aktiva

Berdasarkan PSAK 16, aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk

siap pakai dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi utnuk

menempatkan aktiva itu pada kondisi dan tempat yang siap utnuk dipergunakan. PPN yang

tak dapat dikreditkan merupakan salah satu unsure pembentuk harga perolehan, kecuali pajak

itu dibebankan sebagai biaya pada tahun perolehan tersebut.

Dalam ketentuan perpajakan, tergantung dari status hubungan antara penjual dan

pembeli, sehubungan dengan pihak yang terlibat dalam transaksi pembelian aktiva dipisahkan

antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan yang tidak.

Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta ditentukan

sebagai berikut:

1. Tidak dipengaruhi hubungan istimewa:

a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harta yang sesungguhnya dibayar;

Termasuk dalam harga perolehan harta adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan

dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan, dan

biaya pemasangan.

b. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang sesungguhnya diterima.

2. Dipengaruhin hubungan istimewa:

a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah jumlah yang seharusnya

dikeluarkan

b. Bagi pihak penjual, harta penjualan harta adalah jumlah yang seharusnya diterima.

Contoh: PT. A (pemegang saham 30% dari PT B) menjual sebuah peralatan kepada

PT B Rp 10 juta. Harga di pasar bebas Rp 12 juta maka untuk tujuan perpajakan harga

perolehan (dan penjualan) yang dicatat di buku kedua badan itu Rp 10 juta akan dihitung

kembali menjadi Rp 12 juta. Jika peralatan itu merupakan barang kena pajak, tanpa

memperhatika koreksi harga itu PT. A akan memungut PPN misalkan sebesar Rp 1 juta.

Jika PT. B pengusaha Kena pajak (PKP), PPN itu dapat dikreditkan dengan PPN

keluaran atas penyerahan barang badan tersebut. Oleh karena itu, PPN tersebut tidak

dikapitalisasi sebagai nilai perolehan peralatan. Sebaliknya, jika PT. B bukan PKP atau aktiva

diperoleh sebelum badan itu dikukuhkan menjadi PPK terdapat dua pilihan perlakuan

perpajakan yaitu dikapitalisasi sebagai nilai perolehan aktiva (sesuai dengan SAK) sehingga

sebagai biaya pada saat pembelian aktiva sehingga nilai aktiva hanya Rp 10 juta, sedangkan

Rp 1 juta merupakan penurunan penghasilan tahun itu.

Page 3: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dari kedua alternative tersebut, pengusaha yang lebih memperhatikan cash flow maka

akan memilih perlakuan kedua yang akan memperoleh penghematan pajak dari pengurangan

penghasilan Rp 1juta. Sesuai dengan tariff pajak penghasilan yang berlaku, pengurangan itu

paling banyak 30% atau Rp 300.000,00 (berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

sejak tahun 2009 tarif PPh badan turun menjadi 28% dan nanti mulai tahun 2010 menjadi

25%).

Perolehan Asset Tetap Secara Gabungan

Apabila asset diperoleh secara gabungan, maka harga perolehan masing-masing asset

tetap ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan berdasarkan perbandingan nilai

wajar masing-masing asset yang bersangkutan.

Contoh harga bangunan termasuk tanah seharga Rp 300.000.000 (termasuk biaya notaries, bhea

balik nama, bea perolehan atas hak tanah dan atau bangunan, dan lain-lain). Alokasi harga

perolehannya dapat dihitung sebagai berikut:

Jenis Asset Harga Wajar Alokasi Harga Perolehan

Tanah

Bangunan

Jumlah

150.000.000

100.000.000

250.000.000

15/25 × 300.000.000 = 180.000.000

10/25 × 300.000.000 = 120.000.000

300.000.000

Ayat Jurnal yang disusun saat pembelian tunai adalah:

Tanah 180.000.000

Bangunan 120.000.000

Kas dan Bank 300.000.000

Perolehan Aset Tetap Secara Angsuran

Terhadap asset tetap yang diperoleh secara angsuran, perlu diperhatikan mengenai

kontrak pembeliannya.

Contoh, asset tetap dibeli secara angsuran dalam 10 kali amgsuran. Asset tetap yang dibeli

berupa mobil harga perolehan Rp 120.000.000 dibayar dalam 24 kali angsuran, masing-

masing Rp 5.000.000 per bulan dengan bunga 20% pertahun.

Perhitungan angsuran pertama:

Angsuran bulanan Rp 5.000.000

Bunga 1/12 × 20% Rp 120.000.000 Rp 2.000.000

Page 4: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Jumlah pembayaran Rp 7.000.000

Angsuran bulan kedua:

Angsuran bulanan Rp 5.000.000

Bunga 1/12 × 20% ×

(120.000.000 – 5.000.000.000) Rp 1.916.700

Jumlah Pembayaran Rp 6.916.700

Ayat Jurnal yang disusun

Saat pembelian asset tetap

Mobil/kendaraan 120.000.000

Uang angsuran 120.000.000

Saat Pembayaran

Utang angsuran 5.000.000

Beban bunga 2.000.000

Kas dan bank 7.000.000

Saat pembayaran angsuran kedua

Utang angsuran 5.000.000

Beban bunga 1.916.700

Kas dan bank 6.916.700

Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Pada hitungan tersebut, bunga

semakin lama semakin menurun karena jumlah pinjaman juga menurun. Penetapan bunga

yang digunakan berdasarkan pada tingkat bunga efektif.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembelian dengan angsuran ini, bergantung

pada perjanjian. Terdapat pula harga dengan angsuran ditetapkan terlebih dahulu dan

angsuran yang harus dibayar setiap bulan tetap, maka angsuran terdiri atas 2 komponen, yaitu

angsuran dan bunga. Besarnya bunga dan setiap angsuran ditetapkan menggunakan tingkat

bunga tetap.

Perolehan dengan Sewa Guna Usaha Model

Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan perjanjian dengan pemberian hak

kepad lease untuk menggunakan aktiva yang dimilik lessor selama masa tertentu dengan

Page 5: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

membayar sejumlah uang. Secara komersial, lease modal pada hakikatnya merupakan

pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan perpajakan jumlah yang dibayar pada saat

pengambialihan aktiva dari lessor merupakan nilai kapitalisasi aktiva dimaksud. Menurut

KMK 1169/91 pada saat berakhirnya masa sewa guna usaha dari transaksi sewa guna usaha

dengan hak opsi, lease dapat melaksanakan opsi yang disetujui bersama. Opsi membeli

dilakukan dengan melunasi pembayara nilai sisa barang modal, yang kemudian menjadi dasar

penyusutan aktiva tersebut oleh lesee. Pada PSAK 30 yang menyatakan bahwa (bagi

penyewa guna usaha) aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah

yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.

Perolehan Aset Tetap secara Pertukaran

Menurut PSAK No. 16, suatu asset tetap dapat diperoleh dengan pertukaran atau

pertukaran sebagian. Dalam pertukaran sebagian dapat dilakukan untuk suatu asset tetap yang

tidak serupa asset lain. Biaya ini diukur pada nilai wajar asset yang dipertukarkan atau

diperoleh, yang paling andal, sebanding dengan nilai wajar asset yang dipertukarkan setelah

disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang di transfer.

Asset yang diperoleh dari perolehan melalui pertukaran dengan:

1. Asset nonmoneter, baik dengan asset tetap yang sejenis atau asset tetap yang tidak

sejenis.

2. Sekuritas berupa obligasi atau saham yang dilakukan oleh perusahaan sendiri atau emisi

oleh badan lain.

Asset tetap yang diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk suatu

asset yang tidak serupa asset lain, biaya tersebut diukur dengan nilai wajar asset yang dilepas

atau diperoleh yang dianggap lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar asset yang dilepas

setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Selisih nilai

adalah selisih antara nilai buku asset tetap yang lama dengan nilai perolehan yang baru.

Dalam hal ini apabila asset tetap dipertukarkan dengan asset tetap yang tidak sejenis harus

diakui sebagai laba atau rugi. Sebaiknya apabila dipertukarkan dengan asset tetap yang

sejenis, maka pengakuan laba rugi ditangguhkan sampai saat asset tetao yang baru

dilepaskan. Pada PSAK No. 16 (2007) juga menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian

yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui sebagai keuntungan atau

kerugian dalam laporan laba rugi.

Page 6: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Praktik akuntansi pajak tidak mengatur tentang perolehan aset dengan pertukaran,

baik kategori aset yang sejenis atau bukan sejenis, maupun dengan sekuritas yang tidak

diterbitkan perusahaan sendiri hanya pada pasal 10 ayat(2) UU PPh menyatakan bahwa nilai

perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah jumlah yang

seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

Dalam hal terjadi transaksi tukar menukar harta dengan harta lain, maka nilai

perolehan atau nilai penjualan harta tersebut adalah:

1. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan

harga pasar;

2. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang seharusnya diterima

berdasarkan harga pasar pasar (pasal 10 ayat 2 Undang-Undang PPh).

Contoh:

PT A PT B

(Harta X) (Harta Y)

Nilai Sisa Buku 10.000.000 12.000.000

Harga Pasar 20.000.000 20.000.000

Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi

pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, karena harga pasar harta yang diperlukan

adalah Rp 20.000.000 maka jumlah sebesar Rp 20.000.000 merupakan nilai perolehan yang

seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara harga

pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan pajak

penghasilan. PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000 (Rp 20.000.000 – Rp

10.000.000) dan PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000 ( Rp 20.000.000 – Rp

12.000.000 ).

Dalam melakukan pertukaran dapat terjadi pertukaran antara yang sejenis dan pertukaran

dengan aset yang tidak sejenis. Sebagai contoh mesin pabrik ditukar dengan mesin pabrik yang baru

atau ditukar dengan kendaraan. Akuntansi pajak tidak embedakan jenis aset yang dipertukarkan

sejenis atau tidak, tetapi lebih ditekankan perhitungan laba atau rugi pertukaran tidak terdapat laba

atau rugi ditangguhkan. Secara konkret dapat dilihat contoh di atas keuntungan yang dikenakan:

Page 7: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Pajak Penghasilan = Nilai sisa Buku Fiskal – Harga Pasar

Apabila dibuat perbandingan untuk mencari berapa besarnya laba pertukaran atas tukar

menukar asset antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak diikhtisarkan:

PT Waras mempunyai mesin yang dipertukarkan dengan truk milik PT Wiris dengan

menggunakanan data yang ditetapkan, akan tampak pada perbandingan berikut ini:

PT Waras

Keterangan Akuntansi Komersial Akuntansi Pajak

Harga Perolehan

Akumulasi Penyusutan

Nilai sisa buku

Harga pasar truk

Laba Pertukaran

250.000.000

(90.000.000)

160.000.000

180.000.000

20.000.000

250.000.000

187.500.000

62.500.000

180.000.000

117.500.000

PT Wiris

Keterangan Akuntansi Komersial Akuntansi Pajak

Harga Perolehan

Akumulasi Penyusutan

Nilai sisa buku

Harga pasar truk

Laba Pertukaran

200.000.000

(72.000.000)

123.000.000

180.000.000

52.000.000

200.000.000

150.000.000

50.000.000

180.000.000

130.000.000

Ayat Jurnal yang disusun oleh PT Waras:

Truk 180.000.000

Akumulasi Penyusunan 90.000.000

Mesin 250.000.000

Laba Pertukaran 20.000.000

Rekonsiliasi yang disusun adalah sebagai berikut:

Keterangan Akuntansi Komersial Beda Akuntansi Pajak

Page 8: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Penyusutan Pada:

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Laba Pertukaran

30.000.000

30.000.000

30.000.000

90.000.000

(20.000.000)

70.000.000

32.500.000

32.500.000

32.500.000

97.500.000

(97.500.000)

0

62.500.000

62.500.000

62.500.000

187.500.000

(117.500.000)

70.000.000

Dari gambaran rekonsiliasi di atas terlihat bahwa aset tetap termasuk dalam kelompok

1 (satu) yang disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus yang telah berjalan selam

3(tiga) tahun. Secara komersial, aset tetap tersebut juga disusutkan dengan metode garis

lurus. Dengan dibandingkan dengan laba pertukaran akan menghasilkan angka yang sama

antara akuntansi komersial dan akuntransi pajak.

Ditinjau dari sisi PT Wiris ayat jurnal yang disusun:

Mesin 180.000.000

Akumulasi Penyusutan Truk 72.000.000

Truk 200.000.000

Laba Pertukaran 52.000.000

Rekonsiliasi Fiskal yang disusun:

Keterangan Akuntansi Komersial

Beda Akuntansi Pajak

Penyusutan pada:Tahap 1Tahap 2Tahap 3

24.000.000,0024.000.000,0024.000.000,00

26.000.000,0026.000.000,0026.000.000,00

50.000.000,0050.000.000,0050.000.000,00

Laba Pertukaran 72.000.000,00(52.000.000,00)

78.000.000,00(78.000.000,00)

150.000.000,00(130.000.000,00)

20.000.000 0 20.000.000,00

Page 9: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dasar asumsi yang digunakan sama, yaitu metode penyusutannya adalah metode garis

lurus dan kelompok 1 (satu). Seperti dalam akuntansi komersial, tukar-menukar asset tetap

diikuti dengan tambahan uang. Pertukaran aset yang sejenis dan memiliki manfdaat yang

sama dalam bidang usaha yang sama serta nilai wajarnya sama tanpa diikuti tambahan uang,

maka secara Akuntansi Komersial tidak ada laba rugi yang diakui. Dalam Akuntansi Pajak

tidak membedakan pertukaran sejenis atau tidak sejenis.

Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri

Sesuai akuntansi komersial, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga beli nya

dan setiap biaya dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi

yang membuat asset dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Demikian pula

dalam aset yang diperolehnya. Oleh karena itu membangun sendiri tentu saja menggunakan

prinsip yang sama seperti asset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk pembangunan asset asset sampai siap pakai.

Biaya tidak langsung, efisiensi atau inefesiensi, dan bunga selama masa konstruksi

juga termasuk dalam nilai asset tetap karena membangun sendiri. Perlu diperhatikan setiap

laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya.

Sebagai contoh, biaya pembangunan Rp 250.000.000 sedangkan harga pasar asset

tetap Rp 300.000.000 . Maka penghematan Rp 50.000.000 tidak diakui sebagai penghasilan.

Demikian hal nya biaya dan jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tidak terpakai,

tenaga kerja, sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu asset yang dikonstruksi

sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan, tetapi segera diakui sebagai kerugian pada

tahun yang bersangkutan.

Dari aspek perpajakan perolehan aset tetap dengan cara membangun sendiri tersebut

sebagai objek yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Bunga yang dikeluarkan atas pinjaman

untuk pembangunan selama masa konstruksi akan dikapitalisasi. Hal ini sesuai dengan

ketentuan apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan asset tertentu,

maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu. Perlakuan akuntansi

komersial dapat diikuti oleh akuntansi pajak, sedangkan terhadap bunga yang dikapitalisasi

akan dibebankan ke penghasilan melalui penyusutan selama masa manfaat.

Perolehan Secara Hibah, Bantuan, dan Sumbangan

Page 10: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dalam perolehan secara hibah, bantuan dan sumbangan secara langsung dihubungkan

dengan perlakuan akuntansi pajak, karena akuntansi komersial sedikit mengatur asset yang

diperoleh dari sumbangan (donasi).

Terhadap asset tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga

taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal yang berasal dari

sumbangan atau modal donasi. Contoh, asset tetap berupa tanah dan bvangunan dengan harga

pasar Rp 250.000.000,00 telah diterima sebagai sumbangan.

Modal donasi dari sisi akuntansi pajak mengacu pada Pasal 10 ayat (4) Undang-

Undang Pajak Penghasilan yang mengatur:

1. Apabila terjadi penghalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta hibah, atau warisan,

syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b adalah:

Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:

a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima

zakat berhak;

Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan social, atau pengusaha

kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

b. Warisan.

2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai pasal 4 ayat 3 huruf a Undang-

Undang Pajak Penghasilan dengan contoh konkret yaitu harta hibahan yang diberikan

tersebut ternyata mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka dasar penilaian bagi yang menerima

penghibahan sama dengan nilai pasar dari harga tersebut.

Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah juga akan dibukukan sebelah kredit

pada akun “modal donasi” sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan asset.

Mengacu pada Pasal 4 ayat (3) Undang- Undang Pajak Penghasilan, maka hibah pun

dapat dikelompokkan ke dalam:

1. Memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)

Bentuk asset yang dihibahkan berupa kendaraan dengan rincian:

Page 11: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Harga Perolehan Rp 100.000.000,00

Akumulasi Penyusutan Rp 60.000.000,00 –

Harga Sisa Buku Rp 40.000.000,00

Harga Pasar Rp 55.000.000,00

Ayat jurnal yang disusun dari popok pemberi adalah sebagai berikut:

Biaya Tidak Dapat Dibebankan/Saldo Laba 40.000.000

Akumulasi Penyusutan Kendaraan 60.000.000

Kendaraan 100.000.000

Sedangkan ayat jurnal bagi penerima hibah adalah:

Kendaraan 40.000.000

Modal Hibahan 40.000.000

Bila hibah yang diterima Wajib Pajak tidak dalam rangka hubungan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan, maka dipandang sebagai transaksi modal dengan sisa

buku menurut pembukuan pemberi hibah yang digunakan sebagi dasar

pengukurannya. Sebelumnya, penerima hibah mengakuinya sebagai ekuitas, bukan

sebagi penghasilan menurut fiskus.

2. Tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)

Pemberian hibah ini tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan dengan pihak hibah. Transaksi hibah ini dipandang

sebagi transaksi pertukaran, sehingga dasar pengukurannya harga pasar. Seperti

contoh yang lalu, ayat jurnal yang disusun dari pemberi adalah sebagai berikut:

Biaya Hibah 50.000.000

Akumulasi Penyusutan Kendaraan 60.000.000

Kendaraan 100.000.000

Kendaraan dari Hibah Kendaran 15.000.000

Sedangkan ayat jurnal bagi hibah adalah:

Kendaraan 55.000.000

Penghasilan hibah 55.000.000

Page 12: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Harga pasar kendaraan dihibahkan sebagi penghasilan, sedangkan nilai sisa

bukunya diakui sebagai biaya. Apabila terjadi laba rugi, maka akan alokasikan kea

kun laba yang ditahan.

Apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), hibah diaanggap sebagai

penghasilan yangdikenakan Pajak Penghasilan bagi penerimanya, dan dicatat sebesar

harga pasar dari harta hibahan.bagi pemberi harta hibahan, pengubahan harta tersebut

merupakan pengalihan harta. Oleh karena itu, harus dihitung laba atau rugi atas hibah

harta, yaitu harga pasar dikurangi nilai sisa buku apabila harta tersebut disusutkan.

Penghibahan berupa tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi yang dikategorikan

sebagai pengolahan harta dikenakan PPh Final.

Harga Perolehan atau Harga Penjualan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta dalam Rangka Likuidasi, Penggabungan, Pemekaran, Pemecahan, atau Pengambilalihan Usaha

Apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga

pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha.di samping itu,

pengalihan tersebut dapat pula dilakukan dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Berikut

ini akan dijelaskan beberapa istilah yang perlu diketahui:

Istilah Penjelasan

Merger Meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.

Penggabungan

usaha

Penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya

terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya

salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau

mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.

Peleburan usaha Penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang

modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha

baru.

Pemekaran usaha Pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terdiri ats saham

menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan

badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban

kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan

Page 13: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

likuidasi badan usaha yang lama.

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah:

1. Penggunaan Harga Pasar

Jumlah yang harusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Selisih antara

harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang

dikenakan Pajak Penghasilan.

Contoh:

PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru yakni PT C. Data-data tercatat

sebagai berikut:

PT A PT B

Nilai sisa buku

Harga pasar

Rp 200.000.000,00

Rp 300.000.000,00

Rp 300.000.000,00

Rp 450.000.000,00

Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka

peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A mendapat

keuntungan Rp 100.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) dan PT B

mendapat keuntungan Rp 150.000.000,00 (Rp 450.000.000 – Rp 300.000.000,00)

sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp 750.000.000,00

(Rp 300.000.000,00 + Rp 450.000.000,00).

Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan social, ekonomi, investasi,

moneter, dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan nilai

lain selain harga pasar, yaitu atas dasar milai sisa buku (dengan menggunakan metode

“pooling of interest”). Dalam hal in PT C membukukan penerimaan harta sebesar Rp

200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00 = Rp 500.000.000,00.

2. Penggunaan Nilai Buku

Secara umum, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha akan melibtakan

pihak yang mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta. Sesuai Akuntansi

Komersial, metode yang digunakan dalam konsolidasi adalah:

Penyatuan kepentingan (pooling of interest)

Pembelian (purchase)

Page 14: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dalam akuntansi perpajakan digunakan metode pembelian (purchase method) atau

berdasarkan harga pasar, sedangkan metode penyatuan kepentingan dapat digunakan

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Pengaturan yang memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk menetapkan

nilai lain selain harga pasar yaitu atas dasar nilai buku. Ketentuan tersebut telah

dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 tentang

Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan,

atau Pemekaran Usaha. Ketentuan ini berlaku sejak tanggal 13 Maret 2008. Pokok-pokok

aturan menteri keuangan tersebut meliputi:

1) Pihak yang diperkenankan menggunakan nilai buku

Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku dalam

penggabungan usaha atau peleburan usaha. Syarat yang diperlukan bagi Wajib Pajak

yang melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, maupun pemekaran usaha:

Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan

melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.

Langkah-langkah:

Permohonan diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima harta yaitu dalam hal

Wajib Pajak melakukan merger atau Wajib pajak yang mengalihkan harta

dalam hal dilakukan pemekaran usaha.

Pengajuan permohonan ditujukan kepada Kantor Wilayah Dirjen Pajak dalam

waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau

pemekaran usaha dilakukan.

Sebagai dukungan permohonan perlu melampirkan surat pernyataan yang

mengemukakan alsan dan tujuan melakukan merger atau pemekaran usaha

disertai bukti pendukung serta melampirkan daftar isian dan surat pernyataan

dalam rangka business purpose test.

Atas permohonan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dimaksud,

kepala kantor wilayah harus menerbitkan surta keputusan paling lama 1 (satu)

bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap. Bila melebihi waktu

tersebut, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan akan

diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan.

Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha terkait.

Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test)

Page 15: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Masalah pelunasan seluruh utang pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang

mengalihkan harta dan Wajib pajak yang menrima harta, termasuk utang pajak dari

cabang atau perwakilan yang terdaftar di kantor pelayanan pajak lokasi. Sedangkan

memenuhi persyaratan business purpose test apabila:

Tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi

usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalaln serta tidak dilakukan

untuk penghindaran pajak.

Kegiatan usaha Wajib pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung

sampai dengan tanggal efektif merger.

Kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi

wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling

singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger.

Kegiatan usaha Wajib pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap

berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger.

Kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran

usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif

merger.

Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya

merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib pajak yang

menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger

atau pemekaran usaha.

2) Wajib pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku

adalah:

Wajib Pajak yang belum go public yang akan melakukan penawaran umum

perdana (Initial Public Offering)

Wajib Pajak yang telah go public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran

melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering)

3) Sisa kerugian dan kompensasi kerugian

Sisa kerugian yang muncul akibat penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak

yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya

salah satu badan usaha disebut sisa kerugian fiskal.

Dalam hal kompensasi kerugian yaitu Wajib Pajak yang melakukan merger

dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengompensasikan kerugian/sisa

kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur.

Page 16: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

4) Pencatatan nilai buku

Bagi Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta

tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan

pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

5) Penyusutan

Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa

sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak-pihak yang mengalihkan.

6) Pajak penghasilan

Apabila merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah

anggsuran Pajak Penghasilan pasal 25 dari pihak-pihak yang menerima pengalihan

tidak boleh lebih dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-

pihak yang mengalihkan. Sedangkan untuk pembayaran, pemungutan, dan

pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak

yang mengalihkan sebelum dilakukannya merger atau pemekaran usaha dapat

dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan Pajak

Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

7) Penjualan harta

Bagi Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan

nilai buku, bila Wajib Pajak yang menerima harta melakukan penjualan harta yang

sebelumnya dimiliki Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum melewati jangka

waktu 2 tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha. Wajib Pajak

tersebut dapat menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual

demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai dengan bukti pendukung.

Bagi Wajib Pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek selambat-

lambatnya jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan Dirjen Pajak

untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku harus telah

mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal dalam

rangka penawaran umum perdana (initial public offering) dan penyataan pendaftaran

menjadi efektif.

Harga Perolehan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta Termasuk Setoran Tunai yang

Diterima oleh Badan sebagai Pengganti Penyertaan Modal

Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan

setoran tunai atau pengalihan harta. Apabila terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai

Page 17: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal,

maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan adalah sama dengan nilai

pasar dari harta yang dialihkan tersebut.

Contoh:

Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp

25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal

Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut sebesar Rp 40.000.000,00. Dalam

hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai asset dengan nilai Rp 40.000.000,

00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai

nominal saham dengan nilai pasar harta sebesar:

(Rp 40.000.000,00 – Rp 20.000.000,00) = Rp 20.000.000,00 dibukukan sebagai agio. Bagi

Wajib Pajak X, selisih sebesar Rp 15.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 – Rp 25.000.000,00)

merupakan Objek Pajak.

PENYUSUTAN ASET TETAP

Masalah penyusutan merupakan masalah yang penting selama masa manfaat asset

tetap. Masa manfaat suatu aset tetap berwujud kecuali tanah dengan berjalannya waktu akan

semakin menurun kemampuannya untuk memberikan jasa.

Pengakuan atas penurunan asset tetap berwujud tersebut dialokasikan ke dalam

penyusutan (depreciation) sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan harga asset

berwujud. Sebagaimana diatur dalam PSAK No. 17 Tahun 2007, yang dimaksudkan

penyusutan adalah alokasi jumlah suatu asset yang dapat dususustkan sepanjang masa

manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyusutan dilakukan dilakukan terhadap asset

berwujud dengan syarat aset tetap berwujud tersebut:

1. Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi;

2. Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan

3. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok

barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan

suatu aset jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurangi

nilai sisa. Terdapat istilah penghapusan yang pengertiannya berbeda dengan penyusutan.

Penghapusan adalah penghapusan nilai buku suatu asset yang dilakukan apabila nilai buku

Page 18: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

yang tercantum dalam laporan tidak lagi menggambarkan manfaat dari asset yang

bersangkutan.

Seperti diketahui dalam akuntansi komersial, asset tetap yang dapat disusutkan sering

kali merupakan bagian signifikan asset perusahaan. Oleh karena itu, penyusutan juga dapat

berpengaruh secara signifikan dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dari hasil

usaha. Dapat pula nilai sisa suatu aset sering kali tidak signifikan dan diabaikan dalam

penghitungan jumlah yang dapat disusutkan. Apabila nilai sisa signifikan, nilai tersebut

diestimasi pada tanggal perolehan atau pada tangtgal dilakukan reevaluasi aset (hanya

mungkin dengan ketentuan pemerintah). Sedangkan jumah yang dapat disusutkan

(depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aset, atau jumlah lain yang disubtitusikan

untuk biaya dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisainya.

Sesuai Pasal 11 Undang- Undang Pajak Penghasilan, penyusutan atas pengeluaran

untuk pembelian, pendidirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,

kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai,

yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian-

bagian yang sama besar masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Dalam

pengaturan penyusutan tersebut, persyaratan asset yang dapat disusutkan menurut ketentuan

perpajakan meliputi

1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud

2. Harta tyersebut mempunyai masa manfaat lebih dari (satu) tahun,

3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan

Terdapat pula asset tetap yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut

akuntansi pajak tidak dapat disusutkan, yaitu:

1. Aset tetap perusahaan berupa kendaraan yang dikuasai dan dibawa pulang

pegawai, termasuk juga yang ada di daerah terpencil.

2. Aset tetap perusahaan berupa rumahyang terletak bukan di aerah terpencil yang

ditempati pegawai yang tidak diberi tunjangan oleh perusahaan.

Dengan demikian, harta yang dimiliki perusahaan tetapi tidak digunakan untuk

mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan karena tidak memenuhi syarat di atas,

tidak boleh disusutkan. Apabila terjadi penjualan, maka laba atau rugi dihitung dengan

mengurangkan harga perolehan terhadap harga jual. Harga demikian kebanyakan dimiliki

oleh Wajib Pajak orang pribadi, tentu laba tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan.

Page 19: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dalam melakukan penyusutan tentu memperhatikan dasar yang digunakan untuk

menyusutkan. Apabila dasar penyusutan antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak

sama, seharusnya akan menghasilkan jumlah penyusutan yang sama dengan asumsi

menggunakan metode penyusutan yang sama. Adanya pengelompokan harga berwujud

berdasarkan masa manfaat dan sekaligus penetapan persentase tarif penyusutan yang telah

diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengakibatkan adanya perbedaan,

yang dikenal dengan beda waktu (time difference). Ditinjau dari seluruh jumlah yang

dibebankan adalah sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Pengaruh secara umum tentu

menimbulkan selisih antara laba bersih komersial dengan Penghasilan Kena Pajak. Secara

komersial yang diatur pada PSAK No. 46 Tahun 2007, selisih pajaknya dibukukan dalam

Akun Pajak Penghasilan yang ditangguhkan.

Untuk aset yang disusutkan harus dikelompokkan terlebih dahulu sesuai masa

manfaat. Akuntansi komersial mengatur estimasi suatu asset yang dapat disusutkan dengan

dasar pertimbangan yang biasanya didasarkan pada pengalaman dengan jenis asset yang

serupa. Sedangkan ketentuan perpajakan untuk pengelompokan asset tetap berdasarkan masa

manfaat mengacu pada SuratKeputusan Menteri KEuangan No. 520/KMK.04/2000 Tanggal

14 Desember 2000 yang disempurnakan dengan keputusan Menteri Keuangan

No.138/KMK.03/2002 Tanggal 8 April 2002.

Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Komersial

Jumlah penyusutan akan dialokasiukan ke setiap periode akuntansi selama masa

manfaat aset tetap berwujud menggunakan berbagai metode yang sistematis. Penggunaan

metode penyusutan mempersyaratkan adanya penggunaan yang kosisten (taat asas), tanpa

memandang tingkat profibilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, sehingga

diharapkan dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke

periode.

1. Dasar waktu

a. Metode garis lurus (straight line method)

Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berjalannya waktu, dalam

jumlah-jumlah yang sama selama masa manfaat asset tetap berwujud tersebut.

Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan

b. Metode pembebanan Menurun

Page 20: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

1) Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method)

Metode ini sering disebut metode jumlah angka tahun yang akan menghasilkan

jumlah penyusutan yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

Dengan rumusan:

Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan

Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Perolehan - Nilai Residu

Tarif penyusutan ditetapkan dengan pecahan, yaitu pembilang adalah

angka tahun yang ada selama masa manfaat aset tetap., sebagai contoh 1,2,2,4,5

dan seterusnya, sedangkan pembilang untuk tahun pertama adalah penjulahan

angka tahun sampai dengan angka tahun terakhir. Sebagai contoh, apabila masa

manfaat hanya 5 tahun, maka penjumlahannya (1 +2 +3 +4 +5 ) = 15.

Menghitung besarnya biaya penyusutan apabila awal penyusutan tidak

sama dengan awal tahun bukunya. Sebagai contoh awal tahun 2009 terjadi

pembelian asset tetap tetapi juga terdapat asset tetap yang dibeli dalam tahun

berjalan.

2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance

method)

Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari

tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas aset tetap dalam memberikan

jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun. Penghitungan biaya penyusutan dapat

dirumuskan:

Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan

Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Periode

Pada umumnya, tariff penyusutran adalah dua kali tariff penyusutan apabila

menggunakan metode garis lurus tanpa memperhatikan nilai residu (residu value).

2. Dasar penggunaan

a. Metode jam jasa (service hour method)

Page 21: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan pada teori

bahwa pembelian asset tetap ditunjukkan dari jumlah jam jasa langsung dan dalam

metode ini mengakui estimassi masa manfaat asset nyang diukur dalam jam jasa.

Tarif penyusutan =

b. Metode unit produksi (productive output method)

Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang

dapat dihasilkan. Kapasitas produksi ini dapat pula dinyatakan dalam bentuk jam pemakaian

atau urut – urut kegiatan lainnya. Penghitungan besarnya biaya penyusutan dapat

dirumuskan:

Tarif Penyusutan =

Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x dasar Penytusutan

Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu

3. Dasar kriteria lainnya

Menggunakan dasar criteria lainnya bahwa biaya penyusutan dapat dihitung

dengan dasar jenis dan kelompok. Pengelompokan ini dikenali dalam kelompok atau

dalam perjakan dikenali dengan golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan golongan

bangunan. Ketentuan Pasal 11 Undang- Undang Pajak Penghasilan mengelompokkannya

ke dalam “Bukan Bangunan” dan kelompok “Bangunan”. Akuntansi komersial

mengelompokkan asset berdasarkan masa manfaat.

Untuk memperoleh asset tetap sesuai akuntansi komersial dapat bermacam –

macam cara, yaitu perolehan secara gabungan, angsuran, pertukaran, dan membangunan

sendiri, serta meode penyusutan yang digunakan juga telah diatur dalam PSAK 17 Tahun

2007.

Passal 6 ayat (1) huruf b Undang – Undang Pajak Penghasilan telah menjelaskan

tentang pengeluaran – pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tidak

berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun

pembebannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Demikian pula halnya dalam

Page 22: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Pasal 9 ayat (2), pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka,

sebagai contoh sewa untuk beberapa tahun yang dibayarkan sekaligus pembebanannya

akan dilakukan melalui alokasi – alokasi per tahun.

Penyusutan menurut akuntansi pajak ini tidak mempertimbangkan nilai sisa

(residu value), sehingga diartikan bahwa seluruh harga perolehan tersebut disusutkan.

Sebenarnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh asset tetap telah

disampaikan dalam akuntansui konvensional. Tetapi dapat teridentifikasi bahwa aset tetap

dapat diperoleh melalui:

1. Pembelian baik secara tunai kredit atau angsuran.

2. Leasing (sewa guna usaha)

3. Pertukaran dengan sekurutas atau dengan aset lainnya.

4. Penyertaan modal.

5. Membangun sendiri

6. Hibah ataui pemberian

7. Bangun guna serah (built operate and transfer-BOT)

Pasal 10 Undang-Undang Pajak perpajakan mengatur cara penilaian harat seperti

penetapan harta perolahan atau harga penjualan dalam rangka menghitung laba atau rugi

apabila terjadi penjualan barang dagangan. Dalam menentukan harga perolehan atau

harga penjualan, suatu harga dapat dikelompokkan menjadi:

1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta.

2. Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harga.

3. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta dalam

rangka likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atasu

pengambilalihan usaha.

4. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta karena

hibah, bantuan, atau sumbahan, dan warisan.

5. Harta perolehan ataun harta penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta termasuk

setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal.

Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Perpajakan

Metode penyusutan menurut Ketentuan perundang – undangan Perpajakan sebagaimana telah

diatur dalam pasal 11 Undang - Undang Pajak Penghasilan.

Page 23: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

1. Metode garis lurus, atau metode saldo menurun untuk ast tetap berwujud bukan

bangunan

2. Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan

Penggunaan metode penyusutan asset tetap berwujud disyaratkan taat asas

(konsisten). Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku

pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan

Wajib Pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil yang sejenis dapat disusutkan dalam

satu golongan. Penentuan kelompok dan tariff penyusutan harta berwujud didasarkan pada

Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan :

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Metode Garis LurusMetode Saldo

Menurun

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %

Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 %

Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %

Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10 %

II. Bangunan

Permanen 20 Tahun 5 % -

Tidak Permanen 10 Tahun 10 % -

Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 yang disempurnakan dengan

Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 yang mengatur pengelompokan jenis-

jenis harta tidak berwujud adalah sebagai berikut:

Kelompok 1

Nomor urut

Jenis Usaha Jenis Harta

1. Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.

b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer,

Page 24: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2.

3.

4.

5.

Pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan Industri makanan dan minuman

Perhubungan pergudangan dan komunikasiIndustri semi konduktor

scanner dan sejenisnya. c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,

tape/cassette, video recorder, televisi dan sejenisnya.

d. Sepeda motor, sepeda dan becak. e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi

industri/jasa yang bersangkutan. f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan

minuman. g. Dies, jigs, dan mould.Alat yang digerakkan bukan dengan mesin.

Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnyaMobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umumFalsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker

Kelompok 2

Nomor urut

Jenis Usaha Jenis Harta

1.

2.

3.

Semua jenis usaha

Pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan

Industri makanan dan minuman

a. Mabel dan peralatan dari logam temasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.

b. Mobil, bus, truk speed boat dan sejenisnya.c. Container dan sejenisnya.a. Mesin pertanian / perkebunan seperti

traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.

b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan.

a. Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan .

b. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, magarine, penggilingan kopi, kembang gula, mesin

Page 25: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

4. 5.6.

7.

8.

9.

Industri mesinPerkayuanKonstruksi

Perhubungan, prgudangan, dan komunikasi

Telekomunikasi

Industri semi konduktor

pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.

c. Mesin yang menghasilkan / memproduksi minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis.

d. Mesin yang menghasilkan / memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.

Mesin dan peralatan penebangan kayu.Mesin dan peralatan penebangan kayu.Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.a. Truck kerja untuk pengangkutan dan

bongkar muat, truck peron, truck ngangkang, dan sejenisnya;

b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;

c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;

d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;

e. Kapal balon.a. Perangkat pesawat telepon; b. Pesawat telegraf termasuk pesawat

pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.

Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system,

Page 26: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester.

Kelompok 3

Nomor urut

Jenis Usaha Jenis Harta

1.

2.

3.

4.

Pertambangan selain minyak dan gas

Pemintalan, penenunan, dan pencelupan

Perkayuan

Industri kimia

Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin - mesin yang mengolah produk pelikan.a. Mesin yang mengolah / menghasilkan

produk-produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).

b. Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya.

a. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk - produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.

b. Mesin dan peralatan penggergajian kayua. Mesin peralatan yang mengolah /

menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.

b. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan

Page 27: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

5.

6.

7.

Industri mesin

Perhubungan dan komunikasi

Telekomunikasi

kulit mentah).Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal

khusus dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.

b. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.

c. Dok terapung. d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang

mempunyai berat di atas 250 DWT. e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter

segala jenis.Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.

Kelompok 4

Nomor

urutJenis Usaha Jenis Harta

1.

2.

Konstruksi

Perhubungan dan

telekomunikasi

Mesin berat untuk konstruksi

a. Lokomotif uap dan tender atas rel.

b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan

dengan batere atau dengan tenaga listrik dari

sumber luar.

c. Lokomotif atas rel lainnya.

d. Kereta, gerbong penumpang dan barang,

termasuk kontainer khusus dibuat dan

diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat

Page 28: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

atau beberapa alat pengangkutan.

e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal

khusus dibuat untuk pengangkutan barang-

barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan,

biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal

pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap

ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di

atas 1.000 DWT.

f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau

mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam

kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung

dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas

1.000 DWT.

g. Dok-dok terapung

Terhadap pengeluaran harta berwujud bukan bangunan pengelompokannya ditetapkan

berdasr pada Keputusan Menteri Keuangan. Khusus untuk bangunan tidak permanen

dimaksudkan adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak

tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah – pindahkan yang masa manfaatnya tidak

lebih dari sepuluh tahun.

Penghitungan Penyusutan atas Komputer, Printer, Scaner, dan Sejenisnya

Kepmen keuangan No.138 /KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 khusus untuk

penyusutan atas computer, printer,scanner, dan sejenisnya ditegaskan dalam

SE-07/PJ.42/2002 sebagai berikut:

1. Perubahan pengelompokan yang sebelumnya termasuk dalam kelompok 2

selanjutnya berubah menjadi kelompok 1

2. Atas perubahan tersebut maka perhitungan penyusutan atas computer, scanner,

printer dan sejenisnya yang telah dimiliki dan digunakan dalam perusahaan sebelum

tanggal 1 April 2002 diatur:

1) Penghitungan penyusutan berdasarkan ketentuan lam (kelompok 2) yang

diberlakukan sampai dengan bulan Maret 2002

Page 29: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2) Penghitungan penyusutan berdasarkan ketentuan yang baru (kelompok 1) berlaku

mulai bulan April 2002 dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang

akan mengalami penyesuaian / percepatan secara otomatis.

Penghitungan Penyusutan atas Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan

Kep ditjen pajak No. Kep.-220PJ/2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya

pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan tanggal 18 April 2002 mengatur

pembebanan biaya melalui penyusutan terhadap telepon seluler dan kendaraan perusahaan.

Aturan tersebut meliputi:

1) Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiki dan digunakan

perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat

dibebankan 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan

asset tetap (harta berwujud bukan bangunan) kel 1(perhatikan pengelompokan sesuai

kepmen keuangan terakhir No. 138/KMK.03/2002)

2) Biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus atau sejenisnya yang

dimiliki dan digunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai dapat

dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan sebagai asset

tetap kelompok 2 (perhatikan pengelompokan sesuai kepmen keuangan terakhir No.

138/KMK.03/2002)

3) Biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedab atau sejenisnya

yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatannya

dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan,

pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan asset tetap (harta berwujud bukan

bangunan) kelompok 2 (perhatikan pengelompokan sesuai kepmen keuangan terakhir

No. 138/KMK.03/2002)

Dalam hal pembebanan biaya tersebut pada butir 1,2, dan 3 ternyata penghasilan

wajib pajak dimaksud dikenakan PPh yang bersifat final atau berdasarkan norma

penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam

penghitungan PPh yang bersifat final atau norma penghitungan khusus, sehingga ketentuan

pembebanan tidak diberlakukan. Demikian halnya atas biaya-biaya yang dibebankan sebagai

biaya perusahaan maka juga tidak dianggap sebagai penghasilan bagi pegawai perusahaan

ybs.

Page 30: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Pengelompokan Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan Aaas

Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler

Kepmen Keuangan No. 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 mengatur

pengelompokan harta berwujud bukan bangunan untuk kepentingan penyusutan. Sedangkan

Kep Ditjen pajak No. Kep.-520/PJ./2002 tanggal 11 Desember 2002 tentang jenis-jenis harta

yang digunakan dalam usaha jasa telekomunikasi seluler yang termasuk dalam kelompok

harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.

Jenis Harta yang Disusutkan dan Pengelompokannya

1. Kelompok Asset Berwujud 1, jenis asetnya base stasion controller

2. Kelompok Asset Berwujud, jenis asetnya mobile switching center, homer location

register, visitor location register, authentication center, equipment identitu register,

intelligent network service control point, intelligent network service management point,

radio base stasion, transceiver unit, terminal SDH/mini link, antenna.

Tata Cara Perhitungan Penyusutan Fiskal

Untuk perhitungan penyusutan fiscal atau jenis harta tersebut diatur:

Kep ditjen pajak tersebut mulai berlaku tahun pajak/tahun 2002

Atas jenis-jenis harta sebagaimana dimaksud dalam kep ditjen pajak tersebut yang telah

dimiliki dan digunakan dalam perusahaan sejak sebelum tahun pajak/ tahun buku 2002,

perhitungan penyusutan fiscal sampai dengan tahun pajak/ tahun buku 2001

menggunakan tariff penyusutan kelompok 3

Penghitungan penyusutan fiscal atas harta dimaksud pada butir 2 mulai tahun pajak/ tahun

buku 2002 menggunakan tariff penyusutan kelompok yang baru (kelompok 1 atau

kelompok 2) dengan metode penyusutan yang tetap sama, yaitu:

1. Metode garis lurus dasar penyusutan adalah harga perolehan

2. Metode saldo menurun dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiscal.

Masa manfaat yang tersisa atas harta dimaksud pada butir 2 setelah perpindahan dari

kelompok 3 ke dalam kelompok 1 atau kelompok 2 akan mengalami penyesuaian

otomatis karena beban penyusutan yang semakin besar. Khusus untuk harta yang

disusutkan dengan metode saldo menurun masa manfaat yang tersisa dalam:

1. Kel 1 akan berakhir paling lama pada tahun keempat sejak tahun pajak/ tahun

buku 2002 ( nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus)

2. Kel 2 akan berakhir paling lama pada tahun ke delapan sejak tahun pajak/ tahun

buku 2002 (nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus)

Page 31: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Penyusutan Hingga Akhir Masa Manfaat

Sama seperti akuntansi komersial, penyusutan menurut akuntansi pajak dimulai pada

bulan dilakukannya pengeluaran. Kecuali untuk harta yang masih dalam prosespengerjaan,

penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan

pada tahun pertama dihitung secara prorate. Dengan persetujuan Direktorat Jendral Pajak,

penyusutan dapat dilakukan pada saat bulan tersebut digunakan untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Perhitungan Aset Tetap Atas Aset Tetap Yang Diperoleh Sebelum Tahun 1995 (Aturan

Peralihan)

Pengaturan penyusutan terhadap asset yang diperoleh sebelum tahun 1995 masih tetap

dimuat untuk menunjukan kronologis aturan tata cara penyusutan pada saat dikeluarkan

ketentuan peralihan pada tahun 1995.

Contoh, PT Jaya memiliki lima buah Aset Tetap Berwujud yang diperoleh sebelum tahun

1995. Dengan dikeluarkannya SE-44/PJ.4/1995 perihal penyusutan atau amortisasi atas pengeluran

untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun pajak 1995, maka

perhitungan penyusutan PT Jaya tahun 1995 dilakukan sebagi berikut :

Jenis Harta

Tahun Perolehan

Masa Manfaat (Tahun)

Gol.Harga Pokok

Tarif Semula

Penyusutan Hingga 1994

Nilai Sisa Buku

Awal 1995MaxPemakaian

Sisa Awal

Tahun 1995

Mesin 1 1984 16 11 5 III 100.000.000 10 % 68.618.940 31.381.060

Mesin 2 1988 8 7 1 II 50.000.000 25 % 43.325.806 6.674.194

Mesin 3 1990 16 5 11 III 100.000.000 10 % 40.951.000 59.049.000

Mesin 4 1991 8 4 4 II 50.000.000 25 % 34.179.688 15.280.312

Mesin 5 1993 16 2 14 III 100.000.000 10 % 19.000.000 81.000.000

Apabila awal tahun 1995 sisa manfaat sudah habis atau sama dengan satu tahun, maka

diusulkan untuk disusutkan sekaligus dalam tahun 1995. Nilai Sisa Buku Aset tetap awal

1995 sebagai dasar penyusutan tahun 1995 dab seterusnya. Atas harta yang tidak lagi

digunkan unutk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan atau atas harta yang

telah habis masa manfaatnya secara fiscal tidak dapat disusutkan sejak tahun pajak 1995,

Page 32: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

maka nilai buku yang masih ada atas harata tersebut dibebankan selutuhnya sebagai biaya

tahun 1995.

Pengelompokan Aset Tetap Sebelum Tahun 1995

Metode penyusutan yang dipilih mencakup semua harata bukan bangunan yang

kemunginan diperolehnya sebelum atau diperoleh sejak tahun 1995 tidak diperkenankan

menggunakna dua macam metode penyusutan.

Penyusutan asset tetap yang dimiliki sebelum awal tahun pajak 1995 dan masih

digunakan untuk dapat mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, secara fiscal

masih mempunyai sisa manfaat penyusutan dilakukan berdasat Nilai Sisa Buku. Aset tetap

yang tidak lagi digunakan untuk mendapatkan dan mengagih serta memelihara penghasilan

atau telah habis masa manfaatnya secar fiscal sejak tahun 1995 tidak dapat disusutkan. Maka

Nilai Sisa Buku yang masih ada dibebankan seluruhnya sebagai biaya pada tahun 1995.

Sesuai surat edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-44/PJ.4/1995 Tanggal 2 Oktober 1995

(diperbarui dengan SE-49/PJ.4/1995 Tanggal 31 Oktober 1995) tentang penyusutan adan amortisasi

atas pengeluaran untuk memperoleh harata yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun

1995 sebagi berikut :

Sisa Manfaat Kelompok

2 - 5 Tahun 1

7 - 11 Tahun 2

> 13 Tahun 3

Catatan :

1. Apabila sisa manfaat tinggal 1 tahun, maka disusutkan sekaligus.

2. Apabila sisa manfaat berada di tengah – tengah kelompok, misal 6 tahun, maka dapat

memilih masuk kelompok 1 atu kelompok 2.

PENARIKAN HARTA BUKAN BANGUNAN

Asset tetap perusahaan yang tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian.

Penarikan dapat dilakukan dengan menjual asset tetap tersebut. Dalam akuntansi komersial,

Page 33: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

terhadap asset tetap yang dijual nilai bukunya dihitung sampai dengan tanggal penjualan,

sedangkan dalam ketentuan perpajakan Nilai Sisa Bukunya dihitung sampai dengan akhir

tahun sebelum asset tersebut dijual.

Ketentuan pasal 11 ayat 8 UU PPh bahwa telah terjadi penjualan atau penarikan harta

pasal 4 ayat 1 huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya maka nilai buku tersebut

dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang

diterima atau diperoleh, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan,

sehingga keuntungan atau kerugian karena pengalihan atau penarikan harta dikenakan pajak

dalam tahun dilakukan pengalihan harta. Apabila harta tersebut terbakar atau dijual maka

penerimaan netto dari penjualan harta yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang

dikeluarkan berkenaan dengan penjualan, atau penggantian asuransi dibukukan sebagai

penghasilan.

KETENTUAN LAIN

Penyimpangan dari ketentuan pasal 11 ayat 1 UU PPh yang mengatur masalah

penyusutan bahwa MenKeu selanjutnya mempunyai kewenangan mengatur tersendiri untuk

penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik

bidang-bidang usaha tertentu seperti pertambangan minyak, gas bumi serta perkebunan

tanaman keras.

Page 34: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD

Asset tidak berwujud dapat diketegorikan sebagai asset tetap perusahaan, namun

secara fisik asset tetap tersebut tidak tampak. Oleh karena itu, disebut dengan istilah tidak

berwujud. Dalam PSAK No. 19 Tahun 2007 menyatakan asset tetap tidak berwujud

(intangible assets) adalah asset tidak lancar (noncurrent assets) dan tidak berbentuk yang

memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan

tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain. Karakteristik asset tidak

berwujud yang paling menonjol adalah tingkat ketikpastian nilai dan manfaat dikemudian

hari. Nilai asset tidak berwujud ini dapat dalam jumlah yang besar. Sedangkan bentuk asset

tidak berwujud ini dapat berbentuk hak paten, hak cipta , waralaba (franchise), merk dagang

dan goodwill.

Cara untuk memperoleh asset tidak tetap ini dapat dilakukan dengan membeli dari

pihak luar. Termasuk dalam harga asset tidak berwujud tersebut, yaitu harga beli termasuk

biaya tambahan untuk mendapatkan asset, misalnya biaya yang dibayar kepada pemerintah,

notaries, dan biaya administrasi lainnya.

Contoh asset tidak berwujud adalah hak paten, hak cipta, dan hak merek. Contoh

lainnya adalah biaya riset dan pengembangan. Demikian pula halnya dengan biaya yang

dikeluarkan dalam jumlah besar selama perusahaan belum menghasilkan produk komersial,

dikenal sebagai biaya pra operasional, termasuk biaya komisi dan biaya pendirian. Biaya

yang dapat dikapitalisasi ini juga dibebankan perperiode melalui amortisasi.

PENGGOLONGAN DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TIDAK BERWUJUD

Dasar yang digunakan sebagai penggolongan aset tidak berwujud berdasarkan PSAK

No. 19 Tahun 2007, yaitu:

1. Kemampuan khusus diidentifikasi dapat atau tidak dapat diidentifikasi secara khusus.

2. Cara peolehan: diperoleh secara individual, secara kelompok melalui penggabungan

badan usaha, atau dikembangkan sendiri.

3. Masa manfaat yang diharapkan: tergantung pada pembatasan yang diatur oleh hukum

atau perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka waktu yang

tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan di masa depan.

Page 35: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

4. Kemampuan untuk dipisahkan dari seluruh perusahaan. Hak yang dapat dialihkan

tanpa bukti pemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dijual dipisahkan dari perusahaan

atau dari bagian pokoknya.

Untuk aset tetap tidak berwujud yang diperoleh, harus dicatat sebasar harga perolehan

pada tingkat akuisisi. Harga perolehan tersebut sebesar jumlah yang dibayar, nilai wajar dari

aset lain yang diperoleh, nilai tunai dari kewajiban yang ada atau nilai wajar dari aset lain

yang diterima untuk saham yang dikeluarkan. Dalam hal aset tidak berwujud yang diperoleh

secara kelompok atau sebagai bagian dari perusahaan yang diakuisisi, haruslah dicatat

sebesar harga perolehan pada tanggal akuisisi. Sebagai contoh Goodwill sebagai aset tetap

berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan sn tidak terpisah secara khusus dan tidak terpisah

dari keberadaan perusahaan. Dengan demikian harga perolehan aset tidak berwujud yang

dapat diidentifikasikan adalah sebagian dari harga perolehan sekelompok aset atau

perusahaan yang diakuisisi yang kebiasaannya ditentukan dari nilai wajar masing-masing

aset.

TERMASUK PENGERTIAN ASET TIDAK BEWUJUD

Hak paten

Hak paten (patent) merupakan suatu hak yang diberikan kepada pihak yang menentukan hal

untuk menjual, membuat, atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu tertentu

(umumnya 17 tahun). Hak paten ini dapat digunakan sendiri atau diserahkan kepada pihak

lain dengan suatu perjanjian. Harga perolehan paten ini terdiri atas biaya-biaya pendaftarn,

biaya membuat percobaan, dan lain sebagainya. Hak paten diamortisasi selama masa

penggunannya. Adapun jurnal amortisasi yaitu:

Amortisasi hak paten 15.000.000

Hak paten 15.000.000

Hak Cipta

Hak cipta (copyright) merupakan suatu hak yang diberikan kepada seorang pengarang

atau pencipta untuk menerbitkan, menjual, atau mengawasi hasil ciptaannya.

Pencatatan atas hak cipta di neraca sesuai dengan harga perolehan yang terdiri atas

semua biaya yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Selain itu, hak cipta dapat pula

dibeli. Amortisasi terhadap hak cipta ini sesuai masa yang ditetapkan atau diamortisasi

sekaligus spabila masanya kurang dari yang ditetapkan dan taksiran masa sesuai jumlah yang

akan dijual.

Merk Dagang

Page 36: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Dalam bentuk merk dagang (trade mark) didaftarkan terlebih dahulu dan dilindungi

oleh undang-undang yang penggunaannya tidak terbatas. Cara memperoleh merek dagang ini

dapat dengan pembelian atau dibuat sendiri. Mengingat timbulnya yang tidak terbatas inilah,

maka tidak dilakukan amortisasi, tetapi timbulnya asumsi perubahan masa mendatang, maka

merek dagang akan diamortisasi dalam masa yang pendek.

Waralaba

Waralaba (franchise) merupakan hak yang diberikan oleh pihak tertentu (franchisor)

kepada pihak lain atas penggunaan fasilitas yang dimiliki franchisor. Akuntansi dan hal yang

berkenaan dengan pemajakan atas waralaba diatur sendiri.

Leasehold

Bentuk leasehold ini merupakan hak dari penyewa untuk menggunakan aset tetap

dalam perjanjian sewa menyewa. Sewa yang dibayar setiap periode dibebankan pada periode

terjadinya atau dikapitalisasi sebagai aset tetap berwujud tergantung perjanjian sewa,

operating, atau capital lease .

Apabila pembayaran sewa dilakukan dimuka, maka perlakuan akuntansinya yaitu:

1. Dicatat pada set lancer dengan akun sewa yang dibayar di muka.

2. Dicatat sebagai aset tetap tidak berwujud (pembayaran di muka dalam beberapa

periode yang relative sama).

Terhadap beban sewa yang dibayar di muka atau aset tetap tidak berwujud diamortisasi

setiaaap masa selama jangka waktu sewa, untuk pengelompokan pada aset tetap tidak

berwujud dapat digunakan dalam leasehold.

Goodwill

PSAK No. 19 Tahun 2007 tidak mengatur khusus masalah goodwill. Dimana goodwill

merupakan aset tetap tidak berwujud yang tidak dapat didafinisikan secara khusus. Bahasan

dari akunyansi kom ersial, goodwill sebagai kemampuan oerusahaan untuk memperoleh

keuntungan (rate of return) atau kondisi normal sebagai akibat adanya faktor tertentu yang

mendukung. Goodwill dicatat ketika terjadi:

1. Pembelian;

2. Merger, reorganisasi, perubahan bentuk uasha, dan perubahan kepemilikan.

Variable yang menentukan dalam perhitungan goodwill antara lain:

1. Rate of return atau proyeksi laba yangd apat dihasilkan di masa yang akan datang.

2. Nilai aset diluar goodwill.

Penetapan besarnya goodwill dapat digunakan dua cara, yaitu:

1. Kapitalisasi penghasilan bersih rata-rata (capitalization of average incomeI);

Page 37: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2. Kapitalisasi kelebihan penghasilan rata-rata (capitalization of average exess income).

Ilustrasi soal:

PT Bintang memperoleh laba bersih (tidak termasuk laba luar biasa) dari tahun 2003 sampai

dengan tahun 2007, adalah sebagai berikut:

Tahun 2003 Laba bersih sebesar Rp 115.000.000,00

2004 Laba bersih sebesar Rp 103.000.000,00

2005 Laba bersih sebesar Rp 103.000.000,00

2006 Laba bersih sebesar Rp 140.000.000,00

2007 Laba bersih sebesar Rp 126.000.000,00

Jumlah Bersih Rp 587.000.000,00

Penghasilan bersih rata-rata 1/5 Rp 587.000.000,00 = Rp 117.400.000,00 per tahun.

Estimasi penghasilan setiap tahun Rp 120.000.000,00

Pada tanggal 1 Januari 2008 aset perusahaan (tidak termasuk goodwill) besarnya Rp

1.050.000.000,00 dan utang Rp 110.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung

goodwill sebagai berikut:

1. Metode Kapitalisasi Penghasilan Bersih Rata-rata

Pada cara ini ditetapkan bahwa jumlah yang akan dibayarkan kepada perusahaan

yang dibeli, dihitung dengan cara mengkapitalisasi estimasi penghasilan yang akan

datang dengan menggunakan tariff. Tarif ini yang menunjukkan hasil yang diharapkan

dari investasi (ditetapkan 10%).

Jumlah yang dibayar (Rp 120.000.000 x 100/10) Rp 1.200.000.000,00

Nilai bersih aset (Rp 1.050.000.000 x Rp 110.000.000) (Rp 940.000.000,00)

Goodwill Rp 260.000.000,00

2. Kapitalisasi Kelebihan Penghasilan Rata-rata

Perhitungan goodwill didasarkan pada penghasilan bersih rata-rata dan nilai aset

yang akan dibeli selanjutnya apabila diketahui hasil yang diharapkan dari investasi 10%

dan kelebihan penghasilan penghasilan yang akan dikapitalisasi 25%, maka penghitungan

goodwill:

Estimasi penghasilan yang akan datang Rp 1.200.000.000,00

Nilai bersih aset (Rp 940.000.000,00)

Kelebihan penghasilan Rp 260.000.000,00

Proyeksi hasil investasi 10% x Rp 260.000.000,00 Rp 26.000.000,00

Goodwill = 100/25 x Rp 26.000.000,00 = Rp 104.000.000,00

Page 38: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Biaya Yang Ditangguhkan

Biaya yang ditangguhkan (deffered cost) diketegorikan sebagai aset tetap tidak

berwujud. Aset tetap tidak berwujud mempunyai hak, tetapi pada biaya yang ditahun

ditangguhkan ini memperoleh nilai karena adanya pembayaran di muka yang biasanya

menyangkut masa yang lama. Konsekuensinya setiap tahun dilakukan amortisasi sebagai

contoh amortisasi atas biaya pendirian. Apabila biaya pendirian ini memberikan manfaat

selama perusahaan berdiri, maka biaya pendirian setelah dikapitalisasi tidak diamortisasi

sehingga tampak terus menerus dineraca. Sebaliknya terhadap biaya pendirian tidak memberi

manfaat langsung akan diamortisasi tergantung kebijakan perusahaan.

DEPLESI

Pada akuntansi komersial aset tidak tidak berwujud dikelompokkan menjadi aset

dengan masa manfaat yang dibatasi oleh ketentuan hukum yaitu: atas dasar ketentuan,

persetujuan atau sifat dari aset itu sendiri. Terdapat pula aset tidak berwujud yang masa

manfaatnya tidak terbatas sebagai contoh goodwill dan merek dagang. Sedangkan perkakuan

akuntansi untk tujuan pajak dalan Undang-undang Pajak tidak diatur secara tersendiri.

Masalah pengelompokkan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan akan dibahas

pada bahasan amortisasi.

Perusahaan dapat juga memperoleh hak, berupa hak untuk pengelolaan sumber alam

(penggalian dan pemanfaatnya). Biaya-biaya yang berkaitan dengan penguasaan akan

semakin berkurang setiap periodenya. Pembebanan biaya per periode tersebut disebut deplesi.

AMORTISASI

Amortisasi dalam Akuntansi Komersial

Pada saat tertentu nilai aset tidak berwujud akan habis. Oleh karena itu, harga

perolehan aset tidak berwujud harus diamortisasi selama taksiran masa manfaat, dan tidak

boleh dibebankan seluruhnya pada periode perolehan. Periode amortisasi ini harus dievaluasi

secara teratur, jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus menjadi beban sisa

masa manfaat yang baru, namun dipersyaratkan untuk tidak meleihi 20 tahun dari tanggal

perolehan.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menaksir masa manfaat aset tidak berwujud

(PSAK No. 19 Tahun 2007):

1. Ketentuan hukum, peraturan, dan perjanjian yang membatasi masa manfaat

maksimum.

Page 39: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2. Kemungkinan untuk memperbarui atau memperpanjang masa manfaat yang telah

ditentukan .

3. Pengaruh keuangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan ekonomi dan

teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.

4. Perkiraan tindakan yang akan dilakukan oleh pesaing, pelaksana hukum atau

peraturan yang membatasi keunggulan dalam daya saing (competitive advantage).

5. Adanya masa manfaat yang tidak terbatas dan masa manfaat yang diharapkan tidak

dapat ditaksir secara wajar.

6. Kemungkinan aset tidak berwujud terdiri atas beberapa jenis atau faktor yang

mempunyai masa manfaat berbeda.

Praktik akuntansi komersial metode amortisasi aset tidak berwujud pada umumnya

menggunakan metode garis lurusyang dirumuskan:

Biaya amortisasi = % tarif x harga perolehan aset tidak berwujud

Namun ada pengecualian apabila terdapat metode lain yang lebih sesuia dengan

kondisi perusahaan.

Contoh: PT Jaya mengeluarkan seluruh biaya Rp 300.000.000,00 untuk memperoleh

hak paten yang dibayarnya tunai untuk masa manfaat 5 tahun. Dengan menggunakan garis

lurus, besarnya amortisasi tiap tahun = 1/5 x Rp 300.000.000,00 = Rp 60.000.000,00

Jurnal yang disusun:

1. Pada saat pembayaran

Hak paten 300.000.000

Kas dan Bank 300.000.000

2. Pada saat pembebanan

Biaya amortisasi 60.000.000

Hak paten 60.000.000

Amortisasi Dalam Akuntansi Pajak

Perlakuan akuntansi aset tidak berwujud tidak berbeda dengan perlakuan akuntansi

aset tetap. Kesulitan yang dihadapi pada umumnya karena sifta aset yang tidak berwujud fisik

berakibat bukti keberadaan kabur, termasuk kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta

masa manfaat ekonomis.

Periode amortisasi aset tidak berwujud tidak boleh melebihi 20 tahun, dengan dasar

pemikiran bahwa periode tersebut sudah banyak perkembangan dan periode selebihnya tidak

lagi mempunyai masa manfaat ekonomis. Namun perusahaan diharuskan mengevaluasi

Page 40: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

periode amortisasi aset tidak berwujud secara teratur dan harus dibebankan pada sisa manfaat

dengan syarat tidak melebihi 20 tahun dari tanggal perolehan.

Amortisasi menurut akuntansi pajak berdasarkan pada Pasal 11a Undang-undang

Pajak Penghasilan, menyebutkan bahwa amortisasi dilakukan terhadap pengeluaran untuk

memperoleh aset tidak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak

guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan.

Metode yang digunakan dalam amortisasi aset tetap tidak berwujud menurut

akuntansi pajak:

1. Metode garis lurus

2. Metode saldo menurun

Untuk tujuan pajak dalam menghitung amortisasi aset tetap tidak berwujud, terlebih dahulu

aset tersebut dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya, yang terlihat sebagai berikut:

Kelompok harta tidak berwujud

Masa manfaat Tarif amortisasi

Garis lurus Saldo menurun

Kelompok 1 4 tahun 25 % 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi dimaksudkan untuk memberikan

keseragaman dalam melakukan amortisasi. Kemungkinan dapat terjadi bahwa masa manfaat

aset tetap tidak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, maka wajib pajak

menggunakan masa manfaat terdekat. Contohnya, aset tetap tidak berwujud masa manfaat

sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun.

Ilustrasi:

Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang tunai sebesar Rp

150.000.000,00. Masa manfaat hak paten tersebut 4 tahun.

1. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan garis lurus = 25% x Rp

150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00

Page 41: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan saldo menurun = 50% x Rp

150.000.000,00 = Rp 75.000.000,00

SAAT AMORTISASI DAN AMORTISASI PADA AKHIR MASA MANFAAT

Dalam akuntansi komersial, amortisasi ini dilakukan pada saat diperoleh, demikian

pula dalam akuntansi pajak mempunyai cara yang sama. Pada akhrir masa manfaat, asset

tetap tidak berwujud akan diamortisasi sekaligus. Khusus untuk amrortisasi asset tetap tidak

berujud menggunakan metode saldo menurun.

Ketentuan Khusus

Pada ketentuan khusus ini mengatur masalah;

1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya pendirian modal suatu perusahaan

dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai ketentuan yang

berlaku.

2. Amortisasi terhdap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dibidang penambangan minyak dan gas

bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi

dilakukan dengan menerapkan presentasi tariff amortisasi yang besarnya setiap tahun

sama dengan presentase dengan perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan

gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan

minyak dan gas bumi dilokasi tersebut diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang

sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran

untuk memperoleh haak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran dapat

dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh: PT Maju Jaya mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak

dan gas bumi disuatu lokasisebesar Rp 800.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan

minyak sebesar 200.000.000 barel produksi sebenarnya 50.000.000 barel.

a. Tariff amortisasi = (50.000.000/200.000.000) x 100% = 25%

Amortisasi tahun pertama = 25% x Rp 800.000.000,00 = Rp 200.000.000,00

b. Produksi sebenarnya tahun 2 sebesar 75.000.000 barel

Tariff amortisasi = (75.000.000/25.000.000) x 100% = 37,5%

Tariff amortisasi tahun ke-2 = 37,5% x Rp 800.000.000,00 = Rp 300.000.000,00

3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan yang memunyai masaa

manfaat lebih dari 1 tahun selain minyak dan gas bumi, hak penguasaan hutan dan hak

penguasaan sumber alam, serta hasil alam lainnya, seperti hak penguasaan hasil laut,

Page 42: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20%

setahun.

Contoh:

Pengeluaran untuk memperoleh hak penguasaan hutan sebesar Rp 800.000.000,00.

Potensi hutan tersebut 10.000.000 ton kayu.

a. Produksi sebenarnya tahun pertama = 1.000.000 ton

Tariff amortisasi = (1.000.000/10.000.000) x 100% = 10%

Amortisasi = 10% x Rp 800.000.000,00 = Rp 80.000.000,00

b. Apabila produksi sebenarnya tahun ke-2 sebesar 3.000.000 ton atau 30% potensi

tersedia, maka amortisasi tahun tersebut 20% x Rp 800.000.000,00 = Rp

160.000.000,00

4. Amortisasi atas pengeluaran yang dilakukan operasi operasional mempunyai masa

manfaat lebh dari satu tahun. Terhadap pengeluaran tersebt harus dikapitalisasi terlebih

dahulu. Pengertian biaya-baya adalah yang dikeluarkan sebelum operasi komersial,

sebagai contoh: biaya study kelayakan dan biaya produksi perobaan tetapi tidak termasuk

biaya operasional rutin (gaji pegawai, rekening listrik dan sebagainya). Biaya rutin ini

akan dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.

5. Amortisasi terhadap goodwill tidak diperkenankan oleh ketentuan perundang-undangan

perpajakan. Goodwill sebenarnya termasuk juga asset tetap tidak berwujud, tetapi tidak

dapat diidentifikasi khusus dan memang tidak terpisah dari perusahaan. Apabila ditinjau

dari sisi ekonomis, goodwill menunjukkan kemampuan lebih perusahaan dalam

memperoleh laba diatas nomal rata-rata perusahaan sejenis. Oleh karena itu, goodwill

merupakan kombinasi bermacam-macam factor yang melekat pada eksistensi perusahaan.

Hal ini juga yang menjadikan alasan praktik akuntansi pajak tidak diperkenankan

melakuka amortisasi terhadap goodwill.

PENGALIHAN HAK ASET TETAP TIDAK BERWUJUD

Apabila terjadi pengalihan hak asset tetap tidak berwujud sebagaimana dimaksud

dalam pasal 11a ayat 1, 4, dan ayat 5 undang-undang pajak penghasilan yaitu:

1. Pengeluaran untuk memperoleh asset tetap tidak berwujud dan pengeluaran lainnya

termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai

yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Page 43: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

2. Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi.

3. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada point 2,

hak penguasaaan hutan dan hak penguasaan sumber alam serta hasil alam lainnya

yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah

yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan.

Kemungkinan terjadi pengalihan asset tetap tidak berwujud yang memenuhi syarat

pasal 4 ayat 3a dan 3b undang-undang pajak penghasilan (yang tidak termasuk sebagai obyek

pajak: warisan), maka Nilai Sisa Buku Aset tersebut boleh dibebankan sebagai kerugian bagi

pihak yang mengalihkan.

Sebagai contoh: PT Monalisa mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan

minyak dan gas bumi disuatu lokasi sebesar Rp 600.000.000,00 dan gas bumi mencapai

100.000.000 barel, hak penambangan dijual kepada pihak lain seharga Rp 400.000.000,00

Harga perolehan = Rp 600.000.000,00

Amortisasi yang telah dilakukan

100.000.000 x 100% x Rp 600.000.000,00 = (Rp 300.000.000,00)

200.000.000

Nilai Sisa Buku = Rp 300.000.000,00

Harga jual = Rp 400.000.000,00

Dengan demikian Nilai Sisa Buku sebesar Rp 300.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian

dan harga jual sebesar Rp 400.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan.

DEVALUASI, REORGANISASI SEMU, DAN APRESIASI AKTIVA

Secara komersial, kalau dianggap nilai suatu aktiva terlalu tinggi (overstated) dari

manfaatnya, perusahaan dapat melakukan devaluasi aktiva. Devaluasi itu menurunkan nilai

aktiva dengan membebankannya ke rugi-laba atau saldo laba (laba ditahan). Overstatement

itu dapat dilakukan oleh investor terutama yang mempunyai induk perusahaan diluar negeri

karena pada saat perolehan overstatement nilai aktiva dimaksudkan terutama untuk

memenuhi persyaratan tertentu, misalnya minimum realisasi penanaman modal. Dalam

ketentuan perpajakkan devaluasi sendiri (tanpa adanya ketentuan operasional perpajakkan)

aktiva perusahaan tidak dikenal.

Untuk mengurangi rugi operasi yang diderita secara berkelanjutan, dalam praktek

komersial perusahaan dapat melakukan reorganisasi semu atau reasdjustment. Hal ini akan

Page 44: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

menurunkan nilai aktiva tetap, laba ditahan, nominal modal saham, dengan selisih defisit

dapat dibebankan kepengurangan modal saham. Ketentuan pajak sangat peduli terhadap

penghasilan (keuntungan) perusahaan. Dengan mengabaikan dengan turunnya daya beli uang,

jumlah penghasilan wajib pajak diukur berdasarkan nilai histories barang atau jasa yang

diserahkan. Pemakaian nilai historis itu memberikan petunjuk umum, devaluasi aktiva atau

reorganisasi semu kurang dikenal dalam ketentuan perpajakkan.

Sama halnya dengan praktek akuntansi komersial, untuk tujuan perpajakkan dasar

penilaian aktiva merupakan harga perolehan (cost) yang diukur sebesar harga pasar wajar.

Namun, berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya karena devaluasi nilai rupiah.

Kekurangsepadanan antara biaya (historis) penyusutan dengan tingkat harga yang berlaku

atau pertimbangan yang lain, pemerintah dapat mengeluarkan ketentuan penilaian kembali

(revaluasi) aktiva tetap perusahaan.

Kesempatan revaluasi sejak tahun 1970 diberikan tiga kali, yaitu pada 1971

(berdasarkan Kepmen Nomor KEP-508/KMK/II/7/1971 Tanggal 7 Juli 1971), pada 1976

(berdasarkan Kepmen Nomor KEP-1677/KMK/II/12/1976 tanggal 28 Desember 1976) pada

1978 (berdasarkan Kepmen Nomor KEP-109/KMK.04/1978 tanggal 27 Maret 1978).

Selanjutnya pada 1986 pemerintah juga memperkenankan revaluasi berdasarkan peraturan

pemerintah Nomor 45 tahun 1986 dan Kepmen Nomor 914/KMK.04/1986 tanggal 25

Oktober 1986. teakhir berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.04/1996

tanggal 13 Agustus 1996, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk

melakukan revaluasi aktiva tetapnya yang dimiliki lebih dari 5 tahun. Revaluasi dilakukan

terhadap seluruh aktiva, termasuk tanah dan hak-hak atas tanah, dengan dasar penilaian yang

dilakukan oleh lembaga penilai.

Ketentuan tentang penilaian kembali ini bersifat repetitive dan otomatis setiap 5 tahun

perusahaan dapat melakukan revaluasi terhadap aktiva yang belum dilakukan penilaian

kembali pada saat revaluasi masa sebelumnya. Dengan tujuan untuk memperbaiki iklim

berusaha dan investasi, ketentuan penilaian kembali aktiva tetap memberikan keringanan

perpajakkan terhadap pajak penghasilan (tariff umum maksimal 30%) atas nilai lebih

(surplus) karena penilaian kembali dengan tariff pajak final 10%. Pengenaan pajak itu setelah

terlebih dahulu memperhitungkan nilai lebih revaluasi dengan kerugian fiscal yang masih

berhak atas kompensasi kerugian. Selanjutnya, apabila nilai lebih karena penilaian kembali

itu dikapitalisasi, kemudian dibagikan dalam bentuk saham bonus, penghasilan deviden tidak

dikenakan pajak penghasilan.

Page 45: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Sebagai contoh, PT Andi pada akhir 1996 mempunyai aktiva tetap dengan nilai buku

Rp500 juta. Kerugian yang masih berhak atas kompensasi Rp100.000.000,00. perusahaan itu

memanfaatkan ketentuan penilaian kembali aktiva tetap dengan meminta jasa dari perusahaan

penilai PT iwan. Nilai aktiva itu berdasarkan perhitungan dari PT iwan Rp700 juta. Dengan

demikian,

1. Untuk mencatat penilaian kembali

Aktiva tetap Rp 250.000.000,00

Selisih penilaian kembali aktiva Rp 250.000.000,00

2. Untuk mencatat pembayaran dan pembebanan pajak 10%

Pajak penghasilan revaluasi Rp 15.000.000,00

Kas Rp 15.000.000,00

Selisih penilaian kembali aktiva tetap Rp 15.000.000,00

Pajak penghasilan revaluasi Rp 15.000.000,00

3. Untuk mencatat kapitalisasi

Selisih penilaian kembali aktiva Rp 235.000.000,00

Modal saham Rp 235.000.000,00

Pembagian saham bonus tidak dicatat dalam praktek akuntansi komersial.

Penghapusan atas aktiva yang dinilai kembali itu dilakukan berdasarkan masa manfaat yang

tercantum dalam ketentuan perpajakkan (pasal 11 UU PPh (umur semula) bukan berdasarkan

sisa masa manfaat. Misalnya biaya revaluasi aktiva Rp 35 juta, berdasarkan ketentuan pajak

final biaya itu tidak boleh dikurangkan dari nilai lebih revaluasi (karena telah dikenakan

pajak dengan tariff murah) maupun penghasilan yang lain (karena tidak ada kaitan langsung).

Biaya itu langsung dikurangkan dari selisih penilaian kembali aktiva. Dengan demikian, yang

tersedia untuk pembagian saham bonus hanyalah Rp 200 juta.

PENERAPAN TEORI PADA KASUS

Page 46: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

PT. Satu Bintang

Akuntansi : metode penyusutan garis kurus tanpa nilai residu

PPh : Metode penyusutan saldo menurun

Pada tanggal 5 Oktober 2007 membeli 5 buah kendaraan seharga Rp 90.000.000 per buah.

Taksiran umur enam tahun termasuk kelompok 2. Tidak ada tambahan pengurangan/

pengalihan biaya yang dikapitalisasi hingga akhir tahun 2012.

Kejadian tahun 2013:

1. Pada tanggal 5 Januari 2003, sebuah kendaraan mengalami kecelakaan dan tidak

mendapat penggantian asuransi, dijual dengan harga Rp 1.000.000

2. Pada tanggal 1 Maret 2003, 2 buah kendaraan dijual tunai dengan harga masing-masing

Rp 50.000.000

Penyusutan kendaraan metode garis lurus (akuntansi komersial)

Tanggal perolehanHarga perolehanTaksiran nilai residuJumlah yang disustkanTaksiran umurPenyusutan per tahunPenyusutan per bulanPenyusutan 2007 = 3 bulan

5 Januari 2013, penarikan 1 kendaraanHarga perolehan 5 Oktober 2007Penyusutan – 2007 = 3 bulan 2008 – 2012 =5 tahunNilai buku 31 Desember 2012Harga jualRugi penarikan kendaraan

1 Maret 2013 penjualan 2 kendaraanHarga perolehan 5 Oktober 2007Penyusutan 1997 = 3 bulan 1998 – 2002 = 5 tahun 2003 = 2 bulanNilai buku 1 Maret 2013Harga jual 2 kendaraanKeuntungan penjualan

1 kendaraan(5 Oktober 07)

5 kendaraan(5 Oktober 07)

90.000.0000

90.000.0006 tahun

15.000.0001.250.0003.750.000

3.750.00075.000.000

7.500.000150.000.000

5.000.000

450.000.0000

450.000.0006 tahun

75.000.0006.250.000

18.750.000

1 kendaraan90.000.000

78.750.00011.250.000(1.000.000)10.250.000

2 kendaraan180.000.000

162.500.00017.500.000

100.000.000(82.500.000)

Page 47: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

Penyusutan 2 buah kendaraan tahun 20039 bulan x 2 x Rp 1.250.000 22.500.000

Penyusutan kendaraan metode saldo menurun (akuntansi fiskal)

Tahun Penyusutan FiskalNilai

PenyusutanNilai Buku

20072008200920102011201220132014

25 %25 %25 %25 %25 %25 %25 %

sekaligus

90.000.00067.500.00050.625.00037.968.75028.476.56321.357.42216.018.066

22.500.00016.875.00012.656.2509.492.1877.119.1415.339.3564.004.516

12.013.550

67.500.00050.625.00037.968.75028.476.56321.357.42216.018.06612.013.550

090.000.000

Awal tahun 2003 (1 kendaraan)

Nilai buku 16.018.066

Penjualan 1.000.000

Rugi penarikan kendaraan (15.018.066)

1 Maret 2003

Nilai buku 2 kendaraan x 16.018.006 32.036.132

Penyusutan 2 bulan

2(2/12 x 25% x 16.018.066) 1.334.837

Nilai buku 2 kendaraan 33.370.000

Harga jual 100.000.000

Keuntungan penjualan 69.298.705

Perbandingan penyusutan komersial dan fiscal

Keterangan Komersial (Rp) Beda waktu (Rp) Fiskal (Rp)Penyusutan 5 kendaraan2007200820092010

18.750.00075.000.00075.000.00075.000.000

93.750.0009.735.000

(11.718.750)(27.539.065)

112.500.00084.375.00063.281.25047.460.935

Page 48: Ak. Pajak Aktiva Tetap n Tidak Berwujud

48

20112012

75.000.00075.000.000

(39.404.295)(48.303.220)

35.595.70526.696.780

Akumulasi penyusutan s.d 2013Penyusutan 2013Penj. 2 kendaraan (2 bulan)2 kendaraanPenyusutan 2004

Rugi penarikan 1 kendaraanLaba penjualan kendaraan

393.750.000

5.000.00022.500.000

-

(23.840.330)

3.665.163(14.490.968)

24.027.100

369.909.670

1.334.8378.009.032

24.027.100421.250.00010.250.000

(82.500.000)

(17.969.361)478.066

13.201.295

403.280.63915.081.066

(69.298.705)349.000.000 - 349.000.00

Penyusutan 1 kendaraan

Komersial Beda Waktu Fiskal20072008200920102011201220132014

3.750.00015.000.00015.000.00015.000.00015.000.00015.000.00011.250.000

-

18.750.0001.875.000

(2.343.750)(5.507.813)(7.880.859)(9.660.644)(7.245.484)12.013.550

22.500.00016.875.00012.656.3509.492.1877.119.1415.339.3564.004.516

12.013.55090.000.000 nihil 90.000.000

Sumber:

Gunadi. 2009. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru: Edisi Revisi

2009. Jakarta: Grasindo.

Pardiat. 2008. Akuntansi Pajak: Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal sebagai Dasar Pengisian

SPT. PPh. WP. Badan dalam Valuta Rupiah dan US Dollar Edisi 2. Jakarta: Mitra

Wacana media.

Waluyo. 2009. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.