Ajaran Syech Siti Jenar

55
 SATU “Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang? Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Al lah, te ta p dz ahir bati n Al la h, ke na pa ka wan-ka wa n masih me ma ka i pelin dung? ” (Babad Tanah Sunda, Sula eman Sule ndra ningr at, 1982, bagi an XLIII). Uca pan spi rit ual Syekh Siti Jen ar te rse but diu cap kan pad a saat par a wal i men ghe nda ki dis kus i yan g me mba ha s ma sal ah Mic ar a Ilmu tan pa Ted eng Aling-aling. Diskusi para wali diadakan setelah Dewan Walisanga mendengar ba hwa Syek h Si ti Je nar mula i me ngaj ar ka n il mu ma ’r if at da n ha ki kat. Sementara dalam tugas resmi yang diberikan oleh Dewan Walisanga hanya diberi kewenanga n menga jar ka n sya had at dan ta uhi d. Sementara me nur ut Syekh Siti Jenar justru inti paling mendasar tentang tauhid adalah manunggal, di mana seluruh ciptaan pasti akan kembali menyatu dengan yang menciptaka n. Pada saat itu, Sunan Gunung Jati mengemukakan, “Adapun Allah itu adalah yang berwujud haq”; Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa bat as, de kat nya ta npa rab aa n.” ; Sun an Bon ang ber kat a, “Al la h itu tid ak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”; Sunan Kalijaga menyatakan, “Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”; Syekh Maghribi berkata, “Allah itu meliputi segala sesuatu.”; Syekh Majagung menyatakan, “Allah itu bukan disana atau disitu, tetapi ini.”; Syekh Bentong menyuarakan, “Allah itu itu bukan disana sini, ya inilah.”; Setelah ungkapan Syekh Bentong inilah, tiba giliran Syekh Siti Jenar dan mengungkapkan konsep dasar teologinya di atas. Hanya saja ungkapan Syekh Siti Jenar tersebut ditanggapi dengan keras oleh Sunan Kudus, yang salah menangkap makna ungkapan mistik tersebut, “Jangan suka te rlanjur baha sa me nurut pe ndapat ha mba adap un Alla h it u ti da k bersekutu dengan sesama.” Mula i pe rsidanga n it ul ah hubungan Sy ekh Si ti Jenar de ngan para wa li memanas, sebab Syekh Siti Jenar tetap teguh pada pendirian tauhid sejatinya. Sementara para Dewan Wali mengikuti madzhab resmi yang digariskan oleh ker aja an Demak, Sunni-Syafi’ i. Sa mpa i ma sa pe rsi dangan pe nen tua nnya, Syek h Siti Jenar tetap meny uarak an deng an lant ang teolo gi manu ngga lnya bahwa, “Utawi Allah iku nyataning sun kang sampurna kang tetep ing dalem dhohir batin,” (bahwa Allah itu nyatanya aku yang sempurna yang tetap di dalam dzahir dan batin) . Riwayat yang agak sama juga tercantum dalam Babad Cerbon, terbitan Brandes (1911) pada Pupuh 23, Kinanti bait 1-8.

Transcript of Ajaran Syech Siti Jenar

Page 1: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 1/55

 

SATU

“Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang?

Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang

Allah, tetap dzahir batin Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai

pelindung?” (Babad Tanah Sunda, Sulaeman Sulendraningrat, 1982, bagian

XLIII).

Ucapan spiritual Syekh Siti Jenar tersebut diucapkan pada saat para wali

menghendaki diskusi yang membahas masalah Micara Ilmu tanpa Tedeng

Aling-aling. Diskusi para wali diadakan setelah Dewan Walisanga mendengar

bahwa Syekh Siti Jenar mulai mengajarkan ilmu ma’rifat dan hakikat.

Sementara dalam tugas resmi yang diberikan oleh Dewan Walisanga hanya

diberi kewenangan mengajarkan syahadat dan tauhid. Sementara menurutSyekh Siti Jenar justru inti paling mendasar tentang tauhid adalah manunggal,

di mana seluruh ciptaan pasti akan kembali menyatu dengan yang menciptakan.

Pada saat itu, Sunan Gunung Jati mengemukakan, “Adapun Allah itu adalah

yang berwujud haq”; Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa

batas, dekatnya tanpa rabaan.”; Sunan Bonang berkata, “Allah itu tidak 

berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak 

bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”; Sunan Kalijaga menyatakan,

“Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”; Syekh Maghribi berkata,

“Allah itu meliputi segala sesuatu.”; Syekh Majagung menyatakan, “Allah itu

bukan disana atau disitu, tetapi ini.”; Syekh Bentong menyuarakan, “Allah itu

itu bukan disana sini, ya inilah.”; Setelah ungkapan Syekh Bentong inilah, tiba

giliran Syekh Siti Jenar dan mengungkapkan konsep dasar teologinya di atas.

Hanya saja ungkapan Syekh Siti Jenar tersebut ditanggapi dengan keras oleh

Sunan Kudus, yang salah menangkap makna ungkapan mistik tersebut, “Jangan

suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak 

bersekutu dengan sesama.”

Mulai persidangan itulah hubungan Syekh Siti Jenar dengan para wali

memanas, sebab Syekh Siti Jenar tetap teguh pada pendirian tauhid sejatinya.

Sementara para Dewan Wali mengikuti madzhab resmi yang digariskan olehkerajaan Demak, Sunni-Syafi’i. Sampai masa persidangan penentuannya,

Syekh Siti Jenar tetap menyuarakan dengan lantang teologi manunggalnya

bahwa, “Utawi Allah iku nyataning sun kang sampurna kang tetep ing dalem

dhohir batin,” (bahwa Allah itu nyatanya aku yang sempurna yang tetap di

dalam dzahir dan batin) . Riwayat yang agak sama juga tercantum dalam Babad

Cerbon, terbitan Brandes (1911) pada Pupuh 23, Kinanti bait 1-8.

Page 2: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 2/55

 

DUA

“Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan lain selain dari Tuhan

yang Mahakuasa, ia akan kecewa karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia

inginkan.” (S. Soebardi, The Book of ebolek, hlm. 103).

Menurut beberapa sumber, di antaranya Soebardi (1975), beberapa saat setelahSyekh Siti Jenar wafat, para wali mendengar suara yang berasal dari roh Syekh

Siti Jenar yang berupa ungkapan mistik tersebut. Ungkapan mistik itu

merupakan ungkapan terakhir dari sang sufi sebagai bukti bahwa sampai

sesudah wafatnya, dia memperoleh apa yang diinginkannya, dan menjadi bukti

kebenaran ajarannya, yakni kehidupan sejati dalam kesatuan; manunggaling

kawula-Gusti.

TIGA

“… tidak usah kebanyakan teori semu, sesungguhnya ingsun inilah Allah.

  Nyata Ingsun Yang Sejati, bergelar Prabu Satmata, yang tidak ada lain

kesejatiannya, yang disebut sebangsa Allah…” (R. Tanoyo: Walisanga, hlm.

124)

Maksud bebas ungkapan tersebut adalah “tidak usah kebanyakan bicara tentang

teori ketuhanan, sesungguhnya ingsun (aku sejati) inilah Allah. Yaitu Ingsun

(Kedirian) Yang Sejati, juga bergelar Prabu Satmata (Tuhan Yang Maha

Melihat, mengetahui segala-galanya), dan tidak boleh ada yang lain yang

 penyebutannya mengarah kepada Allah sebagai Tuhan”.

EMPAT

“Mungguh sajatine ananing zdat kang sanyata iku muhung ana anteping tekat

kita, tandhane ora ana apa-apa, ananging kudu dadi sabarang sedya kita kang

satuhu” [Sebenarnya, keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada

mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-apa, akan tetapi harus menjadi

segala niat kita yang sungguh-sungguh]. (Serat Candhakipun Riwayat Jati, hlm.

1).

Menurut Syekh Siti Jenar, keberadaan dzat hanya ada beserta kemantapan hati

dalam merengkuh Tuhan. Dalam diri tidak ada apa-apa kecuali menjadikan

menunggal sebagai niat dan yang mewarnai segala hal yang berhubungandengan asma, sifat dan af’al Pribadi. Inilah di antara maksud utama ungkapan

di atas. Jadi pemahaman atas ungkapan itu harus tetap berada dalam lingkup

kemanunggalan. Kemanunggalan tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan

 perangkat syari’at dan tarekat. Apalagi sekedar syari’at lahiriyah (nominal).

Kemanunggalan akan berhasil seiring dengan tekad hati dan keseluruhan

Pribadi dalam merengkuh Allah, sebagaimana roh Allah pada awalnya

ditiupkan atas setiap pribadi manusia.

Page 3: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 3/55

 

LIMA

“…marilah kita berbicara dengan terus terang. Aku ini Allah. Akulah yang

sebenarnya disebut Prabu Satmata, tidak ada lain yang bernama Allah…saya

menyampaikan ilmu tertinggi yang membahas ketunggalan. Ini bukan badan,selamanya bukan, karena badan tidak ada. Yang kita bicarakan ialah ilmu sejati

dan untuk semua orang kita membuka tabir [artinya membuka rahasia yang

 paling tersembunyi.]” (Serat Siti Jenar Asmarandana, hlm. 15, bait 20-22).

ENAM

“Tidak usah banyak tingkah, saya inilah Tuhan, Ya, betul-betul saya ini adalah

Tuhan yang sebenarnya, bergelar Prabu Satmata, ketahuilah bahwa tidak ada

 bangsa Tuhan yang lain selain saya. …. Saya ini mengajarkan ilmu untuk betul-

  betul dapat merasakan adanya kemanunggalan. Sedangkan bangkai itu

selamanya kan tidak ada. Adapun yang dibicarakan sekarang ini adalah ilmuyang sejati yang dapat membuka tabir kehidupan. Dan lagi, semuanya sama.

Sudah tidak ada tanda secara samar-samar, bahwa benar-benar tidak ada

  perbedaan lagi. Jika ada perbedaan yang bagaimanapun, saya akan tetap

mempertahankan tegaknya ilmu tersebut.” (Boekoe Siti Djenar, Tan Khoen

Swie, hlm. 18-20).

TUJUH

“Jika Anda menanyakan dimana rumah Tuhan, jawabnya tidaklah sulit. Allah

 berada pada dzat yang tempatnya tidak jauh, yaitu bersemayam di dalam tubuh.

Tetapi hanya orang yang terpilih yang bisa melihatnya, yaitu orang yang suci.”

(Suluk Wali Sanga, R. Tanaja, hlm. 42-46).

Ungkapan no. 5, 6, dan 7.

Dinyatakan dalam sidang para wali yang dipimpin oleh Sunan Giri bertempat

di Giri Kedaton. Penjelasan Syekh Siti Jenar bahwa dirinya bukan badan

menanggapi pernyataan Maulana Maghribi yang bertanya, “Tetapi yang kau

tunjukkan itu hanya badan.” Syekh Siti Jenar menyampaikan ajaran “ingsun”

yang dikemukakan secara radikal, yang mengajarkan kesamaan tuntas antara

san pembicara dengan Allah. Ini sebagai efek dari berbagai pengalaman

spiritualnya yang demikian tinggi, sehingga Manunggaling Kawula-Gusti juga

meniscayakan adanya manunggalnya kalam (pembicaraan, sabda, firman).

Adapun gelar Prabu Satmata memilki makna sama dengan Hyang Manon atau

Yang Maha Tahu. Gelar tersebut juga diberikan kepada para Walisanga kepada

Sunan Giri. Nampak bahwa Syekh Siti Jenar memiliki pendirian tegas, bahwa

ilmu spiritual harus diajarkan kepada semua orang. Karena justru dengan

Page 4: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 4/55

 

membuka tabir itulah, orang akan mengetahui hakikat kehidupan dan rahasia

hidupnya.

DELAPAN

“Syekh Lemah Abang namaku, Rasulullah ya aku, Muhammad ya aku, AsmaAllah itu sesungguhnya diriku; ya Akulah yang menjadi Allah ta’ala.”

(Wawacan Sunan Gunung Jati terbitan Emon Suryaatmana dan T.D. Sudjana,

Pupuh 38 Sinom, bait 13).

Ungkapan mistik Syekh Siti Jenar tersebut menunjukkan, bahwa dalam teologi

manunggaling kawula-Gusti, tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba

dan pencipta sebagaimana apa yang dialami oleh Bayazid al-Bustami dan

Manshur al-Hallaj. Dalam kasus pengalaman mistik Syekh Siti Jenar, antara

syahadat Rasul dan syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan.

Sehingga dalam pengalaman mistik manunggal ini, terjadi kemanunggalan diri,Rasul dan Tuhan. Suatu titik puncak pengalaman spiritual, yang sudah dialami

oleh para ulama sufi sejak abad ke-9, yakni sejak fana’nya Bayazid al-

Busthami, Junaid al-Baghdadi, “ana al-Haqq”-nya Manshur al-Hallaj, juga

‘Aynul Quddat al-Hamadani, dan Syaikh al-Isyraq Syuhrawardi al-Maqtul, dan

akhirnya menemukan titik kulminasinya pada teologi Manunggaling Kawula-

Gusti Syekh Siti Jenar.

SEMBILAN

“Sesungguhnyalah, Lapal Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa

dan tiada tampak, membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia

tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi

bingung. Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan

untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu janji. Nama itu

ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan: “Muhammad Rasulullah”.

Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur

bercampur tanah.” “Lain jika kita sejiwa dengan Zat Yang Maha Luhur. Ia

gagah berani, naha sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta. Dia itu

Pangeran saya, yang menguasai dan memerintah saya, yang bersifat

wahdaniyah, artinya menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadimengembara melebihi peluru atau anak sumpitan, bukan budi bukan nyawa,

bukan hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.” “Dia

itu yang bersatu padu menjadi wujud saya. Tiada susah payah, kodrat dan

kehendak-Nya, pergi ke mana saja tiada haus, tiada lelah tanpa penderitaan dan

tiada lapar. Kekuasan-Nya dan kemampuan-Nya tiada kenal rintangan,

sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari

Page 5: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 5/55

 

 jiwa raga saya kearif-bijaksanaan tanpa saya ketahui keluar dan masuk-Nya,

tahu-tahu saya menjumpai Ia sudah ada disana”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki

Sastrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 45-48).

Pernyataan di atas adalah tafsir sederhana dari sasahidan yang menjadi intisari

ajaran Syekh Siti Jenar, dan landasan mistik teologi kemanunggalan. Kalimah

syahadat yang hanya diucapkan dengan lisan dan hanya dihiasi dengan

 perangkat kerja fisik (pelaksanaan fiqih Islam dengan tanpa aplikasi spiritual),

hakikatnya adalah kebohongan. Pelaksanaan aspek fisik keagamaan yang tidak 

disertai dengan implikasi kemanunggalan roh, sebenarnya jiwa orang itu

mencuri, yakni mencuri dari perhatiannya kepada aspek Allah dalam diri. Itulah

sebenar-benarnya munafik dalam tinjauan batin, dan fasik dalam kacamata

lahir. Sebab manusia sebagai khalifah-Nya adalah cermin Ilahiyah yang harus

menampak kepada seluruh alam. Sebagai alatnya adalah kemanunggalan

wujudiyah sebagaimana terdapat dalam Sasahidan. Terdapat kesatupaduan

antara Allah, Rasul dan manusia. Masing-masing bukanlah sesuatu yang salingasing mengasingkan.

Kesejatian Hidup dan Kehidupan

SEPULUH.

“Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejatian hidup,

engkau sejatinnya Allah, ya ingsun sejatinya Allah; yakni wujud (yang

  berbentuk) itu sejatinya Allah, sir (rahsa=rahasia) itu Rasulullah, lisan

(pangucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah, sir Allah, rasa Allah,

rahasia kesejatian Allah, ya ingsun (aku) ini sejatinya Allah.” (Wejangan

Walisanga: hlm. 5).

Subtansi dari ungkapan spiritual tersebut adalah bahwa kesejatian hidup,

rahasia kehidupan hanya ada pada pengalaman kemanunggalan antara kawula-

Gusti. Dan dalam tataran atau ukuran orang ‘awam hal itu bisa diraih dengan

memperhatikan uraian dan wejangan Syekh Siti Jenar tentang “Shalat Tarek 

Limang Waktu”.

SEBELAS

“Adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidup itupun

ditetapkan oleh diri sendiri. Tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan,

tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tiada

diinginkan oleh hidup. Dengan demikian hidupnya kehidupan itu, berdiri

sendiri sekehendak.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III

Dandanggula, 32).

Page 6: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 6/55

 

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kebebasan manusia dalam

menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang terbebas dari

 belenggu kultural maupun belenggu struktural. Dalam hidup ini, tidak boleh

ada sikap saling menguasai antar manusia, bahkan antara manusia dengan

Tuhanpun hakikatnya tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Ini jika

melihat intisari ajaran manunggalnya Syekh Siti Jenar. Sebab dalam manusia

ada roh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas pribadinya dalam

menjalani kehidupan di dunia ini.

Dan allah itulah satu-satunya Wujud. Yang lain hanya sekedar mewujud.

Cahaya hanya satu, selain itu hanya memancarkan cahaya saja, atau

 pantulannya saja. Subtansi pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut adalah Qs. Al-

Baqarah/2;115, “Timur dan Barat kepunyaan Allah. Maka ke mana saja kamu

menghadap di situlah Wajah Allah. ” Wujud itu dalam Pribadi, dan di dunia

atau alam kematian ini, memerlukan wadah bagi pribadi untuk mengejawantah,

menguji diri sejauh mana kemampuannya mengelola keinginan wadag,sementara Pribadinya tetap suci.

Tuhan dan Kemanusiaan

DUA BELAS

“Zat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke

semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu

keinginan saja belum tentu dapat melaksanakan dengan tepat, apa lagi dua.

 Nah, cobalah untuk memisahkan zat wab/jibul maulana dengan budi, agar 

supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 44).

Manusia yang mendua adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat

kemanunggalan. Sementara manusia yang manunggal adalah pemilik jiwa yang

iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi. Sehingga akibat

terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan

yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu. Maka agar tidak 

terjadi split personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan

kehidupan, harus ada keterpaduan antara Zat Wajibul Maulana dengan budi

manusia. Dan sang Zat Wajibul Maulana ini berada di dalam kedirian manusia,

 bukan di luarnya.

TIGA BELAS

“Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, baka bersifat abadi,

tanpa antara, tiada erat dengan sakit ataupun rasa tidak enak. Ia berada baik di

sana, maupun di sini, bukan itu bukan ini. Oleh tingkah yang banyak dilakukan

dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu

Page 7: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 7/55

 

yang berwujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh

yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.” (Serat Syaikh Siti

Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 30).

Tuhan adalah yang maha meliputi. Keberadaannya, tidak dibatasi oleh lingkup

ruang dan waktu, keghaiban atau kematerian. Hakikat keberadaan segalasesuatu adalah keberadaan-Nya. Oleh karenanya keberadaan segala sesuatu di

hadapan-Nya sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu, termasuk kedirian

manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang

 baru” dalam arti tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada

 jiwa yang dinaungi roh Ilahi. Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi

keberadaan roh itu. Jangan terjebak hanya menghiasi wadahnya, namun

seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi

kebutuhannya adalah isi dari wadah.

EMPAT BELAS

“Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah

adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia,

membumbunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan

ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang Mulia.”

“Ke mana saja sunyi senyap adanya; ke utara, selatan, barat, timur dan tengah,

yang ada di sana-sana hanya di sini adanya. Yang ada di sini bukan wujud saya.

Yang ada didalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah

isi perut yang kotor. Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh,

laju pesat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekah dan

Madinah.”

“Saya ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan

niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan bukan kekosongan atau

kehampaan. Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk 

 bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air dan

udara kembali ke tempat asalnya atau aslinya, sebab semuanya barang baru,

 bukan asli.”

“Maka saya ini Zat yang sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat jalal dan jamal, artinya Mahamulia dan Mahaindah. Ia tidak mau shalat

atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintahkan untuk shalat kepada

siapapun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan

mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-

ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan

selalu mengajak mencuri.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III

Dandanggula, 33-36).

Page 8: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 8/55

 

Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri

manusia. Allah juga bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang

asma al-Ghayb, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secara

rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat roh

al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya.

Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik 

Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir 

materialistik dan matematis. Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan

 jiwa dan raga melalui roh al-idhafi. Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin

kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi

manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.

Sekali lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang

sudah tidak ada tingkatan lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan maka

sebaiknya disempurnakan lagi. Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu

dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan.

Semuanya berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam, apa kata Alam ini

ialah juga kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan

manusia beserta makhluk lainnya…allahu akbar.

LIMA BELAS

“Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam

kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api

neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya

sudah lepas dari alam saya kematian ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng

tiada ini itu.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VI Pangkur, 20-

21).

Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang

sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya.

Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga

keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda

kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia

akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah

ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna,

dengan segala kehidupan yang juga sempurna.

ENAM BELAS

“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam

Page 9: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 9/55

 

kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan

langgeng hidup saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih

hidup atau mati saya tidak sudi! Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang

menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan saya ke alam kehidupan!

Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada

sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam

kehidupan sejati.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII

Dandanggula, 14-16).

Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang

sesungguhnya, maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak 

terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian

 bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain.

Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai

keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena

itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah

“dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab

dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan.

Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas,

dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia

menghendaki kematiannya itu. Barulah jika seseorang memang tidak pernah

mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa

tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.

TUJUH BELAS

“…Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai

dalam mati, mati yang sempurna teramat oleklah dia. Manusia sejati-sejatinya

yang sudah meraih puncak ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya.

Menyebutkan mati syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah

dia dengan memboyong kratonnya. Kenikmatan mati tak dapat dihitung…” “…

Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam

 patinya, justru bagi ilmu orang remeh…” (Babad Jaka Tingkir-Babad Pajang,

hlm. 74).

Menurut penuturan Babad Jaka Tingkir, ungkapan mistik itu keluar dari ucapan

darah Syekh Siti Jenar, setelah dipenggal kepalanya oleh Dewan Walisanga.

Darah yang menyembur, jatuh ke tanah melukis kaligrafi la ilaaha illallah, dan

mengeluarkan ucapan-ucapan mistik tersebut. Para wali dan masyarakat yang

menyaksikannya terkejut campur bingung. Setelah beberapa saat, dari lisan

kepala yang sudah dipenggal, keluar ucapan yang memerintahkan agar darah

kembali ke jasadnya, demikian pula kepala menyatu dengan tubuh. Jelas bahwa

Page 10: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 10/55

 

kematian fisik tak mampu menyentuh Syekh Siti Jenar. Mati ada dalam hidup,

hidup ada dalam mati.hidup selamanya tidak mati, kembali ke tujuan, langgeng

selamanya. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam kepada semua yang

menyaksikan, Syekh Siti Jenar dengan diliputi oleh semerbak bau harum

terbungkus cahaya gemerlapan yang menyorot ke atas, kemudian lenyap

terserap ke dalam al-Ghaib, Dia Yang Sudah Dimuliakan. Iringan cahaya

 bersinar cemerlang, berkilau gemilang, berkobar menyala, menyuramkan sinar 

sang mentari, menyilaukan pandang semua orang yang menyaksikan.

Adapun pelaksanaan hukuman atas dirinya, oleh Syekh Siti Jenar sengaja

dibiarkan terlaksana, guna memenuhi hukum duniawi, sekaligus sebagai

monumen kebenaran ajarannya. Tanpa bukti yang dinampakkan secara dzahir,

maka kebenaran ajaran Manunggaling Kawula-Gusti tidak akan pernah

terwujud. Sebab pembuktian itu –sebagaimana sudah terjadi pada Mansur al-

Hallaj, al-Syuhrawardi dan ‘Aynul Quddat al-Hamadani sebagai pendahulunya

  – memang menuntut jasad sang Guru sebagai martir atau syahid bagi

kesufiannya. Dengan kemartirannya dan kesediannya sebagai syuhada’ bagi

sufisme di Tanah Jawa itulah ia disebut sebagai Syekh Jatimurni, Guru Pemilik 

Inti Kesejatian atau Pusar Ilmu Kasampurnan.

AJARAN TENTANG PENERAPAN RUKUN IMAN, ISLAM DAN

IHSAN

Materi Pokok Pengajaran Syekh Siti Jenar

DELAPAN BELAS

“…Kepada mereka, Siti Jenar pertama-tama mengajarkan akan asal usul

kehidupan, kedua diberitahukan akan pintu kehidupan. Ketiga, tempat besok 

  bila sudah hidup kekal abadi, keempat alam kematian yaitu yang sedang

dijalani sekarang ini. Lagipula mereka diberitahu akan adanya Yang Maha

Luhur…” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh IV Sinom, 6-7).

Kepada pada muridnya, Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu ma’rifat secata

  bertahap, yang harus dikuasai oleh seseorang, jika ingin menjadi manusia

sempurna (al-insan al-kamil), serta bagi yang ingin menempuh laku manunggal

dengan Tuhan. (1) Pertama-tama Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang asal-

usul manusia [ngelmu sangkan-paran]; (2) Langkah berikutnya, ia mengajarkan

masalah yang berkaitan dengan kehidupan, khususnya apa yang disebut sebagai

  pintu kehidupan; (3) Langkah ketiga Syekh Siti Jenar menunjukkan tempat

manusia besok ketika sudah hidup kekal abadi; (4) Taham keempat, ia

menunjukkan tempat alam kematian, yaitu yang sedang dialami dan dijalani

Page 11: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 11/55

 

manusia sekarang ini, di dunia ini, serta berbagai kiat cara menghadapinya; (5)

Langkah terakhir Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang adanya Tuhan Yang

Maha Luhur yang menjadikan bumi dan angkasa, sebagai pelabuhan akhir bagi

kemanunggalan dan keabadian.

Sasahidan: Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar

SEMBILAN BELAS

“Insun anakseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran amung

Ingsun, lan nakseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine

kang aran Allah iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaning-Sun, Muhammad iku

cahyaning-Sun, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kan

langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati, iya Ingsun kang waskitha orakasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa

wicaksana ora kukurangan ing pangerti, byar.. sampurna padhang terawang-an,

ora karasa apa-apa, ora ana keton apa-apa, mung Insun kang nglimputi ing

ngalam kabeh, kalawan kodrating-Sun.” (R. Ng. Ranggawarsita, WIRID

Punika Serat Wirid Anyariyo-saken Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi

Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert Rusche & Co., Surakarta, 1908,

hlm.15-16).

Terjemahan, “Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri, sesungguhnya

tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammaditu utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah Ingsun diri sendiri (badan-Ku),

Rasul itu Rahsa-Ku, Muhammad itu cahaya-Ku, Akulah Dzat yg hidup tidak 

akan terkena mati, Akulah Dzat yang selalu ingat tidak pernah lupa, Akulah

Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan, (bagi-Ku) tidak ada

yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai, yang Kuasa dan

Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benerang,

tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi sekalian

alam dengan kodrat-Ku.”

Ajaran tersebut disebut sebagai ajaran atau wejangan Sasahidan Serat Wirid

Hidayat Jati merupakan naskah paling terkenal hasil karya R. Ng.

Ranggawarsita. Menurut R. Ng. Ranggawarsita, naskah tersebut merupakan

wejangan wali ke-8. wali VIII yang dimaksud adalah Sunan Kajenar atau

Syekh Siti Jenar. Ini sesuai dengan pernyataan Ranggawarsita sendiri dalam

naskah tersebut pada halaman 5 dan 6, dimana wejangannya adalah Sasahidan

atau Penyaksian. Oleh Ranggawarsita, Sunan Kajenar disebut sebagai wali

dalam dua angkatan, yakni angkatan pertama di awal Kerajaan Demak dan

Page 12: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 12/55

 

angkatan dua, yakni pada masa akhir Kerajaan Demak. Melihat pernyataan ini,

logis jika tahun wafatnya Syekh Siti Jenar ditetapkan pada tahun 1517, sebab

setelah kekuasaan Raden Fatah usia Kerajaan Demak tidak berlangsung lama,

disambung dengan Kerajaan Pajang.

Dari wejangan Sasahidan itu, nampaklah pengalaman spiritual dan keadaan

kemanunggalan pada diri Syekh Siti Jenar terjadi dalam waktu yang lama, dan

mendominasi keseluruhan wahana batin Syekh Siti Jenar. Nampak juga bahwa

dalam intisari ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan sikap dzahir dari

ajaran Syekh Siti Jenar. Jika ilmu tidak ada yang dirahasiakan dalam

 pengajaran, maka demikian pula pengalaman batin dari keagamaan juga tidak 

 bisa disembunyikan. Dan pengalaman keagamaan yang terlahir tidak harus

ditutup-tutupi walaupun dengan dalih dan selubung syari’at. Dan akhirnya

dalam ajaran Sasahidan itulah, semua ajaran Syekh Siti Jenar tersimpul.

Kemanunggalan Ke-Iman-an

DUA PULUH

“Adapun manunggalnya keimanan, itu menjadi tempat berkumpulnya jauhar 

(mutiara) Muhammad, terdiri atas 15 perkara, seperti perincian di bawah ini:

a. Imannya imam, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,

engkau adalah keberadaan Allah.

  b. Imannya tokide (tauhid), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah panunggale (tempat manunggalnya) Allah.

c. Imannya syahadat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah sifatullah (sifatnya Allah).

d. Imannya ma’rifat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah kewaspadaan Allah.

e. Imannya shalat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,engkau adalah menghadap Allah.

f. Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah.

Page 13: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 13/55

 

g. Imannya takbir, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,

engkau adalah kepunyaan keangungan Allah.

h. Imannya saderah, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah pertemuan Allah.

i. Imannya kematian, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah kesucian Allah.

 j. Imannya junud, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,

engkau adalah wadahnya Allah.

k. Imannya jinabat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah kawimbuhaning (bertambahnya ni’mat dan

anugerah) Allah.

l. Imannya wudlu, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,

engkau adalah asma (Nama) Allah.

m.Imannya kalam (perkataan), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan

mensekutukan, engkau adalah ucapan Allah.

n. Imannya akal, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,

engkau adalah juru bicara Allah.

o. Imannya nur, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,engkau adalah wujudullah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagat

(makrokosmos), dunia akhirat, surga neraka, ‘arsy kursi, loh kalam (lauh al-

kalam), bumi langit, manusia, jin, belis (iblis) laknat, malaikat, nabi, wali,

orang mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung yang

disebut alam kiyal (‘alam al-khayal), maksudnya adalah angan-angannya

Tuhan, itulah yang agung yang disebut alam barzakh, yang dimaksudnya

adalah pamoring gusti kawula, yang disebut alam mitsal, yang dimaksudnya

adalah awal pengetahuan, yaitu kesucian dzat sifat asma af’al, yang disebut

alam arwah, maksudnya berkumpulnya nyawa yang adalah dipenuhi sifat

kamal jamal.” (Wedha Mantra, hlm. 54-55).

Ajaran tersebut terkenal dengan sebutan panunggaling iman. Dari aplikasi iman

dalam bentuk keimanan Manunggaling Kawula-Gusti tersebut tampak, bahwa

fungsi manusia sebagai khalifatullah (wakil real Allah) di muka bumi betul-

Page 14: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 14/55

 

 betul nyata. Manusia adalah cermin dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi

iradah dan kodrat yang berimbang. Semua bentuk syari’at agama ternyata

memiliki wujud implementasi bagi tekad hatinya, sekaligus ditampakkan

melalui tingkah lahiriyahnya.

Jelas sudah bahwa dalam sistem sufisme Imannya kehidupan, maksudnya

adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya

Allah, ajaran “langit” Allah berhasil “dibumikan” oleh Imannya kehidupan,

maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah

kehidupannya Allah. Melalui doktrin utama Manunggaling Kawula-Gusti.

Manusia diajak untuk membuktikan keberadaan Allah secara langsung, bukan

hanya memahami “keberadaan” dari sisi nalar-pikir (ilmu) dan rasa sentimen

makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan neraka). Imannya

kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau

adalah kehidupannya Allah. Mengajarkan dan mengajak manusia bersama-

sama “merasakan” Allah dalam diri pribadi masing-masing.

DUA PULUH SATU

Adapun yang menjadi maksud:

a. Iman, adalah pangandeling (pusaka andalan), roh.

 b. Tokid (tauhid), panunggale (saudara tak terpisah, tempat manunggal) roh.

c. Ma’rifat, penglihatan roh.

d. Kalbu, penerimaan (antena penerima) roh.

e. Akal, pembicaraannya roh.

f. Niat, pakaremaning roh.

g. Shalat, menghadapnya roh.

h. Syahadat, keadaan roh.” (Wedha Mantra, hlm. 54).

Pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut mempertegas maksud Manunggalnya

Iman di atas. Di dalam hal ini, Syekh Siti Jenar menjelaskan maksud dari

masing-masing doktrin pokok tauhid dan fiqih ketika dikaitkan dengan

spiritual. Iman, tauhid, ma’rifat, qalbu, dan akal adalah doktrin pokok dalam

Page 15: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 15/55

 

wilayah tauhid; dan niat, shalat serta syahadat adalah doktrin pokok fiqih. Oleh

Syekh Siti Jenar semua itu sirangkai menjadi bentuk perbuatan roh manusia,

sehingga masing-masing memiliki peran dan fungsi yang dapat menggerakkan

seluruh kepribadian manusia, lahir dan batin, roh dan jasadnya. Itulah makna

keimanan yang sesungguhnya. Sebab rukun iman, rukun Islam dan ihsan pada

hakikatnya adalah suatu kesatuan yang utuh yang membentuk kepribadian

illahiyah pada kedirian manusia.

DUA PULUH DUA

“Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai.

Kekuasaannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun

dalam merupakan kesantrian yang beraneka ragam. Iradatnya artinya kehendak 

yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh

dari pancaindera bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.” (Serat Syaikh SitiJenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandangula, 31).

Bagi Syekh Siti Jenar, kodrat dan iradat bukanlah hal yang terpisah dari

manusia, dan bukan mutlak milik Allah. Kodrat dan iradat menurut Syekh Siti

Jenar terkait erat dengan eksistensi sang Pribadi (manusia). Pribadi adalah

eksistensi roh. Maka jika roh adalah pancaran cahaya-Nya, pribadi adalah

tajalli-Nya, penjelmaan Diri-Nya. Pribadi adalah Allah yang menyejarah. Maka

Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa dirinya adalah sang pemilik dua puluh

sifat ketuhanan. Oleh karena itu kodrat merupakan kuasa pribadi, sifat yang

melekat pada pribadi sejak zaman azali dan itu langgeng. Demikian pula

adanya iradat, kehendak atau keinginan.

Antara karsa, keinginan dan kuasa, adalah hal yang selalu berkelindan bagi

wujud keduanya. Tentu menyangkut kehendak, setiap pribadi memiliki karsa

yang mandiri dan yang berhak merumuskan hanyalah “perundingan” antara

  pemilik iradah dengan Yang Maha Memiliki Iradah. Kemudian untuk 

mewujudkan rasa cipta itu, perlu juga pelimpahan kodrat Allah pada manusia.

Untuk itu semua, Syekh Siti Jenar mendidik manusia untuk mengetahui Yang

Maha Kuasa, dan mengetahui letak pintu kehidupan serta kematian. Tujuannya

  jelas, agar manusia menjadi Pribadi Sejati, pemilik iradah dan kodrat bagidirinya sendiri.

Syahadat

Page 16: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 16/55

 

DUA PULUH TIGA

“Inilah maksud syahadat: ‘Ashadu;jatuhnya rasa, ilaha;kesejatian rasa, illallah;

  bertemu rasa. Muhammad hasil karya yang maujud, Pangeran; kesejatian

kehidupan.”

Dalam hal syahadat ini, Syekh Siti Jenar mengajarkan berbagai macamsyahadat dan hal itu selaras dengan konsep utama ajarannya, manunggaling

kawula-Gusti, serta tetap di atas fondasi ajaran shalat daim. Syahadat dalam hal

ini, adalah menjadi keadaan roh, bukan sekedar ucapan lisan, dan hasil

 pengolahan nalar-pikiran, atau bisikan hati. Susunan kalimat syahadat adalah

campuran bahasa Arab dan bahasa Jawa. Hal ini menjadi kebiasaan Syekh Siti

Jenar dalam mengajarkan ajaran-ajarannya, sehingga dengan mudah dan

gamblang murid serta pengikutnya mampu memahami dan mengamalkan

ajaran tersebut, tanpa kesulitan akibat kendala bahasa.

Beberapa wali di Jawa, selain Syekh Siti Jenar juga memiliki dan mengajarkan

syahadat. Misalnya syahadat Sunan Giri, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat

kencana sinarawedi, sahadu minangka kencana sinarawedi, dzat sukma kang

ginawa mati, kurungan mas ilang tanpa kerana, sira muliha maring kubur.”

Syahadat Sunan Bonang, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana,

linggih ing maligi mas, ulir sjroh-ning geni muskala, ilang ing kawulat aja kari,

ya hu ya hu ya hu, sirna kurungan tanpa kerana.” Dan syahadat Sunan Kalijaga,

“Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana, kurungan mas, kuliting jati

sajatining sukma, ginawa mati, sirna tan ana kari, sukma ilang jiwa ilang, kang

lunga padha rupane, dap lap ilang,” (Wejangan Walisanga, hlm. 50).

Dibawah ini adalah aplikasi syahadat menurut Syekh Siti Jenar. Sebagiansyahadat yang ada merupakan dzikir dan wirid ketika Syekh Siti Jenar 

mengajarkan cara melepaskan air kehidupan (tirta nirmaya) untuk membuka

 pintu kematian menuju kehidupan sejati di alam akhirat. Syahadat-syahadat

sejenis juga diajarkan oleh Ki Ageng Pengging kepada Sunan Kudus, sebelum

wafatnya.

Jatunya rasa (tibaning rasa) maksudnya adalah meresapnya Allah dalam

kehendak dan kedalaman jiwa. Ini kemudian dipupuk dengan laku spiritual

yang melahirkan sajatining rasa (kesejatian rasa), di mana ruang keseluruhan

  jiwa telah terdominasi oleh al-Haqq (Allah). Kemudian lahirlah ungkapan

illallah sebagai puncak, yakni pertemuan rasa, manunggalnya yangmengungkapkan “asyhadu” dengan sarana ungkapan, yakni Allah.

Kemanunggalan ini memunculkan tenaga dan energi kreativitas positif, dalam

 bentuk karya yang berbentuk nyata, bermanfaat dan berdaya guna, serta bersifat

langgeng, yang diidentifikasikan dengan sebutan Muhammad (Yang Memiliki

Segala Keterpujian) sebagai perwujudan riil dari sang Wajib al-Wujud. Maka

diri manusia sebagai ”Pangeran” (Tuhan) itulah yang perupakan kesejatian

Page 17: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 17/55

 

hidup atau kehidupan. Syahadat dalam sistem ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah

hanya sekedar bentuk pengakuan lisan yang berupa syahadat tauhid dan

syahadat rasul. Namun syahadat adalah persaksian batin, yang teraplikasi

dalam tindakan dzahir sebagai wujud kemanunggalan kawula-Gusti. Dengan

demikian syahadat mampu melahirkan karya-karya yang bermanfaat.

DUA PULUH EMPAT

“Mengertilah, bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tau maka

sekaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti

hewan. Lafalnya mengucapkan adalah : “Syahadat Sakarat Sajati, iya Syahadat

Sakarat, wus gumanang waluya jati sirne eling mulya maring tunggal, waluya

  jati iya sajatining rasa, lan dzat sajatining dzat pesthi anane langgeng tan

kenaning owah, dzat sakarat roh madhep ati muji matring nyawa, tansah neng

dzatullah, kurungan mas melesat, eling raga tan rusak sukma mulya Maha

Suci.” (Mantra Wedha, bab 205, hlm. 53).

(Syahadat Sakarat Sejati adalah Syahadat Sakarat [Menjelang dan proses

datangnya pintu kematian], sudah nyata penuh kesempatan hilangnya ingatan

kemuliaan kepada yang tunggal, keselamatan dan kesentosaan itu adalah

sejatinya kehidupan, tunggal sejatinya hidup, hidup sejatinya rasa dan sejatinya

rasa dan dzat sejatinya dzat pasti dalam keberadaan kelanggengan tidak terkena

 perubahan, dzat sekarat roh menghadap hati memuji nyawa, selalu berada

dalam dzatullah, sangkar mas hilang, mengingat raga tidak terkena kerusakan

sukma mulia Maha Suci).

Syahadat Sakarat adalah syahadat atau persaksian menjelang kematian.

Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu ajaran Syekh Siti Jenar adalah

kemampuan memadukan iradah dan qudrat diri dengan iradah dan qudrat Ilahi,

sebagai efek kemanunggalan. Sehingga apa yang menjadi ilmu Allah, maka itu

adalah ilmu diri manusia yang manunggal. Maka orang yang sudah meninggal

mencapai al-Insan al-Kamil, juga mengetahui kapan saatnya dia meninggalkan

alam kematian di dunia ini, menuju alam kehidupan sejati di akhirat, untuk 

menyatu selamanya dengan Allah. Syahadat sekarat yang terpapar di atas,

adalah syahadat sakarat yang bersifat umum, sebab nanti masih ada beberapa

syahadat. Semua syahadat yang diajarkan Syekh Siti Jenar menjadi lafal harianatau dzikir, terutama saat menjelang tidur, agar dalam kondisi tidur juga tetap

  berada dalam kondisi kemanunggalan iradah dan qodrat. Namun syahadat-

syahadat yang ada tidak hanya sekedar ucapan, sebab saat pengucapan harus

disertai dengan laku (meditasi) dan paling tidak mengheningkan daya cipta,

rasa dan karsa, sehingga lafal-lafal yang berupa syahadat tersebut, menyelusup

 jauh ke dalam diri atau dalam sukma.

Page 18: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 18/55

 

DUA PULUH LIMA

“Syahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi

cahya, lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna

mulih maring sajati, kari amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena

  pati.” (syahadat Allah, Allah, Allah badan lebur menjadi (roh) idhafi, (roh)

idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur sirna kembali kepada yang sejati,

tinggallah hanya Allah semata yang abadi tidak terkena kematian). [Mantra

Wedha, hlm. 53).

Syahadat paleburan diucapkan ketika (menjalani keheningan = samadhi),

menyatukan diri kepada Allah. Lafal tersebut lahir dari pengalaman Syekh Siti

Jenar ketika memasuki relung-relung kemanunggalan, di mana jasad fisiknya

ditinggalkan rohnya, sesudah semua nafs dalam dirinya mengalami kasyaf.

DUA PULUH ENAM“Ashadu-ananingsun, la ilaha rupaningsun, illallah – Pangeransun, satuhune ora

ana Pangeran angging Ingsun, kang badan nyawa kabeh” (ashadu-

keberadaanku, la ilaha – bentuk wajahku, illallah – Tuhanku, sesungguhnya

tidak ada Tuhan selain Aku, yaitu badan dan nyawa seluruhnya).

Inilah yang disebut Syahadat Sajati. Pengakuan sejati ini adalah ungkapan yang

sebenarnya bersifat biasa-biasa saja, di mana ungkapan tersebut lahir dari hati

dan rohnya, sehingga dari ungkapan yang ada dapat diketahui sampai di mana

tingkatan tauhidnya (tauhid dalam arti pengenalan akan ke-Esaan Allah), bukan

sekedar pengenalan akan nama-nama Allah.

DUA PULUH TUJUH

“Sakarat pujine pati, maksude napas pamijile napas, kaketek meneng-meneng,

iya iku sing ameneng, pati sukma badan, mulya sukma sampurna, mulih maring

dzatullah, Allah kang bangsa iman, iman kang bangsa nur, nur kang bangsa

Rasulullah, iya shalat albar, Muhammad takbirku, Allah Pangucapku, shalat jati

asembahyang kalawan Allah, ora ana Allah, ora ana Pangeran, amung iku

kawula tunggal, kang agung kang kinasihan.” (mantra Wedha, hlm. 53).

“Sekarat ku kemuliaan kematian, maksudnya adalah napas munculnya napas,

yang hilang berangsur-angsur secara diam-diam, yaitu yang kemudian diam,

kematian sebagai sukma badan-wadag, kemuliaan sukma kesempurnaan,

kembali kepada dzatullah, Allah sebagai labuhan iman, iman yang berbentuk 

cahaya, cahaya yang berwujud Rasulullah, yaitu adalah shalat yang agung,

Muhammad sebagai takbirku, Allah sebagai ucapanku, shalat sejati

Page 19: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 19/55

 

menyembah Allah, tidak ada Allah tidak ada Tuhan, hanyalah aku (kawula)

yang tunggal saja, yang agung dan dikasihi.”

Ini adalah Syahadat Sakarat Permulaan Kematian. Ketika seseorang sudah

melihat akhir hayatnya, maka orang tersebut diajarkan untuk memperbanyak 

melafalkan dan mengamalkan “syahadat sakarat wiwitane pati” ini.

DUA PULU DELAPAN

“Ashadu ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan kenaning

 pati, mulya tan kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya rasulullah, sirna

manjing sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng langgeng amisesa

 budine, angen-angene tansah amadhep ing Pangeran.” (mantra Wedha, hlm.

54).

(Ashadu keberadaanku, yang menunjukkan jalan yang terang, yang hidup tidak 

terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkenakematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena lupa, itulah

rasa yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang, itulah

hakikat Rasulullah, hilang musnah ketempat wujud yang hening, hilang

keheningan menyatu-tunggal menempati secara abadi memelihara budi, angan-

angan selalu menghadap Tuhan).

Syahadat Sekarat Hati pada hakikatnya adalah syahadat Nur Muhammad. Suatu

 penyaksian bahwa kedirian manusia adalah bagian dari Nur Muhammad. Dari

inti syahadat ini, jelas bahwa kematian manusia bukanlah jenis kematian pasif,

atau kematian negatif, dalam arti kematian yang bersifat memusnahkan.

Kematian dalam pandangan sufisme Syekh Siti Jenar hanya sebagai gerbang

menuju kemanunggalan, dan itu harus memasuki alam Nur Muhammad.

Bentuk konkretnya, dalam pengalaman kematian itu, orang tersebut tidaklah

kehilangan akan kesadaran manunggal-Nya. Ia melanglang buana menuju asal

muasal hidup. Oleh karenanya keadaan kematiannya bukanlah suatu kehinaan

sebagaimana kematian makhluk selain manusia. Di sinilah arti penting adanya

syafa’at sang Utusan (Rasulullah) dalam bentuk Nur Muhammad atau hakikat

Muhammad. Nur Muhammad adalah roh kesadaran bagi tiap Pribadi dalam

menuju kemanunggalannya. Sehingga dengan Nur Muhammad itulah maka

  pengalaman kematian oleh manusia, bagi Syekh Siti Jenar bukan sejeniskematian yang pasif, atau kematian yang negatif, dalam arti kematian dalam

 bentuk kemusnahan sebagaimana yang terjadi terhadap hewan.

Kematian itu adalah sesuatu aktivitas yang aktif. Sebab ia hanyalah pintu

menuju keadaan manunggal. Dalam ajaran Syekh Siti Jenar yang

diperuntukkan bagi kaum ‘awam (orang yang belum mampu mengalami

Manunggaling Kawula-Gusti secara sempurna) di atas, nampak bahwa dalam

Page 20: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 20/55

 

kematian itu, seseorang tetap tidak kehilangan kesadaran kemanunggalannya.

Dengan hakikat Muhammadnya ia tetap sadar dalam pengalaman kematian itu,

  bahwa ia sedang menempuh salah satu lorong manunggal. Melalui lorong

itulah kediriannya menuju persatuan dengan Sang Tunggal. Kematian manusia

adalah proses aktif sang al-Hayyu (Yang Maha Hidup), sehingga hanya dengan

 pintu yang dinamakan kematian itulah, manusia menuju kehidupan yang sejati,

urip kang tan kena pati, hidup yang tidak terkena kematian.

DUA PULUH SEMBILAN

“Syahadat Panetep panatagama, kang jumeneng roh idlafi, kang ana telenging

ati, kang dadi pancere urip, kang dadi lajere Allah, madhep marang Allah, iku

wayanganku roh Muhammad, iya, iku sajatining manusia, iya iku kang wujud

sampurna. Allahumma kun walikun, jukat astana Allah, pankafatullah ya hu

Allah, Muhammad Rasulullah.” (mantra Wedha, hlm. 54).

(Syahadat Penetap Panatagama, yang menempati roh idlafi, yang ada di

kedalaman hati, yang menjadi sumbernya kehidupan, yang menjadi

  bertempatnya Allah, menghadap kepada Allah, bayanganku adalah roh

Muhammad, yaitu sejatinya manusia, yaitu wujudnya yang sempurna.

Allahumma kun walikun jukat astana Allah, pankafatullah ya hu Allah,

Muhammad Rasulullah).

Syahadat ini adalah sejenis syahadat netral, yakni yang memiliki fungsi dan

esensi yang umum. Pengucapannya tidak berhubungan dengan waktu, tempat,

dan keadaan tertentu sebagaimana syahadat yang lain. Hakikat syahadat ini

hanyalah berfungsi untuk meneguhkan hati akan tauhid al-wujud.

TIGA PULUH

“Ini adalah syahadat sakaratnya roh (pecating nyawa), yang meliputi empat

 perkara :

1. Ketika roh keluar dari jasad, yakni ketika roh ditarik sampai pada pusar,

maka bacaan syahadatnya adalah, “la ilaha illalah, Muhammad rasulullah.”

2. Kemudian, ketika roh ditarik dari pusar sampai ke hati, syahadat rohnyaadalah “la ilaha illa Anta”.

3. Kemudian roh ditarik sampai otak, maka syahadatnya “la ilaha illa Huwa”.

4. Maka kemudian roh ditarik dengan halus. Saat itu sudah tidak mengetahui

 jalannya keluar roh dalam proses sekarat lebih lanjut. Sekaratnya manusia itu

Page 21: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 21/55

 

sangat banyak sakitnya, seakan-akan hidupnya sekejap mata, sakitnya

sepuluh tahun. Dalam keadaan seperti itulah manusia kena cobaan setan,

sehingga kebanyakkan kelihatan bahwa kalau tidak melihat jalan keluarnya

roh menjadi lama dalam proses sekaratnya. Jika rohnya tetap mendominasi

kesadarannya, tidak kalah oleh sifat setan, maka syahadatnya roh adalah “la

ilaha illa Ana”. (Mantra Wedha, bab 211, hlm. 57).

Ajaran tentang syahadat pecating nyawa tersebut diberikan oleh Syekh Siti

Jenar bagi orang yang belum mampu menempuh laku manusia manunggal,

sehingga diperlukan prasyarat lahiriyah yang berupa syahadat pecating nyawa

tersebut. Bagi yang sudah mampu menempuh laku manunggal, maka prosesnya

seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar, kematian bukan masalah kapan ajalnya

datang, juga bukan masalah waktu. Kematian termasuk dalam salah satu

agenda manunggalnya iradah dan qudrat kawula Gusti dan sebaliknya.

Kalau diperhatikan secara seksama, ajaran Syekh Siti Jenar yang dikhususkan

 bagi kalangan ‘awam (yang tidak mampu mengalami Manunggaling Kawula

Gusti secara sempurna) tersebut hampir sama dengan ajaran Syuhrawardi.

Shalat (tarek dan Daim)

Syekh Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat

tarek dan shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari

syari’at. Shalat tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk 

sampai pada tingkatan Manunggaling Kawula Gusti, sedang shalat daimmerupakan shalat yang tiada putus sebagai efek dari kemanunggalannya.

Sehingga shalat daim merupakan hasil dari pengalaman batin atau pengalaman

spiritual. Ketika seseorang belum sanggup melakukan hal itu, karena masih

adanya hijab batin, maka yang harus dilakukan adalah shalat tarek. Shalat tarek 

masih terbatas dengan adanya lima waktu shalat, sedang shalat daim adalah

shalat yang tiada putus sepanjang hayat, teraplikasi dalam keseluruhan tindakan

keseharian ( penambahan, mungkin efeknya adalah berbentuk suci hati, suci

ucap, suci pikiran ); pemaduan hati, nalar, dan tindakan ragawi.

Kata “tarek” berasal dari kata Arab “tarki” atau “tarakki” yang memiliki arti

 pemisahan. Namun maksud lebih mendalam adalah terpisahnya jiwa dari dunia,

yang disusul dengan tanazzul (manjing)-nya al-Illahiyah dalam jiwa. Shalat

tarek yang dimaksud di sini adalah shalat yang dilakukan untuk dapat

melepaskan diri dari alam kematian dunia, menuju kemanunggalan. Sehingga

menurut Syekh Siti Jenar, shalat yang hanya sekedar melaksanakan perintah

syari’at adalah tindakan kebohongan, dan merupakan kedurjanaan budi.

Page 22: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 22/55

 

Pengambilan shalat tarek ini berasal dari Kitab Wedha Mantra bab 221; Shalat

Tarek Limang Wektu. (Sang Indrajit: 1979, hlm. 63-66).

Keterangan bagi yang mengamalkan ilmu shalat tarek lima waktu ini.

(Semua hal yang berkaitan dengan shalat tarek ini diterjemahkan dengan apa

adanya dari Kitab Wedha Mantra. Makna terjemahan yang bertanda kutip

hanyalah arti untuk memudahkan pemahaman. Adapun maksud dan substansi

yang ada dalam kalimat-kalimat asli dalam bahasa Jawa-Kawi, lebih mendalam

dan luas dari pemahaman dan terjemahan diatas.(penulisnya wanti-wanti

 banget). Pelaksanaan shalat tarek bisa saja diamalkan bersamaan dengan shalat

syari’at sebagaimana biasa, bisa juga dilaksanakan secara terpisah. Hanya saja

terdapat perbedaan dalam hal wudlunya. Jika dalam shalat syari’at, anggota

wudhu yang harus dibasuh adalah wajah, tangan, sebagian kepala, dan kaki,

sementara dalam shalat tarek adalah di samping tempat-tempat tersebut, harus

 juga membasuh seluruh rambut, tempat-tempat pelipatan anggota tubuh, pusar,

dada, jari manis, telinga, jidat, ubun-ubun, serta pusar tumbuhnya rambut(Jawa; unyeng-unyengan). Walhasil wudlu untuk shalat tarek sama halnya

dengan mandi besar (junub/jinabat).

Bahwa kematian orang yang menerapkan ilmu ini masih terhenti pada

keduniaan, akan tetapi sudah mendapatkan balasan surga sendiri. Maka paling

tidak ujaran-ujaran shalat tarek ini hendaknya dihafalkan, jangan sampai tidak,

agar memperoleh kesempurnaan kematian.

Bagi yang akan membuktikan, siapa saja yang sudah melaksanakan ilmu ini,

dapat saja dibuktikan. Ketika kematian jasadnya didudukkan di daratan (di atas

tanah), di kain kafan serta diberi kain lurub (penutup) serta selalu ditunggu,

kalau sudah mendapatkan dan sampai tujuh hari, bisa dibuka, niscaya tidak akan membusuk, (bahkan kalau iradah dan qudrahnya sudah menyatu dengan

Gusti), jasad dalam kafan tersebut sudah sirna. Kalau dikubur dengan posisi

didudukkan, maka setelah mendapat tujuh hari bisa digali kuburnya, niscaya

  jasadnya sudah sirna, dan yang dikatakan bahwa sudah menjadi manusia

sempurna. Maka karena itu, orang yang menerapkan ilmu ini, sudah menjadi

manusia sejati.

Sedangkan tentang ilmu ini, bukanlah manusia yang mengajarkan, cara

mendapatkannya adalah hasil dari laku-prihatin, berada di dalam khalwat

(meditasi, mengheningkan cipta, menyatu karsa dengan Tuhan sebagaimana

diajarkan Syekh Siti Jenar).Tentang anjuran untuk pembuktian di atas, sebenarnya tidak diperlukan, sebab

yang terpenting adalah penerapan pada diri kita masing-masing. Justru

  pembuktian paling efektif adalah jika kita sudah mengaplikasikan ilmu

tersebut. Apalagi pembuktian seperti itu jika dilaksanakan akan memancing

kehebohan, sebagaimana terjadi dalam kasus kematian Syekh Siti Jenar serta

 para muridnya.

Page 23: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 23/55

 

TIPULUH SATU

Shalat Subuh

 Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Kudus kang shalat, iya ikurohing Allah. Allah iku lungguh ana ing paningal, shalat iku sajrone shalat ana

gusti, sajroning gusti ana sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa

ana urip, sajro-ning urip ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep

weruh ing awakku.”

(Aku berniat shalat, roh Kudus yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya

Allah. Allah yang menempati penglihatan, shalat yang di dalam shalat itu ada

gusti, di dalam gusti ada sukma, di dalam sukma ada nyawa, di dalam nyawa

terdapat kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh,

kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar tetap mantap mengerti akan dirikusendiri).

Malaikatnya adalah Haruman (malaikat Rumman), memujinya dengan “Ya Hu,

Ya Hu.” Seratus kali.

 Niatnya, “Niyatingsun shalat, sirku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,

tetep madhep langgeng weruh ing sirku.”

(Aku berniat shalat, sir [rahasia]-ku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu

akbar, tetap menghadap dengan abadi mengerti akan sir [rahasia]-ku).

Malaikatnya Haruman, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

Kemudian memuji; “ya Rajamu, ya Rajaku.” (Arab; Ya maliku al-Mulku).

Seratus kali.

Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.

Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jumeneng Allah, nur gumulung,

gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah,

rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta).

Seratus kali.

Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada

Allahku).Seratus kali.

Page 24: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 24/55

 

Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing

Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),

Seratus kali.

TIGA PULUH DUA

Shalat Luhur

 Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh idlafi kang shalat, iya iku

rohing Pangeran. Pangeran iku lungguhe ana ing kaketek, shalat iku sajroning

sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip

ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Pangeranku.”

(Aku berniat shalat, roh Idlafi yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya

Tuhan. Tuhan yang menempati ketiak, shalat yang di dalam sahalat itu ada

gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, didalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran

menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti

akan Tuhanku). Malaikatnya adalah Jabarail (malaikat Jibril), memujinya

dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

 Niatnya, “Niyatingsun shalat, kang shalat osikku, pardlu ta’ala Allahu akbar,

tetep mantep madhep langgeng weruh ing osikku.” (Aku berniat shalat, yang

shalat bisikan dan gerak hatiku, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap

mantap menghadap dengan abadi mengerti akan bisikan nuraniku).

Malaikatnya Jabarail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).

Seratus kali.

Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.

Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur 

gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak 

adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung

membuat semesta). Seratus kali.

Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada

Allahku).Seratus kali.

Page 25: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 25/55

 

Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing

Allahku”,

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus

kali.

TIGA PULUH TIGA

Shalat ‘Ashar

 Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Abadi kang shalat, iya iku

rohing Rasul. Rasul iku lungguhe ana ing poking ilat, shalat iku sajroning

sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip

ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Rasulku.”

(Aku berniat shalat, roh keabadian yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya

Utusan. Utusan Tuhan yang menempati ujung lidah, shalat yang di dalamsahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung

nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat

kesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap

mengerti akan Utusanku).

Malaikatnya adalah Mikail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

 Niatnya, “Niyatingsun shalat, angen-angenku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu

akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh ing angen-angenku.”

(Aku berniat shalat, angan-anganku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu

akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan angan-anganku).

Malaikatnya Mikail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).

Seratus kali.

Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.

Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur 

gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak 

adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung

membuat semesta). Seratus kali.

Page 26: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 26/55

 

Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada

Allahku).Seratus kali.

Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing

Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),Seratus kali.

TIGA PULUH EMPAT

Shalat Maghrib

 Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, rokhani kang shalat, iya iku rohing

Muhammad. Muhammad iku lungguhe ana ing talingan, shalat iku sajroning

sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning uripana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Muhammadku.”

(Aku berniat shalat, rohani yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya

Muhammad. Muhammad yang menempati ujung telinga, shalat yang di dalam

sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung

nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat

kesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap

mengerti akan Muhammadku).

Malaikatnya adalah Israfil, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

 Niatnya, “Niyatingsun shalat, tekadku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,

tetep mantep madhep langgeng weruh ing tekadku.”

(Aku berniat shalat, tekadku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar,

tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan tekadku).

Malaikatnya Israfil, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).Seratus kali.

Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.

Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur 

gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak 

Page 27: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 27/55

 

adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung

membuat semesta). Seratus kali.

Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena padaAllahku).Seratus kali.

Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing

Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),

Seratus kali.

TIGA PULUH LIMA

Shalat ‘Isya’

 Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Robbi kang shalat, iya iku

rohing urip. urip iku lungguhe ana ing napas, shalat iku sajroning sukma,

sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling,

 pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing uripku.”

(Aku berniat shalat, roh Pembimbing yang melaksanakan shalat, yaitulah

rohnya kehidupan. Utusan Tuhan yang menempati napas, shalat yang di dalam

sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung

nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapatkesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap

mengerti akan kehidupanku).

Malaikatnya adalah Izrail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

 Niatnya, “Niyatingsun shalat, karepku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,

tetep mantep madhep langgeng weruh ing karepku.”

(Aku berniat shalat, keinginanku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu

akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan keinginanku).

Malaikatnya Izrail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.

Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).

Seratus kali.

Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.

Page 28: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 28/55

 

Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur 

gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak 

adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung

membuat semesta). Seratus kali.

Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”

(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada

Allahku).Seratus kali.

Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing

Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),

Seratus kali.

TIGA PULUH ENAM

“Inilah shalat satu raka’at salam, yang dilaksanakan setiap tanggal (bulan

 purnama), dengan waktu tengah malam tepat :

a. Inilah niatnya, “Ushalli urip dzatullah Allahu akbar” (Aku berniat

melaksanakan shalat kehidupan dzatullah, Allahu akbar).

 b. Membaca surat al-Fatihah, kemudian membaca ayat dengan menyebut,

“aku pan Sukma” (Aku sang pemilik Sukma).

c. Melakukan ruku’ dengan menyebut, “langgeng urip dzatullah” (Kehidupan

abadi dzatullah).

d. Sujud dengan mengucapkan, “ibu bumi dzatullah”.

e. Duduk di antara dua sujud dengan doa, “langgeng urip dzatullah tan kena

 pati” (kehidupan abadi dzatullah yang tidak terkena kematian).

f. Sujud lagi dengan bacaan, “Ibu bumi dzatullah”.

g. Tahiyat dengan membaca, “Urip dzatullah”.

h. Membaca syahadat dengan bacaan, “Ashadu uripingsun lan sukma”

(Ashadu kehidupanku dan Sukma).

I. Salam dengan bacaan, “Ingsun kang agung, ingsun kang memelihara

kehidupan yang tidak terkena kema-tian.

Page 29: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 29/55

 

 j. Membaca doa, “Allahumma papan tulis hadhdhari langgeng urip tan kena

 pati” (Allahumma papan tulis segala sesuatu yang abadi hidup yang tak 

 pernah terkena mati).

k. Kemudian berdoa dalam hati, “Ingsun kang agung ingsun kang wisesa suci

dhiriningsun” (ingsun yang Agung, ingsun yang memelihara, suci dirikusendiri [ingsun]).

Dalam Islam dikenal shalat satu raka’at, namun itu hanya sebagian dari shalat

witir (shalat penutup akhir malam dengan raka’at yang ganjil).

Shalat satu raka’at salam dalam ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah shalat witir,

namun shalat ngatunggal, atau shalat yang dilaksanakan dalam rangka

mencapai kemanunggalan diri dengan Gusti.

Bacaan-bacaan shalat ngatunggal tidak semuanya memakai bahasa Arab, hanyalafazh takbir dan al-Fatihah serta ayat-ayat yang dibaca satu madzhab fiqih

Islam sekalipun (yakni madzhab Imam Hanafi, dan di Indonesia terutama

madzhab Hasbullah Bakri), bacaan dalam shalat selain takbir dan al-Fatihah

 boleh diucapkan dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab).

TIGA PULUH TUJUH

“Shalat lima kali sehari, puji dan dzikir itu adalah kebijaksanaan dalam hati

menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akanmenerima, dengan segala keberanian yang dimiliki.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki

Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 33).

Syekh Siti Jenar menuturkan bahwa sebenarnya shalat sehari-hari itu hanyalah

 bentuk tata krama dan bukan merupakan shalat yang sesungguhnya, yakni

shalat sebagai wahana memasrahkan diri secara total kepada Allah dalam

kemanunggalan. Oleh karenanya dalam tingkatan aplikatif, pelaksanaannya

hanya merupakan kehendak masing-masing pribadi.

Demikian pula, masalah salah dan benarnya pelaksanaan shalat yang limawaktu dan ibadah sejenisnya, bukanlah esensi dari agama. Sehingga merupakan

hal yang tidak begitu penting untuk menjadi perhatian manusia. Namanya juga

sebatas krama, yang tentu saja masing-masing orang memiliki sudut pandang

sendiri-sendiri.

Page 30: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 30/55

 

TIGA PULUH DELAPAN

“Pada waktu saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya

melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang

menginginkan keduniaan yang banyak. Lain dengan Zat Allah yang bersama

diriku. Nah, saya inilah Yang Maha Suci, Zat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki

Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 37).

Pada kritik yang dikemukakan Syekh Siti Jenar terhadap Islam formal

Walisanga tersebut, namun jelas penolakan Syekh Siti Jenar atas model dan

materi dakwah Walisanga. Pernyataan tersebut sebenarnya berhubungan erat

dengan pernyataan-pernyataan pada point 37 diatas, dan juga pernyataan

mengenai kebohongan syari’at yang tanpa spiritualitas di bawah.

Menurut Syekh Siti Jenar, umumnya orang yang melaksanakan shalat,

sebenarnya akal-budinya mencuri, yakni mencuri esensi shalat yaitukeheningan dan kejernihan busi, yang melahirkan akhlaq al-karimah. Sifat

khusyu’nya shalat sebenarnya adalah letak aplikasi pesan shalat dalam

kehidupan keseharian.

Sehingga dalam al-Qur’an, orang yang melaksanakan shalat namun tetap

memiliki sifat riya’ dan enggan mewujudkan pesan kemanusiaan disebut

mengalami celaka dan mendapatkan siksa neraka Wail. Sebab ia melupakan

makna dan tujuan shalat (QS. Al-Ma’un/107;4-7). Sedang dalam Qs.Al-

Mukminun/23; 1-11 disebutkan bahwa orang yang mendapatkan keuntungan

adalah orang yang shalatnya khusyu’. Dan shalat yang khusyu’ itu adalah shalatyang disertai oleh akhlak berikut : (1) menghindarkan diri dari hal-hal yang sia-

sia dan tidak berguna, juga tidak menyia-siakan waktu serta tempat dan setiap

kesempatan; (2) menunaikan zakat dan sejenisnya; (3) menjaga kehormatan diri

dari tindakan nista; (4) menepati janji dan amanat serta sumpah; (5) menjaga

makna dan esensi shalat dalam kehidupannya. Mereka itulah yang disebutkan

akan mewarisi tempat tinggal abadi; kemanunggalan.

  Namun dalam aplikasi keseharian, apa yang terjadi? Orang muslim yang

melaksanakan shalat dipaksa untuk berdiam, konsentrasi ketika melaksanakan

shalat. Padahal pesan esensialnya adalah, agar pikiran yang liar diperlihara dandigembalakan agar tidak liar. Sebab pikiran yang liar pasti menggagalkan pesan

khusyu’ tersebut. Khusyu’ itu adalah buah dari shalat. Sedangkan shalat

hakikatnya adalah eksperimen manunggal dengan Gusti. Manunggal itu adalah

al-Islam, penyerahan diri <Wong Jowo ngomonge’ Pasrah Bongkoan>.

Sehingga doktrin manunggal bukanlah masalah paham qadariyah atau

 jabariyah, fana’ atau ittihad.

Page 31: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 31/55

 

 Namun itu adalah inti kehidupan. Khusyu’ bukanlah latihan konsentrasi, bukan

  pula meditasi. Konsentrasi dan meditasi hanya salah satu alat latihan

menggembalaan pikiran. Wajar jika Syekh Siti Jenar menyebut ajaran para wali

sebagai ajaran yang telah dipalsukan dan menyebut shalat yang diajarkan para

Wali adalah model shalatnya para pencuri.

Puasa Zakat dan Haji

TIGA PULUH SEMBILAN

“Syahadat, shalat dan puasa itu, sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu.

Adapun zakat dan naik haji ke Mekah, itu semua omong kosong (palson

kabeh). Itu seluruhnya kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama manusia.

Orang-orang dungu yg menuruti aulia, karena diberi harapan surga di kelak 

kemudian hari, itu sesungguhnya keduanya orang yang tidak tahu. Lain halnya

dengan saya, Siti Jenar. Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud-sujud di mesjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah

menjadi tebal, kepala berbelulang. Sesungguhnya hal ini tidak masuk akal! Di

dunia ini semua manusia adalah sama. Mereka semua mengalami suka-duka,

menderita sakit dan duka nestapa, tiada beda satu dengan yang lain. Oleh

karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal saja, yaitu Gusti Zat

Maulana.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula,

38-39>.

Syekh Siti jenar menyebutkan bahwa syariat yang diajarkan para wali adalah

“omong kosong belaka”, atau “wes palson kabeh”(sudah tidak ada yang asli).

Tentu istilah ini sangat amat berbeda dengan anggapan orang selama ini, yang

menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar menolak syari’at Islam. Yang ditolak 

adalah reduksi atas syari’at tersebut. Syekh Siti Jenar menggunakan istilah “iku

wes palson kabeh”, yg artinya “itu sudah dipalsukan atau dibuat palsu semua.”

Tentu ini berbeda pengertiannya dengan kata “iku palsu kabeh” atau “itu palsu

semua.”

Jadi yang dikehendaki Syekh Siti Jenar adalah penekanan bahwa syari’at Islam

 pada masa Walisanga telah mengalami perubahan dan pergeseran makna dalam

 pengertian syari’at itu. Semuanya hanya menjadi formalitas belaka. Sehingga

manfaat melaksanakan syariat menjadi hilang. Bahkan menjadi mudharat

karena pertentangan yang muncul dari aplikasi formal syariat tsb.

Bagi Syekh Siti Jenar, syariat bukan hanya pengakuan dan pelaksanaan, namun

 berupa penyaksian atau kesaksian. Ini berarti dalam pelaksanaan syariat harus

ada unsur pengalaman spiritual. Nah, bila suatu ibadah telah menjadi palsu,

Page 32: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 32/55

 

tidak dapat dipegangi dan hanya untuk membohongi orang lain, maka

semuanya merupakan keburukan di bumi. Apalagi sudah tidak menjadi sarana

 bagi kesejahteraan hidup manusia. Ditambah lagi, justru syariat hanya menjadi

alat legitimasi kekuasaan (seperti sekarang ini juga).Yang mengajarkan syari’at

 juga tidak lagi memahami makna dan manfaat syari’at itu, dan tidak memiliki

kemampuan mengajarkan aplikasi syari’at yg hidup dan berdaya guna.

Sehingga syari’at menjadi hampa makna dan menambah gersangnya kehidupan

rohani manusia.

 Nah, yg dikritik Syekh Siti Jenar adalah shalat yg sudah kehilangan makna dan

tujuannya itu. Shalat haruslah merupakan praktek nyata bagi kehidupan. Yakni

shalat sebagai bentuk ibadah yg sesuai dgn bentuk profesi kehidupannya.

Orang yg melakukan profesinya secara benar, karena Allah, maka hakikatnya ia

telah melaksanakan shalat sejati, shalat yg sebenarnya. Orientasi kepada yang

Maha Benar dan selalu berupaya mewujudkan Manunggaling Kawula Gusti,

termasuk dalam karya, karsa-cipta itulah shalat yg sesungguhnya. Itulah pula

yang menjadi rangkaian antara iman, Islam, dan Ihsan. Lalu bagaimana posisi

shalat lima waktu? Shalat lima waktu dalam hal ini menjadi tata krama syari’at

atau shalat nominal.

Makna Ihsan

EMPAT PULUH

“Itulah yang dianggap Syekh Siti Jenar Hyang Widi. Ia berbuat baik danmenyembah atas kehendak-NYA. Tekad lahiriahnya dihapus. Tingkah lakunya

mirip dengan pendapat yg ia lahirkan. Ia berketetapan hati untuk berkiblat dan

setia, teguh dalam pendiriannya, kukuh menyucikan diri dari segala yg kotor,

untuk sampai menemui ajalnya tidak menyembah kepada budi dan cipta. Syekh

Siti Jenar berpendapat dan menggangap dirinya bersifat Muhammad, yaitu sifat

rasul yg sejati, sifat Muhammad yg kudus.”

EMPAT PULUH SATU“Gusti Zat Maulana. Dialah yg luhur dan sangat sakti, yg berkuasa maha besar,

lagipula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas kehendak-NYA. Dialah yg maha

kuasa, pangkal mula segala ilmu, maha mulia, maha indah, maha sempurna,

maha kuasa, rupa warna-NYA tanpa cacat seperti hamba-NYA. Di dalam raga

manusia Ia tiada nampak. Ia sangat sakti menguasai segala yg terjadi dan

menjelajahi seluruh alam semesta, Ngidraloka”.

Page 33: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 33/55

 

Dua kutipan di atas adalah aplikasi dari teologi Ihsan menurut Syekh Siti Jenar,

 bahwa sifatullah merupakan sifatun-nafs. Ihsan sebagaimana ditegaskan oleh

 Nabi dalam salah satu hadistnya (Sahih Bukhari, I;6), beribadah karena Allah

dgn kondisi si ‘Abid dalam keadaan menyaksikan (melihat langsung) langsung

adanya si Ma’bud. Hanya sikap inilah yg akan mampu membentuk kepribadian

yg kokoh-kuat, istiqamah, sabar dan tidak mudah menyerah dalam menyerukan

kebenaran.

Sebab Syekh Siti Jenar merasa, hanya Sang Wujud yg mendapatkan haq untuk 

dilayani, bukan selain-NYA. Sehingga, dgn kata lain, Ihsan dalam aplikasinya

atas pernyataan Rasulullah adalah membumikan sifatullah dan sifatu-

Muhammad menjadi sifat pribadi.

Dengan memiliki sifat Muhammad itulah, ia akan mampu berdiri kokoh

menyerukan ajarannya dan memaklumkan pengalamannya dalam

“menyaksikan langsung” ada-NYA Allah. “Persaksian langsung” itulah terjadi

dalam proses manunggal.

EMPAT PULUH DUA

“Bonang, kamu mengundang saya datang di Demak. Saya malas untuk Datang,

sebab saya merasa tidak di bawah atau diperintah oleh siapapun, kecuali oleh

hati saya. Perintah hati itu yang saya turutinya, selain itu tidak ada yang saya

  patuhi perintahnya. Bukankah kita sesama mayat? Mengapa seseorang

memerintah orang lain? Manusia itu sama satu dengan yang lain, sama-samatidak mengetahui siapa Hyang Sukma itu. Yang disembah itu hanya nama-Nya

saja. Meskipun demikian ia bersikap sombong, dan merasa berkuasa

memerintah sesama bangkai.” <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki Sasrawijaya, Pupuh

VII Asmarandana, 50-51>.

Ihsan berasal dari kondisi hati yg bersih. Dan hati yg bersih adalah pangkal

serta cermin seluruh eksistensi manusia di bumi. Keihsanan melahirkan

ketegasan sikap dan menentang ketundukan membabi-buta kepada makhluk.

Ukuran ketundukan hati adalah Allah atau Sang Pribadi. Oleh karena itu,

sesama manusia dan makhluk saling memiliki kemerdekaan dan kebebasan diri.

Dan kebebasan serta kemerdekaan itu sifatnya pasti membawa kepada

kemajuan dan peradaban manusia, serta tatanan masyarakat yg baik, sebab

diletakkan atas landasan Ke-Ilahian manusia. Penjajahan atas eksistensi

manusia lain hakikatnya adalah bentuk dari ketidaktahuan manusia akan Hyang

Widhi…Allah (seperti Rosul sering sekali mengatakan bahwa “Sesungguhnya

mereka tidak mengerti”).

Page 34: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 34/55

 

Karena buta terhadap Allah Yang Maha Hadir bagi manusia itulah, maka

manusia sering membabi-buta merampas kemanusiaan orang lain. Dan hal ini

sangat ditentang oleh Syekh Siti Jenar. Termasuk upaya sakralisasi kekuasaan

Kerajaan Demak dan Sultannya, bagi Syekh Siti Jenar harus ditentang, sebab

akan menjadi akibat tergerusnya ke-Ilahian ke dalam kedzaliman manusia yang

mengatasnamakan hamba Allah yg shalih dan mengatasnamakan demi

 penegakan syari’at Islam.

EMPAT PULUH TIGA

“Hyang Widi, wujud yg tak nampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-

sifatnya mempunyai wujud, seperti penampakan raga yg tiada tampak.

Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus,

lurus terus-menerus, menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal

tiada bermula, sifat dahulu yg meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.”

Pribadi adalah pancaran roh, sebagai tajalli atau pengejawantahan Tuhan. Dan

itu hanya terwujud dengan proses wujudiyah, Manuggaling Kawula-Gusti,

sebagai puncak dan substansi tauhid. Maka manusia merupakan wujud dari

sifat dan dzat Hyang Widi itu sendiri. Dengan manusia yg manunggal itulah

maka akan menjadikan keselamatan yg nyata bukan keselamatan dan

ketentraman atau kesejahteraan yg dibuat oleh rekayasa manusia, berdasarkan

ukurannya sendiri. Namun keselamatan itu adalah efek bagi terejawantah-NYA

Allah melalui kehadiran manusia.

Sehingga proses terjadinya keselamatan dan kesejahteraan manusia

  berlangsung secara natural (sunnatullah), bukan karena hasil sublimasi

manusia, baik melalui kebijakan ekonomi, politik, rekayasa sosial dan

semacamnya sebagaimana selama ini terjadi.

Maka dapat diketahui bahwa teologi Manuggaling Kawula Gusti adalah teologi

 bumi yg lahir dengan sendirinya sebagai sunnatullah. Sehingga ketika manusia

mengaplikasikannya, akan menghasilkan manfaat yg natural juga dan tentu

 pelecehan serta perbudakan kemanusiaan tidak akan terjadi, sifat merasa ingin

menguasai, sifat ingin mencari kekuasaan, memperebutkan sesama manusia

tidak akan terjadi. Dan tentu saja pertentangan antar manusia sebagai akibat

 perbedaan paham keagamaan, perbedaan agama dan sejenisnya juga pasti tidak 

akan terjadi.

Page 35: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 35/55

 

EMPAT PULUH EMPAT

“Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah,

kang murba amisesa.” <Kitab Mantra Yoga, hlm. 63>.

Pernyataan Syekh Siti Jenar di atas sengaja penulis nukilkan dalam bahasa

aslinya, dikarenakan multi-interpretasi yang dapat muncul dari mutiara ucapantersebut. Secara garis besar maknanya adalah, “Pernyataan roh, yang bertemu-

hadapan dengan Allah, yang menyembah Allah, yang disembah Allah, yang

meliputi segala sesuatu.”

Inilah adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yang

maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam

(pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin

manusia tersedia cermin yang disebut mir’ah al-haya’ (cermin yang

memalukan). Bagi orang yang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta

mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yang menampakkan kediriannya

dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai

rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-satu (adhep-

idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yang menyembah

sekaligus yang disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki

wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya,

menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti.

EMPAT PULUH LIMA“Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera ini

merupakan barang pinjaman yang jika sudah diminta oleh yang empunya, akan

menjadi tanah dan membusuk, hancurlebur bersifat najis. Oleh karena itu

 pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi,

  pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat

dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa

tidur, dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yang siang malam mengajak 

dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju

  perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam

lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya. Kalau sudah sampai

sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan perbuatannya.” <Serat Syaikh

Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 42-44>.

Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat

dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan

azali. Satu-satunya yang bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat

Page 36: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 36/55

 

Wajibul Maulana, Zat Yang Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu,

dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat

Yang Wajib Memimpin.

Karena itu Dialah yang menunjukkan semua budi baik. Jadi pencaindera harus

dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau YangMaha Budi.

Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama

tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widhi,

Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana, dan sebagainya. Semua itu produk akal

sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah

merendahkan Nama-Nya.

EMPAT PULUH LIMA

“Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sungsum,

  bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun

 bersembahyang seribu kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan

Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika penampilan

  bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa pulang

dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan

membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru,

dalilnya layabtakiru hilamuhdil yang artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi

tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” <Suluk WaliSanga R. Tanaja, hlm. 44, 51>.

Dari pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut, nampak bahwa Syekh Siti Jenar 

memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos

(manusia). Sekurangnya kedua hal itu merupakan barang baru ciptaan Tuhan

yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi.

Pada sisi yang lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut juga memiliki muatan

makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengnal dirinya, maka ia pasti

mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar, manusia yang utuh dalam  jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk wahana penyanda

alam semesta. Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi

tanggungjawab manusia. Maka, mikrokosmos manusia tidak lain adalah

 blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta.

Page 37: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 37/55

 

Bagi Syekh Siti Jenar, manusia terdiri dari jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa

sebagai penjelmaan dzat Tuhan (sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk 

luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti

daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah

 barang pinjaman yang suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman

kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya

yang menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah.

Manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan

sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yang menyatu

menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, ke mana af’al itu dipancarkan.

EMPAT PULUH LIMA

“Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya adalah af’al(perbuatan) Allah. Berbagai hal yang dinilai baik maupun buruk pada

hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yang

mengatakan bahwa yang baik dari Allah dan yang buruk selain Allah.” “…

Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan luar diri. Saat manusia

menggoreskan pena misalnya, di situlah terjadi perpaduan dua kemampuan

kodrati yang dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-Nya, yakni kemampuan

kodrati gerak pena. Di situlah berlaku dalil Wa Allahu khalaqakum wa ma

ta’malun (QS. Ash-Shaffat:96), yang maknanya Allah yang menciptakan

engkau dan segala apa yang engkau perbuat. Di sini terkandung makna

mubasyarah. Perbuatan yang terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya

melempar batu. Batu yang terlempar dari tangan saya itu adalah berdasar 

kemampuan kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil Wa ma ramaitaidz

ramaita walakinna Allaha rama (QS. Al-Anfal:17), maksudnya bukanlah

engkau yang melempar, melainkan Allah jua yang melempar ketika engkau

melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud

hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la

quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-adzimi. Rasulullah bersabda la tataharraku

dzarratun illa bi idzni Allahi, yang maksudnya tidak bergerak satu dzarah pun

melainkan atas izin Allah.” <Suluk Syekh Siti Jenar, I, hlm. 182-283>.

EMPAT PULUH DELAPAN

Menurut Syekh Siti Jenar, bahwa al-Fatihah adalah termasuk salah satu kunci

sahnya orang yang menjalani laku manunggal (ngibadah). Maka seseorang

wajib mengetahui makna mistik surat al-Fatihah. Sebab menurut Syekh Siti

Page 38: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 38/55

 

Jenar, lafal al-Fatihah disebut lafal yang paling tua dari seluruh sabda-Sukma.

Inilah tafsir mistik al-Fatihah Syekh Siti Jenar. <Primbon Sabda Sasmaya; hlm.

26-27>.

Bis………………………… kedudukannya…………. ubun-ubun.

Millah………………………kedudukannya….. ………rasa.Al-Rahman-al-Rahim…….kedudukannya……………penglihatan (lahir batin).

Al-hamdu…………………kedudukannya………… …hidupmu (manusia).

Lillahi………………………kedudukannya…. ……….cahaya.

Rabbil-‘alamin…………….kedudukannya…………..n yawa dan napas.

Al-Rahman al-Rahim…….kedudukannya……………leher dan jakun.

Maliki……………………..kedudukannya…… ………dada.

Yaumiddin………………..kedudukannya……… ……jantung (hati).

Iyyaka……………………kedudukannya…….. …….hidung.

  Na’budu…………………..kedudukannya…….. …….per

Waiyyaka nasta’in………kedudukannya…………….dua bahu.

Ihdinash………………….kedudukannya…….. ……..sentil (pita suara).

Shiratal…………………..kedudukannya……. ………lidah.

Mustaqim…………………kedudukannya……… ……tulang punggung (ula-

ula).

Shiratalladzina…………..kedudukannya……… …….dua ketiak.

An’amta…………………..kedudukannya…….. ……..budi manusia.

‘alaihim……………………kedudukannya…… ………tiangnya (pancering)

hati.

Ghairil…………………….kedudukannya…… ……….bungkusnya nurani.Maghdlubi………………..kedudukannya……… …….rempela/empedu.

‘alaihim……………………kedudukannya…… ……….dua betis.

Waladhdhallin……………kedudukannya………. ……mulut dan perut

(panedha).

Amin………………………kedudukannya……. ………penerima.

Tafsir mistik Syekh Siti Jenar tetap mengacu kepada Manunggaling Kawula-

Gusti, sehingga baik badan wadag manusia sampai kedalaman rohaninyadilambangkan sebagai tempat masing-masing dari lafal surat al-Fatihah. Tentu

saja pemahaman itu disertai dengan penghayatan fungsi tubuh seharusnya

masing-masing, dikaitkan dengan makna surahi dalam masing-masing lafadz,

maka akan ditemukan kebenaran tafsir tersebut, apalagi kalau sudah disertai

dengan pengalaman rohani/spiritual yang sering dialami.

Page 39: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 39/55

 

Konteks pemahaman yang diajukan Syekh Siti Jenar adalah, bahwa al-Qur’an

merupakan “kalam” yang berarti pembicaraan. Jadi sifatnya adalah hidup dan

aktif. Maka taksir mistik Syekh Siti Jenar bukan semata harfiyah, namun di

samping tafsir kalimat, Syekh Siti Jenar menghadirkan tafsir mistik yang

  bercorak menggali makna di balik simbol yang ada (dalam hal ini huruf,

kalimat dan makna historis).

EMPAT PULUH SEMBILAN

“Di di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi

 busuk dan bercampur tanah…Ketahuilah juga, apa yang dinamakan kawula-

Gusti tidak berkaitan dengan seorang manusia biasa seperti yang lain-lain.

Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang malam tidak dapat

memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-

Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi,gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman

langgeng dalam Ada sendiri. Bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku

maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa

kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak 

lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu

hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak 

mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang

yang terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam

kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada

kehidupan.” <Serat Syekh Siti Jenar, Sinom, Widya Pustaka; hlm. 25-26 bait

30-36>.

Syekh Siti Jenar menyatakan secara tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia

memiliki hidup dan Ada dalam dirinya sendiri, serta menjadi Pangeran bagi

seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara keyakinan hati,

 pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu

satu hal yang selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh Siti Jenar. Yakni

 pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini, sebetulnya mati,

  baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami kehidupan sejati.Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan hanya

sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan Zotmulder;

364). Dunia ini adalah alam kubur, di mana roh suci terjerat badan wadag yang

dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yang menguburkan kebenaran sejati, dan

 berusaha mengubur kesadaran Ingsun Sejati.

Page 40: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 40/55

 

LIMA PULUH

“Syekh Siti Jenar berpendapat dan mengganggap dirinya bersifat Muhammad,

yaitu sifat Rasul yang sejati, sifat Muhammad yang kudus. Ia berpendapat juga,

 bahwa hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera

ini merupakan barang pinjaman, yang jika sudah diminta oleh empunya akan

menjadi tanah dan membusuk, hancur-lebur bersifat najis. Oleh karena itu

 pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup.”

“Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari

 pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi

gila, sedih, bingung, lupa tidur, dan sering kali tidak jujur. Akal itu pula yang

siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain.

Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk 

akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya.”

<Serat Syekh Siti Jenar, Ki Sasrawijaya, Pupuh III : Dandang Gula, 27-28;

Falsafah Sitidjenar, hlm. 33>.

“Kalau kamu ingin berjumpa dengan dia, saya pastikan kamu tidak akan

menemuinya, sebab Kyai Ageng berbadan sukma, mengheningkan puja ghaib.

Yang dipuja dan yang memuja, yang dilihat dan melihat yang bersabda sedang

  bertutur, gerak dan diam bersatu tunggal. Nah, buyung yang sedang

  berkunjung, lebih baik kembali saja.” <Pupuh XIII Sinom, 29; Falsafah

Sitidjenar, hlm. 34>.

Ini adalah pandangan Syekh Siti Jenar tentang psikologi dan pengetahuan.

Menurut Syekh Siti Jenar, sumber ilmu pengetahuan itu terdiri atas tiga macam;

 pancaindera, akal-nalar, dan intuisi (wahyu). Hanya saja pancaindera dan nalar 

tidak bisa dijadikan pedoman pasti. Hanya intuisi yang berasal dari orang yang

sudah manunggallah yang betul-betul diandalkan sebagai pengetahuan.

Oleh karenanya, konsistensi dengan pendapat tersebut, Syekh Siti Jenar 

menegaskan bahwa baginya Muhammad bukan semata sosok utusan fisik, yang

hanya memberikan ajaran Islam secara gelondongan, dan setelah wafat tidak 

memiliki fungsi apa-apa, kecuali hanya untuk diimani.

Justru Syekh Siti Jenar menjadikan Pribadi Rasulullah Muhammad sebagai roh

yang bersifat aktif. Dalam memahami konsep syafa’at, Syekh Siti Jenar 

  berpandangan bahwa syafa’at tidak bisa dinanti dan diharap kehadirannya

kelak di kemudian hari. Justru syafa’at Muhammad hanya terjadi bagi orang

yang menjadikan dirinya Muhammad, me-Muhammad-kan diri dengan

keseluruhan sifat dan asmanya. Rahasia asma Allah dan asma Rasulullah

adalah bukan hanya untuk diimani, tetapi harus merasuk dalam Pribadi,

Page 41: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 41/55

 

menyatu-tubuh dan rasa. Itulah perlunya Nur Muhammad, untuk menyatu

cahaya dengan Sang Cahaya. Dan itu semua bisa terjadi dalam proses

Manunggaling Kawula-Gusti.

LIMA PULUH SATU

“Bukan kehendak, angan-angan, bukan ingatan, pikir atau niat, hawa nafsu pun

 bukan, bukan juga kekosongan atau kehampaan. Penampilanku bagai mayat

  baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, napasku

terhembus ke segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya,

yaitu kembali menjadi baru. Syekh Siti Jenar belum mau menuruti perintah

sultan. Hal ini disebabkan karena bumi, langit, dan sebagainya adalah

kepunyaan seluruh manusia. Manusialah yang memberikan nama. Buktinya

sebelum saya lahir tidak ada.

Syekh Siti Jenar menghubungkan antara alam yang diciptakan Allah, dengan

konteks kebebasan dan kemerdekaan manusia. Kebebasan alam mencerminkan

kebebasan manusia. Segala sesuatu harus berlangsung dan mengalami hal yang

natural (alami), tanpa rekayasa, tanpa pemaksaan iradah dan qudrah. Maka

ketidakmauannya memenuhi penggilan sultan, dikarenakan dirinya hanyalah

milik Dirinya Sendiri. Jadi seluruh manusia masing-masing mamiliki hak 

mengelola alam. Alam bukan milik negara atau raja, namun milik manusia

 bersama. Maka setiap orang harus memiliki dan diberi hak kepemilikan atas

alam. Ada yang harus dimiliki secara privat dan ada juga yang harus dimiliki

secara kolektif.

Dari wejangan Syekh Siti Jenar tersebut, juga diketahui bahwa hakikat seluruh

alam semesta adalah tajaliyat Tuhan (penampakan wajah Tuhan). Adapun

mengenai alam yang kemudian memiliki nama, bukanlah nama yang

sesungguhnya, sebab segala sesuatu yang ada di bumi ini, manusialah yang

memberi nama, termasuk nama Tuhanpun, dalam pandangan Syekh Siti Jenar,

diberikan oleh manusia. Dan nama-nama itu seluruhnya akan kembali kepada

Sang Pemilik Nama yang sesungguhnya. <Untuk sejarah pemberian nama

Tuhan, lihat buku Karen Armstrong, The History of God: The 4.000 Quest of 

Judaism, Christianity and Islam. New York: Ballatine, 1993>. Maka memang

nama itu perlu, namun jangan sampai menjebak manusia hanya untuk 

memperdebatkan nama.

Tarekat dan Jalan Mistik Syekh Siti Jenar

Page 42: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 42/55

 

LIMA PULUH DUA

“Adapun asalnya kehidupan itu, berdasar kitab Ma’rifat al’iman, seperti

dijelaskan di bawah ini, terbebani 16 macam titipan;

Yang dari Muhammad : roh, napas.

Yang dari Malaikat : budi, iman.

Yang dari Tuhan : pendengaran, penciuman, pengucapan, penglihatan.

Yang dari Ibu : kulit, daging, darah, bulu.

Yang dari Bapak : tulang, sungsum, otot, otak.

Inilah maksud dari lafal “kulusyaun halikun ilawajahi”, maksudnya semua itu

akan rusak kecuali dzat Allah yang tidak rusak. <Sang Indrajit, Wedha Mantra :

1979, Bab 203, hlm. 51>.

Kitab Ma’rifat al-Iman adalah karya dari Maulana Ibrahim al-Ghazi, al-

Samarqandi, yang menjadi salah satu sumber bacaan Syekh Siti Jenar.

Kalimat “kulusyaun halikun ilawajahi” lebih tepatnya berbunyi “kullu syai-in

halikun illa wajhahu” (Segala sesuatu itu pasti hancur musnah, kecuali wajah-

 Nya (penampakan wajah Allah)) [QS : Al-Qashashash / 28:88]. Dari kalimat

inilah Syekh Siti Jenar mengungkapkan pendapatnya, bahwa badan wadag akan

hancur mengikuti asalnya, tanah. Sedangkan Ingsun Sejati (Jiwa) mengikuti

“illa wajhahu”, (kecuali wajah-Nya). Ini juga menjadi salah satu inti dan kunci

dalam memahami teori kemanunggalan Syekh Siti Jenar. Maka kata wajhahu di

sini diberikan makna Dzatullah.

Bagi Syekh Siti Jenar, antara Nur Muhammad, Malaikat, dan Tuhan, bukanlah

unsur yang saling berdiri sendiri-sendiri sebagaimana umumnya dipahami

manusia. Nur Muhammad dan malaikat adalah termasuk dalam Ingsun Sejati.

Ini berhubungan erat dengan pernyataan Allah, bahwa segala sesuatu yang

diberikan kepada manusia (seperti pendengaran, penglihatan dan sebagainya)

akan dimintakan pertanggungjawabannya kepada Allah, maksudnya adalah

apakah dengan alat titipan itu, manusia bisa manunggal dengan Allah atau

tidak. Sedangkan proses kejadian manusia yang melalui orangtua, adalah

sarana pembuatan jasad fisik, yang di alam kematian dunia, roh berada dalam

 penjara badan wadag tersebut.

LIMA PULUH TIGA

“Kehilangan adalah kepedihan. Berbahagialah engkau, wahai musafir papa,

yang tidak memiliki apa-apa. Sebab, engkau yang tidak memiliki apa-apa maka

tidak pernah kehilangan apa-apa.” <Suluk Syekh Siti Jenar, I, hlm. 292>.

Page 43: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 43/55

 

Hakikat Zuhud bukanlah meninggalkan atau mengasingkan diri dari dunia.

Zuhud adalah perasaan tidak memiliki apa-apa terhadap makhluk lain, sebab

teologi kepemilikan itu hakikatnya tunggal. Manusia baru memiliki segalanya

ketika ia telah berhasil Manunggal dengan Gustinya, sebab Gusti adalah Yang

Maha Kuasa, otomatis Yang Maha Memiliki. Sehingga dalam menjalani

kehidupan di dunia ini, sikap yang realistis adalah perasaan tidak memiliki,

karena sebatas itu antara makhluk (manusia) dengan makhluk lain (apa pun

yang bisa ‘dimiliki’ manusia) tidak bisa saling memiliki dan dimiliki. Karena

semua itu merupakan aspek dari ketunggalan.

Orang yang masih selalu merasa ‘memiliki’ akan makhluk lain, pasti tidak akan

 berhasil menjadi salik (penempuh jalan spiritual) yang akan sampai ke tujuan

sejatinya, yakni Allah Yang Maha Tunggal, karena memang ia belum mampu

untuk manunggal. Nah, zuhud dalam pandangan Syekh Siti Jenar adalah

menjadi satu maqamat menuju kemanunggalan dan menjadi salah satu poros

keihsanan dan keikhlasan.

LIMA PULUH EMPAT

“Jika engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah,

 janganlah engkau terpancang pada kekaguman akan sosok dan perilaku yang

diperbuatnya. Sebab saat seseorang berada pada tahap kewalian maka

keberadaan dirinya sebagai manusia telah lenyap, tenggelam ke dalam al-Waly.

Kewalian bersifat terus-menerus, hanya saja saat Sang Wali tenggelam dalam

al-Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam ke dalam

al-Waly itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al-Waly.

Lantaran itu, sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan

akal pikiran manusia, di mana karamah itu sendiri pada hakikatnya adalah

  pengejawantahan dari kekuasaan al-Waly. Dan lantaran itu pula yang

dinamakan karamah adalah sesuatu di luar kehendak sang wali pribadi. Semua

itu semata-mata kehendak-Nya mutlak.

Kekasih Allah itu ibarat cahaya. Jika ia berada di kejauhan, kelihatan sekali

terangnya. Namun jika cahaya itu di dekatkan ke mata, mata kita akan silau dan

tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu ke mata makakita akan semakin buta tidak bisa melihatnya. Engkau bisa melihat cahaya

kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa

melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat

denganmu.” <Suluk Syekh Siti Jenar, II, hlm. 246-248>.

Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda dengan doktrin kewalian

orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan

Page 44: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 44/55

 

seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah.

Sehingga seorang wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek 

 pandangan manusia dan makhluk lain terhadapnya. Demikian pula terhadap

orang yang memandang kewalian seseorang.

Syekh Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukankewalian hanya karena perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang

harus diingat adalah bahwa para auliya’ Allah adalah pengejawantahan dari

Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali tersebut, bukanlah

 perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah. Seorang

wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang

manunggal dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja

 perlu diingat, setiap tajalliyat-Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun

tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah perbuatan atau af’al al-Waliy.

Oleh karena itu sampai di sini, kita harus menyikapi dengan kritis terhadap

sebagian naskah-naskah Jawa Tengahan yang menyatakan bahwa Syekh Siti

Jenar pernah mengungkapkan pernyataan, “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar,

yang ada hanya Allah,” serta ungkapan sebaliknya “di sini tidak ada Allah,

yang ada hanya Siti Jenar.” Kisah yang berhubungan dengan pernyataan

tersebut, hanya anekdot atau kisah konyol dan bukan kisah yang sebenarnya.

Dan itu merupakan bentuk penggambaran ajaran anunggaling Kawula Gusti

yang salah kaprah. Pernyataan pertama “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar, yang

ada hanya Allah,” memang benar adanya. Namun pernyataan kedua, “di sini

tidak ada Allah, yang ada hanya Siti Jenar,” tidak bisa dianggap benar, dan jelas keliru.

Teologi Manunggaling Kawula Gusti bukanlah teologi Fir’aun yang

menganggap kedirian-insaniyahnya menjadi Tuhan, sekaligus dengan

keberadaan manusia sebagai makhluk di dunia ini. Jadi kita harus ekstra hati-

hati dalam memilah dan memilih naskah-naskah tersebut., sebab banyak juga

  pernyataan yang disandarkan kepada Syekh Siti Jenar, namun nyatanya itu

 bukan berasal dari Syekh Siti Jenar.

Ajaran Syekh Siti Jenar menurut Ki Lonthang Semarang

“Kalau menurut wejangan guru saya, orang sembahyang itu siang malam tiada

 putusnya ia lakukan. Hai Bonang ketahuilah keluarnya napasku menjadi puji.

Maksudnya napasku menjadi shalat. Karena tutur penglihatan dan pendengaran

disuruh melepaskan dari angan-angan, jadi kalau kamu shalat masih

Page 45: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 45/55

 

mengiaskan kelanggengan dalam alam kematian ini, maka sesungguhnyalah

kamu ini orang kafir.”

“Jika kamu bijaksana mengatur tindakanmu, tanpa guna orang menyembah

Rabbu’l ‘alamien, Tuhan sekalian alam, sebab di dunia ini tidak ada Hyang

Agung. Karena orang melekat pada bangkai, meskipun dicat dilapisi emas,akhirnya membusuk juga, hancur lebur bercampur dengan tanah. Bagaimana

saya dapat bersolek?”

“Menurut wejangan Syekh Siti Jenar, orang sembahyang tidak memperoleh

apa-apa, baik di sana, maupun di sini. Nyatanya kalau ia sakit, ia menjadi

 bingung. Jika tidur seperti budak, disembarang tempat. Jika ia miskin, mohon

agar menjadi kaya tidak dikabulkan. Apalagi bila ia sakaratul maut, matanya

membelalak tiada kerohan. Karena ia segan meninggalkan dunia ini.

Demikianlah wejangan guru saya yang bijaksana.”

“Umumnya santri dungu, hanya berdzikir dalam keadaan kosong dari

kenyataan yang sesungguhnya, membayangkan adanya rupa Zat u’llahu,

kemudian ada rupa dan inilah yang ia anggap Hyang Widi.”

“Apakah ini bukan barang sesat? Buktinya kalau ia memohon untuk menjadi

orang kaya tidak diluluskan. Sekalipun demikian saya disuruh meluhurkan

Dzat’llahu yang rupanya ia lihat waktu ia berdzikir, mengikuti syara’ sebagai

syari’at, jika Jum’at ke mesjid berlenggang mengangguk-angguk, memuji

Pangeran yang sunyi senyap, bukan yang di sana, bukan yang di sini.”

“Saya disuruh makbudullah, meluhurkan Tuhan itu, serta akan ditipu diangkat

menjadi Wali, berkeliling menjual tutur, sambil mencari nasi gurih dengan

lauknya ayam betina berbulu putih yang dimasak bumbu rujak pada selamatan

meluhurkan Rasulullah. Ia makan sangat lahap, meskipun lagaknya seperti

orang yang tidak suka makan. Hal itulah gambaran raja penipu!”

“Bonang, jangan berbuat yang demikian. Ketahuilah dunia ini alam kematian,

sedang akhirat alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu. Barang

siapa senang pada alam kematian ini, ia terjerat goda, terlekat pada surga dan

neraka, menemui panas, sedih, haus, dan lapar”. <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki

Sastrawijaya, Pupuh XI Pangkur, 9-20>.

“Tiada usah merasa enggan menerima petuahku yang tiga buah jumlahnya.

Pertama janganlah hendaknya kamu menjalankan penipuan yang keterlaluan,

agar supaya kamu tidak ditertawakan orang di kelak kemudian hari. Yang

kedua, jangan kamu merusak barang-barang peninggalan purba, misalnya :

lontar naskah sastra yang indah-indah, tulisan dan gambar-gambar pada batu

candhi. Demikian pula kayu dan batu yang merupakan peninggalan kebudayaan

Page 46: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 46/55

 

zaman dulu, jangan kamu hancur-leburkan. Ketahuilah bagi suku Jawa sifat-

sifat Hindu-Budha tidak dapat dihapus. Yang ketiga, jika kamu setuju, mesjid

ini sebaiknya kamu buang saja musnahkan dengan api. Saya berbelas kasihan

kepada keturunanmu, sebab tidak urung mereka menuruti kamu, mabuk do’a,

tersesat mabuk-tobat, berangan-angan lam yakunil.”

“…orang menyembah nama yang tiada wujudnya, harus dicegah. Maka dari itu

  jangan kamu terus-teruskan, sebab itu palsu.” <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki

Sastrawijaya, Pupuh XI Pangkur, 25-36>.

Khotbah Perpisahan Sunan Panggung

“Banyak orang yang gemar dengan ksejatian, tapi karena belum pernah berguru

maka semua itu dipahami dalam konteks dualitas. Yang satu dianggap wjudlain. Sesungguhnya orang yng melihat sepeti ini akan kecewa. Apalagi yang

ditemui akan menjadi hilang. Walaupun dia berkeliling mencari, ia tidak akan

menemukan yang dicari. Padahal yang dicari, sesungguhnya telah ditimang dan

dipegang, bahkan sampai keberatan membawanya. Dan karena belum tahu

kesejatiannya, ciptanya tanpa guru menyepelekan tulisan dan kesejatian

Tuhan.”

“Walaupun dituturkan sampai capai, ditunjukkan jalannya, sesungguhnya dia

tidak memahaminya karena ia hanya sibuk menghitung dosa besar dan kecil yg

diketahuinya. Tentang hal kufur kafir yang ditolaknya itu, bukti bahwa iaadalah orang yang masih mentah pengetahuannya. Walaupun tidak pernah lupa

sembahyang, puasanya dapat dibangga-banggakan tanpa sela, tapi ia terjebak 

menaati yang sudah ditentukan Tuhan.

Sembah puji dan puasa yang ditekuni, membuat orang justru lupa akan sangkan

 paran (asal dan tujuan). Karena itu, ia lebih konsentrasi melihat dosa besar-

kecil yang dikhawatirkan, dan ajaran kufur kafir yang dijauhi justru membuat

 bingung sikapnya. Tidak ada dulu dinulu. Tidak merasa, tidak menyentuh.

Tidak saling mendekati, sehingga buta orang itu. Takdir dianggap tidak akan

terjadi, salah-salah menganggap ada dualisme antara Maha Pencipta dan MahaMemelihara.

Jika aku punya pemikiran yang demikian, lebih baik aku mati saja ketika masih

 bayi. Tidak terhitung tidak berfikir, banyak orang yang merasa menggeluti tata

lafal, mengkaji sembahyang dan berletih-letih berpuasa. Semua itu dianggap

akan mampu mengantarkan. Padahal salah-salah menjadikan celaka dan bahkan

 banyak yang menjadi berhala.”

Page 47: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 47/55

 

“Pemikiran saya sejak kecil, Islam tidak dengan sembahyang, Islam tidak 

dengan pakaian, Islam tidak dengan waktu, Islam tidak dengan baju dan Islam

tidak dengan bertapa. Dalam pemikiran saya, yang dimaksud Islam tidak 

karena menolak atau menerima yang halal atau haram.

Adapun yang dimaksud orang Islam itu, mulia wisesa jati, kemuliaan selamat

sempurna sampai tempat tinggalnya besok. Seperti bulu selembar atau tepung

segelintir, hangus tak tersisa. Kehidupan di dunia seperti itu keberadaannya.”

“Manusia, sebelum tahu makna Alif, akan menjadi berantakan….Alif menjadi

 panutan sebab uintuk semua huruf, alif adalah yang pertama. Alif itu badan

idlafi sebagai anugerah. Dua-duanya bukan Allah. Alif merupakan takdir,

sedangkan yang tidak bersatu namanya alif-lapat. Sebelum itu jagat ciptaan-

 Nya sudah ada. Lalu alif menjadi gantinya, yang memiliki wujud tunggal. Ya,

tunggal rasa, tunggal wujud. Ketunggalan ini harus dijaga betul sebab tidak ada

yang mengaku tingkahnya. ALif wujud adalah Yang Agung. Ia menjadi wujud

mutlak yang merupakan kesejatian rasa. Jenisnya ada lima, yaitu alif mata,

wajah, niat jati, iman, syari’at.”

“Allah itu penjabarannya adalah dzat Yang Maha Mulia dan Maha Suci. Allah

itu sebenarnya tidak ada lain, karena kamu itu Allah. Dan Allah semua yang

ada ini, lahir batin kamu ini semua tulisan merupakan ganti dari alif, Allah

itulah adanya.”

“Alif penjabarannya adalah permulaan pada penglihatan, melihat yang benar-

 benar melihat. Adapun melihat Dzat itu, merupakan cermin ketunggalan sejati

menurun kepada kesejatianmu. Cahaya yang keluar, kepada otak keberadaan

kita di dunia ini merupakan cahaya yang terang benderang, itu memiliki seratus

dua puluh tujuh kejadian. Menjadi penglihatan dan pendengaran, napas yang

tunggal, napas kehidupan yang dinamakan Panji. Panji bayangan dzat yang

mewujud pada kebanyakkan imam. Semua menyebut dzikir sejati, laa ilaaha

illallah.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 4>.

Kematian di Mata Sunan Geseng

“Banyak orang yang salah menemui ajalnya. Mereka tersesat tidak menentu

arahnya, pancaindera masih tetap siap, segala kesenangan sudah ditahan, napas

sudah tergulung dan angan-angan sudah diikhlaskan, tetapi ketika lepas tirta

nirmayanya belum mau. Maka ia menemukan yang serba indah.”

Page 48: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 48/55

 

“Dan ia dianggap manusia yang luar biasa. Padahal sesungguhnya ia adalah

orang yang tenggelam dalam angan-angan yang menyesatkan dan tidak nyata.

Budi dan daya hidupnya tidak mau mati, ia masih senang di dunia ini dengan

segala sesuatu yang hidup, masih senang ia akan rasa dan pikirannya. Baginya

hidup di dunia ini nikmat, itulah pendapat manusia yang masih terpikat akan

keduniawian, pendapat gelandangan yang pergi ke mana-mana tidak menentu

dan tidak tahu bahwa besok ia akan hidup yang tiada kenal mati.

Sesungguhnyalah dunia ini neraka.”

“Maka pendapat Kyai Siti Jenar betul, saya setuju dan tuan benar-benar seorang

mukmin yang berpendapat tepat dan seyogyanya tuan jadi cermin, suri tauladan

 bagi orang-orang lain. Tarkumasiwalahu (Arab asli : tarku ma siwa Allahu), di

dunia ini hamba campur dengan kholiqbta, hambanya di surga, khaliknya di

neraka agung.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII

Dandanggula, 29-31>

Syari’at Palsu Para Wali Menurut Ki Cantula

“Menurut ajaran guruku Syekh Siti Jenar, di dunia ini alam kematian. Oleh

karena itu, dunia yang sunyi ini tidak ada Hyang Agung serta malaikat. Akan

tetapi bila saya besok sudah ada di alam kehidupan saya akan berjumpa dan

kadang kala saya menjadi Allah. Nah, di situ saya akan bersembahyang.”

“Jika sekarang saya disuruh sholat di mesjid saya tidak mau, meskipun saya bukan orang kafir. Boleh jadi saya orang terlantar akan Pangeran Tuhan. Kalau

santri gundul, tidak tahunya yang ada di sini atau di sana. Ia berpengangan

kandhilullah, mabuk akan Allah, buta lagi tuli.”

“Lain halnya dengan saya, murid Syekh Siti Jenar. Saya tidak menghiraukan

ujar para Wali, yang mengkukuhkan Syari’at palsu, yang merugikan diri

sendiri. Nah, Syekh Dumba, pikirkanlah semua yang saya katakan ini. Dalam

dadamu ada Al-Qur’an. Sesuai atau tidak yang saya tuturkan itu, kanda pasti

tahu.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh V Pangkur, 8-18>.

Jawaban Ki Bisono Tentang Semesta, Tuhan dan Roh

Ki Bisana menyanggupi kemudian menjawab pertanyaan dari Sultan Demak:

Page 49: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 49/55

 

“Pertanyaan pertama : Pertanyaan, bahwa Allah menciptakan alam semesta itu

adalah kebohongan belaka. Sebab alam semesta itu barang baru, sedang Allah

tidak membuat barang yang berwujud menurut dalil : layatikbiyu hilamuhdil,

artinya tiada berkehendak menciptakan barang yang berwujud. Adapun

terjadinya alam semesta ini ibaratnya : drikumahiyati : artinya menemukan

keadaan. Alam semesta ini : la awali. Artinya tiada berawal. Panjang sekali

kiranya kalau hamba menguraikan bahwa alam semesta ini merupakan barang

 baru, berdasarkan yang ditulis dalam Kuran.”

“Pertanyaan yang kedua : Paduka bertanya di mana rumah Hyang Widi. Hal itu

 bukan merupakan hal yang sulit, sebab Allah sejiwa dengan semua zat. Zat

wajibul wujud itulah tempat tinggalnya, seumpamanya Zat tanahlah rumahnya.

Hal ini panjang sekali kalau hamba terangkan. Oleh karena itu hamba cukupkan

sekian saja uraian hamba.”

“Selanjutnya pertanyaan ketiga : berkurangnya nyawa siang malam, sampai

habis ke manakah perginya nyawa itu. Nah, itu sangat mudah untuk 

menjawabnya. Sebab nyawa tidak dapat berkurang, maka nyawa itu bagaikan

 jasad , berupa gundukan, dapat aus, rusak dimakan anai-anai. Hal inipun akan

 panjang sekali untuk hamba uraikan. Meskipun hamba orang sudra asal desa,

akan tetapi tata bahasa kawi hamba mengetahui juga, baik bahasa biasa maupun

yang dapat dinyanyikan. Lagu tembang sansekerta pun hamba dapat

menyanyikan juga dengan menguraikan arti kalimatnya, sekaligus hamba

 bukan seorang empu atau pujangga, melainkan seorang yang hanya tahu sedikit

tentang ilmu.”

“Itu semua disebabkan karena hamba berguru kepada Syekh Siti Jenar, di

Krendhasawa, tekun mempelajari kesusasteraan dan menuruti perintah guru

yang bijaksana. Semua murid Syekh Siti Jenar menjadi orang yang cakap,

 berkat kemampuan mereka untuk menerima ajaran guru mereka sepenuh hati.”

“Adapun pertanyaan yang keempat : paduka bertanya bagaimanakah rupa Yang

Maha Suci itu. Kitab Ulumuddin sudah memberitahukan : walahu lahir insan,

wabatinul insani baitu-baytullahu (Arab asli : wa Allahu dzahir al-insan,

wabathin, al-insanu baytullahu), artinya lahiriah manusia itulah rupa HyangWidi. Batiniah manusia itulah rumah Hyang Widi. Banyak sekali yang tertulis

dalam Kitab Ulumuddin, sehingga apabila hamba sampaikan kepada paduka,

Kanjeng Pangeran Tembayat tentu bingung, karena paduka tidak dapat

menerima, bahkan mungkin paduka mengira bahwa hamba seorang majenun.

Demikianlah wejangan Syekh Siti Jenar yang telah hamba terima.”

Page 50: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 50/55

 

“Guru hamba menguraikan asal-usul manusia dengan jelas, mudah diterima

oleh para siswa, sehingga mereka tidak menjadi bingung. Diwejang pula

tentang ilmu yang utama, yang menjelaskan tentang dan kegunaan budi dalam

alam kematian di dunia ini sampai alam kehidupan di Akhirat. Uraiannya jelas

dapat dilihat dengan mata dan dibuktikan dengan nyata.”

“Dalam memberikan pelajaran, guru hamba Syekh Siti Jenar, tiada memakai

tirai selubung, tiada pula memakai lambang-lambang. Semua penjelasan

diberikan secara terbuka, apa adanya dan tanpa mengharapkan apa-apa

sedikitpun. Dengan demikian musnah segala tipu muslihat, kepalsuan dan

segala perbuatan yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Hal ini

 berbeda dengan apa yang dilakukan para guru lainnya. Mereka mengajarkan

ilmunya secara diam-diam dan berbisik-bisik, seolah-olah menjual sesuatu

yang gaib, disertai dengan harapan untuk memperoleh sesuatu yang

menguntungkan untuk dirinya.”

“Hamba sudah berulang kali berguru serta diwejang oleh para wali mu’min,

diberitahu akan adanya Muhammad sebagai Rosulullah serta Allah sebagai

Pangeran hamba. Ajaran yang dituntunkan menuntun serta membuat hamba

menjadi bingung dan menurut pendapat hamba ajaran mereka sukar dipahami,

merawak-rambang tiada patokan yang dapat dijadikan dasar atau pegangan.

Ilmu Arab menjadi ilmu Budha, tetapi karena tidak sesuai kemudian mereka

mengambil dasar dan pegangan Kanjeng Nabi. Mereka mematikan raga,

merantau kemana-mana sambil menyiarkan agama. Padahal ilmu Arab itu tiada

kenal bertapa, kecuali berpuasa pada bulan Romadan, yang dilakukan denganmencegah makan, tiada berharap apapun.”

“Jadi jelas kalau para wali itu masih manganut agama Budha, buktinya mereka

masih sering ketempat-tempat sunyi, gua-gua, hutan-hutan, gunung-gunung

atau tepi samudera dengan mengheningkan cipta, sebagai laku demi terciptanya

keinginan mereka agar dapat bertemu dengan Hyang Sukma. Itulah buktinya

 bahwa mereka masih dikuasai setan ijajil. Menurut cerita Arab Ambiya, tiada

orang yang dapat mencegah sandang pangan serta tiada untuk kuasa berjaga

mencegah tidur kecuali orang Budha yang mensucikan dirinya dengan jalan

demikian. Nah, silahkan memikirkan apa yang hamba katakan, sebagai jawabanatas empat pertanyaan paduka.”<Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh

V Pangkur, 22-45>.

Wasiat dan Ajaran Syekh Amongraga

Page 51: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 51/55

 

”Syekh Amongraga adalah salah seorang pewaris ajaran Syekh Siti Jenar pada

masa Sultan Agung Hanyokusumo (1645). Mengenai rincian kehidupan dan

ajaran Syekh Amongraga dapat dibaca di serat Centini”.

Syekh Amongraga mewasiatkan berbagai inti ajaran yang meliputi (Primbon

Sabda Sasmaya; hlm. 24):

1. Rahayu ing Budhi (selamat akhlak dan moral).

2. Mencegah dan berlebihnya makanan.

3. Sedikit tidur.

4. Sabar dan tawakal dalam hati.

5. Menerima segala kehendak dan takdir Tuhan.

6. Selalu mensyukuri takdir Tuhan.

7. Mengasihi fakir dan miskin.

8. Menolong orang yang kesusahan.

9. Memberi makan kepada orang yang lapar.

10. Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.

11. Memberikan payung kepada orang yang kehujanan.

12. Memberikan tudung kepada orang yang kepanasan.

13. Memberikan minum kepada orang yang haus.

14. Memberikan tongkat penunjuk kepada orang yang buta.

15. Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat.

16. Menyadarkan orang yang lupa.

17. Membenarkan ilmu dan laku orang yang salah.

18. Mengasihi dan memuliakan tamu.

Page 52: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 52/55

 

19. Memberikan maaf kepada kesalahan dan dosa sanak-kandung, saudara,

dan semua manusia.

20. Jangan merasa benar, jangan merasa pintar dalam segala hal, jangan

merasa memiliki, merasalah bahwa semua itu hanya titipan dari Tuhan yang

membuat bumi dan langit, jadi manusia itu hanyalah sudarma(memanfaatkan dengan baik dengan tujuan dan cara yang baik pula) saja.

Pakailah budi, syukur, sabar, menerima, dan rela. <Ajaran Syekh

Amongraga itu sebenarnya meliputi semua tindakan manusia di dalam

menyelami kehidupan di bumi ini, yang disebut Syekh Siti Jenar sebagai

alam kematian. Dalam memahami 20 ajaran tersebut, hendaknya jangan

terjebak dalam segi kontekstualnya saja, namun hendaknya diselami dengan

segenap nalar dan rasa batin.

Ajaran Syekh Siti Jenar Menurut Pangeran Panggung

“….Saya mencari ilmu sejati yang berhubungan langsung dengan asal dan

tujuan hidup, dan itu saya pelajari melalui tanajjul tarki. Menurut saya , untuk 

mengharapkan hidayah hanyalah bias didapat dengan kesejatian ilmu. Demi

kesentausaan hati menggapai gejolak jiwa, saya tidak ingin terjebak dalam

syariat.”

“Jika saya terjebak dalam syariat, maka seperti burung sudah bergerak, akan

tetapi mendapatkan pikiran yang salah. Karena perbuatan salah dalam syariatadalah pada kesalahpahaman dalam memahami larangan. Bagi saya kesejatian

ilmu itulah yang seharusnya dicari dan disesuaikan dengan ilmu kehidupan.

Kebanyakan manusia itu, jika sudah sampai pada janji maka hatinya menjadi

khawatir, wataknya selalu was-was…senantiasa takut gagal….Alam dibawah

kolong langit, diatas hamparan bumi dan semua isi didalamnya hanyalah

ciptaan Yang Esa, tidak ada keraguan. Lahir batin harus bulat, mantap

 berpegang pada tekad.” (Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 1-2).

“Yang membuat kita paham akan diri kita, Pertama tahu akan datang ajal,

karena itu tahu jalan kemuliaannya, Kedua, tahu darimana asalnya ada kita inisesungguhnya, berasal dari tidak ada. Kehendak-Nya pasti jadi, dan kejadian

itu sendiri menjadi misal. Wujud mustahil pertandanya sebagai cermin yang

 bersih merata keseluruh alam. Yang pasti dzatnya kosong, sekali dan tidak ada

lagi. Dan janganlah menyombongkan diri, bersikaplah menerima jika belum

 berhasil. Semua itu kehendak Sang Maha Pencipta. Sebagai makhluk ciptaan,

Page 53: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 53/55

 

manusia didunia ini hanya satu repotnya. Yaitu tidak berwenang berkehendak,

dan hanya pasrah kepada kehendak Allah.”

“Segala yang tercipta terdiri dari jasad dan sukma, serta badan dan nyawa.

Itulah sarana utama, yakni cahaya, roh, dan jasad. Yang tidak tahu dua hal itu

akan sangat menyesal. Hanya satu ilmunya, melampaui Sang Utusan. Namun bagi yang ilmunya masih dangkal akan mustahil mencapai kebenaran, dan

manunggal dengan Allah. Dalam hidup ini, ia tidak bisa mengaku diri sebagai

Allah, Sukma Yang Maha Hidup. Kufur jika menyebut diri sebagai Allah.

Kufur juga jika menyamakan hidupnya dengan Hidup Sang Sukma, karena

sukmaitu adalah Allah.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 2>.

” Waktu shalat merupakan pilihan waktu yang sesungguhnya berangkat dari

ilmu yang hebat. Mengertikah Anda, mengapa shalat dzuhur empat raka’at? Itu

disebabkan kita manusia diciptakan dengan dua kaki dan dua tangan. Sedang

shalat ‘Ashar empat raka’at juga, adalah kejadian bersatunya dada dengan

Telaga al-Kautsar dengan punggung kanan dan kiri. Shalat Maghrib itu tiga

raka’at, karena kita memiliki dua lubang hidung dan satu lubang mulut.

Adapun shalat ‘Isya’ enjadi empat raka’at karena adanya dua telinga dan dua

 buah mata. Adapun shalat Subuh, mengapa dua raka’at adalah perlambang dari

kejadian badan dan roh kehidupan. Sedangkan shalat tarawih adalah sunnah

muakkad yang tidak boleh ditinggalkan dua raka’atnya oleh yang melakukan,

men-jadi perlambang tumbuhnya alis kanan dan kiri.”

“Adapun waktu yang lima, bahwa masing-masing berbeda-beda yang

memilikinya. Shalat Subuh, yang memiliki adalah Nabi Adam. Ketika

diturunkan dari surga mulia, berpisah dengan istrinya Hawa menjadi sedih

karena tidak ada kawan. Lalu ada wahyu dari melalui malaikat Jibril yang

mengemban perintah Tuhan kepada Nabi Adam, “Terimalah cobaan Tuhan,

shalat Subuhlah dua raka’at”. Maka Nabi Adampun siap melaksanakannya.

Ketika Nabi Adam melaksanakan shalat Subuh pada pagi harinya, ketika salam.

Telah mendapati istrinya berada dibelakangnya, sambil menjawab salam.

Shalat Dzuhur dimaksudkan ketika Kanjeng Nabi Ibrahim pada zaman kuno

mendapatkan cobaan besar, dimasukkan ke dalam api hendak dihukum bakar.

Ketika itu Nabi Ibrahim mendapat wahyu ilahi, disuruh untuk melaksanakanshalat Dzuhur empat raka’at. Nabi Ibrahim melaksanakan shalat, api padam

seketika. Adapun shalat Ashar, dimaksudkan ketika Nabi Yunus sedang naik 

 perahu dimakan ikan besar. Nabi Yunus merasakan kesusahan ketika berada di

dalam perut ikan. Waktu itu terdapat wahyu Ilahi, Nabi Yunus diperintahkan

melaksanakan shalat Ashar empat raka’at. Nabi Yunus segera melaksanakan,

dan ikan itu tidak mematikannya. Malah ikan itu mati, kemudian Nabi Yunus

Page 54: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 54/55

 

keluar dari perut ikan. Sedangkan shalat Maghrib pada zaman kuno yang

memulainya adalah Nabi Nuh. Ketika musibah banjir bandang sejagat, Nabi

 Nuh bertaubat merasa bersalah. Dia diterima taubatnya disuruh mengerjakan

shalat. Kemudian Nabi Nuh melaksanakan shalat Maghrib tiga raka’at, maka

  banjirpun surut seketika. Shalat ‘Isya sesungguhnya Nabi Isa yang

memulainya. Ketika kalah perang melawan Raja Harkiyah (Juga disebut Raja

Herodes, atasan Gubernur Pontius Pilatus) semua kaumnya bingung tidak tahu

utara, selatan, barat, timur dan tengah. Nabi Isa merasa susah, dan tidak lama

kemudian datang malaikat Jibril membawa wahyu dengan uluk salam. Nabi Isa

diperintahkan melaksanakan shalat ‘Isya. Nabi Isa menyanggupinya, dan semua

kaumnya mengikutinya, dan malaikat Jibril berkata, “Aku yang membalaskan

kepada Pendeta Balhum.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 2>.

“Menurut pemahaman saya, sesuai petunjuk Syekh Siti Jenar dahulu, anasir itu

ada empat yang berupa anasir batin dan ansir lahir. Pertama, anasir Gusti. Perlu

dipahami dengan baik dzat, sifat, asma dan af’al (perbuatan) kedudukannya

dalam rasa. Dzat maksudnya adalah bahwa diri manusia dan apapun yang

kemerlap di dunia ini tidak ada yang memiliki kecuali Tuhan Yang Maha

Tinggi, yang besar atau yang kecil adalah milik Allah semua. Ia tidak memiliki

hidupnya sendiri. Hanya Allah yang Hidup, yang Tunggal. Adapun sifat

sesungguhnya segala wujud yang kelihatan yang besar atau kecil, seisi bumi

dan langit tidak ada yang memiliki hanya Allah Tuhan Yang Maha Agung.

Adapun asma sesungguhnya, nama semua ciptaan seluruh isi bumi adalah milik 

Tuhan Allah Yang Maha Lebih Yang Maha Memiliki Nama. Sedangkan

artinya af’al adalah seluruh gerak dan perbuatan yang kelihatan dari seluruhmakhluk isi bumi ini adalah tidak lain dari perbuatan Allah Yang Maha Tinggi,

demikian maksud anasir Gusti.”

“Anasir roh, ada empat perinciannya yang berwujud ilmu yang dinamai cahaya

 persaksian (nur syuhud). Maksudnya adalah sebagai berikut : pertama, yang

disebut wujud sesungguhnya adalah hidup sejati atau amnusia sejati seperti

  pertempuran yang masih perawan itulah yang dimaksud badarullah yang

sebenarnya. Kedua, yang disebut ilmu adalah pengetahuan batin yang menjadi

nur atau cahaya kehidupan atau roh idhafi, cahaya terang menyilaukan seperti

 bintang kejora. Ketiga, yang dimaksud syuhud adalah kehendak batin kejora.Ketiga, yang dimaksud syuhud adalah kehendak batin tatkala memusatkan

 perhatian terutama ketika mengucapkan takbir. Demikianlah penjelasan tentang

anasir roh, percayalah kepada kecenderungan hati.”

“Anasir manusia maksudnya hendaklah dipahami bahwa manusia itu terdiri

dari bumi, api, angin dan air. Bumi itu menjadi jasad, api menjadi cahaya yang

Page 55: Ajaran Syech Siti Jenar

5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 55/55

 

 bersinar, angin menjadi napas keluar masuk, air, menjadi darah. Keempatnya

 bergerak tarik menarik secara ghaib. Demikianlah penjelasan saya tentang

anasir. <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 3>.

Silahkan kalau mau ditambah atow dikurangi.

 Nuwun, Dipo