Ajaran Syech Siti Jenar
Transcript of Ajaran Syech Siti Jenar
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 1/55
SATU
“Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang?
Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang
Allah, tetap dzahir batin Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai
pelindung?” (Babad Tanah Sunda, Sulaeman Sulendraningrat, 1982, bagian
XLIII).
Ucapan spiritual Syekh Siti Jenar tersebut diucapkan pada saat para wali
menghendaki diskusi yang membahas masalah Micara Ilmu tanpa Tedeng
Aling-aling. Diskusi para wali diadakan setelah Dewan Walisanga mendengar
bahwa Syekh Siti Jenar mulai mengajarkan ilmu ma’rifat dan hakikat.
Sementara dalam tugas resmi yang diberikan oleh Dewan Walisanga hanya
diberi kewenangan mengajarkan syahadat dan tauhid. Sementara menurutSyekh Siti Jenar justru inti paling mendasar tentang tauhid adalah manunggal,
di mana seluruh ciptaan pasti akan kembali menyatu dengan yang menciptakan.
Pada saat itu, Sunan Gunung Jati mengemukakan, “Adapun Allah itu adalah
yang berwujud haq”; Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa
batas, dekatnya tanpa rabaan.”; Sunan Bonang berkata, “Allah itu tidak
berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak
bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”; Sunan Kalijaga menyatakan,
“Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”; Syekh Maghribi berkata,
“Allah itu meliputi segala sesuatu.”; Syekh Majagung menyatakan, “Allah itu
bukan disana atau disitu, tetapi ini.”; Syekh Bentong menyuarakan, “Allah itu
itu bukan disana sini, ya inilah.”; Setelah ungkapan Syekh Bentong inilah, tiba
giliran Syekh Siti Jenar dan mengungkapkan konsep dasar teologinya di atas.
Hanya saja ungkapan Syekh Siti Jenar tersebut ditanggapi dengan keras oleh
Sunan Kudus, yang salah menangkap makna ungkapan mistik tersebut, “Jangan
suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak
bersekutu dengan sesama.”
Mulai persidangan itulah hubungan Syekh Siti Jenar dengan para wali
memanas, sebab Syekh Siti Jenar tetap teguh pada pendirian tauhid sejatinya.
Sementara para Dewan Wali mengikuti madzhab resmi yang digariskan olehkerajaan Demak, Sunni-Syafi’i. Sampai masa persidangan penentuannya,
Syekh Siti Jenar tetap menyuarakan dengan lantang teologi manunggalnya
bahwa, “Utawi Allah iku nyataning sun kang sampurna kang tetep ing dalem
dhohir batin,” (bahwa Allah itu nyatanya aku yang sempurna yang tetap di
dalam dzahir dan batin) . Riwayat yang agak sama juga tercantum dalam Babad
Cerbon, terbitan Brandes (1911) pada Pupuh 23, Kinanti bait 1-8.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 2/55
DUA
“Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan lain selain dari Tuhan
yang Mahakuasa, ia akan kecewa karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia
inginkan.” (S. Soebardi, The Book of ebolek, hlm. 103).
Menurut beberapa sumber, di antaranya Soebardi (1975), beberapa saat setelahSyekh Siti Jenar wafat, para wali mendengar suara yang berasal dari roh Syekh
Siti Jenar yang berupa ungkapan mistik tersebut. Ungkapan mistik itu
merupakan ungkapan terakhir dari sang sufi sebagai bukti bahwa sampai
sesudah wafatnya, dia memperoleh apa yang diinginkannya, dan menjadi bukti
kebenaran ajarannya, yakni kehidupan sejati dalam kesatuan; manunggaling
kawula-Gusti.
TIGA
“… tidak usah kebanyakan teori semu, sesungguhnya ingsun inilah Allah.
Nyata Ingsun Yang Sejati, bergelar Prabu Satmata, yang tidak ada lain
kesejatiannya, yang disebut sebangsa Allah…” (R. Tanoyo: Walisanga, hlm.
124)
Maksud bebas ungkapan tersebut adalah “tidak usah kebanyakan bicara tentang
teori ketuhanan, sesungguhnya ingsun (aku sejati) inilah Allah. Yaitu Ingsun
(Kedirian) Yang Sejati, juga bergelar Prabu Satmata (Tuhan Yang Maha
Melihat, mengetahui segala-galanya), dan tidak boleh ada yang lain yang
penyebutannya mengarah kepada Allah sebagai Tuhan”.
EMPAT
“Mungguh sajatine ananing zdat kang sanyata iku muhung ana anteping tekat
kita, tandhane ora ana apa-apa, ananging kudu dadi sabarang sedya kita kang
satuhu” [Sebenarnya, keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada
mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-apa, akan tetapi harus menjadi
segala niat kita yang sungguh-sungguh]. (Serat Candhakipun Riwayat Jati, hlm.
1).
Menurut Syekh Siti Jenar, keberadaan dzat hanya ada beserta kemantapan hati
dalam merengkuh Tuhan. Dalam diri tidak ada apa-apa kecuali menjadikan
menunggal sebagai niat dan yang mewarnai segala hal yang berhubungandengan asma, sifat dan af’al Pribadi. Inilah di antara maksud utama ungkapan
di atas. Jadi pemahaman atas ungkapan itu harus tetap berada dalam lingkup
kemanunggalan. Kemanunggalan tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan
perangkat syari’at dan tarekat. Apalagi sekedar syari’at lahiriyah (nominal).
Kemanunggalan akan berhasil seiring dengan tekad hati dan keseluruhan
Pribadi dalam merengkuh Allah, sebagaimana roh Allah pada awalnya
ditiupkan atas setiap pribadi manusia.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 3/55
LIMA
“…marilah kita berbicara dengan terus terang. Aku ini Allah. Akulah yang
sebenarnya disebut Prabu Satmata, tidak ada lain yang bernama Allah…saya
menyampaikan ilmu tertinggi yang membahas ketunggalan. Ini bukan badan,selamanya bukan, karena badan tidak ada. Yang kita bicarakan ialah ilmu sejati
dan untuk semua orang kita membuka tabir [artinya membuka rahasia yang
paling tersembunyi.]” (Serat Siti Jenar Asmarandana, hlm. 15, bait 20-22).
ENAM
“Tidak usah banyak tingkah, saya inilah Tuhan, Ya, betul-betul saya ini adalah
Tuhan yang sebenarnya, bergelar Prabu Satmata, ketahuilah bahwa tidak ada
bangsa Tuhan yang lain selain saya. …. Saya ini mengajarkan ilmu untuk betul-
betul dapat merasakan adanya kemanunggalan. Sedangkan bangkai itu
selamanya kan tidak ada. Adapun yang dibicarakan sekarang ini adalah ilmuyang sejati yang dapat membuka tabir kehidupan. Dan lagi, semuanya sama.
Sudah tidak ada tanda secara samar-samar, bahwa benar-benar tidak ada
perbedaan lagi. Jika ada perbedaan yang bagaimanapun, saya akan tetap
mempertahankan tegaknya ilmu tersebut.” (Boekoe Siti Djenar, Tan Khoen
Swie, hlm. 18-20).
TUJUH
“Jika Anda menanyakan dimana rumah Tuhan, jawabnya tidaklah sulit. Allah
berada pada dzat yang tempatnya tidak jauh, yaitu bersemayam di dalam tubuh.
Tetapi hanya orang yang terpilih yang bisa melihatnya, yaitu orang yang suci.”
(Suluk Wali Sanga, R. Tanaja, hlm. 42-46).
Ungkapan no. 5, 6, dan 7.
Dinyatakan dalam sidang para wali yang dipimpin oleh Sunan Giri bertempat
di Giri Kedaton. Penjelasan Syekh Siti Jenar bahwa dirinya bukan badan
menanggapi pernyataan Maulana Maghribi yang bertanya, “Tetapi yang kau
tunjukkan itu hanya badan.” Syekh Siti Jenar menyampaikan ajaran “ingsun”
yang dikemukakan secara radikal, yang mengajarkan kesamaan tuntas antara
san pembicara dengan Allah. Ini sebagai efek dari berbagai pengalaman
spiritualnya yang demikian tinggi, sehingga Manunggaling Kawula-Gusti juga
meniscayakan adanya manunggalnya kalam (pembicaraan, sabda, firman).
Adapun gelar Prabu Satmata memilki makna sama dengan Hyang Manon atau
Yang Maha Tahu. Gelar tersebut juga diberikan kepada para Walisanga kepada
Sunan Giri. Nampak bahwa Syekh Siti Jenar memiliki pendirian tegas, bahwa
ilmu spiritual harus diajarkan kepada semua orang. Karena justru dengan
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 4/55
membuka tabir itulah, orang akan mengetahui hakikat kehidupan dan rahasia
hidupnya.
DELAPAN
“Syekh Lemah Abang namaku, Rasulullah ya aku, Muhammad ya aku, AsmaAllah itu sesungguhnya diriku; ya Akulah yang menjadi Allah ta’ala.”
(Wawacan Sunan Gunung Jati terbitan Emon Suryaatmana dan T.D. Sudjana,
Pupuh 38 Sinom, bait 13).
Ungkapan mistik Syekh Siti Jenar tersebut menunjukkan, bahwa dalam teologi
manunggaling kawula-Gusti, tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba
dan pencipta sebagaimana apa yang dialami oleh Bayazid al-Bustami dan
Manshur al-Hallaj. Dalam kasus pengalaman mistik Syekh Siti Jenar, antara
syahadat Rasul dan syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan.
Sehingga dalam pengalaman mistik manunggal ini, terjadi kemanunggalan diri,Rasul dan Tuhan. Suatu titik puncak pengalaman spiritual, yang sudah dialami
oleh para ulama sufi sejak abad ke-9, yakni sejak fana’nya Bayazid al-
Busthami, Junaid al-Baghdadi, “ana al-Haqq”-nya Manshur al-Hallaj, juga
‘Aynul Quddat al-Hamadani, dan Syaikh al-Isyraq Syuhrawardi al-Maqtul, dan
akhirnya menemukan titik kulminasinya pada teologi Manunggaling Kawula-
Gusti Syekh Siti Jenar.
SEMBILAN
“Sesungguhnyalah, Lapal Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa
dan tiada tampak, membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia
tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi
bingung. Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan
untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu janji. Nama itu
ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan: “Muhammad Rasulullah”.
Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur
bercampur tanah.” “Lain jika kita sejiwa dengan Zat Yang Maha Luhur. Ia
gagah berani, naha sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta. Dia itu
Pangeran saya, yang menguasai dan memerintah saya, yang bersifat
wahdaniyah, artinya menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadimengembara melebihi peluru atau anak sumpitan, bukan budi bukan nyawa,
bukan hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.” “Dia
itu yang bersatu padu menjadi wujud saya. Tiada susah payah, kodrat dan
kehendak-Nya, pergi ke mana saja tiada haus, tiada lelah tanpa penderitaan dan
tiada lapar. Kekuasan-Nya dan kemampuan-Nya tiada kenal rintangan,
sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 5/55
jiwa raga saya kearif-bijaksanaan tanpa saya ketahui keluar dan masuk-Nya,
tahu-tahu saya menjumpai Ia sudah ada disana”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki
Sastrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 45-48).
Pernyataan di atas adalah tafsir sederhana dari sasahidan yang menjadi intisari
ajaran Syekh Siti Jenar, dan landasan mistik teologi kemanunggalan. Kalimah
syahadat yang hanya diucapkan dengan lisan dan hanya dihiasi dengan
perangkat kerja fisik (pelaksanaan fiqih Islam dengan tanpa aplikasi spiritual),
hakikatnya adalah kebohongan. Pelaksanaan aspek fisik keagamaan yang tidak
disertai dengan implikasi kemanunggalan roh, sebenarnya jiwa orang itu
mencuri, yakni mencuri dari perhatiannya kepada aspek Allah dalam diri. Itulah
sebenar-benarnya munafik dalam tinjauan batin, dan fasik dalam kacamata
lahir. Sebab manusia sebagai khalifah-Nya adalah cermin Ilahiyah yang harus
menampak kepada seluruh alam. Sebagai alatnya adalah kemanunggalan
wujudiyah sebagaimana terdapat dalam Sasahidan. Terdapat kesatupaduan
antara Allah, Rasul dan manusia. Masing-masing bukanlah sesuatu yang salingasing mengasingkan.
Kesejatian Hidup dan Kehidupan
SEPULUH.
“Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejatian hidup,
engkau sejatinnya Allah, ya ingsun sejatinya Allah; yakni wujud (yang
berbentuk) itu sejatinya Allah, sir (rahsa=rahasia) itu Rasulullah, lisan
(pangucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah, sir Allah, rasa Allah,
rahasia kesejatian Allah, ya ingsun (aku) ini sejatinya Allah.” (Wejangan
Walisanga: hlm. 5).
Subtansi dari ungkapan spiritual tersebut adalah bahwa kesejatian hidup,
rahasia kehidupan hanya ada pada pengalaman kemanunggalan antara kawula-
Gusti. Dan dalam tataran atau ukuran orang ‘awam hal itu bisa diraih dengan
memperhatikan uraian dan wejangan Syekh Siti Jenar tentang “Shalat Tarek
Limang Waktu”.
SEBELAS
“Adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidup itupun
ditetapkan oleh diri sendiri. Tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan,
tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tiada
diinginkan oleh hidup. Dengan demikian hidupnya kehidupan itu, berdiri
sendiri sekehendak.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III
Dandanggula, 32).
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 6/55
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kebebasan manusia dalam
menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang terbebas dari
belenggu kultural maupun belenggu struktural. Dalam hidup ini, tidak boleh
ada sikap saling menguasai antar manusia, bahkan antara manusia dengan
Tuhanpun hakikatnya tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Ini jika
melihat intisari ajaran manunggalnya Syekh Siti Jenar. Sebab dalam manusia
ada roh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas pribadinya dalam
menjalani kehidupan di dunia ini.
Dan allah itulah satu-satunya Wujud. Yang lain hanya sekedar mewujud.
Cahaya hanya satu, selain itu hanya memancarkan cahaya saja, atau
pantulannya saja. Subtansi pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut adalah Qs. Al-
Baqarah/2;115, “Timur dan Barat kepunyaan Allah. Maka ke mana saja kamu
menghadap di situlah Wajah Allah. ” Wujud itu dalam Pribadi, dan di dunia
atau alam kematian ini, memerlukan wadah bagi pribadi untuk mengejawantah,
menguji diri sejauh mana kemampuannya mengelola keinginan wadag,sementara Pribadinya tetap suci.
Tuhan dan Kemanusiaan
DUA BELAS
“Zat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke
semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu
keinginan saja belum tentu dapat melaksanakan dengan tepat, apa lagi dua.
Nah, cobalah untuk memisahkan zat wab/jibul maulana dengan budi, agar
supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 44).
Manusia yang mendua adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat
kemanunggalan. Sementara manusia yang manunggal adalah pemilik jiwa yang
iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi. Sehingga akibat
terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan
yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu. Maka agar tidak
terjadi split personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan
kehidupan, harus ada keterpaduan antara Zat Wajibul Maulana dengan budi
manusia. Dan sang Zat Wajibul Maulana ini berada di dalam kedirian manusia,
bukan di luarnya.
TIGA BELAS
“Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, baka bersifat abadi,
tanpa antara, tiada erat dengan sakit ataupun rasa tidak enak. Ia berada baik di
sana, maupun di sini, bukan itu bukan ini. Oleh tingkah yang banyak dilakukan
dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 7/55
yang berwujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh
yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.” (Serat Syaikh Siti
Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 30).
Tuhan adalah yang maha meliputi. Keberadaannya, tidak dibatasi oleh lingkup
ruang dan waktu, keghaiban atau kematerian. Hakikat keberadaan segalasesuatu adalah keberadaan-Nya. Oleh karenanya keberadaan segala sesuatu di
hadapan-Nya sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu, termasuk kedirian
manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang
baru” dalam arti tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada
jiwa yang dinaungi roh Ilahi. Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi
keberadaan roh itu. Jangan terjebak hanya menghiasi wadahnya, namun
seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi
kebutuhannya adalah isi dari wadah.
EMPAT BELAS
“Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah
adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia,
membumbunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan
ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang Mulia.”
“Ke mana saja sunyi senyap adanya; ke utara, selatan, barat, timur dan tengah,
yang ada di sana-sana hanya di sini adanya. Yang ada di sini bukan wujud saya.
Yang ada didalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah
isi perut yang kotor. Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh,
laju pesat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekah dan
Madinah.”
“Saya ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan
niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan bukan kekosongan atau
kehampaan. Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk
bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air dan
udara kembali ke tempat asalnya atau aslinya, sebab semuanya barang baru,
bukan asli.”
“Maka saya ini Zat yang sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat jalal dan jamal, artinya Mahamulia dan Mahaindah. Ia tidak mau shalat
atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintahkan untuk shalat kepada
siapapun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan
mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-
ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan
selalu mengajak mencuri.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III
Dandanggula, 33-36).
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 8/55
Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri
manusia. Allah juga bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang
asma al-Ghayb, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secara
rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat roh
al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya.
Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik
Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir
materialistik dan matematis. Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan
jiwa dan raga melalui roh al-idhafi. Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin
kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi
manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.
Sekali lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang
sudah tidak ada tingkatan lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan maka
sebaiknya disempurnakan lagi. Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu
dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan.
Semuanya berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam, apa kata Alam ini
ialah juga kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan
manusia beserta makhluk lainnya…allahu akbar.
LIMA BELAS
“Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam
kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api
neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya
sudah lepas dari alam saya kematian ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng
tiada ini itu.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VI Pangkur, 20-
21).
Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang
sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya.
Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga
keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda
kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia
akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah
ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna,
dengan segala kehidupan yang juga sempurna.
ENAM BELAS
“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 9/55
kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan
langgeng hidup saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih
hidup atau mati saya tidak sudi! Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang
menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan saya ke alam kehidupan!
Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada
sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam
kehidupan sejati.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII
Dandanggula, 14-16).
Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang
sesungguhnya, maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak
terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian
bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain.
Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai
keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena
itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah
“dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab
dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan.
Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas,
dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia
menghendaki kematiannya itu. Barulah jika seseorang memang tidak pernah
mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa
tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.
TUJUH BELAS
“…Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai
dalam mati, mati yang sempurna teramat oleklah dia. Manusia sejati-sejatinya
yang sudah meraih puncak ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya.
Menyebutkan mati syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah
dia dengan memboyong kratonnya. Kenikmatan mati tak dapat dihitung…” “…
Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam
patinya, justru bagi ilmu orang remeh…” (Babad Jaka Tingkir-Babad Pajang,
hlm. 74).
Menurut penuturan Babad Jaka Tingkir, ungkapan mistik itu keluar dari ucapan
darah Syekh Siti Jenar, setelah dipenggal kepalanya oleh Dewan Walisanga.
Darah yang menyembur, jatuh ke tanah melukis kaligrafi la ilaaha illallah, dan
mengeluarkan ucapan-ucapan mistik tersebut. Para wali dan masyarakat yang
menyaksikannya terkejut campur bingung. Setelah beberapa saat, dari lisan
kepala yang sudah dipenggal, keluar ucapan yang memerintahkan agar darah
kembali ke jasadnya, demikian pula kepala menyatu dengan tubuh. Jelas bahwa
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 10/55
kematian fisik tak mampu menyentuh Syekh Siti Jenar. Mati ada dalam hidup,
hidup ada dalam mati.hidup selamanya tidak mati, kembali ke tujuan, langgeng
selamanya. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam kepada semua yang
menyaksikan, Syekh Siti Jenar dengan diliputi oleh semerbak bau harum
terbungkus cahaya gemerlapan yang menyorot ke atas, kemudian lenyap
terserap ke dalam al-Ghaib, Dia Yang Sudah Dimuliakan. Iringan cahaya
bersinar cemerlang, berkilau gemilang, berkobar menyala, menyuramkan sinar
sang mentari, menyilaukan pandang semua orang yang menyaksikan.
Adapun pelaksanaan hukuman atas dirinya, oleh Syekh Siti Jenar sengaja
dibiarkan terlaksana, guna memenuhi hukum duniawi, sekaligus sebagai
monumen kebenaran ajarannya. Tanpa bukti yang dinampakkan secara dzahir,
maka kebenaran ajaran Manunggaling Kawula-Gusti tidak akan pernah
terwujud. Sebab pembuktian itu –sebagaimana sudah terjadi pada Mansur al-
Hallaj, al-Syuhrawardi dan ‘Aynul Quddat al-Hamadani sebagai pendahulunya
– memang menuntut jasad sang Guru sebagai martir atau syahid bagi
kesufiannya. Dengan kemartirannya dan kesediannya sebagai syuhada’ bagi
sufisme di Tanah Jawa itulah ia disebut sebagai Syekh Jatimurni, Guru Pemilik
Inti Kesejatian atau Pusar Ilmu Kasampurnan.
AJARAN TENTANG PENERAPAN RUKUN IMAN, ISLAM DAN
IHSAN
Materi Pokok Pengajaran Syekh Siti Jenar
DELAPAN BELAS
“…Kepada mereka, Siti Jenar pertama-tama mengajarkan akan asal usul
kehidupan, kedua diberitahukan akan pintu kehidupan. Ketiga, tempat besok
bila sudah hidup kekal abadi, keempat alam kematian yaitu yang sedang
dijalani sekarang ini. Lagipula mereka diberitahu akan adanya Yang Maha
Luhur…” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh IV Sinom, 6-7).
Kepada pada muridnya, Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu ma’rifat secata
bertahap, yang harus dikuasai oleh seseorang, jika ingin menjadi manusia
sempurna (al-insan al-kamil), serta bagi yang ingin menempuh laku manunggal
dengan Tuhan. (1) Pertama-tama Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang asal-
usul manusia [ngelmu sangkan-paran]; (2) Langkah berikutnya, ia mengajarkan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan, khususnya apa yang disebut sebagai
pintu kehidupan; (3) Langkah ketiga Syekh Siti Jenar menunjukkan tempat
manusia besok ketika sudah hidup kekal abadi; (4) Taham keempat, ia
menunjukkan tempat alam kematian, yaitu yang sedang dialami dan dijalani
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 11/55
manusia sekarang ini, di dunia ini, serta berbagai kiat cara menghadapinya; (5)
Langkah terakhir Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang adanya Tuhan Yang
Maha Luhur yang menjadikan bumi dan angkasa, sebagai pelabuhan akhir bagi
kemanunggalan dan keabadian.
Sasahidan: Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar
SEMBILAN BELAS
“Insun anakseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran amung
Ingsun, lan nakseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine
kang aran Allah iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaning-Sun, Muhammad iku
cahyaning-Sun, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kan
langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati, iya Ingsun kang waskitha orakasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa
wicaksana ora kukurangan ing pangerti, byar.. sampurna padhang terawang-an,
ora karasa apa-apa, ora ana keton apa-apa, mung Insun kang nglimputi ing
ngalam kabeh, kalawan kodrating-Sun.” (R. Ng. Ranggawarsita, WIRID
Punika Serat Wirid Anyariyo-saken Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi
Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert Rusche & Co., Surakarta, 1908,
hlm.15-16).
Terjemahan, “Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri, sesungguhnya
tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammaditu utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah Ingsun diri sendiri (badan-Ku),
Rasul itu Rahsa-Ku, Muhammad itu cahaya-Ku, Akulah Dzat yg hidup tidak
akan terkena mati, Akulah Dzat yang selalu ingat tidak pernah lupa, Akulah
Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan, (bagi-Ku) tidak ada
yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai, yang Kuasa dan
Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benerang,
tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi sekalian
alam dengan kodrat-Ku.”
Ajaran tersebut disebut sebagai ajaran atau wejangan Sasahidan Serat Wirid
Hidayat Jati merupakan naskah paling terkenal hasil karya R. Ng.
Ranggawarsita. Menurut R. Ng. Ranggawarsita, naskah tersebut merupakan
wejangan wali ke-8. wali VIII yang dimaksud adalah Sunan Kajenar atau
Syekh Siti Jenar. Ini sesuai dengan pernyataan Ranggawarsita sendiri dalam
naskah tersebut pada halaman 5 dan 6, dimana wejangannya adalah Sasahidan
atau Penyaksian. Oleh Ranggawarsita, Sunan Kajenar disebut sebagai wali
dalam dua angkatan, yakni angkatan pertama di awal Kerajaan Demak dan
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 12/55
angkatan dua, yakni pada masa akhir Kerajaan Demak. Melihat pernyataan ini,
logis jika tahun wafatnya Syekh Siti Jenar ditetapkan pada tahun 1517, sebab
setelah kekuasaan Raden Fatah usia Kerajaan Demak tidak berlangsung lama,
disambung dengan Kerajaan Pajang.
Dari wejangan Sasahidan itu, nampaklah pengalaman spiritual dan keadaan
kemanunggalan pada diri Syekh Siti Jenar terjadi dalam waktu yang lama, dan
mendominasi keseluruhan wahana batin Syekh Siti Jenar. Nampak juga bahwa
dalam intisari ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan sikap dzahir dari
ajaran Syekh Siti Jenar. Jika ilmu tidak ada yang dirahasiakan dalam
pengajaran, maka demikian pula pengalaman batin dari keagamaan juga tidak
bisa disembunyikan. Dan pengalaman keagamaan yang terlahir tidak harus
ditutup-tutupi walaupun dengan dalih dan selubung syari’at. Dan akhirnya
dalam ajaran Sasahidan itulah, semua ajaran Syekh Siti Jenar tersimpul.
Kemanunggalan Ke-Iman-an
DUA PULUH
“Adapun manunggalnya keimanan, itu menjadi tempat berkumpulnya jauhar
(mutiara) Muhammad, terdiri atas 15 perkara, seperti perincian di bawah ini:
a. Imannya imam, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah keberadaan Allah.
b. Imannya tokide (tauhid), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah panunggale (tempat manunggalnya) Allah.
c. Imannya syahadat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah sifatullah (sifatnya Allah).
d. Imannya ma’rifat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kewaspadaan Allah.
e. Imannya shalat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,engkau adalah menghadap Allah.
f. Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 13/55
g. Imannya takbir, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah kepunyaan keangungan Allah.
h. Imannya saderah, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah pertemuan Allah.
i. Imannya kematian, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kesucian Allah.
j. Imannya junud, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah wadahnya Allah.
k. Imannya jinabat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kawimbuhaning (bertambahnya ni’mat dan
anugerah) Allah.
l. Imannya wudlu, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah asma (Nama) Allah.
m.Imannya kalam (perkataan), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah ucapan Allah.
n. Imannya akal, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah juru bicara Allah.
o. Imannya nur, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,engkau adalah wujudullah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagat
(makrokosmos), dunia akhirat, surga neraka, ‘arsy kursi, loh kalam (lauh al-
kalam), bumi langit, manusia, jin, belis (iblis) laknat, malaikat, nabi, wali,
orang mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung yang
disebut alam kiyal (‘alam al-khayal), maksudnya adalah angan-angannya
Tuhan, itulah yang agung yang disebut alam barzakh, yang dimaksudnya
adalah pamoring gusti kawula, yang disebut alam mitsal, yang dimaksudnya
adalah awal pengetahuan, yaitu kesucian dzat sifat asma af’al, yang disebut
alam arwah, maksudnya berkumpulnya nyawa yang adalah dipenuhi sifat
kamal jamal.” (Wedha Mantra, hlm. 54-55).
Ajaran tersebut terkenal dengan sebutan panunggaling iman. Dari aplikasi iman
dalam bentuk keimanan Manunggaling Kawula-Gusti tersebut tampak, bahwa
fungsi manusia sebagai khalifatullah (wakil real Allah) di muka bumi betul-
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 14/55
betul nyata. Manusia adalah cermin dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi
iradah dan kodrat yang berimbang. Semua bentuk syari’at agama ternyata
memiliki wujud implementasi bagi tekad hatinya, sekaligus ditampakkan
melalui tingkah lahiriyahnya.
Jelas sudah bahwa dalam sistem sufisme Imannya kehidupan, maksudnya
adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya
Allah, ajaran “langit” Allah berhasil “dibumikan” oleh Imannya kehidupan,
maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kehidupannya Allah. Melalui doktrin utama Manunggaling Kawula-Gusti.
Manusia diajak untuk membuktikan keberadaan Allah secara langsung, bukan
hanya memahami “keberadaan” dari sisi nalar-pikir (ilmu) dan rasa sentimen
makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan neraka). Imannya
kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah kehidupannya Allah. Mengajarkan dan mengajak manusia bersama-
sama “merasakan” Allah dalam diri pribadi masing-masing.
DUA PULUH SATU
Adapun yang menjadi maksud:
a. Iman, adalah pangandeling (pusaka andalan), roh.
b. Tokid (tauhid), panunggale (saudara tak terpisah, tempat manunggal) roh.
c. Ma’rifat, penglihatan roh.
d. Kalbu, penerimaan (antena penerima) roh.
e. Akal, pembicaraannya roh.
f. Niat, pakaremaning roh.
g. Shalat, menghadapnya roh.
h. Syahadat, keadaan roh.” (Wedha Mantra, hlm. 54).
Pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut mempertegas maksud Manunggalnya
Iman di atas. Di dalam hal ini, Syekh Siti Jenar menjelaskan maksud dari
masing-masing doktrin pokok tauhid dan fiqih ketika dikaitkan dengan
spiritual. Iman, tauhid, ma’rifat, qalbu, dan akal adalah doktrin pokok dalam
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 15/55
wilayah tauhid; dan niat, shalat serta syahadat adalah doktrin pokok fiqih. Oleh
Syekh Siti Jenar semua itu sirangkai menjadi bentuk perbuatan roh manusia,
sehingga masing-masing memiliki peran dan fungsi yang dapat menggerakkan
seluruh kepribadian manusia, lahir dan batin, roh dan jasadnya. Itulah makna
keimanan yang sesungguhnya. Sebab rukun iman, rukun Islam dan ihsan pada
hakikatnya adalah suatu kesatuan yang utuh yang membentuk kepribadian
illahiyah pada kedirian manusia.
DUA PULUH DUA
“Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai.
Kekuasaannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun
dalam merupakan kesantrian yang beraneka ragam. Iradatnya artinya kehendak
yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh
dari pancaindera bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.” (Serat Syaikh SitiJenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandangula, 31).
Bagi Syekh Siti Jenar, kodrat dan iradat bukanlah hal yang terpisah dari
manusia, dan bukan mutlak milik Allah. Kodrat dan iradat menurut Syekh Siti
Jenar terkait erat dengan eksistensi sang Pribadi (manusia). Pribadi adalah
eksistensi roh. Maka jika roh adalah pancaran cahaya-Nya, pribadi adalah
tajalli-Nya, penjelmaan Diri-Nya. Pribadi adalah Allah yang menyejarah. Maka
Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa dirinya adalah sang pemilik dua puluh
sifat ketuhanan. Oleh karena itu kodrat merupakan kuasa pribadi, sifat yang
melekat pada pribadi sejak zaman azali dan itu langgeng. Demikian pula
adanya iradat, kehendak atau keinginan.
Antara karsa, keinginan dan kuasa, adalah hal yang selalu berkelindan bagi
wujud keduanya. Tentu menyangkut kehendak, setiap pribadi memiliki karsa
yang mandiri dan yang berhak merumuskan hanyalah “perundingan” antara
pemilik iradah dengan Yang Maha Memiliki Iradah. Kemudian untuk
mewujudkan rasa cipta itu, perlu juga pelimpahan kodrat Allah pada manusia.
Untuk itu semua, Syekh Siti Jenar mendidik manusia untuk mengetahui Yang
Maha Kuasa, dan mengetahui letak pintu kehidupan serta kematian. Tujuannya
jelas, agar manusia menjadi Pribadi Sejati, pemilik iradah dan kodrat bagidirinya sendiri.
Syahadat
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 16/55
DUA PULUH TIGA
“Inilah maksud syahadat: ‘Ashadu;jatuhnya rasa, ilaha;kesejatian rasa, illallah;
bertemu rasa. Muhammad hasil karya yang maujud, Pangeran; kesejatian
kehidupan.”
Dalam hal syahadat ini, Syekh Siti Jenar mengajarkan berbagai macamsyahadat dan hal itu selaras dengan konsep utama ajarannya, manunggaling
kawula-Gusti, serta tetap di atas fondasi ajaran shalat daim. Syahadat dalam hal
ini, adalah menjadi keadaan roh, bukan sekedar ucapan lisan, dan hasil
pengolahan nalar-pikiran, atau bisikan hati. Susunan kalimat syahadat adalah
campuran bahasa Arab dan bahasa Jawa. Hal ini menjadi kebiasaan Syekh Siti
Jenar dalam mengajarkan ajaran-ajarannya, sehingga dengan mudah dan
gamblang murid serta pengikutnya mampu memahami dan mengamalkan
ajaran tersebut, tanpa kesulitan akibat kendala bahasa.
Beberapa wali di Jawa, selain Syekh Siti Jenar juga memiliki dan mengajarkan
syahadat. Misalnya syahadat Sunan Giri, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat
kencana sinarawedi, sahadu minangka kencana sinarawedi, dzat sukma kang
ginawa mati, kurungan mas ilang tanpa kerana, sira muliha maring kubur.”
Syahadat Sunan Bonang, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana,
linggih ing maligi mas, ulir sjroh-ning geni muskala, ilang ing kawulat aja kari,
ya hu ya hu ya hu, sirna kurungan tanpa kerana.” Dan syahadat Sunan Kalijaga,
“Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana, kurungan mas, kuliting jati
sajatining sukma, ginawa mati, sirna tan ana kari, sukma ilang jiwa ilang, kang
lunga padha rupane, dap lap ilang,” (Wejangan Walisanga, hlm. 50).
Dibawah ini adalah aplikasi syahadat menurut Syekh Siti Jenar. Sebagiansyahadat yang ada merupakan dzikir dan wirid ketika Syekh Siti Jenar
mengajarkan cara melepaskan air kehidupan (tirta nirmaya) untuk membuka
pintu kematian menuju kehidupan sejati di alam akhirat. Syahadat-syahadat
sejenis juga diajarkan oleh Ki Ageng Pengging kepada Sunan Kudus, sebelum
wafatnya.
Jatunya rasa (tibaning rasa) maksudnya adalah meresapnya Allah dalam
kehendak dan kedalaman jiwa. Ini kemudian dipupuk dengan laku spiritual
yang melahirkan sajatining rasa (kesejatian rasa), di mana ruang keseluruhan
jiwa telah terdominasi oleh al-Haqq (Allah). Kemudian lahirlah ungkapan
illallah sebagai puncak, yakni pertemuan rasa, manunggalnya yangmengungkapkan “asyhadu” dengan sarana ungkapan, yakni Allah.
Kemanunggalan ini memunculkan tenaga dan energi kreativitas positif, dalam
bentuk karya yang berbentuk nyata, bermanfaat dan berdaya guna, serta bersifat
langgeng, yang diidentifikasikan dengan sebutan Muhammad (Yang Memiliki
Segala Keterpujian) sebagai perwujudan riil dari sang Wajib al-Wujud. Maka
diri manusia sebagai ”Pangeran” (Tuhan) itulah yang perupakan kesejatian
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 17/55
hidup atau kehidupan. Syahadat dalam sistem ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah
hanya sekedar bentuk pengakuan lisan yang berupa syahadat tauhid dan
syahadat rasul. Namun syahadat adalah persaksian batin, yang teraplikasi
dalam tindakan dzahir sebagai wujud kemanunggalan kawula-Gusti. Dengan
demikian syahadat mampu melahirkan karya-karya yang bermanfaat.
DUA PULUH EMPAT
“Mengertilah, bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tau maka
sekaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti
hewan. Lafalnya mengucapkan adalah : “Syahadat Sakarat Sajati, iya Syahadat
Sakarat, wus gumanang waluya jati sirne eling mulya maring tunggal, waluya
jati iya sajatining rasa, lan dzat sajatining dzat pesthi anane langgeng tan
kenaning owah, dzat sakarat roh madhep ati muji matring nyawa, tansah neng
dzatullah, kurungan mas melesat, eling raga tan rusak sukma mulya Maha
Suci.” (Mantra Wedha, bab 205, hlm. 53).
(Syahadat Sakarat Sejati adalah Syahadat Sakarat [Menjelang dan proses
datangnya pintu kematian], sudah nyata penuh kesempatan hilangnya ingatan
kemuliaan kepada yang tunggal, keselamatan dan kesentosaan itu adalah
sejatinya kehidupan, tunggal sejatinya hidup, hidup sejatinya rasa dan sejatinya
rasa dan dzat sejatinya dzat pasti dalam keberadaan kelanggengan tidak terkena
perubahan, dzat sekarat roh menghadap hati memuji nyawa, selalu berada
dalam dzatullah, sangkar mas hilang, mengingat raga tidak terkena kerusakan
sukma mulia Maha Suci).
Syahadat Sakarat adalah syahadat atau persaksian menjelang kematian.
Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu ajaran Syekh Siti Jenar adalah
kemampuan memadukan iradah dan qudrat diri dengan iradah dan qudrat Ilahi,
sebagai efek kemanunggalan. Sehingga apa yang menjadi ilmu Allah, maka itu
adalah ilmu diri manusia yang manunggal. Maka orang yang sudah meninggal
mencapai al-Insan al-Kamil, juga mengetahui kapan saatnya dia meninggalkan
alam kematian di dunia ini, menuju alam kehidupan sejati di akhirat, untuk
menyatu selamanya dengan Allah. Syahadat sekarat yang terpapar di atas,
adalah syahadat sakarat yang bersifat umum, sebab nanti masih ada beberapa
syahadat. Semua syahadat yang diajarkan Syekh Siti Jenar menjadi lafal harianatau dzikir, terutama saat menjelang tidur, agar dalam kondisi tidur juga tetap
berada dalam kondisi kemanunggalan iradah dan qodrat. Namun syahadat-
syahadat yang ada tidak hanya sekedar ucapan, sebab saat pengucapan harus
disertai dengan laku (meditasi) dan paling tidak mengheningkan daya cipta,
rasa dan karsa, sehingga lafal-lafal yang berupa syahadat tersebut, menyelusup
jauh ke dalam diri atau dalam sukma.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 18/55
DUA PULUH LIMA
“Syahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi
cahya, lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna
mulih maring sajati, kari amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena
pati.” (syahadat Allah, Allah, Allah badan lebur menjadi (roh) idhafi, (roh)
idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur sirna kembali kepada yang sejati,
tinggallah hanya Allah semata yang abadi tidak terkena kematian). [Mantra
Wedha, hlm. 53).
Syahadat paleburan diucapkan ketika (menjalani keheningan = samadhi),
menyatukan diri kepada Allah. Lafal tersebut lahir dari pengalaman Syekh Siti
Jenar ketika memasuki relung-relung kemanunggalan, di mana jasad fisiknya
ditinggalkan rohnya, sesudah semua nafs dalam dirinya mengalami kasyaf.
DUA PULUH ENAM“Ashadu-ananingsun, la ilaha rupaningsun, illallah – Pangeransun, satuhune ora
ana Pangeran angging Ingsun, kang badan nyawa kabeh” (ashadu-
keberadaanku, la ilaha – bentuk wajahku, illallah – Tuhanku, sesungguhnya
tidak ada Tuhan selain Aku, yaitu badan dan nyawa seluruhnya).
Inilah yang disebut Syahadat Sajati. Pengakuan sejati ini adalah ungkapan yang
sebenarnya bersifat biasa-biasa saja, di mana ungkapan tersebut lahir dari hati
dan rohnya, sehingga dari ungkapan yang ada dapat diketahui sampai di mana
tingkatan tauhidnya (tauhid dalam arti pengenalan akan ke-Esaan Allah), bukan
sekedar pengenalan akan nama-nama Allah.
DUA PULUH TUJUH
“Sakarat pujine pati, maksude napas pamijile napas, kaketek meneng-meneng,
iya iku sing ameneng, pati sukma badan, mulya sukma sampurna, mulih maring
dzatullah, Allah kang bangsa iman, iman kang bangsa nur, nur kang bangsa
Rasulullah, iya shalat albar, Muhammad takbirku, Allah Pangucapku, shalat jati
asembahyang kalawan Allah, ora ana Allah, ora ana Pangeran, amung iku
kawula tunggal, kang agung kang kinasihan.” (mantra Wedha, hlm. 53).
“Sekarat ku kemuliaan kematian, maksudnya adalah napas munculnya napas,
yang hilang berangsur-angsur secara diam-diam, yaitu yang kemudian diam,
kematian sebagai sukma badan-wadag, kemuliaan sukma kesempurnaan,
kembali kepada dzatullah, Allah sebagai labuhan iman, iman yang berbentuk
cahaya, cahaya yang berwujud Rasulullah, yaitu adalah shalat yang agung,
Muhammad sebagai takbirku, Allah sebagai ucapanku, shalat sejati
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 19/55
menyembah Allah, tidak ada Allah tidak ada Tuhan, hanyalah aku (kawula)
yang tunggal saja, yang agung dan dikasihi.”
Ini adalah Syahadat Sakarat Permulaan Kematian. Ketika seseorang sudah
melihat akhir hayatnya, maka orang tersebut diajarkan untuk memperbanyak
melafalkan dan mengamalkan “syahadat sakarat wiwitane pati” ini.
DUA PULU DELAPAN
“Ashadu ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan kenaning
pati, mulya tan kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya rasulullah, sirna
manjing sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng langgeng amisesa
budine, angen-angene tansah amadhep ing Pangeran.” (mantra Wedha, hlm.
54).
(Ashadu keberadaanku, yang menunjukkan jalan yang terang, yang hidup tidak
terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkenakematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena lupa, itulah
rasa yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang, itulah
hakikat Rasulullah, hilang musnah ketempat wujud yang hening, hilang
keheningan menyatu-tunggal menempati secara abadi memelihara budi, angan-
angan selalu menghadap Tuhan).
Syahadat Sekarat Hati pada hakikatnya adalah syahadat Nur Muhammad. Suatu
penyaksian bahwa kedirian manusia adalah bagian dari Nur Muhammad. Dari
inti syahadat ini, jelas bahwa kematian manusia bukanlah jenis kematian pasif,
atau kematian negatif, dalam arti kematian yang bersifat memusnahkan.
Kematian dalam pandangan sufisme Syekh Siti Jenar hanya sebagai gerbang
menuju kemanunggalan, dan itu harus memasuki alam Nur Muhammad.
Bentuk konkretnya, dalam pengalaman kematian itu, orang tersebut tidaklah
kehilangan akan kesadaran manunggal-Nya. Ia melanglang buana menuju asal
muasal hidup. Oleh karenanya keadaan kematiannya bukanlah suatu kehinaan
sebagaimana kematian makhluk selain manusia. Di sinilah arti penting adanya
syafa’at sang Utusan (Rasulullah) dalam bentuk Nur Muhammad atau hakikat
Muhammad. Nur Muhammad adalah roh kesadaran bagi tiap Pribadi dalam
menuju kemanunggalannya. Sehingga dengan Nur Muhammad itulah maka
pengalaman kematian oleh manusia, bagi Syekh Siti Jenar bukan sejeniskematian yang pasif, atau kematian yang negatif, dalam arti kematian dalam
bentuk kemusnahan sebagaimana yang terjadi terhadap hewan.
Kematian itu adalah sesuatu aktivitas yang aktif. Sebab ia hanyalah pintu
menuju keadaan manunggal. Dalam ajaran Syekh Siti Jenar yang
diperuntukkan bagi kaum ‘awam (orang yang belum mampu mengalami
Manunggaling Kawula-Gusti secara sempurna) di atas, nampak bahwa dalam
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 20/55
kematian itu, seseorang tetap tidak kehilangan kesadaran kemanunggalannya.
Dengan hakikat Muhammadnya ia tetap sadar dalam pengalaman kematian itu,
bahwa ia sedang menempuh salah satu lorong manunggal. Melalui lorong
itulah kediriannya menuju persatuan dengan Sang Tunggal. Kematian manusia
adalah proses aktif sang al-Hayyu (Yang Maha Hidup), sehingga hanya dengan
pintu yang dinamakan kematian itulah, manusia menuju kehidupan yang sejati,
urip kang tan kena pati, hidup yang tidak terkena kematian.
DUA PULUH SEMBILAN
“Syahadat Panetep panatagama, kang jumeneng roh idlafi, kang ana telenging
ati, kang dadi pancere urip, kang dadi lajere Allah, madhep marang Allah, iku
wayanganku roh Muhammad, iya, iku sajatining manusia, iya iku kang wujud
sampurna. Allahumma kun walikun, jukat astana Allah, pankafatullah ya hu
Allah, Muhammad Rasulullah.” (mantra Wedha, hlm. 54).
(Syahadat Penetap Panatagama, yang menempati roh idlafi, yang ada di
kedalaman hati, yang menjadi sumbernya kehidupan, yang menjadi
bertempatnya Allah, menghadap kepada Allah, bayanganku adalah roh
Muhammad, yaitu sejatinya manusia, yaitu wujudnya yang sempurna.
Allahumma kun walikun jukat astana Allah, pankafatullah ya hu Allah,
Muhammad Rasulullah).
Syahadat ini adalah sejenis syahadat netral, yakni yang memiliki fungsi dan
esensi yang umum. Pengucapannya tidak berhubungan dengan waktu, tempat,
dan keadaan tertentu sebagaimana syahadat yang lain. Hakikat syahadat ini
hanyalah berfungsi untuk meneguhkan hati akan tauhid al-wujud.
TIGA PULUH
“Ini adalah syahadat sakaratnya roh (pecating nyawa), yang meliputi empat
perkara :
1. Ketika roh keluar dari jasad, yakni ketika roh ditarik sampai pada pusar,
maka bacaan syahadatnya adalah, “la ilaha illalah, Muhammad rasulullah.”
2. Kemudian, ketika roh ditarik dari pusar sampai ke hati, syahadat rohnyaadalah “la ilaha illa Anta”.
3. Kemudian roh ditarik sampai otak, maka syahadatnya “la ilaha illa Huwa”.
4. Maka kemudian roh ditarik dengan halus. Saat itu sudah tidak mengetahui
jalannya keluar roh dalam proses sekarat lebih lanjut. Sekaratnya manusia itu
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 21/55
sangat banyak sakitnya, seakan-akan hidupnya sekejap mata, sakitnya
sepuluh tahun. Dalam keadaan seperti itulah manusia kena cobaan setan,
sehingga kebanyakkan kelihatan bahwa kalau tidak melihat jalan keluarnya
roh menjadi lama dalam proses sekaratnya. Jika rohnya tetap mendominasi
kesadarannya, tidak kalah oleh sifat setan, maka syahadatnya roh adalah “la
ilaha illa Ana”. (Mantra Wedha, bab 211, hlm. 57).
Ajaran tentang syahadat pecating nyawa tersebut diberikan oleh Syekh Siti
Jenar bagi orang yang belum mampu menempuh laku manusia manunggal,
sehingga diperlukan prasyarat lahiriyah yang berupa syahadat pecating nyawa
tersebut. Bagi yang sudah mampu menempuh laku manunggal, maka prosesnya
seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar, kematian bukan masalah kapan ajalnya
datang, juga bukan masalah waktu. Kematian termasuk dalam salah satu
agenda manunggalnya iradah dan qudrat kawula Gusti dan sebaliknya.
Kalau diperhatikan secara seksama, ajaran Syekh Siti Jenar yang dikhususkan
bagi kalangan ‘awam (yang tidak mampu mengalami Manunggaling Kawula
Gusti secara sempurna) tersebut hampir sama dengan ajaran Syuhrawardi.
Shalat (tarek dan Daim)
Syekh Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat
tarek dan shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari
syari’at. Shalat tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk
sampai pada tingkatan Manunggaling Kawula Gusti, sedang shalat daimmerupakan shalat yang tiada putus sebagai efek dari kemanunggalannya.
Sehingga shalat daim merupakan hasil dari pengalaman batin atau pengalaman
spiritual. Ketika seseorang belum sanggup melakukan hal itu, karena masih
adanya hijab batin, maka yang harus dilakukan adalah shalat tarek. Shalat tarek
masih terbatas dengan adanya lima waktu shalat, sedang shalat daim adalah
shalat yang tiada putus sepanjang hayat, teraplikasi dalam keseluruhan tindakan
keseharian ( penambahan, mungkin efeknya adalah berbentuk suci hati, suci
ucap, suci pikiran ); pemaduan hati, nalar, dan tindakan ragawi.
Kata “tarek” berasal dari kata Arab “tarki” atau “tarakki” yang memiliki arti
pemisahan. Namun maksud lebih mendalam adalah terpisahnya jiwa dari dunia,
yang disusul dengan tanazzul (manjing)-nya al-Illahiyah dalam jiwa. Shalat
tarek yang dimaksud di sini adalah shalat yang dilakukan untuk dapat
melepaskan diri dari alam kematian dunia, menuju kemanunggalan. Sehingga
menurut Syekh Siti Jenar, shalat yang hanya sekedar melaksanakan perintah
syari’at adalah tindakan kebohongan, dan merupakan kedurjanaan budi.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 22/55
Pengambilan shalat tarek ini berasal dari Kitab Wedha Mantra bab 221; Shalat
Tarek Limang Wektu. (Sang Indrajit: 1979, hlm. 63-66).
Keterangan bagi yang mengamalkan ilmu shalat tarek lima waktu ini.
(Semua hal yang berkaitan dengan shalat tarek ini diterjemahkan dengan apa
adanya dari Kitab Wedha Mantra. Makna terjemahan yang bertanda kutip
hanyalah arti untuk memudahkan pemahaman. Adapun maksud dan substansi
yang ada dalam kalimat-kalimat asli dalam bahasa Jawa-Kawi, lebih mendalam
dan luas dari pemahaman dan terjemahan diatas.(penulisnya wanti-wanti
banget). Pelaksanaan shalat tarek bisa saja diamalkan bersamaan dengan shalat
syari’at sebagaimana biasa, bisa juga dilaksanakan secara terpisah. Hanya saja
terdapat perbedaan dalam hal wudlunya. Jika dalam shalat syari’at, anggota
wudhu yang harus dibasuh adalah wajah, tangan, sebagian kepala, dan kaki,
sementara dalam shalat tarek adalah di samping tempat-tempat tersebut, harus
juga membasuh seluruh rambut, tempat-tempat pelipatan anggota tubuh, pusar,
dada, jari manis, telinga, jidat, ubun-ubun, serta pusar tumbuhnya rambut(Jawa; unyeng-unyengan). Walhasil wudlu untuk shalat tarek sama halnya
dengan mandi besar (junub/jinabat).
Bahwa kematian orang yang menerapkan ilmu ini masih terhenti pada
keduniaan, akan tetapi sudah mendapatkan balasan surga sendiri. Maka paling
tidak ujaran-ujaran shalat tarek ini hendaknya dihafalkan, jangan sampai tidak,
agar memperoleh kesempurnaan kematian.
Bagi yang akan membuktikan, siapa saja yang sudah melaksanakan ilmu ini,
dapat saja dibuktikan. Ketika kematian jasadnya didudukkan di daratan (di atas
tanah), di kain kafan serta diberi kain lurub (penutup) serta selalu ditunggu,
kalau sudah mendapatkan dan sampai tujuh hari, bisa dibuka, niscaya tidak akan membusuk, (bahkan kalau iradah dan qudrahnya sudah menyatu dengan
Gusti), jasad dalam kafan tersebut sudah sirna. Kalau dikubur dengan posisi
didudukkan, maka setelah mendapat tujuh hari bisa digali kuburnya, niscaya
jasadnya sudah sirna, dan yang dikatakan bahwa sudah menjadi manusia
sempurna. Maka karena itu, orang yang menerapkan ilmu ini, sudah menjadi
manusia sejati.
Sedangkan tentang ilmu ini, bukanlah manusia yang mengajarkan, cara
mendapatkannya adalah hasil dari laku-prihatin, berada di dalam khalwat
(meditasi, mengheningkan cipta, menyatu karsa dengan Tuhan sebagaimana
diajarkan Syekh Siti Jenar).Tentang anjuran untuk pembuktian di atas, sebenarnya tidak diperlukan, sebab
yang terpenting adalah penerapan pada diri kita masing-masing. Justru
pembuktian paling efektif adalah jika kita sudah mengaplikasikan ilmu
tersebut. Apalagi pembuktian seperti itu jika dilaksanakan akan memancing
kehebohan, sebagaimana terjadi dalam kasus kematian Syekh Siti Jenar serta
para muridnya.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 23/55
TIPULUH SATU
Shalat Subuh
Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Kudus kang shalat, iya ikurohing Allah. Allah iku lungguh ana ing paningal, shalat iku sajrone shalat ana
gusti, sajroning gusti ana sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa
ana urip, sajro-ning urip ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep
weruh ing awakku.”
(Aku berniat shalat, roh Kudus yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya
Allah. Allah yang menempati penglihatan, shalat yang di dalam shalat itu ada
gusti, di dalam gusti ada sukma, di dalam sukma ada nyawa, di dalam nyawa
terdapat kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh,
kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar tetap mantap mengerti akan dirikusendiri).
Malaikatnya adalah Haruman (malaikat Rumman), memujinya dengan “Ya Hu,
Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, sirku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,
tetep madhep langgeng weruh ing sirku.”
(Aku berniat shalat, sir [rahasia]-ku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu
akbar, tetap menghadap dengan abadi mengerti akan sir [rahasia]-ku).
Malaikatnya Haruman, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “ya Rajamu, ya Rajaku.” (Arab; Ya maliku al-Mulku).
Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jumeneng Allah, nur gumulung,
gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah,
rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta).
Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada
Allahku).Seratus kali.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 24/55
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing
Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),
Seratus kali.
TIGA PULUH DUA
Shalat Luhur
Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh idlafi kang shalat, iya iku
rohing Pangeran. Pangeran iku lungguhe ana ing kaketek, shalat iku sajroning
sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip
ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Pangeranku.”
(Aku berniat shalat, roh Idlafi yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya
Tuhan. Tuhan yang menempati ketiak, shalat yang di dalam sahalat itu ada
gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, didalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran
menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti
akan Tuhanku). Malaikatnya adalah Jabarail (malaikat Jibril), memujinya
dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, kang shalat osikku, pardlu ta’ala Allahu akbar,
tetep mantep madhep langgeng weruh ing osikku.” (Aku berniat shalat, yang
shalat bisikan dan gerak hatiku, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap
mantap menghadap dengan abadi mengerti akan bisikan nuraniku).
Malaikatnya Jabarail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).
Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur
gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung
membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada
Allahku).Seratus kali.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 25/55
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing
Allahku”,
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus
kali.
TIGA PULUH TIGA
Shalat ‘Ashar
Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Abadi kang shalat, iya iku
rohing Rasul. Rasul iku lungguhe ana ing poking ilat, shalat iku sajroning
sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip
ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Rasulku.”
(Aku berniat shalat, roh keabadian yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya
Utusan. Utusan Tuhan yang menempati ujung lidah, shalat yang di dalamsahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung
nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat
kesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap
mengerti akan Utusanku).
Malaikatnya adalah Mikail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, angen-angenku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu
akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh ing angen-angenku.”
(Aku berniat shalat, angan-anganku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu
akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan angan-anganku).
Malaikatnya Mikail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).
Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur
gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung
membuat semesta). Seratus kali.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 26/55
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada
Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing
Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),Seratus kali.
TIGA PULUH EMPAT
Shalat Maghrib
Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, rokhani kang shalat, iya iku rohing
Muhammad. Muhammad iku lungguhe ana ing talingan, shalat iku sajroning
sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning uripana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Muhammadku.”
(Aku berniat shalat, rohani yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya
Muhammad. Muhammad yang menempati ujung telinga, shalat yang di dalam
sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung
nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat
kesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap
mengerti akan Muhammadku).
Malaikatnya adalah Israfil, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, tekadku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,
tetep mantep madhep langgeng weruh ing tekadku.”
(Aku berniat shalat, tekadku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu akbar,
tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan tekadku).
Malaikatnya Israfil, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur
gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 27/55
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung
membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena padaAllahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing
Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),
Seratus kali.
TIGA PULUH LIMA
Shalat ‘Isya’
Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Robbi kang shalat, iya iku
rohing urip. urip iku lungguhe ana ing napas, shalat iku sajroning sukma,
sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling,
pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing uripku.”
(Aku berniat shalat, roh Pembimbing yang melaksanakan shalat, yaitulah
rohnya kehidupan. Utusan Tuhan yang menempati napas, shalat yang di dalam
sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung
nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapatkesadaran menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap
mengerti akan kehidupanku).
Malaikatnya adalah Izrail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, karepku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar,
tetep mantep madhep langgeng weruh ing karepku.”
(Aku berniat shalat, keinginanku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala, Allahu
akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan keinginanku).
Malaikatnya Izrail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Kemudian memuji; “Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku).
Seratus kali.
Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah, sifatullah”. Seratus kali.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 28/55
Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah, nur
gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung
membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada
Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing
Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku),
Seratus kali.
TIGA PULUH ENAM
“Inilah shalat satu raka’at salam, yang dilaksanakan setiap tanggal (bulan
purnama), dengan waktu tengah malam tepat :
a. Inilah niatnya, “Ushalli urip dzatullah Allahu akbar” (Aku berniat
melaksanakan shalat kehidupan dzatullah, Allahu akbar).
b. Membaca surat al-Fatihah, kemudian membaca ayat dengan menyebut,
“aku pan Sukma” (Aku sang pemilik Sukma).
c. Melakukan ruku’ dengan menyebut, “langgeng urip dzatullah” (Kehidupan
abadi dzatullah).
d. Sujud dengan mengucapkan, “ibu bumi dzatullah”.
e. Duduk di antara dua sujud dengan doa, “langgeng urip dzatullah tan kena
pati” (kehidupan abadi dzatullah yang tidak terkena kematian).
f. Sujud lagi dengan bacaan, “Ibu bumi dzatullah”.
g. Tahiyat dengan membaca, “Urip dzatullah”.
h. Membaca syahadat dengan bacaan, “Ashadu uripingsun lan sukma”
(Ashadu kehidupanku dan Sukma).
I. Salam dengan bacaan, “Ingsun kang agung, ingsun kang memelihara
kehidupan yang tidak terkena kema-tian.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 29/55
j. Membaca doa, “Allahumma papan tulis hadhdhari langgeng urip tan kena
pati” (Allahumma papan tulis segala sesuatu yang abadi hidup yang tak
pernah terkena mati).
k. Kemudian berdoa dalam hati, “Ingsun kang agung ingsun kang wisesa suci
dhiriningsun” (ingsun yang Agung, ingsun yang memelihara, suci dirikusendiri [ingsun]).
Dalam Islam dikenal shalat satu raka’at, namun itu hanya sebagian dari shalat
witir (shalat penutup akhir malam dengan raka’at yang ganjil).
Shalat satu raka’at salam dalam ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah shalat witir,
namun shalat ngatunggal, atau shalat yang dilaksanakan dalam rangka
mencapai kemanunggalan diri dengan Gusti.
Bacaan-bacaan shalat ngatunggal tidak semuanya memakai bahasa Arab, hanyalafazh takbir dan al-Fatihah serta ayat-ayat yang dibaca satu madzhab fiqih
Islam sekalipun (yakni madzhab Imam Hanafi, dan di Indonesia terutama
madzhab Hasbullah Bakri), bacaan dalam shalat selain takbir dan al-Fatihah
boleh diucapkan dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab).
TIGA PULUH TUJUH
“Shalat lima kali sehari, puji dan dzikir itu adalah kebijaksanaan dalam hati
menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akanmenerima, dengan segala keberanian yang dimiliki.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki
Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 33).
Syekh Siti Jenar menuturkan bahwa sebenarnya shalat sehari-hari itu hanyalah
bentuk tata krama dan bukan merupakan shalat yang sesungguhnya, yakni
shalat sebagai wahana memasrahkan diri secara total kepada Allah dalam
kemanunggalan. Oleh karenanya dalam tingkatan aplikatif, pelaksanaannya
hanya merupakan kehendak masing-masing pribadi.
Demikian pula, masalah salah dan benarnya pelaksanaan shalat yang limawaktu dan ibadah sejenisnya, bukanlah esensi dari agama. Sehingga merupakan
hal yang tidak begitu penting untuk menjadi perhatian manusia. Namanya juga
sebatas krama, yang tentu saja masing-masing orang memiliki sudut pandang
sendiri-sendiri.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 30/55
TIGA PULUH DELAPAN
“Pada waktu saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya
melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang
menginginkan keduniaan yang banyak. Lain dengan Zat Allah yang bersama
diriku. Nah, saya inilah Yang Maha Suci, Zat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki
Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 37).
Pada kritik yang dikemukakan Syekh Siti Jenar terhadap Islam formal
Walisanga tersebut, namun jelas penolakan Syekh Siti Jenar atas model dan
materi dakwah Walisanga. Pernyataan tersebut sebenarnya berhubungan erat
dengan pernyataan-pernyataan pada point 37 diatas, dan juga pernyataan
mengenai kebohongan syari’at yang tanpa spiritualitas di bawah.
Menurut Syekh Siti Jenar, umumnya orang yang melaksanakan shalat,
sebenarnya akal-budinya mencuri, yakni mencuri esensi shalat yaitukeheningan dan kejernihan busi, yang melahirkan akhlaq al-karimah. Sifat
khusyu’nya shalat sebenarnya adalah letak aplikasi pesan shalat dalam
kehidupan keseharian.
Sehingga dalam al-Qur’an, orang yang melaksanakan shalat namun tetap
memiliki sifat riya’ dan enggan mewujudkan pesan kemanusiaan disebut
mengalami celaka dan mendapatkan siksa neraka Wail. Sebab ia melupakan
makna dan tujuan shalat (QS. Al-Ma’un/107;4-7). Sedang dalam Qs.Al-
Mukminun/23; 1-11 disebutkan bahwa orang yang mendapatkan keuntungan
adalah orang yang shalatnya khusyu’. Dan shalat yang khusyu’ itu adalah shalatyang disertai oleh akhlak berikut : (1) menghindarkan diri dari hal-hal yang sia-
sia dan tidak berguna, juga tidak menyia-siakan waktu serta tempat dan setiap
kesempatan; (2) menunaikan zakat dan sejenisnya; (3) menjaga kehormatan diri
dari tindakan nista; (4) menepati janji dan amanat serta sumpah; (5) menjaga
makna dan esensi shalat dalam kehidupannya. Mereka itulah yang disebutkan
akan mewarisi tempat tinggal abadi; kemanunggalan.
Namun dalam aplikasi keseharian, apa yang terjadi? Orang muslim yang
melaksanakan shalat dipaksa untuk berdiam, konsentrasi ketika melaksanakan
shalat. Padahal pesan esensialnya adalah, agar pikiran yang liar diperlihara dandigembalakan agar tidak liar. Sebab pikiran yang liar pasti menggagalkan pesan
khusyu’ tersebut. Khusyu’ itu adalah buah dari shalat. Sedangkan shalat
hakikatnya adalah eksperimen manunggal dengan Gusti. Manunggal itu adalah
al-Islam, penyerahan diri <Wong Jowo ngomonge’ Pasrah Bongkoan>.
Sehingga doktrin manunggal bukanlah masalah paham qadariyah atau
jabariyah, fana’ atau ittihad.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 31/55
Namun itu adalah inti kehidupan. Khusyu’ bukanlah latihan konsentrasi, bukan
pula meditasi. Konsentrasi dan meditasi hanya salah satu alat latihan
menggembalaan pikiran. Wajar jika Syekh Siti Jenar menyebut ajaran para wali
sebagai ajaran yang telah dipalsukan dan menyebut shalat yang diajarkan para
Wali adalah model shalatnya para pencuri.
Puasa Zakat dan Haji
TIGA PULUH SEMBILAN
“Syahadat, shalat dan puasa itu, sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu.
Adapun zakat dan naik haji ke Mekah, itu semua omong kosong (palson
kabeh). Itu seluruhnya kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama manusia.
Orang-orang dungu yg menuruti aulia, karena diberi harapan surga di kelak
kemudian hari, itu sesungguhnya keduanya orang yang tidak tahu. Lain halnya
dengan saya, Siti Jenar. Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud-sujud di mesjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah
menjadi tebal, kepala berbelulang. Sesungguhnya hal ini tidak masuk akal! Di
dunia ini semua manusia adalah sama. Mereka semua mengalami suka-duka,
menderita sakit dan duka nestapa, tiada beda satu dengan yang lain. Oleh
karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal saja, yaitu Gusti Zat
Maulana.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula,
38-39>.
Syekh Siti jenar menyebutkan bahwa syariat yang diajarkan para wali adalah
“omong kosong belaka”, atau “wes palson kabeh”(sudah tidak ada yang asli).
Tentu istilah ini sangat amat berbeda dengan anggapan orang selama ini, yang
menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar menolak syari’at Islam. Yang ditolak
adalah reduksi atas syari’at tersebut. Syekh Siti Jenar menggunakan istilah “iku
wes palson kabeh”, yg artinya “itu sudah dipalsukan atau dibuat palsu semua.”
Tentu ini berbeda pengertiannya dengan kata “iku palsu kabeh” atau “itu palsu
semua.”
Jadi yang dikehendaki Syekh Siti Jenar adalah penekanan bahwa syari’at Islam
pada masa Walisanga telah mengalami perubahan dan pergeseran makna dalam
pengertian syari’at itu. Semuanya hanya menjadi formalitas belaka. Sehingga
manfaat melaksanakan syariat menjadi hilang. Bahkan menjadi mudharat
karena pertentangan yang muncul dari aplikasi formal syariat tsb.
Bagi Syekh Siti Jenar, syariat bukan hanya pengakuan dan pelaksanaan, namun
berupa penyaksian atau kesaksian. Ini berarti dalam pelaksanaan syariat harus
ada unsur pengalaman spiritual. Nah, bila suatu ibadah telah menjadi palsu,
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 32/55
tidak dapat dipegangi dan hanya untuk membohongi orang lain, maka
semuanya merupakan keburukan di bumi. Apalagi sudah tidak menjadi sarana
bagi kesejahteraan hidup manusia. Ditambah lagi, justru syariat hanya menjadi
alat legitimasi kekuasaan (seperti sekarang ini juga).Yang mengajarkan syari’at
juga tidak lagi memahami makna dan manfaat syari’at itu, dan tidak memiliki
kemampuan mengajarkan aplikasi syari’at yg hidup dan berdaya guna.
Sehingga syari’at menjadi hampa makna dan menambah gersangnya kehidupan
rohani manusia.
Nah, yg dikritik Syekh Siti Jenar adalah shalat yg sudah kehilangan makna dan
tujuannya itu. Shalat haruslah merupakan praktek nyata bagi kehidupan. Yakni
shalat sebagai bentuk ibadah yg sesuai dgn bentuk profesi kehidupannya.
Orang yg melakukan profesinya secara benar, karena Allah, maka hakikatnya ia
telah melaksanakan shalat sejati, shalat yg sebenarnya. Orientasi kepada yang
Maha Benar dan selalu berupaya mewujudkan Manunggaling Kawula Gusti,
termasuk dalam karya, karsa-cipta itulah shalat yg sesungguhnya. Itulah pula
yang menjadi rangkaian antara iman, Islam, dan Ihsan. Lalu bagaimana posisi
shalat lima waktu? Shalat lima waktu dalam hal ini menjadi tata krama syari’at
atau shalat nominal.
Makna Ihsan
EMPAT PULUH
“Itulah yang dianggap Syekh Siti Jenar Hyang Widi. Ia berbuat baik danmenyembah atas kehendak-NYA. Tekad lahiriahnya dihapus. Tingkah lakunya
mirip dengan pendapat yg ia lahirkan. Ia berketetapan hati untuk berkiblat dan
setia, teguh dalam pendiriannya, kukuh menyucikan diri dari segala yg kotor,
untuk sampai menemui ajalnya tidak menyembah kepada budi dan cipta. Syekh
Siti Jenar berpendapat dan menggangap dirinya bersifat Muhammad, yaitu sifat
rasul yg sejati, sifat Muhammad yg kudus.”
EMPAT PULUH SATU“Gusti Zat Maulana. Dialah yg luhur dan sangat sakti, yg berkuasa maha besar,
lagipula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas kehendak-NYA. Dialah yg maha
kuasa, pangkal mula segala ilmu, maha mulia, maha indah, maha sempurna,
maha kuasa, rupa warna-NYA tanpa cacat seperti hamba-NYA. Di dalam raga
manusia Ia tiada nampak. Ia sangat sakti menguasai segala yg terjadi dan
menjelajahi seluruh alam semesta, Ngidraloka”.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 33/55
Dua kutipan di atas adalah aplikasi dari teologi Ihsan menurut Syekh Siti Jenar,
bahwa sifatullah merupakan sifatun-nafs. Ihsan sebagaimana ditegaskan oleh
Nabi dalam salah satu hadistnya (Sahih Bukhari, I;6), beribadah karena Allah
dgn kondisi si ‘Abid dalam keadaan menyaksikan (melihat langsung) langsung
adanya si Ma’bud. Hanya sikap inilah yg akan mampu membentuk kepribadian
yg kokoh-kuat, istiqamah, sabar dan tidak mudah menyerah dalam menyerukan
kebenaran.
Sebab Syekh Siti Jenar merasa, hanya Sang Wujud yg mendapatkan haq untuk
dilayani, bukan selain-NYA. Sehingga, dgn kata lain, Ihsan dalam aplikasinya
atas pernyataan Rasulullah adalah membumikan sifatullah dan sifatu-
Muhammad menjadi sifat pribadi.
Dengan memiliki sifat Muhammad itulah, ia akan mampu berdiri kokoh
menyerukan ajarannya dan memaklumkan pengalamannya dalam
“menyaksikan langsung” ada-NYA Allah. “Persaksian langsung” itulah terjadi
dalam proses manunggal.
EMPAT PULUH DUA
“Bonang, kamu mengundang saya datang di Demak. Saya malas untuk Datang,
sebab saya merasa tidak di bawah atau diperintah oleh siapapun, kecuali oleh
hati saya. Perintah hati itu yang saya turutinya, selain itu tidak ada yang saya
patuhi perintahnya. Bukankah kita sesama mayat? Mengapa seseorang
memerintah orang lain? Manusia itu sama satu dengan yang lain, sama-samatidak mengetahui siapa Hyang Sukma itu. Yang disembah itu hanya nama-Nya
saja. Meskipun demikian ia bersikap sombong, dan merasa berkuasa
memerintah sesama bangkai.” <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki Sasrawijaya, Pupuh
VII Asmarandana, 50-51>.
Ihsan berasal dari kondisi hati yg bersih. Dan hati yg bersih adalah pangkal
serta cermin seluruh eksistensi manusia di bumi. Keihsanan melahirkan
ketegasan sikap dan menentang ketundukan membabi-buta kepada makhluk.
Ukuran ketundukan hati adalah Allah atau Sang Pribadi. Oleh karena itu,
sesama manusia dan makhluk saling memiliki kemerdekaan dan kebebasan diri.
Dan kebebasan serta kemerdekaan itu sifatnya pasti membawa kepada
kemajuan dan peradaban manusia, serta tatanan masyarakat yg baik, sebab
diletakkan atas landasan Ke-Ilahian manusia. Penjajahan atas eksistensi
manusia lain hakikatnya adalah bentuk dari ketidaktahuan manusia akan Hyang
Widhi…Allah (seperti Rosul sering sekali mengatakan bahwa “Sesungguhnya
mereka tidak mengerti”).
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 34/55
Karena buta terhadap Allah Yang Maha Hadir bagi manusia itulah, maka
manusia sering membabi-buta merampas kemanusiaan orang lain. Dan hal ini
sangat ditentang oleh Syekh Siti Jenar. Termasuk upaya sakralisasi kekuasaan
Kerajaan Demak dan Sultannya, bagi Syekh Siti Jenar harus ditentang, sebab
akan menjadi akibat tergerusnya ke-Ilahian ke dalam kedzaliman manusia yang
mengatasnamakan hamba Allah yg shalih dan mengatasnamakan demi
penegakan syari’at Islam.
EMPAT PULUH TIGA
“Hyang Widi, wujud yg tak nampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-
sifatnya mempunyai wujud, seperti penampakan raga yg tiada tampak.
Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus,
lurus terus-menerus, menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal
tiada bermula, sifat dahulu yg meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.”
Pribadi adalah pancaran roh, sebagai tajalli atau pengejawantahan Tuhan. Dan
itu hanya terwujud dengan proses wujudiyah, Manuggaling Kawula-Gusti,
sebagai puncak dan substansi tauhid. Maka manusia merupakan wujud dari
sifat dan dzat Hyang Widi itu sendiri. Dengan manusia yg manunggal itulah
maka akan menjadikan keselamatan yg nyata bukan keselamatan dan
ketentraman atau kesejahteraan yg dibuat oleh rekayasa manusia, berdasarkan
ukurannya sendiri. Namun keselamatan itu adalah efek bagi terejawantah-NYA
Allah melalui kehadiran manusia.
Sehingga proses terjadinya keselamatan dan kesejahteraan manusia
berlangsung secara natural (sunnatullah), bukan karena hasil sublimasi
manusia, baik melalui kebijakan ekonomi, politik, rekayasa sosial dan
semacamnya sebagaimana selama ini terjadi.
Maka dapat diketahui bahwa teologi Manuggaling Kawula Gusti adalah teologi
bumi yg lahir dengan sendirinya sebagai sunnatullah. Sehingga ketika manusia
mengaplikasikannya, akan menghasilkan manfaat yg natural juga dan tentu
pelecehan serta perbudakan kemanusiaan tidak akan terjadi, sifat merasa ingin
menguasai, sifat ingin mencari kekuasaan, memperebutkan sesama manusia
tidak akan terjadi. Dan tentu saja pertentangan antar manusia sebagai akibat
perbedaan paham keagamaan, perbedaan agama dan sejenisnya juga pasti tidak
akan terjadi.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 35/55
EMPAT PULUH EMPAT
“Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah,
kang murba amisesa.” <Kitab Mantra Yoga, hlm. 63>.
Pernyataan Syekh Siti Jenar di atas sengaja penulis nukilkan dalam bahasa
aslinya, dikarenakan multi-interpretasi yang dapat muncul dari mutiara ucapantersebut. Secara garis besar maknanya adalah, “Pernyataan roh, yang bertemu-
hadapan dengan Allah, yang menyembah Allah, yang disembah Allah, yang
meliputi segala sesuatu.”
Inilah adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yang
maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam
(pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin
manusia tersedia cermin yang disebut mir’ah al-haya’ (cermin yang
memalukan). Bagi orang yang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta
mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yang menampakkan kediriannya
dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai
rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-satu (adhep-
idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yang menyembah
sekaligus yang disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki
wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya,
menyatu iradah dan kodrat kawula-Gusti.
EMPAT PULUH LIMA“Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera ini
merupakan barang pinjaman yang jika sudah diminta oleh yang empunya, akan
menjadi tanah dan membusuk, hancurlebur bersifat najis. Oleh karena itu
pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi,
pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat
dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa
tidur, dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yang siang malam mengajak
dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju
perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam
lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya. Kalau sudah sampai
sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan perbuatannya.” <Serat Syaikh
Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 42-44>.
Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat
dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan
azali. Satu-satunya yang bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 36/55
Wajibul Maulana, Zat Yang Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu,
dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat
Yang Wajib Memimpin.
Karena itu Dialah yang menunjukkan semua budi baik. Jadi pencaindera harus
dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang Penguasa Budi atau YangMaha Budi.
Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam jeratan dan jebakan nama
tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang Widhi,
Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana, dan sebagainya. Semua itu produk akal
sehingga nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah
merendahkan Nama-Nya.
EMPAT PULUH LIMA
“Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sungsum,
bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun
bersembahyang seribu kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan
Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika penampilan
bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa pulang
dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan
membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru,
dalilnya layabtakiru hilamuhdil yang artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi
tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” <Suluk WaliSanga R. Tanaja, hlm. 44, 51>.
Dari pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut, nampak bahwa Syekh Siti Jenar
memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos
(manusia). Sekurangnya kedua hal itu merupakan barang baru ciptaan Tuhan
yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi.
Pada sisi yang lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut juga memiliki muatan
makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengnal dirinya, maka ia pasti
mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar, manusia yang utuh dalam jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk wahana penyanda
alam semesta. Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi
tanggungjawab manusia. Maka, mikrokosmos manusia tidak lain adalah
blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 37/55
Bagi Syekh Siti Jenar, manusia terdiri dari jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa
sebagai penjelmaan dzat Tuhan (sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk
luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti
daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah
barang pinjaman yang suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman
kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya
yang menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah.
Manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan
sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yang menyatu
menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, ke mana af’al itu dipancarkan.
EMPAT PULUH LIMA
“Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya adalah af’al(perbuatan) Allah. Berbagai hal yang dinilai baik maupun buruk pada
hakikatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yang
mengatakan bahwa yang baik dari Allah dan yang buruk selain Allah.” “…
Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan luar diri. Saat manusia
menggoreskan pena misalnya, di situlah terjadi perpaduan dua kemampuan
kodrati yang dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-Nya, yakni kemampuan
kodrati gerak pena. Di situlah berlaku dalil Wa Allahu khalaqakum wa ma
ta’malun (QS. Ash-Shaffat:96), yang maknanya Allah yang menciptakan
engkau dan segala apa yang engkau perbuat. Di sini terkandung makna
mubasyarah. Perbuatan yang terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya
melempar batu. Batu yang terlempar dari tangan saya itu adalah berdasar
kemampuan kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil Wa ma ramaitaidz
ramaita walakinna Allaha rama (QS. Al-Anfal:17), maksudnya bukanlah
engkau yang melempar, melainkan Allah jua yang melempar ketika engkau
melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud
hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la
quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-adzimi. Rasulullah bersabda la tataharraku
dzarratun illa bi idzni Allahi, yang maksudnya tidak bergerak satu dzarah pun
melainkan atas izin Allah.” <Suluk Syekh Siti Jenar, I, hlm. 182-283>.
EMPAT PULUH DELAPAN
Menurut Syekh Siti Jenar, bahwa al-Fatihah adalah termasuk salah satu kunci
sahnya orang yang menjalani laku manunggal (ngibadah). Maka seseorang
wajib mengetahui makna mistik surat al-Fatihah. Sebab menurut Syekh Siti
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 38/55
Jenar, lafal al-Fatihah disebut lafal yang paling tua dari seluruh sabda-Sukma.
Inilah tafsir mistik al-Fatihah Syekh Siti Jenar. <Primbon Sabda Sasmaya; hlm.
26-27>.
Bis………………………… kedudukannya…………. ubun-ubun.
Millah………………………kedudukannya….. ………rasa.Al-Rahman-al-Rahim…….kedudukannya……………penglihatan (lahir batin).
Al-hamdu…………………kedudukannya………… …hidupmu (manusia).
Lillahi………………………kedudukannya…. ……….cahaya.
Rabbil-‘alamin…………….kedudukannya…………..n yawa dan napas.
Al-Rahman al-Rahim…….kedudukannya……………leher dan jakun.
Maliki……………………..kedudukannya…… ………dada.
Yaumiddin………………..kedudukannya……… ……jantung (hati).
Iyyaka……………………kedudukannya…….. …….hidung.
Na’budu…………………..kedudukannya…….. …….per
Waiyyaka nasta’in………kedudukannya…………….dua bahu.
Ihdinash………………….kedudukannya…….. ……..sentil (pita suara).
Shiratal…………………..kedudukannya……. ………lidah.
Mustaqim…………………kedudukannya……… ……tulang punggung (ula-
ula).
Shiratalladzina…………..kedudukannya……… …….dua ketiak.
An’amta…………………..kedudukannya…….. ……..budi manusia.
‘alaihim……………………kedudukannya…… ………tiangnya (pancering)
hati.
Ghairil…………………….kedudukannya…… ……….bungkusnya nurani.Maghdlubi………………..kedudukannya……… …….rempela/empedu.
‘alaihim……………………kedudukannya…… ……….dua betis.
Waladhdhallin……………kedudukannya………. ……mulut dan perut
(panedha).
Amin………………………kedudukannya……. ………penerima.
Tafsir mistik Syekh Siti Jenar tetap mengacu kepada Manunggaling Kawula-
Gusti, sehingga baik badan wadag manusia sampai kedalaman rohaninyadilambangkan sebagai tempat masing-masing dari lafal surat al-Fatihah. Tentu
saja pemahaman itu disertai dengan penghayatan fungsi tubuh seharusnya
masing-masing, dikaitkan dengan makna surahi dalam masing-masing lafadz,
maka akan ditemukan kebenaran tafsir tersebut, apalagi kalau sudah disertai
dengan pengalaman rohani/spiritual yang sering dialami.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 39/55
Konteks pemahaman yang diajukan Syekh Siti Jenar adalah, bahwa al-Qur’an
merupakan “kalam” yang berarti pembicaraan. Jadi sifatnya adalah hidup dan
aktif. Maka taksir mistik Syekh Siti Jenar bukan semata harfiyah, namun di
samping tafsir kalimat, Syekh Siti Jenar menghadirkan tafsir mistik yang
bercorak menggali makna di balik simbol yang ada (dalam hal ini huruf,
kalimat dan makna historis).
EMPAT PULUH SEMBILAN
“Di di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi
busuk dan bercampur tanah…Ketahuilah juga, apa yang dinamakan kawula-
Gusti tidak berkaitan dengan seorang manusia biasa seperti yang lain-lain.
Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang malam tidak dapat
memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-
Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi,gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman
langgeng dalam Ada sendiri. Bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku
maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa
kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak
lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu
hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak
mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang
yang terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam
kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada
kehidupan.” <Serat Syekh Siti Jenar, Sinom, Widya Pustaka; hlm. 25-26 bait
30-36>.
Syekh Siti Jenar menyatakan secara tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia
memiliki hidup dan Ada dalam dirinya sendiri, serta menjadi Pangeran bagi
seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara keyakinan hati,
pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu
satu hal yang selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh Siti Jenar. Yakni
pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini, sebetulnya mati,
baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami kehidupan sejati.Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan hanya
sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan Zotmulder;
364). Dunia ini adalah alam kubur, di mana roh suci terjerat badan wadag yang
dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yang menguburkan kebenaran sejati, dan
berusaha mengubur kesadaran Ingsun Sejati.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 40/55
LIMA PULUH
“Syekh Siti Jenar berpendapat dan mengganggap dirinya bersifat Muhammad,
yaitu sifat Rasul yang sejati, sifat Muhammad yang kudus. Ia berpendapat juga,
bahwa hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera. Pancaindera
ini merupakan barang pinjaman, yang jika sudah diminta oleh empunya akan
menjadi tanah dan membusuk, hancur-lebur bersifat najis. Oleh karena itu
pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup.”
“Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran, berasal dari
pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi
gila, sedih, bingung, lupa tidur, dan sering kali tidak jujur. Akal itu pula yang
siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain.
Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk
akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya.”
<Serat Syekh Siti Jenar, Ki Sasrawijaya, Pupuh III : Dandang Gula, 27-28;
Falsafah Sitidjenar, hlm. 33>.
“Kalau kamu ingin berjumpa dengan dia, saya pastikan kamu tidak akan
menemuinya, sebab Kyai Ageng berbadan sukma, mengheningkan puja ghaib.
Yang dipuja dan yang memuja, yang dilihat dan melihat yang bersabda sedang
bertutur, gerak dan diam bersatu tunggal. Nah, buyung yang sedang
berkunjung, lebih baik kembali saja.” <Pupuh XIII Sinom, 29; Falsafah
Sitidjenar, hlm. 34>.
Ini adalah pandangan Syekh Siti Jenar tentang psikologi dan pengetahuan.
Menurut Syekh Siti Jenar, sumber ilmu pengetahuan itu terdiri atas tiga macam;
pancaindera, akal-nalar, dan intuisi (wahyu). Hanya saja pancaindera dan nalar
tidak bisa dijadikan pedoman pasti. Hanya intuisi yang berasal dari orang yang
sudah manunggallah yang betul-betul diandalkan sebagai pengetahuan.
Oleh karenanya, konsistensi dengan pendapat tersebut, Syekh Siti Jenar
menegaskan bahwa baginya Muhammad bukan semata sosok utusan fisik, yang
hanya memberikan ajaran Islam secara gelondongan, dan setelah wafat tidak
memiliki fungsi apa-apa, kecuali hanya untuk diimani.
Justru Syekh Siti Jenar menjadikan Pribadi Rasulullah Muhammad sebagai roh
yang bersifat aktif. Dalam memahami konsep syafa’at, Syekh Siti Jenar
berpandangan bahwa syafa’at tidak bisa dinanti dan diharap kehadirannya
kelak di kemudian hari. Justru syafa’at Muhammad hanya terjadi bagi orang
yang menjadikan dirinya Muhammad, me-Muhammad-kan diri dengan
keseluruhan sifat dan asmanya. Rahasia asma Allah dan asma Rasulullah
adalah bukan hanya untuk diimani, tetapi harus merasuk dalam Pribadi,
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 41/55
menyatu-tubuh dan rasa. Itulah perlunya Nur Muhammad, untuk menyatu
cahaya dengan Sang Cahaya. Dan itu semua bisa terjadi dalam proses
Manunggaling Kawula-Gusti.
LIMA PULUH SATU
“Bukan kehendak, angan-angan, bukan ingatan, pikir atau niat, hawa nafsu pun
bukan, bukan juga kekosongan atau kehampaan. Penampilanku bagai mayat
baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, napasku
terhembus ke segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya,
yaitu kembali menjadi baru. Syekh Siti Jenar belum mau menuruti perintah
sultan. Hal ini disebabkan karena bumi, langit, dan sebagainya adalah
kepunyaan seluruh manusia. Manusialah yang memberikan nama. Buktinya
sebelum saya lahir tidak ada.
Syekh Siti Jenar menghubungkan antara alam yang diciptakan Allah, dengan
konteks kebebasan dan kemerdekaan manusia. Kebebasan alam mencerminkan
kebebasan manusia. Segala sesuatu harus berlangsung dan mengalami hal yang
natural (alami), tanpa rekayasa, tanpa pemaksaan iradah dan qudrah. Maka
ketidakmauannya memenuhi penggilan sultan, dikarenakan dirinya hanyalah
milik Dirinya Sendiri. Jadi seluruh manusia masing-masing mamiliki hak
mengelola alam. Alam bukan milik negara atau raja, namun milik manusia
bersama. Maka setiap orang harus memiliki dan diberi hak kepemilikan atas
alam. Ada yang harus dimiliki secara privat dan ada juga yang harus dimiliki
secara kolektif.
Dari wejangan Syekh Siti Jenar tersebut, juga diketahui bahwa hakikat seluruh
alam semesta adalah tajaliyat Tuhan (penampakan wajah Tuhan). Adapun
mengenai alam yang kemudian memiliki nama, bukanlah nama yang
sesungguhnya, sebab segala sesuatu yang ada di bumi ini, manusialah yang
memberi nama, termasuk nama Tuhanpun, dalam pandangan Syekh Siti Jenar,
diberikan oleh manusia. Dan nama-nama itu seluruhnya akan kembali kepada
Sang Pemilik Nama yang sesungguhnya. <Untuk sejarah pemberian nama
Tuhan, lihat buku Karen Armstrong, The History of God: The 4.000 Quest of
Judaism, Christianity and Islam. New York: Ballatine, 1993>. Maka memang
nama itu perlu, namun jangan sampai menjebak manusia hanya untuk
memperdebatkan nama.
Tarekat dan Jalan Mistik Syekh Siti Jenar
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 42/55
LIMA PULUH DUA
“Adapun asalnya kehidupan itu, berdasar kitab Ma’rifat al’iman, seperti
dijelaskan di bawah ini, terbebani 16 macam titipan;
Yang dari Muhammad : roh, napas.
Yang dari Malaikat : budi, iman.
Yang dari Tuhan : pendengaran, penciuman, pengucapan, penglihatan.
Yang dari Ibu : kulit, daging, darah, bulu.
Yang dari Bapak : tulang, sungsum, otot, otak.
Inilah maksud dari lafal “kulusyaun halikun ilawajahi”, maksudnya semua itu
akan rusak kecuali dzat Allah yang tidak rusak. <Sang Indrajit, Wedha Mantra :
1979, Bab 203, hlm. 51>.
Kitab Ma’rifat al-Iman adalah karya dari Maulana Ibrahim al-Ghazi, al-
Samarqandi, yang menjadi salah satu sumber bacaan Syekh Siti Jenar.
Kalimat “kulusyaun halikun ilawajahi” lebih tepatnya berbunyi “kullu syai-in
halikun illa wajhahu” (Segala sesuatu itu pasti hancur musnah, kecuali wajah-
Nya (penampakan wajah Allah)) [QS : Al-Qashashash / 28:88]. Dari kalimat
inilah Syekh Siti Jenar mengungkapkan pendapatnya, bahwa badan wadag akan
hancur mengikuti asalnya, tanah. Sedangkan Ingsun Sejati (Jiwa) mengikuti
“illa wajhahu”, (kecuali wajah-Nya). Ini juga menjadi salah satu inti dan kunci
dalam memahami teori kemanunggalan Syekh Siti Jenar. Maka kata wajhahu di
sini diberikan makna Dzatullah.
Bagi Syekh Siti Jenar, antara Nur Muhammad, Malaikat, dan Tuhan, bukanlah
unsur yang saling berdiri sendiri-sendiri sebagaimana umumnya dipahami
manusia. Nur Muhammad dan malaikat adalah termasuk dalam Ingsun Sejati.
Ini berhubungan erat dengan pernyataan Allah, bahwa segala sesuatu yang
diberikan kepada manusia (seperti pendengaran, penglihatan dan sebagainya)
akan dimintakan pertanggungjawabannya kepada Allah, maksudnya adalah
apakah dengan alat titipan itu, manusia bisa manunggal dengan Allah atau
tidak. Sedangkan proses kejadian manusia yang melalui orangtua, adalah
sarana pembuatan jasad fisik, yang di alam kematian dunia, roh berada dalam
penjara badan wadag tersebut.
LIMA PULUH TIGA
“Kehilangan adalah kepedihan. Berbahagialah engkau, wahai musafir papa,
yang tidak memiliki apa-apa. Sebab, engkau yang tidak memiliki apa-apa maka
tidak pernah kehilangan apa-apa.” <Suluk Syekh Siti Jenar, I, hlm. 292>.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 43/55
Hakikat Zuhud bukanlah meninggalkan atau mengasingkan diri dari dunia.
Zuhud adalah perasaan tidak memiliki apa-apa terhadap makhluk lain, sebab
teologi kepemilikan itu hakikatnya tunggal. Manusia baru memiliki segalanya
ketika ia telah berhasil Manunggal dengan Gustinya, sebab Gusti adalah Yang
Maha Kuasa, otomatis Yang Maha Memiliki. Sehingga dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sikap yang realistis adalah perasaan tidak memiliki,
karena sebatas itu antara makhluk (manusia) dengan makhluk lain (apa pun
yang bisa ‘dimiliki’ manusia) tidak bisa saling memiliki dan dimiliki. Karena
semua itu merupakan aspek dari ketunggalan.
Orang yang masih selalu merasa ‘memiliki’ akan makhluk lain, pasti tidak akan
berhasil menjadi salik (penempuh jalan spiritual) yang akan sampai ke tujuan
sejatinya, yakni Allah Yang Maha Tunggal, karena memang ia belum mampu
untuk manunggal. Nah, zuhud dalam pandangan Syekh Siti Jenar adalah
menjadi satu maqamat menuju kemanunggalan dan menjadi salah satu poros
keihsanan dan keikhlasan.
LIMA PULUH EMPAT
“Jika engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah,
janganlah engkau terpancang pada kekaguman akan sosok dan perilaku yang
diperbuatnya. Sebab saat seseorang berada pada tahap kewalian maka
keberadaan dirinya sebagai manusia telah lenyap, tenggelam ke dalam al-Waly.
Kewalian bersifat terus-menerus, hanya saja saat Sang Wali tenggelam dalam
al-Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam ke dalam
al-Waly itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al-Waly.
Lantaran itu, sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan
akal pikiran manusia, di mana karamah itu sendiri pada hakikatnya adalah
pengejawantahan dari kekuasaan al-Waly. Dan lantaran itu pula yang
dinamakan karamah adalah sesuatu di luar kehendak sang wali pribadi. Semua
itu semata-mata kehendak-Nya mutlak.
Kekasih Allah itu ibarat cahaya. Jika ia berada di kejauhan, kelihatan sekali
terangnya. Namun jika cahaya itu di dekatkan ke mata, mata kita akan silau dan
tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu ke mata makakita akan semakin buta tidak bisa melihatnya. Engkau bisa melihat cahaya
kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa
melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat
denganmu.” <Suluk Syekh Siti Jenar, II, hlm. 246-248>.
Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda dengan doktrin kewalian
orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 44/55
seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah.
Sehingga seorang wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek
pandangan manusia dan makhluk lain terhadapnya. Demikian pula terhadap
orang yang memandang kewalian seseorang.
Syekh Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukankewalian hanya karena perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang
harus diingat adalah bahwa para auliya’ Allah adalah pengejawantahan dari
Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali tersebut, bukanlah
perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah. Seorang
wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang
manunggal dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja
perlu diingat, setiap tajalliyat-Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun
tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah perbuatan atau af’al al-Waliy.
Oleh karena itu sampai di sini, kita harus menyikapi dengan kritis terhadap
sebagian naskah-naskah Jawa Tengahan yang menyatakan bahwa Syekh Siti
Jenar pernah mengungkapkan pernyataan, “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar,
yang ada hanya Allah,” serta ungkapan sebaliknya “di sini tidak ada Allah,
yang ada hanya Siti Jenar.” Kisah yang berhubungan dengan pernyataan
tersebut, hanya anekdot atau kisah konyol dan bukan kisah yang sebenarnya.
Dan itu merupakan bentuk penggambaran ajaran anunggaling Kawula Gusti
yang salah kaprah. Pernyataan pertama “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar, yang
ada hanya Allah,” memang benar adanya. Namun pernyataan kedua, “di sini
tidak ada Allah, yang ada hanya Siti Jenar,” tidak bisa dianggap benar, dan jelas keliru.
Teologi Manunggaling Kawula Gusti bukanlah teologi Fir’aun yang
menganggap kedirian-insaniyahnya menjadi Tuhan, sekaligus dengan
keberadaan manusia sebagai makhluk di dunia ini. Jadi kita harus ekstra hati-
hati dalam memilah dan memilih naskah-naskah tersebut., sebab banyak juga
pernyataan yang disandarkan kepada Syekh Siti Jenar, namun nyatanya itu
bukan berasal dari Syekh Siti Jenar.
Ajaran Syekh Siti Jenar menurut Ki Lonthang Semarang
“Kalau menurut wejangan guru saya, orang sembahyang itu siang malam tiada
putusnya ia lakukan. Hai Bonang ketahuilah keluarnya napasku menjadi puji.
Maksudnya napasku menjadi shalat. Karena tutur penglihatan dan pendengaran
disuruh melepaskan dari angan-angan, jadi kalau kamu shalat masih
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 45/55
mengiaskan kelanggengan dalam alam kematian ini, maka sesungguhnyalah
kamu ini orang kafir.”
“Jika kamu bijaksana mengatur tindakanmu, tanpa guna orang menyembah
Rabbu’l ‘alamien, Tuhan sekalian alam, sebab di dunia ini tidak ada Hyang
Agung. Karena orang melekat pada bangkai, meskipun dicat dilapisi emas,akhirnya membusuk juga, hancur lebur bercampur dengan tanah. Bagaimana
saya dapat bersolek?”
“Menurut wejangan Syekh Siti Jenar, orang sembahyang tidak memperoleh
apa-apa, baik di sana, maupun di sini. Nyatanya kalau ia sakit, ia menjadi
bingung. Jika tidur seperti budak, disembarang tempat. Jika ia miskin, mohon
agar menjadi kaya tidak dikabulkan. Apalagi bila ia sakaratul maut, matanya
membelalak tiada kerohan. Karena ia segan meninggalkan dunia ini.
Demikianlah wejangan guru saya yang bijaksana.”
“Umumnya santri dungu, hanya berdzikir dalam keadaan kosong dari
kenyataan yang sesungguhnya, membayangkan adanya rupa Zat u’llahu,
kemudian ada rupa dan inilah yang ia anggap Hyang Widi.”
“Apakah ini bukan barang sesat? Buktinya kalau ia memohon untuk menjadi
orang kaya tidak diluluskan. Sekalipun demikian saya disuruh meluhurkan
Dzat’llahu yang rupanya ia lihat waktu ia berdzikir, mengikuti syara’ sebagai
syari’at, jika Jum’at ke mesjid berlenggang mengangguk-angguk, memuji
Pangeran yang sunyi senyap, bukan yang di sana, bukan yang di sini.”
“Saya disuruh makbudullah, meluhurkan Tuhan itu, serta akan ditipu diangkat
menjadi Wali, berkeliling menjual tutur, sambil mencari nasi gurih dengan
lauknya ayam betina berbulu putih yang dimasak bumbu rujak pada selamatan
meluhurkan Rasulullah. Ia makan sangat lahap, meskipun lagaknya seperti
orang yang tidak suka makan. Hal itulah gambaran raja penipu!”
“Bonang, jangan berbuat yang demikian. Ketahuilah dunia ini alam kematian,
sedang akhirat alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu. Barang
siapa senang pada alam kematian ini, ia terjerat goda, terlekat pada surga dan
neraka, menemui panas, sedih, haus, dan lapar”. <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki
Sastrawijaya, Pupuh XI Pangkur, 9-20>.
“Tiada usah merasa enggan menerima petuahku yang tiga buah jumlahnya.
Pertama janganlah hendaknya kamu menjalankan penipuan yang keterlaluan,
agar supaya kamu tidak ditertawakan orang di kelak kemudian hari. Yang
kedua, jangan kamu merusak barang-barang peninggalan purba, misalnya :
lontar naskah sastra yang indah-indah, tulisan dan gambar-gambar pada batu
candhi. Demikian pula kayu dan batu yang merupakan peninggalan kebudayaan
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 46/55
zaman dulu, jangan kamu hancur-leburkan. Ketahuilah bagi suku Jawa sifat-
sifat Hindu-Budha tidak dapat dihapus. Yang ketiga, jika kamu setuju, mesjid
ini sebaiknya kamu buang saja musnahkan dengan api. Saya berbelas kasihan
kepada keturunanmu, sebab tidak urung mereka menuruti kamu, mabuk do’a,
tersesat mabuk-tobat, berangan-angan lam yakunil.”
“…orang menyembah nama yang tiada wujudnya, harus dicegah. Maka dari itu
jangan kamu terus-teruskan, sebab itu palsu.” <Serat Syaikh Siti Jenar, Ki
Sastrawijaya, Pupuh XI Pangkur, 25-36>.
Khotbah Perpisahan Sunan Panggung
“Banyak orang yang gemar dengan ksejatian, tapi karena belum pernah berguru
maka semua itu dipahami dalam konteks dualitas. Yang satu dianggap wjudlain. Sesungguhnya orang yng melihat sepeti ini akan kecewa. Apalagi yang
ditemui akan menjadi hilang. Walaupun dia berkeliling mencari, ia tidak akan
menemukan yang dicari. Padahal yang dicari, sesungguhnya telah ditimang dan
dipegang, bahkan sampai keberatan membawanya. Dan karena belum tahu
kesejatiannya, ciptanya tanpa guru menyepelekan tulisan dan kesejatian
Tuhan.”
“Walaupun dituturkan sampai capai, ditunjukkan jalannya, sesungguhnya dia
tidak memahaminya karena ia hanya sibuk menghitung dosa besar dan kecil yg
diketahuinya. Tentang hal kufur kafir yang ditolaknya itu, bukti bahwa iaadalah orang yang masih mentah pengetahuannya. Walaupun tidak pernah lupa
sembahyang, puasanya dapat dibangga-banggakan tanpa sela, tapi ia terjebak
menaati yang sudah ditentukan Tuhan.
Sembah puji dan puasa yang ditekuni, membuat orang justru lupa akan sangkan
paran (asal dan tujuan). Karena itu, ia lebih konsentrasi melihat dosa besar-
kecil yang dikhawatirkan, dan ajaran kufur kafir yang dijauhi justru membuat
bingung sikapnya. Tidak ada dulu dinulu. Tidak merasa, tidak menyentuh.
Tidak saling mendekati, sehingga buta orang itu. Takdir dianggap tidak akan
terjadi, salah-salah menganggap ada dualisme antara Maha Pencipta dan MahaMemelihara.
Jika aku punya pemikiran yang demikian, lebih baik aku mati saja ketika masih
bayi. Tidak terhitung tidak berfikir, banyak orang yang merasa menggeluti tata
lafal, mengkaji sembahyang dan berletih-letih berpuasa. Semua itu dianggap
akan mampu mengantarkan. Padahal salah-salah menjadikan celaka dan bahkan
banyak yang menjadi berhala.”
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 47/55
“Pemikiran saya sejak kecil, Islam tidak dengan sembahyang, Islam tidak
dengan pakaian, Islam tidak dengan waktu, Islam tidak dengan baju dan Islam
tidak dengan bertapa. Dalam pemikiran saya, yang dimaksud Islam tidak
karena menolak atau menerima yang halal atau haram.
Adapun yang dimaksud orang Islam itu, mulia wisesa jati, kemuliaan selamat
sempurna sampai tempat tinggalnya besok. Seperti bulu selembar atau tepung
segelintir, hangus tak tersisa. Kehidupan di dunia seperti itu keberadaannya.”
“Manusia, sebelum tahu makna Alif, akan menjadi berantakan….Alif menjadi
panutan sebab uintuk semua huruf, alif adalah yang pertama. Alif itu badan
idlafi sebagai anugerah. Dua-duanya bukan Allah. Alif merupakan takdir,
sedangkan yang tidak bersatu namanya alif-lapat. Sebelum itu jagat ciptaan-
Nya sudah ada. Lalu alif menjadi gantinya, yang memiliki wujud tunggal. Ya,
tunggal rasa, tunggal wujud. Ketunggalan ini harus dijaga betul sebab tidak ada
yang mengaku tingkahnya. ALif wujud adalah Yang Agung. Ia menjadi wujud
mutlak yang merupakan kesejatian rasa. Jenisnya ada lima, yaitu alif mata,
wajah, niat jati, iman, syari’at.”
“Allah itu penjabarannya adalah dzat Yang Maha Mulia dan Maha Suci. Allah
itu sebenarnya tidak ada lain, karena kamu itu Allah. Dan Allah semua yang
ada ini, lahir batin kamu ini semua tulisan merupakan ganti dari alif, Allah
itulah adanya.”
“Alif penjabarannya adalah permulaan pada penglihatan, melihat yang benar-
benar melihat. Adapun melihat Dzat itu, merupakan cermin ketunggalan sejati
menurun kepada kesejatianmu. Cahaya yang keluar, kepada otak keberadaan
kita di dunia ini merupakan cahaya yang terang benderang, itu memiliki seratus
dua puluh tujuh kejadian. Menjadi penglihatan dan pendengaran, napas yang
tunggal, napas kehidupan yang dinamakan Panji. Panji bayangan dzat yang
mewujud pada kebanyakkan imam. Semua menyebut dzikir sejati, laa ilaaha
illallah.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 4>.
Kematian di Mata Sunan Geseng
“Banyak orang yang salah menemui ajalnya. Mereka tersesat tidak menentu
arahnya, pancaindera masih tetap siap, segala kesenangan sudah ditahan, napas
sudah tergulung dan angan-angan sudah diikhlaskan, tetapi ketika lepas tirta
nirmayanya belum mau. Maka ia menemukan yang serba indah.”
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 48/55
“Dan ia dianggap manusia yang luar biasa. Padahal sesungguhnya ia adalah
orang yang tenggelam dalam angan-angan yang menyesatkan dan tidak nyata.
Budi dan daya hidupnya tidak mau mati, ia masih senang di dunia ini dengan
segala sesuatu yang hidup, masih senang ia akan rasa dan pikirannya. Baginya
hidup di dunia ini nikmat, itulah pendapat manusia yang masih terpikat akan
keduniawian, pendapat gelandangan yang pergi ke mana-mana tidak menentu
dan tidak tahu bahwa besok ia akan hidup yang tiada kenal mati.
Sesungguhnyalah dunia ini neraka.”
“Maka pendapat Kyai Siti Jenar betul, saya setuju dan tuan benar-benar seorang
mukmin yang berpendapat tepat dan seyogyanya tuan jadi cermin, suri tauladan
bagi orang-orang lain. Tarkumasiwalahu (Arab asli : tarku ma siwa Allahu), di
dunia ini hamba campur dengan kholiqbta, hambanya di surga, khaliknya di
neraka agung.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII
Dandanggula, 29-31>
Syari’at Palsu Para Wali Menurut Ki Cantula
“Menurut ajaran guruku Syekh Siti Jenar, di dunia ini alam kematian. Oleh
karena itu, dunia yang sunyi ini tidak ada Hyang Agung serta malaikat. Akan
tetapi bila saya besok sudah ada di alam kehidupan saya akan berjumpa dan
kadang kala saya menjadi Allah. Nah, di situ saya akan bersembahyang.”
“Jika sekarang saya disuruh sholat di mesjid saya tidak mau, meskipun saya bukan orang kafir. Boleh jadi saya orang terlantar akan Pangeran Tuhan. Kalau
santri gundul, tidak tahunya yang ada di sini atau di sana. Ia berpengangan
kandhilullah, mabuk akan Allah, buta lagi tuli.”
“Lain halnya dengan saya, murid Syekh Siti Jenar. Saya tidak menghiraukan
ujar para Wali, yang mengkukuhkan Syari’at palsu, yang merugikan diri
sendiri. Nah, Syekh Dumba, pikirkanlah semua yang saya katakan ini. Dalam
dadamu ada Al-Qur’an. Sesuai atau tidak yang saya tuturkan itu, kanda pasti
tahu.” <Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh V Pangkur, 8-18>.
Jawaban Ki Bisono Tentang Semesta, Tuhan dan Roh
Ki Bisana menyanggupi kemudian menjawab pertanyaan dari Sultan Demak:
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 49/55
“Pertanyaan pertama : Pertanyaan, bahwa Allah menciptakan alam semesta itu
adalah kebohongan belaka. Sebab alam semesta itu barang baru, sedang Allah
tidak membuat barang yang berwujud menurut dalil : layatikbiyu hilamuhdil,
artinya tiada berkehendak menciptakan barang yang berwujud. Adapun
terjadinya alam semesta ini ibaratnya : drikumahiyati : artinya menemukan
keadaan. Alam semesta ini : la awali. Artinya tiada berawal. Panjang sekali
kiranya kalau hamba menguraikan bahwa alam semesta ini merupakan barang
baru, berdasarkan yang ditulis dalam Kuran.”
“Pertanyaan yang kedua : Paduka bertanya di mana rumah Hyang Widi. Hal itu
bukan merupakan hal yang sulit, sebab Allah sejiwa dengan semua zat. Zat
wajibul wujud itulah tempat tinggalnya, seumpamanya Zat tanahlah rumahnya.
Hal ini panjang sekali kalau hamba terangkan. Oleh karena itu hamba cukupkan
sekian saja uraian hamba.”
“Selanjutnya pertanyaan ketiga : berkurangnya nyawa siang malam, sampai
habis ke manakah perginya nyawa itu. Nah, itu sangat mudah untuk
menjawabnya. Sebab nyawa tidak dapat berkurang, maka nyawa itu bagaikan
jasad , berupa gundukan, dapat aus, rusak dimakan anai-anai. Hal inipun akan
panjang sekali untuk hamba uraikan. Meskipun hamba orang sudra asal desa,
akan tetapi tata bahasa kawi hamba mengetahui juga, baik bahasa biasa maupun
yang dapat dinyanyikan. Lagu tembang sansekerta pun hamba dapat
menyanyikan juga dengan menguraikan arti kalimatnya, sekaligus hamba
bukan seorang empu atau pujangga, melainkan seorang yang hanya tahu sedikit
tentang ilmu.”
“Itu semua disebabkan karena hamba berguru kepada Syekh Siti Jenar, di
Krendhasawa, tekun mempelajari kesusasteraan dan menuruti perintah guru
yang bijaksana. Semua murid Syekh Siti Jenar menjadi orang yang cakap,
berkat kemampuan mereka untuk menerima ajaran guru mereka sepenuh hati.”
“Adapun pertanyaan yang keempat : paduka bertanya bagaimanakah rupa Yang
Maha Suci itu. Kitab Ulumuddin sudah memberitahukan : walahu lahir insan,
wabatinul insani baitu-baytullahu (Arab asli : wa Allahu dzahir al-insan,
wabathin, al-insanu baytullahu), artinya lahiriah manusia itulah rupa HyangWidi. Batiniah manusia itulah rumah Hyang Widi. Banyak sekali yang tertulis
dalam Kitab Ulumuddin, sehingga apabila hamba sampaikan kepada paduka,
Kanjeng Pangeran Tembayat tentu bingung, karena paduka tidak dapat
menerima, bahkan mungkin paduka mengira bahwa hamba seorang majenun.
Demikianlah wejangan Syekh Siti Jenar yang telah hamba terima.”
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 50/55
“Guru hamba menguraikan asal-usul manusia dengan jelas, mudah diterima
oleh para siswa, sehingga mereka tidak menjadi bingung. Diwejang pula
tentang ilmu yang utama, yang menjelaskan tentang dan kegunaan budi dalam
alam kematian di dunia ini sampai alam kehidupan di Akhirat. Uraiannya jelas
dapat dilihat dengan mata dan dibuktikan dengan nyata.”
“Dalam memberikan pelajaran, guru hamba Syekh Siti Jenar, tiada memakai
tirai selubung, tiada pula memakai lambang-lambang. Semua penjelasan
diberikan secara terbuka, apa adanya dan tanpa mengharapkan apa-apa
sedikitpun. Dengan demikian musnah segala tipu muslihat, kepalsuan dan
segala perbuatan yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Hal ini
berbeda dengan apa yang dilakukan para guru lainnya. Mereka mengajarkan
ilmunya secara diam-diam dan berbisik-bisik, seolah-olah menjual sesuatu
yang gaib, disertai dengan harapan untuk memperoleh sesuatu yang
menguntungkan untuk dirinya.”
“Hamba sudah berulang kali berguru serta diwejang oleh para wali mu’min,
diberitahu akan adanya Muhammad sebagai Rosulullah serta Allah sebagai
Pangeran hamba. Ajaran yang dituntunkan menuntun serta membuat hamba
menjadi bingung dan menurut pendapat hamba ajaran mereka sukar dipahami,
merawak-rambang tiada patokan yang dapat dijadikan dasar atau pegangan.
Ilmu Arab menjadi ilmu Budha, tetapi karena tidak sesuai kemudian mereka
mengambil dasar dan pegangan Kanjeng Nabi. Mereka mematikan raga,
merantau kemana-mana sambil menyiarkan agama. Padahal ilmu Arab itu tiada
kenal bertapa, kecuali berpuasa pada bulan Romadan, yang dilakukan denganmencegah makan, tiada berharap apapun.”
“Jadi jelas kalau para wali itu masih manganut agama Budha, buktinya mereka
masih sering ketempat-tempat sunyi, gua-gua, hutan-hutan, gunung-gunung
atau tepi samudera dengan mengheningkan cipta, sebagai laku demi terciptanya
keinginan mereka agar dapat bertemu dengan Hyang Sukma. Itulah buktinya
bahwa mereka masih dikuasai setan ijajil. Menurut cerita Arab Ambiya, tiada
orang yang dapat mencegah sandang pangan serta tiada untuk kuasa berjaga
mencegah tidur kecuali orang Budha yang mensucikan dirinya dengan jalan
demikian. Nah, silahkan memikirkan apa yang hamba katakan, sebagai jawabanatas empat pertanyaan paduka.”<Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh
V Pangkur, 22-45>.
Wasiat dan Ajaran Syekh Amongraga
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 51/55
”Syekh Amongraga adalah salah seorang pewaris ajaran Syekh Siti Jenar pada
masa Sultan Agung Hanyokusumo (1645). Mengenai rincian kehidupan dan
ajaran Syekh Amongraga dapat dibaca di serat Centini”.
Syekh Amongraga mewasiatkan berbagai inti ajaran yang meliputi (Primbon
Sabda Sasmaya; hlm. 24):
1. Rahayu ing Budhi (selamat akhlak dan moral).
2. Mencegah dan berlebihnya makanan.
3. Sedikit tidur.
4. Sabar dan tawakal dalam hati.
5. Menerima segala kehendak dan takdir Tuhan.
6. Selalu mensyukuri takdir Tuhan.
7. Mengasihi fakir dan miskin.
8. Menolong orang yang kesusahan.
9. Memberi makan kepada orang yang lapar.
10. Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.
11. Memberikan payung kepada orang yang kehujanan.
12. Memberikan tudung kepada orang yang kepanasan.
13. Memberikan minum kepada orang yang haus.
14. Memberikan tongkat penunjuk kepada orang yang buta.
15. Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat.
16. Menyadarkan orang yang lupa.
17. Membenarkan ilmu dan laku orang yang salah.
18. Mengasihi dan memuliakan tamu.
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 52/55
19. Memberikan maaf kepada kesalahan dan dosa sanak-kandung, saudara,
dan semua manusia.
20. Jangan merasa benar, jangan merasa pintar dalam segala hal, jangan
merasa memiliki, merasalah bahwa semua itu hanya titipan dari Tuhan yang
membuat bumi dan langit, jadi manusia itu hanyalah sudarma(memanfaatkan dengan baik dengan tujuan dan cara yang baik pula) saja.
Pakailah budi, syukur, sabar, menerima, dan rela. <Ajaran Syekh
Amongraga itu sebenarnya meliputi semua tindakan manusia di dalam
menyelami kehidupan di bumi ini, yang disebut Syekh Siti Jenar sebagai
alam kematian. Dalam memahami 20 ajaran tersebut, hendaknya jangan
terjebak dalam segi kontekstualnya saja, namun hendaknya diselami dengan
segenap nalar dan rasa batin.
Ajaran Syekh Siti Jenar Menurut Pangeran Panggung
“….Saya mencari ilmu sejati yang berhubungan langsung dengan asal dan
tujuan hidup, dan itu saya pelajari melalui tanajjul tarki. Menurut saya , untuk
mengharapkan hidayah hanyalah bias didapat dengan kesejatian ilmu. Demi
kesentausaan hati menggapai gejolak jiwa, saya tidak ingin terjebak dalam
syariat.”
“Jika saya terjebak dalam syariat, maka seperti burung sudah bergerak, akan
tetapi mendapatkan pikiran yang salah. Karena perbuatan salah dalam syariatadalah pada kesalahpahaman dalam memahami larangan. Bagi saya kesejatian
ilmu itulah yang seharusnya dicari dan disesuaikan dengan ilmu kehidupan.
Kebanyakan manusia itu, jika sudah sampai pada janji maka hatinya menjadi
khawatir, wataknya selalu was-was…senantiasa takut gagal….Alam dibawah
kolong langit, diatas hamparan bumi dan semua isi didalamnya hanyalah
ciptaan Yang Esa, tidak ada keraguan. Lahir batin harus bulat, mantap
berpegang pada tekad.” (Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 1-2).
“Yang membuat kita paham akan diri kita, Pertama tahu akan datang ajal,
karena itu tahu jalan kemuliaannya, Kedua, tahu darimana asalnya ada kita inisesungguhnya, berasal dari tidak ada. Kehendak-Nya pasti jadi, dan kejadian
itu sendiri menjadi misal. Wujud mustahil pertandanya sebagai cermin yang
bersih merata keseluruh alam. Yang pasti dzatnya kosong, sekali dan tidak ada
lagi. Dan janganlah menyombongkan diri, bersikaplah menerima jika belum
berhasil. Semua itu kehendak Sang Maha Pencipta. Sebagai makhluk ciptaan,
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 53/55
manusia didunia ini hanya satu repotnya. Yaitu tidak berwenang berkehendak,
dan hanya pasrah kepada kehendak Allah.”
“Segala yang tercipta terdiri dari jasad dan sukma, serta badan dan nyawa.
Itulah sarana utama, yakni cahaya, roh, dan jasad. Yang tidak tahu dua hal itu
akan sangat menyesal. Hanya satu ilmunya, melampaui Sang Utusan. Namun bagi yang ilmunya masih dangkal akan mustahil mencapai kebenaran, dan
manunggal dengan Allah. Dalam hidup ini, ia tidak bisa mengaku diri sebagai
Allah, Sukma Yang Maha Hidup. Kufur jika menyebut diri sebagai Allah.
Kufur juga jika menyamakan hidupnya dengan Hidup Sang Sukma, karena
sukmaitu adalah Allah.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 2>.
” Waktu shalat merupakan pilihan waktu yang sesungguhnya berangkat dari
ilmu yang hebat. Mengertikah Anda, mengapa shalat dzuhur empat raka’at? Itu
disebabkan kita manusia diciptakan dengan dua kaki dan dua tangan. Sedang
shalat ‘Ashar empat raka’at juga, adalah kejadian bersatunya dada dengan
Telaga al-Kautsar dengan punggung kanan dan kiri. Shalat Maghrib itu tiga
raka’at, karena kita memiliki dua lubang hidung dan satu lubang mulut.
Adapun shalat ‘Isya’ enjadi empat raka’at karena adanya dua telinga dan dua
buah mata. Adapun shalat Subuh, mengapa dua raka’at adalah perlambang dari
kejadian badan dan roh kehidupan. Sedangkan shalat tarawih adalah sunnah
muakkad yang tidak boleh ditinggalkan dua raka’atnya oleh yang melakukan,
men-jadi perlambang tumbuhnya alis kanan dan kiri.”
“Adapun waktu yang lima, bahwa masing-masing berbeda-beda yang
memilikinya. Shalat Subuh, yang memiliki adalah Nabi Adam. Ketika
diturunkan dari surga mulia, berpisah dengan istrinya Hawa menjadi sedih
karena tidak ada kawan. Lalu ada wahyu dari melalui malaikat Jibril yang
mengemban perintah Tuhan kepada Nabi Adam, “Terimalah cobaan Tuhan,
shalat Subuhlah dua raka’at”. Maka Nabi Adampun siap melaksanakannya.
Ketika Nabi Adam melaksanakan shalat Subuh pada pagi harinya, ketika salam.
Telah mendapati istrinya berada dibelakangnya, sambil menjawab salam.
Shalat Dzuhur dimaksudkan ketika Kanjeng Nabi Ibrahim pada zaman kuno
mendapatkan cobaan besar, dimasukkan ke dalam api hendak dihukum bakar.
Ketika itu Nabi Ibrahim mendapat wahyu ilahi, disuruh untuk melaksanakanshalat Dzuhur empat raka’at. Nabi Ibrahim melaksanakan shalat, api padam
seketika. Adapun shalat Ashar, dimaksudkan ketika Nabi Yunus sedang naik
perahu dimakan ikan besar. Nabi Yunus merasakan kesusahan ketika berada di
dalam perut ikan. Waktu itu terdapat wahyu Ilahi, Nabi Yunus diperintahkan
melaksanakan shalat Ashar empat raka’at. Nabi Yunus segera melaksanakan,
dan ikan itu tidak mematikannya. Malah ikan itu mati, kemudian Nabi Yunus
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 54/55
keluar dari perut ikan. Sedangkan shalat Maghrib pada zaman kuno yang
memulainya adalah Nabi Nuh. Ketika musibah banjir bandang sejagat, Nabi
Nuh bertaubat merasa bersalah. Dia diterima taubatnya disuruh mengerjakan
shalat. Kemudian Nabi Nuh melaksanakan shalat Maghrib tiga raka’at, maka
banjirpun surut seketika. Shalat ‘Isya sesungguhnya Nabi Isa yang
memulainya. Ketika kalah perang melawan Raja Harkiyah (Juga disebut Raja
Herodes, atasan Gubernur Pontius Pilatus) semua kaumnya bingung tidak tahu
utara, selatan, barat, timur dan tengah. Nabi Isa merasa susah, dan tidak lama
kemudian datang malaikat Jibril membawa wahyu dengan uluk salam. Nabi Isa
diperintahkan melaksanakan shalat ‘Isya. Nabi Isa menyanggupinya, dan semua
kaumnya mengikutinya, dan malaikat Jibril berkata, “Aku yang membalaskan
kepada Pendeta Balhum.” <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 2>.
“Menurut pemahaman saya, sesuai petunjuk Syekh Siti Jenar dahulu, anasir itu
ada empat yang berupa anasir batin dan ansir lahir. Pertama, anasir Gusti. Perlu
dipahami dengan baik dzat, sifat, asma dan af’al (perbuatan) kedudukannya
dalam rasa. Dzat maksudnya adalah bahwa diri manusia dan apapun yang
kemerlap di dunia ini tidak ada yang memiliki kecuali Tuhan Yang Maha
Tinggi, yang besar atau yang kecil adalah milik Allah semua. Ia tidak memiliki
hidupnya sendiri. Hanya Allah yang Hidup, yang Tunggal. Adapun sifat
sesungguhnya segala wujud yang kelihatan yang besar atau kecil, seisi bumi
dan langit tidak ada yang memiliki hanya Allah Tuhan Yang Maha Agung.
Adapun asma sesungguhnya, nama semua ciptaan seluruh isi bumi adalah milik
Tuhan Allah Yang Maha Lebih Yang Maha Memiliki Nama. Sedangkan
artinya af’al adalah seluruh gerak dan perbuatan yang kelihatan dari seluruhmakhluk isi bumi ini adalah tidak lain dari perbuatan Allah Yang Maha Tinggi,
demikian maksud anasir Gusti.”
“Anasir roh, ada empat perinciannya yang berwujud ilmu yang dinamai cahaya
persaksian (nur syuhud). Maksudnya adalah sebagai berikut : pertama, yang
disebut wujud sesungguhnya adalah hidup sejati atau amnusia sejati seperti
pertempuran yang masih perawan itulah yang dimaksud badarullah yang
sebenarnya. Kedua, yang disebut ilmu adalah pengetahuan batin yang menjadi
nur atau cahaya kehidupan atau roh idhafi, cahaya terang menyilaukan seperti
bintang kejora. Ketiga, yang dimaksud syuhud adalah kehendak batin kejora.Ketiga, yang dimaksud syuhud adalah kehendak batin tatkala memusatkan
perhatian terutama ketika mengucapkan takbir. Demikianlah penjelasan tentang
anasir roh, percayalah kepada kecenderungan hati.”
“Anasir manusia maksudnya hendaklah dipahami bahwa manusia itu terdiri
dari bumi, api, angin dan air. Bumi itu menjadi jasad, api menjadi cahaya yang
5/8/2018 Ajaran Syech Siti Jenar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ajaran-syech-siti-jenar 55/55
bersinar, angin menjadi napas keluar masuk, air, menjadi darah. Keempatnya
bergerak tarik menarik secara ghaib. Demikianlah penjelasan saya tentang
anasir. <Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 3>.
Silahkan kalau mau ditambah atow dikurangi.
Nuwun, Dipo