Ai edisi 18

76
Edisi No.18/Tahun III/Juli 2009 Harga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa) A K U N T A N I N D O N E S I A mitra dalam perubahan Laporan Keuangan Daerah Mengapa Mutu Laporan Keuangan Daerah Menurun? Pemerintah Daerah Belum Paham Akuntansi? Penerapan SAP Baru Kulit Luarnya

Transcript of Ai edisi 18

Edisi No.18/Tahun III/Juli 2009

Harga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa)

a k u n t a n i n d o n e s i a

mitra dalam perubahan

Laporan Keuangan Daerah

Mengapa Mutu Laporan Keuangan Daerah Menurun?Pemerintah Daerah Belum Paham Akuntansi?Penerapan SAP Baru Kulit Luarnya

ai a k u n t a n i n d o n e s i a

mitra dalam perubahan

Visi IAIMenjadi organisasi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktek akuntansi, manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika dan tanggungjawab sosial serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional.

Misi IAIMemelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam a. pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggungjawab, dan lingkungan hidup;Mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-b. atestasi dan akuntansi bagi masyarakat; danBerpartisipasi aktif dalam mewujudkan c. good governance melalui upaya organisasi yang sah serta dalam perspektif nasional dan internasional.

VIsI & MIsI IAI

Dewan Penasehat

Drs. Zaenal soedjais

Drs. soedarjono

Prof. Dr. Zaki Baridwan, Msc.

Drs. Hans Kartikahadi

Prof. Dr. Wahjudi Prakarsa

Dewan Pengurus Nasional

Drs. Ahmadi Hadibroto, Msc. Ali Darwin, Ak., Msc.

Drs. Atjeng sastrawidjaja

Prof. Dr. Djoko susanto, MsA.

Dr. Ainun Na’im, MBA., Ak.

syafri Adnan Baharuddin, Ak., MBA.

sunardji, sE., MM.

Dra. Tia Adityasih

Dr. Ilya Avianti, sE., Msi., Ak.

Drs. Mustofa

Dr. suyatno Harun

Majelis Kehormatan

Drs. Kanaka Puradiredja

Drs. safaat Widjajabrata

B. Hartono, sH., sE., Ak., MH.

supriyadi

VJH. Boentaran

Aep saefuddin Rizal

Drs. Eddie M. Gunadi

Dewan Konsultatif

Herwidayatmo

Arif Arryman

Bambang setiawan

Bambang subianto

Erry Firmansyah

Henry Lumban Toruan

I Gusti Agung Made Rai

Indarto

Istini T. siddharta

Jhonny Darmawan

Jusuf Halim

Kuswono soeseno

sandiaga s. Uno

siti Ch Fadjrijah

Wahyu Karya Tumakaka

DsAK

Drs. Muhammad Jusuf Wibisana, MEc.

Agus Edy siregar, sE.

Dr. Etty Retno Wulandari

Dudi M. Kurniawan, Ak., MBA., BAP.

Drs. Jan Hoesada, Ak., MM.

Dr. siddharta Utama

Jumadi, sE., Ak., BAP.

Merliyana syamsul

Roy Iman Wirahardja

Dr. Meidyah Indreswari

Riza Noor Karim

Budi susanto

Ferdinan D Purba

Irsan Gunawan

Ludovicus sensi Wandabio

Rosita Uli sinaga

saptoto Agustomo

Dr. setiyono Miharjo

Komite Etika

Agung Nugroho soedibyo

Wawat sutanto

Linus M. setiadi

setiawan Kriswanto

Wiwik Utami

sally salamah

suyatno Harun

syarief Basir

Unti Ludigdo

BPH-KUKK

Mirawati sudjono, Ak., Msc.

Bambang Utoyo, Ak.

Bramantyo

Rakhmat Adi santosa

Retno Wulandari

Dra. suhartati suharso

Ujiani Purnamaningsih

KERPPA

Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Ak. Dr. Hilda Rossieta

Drs. Indarto

Ito Warsito, Ak., MBA.

Dr. sumarno Zain, MBA., Ak

Ketua Wilayah

M. Hasbuh AzizKetua Wilayah Aceh

Drs. Anggiat situmorang, Ak.Ketua Wilayah Bali

Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma., MBA., Ak.Ketua Wilayah Yogyakarta

J. Widodo H. MumpuniKetua Wilayah Jakarta

Drs. Johnson P. siahaanKetua Wilayah Irian Jaya

Tanusi, sE., MM., AkKetua Wilayah Jambi

Roebiandini soemantri, sE., Msi., Ak.Ketua Wilayah Jawa Barat

Prof. Dr. Tjiptohadi sawarjuwonoKetua Wilayah Jawa Timur

Drs. Aan AdiwisastraKetua Wilayah Jawa Tengah

Cris Kuntadi, sE., MM., BAP., Ak. Ketua Wilayah Kalimantan Barat

Leo Lendra, MAk., Ak.Ketua Wilayah Kalimantan Selatan

Drs. Triadi Jatmoko Ketua Wilayah Kalimantan Timur

Drs. Nurdiono, sE., MM., Akt.Ketua Wilayah Lampung

Hardy DjamaluddinKetua Wilayah Riau

Eddy RachmanKetua Wilayah Sulawesi Selatan

Drs. Herman KaramoyKetua Wilayah Sulawesi Utara

Drs. Endang Irzal, MBA., Ak.Ketua Wilayah Sumatra Barat

Abdul Aziz Nazori Ketua Wilayah Sumatra Selatan

Gus Irawan, sE., Ak. Ketua Wilayah Sumatra Utara

PENGANTAR REDAKSI

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

3

Laporan Keuangan Daerah

SUSUNAN REDAkSI

PEMIMPIN UMUM & USAHA J. Widodo. H. Mumpuni PEMIMPIN REDAkSI Ellya Noorlisyati REDAkTUR PELAkSANA Monalisa DEWAN

REDAkSI Cris kuntadi, Sri Penny S, Bagus Rumbogo, Heliantono, Nur Iskandar, M. Yusuf John, Prianto Budi, Ahalik, M. Yasin Mustopa, Rina

Y. Asmara, Duma I. Pasaribu, Handoko Tomo, Florus Daeli, Freddy, Elly Zarni, Sri Yanto, Jan Hoesada, SEkRETARIS REDAkSI Imam Basori

MARkETINg Ria Andini REPoRTER Hari Suharto, Muklisin SIRkULASI Suka LAYoUT Ivhan

ALAMAT REDAkSI kantor IAI Wilayah Jakarta, gedung gajah Blok AE Jl. Dr. Saharjo no.111 Tebet, Jakarta Selatan 12810, Indonesia

TELEPHoNE 021 837 07344, 8353588 FAxIMILE 021 829 0324 EMAIL [email protected] / [email protected]

REkENINg BCA cabang Tebet Saharjo A/C No. 092.3009130 a/n IAI Wilayah Jakarta

opini yang diekspresikan dalam AkUNTAN INDoNESIA tidak merepresentasikan pandangan Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia atau editor tidak bertanggungjawab

atas ketidakakuratan dari pernyataan, opini atau saran yang terdapat dalam tulisan maupun pariwara.

Pada edisi ini ai merasa perlu mengangkat akuntansi sektor publik dengan fokus pada laporan keuangan daerah, karena sekitar 67,4 persen anggaran belanja negara di APBN yang nilainya mencapai Rp1.037 triliun ditransfer ke daerah. Namun, banjir duit ini tak diimbangi kemampuan pengolahan keuangan daerah. Untuk menutup terjadinya penyimpngan, pemeintah harus melakukan pembenahan. Disamping itu walaupun sejak tahun 2005, pemerintah telah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun pemberlakuan SAP tersebut tampaknya belum memiliki dampak signifikan bagi perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Terbukti, menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terus mengalami penurunan. Cenderung semakin buruk.

Hal ini disebabkan oleh karena salah satunya adalah internal control pemerintah daerah masih lemah dan kekurangan Sumber Daya Manusia yang kompeten saat ini baru dalam proses pengiriman karyawan untuk belajar di Universitas yang memiliki jurusan akuntansi dan keuangan sektor publik.

Opini BPK yang memberikan opini tidak wajar, tidak memiliki konsekuensi hukum, oleh karenanya beberapa Pemda menjadikan bahan laporan keuangan yang unaudit dalam laporan keuangan dan pertanggungjawaban kepada Sidang Paripurna DPRD. Oleh karena itu ketua BPK Anwar Nasution sering mengungkapkan kesedihan dan kemasygulannya karena kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang makin memburuk.

Untuk mengikuti perkembangan terbaru IFRS pembaca dapat mencermati perkembangan IFRS dan redaksi juga membuka kolom baru mengenai konsultasi sektor publik yang di asuh Dr.Cris Kuntadi, MM, CPA yang kali ini membahas topik mengenai bolehkah mendepositokan sisa anggaran pemerintah daerah. Kolom lain yang tidak kalah menarik adalah kolom international yang menggambarkan bagaimana pengaruh krisis keuangan terhadap prinsip transparasi dan akuntabilitas penyusunan laporan keuangan bagi yang mempunyai masalah dengan pajak, mungkin anda dapat berkonsultasi dengan konsultan pajak kami yang kali ini membahas masalah transaksi dikawasan berikat.

Selamat membaca...

Laporan Utama

Tokoh

Kolom Pasar Modal

Info & Info IAI

Opini

Q & A

Kolom IFRS

International

Selingan

Ralat

KOREsPONDEN

IAI Wilayah Sulawesi Utara Coco Departement Store Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 458 Tlp 0431-822009 Fax 0431-852963

IAI Wilayah Kalimantan Barat KAP. Sardjono, Budi Sudarnoto Jl. Purnama No. 168 A Tlp 0561-763368

IAI Wilayah Riau Jl. Durian No. 1F Samping pemancar TVRI, Labu Baru Pekanbaru 28291 Tlp 0761-22769 Fax 0761-63268

IAI Wilayah Jawa Timur Bapak Tjiptohadi Sawarjuwono Jl. Ngabel No. 143 D Surabaya 60246 Tlp 031-5021125

IAI Wilayah Jambi BPKP Perw. Jambi Jl. HOS Cokrominoto No. 107 Jambi Tlp 0741-61682

IAI Wilayah Sumatera Barat BPKP Perw. Sumatera Barat Jl. HR. Rasuna Said No. 69 Padang 24114 Tlp 0751-33898 Fax 0751-31688

IAI Wilayah Jawa Tengah BPKP Perw. Jawa Tengah Jl. Raya Semarang, Kendal Km 12 Semarang 50186 Tlp (024) 8662201

IAI Wilayah DI. Yogyakarta STIE YKPN Jl. Senturan Yogyakarta 55281 Tlp 0274-584321 Hp 0813-28379369 (Awan )email : [email protected]

IAI Wilayah Jawa Barat LPAP Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Tlp. 022-7206713

IAI Wilayah Sumatera Utara Jl. Imam Bonjol No. 18 Medan 20152 Tlp 061-4155100

IAI Wilayah Sumatera Selatan Jl. Veteran/Vandi Angsoko I No. 324Palembang 30125 Tlp 0711-319876

IAI Wilayah Kalimantan Selatan BPKP Perw. Kalimantan Selatan Jl. Jend. Gatot Subroto No. 22 Banjarmasin Tlp 0511-3251409

IAI Wilayah Kalimantan Timur Jl. Ir. Hr. Juanda No. 94 Rt.7 Rw.3 Kel. Air Hitam Samarinda 75124 Tlp 0541-748442

TB GramediaTB Gunung AgungTB Kharisma

Daftar Isi

ai Benang Kusut Laporan Keuangan Daerah 17 Audit dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 21 Bagaimana Mencegah Agar Opini Tidak ‘Disclaimer’? 24

(Dalam Pengelolaan Keuangan Negara) Problem Aset? 26 ”Penerapan SAP Baru Kulit Luarnya” 27 Adakah Unsur Kesengajaan Buruknya Pengelolaan Keuangan Daerah? 29 ”Sistim Internal Control Pemerintah (SIP) Memang Masih Lemah” 30 ”Pemda Memang Belum Paham Akuntansi” 32 LKPP Lima Tahun Terus “Disclaimer” 33

Mengawal GCG Lewat Organisasi 38

Kanaka Puradireja (Ketua Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)

Struktur Modal: Teori VS Praktik 40

Sinergi Implementasi Peraturan Keuangan Sektor Publik 43 Acuan Setelah Tidak Ada PSAK 32, 35 & 37 45 Ujian Sertifikasi Akuntan Syariah 48 ED PSAK 1 (Revisi 2009) Penyajian Laporan Keuangan 48

Reformasi Setelah Stress Test 49 Bagaimana Nasib Perbankan Indonesia? 51 Kegiatan Penelitian & Pengembangan dalam Akuntansi dan Pajak 53 Transparasi Fiskal Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2008 57

Konsultasi Sektor Publik (Dr.Cris Kuntadi, MM, CPA) 60 Konsultasi Pajak (Ronsianus B. Daur, SE, BKP) 65

Laibilitas dan Biaya Pinjaman 62

G20 London Summit 2009 66

Kelakar Akuntan 71 BM Strategy, (Brain Model Strategy) 72

Hal. 22 keterangan foto pada laporan utama tertulis nama ilyas aviliani, seharusnya Prof.Dr.Ilya Avianti SE, Msi, AkHal. 34 Keterangan Tokoh tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, seharusnya Menteri Pendidikan NasionalTerima kasih komentar saudara Irsan Yani Ph.D terhadap rubrik Advetorial yang berjudul “Program Pendidikan Akuntansi IBII Dual Degree, Mencetak Akuntan Profesional yang Handal”. Atas kesalahan tulis di rubrik tersebut redaksi melakukan ralat sebagai berikut:

Pada alenia pertama tertulis “Di Indonesia, menurut Ketua Program Pendidikan …” 1. seharusnya…. “Di Jakarta, menurut Ketua Program pendidikan….Alenia 6 halaman “Dalam perkuliahaannya, Dual Degree terdiri dari lima semester dengan 17 mata kuliah wajib berbobot 52 SKS.” 2. seharusnya…”dengan 17 mata kuliah wajib berbobot 64 SKS. Alenia 8 tertulis ..”Begitu juga bobot sks yang harus diikuti, jika terpisah PPAk kemudian Maksi, yang harus diselesaikan adalah 44 SKS. Berarti bisa mengurangi 9 3. SKS. …seharusnya …”yang harus diselesaikan adalah 64 SKS. Berarti bisa mengurangi 12 SKS.” alenia 11 …”IBII, katanya berencana membuka dua kelas sekaligus untuk PPAk per tahun.” …4. seharusnya, “…membuka tiga kelas untuk PPAk per tahun.”Daftar peserta PPAk IBII angkatan 1 s/d 9, untuk angkatan 8 masuk PPAk, seharusnya 24 peserta dan untuk angkatan 9 yang masuk PPAk seharusnya 25 peserta. 5.

Apa Kata Mereka ?

aiAkuntan Indonesia

5

KOREsPONDEN

IAI Wilayah Sulawesi Utara Coco Departement Store Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 458 Tlp 0431-822009 Fax 0431-852963

IAI Wilayah Kalimantan Barat KAP. Sardjono, Budi Sudarnoto Jl. Purnama No. 168 A Tlp 0561-763368

IAI Wilayah Riau Jl. Durian No. 1F Samping pemancar TVRI, Labu Baru Pekanbaru 28291 Tlp 0761-22769 Fax 0761-63268

IAI Wilayah Jawa Timur Bapak Tjiptohadi Sawarjuwono Jl. Ngabel No. 143 D Surabaya 60246 Tlp 031-5021125

IAI Wilayah Jambi BPKP Perw. Jambi Jl. HOS Cokrominoto No. 107 Jambi Tlp 0741-61682

IAI Wilayah Sumatera Barat BPKP Perw. Sumatera Barat Jl. HR. Rasuna Said No. 69 Padang 24114 Tlp 0751-33898 Fax 0751-31688

IAI Wilayah Jawa Tengah BPKP Perw. Jawa Tengah Jl. Raya Semarang, Kendal Km 12 Semarang 50186 Tlp (024) 8662201

IAI Wilayah DI. Yogyakarta STIE YKPN Jl. Senturan Yogyakarta 55281 Tlp 0274-584321 Hp 0813-28379369 (Awan )email : [email protected]

IAI Wilayah Jawa Barat LPAP Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Tlp. 022-7206713

IAI Wilayah Sumatera Utara Jl. Imam Bonjol No. 18 Medan 20152 Tlp 061-4155100

IAI Wilayah Sumatera Selatan Jl. Veteran/Vandi Angsoko I No. 324Palembang 30125 Tlp 0711-319876

IAI Wilayah Kalimantan Selatan BPKP Perw. Kalimantan Selatan Jl. Jend. Gatot Subroto No. 22 Banjarmasin Tlp 0511-3251409

IAI Wilayah Kalimantan Timur Jl. Ir. Hr. Juanda No. 94 Rt.7 Rw.3 Kel. Air Hitam Samarinda 75124 Tlp 0541-748442

TB GramediaTB Gunung AgungTB Kharisma

Novianta Hutagalung, sE, Ak, MBAKetua International Class Program-ABFII Institute Perbanas Jakarta.

Mahasiswa Pasca sarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Angkatan 3

ai : boleh juga tuh usulnya.

ai : hehehe...makasih ya...

“Majalah AI menjadi salah satu sumber kami dalam menyelesaikan kasus-kasus dan tugas yang diberikan dosen kepada kita, karena topik yang dibahas yang sedang up to date……..”

“ saya tunggu terbitan ai yang berbahasa inggris, sesuai dengan program kelas international...”

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

6

BeritaKrisis Menggerus Penerimaan Pajak Seperti diperkirakan sebelumnya, krisis finansial global akhirnya benar-benar berdampak negatif pada penerimaan pajak. Hingga Mei 2009, realisasi penerimaan pajak negara tergerus sebesar Rp11,9 triliun menjadi Rp239,8 triliun dibanding periode sama 2008 (year on year/yoy) sebesar Rp251,7 triliun. Bahkan, secara persentase, penerimaan perpajakan lima bulan pertama tahun ini merosot jadi 36,2% dari total target 2009 sebesar Rp661,8 triliun. Sedangkan, pada periode sama 2008, realisasi penerimaan perpajakan mencapai 41,3%. “Penerimaan perpajakan hingga Mei 2009 cukup baik, meskipun PPN impor dan bea masuk masih di bawah target,” kata Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, medio Juni lalu. Dalam catatan Departemen Keuangan, penerimaan pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) hingga Mei 2009 sebesar Rp21,4 triliun, atau turun dari Rp27,9 triliun disbanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan, penerimaan PPh nonmigas hingga Mei 2009 sebesar Rp118,7 triliun atau naik dari Rp109,8 triliun. Sementara itu, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga Mei 2009 sebesar Rp66,4 triliun, turun dari sebelumnya Rp71 triliun. Adapun penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan pajak lainnya Rp4,2 triliun, atau turun dari sebelumnya Rp8,7 triliun. Di sisi lain, penerimaan cukai sebesar Rp21,6 triliun, atau naik dari sebelumnya sebesar Rp19,6 triliun; penerimaan bea masuk mencapai Rp7,1 triliun atau turun dari sebelumnya Rp8,2 triliun; dan penerimaan bea keluar Rp0,4 triliun, merosot dari sebelumnya Rp6,5 triliun. terjadinya pelambatan penerimaan pajak ini, menurut Sri Mulyani, sebagai dampak dari krisis finansial dunia sejak 2008. “Pencapaian

penerimaan perpajakan sedikit melambat sebagai imbas perlambatan perekonomian pada 2009,” tutur Sri Mulyani. Menurut Direktur Potensi, Penerimaan, dan Kepatuhan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumihar Petr us Tambunan, penerimaan pajak Januari-Mei 2009 hanya mencapai sekitar 35% dari target total penerimaan pajak 2009 sebesar Rp549 triliun, atau senilai Rp192,15 triliun. Perolehan itu lebih besar dibanding periode sama 2008 yang mencapai Rp185,19 triliun atau 38,5% dari target Rp481 triliun. “Pada awal 2008, ada booming harga-harga komoditas yang kemudian anjlok pada pertengahan 2008. Sedangkan, pada awal 2009, tidak ada booming. Meski turun secara persentase, namun tetap meningkat dibanding periode sebelumnya,” katanya. Dampak krisis itu sebenarnya sudah diperhitungkan sebelumnya. Karena itu, melalui berbagai cara, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berusaha mendongkrak penerimaan pajak. Salah satunya adalah upaya penagihan pajak dengan target pencairan piutang pajak nasiona] sebesar Rp16 triliun. Seperti tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tertanggal 27 Mei 2009 nomot SE-03/PJ/2009 tentang Kebijakan Penagihan Pajak. Penerbitan SE itu merupakan salah satu bentuk realisasi dari rencana dan strategi Ditjen Pajak dalam rangka law enforcement di bidang penagihan guna mengamankan target penerimaan pajak 2009. Dia menjelaskan tindakan penagihan tersebut dilakukan terhadap ketetapan pajak untuk seluruh tahun pajak dan jenis pajak yang belum dilakukan pelunasan oleh Wajib Pajak (WP). WP yang tidak koperatif akan dikenai sanksi seperti yang tertera dalam SE tersebut. Sanksinya adalah berupa pemblokiran rekening setelah dilakukan upaya penagihan secara optimal. Tindakan penagihan represif terhadap WP nonkooperatif juga dapat dilakukan dengan pencegahan penanggung pajak bepergian ke luar negeri [pencekalan),

penyitaan h a r t a kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank, penyitaan aset bergerak dan tidak bergerak melalui penjualan secara lelang dan penyanderaan. Namun, pencekalan baru dilakukan jika WP telah memenuhi syarat kualitatif dan kuantitatif, yaitu tidak mempunyai iktikad baik membayar piutang pajaknya dengan nilai piutang minimal Rp100 juta. Di samping melalui penagihan intensif, Ditjem Pajak juga menerbitkan kebijakan-kebijakan untuk insentif bidang perpajakan. Di antaranya memberikan keringanan pajak kepada kelompok-kelompok usaha tertentu. Sebagai contoh, keringanan itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan dan Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya. Dana cadangan yang bisa dibiayakan dan mengurangi penghasilan kena pajak adalah cadangan piutang tidak tertagih untuk usaha bank atau badan usaha lain yang menyalurkan kredit, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.—

Setiap Warga Indonesia Menanggung Utang Rp7 Juta Meskipun rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto atau PDB telah turun menjadi 30 persen, namun beban utang negara tetap besar. Sebab, jika beban utang tersebut dibagi rata kepada seluruh rakyat Indonesia, setiap orang harus menanggung beban utang sebesar Rp7 juta. “Itu mencederai rasa keadilan rakyat,” kata Program Officer Sekretariat Nasional

BERITA

Berita

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

7

Berita

Koalisi Anti Utang (KAU), Yuyun Harmono, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada medio Juni lalu. Pernyataan tersebut dibuat untuk menanggapi keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa utang pemerintah yang dari jumlah semakin besar bukan merupakan bencana, sebab rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) justru semakin menurun. Seperti diketahui, rasio utang terhadap PDB memang mengalami penurunan, dari 54 persen pada 2004 menjadi 32 persen pada 2009. Penurunan rasio utang tersebut, Sri Mulyani, menunjukkan ketergantungan Indonesia pada utang untuk menggerakkan ekonomi semakin rendah. Padahal, ada kecenderungan negara-negara lain rasio utangnya justru makin tinggi. Jepang, misalnya, rasio utangnya selama 2003-2008 melonjak 30 persen. Hal yang sama juga terjadi pada Inggeris dan Amerika Serikat, yang masing-masing melonjak 12 persen dan 10 persen. “Beberapa perusahaan pemeringkat utang dunia mulai memberikan peringatan kepada tiga negara ini karena posisi utangnya begitu besar,” ujar Sri Mulyani. Dijelaskan, pada 2008, rasio utang Jepang terhadap PDB sebesar 200 persen. Jika nominal PDB negeri itu Rp5.000 triliun, utangnya Rp10.000 triliun. ”Meskipun begitu, di dalam negeri Jepang tidak ada yang mempermasalahkan karena pemerintahnya dianggap harus ikut masuk ke perekonomian,” katanya. Indonesia, pada 1999 rasio utangnya pernah mencapai 100 persen. Hal itu terjadi lantaran saat itu pemerintah harus mengeluarkan surat utang baru sekitar Rp 600 triliun untuk menyelamatkan perbankan nasional. Setelah itu, rasionya terus menurun. Pada 2003, rasio utang Indonesia terhadap PDB 61 persen, memasuki 2008,

menjadi 33 persen terhadap PDB, dan tahun ini pemerintah berniat menurunkan menjadi 32 persen. Sementara itu, total utang Pemerintah Indonesia hingga 29 Mei 2009 mencapai Rp1.700 triliun, yang berupa pinjaman luar negeri Rp732 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp968 triliun. Jumlah ini sebenarnya meningkat ketimbang 2008 yang hanya Rp1.636 triliun, yaitu pinjaman luar negeri meningkat Rp730 triliun dan SBN Rp 906 triliun. Terhadap kewajiban pembayaran utang yang disebabkan krisis moneter 1998-2000, pelunasannya dilakukan dengan surplus Bank Indonesia senilai Rp129 triliun. Sementara itu, beban puncak jatuh tempo utang yang berasal dari penerbitan obligasi Special Rate Bank Indonesia, atau SRBI 001, akan terjadi pada tahun 2033. SRB-01/MK/2003 adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah pada 7 Agustus 2003, sebagai pengganti Surat Utang (SU)-001 dan SU-003. Surat utang ini diterbitkan terkait penyelesaian bantuan likuiditas BI (BLBI). Nilai nominal penerbitan SRBI Rp144,54 triliun. SRBI akan jatuh tempo pada 2033 dengan tingkat kupon 0,1 persen setahun dihitung dari sisa pokok terutang, yang dibayarkan secara periodik dua kali setahun. Pelunasan SRBI dapat bersumber dari surplus BI yang menjadi bagian pemerintah, dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI di atas 10 persen. Pada 2006, rasio modal terhadap kewajiban moneter BI lebih dari 10 persen. BI menggunakan kelebihan tersebut untuk mengurangi saldo SRBI senilai Rp 1,52 triliun. Menurut Sri Mulyani, suku bunga SRBI-001 relatif rendah sehingga tidak memberatkan pemerintah yang berkuasa pada 2033. Apalagi, jika memperhitungkan nilai waktu dari uang (net present value of money), maka

beban bunga itu tergolong sangat ringan. Alasannya, suku bunga itu tidak dipengaruhi kenaikan inflasi. “Dari tahun 2009 ke 2033 masih ada waktu 24 tahun. Artinya, SRBI-001 sangat bisa di-reprofiling (yaitu antara lain dengan memperpanjang masa jatuh tempo),” katanya. Meskipun terjadi penurunan rasio utang terhadap PDB sebesar 54 persen pada 2004 menjadi 32 persen pada 2009, menurut kajian Komite Penghapusan Utang Negara Selatan (Committee for Abolition Third World Debt), demikian Yuyun mengutip hasil kajian itu, utang jangka panjang (long term public debt) pemerintah Indonesia mencapai 67 miliar dolar AS (2007). “Jumlah ini menduduki posisi 4 besar setelah Meksiko, Brasil, dan Turki. Di antara negara-negara di Asia Tenggara yang lain, utang jangka panjang Indonesia masih yang paling besar. Prestasi ini bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan oleh pemerintah hari ini,” jelasnya. Koalisi Anti Utang, menurut Yuyun, memandang bahwa upaya menjustifikasi peningkatan utang Indonesia menjadi sesuatu yang wajar adalah menyesatkan. Sebab, menurutnya, transaksi utang luar negeri selama ini justru menyebabkan hilangnya harga diri bangsa dan kedaulatan ekonomi nasional. “Sejak tahun 2001 setelah krisis ekonomi, Koalisi Anti Utang telah menyerukan untuk melakukan langkah progresif dalam mengatasi krisis utang yang terjadi di Indonesia,” katanya. Hal yang sama dikatakan Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan dari Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional di Indonesia Wahyu Susilo. Menurut Wahyu, jika pembangunan yang dilakukan pemerintah didasarkan atas utang, itu sama artinya pemerintah menyandera masa depan Indonesia. ”Lebih baik pemerintah berjuang

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

8

Berita

membebaskan diri dari utang,” katanya. Sementara itu, pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit, Revrisond Baswir, menilai masalah utang hendaknya tidak direduksi menjadi masalah keuangan dan manajemen. Sebab, bagi dia, sebenarnya utang adalah masalah sosial politik. ”Pernyataan yang berulang-ulang bahwa rasio utang terhadap PDB turun menunjukkan tim ekonomi malas mencari solusi menyeluruh atas masalah utang,” ujarnya.— Didirikan, Pusat Pendidikan Pasar Modal Untuk membangun masyarakat yang sadar pasar modal, keberadaan pasar modal harus dikenalkan melalui lembaga pendidikan khusus. Bekerja sama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), Perhimpunan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (P3MI), dan Universitas Indonesia (UI), Bursa Efek Indonesia (BEI) mendirikan Pusat Pendidikan Pasar Modal Indonesia (P3MI) atau Indonesia Capital Market Education Center. P3MI diresmikan medio Juni lalu di Jakarta. Acara peluncuran dibarengi dengan penandatanganan kerja sama oleh Direktur Utama BEI Erry Firmansyah, Direktur Utama KSEI Ananta Wiyoga, Direktur Utama KPEI Inarno Djajadi, dan Ketua P3MI Friderica Widyasari Dewi. Tujuan didirikannya pendidikan pasar modal ini, menurut Friderica, untuk memperkenalkan industri pasar modal Indonesia kepada masyarakat luas melalui jalur pendidikan mulai jenjang S1, S2, dan executive training. Pusat kegiatan perkuliahan P3MI akan menempati gedung kampus UI Salemba. Saat ini, gedung tersebut masih dalam proses pembangunan. Dan, aktivitas pendidikan sendiri baru akan dimulai sekitar enam bulan mendatang.

“Komite pengajaran akan terdiri atas Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan asosiasi-asosiasi pasar modal. Sedangkan, staf pengajar akan terdiri dari pelaku pasar dan tim pengajar UI,” katanya. Kurangnya edukasi tentang pasar modal di lingkungan masyarakat luas ini juga diakui pengamat pasar modal Robert Item dalam seminar mengatasi krisis pasar modal belum lama berselang. Menurutnya, masih minimnya pemain saham dari dalam negeri karena kurangnya edukasi pasar tentang pasar modal. Untuk itu, menurutnya, BEI perlu melakukan edukasi terhadap orang awam. “Edukasi seharunya untuk orang awam,” ujarnya. Ia menilai, roadshow edukasi pasar modal yang telah dilakukan BEI selama ini kurang tepat sasaran. Sebab, edukasi disampaikan ke sekuritas. “Sekuritas lantas mengajari ke investor mereka juga, jadi bukan orang awam. Pengenalannya juga pengenalan bursa, bukan tentang bagaimana untuk investasi. Jadi, sasarannya salah,” katanya. Padahal, saham merupakan alternatif investasi yang lebih baik dibandingkan menyimpan dalam bentuk cash di bank. “Dimasukkan ke saham lebih baik daripada kalau kita taruh cash atau di bank saja, nanti kena devaluasi,” tuturnya. Dengan didirikannya pusat pendidikan pasar modal, diharapkan tingkat kesadaran masyarakat umum akan pasar modal akan meningkat.—

LPEI Beroperasi Juli 2009 Untuk mempercepat peningkatan ekspor Indonesia, pengoperasian Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dimajukan pada Juli dari rencana semula September 2009. Pemajuan tersebut atas permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani

Indrawati. LPEI dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2009 tentang LPEI. Menurut UU tersebut, LPEI harus sudah beroperasi paling lambat September 2009. Dengan pertimbangan untuk mempercepat peningkatan ekspor, Menkeu minta agar LPEI diupayakan bisa beroperasi per Juli 2009 ini. Selama ini, pembiayaan ekspor dilakukan oleh Bank Eskpor Indonesia (BEI). Dengan diterbitkannya UU tersebut, peran BEI kemudian digantikan LPEI. Karena LPEI bukan lembaga bank, maka pengawasannya tidak di bawah Bank Indonesia (BI), melainkan Departemen Keuangan. Bedanya lagi, saat masih BEI sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) seperti bank pada umumnya, sumber pendanaan LPEI bisa berupa surat berharga jangka panjang atau instrumen lain. Sebagai contoh, setelah dibentuk, LPEI segera menerbitkan surat berharga atau obligasi. Obligasi rencananya akan diterbirkan Juli ini. Namun, belum diketahui berapa nilai obligasi yang akan diterbitkan. Sebelum menerbitkan obligasi, sesuai UU, modal dasar lembaga ini paling sedikit Rp 4 triliun yang berasal dari modal yang sudah ada di BEI. Targetnya, lembaga ini bisa menyalurkan kredit hingga Rp12 triliun kepada eksportir yang berasal dari pinjaman dana dari berbagai kreditor sebesar Rp10 triliun-Rp12 triliun atau dengan rasio modal terhadap penjaminan (gearing ratio) tiga kali. Dana yang diperoleh LPEI ini akan disalurkan kepada para eksportir, terutama di sektor pertanian dan usaha kecil. Sumber dana yang bisa diperoleh LPEI berdasarkan UU LPEI adalah pinjaman dari pemerintah asing, lembaga multilateral, bank dan lembaga keuangan atau pembiayaan dalam serta luar negeri, dan juga pinjaman dari pemerintah sendiri.

Berita

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

9

Berita

Sesuai UU, lembaga ini memiliki wewenang menetapkan skema pembiayaan ekspor nasional, melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional, melakukan penyertaan modal dan melaklukan reasuransi terhadap asuransi atas risiko kegagalan ekspor, risiko kegagalan bayar, asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri, dan atau asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan ekspor. Medio Juni lalu, LPEI mendapatkan sindikasi pembiayaan dari lima bank asing sebesar 175 juta dolar AS. Rencananya, komitmen tersebut untuk membayar utang yang jatuh tempo pada Juli 2009 sebesar 148 juta dolar AS. “Setiap tahun, kami melakukan sindikasi dolar AS dengan bank asing di Singapura. Tahun ini, kami sudah mendapat komitmen dengan lima bank asing sebesar 175 juta dolar AS untuk membayar utang yang jatuh tempo sebesar 148 juta dolar AS,” kata Direktur Utama LPEI Arifin Indra kepada wartawan di Jakarta. Kelima bank asing tersebut adalah Sumitomo dan BMTU dari Jepang, San Paolo, OCBC, serta ICBC yang bertindak sebagai lead arranger. Selain itu, LPEI juga sedang menjajaki kerja sama sindikasi pembiayaan valas (dolar AS) dengan delapan bank asing dan nasional. Beberapa bank tersebut adalah Bank of China, Bank Rakyat Indonesia, BNI, dan Bank Mandiri sebesar 100 juta dolar AS. “Kemungkinan Bank of China cabang Singapura yang menjadi co-arranger. Namun, semua masih dalam penjajakan dengan mendapat bunga yang lebih murah dibandingkan sebelumnya,” jelasnya. Di samping itu, LPEI juga melakukan kerja sama pembiayaan dengan beberapa badan usaha milik negara (BUMN) bidang konstruksi dan farmasi, di antaranya PT Wika, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, dan PT Pembangunan Perumahan.

Kerja sama ini ditujukan untuk melakukan pembiayaan sarana dan prasarana bagi jasa konstruksi Indonesia di luar negeri. “Kami mengembangkan transaksi luar negeri dengan jasa konstruksi luar negeri,” kata Arifin Indra saat acara BUMN Executive Breakfast Meeting, di Hotel Ritz Carlton, Pasific Place, Jakarta, medio Juni lalu. Dijelaskan, peran LPEI dalam kerja sama adalah sebagai penyediafasilitas pembiayaan yang dibutuhkan karena pembiayaan ini adalah pembiayaan non-residen yang sulit dilakukan oleh bank komersial. Selain itu, LPEI juga melakukan kerja sama dengan Bio Farma untuk mendukung fasilitas penelitian dan pengembangan vaksin yang dilakukan oleh Bio Farma.—

Dana Dekonsentrasi Diaudit Juli-Agustus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berencana mengaudit dana dekonsentrasi 2007-2008 pada Juli-Agustus 2009. Audit akan lebih difokuskan pada kebijakan dan penganggaran dana dekonsentrasi. Ketika menggelar workshop Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2008 di Jakarta, medio Juni lalu, Aditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafri Adnan Baharuddin, mengatakan, audit terhadap dana dekonsentrasi akan dilakukan dengan mengambil sampel beberapa kementerian negara atau lembaga (K/L) dan pemerintah daerah. Hasil dari audit akan disampaikan kepada pemerintah dan diharapkan akan menjadi masukan kepada pemerintah dalam mengelola dana dekonsentrasi. Sementara itu, terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemerintah diminta diminta konsisten dan tidak sembarangan dalam menjalankan rencana untuk mengurangi transfer anggaran ke daerah di tahun 2010. “Pemerintah harus tetap

menjalankan UU dan tidak seenaknya mengurangi transfer ke daerah guna mengurangi defisit di tahun 2010,” demikian dikatakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Marwan Batubara kepada wartawan, seusai penjelasan RAPBN 2010 di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, medio Juni. Sebab, transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) sudah diatur dalam UU dan sudah ada perumusan perhitungannya. Karena itu, pemerintah diminta menjalankannya sesuai aturan main. Sebelumnya, Menteri Keuangan menyampaikan, transfer anggaran ke daerah tahun depan akan mengalami penurunan, sebesar Rp 287,7 triliun. Selain itu, dia juga menyampaikan pada 2010 alokasi dana bagi hasil cukai, hasil tembakau, dan daerah penghasil tembakau dan cukai, akan mengikuti keputusan MK yang terbaru. Menurut Marwan, jika transfer ke daerah dirasa akan memberatkan APBN, pemerintah harus menjelaskan langsung kepada pemerintah daerah. Sebab, di saat produksi minyak di daerah meningkat, maka penerimaan negara juga mengalami peningkatan.—

Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Multifinance Sejak krisis keuanngan global melanda, Bapepam-LK giat menertibkan praktik perusahaan multifinance, terutama yang menjalankan praktik di luar ketentuan izin yang diberikan. Setidaknya, dalam enam bulan terakhir hingga 2009, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mencabut tujuh izin perusahaan pembiayaan. Perusahaan tersebut terbukti melanggar peraturan Bapepam-LK dan melakukan kegiatan pembiayaan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

10

Berita

Seperti PT Duta Kirana Finance, izin usahanya dicabut lantaran perusahaan ini menjalankan usaha keluar dari izin yang diberikan. Perusahaan yang berizin di bidang multifinance ini beralih segmen usaha menjadi perusahaan perdagangan dan bergerak di bidang tambang. Pencabutan izin ini mempertimbangkan peraturan Bapepam IX/E/2 tentang Perubahan Kegiatan Usaha. Sementara itu, perusahaan pembiayaan yang izin usahanya dicabut antara lain PT Evergreen Finance; PT SG Consumer Finance Indonesia; PT Sahabat Multifinance; PT Inti Karya Megah Finance; PT Kalimaya Perkasa Finance; dan PT Primarindo Finance Corporation. Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK M Ihsanuddin mengatakan, perusahaan yang dicabut izinnya dinilai rendah dalam piutang pembiayaan yang sesuai dengan peraturan minimal piutang pembiayaan 40 persen dari aset. Setidaknya, perusahaan yang beralih segmen usaha diharapkan mengembalikan izin usaha secara sukarela seperti yang dilakukan ketika pemerintah mencabut izin usaha PT Sahabat Multifinance yang merupakan perusahaan pembiayaan mikro, karena yang bersangkutan mengembalikan izin usaha setelah mengubah segmen bisnis dan tidak lagi menjadi perusahaan pembiayaan. Selain itu, Bapepam-LK terus melakukan pemetaan terhadap sejumlah perusahaan pembiayaan yang bermasalah, terkait keterlambatan laporan keuangan maupun kurangnya piutang pembiayaan di bawah 40 persen. Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK mengakui bukan hanya laporan keuangan, laporan operasional juga bermasalah, apalagi ada beberapa perusahaan pembiayaan yang piutang pembiayaannya masih jauh dari

ketentuan. Dengan begitu multifinance perlu melakukan perbaikan agar dapat memenuhi kriteria sebagaimana digariskan dalam peraturan menteri keuangan (PMK) No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Setidaknya multifinance mampu memenuhi setoran modal secara bertahap. Selain itu, perusahaan juga wajib memiliki piutang pembiayaan sekurang-kurangnya 40 persen dari total aktiva. Dengan begitu, perusahaan multifinance perlu melakukan pemantauan yang terus-menerus guna menjaga agar rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) tidak melampaui 5 persen. Pencabutan tersebut dilakukan setelah para pelaku pembiayaan tersebut tidak mengindahkan peraturan yang ditetapkan otoritas. Sedikitnya, ada sekitar 30 multifinance yang bermasalah hingga kini dalam tahap perhatian khusus untuk ditertibkan. Dari jumlah tersebut, multifinance sektor anjak piutang (factoring) yang terbanyak. Meski tidak semua dicabut tetapi akan dipetakan keputusan apa yang akan diterapkan. Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK menegaskan pihaknya terus melakukan penegakan hukum guna menciptakan suatu industri pembiayaan dan penjaminan yang sehat. Salah satu penegasan ialah dengan memberikan surat peringatan yang berujung pada pencabutan izin usaha.—

Erry Resmi Menjabat Komut KSEI Erry Firmansyah, akhirnya resmi menjabat sebagai Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Erry juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Sebelumnya, otoritas pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menyatakan,

Erry lulus uji kepatutan dan kelayakan. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) resmi mengangkat dewan komisaris baru, dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) perusahaan yang berlangsung di Jakarta, pekn lalu. KSEI merupakan badan yang berfungsi menyediakan jasa kustodian atas transaksi di Bursa Efek Indonesia. Komposisi kepemilikan saham KSEI sebesar 19%, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebesar 6%, 9 bank kustodian sebesar 36%, 4 Biro Administrasi Efek (BAE) 4% dan Treasury Stock 1%. Secara berturut-turut jajaran komisaris KSEI terdiri atas Komisaris Utama Erry Firmansyah, Elwin Karyadi, dan Heri Sunaryadisebagai komisaris. Untuk ke depannya, sebagai sentral kustodian ini, pihak komisaris masih melanjutkan kinerja yang dijalankan oleh dewan direksi. Sebelumnya, Komisaris Utama KSEI dijabat oleh Arys Ilyas, dan Susiana Suhendra dan Uriep B Prassetyo sebagai komisaris. KSEI didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 silam dan memperoleh izin operasional sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) pada tanggal 11 November 1998. KSEI merupakan salah satu Self Regulatory Organization (SRO), selain Bursa Efek dan Lembaga Kliring dan Penjaminan.Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, KSEI menjalankan fungsinya sebagai LPP di Pasar Modal Indonesia dengan menyediakan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi Efek yang teratur, wajar dan efisien. KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998, yaitu kegiatan penyelesaian transaksi efek dengan mengambil alih fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya merupakan Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian (LKPP). Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama PT Bursa Efek Jakarta (sekarang PT Bursa Efek Indonesia) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) mengimplementasikan perdagangan tanpa warkat (scripless trading) dan

Berita

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

11

Berita

operasional Kustodian sentral di Pasar Modal Indonesia.Sesuai fungsinya, KSEI memberikan layanan jasa yang meliputi penyimpanan efek dalam bentuk elektronik, administrasi rekening efek, penyelesaian transaksi efek, distribusi hasil Corporate action dan jasa-jasa terkait lainnya, seperti Post Trade Processing (PTP) dan penyediaan laporan-laporan jasa Kustodian sentral. Untuk menjamin keamanan dan kenyamanan para investor dalam melakukan transaksi di Pasar Modal, seluruh kegiatan KSEI dioperasikan melalui sistem penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek secara pemindahbukuan berteknologi tinggi, yang dinamakan C-BEST (The Central Depository and Book Entry Settlement System). Sistem ini merupakan platform elektronik terpadu yang mendukung penyelesaian transaksi Efek secara pemindahbukuan di Pasar Modal Indonesia. Sejak bulan Juni 2002, KSEI menuntaskan program konversi seluruh Saham yang tercatat di BEI dari warkat menjadi scripless. Berdasarkan data per 30 April 2009, efek yang .tersimpan dalam KSEI terdiri atas sebanyak 424 saham, 199 obligasi korporasi, 38 obligasi pemerintah, 23 sukuk, 51 waran, 2 reksa dana, 22 medium term notes, 10 sertifikat Bank Indonesia, 3 surat berharga syariah negara dan 1 Efek .Beragun Aset masih aktif tercatat di C-BEST. Nilai keseluruhan Efek tersebut .mencapai Rp 921,43 triliun. Menurut Komisaris KSEI yang baru terpilih, .Elwin Karyadi, pihaknya sangat siap menjalankan amanat pemegang saham sebagai dewan komisaris. “Kami bertiga, untuk sementara sepakat akan menyukseskan .program direksi yang sudah berjalan,” kata Elwin. Untuk itu, jajaran dewan komisaris yang baru akan menjalankan fungsi dan peranan sesuai kewenangannya. Erry saat ini masih menjabat sebagai Direktur Utama BEI (30/6/2009). Sedangkan Heri, merupakan direktur utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan Elwin direktur Deutsche Bank AG.

Ito Terpilih Sebagai Dirut BEI Hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bursa Efek Indonesia (BEI) menetapkan Direksi baru periode 2009-2012 dan efektif pada Rabu (1/7) pekan depan. Lulusan Hardvard Bussiness School tahun 1994, Ito Warsito yang terpilih sebagai pimpinan Direksi baru BEI mengatakan, beberapa program kerja yang akan menjadi perhatian utama direksi baru, antara lain adalah sistem teknologi informasi bursa, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan melibatkan secara mendalam Self Regulatory Organization (SRO) beserta anggota bursa dalam menyusun peraturan di pasar modal. Dalam kampanyenya, paket Ito mengusung 20 program kerja yang merupakan penjabaran dari tiga kata kunci, yakni pelayanan, daya saing, dan kredibilitas. Pelayanan yang dimaksud adalah BEI sebagai perusahaan yang melayani semua pihak. BEI nantinya akan melayani anggota bursa (AB) sebagai pemegang saham sekaligus broker, emiten, dan investor yang bertransaksi saham. Sedangkan daya saing merupakan bagian kesiapan BEI dalam menghadapi persaingan dengan bursa regional. Selanjutnya, kredibilitas adalah proses menjaga kredibilitas otoritas bursa di mata anggota bursa, masyarakat, pemangku kepentingan, dan pemerintah.Lebih lanjut Ito menargetkan, hingga akhir masa kepemimpinan direksi BEI pada 2012, jumlah investor ritel di pasar modal akan mencapai 1% dari total jumlah penduduk Indonesia atau 2,3 juta investor hingga akhir tahun ketiga. Untuk mencapai target jumlah investor tersebut, direksi baru akan melakukan kampanye secara langsung dan tidak langsung. “kalau kampanye langsung melalui anggota bursa dan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), sedangkan tidak langsung bisa melalui media,” jelas Ito. Ito mengatakan, dalam 3 tahun ke depan, transaksi pasar di BEI berlipat 2 kali lebih besar dari sekarang yang sebear

Rp 1.500 triliun, menjadi Rp3.000 triliun.Dalam RUPS tahunan BEI itu dihadiri oleh para pemegang saham BEI yang terdiri dari AB. Dua paket calon direksi BEI yakni paket Ito Warsito dan paket I Made Rugeh Ramia juga terlihat beramah-tamah dengan AB. RUPS BEI mengagendakan 7 agenda rapat yaitu, pertama, Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan tahun 2008. Kedua, persetujuan pemberian apresiasi bagi karyawan, direksi dan dewan komisaris, ketiga, penunjukkan kantor akuntan publik untuk tahun buku 2009. Keempat, persetujuan pemberian uang jasa pengabdian bagi jajaran Direksi yang berakhir masa baktinya, kelima, persetujuan perubahan beberapa ketentuan anggaran dasar tentang Direktur Bursa Efek. Keenam, lain-lain, dan ketujuh, pengangkatn anggota Direksi perseroan masa bakti 2009-2012, berikut penetapan tugas dan wewenang serta gaji. Sementara, lawan perebutan kursi Dirut BEI Ito, I Made Rugeh Ramia menyatakan selamatnya kepada Ito dengan besar hati. Dirinya berharap kalau Ito bisa memenuhi ke 20 janji yang selama ini dikampanyekannya. Rugeh mengatakan, sangat dibutuhksn orang yang dapat mengatur keadaan di BEI. Berdasarkan pemilihan suara (Voting), Ito berhasil mengumpulkan 79 suara dan Rugeh hanya 36, serta satu suara dinilai blanko. Sedangkan anggota bursa yang hadir sebanyak 117 orang. Salah satu direksi paket Ito Warsito, Direktur Pengembangan Usaha BEI Frederica Widyasari Dewi menyatakan syukurnya karena peketnya terpilih menjalankan tugas di BEI samapai tahun 2012. Sya, kata Frederica siap menjalankan 20 program kerja yang merupakan penjabaran dari tiga kata kunci, yakni pelayanan, daya saing, dan kredibilitas. Dalam paket Ito tersebut ada enam orang yang akan mendampingi yakni Eddy Sugito (Direktur Pencatatan BEI), Surya Widjaja (Direktur Kim Eng Securities), Adikin Basirun (Direktur Utama PT Pacific 2000),

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

12

Berita

Frederica Widyasari Dewi (Corporate Secretary BEI), Wishnu Handoyono (Direktur Utama Bhakti Securities), dan salah seorang Kepala Divisi BEI. Sebagai informasi, syarat-syarat seseorang bisa dicalonkan sebagai Direksi BEI, tertuang dalam Peraturan Nomor III.A.3 tentang Direktur Bursa Efek, lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-12/BL/ 2009 tanggal 30 Januari 2009. Dalam aturan baru tersebut disebutkan bahwa calon direksi BEI harus mempunyai pengalaman dalam posisi direktur pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan minimal lima tahun, dengan ketentuan minimal tiga tahun berpengalaman pada posisi direktur di Perusahaan Efek. Ketentuan sebelumnya hanya mengatur berpengalaman minimal lima tahun pada perusahaan yang bergerak

di bidang keuangan. Sedangkan untuk posisi direktur teknologi informasi, yang bersangkutan wajib berpengalaman dalam posisi manajerial pada bidang teknologi informasi minimal tiga tahun dan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sistem informasi perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Sementara, kinerja keuangan pada pada tahun 2008 sebesar Rp 232,441 juta turun d i b a n d i n g t a h u n sebelumnya Rp 307,701 j u t a . S e d a n g k a n t o t a l

pendapatan usaha bersih pada tahun 2008 sebesar Rp 586,453 juta turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 601,691 juta. Laporan laba rugi – konsolidasi dengan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan penilai harga Efek Indonesia (PHEI).books

Januari – Mei 2009 2008 2007

(Unaudit) (Audit) (Audit)

Total Pendapatan 174,040,531 586,453,279 601,691,700

Usaha Bersih

Total beban usaha 77,630,951 268,660,154 228,841,841

Laba usaha 96,409,580 317,793,125 372,849,860

Total penghasilan 72,705,973 34,282,713 63,098,775

Laba sebelum pajak 169,115,552 352,075,838 435,948,775

Laba bersih 138,845,816 232,441,465 307,701,986

BeritaMenjadi anggota iai, seorang Akuntan akan bergabung dalam komunitas profesional dibidang Akuntansi yang dijaga kualitasnya sesuai standar internasional untuk memiliki Integritas, Etika, dan Kompetensi yang tinggi.

iai knowledge centre akan memfasilitasi peningkatan kompetensi anggota secara rutin melalui kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan yang bervariasi, dengan materi terkini, pembicara yang berkualitas, dan pendayagunaan jaringan IAI sepenuhnya termasuk bekerjasama dengan asosiasi profesi internasional.

identitas keprofesian anggota berupa kartu anggota secara esklusif dapat digunakan untuk memperoleh tarif khusus pada berbagai kegiatan seperti lokakarya, seminar, pelatihan, konvensi dan acara-acara lainnya yang diselenggarakan oleh IAI serta atas berbagai produk atau terbitan IAI.

keseMpatan untuk MeMperluas jaringan bisnis dan pergaulan secara profesional akan terbuka luas seiring dengan keaktifan sebagai anggota dalam setiap kegiatan profesi yang dilaksanakan oleh IAI.

MeMperoleh prioritas keseMpatan berpartisipasi aktif dalaM dinaMika profesi. Peran anggota dalam perumusan standar profesi terwujud melalui kegiatan public hearing Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Anggota dapat berkontribusi penuh dengan menyatakan pendapat, mengajukan usul, saran maupun pertanyaan menyangkut SAK yang akan diterbitkan.

keMudahan dan akses inforMasi terkini perkeMbangan profesi secara nasional dan internasional melalui media komunikasi dan informasi yang dilaksanakan oleh IAI. Anggota berhak mendapat fasilitas download berbagai materi referensi dan Majalah Akuntan Indonesia yang tersedia di website IAI:

akuntan indonesia telah berkarya MeMberi nilai taMbah dalaM dunia bisnis. Memasuki dunia profesional di bidang akuntansi dengan bergabung menjadi anggota IAI, langkah awal Akuntan Indonesia untuk meraih kesuksesan dibidangnya akan berarti Menjadi yang terbaik.

sebagai anggota iai, Akuntan Indonesia akan dikenal sebagai profesional terdepan dibidang akuntansi, keuangan dan bisnis global.

MENJADI ANGGOTA IAI

www.iaiglobal.or.id

Kami bangga menjadi bagian dari KisaH suKses anda

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

14

ReuniWiwik Utami yang sekarang diberi amanah sebagai ketua program studi Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta justru merasa sangat bersyukur karena melalui pendidikan inilah idealisme seseorang dapat disalurkan. Obsesinya adalah menjadi bagian yang dapat berkontribusi untuk membangun profesi akuntansi di Indonesia. Keterlibatan Wiwik pada beberapa kegiatan Kompartemen Akuntan Pendidik, Pendidikan Profesi Akuntansi dan juga sebagai anggota Komite Etika IAI adalah wujud dari kesungguhannya untuk berkarya. Wiwik menyelesaikan S1 dan S2 Akuntansi di UGM dan S3 Akuntansi di Unpad.

Berkaitan dengan adanya sertifikasi akuntan manajemen ( Certified Professional Management Accountant/ CPMA) yang diluncurkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, menurut pengamatannya berdampak pada meningkatnya peminatan konsentrasi akuntansi manajemen di Magister Akuntansi. Oleh karena itu usaha untuk mensinergikan mata kuliah konsentrasi akuntansi manajemen dengan materi uji CPMA adalah penting, demikian ungkapnya.

Thomas Aquino Tody adalah Akuntan muda yang lulus CPA dengan hanya mengikuti 2 kali ujian. Mengikuti jejak sang ayah yang juga menjadi seorang akuntan merupakan cita - cita yang mulia, alumni universitas Indonesia ini juga aktif dalam organisasi pada profesinya. Selain bekerja di kantor Akuntan Publik, Tody juga sudah melebarkan sayapnya untuk menjadi instruktur di berbagai seminar dan workshop, untuk mengamalkan ilmu yang sudah dimilikinya.

DR. Wiwik Utami, Ak, Ms

Thomas Aquino Tody

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

15

Reuni

Zulkarnain situmorang

Thomas Aquino Tody

Zulkarnain Situmorang adalah alumni Universitas Sumatra Utara tahun 1998 yang saat ini berkiprah sebagai Akuntan Publik di kota Medan, menjalankan praktek Akuntan Publik di daerah saat ini sangat menggembirakan, jadi tidak perlu kumpul di Jakarta semua ya.

Dalam kesibukannya Zulkarnain juga mengabdi pada organisasi profesi sebagai sekretaris di IAI Wilayah Sumatera Utara sangat ingin menghimbau kepada rekan-rekan seprofesinya “ayo mari kita bangun IAI jangan lupa membayar iuran,agar IAI tetap eksis. Ujar Bapak satu anak ini dengan penuh semangat.

Berkiprah di organisasi profesi mempunyai banyak manfaat terutama banyak silaturahmi dengan sesama anggota yang berbeda profesi walaupun sesama Akuntan, memperbanyak silaturahmi, banyak membawa rejeki dan panjang umur.

ai16

Laporan UtamaLaporan Keuangan Daerah

ai 17

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Suatu hari, rombongan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) dari sebuah kabupaten di Sulawesi mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta. Mereka resah karena BPK memberi opini disclaimer terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten mereka. Mereka kemudian menemui Ketua BPK Anwar Nasution. Mereka meminta agar BPK mengubah opini hasil pemeriksaan LKPD dari “unqualifed” menjadi “qualifed”. Sungguh, peristiwa nyata itu tidak hanya lucu dan konyol. Peristiwa itu sekaligus menunjukkan bahwa tidak semua, atau mungkin justru kebanyakan, para pemimpin di daerah tidak memahami akuntansi, tidak memahami standar akuntansi pemerintahan. Wajar jika kemudian laporan keuangan daerah di seluruh Indonesia tergolong amburadul. Kondisi ini sangat membahayakan. Sebab, seiring kebijakan otonomi daerah, anggaran pusat yang ditransfer ke daerah semakin besar pula. Jika tidak diimbangi dengan kapasitas pengelolaan keuangan di daerah, potensi terjadinya penyimpangan dan

penyelewengan anggaran akan sangat besar. Memang, sejak digulirkan sepuluh tahun lalu, kebijakan otonomi daerah tak melulu berkaitan soal penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke daerah, tapi juga menyangkut urusan “bagi-bagi uang”. Otonomi daerah digulirkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004. UU ini juga dilengkapi dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian juga direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004. Sebagai konsekuensi dari perimbangan keuangan ini,

kucuran anggaran dari pusat ke daerah dari tahun ke tahun terus membesar. Sebagai contoh, dana yang ditransfer ke daerah pada 2001 baru senilai Rp81,1 triliun. Secara berturut-turut, angka ini terus melonjak tajam menjadi Rp98,1 triliun (2002), Rp120,3 triliun (2003), Rp129,7 triliun (2004), Rp150,5 triliun (2005), Rp226,2 triliun (2006), Rp254,2 triliun (2007), Rp292,4 triliun (2008), dan Rp320,7 triliun pada 2009. Karena terimbas krisis keuangan global, anggaran 2009 itu akhirnya direvisi menjadi Rp303,3 triliun. Itu baru anggaran yang langsung masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, masih banyak dana transfer ke daerah yang tidak melalui atau tidak masuk APBD, namun semuanya dibelanjaka di daerah, seperti dana program pembantuan dan lain-lain. Jika ditambah pos-pos anggaran lain yang tidak masuk APBD, secara keseluruhan dana yang dikelola 33 pemerintah provinsi dan 477 pemerintah kabupaten/kota pada tahun 2009 ini mencapai Rp1.037 triliun atau sekitar 67,4 persen dari total anggaran belanja negara yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009. Artinya, sebagian besar anggaran belanja negara saat ini diberikan ke daerah dengan tujuan untuk memacu percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Buruk Tata Kelola Namun, sayangnya, banjir anggaran ke daerah tersebut belum diimbangi dengan penguatan kapasitas tata kelola yang memadai. Dalam berbagai kesempatan, baik ketika mengadakan rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun dalam forum-forum lain, Ketua BPK Anwar Nasution sering mengungkapkan kesedihan dan kemasygulannya karena kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang

Benang Kusut Laporan Keuangan Daerah

Sekitar 67,4 persen anggaran belanja negara di APBN yang nilainya mencapai Rp1.037 triliun ditransfer ke daerah. Namun, banjir duit ini tak diimbangi kemampuan pengelolaan keuangan daerah. Untuk menutup terjadinya penyimpangan, pemerintah harus melakukan pembenahan.

Anwar Nasution

ai18

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

makin memburuk. “Kualitas LKPD memang kian memburuk,” kata Anwar Nasution ketika menyerahkan Buku Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2008 kepada DPD RI, di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, medio Mei lalu. Dalam IHPS tersebut memang tergambar dengan jelas betapa terus memburuknya kualitas LKPD di seluruh Indonesia. Dalam IHPS II 2008, misalnya, BPK memeriksa LKPD 191 pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Sebelumnya, pada IHPS I 2008, BPK juga telah memeriksa LKPD 275 pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Dengan demikian, selama 2008 BPK telah memeriksa 466 LKPD. Hasilnya? Itulah yang membuat Anwar Nasution prihatin. Sebab, hanya 4 LKPD atau 1 persen yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Sebanyak 283 (61 persen) LKPD memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP), 120 (26 persen) memperoleh opini tidak memberikan pendapat (TMP) alias disclaimer, dan 59 atau 12 persen LKPD diberi opini tidak wajar (TW). Opini tersebut, jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan tahun-tahun sebelumnya, menunjukkan adanya tren kualitas LKPD yang semakin buruk. Pada 2004, misalnya, LKPD yang memperoleh opini WTP masih 7 persen, WDP 87 persen, TMP 2 persen, dan TW 3 persen. Pada 2005, LKPD yang memperoleh opini WTP turun menjadi 5 persen dan WDP jadi 85 persen. Di saat bersamaan, LKPD yang

memperoleh opini TMP naik jadi 7 persen dan TW tetap 3 persen. Tahun berikutnya, pada 2006, juga terjadi tren serupa. Yang memperoleh WTP dan WDP turun masing-masing jadi 1 persen dan 70 persen. Sementara itu, yang memperoleh opini TMP dan TW masing-masing naik jadi 23 persen dan 6 persen. Dan, terus memburuk pada hasil pemeriksaan LKPD pada 2007, di mana yang memperoleh WTP hanya 1 persen, WDP turun jadi 61 persen, sementara yang disclaimer dan TW naik masing-masing jadi 26 persen dan 12 persen.

Kerugian dan Penyimpangan Bisa ditebak, selama kemampuan tata kelola keuangan di daerah masih memble, negara akan terus mengalami dua kerugian sekaligus. Pertama, tujuan untuk mempercepat pembangunan dan memacu pertumbuhan ekonomi di daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat akan sulit tercapai. Sebab, sebanyak apa pun duit yang digelontorkan ke daerah, jika tidak dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan benar, tak aka nada gunanya. Kedua, selama tidak dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik, selama itu pula akan terus terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran. Uang rakyat juga yang akhirnya dikemplang pejabat-pejabat yang menyimpang. Laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut bisa dirujuk sebagai contoh. Dari pemeriksaan BPK menemukan 556 kasus penyimpangan yang menyebabkan kerugian senilai Rp310,8 miliar dan 126 kasus berpotensi menimbulkan kerugian sebesar Rp1,31 triliun. Selain itu, ditemukan sebanyak 629 kasus yang menyebabkan kekurangan penerimaan senilai Rp2,20 triliun. Artinya, seandainya pengelolaan dan pertanggungjawaban dilakukan dengan benar, uang sebesar itu akan masuk sebagai penerimaan. Di saat yang sama, BPK juga menemukan adanya anggaran yang belum atau tidak dipertanggungjawabkan senilai Rp1,49 triliun yang terjadi dalam 212 kasus. Itu masih belum semua. Sebab, BPK juga masih menemukan kasus-kasus yang memboroskan uang negara dengan nilai

Rp205,1 miliar dan penggunaan anggaran yang tergolong tidak efektif sebesar Rp2,48 triliun. Pendek kata, seperti tergambar dalam tabel, dalam tahun 2007 saja sedikitnya terjadi 3.051 kasus penyimpangan yang mengakibatkan kerugian senilai Rp9,93 triliun. Bayangkan, berapa akumulasi kerugian negara jika penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi selama bertahun-tahun. “Agar tidak terus-menerus terjadi korupsi, sistem keuangan negara harus lebih transparan dan akuntabel,” kata Anwar Nasution.

sDM atau sistem Pertanyaannya adalah, apa yang salah sehingga persoalan pengelolaan keuangan di daerah tampak seperti benang kusut? Soepomo Prodjodihardjo, Tenaga Ahli BPK, mengakui bahwa pembenahan pengelolaan keuangan di daerah memang belum berjalan mulus. Sebab, penerapan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan, yang dikenal dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), memang tergolong baru. “Boro-boro memenuhi standar akuntansi, sistemnya saja para pejabat di daerah belum paham,” katanya. Apa yang dikatakan Soepomo rasanya memang tidak mengada-ada. Jika kita menengok ke belakang, para pejabat atau birokrat di Indonesia memang belum pernah mengenal akuntansi atau sistem pengelolaan yang saat ini dianggap sebagai standar. Sejak masa kolonial Belanda, birokrat Indonesia hanya dikenalkan pada sistem anggaran yang paling sederhana. Mulai dari pusat hingga daerah, birokrat hanya diwajibkan mencatat atau melaporkan pemasukan dan pengeluaran anggaran (kas). Tak lebih dari itu. Namun, seiring dengan tuntutan perkembangan sistem keuangan dan kemajuan ekonomi yang semakin kompleks, penggunaan laporan keuangan yang sangat sederhana seperti itu di lingkungan birokrasi dianggap tak lagi memadai. Perubahan dilakukan. Momentumnya adalah reformasi yang membuahkan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Mulailah

Dengan akuntansi berbasis akrual yang memang lebih

rumit, akan dihasilkan sekaligus neraca dan laporan

arus kas serta laporan realisasi anggaran. Dengan demikian, kinerja juga akan

tergambar dengan jelas.

ai 19

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

masa penyusunan anggaran berbasis kinerja, dan mulai pula praktik akuntansi sederhana single entry berbasis kas ditinggalkan dan diganti dengan akuntansi double entry berbasis akrual. Dengan akuntansi berbasis akrual yang memang lebih rumit, akan dihasilkan sekaligus neraca dan laporan arus kas serta laporan realisasi anggaran. Dengan demikian, kinerja juga akan tergambar dengan jelas. Namun, benar yang dikatakan Soepomo, peralihan itu berjalan tidak mulus. Setelah menerbitkan UU Nomor 25 Tahun 1999 tersebut, di tahun-tahun berikutnya susul menyusul pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dengan tujuan memperbaiki pengelolaan keuangan daerah tersebut. Namun, tak jarang yang terjadi justru tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan tersebut. Bahkan, sering terjadi ketika satu aturan belum sempat dipahami dan dilaksanakan dengan baik, sudah muncul aturan baru yang membuat para pejabat di daerah kebingungan. Sekadar menyebut beberapa contoh, meskipun desentralisasi fiskal telah dimulai pada 1999, pedomannya baru dibuat pada 2002, yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Setahun kemudian, pemerintah menerbitkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dalam salah satu pasal member kewenangan penuh pengelolaan keuangan daerah kepada gubernur/bupati/wali kota. Namun, hingga saat itu belum ada standar baku bagaimana laporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah harus disusun. Baru pada 2005 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang kemudian disusul PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan

Kinerja Instansi Pemerintah. Kedua PP tersebut berlaku baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Artinya, standar akuntansi modern tersebut bagi para pejabat dan birokrat di lingkungan pemerintahan di Indonesia benar-benar merupakan barang baru. Sudah puluhan tahun mereka hanya mengenal sistem laporan keuangan sederhana, yang hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan, lalu tiba-tiba, saat terjadi banjir uang, mereka harus menyusun anggaran berbasis kinerja, dan harus membuat laporan dengan double entry berbasis akrual. Jelas, ketika BPK masuk dan memeriksa menggunakan SAP dan pemeriksaan dimulai sejak LKPD 2004 —padahal PP SAP baru diterbitkan 2005 dan waktu efektif pemberlakuannya pada 2007— semua laporan keuangan daerah tampak amburadul. Itulah yang menjadi catatan Sapta Amal Mandiri, yang tak lain adalah anggota BPK sendiri. Dipotret dari pendekatan BPK saat ini, menurutnya, seluruh LKPD pada tahun-tahun sebelumnya sampai 2007 memang akan terlihat buruk. Sebab, penyusunan LKPD ketika itu memang belum mengikuti standar yang berlaku. Baru LKPD 2008 yang akan diperiksa 2009 yang penyusunannya sudah disesuaikan dengan SAP. Artinya, kesalahan tak sepenuhnya bisa ditimpakan kepada daerah. “Karena harus ada masa transisi,” katanya. Hal yang sama juga dikemukakan Soepomo. Kenapa kualitas laporan keuangan daerah dari tahun ke tahun terus menurun, bagi Soepomo, karena standar yang digunakan BPK dalam memeriksa semakin tinggi, disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan SAP dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Apalagi, cakupan pemeriksaan BPK juga sudah mulai menyentuh aset dan bagaimana penerapan sistem pengendalian internal (SPI) di daerah. “Jadi bukan hanya karena cara daerah membuat laporan, melainkan karena standar yang digunakan BPK berbeda, lebih tinggi dari sebelumnya,” kata Soepomo. Karena itu, ada mantan pejabat BPK, yaitu Hanjari, yang mengaku kaget

karena BPK ternyata telah memberikan opini hasil pemeriksaan sejak 2004. Sebab, PP yang mengatur SAP baru terbit 2005. Artinya, jika pun langsung dilengkapi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya, penyusunan LKPD sesuai SAP baru bisa dilakukan pada 2006. Nyatanya, aturan-aturan yang melengkapi PP tersebut baru belakangan, dan datang silih berganti. “Standarnya saja belum ada, kenapa BPK sudah memberikan opini. Kasihan pemda terus dikuyo-kuyo,” katanya. Bagi Hanjari, untuk tahun 2004, 2005, dan 2006 daerah tak bisa disalahkan karena tak membuat laporan keuangan sesuai standar yang diikuti BPK. Sebab, ketika itu memang belum ada dasar hukumnya. Baru untuk LKPD 2007, daerah harus menyusun LKPD sesuai SAP. “Jadi banyak hal yang harus diluruskan soal kualitas LKPD yang diopinikan semakin jelek. Yang sebelum 2007 harus dianggap hanya sebagai pemanasan, dan daerah tak bisa dipersalahkan,” kata Hanjari. Yang harus diperbaiki dan kemudian dinilai berdasarkan ketentuan SAP dan SPKN, menurut Hanjari, adalah LKPD 2007 dan seterusnya. “Maka, yang harus dipikirkan adalah bagaimana ke depan memperbaiki kualitas LKPD,” sambungnya. Namun, sesungguhnya bukan cuma

soepomo Prodjodihardjo

ai20

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

faktor waktu pemberlakuan yang masih tergolong baru yang menyebabkan kualitas LKPD terbilang buruk. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai bidang akuntansi di daerah juga menjadi kendala tersendiri. Hampir semua tenaga atau birokrat yang bertanggung jawab pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak memahi akuntansi. Sebab, mereka kebanyakan bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi. Hal itulah, menurut Sapta Amal Damandiri dan Soepomo, yang jadi kendala pembenahan atau perbaikan pengelolaan keuangan di daerah. Hal yang sama juga diakui Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin. “SDM kami terbatas, dan kami mesti menyewa konsultan khusus untuk memperbaiki pengelolaan keuangan,” kata gubernur termuda di Indonesia ini. Untuk mengatasi keterbatasan SDM tersebut, baik Sapta maupun Soepomo mengusulkan agar Depdagri dan Kementerian PAN membuat kebijakan yang memungkinkan tersedianya tenaga-tenaga akuntan menjadi bagian dari birokrasi di daerah. Artinya, mereka yang bertanggung jawab atau tugas kerja mereka bersinggungan dengan pelaporan pengelolaan keuangan harus direkrut dari orang-orang yang kompeten dan berlatar pendidikan akuntansi. “Proses perekrutan dan kebijakan promosi atau mutasi harus mempertimbangkan masalah ini. Pemda harus care,” kata Soepomo. Hanjari menambahkan, keterbatasan auditor BPK sebenarnya juga menjadi masalah tersendiri. Dengan jumlah auditor yang terbatas, yang hanya 4000-an orang, menurutnya, akan sulit bagi BPK untuk melakukan pemeriksaan LKPD di seluruh Indonesia dengan puluhan ribu entitas yang harus diperiksa dengan kompetensi dan kualitas yang terjaga. Karena itu, menurutnya, dalam melakukan pemeriksaan, BPK harus melibatkan auditor Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) di berbagai daerah atau kantor-kantor akuntan publik (KAP). “Karena, dengan keterbatasan auditor, kita dapat mempertanyakan validitas hasil pemeriksaan BPK. Benarkah

kondisi nyata di daerah seburuk yang dilaporkan BPK?” kata Hanjari. Hal yang sama juga dipersoalkan praktisi dan konsultan keuangan daerah Irwanto Puteh. Irwanto melihat, sampai saat ini titik berat pemeriksaan yang dilakukan BPK baru menyentuh aspek administratif dari LKPD, belum menyentuh aspek yang substantif. “Yang diperiksa baru kertas laporan, belum ada investigasi untuk membuktikan kebenarannya,” katanya. Jadi, katanya, benang kusutnya belum bisa diurai.

sanksi Mandul Dalam upaya memperbaiki pengelolaan keuangan daerah tersebut, menurut Irwanto, yang justru jauh lebih penting adalah efektivitas sanksi. Sampai saat ini, menurut Irwanto, opini hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak memiliki dampak hukum. Kalau pun ada temuan-temuan yang ditindaklanjuti aparat penegak hukum, katanya, itu karena ada kemauan dari aparat penegak hukum. “Jadi, BPK hanya melaporkan hasil pemeriksaan, dan opininya bisa diabaikan,” Irwanto menegaskan. Seharusnya, demikian Irwanto, sanksi hukum menjadi bagian integral dari opini yang diberikan BPK. Sebagai misal, Irwanto mencontohkan, jika suatu daerah selama tiga atau lima tahun berturut-turut memperoleh opini disclaimer, seharusnya langsung dijatuhkan sanksi. Misalnya, jatah dana alokasi umum (DAU) atau dana-dana lain langsung dipotong. Atau,

ada mekanisme tersendiri untuk menghukum kepala daerah yang memperoleh opini disclaimer karena memang harus ada yang bertanggung jawab. “Sekarang apa sanksinya terkait opini BPK? Tidak ada. Baik yang WTP maupun yang disclaimer diperlakukan sama. Tidak ada reward and punishment. Ini main-main atau apa?” kata Irwanto. Karena itu, jika memang ada kemauan dari pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan keuangan, Irwanto mengusulkan agar opini BPK diberi bobot sanksi secara otomatis. Jika opini BPK masih mandul seperti saat ini, Irwanto yakin kondisi pengelolaan keuangan daerah akan terus seperti ini: amburadul dan terus terjadi penyimpangan di mana-mana. Tidak akan banyak gunanya memperbesar anggaran ke daerah, kecuali hanya menguntungkan para pejabat yang doyan menyimpang. Hari Suharto, Muklisin

Nomor Kelompok Temuan Jumlah Kasus Nilai (Rp Juta)

1 Kerugian Daerah 556 310.860

2 Potensi Kerugian Daerah 126 1.319.005

3 Kekurangan Penerimaan 629 2.200.620

4 Belum Dipertanggungjawabkan 212 1.496.495

5 Administrasi 411

6 Ketakhematan/Pemborosan 227 205.119

7 ketidakefektifan 475 2.486.309

8 Lain-lain 415 1.916.265

Jumlah 3.051 9.935.265

Temuan LKPD 2007 Semester II 2008

ai 21

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Pemerintah (pusat dan daerah) saat ini sedang melakukan perubahan tata pembukuan dari sistem pembukuan

menjadi sistem akuntansi dalam menyusun laporan keuangannya berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Perubahan tata usaha keuangan daerah tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dengan penyiapan proses auditing (pemeriksaan). Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana UU Nomor 16 tahun 2004 juga mengalami perubahan dimana tujuannya adalah menunjukkan, dengan dasar yang cukup dan tepat dari bukti-bukti audit, apakah laporan keuangan disajikan secara wajar posisi keuangan pemerintah, hasil operasi, dan perubahan ekuitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Sayangnya, Pemerintah Pusat (termasuk kementerian negara/lembaga) dan pemerintah daerah sampai dengan saat ini belum mampu menyajikan pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sesuai dengan SAP. Hal ini terlihat dari minimnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP-unqualified opinion) yang diberikan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL), dan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUsAT Pemerintah Pusat menyusun LKPP yang merupakan konsolidasian LKKL dan laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN). Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara Pasal 30, BPK bertugas memeriksa LKPP yang terdiri atas neraca, laporan relisasi anggaran, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. BPK tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) atas LKPP selama lima tahun berturut-turut (2004 – 2008) karena terdapat beberapa permasalahan yang mengganggu kewajaran LKPP. Perkembangan permasalahan yang mempengaruhi kewajaran LKPP tahun 2006 – 2008 dapat digambarkan sebagaimana Tabel 1.

D a r i Tabel 1, terlihat bahwa, meskipun BPK memberikan disclaimer opinion selama lima tahun berturut-turut, akan tetapi permasalahan yang mempengaruhi opini semakin sedikit. Pada 2008, alas an opini disclaimer tersisa sebanyak enam permasalahan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan meskipun belum sampai meningkatkan opini LKPP.

LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (LKKL) D i s a m p i n g LKPP, BPK juga

memeriksa LKKL yang hasilnya digunakan sebagai dasar penyusunan LHP LKPP. Tahun 2009, BPK telah memeriksa 81 LKKL tahun 2008. Terdapat dua KL yang masih dalam proses pemeriksaan BPK yaitu BPK RI dan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD dan Nias (BRR). Laporan Keuangan BPK RI, sesuai UU 15 Tahun 2006 tentang BPK, diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri keuangan. LK BPK sampai dengan LHP LKPP diterbitkan, belum selesai diperiksa

AUDIT DAN AKUNTABILITAS

KEUANGAN PEMERINTAH Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA (Sekretaris Jenderal IAI KASP)

Gambar 1 Perkembangan Opini LKKL 2006-2008

05

10152025303540

WTP WDP TMP TW BSP

Opini

Jum

lah

KL

TA 2006TA 2007TA 2008

Gambar 2 Perkembangan Opini LKPD 2004-2007

0%

20%

40%

60%

80%

100%

WTP WDP TMP TW

Opini

TA 2004TA 2005TA 2006TA 2007

Nomor Kelompok Temuan Jumlah Kasus Nilai (Rp Juta)

1 Kerugian Daerah 556 310.860

2 Potensi Kerugian Daerah 126 1.319.005

3 Kekurangan Penerimaan 629 2.200.620

4 Belum Dipertanggungjawabkan 212 1.496.495

5 Administrasi 411

6 Ketakhematan/Pemborosan 227 205.119

7 ketidakefektifan 475 2.486.309

8 Lain-lain 415 1.916.265

Jumlah 3.051 9.935.265

Temuan LKPD 2007 Semester II 2008

ai22

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

NO MAsALAH 2006 2007 2008

1.Selisih penerimaan perpajakan dan PNBP antara Bendahara Umum Negara (SAU) dengan KL (SAI)

Rp4,16 triliun (pajak) dan Rp25,46 triliun (PNBP)

Rp7,96 triliun (pajak) Rp2,99 triliun (pajak)

2.Penilaian aset lain-lain (Eks BPPN dan Aset KKKS) belum dilakukan

Rp50,29 triliun Rp232,42 triliun Rp315,81 triliun

3.Utang Luar Negeri tidak lengkap dokumen dan administrasinya

Rp556,21 triliun Rp595,69 triliunRp27,88 triliun

(penarikan pinjaman)

4. Perbedaan fisik dan catatan SAL Rp1,49 triliun Rp1,34 triliunRp474,29 miliar dan

akumulasi Rp5,42 triliun

5.Aset tetap belum diinventarisasi dan belum dinilai kembali

Seluruh KL Seluruh KL

6.PBB atas KKKS yang belum berproduksi salah dibebankan pada Rek. 508 dan Rek. 600

- - Rp5,33 triliun

7. Pembatasan lingkup pemeriksaan Penerimaan perpajakan,

piutang pajak, dan belanja modal Ditjen Pajak

Piutang pajak & biaya perkara MA

-

8.Bagian tertentu dari LKPP tidak didasarkan LKKL dan LK BUN

Ya YaSdh Diterbitkan LK

BUN

9.Realisasi belanja belum termasuk pengeluaran dari Rekening Pemerintah Lainnya

Rp9,41 triliun Rp8,49 triliun -

10.Selisih realisasi belanja antara BUN dengan KL (suspen)

Rp916,77 miliar (positif )Rp236,53 miliar

(negatif )-

11.Rekening pemerintah yang tidak dibukukan dalam LKPP

5.868 rekening Rp20,36 triliun

3.931 rekening Rp10,23 triliun

-

12.Piutang pajak termasuk piutang yang masih dalam sengketa dengan wajib pajak

Rp35,45 triliun Rp42,04 triliun -

13.Investasi permanen pada BUMN tidak didasarkan hasil audit akuntan publik

Rp323,65 triliun Rp321,09 triliun -

14. Persediaan tidak dilakukan inventarisasi fisik 11 KL - -

15. Neraca awal LKPP belum disusun Ya - -

Tabel 1Perkembangan Alasan Opini LKPP 2006 – 2008

sumber: LHP LKPP 2005-2008 (diolah)

ai 23

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

TAHUN/OPINI WTP WDP TMP TW TDP JUMLAH

2006 7 9% 37 45% 35 43% 1 1% 2 2% 82

2007 15 18% 32 39% 34 41% 1 1% 0 0% 82

2008 29 35% 30 36% 32 39% 0 0% 2 2% 83

Tabel 2Perkembangan Opini LKKL 2006 – 2008

Ket. TW = Tidak Wajar BSP = Belum Selesai Diperiksasumber: LHP LKPP 2006-2008 (diolah)

TAHUN/OPINI WTP WDP TMP TW JUMLAH2004 21 7% 249 87% 7 2% 10 3% 2872005 17 5% 308 85% 25 7% 12 3% 3622006 3 1% 326 70% 106 23% 28 6% 4632007 4 1% 283 61% 120 26% 59 13% 466

Tabel 3Perkembangan Opini LKPD 2004-2007

sumber: IHPs BPK semester II/2008

karena KAP Wisnu B. Soewito baru ditunjuk DPR pada 12 Mei 2009. BPK mulai melakukan pemeriksaan atas LKKL pada 2006 – 2008. Opini atas LKKL selama tiga tahun sebagaimana dalam Tabel 2 dan Gambar 1.

Dari Tabel 2 tersebut, terlihat bahwa perkembangan opini atas LKKL semakin baik. Hal tersebut ditunjukkan dari semakin banyaknya KL yang memperoleh opini WTP dan semakin sedikitnya KL yang memperoleh opini WDP dan TMP.

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas 466 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2007 pada tahun anggaran 2008. Masih terdapat tiga Pemda yang belum menyerahkan LKPD Tahun 2007 kepada BPK yaitu Pemkab Kepulauan Aru, Pemkab Seram Bagian Timur, dan Pemkab Yahukimo. Perkembangan opini atas LKPD sejak tahun 2004 – 2007 terlihat dalam Tabel 3 dan Gambar 2. Dari Tabel 3, terlihat adanya

peningkatan jumlah LKPD yang diperiksa oleh BPK dari tahun ke tahun. Opini LKPD dari 2004-2007 menunjukkan perkembangan yang memburuk. Hal tersebut terlihat dari persentase LKPD yang memperoleh opini WTP dan WDP mengalami penurunan dan di sisi lain persentase opini TW dan TMP mengalami kenaikan. Jumlah LKPD yang memperoleh opini WTP tahun 2004-2007 mengalami penurunan drastis, yaitu dari 21 LKPD (7%) pada tahun 2004 menjadi 4 LKPD (1%) pada tahun 2007. Pemerintah daerah yang memperoleh opini WTP tahun 2007 yaitu Pemprov Gorontalo, Pemkab Aceh Tengah, Pemkot Tangerang (Banten), dan Pemkot Banjar (Jawa Barat).

PENUTUP Pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKPD dimaksudkan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan telah mematuhi standar akuntansi pemerintahan, peraturan perundang-undangan, dan pengendalian intern.. Pemeriksaan dilakukan agar tercipta akuntabilitas publik yang lebih transparan dan akuntabel. Akuntabilitas

pemerintah antara lain terlihat dari opini yang diberikan BPK terhadap laporan keuangan yang diperiksa. Opini yang diberikan BPK atas LKKL menunjukkan perkembangan yang membaik karena opini yang diberikan BPK semakin baik. Hal ini berarti bahwa akuntabilitas pemerintah pusat juga semakin baik. Hal tersebut berbeda dengan akuntabilitas pemerintah daerah. Akuntabilitas keuangan pemerintah daerah semakin buruk apabila dilihat dari LKPD yang memperoleh opini WTP yang semakin sedikit. Oleh karena itu, perlu pembenahan yang terus menerus dan terstruktur atas pengelolaan keuangan negara khususnya pada pemerintah daerah.

ai24

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Pemerintah telah mencapai kemajuan besar dalam membangun kerangka kerja

perundangan mengenai pengelolaan keuangan publik dan meningkatkan transparansi. Terbitnya Paket UU tentang Keuangan Negara dan UU tentang Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan langkah-langkah penting yang membawa Indonesia menuju praktik-praktik keuangan berstandar internasional.

Dengan telah dilahirkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian disusul dengan terbitnya PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka isu laporan keuangan dan opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menjadi isu penting belakangan ini. Fenomena ini bisa dilihat sebagai angin segar bagi perkembangan akuntansi pemerintah, sekaligus sebagai manifestasi perubahan pola manajemen keuangan daerah menuju kondisi yang lebih transparan, akuntabel dan auditabel. Hampir semua pimpinan puncak instansi pusat dan daerah berlomba-lomba mengejar target prestisius opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Dilihat sebagai revolusi adalah karena ada perubahan mendasar sistem penganggaran negara dan sistem· pelaporan rencana dan realisasi anggaran negara, termasuk bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dibanding sebelumnya, yaitu sistem

penganggaran konvensional (line item budgeting system) ke sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting system) serta sistem pelaporan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (single entry) ke sistem pelaporan berbentuk laporan keuangan (double entry).

Dilihat sebagai evolusi adalah karena proses perubahan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara tersebut pada dasamya juga dilakukan secara gradual, dalam konteks bahwa yang penting adalah perubahan dilaksanakan terlebih dulu, sementara kekurangan dan kelemahan yang menyertai perubahan itu dilakukan perbaikan dan pembenahan secara bertahap. Pada akhir proses ini diharapkan bahwa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara mencapai titik ideal yang berujung pada tercapainya good governance dan clean government.

Di sisi lain, untuk menjamin bahwa laporan keuangan yang akan diaudit oleh BPK memenuhi kaidah standar, dan tentu saja memperoleh opini terbaik: Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, yang intinya mengatur bahwa di tingkat pemerintah pusat, laporan keuangan departemen/ lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang akan ditandatangani oleh menteri dan ketua/kepala LPND harus terlebih dulu direviu oleh Inspektorat

Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat. Sementara itu, di tingkat pemerintah daerah, laporan keuangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota sebelum ditandatangani oleh gubernur/ bupati/walikota harus direviu terlebih dulu oleh inspektorat/badan pengawas provinsi/kabupaten/kota.

Memasuki era yang serba akuntansi nampaknya para pimpinan instansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah secara serius berupaya melakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangannya. Namun dapat dimaklumi kalau masih banyak pejabat atau staf keuangan yang belum sepenuhnya memahami masalah akuntansi dan makna opini laporan BPK. Ada yang masih bingung kalau opini ‘Unqualified’ itu dikiranya tidak ‘qualified’ atau opini tidak baik. Malahan di antara mereka, opini ‘Disclaimer’ harus ditingkatkan

BAGAIMANA,MENCEGAH AGAR

OPINI TIDAK ‘DISCLAIMER’?( Dalam Pengelolaan Keuangan Negara )

Oleh : Bagus Rumbogo

Bagus Rumbogo

ai 25

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

menjadi ‘claimer’.Menurut BPK, perbaikan

sistem akuntansi keuangan negara belum terjadi secara menyeluruh pada semua Departemen/LPND maupun pemerintah daerah. Sebagai gambaran hasil pemeriksaan BPK, baru sebagian kecil Departemen, LPND dan pemerintah daerah yang berhasil menyusun laporan keuangannya secara baik dengan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified). Bahkan masih banyak yang mendapat opini pernyataan Menolak Memberikan Pendapat (disclaimer). Adapun hasil pemeriksaan BPK kepada laporan keuangan Pemerintah Pusat selama 5 tahun berturut-turut sampai tahun 2008 opininya ‘Disclaimer’.

Berkaitan dengan opini laporan audit BPK, sering muncul pertanyaan dari berbagai kalangan, antara lain :

Kalau opini audit WTP, apakah •berarti terbebas dari penyimpangan dan kebocoran keuangan? Demikian sebaliknya apabila ‘Disclaimer’, apakah mengindikasikan banyak terjadi penyimpangan?Apabila tidak ada korelasi antara •opini audit dan kebocoran keuangan negara, untuk apa lembaga yang bersangkutan berlomba-lomba mengejar WTP?

Perlu ditegaskan kepada semua pihak bahwa opini audit tidak secara eksplisit maupun implisit terkait jaminan ada atau tidaknya kebocoran keuangan negara, bahkan tidak ada implikasi resiko sanksinya. Namun yang perlu diapresiasi adalah semua pimpinan instansi yang masih memperoleh predikat opini ‘Disclaimer’ merasa malu dan berusaha keras untuk memperbaiki kualitas akuntansi dan pelaporannya.

Sebenarnya bagi setiap instansi pemerintah apabila dalam pengelolaan keuangan negara benar-

benar menerapkan prinsip-prinsip akuntabel dan auditabel dipastikan akan terhindar dari predikat opini ‘Disclaimer’. Sebagaimana contoh yang telah dilakukan oleh Bappenas sejak tahun 2006 opini audit BPK diberlakukan kepada seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah selalu terhindar dari opini ‘Disclaimer’. Berturut-turut Wajar Dengan Pengecualian tahun 2006 dan 2007 kemudian tahun 2008 naik kelas menjadi ‘Unqualified’ (Wajar Tanpa Pengecualian). Keberhasilan Bappenas meraih opini ‘Wajar Tanpa Pengecualian’ tidak terlepas dari dukungan penuh dan tekad kuat pimpinan tertinggi Bappenas bersama-sama seluruh Pejabat dan Staf serta peran proaktif aparat internal auditornya (Inspektorat).

Proses review yang dilakukan internal auditornya dalam hal cegah dini dan membangun sistem akuntansi dan pembukuan untuk menjamin kualitas laporan keuangan agar akuntabel dan auditabel merupakan kontribusi yang sangat penting dan berarti. Kerjasama dan koordinasi yang dibangun antara internal auditor dengan eksternal auditor (BPK) melalui semangat IME (Internal Mendukung Eksternal) dan EMI (Eksternal Memanfaatkan Internal) menjadi faktor pendukung keberhasilan memperoleh predikat opini dengan kualitas terbaik.

Dalam rangka membangun sistem akuntansi instansi, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 Tahun 2005, yang perlu diupayakan dan dikondisikan oleh semua instansi pusat dan daerah adalah (1) komitmen pimpinan (management commitment) yang kuat dari setiap pimpinan unit akuntansi pada setiap tingkatan, (2) perangkat komputer dan printer (hardware) yang diperlukan untuk dapat berfungsinya perangkat tersebut pada

setiap tingkatan unit akuntansi, (3) sumber daya manusia (brainware) yang akan menyelenggarakan SAI pada setiap tingkatan unit akuntansi keuangan/barang dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam hal akuntansi dan pengoperasian komputer, (4) anggaran (budget) yang cukup untuk menyelenggarakan SAI pada setiap tingkatan unit akuntansi, dan (5) review yang memadai dan berkualitas oleh aparat pengawasan internal (BPKP, Itjen/Irtama, Itprop/Kab/Kota) yang didukung staf internal auditor dengan memiliki kompetensi di bidang akuntansi.

Dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan kondisi yang terjadi pada instansi pusat dan daerah, semua pihak mulai dari lembaga legislatif, eksekutif, dan masyarakat harus memahami dan menyadari serta berkomitmen bahwa upaya perbaikan pengelolaan keuangan tidak hanya bermodalkan semangat, melainkan juga dukungan dana yang besar, sumber daya manusia yang profesional, dan itikad untuk memulai melaksanakan perbaikan. Itulah nilai sebuah opini audit yang harus diraih.

Penulis adalah Alumni FEUI dan Inspektur Utama pada Kementerian Negara PPN / BAPPENAS RI.

ai26

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Awal Juni lalu nyaris terjadi bentrok antarwarga di sebuah kecamatan di Kabupaten Jember. Ketika itu,

sekelompok orang tiba-tiba membuldoser tanaman para petani. Mereka mendakwa para petani menanam tanaman pangan di lahan mereka secara tak sah. Sebaliknya, para petani meradang dibilang menyerobot tanah. Sebab, selama bertahun-tahun mereka menyewa lahan tersebut dari perangkat desa setempat. Lahan pertanian tersebut, menurut mereka, memang merupakan milik pemerintah desa setempat. Perangkat desa mengakui, tanah tersebut memang merupakan aset desa. Aset tersebut kini diperebutkan banya pihak. Kasus itu hanya merupakan potret kecil betapa kacau balaunya pengelolaan aset negara di lingkungan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Seperti pernah diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan Haryono Umar kepada Majalah Akuntan Indonesia. Menurutnya, manajemen aset negeri ini memang sangat buruk. Hingga saat ini, katanya, belum ada data yang bisa menunjukkan dan membuktikan seberapa banyak dan seberapa besar nilai aset yang dimiliki pemerintah. Sangat banyak aset-aset negara, terutama yang di daerah, yang tak jelas kepemilikannya. “Sangat banyak aset yang tak jelas kepemilikannya, seperti barang tak bertuan, dan ini bahaya. Bahaya, karena jika dibiarkan aset-aset itu bisa berpindah tangan secara diam-diam, dan itu akan merugikan Negara,” kata Haryono Umar. Karena itu, menurut Haryono, KPK telah meminta kepada pemerintah untuk mulai menertibkan aset-aset yang ada untuk selanjutnya dikelola dengan baik. “Agar kita mengetahui berapa sebenarnya kekayaan

yang kita miliki ini. Di samping itu, kita harus menutup peluang terjadinya tindak korupsi,” Haryono menandaskan. Penting dan krusialnya masalah penataan aset ini juga diakui anggota BPK Sapta Amal Damandiri. Bahkan, terkait dengan pengelolaan kekayaan dan keuangan daerah, justru persoalan aset yang sering kali jadi masalah utama. Banyak aset yang dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), menurut Sapta, ternyata setelah dicek ternyata tak jelas kepemilikannya. Begitu juga dengan taksiran nilainya. Sebagai contoh, ada daerah yang memasukkan jembatan sebagai aset yang dinilainya didasarkan pada nilai jual obyek pajak (NJOP). “Mana ada jembatan punya NJOP,” kata Sapta Amal. Kacaunya pengelolaan aset itulah, menurut Sapta, yang memberi kontribusi besar terhadap penilaian LKPD. Artinya, banyak daerah yang memperoleh opini disclaimer hanya karena pengelolaan asetnya buruk. Penataan dan pengelolaan aset, diakui Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin, memang jadi persoalan tersendiri bagi daerah yang ingin memperbaiki LKPD. Sebab, memang sangat banyak aset yang setelah ditelusuri ternyata tidak jelas kepemilikannya. Dikatakan Agusrin, ketika mulai menjabat sebagai gubernur, ditemukan banyak aset yang bermasalah, baik dari segi kepelimikan, penguasaan, maupun penilaian. Karena itulah, diakui Agusrin, provinsi yang dipimpinnya masih mendapat opini disclaimer. “Tapi saya bertekad tahun depan memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Itu saya mulai dengan penataan aset, dan saya harus menyewa konsultan khusus,” kata Agusrin Najamuddin. Dengan mulai

melakukan penataan aset, Agusrin yakin ke depan daerahnya akan memperoleh opini WTP. Sebenarnya tak sulit untuk melakukan pengelolaan aset secara baik dan benar. Menurut Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Hamid Yusuf, hal pertama yang harus dilakukan pemerintah, baik di tingkat pusat dan daerah, adalah pendataan atau inventarisasi. Aset-aset tersebut terlebih dahulu harus ditelusuri bukti-bukti hukum kepemilikannya. Setelah itu, barulah dicari dan ditentukan perihal penguasaannya. Sebab, dalam banyak kasus, banyak aset yang menurut bukti-bukti hukum dimiliki pemerintah, misalnya, namun penguasaannya ternyata ada pada pihak lain. Untuk kasus ini, juga harus ditelusuri apakah penguasaan oleh pihak lain tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak. “Jadi, yang harus lebih dulu dilakukan adalah pendataan dan inventarisasi aset. Masukkan dulu aset-aset ke dalam data, yang penting tercatat dulu sesuai statusnya, setelah itu baru dilakukan penilaian,” kata Hamid Yusuf. Sebab, kata Hamid, sulitnya pengelolaan aset selama ini disebabkan cara yang ditempuh pemerintah salah masuk. Contohnya, semua yang diklaim sebagai aset pemerintah langsung ditentukan nilainya. “Padahal, pertama, aset-aset tersebut belum tentu milik atau dikuasai pemda. Kedua, klaim nilai tersebut belum tentu sesuai harga pasar atau harga wajar,” imbuh Hamid Jusuf. Jika pemerintah berhasil melakukan pengelolaan dan penataan aset dengan benar, menurut Hamid, kasus-kasus sengketa atau perebutan aset yang dianggap tak bertuan bisa dihindari. Selain itu, harapan KPK untuk bisa mengetahui seberapa besar kekayaan negara ini bisa terwujud. Dan, yang terpenting adalah, manajemen aset dengan baik akan menutup peluang terjadi tindak penggelapan aset. “Selain itu, manajemen aset yang baik akan member nilai ekonomi lebih tinggi,” kata Hamid Yusuf. Hari Suharto, Muklisin

Problem Aset?

Salah satu hal paling krusial dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah adalah tidak kunjung jelasnya masalah aset. Banyak aset tak bertuan atau tak jelas kepemilikan dan nilainya. Jika tak lekas dibenahi, lambat laun semua kekayaan negara bisa berpindah tangan.

ai 27

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Kenapa kualitas LKPD terus menurun? Sekarang standarnya semakin tinggi. Jika diteropong dengan standar sesuai ketentuan SAP dan SPKN, banyak LKPD yang di bawah standar. Sekarang pengelolaan aset dan SPI juga dinilai. Jadi bukan hanya karena cara pemda melaporkan, melainkan karena BPK menerapkan standar yang wajar sesuai SAP dan SPKN. Ini diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPI Pemerintah. Dulu, ketika acuannya hanya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, semua bisa WTP. Begitu Kepmendagri itu tidak digunakan, daerah harus mengikuti Permen Nomor 13 Tahun 2006 yang dikemudian diperbharui dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Jadi, persyaratan dan ketentuannya semakin tinggi. BPK sendiri suit membedakan standar untuk masing-masing pemda. Apakah pemda A lebih baik atau lebih jelek dari pemda B, kita tidak memiliki tolok ukurnya. Contoh pemda di Jawa lebih maju dibanding luar Jawa. Nomor dua mungkin Sumatera. Apa benar seperti itu? Gorontalo bagus, kenapa Manado tidak? Kita sulit memisah-misahkan mana yang baik dan mana yang jelek.

Apakah BPK mengalami kesulitan dengan perubahan Permen-permen itu? Kita lebih banyak sebagai mualaf dibanding sebagai pemeriksa BPK. Kita membina. Maunya kita, kalau pemda tidak mampu, ya diperiksa sesuai standar mereka, bukan standar kita. Tapi ini tidak mudah, membuat standar yang berbeda, kita tidak tahu kalau standar kita turunkan. Makanya, ada kebijkan umum bahwa standar

pemeriksaaan SPKN sebagai payung,di bawahnya ada petuntuk pelaksanaan (juklak) bagaimana memeriksa. Kebijkan ini tidak dibedakan, semua sama. Kalau sekarang diterapkan untuk daerah yang tidak mampu, ya mereka disclaimer. Tingkatan semacam ini kita tidak memiliki petanya. Apa ukurannya kita belum punya.

Bagaimana dengan kesiapan penerapan SAP di daerah? Esensinya masih belum dipahami. Seperti Gorontalo yang bagus, langsung dikopi untuk diterapkan di daerah lain. Dengan demikian, mereka tetap tidak paham apa itu SAP karena yang penting sudah dikopi sesuai SAP. Jadi, pemda lain cenderung meng-copy, lupa bahwa standar itu terdiri dari tiga hal, yaitu recognations, valuasi (measurement), dan reporting (disclosure). Untuk pengakuan oke, namun begitu mau menilai dibutuhkan akuntansi, seperti menilai persedian memakai metode akuntansi first in first out (FIFO) atau yang lain. SAP menuntut dinilai dengan nilai wajar. Reporting, apa yang akan dilaporkan kalau tidak tahu dan tidak memahami proses sebelumnya. Misalnya, piutang dibagi tiga klasifikasi, piutang pegawai, piutang dagang, dan piutang pajak. Orang yang tidak paham itu bagaimana bisa memasukkan tiga hal tersebut. Ini tidak bisa copy paste karena sudah on job ke praktiknya. Akuntansi harus ada pembimbingan, dan ini memerlukan waktu. Inilah yang tidak bisa segera bisa diselesaikan. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, SKPD juga harus menyusun laporan

keuangan. Setiap pemda ada 30 sampai 40 entitas akuntansi. Di sini perlu ada strategi agar bisa dilaksanakan.

Strateginya bagaimana? Pertama, harus ada kemauan dari pemda bahwa mereka ingin transparan. Kalau tidak, akuntansi hanya untuk creative akuntansi. Kedua, harus ada guidance yang mudah dan jelas dari pusat seperti Depdagri, Depkeu, BPKP, dan BPK. Pusat harus memiliki niat untuk benar-benar ingin membantu agar LPKD disajikan dengan baik. Masing-masing jangan pandai menyalahkan. Ayo dorong. Bantu. Kalau bisa dibiayai APBN, kalau APBD cukup saja akan megap-megap. Mengenai kebutuhan tenaga akuntansi harus ada kebijkan yang jelas dari Menpan. Selama ini akuntan pikir-pikir untuk kerja di pemda, bagaimana membuat karier akuntansi di pemda yang cukup menarik. Proses rekrutmen di Menpan harus dibuka dan digalakkan. Paling tidak ada insentif untuk menarik agar mereka mau berkarier di pemdda. Tidak harus sarjana akuntansi, tetapi lulusan SMA akuntansi sudah bisa kalau dilatih. Satu pemda bisa membutuhkan 30-40 teknisi akuntansi untuk membantu menyusun laporan keuangan di SKPD. Kali 515 pemda berapa? Dalam rangka ini, Menpan harus membuka kesempatan ini. Sampai saat ini, formasi untuk tenaga akuntansi belum ada. Ketiga, lembaga-lembaga lain seperti IAI atau universitas harus membantu untuk mencapai itu. Jangan menjadi rent seeker, mentang-mentang universitas membuat tarif seenaknya untuk pelatihan dan kurus. Keempat, pemda harus concern memberantas korupsi. Kalau keempat hal tersebut bisa dilaksanakan, dan nomor empat bisa dihindari, saya yakin cepat menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan kesiapan auditor BPK?Meski sudah lebih bagus dari sebelumnya,

Soepomo Prodjodihardjo, Tenaga Ahli BPK

“Penerapan SAP Baru Kulit Luarnya”

Sejak tahun 2005, pemerintah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, pemberlakuan SAP tersebut tampaknya belum memiliki

dampak signifikan bagi perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Terbukti, menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terus mengalami penurunan. Cenderung semakin buruk. Untuk mengetahui sejauhmana penerapan SAP di daerah, Majalah Akuntan Indonesia mewancarai salah satu tenaga ahli BPK, Soepomo Prodjodihardjo. Berikut petikannya.

ai28

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

auditor kita banyak yang harus dididik lagi agar mendapat pemahaman yang sama. Juga masih banyak PR untuk BPK agar dalam bekerja sesuai dengan SAP. Mindset pemeriksaan juga harus diubah, dari pemeriksaan temuan menjadi pemeriksaan keuangan yang memberikan. Ini yang belum semuanya bisa. Ada beberapa alasan, misalnya tenaga auditor yang baru. Ini harus diperhatikan supaya mutu LKPD naik, mutu auditor juga harus baik. Bayangkan jika LKPD dibuat hanya asal-asal. kita tidak tahu apakah itu asal-asalan? Prinsipnya BPK membantu agar LKPD menjadi lebih baik, bukan hanya menyalahkan, tetapi memberikan arahan bagaimana memperbaiki melalui rekomendasi yang baik.

Berapa jumlah auditor BKP saat ini?Ada 4000-an.

Apakah kekurangan auditor itu yang menyebabkan BPK tak bisa menyelesaikan pemeriksaan tepat waktu? BPK tidak bisa menyelesaikan audit tepat waktu, ya memang belum, karena kita kekurangan SDM. Rekrutmen harus banyak, formasi harus jelas. Saya punya pemikiran untuk melibatkan tenaga akuntan musiman. Seperti yang berlaku di pabrik gula yang pernah melibatkan tenaga kerja musiman. Saya pikirkan mulai bulan Februari merekrut tenaga akuntan freelance yang dipakai BPK. Saya yakin dengan rekrutmen musiman yang fresh, akan terjadi multiplier effect. Dengan begitu tenaga itu bisa dipakai di daerah karena sudah berpengalaman. Ini tidak harus sarjana semester lima sudah bisa dilakukan, seperti job training.

Kenapa selama ini orientasi BPK pemeriksaan temuan? Itu yang mewarnai kualitas pemeriksaan. Sehingga pemeriksaan tidak fokus dalam pemberian opini. Dulu ada temuan penyimpangan, prosedur yang tidak dilaksanakan, dan temuan pidana untuk satu atau dua SKPD. Semua itu tidak mendukung dalam rangka pemberian opini. Dengan SPI, pemahaman inilah yang kita tanamkan sejak tahun 2006. Selama puluhan tahun, banyak

temuan yang tidak ada kaitannya dengan opini. Sekarang, dengan orentasi opini, temuan bisa, tetapi yang signifikan. Coba kita cari penilaian setiap pos, apakah wajar dalam penyajian. Contoh dalam hal aset pada waktu mengakui benarkah aset tersebut milik pemda. Ternyata bukan milik pemda, tetapi dilaporkan. Ini mempengaruhi opini. Jalan dan jembatan dilaporkan berdasarkan NJOP. Benarkah jalan punya NJOP. Ini yang harus dipahami teman auditor di lapangan.

Kembali ke soal SAP. Apakah panduannya sudah jelas dan mudah dipahami? Kita akui penerapan Permen 13 dan 59 baru pada kulit luarnya saja. Hampir seluruh daerah seperti itu. Anggaran kinerja baru bungkus, belum sampai pada mindset apa itu yang dimaksud anggaran kinerja. Sampai sekarang belum ada measurement untuk kinerja, apakah kinerja pemda sudah bagus atu belum. Pengukuran kinerja adalah bagaimaan mereka mengukur diri sendiri (self assement). Sistem bisa mengukur, kita bisa tahu bahwa pemda ini sudah mengukiti aturan atau belum, berprestasi atau tidak. Di pusat pun disadari bahwa menerapkan SAP cukup sulit, maka dibungkuslah dengan sistem yang mudah. Standar bisa dibungkus dalam sistem yang bagus dan mudah diterapkan. Manual akuntansi pemerintah daerah yang diterbitkan tahun 1980 sebenarnya merupakan karya masterpeace. Di situ ada standar, ada sitem, tetapi orang tidak perlu tahu bahwa di situ ada standarnya. Manual akuntansi keuangan daerah (Makuda), yang diatur dalam Permendagri Nomor 900 Tahun 1980. Ini karya masterpeace, orang yang tidak akuntan pun bisa menerapkan. Sekarang, kalau tidak akuntan tidak bisa menerapkan.

Kenapa bukan itu saja yang diterapkan saat ini? Karena atas nama reformasi, semua harus berubah. Of the name of reform. Mereformasi akuntansi berbasis akrual. Jadi, saya harus menjelaskan akuntansi kepada orang bukan akuntan. Membuat buku akuntansi, tetapi dipakai bukan orang akuntan. Kan, sulit. Makuda itu karya

masterpeace, dan belum ada upaya seperti itu.

Apakah tidak ada upaya dari Depdagri dan instansi lain untuk membuat manual seperti Makuda tersebut? Kepmendagri 29 akan dibuat manual. Saat saya menyusun Kepmen itu, saya membayangkan ada manual seperti Makuda. Artinya, narasi akuntansi yang mudah diterapkan. Bayangkan, Permen 13 dibungkus dalam bentuk pasal. Kalau bicara pasal, pasti multi intepretatif dan tidak mudah dicerna. Kalau sudah narasi, gampang. Coba Anda bayangkan buku setebal ini bukan manual Permendagri 13. Disuruh apa tidak dijelaskan. Kalau manual dijelaskan di muka, kalau mau ini contoh formulirnya ini, cara mengisinya seperti ini. Ini yang belum ada. Permendagri 13 tidak mengatur seperti itu. Saya ingin ke depan ada beberapa pasal, tetapi di belakangnya ada narasi sehingga Permendagri 13 tahun 2006, bisa mudah dipahami. Dalam Permendagri 13 terdapat 200 sekian pasal dan saya katakan sulit untuk dipahami. Kalau Permendagri dibungkus dengan narasi akan mudah dipahami dan diaplikasikan. Dalam narasi tersebut dijelaskan secara manual. Sekarang memang ada formulir, namun tidak dijelaskan seperti apa karena pasal-pasalnya menggunakan bahasa baku. Kalau tadi Anda menanyakan apakah tidak ada manual, sebetulnya sudah saya upayakan ke sana, namun tidak direspons. Silakan saja, tahun 2006 saya pensiun.

Kenapa penerapan Permen 59Tahun 2007 dan Permendagri 13 Tahun 2006 baru menyentuh kulit luarnya? Karena peraturan tersebut baru diterapkan pada sisi anggarannya saja. Tahun ini berkembang sampai ke pelaksanaan. Contoh tahun 2006 dan 2007, banyak daerah yang melaksanakan anggaran sesuai Permen 13, tetapi pelaksanaan masih banyak yang menggunakan menggunakan manual akuntansi daerah seperti SP2D, GU UP. Itu instilah baru di Permen 59 dan 13. Mereka belum mengenal, mereka mengenal beban sementara dan beban tetap.—

ai 29

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai hasil pemeriksaan sesungguhnya

ibarat macam kertas. Sebab, opini tersebut, baik yang disclaimer atau tidak wajar (TW), misalnya, tidak memiliki konsekuensi hukum. Keberadaan BPK sendiri pun sudah seperti “terbonsai”. Mari kita tengok salah satu isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005, terutama pada pasal 102 Ayat (3). Di situ disebutkan bahwa jika sampai batas waktu yang ditentukan BPK belum menyampaikan hasil pemeriksaan, pemerintah daerah boleh mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan DPRD pun bisa mengesahkan Ranperda tersebut. Artinya, apa pun nanti hasil pemeriksaan BPK tidak akan berpengaruh pada penyusunan APBD berikutnya. Dan, dengan segala kompleksitas yang ada, sangat mungkin BPK baru menyelesaikan pemeriksaan setelah batas waktu yang ditentukan dilewati. Dan, kasus seperti ini sudah sering terjadi. Begini perhitungannya menurut PP tersebut. Selama tiga bulan setelah tahun angguran berakhir, pemda membuat laporan keuangan yang terdiri dari neraca, realisasi anggaran, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan untuk diserahkan ke BPK. Ini berarti terjadi selama Januari-Maret. Kemudian, BPK diberi waktu dua bulan untuk melakukan pemeriksaan, dan satu bulan untuk menyampaikan hasil laporannya. Praktisnya, waktunya sampai Juni. Jika sampai akhir Juni BPK belum menyerahkan hasil pemeriksaannya, pemda bisa mengabaikan apa pun opini hasil pemeriksaan BPK tersebut. Melihat kondisi yang ada, menurut mantan anggota BPK Hanjari, kemampuan BPK untuk menyelesaikan tugas sesuai

waktu yang ditentukan sangat kecil. Karena itulah, banyak kasus di berbagai daerah pengesahan RAPBD molor gara-gara BPK belum menyelesaikan pemeriksaan APBD tahun sebelumnya. “Sulit bagi BPK untuk bekerja sesuai waktu yang ditentukan,” katanya. Hal berbeda diungkapkan Cris Kuntadi yang pernah menjadi pemeriksa LKPD lebih 5 tahun. Cris menyatakan bahwa bukan bulan Mei yang menjadi batasan bagi BPK seperti diungkapkan Handjari. Tetapi waktu dua bulan pemeriksaan sejak diterimanya LKPD unaudit dari Pemda. Artinya, jika pemda terlambat menyerahkan LKPD kepada BPK, maka batas waktu pemda dapat menyerahkan Raperda pertanggung jawaban kepada DPRD juga mundur. Ini bukan kesalahan BPK. Jangan salahkan BPK ketika belum menyerahkan LHP LKPD setelah Mei. Lihat dahulu kapan Pemda menyerahkan LKPD kepada BPK untuk diperiksa. Bagaimana mungkin BPK menyerahkan LHP LKPD pada bulan Mei, jika Pemda menyerahkan LKPD bulan April, Mei, atau Juni. Kalau Pemda menyerahkan LKPD kepada BPK pada bulan Mei, misalnya, maka kepala daerah tidak boleh menyerahkan LKPD unaudit tersebut, tetapi harus menunggu dua bulan setelah penyerahan LKPD unaudit atau bulan Juli. Jika BPK tidak menyerahkan LHP pada bulan Juli, barulah kepada daerah dapat menyampaikan LKPD unaudit kepada DPRD. Dalam hal ini BPK dapat dipersalahkan. Namun, soal “pembonsaian” peran dan fungsi BPK ini, konsultan keuangan daerah Irwanto Puteh melihatnya lebih dari sekadar soal keterbatasan waktu. Menurutnya, dalam proses laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah ada logika yang terbalik. Aturan yang sama menyebutkan, demikian Irwanto

mencontohkan, paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir kepala daerah harus menyampaikan Laporan Keuangan dan Pertanggungjawabab kepada DPRD. Dan DPRD akan mengesahkan LKPJ itu dalam rapat paripurna. Padahal, LKPJ tersebut unaudited. Sebab, baru tiga bulan setelah itu hasil pemeriksaan BPK diketahui. “Nah, bagaimana mungkin LKPJ yang unaudited itu disahkan dalam rapat paripurna, sementara laporan yang audited malah diabaikan. Ini terbalik logikanya,” kata Irwanto. Semestinya, menurut Irwanto, urutannya harus dibalik. LKPD diaudit dahulu, baru kemudian kepala daerah menyampaikan LKPJ dengan melampirkan hasil pemeriksaan BPK yang jelas-jelas audited. “Jadi, paripurna DPRD harus menggunakan opini BPK sebagai bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak LKPJ kepala daerah,” jelas Irwanto. Jika urutannya diluruskan, Irwanto yakin opini hasil pemeriksaan BPK akan punya gigi karena memiliki dampak hukum. Jika laporan keuangannya disclaimer, misalnya, sangat mungkin DPRD akan menolak pertanggungjawaban kepala daerah. Namun, karena urutannya justru terbalik, opini BKP dimandulkan dan inilah yang menyebabkan terjadinya benang kusut dalam pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, Irwanto menilai kondisi amburadulnya pengelolaan keuangan daerah ini memang disengaja atau by design. Tujuannya, biar tetap terbuka peluang bagi para pejabat korup untuk melakukan penyimpangan. Menurut Irwanto, jika selama ini kualitas pelaporan pengelolaan keuangan tergolong buruk dan terkesan tak ada perbaikan, itu sesungguhnya bukan lebih disebabkan ketidakmampuan, melainkan karena ketidakmauan. “Mereka tidak mau benar agar tetap ada peluang untuk menyimpang,” katanya. Karena itu, kata Irwanto, yang lebih diperlukan sebenarnya adalah revolusi mental. “Kalau mental para pejabatnya sudah baik, soal aturan, sistem, dan kompetensi di bidang akuntansi itu masalah gampang,” katanya. Hari Suharto

Buruknya pengelolaan keuangan daerah ditengarai karena ada unsur kesengajaan agar tetap ada peluang untuk melakukan penyimpangan. Diperlukan revolusi mental untuk memperbaiki pengelolaan keuangan daerah.

Adakah unsur Kesengajaan Buruknya Pengelolaan Keuangan Daerah?

ai30

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Kenapa laporan keuangan pemda masih banyak yang di bawah standar? UU Keuangan Negara efektif berlaku untuk laporan keuangan 2006 dan hasil audit laporan keuangan untuk 2007. Laporan keuangan tahun anggaran 2008 yang kita lakukan audit di tahun 2009 inilah yang betul-betul sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP),dengan menerapkan standar audit keuangan negara. Selama itu ada masa transisi. Sejak saya masuk ke BPK, portofolio keuangan daerah, saya lihat awalnya pemeriksaan terhadap neraca itu belum. Sehingga, sangat wajar mungkin awalnya kelihatan bagus, begitu sekup auditnya diperluas dalam arti asetnya, utang dilihat dengan benar, dan seterusnya, risikonya seolah-olah menjadi buruk. Tetapi, effort dari pemerintah daerah sangat baik. Jadi, kalau hasil audit BPK kemarin dikatakan sangat buruk, saya pikir out come-nya. Tetapi, dari proses mulai banyak yang lebih bagus. Yang mendapat disclaimer saya lihat semakin berkurang. Makanya, kita melalui ketua minta pemda untuk membuat action plan. Menurut UU, BPK hanya memonitor tindak lanjutnya. Namun karena

tidak jalan, maka kita bikin supaya mereka buat action plan, lalu kita pantau, kita bicarakan dengan DPRD dan pemda seberapa jauh perkembangannya.

Kondisi dan respons pemda seperti apa? Sebenarnya sudah menuju ke yang lebih baik. Memang ada beberapa pemda yang bandel, namun mayoritas niat mereka untuk lebih tansparan dan akuntabel lebih besar. Kita selalau sarankan banyak tenaga BPKP yang bisa diperdayakan untuk biro keuangan, SKPD, bukan per orang, tetapi melalui MoU institusi. Seharusnya memang begitu, karena tugas BPKP memang itu; bagaimana caranya supaya inspektorat daerah saat melakukan review terhadap laporan keuangan mengerti betul. Begitu juga BKD-nya bagaimana membuat laporan keuangan dengan benar sesuai dengan SAP. Dan, saat kita masuk, hasil dari inspektorat bisa kita pakai.

Artinya, selama ini pemda menghadapi kesulitan untuk menerapkan sistem

akuntansi dan SAP? Benar, karena kekurangan orang. Secara bertahap mereka sudah banyak mengirim SDM untuk belajar di universitas yang memiliki jurusan akuntansi dan keuangan sektor publik. Departemen Keuangan juga membuat. Sebetulnya kelihatannya lebih jelek, namun ke depan akan terlihat semakin baik. Lebih sesuai dengan SAP dalam membuat laporan keuangan pemda.

Kenapa harus melalui institusi seperti BPKP? kenapa tidak membuka peluang konsultan keuangan daerah misalnya? Ya, dengan melibatkan konsultan keuangan daerah itu bagus, tapi, kan, namanya melibatkan konsultan harus sesuai dengan Kepres 80 Tahun 2003. Barangkali sulit, ya, bisa tetapi cukup sulit. Kalau kerja

Sapta Amal Damandiri, Anggota VI BPK RI

“Sistim Internal Control Pemerintah (SIP) Memang Masih Lemah”

Pengelolaan keuangan negara seperti tak pernah mengalami kemajuan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Terbukti, hasil

pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu memberikan penilaian buruk, termasuk pada kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk mengetahui kenapa tidak juga ada perbaikan dalam pengelolaan keuangan Negara, Majalah Akuntan Indonesia mewawancarai Anggota BPK Sapta Amal Damandiri. Berikut petikannya.

sapta Amal Damandiri

ai 31

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

sama dengan instansi pemerintah itu lebih enak. Kalau dengan konsultan, saat pekerjaan itu selesai ya di tinggal. Kalau dengan instansi bisa berkelanjutan. Yang kita lihat yang buat konsultan selesai,kalau kita periksa pemda panggil konsultan lagi dan ini tidak mendidik. Kalau dengan instansi atau departemen lain bisa berkelanjutan.

Artinya, monopoli berlaku di instansi pemerintah, tidak dibuka untuk swasta? Silakan melibatkan konsultan asal dalam kontraknya bisa jangka panjang. Kalau memang ada kelemahan seperti itu selama ini, tolonglah diperbaiki.

Bisa diceritakan lebih detail rekomendasi yang diberikan BPK pada pemda untuk perbaikan tansaparansi dan akuntabilitas keuangan pemda? Kepada bupati, wali kota, dan gubernur saya minta lebih care soal keuangan daerah, apakah sudah sesuai dengan SAP, apakah sistem akuntansi keuangan pemerintah sudah mulai dibuat, apakah aset-aset yang masih bermasalah sudah dilakukan inventarisasi, yang sudah diinventarisasi berapa yang sudah dinilai. Paling krusial adalah masalah aset. Kalau masalah aset sudah selesai, saya yakin yang WTP akan banyak. Masalah internal control pemda, seperti yang Anda ketahui, memang lemah, internal control begini yang pemda harus lakukan seperti ini. Pemda yang care cukup banyak.

Bagaimana dengan masalah aset tadi, apakah BPK menyarankan untuk dilakukan penilaian oleh penilai independen? Apakah bisa dilakukan penilaian sendiri? Masalah penilaian ini di pemerintah ada Direktorat Kekayaan Negara yang memiliki tim appraisal, memang jumlahnya masih terbatas. Kalau dengan penilai independen cukup mahal, belum tentu setiap pemda bisa. Tapi dengan Depkeu, kita selalu bilang dengan Menteri Keuangan, tolong dibantu pemda untuk melakukan penilaian, BPKP untuk inventarisasi, dan Depkeu untuk penilaian. Selama ini kita sudah punya kerja

sama dengan IAPI, untuk melatih akuntan publik dalam melakukan pemeriksaan terhadap keuangan pemda. Sudah berjalan tiga kali. Yang diajarkan semua yang terkait seperti tentang perimbangan keuangan, SPKN, kode etik, keuangan negara, dan keuangan daerah.

Apakah ada kesulitan dalam aplikasi sistem akuntansi dan SAP di pemda yang membuat pengungkapan dan pengakuan terhadap transaksi di pemda begitu kacau? Bukan kacau, tetapi belum sesuai. Kemudian ada beberapa terkait dengan kepatuhan.

Tetapi bukankah mereka belum memahami? Di daerah itu masalah political will yang terjadi, seperti Sultra, Gorontalo, NTT, dan Bali mereka care betul. Mereka panggil untuk dilakukan pendidikan. Cuma kadang-kadang namanya pegawai negeri, sudah dididik berat dan mahal, begitu penempatan dipromosikan ke tempat lain. Di sini mendidik lagi.

Apakah BPK tidak merekomendasikan staf di akuntansi dan pelaporan keuangan pemda diberlakukan fungsional? Ini domainnya Depdagri, kita tidak ikut campur di situ. Kalau merekomendasikan, ya. Dengan Pak Mardiasmo kita sering diskusi, tetapi akhirnya kembali ke mereka juga. BPK hanya melihat apa adanya, kita tulis, kita tuangkan, ini masalahnya ya kita bicarakan. Mereka setuju. Selesai. Dengan asumsi perbaikan ke depan.

Ada sebagian kalangan yang mempertanyakan kompetensi auditor BPK mengingat jumlah yang terbatas. Apakah hasil laporan audit terhadap LKPD mencerminkan kondisi yang sebenarnya? Sepanjang yang saya ketahui, di diklat ini sudah banyak dilakukan pendidikan. Kemudian kita tuangkan ke dalam banyak peraturan BPK, panduan manajemen pemeriksaan kita punya, petunjuk teknis

kita ada, petunjuk pelaksanaan cukup baik. Jadi, kalau itu dilaksanakan dengan baik dan benar, sudah sesuai dengan SPKN dan kode etik. Soal jumlah, dulu BPK tenaganya cuma 2000 auditor, sekarang sudah 5000, dan akuntannya sudah banyak.

Yang ideal, auditor yang harus dimiliki oleh BPK berapa? Untuk 515 pemda, tergantung kesiapan BPK. Kita baru siapkan sistem informasi laporan keuangan. Kalau sudah diimplemtasikan ke dalam LKPD, saya pikir soal tenaga bukan menjadi masalah lagi. Bisa tanya staf saya, saya jamin kalau itu sudah jalan, kemudian di perwakilan komunikasi bagus, sekarang IT lebih peran, saya minta IT bisa membuat link dengan setiap LKPD, kalau ini sudah dijalankan kekhawatiran itu tidak ada, karena sudah ada majelis kehormatan kode etik, gaji sudah bagus, kemudian perjalan dinas sudah disesuaikan, secara gradual dengan anggaran sudah kita perbaiki. Saya yakin, yang minor-minor itu berkurang.

Soal sinkronisasi aturan pengelolaan keuangan daerah dituding sering membuat bingung daerah. Jelas ini berpengaruh terhadap hasil audit laporan keuangan pemda. Bagaimana soal ini? Itu domain pemerintah, kalau belum sinkron, BPK hanya bisa mendorong, memberi saran dan rekomendasi. Kalau belum dilaksanakan, ya kita ingatkan lagi.

Apa saran Anda agar hasil audit keuangan pemda bisa lebih bagus?

Sekarang usahanya sudah bagus. Harapan saya penialaian aset bisa diselesaikan. Jika masalah aset bisa diselesaikan, dan tidak muncul masalah baru, ke arah WTP sangat mungkin. Sekitar dua sampai tiga tahun lagi yang WTP sudah banyak. Hari Suharto

ai32

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Departemen Dalam Negeri (Depdagri) juga dinilai sebagai salah satu pihak yang bertanggung

jawab atas buruknya pengelolaan keuangan di daerah. Karena itu, sebagai departemen yang membawahi seluruh pemerintah daerah, Depdagri diminta melakukan berbagai terobosan untuk memperbaiki kualitas pelaporan pengelolaan keuangan daerah. Untuk mengetahui apa aja yang telah dilakukan Depdagri, Majalah Akuntan Indonesia mewawancarai Kepala Pusat Litbang Keuangan Daerah Depdagri, H Indratjahja. Berikut petikannya.

Bagaimana komentar Anda terhadap hasil audit LKPD oleh BPK? Mengenai aturan, pemda belum memahami, sehingga pelaksanannya menjadi tersendat sendat.

Aturan seperti apa yang belum dipahami oleh daerah? Kita mengejar keterterapan SAP. SAP dimulai tahun 2005 dan diterapkan 2007. Bagaimanapun keterterapan itu tergantung SDM. Di situ dibutuhkan SDM yang memahami SAP. SDM yang memahami akuntansi sangat kurang, baik di pusat maupun di daerah. Kita sudah mencoba di setiap daerah direkrut kader akuntansi dari

disiplin ilmu akuntansi. Tetapi minat kurang sekali. Sebenarnya soal SDM yang menjadi masalah selama ini.

Apa yang dilakukan Depdagri untuk law enforcement?Kita banyak melakukan sosialisasi dan arahan. Sekarang terantung pemda sendiri. Mereka kebutuhan apa saja, tapi setelah kita monitor ternyata tidak jalan.

Kenapa hasil audit BPK terhadap LKPD cukup buruk? Bukan hanya di pemda, di pusat sama saja.

Ada tidak upaya melakukan pembenahan? Sampai kapan bisa berubah? Secara bertahap kita melakukan pembenahan. Kita tidak mau kalau diperiksa BPK hasilnya disclamer. Dedagri sendiri sampai sekarang juga belum baik, apalagi daerah. Akuntansi di daerah memang kurang memadai.

Bisa dijelaskan, apa masalah utama SDM atau manajemen aset? Aset salah satunya. Yang utama adalah masalah SDM. Gubernur minta untuk mendidik SDM akuntansi, namun belum enam bulan dipindahkan ke tempat lain. Bukan untuk membuat laporan keuangan, padahal sudah harus menerapkan SAP. Itu selalu yang kita tekankan, jangan selalu memindahkan SDM yang sudah dididik akuntansi.

Apakah Depdagri tidak membuat aturan bahwa di bidang keuangan dan pelaporan keuangan diberlakukan pejabat fungsional, misalnya? Kita sudah melakukan ke arah itu, ke arah fungsional. Pejabat yang fungsional belum menjadi daya tarik tersendiri. Kalau struktural lebih bergengsi. Ini yang terjadi di daerah. Seperti peniliti, misalnya, masih tidak dipandang.

Selain pendidikan dan pelatihan, ke depan apa yang dilakukan untuk memperbaiki SDM? Kita sudah bicara dengan pihak UGM untuk melaksanakan pelatihan, baik di pusat maupun daerah di pusat studi akuntansi sektor publik. Kita sudah kerja sama, dan kita sampaikan ke daerah kita membayar ke sana. Namun, kalau SDM sudah dididik, jangan ditempatkan pada bidang yang tidak sesuai lagi. Sebab, selama ini laporan dari daerah terkait dengan pertanggungjawaban keuangan daerah masih kacau balau. Terus terang, saya sebelumnya direktur pertanggungjawaban keuangan daerah, waktu itu daerah sangat kurang disiplin. Dalam kerja sama dengan UGM ini, Depdagri mengirimkan 20 orang. Berapa daerah bisa mengirim SDM-nya sehingga tergantung dana daerah sendiri. Saya pikir peraturan yang dibuat baik, semua tinggal pelaksanannya saja.

Apa upaya dari Depdagri agar masalah keuangan pemda ini lebih menarik untuk dimasuki oleh akuntan, misalnya? Kita sudah minta ke Menpan. Waktu saya menajdi direktur keuangan daerah, minta ke Menpan 20 akuntan untuk di Depdagri. Tapi hasilnya sampai sekarang belum ada. Kalau bukan akuntan, tidak mengerti membaca APBD.

Dengan asumsi 515 pemda, berapa kebutuhannya untuk akuntan? Untuk sementara dibutuhkan tiga akuntan di tiap di biro keuangan. Jika dikali 515 pemda, ini saja cukup berat.

Selain kerja sama dengan universitas, ada tidak upaya memasukan konsultan keuangan daerah yang disertifiaksi Depdagri misalnya? Kalau itu belum, secara proyek ada pinjaman luar negeri, ada kerja sama dengan akuntan. Hari Suharto

Kepala Pusat Litbang Keuangan Daerah Depdagri

“Pemda Memang Belum Paham Akuntansi”

H Indratjahja

H Indratjahja

ai 33

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

Untuk kelima kalinya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer

terhadap LKPP. Ini artinya, selama lima tahun terakhir manajemen pengelolaan anggaran negara terbilang buruk, menyimpang dari prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai amanat reformasi. Karena itu, banyak kalangan menuding pemerintah memang tak serius membenahi sistem pengelolaan anggaran negara. Apalagi tujuannya kalau bukan agar selalu ada kesempatan untuk menyimpang?

Rabu, 10 Juni lalu, BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP tahun 2008 kepada pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPR Jakarta. Untuk LKPP 2008 ini pun, seperti empat tahun sebelumnya sejak 2004, BPK kembali tidak memberikan pendapat alias disclaimer. Ini artinya, sudah lima tahun terakhir ini secara berturut-turut laporan keuangan pemerintah pusat terbilang buruk. Tak ada kemajuan ataupun perbaikan.

Berdasar hasil pemeriksaan, menurut Ketua BPK Anwar Nasution, terdapat 9 kelompok persoalan yang ditemukan BPK berkaitan dengan pemberian opini disclaimer pada LKPP 2008. Persoalan tersebut di antaranya

belum adanya sikronisasi UU Keuangan Negara 2003-2004 dengan UU Perpajakan dan UU PNBP, masih adanya berbagai jenis pungutan yang tidak memiliki dasar hukum dan dikelola di luar mekanisme APBN, belum adanya keterpaduan antara Sistem Akuntansi Umum di Departemen Keuangan dengan Sistem Akuntansi Instansi di departemen lain sehingga ada selisih, dan rekening liar belum terintegrasi dan terekonsiliasi dalam suatu treasury single account.

BPK juga masih menemukan kelemahan dalam tiga bidang lain, yaitu kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas penyajian LKPP, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan pemerintah belum menindaklanjuti hasil-hasil peneriksaan BPK tahun 2004-2007.

Ada sembilan temuan BPK yang terbilang menonjol dalam LKPP 2008 ini. Di antaranya adanya hibah yang diterima langsung oleh 15 K/L minimal Rp 3,93 triliun namun tidak dipertanggungjawabkan dalam mekanisme APBN. Ada juga pencatatan atas penarikan pinjaman luar negeri di LKKP 2008 yang tidak berdasar dokumen sumber valid. Selain itu, pemerintah ternyata juga belum menetapkan kebijakan akuntabilitas

atas penertiban promissory notes kepada lembaga internasional senilai Rp 28,29 triliun. Pemerintah pun belum mengakui utang kepada BI sebesar Rp 2,83 triliun atas dana talangan dalam rangka keanggotaan pada lembaga tersebut.

Dalam pemeriksaan, ditemukan juga ketidakpatuhan yang dilakukan departemen. Dalam konteks ini ada sedikitnya enam temuan, yaitu adanya pungutan/dana pada 11 kementrian negara/lembaga yang tidak ada dasar hukumnya dan dikelola di luar mekanisme APBN senilai Rp 703,99 miliar, penetapan alokasi DAK tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 sehingga terdapat penyaluran DAK Rp 1,28 triliun ke daerah tidak layak, dan pengeluaran atas pengajuan SPM sebesar Rp 9,95 miliar yang dibayarkan melalui KPPN Jakarta II yang diduga fiktif.

Sepanjang 2004-2008, temuan BPK menyatakan bahwa masih ada 131 temuan atas LKPP tahun 2004-2007 belum ditindaklanjuti pemerintah. Temuan yang sedang dan belum ditindaklanjuti antara lain penyempurnaan sistem informasi penyusunan LKPP, penyempurnaan peraturan penyaluran dan pertanggungjawaban belanja sosial, penertiban pungutan yang dilakukan

LKPP Lima Tahun Terus “Disclaimer”

Buruknya pengelolaan keuangan negara tak hanya terjadi di daerah. Terbukti, selama lima tahun berturut-turut, laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) memperoleh opini disclaimer. Perlu kemauan politik untuk mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel.

ai34

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Laporan Utama

oleh kementerian/lembaga, dan penertiban dalam penetapan kelompok anggaran dan realisasinya.

Meski banyak memberi catatan negatif, BPK sebenarnya juga memberikan catatan positif atas LKPP 2008. di antaranya adanya peningakatan jumlah kementerian yang tahun ini memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Jumlah kementerian yang memperoleh WTP naik dari dari 7 pada 2006 menjadi 16 pada 2007, dan 34 pada 2008. Kemudian, tambahnya, ada juga perkembangan opini disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), misalnya untuk Departemen Keuangan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan, Departemen Pertanian, dan Departemen Perdagangan.

Karena masih terbilang buruk, BPK pun merekomendasikan

agar pemerintah melakukan langkah-langkah perbaikan. Perbaikan terutama dianjurkan untuk bidang sistem keuangan negara, terutama soal transparasi dan akuntabilitas fiskal. “Ini merupakan kunci pokok bagi suksesnya pembangunan nasional dan reformasi nasional kita dalam mewujudkan demokrasi politik, otonomi daerah, dan globalisasi perekonomian nasional,” kata Anwar Nasution.

Anwar menyebut ada enam langkah yang bisa dilakukan dalam usaha memperbaiki kelemahan tersebut. Pertama, penerapan treasury single account secara utuh menyeluruh. Kedua, penerapan anggaran berbasis kinerja dan akrual. Ketiga, perlunya sistem aplikasi penyusunan laporan keuangan pemerintah yang terintegrasi dan andal.

Keempat, perlunya kebijakan tentang pengadaan sumber daya manusia

di bidang akuntansi. Kelima, perlunya quality assurance berupa penataan kembali fungsi pengawasan internal, seperti BPKP, inspektorat jenderal/satuan pengendali intern, dan badan pengawasan daerah. Dan, keenam, BPK juga menyarankan kepada DPR, DPD, DPRD provinsi/kabupaten/kota untuk membentuk Panitia Akuntabilitas Publik agar dapat mendorong pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dan memantau pelaksanaan APBN dan APBD secara keseluruhan.

Tapi, apa pun kondisinya, rasanya sangat tidak wajar kalau dalam lima tahun berturut-turut pemerintah pusat tetap memperoleh opini disclaimer dalam laporan pengelolaan anggaran. Diperlukan kemauan politik agar ada perbaikan demi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. (Muklisin)

a k u n t a n i n d o n e s i a

mitra dalam perubahan

IAI Wilayah Jakarta Peduli“ Sunatan Masal di Kecamatan Bukit Duri “

Jakarta, 27 Juni 2009

Toko IAIToko IAINama Barang Harga Jual

Anggota Non Anggota

1 PSAK No. 14 15,000 20,000

2 PSAK No. 26 15,000 20,000

3 PSAK No.50 15,000 20,000

4 PSAK No.55 15,000 20,000

5 Aplikasi PSAK No.46

15,000 20,000

6 Contoh Ilustrasi PSAK No.50 & 55

25,000 30,000

7 PAPI 115,000 130,000

8 PAPSI 85,000 100,000

9 SAK Per 2007

300,000 350,000

10 Tas Ransel

95,000 110,000

11 MUG IAI

15,000 20,000

12 Soal Try-Out USAP Review (2003-2005)

175.000 200,000

13 Modul CPMA Review (paket)

360,000 380,000

14 Panduan Implemantasi PSAK no 24 40.000 50.000

15 Isu-isu Kontemporer Akuntansi Keuangan

40,000 45,000

16 Asumsi Going Concern

40,000 45,000

17 Komite Audit yang Efektif

95,000 110,000

18 Good Corporate Governance

95,000 110,000

19 Enterprise Risk Management

40,000 45,000

20 Akuntansi Aktiva Tetap

45,000 55,000

21 Balanced Scorecard

80,000 85,000

22 IFRS 2008: Willey

575,000 650,000

23 Applying IFRS, enhanced edition

525,000 600,000

24 Sistem Informasi Akuntansi 1/Rama, Jones

80.000 90.000

25 Sistem Informasi Akuntansi 2/Rama, Jones

88.000 98.000

26 Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil/IAPI

60.000 70.000

27 Akuntansi Keuangan Daerah (ed.3)/Abdul Halim

65.000 75.000

28 Audit Kinerja pada Sektor Publik/I Gusti Agung Rai

60.000 70.000

29 Akuntansi Syariah di Indonesia/Sri Nurhayati

65.000 75.000

30 Akuntansi Biaya 1(ed.14)/Carter

90.000 100.000

31 Sistem Akuntansi/Mulyadi

115.000 130.000

32 Sistem Akuntansi Sektor Publik/Indra Bastian

105.000 120.000

33 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.4)/Hall

90.000 110.000

34 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.9)/Romney

80.000 90.000

35 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.4)/Hall

95.000 108.000

36 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.9)/Romney

78.000 88.000

37 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)/KSAP

40.000 50.000

38 Standar Profesional Akuntan Publik/IAI

270.000 300.000

39 Teori Akuntansi 1(ed.5)/Belkoui

75.000 85.000

40 Teori Akuntansi 2(ed.5)/Belkoui

65,000 75.000

41 Akuntansi Intermediate 1(ed.15)/Skousen, Stice

135.000 150.000

42 Akuntansi Intermediate 2(ed.15)/Skousen, Stice

125.000 140.000

43 Akuntansi Internasional 1(ed.5)/Choi

60.000 70.000

44 Akuntansi Internasional 2(ed.5)/Choi

70.000 80.000

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

csFleetRewnelakuntan[160x225].ai 4/17/09 1:54:02 PM

Formulir PemesananNama : …………………………………………………………………………………..............................No. kartu anggota : ..................................................................................................................Alamat : ……………………………………………………………………………….................................Kota / Kode pos : ........................................................................../......................................Telephone / HP : ………………………………………………………Fax :………………………….......................

No. Nama Produk Jumlah Unit Harga

Tanggal : .........../........../..............

Tanda Tangan & Nama Lengkap

( ) Transfer Bank BCA Cab. Saharjo A/C no. 092.300.9130a.n. IAI Wilayah Jakarta

( ) Cashat IAI wilayah Jakarta Gedung Gajah Blok AE Jl. Dr. Sahardjo No.111, Jakarta

Pembayaran

* Harga disamping belum termasuk ongkos kirim

* Harga sewaktu-waktu dapat berubah

Informasi & Pembelian Hubungi : Imam/RiaIAI Wilayah Jakarta - Gedung Gajah - Blok AE - Jl. Dr. Sahardjo 111 - Jakarta Selatan 021 8353588 8354031 Fax 8290324

MUG IAI Rp 15.000

51 Akuntansi Manajerial 2(ed.11)/Garrison

110,000

125.000

52 Akuntansi Pemerintahan/Deddi Nordiawan

70.000

80.000

53 Akuntansi Sektor Publik/Deddi Nordiawan

40.000

45.000

54 Akunt: Suatu Pengantar 1(ed.5)/Soemarso

75.000

85.000

55 Akunt: Suatu Pengantar 2(ed.5)/Soemarso

75.000

88.000

56 Analisis Laporan Keuangan 1 (ed.8)/Wild, Subramanyam

95.000 110.000

57 Analisis Laporan Keuangan 2 (ed.8)/Wild, Subramanyam

80.000

90.000

58 Audit dan Assurances 1 (ed.4)/Messier

95.000 110.000

59 Audit dan Assurances 2 (ed.4)/Messier

110.000

125.000

60 Audit Internal 1 (ed.5)/Sawyer

90.000 100.000

61 Audit Internal 2 (ed.5)/Sawyer

110.000

125.000

62 Audit Internal 3 (ed.5)/Sawyer

115.000

130.000

63 Audit Sektor Publik (ed.2)/Indra Bastian

50.000

60.000

64 Auditing 1(ed.6)/Mulyadi

65.000

75.000

65 Auditing 2(ed.6)/Mulyadi

80.000

90.000

66 Pengantar Akuntansi 1(ed.7)/Weygandt,Kieso

95.000 105.000

67 Pengantar Akuntansi 2(ed.7)/Weygandt,Kieso

90.000 100.000

68 Pengantar Akuntansi 1(ed.21) Edisi Khusus/Warren

65.000

75.000

69 Pengantar Akuntansi 2(ed.21) Cover Baru/Fess, Warren

90.000 100.000

70 Setengah Abad Profesi Akuntansi -Soft Cov/Tuanakotta

110.000

125.000

71 Bundel Majalah IAI 130.000 140.000

72 ISAK No.8 15.000 20.000

Penerbit Salemba Empat

Supported By :

45 Akuntansi Keperilakuan/Arfan, Ikhsan

80.000

90.000

46 Akuntansi Keuangan Lanjutan 1(ed.6)/Baker

105.000

120,000

47 Akuntansi Keuangan Lanjutan 2(ed.6)/Baker

100.000

115.000

48 Akuntansi Manajemen 1(ed.7)/Hansen, Mowen

90.000 100.000

49 Akuntansi Manajemen 2(ed.7)/Hansen, Mowen

90.000 100,000

50 Akuntansi Manajerial 1(ed.11)/Garrison

90.000 100.000

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

csFleetRewnelakuntan[160x225].ai 4/17/09 1:54:02 PM

Informasi & Pembelian Hubungi : Imam/RiaIAI Wilayah Jakarta - Gedung Gajah - Blok AE - Jl. Dr. Sahardjo 111 - Jakarta Selatan 021 8353588 8354031 Fax 8290324

38

ai

Kanaka PuradirejaKetua Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

39

Tokoh

“Tapi jalannya tak mudah,” demikian ujar Kanaka tentang beban dan tanggung jawabnya memimpin IKAI. Kanaka tak

berlebihan atau sekadar berkilah. Sebab, IKAI memang tergolong organisasi yang masih sangat muda. Organisasi ini pun benar-benar tumbuh dari bawah, terbentuk karena kuatnya keinginan dan dorongan dari mereka yang kelak menjadi anggotanya, bukan dorongan dari atas.

Pembentukan organisasi ini berawal dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, terutama perusahaan yang go public atau listed, untuk menerapkan GCG. Untuk menerapkan GCG, salah satunya tiap perusahaan harus membentuk komite audit dan beranggotakan tiga orang, yang salah satunya harus merupakan audit independent. Karena itu, sejak 2000-an, sudah banyak perusahaan yang membentuk komite audit. Namun, sampai saat itu belum ada wadah yang memayungi para anggota komite audit tersebut.

Karena belum ada wadah resmi, para anggota komite audit yang tersebar di berbagai perusahaan seringkali mendiskusikan eksistensi mereka di forum-forum seminar atau diskusi yang biasanya dilaksanakan oleh forum komite audit, Indonesian Society of Independent Commisioners (ISICOM). Dari forum-forum itulah kemudian muncul keinginan bersama untuk membentuk organisasi resmi. Dan, pada 2004 digelar kongres untuk mendirikan IKAI.

Dan, orang pertama yang dipercaya untuk memimpin organisasi yang baru terbentuk ini adalah Kanaka. Pilihan jatuh pada Kanaka karena dinilai senior, memiliki kompetensi dan profesional, dan cukup berpengalaman di dunia auditor atau akuntansi. Sarjana akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung ini memang memiliki pengalaman panjang di bidang auditor atau akuntansi.

Setelah lulus kuliah pada 1971, Kanaka bekerja di Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara Departemen Keuangan (Depkeu) sampai 1974. Setahun kemudian, ia bekerja pada Peat Marwick Mitchell & Co di Melbbourne, Australia. Perusahaan ini kemudian menjadi KPMG. Bekerja di Negeri Kanguru itu dilakoninya selama dua tahun. Sebab, selanjutnya, pada 1978 Kanaka dipercaya menjadi Managing Partner KPMG Indonesia. Di perusahaan ini, terakhir Kanaka menduduki jabatan chairman. Dan, sejak 2000, Kanaka mendirikan kantor akuntan public (KAP) sendiri, yaitu KAP Kanaka Puradiredja.

Selain perjalanan karier yang panjang, Kanaka juga memiliki pengalaman organisasi yang cukup banyak. Pada periode 1990-1994, misalnya, Kanaka dipercaya menduduki jabatan Wakil Ketua Komite Standar Auditing (KSA) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dengan posisinya itu, Kanaka paham benar seluk-beluk standar auditing. Nah, di saat bersmaan, selama 1992-1994, Kanaka juga dipercaya menjadi Wakil Ketua Forum Akuntan Pasar Modal IAI. Selama empat kemudian, sampai 1998, Kanaka menjadi Ketua Diklat IAI dan periode berikutnya ia menjadi anggota Badan Konsultasi Standar Akuntansi. Sekarang pun, Ketua Dewan Pengurus IKAI ini masih menduduki posisi sebagai Ketua Majelis Kehormatan IAI.

Sebagai akuntan, ia juga sudah menyentuh hampir semua bidang industri, mulai dari minyak dan gas bumi, pertambangan, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asuransi, transportasi dan penerbangan, obat-obatan, sampai organisasi nirlaba. Jadi, paham benar Kanakan akan karakter banyak bidang industri. Sehingga, tak salah jika kemudian para anggota komite audit memilihnya untuk memimpin IKAI.

Namun, seperti diakui Kanaka, sebagai orang yang pertama kali memimpin organisasi yang baru dibentuk tugas dan

tanggung jawabnya tidaklah ringan. Tugas yang paling berat adalah meletakkan dasar-dasar organisasi agar organisasi ini mampu mencapai tujuannya. Yang paling dasar adalah pendataan anggota. “Ini masalah utama, tapi juga sulit. Sebab, banyak anggota yang keluar masuk,” katanya.

Sampai saat ini, menurut Kanaka, belum semua anggota komite audit menjadi anggota organisasi. Sebab, memang tidak ada kewajiban bagi anggota komite audit untuk menjadi anggota IKAI. Namun demikian, pengurus IKAI, kata Kanaka, akan terus melakukan sosialisasi dan perekrutan anggota. Tujuannya bukan untuk sekadar memperbanyak anggota, melainkan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas para anggota komite audit yang di berbagai perusahaan.

“Sebab, jika satu perusahaan ingin menerapkan GCG, komite auditnya harus benar-benar kompeten, profesional, dan independen. Nah, tugas organisasilah untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas mereka,” jelas Kanaka.

Berikutnya, menurut Kanaka, tugas organisasi adalah menyusun standar-standar atau manual yang dijadikan pedoman kerja bagi para anggota komite audit. Tugas-tugas ini, menurut Kanaka, hingga sekarang masih terus dikerjakan. Jadi, nantinya dalam menjalankan tugas komite audit memiliki standar yang dijadikan pedoman. “Saat ini kami terus menyusun standar-standar tersebut untuk mengawal terbanggunnya GCG di lingkungan perusahaan,” katanya.

Selain itu, katanya, IKAI juga terus banyak melakukan pelatihan dan pendidikan sesuai tugas bidang komite audit, dan mengadakan program sertifikasi. Ini dimaksudkan untuk menjaga kompetensi dan profesionalitas anggota komite audit. Dengan demikian, akan terwujud GCG di lingkungan perusahaan atau dunia bisnis. Muklisin

Didapuk sebagai orang yang pertama kali memimpin Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI), Kanaka Puradiredja bertekad mengawal terwujudnya

Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan perusahaan di Tanah Air.

Mengawal GCG Lewat Organisasi

Kanaka Puradireja

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

40

Kolom Pasar Modal

STRUKTUR MODAL: TEORI VS PRAKTIK

Budi Frensidy Koordinator Mata Ajar Pasar Modal & Manajemen Keuangan PPAk FEUI dan Penulis buku Matematika Keuangan

Pencarian struktur modal yang optimal sudah jadi bahan pemikiran para praktisi maupun akademisi sejak

lama, seumur ilmu keuangan itu sendiri. Teori tentang struktur modal diawali pada tahun 1958 dengan pemikiran dua orang ekonom pemenang Nobel Ekonomi, Franco Modigliani dan Merton Miller yang menyatakan rasio utang tidak relevan dan tak ada struktur modal yang optimal. Nilai perusahaan tergantung pada arus kas yang akan dihasilkan dan tidak tergantung pada rasio utang dan ekuitas. Model static trade-off Model ini adalah pengembangan teori MM. Utang memiliki manfaat dan biaya. Utang menguntungkan perusahaan karena pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayarkan berkurang. Dari sisi pajak, akan lebih menguntungkan bila perusahaan membiayai investasinya dengan utang.

Sisi positif lain, utang menurunkan biaya keagenan (agency cost) ekuitas. Penggunaan utang akan mendisiplinkan manajer untuk tidak sembarangan menggunakan kas dan harta perusahaan untuk kepentingannya. Pengawasan kreditur jauh lebih ketat dan efektif daripada pengawasan para pemegang saham di luar

perusahaan dengan informasi yang relatif terbatas. Karenanya, peningkatan utang menguntungkan pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan kalau utang berfungsi mengikat (bonding) manajemen. Selain punya sisi plus, utang juga memiliki sisi jelek. Utang meningkatkan peluang perusahaan bangkrut dengan segala buntutnya. Bila utang terlalu besar, peluang tak mampu membayar bunga dan cicilan utang menjadi besar. Perusahaan yang mau bangkrut akan dijauhi pelanggan dan pemasok. Ini disebut sebagai biaya tekanan finansial.

Utang yang berlebihan juga akan meningkatkan biaya keagenan utang atau menaikkan risiko kreditur karena membuat pemegang saham memiliki sedikit kepentingan dengan aset perusahaan. Dalam posisi “nothing to lose”, sangat mungkin manajemen melakukan moral hazard seperti kecenderungan memilih proyek yang berisiko tinggi, kadang dengan NPV negatif, daripada yang berisiko rendah dengan NPV positif. Dengan demikian, ada perimbangan antara manfaat pajak dan menurunnya biaya keagenan ekuitas di satu sisi dan biaya tekanan finansial dan meningkatnya biaya keagenan utang di sisi lain. Sampai titik tertentu (titik optimal), penambahan utang meningkatkan nilai perusahaan karena manfaat pengurangan pajak dan pengurangan

biaya keagenan ekuitas masih mendominasi biaya tekanan finansial dan peningkatan biaya keagenan utang. Melampaui titik optimal ini, penambahan utang akan menurunkan nilai perusahaan.

Model pecking order Model lain adalah pecking order

yang dikembangkan Steward Myers (1984). Berpijak dari asimetri informasi, model ini menjelaskan hirarki preferensi sumber dana. Menurut teori ini, manajer tak memiliki target rasio utang. Rasio utang yang terjadi adalah akibat preferensi ini. Manajer paling menyukai sumber dana dari dalam perusahaan yaitu laba ditahan karena sudah siap pakai dan tidak ada biaya untuk memperolehnya. Bila sumber ini tak mencukupi, manajer akan beralih ke sumber dari luar.

Sumber dana luar yang lebih diminati adalah utang karena tidak menyebabkan dilusi kepemilikan dan memiliki manfaat pajak. Utang juga disukai karena mencerminkan optimisme kemampuan manajemen untuk membayar bunganya. Bila masih belum cukup, barulah perusahaan beralih ke penjualan saham baru.

Teori pecking order ini didukung bukti empiris bahwa perusahaan yang menghasilkan laba besar cenderung memiliki rasio utang yang relatif kecil.

Inilah dua model utama tentang struktur modal. Sayangnya, dalam perkembangannya, kedua teori di atas tidak dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi di pasar. Karena itu, kita punya tiga model lain.

Adakah rasio utang yang optimal bagi sebuah perusahaan? Jika ada, faktor-faktor apa yang menentukan rasio optimal itu? Inilah dua pertanyaan utama dalam struktur modal, salah satu konsep terpenting dan tertua dalam teori keuangan.

Kolom Pasar Modal

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

41

Model signaling Model ketiga tentang struktur modal adalah teori signaling yang dikembangkan Ross (1977). Model ini, seperti juga pecking order, berdasarkan asumsi adanya asimetri informasi antara manajer dan investor. Karena asimetri ini, pemegang saham tidak mempercayai pernyataan manajemen bahwa prospek perusahaan bagus karena manajemen perusahaan lain juga akan berkata sama. Bukankah berbicara dan berjanji itu mudah dan murah?

Kalau mau, manajer perusahaan bagus dapat melakukan signaling yang tidak dapat diikuti perusahaan yang tidak bagus karena berharga terlalu mahal untuk mereka. Ross mengatakan hanya perusahaan bagus yang dapat dipercaya kreditur untuk berutang banyak atau memperoleh utang baru dan tetap dapat bertahan. Perusahaan-perusahaan jelek tidak dapat mengambil langkah ini. Kalaupun dipaksakan, sangat mungkin mereka akan berakhir dengan kebangkrutan karena harus membayar bunga bank/obligasi yang sangat besar.

Menurut model ini, rasio utang itu tergantung pada bagus jeleknya perusahaan. Perusahaan bagus akan mempunyai rasio utang yang besar sementara perusahaan jelek akan menjaga rasio utangnya tetap rendah. Sayangnya, bukti empiris tidak mendukung model ini.

Model managerial entrenchment Zwiebel dalam artikelnya Dynamic Capital Structure under Managerial Entrenchment (1996) menuliskan kalau keputusan mengenai struktur modal itu ada di tangan manajemen. Mereka akan memilih proporsi utang yang paling nyaman untuk diri mereka yaitu yang membuat mereka dapat terhindar dari disiplin utang dan pengawasan ketat para kreditur sekaligus mempertahankan jabatan mereka. Utang akan membatasi tindakan manajer karena membuat manajemen tidak dapat menggunakan kas yang ada semaunya dan membuka kemungkinan munculnya kebangkrutan pada saat yang sama. Jika

ini terjadi, manajemen akan kehilangan kontrolnya (entrenchment) atas perusahaan karena akan ada akuisisi oleh pihak luar. Manajemen akan meminimumkan proporsi utang untuk mencegah mereka kehilangan pekerjaan yang biasanya menyertai datangnya tekanan finansial. Meskipun demikian, manajemen juga melihat manfaat dari utang dan akan berusaha untuk menggunakannya sebagai pembatasan kontrol diri secara suka rela dan untuk menyenangkan pemegang saham pada saat bersamaan. Setiap awal tahun, manajemen secara dinamis akan memilih proporsi utang yang optimal untuk mereka, dan bukan untuk kepentingan pemegang saham, yaitu yang memaksimumkan kemampuan mereka untuk membangun kerajaannya sendiri (empire building). Proporsi utang yang dipilih ini diusahakan cukup efisien untuk menghindari akuisisi atau take-over pihak luar.

Model market timingKelemahan empat model di atas

adalah semuanya didasarkan pada kondisi internal. Hanya model market timing yang melihat struktur modal sebagai reaksi terhadap kondisi eksternal atau kondisi pasar. Teori ini juga berusaha untuk menjawab kapan sebuah perusahaan lebih menyukai utang dan kapan lebih memprioritaskan ekuitas.

Sudah tidak menjadi rahasia lagi jika perusahaan lebih suka mengeluarkan saham saat harga sahamnya sedang tinggi, relatif terhadap harga buku dan harga masa lalunya, dan membeli sahamnya kembali saat harganya rendah. Penilaian pasar yang tinggi dan kesempatan investasi yang bagus mendukung pendanaan dari ekuitas. Ini mendorong Baker dan Wurgler menulis artikel tentang market timing (2002). Menurut mereka, struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha perusahaan di masa lalu untuk memanfaatkan pasar saham.

Perusahaan cenderung untuk mencari pendanaan dari ekuitas jika valuasi harga saham perusahaan itu sedang

tinggi dan tidak menggunakan alternatif pendanaan ini jika sahamnya sedang dihargai rendah di pasar. Karenanya, perusahaan yang mempunyai rasio utang tinggi adalah karena memilih pendanaan utang akibat harga sahamnya rendah, dan sebaliknya untuk perusahaan yang mempunyai rasio utang yang rendah. Berdasarkan model ini, tidak ada yang namanya struktur modal optimal.

Keunggulan model market timing ini adalah bukti empiris sangat mendukungnya. Kita menyaksikan bagaimana korporasi di Indonesia termasuk BUMN, menunggu saat pasar bullish dalam melakukan IPO, right issue, atau secondary public offering. Model ini juga mampu menjelaskan mengapa investor umumnya bereaksi negatif terhadap right issue. Banyak manajer pun mengakui mereka telah menerapkan market timing dalam pencarian dananya.

struktur modal dalam praktik Megginson dalam bukunya Corporate Finance Theory mengatakan, secara empiris struktur modal berbeda antar negara dan antar industri. Perusahaan di negara dengan sistem keuangan bank-based mempunyai rasio utang yang lebih besar daripada perusahaan di negara market-based. Rasio utang juga berbanding terbalik dengan profitabilitas karena perusahaan seringnya tidak melakukan penyesuaian struktur modalnya. Pajak dan biaya tekanan finansial jelas mempengaruhi keputusan struktur modal tetapi masih banyak faktor lain. Pemegang saham umumnya menilai positif terhadap pengumuman penambahan utang perusahaan dan negatif untuk rencana pengeluaran saham baru. Biaya transaksi untuk memperoleh utang dan ekuitas baru juga mempunyai pengaruh tetapi relatif kecil. Apakah struktur kepemilikan perusahaan terkonsentrasi atau menyebar juga menentukan struktur modal.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

43

Info

Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik II ini mengangkat tema “Sinergitas Implementasi

Peraturan Keuangan Sektor Publik” dengan mendiskusikan 34 hasil penelitian yang terkait dengan akuntansi keuangan sektor publik, manajemen keuangan publik, akuntansi pendidikan, akuntansi kesehatan, audit sektor publik, pendapatan, kinerja, dan organisasi pemerintah daerah.

Steering Comiitee Konferensi Peneliti Keuangan Sektor Publik, Indra Bastian, mengatakan, hasil penelitian keuangan sektor publik dari berbagai sudut pandang peneliti maupun aspek perilaku pengelolaan keuangan sudah banyak jumlahnya. Namun, hasilnya belum termanfaatkan bahkan hampir tidak terpublikasikan dengan baik. “Konferensi II ini diarahkan untuk memfasilitasi hasil penelitian terkait penelitian yang bersifat mendasar, terapan, kebijakan, dan pengembangan,” jelas Indra Bastian.

Menurutnya, sejak otonomi daerah bergulir, terjadi perubahan yang

sangat fundamental dalam berbagai aspek pengelolaan keuangan daerah. Mulai dari sistem regulasi, kewenangan, kepegawaian, pertanggungjawaban, sistem pengawasan sampai keuangan pemda. Semakin besar peran pemerintah daerah, tanggung jawab dan kewenangannya tentu membawa implikasi yang memerlukan kebijakan yang cepat, tepat, dan akurat.

Untuk itu, hasil penelitian peran dan fungsi untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik di lingkungan pemda. Selain itu, penelitian keuangan sektor publik yang mampu menghasilkan penelitian yang dapat dipakai sebagai bahan kebijakan sebagaimana dibutuhkan daerah.

Konferensi yang diikuti para peneliti dari berbagai instansi pemerintah seperti Balitbang Depdagri, Kementerian Riset dan Teknologi, BPK, BI, BPKP, LAN, Depdiknas, Depkes, Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, Balitbang Departemen/kementerian/LPND/FKK, Meneg PAN, Bappenas, LIPI, Komponen terkait di lingkungan

Depdagri, perguruan tinggi negeri dan swasta, balitbang daerah provinsi dan kapupaten/kota, serta perguruan tinggi negeri dan swasta di daerah.

Melalui acara konferensi, para peneliti dapat membangun network di antara para peneliti, meningkatkan motivasi penilitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian, mensosialisasikan dan mendiskusikan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan.

“Utamanya mengembangkan bidang ilmu keuangan sektor publik,” tambah Indra Bastian profesor keuangan sektor publik dari UGM ini.

Selain membahas hasil penelitian, dalam konferensi juga dibahas hasil penelitian sebagai bahan dasar pengambilan kebijakan publik; eksplorasi hasil penelitian tentang kecenderungan korupsi di Indonesia; konsistensi kinerja pemerintah terkait dengan implementasi PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP); permasalahan hasil penelitian terkait dengan implementasi PP 60; serta hasil penelitian yang berkaitan dengan keuangan sektor publik.

Tentunya, kata dia, Asosiasi Peneliti Keuangan Sektor Publik berharap out put dari konferensi ini mampu menghasilkan rumusan kebijakan dan langkah-langkah strategi bagi perbaikan kualitas regulasi dan implementasi pengelolan keuangan daerah. Selain

Sinergi Implementasi Peraturan Keuangan Sektor Publik

Asosiasi Peneliti Keuangan Sektor Publik setiap dua tahun sekali menyelenggarakan konferensi. Setelah sukses menyelenggarakan konferensi pertama di Surabaya, asosiasi ini kembali menggelar konferensi ke II bekerja sama dengan Badan Litbang Departemen Dalam Negeri yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, 2-3 Juni lalu.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

44

Info

itu, memberikan rekomendasi temuan hasil-hasil penelitian keuangan sektor publik sebagai bahan kebijakan kepada Menteri Dalam Negeri.

Contoh hasil penelitian yang dapat digunakan untuk rekomendasi perubahan terhadap aturan seperti “Pengaruh Profesional Auditor terhadap Kualitas dan opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah”. Dalam penelitian ini terbukti bahwa auditor yang profesional dan kompeten memiliki keeratan dengan opini laporan keuangan yang diberikan. Artinya, audit terhadap keuangan pemda harus

dilakukan oleh orang profesional agar mencerminkan opini yang mendekati kondisi yang sebenarnya.

Penelitian lain kategori akuntansi keuangan sektor publik seperti “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Informasi Laporan Keuangan yang Dihasilkan Sistem Akuntansi Instansi”, oleh peneliti Fariziah Choi Runisah. Studi tersebut dilakukan pada satuan kerja

diwilayah kerja KPPN Malang tahun 2008. Artinya, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelaporan keuangan yang dihasilkan oleh sistem akuntansi instansi terkait.

Sebagaimana diketahui, pengelolaan anggaran daerah yang berbasis anggaran tradisional telah berubah menjadi anggaran berbasis kinerja merupakan upaya meningkatkan akuntabilitas anggaran. Anggaran yang merupakan alokasi sumber daya daerah yang dilakukan secara terencana atas berbagai aktivitas. Di sini pengelolaan

anggaran berperan penting sebagai jembatan antara fungsi perencanaan dan kontrol dalam organisasi pemerintah. Dalam anggaran tercermin pola pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran.

Dengan begitu, anggaran daerah menjadi cermin sejauh mana pemerintah daerah memiliki akuntabilitas terhadap rakyatnya. Setiap rupiah dana yang digunakan dan dikeluarkan harus mampu dipertanggungjawabkan. Penggunanaan anggaran merupakan faktor penting dalam mencapai akuntabilitas. (Hari suharto)

EkaMasniBustman& Re k a nKANTOR AKUNTAN PUBLIK

KANTOR AKUNTAN PUBLIKEKAMASNI, BUSTAMAN & REKAN

BIDAN USAHA/JASAJasa Pemeriksaan :Pemeriksaan Umum Laporan KeuanganPemeriksaan Khusus dan InvestasiPemeriksaan Manajemen

Jasa Managemen :Penyusunan Laporan KeuanganPenyusunan Accounting SystemElectronics Data Processing (EDP)Konsultan PerpajakanLatihan Akuntansi

KEP-408/KM.6/2004Kantor PusatSentra Kramat B - 18Jl. Kramat Raya No. 7-9Jakarta 10450Telp. 021-3156131Fax. 021-3148966

KEP-019/KM.5/2005Kantor Cabang Jakarta

JL. Sunan Kalijaga No. 63 AJakarta Selatan 12160

Telp. 021 -72792640021 - 72792650

Fax. 021 - 72792620

Kantor Cabang : JL. Wastukancana No. 5 Telp/Fax 022-4238001, Bandung 40117Jl. S. Parman No. 234 C Telp/Fax 0751-55101 Padang 25133

Implementasi SystemPenyusunan Laporan ManajemenAnalisa Keuangan PerusahaanFeasibility Study & Corporate Plan

Setiap rupiah dana yang digunakan dan dikeluarkan

harus mampu dipertanggungjawabkan

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

45

Info

Beberapa waktu yang lalu, DSAK IAI mengadakan public hearing rencana pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol. Alasan pencabutan adalah:

Dampak dari a) konvergensi ke IFRS yang sudah dicanangkan IAI, dimana pengaturan akuntansi dalam PSAK yang dicabut tersebut sudah diatur dalam PSAK lain yang mengacu ke IFRS.

Adanya inkonsistensi b) antara pengaturan dalam PSAK 32, 35 dan 37 dengan KDPPLK dan PSAK lain.

Adanya tumpang tindih c) pengaturan dalam PSAK 32, 35, dan 37 dengan PSAK lain untuk transaksi dan peristiwa lain yang sama.

Adanya perubahan d) konsep atau peraturan yang menjadi dasar penyusunan PSAK untuk suatu industri tertentu sehingga pengaturan dalam PSAK tersebut tidak sesuai dengan konsep atau peraturan yang ada sekarang.

Bagi penyusun laporan keuangan yang terbiasa dengan PSAK industri khusus mungkin akan timbul pertanyaan: Bagaimana mencatat hal-hal yang akan dicabut? Tulisan ini bermaksud untuk memberikan gambaran referensi yang bisa digunakan dalam mencatat hal-hal yang dicabut. Namun, perlu diperhatikan bahwa acuan ini mungkin tidak sesuai dan tidak semua acuan tercantum di sini. Dan PSAK

sendiri senantiasa selalu berubah sehingga kita seharusnya memperhatikan semua PSAK dan perkembangannya (termasuk IFRS) untuk mendapatkan acuan yang lebih relevan dan lebih sesuai dibandingkan yang disajikan

dalam tulisan ini.

1

Paragraf Perihal Perlakuan Akuntansi Saat Ini Alternatif Perlakuan Akuntansi

PSAK Lain IFRS dan US GAAP PSAK 32 AKUNTANSI KEHUTANAN Laporan Keuangan

Paragraf 09-10 Neraca

Neraca disajikan berdasarkan klasifikasi (unclassified balance sheet) Aset disajikan berdasarkan likuiditas Kewajiban disajikan berdasarkan jatuh

tempo

PSAK 1 paragraf 39-55 tentang neraca

Paragraf 11 Laporan laba rugi Harga pokok penjualan disajikan untuk kayu tebangan dan kayu olahan

PSAK 1 paragraf 56-67 tentang laporan laba rugi

Paragraf 12 Catatan atas laporan keuangan

Pengungkapan yang terkait dengan bidang kehutanan

PSAK 1 paragraf 69-76 tentang catatan atas laporan keuangan

Pendapatan dan Beban Paragraf 13-14 Pendapatan Pendapatan operasional berasal dari

penjualan hasil hutan dan menggunakan dasar akrual

KDPPLK paragraf 22-23 tentang asumsi dasar KDPPLK paragraf 92-93 tentang pengakuan

penghasilan PSAK 1 paragraf 19-20 tentang dasar

penyusunan laporan keuangan PSAK 23 paragraf 13-18 tentang penjualan

barang

Paragraf 15-19 Beban Menggunakan dasar akrual KDPPLK paragraf 22-23 tentang asumsi dasar KDPPLK paragraf 94-98 tentang pengakuan

beban PSAK 1 paragraf 19-20 tentang dasar

penyusunan laporan keuangan

Paragraf 16(a) Biaya perencanaan Biaya perolehan HPH dikapitalisasi dan diamortisasi

Umum PSAK 1 paragraf 16 mengatur penetapan

kebijakan akuntansi ketika tidak ada PSAK khusus untuk suatu transaksi tertentu, yaitu: (a) PSAK untuk masalah yang mirip, (b)

IAS 41 paragraf 33 IAS 16 Property, Plant and Equipment

Paragraf 16(b) Biaya penanaman

Hutan alam Dibebankan sebagai biaya produksi

2

Hutan lindung Dibebankan sebagai beban lain-lain KDPPLK, dan (c) pronouncement dari badan penyusun lain IAS 41 Agriculture paragraf 33 menyatakan

untuk menentukan cost, accumulated depreciation and accumulated impairment losses mengacu ke IAS 2 Inventories, IAS 16 Property, Plant and Equipment dan IAS 36 Impairment of Assets PSAK 16 paragraf 3 tidak mengecualikan

biological assets dalam ruang lingkupnya Hal ini berbeda dengan IAS 16 Property,

Plant and Equipment paragraf 3 yang mengecualikan biological assets dalam ruang lingkupnya Sehingga PSAK 16 bisa terapkan untuk

bilogical assets (dalam hal ini tanaman) PSAK 16 Aset Tetap PSAK 16 paragraf 11 tentang biaya

perolehan awal aset tetap PSAK 16 paragraf 15-28 tentang

pengukuran awal aset tetap yang mengatur biaya-biaya yang dikapitalisasi sebagai biaya perolehan aset tetap dan biaya yang tidak dapat dikapitalisasi

HTI Jika tidak tersedia pohon siap tebang, maka dikapitalisasi dan diamortisasi dengan garis lurus/unit produksi Jika tersedia pohon siap tebang, maka

dibebankan sebagai biaya produksi Paragraf 16(c) Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan

Non-HTI Dibebankan sebagai biaya produksi

HTI Jika tidak tersedia pohon siap tebang, maka dikapitalisasi dan diamortisasi dengan garis lurus/unit produksi Jika tersedia pohon siap tebang, maka

dibebankan sebagai biaya produksi Paragraf 16(d) Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan

Sarana pengendalian dan pengamanan

Dikapitalisasi dan disusutkan

Usaha pengendalian dan pengamanan

Dibebankan sebagai biaya produksi

Belum dilaksanakan Diakui sebagai biaya produksi (dilakukan estimasi)

Paragraf 16(e) Biaya pemungutan hasil hutan

Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 16(f) Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara

AMDAL, rencana pemantauan lingkungan (RPL), dan rencana kelolaan lingkungan (RKL)

Dikapitalisasi dan diamortisasi

Iuran hasil hutan, dana reboisasi, biaya pengukuran dan pengujian hasil hutan, dan PBB

Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 16(g) Biaya pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial

ACUAN SETELAH TIDAK ADA PSAK 32, 35 & 37

EkaMasniBustman& Re k a nKANTOR AKUNTAN PUBLIK

KANTOR AKUNTAN PUBLIKEKAMASNI, BUSTAMAN & REKAN

BIDAN USAHA/JASAJasa Pemeriksaan :Pemeriksaan Umum Laporan KeuanganPemeriksaan Khusus dan InvestasiPemeriksaan Manajemen

Jasa Managemen :Penyusunan Laporan KeuanganPenyusunan Accounting SystemElectronics Data Processing (EDP)Konsultan PerpajakanLatihan Akuntansi

KEP-408/KM.6/2004Kantor PusatSentra Kramat B - 18Jl. Kramat Raya No. 7-9Jakarta 10450Telp. 021-3156131Fax. 021-3148966

KEP-019/KM.5/2005Kantor Cabang Jakarta

JL. Sunan Kalijaga No. 63 AJakarta Selatan 12160

Telp. 021 -72792640021 - 72792650

Fax. 021 - 72792620

Kantor Cabang : JL. Wastukancana No. 5 Telp/Fax 022-4238001, Bandung 40117Jl. S. Parman No. 234 C Telp/Fax 0751-55101 Padang 25133

Implementasi SystemPenyusunan Laporan ManajemenAnalisa Keuangan PerusahaanFeasibility Study & Corporate Plan

2

Hutan lindung Dibebankan sebagai beban lain-lain KDPPLK, dan (c) pronouncement dari badan penyusun lain IAS 41 Agriculture paragraf 33 menyatakan

untuk menentukan cost, accumulated depreciation and accumulated impairment losses mengacu ke IAS 2 Inventories, IAS 16 Property, Plant and Equipment dan IAS 36 Impairment of Assets PSAK 16 paragraf 3 tidak mengecualikan

biological assets dalam ruang lingkupnya Hal ini berbeda dengan IAS 16 Property,

Plant and Equipment paragraf 3 yang mengecualikan biological assets dalam ruang lingkupnya Sehingga PSAK 16 bisa terapkan untuk

bilogical assets (dalam hal ini tanaman) PSAK 16 Aset Tetap PSAK 16 paragraf 11 tentang biaya

perolehan awal aset tetap PSAK 16 paragraf 15-28 tentang

pengukuran awal aset tetap yang mengatur biaya-biaya yang dikapitalisasi sebagai biaya perolehan aset tetap dan biaya yang tidak dapat dikapitalisasi

HTI Jika tidak tersedia pohon siap tebang, maka dikapitalisasi dan diamortisasi dengan garis lurus/unit produksi Jika tersedia pohon siap tebang, maka

dibebankan sebagai biaya produksi Paragraf 16(c) Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan

Non-HTI Dibebankan sebagai biaya produksi

HTI Jika tidak tersedia pohon siap tebang, maka dikapitalisasi dan diamortisasi dengan garis lurus/unit produksi Jika tersedia pohon siap tebang, maka

dibebankan sebagai biaya produksi Paragraf 16(d) Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan

Sarana pengendalian dan pengamanan

Dikapitalisasi dan disusutkan

Usaha pengendalian dan pengamanan

Dibebankan sebagai biaya produksi

Belum dilaksanakan Diakui sebagai biaya produksi (dilakukan estimasi)

Paragraf 16(e) Biaya pemungutan hasil hutan

Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 16(f) Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara

AMDAL, rencana pemantauan lingkungan (RPL), dan rencana kelolaan lingkungan (RKL)

Dikapitalisasi dan diamortisasi

Iuran hasil hutan, dana reboisasi, biaya pengukuran dan pengujian hasil hutan, dan PBB

Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 16(g) Biaya pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

46

Info

4

Paragraf 23 Biaya ditangguhkan Biaya ditangguhkan disajikan secara terpisah di neraca

PSAK 1 paragraf 23-24 tentang materialitas dan agregasi

Biaya ditangguhkan mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun

PSAK 1 paragraf 89-90 tentang pengakuan aset PSAK 1 paragraf 94-98 tentang pengakuan

beban Kewajiban dan Ekuitas Paragraf 24 Pembangunan HTI Penyertaan modal diakui sebagai ekuitas

Selain penyertaan modal diakui sebagai kewajiban

PSAK 21 Akuntansi Ekuitas PSAK 1 paragraf 91 tentang pengakuan

kewajiban

Paragraf 25-26 Kewajiban pengusahaan hutan

Taksiran biaya konservasi yang belum dilaksanakan diakui sebagai kewajiban lain-lain Penyesuaian atas taksiran diakui sebagai

biaya produksi

PSAK 57 paragraf 15-27 tentang kewajiban diestimasi

PSAK 35 AKUNTANSI PENDAPATAN JASA TELEKOMUNIKASI Paragraf 12 Pendapatan interkoneksi Pendapatan interkoneksi lokal, interlokal,

dan transit diakui sebesar bagian masing-masing penyelenggara seusai kontraktual

PSAK 23 paragraf 19-27 tentang pengakuan pendapatan dari penjualan jasa PSAK 1 paragraf 25-27 tentang saling hapus

EITF 99-19 Reporting Revenue Gross as a Principal versus Net as an Agent

Pendapatan interkoneksi internasional diakui sebesar bagian masing-masing penyelenggara sesuai konvensi internasional

Paragraf 13 Pendapatan telekomunikasi yang dilakukan sendiri

Pendapatan jasa pemasangan baru dan mutasi diakui pada saat terminal siap digunakan

PSAK 23 paragraf 19-27 tentang pengakuan pendapatan dari penjualan jasa

IAS 18 Revenue paragraf paragraf 20-28

Pendapatan jasa pemakaian fasilitas berbasis tarif dan satuan ukuran pemakaian diakui sebenar pemakaian sebenarnya Pendapatan jasa pemakaian sarana diakui sebenar pemakaian sebenarnya Pendapatan jasa telepon umum koin diakui pada saat koin diambil Pendapatan jasa telepon umum kartu

3

Studi diagnostik bina desa hutan

Dikapitalisasi dan diamortisasi

Pelaksanaan bina desa hutan

Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 16(h) Biaya pembangunan sarana dan prasarana

Jalan induk dan cabang Dikapitalisasi dan disusutkan

Jalan ranting Dibebankan sebagai biaya produksi

Paragraf 17 Beban usaha Tidak ada pengaturan secara khusus mengenai beban umum dan administrasi di PSAK Beban umum dan administrasi sudah

menjadi praktik umum di akuntansi Sebagai tambahan, dalam Peraturan

Bapepam No.Kep-06/PM/2000 tentang penyajian laporan keuangan diatur mengenai pengertian beban usaha yang terdiri dari beban penjualan dan beban umum dan administrasi

HTI Beban umum dan administrasi meliputi beban selain untuk penanaman, pemeliharaan, dan pembinaan hutan

Paragraf 18 Beban penghentian produksi PSAK 14 paragraf 10-20 tentang biaya persediaan

Normal dan rutin Dibebankan sebagai biaya produksi

Lainnya (tidak normal dan rutin)

Dibebankan sebagai pos luar biasa

Aset Paragraf 20 Persediaan Diakui ketika hasil hutan tempat

pengumpulan kayu (TPN) dan lokasi pengumpulan/penimbunan

PSAK 14 Persediaan PSAK 14 tidak mengecualikan persediaan

dari aktivitas agrikultur pada saat dipanen IAS 2 Inventories mengecualikan persediaan

yang berasal dari aktivitas agrikultur pada saat dipanen

IAS 41 Agriculture

Paragraf 21-22 HTI dalam pengembangan HTI dalam pengembangan disajikan secara terpisah di neraca

PSAK 1 paragraf 23-24 tentang materialitas dan agregasi

Biaya pinjaman selama satu daur dikapitalisasi

PSAK 26 Biaya Pinjaman

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

47

Info

4

Paragraf 23 Biaya ditangguhkan Biaya ditangguhkan disajikan secara terpisah di neraca

PSAK 1 paragraf 23-24 tentang materialitas dan agregasi

Biaya ditangguhkan mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun

PSAK 1 paragraf 89-90 tentang pengakuan aset PSAK 1 paragraf 94-98 tentang pengakuan

beban Kewajiban dan Ekuitas Paragraf 24 Pembangunan HTI Penyertaan modal diakui sebagai ekuitas

Selain penyertaan modal diakui sebagai kewajiban

PSAK 21 Akuntansi Ekuitas PSAK 1 paragraf 91 tentang pengakuan

kewajiban

Paragraf 25-26 Kewajiban pengusahaan hutan

Taksiran biaya konservasi yang belum dilaksanakan diakui sebagai kewajiban lain-lain Penyesuaian atas taksiran diakui sebagai

biaya produksi

PSAK 57 paragraf 15-27 tentang kewajiban diestimasi

PSAK 35 AKUNTANSI PENDAPATAN JASA TELEKOMUNIKASI Paragraf 12 Pendapatan interkoneksi Pendapatan interkoneksi lokal, interlokal,

dan transit diakui sebesar bagian masing-masing penyelenggara seusai kontraktual

PSAK 23 paragraf 19-27 tentang pengakuan pendapatan dari penjualan jasa PSAK 1 paragraf 25-27 tentang saling hapus

EITF 99-19 Reporting Revenue Gross as a Principal versus Net as an Agent

Pendapatan interkoneksi internasional diakui sebesar bagian masing-masing penyelenggara sesuai konvensi internasional

Paragraf 13 Pendapatan telekomunikasi yang dilakukan sendiri

Pendapatan jasa pemasangan baru dan mutasi diakui pada saat terminal siap digunakan

PSAK 23 paragraf 19-27 tentang pengakuan pendapatan dari penjualan jasa

IAS 18 Revenue paragraf paragraf 20-28

Pendapatan jasa pemakaian fasilitas berbasis tarif dan satuan ukuran pemakaian diakui sebenar pemakaian sebenarnya Pendapatan jasa pemakaian sarana diakui sebenar pemakaian sebenarnya Pendapatan jasa telepon umum koin diakui pada saat koin diambil Pendapatan jasa telepon umum kartu

5

diakui pada saat kartu diserahkan (kecuali ada metode estimasi lebih andal)

Paragraf 14 Pendapatan telekomunikasi dari kerjasama

Pendapatan diakui sebesar bagian masing-masing sesuai kontraktual.

PSAK 39 Kerja Sama Operasi PSAK 12 Pelaporan Keuangan mengenai

Bagian Partisipasi dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset

IAS 31 Interest in Joint Venture

Aset tetap kerja sama diakui pada saat ada kepastian aset akan diperoleh, tidak ada tuntutan dari pihak lain, dan perjanjian tidak dapat dibatalkan. Dan mengakui pendapatan yang ditangguhkan. Aset tetap kerja sama disusutkan,

pendapatan yang ditangguhkan diamortisasi.

PSAK 37 AKUNTANSI PENYELENGGARAAN JALAN TOL Paragraf 09 Tanpa kerja sama Jalan tol diakui oleh penyelenggara PSAK 39 Akuntansi Kerja Sama Operasi

PSAK 23 Pendapatan PSAK 55 (2006) Instrumen Keuangan:

Pengakuan dan Pengukuran

IFRIC 12 Service Concession Arrangement IAS 18 Revenue IAS 38 Intangible Assets IAS 39 Financial Instruments: Recognition and

Measurement

Paragraf 26 Jalan tol disusutkan selama umur ekonomi Paragraf 21 Pengeluaran setelah pengakuan awal yang

menambah umur ekonomi atau kapasitas dikapitalisasi ke jalan tol

Paragraf 22 Pengeluaran setelah perolehan untuk pelapisan ulang dan masa manfaat lebih dari 1 tahun dikapitalisasi sebagai beban tangguhan

Paragraf 24 Pengeluaran untuk fasilitas umum/aset tetap yang tidak dikendalikan diakui sebagai beban tangguhan

Paragraf 27 Beban tangguhan diamortisasi selama umur ekonomi atau masa konsesi (mana yang lebih pendek)

Paragraf 09 Kerja sama dengan investor dengan kuasa penyelenggaraan

Jalan tol diakui oleh investor dengan kuasa penyelenggaraan

Paragraf 26 Jalan tol disusutkan selama umur ekonomi atau masa konsesi (mana yang lebih pendek)

Paragraf 21 Sama dengan “tanpa kerja sama”

6

Paragraf 22 Idem Paragraf 24 Idem Paragraf 27 Idem Paragraf 19 Pada akhir konsesi, jalan tol diserahkan ke

penyelenggara dan penghasilan ditangguhkan sebesar nilai wajar

Paragraf 11, 14 & 17

Kerja sama dengan investor tanpa kuasa penyelenggaraan

Jalan tol diakui oleh penyelenggara sebesar nilai kontrak (jika tidak tersedia, menggunakan nilai wajar) Investor mengakui hak bagi pendapatan atau bagi hasil tol sebesar biaya perolehan Selisih antara pembayaran dan angsuran kewajiban diakui sebagai beban/penghasilan

Disajikan oleh Yakub, Divisi Teknis Ikatan Akuntan Indonesia

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

48

Untuk mengembangkan keilmuan dan kompetensi di bidang akuntansi syariah, untuk kali

pertama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), medio Juni lalu, menggelar ujian sertifikasi akuntansi syariah (USAS) serentak di tiga wilayah, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.

USAS dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau kompetensi peserta terhadap pemahaman ilmu akuntansi syariah. USAS juga dirancang sebagai strategi pengembangan keilmuan dan keahlian akuntansi syariah. Ini dimakduskan sebagai penyesuain terhadap perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Seperti diketahui, dewasa ini pertumbuhan lembaga syariah terus menunjukkan peningkatan yang pesat dan menjanjikan prospek yang cerah di

masa datang. Hal itu dapat dibuktikan bahwa saat ini perbankan syariah dan produk-produknya telah beredar luas di masyarakat. Asuransi syariah serta reksa dana syariah juga sudah mulai bermunculan, ditambah dengan munculnya indeks syariah.

Sebagai satu-satunya organisasi profesi yang memiliki mandat dan kewenangan menetapkan standar akuntansi syariah, IAI merasa sangat berkewajiban dalam mengantisipasi tuntutan perkembangan dunia usaha berbasis syariah dengan mencetak tenaga-tenaga profesional yang andal di bidang akuntansi syariah.

Dengan menggelar USAS, IAI akan memiliki alat ukur untuk menentukan standar kualitas bagi lembaga atau institusi yang ingin mendapatkan sumber daya manusia

(SDM), serta dijadikan persyaratan untuk memasuki bidang profesi tertentu yang bergerak di bidang akuntansi syariah. Adapun materi yang diujikan dalam USAS mulai dari dari tingkat elementary, intermediate, dan advance. Peserta yang lulus USAS ini akan memperoleh gelar “SAS” (Sertifikasi Akuntansi Syariah). USAS dapat diikuti oleh mereka yang memiliki gelar Strata 1 (sarjana)/Diploma IV (D-IV) untuk jurusan apa pun tanpa kecuali.

Untuk USAS yang pertama ini, jumlah peserta tingkat elementary sebanyak 66 orang, intermediate 26 orang yang memiliki latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam, yaitu berasal dari kalangan perbankan, asuransi, akademisi, akuntan publik, serta praktisi lembaga keuangan syariah lainnya.—

Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah

Info IAI

Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan telah diterbitkan.

ED PSAK 1 merupakan adopsi IAS 1 Presentation Financial Statement, proses adopsi ini merupaka salah satu program konvergensi IFRS yang sedang dilakukan oleh Dewan Standar Akuntansi keuangan (DSAK IAI).

ED PSAK 1 ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general

purpose financial statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, strukturlaporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Ada beberapa perbedaan antara PSAK 1 (Revisi 2009) dan ED PSAK 1 (Revisi 2009). Kami mengharap tanggapan dan

masukkan publik terkait penerbitan ED PSAK 1 paling lambat tanggal 30 September 2009.

Untuk mendapatkan file tersebut silakan anda mendownload pada file dibawah ini atau silakan mengunjungi link http://iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/exposure.php?id=13 .

ED PSAK 1 (Revisi 2009) Penyajian Laporan Keuangan

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

49

Opini

Setelah diguncang krisis finansial, perbankan AS harus menjalami stress test. Stress test merupakan

uji ketahanan bagi lembaga-lembaga keuangan di AS dalam menghadapi guncangan ekonomi atau krisis finansial seperti saat ini. degan stress test, akan diketahui seberapa kuat ketahanan atau seberapa besar potensi kerugian ketika dihadapkan pada krisis serupa. Setelah dilakukan stress test, akan diketahui pula langkah-langkah apa atau kebijakan apa yang harus diambil untuk memperkokoh ketahanan lembaga-lembaga perbankan tersebut.

Sebab, ada memang perbankan AS yang tak kuat menahan gejolak finansial tersebut. Terbukti, sejak krisis meledak pertengahan lalu, sedikitnya sudah ada 40 bank di negeri Paman Sam tersebut yang ditutup dan harus menghentikan operasionalnya. Itu artinya, terbukti ke-40 bank tersebut memiliki tingkat kerentanan yang besar terhadap gejolak sistem keuangan atau krisis finansial. Untuk mengukur sejauh mana ketahanan perbankan AS menghadapi krisis itulah stress test dilakukan.

Stress test perbankan AS dilakukan oleh bank sentral AS, the Federal Reserve (the Fed). Bulan lalu,

the Fed merilis hasil stress test tersebut. Menurut pimpinan the Fed Ben S Bernanke, sedikitnya sepuluh bank besar AS harus menaikkan modalnya dengan total nilai mencapai 7,4 miliar .

Dari stress test tersebut juga diketahui bahwa ternyata kerugian bank-bank di AS yang diderita akibat memburuknya kondisi perekonomian lebih buruk dari yang diprediksi para analis. Bahkan, dalam dua tahun ke depan, total potensi kerugian perbankan AS bisa mencapai 599,2 miliar dolar AS. Dari nilai tersebut, risiko kerugian akibat kredit perumahan merupakan yang terbesar, yaitu 185,5 miliar dolar AS. Berikutnya kerugian akibat trading account dengan potensi kerugian mencapai 99,3 miliar dolar AS. Tapi, apa pun hasilnya, menurut Bernanke, hasil tes tersebut bisa memberikan informasi yang cukup bagi investor dan masyarakat.

Harap dicatat: itu baru stress test terhadap 19 perbankan terbesar AS. Sementara, beberapa bank lainnya memiliki waktu hingga enam bulan untuk menambah modalnya atau terpaksa menerima bailout tambahan dari pemerintah jika tidak bisa mengubah manajemennya.

Dari ke-19 bank yang diikutkan

dalam stress test tersebut, diketahui hampir seluruhnya memiliki modal inti (Tier 1 Capital) untuk menyerap potensi kerugian di bawah skenario terburuk. Artinya, bank-bank tersebut harus memperbaiki struktur permodalan jika tidak disapu badai yang sewaktu-waktu bisa datang kembali.

Menurut hasil stress test tersebut, bank yang membutuhkan suntikan modal terbesar adalah Bank of America Corp, sebesar 33,9 miliar dolar AS. Berikutnya Wells Fargo & Co yang harus menambah modal sebesar 13,7 miliar dolar AS dan Citigroup Inc sebanyak 5,5 miliar dolar AS. Di bawah Citigroup ada Fifth Third Bancorp yang membutuhkan tambahan modal 1,1 miliar dolar AS, KeyCorp 1,8 miliar dolar AS, PNC Financial Services Group Inc 600 juta dolar AS, Regions Financial Corp 2,5 miliar dolar AS, Sun Trust Bank Inc 2,2 miliar dolar AS, GMAC LLC 11,5 miliar dolar AS, dan Morgan Stanley 1,8 miliar dolar AS.

Namun, ada juga lembaga bank yang berdasarkan hasil tes tersebut tidak membutuhkan tambahan modal. Mereka adalah Goldman Sachs Group Inc, JPMorgan Chase & Co, Bank of New York Mellon Corp, MetLife Inc, American Express, State Street Corp, BB&T Corp, US Bancorp, dan Capital One Financial Corp.

Hasil stress test ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi perbankan AS sehingga tahan terhadap hantaman krisis. Menteri Keuangan AS optimis stress test ini mampu menyehatkan

Reformasi Setelah Stress Test

Setelah melakukan stress test terhadap lembaga perbankan, pemerintah Amerika Serikat kini melakukan reformasi keuangan. Sebuah jalan panjang mengatasi krisis keuangan.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

50

Opini

perbankan. “Harapan kami dengan strategi ini bank-bank akan bisa berbisnis seperti dulu lagi. Para pemimpin bank harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa memperoleh kembali kepercayaan konsumen. Itulah sebabnya, kami berharap agar bank berusaha keras untuk kembali memberikan pinjaman kepada pengusaha dan konsumen. Semua itu sangat diperlukan untuk memulihkan perekonomian”, katanya.

Pemerintahan AS di bawah Presiden Barrack Obama memang menekankan pentingnya pemulihan kembali sektor perbankan untuk keluar dari krisis. Nah, setelah membenahi perbankan melalui stress test, kini sistem keuangan AS yang mulai direformasi. Untuk mencegah terulangnya krisis, Obama akan membentuk Dewan Pengawas Sistem Keuangan.

Dalam reformasi sistem keuangan ini, pemerintah AS akan membentuk satu regulator yang bertugas mencegah terjadinya kekacauan finansial terulang lagi. Dalam

hal, bank-bank besar yang punya andil menentukan baik buruknya sistem keuangan AS, juga akan diawasi secara khusus.

“Apa yang kami lakuka berdasarkan proposal kami adalah, untuk institusi tingkat satu dan institusi yang besar, jika mereka gagal dan mengharuskan kami untuk menopang mereka, mereka akan berada di bawah satu badan hokum,” kata Obama. Sebaliknya, bank-bank kecil akan tetap berada di bawah pengawasan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) seperti selama ini. Dalam proposal ini, akan dibentuk sebuah dewan dipimpin departemen keuangan untuk melakukan pengawasan sistem keuangan.

Dengan adanya regulator atau dewan pengawas tersebut, seluruh sistem keuangan ada berada dalam satu pengawasan. “Ketika Anda mulai melihat jenis risiko, nanti kami dapat menangkapnya sebelum krisis terjadi,” kata Obama. Selanjutnya, fungsi bank sentral adalah sebagai konsolidasian

supervisor dari semua bank-bank besar dan lembaga keuangan lain.

Dalam proposal reformasi sistem keuangan yang disiapkan Obama, regulator bank federal dan pengawas asosiasi industri tabungan dan anak perusahaan (Office of Thrift Supervision), akan dihapuskan. Kemudian, regulator akan membentuk sistem pengawasan yang kuat dan membuat peraturan perusahaan keuangan yang baru. Dalam paket reformasi ini, pemerintah AS juga akan membentuk Dewan Perlindungan Konsumen (CFPA). Tujuannga, agar warga AS terlindungi dari praktik ganas perusahaan kartu kredit, perbankan, dan pasar hipotek.

Artinya jelas, reformasi keuangan tersebut, selain untuk mencegah terulangnya krisis finansial, juga demi melindungi warga negara dari praktik kotor yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan maupun bank.—

DRS. THOMAS, LESMANA, HENKY & REKANKANTOR AKUNTAN PUBLIK

(REGISTERED PUBLIC ACCOUNTATS)

Kantor Pusat :Jl. Sisingamangaraja No. 65, Kebayoran Baru

Jakarta 12120 – INDONESIAPhone: (62-21) 721 0456 / 57

Fax: (62-21) 723 1080Email: [email protected]

Website: www.kap-tlh.com

Kantor Cabang :Jl. Wahyu I No. 18 Gandaria Selatan

Cilandak, Jakarta Selatan 12420 - IndonesiaPhone: (62-21) 750 8818

Fax: (62-21) 750 881Email: [email protected]

AuditTax Consulting

Management ConsultingBusiness Advisory Service

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

51

Opini

Perbankan nasional mulai terkena imbas krisis finansial. Tingkat keuntungan mulai merosot.

Dan, banyak bank menahan laba untuk memperkuat struktur permodalan.

Tak cuma di Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, kalangan perbankan juga melakukan uji ketahanan terhadap krisis alias stress test. Selain dilakukan Bank Indonesia (BI), banyak bank melakukan sendiri stress test. Mereka ingin mengukur tingkat sensitivitas terhadap rasio kecukupan modal atau capital adequasi ratio (CAR). Masing-masing bank menguji skenario terburuk. Mereka menetapkan skenario terburuk dan terbaik bagi tiap indikator makro yang sangat mempengaruhi kesehatan perbankan.

Dalam konteks Indonesia, indicator terpenting stress test adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga Surat Utang Negara (SUN), dan tingkat BI Rate. Bank Mega, misalnya, menjadi salah satu bank yang rutin melakukan stress test. “Setiap enam bulan kami lakukan stress test apabila Bank Mega melakukan perubahan portofolio aset. Yang kami uji tak cuma CAR, tetapi juga NPL dan indikator penting lainnya. Hasilnya cukup baik,” kata Presiden Direktur Bank Mega Yungki Setiawan. Hal yang sama juga dilakukan manajemen Bank Mayapada Internasional. “Berdasarkan stress test belum lama ini, kinerja Bank Mayapada masih baik meski dalam kondisi asumsi makro yang terburuk. Kesimpulan ini sama dengan stress test yang dilakukan BI kepada kami,” ujar Direktur Utama Bank Mayapada Internasional Hendra Mulyono.

Berdasarkan stress test yang dilakukan BI belum lama ini, secara umum perbankan nasional memang relatif stabil.

Berbagai indikator mendukung kondisi tersebut, antara lain modal perbankan secara nasional dan rasio kecukupan modal menunjukkan tren yang meningkat. Rasio kecukupan modal (CAR) masih cukup tinggi, yakni 17,4 persen. Likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar uang antarbank, makin membaik seiring dengan pengurangan segmentasi dan meningkatnya dana pihak ketiga. Namun, tak bisa dimungkiri banyak bank mulai dihantui penurunan laba.

Hasil kajian dan riset InfoBank, misalnya, menunjukkan tren tersebut. Dalam kajian tahunan Biro Riset Majalah InfoBank yang tertuang dalam “Rating 120 versi InfoBank 2009”, diroyeksikan bank-bank masih akan dihantui oleh penurunan laba. Selain itu, bank-bank yang kinerjanya sangat buruk akan bertambah jika aspek nonperforming loan (NPL) tidak dibenahi. Rapor perbankan pada kuartal pertama tahun 2009 telah menunjukan penurunan aktivitas perbankan. Karena, selain menghadapi penurunan permintaan kredit, perbankan kini dihadapkan pada kenyataan menurunnya daya beli dan penurunan aktivitas ekonomi. Menurut Kepala Biro Riset Perbankan Eko B Supriyanto, salah satu yang terberat adalah menghadapi bencana kredit bermasalah yang diperkirakan akan membesar. “Kinerja keuangan perbankan tahun 2009 akan diwarnai restrukturisasi kredit macet, apalagi jika BI tidak berani melakukan pelonggaran kebijakan,” jelasnya. Hasil kajian itu juga menunjukkan laba yang dicetak industri perbankan tahun 2008 mencapai Rp 37,24

triliun atau hanya meningkat 13,06 persen dari tahun 2007 yang sebesar Rp 32,94 triliun. Sedangkan, untuk pertumbuhan kredit terjadi pertumbuhan yang signifikan mencapai 30,05 persen meski dana pihak ketiga (DPK) hanya naik 16,82 persen.

Karena mulai dihantui penurunan laba, kalangan bank mulai menahan laba untuk memperbaiki permodalan mereka. Ini untuk berjaga-jaga terhadap badai krisis jika sewaktu-waktu terulang. Sebagai contoh, Bank BNI hanya menyetor 10 persen laba bersih 2008, atau setara Rp122 miliar. Manajemen BNI beralasan, penguatan modal menjadi pilihan utama di tengah masa krisis seperti saat ini. “Mengurangi dividen adalah salah satu cara mengantisipasi situasi global. Makanya, kami turunkan setoran dividen,” kata Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo. Pada 2008, BNI mencatat laba bersih Rp1,2 triliun. Namun, laba sebesar Rp803,52 miliar dijadikan laba ditahan untuk penambahan modal agar rasio CAR naik menjadi 14,1 persen dari sebelumnya 11,3 persen.

Hal yang sama juga dilakukan Bank Tabungan Pensiunan Nasional BTPN. Bahkan, Bank ini akan menahan laba bersih hingga 2010. Sebab, BTPN perlu tambahan modal untuk memperbesar penyaluran kredit. Pada 2008, BTPN meraup laba bersih Rp378,88 miliar dengan rasio CAR per akhir Maret 2009 sebesar 26 persen.

Sementara itu, Bank Danamon akan menahan separo dari laba usaha tahun 2008. Jadi, dividen yang dibagikan hanya Rp765 miliar atau 50 persen dari total laba usaha. Keputusan ini bertujuan

Bagaimana Nasib Perbankan Indonesia?

DRS. THOMAS, LESMANA, HENKY & REKANKANTOR AKUNTAN PUBLIK

(REGISTERED PUBLIC ACCOUNTATS)

Kantor Pusat :Jl. Sisingamangaraja No. 65, Kebayoran Baru

Jakarta 12120 – INDONESIAPhone: (62-21) 721 0456 / 57

Fax: (62-21) 723 1080Email: [email protected]

Website: www.kap-tlh.com

Kantor Cabang :Jl. Wahyu I No. 18 Gandaria Selatan

Cilandak, Jakarta Selatan 12420 - IndonesiaPhone: (62-21) 750 8818

Fax: (62-21) 750 881Email: [email protected]

AuditTax Consulting

Management ConsultingBusiness Advisory Service

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

52

Opini

untuk mengantisipasi kenaikan permintaan kredit di akhir tahun 2009. Jika nilai modal bertambah, tentu Bank Danamon tak akan kesulitan memenuhi tambahan permintaan kredit.

Sesuai hasil stress test, BI memang mulai memperketat pengawasan terhadap bank-bank yang bermodal pas-pasan. Bank yang bermodal tipis diminta menambah modal. Tujuannya agar tidak rentan krisis. “Pengawasan lebih intensif akan kami lakukan dalam waktu satu tahun menjelang pemberlakuan peraturan modal minimum Rp100 miliar akhir 2010 nanti,” kata Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah. Ditamabahkan, pada akhir 2009 ini, satu tahun menjelang pemberlakuan nilai modal minimum sebesar Rp100 miliar, BI akan meminta bank untuk menyusun action plan yang lebih konkret dan bukan sekadar janji-janji. “Termasuk juga jadwal pencapaian modal secara terinci,” tambahnya.

Berdasarkan data terakhir BI, kinerja bank yang bermodal pas-pasan masih relatif solid. Kebanyakan bank itu memiliki rasio CAR yang jauh melampaui ketentuan minimal yang diwajibkan BI yaitu 8 persen.

Namun, yang jadi sorotan BI saat ini sebenarnya bukan mengenai rasio CAR, melainkan mengenai nilai nominal modal yang memang sangat pas-pasan. Beberapa bank bahkan modalnya sempat turun di bawah Rp 80 miliar, meski kemudian meningkat lagi. Kecilnya modal membuat peran bank-bank ini juga kecil dalam menyalurkan kredit dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, bank dengan modal cekak akan rentang terhadap guncangan krisis. “Jika memang tak sanggup menyuntikkan dana segar, pemilik bank berkesempatan mengubah banknya menjadi bank terbatas seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR),” ujar Halim.

Sementara itu, kajian Biro Riset InfoBank membagi bank dalam tiga kelompok berdasarkan besarnya modal sesuai dengan ketentuan Arsitektur

Perbankan Indonesia (API), yaitu bank bermodal di atas Rp 10-50 triliun, bank bermodal Rp100 miliar-Rp10 triliun, dan bank bermodal di bawah Rp100 miliar.

Kriteria InfoBank ini berdasarkan pada rasio kecukupan modal (CAR), NPL, dan perkembangan pertumbuhan. Berikut rating 10 Bank berdasarkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) per Desember 2008 versi InfoBank.Untuk kategori Bank Nasional (Modal di atas Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun)

1. BRI (aset: Rp246 triliun/modal: Rp19 triliun) nilai total 94,01 / predikat ` sangat bagus2. The Bank Of Tokyo-Mitsubishi UFJ (aset: Rp29 triliun/modal: Rp12 triliun) nilai total 89,95 / predikat sangat bagus.3. BCA (aset: Rp245 triliun/modal: Rp20 triliun) total 89,62 / predikat sangat bagus4. Mandiri (aset: Rp358 triliun/modal: Rp27 triliun) total 86,63 / predikat sangat bagus5. CIMB Niaga (aset: Rp103 triliun/ modal: Rp12 triliun) nilai total 84,78 / predikat sangat bagus6. BNI (aset: Rp201 triliun/modal: Rp17 triliun) nilai total 82,79 / predikat sangat bagus Kategori Bank dengan Kegiatan Usaha Terfokus Pada Segmen Usaha Tertentu (Modal Rp 1 triliun sampai dengan Rp 10 triliun)

1. BTPN (aset: Rp13 triliun/modal: Rp1 triliun) nilai total 99,13 / predikat sangat bagus2. Chinatrust Indonesia (aset: Rp4triliun/Modal: Rp1 triliun) nilai total 96,79 / predikat sangat bagus3. ANZ Panin (aset: Rp10 triliun/ modal: Rp1 triliun ) nilai total 96,74/ predikat sangat bagus

4. Bank Jateng (aset: Rp13 triliun/ modal: Rp1 triliun) nilai total 96,29/ predikat sangat bagus5. UOB Indonesia (aset: Rp12 triliun/ modal: Rp1 triliun ) nilai total 95,51 / predikat sangat bagus6. Bank Mestika (aset: Rp4 triliun/ modal: Rp1 triliun) nilai total 94,87/ predikat sangat bagus7. Bank Jabar Banten (aset: Rp26 triliun/modal: Rp2 triliun) nilai total 94,53 / predikat sangat bagus8. Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (aset: Rp11 triliun/modal: Rp2 triliun) total 93,91 /predikat sangat bagus9. Bank Mizuho Indonesia (aset: Rp16 triliun/modal: Rp2 triliun) total 93,67 / predikat sangat bagus10.Bank Danamon (aset: Rp107 triliun/modal: Rp9 triliun) nilai total 93,15 / predikat sangat bagus (Modal Rp 100 miliar sampai dengan dibawah Rp 1 triliun)1. Bank Bengkulu2. Bank Sinar Harapan Bali3. Bank Woori Indonesia4. Bank BPD Bali5. Bank Sulsel6. Bank NTT7. Bank Jambi8. Bank Sumut9. Bank Sulut10.Bank Kesejahteraan Ekonomi Bank dengan kegiatan usaha terbatas (Modal dibawah 100 miliar)1. Bank Purba Danarta2. Bank Fama International3. Bank Ina Perdana4. Amin Bank5. Bank NationalNobu6. Bank CMB7. Bank Liman International8. Prima Bank9. Bank Artos Indonesia10.Bank Mitra Niaga

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

53

Opini

Pendahuluan

Untuk memperbaiki kondisi di lapangan bahwa orang-orang yang ditempatkan dibagian litbang di berbagai instansi atau perusahaan justru benar-benar merasa “litbang” alias ‘Sulit Berkembang” bukannya Penelitian dan Pengembangan, pemerintah telah menerbitkan pengaturan khusus mengenai litbang. Ketentuan tentang litbang adalah biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan dan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah akan memperoleh fasilitas perpajakan. Pembebanan biaya litbang ini, diantara para akuntan masih terdapat perbedaan penafsiran. Sebagian akuntan menganggap bahwa biaya ini harus dibebankan dalam tahun dilakukannya pengeluaran dengan alasan tidak ada

ukuran yang pasti mengenai manfaat di masa yang akan datang. Sebagian lagi berpendapat bahwa manfaat biaya justru terjadi di masa yang akan datang, sehingga harus dikapitalisasi dan tidak dibebankan sekaligus. Bagaimanakah perlakuan biaya ini dalam Akuntasi Indonesia dan Aspek Perpajakannya?

Dasar Perlakuan Akuntansi

Perlakuan Biaya litbang di Indonesia semula diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan yang disahkan Pengurus Pusat IAI tanggal 7 September 1994 dan berlaku efektif mulai 1 Januari 1994. Pada tahun 2000, IAI melakukan revisi dan memasukan materi akuntansi untuk Biaya Litbang ke dalam PSAK Nomor 19 tentang Aktiva Tidak Berwujud, efektif berlaku mulai 1 Januari 2001. Definisi Kegiatan Riset dan Pengembangan menurut paragraf 8 PSAK 19 : Riset adalah penelitian yang orisinal dan terencana yang dilaksanakan

dengan harapan memperoleh pembaharuan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru. Atau di dalam Interpretation and Application of International Financial Reporting Standards [IFRS] disebutkan ”Research : The original and planned investigation undertaken with the prospect of gaining new scientific or technical knowledge and understanding. This should be distinguished from development” (Epstein, 2006)Simpulan : suatu kegiatan permulaan untuk melakukan penelitian terhadap sesuatu yang bisa menghasilkan yang baru. Contoh-contoh kegiatan riset seperti yang tercantum pada paragraf 38 PSAK 19:

Kegiatan yang bertujuan untuk 1. menemukan pengetahuan baru;Pencarian, evaluasi, dan seleksi 2. penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya;Pencarian alternatif bahan baku, 3. peralatan, produk, proses, sistem atau jasa;Perumusan, desain, evaluasi, 4. dan seleksi berbagai alternatif kemungkinan bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa.

Pengembangan adalah penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem atau jasa yang sifatnya baru atau mengalami perbaikan yang substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau

Kegiatan Penelitian & Pengembangan dalam Akuntansi dan Pajak

Oleh: Purno Murtopo dan Rene Johannes

Researh and Developmet (Penelitian dan Pengembangan) yang selanjutnya disebut dengan litbang merupakan kunci kemajuan pada masa yang akan datang. Perkembangan

teknologi di berbagai bidang pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan saat ini.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

54

Opini

pemakaian. Atau pada IFRS disebutkan ”Development : The application of research findings or other knowledge to a plan or design for the production of new or substantially improved materials, devices, products, processes, systems, or services prior to commencement of commercial production or use. This should be distuinguished from research”.Simpulan : suatu fase tindak lanjut dari kegiatan riset. Contoh-contoh kegiatan pengembangan seperti yang tercantum pada paragraf 41 PSAK 19 :

Desain, konstruksi dan pengujian 1. prototipe dan model sebelum produksi;Desain peralatan, cetakan dan 2. pewarnaan yang melibatkan teknologi baru;Desain, konstruksi dan operasi pabrik 3. percontohan yang skalanya tidak ekonomis untuk produksi komersial;Desain, konstruksi dan pengujian 4. alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa yang baru atau yang diperbaiki.

Komponen Biaya Penelitian dan Pengembangan

Biaya penelitian dan pengembangan adalah biaya yang berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan, biaya ini harus mencakup semua biaya yang secara langsung dapat diatribusikan ke dalam kegiatan riset dan pengembangan atau yang dapat dialokasikan menurut dasar yang wajar pada kegiatan tersebut. Secara umum, biaya litbang meliputi :

Upah, gaji dan biaya pegawai lainnya 1. yang terlibat dalam kegiatan riset dan pengembangan,

Biaya bahan dan jasa yang 2. dikonsumsi dalam kegiatan riset dan pengembangan,Penyusutan properti, pabrik dan 3. peralatan yang digunakan untuk kegiatan riset dan pengembangan. Biaya-biaya ini dialokasikan dengan menggunakan dasar yang sama dengan yang digunakan pada persediaan,Biaya-biaya lain, seperti amortisasi 4. paten dan lisensi apabila aktiva-aktiva tersebut digunakan dalam kegiatan riset dan pengembangan.

Perlakuan Akuntansi Menurut PsAK

Prinsip Akuntansi secara umum bahwa biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun akan dikapitalisasikan. Biaya riset memiliki sifat tidak adanya kepastian bahwa manfaat ekonomi di masa depan akan direalisasi, maka tidak dapat diakui adanya aktiva tidak berwujud dan biaya riset diakui sebagai beban dalam periode dilakukannya kegiatan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam paragraf 36 PSAK 19 adalah : Perusahaan tidak boleh mengakui aktiva tidak berwujud yang timbul dari riset (atau dari tahap riset pada suatu proyek intern). Pengeluaran untuk riset (atau dari tahap riset pada suatu proyek intern) diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Biaya pengembangan merupakan fase tindak lanjut dari kegiatan riset maka pengeluaran biaya pengembangan harus dikapitasisasikan dengan mengakui adanya aktiva tidak berwujud. Paragraf 39 PSAK 19 memberikan persyaratan yang sangat ketat, setidaknya terdapat enam syarat yang harus dipenuhi secara kumulatif, dalam melakukan kapitalisasi biaya pengembangan dan menegaskan bahwa suatu aktiva tidak berwujud yang timbul dari pengembangan

(atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek intern) diakui jika atau hanya jika, perusahaan dapat menunjukan semua hal sebagai berikut :

Kelayakan teknis penyelesaian aktiva a. tidak berwujud tersebut sehingga aktiva tersebut dapat digunakan atau dijual. Niat untuk menyelesaikan aktiva b. tidak berwujud tersebut dan menggunakannya atau menjualnya.Kemampuan untuk menggunakan c. atau menjual aktiva tidak berwujud tersebut.Cara aktiva tidak berwujud d. menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomi masa depan, yaitu antara lain perusahaan harus mampu menunjukan adanya pasar bagi keluaran aktiva tidak berwujud atau pasar atas aktiva tidak berwujud atau pasar atas aktiva tidak berwujud itu sendiri, atau jika aktiva tidak berwujud itu akan digunakan secara intern, perusahaan harus mampu menunjukan kegunaan aktiva tidak berwujud tersebut.Tersedianya sumber daya teknis, e. keuangan dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aktiva tidak berwujud dan menggunakan atau menjual aktiva tersebut.Kemampuan untuk mengukur secara f. handal pengeluaran yang terkait dengan aktiva tidak berwujud selama pengembangan.

Paragraf 42 PSAK 19 menegaskan bahwa untuk menunjukkan cara aktiva tidak berwujud menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomis masa depan, perusahaan melakukan penilaian terhadap manfaat ekonomis masa depan yang akan diterima dari aktiva tersebut berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam PSAK 48: Penurunan Nilai Aktiva. Jika aktiva tersebut hanya akan menghasilkan manfaat

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

55

Opini

ekonomis ketika digunakan bersama dengan aktiva lainnya, maka perusahaan menerapkan konsep unit penghasil kas sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 48.

Perlakuan Perpajakan

Seiring dengan perubahan undang-undang yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), ketentuan mengenai litbang dalam UU PPh mengalami beberapa kali perubahan. Hingga saat ini, ketentuan UU PPh telah diamandemenkan sebanyak empat kali. Berikut ini uraian aspek perpajakan atas litbang :

Biaya Litbang dalam UU PPh 1. Tahun 1983 dan Tahun 1991Sejak berlakunya UU Nomor 7 tahun 1983 sampai dengan terbitnya perubahan pertama yaitu UU Nomor 7 Tahun 1991, ketentuan mengenai biaya litbang tidak dinyatakan secara khusus. Namun, bunyi Pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun tidak diperbolehkan dikurangkan sekaligus, melainkan dibebankan melalui amortisasi.Pada tanggal 14 Juli 1990 pemerintah menerbitkan peraturan dengan tujuan membantu perusahaan meningkatkan daya saing usahanya di Indonesia maupun di pasar internasional serta mengembangkan dunia usaha melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 769/KMK.04/1990 tanggal 14 Juli 1990 tentang Perlakuan Perpajakan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang dilakukan oleh perusahaan. Penerbitan KMK ini diikuti dengan terbitnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 22/PJ.31/1990 tanggal 17 Juli 1990.

Biaya penelitian dan pengembangan adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan untuk pengembangan produksi (product development), serta biaya untuk meningkatkan efisiensi perusahaan termasuk teknologi untuk pengembangan proses (process technology).Pada dasarnya semua biaya litbang yang nyata-nyata dikeluarkan oleh perusahaan yang didukung bukti-bukti pembukuan, yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha pada saat ini dan pada masa mendatang, dapat dikategorikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dan oleh karena itu dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) undang-undang Pajak Penghasilan 1984.Berdasarkan dua peraturan tersebut di atas, biaya litbang digolongkan ke dalam tiga kategori dengan masing-masing aspek perpajakannya yaitu :

Biaya yang dikeluarkan 1. dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus d i s u s u t k a n / d i a m o r t i s a s i , pembebanan biaya tersebut harus dilakukan dengan disusutkan/diamortisasi.Contoh : Gedung untuk penelitian dan pengembangan, perlengkapan dan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk penelitian dan pengembangannya, dan sebagainya. Pembebanan biaya tersebut harus dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai dengan ketentuan amortisasi dan penyusutan fiskal.

Biaya yang dikeluarkan 2. dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hariContoh : biaya pegawai yang dikeluarkan dalam rangka litbang, pembelian bahan-bahan penelitian dan sebagainya.Biaya di luar biaya sebagaimana 3. dimaksud butir 1 dan butir 2 antara lain biaya konsultan, perlakuan perpajakannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum

Sesuai dengan prisnip akuntansi yang berlaku umum, apabila perusahaan menganggap biaya yang dikeluarkan tersebut cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan harga pokok barang yang dihasilkan sehingga melemahkan daya saing, maka pembebanan biaya ini oleh perusahaan akan dilakukan amortisasi.Oleh karena itu, perlakuan perpajakan untuk hal ini pun akan mengikuti bagaimana treatment akuntansinya atau perlakuan pajak atas pembebanan biaya tersebut dilakukan dengan cara amortisasi.Perlakuan dalam akuntansi komersial yang mengharuskan mengkapitalisasikan pengeluaran-pengeluaran berupa biaya pengembangan yang bersifat rutin seperti biaya listrik, telepon, gaji dan sebagainya, ketentuan perpajakan justru mengatakan biaya-biaya litbang tersebut tidak boleh dikapitalisasi mealainkan dibebankan sekaligus dalam tahun berjalan. Di samping itu, biaya penyusutan atas aktiva yang digunakan dalam rangka litbang menurut akuntansi komersial biaya

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

56

Opini

tersebut dialokasikan dulu ke dalam bagian biaya pengembangan akan dikapitalisasikan dan dibebankan dengan cara amortisasi sedangkan menurut pajak, penyusautan aktiva harus dibebankan sekaligus dengan metode penyusutan yang di atur dalam UU PPh.Biaya Litbang dalam UU PPh 2. Tahun 1994UU Nomor 10 tahun 1994 merupakan perubahan UU PPh yang kedua mulai berlaku 1 Januari 1995 dengan tidak mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 769/KMK.04/1990 tanggal 14 Juli 1990 (dalam arti keputusan tersebut masih berlaku), aspek perpajakan mengenai litbang dinyatakan secara tegas dalam Pasal 6 ayat (1) dan memorinya bahwa Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Biaya litbang disini adalah biaya yang bersifat rutin.Oleh karena itu, biaya litbang sejak 1 Januari 1995 tidak seluruhnya boleh dikurangkan penghasilan bruto dalam tahun berjalan karean terkait dalam Pasal 9 ayat (2) bahwa engeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.Biaya Litbang dalam UU PPh 3. Tahun 2000

Ketentuan biaya litbang di atur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f UU Nomor 17 Tahun 2000 merupakan perubahan ketiga UU PPh tidak mengalami perubahan konteks dibanding UU sebelumnya. Perubahan hanya terdapat dalam memori penjelasan pasal tersebut, yaitu ditambahkannya ketentuan bahwa biaya litbang yang boleh dibiayakan adalah dalm jumlah yang wajar. Secara lengkap bunyi Pasal 6 ayat (1) huruf f dan memori penjelasannya UU PPh adalahbiaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.Oleh karena itu, biaya litbang tersebut hanya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila biaya litbang tersebut dilakukan di Indonesia. Klausul ini dapat ditarik penafsiran secara a contrario bahwa kegiatan litbang dilakukan di luar Indonesia tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.Dalam praktik, pernyataan “dalam jumlah yang wajar” telah menimbulkan permasalahan tersendiri karena tidak ada ketentuan perpajakan yang menyebutkan bagaimana cara menentukan tingkat kewajaran suatu biaya litbang.Biaya Litbang dalam UU PPh 4. Tahun 2008UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat UU PPh yang diundangkan pada tanggal 23 September 2008 bahwa biaya litbang tidak mengalami perubahan signifikan, artinya sama dengan UU PPh tahun 2000. UU PPh Tahun 2008 bahwa pemerintah memberikan insentif pajak

bagi perusahaan yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibebankan sebagai biaya fiskal sebagaimana di atur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j UU PPh.Pemberian insentif pajak tersebut di atas dengan maksud untuk mendorong masyarakat Wajib Pajak terlibat aktif dalam pembiayaan litbang sehingga kegiatan litbang di Indonesia diberbagai institusi dapat berkembang.

simpulan

Dengan adanya perubahan keempat UU PPh bahwa sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah diharapkan dapat mendorong peningkatan aktivitas litbang di bumi Indonesia. Kegiatan litbang sebagai upaya perusahaan untuk menciptakan terobosan-terobosan baru memiliki peran besar pada era persaingan pasar yang sangat ketat.

Penulis: (1) Pemerhati Penilaian Properti dan Staf Pengajar di Bakrie School Of Management(2) Staf Pengajar di Bakrie School Of Management

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

57

Opini

Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan reviu pelaksanaan unsur transparansi fiskal pada Pemerintah Pusat yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2008. BPK melakukan reviu transparansi fiskal dengan memperhatikan desain dan implementasi transparansi fiskal di lingkungan Pemerintah Pusat tahun 2008 dan disajikan dengan memperbandingkan dengan hasil reviu pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2007. Dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2008 Pemerintah telah meningkatkan pengungkapan untuk hal-hal yang material terkait penerimaan migas, piutang pajak, dan hibah luar negeri. Pemerintah juga telah memberikan akses data pajak yang memadai bagi BPK. Pemerintah juga telah berhasil meningkatkan opini pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL). Peningkatan opini tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah secara serius memperbaiki akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang pada akhirnya meningkatkan transparansi fiskal.

Reviu tersebut didasarkan atas pedoman dan praktik-praktik terbaik dalam transparansi fiskal yang mencakup

empat unsur utama dalam Panduan Manual Transparansi Fiskal (Manual on Fiscal Transparency) yaitu: (1) kejelasan peran dan tanggung jawab; (2) proses anggaran yang terbuka; (3) ketersediaan informasi bagi publik; serta (4) keyakinan atas integritas.

Kejelasan Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah

Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait tugas pokok dan fungsi pemerintah, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, dan MA sebagai lembaga yudikatif telah diatur sesuai dengan perannya masing-masing. Pemerintah memiliki fungsi penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sedangkan lembaga legislatif memiliki fungsi untuk membahas dan menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah. Peran pemerintah dan DPR dalam penyusunan dan persetujuan anggaran dilakukan dengan membentuk suatu panitia anggaran. Peran tersebut telah dilakukan sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan. APBN 2008 telah ditetapkan dalam UU Nomor 45 Tahun 2007 tanggal 6 Nopember 2007 secara tepat waktu. Mahkamah Agung juga berperan dalam kegiatan fiskal diantaranya

memproses pengajuan permohonan wajib pajak (WP) untuk meninjau kembali putusan pengadilan pajak.

Peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah juga telah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan terkait. Namun, pelaksanaan peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal masih memiliki kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut.

Pertama, Pemerintah Pusat belum mengatur mekanisme konsolidasi LKPP dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Kegiatan fiskal pemerintah (pusat dan daerah) tahun 2008 masih tidak tergambarkan secara keseluruhan dalam konsolidasi anggaran maupun realisasinya. APBN dan APBD disusun dan ditetapkan oleh masing-masing pemerintahan di tingkat pusat dan tingkat daerah, demikian pula pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran tersebut. Pada tingkat Pemerintah Pusat, anggaran dan pertanggungjawabannya belum meliputi seluruh penerimaan dan pengeluaran negara karena masih adanya penerimaan dan pengeluaran di luar mekanisme APBN.

Kedua, rendahnya transparansi fiskal pada tingkat pemerintah daerah. Sesuai LRA LKPP TA 2008 dana perimbangan yang disalurkan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah mencapai Rp292,63 triliun atau 29,69 persen dari total belanja Pemerintah Pusat. Pada kenyataannya, LKPD yang memperoleh opini WTP dari BPK hanya empat Pemda. Ini berarti transparansi fiskal Pemda masih sangat rendah. Besarnya dana Pemerintah Pusat yang disalurkan ke Pemda menimbulkan suatu konsekuensi di mana Pemerintah Pusat membutuhkan informasi yang cukup atas aktifitas fiskal Pemda untuk dapat memberikan gambaran menyeluruh

TRANSPARANSI FISKAL PEMERINTAH PUSAT TAHUN ANGGARAN 2008

Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara merupakan tuntutan pokok yang mendasari pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam paket tiga undang-undang di bidang keuangan negara. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara tersebut pernah direviu oleh IMF seperti yang tertuang dalam Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC) pada Tahun 2006.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

58

Opini

terhadap aktifitas fiskal secara nasional. Kondisi opini atas LKPD yang belum baik, menyulitkan Pemerintah Pusat untuk mengetahui secara baik tentang aktifitas fiskal yang dilakukan oleh Pemda.

Ketiga, alokasi DAK yang tidak sesuai dengan kriteria dan tidak dijelaskannya pembagian DBH PBB Migas. Pemeriksaan BPK atas penetapan, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan tahun 2007 mengungkapkan adanya penghitungan alokasi DAK pada 63 Pemda yang tidak sepenuhnya dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Alokasi tersebut hanya berdasarkan pertimbangan daerah tersebut memperoleh DAK tahun 2007.

Di samping tiga masalah tersebut, juga terdapat masalah investasi permanen PMN yang belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya, belum adanya mekanisme konsultasi langsung dengan masyarakat terkait perubahan aturan dan kebijakan, belum transparannya kontrak kerja sama, koordinasi dalam pencatatan penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun PNBP, data penerimaan pajak yang belum sepenuhnya bisa direkonsiliasi perlu diperhatikan pemerintah untuk ditindaklanjuti dalam rangka meningkatkan transparansi fiskalnya.

Proses Anggaran yang TerbukaSecara umum, proses anggaran

yang terbuka telah diatur oleh Pemerintah Pusat. Pelaporan realisasi anggaran semesteran dan tahunan telah dilakukan secara tepat waktu. Namun, kualitas pelaporan tersebut belum sesuai dengan standar akuntansi yang telah ditetapkan dan Pemerintah belum dapat menyajikan laporan kinerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada LKPP 2008 masih ditemukan adanya mekanisme transaksi di luar mekanisme APBN yaitu pungutan PNBP pada 11 KL tidak memiliki dasar

hukum yang memadai dan dikelola di luar mekanisme APBN; penerimaan hibah pada 5 KL dikelola di luar mekanisme APBN; dan adanya penggunaan langsung Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) berupa pembayaran fee bank penatausahaan dan penyaluran pinjaman kepada debitur. Pengeluaran-pengeluaran tanpa melalui mekanisme APBN mengurangi transparansi fiskal dan belum dipertanggungjawabkan kepada lembaga perwakilan. Pencatatan di luar mekanisme APBN ini akan menghambat pemerintah untuk mengetahui seluruh aktifitas fiskalnya pada tahun berjalan.

Ketersediaan Informasi bagi PublikHasil reviu unsur ketersediaan

informasi bagi publik menunjukkan bahwa secara umum pemerintah telah melakukan upaya untuk berkomitmen dalam menyediakan informasi fiskal kepada publik. Namun, pemerintah juga belum dapat menyajikan informasi fiskal mengenai dana ekstrabujeter, kegiatan koperasi dan yayasan, pencatatan hibah yang akurat, pencatatan aset dan kewajiban pemerintah yang akurat, dan konsolidasi posisi fiskal nasional (gabungan pemerintah pusat dan daerah) bagi publik, menyajikan informasi yang handal terkait posisi keuangan pemerintah termasuk investasi permanen PMN, serta laporan proyeksi jangka panjang. Dalam penyajian informasi pemerintah belum sepenuhnya menyediakan panduan anggaran bagi masyarakat untuk menjelaskan gambaran utama anggaran dan membuat kalender fiskal.

Keyakinan atas IntegritasStandar akuntansi dan

pemeriksaan telah ditetapkan dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk menjamin independensi dan integritas. Namun dalam

pengelolaannya, kualitas data belum sesuai dengan standar akuntansi, dan hasil pemeriksaan dan pengamatan BPK menunjukkan banyak ketidaksesuaian dengan standar, kelemahan pengendalian intern, ketidakkonsistenan data akuntansi, dan rekonsiliasi yang belum berjalan sepenuhnya. BPK juga menemukan adanya standar etika yang belum sepenuhnya diatur, prosedur kepegawaian yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik, audit internal yang belum memenuhi standar, administrasi pendapatan yang belum berjalan dengan baik, dan ketidakpatuhan yang belum seluruhnya ditindaklanjuti pemerintah. Dalam hal pemeriksaan oleh lembaga independen, walaupun dalam pemeriksaan keuangan tidak mendapatkan pembatasan lagi, BPK masih mengalami pembatasan dalam pemeriksaaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap perpajakan. Permasalahan dalam memeriksa keuangan negara ini dikarenakan aturan perundangan lainnya yang bertentangan dengan UU BPK yaitu UU Pajak, UU BI, dan UU BUMN. Selain pembatasan karena peraturan perundangan, BPK masih mengalami kesulitan dalam memeriksa biaya perkara di MA karena ketidakjelasan peraturan pelaksanaannya. (Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA)

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Pemerintah Pusat Tahun 2008 Nomor 25/05/LHP/XV/05/2009 Tanggal 20 Mei 2009

Overview Salah satu cara untuk

menyembunyikan laba

yang turun, beberapa

manajer memainkan flek-

sibilitas yang ditemui

dalam prinsip-prinsip

akuntansi guna men-

gubah laporan keuan-

gan dalam perenca-

naan pajak. Sementara

itu, yang lain melangkah

lebih jauh dengan mela-

kukan fraud (penipuan,

kecurangan, atau peng-

gelapan) dalam pelapo-

ran keuangan dan pajak.

Investor, analisis, dan

pengguna laporan

keuangan lainnya perlu

mendeteksi praktik-praktik

creative accounting

seperti ini sedini mungkin

agar terhindar dari nega-

tive earning suprises dan

potential share-price de-

clines.

T O P I K — T O P I K L A I N D I B U L A N J U L I 2 0 0 9

Perpajakan Industri Per-

bankan (1-2 Juli)

The Essentials of Budgeting: form Creation Through Appli-cation (14—15 Juli)

Akuntansi Aset Tetap & Aspek

Perpajakan (28-29 Juli)

Financial Tools to Evaluate

Project Viabilty (29-30 Juli)

PELATIHAN BREVET PAJAK TERAPAN Brevet AB Reg Ekstra (Senin,Rabu,Jumat)

13 Juli—16 Oktober 2009 Eksekutif Sore II (Senin,Rabu,Jumat)

27 Juli—23 Oktober 2009 Brevet C Reg Pagi (Sabtu—Minggu)

15 Agustus—24 Oktober 2009

PELATIHAN AKUNTANSI KEUANGAN Tingkat Dasar Reg Siang (Sabtu—Minggu)

1 Agustus—18 Oktober 2009 Eks Sore I (Selasa & Kamis)

4 Agustus—22 Oktober 2009 Tingkat Madya Eks Sore II (Senin,Rabu,Jumat)

3 Agustus—5 Oktober 2009 Cost Accounting Reg Siang (Sabtu & Minggu)

1 Agustus—18 Oktober 2009

C R E A T I V E A C C O U N T I N G V S

T A X P L A N N I N G

Tempat

Graha Akuntan

Hari/Tanggal

Rabu—Kamis /

22—23 Juli 2009

SKP

16 SKP

Investasi

Rp. 1.400.000,-

Rp. 1.700.000,-

Info Materi

Marketing IAI

(021) 715-444-55

T O P I K — T O P I K L A I N D I B U L A N A G U S T U S 2 0 0 9

Tax Treaty (4 Agst)

Pedoman Akuntansi Per-

bankan Indonesia (4-6 Agst)

PSAK 33: Akuntansi Pertam-

bangan Umum dan Aspek Perpajakannya (6 Agst)

Entitas Tanpa Akuntabilitas

Publik (11-13 Agst)

Fair Value Accounting

(12-13 Agst)

Informasi & Pendaftaran Reza & Faiza

Divisi Pendidikan & Sertifikasi IAI Graha Akunta, Jl.Sindanglaya No.1, Menteng. Jakarta—Pusat

Tlp. 021-3190-4232 ext.777,511,255/ 3919089

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

60

Mendepositokan Sisa Anggaran Pemerintah Daerah, Bolehkah?

Sebagai salah satu PNS pada Pemkot Tangerang, saya merasa sedikit terusik dengan pernyataan Anggota DPRD Kota Tangerang yang dimuat harian Media Indonesia 22 Juni 2009 berjudul ”Tangerang Depositokan Sisa Anggaran.” Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa kalangan DPRD Kota Tangerang merasa prihatin karena sisa anggaran Pemkot Tangerang 2008 didepositokan ke Bank Jabar dan Bank Tabungan Negara (BTN). Pendepositoan tersebut dikatakan sebagai pembohongan publik serta menanyakan pendapatan dari bunga deposito tersebut. Atas berita tersebut, kami ingin menanyakan (a) apakah salah apabila Pemkot Tangerang mendepositokan sisa anggaran? (b) Apakah benar bahwa Pemkot telah melakukan pembohongan publik apabila melakukan pendepositoan tersebut?

Kami mengucapkan terima kasih atas jawabannya. Semoga AI semakin sukses dalam menyebarkan pemahaman ke seluruh di Indonesia, termasuk bagi kalangan legislatif.

Suwardi,PNS Pemkot Tangerang

Pak Suwardi yang kami hormati, terima kasih atas doanya untuk AI. Terkait pertanyaan Bapak, perlu kami jelaskan bahwa PP 58 tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 antara lain menyatakan bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berwenang menyimpan uang daerah. Terdapat sedikitnya tiga jenis simpanan di bank, yaitu tabungan, giro, dan atau deposito. Karena deposito juga merupakan salah satu bentuk penyimpanan uang di bank, maka mendepositokan uang daerah dari sisa anggaran pemerintah daerah juga diperkenankan dan tidak melanggar ketentuan. Mendepositokan dana justru akan memberikan manfaat (pendapatan bunga) yang lebih yang lebih besar dibandingkan simpanan dalam bentuk giro.

Hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan uang pada deposito adalah (a) jangan sampai pendepositoan tersebut mengganggu likuiditas pemerintah daerah karena umumnya deposito mempunyai jangka waktu tertentu. Karena sifat pendepositoan dana tersebut adalah memanfaatkan uang lebih (idle cash) sehingga PPKD perlu mempunyai cash budgeting agar dapat merencanakan kebutuhan uang tunai. (b) Mendepositokan dana Pemda

bukan untuk tujuan investasi sehingga harus dipilih deposito jangka pendek. Apabila pendepositoan tersebut untuk tujuan investasi maka perlu terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.

Terkait pertanyaan kedua, dapat kami sampaikan bahwa laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Laporan keuangan tersebut menyajikan aktiva, hutang dan ekuitas dalam neraca serta penerimaan dan pengeluaran dalam laporan realisasi anggaran. Deposito merupakan unsur aktiva (aktiva lancar) dan menurut berita tersebut telah disajikan pada neraca berdasarkan hasil audit BPK. Dengan demikian, Pemkot telah menyajikan dan mengungkapkan secara penuh deposito tersebut sehingga tidak dapat dikatakan melakukan kebohongan publik.

Demikian jawaban kami, semoga dapat memenuhi harapan Bapak.

Pengembalian Tunjangan DPRD

Pak Cris, saya adalah pegawai pada Sekretariat DPRD Kota Pontianak. Saat ini kami menghadapi permasalahan terkait pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Dana

Q 1:

Q 2:

A 1:

Konsultasi Sektor Publikoleh : Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA(Redaktur Majalah Akuntan Indonesia & Sekretaris Jenderal IAI KASP)

Redaksi membuka ruang konsultasi sektor publik bagi pembaca majalah Akuntan Indonesia (AI). Pertanyaan yang dapat diajukan meliputi akuntansi, pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan keuangan negara/daerah. Pertanyaan dialamatkan ke [email protected] atau alamat redaksi AI. Harap menyatakan nama, alamat lengkap, dan instansi.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

61

Operasional (DO) dari Pimpinan dan Anggota DPRD. Pengembalian dana tersebut terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. PP tersebut mewajibkan Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur menerima TKI dan DO berdasarkan PP No. 37 tahun 2007 harus menyetorkan kembali ke Kas Daerah paling lambat satu bulan sebelum berakhirnya masa bhakti sebagai Anggota DPRD periode 2004 – 2009. Ada dua permasalahan yang ingin kami tanyakan melalui Rubrik Konsultasi Sektor Publik ini yaitu:

a. Bagaimana mengakui penerimaan pengembalian TKI dan DO dalam laporan keuangan Sekretariat DPRD (perlakuan dan jurnalnya). Apakah ada perbedaan perlakuan pencatatan apabila pengembalian uang tersebut langsung disetorkan ke Kas Daerah dan tidak melalui Bendahara Sekretariat DPRD?

b. Bagaimana apabila ada Pimpinan dan atau Anggota DPRD yang tidak mau mengembalikan kelebihan TKI dan DO tersebut?

Demikian pertanyaan kami, atas kebaikan Bapak kami ucapkan terima kasih.

Endang Rusmawati,

Sekretariat DPRD Kota Pontianak

Kami atas nama redaktur AI pantas mengucapkan alhamdulillah dan terima kasih atas perhatian Ibu Endang kepada AI. Atas pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa:

a. Penerimaan pengembalian biaya yang terjadi atas TKI dan DO Pimpinan dan Anggota DPRD yang terlanjur dibayarkan berdasarkan PP 37 Tahun 2007 dapat dianggap sebagai pengembalian belanja yang tidak biasa karena ’mungkin’ hanya terjadi pada saat itu saja. Oleh karena itu, Sekretariat DPRD harus menggunakan koreksi kesalahan yang tidak berulang seperti dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 10 Paragraf 14 yang menyatakan bahwa: ”Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi

pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.

Dari PSAP tersebut, pencatatan penerimaan pengembalian belanja yang terjadi pada tahun sebelumnya akan dicatat pada 2009 sebagai berikut.

Pencatatan tersebut adalah standar untuk pencatatan pada Bendahara Umum Daerah (PPKD).

Apabila pencatatan dilakukan pada sistem yang terdesentralisasi (masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menyusun laporan keuangan, maka posisi debet (Dr) diganti dengan akun transitoris yang ditetapkan dalam bagan akun standar (BAS) pemda yang bersangkutan seperti akun Hutang kepada Kas Umum Daerah (KUD).

b. Terkait Pimpinan dan Anggota DPRD yang tidak bersedia mengembalikan TKI dan DO, maka Walikota atau Sekretaris DPRD harus melimpahkan permasalahan tersebut ke jalur hukum. Menurut hemat kami, pelimpahan ke penegak hukum diperlukan karena pembangkangan Pimpinan dan Anggota DPRD terhadap kewajiban pengembalian TKI dan DO telah memenuhi unsur indikasi tindak pidana korupsi yaitu melanggar ketentuan perundang-undangan (melawan hukum), merugikan keuangan negara, dan menguntungkan diri sendiri.

Demikian jawaban kami, atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

A 2:

Dr. Kas pada Kas Daerah xxx

Cr. Lain-lain PAD yang sah xxx

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

62

Kolom IFRs

oleh Handoko Tomo

Laibilitas

Cobalah cari tema “laibilitas” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat.

Kamus ini merupakan edisi terkini, dan dalam sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 28 Agustus 2008 dinyatakan bahwa kamus ini menjadi pegangan utama pelajar dan mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan berekspresi dan berkomunikasi lisan ataupun tulis. Demikian juga peneliti, penulis, penerjemah, wartawan, dan masyarakat luas dapat memanfaatkan kamus ini demi meningkatkan pengetahuan dan wawasan bahasa Indonesia serta kemajuan peradaban bangsa Indonesia. Penulis mengalami kesulitan untuk

menemukan tema “laibilitas” dalam kamus tersebut, meskipun telah berulang-kali membolak-balik halaman-halaman kamus. Apakah laibilitas? Jawabannya dapat dilihat pada Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan. ED PSAK 1 (Revisi 2009) mengadopsi IAS 1 Presentation of Financial Statements (revised 2009), dan menerjemahkan “liability” sebagai “laibilitas”. Sedangkan pada PSAK 1 (Revisi 1998), yang diadopsi dari IAS 1 Disclosure of Accounting Policies (issued by International Accounting Standards Committee in September 1997), “liability” diterjemahkan sebagai kewajiban. ED PSAK 1 (Revisi 2009) ini

berupaya melakukan lompatan. IAS yang dilompati adalah IAS 1 yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB), yaitu IAS 1 (revised 2003), amandemen tahun 2005, dan IAS 1 (revised 2007). ED PSAK 1 (Revisi 2009) paragraf 67 menyatakan bahwa suatu laibilitas diklasifikasikan sebagai laibilitas jangka pendek jika: (a) entitas mengharapkan akan menyelesaikan laibilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya; (b) entitas memiliki laibilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan; (c) laibilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau (d) entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian laibilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan. Entitas mengklasifikasikan laibilitas yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai laibilitas jangka panjang. Apabila kita membaca ED PSAK 1 (Revisi 2009) secara keseluruhan, kita akan menemukan beberapa paragraf masih menggunakan lema kewajiban, yaitu pada paragraf 52 huruf l, paragraf 63, 78A, 134A, halaman 72, dan 74.

Biaya pinjamanIngat laibilitas maka kita harus mengingat pula konsekuensi atas laibilitas, yaitu harus

Laibilitas dan Biaya Pinjaman

Edisi bulan ini adalah edisi kedua kolom IFRS 2012. Sesuai pengantar pada edisi yang lalu, kolom IFRS 2012 merupakan kolom tetap pada setiap edisi majalah Akuntan Indonesia (AI) dalam rangka mengikuti proses konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dilakukan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), membantu sosialisasinya, dan memantau “larinya” IFRS. Pada beberapa edisi berikutnya, kolom ini akan diisi pula dengan pertanyaan dari materi pada edisi sebelumnya, dan disediakan hadiah yang menarik bagi yang berhasil menjawab dengan tepat. Oleh karena itu, jangan sampai ada edisi yang terlewatkan. Untuk “menguliti” IFRS, penulis akan bekerja sama pula dengan Pascal Jauffret, ahli IFRS dari Mazars, Perancis.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

63

Kolom IFRs

membayar pokok pinjaman dan bunganya. Sekarang, banyak entitas menawarkan produk/jasanya dengan menawarkan cara pembayaran yang “enak didengar”, misal “cukup dengan Rp300.000 sudah dapat membawa pulang sepeda motor”, tetapi pada bulan-bulan berikutnya pembeli harus membayar angsuran yang cukup besar nilainya (pokok pinjaman dan bunga), dan jika tidak mampu membayar secara tepat waktu maka debt collector akan beraksi. Apabila kita ingin memperoleh pinjaman, maka kita harus menyadari bahwa biaya yang terkait pada pinjaman bukan hanya bunga, melainkan mencakup pula biaya pencarian pinjaman, biaya jasa konsultan, selisih kurs valuta asing, swap, dan lain-lain. Sebelumnya, kita mempunyai Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) tahun 1984 dan selanjutnya PSAK 26 (1994) tentang Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi. Kemudian, PSAK 26 (Revisi 1997 dan Reformat 2007) tidak lagi menggunakan judul bunga, melainkan biaya pinjaman. Sekarang DSAK IAI telah mengesahkan PSAK 26 (Revisi 2008) tentang Biaya Pinjaman, yang diadopsi dari IAS 23 (revised 2007): Borrowing Cost, yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2010. Penerapan lebih dini diperkenankan, dan jika diterapkan lebih dini sebelum tanggal efektif 1 Januari 2010, maka fakta tersebut diungkapkan. Definisi biaya pinjaman menurut PSAK 26 (Revisi 2008) tidak jauh berbeda dengan PSAK 26 (Revisi 1997). Biaya pinjaman adalah biaya bunga dan biaya lain yang ditanggung entitas sehubungan dengan peminjaman dana. Biaya pinjaman dapat meliputi: (a) bunga cerukan bank dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang, (b) amortisasi diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman, (c) amortisasi biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan

pinjaman (arrangement of borrowings), (d) beban keuangan dalam sewa pembiayaan yang diakui sesuai dengan PSAK 30: Sewa, dan (e) selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga.

Kapitalisasi biaya pinjamanBiaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan aset kualifikasian dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut. Biaya pinjaman lainnya diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Biaya pinjaman dikapitalisasi sebagai bagian biaya perolehan aset ketika kemungkinan besar biaya pinjaman tersebut menghasilkan manfaat ekonomi masa depan untuk entitas dan dapat diukur secara andal. Biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan aset kualifikasian adalah biaya-biaya pinjaman yang dapat dihindari jika pengeluaran atas aset kualifikasian tidak dilakukan. Inilah prinsip dari kapitalisasi biaya pinjaman. Aset kualifikasian (qualifying assets) adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya. Aset kualifikasian dapat berupa persediaan, pabrik, fasilitas pembangkit listrik, aset tidak berwujud, dan properti investasi. Aset keuangan dan persediaan yang dipabrikasi atau diproduksi dalam jangka waktu pendek tidak termasuk aset kualifikasian. PSAK 26 (Revisi 2008) atau IAS 23 (revised 2007) menghilangkan opsi mengakui segera biaya pinjaman sebagai beban (expense) dan menghendaki kapitalisasi (capitalise) biaya pinjaman apabila memenuhi definisi/prinsipnya. Dengan demikian, kita tidak dapat lagi

seenaknya membebankan biaya pinjaman secara langsung dengan alasan konservatif. Dalam IAS 23 sebelumnya, kita dapat memilih kebijakan akuntansi biaya pinjaman, yaitu (1) benchmark treatment, dan (2) allowed alternative. Dalam benchmark treatment, biaya pinjaman diakui sebagai beban (expense) dalam periode terjadinya (incurred). Dalam allowed alternative, biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau produksi aset kualifikasian dikapitalisasi sebagai bagian biaya perolehan aset kualifikasian tersebut. Perlakuan dalam IAS 23 (revised 2007) ini adalah hasil dari IASB/FASB Short-Term Convergence project, dan secara umum konsisten dengan perlakuan United States generally accepted accounting principles (US GAAP). Perusahaan-perusahan di Eropa mempunyai kebiasaan segera membebankan biaya ketika terjadinya karena untuk strategi lebih efisien dalam hal perpajakannya. Jika entitas meminjam dana secara khusus untuk tujuan memperoleh suatu aset kualifikasian tertentu, maka biaya pinjaman yang terkait secara langsung dengan aset kualifikasian dapat diidentifikasi dengan mudah. Namun, tidak mudah untuk mengidentifikasi hubungan langsung antara pinjaman tertentu dan aset kualifikasian dan untuk menentukan pinjaman yang dapat dihindari. Contoh: (a) ketika kegiatan pendanaan dari entitas dikoordinasikan secara terpusat, (b) ketika suatu kelompok usaha (group) menggunakan berbagai bentuk instrumen utang untuk meminjam dana dengan tingkat bunga yang berbeda-beda dan meminjamkan dana tersebut kepada entitas lain dalam kelompok usaha tersebut dengan dasar yang berbeda-beda, dan (c) ketika pinjaman dalam satuan atau terkait dengan mata uang asing oleh entitas yang beroperasi dalam perekonomian

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

64

dengan inflasi tinggi dan terdapat fluktuasi nilai tukar uang. Jika entitas meminjam dana secara umum lalu menggunakannya untuk memperoleh suatu aset kualifikasian, maka entitas menentukan jumlah biaya pinjaman yang layak dikapitalisasi dengan menerapkan suatu tarif kapitalisasi (capitalisation rate) terhadap pengeluaran atas aset tersebut. Tarif kapitalisasi adalah rerata tertimbang biaya pinjaman atas saldo pinjaman selama periode, di luar pinjaman untuk memperoleh aset kualifikasian (the capitalisation rate shall be the weighted average of the borrowing costs applicable to the borrowings of the entity that are outstanding during the period, other than borrowings made specifically for the purpose of obtaining a qualifying asset). Jumlah biaya pinjaman dikapitalisasi selama suatu periode tidak boleh melebihi jumlah biaya pinjaman yang terjadi pada periode tersebut.

Periodisasi kapitalisasi biaya pinjamanPermulaan kapitalisasi (commencement of capitalisation). Entitas mulai mengkapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian biaya perolehan aset kualifikasian pada tanggal awal, yaitu tanggal ketika entitas pertama kali memenuhi semua kondisi berikut: (a) terjadinya pengeluaran untuk aset, (b) terjadinya biaya pinjaman, dan (c) entitas telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk mempersiapkan aset agar dapat digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya. Penghentian sementara kapitalisasi (suspension of capitalisation). Entitas menghentikan kapitalisasi biaya pinjaman selama periode yang diperpanjang dimana pengembangan aktif atas aset kualifikasian juga dihentikan. Penghentian kapitalisasi (cessation of capitalisation). Entitas menghentikan

kapitalisasi biaya pinjaman saat selesainya secara substansi seluruh aktivitas yang diperlukan untuk mempersiapkan aset kualifikasian agar dapat untuk digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.

Marilah mulai dari Exposure Draft (ED)Masih ingatkah isi kolom ini pada edisi yang lalu? PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) semula ditetapkan berlaku efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009 tetapi kemudian diubah menjadi untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010. PSAK tersebut telah ditetapkan pada tahun 2006 dan akan diberlakukan tiga tahun kemudian, tetapi banyak entitas belum siap dan minta penundaan, dan akhirnya IAI bersedia menunda setahun. Setelah diundur setahun, siapkah entitas menerapkan PSAK tersebut pada tanggal 1 Januari 2010, tidak lebih dari enam bulan lagi? Upaya mencapai konvergensi IFRS secara penuh pada tahun 2012 bukanlah upaya mudah karena IFRS tidak diam, melainkan terus berkembang, dan kita harus berlari lebih cepat dari “larinya” IFRS. PSAK 50 (Revisi 2006) belum sempat diterapkan, dan pada tanggal 16 Desember 2008 DSAK IAI telah menyetujui penyebarluasan exposure draft (ED) PSAK 31 (Revisi 2009) tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan. ED PSAK 31 (Revisi 2009) ini diadopsi dari IFRS 7 (2008), sedangkan PSAK 50 (Revisi 2006) diadopsi dari IAS 32 (2000). ED PSAK 31 (Revisi 2009) ini akan merevisi (a) PSAK 31 (2000): Akuntansi Perbankan, dan (b) PSAK 50 (2006): Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan. ED PSAK 31 (Revisi 2009) ini telah dipublikasikan cukup lama dan DSAK telah menunggu tanggapan tertulis

sampai dengan 31 Maret 2009. Sedangkan, ED PSAK 1 (Revisi 2009) telah disetujui DSAK IAI pada tanggal 21 April 2009 untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat. Tanggapan atas ED PSAK 1 (Revisi 2009) ini diharapkan dapat diterima paling lambat tanggal 30 September 2009 oleh DSAK, dan direncanakan PSAK ini diterapkan untuk periode tahunan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. Agar kita dapat berhasil melaksanakan konvergensi IFRS pada tahun 2012, mulailah dari exposure draft (ED), “menguliti” isinya, membahasnya, memberikan masukan-masukan kepada DSAK IAI, dan ketika PSAK diberlakukan maka kita semua sudah siap mengimplementasikannya. Ada dua cara kita mencapai tujuan perolehan sesuatu. Pertama kita peroleh barangnya dimuka dan kemudian membayarnya di belakang secara angsuran. Inilah yang banyak terjadi sekarang. Prinsipnya, bersenang di awal, bersusah payah kemudian, dan konsekuensinya barangnya telah rusak dan tidak dapat dipakai lagi tetapi hutangnya masih belum lunas dan bahkan diburu oleh debt collector. Kedua, kita bekerja dan bersusah payah di awal, dan bersenang-senang kemudian. Prinsip ini banyak digunakan oleh perusahaan multi-level marketing. Dalam menyikapi exposure draft (ED) PSAK, kita dapat memilih dua cara tersebut, yaitu plihan pertama adalah mengabaikan ED PSAK dan kalang-kabut ketika PSAK diberlakukan, atau pilihan kedua adalah turut serta “menguliti” ED PSAK dan ketika PSAK diberlakukan maka dapat mengimplementasikan PSAK secara mudah. Yang mana mau dipilih?

Kolom IFRs

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

65

Konsultasi Pajakoleh :

Ronsianus B. Daur, SE, BKP(Praktisi Perpajakan di Jakarta)

Pengasuh Yth. Pertama-tama saya ucapkan terimakasih banyak karena selama saya berlangganan majalah Akuntan Indonesia, semakin banyak ilmu yang saya dapat. Tapi boleh dong sekali-sekali saya menanyakan mengenai masalah yang saya hadapi sekarang ini. Begini ceritanya, Semenjak tahun 2002 kami selalu membeli barang dari Jakarta untuk dijual kembali di Batam. Kami bergerak di bidang penjualan suku cadang peralatan pertambangan. Tetapi akhir-akhir ini saya menghadapi masalah mengenai PPN atas transaksi pembelian kami dengan vendor di Jakarta. Ada yang mengatakan bahwa peraturan perpajakan untuk kawasan bebas (khusunya untuk daerah Batam) telah berubah. Tolong dijelasakan aspek perpajakan khusunya PPN atas pembelian tersebut dan bagaimana setatus PKP kami?.

TerimakasihMargaretha A. (Staff Pajak di Batam)

Ibu Margaretha yang baik, sebagai staff pajak kami yakin anda menghadapi begitu banyak masalah khususnya perpajakan. Apalagi posisi anda yang bekerja di daerah yang khusus. Mengenai pertanyaan ibu saya bisa menyimpulkan bahwa yang menjadi masalah ibu sebenarnya adalah perlakuan PPN atas pemasukan barang

dari Daerah Lain Dalam Daerah Pabean kedalam kawasan bebas.

Sebelum saya memberikan jawaban atas pertanyaan ibu marilah kita coba membuka kembali dasar hukum untuk perlakuan pajak di Daerah/Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone) yang selanjutnya disebut kawasan bebas. Penetapan Batam sebagai daerah kawasan Perdagangan Bebas/Pelabuhan Bebas adalah PP No. 46 Tahun 2007 tanggal 20 Agustus 2007. Semenjak PP tersebut dikeluarkan banyak pengusaha yang masih bingung mengenai pelaksanaan dari PP tersebut. Walhasil tanggal 16 Januari 2009, pemerintah melalui PP No. 02 Tahun 2009 mengeluarkan peraturan mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada dikawasan yang telah ditunjuk sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Agar PP tersebut bisa diterapkan dengan baik maka pada tanggal 05 Maret 2009 pemerintah melalui menteri keuangan mengeluarkan PMK No. 45/PMK.03/2009. Pada tanggal 30 Maret 2009 Direktorat jendral pajak mengeluarkan surat edaran no. SE-37/PJ/2009. Untuk pemasukan barang dari Jakarta ke batam dapat kami sampaikan bahwa atas pembelian tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan pasal 6 ayat 1 PMK No. 45/PMK.03/2009 (Pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas

melaui pelabuhan atau Bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Walaupun tidak dipungut PPN, Penjual (vendor dari Jakarta) tetap menerbitkan Faktur Pajak Pasal 7 ayat 1 PMK No. 45/PMK.03/2009 (Atas pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 wajip di buatkan Faktur Pajak Standar sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan). Faktur pajak tersebut harus diberi Cap “PPN TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2009” Pasal 7 ayat 4 PMK No. 45/PMK.03/2009. Fasilitas tersebut hanya dapat diberikan sepanjang pemasukan barang tersebut dilakukan melalui pelabuhan, atau Bandar udara yang ditunjuk oleh badan pengusahaan kawasan setelah mendapat persetujuan menteri perhubungan sesuai pasal 2 ayat 2 PP no. 2 tahun 2009. Bila tidak maka wajip dipungut PPN. Sedangkan untuk setatus PKP yang telah anda miliki tidak perlu kuatir karena dalam SE-37/PJ/2009 dijelaskan bahwa sejak tanggal 1 April 2009 Pengusaha di kawasan bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap. Demikian penjelasan kami semoga Ibu Margaretha dan pembaca yang mempunyai masalah yang sama tidak perlu bingung lagi dalam mengatasi masalah PPN untuk pemasukan Barang kena Pajak dari Daerah Lain ke dalam kawasan Bebas.

Q 1:

A 1:

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

66

International

G20 London Summit 2009

Kegagalan pasar keuangan semakin mendorong penguatan pengaturan bisnis dan pasar.

Namun memperkuat peraturan saja belum cukup, yang dibutuhkan lebih dari kerjasama antara pemerintah, pelaku bisnis dan pasar, serta masyarakat secara bersama bertangungjawab mengejar pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Chief Executive, Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Michael DM Izza, mengungkapan membangun kembali lingkungan kepercayaan antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah jelas butuh waktu. Pemerintah Negara G20 harus tampil memimpin, sesuai perangkat kebijakan membuat harapan pasar terdorong melaksanakan norma-norma baru bagi pembangunan ekonomi jangka panjang. Termasuk profesi akuntansi, memiliki peran penting membantu kemajuan tersebut.

Sebagai badan publik, ICAEW berkomitmen bekerjasama dengan pemerintah (regulator), dunia usaha, investor dan konsumen, guna memulihkan keyakinan terhadap

ekonomi serta mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Profesi akuntansi memiliki peran penting memenuhi peningkatan kualitas transparansi infromasi yang mampu mendorong efisiensi dan stabilitas pasar secara terus menerus.

Kepedulian ICAEW ditunjukan dengan kepemimpinan pemikiran yang mengacu pada penciptaan stabilitas dan efisiensi pasar, seperti memperbaiki informasi pasar, melakukan dialog corporate governance, meningkatkan keyakinan terhadap laporan keuangan bagi pembangunan bisnis.

ICAEW menyambut komitmen G20 mampu meletakkan dasar yang stabil bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang bertanggungjawab. ICAEW yakin bahwa krisis ekonomi dan keuangan global membutuhkan respon yang terkoordinasi. Negara G20 harus terus menjalin kimitraan untuk memimpin menanggulangi masalah nasional, regional dan global dari tindakan yang dapat merusak keuntungan jangka panjang dari globalisasi. Untuk itu, November 2008 lalu, Negara G20 berkomitmen melaksanakan serta mengembangkan

kebijakan tanggap krisis keuangan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, peraturan, integritas, kerja sama internasional dan reformasi kelembagaan.

Sementara, laporan keuangan memberikan contoh bagaimana prinsip-prinsip diaplikasikan dalam tindakan. Semua bergerak menunju satu prinsip standar akuntansi global sesuai yang ditetapkan Negara G20 untuk melakukan reformasi pasar keuangan dalam jangka panjang.

Kondisi krisis seperti saat ini mendorong keraguan yang meluas atas kemampuan operasi perusahaan di pasar terbuka, mempertahankan pertumbuhan ekonomi pasar bagai kepentingan masyarakat. Sementara kelompok diluar Negara G20 harus mampu menyediakan peluang usaha, menciptakan pasar tenaga kerja demi kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu, tujuan utama ICAEW membantu mengidentifikasi dan melaksanakan solusi mengatasi krisis ekonomi dan kredit yang cenderung menurun. ICAEW percaya tindakan yang diambil Pemerintah G20 sangat penting dalam membangunan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu ICAEW memberikan tiga rekomendasi penting antara lain: peningkatan pertumbuhan ekonomi, jasa keuangan serta pelaporan keuangan.

Pertama, meningkatkan kepercayaan dalam pertumbuhan ekonomi mencakup; meletakan pusat strategis bisnis berkesinambungan,

Pemimpin Negara G20, di London mengakui bahwa mereka menghadapi masalah besar mengembangkan ekonomi dunia modern. Krisis ekonomi dan keuangan saat ini terus menekan kehidupan umat di dunia. Sebagai organisasi akuntan, ICAEW tampil memberikan rekomendasi.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

67

International

direksi mempromosikan pembangunan perilaku ekonomi, dan mendorong kemitraan ekonomi antara negara maju dan berkembang. Kedua, di bidang jasa keuangan seperti; memeriksa mekanisme baru untuk mengatasi risiko sistemik; mengembangkan tools baru internasional dalam pengaturan pengelolaan likuiditas; dan memperkuat interaksi antara regulator dan auditor. Dan ketiga, peningkatan kualitas pelaporan keuangan seperti mendukung adopsi IFRS secara konsisten di seluruh negara untuk melayani kebutuhan investor; mendorong pemerintahan global selaras IASB; dan mendukung kepatuhan proses pengembang IFRS.

Pertumbuhan Ekonomi ICAEW mendorong Negara

G20 untuk menunjukkan kepemimpinan dan memastikan perjanjian global yang ambisius. Krisis keuangan global telah meruntuhkan keyakinan pada lingkungan bisnis yang berpengaruh di seluruh dunia. ICAEW menyambut komitmen G20 mengambil langkah bagaimana menghindari krisis serupa di masa mendatang. Hasilnya, sangat jelas jika masyarakat global tidak segera mengambil langkah menangani tantangan penting perubahan, menghadapi ancaman lebih serius dari ekonomi global di masa mendatang dibanding krisis saat ini.

Sumber daya yang ada terbaikan seperti lingkungan, keuangan sampai sosial harus dijaga kesinambungan. ICAEW menghadapi kemungkinan yang benar-benar tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri, bukan hanya mengkompromikan kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhan mereka.

Saat ini waktu yang tepat

merubah perilaku ekonomi dan keuangan, untuk membangun pasar yang lebih kuat. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi masalah yang kompleks dan harus dihadapi dengan rasa tanggungjawab secara kolektif. Untuk itu, pemerintah harus membuat kerangka kerja yang efektif, sesuai peraturan yang berlaku, memfasilitasi norma dan perilaku konsumen yang berkelanjutan. Itu akan membuat perusahaan, investor, regulator, sekaligus konsumen mengadopsi rasa tanggungjawab dengan pendekatan etika, yang terpatri dalam kegiatan usaha, yang menjadi keunggulan kompetitif. Pelaku bisnis harus didorong

lebih fokus mempromosikan perusahaan dan tanggung jawab berkelanjutan atas keputusan bisnis dan investasinya.

Disinilah Negara G20 memiliki peran penting memberikan sinyal yang jelas dan konsisten menekankan pentingnya strategis berkesinambungan sebagai prinsip inti bisnis. Profesi akuntansi dibawah ICAEW siap bekerja sama dengan pemerintah membangun dan menjaga kepercayaan dunia usaha yang berkelanjutan untuk membantu memaksimalkan keunggulan panjang jangka pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.

Struktur remunerasi lebih

G20 London Summit 2009

ICAEW REPRESENTATION

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

68

International

ditingkatkan untuk kesejahteraan direksi, manajer dan karyawan agar mereka bertindak bagi kepentingan jangka panjang dalam pelayanan. Untuk itu, mekanisme pengawasan remunerasi terus dipertimbangkan. Arus informasi yang relevan dan akurat sangat vital bagi kesinambungan pembangunan dan bisnis. Informasi diperlukan menilai pilihan yang tersedia, guna mengambil tindakan relevan dan mengukur efektivitas dari berbagai tindakan.

Negara G20 dapat memfasilitasi pengembangan penerapan langkah-langkah praktis untuk menghubungkan strategi kinerja keuangan dan kinerja pembangunan berkelanjutan sehingga tertanam pengambilan keputusan operasi. Dengan begitu, dapat merencanakan lingkungan bisnis yang stabil, menanggapi pertumbuhan dan peluang investasi. Dengan perusahaan menjadi pusat pemikiran tanggung jawab semua pelaku pasar dalam konsep krisis keuangan. Direksi harus memainkan peran penting membantu perusahaan merubah perilaku, merespon perubahan dan norma-norma sosial, baik berbasis pasar atau peraturan. Untuk melakukannya, diperlukan sistem corporate governance dalam pendekatan perubahan.

Sementara pemerintah memiliki peran untuk memastikan direksi dan komisaris perusahaan bertindak untuk kepentingan pemegang saham dan melibatkan dana masyarakat. Peran direksi lebih fokus mendorong pertanggungjawaban, etika dan pembangunan dengan pendekatan risiko sistemik. Untuk itu, direksi perlu memahami dan mengenali bisnis, manajemen, strategi pembangunan, tingkat upah, kontrol keuangan dan manajemen risiko. Disinilah perlunya transparansi kegiatan direksi dan

komite. Kerangka insentif remunerasi

menggunakan semua tool yang tepat untuk mempromosikan perilaku ekonomi berkelanjutan, termasuk: pajak dan subsidi, daftar izin, persyaratan peraturan, penilaian dan studi banding, strategi perusahaan, tekanan mata rantai suplai, dan bentuk keterlibatan pihak lain. Sistem tanggung jawab perusahaan atas peran direksi yang mendorong strategi usaha dengan mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder sangat diperlukan.

Untuk itu diperlukan upaya global guna memastikan setiap negara berkembang mampu mengikat investasi yang masuk. Seperti ditunjukkan G20 di bulan November 2008, ekonomi pasar diatur secara efektif—digabungkan struktur dan transparan, profesional yang kuat memungkinkan proses bisnis beroperasi di atas relnya. Tentunya bermanfaat menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan.

Bagi Negara yang ingin memperkuat struktur kelembagaan keuangan, menerapkan International Financial Reporting Standar (IFRS) dapat membantu meningkatkan kualitas laporan untuk mendorong investasi di Negara berkembang.

Untuk merealisasi, ICAEW komit melakukan dialog, menawarkan keahlian dan pengetahuan dalam menjaga keyakinan terhadap laporan keuangan. Bersama G20, ICAEW siap bekerja mendukung peningkatan kapasitas kelembagaan melalui mentoring, program pendidikan dan pelatihan akuntan profesional. Dengan begitu, akan tercapai transparansi laporan keuangan, kesinambungan regulasi keuangan, peraturan dan lembaga profesional,

proses pengembangan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Sebagai contoh kimitraan antara profesi akuntansi Bangladesh dan UK. Bangladesh telah membuat kemajuan signifikan dalam hal pertumbuhan ekonomi dan liberalisasi sejak mendapatkan kemerdekaan dari Pakistan pada tahun 1971. Dengan pendapatan per kapita sebesar US $ 480, masih banyak yang dibenaahi seperti milenium Development Goals ditargetkan tercapai tahun 2015.

Review yang dilakukan Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia tahun 2003 mengidentifikasi kelemahan utama dalam lingkungan keuangan di Bangladesh, minimnya transaparansi laporan keuangan akibat lemahnya penerapan standar akuntansi dan audit, mekanisme penegakan hukum lemah, terbatasnya pengaturan badan profesi, sistem pelatihan akuntan yang ketinggalan, serta kekurangan etika profesional.

Hasilnya disepakati antara Pemerintah Bangladesh dan Bank Dunia untuk meningkatkan jumlah chartered akuntan dan melakukan reformasi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan. Disepakati bahwa cara terbaik untuk menyampaikan reformasi melalui pengaturan antara Institute of Chartered Accountants di Bangladesh (ICAB) dan regulator pasar. Dengan begitu, ICAEW memberikan dukungan pada ICAB meningkatkan standar akuntansi, memberikan pelatihan IFRS, dan memperbaiki corporate governance dan standar profesional audit. Serta akuntan Bangladesh dengan pengetahuan yang in line dengan IFRS, sehingga mampu meningkatkan kapasitasnya menatap masa depannya.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

69

International

Jasa Keuangan Kesalahan mengindentifikasi

kegagalan sistem keuangan global semakin memperparah risiko terhadap krisis keuangan. Respon terhadap pengelolaan risiko mengharuskan semua pihak bertanggungjawab secara kolektif dan meningkatkan kerja sama memenej risiko yang dapat mempengaruhi publik.

Sementara kurangnya kesadaran membangun risiko dalam sistem keuangan global kian diperparah minimnya komunikasi efektif antara pemerintah, regulator dan potensi risiko sistemik dari pasar. Memahami dan menangani risiko sistemik lebih penting untuk membangun kembali keyakinan di jasa keuangan.

Negara G20 memiliki komitmen melakukan review dan reformasi kecukupan modal kerja. Beberapa kelemahan terbesar yang ada adalah peraturan sistem yang ada tidak mampu mendeteksi risiko. Makanya perlu dibuat peraturan skala internasional— selain untuk mengatasi risiko sistemik juga risiko pengelolaan likuiditas.

Saat ini waktu yang pas meningkatkan interaksi antara regulator pasar dan auditor, untuk membangun kembali kepercayaan jangka panjang. Secara khusus, meningkatkan komunikasi antara regulator, pengawas dan auditor yang dapat memberikan dukungan lebih baik bagi upaya menganalisis potensi risiko sistemik. Walaupun audit telah dikembangkan untuk memberikan keyakinan yang lebih besar atas laporan informasi keuangan, tanggungjawab auditor sangat terbatas memberikan informasi ke regulator perbankan dan supervisor. Meski demikian, audit sangat berperan memperkuat keyakinan terhadap laporan keuangan.

ICAEW—aktif di jasa layanan

keuangan, quality audit, dan terus aktif mempromosikan profesionalisme, kompetensi dan perilaku etis diwilayah ini, siap bekerja sama dengan pemerintah G20 untuk menilai cara yang bisa membuat regulator memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan dari auditor.

Meskipun banyak regulator perbankan memiliki tanggung jawab mengelola stabilitas keuangan, sebagian besar tool peraturan hanya fokus pada risiko institusi. Tools untuk mendeteksi risiko sistemik—yang dibuat menteri keuangan dan Bank Snetral—seperti kebijakan fiskal dan moneter sudah ketinggalan jaman. Basel II mensyaratkan kebutuhan modal, lebih focus mengatur risiko yang mampu ditangani bank—seperti risiko sistemik. Tool peraturan baru diperlukan untuk memonitoring dan mengatur risiko sistemik.

Krisis keuangan mendorong perlunya mereformasi persyaratan kecukupan modal dan G20 jelas memiliki komitmen di wilayah tersebut. ICAEW percaya reformasi dalam kerangka kecukupan modal wajib memasukkan sensitivitas yang lebih besar dan risiko yang sama di tingkat perusahaan. Ini jelas memerlukan tool baru pemantauan yang dikembangkan, hasil kerja sama dengan bank sentral, untuk membantu memenuhi kewajiban menjaga stabilitas keuangan. Peraturan risiko sistemik yang efektif harus melekat dalam sistem.

Bukan untuk menciptakan regulasi baru, namun lebih meningkatkan monitoring dan koordinasi peraturan risiko sistemik. Dengan begitu akan terwujud mekanisme baru monitoring dan pengelolaan risiko sistemik untuk pasar modal global. Selain itu tools yang dapat diterapkan untuk risiko sistemik

yang bermanfaat bagi semua lembaga keuangan. Seperti akhir 2008 musim pelaporan keuangan tiba, keputusan yang dibuat direksi dan auditor memunculkan kekhawatiran yang berpotensi sangat sensitive—jika tidak dipahami dengan benar—mempengaruhi perbankan, pemasok, karyawan dan pelanggan. Meskipun respon dari setiap pihak berbeda tergantung skalanya, bisa saja merusak perekonomian lebih luas.

Direksi—sesuai standar akuntansi—bisa menyimpulkan bahwa mereka perlu mengungkapkan ketidakpastian mengenai kemampuan perusahaan yang menjadi keprihatinan. Meski auditor mengetahui adanya ketidakpastian, meski belum tentu krisis, kurangnya informasi memunculkan over-reaksi yang dapat berdampak pada ekonomi lebih luas. Reaksi bisa dating dari pemasok termasuk penarikan fasilitas kredit sehingga merusak semangat perusahaan. Dan dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin dianggap melanggar perjanjian pinjaman.

Adanya kemungkinan seperti itu, akhir 2008, ICAEW melakukan kampanye bersama pemerintah Inggris, kreditor, dunia usaha, profesi akuntansi, dan media masa memberikan pemahaman kepada masyarakat luas.

Sebagai gambaran, dibawah rezim Bank of England, laporan keuangan bank lebih sering mendapat control. Secara rutin bank sentral meminta auditor melakukan pekerjaan spesifik. Auditor melaporkan langsung ke Bank, meskipun sifat dari pekerjaan mungkin berbeda dari tahun ke tahun, fakta yang ada di bank sering konsistensi serta fakta yang dapat dibangun pada akhir tahun perencanaan proses audit untuk semua bank, menjadi lebih efisien.

Seperti risiko likuiditas memiliki

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

70

International

perhatian kurang dari regulator dalam beberapa tahun terakhir. Peraturan rezim mengharuskan pembaharuan untuk menanggulangi potensi risiko likuiditas di masa mendatang dari sistem keuangan. Sebelumnya upaya memperkuat peraturan pengelolaan likuiditas telah gagal karena kurangnya konsensus internasional.

Atas masalah tersebut, ICAEW mendorong Negara G20 memimpin pengembangan sistem baru internasional yang mengatur likuiditas, dan mendukung penguatan bank untuk mengatur sistem likuiditas sendiri. Hal ini harus disertai peningkatan risiko likuiditas dari pengawasan perbankan. Dengan begitu, perlu diatur kerangkan pengelolaan likuiditas internasional yang lebih mencerminkan pengelolaan risiko likuditas yang melekat di pasar global.

Sementara, hubungan antara regulator bank dan auditor umumnya telah melemah dalam beberapa tahun terakhir. Kerangka Basel II yang tidak secara spesifik memerlukan keterlibatan auditor eksternal untuk keperluan pengawasan. Dalam banyak yurisdiksi, tanggung jawab auditor hanya melakukan audit laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham. Tanggungjawab ke supervisor bank mungkin terbatas memberikan sinyal dalam memenuhi persyaratan. Profesi audit dapat memberikan kontribusi besar atas keyakinan bank dengan menyediakan pendapat ahli secara objektif atas informasi yang dilaporkan bank, sehingga mereka mengandalkan informasi tersebut.

Untuk itu, kemampuan dan pengetahuan auditor, dapat digunakan untuk membantu menginformasikan pengawasan bank dan mengumpulkan informasi risiko sistemik. Pertemuan

rutin antara auditor dan supervisor bisa bermanfaat menilai risiko. Pengawas perbankan dapat mengumpulkan informasi dari internal bank melalui sistem pengendalian internal. Dengan begitu dapat meningkatkan kepercayaan informasi keuangan yang disediakan untuk umum, regulator serta berbagi informasi yang lebih baik antara auditor dan regulator.

standar Pelaporan Keuangan Internasional

Krisis keuangan jelas menggambarkan respon pasar modal saling terkait berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, rambu-rambu peraturan, integritas kerja sama internasional, reformasi kelembagaan, seperti ditetapkan Negara G20 pada Nopember 2008. Prinsip-prinsip itu dapat dilihat laporan keuangan global.

International Financial Reporting Standar (IFRS) telah menetapkan standar akuntansi berkualitas yang diterima secara internasional. IFRS membantu informasi keuangan yang disajikan lebih transparan dan berimbang di seluruh dunia, bagi sektor industri yang berlaku untuk semua perusahaan.

Sementara bagi negara tanpa tradisi akuntansi yang kuat, IFRS diharapkan dapat meningkatkan mutu pelaporan, membantu investasi dan pembangunan. Disinilah laporan keuangan global di persimpangan jalan, menggunakan nilai wajar saat terjadi krisis keuangan terjadi, sehingga menimbulkan tekanan terhadap prinsip transparansi.

Selain kurangnya koordinasi internasional dalam menangani perbedaan IFRS dan US GAAP akhir 2008, proses perubahan IFRS yang cepat sebagai dorongan pemerintah Eropa. Bagitu pula, perubahan pemerintahan di

US, laporan keuangan global sekarang mengalami kehilangan momentum dan berpotensi kembali ke standar nasional.

Tentu saja ada banyak tantangan mengarah ke satu standar akuntansi yang disepakati dan kekhawatiran kompleksitas atas implementasi IFRS harus dibenahi. Namun bagi sistem pelaporan keuangan kekhawatiran tidak menghambat dan membatasi transparansi yang penting bagi investor di pasar keuangan.

ICAEW percaya saat kritis ini, Negara G20 harus mampu mendorong kea rah komitmen penerapan prinsip yang akuntabel, transparan, dan sistem peraturan kerja sama internasional, mempertahankan dukungan penuh menuju standar internasional.

Negara G20 sekarang lebih komit mengambil langkah-langkah global terhadap adopsi IFRS. Persoalan perbedaan interpretasi mungkin banyak terjadi misalnya di Uni Eropa, IFRS diadopsi perusahaan terdaftar di Uni Eropa. Seperti Cina telah mengambil langkah-langkah signifikan menuju konvergensi IFRS. Ini adalah berdasarkan IFRS tetapi belum identik dengan di Eropa. Dengan komitmen Negara G20 mendorong transparan yang berimbang di semua Negara, adopsi IFRS menjadi kebutuhan untuk melayani kebutuhan investor. (Hs/ICAEW)

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

71

selingan

KELAKAR AKUNTAN

Aktiva tetap merupakan aktiva yang memberikan manfaat operasi lebih dari satu tahun atau lebih dari satu

periode akuntansi. Oleh karena pemakaian, nilai aktiva akan berkurang bersamaan dengan berjalannya waktu. Dalam dunia akuntan, berkurangnya nilai aktiva dikenal dengan istilah “penyusutan.” Pandangan akuntan tersebut jelas berbeda dengan dunia arkeolog. Ketika akuntan memberi nilai yang semakin rendah (depresiasi) dengan bertambahnya umur suatu aktiva, arkeolog justru akan meningkatkan nilai (apresiasi) suatu benda. Semakin tua suatu barang bersejarah, akan semakin tinggi nilainya. Mbakyu Nita bahkan pernah sesumbar kepada kaumnya untuk menghindari menjadi istri akuntan dan mendorong wanita-wanita untuk menjadi istri arkeolog. Propaganda kepada akuntan wanita lajang yang mendiskreditkan (Red: diskredit ≠ debet) akuntan laki-laki. Black campaign istilah para politisi. Propaganda tersebut diyakini bukan karena pengalaman buruk yang terjadi pada diri mbak Nita karena semua akuntan tahu, kehidupan rumah tangganya adem ayem dan penuh curahan kasih sayang. Kehidupan keluarga yang mawadah warohmah. ”Kalau jadi istri akuntan, kami sebagai istri akan didepresiasi sebagaimana konsep yang sangat dipegang para akuntan. Semakin tua, kami akan dinilai semakin rendah. Bahkan suatu ketika nanti, istri-istri akuntan tinggal punya nilai scrap (residu/sisa). Kadang nilai residunya adalah ’nol’.” Mbak Nita yang suaminya akuntan memberikan orasi dengan gaya ”obsesi” orator. ”Lho, kalau mau nilainya tetap di mata suami yang akuntan, harus semakin baik

pelayanannya, harus maksimal perawatannya, dan kalau perlu, sering-seringlah melakukan capital expenditure untuk meningkatkan nilai.”Gendit memberikan solusi. ”Kalau aktiva memang mudah dilakukan capital expenditure, misalnya dengan melakukan renovasi. Lha kalau kami, apakah harus melakukan operasi bedah plastik? Jangan-jangan, peningkatan nilai akibat operasi plastik tidak sebanding dengan biaya operasinya.” Nita yang juga akuntan menunjukkan sifat aslinya yang selalu mengedepankan efisiensi (baca: ngirit). ”Kalau operasi plastik, jangan dong, apalagi sampai suntik silikon. Yang paling penting adalah kepribadian dari dalam dan tampil apa adanya sesuai dengan kepribadian kita. Walau panampilan dan wajahnya biasa-biasa saja, tapi harus berkarakter, berwawasan luas, enak diajak ngomong, rendah hati, dan tidak sombong. Dijamin suami akan betah dekat dengannya dan akan tampil menarik dan mempesona. Kecantikan seperti itulah yang disebut inner beauty. Suatu kecantikan yang terpancar dari pribadi yang mempesona. Semua orang bisa memiliki inner beauty tersebut, asalkan dapat menjadi diri sendiri, tahu kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Mau memperbaiki kelemahan dan kekurangan diri, dan mau menggali dan mengoptimalkan potensi serta kelebihan yang dimilikinya.” Papar Gendit. “Caranya?” Tanya Nita. “Lakukan aktivitas akal, hati, dan anggota tubuh. Aktivitas akal dilakukan dengan mengisi akal pikiran dengan ilmu yang bermanfaat dan banyak tafakur. Aktivitas hati dilakukan dengan menjaga kebersihan hati dan menghilangkan penyakit-penyakitnya. Aktivitas anggota tubuh dilakukan dengan memperbanyak amal soleh dan olah raga

teratur. Senam kegel juga perlu dilakukan.” Gendit menambahkan panjang lebar menjelaskan seolah-olah pakar inner beauty. Padahal, Gendit hanya membuka http://share.geocities.com/euis1985/wanita.htm. “Kok jadi jauh amat sampai ke inner beauty? Eh mas Ndit, ente kan juga akuntan. Apakah tidak mendepresiasikan nilai istri?” Nita menyerang balik. ”Lho, kalau saya kan akuntan sektor publik. Standar Akuntansi Pemerintahan memberikan opsi untuk melakukan depresiasi atau tidak. Bahasanya, ’aktiva operasional dapat disusutkan’. Kami tidak memilih opsi penyusutan. So, akuntan sektor publik tidak akan memandang bahwa semakin tua seseorang, semakin rendah nilainya. Bahkan kami telah meningkatkan nilai dengan melakukan revaluasi (penilaian kembali) atas aktiva tetap yang dimiliki sebelum tahun 2005 seperti Bultek tentang Neraca Awal.” Jawab Gendit. ”Alhamdulillah, saya sekarang bangga menjadi istri akuntan sektor publik.” Nita menyimpulkan. ”Malahan, kami senantiasa menyajikan aktiva tersebut dalam neraca bersama nilainya dan mengungkapkan sepenuhnya (full disclosure) atas apa yang dimiliki. Ini kan jelas berbeda dengan barang antiknya para arkeolog. Meskipun nilainya meningkat seiring umurnya, tetapi standar akuntansi tidak menyajikan dalam neraca. Artinya, tidak di-reken (dicatat) alias diumpetin. Emang enak jadi istri simpanan?” Gendit menambahkan. ”Eh, yu Nita sendiri kan akuntan. Apakah si abang yang udah tidak jadi pengawas disusutkan?” Selidik Gendit.”Wallahu a’lam mas.” Jawab Nita sambil ngeloyor ke ruang aerobik. (Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA)

Tulisan ini adalah fiksi belaka. Apabila ada nama, tempat, dan kejadian yang sama, hal tersebut merupakan kebetulan semata. Melalui edisi Akuntan Indonesia kali ini, Penulis bermaksud

mengetengahkan sisi lain akuntan.

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

72

selingan

Pada tahun 1970 ada penelitian tentang gelombang alfa dan beta pada otak manusia. Mereka diberi

pekerjaan hitung menghitung, hasilnya adalah gelombang beta di otak bagian kiri mereka meningkat aktivitasnya. Selanjutnya apabila diberikan pekerjaan menggambar, maka gelombang beta di otak bagian kanannya yang meningkat, lalu penelitian pun dilanjutkan dan dikembangkan kepada perusahaan-perusahaan, asosiasi profesi, dan beberapa lembaga. Ternyata orang-orang yang berada di asosiasi insinyur punya cara yang berbeda dalam cara berfikir dengan orang-orang di lembaga kesenian.

ternyata para insinyur:- sangat logis dan analitis- punya kemampuan yang lebih dalam hal teknis- lebih pandai dalam memecahkan masalah hitung menghitung daripada bahasa

sebaliknya para artis dan seniman:- sangat artistik dan emosional- punya kemampuan lebih dalam hal berfantasi- lebih pandai dalam memecahkan masalah bahasa daripada matematika

demikian juga penelitian yang dilakukan di perusahaan-perusahaan menghasilkan hasil yang variatif. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menerima atau menangkap sesuatu.penelitian dikembangkan lagi dan dilanjutkan.Hasilnya diketahui bahwa ternyata dominansi dan preferensi otak manusia mempunyai peran penting dalam memutuskan atau memecahkan masalah..bahkan dalam cara berkomunikasi BMS membelah otak manusia menjadi empat bagian, yaitu kiri depan, kiri belakang, kanan depan, dan kanan belakang. Ini hanya sebuah kiasan, bukan sungguhan.. karena cara kerja otak secara detil belum diketahui dengan pasti pemilahan keempat bagian ini didasarkan pada 5 kebingungan dasar manusia itu sendiri, seperti ayam vs telur, yaitu1. kebingungan untuk exist atau sembunyi 2. kebingungan untuk action atau berfikir3. kebingungan untuk mempunyai variasi atau kepastian4. kebingungan untuk menggunakan perasaan atau logika5. kebingungan untuk mendahulukan dunia atau akhirat

kiri depan, pribadi yang Rasional/(Don Corleone) :- segala hal dikuantitatifkan- sangat logic

- kritis- realistis- senang dengan angka- mengerti tentang cara kerja uang- tahu bagaimana cara kerja suatu hal- pandai mendelegasikan tugas pd org lain- Berorientasi pada hasil/pencapaian

sering bertanya dalam diri sendiri:- apakah semuanya sudah dalam kendali saya.? - perlu lebih menggunakan hati/perasaan- perlu lebih melakukan sinergi/kerjasama

kiri belakang, pribadi yang berusaha untuk aman/pasti/(Einstein) :- mengambil langkah prefentif- membuat prosedur pada segala hal- melakukan segalanya sampai selesai- bisa diandalkan- teliti- sangat well organized- sangat efisien/semua diperhitungkan- rapih- tepat waktu- sesuai dengan rencana/prosedur- lebih suka bekerja sendiri- berorientasi pada efisiensi

sering bertanya dalam diri sendiri:- apakah saya sudah memiliki semua datanya.?- perlu lebih melihat gambaran umumnya / secara keseluruhan- perlu lebih mencari hal-hal / ide yang baru- perlu lebih mencari solusi alternatif

kanan depan, pribadi yang Experimental/(superman):

BM Strategy, (Brain Model Strategy)

Heliantono

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

73

selingan

- berfantasi/senang membayangkan sesuatu- spekulatif- spontan- mengambil resiko- mengambil simpulan- bergerak cepat dengan energi tinggi- melanggar peraturan- menyukai kejutan- ingin tau- penuh dengan ide- selalu optimis, semuanya mungkin- Fleksibel, mudah menyesuaikan- Terbuka, senang berbicara tentang diri sendiri, senang brainstorming- Berorientasi untuk merayakan sesuatu

sering bertanya pada diri sendiri:- Apakah saya sudah melihat memperhitungkan semua kemungkinan.?- Perlu lebih mendalami hal secara lebih detail, bukan hanya permukaan- perlu lebih berdisiplin untuk menyelesaikan suatu hal (karena mudah bosan)

kanan belakang, pribadi yang menggunakan perasaan/Feeling/(Nelson Mandela):- sensitif terhadap perilaku orang lain- mudah tersentuh hatinya- mendukung orang lain- menghindari perubahan- expresif- emosional- sangat friendly- berpendapat semua orang bisa dicintai- mudah menyesuaikan diri- agak lambat kalau harus memutuskan hal yang besar- berorientasi pada hubungan

sering bertanya dalam diri sendiri:- bagaimana akibat perilaku saya bagi orang lain.? apakah menyakiti atau menyenangkan.?- perlu lebih melihat pada fakta- perlu lebih membuat rencana

Semua hal tersebut di atas ada di dalam setiap otak manusia.. jadi ketika mengerjakan sebuah “pekerjaan”, keseluruh bagian ini ikut bekerja, dan memang pada setiap orang berbeda dominancenya (preferensinya). Hal ini membuat sebuah “pekerjaan” itu menjadi berbeda tingkat kesulitannya bagi setiap individu. Oleh karena itu Anda harus melatih kemampuan Anda untuk berpindah dari satu kotak kepada kotak lainnya, sehingga bisa merasakan ciri khas kotak nya (mengexpoitasi “kelebihan” kuadran dan mengantisipasi “kelemahan”nya). Hal ini berlaku juga dalam berkomunikasi dengan orang dari setiap jenis kuadran, karena orang pada umumnya cenderung hanya melatih kemampuan diri dalam lingkup kuadrannya saja (cenderung tidak fleksibel/tidak berputar), bukan karena tidak ingin, tapi lebih karena ketidaktahuannya atau ketidaksadarannya.Termasuk ketika berkomunikasi melalui media lain, seperti melalui tulisan, iklan audio atau video, dan menggukanakn

metode AIDA (Attraction, Interest, Desire, Action), maka dengan BM Strategy bentuk komunikasi tersebut menjadi lebih terstruktur. Oleh karena itu, ketahuilah bahwa jika di dunia ini ada 1milyar manusia, maka akan ada 1 milyar kepribadian, dan sebagai pembanding, banyak juga alat lain yang dapat lebih baik mendeteksi kepribadian orang. BM Strategy ini adalah sebuah alat yang ada dalam diri Anda yang Anda gunakan ketika tidak ada alat lain yang lebih baik. Lebih lanjut lagi, apabila Anda sudah mengetahui BM Strategy ini, maka sudah selayaknya Anda segera dapat berpindah ke kwadran lain, atau bahkan menemukan kwadran baru yang belum dibahas di BM Strategy ini. Jadi BM Strategy ini adalah alat yang hanya berlaku untuk orang lain dan untuk Anda yang dulu yang belum memahami BM Strategy, karena Anda yang sekarang sudah sadar dan sudah bisa melompat ke kwadran lain. Lagi, BM Strategy tidak dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan orang, juga tidak dimaksudkan untuk men-judge keribadian orang lain, BM Strategy adalah alat yang ada pada Anda untuk membantu dan mempermudah Anda berkomunikasi dengan orang lain.

Heliantono yang sehari - hari dipanggil assue adalah ketua forum komunikasi akuntan publik dan wakil ketua pada IAI Wilayah Jakarta

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

74

p o

t o n

g

d i s

i n

i

Pembayaran Tunai Transfer

Pembayaran transfer:ke rekening IAI Wilayah JakartaBank Central Asia A/C No. 092.3009318Kirimkan formulir ini ke:Redaksi Majalah Akuntan indonesia Bagian Langganan Telp No. 83707344, 8353588, Fax No. 8290324

Tanda tangan :_____________________________________

Saya berminat berlangganan majalah Akuntan Indonesia :

Nama : ..........................................................................................................Alamat : ..........................................................................................................Telp/Hp/Fax : ..........................................................................................................Paket yang dipilih : ..........................................................................................................Mulai Edisi : ..........................................................................................................

Edisi No.11/Tahun II/September 2008ai A K U N T A N I N D O N E S I A

mitra dalam perubahanHarga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa)

SUKSESI KEPENGURUSAN IAI WILAYAH JAKARTA

2008

BUDGETING : CASH VS ACCRUAL BUDGETING

BEYOND BUDGETING

ACTIVITY BASED BUDGETINGREALISASI APBN RENDAH?

Formulir Berlangganan

Pulau Jawa Rp. 20.000 ,-Paket 1 = 12 Edisi Rp. 216.000 ,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 114.000 ,- (Harga termasuk diskon 5%)

Luar Pulau Jawa Rp. 22.500,- : Paket 1 = 12 Edisi Rp. 243.000,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 128.000,- (Harga termasuk diskon 5%)

Contact your nearest IAI Branch Office for more information

p o

t o n

g

d i s

i n

i

Pembayaran Tunai Transfer

Pembayaran transfer:ke rekening IAI Wilayah JakartaBank Central Asia A/C No. 092.3009318Kirimkan formulir ini ke:Redaksi Majalah Akuntan indonesia Bagian Langganan Telp No. 83707344, 8353588, Fax No. 8290324

Tanda tangan :_____________________________________

Saya berminat berlangganan majalah Akuntan Indonesia :

Nama : ..........................................................................................................Alamat : ..........................................................................................................Telp/Hp/Fax : ..........................................................................................................Paket yang dipilih : ..........................................................................................................Mulai Edisi : ..........................................................................................................

Edisi No.11/Tahun II/September 2008ai A K U N T A N I N D O N E S I A

mitra dalam perubahanHarga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa)

SUKSESI KEPENGURUSAN IAI WILAYAH JAKARTA

2008

BUDGETING : CASH VS ACCRUAL BUDGETING

BEYOND BUDGETING

ACTIVITY BASED BUDGETINGREALISASI APBN RENDAH?

Formulir Berlangganan

Pulau Jawa Rp. 20.000 ,-Paket 1 = 12 Edisi Rp. 216.000 ,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 114.000 ,- (Harga termasuk diskon 5%)

Luar Pulau Jawa Rp. 22.500,- : Paket 1 = 12 Edisi Rp. 243.000,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 128.000,- (Harga termasuk diskon 5%)