Agung Dekdiono

38
LAPORAN PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CKD Dosen Pembimbing HARI SUBAGIYO OLEH AGUNG DEKDIONO Nim : 01 . 11 . 001 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes HUTAMA ABDI HUSADA

Transcript of Agung Dekdiono

Page 1: Agung Dekdiono

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CKDDosen Pembimbing HARI SUBAGIYO

OLEHAGUNG DEKDIONO

Nim : 01 . 11 . 001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes HUTAMA ABDI HUSADATULUNGAGUNG

2014

Page 2: Agung Dekdiono

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAK KRONIK(CRONIC RENAL FAILURE)

Oleh : Agung Dekdiono

Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang

berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap , yang

mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat

memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik

uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH

Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin,

midlle molecule dan sebagainya.

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan

mendadak (dalam beberapa jam bahkan beberapa hari) laju filtrasi glomerolus (LFG),

disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) ( Sarwono, 2001).

Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang

ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya hitungan dalam

beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi

glomerolus (LFG) yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum

meningkat sebanyak 0,5 mg/ dl/ hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/ dl/

hari dalam beberapa hari (Medicastore, 2008).

Fisiologi Ginjal Normal

Langkah pertama yang berlangsung dalam ginjal yaitu proses pembentukan urine yang

dikenal sebagai ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan

kristaloid. Selanjutnya dalam tubuli ginjal pembentukan urine disempurnakan dengan

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 3: Agung Dekdiono

proses reabsorpsi zat-zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk dikembalikan ke dalam

darah dan proses sekresi zat-zat untuk dikeluarkan ke dalam urine.

Fisiologi Ginjal dalam proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.

Senyawa Normal Reabsorpsi Ekskresi Sekresi SatuanNa + 26.000 25.850 150 - m EqK+ 600 566 90 50 m EqCl- 18.000 17.850 150 - m Eq

HCO3 4.900 4.900 0 - m EqUrea 870 460 410 - m Mol

Kreatinin 12 1 12 1 m MolAsam urat 50 49 5 4 m MolGlukosa 800 800 0 - m Mol

Solut total 54.000 53.400 700 100 m OslAir 180.000 179.000 1.000 - ml

ETIOLOGI

Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :

Infeksi, Penyakit peradangan, Penyakit vaskuler hipersensitif, Gangguan jaringan

penyambung, Gangguan kongenital dan herediter, Gangguan metabolisme, Nefropatik

toksik, Nefropati obstruksi

Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:

Obstruksi aliran urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral, Instrumentasi

(kateter yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan metabolisme.

MANIFESTASI KLINIS

1.        Pengeluaranurinsedikit , mengandungdarah

2.        Peningkatan BUN dankreatinin

3.        Anemia

4.        Hiperkalemia

5.        Asidosis metabolic

6.        Edema

7.        Mualmuntah

8.        Nyeripingganghebat (kolik)

9.        KelainanUrin : protein darah/eritrosit , seldarahputih/Leukosit,bakteri.

Klasifikasi GGA

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 4: Agung Dekdiono

1.    Pre renal

a.    Hipoperfusi .

b.    Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis.

Hipotensia : shock, AMI luas, anestesia.

2.    Renal (intrinsik): kerusakan struktur & fungsi ginjal

a.    Hipoperfusi berkepanjangan.

b.    Nekrosis tubular akut akibat :

c.    Hipotensi : pasca bedah

d.   Hipovolemik dan infeksi : luka bakar.

e.    Hipotensi akibat trauma berat

f.     Infeksi, nefrotoksis, penyakit parenkim ginjal (pielonefritis akut, glomerulonefritis

akut)

3.    Post renal (obstruktif).

a.    Endapan asam urat, kristal sulfat.

b.    Obstruksi : batu KK, hipertrofiprostat, cancer kolon, cancer servik & uterus.

c.    Pembedahan ureter.

d.   Obstruksi uretra ; striktura uretra

Patofisiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron

ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi

pada traktus urinarius.

Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus

(Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik)

dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).

Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-

beda

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 5: Agung Dekdiono

Stadium I

Penurunan cadangan ginjal.

Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien

asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40

% dari normal.

Stadium II

Insufisiensi Ginjal

Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak

mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari

normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih

dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal),

kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan

gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)

Stadium III

Payah ginjal stadium akhir

Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN

meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah

karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit

dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan

elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.

Stadium IV

Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang

dari 5 % dari normal.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 6: Agung Dekdiono

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

antiHT, dialisis

Terapi O2, diuretik, posisi,

masukan cairan

MK: Gangguan

perfusi jaringan

Hidronefrosis

MK: Gangguaan

eliminasi urin

Oliguri

MK: Gangguan integritas kulit

Gatal, hiperpigmentasi

Sampai ke kulit

Turunkan kalium,

hemodialisa, pemberian

ion resin oral

MK: penurunan

CO

Kejang tonik,

aritmia

hiperkalemi

Elektrolit, cairan ↑

GFR↓(<15%), BUN

Kreatinin ↑

O2 ↓

Hb ↓

MK: Nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh

Intake < output

Albumin IV

MK:kelebihan volume cairan

Edema

Diet TKRPRG

MK:Gangguan

perfusi serebral

Gangguan persepsi sensori

Kesadaran ↓, meracau

Edema, CRT ↑, RR>, nadi cepat-lemah , pucat, akral

dingin, basah

Retensi Na + H2O

RR ↑

Angiotensin II

MK: Gangguan pertukaran

gas

PK: Edema paru

Alveoli terisi cairan

Uremia (asam)

Hiperkapnea

MK: Gangguan pola nafas

Sesak

Asidosis metabolik

Eritropoitin ↓

Mual, muntah

Enselofalopati

uremikumVasokonstriksi pembuluh

darah

RAAS ↑

Vasodilatasi kapiler paru

Gagal Ginjal Akut

Pasca Renal:Obstruksi/reflux

Intra Renal:Kerusakan ginjal

Pra Renal:Hipoperfusi

WOC GGA

Page 7: Agung Dekdiono

Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CKD

1. Ketidakseimbangan cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine

(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak

disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh

peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang

membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat

berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu

menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma

tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan

dengan retensi air dan natrium.

2. Ketidaseimbangan Natrium

Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat

mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai

200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron

theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran

natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun

dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal,

terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

Pada CKD yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi

kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500

mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang

lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium

dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.

3. Ketidakseimbangan Kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang

terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi

aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara.

Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 8: Agung Dekdiono

hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik

dari tahap uremia.

Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler

ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika

hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat.

HCO3 menurun dan natrium bertahan.

4. Ketidaseimbangan asam basa

Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen

untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan

ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +

sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh

metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun

dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat

ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang.

Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.

5. Ketidakseimbangan Magnesium

Magnesium pada tahap awal CKD adalah normal, tetapi menurun secara progresif

dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan

intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.

6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor

Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang

menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi

resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,

hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme

sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme

berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 9: Agung Dekdiono

7. Anemia

Penurunan Hb disebabkan oleh:

Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.

Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal,

dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.

Defisiensi folat

Defisiensi iron/zat besi

Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis

fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.

8. Ureum kreatinin

Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN

bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi

pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah

indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan

jumlah yang diproduksi tubuh.

KOMPLIKASI

1. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium

2. Gangguanelektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis

3.Neurlogi : iritabilitasneuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguankesadaran, kejang

4.Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal

5.Hematologi : anemia, diathesis hemoragik

6.Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 10: Agung Dekdiono

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Laboratorium

Penilaian CKD dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan

laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar

serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum

dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.

Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan

sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata

dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium

gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa

juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit

serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output

urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.

Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal

ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang

harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada

peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.

2. Pemeriksaan Radiologi

Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan

fungsi ginjal antara lain:

Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria

untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada

gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan

karena adanya proses infeksi.

Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas

sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa

kontras.

Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi

ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 11: Agung Dekdiono

ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan

prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.

Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan

kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya

dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous

fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang

disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post

transplantasi ginjal.

3. Biopsi Ginjal

Untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa.

Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit

ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

PENATALAKSANAAN

Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi.

Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal

ginjal yang terdiri :

1. Pengaturan minum

Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga

dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan

perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam

rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

2. Pengendalian hipertensi

Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan

tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu

tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta

bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus

hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 12: Agung Dekdiono

3. Pengendalian K dalam darah

Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan

kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan

hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain.

Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG,

dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake

K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

4. Penanggulangan Anemia

Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CKD. Usaha pertama harus

ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang

mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,

misalnya ada insufisiensi koroner.

5. Penanggulangan asidosis

Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi

pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian

asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat

diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi

intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal

dapat juga mengatasi asidosis.

6. Pengobatan dan pencegahan infeksi

Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CKD

dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini

tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria

dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal

atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti

kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak

langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal

ginjal.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 13: Agung Dekdiono

7. Pengurangan protein dalam makanan

Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan

dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.

Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong

bahkan dapat dipergunakan pada pasien CKD terminal untuk mengurangi jumlah

dialisis.

8. Pengobatan neuropati

Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi

dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun

neuropati masih dapat timbul.

9. Dialisis

Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel

dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi

elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat

yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau

perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu

hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal

ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak

ditanggulangi.

10. Transplantasi

Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CKD maka

seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi

beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil

dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan

dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA .

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 14: Agung Dekdiono

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara

holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada

kasus ini akan dibahas khusus hal – hal sebagai berikut :

1. Ginjal (Renal)

Data – data yang ditemukan :

Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (Produksi urine

kurang dari 100 cc / 24 Jam), Infeksi (WBCs , Bacterimia), Sediment urine

mengandung : RBCs , granular, hialyn.

2. Cardiovaskuler

Data – data yang ditemukan

Edema, Hipertensi, Anemia (Normochromik, Normositik), CHF (Gagal Jantung

Kongestif), Pericarditis, Dysrhytmias, Cardiomegali, Athreslerosis.

3. Dermatologic :

Data – data yang ditemukan

Pruritis, Excoriations

4. Electrolit

Kemungkinan data yang ditemukan :

Kalium , hydrogen, Natrium, Phosfat, Magnesium : Meningkat sedangkan

Bicarbonat dan calcium menurun.

5. Gastrointestinal

Data - data yang ditemukan :

Anorexia ( Nafsu makan berkurang / tidak ada), Mual, Muntah, Stomatitis,

Gingivitis, Stomatitis, Nafas bau ureum, Metalick taste (Rasa pengecapan seperti

logam), Hematemesisi dan melena, Diare atau konstipasi, Osephagitis, Gastritis

6. Metabolick

Data – data yang ditemukan :

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 15: Agung Dekdiono

Peningkatan BUN dan serum kreatinin, Peningkatan asam urat, Intoleransi

karbohidrat dan gangguan toleransi glukosa, Gangguan pemecahan insulin,

Hypertriglyceridemia, Acidosis, Tetany

7. Neurologic

Data – data yang ditemukan :

Perubahan dalam fungsi berpikir dan perilaku, Gangguan tingkat kesadaran,

Neuropathy perifer, Noctural leg cramping (Kram kaki pada malam hari), Apathy,

lethargi, fatique, sakit kepala dan insomnia.

8. Mata (Ocular

Data – data yang ditemukan :

Perubahan retina : Mata merah (hypertensi)

9. Reproductive

Data – data yang ditemukan :

Infertility, Impotensi, Amenorhoe, Menurunnya libido, Gynecomastia

10. Respiratory

Data - data yang ditemukan :

Pernapasan kusmaul, Apneu, Edema pulmonal, Pneumonia, Effusi pleura,

Hiperventilasi

11. Skeletal

Data – data yang ditemukan :

Fracture, Nyeri tulang, Peningkatan alkaline phospatase, Nyeri sendi, Renal

osthedistropy

12. Riwayat sakitnya dahulu.

Sejak kapan muncul keluhan

Berapa lama terjadinya hipertensi

Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu

Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang

13. Penanganan selama ada gejala

Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan

Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 16: Agung Dekdiono

Penggunaan koping mekanisme bila sakit

14. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.

15. Pemeriksaan fisik

Peningkatan vena jugularis

Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas

Anemia dan kelainan jantung

Hiperpigmentasi pada kulit

Pernapasan

Mulut dan bibir kering

Adanya kejang-kejang

Gangguan kesadaran

Pembesaran ginjal

Adanya neuropati perifer

16. Test Diagnostik

Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah

Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:

Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan

Menanmpung urine 24 jam

Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin

darah)

Mengambil urine 50 cc.

Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :

Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}

Kreatinin Plasma (mg %)

Persiapan Intra Venous Pyelography

Puasakan pasien selama 8 jam

Bila perlu lakukan lavemen/klisma.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 17: Agung Dekdiono

1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak

mampu mengeluarkan sisa metabolisme

Data Subyektif : None

Data Obyektif : Oliguria, Anuria, acidosis dengan peningkatan serum hydrogen dan

kalium, penurunan pH dan bicarbonat, Anemia , Peningkatan :

BUN, serum kreatinin, Penurunan Calcium dan peningkatan

phosfat serta magnesium.

2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air

dan natrium

Data Subyektif : None

Data Obyektif : Hypertensi , Ascites, oedema presacral dan pretibial, gangguan bunyi

napas (Cracles), tachicardi, penambahan BB, orthopneu,

Peningkatan tekanan vena sentral dan PAWP, Distensi vena

jugular, Positif refleks hepatojugular

3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan

intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.

Data Subyektif : Pasien melaporkan : Anorexsia, Nausea, lemah, lelah, metalck

taste,

Data Obyektif : Muntah, Diare, hematemesis, Napas bau ureum, stomatitis,

gingivitis, kehilangan BB.

4. Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.

Data Subyektif : None

Data Obyektif : Adanya tanda – yanda infeksi, Demam, mengigil, peningkatan WBC,

Culture urine, darah dan sputum positif adanya agent infeksi .

5. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.

Data Subyektif : Pasien mengeluh gatal – gatal.

Data Obyektif : Excrosiasi pada kulit, petechie, purpura, kulit kering .

6. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir

sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan

dengan uremia.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 18: Agung Dekdiono

Data Subyektif : Pasien melaporkan kesulitan untuk berkonsentrasi, sering lupa,

gangguan tidur dan emosi yang labil (mudah tersinggung)

Data Obyektif : Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang, perubahan

perilaku, apathy, marah, gangguan pola tidur, perubahan tingkat

kesadaran.

7. Ketidakmampuan merawat diri sendiri sehubungan kelemahan fisik.

Data Subyektif : Pasien mengeluh lemah, letih dan lesuh

Data Obyektif : Penampilan secara umum menurun.

8. Resiko tinggi dytsfungsi seksual sehubungan dengan efek uremia

Data Subyektif : Pasien melaporkan adanya penurunan libdo, impotensi dan kesulitan

untuk ereksi

Data Obyektif : Gangguan menstrusi, gynecomastia

9. Resiko gangguan gambaran diri sehubungan dengan permanentnya gangguan fungsi

ginjal.

Data Subyektif : Ekspresi tidak percaya, Cemas, mudah tersinggung

Data Obyektif : Perubahan interaksi social, perlaku marah / agresif

TUJUAN KEPERAWATAN

1. Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat ditoleransi

2. Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.

3. Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi.

4. Pasien bebas dari infeksi

5. Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan

6. Pasien mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori / persepsi secara normal,

tidak mengalami gangguan gangguan proses berpikir.

7. Kebutuhan self care terpenuhi.

8. Gangguan seksual dapat diatasi .

9. Pasien tidak mengalami gangguan gambaran diri / dapat menerima keadaan dirinya.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 19: Agung Dekdiono

INTERVENSI / IMPLEMENTASI

1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan

kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme

1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda

– tanda chvostek”s dan Trousseau”s.

Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya

kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan

kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin

terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.

2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium,

bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.

Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk

mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori

ginjal.

3) Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.

Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal

4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon

terhadap pengobatan.

Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih

lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan

efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya

efek samping obat.

2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air

dan natrium

1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur

tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk

bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena

jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.

Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.

2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 20: Agung Dekdiono

Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.

3) Monitor ECG

Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia.

Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.

4) Berikan cairan sesuai indikasi

Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.

5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.

Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek

samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.

3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan

intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.

1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.

Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan

nutrisi.

2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium :

Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.

Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.

3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan

Klien.

Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .

4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.

Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.

5) Berikan antiemetik dan monitor responya.

Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.

6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.

Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang

baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan

keadaan dan fungsi ginjalnya.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 21: Agung Dekdiono

4. Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.

1) Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.

Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.

2) Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah,

Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.

Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan

temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti

adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.

3) Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal

precaution.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.

4) Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.

Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.

5. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.

1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.

Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar

keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.

2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.

Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan

jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.

3) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.

Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.

4) Lakukan perawat kulit secara benar.

Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi

5) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.

Rasional : Amengurangi pruritis.

6) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.

Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 22: Agung Dekdiono

6. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir

sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan

dengan uremia.

1) Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ;

Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)

Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada fungsi

saraf sentral dan autonom.

2) Kaji tipe kepribadian

Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan dengan

uremia.

3) Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar,

kram otot dan gejala paresthesia lainnya.

Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral dan dapat

terjadi kerusakan serabut saraf .

4) Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.

Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan

menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.

5) Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak

boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.

Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.

6) Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan

kalimat terbuka.

Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien

7) Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat mengganggu

pola tidur.

7. Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.

1) Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan

perawatan diri.

Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 23: Agung Dekdiono

2) Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien

dengan melibatkan kelurag.

Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.

3) Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.

Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.

8. Resiko terjadinya diskusi seksual

1) Kaji keadaan pasien secara umum.

Rasional: untuk mengidentifikasikan masalah yang ada.

2) Minta pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.

Rasional : Informasi dari pasien sangat penting untuk pelaksanaan askep

3) Bantu pasien untuk memecahkan masalah .

Rasional: Meningkatkan penerimaan pasien.

4) Jelaskan pasien tentang permasalahan yang terjadi.

Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan mengundang partisipasi

klien.

5) Rujuk pasien kekonseling bila dibutuhkan

Rasional : Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada

9. Gangguan gambaran diri

1) Gaji dan jelaskan kepada pasien tentang keadaan ginjalnya serta alternatif

tindakan lainnya seperti dialysis atau transplantasi

.Rasional: Interfensi awal bias mencegah disstres pada pasien.

2) Libatkan support sistim dalam perawatan pasien.

Rasional: Kehadiran support sistim meningkatkan harga diripasien.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 24: Agung Dekdiono

Evaluasi

1. Perfusi jaringan ginjal adekuat. Data pendukung tes fungsi ginjal dalam

keadaan normal.

2. Balance cairan normal. Data pendukung tidak ada tanda - tanda oedema.

3. Status nutrisi pasien diperbaiki dan dipertahankan. Data pendukung: Intake

makanan dan minuman dalam batas normal sesuai diit yang dianjurkan.

4. Tidak ada infeksi. Data pendukung tidak ada tanda infeksi yang didapat.

5. Kulit utuh. Data pendukung tidak ada kerusakan pada kulit.

6. Respon terhadap rangsangan persepsi / sensorida dalam batas normal.

Proses piker normal. Data pendukung orientasi terhadap waktu, tempat,

orang baik gangguan sensasi tidak ada perkembangan, pola tidur normal.

7. kebutuhan sel fcare terpenuhi.

8. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.

9. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya

Pendidikan pasien

1. Jelaskan tentang GGK/GGA

2. Jelaskan pengobatan dan efeksa mpingnya yang mungkin timbul

3. Jelaskan tentang diit.

4. Ajarkan pasien cara – cara pengukuran tekanan darah, intake dan out put, monitor

brat badan serta cara mencatatnya.

5. Jelaskan tentang pentingnya mencegah infeksi.

6. Jelaskan tentang pentingnya memeriksaklan diri kedokter.

7. Jelaskan tentang dialysis dan transplantasi.

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001

Page 25: Agung Dekdiono

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Brundage Dorothy (1991), “ Renal Disorders “ Mosby Year Bok, Inc.

2. Purnawan Junadi,(1982), “ Kapita Selekta Kedokteran “ , Edisi ke 2. Media

Aeskulapius, FKUI 1982.

3. Soeparman (1990), “ Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.

4. Sylvia Anderson Price (1990) “ Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”.

Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II.

5. Marllyn E. Doengoes (1987), “ Nursing Care Plan “ , Fa. Davis Company,

Philadelpia.

6. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne (1991),” Medical Surgical Nursing “ , A Nursing

Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia

Agung dekdiono s 1 keperawatan stikes hutama abdi husada tulungagung nim 01 . 11 . 001