Agt Hasbi DSS Fix

73
BAB I STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI Nama : An. V Umur : 7 Bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Berat badan : 7 kg Panjang badan : 67 cm Lingkar Kepala : 45 cm Agama : Islam Bangsa : Indonesia Alamat : Dalam kota MRS : 21 November 2014 (14:18 WIB) II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dilakukan tanggal 21 November 2014, diberikan oleh ibu pasien) Keluhan utama : Kaki dan tangan dingin Keluhan tambahan : Gelisah, Demam Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6 o C, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1 macam, batuk 1

description

ndewujNDweuhdfcuegarfirij

Transcript of Agt Hasbi DSS Fix

BAB I

STATUS PEDIATRIKI. IDENTIFIKASI

Nama : An. V

Umur: 7 Bulan

Jenis Kelamin: Laki-laki

Berat badan: 7 kg

Panjang badan: 67 cm

Lingkar Kepala: 45 cm

Agama: Islam

Bangsa: Indonesia

Alamat: Dalam kota

MRS: 21 November 2014 (14:18 WIB)II. ANAMNESIS

(Alloanamnesis dilakukan tanggal 21 November 2014, diberikan oleh ibu pasien)

Keluhan utama: Kaki dan tangan dingin

Keluhan tambahan: Gelisah, Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum.

Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit: 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Hasil pemeriksaan darah terakhir saat dirawat di RS Swasta yaitu Hematokrit 28%, Trombosit 42.000/L, IgM anti-Dengue (+), dan IgG anti-Dengue (-).

Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah.

Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan: Aterm

Partus

: Spontan

Ditolong Oleh: Bidan

Tanggal

: 09 April 2014

Berat badan

: 2800 gr

Panjang Badan: 46 cm

Riwayat Makanan

ASI:Sejak lahir hingga sekarang (12-15x/hari)

Susu Formula:Belum diberikanBubur Susu:Sejak usia 6 bulan hingga sekarang (3x/hari), satu mangkuk kecil setiap kali makan

Lain-lain:Belum diberikan

Kesan:Asupan makanan cukup

Riwayat Vaksinasi

BCG: Skar (+)

Polio:(Polio 1, Polio 2, Polio 3)DPT-HB:(DPT-HB 1, DPT-HB 2, DPT-HB 3)Campak:(-)Kesan:Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik

Pertumbuhan

BB/U:0 s/d -2SD

PB/U:0 s/d -2SD

BB/PB:-1SD s/d -2SD

Kesan:Status gizi baik

Perkembangan

Usia 4 bulan:Tengkurap

Usia 7 bulan:Duduk dengan bantuan

Kesan:Pertumbuhan sesuai usiaIII. PEMERIKSAAN FISIK(Dilakukan tanggal 21 November 2014)Pemeriksaan Fisik UmumKeadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran: E3M4V4Tekanan Darah: 70/50 mmHgNadi

: 156 kali/menit, reguler, isi dan tegangan kurangPernapasan: 68 kali/menit

Suhu

: 39,1 oC

Berat badan: 7 kg

Tinggi badan: 67 cm

Lingkar Kepala: 45 cmKeadaan Spesifik

Kepala

Mata

: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, 3 mm/3 mmHidung: sekret tidak ada, napas cuping hidung ada

Telinga: Tidak dilakukan pemeriksaanMulut: Sianosis sirkumoral tidak ada

Tenggorok : Dinding faring tidak hiperemis, T1-T1, tenang, tidak hiperemis

Leher

: perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat, kaku kuduk tidak ada, Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)Thorax

Paru-paru

Inspeksi: Statis dan dinamis simetris, retraksi ada (intercostae)

Palpasi : Strem fremitus kanan = kiriPerkusi: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi: Vesikuler (/ ), ronkhi basah halus (+/+) di basal, wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: Pulsasi, iktus cordis, dan voussour cardiaque tidak terlihatPalpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi: Jantung dalam batas normalAuskultasi: HR = 156 kali/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada,

bunyi jantung I dan II normalAbdomen

Inspeksi: Cembung

Auskultasi: Bising usus (+) normalPalpasi : Lemas, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan

rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba, turgor kulit segera kembaliPerkusi: Timpani

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Superior: Akral dingin (+), pucat (+), sianosis (-), edema (-), petechie (-), CRT < 2sInferior: Akral dingin (+), pucat (+), sianosis (-), edema (-), petechie (+), CRT < 2sIV. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM(21 November 2014 pukul 05:00 di RS Swasta)

Leukosit

: 13,2 x 10/mm

Ht

: 28 %*

Trombosit

: 42 x 103/mm3*

IgM anti-Dengue: (+)*

IgG anti-Dengue: (-)(21 November 2014 pukul 20:31 di RSMH)

Hb

: 10,1 g/dl*

Kalsium: 8,2 mg/dl*

Eritrosit

: 3,96 x 106/mm

Natrium: 137 mEq/L

Leukosit

: 17,5 x 10/mm

Kalium : 3,7 mEq/L

Ht

: 29 %*

Trombosit: 107 x 103/mm3*

Hitung Jenis : 0/0*/0*/26*/42*/32*

V. DIAGNOSIS BANDING

Dengue Syok Sindrom Syok SeptikVI. DIAGNOSIS KERJA

Dengue Syok SindromVII. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan darah (Hb, Ht, Trombosit serial/6 jam) Uji serologis IgM dan IgG Anti-Dengue Rontgen thorax APVIII. PENATALAKSANAAN

O2 kanul nasal 2 L/menit Pemasangan NGT RL 140 cc (20 cc/kgBB) secepatnya ( kocor; respons positif, TD: 80/50, nadi 135x/menit, isi dan tegangan cukup ( RL 70 cc (10 cc/kgBB/jam) selama 2 jam ( 70 gtt/menit (mikro) Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC Dobutamin 35 g/menit Observasi tanda vital dan diuresis/jam

Observasi tanda-tanda syok dan manifestasi perdarahanIX. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: Dubia ad bonam Quo ad functionam: Dubia ad bonam

X. RESUMEPasien an.V, usia 7 bulan, laki-laki dibawa ke IGD RSMH dengan keluhan kaki dan tangan dingin disertai gelisah. Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum. Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit: 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Hasil pemeriksaan darah terakhir saat dirawat di RS Swasta yaitu Hematokrit 28%, Trombosit 42.000/L, IgM anti-Dengue (+), dan IgG anti-Dengue (-). Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah. Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang. Riwayat penyakit dahulu berupa riwayat sesak napas sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada. Riwayat kehamilan ibu normal dan riwayat kelahiran anak normal, ditolong bidan. Riwayat makanan mendapat ASI sejak lahir hingga sekarang. Bubur susu usia 6 bulan hingga sekarang. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal. Riwayat imunisasi dasar belum lengkap. Status gizi baik. Hasil laboratorium tanggal 21 November 2014 di RSMH adalah Hb 10,1 g/dl, Ht 29%, trombosit 107x 10/L.

XI. FOLLOW UPTanggal 22 November 2014S:demam (+) hari ke-7, bebas syok 24 jam, anak mau makan dan minumO:Sensorium :compos mentis

TD:80/50 mmHg

N:140 x/menit (isi/tegangan cukup)

RR:40 x/menit

T:38,8oC

Kepala:edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), terpasang O2 kanul

nasal 1 L/menit, SpO2 99%

Thorax:simetris, retraksi dada (-)

Cor :ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba,

BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :vesikuler (+/+) normal, rhonki (+/+), wheezing (-/-).

Abdomen

:datar, lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, tepi tajam,

permukaan rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba,

BU (+) normal

Ekstremitas:

akral dingin (-), CRT 40%

Frekuensi JantungTakikardia +Takikardia ++Takikardia/Bradikardi

Volume NadiNormal/MenurunMenurun +Menurun ++

Pengisian KapilerNormal/MeningkatMeningkat +Meningkat --

KulitDingin, pucatDingin, mottledPucat mati

RRTakipnue +Takipnue ++Sighing respiration

Tingkat Kesadaran Agitasi ringanBerkooperasiBereaksi hanya pada rasa sakit atau tidak responsive

2.2.4 Klasifikasi dan EtiologiTipe

SyokSeptikKardiogenikDistributif

Hipovolemik

Obstruktif

Karakteristik

Infeksi

organisme melepaskan toksin

yang mempengaruhi

distribusi darah,

cardiac output

dan lainnya

Kegagalan

jantung dalam

memompa

darah untuk

memenuhi

kebutuhan

tubuh

1.Kelainan

saraf:

Mengganggu

keseimbangan cairan

sehingga

memudahkan

terjadinya

asidosis

2.Overdosis

dosis obat

yang

mengganggu

distribusi

cairanMenurunnya jumlah

cairanmenurunkanCO;

asidosis

metabolic

membuat

volume

intravaskuler

berkurang

dan perfusi

ke jaringan

menurun;

gangguan

keseimbangan

elektrolitCO rendah; sianosis; tekanan

nadi rendah

EtiologiBakteri

Virus

jamurKardiomio-patiKongenital

Heart disease

Ischemic

insultAnafilaksis

Toxin

Reaksi

AlergiEnteritis

Perdarahan

Luka bakar

Diabetes

insipidus

Defisiensi

AdrenalTension

pneumotorax

Pericardial

tamponade

2.2.5 Tanda dan Gejala 1. Sistem Kardiovaskulera. Gangguan sirkulasi perifer mengakibatkan pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus.

b. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.

c. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.

d. CVP rendah.

2. Sistem Respirasi

a. Pernapasan cepat dan dangkal.

3. Sistem saraf pusat

a. Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

4. Sistem Saluran Cerna

a. Bisa trjadi mual dan muntah.

5. Sistem Saluran kemih

a. Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (0,5-1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.2.3 Syok HipovolemikIni adalah syok yang paling umum ditemui, terjadi karena kekurungan volume sirkulasi yang disebabkan karena kehilangan darah dan juga cairan tubuh. Kehilangan darah dibagi menjadi dua yaitu perdarahan yang tampak dan tidak tampak. Perdarahan yang tampak misal perdarahan dari luka dan hematemesis, sedangkan perdarahan yang tak tampak misal perdarahan pada saluran cerna seperti perdarahan tukak duodenum, cedera limpa, patah tulang. Kehilangan cairan terjadi pada luka bakar yang luas dimana terjadi kehilangan cairan pada permukaan kulit yang hangus atau terkumpul didalam kulit yang melepuh. Muntah hebat dan diare juga mengakibatkan kehilangan banyak cairan intrvaskuler. Obstruksi ileus juga bisa menyebabkan banyak kehingan cairan, juga pada sepsis berat dan peritonitis bisa menyebabkan kehingan cairan.

2.3.1 Tanda dan Gejala1. Anxietas, lemas, gangguan mental karena menurunya perfusi k eotak

2. HIpotensi karena menurunya volume sirkulasi

3. Nadi cepat, lemah karena penurunan aliran darah

4. Kulit dingin dan lembab karena vasokontriksi dan stimulasi kelenjar keringat

5. Oligouria karena vasokonstriksi arteri renalis

6. Pernafasan cepat dan dalam karena stimulasi saraf simpatis dan asidosis

7. Hipotermi karena menurunya perfusi dan penguapan keringat

8. Haus dan mulut kering karena kekurangan cairan

9. Lemah dan lelah karena inadekuat oksigenasi

2.3.2 Jenis cairan yang hilang1. Darah

2. Plasma

3. Cairan ekstrasel2.3.3 Penyebab1. perdarahahn

2. luka bakar

3. cedera yang luas

4. dehidrasi

5. kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus

2.3.4 PatofisiologiSyok hipovolemik yaitu syok yang terjadi karena kekurangan sirkulasi didalam pembuluh darah oleh berbagai sebab, berkurangnya sirkulasi ini mengakibatkan darah yang kembali ke jantung melalui vena akan berkurang. Akibatnya darah yang masuk ke atrium kanan juga menurun, sebagai kompensasi atas hal ini frekuansi jantung akan meningkat untuk menyesuaikan agar perfusi sistemik dapat dipenuhi. Gejalanya akan tampak tekanan darah sistolik menurun dan denyut nadi yang cepat.

Menurunya perfusi sistemik mengakibatkan organ mengalami iskemia, sehingga akan merubah siklus metabolic dari aerobic menjadi anaerobic dimana siklus ini menghasilkan residu asam laktat, asam amino dan asam fosfat di jaringan. Hal ini menimbulkan asidosis metabolic yang menyebabkan pecahnya membrane lisosom sehingga menimbulkan kematian sel. Hipoksia dan asidosis metabolic juga menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena pulmonalis, hal ini menimbulkan peninggiian tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi dan pengembangan paru. Akibatnya dapat terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru, edema interstisial dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat gangguan pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.

Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial akan masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun. Karena cairan interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya cairan tersebut kedalam ruang intraseluler, maka penambahan cairan sangat mutlak diperlukan untuk memperbaiki gangguan metabolik dan hemodinamik ini. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan memperbaiki metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Sekresi renin dari sel-sel juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga pelepasan angiotensin I dan II juga meningkat. Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan kalium oleh ginjal.

Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi, selain itu juga mempunyai sedikit efek inotropik positif pada miokardium. Efineprin disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama menyebabkan peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja kedua katekolamin ini dipotensiasi oleh aldosteron. Peninggian sekresi hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior mengakibatkan resorpsi air ditubulus distal meningkat.

2.4 Syok DistributifSyok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume darah yang bersifat relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh darah cukup namun terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga seolah-olah volume darah didalam pembuluh darah berkurang. Syok distributive ada 3 bentuk:

1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti Escherichiacoli.Tanda dan gejala shock septic:

Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik diawali dengan:

a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri

b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output

2. Syok anafilaktik: disebabkan karena reaksi anfilaktik terhadap allergen, antigen, obat, benda asing yang menyebabkan pelepasan histamine yang menyebabkan vasodilatasi. Juga memudahkan terjadinya hipotensi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Tanda dan gejala syok anafilaktik :

a. erupsi kulit dan

b. edema local terutama pada muka

c. nadi cepat dan lemah

d. batu dan sesak nafas karena penyumbatan jalan nafas dan radang tenggorok

3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh trauma pada medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek otonom dan motorik dibawah lesi. Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding pembuluh darah vasodilatasi yang tak terkontrol, hasilnya penurunan resistensi pembuluh darah perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi dan hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama dengan syok hipovolemik.

2.5 Syok ObstruktifTerdapat penyumbatan yang menyebabkan aliran darah terganggu, pada beberapa kondisi hal ini bisa menyebabkan timbulnya syok.

Contoh syok obstruktif

1. Cardiac tamponade : biasanya terjadi karena pericarditis yang menyebabkan penimbunan cairan didalam rongga pericardium, cairan yang banyak menekan jantung sehingga venus return menurun. Hal ini menyebabkan jantung tak mampu mensuplai darah sesuai kebutuhan tubuh. Akibatnya tubuh bisa kekurangan oksigen, terutama pada organ sehingga bisa menimbulkan shock

2. Tension pneumotorax : peningkatan tekanan intratorak sehingga venous return terhambat, cardic output pun berkurang ( syok3. Emboli massive paru : mengurangi aliran darah dari paru ke jantung, cardiac output menurun ( syok4. stenosis aorta : sebabkan aliran darah keluar dari ventrikel terhambat ( perfusi berkurang ( syok5. Tanda dan gejala sama dengan shock hypovolemic tapi ditambah dengan

6. peningkatan JVP

7. pulsus paradoksus karena tamponade jantung

2.6 Syok KardiogenikSyok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas fungsi pompa jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung, paling sering yaitu infark pada myocard. Syok kardiogenik juga bisa disebabkan aritmia. Syok ini jarang terjadi pada anak-anak.

Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok hipovolemik ditambah dengan:

1. Takikardi dengan nadi yang sangat lemah2. Hepatomegali

3. Gallop

4. Murmur

5. Rasa berat di precordial

6. Kardiomegali

7. Hipertrofi jantung

8. Distensi V. Jugularis, dan peningkatan JVP

9. ECG abnormal2.7 Evaluasi Klinik

Untuk mengkategorikan dan menentukan penatalaksanaan yang tepat, pertama-tama harus ditentukan tekanan darah sentral. Tujuan pengukuran tekanan darah adalah untuk mengetahui perfusi organ-organ penting (otak dan jantung). Kebutuhan tekanan darah minimum dapat ditentukan dengan mengetahui persentil kelima dari tekanan darah sistolik pada anak sehat dan perfusi baik. American Heart Association dengan PALS (Pediatric Advance Life Support) menentukan persentil kelima dari tekanan darah anak-anak adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Tekanan darah sistolik pada anak (persentil kelima)UmurPersentil kelima tekanan darah sistolik

Neonatus60 mmHg

Bayi (1 bulan-1 tahun)70 mmHg

Anak-anak (>1 tahun)70+2x(umur dalam tahun)

Anak dengan perfusi yang buruk dan tekanan darahnya di bawah parameter seperti tabel 1, dapat dikatakan menderita syok yang tidak terkompensasi. Keadaan ini apabila tidak cepat ditangani maka akan mengarah kepada kerusakan organ dan terjadi syok ireversibel bahkan kematian. Pada anak-anak dengan tekanan darah sistoliknya masih adekuat, namun keadaan klinisnya syok, maka ini disebut sebagai syok yang terkompensasi. Sehingga, apabila perfusi pada organ-organ vital seperti jantung dan otak masih adekuat, namun organ vital lainnya mengalami hipoperfusi dan rentan akan kerusakan, apabila tidak segera diberikan terapi maka keadaan ini akan berlanjut menjadi syok yang tidak terkompensasi.

Maka dalam menegakkan diagnosis diperlukan banyak indikator untuk menentukan keadaan syok, antara lain :

1. Denyut jantung

Cardiac output dapat dipengaruhi oleh stroke volume dan heart rate, sehingga apabila terjadi penurunan stroke volume maka tubuh akan berusaha mempertahankan cardiac output dengan cara meningkatkan heart rate. Namun, ada keadaan-keadaan tertentu dimana heart rate tidak daat meningkat, yaitu pada blokade farmakologik dan kerusakan neurologik.

Pasien pada tahap awal syok akan mengalami takikardi. Namun tanda ini tidak signifikan pada anak-anak, karena anak-anak dapat mengalami takikardi pada keadaan lain, seperti demam, nyeri dan agitasi. Namun demikian, diluar pengecualian keadaan-keadaan tersebut, takikardi biasa muncul pada tahap awal dan merupakan temuan yang penting pada syok yang terkompensasi maupun yang tidak terkompensasi.

2. Perfusi kulit

Kulit dapat dianggap sebagi bagian yang non vital. Pasien yang memiliki kemampuan untuk mengkompensasi penurunan DO2 dengan menarik darah dari organ yang non vital (selain otak dan jantung), menunjukkan tanda-tanda penurunan perfusi kulit. Hal ini dikenali dengan adanya tanda-tanda denyut nadi distal yang menghilang, kulit akan teraba dingin dan pengisian ulang kapiler memanjang (>5 detik), yang pada keadaan normal biasanya dapat terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran pengisian ulang kapiler ini yaitu dengan menekan ujung jari(kuku) hingga pucat (kurang lebih selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung waktunya pada saat ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien dengan fase awal syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi vasodilatasi, sehingga kulit akan teraba hangat, denyut nadi akan teraba kuat dan terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2 detik). Pada keadaan ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis, sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti lactoacidosis, hal ini dapat mendukung bahwa telah terjadi gangguan DO2.

3. Fungsi sistem organ lain

Pada ginjal dengan perfusi normal, dapat mengeluarkan 1-2 ml urin/kgBB/jam atau lebih. Kerusakan ginjal dapat disebabkan karena kerusakan awal pada keadaan iskemik-hipoksik, sehingga terjadi acute tubular necrosis (ATN). Sehingga dapat dikatakan bahwa output urin tidak spesifik untuk menentukan kelayakan perfusi dan volume intravaskuler.

4. Status asam basa

Adanya asidosis metabolik atau penurunan serum bikarbonat dapat membatu untuk mendiagnosa syok. Asidosis metabolik dapat timbul karena hilangnya serum bikarbonat seperti pada diare, yang dapat terjadi bersamaan dengan syok dan dehidrasi. Dengan dilakukannya pengukuran level serum laktat, maka dapat diketahui kehilangan bikarbonat akibat asidosis laktat karena syok2.8 Monitoring

Monitoring yang dilakukan pada syok meliputi monitoring hemodinamik respirasi dan metabolik. Yang harus di ketahui pada syok:

1. PaO2 ( diperlukan monitoring terutama pada PaO2 karena oksigenasi jaringan

2. Asam Laktat ( asam laktat meniggi pada sepsis hiperdinamik dan kelainan enzim piruvat dehidrogenase. Asam laktat ini meninggi 12 jam setelah terjadinya syok dan juga indikasi terjadinya MOSF3. Indeks transport O2 ( dapat di catat dengan mengetahui kardiak indeks DO2 dan VO2 yang harus di pertahankan di atas 2,1 l/mnt/m tubuh4. Tekanan Vena sentral (CVP) ( penting untuk mengevakuasi syok sedini mungkin.peninggian CVP dapat terjadi karena peninggian volume intravaskuler, peninggian vasomotor, peninggian tekanan torakis dan peninggian compliance dari ventrikel kanan

5. Tekanan darah ( evaluasi tekanan darah per satu jam (atau lebih sering) lebih bermakna dari pada hanya sekali mengukur tekanan darah6. Produksi urin ( produksi urin normal pada org dewasa 0,5 cc/kg/jam, pada anak 1-2 cc/kg/jam7. Pulse oksimeter ( Oksigenasi jaringan di tentukan oleh perfusi , kadar Hb dan saturasi oksigen yang dapat di monitor dengan pulse oksimeter, digunakan secara rutin untuk menilai syok.Monitoring yang dilakukan :

1. Non Invasif : yakni memonitor tanda tanda vital, tekanan darah, nadi , PaO2, jumlah urin, ECG, intake serta output.2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter pulmonalis.3. Metabolik : asam laktat

2.9 Tatalaksana Syok

Pengenalan awal akan syok membutuhkan pemahaman tentang kebiasaan anak yang normal dan keadaan anak yang memang menderita shock. Pucat ringan, ekstremintas dingin, mengantuk ringan atau acuh terhadap sekitar, takikardia yang taksesuai dan factor lain seperti cemas, demam dan hal lain yang penting sering terabaikan. Oliguria adalah tanda yang penting, anak dengan trauma berat atau sepsis membutuhkan pemasangan kateter untuk menghitung secara cermat cairan yang keluar dan kebutuhancairan secara akurat. Nilai normal nadi dan tekanan darah berbeda untuk tiap umur, terkadang nilai normal sering tak sesuai dengan panduan ketika anak mengalami distress.

Pada tahap awal, syok memerlukan penanganan yang segera untuk mempertahankan hidup, bagaimanapun penanganan shock tergantung seberapa cepat untuk bisa mendapat pertolongan di rumah sakit.Pertolongan awal syok:1. Segera beri pertolongan, jika pasien masih sadar tempatkan dengan nyaman2. Jika pasien sendiri, cari pertolongan, atau meminta seseorang mencari pertolongan dan seseorang menjaga pasien3. Pastikan jalan nafas dan pernafasan baik.4. Lindungi pasien dengan jaket tapi jangan terlalu rapat agar tidak terjadi vasodilatasi5. Jangan beri minum6. Siapkan untuk cardiopulmonary resuscitation7. Berikan banyak informasi ketika ambulan datang

Tatalaksana syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak tergantung pada penyebab syok. Diagnosa harus segera dibuat sehingga dapat diberikan pertolongan sesuai dengan kausa.

Tujuan utama adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi terutama di otak, jantung dan ginjal. Tanpa memandang etiologi syok, oksigenasi dan perfusi jaringan dapat diperbaiki dengan memperhatikan 4 variabel ini:

1. Ventilasi dan oksigenasi ( Airway dan Breathing )

a. Memperbaiki jalan napas, ventilasi buatan dan oksigen 100%b. Akses vena dan pemberian cairan diberikan bersamaan dengan oksigen 100%.

2. Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ). Resusitasi cairan dan pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk meningkatankan curah jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.

a. Resusitasi cairan:1) Pada syok hipovolemik apapun penyebabnya, resusitasi cairan dimulai dengan cairan kristaloid (Rl atau garam fisiologis) sebanyak 20 ml/kg secepatnya. Bila tidak terlihat perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi, perfusiperifer jelek, kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi hipovolemia diberikan lagi cairan yang sama sebanyak 20 ml/kg dan pasien dievaluasi kembali. Syok kardiogenik dan obstruksi harus dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien dengan syok hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap pemberian cairan 40 ml/kg.2) Pada syok septik, resusitasi cairan berguna untuk mengembalikan volume intravaskular. Jenis cairan masih konroversial, cairan kristaloid dapat menyebabkan edema paru akibat penurunan tekanan onkotik intravaskular dan memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid, walaupun dapat mempertahankan tekanan onkotik pada akhirnya dapat merembes ke ruang interstisial akibat hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok septik memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk mengembalikan perfusi yang adekuat.3) Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat telah terbukti menyelamatkan jiwa pasien.4) Pada syok endokrin gangguan yang terjadi diperbaiki. Hipotiroid membutuhkan levothyroxine, pada hyperthyroid produksi hormon thyroid dihambat oleh sitostatika seperti methimazole (tapazole) atau PTU (propylthiouracil). Insufisiensi adrenal diobati dengan suplemen kortikosteroid.b. Obat vasoaktifAda beberapa obat yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam penanganan syok bila resusitasi cairan belum cukup untuk menstabilkan system kardiovaskular. Obat inotropik meningkatan kontraktilitas miokard dan obat kronotropik meningkatkan frekuensi jantung. Obat vasoaktif yang paling banyak digunakan adalah golongan amin simpatomimetik yaitu golongan katekolamin, epinefrin, norepinefrin, dopamine endogen, dobutamin, dan isoproternol sintetis. Obat ini bekerja merangsang adenilsiklase yang menyebabkan terjadinya sintetis AMP siklik, aktifasi kinase protein, fosforilasi protein intrasel, dan peningkatan kalsium intrasel. Obat tersebut bekerja memperbaiki tekanan darah dengan konsekuensi peningkatan resistensi vaskuler dan penurunan aliran darah. Obat vasoaktif ini diberikan bila pemberian cairan danoksigenasi alveolar telah maksimal.Beberapa obat vasoaktif yang dapat diberikan berikut dosisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.Dosis dan efek klinis beberapa obat vasoaktifObatDosis

Efek klinis

Dobutamin

2-20 g/kg/menitMemperbaiki konraktilitas miokard

Berguna pada gagal jantung dengan syok

Dopamine2-20 g/kg/menitDosis rendah (4-5 g/kg/menit): memperbaiki aliran darah ginjal

Dosis tinggi: efek

Memperbaiki kontraktilitas miokard bila dosis ditingkatkan

Efinefrin0,05-1 g/kg/menit

Dosis rendah: efek

Dosis tinggi: efek

Berguna bila dikombinasi dengan dopamine dosis rendah

Norefinefrin0,05-1 g/kg/menit

Efek sangat kuat

Hipotensi refrakter

Amrinon0,75-4 mg/kg/kali

5-20 g/kg/menitKombinasi dengan katekolamin

Memperbaiki fungsi miokard

Milrinon50-75 g/kg/kali

0,5-1 g/kg/kaliKombinasi dengan katekolamin

Memperbaiki fungsi miokard

Kapasitas angkut oksigen

1. Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi darah, tetapi kapasitas angkut oksigen diruang intravaskular harus cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.2. Transfusi darah dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian cairan isotonik sebanyak 60mL/kg3. Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis an tidak berdasarkan kadar hemoglobin4. Pada anak dengan anemia kronis (anemia defisiensi) darah harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian tidak boleh melebihi 5-10mL/kg dalam 4 jam untuk mencegah gagal jantung kongestif, kecuali bila proses kehilangan darah masih berlangsung.Kelainan yang mendasari

1. Pasien dengan syok septik memerlukan antibiotik segera2. Pasien dengan syok hipovolemik dievaluasi terhadap kehilangan cairan melalui saluran cerna atau perdarahan.3. Syok kardiogenik mungkin memerlukan terapi farmakologis untuk menurunkan afterload atau intervensi bedah untuk mengatasi obstruksi4. Syok anafilaktik memerlukan epinefrin, eliminasi penyebab dan antihistamin.2.10 Terapi cairan

Dalam tubuh , faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Jumlah air dalam tubuh harus di pertahankan dalam batas batas tertentu untuk berlangsungnya metabolisme tubuh dengan baik. Tubuh manusia terdiri atas :

1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan bukan lemak.

2. Jaringan lemakCairan tubuh (60%) terdiri atas:

1. Cairan intraseluler 40%

2. Cairan ekstra seluler 20% :

a. cairan interstisial 15%b. plasma darah 5%

Air masuk ke dalam tubuh terutama melalui penyerapan dari saluran pencernaan. air meninggalkan tubuh terutama sebagai air kemih yang dikeluarkan dari ginjal. ginjal bisa mengeluarkan sampai beberapa liter air kemih dalam sehari atau dapat menahannya dengan membuang kurang dari 0,5 l air kemih dalam sehari. Sekitar 1 liter air juga dibuang setiap harinya melalui penguapan dari kulit dan paru-paru. keringat yang berlebihan (misalnya karena latihan berat atau cuaca panas), bisa meningkatkan jumlah air yang hilang melalui penguapan.Dalam keadaan normal, sedikit air dibuang melalui saluran pencernaan. Pada muntah yang berkepanjangan atau diare yang berat, sebanyak 3,84 l air bisa hilang melalui saluran pencernaan. Bila asupan cairan sesuai dengan cairan yang hilang, cairan tubuh akan tetap seimbang. Untuk menjaga keseimbangan cairan, orang sehat dengan fungsi ginjal yang normal dan tidak berkeringat berlebihan, harus minum sedikitnya 1 l cairan/hari. Untuk mencegah dehidrasi dan pembentukan batu ginjal, dianjurkan untuk minum cairan sebanyak 1,5-2 l/hari. Bila otak dan ginjal berfungsi dengan baik, tubuh dapat mengatasi perubahan yang ekstrim dalam asupan cairan. Seseorang biasanya dapat minum cairan yang cukup untuk menggantikan kehilangan air yang berlebihan dan mempertahankan volume darah dan konsentrasi dari garam-garam mineral yang terlarut (elektrolit) dalam darah. Jika seseorang tidak dapat minum air yang cukup untuk menggantikan kehilangan air yang berlebihan (seperti yang terjadi pada muntah berkelanjutan atau diare hebat), maka bisa mengalami dehidrasi.Jumlah air dalam tubuh berkaitan erat dengan jumlah elektrolit tubuh. konsentrasi natrium darah merupakan indikator yang baik dari jumlah cairan dalam tubuh. Tubuh berusaha untuk mempertahankan jumlah total cairan tubuh sehingga kadar natrium darah tetap stabil. Jika kadar natrium terlalu tinggi, tubuh akan menahan air untuk melarutkan kelebihan natrium, sehingga akan timbul rasa haus dan lebih sedikit mengeluarkan air kemih. Sedangkan jika kadar natrium terlalu rendah, ginjal mengeluarkan lebih banyak air untuk mengembalikan kadar natrium kembali ke normal.2.11 Pemberian cairan

2.11.1 Cairan KristaloidCairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer laktat. Cairan kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut Dillon kehilangan 1cc darah harus di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi menaiknya permeabilitas kapiler pada syok juga dapat menyebabkan cairan kristaloid keluar dari pembuluh darah. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar ini mempunyai maksud :

1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal

2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara progresif secara cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari kristaloid 2-4 kali lebih tinggi dari koloid yang di butuhkan untuk mempertahankan hemodinamik , namun CVP ( central venous pressure ) menjadi berkurang dan cairan berkumpuldi interstitial sehinggamenghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan luka, mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi. Pada syok hipovolemik cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan kristaloid dapat mengatasi deficit cairan, karena itu lebih banyak di gunakan kristaloid daripada koloid karena di perlukan cairan terus menerus.

CairanNa+ (mEq/L)K+

(mEq/L)Cl-

(mEq/L)Ca++

(mEq/L)HCO3

(mEq/L)Tekanan osmotik (mOsm/L)

Ringer Laktat1304109328*273

Ringer Asetat1304109328:273

NaCl 0.9%154- 154--308

2.11.2 Cairan KoloidCairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel, gelofusin, dekstran 70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan cairan koloid yang lebih besar di butuhkan untuk mempertahankan volume plasma untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan oksigen konsumsi, begitu pula dengan cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan cairan interstitial dan cairan intravaskular.

Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular dan menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan terjadinya udem. Di samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh karena itu masih menjadi pertanyaan penggunaan cairan koloid karena bahayanya terutama bila permeabilitas kapiler bertambah. Dalam keadaan kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang dapat merupakan cairan :

1. Albumin

2. Dekstran

3. Hemasel

4. HAS ( Human Albumin Solution )1. Albumin

Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic koloid plasma dengan masa tengah 10 15 hari. Dapat terjadi reaksi anafilaktoid walaupun jarang dan tidak rutin di gunakan. Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan dengan hipovolemi, edema, dan ascites di berikan albumin 20%.

2. Dekstran

Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl 0,9% dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh ginjaldan dapat membentuk kompleks dengan fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati. Dua bentuk dekstran : dekstran 40 dan dekstran 70. Dekstran 40 lebih sering di gunakan dan terdapat kemungkinan alergi.3. Hemasel

Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium 5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena menyebabkan defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Pemberian dalam jumlah besar dalam bentuk gelatin kompleks dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler dan menyebabkan edema paru.4. HAS ( Human Albumin Solution )

HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase.HAS juga tersimpan dalam RES.2.11.3 Kontroversi Kristaloid versus KoloidPertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah di kaji untuk resusitasi cairan ,antara lain : NaCl 0,9%, larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik , albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70.

a. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang meningkat karena penggunaan zat zat ini adalah mengurangi edema paru. Namun , vaskulatur paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk protein ,di antara ruang iintravaskular dan interstitial.Di pertahankannya tekanan hidrostatik paru pada 40%

Frekuensi JantungTakikardia +Takikardia ++Takikardia/Bradikardi

Volume NadiNormal/MenurunMenurun +Menurun ++

Pengisian KapilerNormal/MeningkatMeningkat +Meningkat ++

KulitDingin, pucatDingin, mottledPucat mati

RRTakipnue +Takipnue ++Sighing respiration

Tingkat Kesadaran Agitasi ringanBerkooperasiBereaksi hanya pada rasa sakit atau tidak responsive

Berdasarkan gejala klinisnya, anak ini telah mengalami syok fase kompensasi yang membutuhkan penatalaksanaan segera untuk mencegah terjadi perburukan. Tatalaksana syok:

O2 2 L/menit via nasal kanul IVFD RL 20 cc/kgBB ( 140 cc dalam dua line IVFD, dalam waktu secepatnya, kocor ( kemudian evaluasi, respon (+) TD: 80/50, nadi 135x/menit, isi dan tegangan cukup lanjutkan dengan ( IVFD RL 10 cc/kgBB/ selam 2 jam ( 70 cc/jam (35 tetes/menit, mikro) ( evaluasi ulang tanda-tanda vital, kemudian resusitasi cairan diturunkan bertahap sesuai kondisi Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC Observasi tanda vital dan diuresis/jam Cek Hb, Ht, Trombosit, PT, apTT, SGOT, SGPT, CRP, ureum, kreatinin, elektrolit Cek Rontgen Thorax ap/lateral

Setelah dilakukan tatalaksana awal, maka dilakukan secondary survey di mana didapatkan: dari anamnesis, diketahui bahwa sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum. Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit: 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Hasil pemeriksaan darah terakhir saat dirawat di RS Swasta yaitu Hematokrit 28%, Trombosit 42.000/L, IgM anti-Dengue (+), dan IgG anti-Dengue (-). Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah. Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang. Riwayat penyakit dahulu berupa riwayat sesak napas sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada. Riwayat kehamilan ibu normal dan riwayat kelahiran anak normal, ditolong bidan. Riwayat makanan mendapat ASI sejak lahir hingga sekarang. Bubur susu usia 6 bulan hingga sekarang. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal. Riwayat imunisasi dasar belum lengkap. Status gizi baik. Hasil laboratorium tanggal 21 November 2014 di RSMH adalah Hb 10,1 g/dl, Ht 29%, trombosit 107x 10/L.

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak tersebut, mengindikasikan bahwa anak tersebut mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO, yaitu:

1. Demam akut terus menerus selama 2-7 hari ( pada pasien selama 6 hari

2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, ekimosis, purpura, petechie, perdarahan pada mukosa, hematemesis, melena) ( pada pasien ditemukan petechie pada paha3. Pembesaran hati ( pada pemeriksaan fisik ditemukan hepar yang teraba 3 jari di bawah arcus costae4. Syok, yang ditandai oleh nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), penurunan tekanan darah hingga tidak terukur, akral dingin, kulit lembab, CRT > 2 detik, dan pasien tampak gelisah ( pada pasien ditemukan keadaan umum gelisah, lethargi, nadi cepat (156 x/menit) dan lemah, serta akral dingin.

5. Kriteria laboratorium:

Trombositopenia (< 100.000/mm3) ( pada pasien Trombosit 42.000/mm3 Hemokonsentrasi (> 20%) ( pada pasien Ht tertinggi adalah 39%, Ht terendah adalah 24%, maka Ht pasien adalah 62,5%

Berdasarkan kriteria WHO, pada pasien terdapat 2 gejala klinis dan 1 gejala laboratorium, maka dapat ditegakkan diagnosis kerja DBD. Berdasarkan derajat penyakitnya, pasien ini masuk kriteria DBD Derajat 3, atau termasuk dalam Dengue Shock Syndrome (DSS), berdasarkan kriteria berikut:

Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi perdarahan ialah uji bendung

Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lainnya. Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, serta anak tampak gelisah.Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Berdasarkan derajat penyakitnya, pasien termasuk ke dalam DBD Derajat III atau termasuk ke dalam Dengue Shock Syndrome (DSS). Pada pasien dilakukan resusitasi dan dirawat inap hingga kondisi pasien stabil. Adapun komplikasi yang bisa terjadi pada pasien ini adalah perdarahan massif, edema paru, kegagalan jantung dan ensefalopati dengue.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah syok septik. Tanda-tanda syok septik adaah sebagai berikut:

1. Demam dengan suhu > 38C atau < 36C.2. Denyut jantung > 90 kali/menit.3. Respirasi > 20 kali/menit, atau PaCO2 < 32 mmHg.4. Leukosit > 12.000 sel/mm3, atau < 4.000 sel/mm3, atau >10% neutrofil imatur.5. Minimal 2 gejala di atas (SIRS) ditambah sumber infeksi yang diketahui.6. Kelainan perfusi organ.7. Hipotensi yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi yang adekuat.Berdasarkan kriteria tersebut, keadaan syok membaik setelah dilakukan resusitasi dengan RL sebanyak 20 cc/kgBB dalam waktu cepat, yang artinya syok bukan diakibatkan oleh sepsis, dan diagosis banding syok septik bisa disingkirkan.

Prognosa pada pasien DSS tergantung dari beberapa faktor, berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada pasien ini, prognosisnya dubia ad bonam.

Pasien dirawat selama 4 hari, dan diperbolehkan pulang atas indikasi berikut:1. Bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

2. Nafsu makan kembali membaik.

3. Tampak perbaikan secara klinis.

4. Hematokrit stabil.

5. Tiga hari setelah syok teratasi.

6. Jumlah trombosit > 50.000/L.7. Tidak dijumpai distress pernapasan (akibat efusi pleura atau asidosis).DAFTAR PUSTAKA1. Noisakran, S and Perng, G.C. 2008. Alternate hypothesis on the pathogenesis of dengue hemorrhagic fever (DHF)/dengue shock syndrome (DSS) in dengue virus infection. Exp Biol Med,.233(4):401-8.

2. Tantracheewathorn, T and Tantracheewathorn, S. 2007. Risk factors of dengue shock syndrome in children. J Med Assoc Thai.,90(2):272-7.3. WHO. 2013. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome In The Context of Integrated Management of childhood Illness. WHO/FCH/CAH/05.13.

4. Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ; http://www.dkk-bpp.com5. Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-157

6. Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.

8. Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders, Philadelphia.2004

9. Diktat Penyakit Infeksi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. 2003. p. 39-57.10. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.11. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.12. Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.13. Http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htmAFTERLOAD

CONTRACTILITY

PRELOAD

HEART RATE

STROKE VOLUME

SYSTEMIC VASCULAR RESPONSE

CARDIAC OUTPUT

BLOOD PRESSURE

Mediator

Syok hipovolemik

Syok kardiogenik

Syok septik

Depresi

Kebocoran

Vasodilator

Kontraktilitas

Preload

Tekanan darah

CO

Terkompensasi

Pengeluaran simpatetik

Vasokonstriksi denyut jantung

CO dan tekanan darah membaik

Iskemia jaringan

CO

Pelepasan mediator

Fungsi sel

Hilangnya autoregulasi

Kematian sel

Kematian

47