Agraria 2011 (syahyuti)

23
DINAMIKA HUKUM AGRARIA DAN EFEKTIVITS LANDREFORM UNTUK MENINGKATKAN AKSES PETANI KEPADA LAHAN Oleh: Syahyuti

description

Perkembangan perjuangan agrarian petani di Indonesia, sejak dulu sampai sekarang, banyak diomongin, sedikit hasil.

Transcript of Agraria 2011 (syahyuti)

Page 1: Agraria 2011 (syahyuti)

DINAMIKA HUKUM AGRARIA DAN EFEKTIVITS LANDREFORM UNTUK

MENINGKATKAN AKSES PETANI KEPADA LAHAN

 Oleh: Syahyuti

Page 2: Agraria 2011 (syahyuti)

Kondisi yang Dihadapi:Landreform secara massal dan serentak

telah gagal, namun pemerintah selalu berupaya meningkatkan akses petani terhadap lahan

 Aturan dan kebijakan cukup kuat, implementasi lemah

Namun, berlangsung proses de-landreformisasi = menjual lahan, fragmentasi , konversi lahan

 Hak penguasaan lahan untuk petani meski telah diakui namun belum berhasil ditegakkan.

Page 3: Agraria 2011 (syahyuti)

PENSTRUKTURAN KONSEP “PEMBARUAN AGRARIA” YANG LEBIH OPERASIONAL

Pasal 2 Tap MPR IX/2001, Pembaruan Agraria = “Suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan sumber daya agraria ...”.

pembaruan agraria terdiri atas dua sisi saja, yaitu: (1) sisi penguasaan dan pemilikan, dan (2) sisi penggunaan dan pemanfaatan.

 Aspek landreform = penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah

Aspek non-landreform = bentuk-bentuk dan cara mengolah tanah, introduksi teknologi baru, perbaikan infrastruktur, bantuan kredit, dukungan penyuluhan pertanian, pengembangan pasar komoditas pertanian, dan lain-lain.

Page 4: Agraria 2011 (syahyuti)

 Reforma agraria / Pembaruan Agraria =

sisi landreform + sisi non

landreform

Page 5: Agraria 2011 (syahyuti)

DINAMIKA AKSES PETANI TERHADAP SUMBER DAYA LAHAN

PADA BERBAGAI ERA

Page 6: Agraria 2011 (syahyuti)

Tanah (dan rakyat) adalah “milik raja”. Setiap hasil dari tanah mesti disisihkan untuk raja,

petani kurang terdorong untuk berproduksi Abad 18 dan awal 19, secara umum di Jawa dikenal 3

kelas penguasaan tanah , yaitu: (1) Kelompok petani tuna-kisma, (2) Kelompok petani (sikep atau kuli) wajib membayar pajak dan upeti yang , dan (3) pamong desa

Di Cirebon, ada 4 kelas : 1. penguasa desa dan orang-orang penting lokal = tidak

pernah menggarap tanah secara langsung 2. masyarakat tani (sikep) 3. para wuwungan (=penumpang) atau tuna kisma, serta 4. para bujang yaitu mereka yang belum keluarga.

Era Kerajaan Feodalisme: Kepemilikan semu petani terhadap

lahan

Page 7: Agraria 2011 (syahyuti)

Era Pemerintahan Kolonial = Tanah milik pemerintah, petani harus menyewa ”Tanah Pemerintah”

pengenaan pajak tanah berlaku sistem penyewaan tanah dalam

jangka panjang (erfpacht) UU Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet)

= kepemilikan mutlak (hak eigendom) dan penyewaan

Asumsi bahwa tanah milik Belanda, maka petani harus menyewa

Page 8: Agraria 2011 (syahyuti)

Era Orde Lama = Landreform terbatas

Lahir kebijakan agraria yang idealis. UU Pokok Agraria (UUPA) no. 5 tahun 1960. UU no. 56 tahun 1960 tentang landreform, UU no. 2 tahun 1960 tentang Bagi Hasil untuk pertanian UU 16 tahun 1964 tentang Bagi Hasil pada usaha perikanan

laut. Landreform, mulai ahun 1961 s/d 1965. Total landreform tahun 1961 – 2000 = 840.227 ha untuk 1,3

juta keluarga Peraturan perundang-undangan landreform: UU No 1/

1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir, UU No 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, PP No 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Distribusi dan Ganti Rugi Tanah, PP No.10/1961 tentang Pen aftaran Tanah, UU No.21/1964 Pengadilan Landreform.

Penyebab kegagalan = rendahnya kemauan dan dukungan politik, tidak ada biaya, data dan informasi

Page 9: Agraria 2011 (syahyuti)

Era Orde Baru: Revolusi Hijau = Reforma agraria tanpa Landreform

Landreform tidak dijalankanPrivatisasi tanah melalui program

sertifikasi tanah Pemerintah mengejar industrialisasi

pertanianRevolusi Hijau tanpa landreform, telah

meminggirkan petani kecil. menimbulkan polarisasi sosek, stratifikasi, dan terusirya kelompok petani landless dari pedesaan

Page 10: Agraria 2011 (syahyuti)

Era Reformasi :Tarik Ulur Pusat dan Daerah

Tap MPR No IX/MPR/2001. UU No. 22 tahun 1999 pasal 11 = tugas

pertanahan merupakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota.

Keppres No. 103 tahun 2001 = pertanahan menjadi kewenangan pusat.

Wewenang Pemda = cukup luas

Page 11: Agraria 2011 (syahyuti)

Era reformasi:

Tahun 2007 = “Program Pembaruan Agraria Nasional”, target 8-9 juta ha

Tahun 2010 = penertiban tanah terlantar 7 juta ha (PP No 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar).

Presiden SBY berjanji menjalankan landreformPembagian sertifikat tanah kepada petani seluas

142.159 ha. Tanah yang diredistribusikan kepada petani itu

tanah negara yang digarap masyarakat dan disertifikatkan BPN.

Agustus 2010, BPN akan membagi-bagikan 6 juta ha sampai 2025.

Page 12: Agraria 2011 (syahyuti)

KONFLIK PERTANAHAN DAN LEMAHNYA PENGAKUAN DAN

PENEGAKAN HUKUM LAHAN UNTUK PETANI

Page 13: Agraria 2011 (syahyuti)

Konflik pertanahan berlangsung di banyak daerah melibatkan petani, masyarakat, swasta, dan pemerintah

data KPA, hingga 2010 ini = ada 2.163 konflik agraria.

Data BPN, per Januari 2010 = ada 9.471 kasus konflik

Page 14: Agraria 2011 (syahyuti)

Pola Asal-Usul Petani Menguasai Tanah:

1. Tanah pemberian raja atau Pemerintah Hindia Belanda kepada warga masyarakat yang memiliki tenaga kerja laki-laki dengan kewajiban tertentu (seperti gotong-royong, piket desa, menjaga keamanan desa (meronda), membayar pajak, iuran desa dan keagamaan).

2. tanah hasil pembukaan hutan (“tanah yasan”, “tanah iyasa”)

3. tanah titisara (bondo desa), tanah kas desa 4. Tanah bengkok atau lungguh untuk pamong yang

sedang menjabat dan biaya operasional desa.

Tanah 1 dan 2 = menjadi hak milik perseorangan, mulai tahun 1970-an.

Di Luar Jawa, dominan tipe 2.

Page 15: Agraria 2011 (syahyuti)

Ciri utama bentuk penguasaan tanah pada Hukum Islam dan Hukum Adat:

1. tanah merupakan sumberdaya ekonomi yang unik,

2. tidak mengenal bentuk penguasaan yang mutlak,

3. adanya sifat inklusifitas, 4. larangan untuk memperjual belikan

tanah dalam arti sebagai komoditas pasar, 5. manusia (dan hasil kerjanya) lebih

dihargai dibandingkan tanah.

Page 16: Agraria 2011 (syahyuti)

Kesejajaran hukum adat Minang Kabau dan Dayak

Level penguasaan Adat Dayak Adat Minangkabau

1. “individual” (= satu keluarga)

kepemilikan “seko menyeko”

“pusako rendah” dan tanah ulayat suku

2. Beberapa keluarga inti dlm satu garis keturunan

kepemilikan “parene’ant”

tanah ulayat kaum

3. Satu kampung kepemilikan “saradangan”

tanah ulayat nagari

4. Satu wilayah hukum adat

kepemilikan ”binua” Tanah ulayat Minang Kabau

Page 17: Agraria 2011 (syahyuti)

BERBAGAI UPAYA UNTUK MENGIMBANGI BURUKNYA AKSES PETANI TERHADAP LAHAN:

Pertama, konsolidasi LahanKonsolidasi Tanah pertanian (KTP), = Land

Consolidation, Redistribtion of Land, Land Assembly (perakitan lahan), Land Readjustment (penyesuaian bentuk lahan), Land Pooling (pengumpulan lahan), dan Ruil Verkaveling (pertukaran petak lahan).

Mencakup:(1) usaha mengatur atau menata kembali sehingga

tanah tersebut dapat dipergunakan secara lebih efisien,

(2) usaha untuk menata kembali tanah dimana si pemilik tanah tidak harus melepaskan haknya, malah seharusnya ia mendapat keuntungan,

(3) upaya ini harus dijalankan dari dan oleh si pemilik tanah itu sendiri.

Page 18: Agraria 2011 (syahyuti)

Kedua, program transmigrasi

Transmigrasi dimulai dari tahun 1950 Distribusi lahan = 2 ha, lalu menjadi 4-5 ha,

namun kembali menjadi 2 ha per rumah tangga. November 1905, program kolonisasi diluncurkan

dengan pemberangkatan 155 KK yang terdiri atas 815 jiwa dari Kabupaten Karanganyar, Kebumen, dan Purworejo menuju Lampung.

Pada 12 Desember 1950 dalam Kabinet Natsir diberangkakan sebanyak 23 KK (77 jiwa) ke Lampung.

Realisasi sejak 1950 - 1968 = 98.631 KK. Tahun 2010 = 7.346 rumah tangga trasnmigran.

Page 19: Agraria 2011 (syahyuti)

Ketiga, Perbaikan sistem bagi hasil

Dalam kadar yang lebih ringan, para pemilik tanah yang menyakapkan tanahnya kepada petani lain dengan pembagian yang tidak adil, dapat pula dipandang sebagai suatu bentuk penghisapan. Tanah sebagai komoditas.

Penataan sistem bagi hasil yang lebih adil di Indonesia adalah masalah yang perlu diperhatikan.

Bagi hasil = aspek non-landreform Tap MPR No. IX tahun 2001 pasal 2, “bagi hasil

merupakan suatu komponen yang dapat menyumbang kepada kemakmuran, asalkan ada perlindungan hukum dan menjunjung azas keadilan antar pelakunya”.

Page 20: Agraria 2011 (syahyuti)

Bagi hasil:

Landreform serentak vs mekanisme pasar; bagi hasil di tengahnya

Karakteristik sistem bagi hasil : bersifat personal, dan patron klien

Bupati berwenang mengatur bagi hasil di wilayah (UU No. 2 tahun 1960 pasal 7: “Besarnya bagian hasil-tanah yang menjadi hak penggarap dan pemilik untuk tiap-tiap Daerah Swatantra tingkat II ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah ....”.)

Page 21: Agraria 2011 (syahyuti)

Landreform di Abad 21:

Landreform memperoleh semangat baru Perubahan motif Landreform: dari untuk pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan, ke pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan; keadilan sosial dan penebusan dosa sejarah.

Reforma agraria baru = mempertimbangan fakta ketimpangan rezim perdagangan pertanian internasional

Pertanian = mekanisme yang paling riel agar sistem neoliberal mampu mengintegrasikan kelompok miskin.

Penelitian Akram-Lodhi et al. (2007), landreform di era neo-liberal di Brazil , Bolivia, Filipina, Vietnam, Armenia, Uzbekistan, Mesir, Namibia, Ethiopia, dan Zimbabwe 

Landreform didorong fakta terus berlanjutnya kemiskinan dan konflik tanah di pedesaan.

Pengurangan kemiskinan = sistem pasar menjadi lebih luas

Jadi: landreform sejalan dengan neo liberal

Page 22: Agraria 2011 (syahyuti)

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN:Tanah selalu dipandang sebagai milik

penguasa (raja, pemerintah kolonial, pemerintah desa, dan negara).

Semenjak digulirkan tahun 1950-an, landreform dan pemberian lahan kepada petani tidak pernah berhasil dilaksanakan secara cukup.

Beberapa bentuk upaya non landreform masih dapat dijalankan.

Landreform tetap relevan dan mampu menjadi instrumen menghadapai neoliberal

Page 23: Agraria 2011 (syahyuti)

Demikian, Terima Kasih