AGMI Perlukah Di Kalbar

download AGMI Perlukah Di Kalbar

of 41

Transcript of AGMI Perlukah Di Kalbar

AGMI Perlukah di Kalbar ? Ditulis Oleh Dr. B.Hudiono Selasa, 17 Juli 2007 PERMASALAHAN pendidikan, khususnya bidang matematika sekolah, selalu menjadi hal menarik untuk diperbincangkan. Di tengah-tengah berkembangnya berbagai permasalahan, di antaranya yang sedang tren akhir-akhir ini adalah sertifikasi guru dan ujian nasional. Hal lain yang perlu diketahui adalah adanya asosiasi guru matematika indonesia atau AGMI, yang perkembangan proses pendiriannya secara sepintas saya ikuti dalam beberapa kali pertemuan ilmiah pendidikan matematika. Pertama, dalam acara seminar nasional matematika tahun 2005 yang diselenggarakan UPI Bandung, terdapat beberapa hal menarik yang perlu diungkapkan. Seminar yang menghadirkan pembicara dari Jepang, Eisoko Saito dan Izumi Nishitani yang mengupas "from piloting to school improvement" dan "mathematics teaching with computer and internet" dan pembicara dari Diknas Jakarta yang pada saat itu mengupas "pelaksanaan kurikulum 2004 dan permasalahannya" mampu memikat banyak kalangan di lingkungan pendidik matematika, di antaranya para guru dari tingkat dasar, menengah dan atas. Hal menarik pada saat itu yang diperbincangkan para guru, adalah dilarangnya guru menyiapkan buku paket, pemahaman KBK yang beragam, dan model pembelajaran yang sebaiknya harus dilakukan. Buku paket bagi guru merupakan kebutuhan mutlak. Menurut pendapat para guru, buku harus tersedia dan diusahakan sama atau tidak beragam. Selain itu pemilihan buku juga harus selektif karena banyak buku tertulis "sesuai dengan KBK" namun isinya sama dengan edisi sebelumnya. Untuk memahami KBK dan model pembelajaran, harus sering berdiskusi, kalau perlu menghadirkan yang lebih memahami agar tidak keliru. Oleh karena itu perlu adanya tempat atau organisasi yang dapat menampung dan sekaligus memecahkan berbagai permasalahan yang dianggap perlu segera ditindak lanjuti. Kedua, pengalaman menarik dari Konverensi Nasional Matematika Tahun 2006 di Unesa Semarang yang diadakan oleh IndoMS (Indonesian Mathematical Society), guru-guru yang merupakan peserta dari Bandung dengan didamping seorang dosen dari ITB memperkenalkan telah berdirinya Asosiasi Guru Matematika Bandung dan mengajak untuk memperluas organisasi tersebut di seluruh wilayah dengan menggunakan nama Asosiasi Guru Matematika Indonesia atau AGMI. Selanjutnya, asosiasi yang beranggotakan (kalau tidak keliru) guru matematika di semua tingkat pendidikan dan pemerhati pendidikan matematika, diharapkan dapat segera disebarluaskan di seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut, diperkirakan pada Agustus 2007 akan digelar pertemuan ilmiah atau konferensi asosiasi guru matematika Indonesia di Bandung. Dijelaskan secara singkat, bahwa program ini tidak bermaksud menyaingi yang ada seperti KKG, MGMP, PGRI atau yang lainnya, tetapi justru menjadi organisasi yang dapat mewadahi hal-hal yang mungkin belum terealisasi di ketiganya. Melalui asosiasi ini dimungkinkan: terjadinya kolaborasi di antara guru diberbagai satuan pendidikan; ataupun menyusun program bersama untuk kepentingan bersama; Sebagai contoh, dalam peningkatan profesi, guru dituntut untuk melakukan kegiatan yang bernuansa ilmiah, dari yang berbentuk penyusunan makalah ilmiah, penelitian, sampai ke penyajian atau

penyebarluasan hasil dalam bentuk seminar atau yang sejenisnya. Di mana semua itu dapat dilaksanakan? Ketiga, dari pengalaman seminar nasional matematika yang diselenggarakan oleh forum komunikasi mahasiswa S3 se Indonesia di ITB Bandung, pada 14 April 2007, juga terungkap beberapa hal di antaranya prospek kualifikasi guru matematika. Seminar ini mengundang guru-guru, yang juga dihadiri oleh ketua AGMI. Meskipun tidak banyak, namun terdapat beberapa guru yang menyajikan karya ilmiahnya untuk mendapat masukan-masukan agar menjadi lebih baik. Dalam bincang-bincang santai, Ketua AGMI berpesan untuk menyebarluaskan keberadaan AGMI, dan jika mungkin, menawarkan didirikannya AGMI untuk wilayah Kalimantan Barat. Dari pernyataan tersebut, ada dua organisasi yang perlu diketahui, yaitu selain IndoMs yang berdiri tahun 1976, adalah AGMI atau asosiasi guru matematika Indonesia. Dalam waktu dekat, AGMI akan mengadakan "Kongres Guru Matematika I" yang penyelenggaraannya bersamaan dengan "Kongres Nasional Pendidikan Matematika II" di UPI Bandung, pada 25-27 Agustus 2007 (brosur ada di prodi Pend, Matemtika FKIP Untan). Informasi sekilas, AGMI, secara resmi didirikan pada tanggal 27 Juli 2006 di Semarang dan berkedudukan di Bandung dengan cabang dan perwakilan anggota asosiasi di tempat lain. Visinya, menjadikan guru matematika yang profesional, terhormat, dan berwibawa. Program-programnya di antaranya : Meningkatkan kemampuan profesional guru, meningkatkan kualitas pendidikan matematika, meningkatkan pengabdian guru, memberikan perlindungan profesi, dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan profesinya, dan masih terdapat beberapa kegiatan lainnya yang diprogramkan. Dari informasi di atas, muncul permasalahan bagi teman-teman seprofesi, guru matematika sekolah, guru yang mengajar matematika, dan pemerhati pendidikan matematika, perlukah AGMI didirikan di Kalbar (Pontianak)? Jika dirasa perlu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matematika (P4M) FKIP Untan bersedia memfasilitasi Kongres AGMI Kalimantan Barat dalam waktu dekat yang diramu dalam kegiatan seminar sehari dengan biaya swadaya. Selain pemilihan pengurus orgainisasi yang menjadi milik guru matematika, diharapkan diperoleh berbagai informasi dan program-program yang dapat dirancang untuk pengembangan menuju guru profesional.** *) Penulis adalah Dosen FKIP Untan

USULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SD MELALUI PENGGUNAAN MEDIA BANGUN RUANGOleh: Fefi Yulita NIM. 01767006 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2008A. JUDUL PENELITIAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SD MELALUI PENGGUNAAN MEDIA BANGUN RUANG B. BIDANG KAJIAN Strategi pembelajaran siswa di sekolah C. PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai usaha pembaharuan kurikulum, perbaikan sistem pengajaran,

peningkatan kualitas kemampuan guru, dan lain sebagainya, merupakan suatu upaya ke arah peningkatan mutu pembelajaran. Banyak hal yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah bagaimana cara menciptakan suasana belajar yang

baik, mengetahui kebiasaan dan kesenangan belajar siswa agar siswa bergairah dan berkembang sepenuhnya selama proses belajar berlangsung. Untuk itu seharusnya guru mencari informasi tentang kondisi mana yang dapat meningkatkan pembelajara di sekolah dasar. Permasalahan yang umum terjadi di SD adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini terbukti bila diadakan ulangan harian per pokok bahasan selalu hasil belajar matematika di bawah rata-rata mata pelajaran lainnya. Hasil belajar matematika siswa lebih rendah lagi pada pokok bahasan luas permukaan bangun ruang. Luas permukaan bangun ruang adalah jumlah luas seluruh sisi-sisi bangun ruang. Materi ini merupakan materi yang sulit bagi siswa. Beberapa kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar siswa dalam materi luas permukaan bangun ruang adalah: a. Materi luas permukaan bangun ruang bersifat abstrak. Siswa sukar membedakan antara sisi pada bangun datar dengan sisi pada bangun ruang. b. Tidak mantapnya konsep tentang luas bangun datar. c. Penggunaan media yang kurang tepat atau tidak menggunakan media sama sekali yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Padahal media amat penting dalam pembelajaran matematika. Higgis dalam Ruseffendi (1993: 144) mengatakan bahwa keberhasilan 60 % lawan 10 % bila menggunakan media dibandingkan dengan tidak menggunakan media. Untuk mengatasi permasalaha di atas, langkah yang perlu dilaksanakan adalah dengan menggunakan media. Media tersebut bernama media bangun ruang yang dapat membelajarkan siswa secara optimal.

Penggunaan media dapat dimanipulasikan, media merupakan lingkungan belajar yang sangat menunjang untuk tercapainya optimalisasi dalam pembelajaran, karena media merupakan jembatan belajar yang awalnya terdapat benda-benda konkret seperti pengalaman anak. Pada jembatan selanjutnya terdapat semi konkret seperti benda-benda tiruan. Berikutnya lagi terdapat semi abstrak berupa gambar-gambar, dan selanjutnya terdapat abstrak berupa katakata. Melalui media bangun ruang materi yang bersifat abstrak dapat menjadi konkret. Siswa akan mengetahui dan melihat komponen komponen bangun ruang Dengan perantara media inilah siswa dapat membedakan antara sisi pada bangun datar dan sisi pada bangun ruang. Selain itu dengan media siswa dapat melihat secara langsung bentuk bentuk sisi dan sekaligus mengingat kembali tentang luas luas bangun datar . Selanjutnya Rahmanelli (2005:237) menyatakn apabila anak terlibat dan mengalami sendiri serta ikut serta dalam proses pembelajaran maka hasil belajar siswa akan lebih baik , disamping itu pelajaran akan lebih lama diserap dalam ingatan siswa. D. PERMASALAHAN 1. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas maka perumusan masalah yang akan dikemukakan adalah : Bagaimana hasil belajar siswa SD kelas VI setelah menggunakan media bangun ruang ? 2. Pemecahan masalah Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dapat digunakan media sehingga anak terlibat secara langsung dan pelajaran akan lebih lama diserap dalam ingatan anak.

E. TUJUAN 1. Tujuan Umum Agar dapat mengkongkritkan pembelajaran dan dapat melibat siswa dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan media dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa. F. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi siswa Meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika sehingga hasil belajarnya juaga meningkat 2. Bagi Guru Sebagai pedoman untuk melaksanakan pembelajarandan dapat menoptimalkan penggunaan media dalam pembalajaran metematika. 3. Bagi Sekolah Meningkatkan hasil belajar matematika akan meningkatkan juga citra sekolah di mata masyarakat. 4. Bagi penulis Pengalaman yang berharga untuk melaksankan tugas di masa yang akan datang G. KAJIAN TEORI PUSTAKA

A. Hasil Belajar Darmansyah (2006:13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa setelah menjalani proses pembelajaran. Cece Rahmat ( dalam Zainal Abidin. 2004:1 ) mengatakan bahwa hasil belajar adalah Penggunaan angka pada hasil tes atau prosedur penilaian sesuai dengan aturan tertentu, atau dengan kata lain untuk mengetahui daya serap siswa setelah menguasai materi pelajaran yang telah diberikan. Nana Sujana ( 1989:9 ) belajar didefinisikan sebagai proses interaksional dimana pribadi menjangkau wawasan wawasan baru atau merubah sesuatu yang lama. Selanjutnya peranan hasil belajar menurut Nasrun Harahab ( dalam Zainal Abidin. 2004:2 ) yaitu : a. Hasil belajar berperann memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa setelah mengikuti PBM dalam jangka waktu tertentu. b. Untuk mengetahui keberhasilan komponen komponen pengajaran dalam rangka mencapai tujuan. c. hasil belajar memberikan bahan pertimbangan apakah siswa diberikan program perbaikan, pengayaan atau melanjutkan pada program pengajaran berikutnya. d. Untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa yang mengalami kegagalan dalam suatu program bahan pembelajaran. e. Untuk keperluan supervise bagi kepala sekolah dan penilik agar guru lebih berkompeten. f. Sebagai bahan dalam memberikan informasi kepada orang tua siswa dan sebagai bahan dalam mengambil berbagai keputusan dalam pengajaran .

B. Pengertian Matematika Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan, besaran dan konsep konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya, matematika dapat dibagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. James & James ( dalam Ruseffendi. 27:1993 ) menyatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah social, ekonomi dan alam.

C. Pengertiam Media Di dalam pengajaran dikenal beberapa istilah seperi peragaan atau keperagaan. Tetapi dewasa ini istilah keperagaan ini telah mulai dipopulerkan dengan istilah media. Kata media berasal dari bahasa latin dan secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepenerima pesan. Arif. S. Sadiman ( 6:1999 ) yang mengutip pendapat Gagne menyebut media berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. National Education Association ( NEA ) dalam abdul halim ( 11:2002 ) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan dan dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar . Senada dengan itu Ruseffendi ( 141:1993 ) menyatakan bahwa : Media merupakan alat bantu untuk mempermudah siswa memahami konsep matematika. Alat bantu itu dapat berwujud benda kongkrit, seperti : batu-batuan, dan kacang-kacangan. Untuk menerapkan konsep bilangan, kubus ( bendanya ) untuk memperjelas konsep titik, ruas garis, daerah bujur sangkar dan wujud dari kubus itu sendiri, serta benda-benda bidang beraturan untuk menerangkan konsep bangun datar dan bangun ruang .

Pendapat-pendapat di atas memiliki kesamaan yaitu media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa, diharapkan hasil siswa belajar dapat ditingkatkan setelah menggunakan media. 1. Jenis-jenis Media Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar meliputu berbagai macam bentuk. Adapun jenis-jenis dari media adalah sebagai berikut : (a) benda asli yang berada dilingkungan siswa. (b) papan planel. (c) lambing bilangan. (d) dekak-dekak. (e) model bangun datar. (f) papan berpaku. (g) model

bangun ruang. Menurut Wina Sanjaya ( 2006:171) media yang digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Agar penulisan laporan ini lebih terarah nantinya maka penulis akan membatasi tentang jenis media bangun ruang. 2. Pengertian Media Bangun Ruang Bangun ruang adalah sejenis benda ruang beraturan yang memiliki rusuk, sisi dan titik sudut. Media bangun ruang menyerupai kotak, dengan bentuk massif, berongga, dan kerangka. Bentukbentuk bangun ruang sudah dikenal siswa dikelas V adalah kubus, balok, tabung, prisma, kerucut, limas, dan bola. Bentuk-bentuk tersebut akan dipelajari kembali di kelas VI dengan pembahasannya dititik beratkan pada penentuan luas pemukaan bangun ruang, seperti : kubus, balok dan tabung. Untuk lebih jelasnya penulis akan menjelaskan pengertian bnagun ruan satu persatuSartono Wirodikromo (2:2003) mendefinisikan kubus, balok, dan tabung sebagai berikut : (a) Kubus yaitu sebuah benda ruang yang dibatasi oleh 6 bidang datar yang masing-masing berbentuk persegi yang sama dan sebangun atau kongruen. Yang mempunyai 6 sisi 12 rusuk dan 8 titik sudut serta diagonalnya sama panjang. (b) Balok yaitu sebuah benda ruang yang dibatasi oleh 6 sisi datar yang masing-masing berbentuk persegi panjang yang terdiri dari mempunyai 6 sisi 12 rusuk dan 8 titik sudut. (c) Tabung yaitu sebuah benda ruang yang dibatasi oleh 2 sisi datar yang berbentuk lingkaran dan 1 sisi lengkung yang berbentuk persegi panjang.

3. Peranan Media Bangun Ruang di Dalam Pembelajaran Matematika Selain untuk mengkongkritkan konsep yang terdapat dalam pembelajaran, media bangun ruang dapat berperanan untuk memudahkan siswa dalam menerima materi luas permukaan bangun ruang. Penggunaan media bangun ruang ini diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Dengan kata lain, penggunaan media bangun ruang dalam pembelajaran matematika dapat memperbesar minat dan perhatian siswa.

Arnis Kamar ( ( 2002:18 ) fungsi media bangun ruang dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut : (a) Dengan adanya media siswa akan lebih banyak mengikuti pembelajaran matematika dengan gembira sehingga minatnta dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak akan senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika. (b) dengan menyajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk kongkrit, maka siswa pada tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti. (c) Media dapat membantu daya titik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang, sehingga dengan melalui gambar dan benda-benda nyata akan terbantu daya pikirnya agar lebih berhasil dalam belajar. (d) Siswa akan menyadari hubungan antara pengajaran dengan benda-benda yang ada disekitarnya. (e) Konsep abstrak yang tersaji dalam bentuk konkrit berupa model matematika dapat dijadikan objek penilaian.

Bedasarkan kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media bangun ruang dalam pembelajaran matematika dapat membantu guru menjelaskan hal yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit sehingga siswa mudah belajar matematika. Namun dalam pelaksanaan guru hendaknya memilih dan menggunakan media yang cocok untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, sehingga siswa dapat terlibat secara fisik, mental dan social, dalam pembelajara. Sejalan dengan pendapat para ahli diatas penulis, penulis akan menggunakan bangun ruang dalam kegiatan pembelajaran luas pemukaan adalah sebagai berikut.: (a) Mengamati model bangun ruang berongga, dan mode kerangka. (b) Memberi nama bangun ruang, dan mengguankan media bangun ruang berongga untuk menunjukkan sisi. (c) Menggunakan model kerangka untuk menunjukkan rusuk. (d) menghitung sisi, rusuk, dan titik sudut. (e) Mengukur pada model bangun ruang pada : rusuk, panjang, lebar, tinggi, jari-jari dan diameter. (f) mencari luas sisi bangun ruang. (g) Menemukan rumus luas permukaan kubus, balok, dan tabung, dan (h) Membimbing siswa menggunakan rumus-rumus debgab memberikan latihan-latihan. Dengan menggunakan media siswa dapat termotivasi sebagaimana Ivas K. Davles ( 1991:215 ) jika seseorang telah termotivasi maka ia siap untuk melakukan hal-hal yang diperlukan sesuai dengan yang dikehendaki.

H. Prosedur Penelitian Proses penelitian tindakan merupakan kerja berulang atau (siklus), sehingga diperoleh pembelajaran dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal tentang luas pemukaan bangun ruang di kls VI. Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 siklus. Tipa sikslus dilakukan 3 kali pertemuan. Pada setiap siklus terdapat rencana . tindakan, observasi dan refleksi. Menurut Wardani ( 2002:1.4) PTK adalah Penelitian yang dilakukan guru dalam kelasnya dan berkolaboratif antara peneliti dengan praktisi ( guru dan kepala sekolah ). Alur penelitian dapat dilihat di bawah ini :Siklus 1 : Langkah-langkah yang digunakan adalah : a. mengamati aneka bangun ruang b. membri nama bangun ruang c. menggunakan media bangun ruang untuk menunjukkan sisi. Rusuk, dan titik sudut. d. Menghitung sis, rusuk, dan titik sudut e. Megukur panjang, lebar, tinggi, diameter, dan jari-jari bnagun ruang. f. Memberi nama sisi, rusuk dan titik sudut. g. Mencari luas sisi-sisi bangun ruang. h. Menemukan rumus luas pemukaan bnagun ruang i. Latihan.

Studi Pendahuluan PBM Bangun Ruang Rencana

Refleksi Tindakan Observasi Rencana Refleksi Tindakan Observasi

Siklus 2 : Langkah-langkah yang digunakan adalah : a. mengamati jarring-jaring bangun ruang b. mengukur panjang masing-masing rusuk c. memberi nama sisi pada jarring-jaring bangun ruang d. menggunting jarring-jaring bangun ruang e. membentuk beberapa macam model jarring bangun ruang f. mengelompokkan sisi-sisi yang sebangun g. mencari luas masing-masing sisi h. menjumlahkan semua sisi i. menggunakan rumus pencari luas pemukaan bangun ruang untuk menyelesaikan latihan .

Langkah-langkah PTK pada gambar 2.1 dapat diuraikan sebagai berikut: a. Siklus I

1. Rencana Menyediakan perangkat penelitian meliputi: - Rencana pembelajaran yang berisikan tentang : (a). Pokok Bahasan, Sub Poko Bahasan (b). Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) (c). Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) (d). Sumber / Alat / Metode (e). Penilaian - Lembar Observasi murid - Lembar Kerja Siswa 2. Pelaksanaan Tindakan - Meragakan aneka bangun ruang - Menggunakan model bangun ruang berongga untuk menunjukkan sisi, dan titik sudut. Model kerangka untuk menunjukkan rusuk. - Lima orang siswa kelas bergantian menghitung sisi, rusuk dan titik sudut dari model-model bangn ruang. - Lima orang siswa kedepan kelas bergantian untuk menunjukkan rusuk, panjang, lebar, tinggi, jari-jari, dan diameter dari masing-masing bangun ruang. - Lima orang siswa kedepan kelas mengukur rusuk, panjang, lebar, tinggi, jari-jari, dan diameter bangun ruang. - Siswa mencari luas permukaan sisi bangun ruang. - Melalui bimbingan guru siswa menemukan rumus luas permukaan kubus, balok dan tabung. - Mengerjakan latihan dengan menggunakan rumus luas permukaan kubus, balok dan tabung.

3. Observasi Pengamatan yang dilakukan pada siswa dalam menggunakan media bangun ruang adalah dengan menyediakan lembar pengamatan tentang : Kegiatan Siswa, pada : 1. pendahuluan meliputi : (a) Melengkapi alat tulis (b) mengerjakan PR 2. Kegiatan inti Meliputi : (a) Memperhatikan uraian guru (b) Mengerjakan latihan tepat waktu (c) Mengerjakan latihan dengan memahami rumus (d) Berani bertanya (e) Berani menjawab pertanyaan guru (f) Kurang memperhatikan seperti bercanda, minta izin. 3. Penutup Meliputi : merangkum pelajaran. 4. Hasil Belajar Observasi yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa adalah : Memdata hasil belajar siswa yang sudah mencapai hasil 6,5 dan yang belum mencapai 6,5.

Menemukan kesulitan siswa dalam memahami dan menggunakan rumus luas pemukaan bangun ruang. 5. Analisa Bedasarkan kegiatan siswa dan hasil belajar siswa, maka hasil analisa peneliti dapat digambarkan pada refleksi. 4 . Refleksi Berkaitan dengan hasil observasi tentang kegiatan dan hasil belajar siswa di atas maka penelitian berkolaborasi dengan pengamat dan menetapkan : Apa yang telah dicapai siswa dalam menggunakan rumus luas pemukaan bangun ruang. Apa yang belum dicapai siswa dalam menggunakn rumus-rumus bangun ruang. Apa yang perllu diperbaiki dalam pembelajaran dalam sikslus berikutnya. b. Siklus II 1. Rencana Menyediakan perangkat penelitian meliputi: - Rencana pembelajaran yang berisikan tentang : (a). Pokok Bahasan, Sub Poko Bahasan (b). Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) (c). Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) (d). Sumber / Alat / Metode (e). Penilaian

- Lembar Observasi murid - Lembar Kerja Siswa 2. Pelaksanakan Tindakan - Siswa meletakkan jarring-jaring bangun ruang yang dibawa dari rumah masingmasing - Siswa menukar jarring-jaringnya dengan teman sebangku - Memperhatikan jarring-jaring bangun ruang yang dipajang guru didepan - Masing-masing siswa mengukur panjang masing-masing rusuk bangun ruang - Siswa menggunting jarring-jaring bangun ruang - Siswa mampu menbentuk model jarring-jaring bangun ruang - Siswa mengelompokan sisi-sisi yang sama dan sebangun - Siswa mengerjakan perintah guru - Guru membimbing siswa menggunakan rumus. 3. Observasi Pengamatan yang dilakukan pada siswa dalam menggunakan media bangun ruang adalah dengan menyediakan lembar pengamatan tentang : Kegiatan Siswa, pada : 2. pendahuluan meliputi : (a) Melengkapi alat tulis (b) mengerjakan PR

2. Kegiatan inti Meliputi : (a) Memperhatikan uraian guru (b) Mengerjakan latihan tepat waktu (c) Mengerjakan latihan dengan memahami rumus (d) Berani bertanya (e) Berani menjawab pertanyaan guru (f) Kurang memperhatikan seperti bercanda, minta izin. 3. Penutup Meliputi : merangkum pelajaran. 4. Refleksi Melalui hasil kolaborasi peneliti dengan pengamat serta hasil observasi maka peneliti menetapkan langkah berikutnya. I. DAFTAR PUSTAKA Darmansyah. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. UNP Depdiknas. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Cetakan Edisi Ke empat. Malang Pers Ivor. K.Davies. 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta CV Rajawali Nana Sujana. 1989. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Bandung Ekonomi UI Ruseffendi. 1996. Pendidikan Matematka 3. Jakarta: Depdikbud Rahmanelli. 2005. Skolar Jurnal Kependidikan. Vol 6. Nomor 2. Padang. UNP

Sukahar. 1995. Matematika SD kelas VI. Jakarta. Depdikbud Sulardi. 1996. Luas Bangun Datar. Jakarta. Erlangga Tim Penulis. 1994. GBPP Kelas VI. Jakarta. Dirjen Pendidikan Dasar. Tim Penulis. 1999. Suplemen GBPP Kelas VI. Jakarta. Pusat Penerbit UT Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta. Kencana Wiradikromo Sartono. 2003. Dimensi Tiga. Jakarta. Erlangga Zainal Abidin. 2004. Evaluasi Pengajaran. Padang. UNP

Proposal PTKPENGGUNAAN CD PENGAJARAN BICARA SEBAGI SUPLEMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MAHASISWA DALAM PRAKTEK PENGAJARAN BICARA KONSONAN S PADA ANAK TUNARUNGU

Disusun Oleh : Budi Susetyo,dkk JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2005 1. 1. Judul Penelitian : Penggunaan CD pengajaran bicara sebagai suplemen untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam praktek pengajaran bicara konsonan S pada anak Tunarungu 1. 1. Latar Belakang Mata kuliah artikulasi merupakan mata kuliah yang khusus diberikan pada mahasiswa spesialisasai anak tunarungu. Mata kuliah ini mempunyai dua aspek sasaran yang ingin dicapai yaitu pengetahuan tentang cara cara pengajaran bicara dan keterampilan dalam memperbaiki serta membentuk bicara pada anak tunarungu. Mata kuliah artikulasi I berisikan konsep konsep dasar pembinaan bicara pada ank tunarungu. Oleh karena itu pada mata kuliah artikulasi I lebih menekankan pada aspek kognitif. Pengetahuan diperlukan sebagai dasar dalam mealkukan perbaikan bicara pada anak tunarungu. Sedangkan mata kuliah artikulasi II lebih menekankan pada praktek penanganan bicara anak tunarungu. Oleh karena itu aspek keterampilan mahasiswa dalam menangani anak tunarungu lebih ditekankan. Mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan artikulasi belum menunjukkkan hasil yang memuaskan terutama dalam praktek penanganan dan pembentukan bicara pada anak tunarungu. Hal ini tampak dari hasil yang diberikan mahasiswa setelah melakukan praktek di lapangan. Pada umumnya mereka mengalami kesulitan, sehingga dalam menagani dan memperbaiki bicara belum memuaskan. Kondisi semacam ini jika dianalisis banyak faktor penyebabnya salah satunya terbatasnya kemampuan

mahasiswa dalam menggunakan audio visual dalam pengajaran konsonan S pada anak tunarungu. Menyadari banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kekurang berhasilan, maka dalam pembelajaran mata kuliah artikulasi perlu dikaji faktor utama yang memungkinkan sebagai penyebab kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Melalui pengkajian dapat ditemukan dan sekaligus ditentuakn langkah langkah untuk memperbaikinya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam memperbaiki system perkuliahan antara lain dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium semaksimal mungkin untuk simulasi, perubahan penyampaian materi perkuliahan, penambahan waktu praktek lapangan. Beberapa usaha telah dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terutam adlam keterampilan memperbaiki bicara anak. Atas dasar kenyataan yang demikian, maka perlu dicari alternative lainnya dengan melakukan inovasi inovasi baik dalam metode penyampaian maupun penggunaan fasilitas laboratorium serta pemanfaatan multi media untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam menangani permasalahan bicara terutama pembentukan konsonan S pada anak Tunarungu yang tidak dapat bicara. Peningkatan kualitas mahasiswa dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dalam bidang pengetahuan dan bidang keterampilan. Peningkatan dalam bidang pengetahuan dapat dilakukan dengan mengkaji berbagai literature, memperhatikan perkuliahan dosen di kelas dan sebagainya. Peningkatan dalam bidang keterampilan perlua adanya praktek dalam penanganan dan pembentukan bicara pada subyek yang sesungguhnya yaitu anak tunarungu. Kemampuan dalam bidang keterampilan perlu dilakukan secara sendiri sendiri oleh mahasiswa dengan praktek di lapangan. Penguasaan pengetahuan secara teoritis diperlukan sebagai media untuk menguasai keterampilan secara praktis. Satu kelemahan yang sering terjadi khususnya mahasiswa adalah penguasaan pada bidang keterampilan atau pada aplikasi di lapangan.

Penggunaan audio visual dalam praktek pembentukan konsonan S pada anak tunarungu selama ini belum banyak dilakukan oleh mahasiswa. 1. 1. Perumusan masalah Permasalahan yang terjadi pada mata kuliah artikulasi yaitu tidak adanya subyek (anak tunarungu) untuk praktek di dalam kampus. Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan praktek di berbagai SLB-B. Dengan demikian waktu pertemuan dalam pengajaran bicara sangat terbatas, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk trampil melakukan perbaikan bicara pada anak. Untuk itu perlu dilakukan inovasi inovasi dalam perkuliahan, sehingga kemampuan mahasiswa dalam praktek pembentukan konsonan/vocal dapat meningkat. Inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran yaitu memanfaatkan fasilitas yang dimiliki jurusan dan teknologi multi media semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran. Adapun inovasi yang dipilih dalam meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam penggunaan audio visual sebagai sarana pembelajaran. Dengan demikian diharapkan kesulitan mahasiswa dalampraktek pembentukan bicara yaitu konsonan S pada anak tunarungu dapat teratasi seefektif dan efisien mungkin. 1. 1. Cara Pemecahan Masalah Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu melakukan percobaan percobaan dengan memggunakan media CD pembelajaran bicara yang dilakukan di laboratorium/kelas yang diberikan tentang teknik teknik perbaikan bicara. Adapun langkah langkah sebagai berikut : 1. Penyiapan dengan menyusun rencana topic materi sesuai dengan tingkat kesulitan pada masing masing konsonan maupun vocal.

2. Memperlihatkan kepada mahasiswa masing masing teknik dalam memperbaiki bicara lengkap dengan penggunaan berbagai sarana pembelajaran dan peralatan peraga yang di perlukan. 3. Melakukan diskusi tentang berbagai teknik perbaikan bicara. 4. Mengumpulakan dan menganalisis data. Untuk lebih jelasnya, maka desain inovasi yang digunakan dalam pembelajaran dapat dilihat pada bagian di bawah ini : Bagan desain pembelajaran artikulasi II dengan CD pembelajaran bicara Materi Perkuliahan teori dan Praktek Analiss hasil praktek 2 dari perekaman audio visual dan diskusi dalam rangka perbaikan praktek berikutnya Analisis hasil praktek 1 dari perekaman audio visual dan diskusi dalam rangka perbaikan praktek 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian adalah menemukan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembentukan bicara pada konsonan S pada anak tunarungu. 1. Kontribusi/Manfaat Penelitian Kontribusi yang ingin dicapai adalah bertambahnya wawasan pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pendidikan luar biasa serta dapat diaplikasi secara praktis di lapangan dan di kelas sebagai salah satu bentuk pembelajaran di ruang kuliah, sehingga mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam pembentukan konsonan S. dengan demikian inovasi yang telah ditemukan dapat digunakan dalam pengajaran bicara yaitu pembentukan konsonan S pada siswa tunarungu. 1. Tinjauan Pustaka dan Hipotesis Tindakan

1. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran bicara (konsonan s) Belajar adalah kegiatan para siswa, baik dengan bimbingan guru atau dengan usaha sendiri. Pendidik berusaha membantu agar siswa belajar lebih terarah, cepat, lancer, dan berhasil baik. Atau istilah lain dengan membelajarkan siswa. Pembelajaran agar berhasil perlu dilaksanakan ssistematis, secara bulat dengan mempertimbangkan segala aspek. Sebelum mengenal pembelajaran secara khusus perlu mengenal pembelajaran secara umum. Pembelajaran di dalam kelas baik secara klasikal atau individual dibutuhkan adanya model pembelajaran. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu pengertian model secara umum. Model dalam kehidupan sehari hari merupakan suatu pola yang di contoh, baik dalam bentuk fisik suatu hasil kerja atu suatu pola tertentu menghasilkan perilaku belajar yang baik. Model pembelajaran merupakan penyederhanaan dari hubungan berbagai komponen yang ada dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Komponen komponen pembelajaran meliputi : metode belajar, sarana dan prasarana, guru, siswa, kurikulum, alat evaluasi, dan sebagainya. Menurut Zamroni, (1988:79), mengatakan model merupakan inti dari teori dalam bentuk sederhana , sehingga mudah dibaca dan dipahami. Sedangkan menurut Winardi (1986:53-55), mengatakan ada tiga cara untuk menyatakan model, yaitu : (1) secara verbal menerangkan dengan kata kata, (2) secara grafis yaitu menerangkan dengan menyajikan diagram, dan (3) secara matematis pada ilmu pasti. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar pada anak tunarungu yaitu : 1. Prinsip Bimbingan

Bimbingan dapat diartikan suatu proses bantuan atau tuntutan terhadap individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Layanan pengajaran merupakan bantuan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan kesulitan dalam kegiatan pengajaran sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. 1. Prinsip Pengayaan Pengayaan dalam pembelajaran dimaksudkan dengan adanya pengayaan pada kurikulum yang dipelajari oleh siswa. Kemampuan siswa dapat ditingkatkan melalui perluasan kurikulum yang dipelajari akan mengakibatkan pengetahuan mahasiswa semakin luas dan mendetail. Pengayaan kurikulum dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : berorientasi pada proses, berorientasi pada konten, materi yang harus dipelajari, dan berorientasi pada produk atau hasil. 1. Belajar Tuntas Belajar tuntas merupakan suatu system belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa tujuan (basic learning objective) tertentu secara tuntas. Penguasaan terhadap tujuan sehingga dapat dikatakan tuntas memiliki standar tertentu sesuai dengan tuntutan masing masing tujuan yang hendak dicapai. Pencapaian standar dalam belajar tuntas pada umumnya para siswa diharapkan minimal menguasai 85 % dari jumlah populasi peserta didik dan dari 85 % siswa harus menguasai sekurang kurangnya 75 % tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 1. Individu dalam proses pembelajaran Individu sebagai peserta dalam proses pembelajaran memilikiperbedaan antara individu yang satu dengan yamg lainnya dalam berbagai hal, yaitu : waktu dan irama perkembanagan , motif, intelegensi, dan emosi, kecepatan

belajar, dan pembawaan dan lingkungan. Perbedaan perbedaan tersebut dalam individu akan mengakibatkan hasil belajar yang dicapai akan berbeda beda pula. Oleh karena itu dalam pembelajaran pendidik bertugas memberikan pelayanan yang tepat dan menyediakan waktu yang cukup, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai semaksimal mungkin oleh siswa. 1. Media (Alat Bantu) dalam pembelajaran Bahan pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepaad siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran. Dalam metodologi ada dua aspek yang paling menonjol, yaitu metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Sedangkan penilaian adalh alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya suatu tujuan pengajaran. P Penetapan Isi dan Metoda Guru dengan Media Siswa ola pembelajaran yang memanfaatkan media pembelajarn yang memanfaatkan media pembelajaran sebagai sumber sumber di samping guru dapat digambarkan sebagai berikut : Tujuan Gambar 2.1 Pola pembelajaran dibantu media (Arifin,2000)

Dalam praktek pembelajaran sebenarnya tidak ada pola yang kaku antar komponen pembelajaran. Pola kombinasi yang lengkap dapat digambarkan sebagai berikut : Salah satu gambar yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dales Cone of Experience (Kerucut Pengalaman dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tigkatan pengalaman yang dikemukakan oleh bruner. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambing verbal (abstrak). Semakin diatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut urutan ini tidak berarti prosesw belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi mempertimbangkan situasi belajarnya. Gambar 2.3 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Hamalik, 1994) Dasar pengembanagan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan, jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena melibatkan indera pengluhatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan Learning by doing karena memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa. 1. 1. Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran Teknologi informasi (TI) merupakan salah satu bagian teknologi yang berkembang dengan pesat dan aplikasinya sangat luas dewasa ini.aplikasi TI

yang nyata misalnya dengan hadirnya multimedia dan web, dalam bidang pendidikan yang melahirkan terobosan baru dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran. Komputer telah diterapkan dalam bidang pendidikan semenjak awal perkembangannya. Walaupun sangat bersifat administrative yaitu berupa pembuatan aplikasi database dan komputerisasi, namun dalam bentuk yang awal tersebut sudah mulai memasuki aspek pendidikan yang manual dan modul kerja sampai pada bentuk simulasi sederhana dalam suatu proses misalnya dalam kegiatan industri, penelitian dan administrasi. Berkembangnya hardwere komputer dalam 2 dekade terkhir dari mainframe yang mahal sampai PC dalam bentuk sekarang yang kemampuannya secara bertahap telah meningkat drastis, memungkinkan penggunaan komputer dalam pendidikan paad berbagai bentuknya, seperti yang paling akhir ini, pendidikan jarak jauh lewat internet dan softwere pengajaran berbagai bidang studi dalam bentuk CD softwere multimedia yang memuat animasi, film, gambar, musik dan suara yang interaktif. Pengajaran dengan bantuan komputer dikembangkan dari model belajar terprograma (programmed instruction). Belajar terprograma ini merupakan istilah umu pada system belajar yang berbeda untuk tingkat tingkat berbeda pula. Penekanannya terletak paad perlunya respon dengan tujuan untuk pembentukan hasil belajar melalui control dari feedback atau reinforcement (pemberian support yang akan berpengaruh pada psikologis siswa) 1. 1. Multimedia dalam pembelajaran bicara Penggunaan komputer dalam pembelajaran kimia sebenarnya sudah ada sejak beberapa decade terakhir. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, buku buku teks banyak dilengkapi dengan softwere (multimedia) yang merupakan suplemen materi. Suplemen tersebut biasanya berisikan hal hal yang tidak

dapat dihadirkan langsung oleh buku, misalnya peristiwa peristiwa yang terjadi secara kebetualn atau sengaja dilakukan. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran bicara belum banyak diteliti, sehingga hasilnya belum banyak dipublikasikan. Namun pada beberapa penelitian di bidang lain menunjukkan bahwa penggunaan multimedia tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep konsep (sanger,2001) Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahn besar tersebut ialah dengan memanfaatkan multimedia yang dapat mempresentasikan semua domain berpikir dalm pembelajaran bicara. Multimedia tersebut haruslah memfasilitasi mahasiswa untuk berpikir baik dari segi konsep maupun praktis. Penggunan alat bantu pengajaran sangat membantu mahasiswa peserta didik CD pembelajaran bicara merupakan salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Melalui multimedia dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing masing mahasiswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada kegiatan pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kelebihan dan atau kesalahan yng dilakukan oleh mahasiswa dalam pembentukan bicara anak tunarungu. Melalaui analisis tersebut, hasil praktek yang telah direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek. Proses pembelajaran selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pengajaran bicara, paad anak tunarungu sangat diperlikan adanya peralatan bantu yang memadai, karenha anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya. 1. 1. Tunarungu dan permasalahannya

1. Pengertian Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari hari. Secara garis besar tunarungu dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Menurut Smith, M (1975:392-394); tuli bilaman mengalami kerusakan pendengarannya dalam taraf yang berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi. Kurang dengan bilamana ia mengalami kerusakan pendengarannya dalam taraf yang berat, sehingga pendengarannya tidak berfungsi. Kurang dengan bilaman ia mengalami kerusakan pendengaran, tetapi alat pendengarannya masih berfungsi. 1. Karakteristik Tunarungu Ada beberapa karakteristik tunarungu yaitu : 1. Intelegensi Karakteristik dalam segi intelegensi, secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya; ada yang pandai, sedang, dan bodoh. Namun demikian secara fungsional intelegensi mereka berada di bawah anak normal. Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam memahami bahasa. 1. Emosi dan sosial Keterbatasan yang terjadi dalm berkomunikasi pada tuanrungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami danmengikuti secra menyeluruh, sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga dan kurang percaya pada diri sendiri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan orang normal, hal ini disebabkan keterbatasan dalam berkomunikasi secara lisan.

1. Bahasa dan Bicara Tunarungu dalam segi bahasa dan bicara mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara denagn ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil dari proses peniruan. Sehingga tunarungu dalam segi bahasa yang dimiliki ciri yang khas yaitu sangat terbatas dalam kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan, kata kata yang abstrak. 1. Media Komunikasi Tunarungu dalam Belajar Media komunikasi tunarungu ada tiga yaitu : oral, isyarat, dan komunikasi total. 1. Media oral Media yang digunakan tunarungu dalam belajar menggunakan bicara. Proses belajar mengajar yang diberikan oleh guru kepada tunarungu menggunakan media bicara sebagaimana proses pembelajaran pada anak normal dalam mengikuti pelajaran di kelas. Sebagai konsekuensi logis dalam menggunakan media oral yaitu guru harus mengajarkan bicara ada tunarungu. 1. Media Isyarat Media yang digunakan oleh guru dalm proses pembelajaran menggunakan isyarat isyarat sebagai pengganti kata huruf, tidak menggunakan media bicara.Isyarat yang digunakan kadang kadang masih bersifat lokal sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan sesame tunarungu di tempat lain. Untuk mengatasi masalah tersebut telah disusun kamus isyarat bahasa Indonesia. Oleh karena itu semua tunarungu harus belajar isyarat tersebut. 1. Media komunikasi total

Komunikasi total merupakan perpaduan dari kedua media yang terdahulu. Media ini digunakan secara bersama sama dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan harapan bila siswa tidak mengerti dari bentuk ucapannya, diharapkan siswa dapat mengerti melalui isyaratnya. Untuk itu tunarungu harus belajar bicara dan belajar isyarat. 1. Metode pengajaran yang efektif bagi tunarungu Untuk menentukan metode yang efektif bagi tunarungu, langkah yang pertama adalah memahami segala karakteristik tunarungu terutama dalam segi bahasa dan langkah yang kedua adalah ciri khas tunarungu adalah visual/pemata. Dalam pembelajaran tidak perlu menggunakan kata kata yang sulit untuk dipahami tunarungu, apalagi menggunakan kata yang abstrak, tetapi menggunakan kata kata yang singkat, jelas dan nyata (jika memungkinkan). Dalam proses pembelajaran segala sesuatu yang diucapkan guru atau diisyaratkan harus berada di jangkauan mata (dapat dilihat) tuanrungu, jika tidak dapat dilihat oleh anak tunarungu maka pembelajaran tidak ada manfaatnya. 1. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian dari pengertian belajar, model pembelajaran, prinsip prinsip belajar dan individu sebagai peserta didik maka kegiatan pembelajaran diperlukan adanya keterpaduan diantara komponen dalam belajar. Keterpadauan ini berlaku disemua jenjang pendidikan termasuk di sekilah luar biasa. Penggunaan alat bantu pengajaran sangat membantu peserta didik audio visual salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Audio visual dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing masing mahasiswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada proses pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan dalam kelas dan menganalisis segi kelebihan dan atau kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam pembentukan direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek. Proses pembelanjaran selanjutnya berdasrkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pengajaran bicara, konsonan S pada anak tunarungu sangat diperlukan adanya peralatan bantu yang memadai, karena anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya. Sebelum mereka diajarkan berbagai pengetahuan, mereka perlu ditangani terlebuh dahulu pada komunikasi secara lisan (bicara). Pembentukan bicara pada anak tunarungu merupakan pekerjaan yang tidak mudah perlu dicari inovasi inovasi dalam pembelajaran bicara , sehingga kesulitan yang dihadapi para pendidik dana calon pendidik dapat terpecahkan. Berdasarkan uraian diatas maka diajukan hipotesis tindakan yaitu penggunan CD pengajaran bicara sebagai suplemen dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam praktek pengajaran bicara konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B. 1. 1. Rencana Penelitian 1. Setting penelitian Penelitian dilakjukan di laboratorium dengan melihat tayangan CD mengenai pembelajaran konsonan S denga segala permasalahannya dan SLB B sebagai tempat praktek pembelajaran pembentukan konsonan. 1. Variabel Variabel yang menjadi sasaran dalam rangka PTK adalah peningkatan keterampilan mahasiswa dalam melakukan praktek pembentukan/perbaikan konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B. Di samping variable tersebut masih

ada beberapa variabel yang lain yaitu : 1) input: sarana pembelajaran, lingkungan belajar, bahan ajar, guru, siswa, prosedur evaluasi dsb. 2) proses KMB: Interaksi belajar, gaya guru mengajar, implementasi berbagai metode perbaikan konsonan S dsb. 3)Out put : Hasil belajar siswa beruapa ucapan konsonan S pada waktu berbicara, motivasi siswa, dsb. 1. Rencana Tindakan 1. Perencanaan Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa setelah memperoleh pengetahuan secara teoritik perlu di tingkatkan dengan kegiatan dilaboratorium. Kegiatan latihan ini untuk pembetulan konsonan S dengan simulasi sesame mahasiswa dengan berbagai teknik perbaikan guan memperoleh keterampilan nyata yang sesungguhnya. Pada simulasi ini dikaji mulai dari mengetahui jenis kesulitan ynag dialami siswa pada konsonan S, termasuk sarana yang akan digunakan. Kegiatan simulasi jika dipandang cukup maka kegiatan dilanjutkan dengan pemberian penanganan pada siswa tuanarungu secara langsung di lapangan (SLB-B) dan dilakukan perekaman. 1. Implementasi Tindakan Rencana yang telah disusun dicobakan sesuai dengan langkah yang telah dibuat yaitu proses perbaikan konsonan S pada anak Tunarungu. 1. Observasi dan Implementasi Observasi ini dilakaukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik tidak ada penyimpangan penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam perbaikan konsonan S pada anak tunarungu. Observasi dilakukan oleh teman sejawat dalam satu tim dan juga dilakukan perekaman lewat video record. 1. Analisis dan Refleksi

Hasil kegiatan pembentukan konsonan S yang telah direkam, diputar kembali untuk dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan yang dialami oleh praktikan dan kemudian didiskusikan dengan dosen dan sesame mahasiswa untuk mencari penyelesaiannya yang efektif pada kegiatan pembentukan bicara berikutnya pada tahap berikutnya. 1. Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui observasi baik secra manual maupun melalui perekaman video, khususnya untuk data langsung prosedur/proses. Data ini digunakan untuk melihat proses/prosedur pelaksanaan perbaikan konsonan S dan akan digunakan sebagai dasar penilaian pada segi perencanaan kegiatan. Disamping itu data dikumpulkan melalui tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengucapkan konsonan S. Data ini diperlukan untuk menentukan keberhasilan perencanaan perbaikan konsonan S yang telah dibuat. 1. Indikator kinerja Sebagai tolak ukur keberhasilan bagi mahasiswa yaitu anak tunarungu dapat mengucapkan konsonan S. Indikator ini merupakan tempat dari rencana yang telah dibuat dan imlikasinya dalam rangka memperbaiki konsonan S pada anak Tunarungu. 1. Personalia Penelitian 1. Ketua peneliti : a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Budi Susetyo,M.Pd b. Golongan / pangkat / NIP : IVa/Pembina/131 662 488 c Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. Fakultas/jurusan : FIP/Pendidikan Luar Biasa

e. Perguruan Tinggi : UPI f. Bidang Keahlian : Pend. Aank Tunarungu/Penelitian dan Evaluasi g. Waktu untuk penelitian ini : 15 Jam/minggu h. Tugas : 1. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan 2. Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media 3. Terlibat dalam semua jenis kegiatan 4. Mentyusun Laporan 2. Anggota Peneliti 1 (teman sejawat) a. Nama lengkap dan gelar : b. Golongan/pangkat/NIP : c. Jabatan Fungsional : d. Fakultas/jurusan : e. Perguruan Tinggi : f. Bidang keahlian : g. Waktu untuk penelitian ini : h. Tugas : 1. Menganalisis konsep yang ada di GBPP

2. Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media 3. Menyusun instrument 1. Jadwal pelaksanaan No Jenis Kegiatan Bulan Ke 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penyusunan Proposal Analisis Pokok Bahasan dan Media Pendesainan media pembelajaran yang digunakan Pelaksanaan PBM dengan audio visual Evaluasi Hasil Belajar Siswa Evaluasi Proses Pembelajaran Analisis hasil evaluasi Seminar hasil penelitian Penyusunan Laporan 1. Biaya yang diusulkan Rekapitulasi biaya No 1 2 3 4 5 Honor Pelaksana Bahan habis pakai Peralatan Perjanjian Lain lain Uraian Jumlah Biaya (Rp) Rp. 1.340.000 Rp. 1.840.000 Rp. 2.800.000 Rp. 800.000 Rp. 300.000

Jumlah Biaya

Rp. 7.080.000

Rincian Biaya yang diusulkan 1. 1. Honor Pelaksana Pelaksana Ketua Anggota jumlah 1 1 Jml jam/mig 15 10 Jml mig/bl 32 32 Honor/jam Rp. 2000 Rp. 1500 Jumlah 1. 1. Bahan habis pakai Bahan Disket ATK Kertas HVS Tinta Printer Transfer ke CD Pita Video CD Akses Internet Jumlah 2. Peralatan Jenis Peralatan Komputer dan Printer Spesifikasi Sewa Jumlah Rp. 1.250.000 Jumlah 1 boks 2 set 5 rim 2 buah 10 buah 10 buah 20 buah Biaya Rp. 50.000 Rp. 150.000 Rp. 30.000 Rp. 200.000 Rp. 30.000 Rp. 40.000 Rp. 7000 Jimlah Biaya Rp. 50.000 Rp. 300.000 Rp. 150.000 Rp. 400.000 Rp. 300.000 Rp. 400.000 Rp. 140.000 Rp. 100.000 Rp. 1.840.000 Jumlah Rp. 960.000 Rp. 480.000 Rp. 1.340.000

Proyektor LCD Handycam VCD

Sewa Sewa Sewa

Rp. 500.000 Rp. 750.000 Rp. 300.000 Jumlah Rp. 2.800.000

1. 1. Perjalanan Perjalanan Lokal, Ketua Lokal Anggota Volume 1 x 32 1 x 32 Biaya Rp. 10.000 Rp. 10.000 Jumlah Rp. 400.000 Rp. 400.000 Jumlah Rp. 800.000 1. 1. Lain lain Uraian Foto copy Jumlah Rp. 300.000 Jumlah Rp. 300.000 DAFTAR PUSTAKA Boothroyd,A. (1982). Hearing Impairments inYong Children. Practice Hall Inc. Engelewoods Cliffs.N.Y. Fram, M. (1985). Auditory Training. Glendongnald School For Deaf Children. Victoria. Australia Hagen, A. Van. Vermeulen R. dan Jong, M.de. Zikelbach E. (1990). Latihan mendengar. Jakarta

Vembrianto. (1981). Pengajaran Modul. Paramita. Yogyakarta. Vride Varecmb. (1987). Perbaikan Bicara. BNIKS. Jakarta Zamroni. (1988). Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Jakarta Kurikulum Vitae 1. Nama : Drs. Budi Susetyo,M.pd. 2. NIP : 131 662 488 3. Pangkat/Golonagan : Penata Tingkat I/IVa 4. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala 5. Fakultas : Ilmu Pendidikan 6. Pengalaman Penelitian :

Keefektivan bentuk Tes IPS bagi anak Tunarungu di Sekolah Dasar Luar Biasa Relevensi Kurikulum SDLB-C tahun 1994 Mata Pelajaran Matematika dengan kemampuan Aanak Tunagrahita Ringan di Jabar (1998) Validasi Tes EBTANAS IPS untuk Sekolah Luar Biasa (2000) Kajian pengembangan kebijakan penanganan Diskriminasi Sosial (2001) Kesiapan Otonomi daerah dalam penyelenggaraan Pendidikan (2002)

7. Bidang Keahlian : Pendidikan Anak Tunarungu (SI) Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan(S2) Bandung, 18 Maret Drs. Budi Susetyo,M.Pd.