agama makalah

18

Click here to load reader

Transcript of agama makalah

Page 1: agama makalah

PEMBIMBING DOSENTUGAS MAKALAH

UNTUNG JOKO BASUKI

“ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN”

DISUSUN OLEH:

NAMA : RACHMAT HIDAYAT

NIM : 101031114

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

2010/2011

Page 2: agama makalah

ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi, orang menyambutnya dengan gemuruh keceriaan, harapan tentang terangnya masa depan. Namun disisi lain memunculkan perdebatan dan bahkan pesimisme tentang kemuraman masa depan manusia. Setumpuk pandangan, perdebatan yang terangkum dalam ribuan tulisan, baik berupa buku, catatan-catatan kecil telah banyak terbit. Ada yang optimis, ada yang pesimis dengan globalisasi. Globalisasi bukan sekedar suatu kenyataan yang mengisi sebuah ruang dan waktu, dalam arti realitas perkembangan kehidupan manusia. Lebih dari itu globalisasi, adalah setumpuk ide yang melampaui ruang dan waktu tertentu. Namun yang pasti banyak orang meyakini globalisasi, sebagai fase perkembangan kehidupan sosial yang mesti di terima.

Globalisasi yang hampir tidak lain adalah proses hilangnya batas-batas geografis akibat perkembangan tekhnologi informasi, transportasi dan komunikasi. Namun tidak bisa dikatakan bahwa globalisasi adalah kebutuhan alamiah (natural) manusia, atau sebentuk keniscayaan. Globalisasi bagaimanapun hanya akan menguntungkan mereka yang menguasai tiga pilar diatas. Dan dapat dipastikan akibat proses ini adalah proses marginalisasi (peminggiran) individu, komunitas masyarakat atau bahkan suatu bangsa akibat mereka tidak menguasai pilar inti globalisasi.

Lewat hegemoni globalisasi, tersebut banyak orang menderita amnesia kolektif, mereka lupa akan dosa-dosa kapitalisme sebagai cikal bakal globalisasi. Kapitalisme mutakhir bukan saja telah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan (seperti proteksi, subsidi) di tingkat nasional untuk melempangkan jalan kapital. Kapitalisme muthakir juga menghilangkan batas-batas etis maupun ekologis pada perdagangan. Ketika segala sesuatu bisa di perdagangkan, maka apapun-baik itu seni budaya, sel, gen, tumbuhan, benih, pengetahuan, air, bahkan polusipun-bisa di perjual belikan. Dan tidak disadari hampir semua negeri di bumi mau tidak mau terjebak dalam kondisi semacam ini.

Akibat dari proses ini hilanglah dimensi fitrah kemanusiaan manusia. Manusia yang setiap hari dera homogenisasi dan cara pikir rasionalisme bertujuan semakin lama terasing dengan kediriannya. Agama dan budaya yang sebelumnya menguatkan kedirian manusia tinggal tersisa bias-bias formalnya saja. Simbol-simbol agama tampil luar biasa di ruang publik.

Salah satu sindiran terhadap perilaku yang sekarang menjadi trend perilaku keagamaan, adalah bahwa tingkat kekhusyukan dan perilaku kesalehan, salah satunya akan terasa bermakna apa bila di sorot oleh layar televisi. Bahkan formalisme agama

1

Page 3: agama makalah

yang tampak di layar kaca kita, sebagai salah satu contoh secara halus memberi jalan untuk mennafikkan ‘kebenaran’ orang lain yang tidak sejalan dengan mode itu.

Kebudayaan tempat mengolah daya kemanusiaan yang dimiliki manusia semakin kehilangan kekuatan. Ia tidak lebih daari komoditi massal sama seperti barang-barang lain yang diproduksi secara massal. Manusia teralienasi, terusir dari eksistensi keagamaan, ekonomi, sosial, politik dan budayanya. Dan oleh karena itu upaya menghadapi laju proses marginalisasi dan alienasi ini adalah melahirkan masyarakat yang mampu membangun kekebalan diri terutama dari tarikan komodifikasi agama, atau sekedar menjadikan agama sebagai salah satu mode, bukan sebagai totalitas kehidupan manusia. Dalam konteks inilah globalisasi sesungguhnya bukan sekedar melahirkan kemajuan, integrasi namun juga marginalisasi yang kadangkala juga menghasilkan disitegrasi. Disinilah isu ketidak-adilan menjadi ekses langsung dari globalisasi.

Dibagian lain, perkembangan global ini kemudian mendorong lahirnya situasi sosial dimana berbagai manusia dengan berbagai pandangan hidup dan agama serta keyakinan berada dalam ruang sosial tertentu. Yang terjadi bukan sekedar interaksi antar manusia semata. Namun lebih dari itu adalah interaksi gagasan dan nilai. Hanya yang patut di cermati kemudian nilai-nilai yang dominan dan mampu seringkali muncul dalam ruang imajinasi publik (misalnya lewat media massa) tentu akan lebih menguasai. Tentunya soal-soal yang semacam inilah yang kemudian memancing resistensi kelopok sosial atau komunitas kebudayaan yang semakin tergusur akibat dominasi sebuah pandangan tersebut. Dalam konteks ini globalisasi tentunya akan terjadi defferesiasi secara horizontal, dalam arti akan lahir lapisan-lapisan budaya yang plural dalam masyarakat. Dalam konteks inilah globalisasi seringkali berarti tribalisasi.

Dalam mencermati fenomena gagalnya membangun interaksi budaya yang beragam ini, agaknya sangat tepat kalau kita menengok apa yang pernah diilustrasikan dengan eksotik dalam analogi Mith of The Thousand-Headed Ogre (mitos naga raksasa berkepala seribu). Dalam cerita tersebut diungkapkan, kebudayaan mirip seperti raksasa berkepala seribu, dimana antara kepala yang satu dengan kepala-kepala yang lain saling berebut superioritas, yang justru melukai organ-organ tubuh lain raksasa itu sendiri. Keragaman agama dan budaya adalah kepala-kepala raksasa yang saling menikam dan menghabisi.

Fakta terjadinya polarisasi pemahaman keagamaan yang berujung pada banyaknya kekerasan antar kelompok-kelompok agama dengan motif-motif agama dapat dijelaskan dalam konteks globalisasi. Globalisasi yang menawarkan dua hal sekaligus, kemajuan sekaligus kehancuran, integrasi sekaligus disintegrasi, perdamaian sekaligus kekerasanAgama adalah suatu usaha manusia untuk membentuk kosmos yang kudus (suci). Kosmos adalah keteraturan semesta, demikian sosiolog agama Peter L Berger memberikan dasar analisisnya tentang realitas sosial agama. Agama bisa berubah, sebagaimana juga masyarakat namun agama tidak akan pernah lenyap.

Agama sebagai realitas sosial memiliki banyak variabel dan aspek yang menyusunnya. Khoirun

Niam menyebutkan beberapa variabel antara lain: di dalamnya tidak hanya terkandung aspek

2

Page 4: agama makalah

normatif-doktrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran, lembaga keagamaan,

tempat suci serta bangunan ideologi yang dibangun dan dibela pemeluknya.

Sehingga tidaklah berlebihan kiranya, kalau penulis menganggap bahwa jawaban formulasi untuk

berbagai fenomena seperti yang dipaparkan di atas adalah konsep dan konstruksi bentuk suatu

agama yang mampu meberikan spirit perjuangan hidup lewat dawai-dawai ajarannya yang tidak

memihak (tidak membatasi) hanya pada permasalahan-permasalahan tertentu, ialah Islam yang

dalam hal ini merupakan agama universal (rahmatan lil ‘alamin).

 

B. Rumusan Masalah

Dari paparan di atas, dapat ditarik sebuah rumusan permasalahan, yaitu “bagaimanakah konsep

ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin?”

 

C. Tujuan dan Batasan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui konsep ajaran Islam sebagai Agama

rahmatan lil alamin, akan tetapi untuk menghindari bias dan melebarnya pembahasan maka penulis

hanya menyajikan (membatasi penulisan) dalam perspektif teoritis yang tidak begitu luas (hanya

beberapa konsep ajaran), seperti universalitas, keadilan dan kemanusiaan.

 BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Islam Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan agama-

agama yang datang sebelumnya. Dalam upaya memahami Islam dan ajarannya, berbagai aspek

yang berkenaan dengan Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat dihasilkan pemahaman

yang komprehensi. Hal ini penting dilakukan karena kualitas pemahaman ke-Islaman seseorang

dapat mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku dalam menghadapi berbagai permasalahan yang

berkaitan dengan Islam.

3

Page 5: agama makalah

Para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan batasan mengenai agama secara tepat. Karena

untuk mendefinisikannya diperlukan rumusan yang dapat menjelaskan semua unsur yang

didefinisikan sekaligus mengungkapkan segala hal yang tidak termasuk unsur-unsurnya. Namun

demikian, apa yang dinamakan agama oleh para ulama’ dapat pula ditinjau dari segi etimologi dan

terminologi.

Dari segi etimologi agama berasal dari bahasa Sangsakerta yaitu dari kata “a” yang berarti tidak

dan “gama” yang berarti kocar-kacir, kacau balau atau tidak teratur. Jadi agama adalah sesuatu

yang teratur dan tidak kacau. Dengan demikian bahwa agama itu membawa hidup seseorang ke

dalam kehidupan yang penuh keteraturan dan tertata dengan baik.

Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan berlainan, sesuai dengan latar

belakang yang dianutnya. Mahmud Syaltut (1996) berpendapat bahwa agama adalah ketetapan

Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara

Endang Ansari (1992), memberikan definisi agama sebagai hubungan manusia dengan suatu

kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, diminta bantuan dalam memecahkan

kesulitan hidupnya. Harun Nasution (1991) mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang

diwujudkan Tuhan kepada manusia melalui para rasul-Nya.

Sehingga, dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama adalah ajaran

Tuhan yang merupakan ketetapan ilahi untuk manusia yang berisikan tentang peraturan hidup bagi

pedoman hidup manusia.

Sedangkan pengertian Islam dalam pengertian Arab disebut Dinul Islam. Kata Islam berasal dari

kata kerja Aslama yang artinya menyerah, tunduk, atau patuh. Dari asal kata aslama ini

diderivisikan menjadi beberap arti yaitu salam artinya keselamatan, taslim artinya penyerahan,

salam artinya memelihara, sullami artinya titian dan silm artinya perdamaian.

Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada para

rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan perdamaian bagi

umat manusia.

 

B. Konsep Ajaran Islam

4

Page 6: agama makalah

Di era modern ini, semangat globalisasi telah memangkas bola dunia yang luas menjadi begitu

sempit dalam wujud desa buana (global village). Sebagai dampaknya, laju informasi dan sistem

komunikasi informasi tidak saja sulit disaring, apalagi dibendung, tetapi juga mengaburkan nilai-

nilai kemanusiaan dalam pranata kehidupan ummat beragama sehari-hari. Dalam posisi seperti ini

agama sering menjadi ajar perdebatan, apakah ajaran agama mesti tunduk mengikuti irama

perubahan yang niscaya atau sebaliknya, setuiap perubahan mesti memiliki acuan berupa nilai-nilai

agama?

Dalam masalah tersebut, kita mesti berangkat dari asumsi dasar bahwa Islam adalah agama

universal, komprehensif (syumul), lengkap dengan dimensi edoterik dan eksoteriknya. Sebagai

agama agama universal (rahmatan lil alamin), Islam mengenal sistem perpaduan antara apa yang

disebut konstan-nonadaptabel (tsabuit) di satu sisi watak Islam yang ini tidak mengenal perubahan

apa pun karena berkaitan dengan persoalan-persoalan ritus agama yang transenden, nash yang

berkaitan dengan watak (konstan-nonadaptabel) ini dalam al-Qur’an maupun hadist sekitas 10%,

yang berupa diktum-diktum ajaran agama yang bersifat kulli dan qoth’I yang konstan dan

immutabel. Segmen ini meski diterima apa adanya tanpa harus adaptasi dengan perubahan-

perubhan di sekitarnya, segmen ini berkait dengan persoalan dasar menyangkut sendi-sendi ajaran

agama yang mempunyai nilai strategis, seperti persoalan keimanan (pengesaan Tuhan), shalat,

zakat, puasa dan elatis-adaptabel (murunah) di sisi lain. Segmen ini lebih banyak, berkisar 90%,

teks agama yang berupa aturan-aturan global yang bersifat juz’i dan Zhanni. Segmen ini

mempunyai nuilai taktis-operasional yang bersentuhan langsung fenomena sosial dan

masyarakat.karena wataknya yang taktis inilah segmen ini enerima akses perubahan pada tataran

operasionalnya sepanjang tetap mengacu pada pesan-pesan moral yang terkandung dalam ajaran

agama.

Dengan kenyataan seperti ini kita dapat melihat adanya nilai-nilai eksternal dan universal ajaran

agama. Sebab, dengan wataknya yang adaptif, Islam akan selalu akomodatif dan kompatibel

dengan perubahan sosial yang akan terus bergulir dari waktu ke waktu. Sebagai refleksi dari

perubahan sosial, maka diseetiap waktu akan selalu muncul persoalan-persoalan kemanusiaan dan

peristiwa-peristiwa hukum baru. Ini akan dapat diantisipasi bilamana nilai-nilai multidimensional

ajaran Islam dapat dipahami secara jernih dan juga diimplementasikan secara konsekuen dan

proporsional. Oleh karena itu Islam meposisikan rasio pada martabat yang amat terhormat guna

mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam wujud kehidupan riil masyarakat sehari-hari.

5

Page 7: agama makalah

Dalam kaitan ini, istinbath (ekstrapolasi hukum) mempunyai peranan penting dalam memberikan

prinsip-prinsip dasar bagi seluruh aktivitas pemikiran agama. Istinbath atau ijtihad merupakan

bentuk penalaran ilmiah yang menggunakan metode-metode aqliyah guna menelorkan hukum-

hukum operasional sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.

Sebagai agama yang menghargai perbedaan, diferensiasi penafsiran tumbuh subur dalam Islam

sesuai watak sumber ajarannya yang memang interpretable. Oleh karena itu perdebatan dan silang

pendapat tak dapat dihindarkan dalam mengapresiasi pesan-pesan moral yang terdapat dalam

diktum-diktum ajaran agama tersebut. Ini tidak lain merupakan sujud dari pesan-pesan moral

jajaran agama itu sendiri untuk membuka wacana intelektual (intellectual discourse) yang segar

dan terarah. Perbedaan pendapat menyangkut penafsiran ajaran agama tersebut bukan hanya dipicu

oleh mujmal dan terbatasnya teks agama tersebut melainkan juga karena perbedaan interaksi sosial

dan tingkat kemampuan manusia dalam berkomunikasi dengan sumber-sumber ajaran agama

terebut. Oleh karenanya, maslahah yang dibimbing berdasarkan wahyu ilahi dan disertai dengan

ketajaman analisis dalam menentukan jenis maslahah yang dimaksud harus menjadi acuan dalam

merumuskan perbedaan pendapat, karena tujuan disyariatkannya Islam adalah untuk tegaknya

kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

 

Universalitas Islam

Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat

manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “dan kami tidak mengutus kamu

(Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi semesta alam”.

Islam adalah agama yang benar berasal dari Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas

oleh waktu dan tempat tertentu. Lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW adalah untuk seluruh umat manusia, di mana pun mereka berada. Berdasarkan

pernyataan ini Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka bumi ini.

Sementara itu, Djaelani dalam bukunya “Islam Rahmatan Lil Alamin, menjelaskan bahwa para

ulama’ memberikan pengertian terhadap keuniversalitasan (rahmatan lil alamin) Islam melalui

perspektif definisi Islam yang meliputi; pertama, Islam berarti tunduk dan menyerah kepada Allah

6

Page 8: agama makalah

SWT serta mentaati-Nya yang lahir dari kesadaran dengan tidak dipaksa karena ketundukan yang

seperti itu tanpa perhitungan pahala dan dosa.

Ketundukan dengan penuh kesadaran adalah hakikat Islam dan dalam keadaan tunduk yang seperti

itu timbul pahala dan dosa. Sesungguhnya tanda bukti penuh ketundukan kepada Allah ialah rela

menerima agama-Nya yang diiringi pula dengan penuh kesadaran. Ini adalah merupakan agama

yang diridhoi Allah, agama yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada

seluruh manusia.

Kedua, Islam adalah kumpulan peraturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad di dalamnya terkandung peraturan-peraturan tentang aqidah, ahlak, mu’amalat, dan

segala berita yang disebut di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah perintah agar disampaikan

kepada manusia.

Salah satu dari kumpulan peraturan tersebut adalah acuan moral dalam penerapan fiqih mu’amalah

ini, yang pada dasarnya kaidah-kaidah tersebut merupakan ciri dari sebuah ke-universalitas-an

agama Islam. Hal ini sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar Islam untuk mewujudkan cita-cita

Islam yang universal, yaitu: Hifdzu Din (memelihara kebebasan beragama), Hifdzu Aql

(memelihara kebebasan nalar berpikir), Hifdzu Mal (memelihara/menjaga harta benda), Hifdzu

Nafs (memelihara hak hidup), Hifdzu Nasl (memelihara hak untuk mengembangkan keturunan).

Kelima prinsip dasar inilah yang juga menjadikan Islam sebagai garda agama rahmatan lil alamin,

yang ajaran serta konsep keagamaan tidaklah ekslusif (tertutup), melainkan bersifat inklusif

(terbuka). Lima jaminan dasar inilah yang memberikan penmapilan terhadap Islam sebagai agama

yang universal, karena jaminan ini tidak hanya diberikan secara parsial terhadap umat manusia

yang memeluk agama Islam, melainkan seluruh umat manusia baik secara personal maupun

komunal (baca; kelompok).

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin juga dapat ditelusi dari ajaran-ajaran yang berkaitan

dengan kemanusian dan keadilan. Dari sisi konsep pengajaran tentang keadilan, Islam adalah satu

jalan hidup yang sempurna, meliputi semua dimensi kehidupan. Islam memberikan bimbingan

untuk setiap langkah kehidupan perorangan maupun masyarakat, material dan moral, ekonomi dan

politik, hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional.

7

Page 9: agama makalah

Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin atau lemah untuk

memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusia yag terus mengalami perubahan sosial.

Secara umum, Islam memperhatikan susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka

yang lemah.

Sementara itu, universalisme (sifat rahmatan lil alamin) Islam yang tercermin dalam ajaran-ajaran

yang memiliki kepedulian kepada unsur-unsur utama kemanusiaan itu diimbangi pula oleh kearifan

yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam sendiri.

Dari sisi kemanusiaan, Islam memberikan konsep pengajaran, bahwasanya Islam adalah agama dari

Allah yang berisikan tuntunan hidup yang diwahyukan untuk seluruh umat manusia. Untuk

tegaknya kehidupan manusia di atas planet bumi ini diperlukan; pertama, terpenuhinya kebutuhan

pokok berikut sumber-sumbernya untuk menjamin kelangsungan hidup, dan kecukupan material

yang dibutuhkan oleh perseorangan dan masyarakat. Kedua, mengetahui dasar-dasar pengetahuan

tentang tata cara hidup perseorangan dan masyarakat, agar terjamin berlakunya keadilan dan

ketentraman dalam masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui dalam syari’at Islam, ada dua bentuk hubungan, yaitu ibadah dan

mu’amalah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Ibadah ialah seperangkat

aktifitas dengan ketentuan-ketentuan syari’at yang mengatur pola hubungan diantara manusia

dengan Tuhannya, sedangkan mu’amalah ialah usaha atau pola daya hubungan anatara manusia

yang satu dengan manusia yang lain sekaligus dengan lingkungan sekitas (baca; alam) .

Hubungan anatar sesama manusia disebut hablum minannas. Semua manusia diciptakan dari satu

asal yang sama. Tidak ada kelebihan yang satu dari yang lainnya, kecuali yang paling baik (baca;

bertakwa) dalam menunaikan fungsinya sebagai pemimpin (khalifah) dimuka bumi sekaligus

sebagai hamba Allah SWT.

Demikianlah Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh manusia. Atas prinsip persamaan itu,

maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Islam tidak memberi hak-hak

istimewa bagi seseorang atau golongan lainnya, baik dalam bidang kerohanian, maupun dalam

bidang politik, sosila, ekonomi dan kebudayaan. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap

anggotanya. Karena Islam menentang setiap bentuk diskriminasi, baik diskriminasi secara

keturunan, maupun karena wana kulit, kesukuan, kebangsaan, kekayaan dan lain sebagainya.

8

Page 10: agama makalah

Bahkan Nabi Muhammad bersabda “tidak beriman seorang kamu sehingga sehingga kamu

mencintai saudaramu sebagaimana mencintai dirimu sendiri”. Dari sinilah konsep ajaran Islam

dapat diketahui dan dipelajari. Persaudaraan manusia semakin dikembangkan, karena sesama

manusia bukan hanya berasal dari satu bapak satu ibu (Adam dan Hawa) tetapi karena satu sama

lain memang membutuhkan sehingga perlu saling menghargai dan saling menghormati. Saling

mengenal yang bisa dilanjutkan menjadi saling menghargai dan saling menghormati menjadi kunci

ketentraman dan kemananan di alam dunia.

Dari perspektif kemanusiaan inilah Islam dapat dikatakan sebagai agama yang rahmatan lil alamin,

atau agama yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Karena konsep kemanusian yang tidak

memandang secara parsial harkat dan martabat umat manusia, baik secara individu maupun

kelompok.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

1. Dari segi etimologi agama berasal dari bahasa Sangsakerta yaitu dari kata “a” yang berarti tidak

dan “gama” yang berarti kocar-kacir, kacau balau atau tidak teratur. Jadi agama adalah sesuatu

yang teratur dan tidak kacau. Dengan demikian bahwa agama itu membawa hidup seseorang ke

dalam kehidupan yang penuh keteraturan dan tertata dengan baik.

2. Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan berlainan, sesuai dengan latar

belakang yang dianutnya. Mahmud Syaltut (1996) berpendapat bahwa agama adalah ketetapan

Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara

Endang Ansari (1992), memberikan definisi agama sebagai hubungan manusia dengan suatu

kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, diminta bantuan dalam memecahkan

kesulitan hidupnya. Harun Nasution (1991) mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang

9

Page 11: agama makalah

diwujudkan Tuhan kepada manusia melalui para rasul-Nya. Sedangkan pengertian Islam dalam

pengertian Arab disebut Dinul Islam. Kata Islam berasal dari kata kerja Aslama yang artinya

menyerah, tunduk, atau patuh. Dari asal kata aslama ini diderivisikan menjadi beberap arti yaitu

salam artinya keselamatan, taslim artinya penyerahan, salam artinya memelihara, sullami artinya

titian dan silm artinya perdamaian.Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan

oleh Allah SWT kepada para rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan keselamatan,

kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia.

3. Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat

manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “dan kami tidak mengutus kamu

(Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi semesta alam”.

4. Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin atau lemah untuk

memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusia yag terus mengalami perubahan sosial.

Secara umum, Islam memperhatikan susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka

yang lemah.

5. Universalisme (sifat rahmatan lil alamin) Islam tercermin dalam ajaran-ajaran yang memiliki

kepedulian kepada unsur-unsur utama kemanusiaan itu diimbangi pula oleh kearifan yang muncul

dari keterbukaan peradaban Islam sendiri.

6. Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh manusia. Atas prinsip persamaan itu, maka setiap

orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Islam tidak memberi hak-hak istimewa bagi

seseorang atau golongan lainnya, baik dalam bidang kerohanian, maupun dalam bidang politik,

sosila, ekonomi dan kebudayaan. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan

masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap

anggotanya. Karena Islam menentang setiap bentuk diskriminasi, baik diskriminasi secara

keturunan, maupun karena wana kulit, kesukuan, kebangsaan, kekayaan dan lain sebagainya.

 

B. Epilog

10

Page 12: agama makalah

Dari paparan di atas, kiranya penulis hanya berharap semoga wacana yang saya suguhkan dapat

menjadi bagian dari pertarungan ide demi memperkaya khazanah keilmuan terlebih lagi dalam

bidang keagamaan yang menyangkut wacana keislaman.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa wacana yang terkonstruk kedalam sebuah makalah ini bebas

dari kelemahan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kami berharap sumbangsih pemikiran baik dalam

bentuk saran ataupun kritik yang bersifat konstruktif dalam rangka pengimbangan dan perwujudan

karya yang lebih kompatibel dan bermutu.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Djaelani, M. Bisri, 2005. “Islam Rahmatan Lil Alamin”. Yogyakarta; Warta Pustaka.

Hasim, M. Nur, “Universalitas Islam”, makalah yang disampaikan dalam acara MaPABa PMII

Koms. Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan, 07-09 Desember 2007.

Hilton, Robert C. 1998. Globalization and The Nation State, New York: MacMillan Press

Imron, D. Zawawi, “Wawasan Kepahlawanan”, kolom budaya Jawa Pos, 02 Desember 2007, hal:

11.

Majalah Syir’ah, “Menghibur dengan Alam Kubur” edisi Mei/2005. hal 3 – 16

Mursanto, R.B. Riyo. 1993. “Peter Berger Realitas Sosial Agama” dalam Diskursus

Kemasyarakatan dan Kemanusiaan (peny. Tim Driyarkara), Yogyakarta: Kanisius.

Jurnal Nizamia. 2005. “Kekerasan Bernuansa Agama di Indonesia dan Konsekuensi Pilihan

Materi Pendidikan Agam” Suarabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Utomo, Paring Waluyo (ed), 2004. “Tor Halaqah Kebudayaan DESANTARA, Merebut Hak Warga

yang di Renggut” Malang: Averroes. Tidak diterbitkan

11

Page 13: agama makalah

Wahono, Francis. 2001. “Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan”, Yogyakarta:

Pustaka Pelaja

12