Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

17
AGAMA, KEPERCAYAAN, KEBATINAN, KEJAWEN DAN KEBUDAYAAN JAWA Orang sudah banyak mengenal mengenai kejawen, kebatinan, penghayat kepercayaan dan lain- lainnya sejak dulu. Hal ini tidak aneh, sebab sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, orang jawa khususnya orang Indonesia pada umumnya telah mempunyai kepercayaan yang disebut sebagai kepercayaan animisme, dinamisme, kemudian masuk agama Hindu, dan Budha, yang pada akhirnya agama Islam. Orang jawa mempunyai budaya tersendiri sejak zaman dahulu kala. Budaya ini yang selalu melekat-erat dengan kepercayaan dan agama yang dianut. Hal ini disebabkan oleh “Rasa” terima kasihnya kepada Alam yang telah memberi rezeki, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupannya. Maka “Alam semesta dianggap sebagai Tuhannya dan leluhurnya dianggap sebagai perantarauntuk menyampaikan permohonannya kepada Alam. 1

Transcript of Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Page 1: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

AGAMA, KEPERCAYAAN, KEBATINAN,

KEJAWEN DAN KEBUDAYAAN JAWA

Orang sudah banyak mengenal mengenai kejawen,

kebatinan, penghayat kepercayaan dan lain-lainnya

sejak dulu.

Hal ini tidak aneh, sebab sebelum agama Islam masuk

ke Indonesia, orang jawa khususnya orang Indonesia

pada umumnya telah mempunyai kepercayaan yang

disebut sebagai kepercayaan animisme, dinamisme,

kemudian masuk agama Hindu, dan Budha, yang pada

akhirnya agama Islam.

Orang jawa mempunyai budaya tersendiri sejak zaman

dahulu kala. Budaya ini yang selalu melekat-erat

dengan kepercayaan dan agama yang dianut. Hal ini

disebabkan oleh “Rasa” terima kasihnya kepada Alam

yang telah memberi rezeki, ketentraman, dan

keamanan dalam kehidupannya.

Maka “Alam semesta dianggap sebagai Tuhannya

dan leluhurnya dianggap sebagai perantara”

untuk menyampaikan permohonannya kepada Alam.

Bahkan tiap jengkal tanah ada yang menguasai yang

disebut “Danyang Pereyangan Sumoro Bumi” orang

awam menyebut : “Danyangan” (Baurekso).

Tiap-tiap desa pasti ada “Danyangan-nya”, misalnya

pohon yang besar, batu, bahkan makam (kuburan)

1

Page 2: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

yang selalu dihormati oleh penduduk desa tesebut,

dengan cara memberi sesaji, yang maksudnya

“menjaga keseimbangan”.

Masuknya agama Hindu, dan Budha, tidak terjadi

conplik yang besar, orang jawa dapat menerima karena

tidak merobah budaya jawanya, yang dirobah hanya

yang disembah yaitu “Dewa Brahma, Dewa Wisnu,

dan Dewa Siwa”.

Tempat pemujaannya dibuatkan candi-candi, alfar, dan

diseputar rumahnya dibuat tempat untuk persembahan

dewa-dewa atau untuk penguasa bumi yang telah

memberi rezeki selama ini.

Hal ini ditandai Cerita Dewata Cengkar vs Aji Soko dan

sudah mengenal penanggalan yang disebut

penanggalan saka, ini berlanjut sampai dengan

runtuhnya kerajaan Majapahit.

Pada waktu jaya-jayanya Hindu-Budha inilah kehidupan

spiritual berkembang sangat pesat dan kebudayaan

Hindu-Budha mendarah daging bagi penduduk pulau

jawa. Budaya ini dianggap cocok oleh orang jawa,

sehingga sering disebut dengan kata “Kejawen”.

Sedangkan kejawen ini, akhirnya banyak sekali cabang-

cabang dan ranting-rantingnya, seperti yang anda

ketahui sekarang ini.

Orang-orang kebatinan, orang-orang penghayat

kepercayaan dan lain-lainnya, itu merupakan pecahan-

pecahan dari apa yang disebut kejawen, akar dari

2

Page 3: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

kejawen itu sendiri adalah animisme dan dinamisme,

yang tercampur dengan agama Hindu dan Budha.

Masuknya agama Islam, yang ditandai dengan

runtuhnya kerajaan Majapahit dan berdirinya kerajaan

Demak, merobah situasi adat istiadat dan budaya orang

jawa menimbulkan gejolak besar dalam tata kehidupan

penduduk pulau jawa.

Ujung tombak penyebaran agama Islam di pulau jawa

adalah “Walisongo” (Wali Sembilan), maka tidak

mustahil terjadi peperangan dan juga kekacauan

dimana-mana untunglah ada seorang wali yang maha

bijak yaitu Kanjeng Sunan Kalijogo “murid Sunan

Bonang, yang mengambil jalan damai / kompromi, yaitu

Budaya setempat dikompromikan dengan agama

Islam, artinya budaya dan agama dibedakan, orang

jawa boleh melestarikan kebudayaannya, tetapi harus

memeluk agama Islam, yang mematuhi syariat-syariat

Islam yaitu bersahadat, sholat 5 kali sehari, puasa dan

lain-lainnya, tetapi juga boleh pada acara-acara

tertentu, selamatan, bersih kubur, bersih desa,

membakar kemenyan dan lain-lainnya yang merupakan

budaya jawa turun-temurun.

Kanjeng Sunan Bonang, ketika meng-Islamkan Kanjeng

Sunan Kalijogo, beliau menggunakan kesaktian

(Karomah) dengan cara merobah buah pohon aren

(Nira) menjadi emas. Sehingga Raden Said (Kanjeng

Sunan Kalijogo) terkagum-kagum dan minta diajari

3

Page 4: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

ilmu tersebut. Perbuatan Kanjeng Sunan Bonang, itu

sekarang disebut sebagai Hipnosis. Tetapi apa Sunan

Bonang mengajari Hipnosis? Tidak, Kanjeng Sunan

Bonang mengajari agama Islam, dan Kanjang Sunan

Bonang menyuruh ber-tafakur kepada Tuhan, ditepi

sungai, dan berpesan jangan ke-mana-mana sebelum

kujemput kembali.

Aliran Kepercayaan, Mistik, Kebatinan, dan

Kejawen

Runtuhnya kerajaan Mojopahit, berarti runtuhnya

agama Hindu dan Budha, terjadilah perselisihan

dimana-mana dan terjadilah peperangan yang

disebabkan faktor agama.

Penduduk Mojopahit yang beragama Hindu, Budha dan

masih ada yang memeluk animisme dan dinamisme,

melawan agama Islam yang masuk, yang tentu saja

dimenangkan oleh agama Islam yang dipimpin para

Wali dibantu oleh Raden Patah berikut Wadio balanya.

Banyak yang melarikan diri ke timur, sampai ke Pulau

Bali, dan lainnya terpencar di pulau jawa bagian timur,

disana secara sembunyi-sembunyi masih memeluk

agama yang dianutnya, sehingga perguruan dan

padepokan timbul dimana-mana.

Padepokan-padepokan merupakan sekte-sekte yang

berdiri sendiri, mereka masih tetap mempertahankan

budaya yang dianut sebelumnya, tidak mau mengikuti

4

Page 5: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

budaya yang baru (budaya Islam, yang dianggap

budaya pendatang yang berasal dari negara

Arab).

Dari agama Islam pun juga sudah pecah, khususnya

dari pucuk pimpinan, yaitu dari para Wali sendiri

diantarannya antara Wali Songo dan Syech Siti Jenar,

antara Sunan Kudus dengan para Wali lainnya, dalam

hal menentukan penggantian Raja Demak.

Perselisihan-perselisihan diantara pimpinan agama dan

keluarga penguasa dan penguasa itu sendiri, inilah

yang mengakibatkan melemahnya kekuasaan kerajaan

Demak, ditambah rong-rongan dari luar, khususnya

bagi sebagian rakyat yang masih berpegang teguh

pada kepercayaan-kepercayaan lama dan agama Hindu

dan Budha, kususnya padepokan-padepokan yang

dikelola oleh orang-orang yang beragama hindu dan

Budha, disamping mengajarkan agama juga

mengajarkan ilmu bela diri atau olah kanuragan.

Kanjeng Sunan kalijogo sadar, bahwa agama Islam

ditolak / atau tidak mendapat dukungan dari penduduk,

maka Kanjeng Sunan Kalijogo mengkompromikan

Budaya Jawa dan Agama.

Dalam siar agamanya, lewat wayang kulit, tembang,

kidung, bahkan tayuban, dll, pokoknya lewat seni

budaya yang paling terkenal antara lain : Tembang ilir-

ilir, dalam wayang cerita Dewa Ruci, dan babat alas

wono marto, tetapi perpecahan agama tetap saja

5

Page 6: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

berlangsung walaupun sembunyi-sembunyi antara lain

ajaran Syeh Siti Jenar ”Manunggaling Kawulo lan

gusti” dan “Sangkan paraning dumadi” Tetap

berkembang hanya saja tidak terang-terangan dari

mulut-kemulut dan hanya orang-orang tertentu saja

sehingga golongan ini pada akhirnya disebut golongan

Islam Abangan, saya tidak akan membahas ini secara

panjang lebar, hanya ingin mengatakan bahwa hal-hal

seperti itulah yang menjadi cikal-bakal lahirnya aliran-

aliran kepercayaan, kebatinan, kejawen dan lain-

lainnya, apapun namanya.

Pengertian : Agama, Kepercayaan, dan kebatinan

Pengertian menurut bahasa agama berasal dari bahasa

sangsekerta yang artinya undang-undang peraturan,

upacara-upacara dan pelajaran untuk kebaktian

manusia terhadap yang Maha Esa, atau tuntunan dari

peraturan guna mencapai kesempurnaan / insan kamil :

manusia sempurna.

Secara Umum

Agama ialah sesuatu yang disyariatkan oleh Tuhan atas

keterangan Nabi-Nabi, pesuruh-Nya yang berisi

perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-

petunjuk untuk kemaslahatan seluruh manusia baik

dalam urusan dunia maupun dalam urusan akherat.

6

Page 7: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Kepercayaan : suatu paham dogmatis yang terjalin

dengan adat-istiadat hidup, dari berbagai macam suku

bangsa, pokok kepercayaannya apa saja adat hidup

nenek moyangnya di sepanjang masa.

Aliran Kebatinan

Sumber rasa dan kemauan untuk mencapai kebenaran,

kenyataan, kesempurnaan dan kebahagiaan hidup.

Aliran : suatu cabang dari pada faham yang

rentetannya masih berinduk dari salah satu agama

(mazhap, orde, sekte dll).

Kebudayaan Jawa Dalam Pertumbuhannya

Prof. DR. Kuncoroningrat mengatakan bahwa

kebudayaan itu terdiri dari 2 komponen pokok :

1. Isi

2. Wujud

Isi : terdiri atas 7 unsur universal, yaitu : bahasa,

sistem tehnologi, sistem ekonomi, organisasi sosial,

ilmu pengetahuan, agama dan kesenian sedangkan

Wujud : terdiri atas : sistem budaya, ide dan

gagasan-gagasan, sistem sosial tingkah laku, tindakan,

dan kebudayaan yang berupa fisik (fac).

Sistem budaya terdiri atas nilai-nilai budaya dan norma-

norma etika, ini semua dipandang sangat berharga

bagi proses keberlangsugan kehidupan, dengan ruang

7

Page 8: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

lingkup nilai budaya yang sangat luas, namun

keberadaannya secara emosional disadari secara utuh.

Berbeda dengan norma yang bersifat pasti dan telah

menurun menjadi aturan yang lebih nyata. Maka nilai

budaya dapat menentukan karakteristik suatu

lingkungan kebudayaan dimana nilai tersebut dianut.

Seperti yang sudah saya katakan tadi, bahwa orang

jawa khususnya, dan orang Indonesia pada umumnya,

sebelum agama Hindu dan Budha masuk, orang jawa

sudah mempunyai kebudayaan dan agama sendiri,

yaitu merupakan masyarakat yang sederhana dan

tersusun teratur, wajar bila nampak sistem religie

animisme dan dinamisme merupakan inti kebudayaan

yang mewarnai seluruh aktifitas kehidupan masyarakat

jawa.

Cara berfikir masyarakat jawa pada waktu itu sangat

kompleks, yakni bersifat keseluruhan dan emosional,

dikuasai perasaan, sangat rapat dengan pengaruh

kebudayaan agama, kepercayaan kepada ruh-ruh dan

tenaga-tenaga gaib yang meresapi seluruh

kehidupannya. Tertuju bagaimana mendapat bantuan

dari ruh-ruh yang baik-baik dan bagaimana dapat

menghindari pengaruh ruh-ruh yang bersifat

mengganggu (jahat). Pengaruh ini masih sangat kuat

hingga saat ini

Contoh : Deso mowocoro, negoro mowo toto

8

Page 9: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Adat tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh

hujan.

Contoh dalam seni tradisional

Ruh-ruh nenek moyang merupakan pengemong dan

pelindung keluarga yang masih hidup. Dalam wayang

ruh-ruh nenek moyang di personifikasikan dalam

bentuk Puno kawan.

Kebudayaan Jawa pada masa Hindu-Budha

Pada abad 4 masehi, di Cisadane didirikan Prasasti

dengan huruf India Selatan, deskripsi mengenai

beberapa upacara yang dilakukan oleh Raja untuk

meresmikan bangunan irigasi.

Di Sumatera Selatan, pengaruh agama Budha lebih

nyata disana muncul kerajaan Sriwijaya, dan mencapai

puncaknya hingga abad ke-7.

Sedang untuk Jawa dan Bali hinduisme lebih kuat,

pengaruh Hindu dan Budha, melahirkan peradaban

kebudayaan Mataram Kuno, yang bersendikan pada

pertanian. Sanjaya adalah raja yang paling terkenal

Sanjaya digantikan oleh Dinasti Syailendra yang

memeluk agama Budha Mahayana, dibuatnya Candi

Borobudur, tapi kira-kira abad ke-8 akhirnya Dinasti

Sailendra kembali memeluk agama Syiwa ditandai

dengan Candi Prambanan yang megah.

9

Page 10: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Akibat dari ini semua maka raja-raja jawa dikeramatkan

sebagai Raja Binathoro/setengah Dewa) Diperkirakan

Gunung Merapi meletus, atau mungkin tanah lebih

subur.

Pada abad ke-10, kerajaan pindah ke Jawa Timur, maka

terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa

Timur (Lembah Sungai Brantas).

Pada abad ke-11 Kerajaan Kediri mencapai puncaknya

dibawah Raja Airlangga yang memeluk agama Syiwa +

Budha Tantrayana.

Sebelum Airlangga meninggal dunia, Kerajaan dibagi

dua :

- Kerajan Panjalu (meliputi Madiun dan Kediri).

- Kerajaan Jenggolo ibu kota dekat Malang, kerajaan

ini sering

disebut atau terkenal dengan nama Singosari.

Runtuhnya Singosari muncul kerajaan Majapahit di

daerah Mojokerto, disini agama Syiwa dan Budha hidup

berdapingan menjadi agama Resmi Negara.

Pada jaman ini kebudayaan jawa menerima pengaruh

dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme,

prosesnya bukan hanya alkulturasi saja, tetapi yang

terjadi adalah kebangkitan kebudayaan jawa dan

memanfaatkan unsur-unsur agama dan kebudayaan

India. Budayawan jawa bersifat aktif untuk memperbaiki

/ memperbaharui kebudayaan jawa.

10

Page 11: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Contohnya Ajisoko merubah huruf Hindu di jadikan

huruf Jawa, Tahun Saka, yang pada akhirnya unsur-

unsur Hinduisme dan Budhisme mengalami jawanisasi,

bukan sebaliknya, akibatnya agama Hindu dan

kebudayaan Hinduisme + Budhisme tidak diterima

secara lengkap dan utuh.

Sebagai contoh : Wayang yang merupakan seni pentas

yang adiluhung sebagai sarana hiburan sekaligus

menjadi wasilah memasyarakatkan nilai-nilai budaya

jawa yang dipandang luhur.

Kebudayaan Jawa Masa Kerajaan Islam

Seperti telah saya tulis didepan mengenai runtuhnya

kerajaan Mojopahit, yang diujung tombak para wali, dan

para penguasa Demak, namun demikian penyebaran

agama Islam di Jawa harus merangkak dari bawah,

dipedesaan sepanjang pesisir melahirkan pesantren.

Baru di abad 16M dakwah Islam menembus benteng-

benteng Istana, unsur-unsur Islam mulai meresap dan

mewarnai sastra Budaya Istana. Maka Demak sebagai

kerajaan Kejawen tentu saja tidak lepas dan mewarisi

tradisi kerajaan kejawen pada umumnya dimana agama

dan pejabat keagamaan merupakan bagian tak

terpisahkan dari kelengkapan kerajaan, sebagaimana

kerajaan-kerajaan jawa sebelumnya. Sebagai contoh

Sultan harus segera membangun mesjid sultani dan

mengangkat Pengulu Kraton.

11

Page 12: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Zaman inilah disebut zaman peralihan yakni peralihan

dari zaman Kabudan (tradisi Hindu-Budha) ke zaman

Kawalen. Pada saat inilah timbul istilah Islam-Kejawen

atau disingkat Kejawen.

Pusat kerajaan pindah kepedalaman (Pajang Mataram)

berkembanglah Kejawen tersebut, yang pada akhirnya

bahasa jawa terpecah menjadi dua.

1. Bahasa Jawa Kuno berkembang di pulau Bali

2. Bahasa Jawa Baru disisi lain, yang dipakai di Pulau

Jawa.

Dan Agama Islam pun pemeluknya terpecah menjadi

dua, yaitu santri dan kaum abangan, ini terjadi karena

raja telah memeluk agama islam, maka seluruh

Kawulonya ikut-ikut memeluk agama islam walaupun

ada yang tidak sholat, asal mengucapkan syahadat

sudah menjadi Islam.

Karena kerajaan Pajang, Mataram, masih tetap

mempertahankan tradisi Hindu-Budha masa Majapahit

serta tradisi animisme – dinamisme, diperkaya dan

disesuaikan dengan suasana Islam, makin nampaklah

karakter kraton santris serta mistisnya.

Ciri lain yang menonjol dalam kebudayaan jawa, yaitu

penuh dengan simbol-simbol atau lambang-lambang,

segala ide-ide diungkapkan dengan simbol, agar lebih

bersifat kongkrit, jadi semua akan menjadi teka-teki,

karena simbol dapat ditafsirkan secara berganda (ber-

12

Page 13: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

wayuh – arti) sangat sulit ditafsirkan secara

methok/lugas).

Orang jawa juga sangat mempercayai atas suratan

nasib (takdir Allah, kodrat alam), akibatnya orang jawa

percaya dengan Ramalan.

Hal ini berkaitan erat dengan falsafah mistik yang

mempercayai orang-orang sakti / orang-orang pilihan

yang mampu menyingkap rahasia alam serta gaib yang

digariskan Tuhan.

Wali Allah dianggap sebagai orang yang Waskito /

ngerti sak durunge winarah.

Dalam keadaan tertekan dan tertindas, seperti pada

abad ke-18 sampai abad ke-19, waktu penjajahan

Belanda, juru ramal tentang akan datangnya guru

pembebas atau ratu adil (imam mahdi) sangat laris,

sementara pengobatan gaib, praktek-praktek

perdukunan juga sangat mendukung akan hal itu,

dimana kesemuanya itu bersumber / bermuara pada

ajaran mistik dan kepercayaan animisme dan

dinamisme yang memang masih mengakar kuat.

Sehingga wajar bila praktek-praktek perdukunan

tumbuh subur darijaman dulu sampai sekarang, selain

itu juga timbulnya berbagai aliran kepercayaan, dan

kebatinan dimana-mana seperti jamur tumbuh di

musim penghujan.

Sekian dan terima kasih.

13

Page 14: Agama, Kepercayaan, Kebatinan, Kejawen Dan Kebudayan Jawa

Ki Ageng Dayaningrat.

14