Agama

download Agama

of 20

description

agama islam

Transcript of Agama

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAID, ISTIHADHAH, NIFAS DAN MENYUSUI

Untuk Memenuhi Tugas Agama Islam

Dosen Pengampu : Bp. Nur Aksin, S.Ag. MSI

JURUSAN DIII KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANGJalan Tirto Agung, Pedalangan, BanyumanikSemarang2010PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAID, ISTIHADHAH, NIFAS DAN MENYUSUI

Untuk Memenuhi Tugas Agama Islam

Dosen Pengampu : Bp. Nur Aksin, S.Ag. MSI

Disusun Oleh:Ketua

: Nurin Shadrina L.

P.17420110023

Sekretaris: Marintha Violeta

P.17420110017

Bendahara: Singgih Toanturi

P.17420110029

Anggota: 1. Novian Indra N.

P.17420110021

2. Ricky Priyatmoko

P. 17420110025

3. Rizky Kurniawan

P.17420110027

4. M. Nur Ridho Aji

P.17420110019JURUSAN DIII KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

Jalan Tirto Agung, Pedalangan, BanyumanikSemarang2010MOTTO

Jangan jadi orang penikmat, tapi jadilah PEJUANG !!

Keagungan hidup ada pada mencintai, bukan dicintai, memberi, bukan diberi, melayani, bukan dilayani.Apa yang tampak indah tidak selalu baik, tapi apa yang baik selalu indah.

Orang tidak akan menjadi bahagia kecuali bila mereka merasa bahwa hidup mereka bermakna.

SALAM SENYUM SAPA !!

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAID, ISTIHADHAH, NIFAS DAN MENYUSUI. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Agama Islam.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami ingin mencapaikan terima kasih kepada Bp. Nur Aksin, S.Ag, MSI, selaku dosen pengampu mata ajar Agama Islam.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kontribusi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, 21 September 2010

Penyusun

Kelompok 2DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................1HALAMAN JUDUL .............................................................................................2

MOTTO ..................................................................................................................3KATA PENGANTAR .......................

4DAFTAR ISI

5BAB I.PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

61. 2 Tujuan Makalah ............................................................................61. 3 .Metode yang Digunakan .............................................................. 6BAB II.PEMBAHASAN2. Haid ................................................................................................ 73. Istihadhah .......................................................................................10

4. Nifas ...............................................................................................13

5. Menyusui ....................................................................................... 15

6. Analisa ........................................................................................

18

BAB III. PENUTUP7. Kesimpulan..................................................................................

19

8. Saran ............................................................................................19DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 20BAB IPENDAHULUAN

1. 1 Latar BelakangDarah haid adalah darah yang keluar dari farji perempuan dalam keadaan normal (sehat),bukan disebabkan melairkan anak atau pecahnya selaput darah, dan keluarnya darah haid bagi perempuan adalah fitrah atau pembawaan belaka yang dianugerahkan Allah karena mereka kaum wanita.Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit. Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.1. 2 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1) Mengetahui definisi dari Haid.

2) Mengetahui pandangan islam terhadap haid.3) Mengetahui definisi dari Istihadhah.4) Mengetahui pandangan islam terhadap Istihadhah .5) Mengetahui definisi dari nifas.6) Mengetahui pandangan islam terhadap Nifas.

7) Mengetahui definisi dari menyusui

8) Mengetahui pandangan islam terhadap menyusui..1. 3 Metode yang digunakan

Didalam penulisan makalah ini menggunakan dua metode yaitu metode studi pustaka di perpustakaan dan metode studi pustaka melalui situs online. BAB IIPEMBAHASAN

2. HAIDMenstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum, tetapi tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Umumnya darah yang hilang akibat menstruasi adalah 10mL hingga 80mL per hari tetapi biasanya dengan rata-rata 35mL per harinya.Haid menurut bahasa : sesuatu yang mengalir (kadang disebut juga nifas)Menurut istilah : keluarnya darah perempuan dari tempat khusus2.1. Umur terjadinya haid Seorang perempuan yang kedatangan haid adalah merupakan salah satu tanda telah baligh (dewasa) seorang remaja puteri. Dan sekaligus baginya telah mendapat beban untuk mengerjakan perintah agama (taklifi).

Kedatangan haid bagi seorang wanita yang satu dengan wanita yang lain itu berbeda-beda umurnya; ada yang baru berumur 9 tahun, 15 tahun. Jadi dalam hal ini masalah umur (usia) tidaklah dapat dijadikan patokan /ukuran wanita itu sudah datang bulan, sebab ada seorang wanita yang berusia 7 dan 8 tahun sudah mengeluarkan darah, tetapi bukan darah haid melainkan darah penyakit. Pada dasarnya seorang wanita kedatangan haid ketika mnginjak usia 12 tahun, dan keluarnya darah haid itu biasanya tiap bulan sekali sampai masa monopause.2.2. Beberapa hal yang di luar kebiasaan haidPertama: Bertambah dan berkurangnya masa haid Kedua

: Cepat atau lambatnya waktu datangnya haid. Hukum kedua keadaan ini adalah bila ia melihat darah maka ia dianggap haid, dan bila ia telah bersih, berarti ia telah dianggap suci, baik itu melebihi darah kebiasaannya ataupun kurang dari itu. Baik itu melewati atau lebih lambat dari waktu kebiasaannya.Ketiga

: Berwarna kuning dan keruh. Bila itu terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan bila itu terjadi setelah suci, maka itu bukan darah haid, kecuali bila pada akhir bersihnya terdapat tanda-tanda haid seperti adanya rasa sakit dan sebagainya, maka itulah haid.Keempat: Darah haid keluar secara terputus-putus, yaitu sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar.Dalam hal ini terdapat 2 kondisi:1. Jika hal itu terjadi pada seorang wanita di setiap waktunya, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.

2. Jika kondisi ini tidak sering terjadi pada seorang wanita, tapi kadangkala saja datangnya, bila berhentinya darah kurang dari sehari maka hal itu tidak dianggap suci, kecualibila ia mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci, misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa kebiasaannya atau melihat lendir putih.Kelima: Terjadinya pengeringan darah, yaitu bila wanita tidak mendapatkan selain rasa lembab atau basah (pada kemaluannya). Jika hal itu terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka berlaku baginya hukum haid. Tetapi bila itu terjadi setelah masa suci, maka itu tidak termasuk haid.2.3. Sifat Dan Warna Darah HaidDiantara sifat-sifat yang dapat dijadikan patokan bagi darah haid ialah bahwa darah tersebut nampaknya berbau hangus, busuk. Sedang warnanya darah haid itu yang biasa disaksikan oleh bersangkutan selama haid pada umumnya ada 5 macam warna yaitu: warna hitam, merah, kuning, hijau, dan kelabu. Dan khusus darah haid yang berwarna merah atau hitam, para ulama sepakat bahwa darah tersebut digolongkan sebagai darah haid, yang demikian itu berdasarkan hadits sebagai berikut, yang artinya: Dari Urwah , dari Fatimah binti Abi Jahsy, bahwa ia mengeluarkan darah. Maka bersabdalah Nabi kepadanya: kalau itu (memang)darah haid, maka warnanya kehitam-hitaman, bila demikian halnya, mak berhentilah kamu shalat. Tapi kalau tidak demikian maka berwudhulah lalu shalat, karena (yang demikian itu) hanyalah gangguan otot. (HR. Abu Dawud),2.3.1. Hal-Hal Yang Dilarang Bagi Wanita Selama Keluarnya Darah Haid

Selama keluarnya darah haid maka ia dilarang/diharamkan untuk megerjakan puasa,shalat, melakukan thawaf keliling kabah dan melakukan persetubuhan. Apabila sudah berhenti keluarnya darah haid tersebut, maka wajibkan mandi hadats besar/mandi wajib dan ibadah yang ditinggalkan selama haid itu perlu di qadha kecuali ibadah puasa.bersabda kepadanya : Dari Fatimah binti Abi Hubaisy, ketika ia sedang haid, Nabi Jika itu adalah darah haid, maka darahnya hitam sudah dikenal. Jika benar, maka janganlah engkau shalat. Adapun jika darahnya tidak seperti itu, maka berwudhu dan shalatlah, karena itu adalah darah yang berasal dari urat / pembuluh darah.2.6. Beberapa Kandungan Fiqih Hadist:1. Jika haid itu berwarna hitam dan dapat dikenali, maka setiap wanita yang melihat hal itu pada dirinya dan dapat mengenalinya. Dengan demikian berarti ia adalah wanita haid. Apabila tidak seperti itu, berarti ia adalah wanita yang istihadhah.

2. Jika ia tidak dapat membedakan /mengenali darahnya, kerena derasnya atau karena kontinyuitasnya, maka hendaknya wanita itu kembali pada hari-hari kebiasaan haidnya.

3. Jika ia tidak mengetahui hari-hari kebisaan haidnya dan tidak dapat membedakan jenis darahnya, maka hendaknya ia melihat pada kebiasaan wanita haid pada umumnya.3. ISTIHADHAHIstihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan. Dalil kondisi pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat Al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

"Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci " Dalam riwayat lain "Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci. "

Dalil kondisi kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata:

"Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali. " [Hadits riwayat Ahmad,AbuDawud dan At-Tirmidi dengan menyatakan shahih. 3.1. Kondisi Wanita Mustahadhah Ada tiga kondisi bagi wanita mustahadhah:

[a]. Sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi ini, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat."[Hadits riwayat Al-Bukhari]

[b]. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus-menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali ia mendapati darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan); seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental,. atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

[c]. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat darahnya. Seperti: jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya.

Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah Sedang selebihnya merupakan istihadhah.Misalnya, seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus-menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui wama ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari dimulai dari tanggal tersebut.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : 6 atau 7 hari tersebut bukan untuk memberikan pilihan, tapi agar si wanita berijtihad dengan cara memperhatikan mana yang lebih mendekati kondisinya dari wanita lain yang lebih mirip kondisi fisiknya, lebih dekat usia dan hubungan kekeluargaannya serta memperhatikan mana yang lebih mendekati haid dari keadaan darahnya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Jika kondisi yang lebih mendekati selama 6 hari, maka dia hitung masa haidnya 6 hari; tetapi jika kondisi yang lebih mendekati selama 7 hari, maka dia hitung masa haidnya 7 hari. [Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisa' Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, dengan edisi Indonesia Darah]3.2. Keadaan wanita yang istihadlah Wanita yang istihadlah ada beberapa keadaan : Pertama : Dia memiliki kebiasaan haid yang tertentu sebelum ia ditimpa istihadlah. Hingga tatkala keluar darah dari kemaluannya untuk membedakan apakah darah tersebut darah haid atau darah istihadlah, ia kembali kepada kebiasaan haidnya yang tertentu. Dia meninggalkan shalat dan puasa di hari-hari kebiasaan haidnya dan berlaku padanya hukum-hukum wanita haid, adapun di luar kebiasaan haidnya bila keluar darah maka darah tersebut adalah darah istihadlah dan berlaku padanya hukum-hukum wanita yang suci. Keadaan kedua : Wanita itu tidak memiliki kebiasaan haid yang tertentu sebelum ia ditimpa istihadlah namun ia bisa membedakan darah. Maka untuk membedakan antara darah haid dan darah istihadlah ialah memakai cara tamyiz (membedakan darah). Darah haid dikenal dengan warnanya yang hitam dan beraroma tidak sedap, bila dia dapatkan demikian maka berlaku padanya hukum-hukum haid sedangkan di luar dari itu berarti dia istihadlah. Misalnya seorang wanita melihat darah keluar dari kemaluannya terus-menerus, akan tetapi sepuluh hari yang awal dia melihat darahnya hitam sedangkan selebihnya berwarna merah, atau sepuluh hari awal berbau darah haid selebihnya tidak berbau, berarti sepuluh hari yang awal itu dia haid, Keadaan ketiga : Wanita itu tidak memiliki kebiasaan haid (adat) dan tidak pula dapat membedakan darahnya (tamyiz) di mana darah keluar terus-menerus sejak awal dia melihat darah keluar dari kemaluannya dan sifatnya satu atau sifat darah itu tidak jelas maka untuk membedakan haid dan istihadlahnya adalah dia melihat kebiasaan

3.3. Hukum-hukum istihadhah

Hukum wanita yang istihadhah sebagaimana hukum wanita yang suci, tidak ada bedanya kecuali pada hal berikut ini :

Pertama : Wanita istihadlah bila ingin wudlu maka ia mencuci bekas darah dari kemaluannya dan menahan darahnya dengan kain berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam kepada Hamnah.

Kedua : Dalam hal senggama dengan istri yang sedang istihadlah, ulama telah berselisih tentang kebolehannya, namun tidak dinukilkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam adanya larangan, padahal banyak wanita yang ditimpa istihadlah pada masa beliau. Dan juga Allah Taala berfirman :

Maka jauhilah (jangan menyetubuhi) para istri ketika mereka sedang haid. (Al Baqarah : 222)

4. NIFASNifas secara bahas mempunyai tiga makna: Darah (an-nafs), lepas dari kesulitan (an-nafas) dan keluar dari lobang (at-tanfis). Adapun secara istilah, maka Ibnu Muflih dari kalangan Al-Hanabilah mengatakan, Dia adalah darah yang dikeluarkan oleh rahim ketika akan melahirkan dan setelahnya sampai pada waktu yang tertentu. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata, Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah darah nifas. Maksudnya yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata dalam Risalah Ad-Dima`, Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia, seandainya ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia maka darah yang keluar itu bukan darah nifas, tetapi dihukumi sebagai darah penyakit.

Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia adalah 80 hari dihitung dari mulai hamil, dan pada umumnya 90 hari. . Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak memberi batasan hari pada masa nifas, darah yang dilihat seorang wanita hamil ketika mulai merasa sakit adalah nifas. Dengan kata lain Beliau memberi batasan pada rasa sakit pada wanita hamil ketika saat-saat mau melahirkan, bukan pada hitungan hari. Adanya hukum dikaitkan dengan keberadaan darah itu sendiri, dengan didukung tanda lain yaitu rasa sakit yang mengiringi proses kelahiran. Sebagaimana diketahui, bahwa wanita hamil menjelang saat-saat melahirkan akan mengeluarkan darah, sebagai awal pembukaan rahim yang dalam istilah medisnya disebut The Show. Darah ini keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran (True Labour), yang biasanya akan diikuti pecahnya ketuban (Water Break) sehari atau dua hari sesudahnya. Setelah air ketuban pecah, dalam kondisi normal bayi akan lahir dalam waktu 24 jam setelahnya. Pada masa-masa seperti ini, wanita hamil akan ditimpa kesakitan dan kelelahan yang amat sangat karena kontraksi dalam perutnya berlangsung rutin dan terus menerus. Jika pada masa-masa seperti ini, dia tetap harus sholat, wudhu dan lain-lain rutinitas sehari-hari yang berhubungan dengan sholat pastilah sangat memberatkan. 4.1. Masa NifasAda beberapa point yang harus difahami bagi wanita dalam permasalahan batas nifas: Batas lazim nifas seperti banyak diriwayatkan oleh hadist adalah 40 hari. Hal ini harus di pegang terlebih dahulu sebagai batas normal Jika kurang dari 40 hari, si wanita sudah melihat dirinya bersih dari darah, maka dia sudah masuk masa suci, kecuali jika berhentinya kurang dari 1 hari dan darah keluar lagi dalam masa 40 hari itu, maka itu termasuk masa nifas. Jangan terburu-buru untuk bersuci sampai benar-benar darah berhenti dan atau masa 40 hari terlampui. Muhammad Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni menyebutkan bahwa jika darah itu keluar pada masa yang dimungkinkan masih masa nifas (40 hari), maka dihukumi nifas. Walapun keluarnya terputus-putus. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 4.2. Hukum-Hukum Seputar NifasWanita nifas sebagaimana wanita haid dilarang shalat, puasa, haji dan umrah. Adapun untuk membaca Alqoran, menurut pendapat ulama terkuat adalah dibolehkan wanita haid dan nifas membaca Al-Qoran karena memang tidak ada dalil qathi yang melarang perbuatan tersebut, baik dalam Al-Qoran maupun As-Sunnah dengan syarat tidak boleh menyentuh Al-Qoran dan kertas yang ditulisi ayat Al-Qoran tersebut. Misalnya diperbolehkan menghafalkannya. Membaca tafsir dan hadist diperbolehkan bagi wanita nifas maupun haid, asalkan tidak menyentuhnya jika ditemukan ayat-ayat Al-Qoran di dalamnya

Diharamkan suami mendatangi istrinya pada masa nifas, dan diperbolehkan menggaulinya setelah ia suci, walaupun ia suci sebelum 40 hari. Memang tidak selalui ditemui mudah dalam persoalan darah kebiasaan wanita ini, baik haid, nifas maupun istihadhah. Ada wanita-wanita yang mengalami kesulitan penentuan masa pada ketiganya karena ketidaklaziman masa keluarnya. Hanya saja Al-Qoran dan As-Sunnah telah menjelaskan segala sesuatu tentangnya. Keragu-raguan itu sifatnya relatif, tergantung pada kadar ilmu dan pemahaman seseorang terhadap hukum-hukum atasnya. Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya, termasuk mengilmuinya terlebih dahulu, maka dia telah terbebas dari tanggungannya. 5. MENYUSUIMenyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Bukti eksperimental menyimpulkan bahwa air susu ibu adalah gizi terbaik untuk bayi. Seorang bayi dapat disusui oleh ibunya sendiri atau oleh wanita lain. ASI juga dapat diperah dan diberikan melalui alat menyusui lain seperti botol susu, cangkir, sendok, atau pipet. Susu formula juga tersedia untuk para ibu yang tidak bisa atau memilih untuk tidak menyusui, namun para ahli sepakat bahwa kualitas susu formula tidaklah sebaik ASI. Pemerintah dan organisasi internasional sepakat untuk mempromosikan menyusui sebagai metode terbaik untuk pemberian gizi bayi setidaknya tahun pertama dan bahkan lebih lama lagi, antara lain WHO, Akademi Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics}, dan Departemen Kesehatan.Di antara kemudahan dalam syarat Islam adalah memberi keringanan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa. Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih misalnya takut kurangnya susu- karena sebab keduanya berpuasa, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa, dan hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.5.1. Perselisihan UlamaNamun apa kewajiban wanita hamil dan menyusui jika tidak berpuasa, apakah ada qodho ataukah mesti menunaikan fidyah? Inilah yang diperselisihkan oleh para ulama. Lengkapnya dalam masalah ini ada lima pendapat.

Pendapat pertama: wajib mengqodho (mengganti) puasa dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Asy Syafii, Imam Malik dan Imam Ahmad. Namun menurut ulama Syafiiyah dan Hanabilah, jika wanita hamil dan menyusui takut sesuatu membahayakan dirinya (tidak anaknya), maka wajib baginya mengqodho puasa saja karena keduanya disamakan seperti orang sakit.

Pendapat kedua: cukup mengqodho saja. Inilah pendapat Al Auzai, Ats Tsauriy, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Abu Tsaur dan Abu Ubaid.

Pendapat ketiga: cukup memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqodho. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ishaq, dan Syaikh Al Albani.

Pendapat keempat: mengqodho bagi yang hamil sedangkan bagi wanita menyusui adalah dengan mengqodho dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Malik dan ulama Syafiiyah.

Pendapat kelima: tidak mengqodho dan tidak pula memberi makan kepada orang miskin. Inilah pendapat Ibnu Hazm.Pendapat dari ulama semacam Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

" : : ( ) /184" Hukum wanita hamil dan menyusui jika keduanya merasa berat untuk berpuasa, maka keduanya boleh berbuka (tidak puasa). Namun mereka punya kewajiban untuk mengqodho (mengganti puasa) di saat mampu karena mereka dianggap seperti orang yang sakit. Sebagian ulama berpendapat bahwa cukup baginya untuk menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) untuk setiap hari yang ia tidak berpuasa. Namun pendapat ini adalah pendapat yang lemah. Yang benar, mereka berdua punya kewajiban qodho (mengganti puasa) karena keadaan mereka seperti musafir atau orang yang sakit (yaitu diharuskan untuk mengqodho ketika tidak berpuasa, -pen). Hal ini berdasarkan firman Allah Taala (yang artinya), Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al Baqarah: 184)Yang perlu diperhatikan bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika memang ia merasa kepayahan, kesulitan, takut membahayakan dirinya atau anaknya. Al Jashshosh rahimahullah mengatakan, Jika wanita hamil dan menyusui berpuasa, lalu dapat membahayakan diri, anak atau keduanya, maka pada kondisi ini lebih baik bagi keduanya untuk tidak berpuasa dan terlarang bagi keduanya untuk berpuasa. Akan tetapi, jika tidak membawa dampak bahaya apa-apa pada diri dan anak, maka lebih baik ia berpuasa, dan pada kondisi ini tidak boleh ia tidak berpuasa.5.2. Air Susu Ibu dalam Islam Dalam riwayat Thabarani dan Ibnu Asakir ditambahkan, jika ia melahirkan, lalu ia mengeluarkan susu dari payudaranya dan dihisap oleh bayinya, setiap hisapan dan tegukan mendapat satu pahala. Jika ia berjaga sepanjang malam (karena melayani bayinya), ia mendapatkan pahala seperti pahala orang memerdekakan 70 orang budak di jalan Allah.Penelitian medis telah membuktikan bahwa ASI memiliki berbagai keunggulan yang tidak tergantikan dengan susu manapun. Bahkan, agama kita menekankan pentingnya memberikan ASI kepada buah hati kita. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS Al Baqarah [2]: 233). 6. ANALISAMenurut analisa kelompok kami, ada beberapa perbedaan darah haidh dan istihadhah, berikut tabel analisanya.Tabel perbedaan darah Haidh dan Istihadhah

SifatDarah HaidhDarah Istihadhah

Warnadominan hitamdominan merah

Sumber keluarRahimurat yang pecah

Kekentalankentalencer

Bautidak sedapbiasa

Setelah keluarMencair

(tidak menggumpal)mungkin menggumpal

Sedangkan Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakitSetelah panjang lebar membahas dalil-dalil yang digunakan oleh masing-masing pihak dan menyanggah pendapat yang dinilai kurang tepat, maka kami menyimpulkan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa wanita hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa- cukup mengqodho tanpa menunaikan fidyah karena kuatnya dalil yang disampaikan oleh ulama yang berpegang dengan pendapat ini.BAB III

PENUTUP7. KESIMPULAN

Berdasarkan makalah maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.1. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause.2. Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.3. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit.4. Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Al Jashshosh rahimahullah mengatakan, Jika wanita hamil dan menyusui berpuasa, lalu dapat membahayakan diri, anak atau keduanya, maka pada kondisi ini lebih baik bagi keduanya untuk tidak berpuasa dan terlarang bagi keduanya untuk berpuasa. Akan tetapi, jika tidak membawa dampak bahaya apa-apa pada diri dan anak, maka lebih baik ia berpuasa, dan pada kondisi ini tidak boleh ia tidak berpuasa.8. SARAN

Diharapkan para pembaca makalh ini dapat mengetahui dan memahami definisi dari haid, istihadhah, nifas dan menyusui. Makalah ini juga dapat memberi pengetahuan kepada para wanita yang mengalami haid, istihadhah nifas dan memberi susu kepada anaknya dapat mempertimbangkan pula pandangan islam karenanya. Sehingga tidak akan ada kekeliruan dan keraguan ketika mendapati didrinya dapat situasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ishaq, Ummu.T.t.Rubrik Kajian Kita.dalam majalah Muslimah edisi 41/ 1423 H/ 2002 M.Athiyah, Ummu.T.t.As Sunah.dalam majalah Muslimah edisi 04/Th.IV/1420-2000.

Dit. Gizi Masyarakat.2001.Buku Panduan Manajemen Laktasi.Bandung:Depkes RIPAGE 2